-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
KURIKULUM PENDIDIKAN GURU BAHASA YANG TRANSFORMATIF DAN ADAPTIF Setya Tri Nugraha Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret
[email protected]
Abstract This presents article presents an overall view of curriculum development to language teacher education. It investigate how curriculum developers can develop and maintain a transformative and adaptive curriculum in language teacher education. The article also deals with the way school of education can develop and prepare their students to involve in the teaching-learning process that sees successful language as being dependent upon the activities of curriculum development. These processes include determining learners’ needs, analysis of the context for the program and consideration of the impact of contextual factors, the planning of learning outcomes, the organization of a course or set of teaching materials, the selection and preparation of teaching materials, provision for and maintenance of effective teaching, and evaluation of the program in a critical approach. Keywords: Transformative and adaptive curriculum, language teacher, critical approach
Pendahuluan Pendidikan guru bahasa pada abad ke-21 sekarang ini memasuki suatu proses perubahan yang sejalan dengan berkembangnya tuntutan profesional terhadap guru dan lembaga pendidikan guru. Selain fokus pada upaya peningkatan kompetensi berbahasa peserta didik atau mahasiswa, pendidikan guru bahasa juga dihadapkan pada berbagai strategi peningkatan kompetensi sosio-kultural dan pemahaman mengenai konteks politis dan etis dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa. Menghadapi tuntutan ini, diperlukan sebuah cara baru untuk melihat dan menyikapi kompetensi-kompetensi kritis yang diperlukan oleh pengajar dan pembelajar bahasa pada abad ke-21. Pendidikan dan pembelajaran bahasa harus lebih humanistis, lebih peka budaya, dan lebih teknologis. Adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kuali ikasi Nasional Indonesia (KKNI) mendorong program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) atau Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) untuk mengembangkan kurikulum yang berorientasi masa depan dalam konteks menyiapkan para lulusan untuk siap masuk ke dunia kerja dengan memenuhi kuali ikasi yang telah ditentukan dalam KKNI. Kurikulum yang dikembangkan di Prodi PBI diharapkan menyandingkan, menyelaraskan, dan mengintegrasikan bidang pendidikan, pembelajaran, bahasa, dan sastra Indonesia dalam rangka mendapatkan pengakuan kompetensi sesuai bidang kerja. Hal ini tentu didasarkan pada prediksi dan asumsi tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi, khususnya LPTK untuk mampu menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapinya. Pada situasi global seperti saat ini, percepatan perubahan terjadi di segala sektor dan sulit untuk menahan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Untuk itu, diperlukan kurikulum PBI yang transformatif dan adaptif terhadap berbagai perkembangan yang terjadi. Bagaimana mengembangkan kurikulum yang transformatif dan adaptif dalam konteks penyiapan guru bahasa Indonesia? Kurikulum Pendidikan Guru Bahasa yang Transformatif Pendidikan transformatif dimaknai sebagai proses rekonstruksi kerangka referensi seseorang secara sadar, termasuk keyakinan seseorang, perspektif, pengalaman, asumsi, 497
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
pengetahuan, nilai-nilai, dan bias melalui wacana yang rasional dan re leksi kritis. Untuk itu, kurikulum pendidikan guru bahasa Indonesia hendaknya memiliki kerangka kerja yang mengarahkan calon-calon guru bahasa Indonesia untuk mengikuti pola pendidikan dan pembelajaran transformastif tersebut. Komponen-komponen kurikulum pendidikan guru bahasa, mulai dari tujuan atau kompetensi, konten, materi, metode dan media, dan evaluasi diarahkan untuk mencapai perubahan transformatif tersebut di atas. Proses rekonstruksi kerangka referensi tersebut menjadi acuan dalam perumusan capaian pembelajaran yang nantinya akan mengarahkan proses belajar dan penguasaan konten dalam mencapai serangkaian kompetensi yang ditetapkan (backward desing) (Mezirow dan Taylor, 2009; Richard, 2013). Orientasi transformasi ini difokuskan juga pada proses perubahan personal dan sosial yang terwujud dalam pengembangan keterampilan pembelajar dalam konteks transformasi individu dan sosial. Dalam implementasinya, kurikulum pendidikan guru bahasa yang transformatif harus dapat menempatkan peserta didik atau mahasiswa sebagai agen yang aktif dalam pemahaman berbagai fenomena bahasa di sekelilingnya. Dengan keterampilan, pengetahuan , dan sikapnya mereka dapat menginternalisasi nilai -nilai yang ada dan diwujudkan lewat tindakan nyata dalam perubahan perilaku, terutama dalam menjalankan perannya sebagai guru bahasa (Miller dan Seller, 1985). Mengacu pada pendapat Miller dan Seller di atas, kurikulum pendidikan bahasa hendaknya (1) mengakomodasi proses edukatif yang mendekatkan mahasiswa pada fenomena pemakaian bahasa di masyarakat, (2) memberikan arah yang jelas pada proses analisis kritis atas fenomena tersebut dengan perspektif yang beragam, (3) memberikan kesempatan untuk secara re lektif menginternalisasi nilai-nilai yang diperolehnya, dan (4) mengakomodasi berbagai bentuk komunikasi atas berbagai informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban akademis kepada masyarakat. Kurikulum pendidikan guru yang transformatif ini perlu dikembangkan karena tantangan dan tuntutan masyarakat untuk pendidikan calon guru bahasa kian hari semakin besar. Hal ini terjadi karena masyarakat semakin berorientasi pada kualitas yang tinggi untuk profesi guru bahasa Indonesia. Darling-Hammond (2010:224-325) menyatakan bahwa powerful teaching, termasuk dalam pengajaran bahasa, semakin penting dalam masyarakat kontemporer sekarang ini. Standar belajar-mengajar sekarang semakin tinggi daripada era sebelumnya karena masyarakat dan pekerja atau guru memerlukan pengetahuan yang lebih banyak dan luas, dan menuntut dimilikinya keterampilan untuk bertahan hidup dan lebih sukses dalam kehidupan. Kualitas dunia pendidikan sekarang ini meningkat secara signi ikan baik untuk individu maupun untuk suatu bangsa dan fakta sudah menunjukkan bahwa di antara semua sumber daya pendidikan, kemampuan pengajar merupakan bentuk kontribusi krusial bagi pembelajaran yang dialami peserta didik. Pengajar harus mampu menyediakan dan memfasilitasi informasi yang bermanfaat bagi peserta didik dan harus mampu secara efektif memberdayakan berbagai kelompok peserta didik yang beragam untuk memberi pelajaran materi-materi yang kompleks. Untuk itulah, pengembangan kurikulum transformatif di setiap prodi PBI harus dilakukan dengan pertimbangan: (1) persaingan di dunia global, yang berakibat juga terhadap persaingan perguruan tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sehingga perguruan tinggi dituntut untuk menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dalam dunia global, salah satunya melalui pengembangan kurikulum; (2) adanya perubahan orientasi pendidikan tinggi yang tidak lagi hanya menghasilkan manusia cerdas berilmu tetapi juga yang mampu menerapkan keilmuannya dalam kehidupan di masyarakatnya (kompeten dan relevan) secara lebih berbudaya; dan (3) adanya perubahan kebutuhan di dunia kerja yang terwujud dalam perubahan persyaratan dalam menerima tenaga kerja, yaitu adanya persyaratan softskills yang dominan di samping hardskills-nya. 498
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Dengan demikian, setelah melakukan analisis dan kajian terhadap kurikulum yang berlaku, ada perubahan-perubahan signi ikan yang hendaknya dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum PBI yang transformatif. Perubahan tersebut meliputi: a. perubahan paradigma dalam penyusunan kurikulum yang berbasis konten ke berbasis capaian pembelajaran; b. terumuskannya capaian pembelajaran yang unggul, sistematis, dan konkret pada kurikulum sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar yang efektif dan terstruktur dalam pencapaiannya, c. berpetaknya bahan atau bidang kajian pendidikan, bahasa, pembelajaran, dan sastra secara terstruktur dan sistematis yang memudahkan dalam penentuan bobot mata kuliah atau kelompok mata kuliah secara logis, d. berkurangnya jumlah mata kuliah yang harus diambil oleh mahasiswa tanpa harus mengurangi substansi kajian untuk masing-masing bahan atau bidang kajian, dan e. perlunya integrasi sistematis berbagai mata kuliah sejenis sehingga menonjolkan aspek kedalaman substansi kajian, alih-alih banyak mata kuliah tetapi kurang mendalam, f. pengintegrasian teknologi informasi secara sistematis (by desing) dalam keseluruhan komponen kurikulum. Perubahan-perubahan di atas mendesak untuk dilakukan dengan tetap mempertimbangkan fungsi kurikulum secara hakiki. McNeil (2006) mengajukan empat fungsi kurikulum sebagi berikut. a. Common or general education. Fungsi pendidikan umum yang akan dicapai dalam kurikulum adalah mengarahkan pembelajar sebagai manusia yang bertanggung jawab dan sebagai warga negara yang baik. Pembelajar diarahkan untuk terlibat aktif dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan dan memahami serta terlibat dalam perubahan budaya. b. Supplementation. Individualitas merupakan kunci untuk memahami fungsi supplementation. Kurikulum berfungsi sebagai sarana pengembangan pribadi peserta didik secara khusus berdasarkan potensi dan talenta yang unik dari setiap individu. Kurikulum yang dihasilkan bersifat personal dan individual, bukan kurikulum yang bersifat umum. c. Exploration. Kurikulum difungsikan sebagai arah untuk pengembangan intelektual pembelajar. Exploration dalam konteks ini dimaknai sebagai pemberian kesempatan yang seluas mungkin kepada pembelajar untuk mengembangkan potensi dan ketertarikan personal melalui beragam program dan aktivitas . Kurikulum juga memungkinkan pembelajar berinteraksi tidak hanya pada aktivitas di lingkup kelas tetapi juga pada lingkungan yang lebih luas, pada kenyataan konkret dan bidang yang interdisipliner. d. Specialization. Fungsi spesialisasi mengacu pada fungsi kurikulum untuk memenuhi tujuan dan standar-standar yang spesi ik di bidang -bidang khusus misalnya di bidang perdagangan, militer, profesi, dan disiplin akademik tertentu. Kurikulum ini mengarahkan pembelajar untuk masuk pada bidang-bidang kerja yang khusus tersebut. Kurikulum Pendidikan Guru Bahasa yang Adaptif Schleicher (2012) memaparkan prinsip pengembangan pendidikan calon guru yang dapat menjawab tuntutan dan permintaan masyarakat akan tingginya kualitas guru. Prinsip-prinsip tersebut dipaparkan sebagai berikut. a. Lembaga pendidikan perlu merumuskan secara jelas dan bernas mengenai pro il yang diharapkan dari guru (bahasa), termasuk kompetensi yang harus dimiliki dan isi-isi yang harus dipahami dalam area subjek yang spesi ik. Hal ini termasuk penguasaan akan subjectmatter knowledge dan juga cara mengajarkannya. Penentuan pro il ini dapat membantu dapat perumusan tujuan-tujuan pendidikan.
499
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
b. Perlunya upaya yang sistematis dan konkret dalam pengembangan kompetensi calon guru bahasa untuk memasuki dunia persekolahan sejak awal program dengan mempertimbangkan keseimbangan antara mata kuliah teori dan praktik dan kolaborasi dengan guru di sekolah sebagai kunci suksesnya. Mahasiswa akan mendapatkan kesempatan dan waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi langsung dengan banyak pihak dalam situasi pembelajaran. Mahasiswa akan menghadapi permasalahan pembelajaran secara nyata di sekolah dan terdorong untuk memecahkan masalah tersebut secara akademis. Proses ini nantinya juga akan membantu mahasiswa untuk mengajar berdasarkan penelitian karena mereka sudah berhadapan dengan berbagai persoalan dan upaya-upaya ilmiah dalam mencari solusinya. c. Diperlukan struktur kurikulum yang adaptif dan leksibel dalam proses induksi dan pengembangan profesionalisme guru. Artinya, perlu ada interkoneksi program pendidikan yang menyediakan akses pendidikan dan latihan terkait pengetahuan bidang studi, pedagogi, dan pengetahuan umum dengan pengembangan keterampilan re lektif praktis dan onthe-job research. Proses ini dapat terlaksana apabila struktur kurikulum memungkinkan mahasiswa calon guru bahasa memiliki kesempatan dan waktu untuk berpraktik di sekolah secara memadai. Mahasiswa, melalui berbagai perkuliahan tertentu, dapat mengalami interaksi dengan siswa dan guru di sekolah dan mengambil hal-hal positif dari pengalaman tersebut. Sebagai bentuk penyesuaian dengan perkembangan global, pendidikan guru bahasa perlu didesain lebih cermat agar profesi ini menjadi lebih prospektif di abad ke-21 ini. Desain program pendidikan guru bahasa Indonesia hendaknya mencakup hal-hal pokok yang meliputi: (1) pemahaman secara mendalam tentang belajar dan pembelajaran bahasa, (2) konteks sosial dan kultural pemakaian bahasa, (3) pemahaman mendalam mengenai pengajaran bahasa, dan (4) keterampilan atau kecakapan berbahasa dalam menerapkan pemahaman tersebut dalam ruang-ruang kelas yang kompleks dan pembelajar atau peserta didik yang beragam. Apabila guru atau pengajar sukses untuk tugas-tugas ini, lembaga pendidikan guru harus mendesain program yang mentransformasikan proses dan tugas ini baik ketika mahasiswa menjadi calon guru maupun setelah nantinya mereka menjadi guru. Artinya, desain kurikulum untuk pendidikan guru bahasa harus lebih jauh mengantisipasi kebutuhan guru di sekolah dan harus lebih dekat dengan sekolah dalam berbagai agenda transformatif yang bersifat mutual. Hal ini juga berarti bahwa pengembang kurikulum harus ambil bagian secara partisipatif dalam pengambilan kebijakan pendidikan dan kebijakan publik tentang hal-hal yang yang harus terjadi dan diajarkan di lembaga pendidikan guru sehingga dapat mengantisipasi pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam konteks persekolahan terkini (Fullan, 1993; Darling-Hammond, 2010; 2005; Forlin, 2010). Agar lebih prospektif di era global ini, kurikulum pendidikan guru bahasa sudah semestinya menempatkan orientasinya dalam menghasilkan pendidik yang kritis. Pendidik yang kritis mampu mengenali dan mengerti semua asumsi dan ide yang ada dalam masyarakat menyangkut konsep penting tentang pendidikan dan pembelajaran bahasa seperti pengetahuan, kebenaran, kecerdasan, pembelajaran dan kurikulum. Pendidik yang kritis mampu mengenali hal-hal bawaan seperti di atas yang biasanya sering digunakan dengan tidak semestinya. Pendidik yang kritis akan mencoba menelaah terlebih dahulu, pertama-tama, apakah hal ini benar, kedua, apakah skala prioritas seperti ini dalam kurikulum sudah cukup mampu melayani keinginan masyarakat secara umum. Sebagai konsekuensinya, dalam kurikulum pendidikan bahasa, mahasiswa disediakan kesempatan untuk dapat secara kritis menentukan alternatif-alternatif solusi terhadap fenomena bahasa yang ada dalam masyarakat melalui berbagai mata kuliah yang diikutinya. Mahasiswa juga hendaknya diberi ruang untuk secara pro aktif menanggapi persoalanpersoalan yang terjadi di masyarakat dalam perspektif pendidikan dan bahasa. Di sisi, lain 500
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
struktur kurikulum juga harus dibangun dalam perspektif antisipatif-adaptif terhadap perubahan dan perkembangan yang begitu cepat. Perlu disediakan porsi untuk beberapa mata kuliah yang secara leksibel dapat berubah sesuai dengan perkembangan terbaru, tanpa harus mempengaruhi struktur utama kurikulum. Alternatif pendekatan dalam kurikulum bahasa berdasarkan critical approach dikemukakan oleh Fahim dan Kiasi (2014). Luaran kurikulum kritis adalah pembelajar yang memiliki: (1) kompetensi dan kecakapan belajar untuk belajar, (2) kompetensi mengorganisasi informasi, membedakan dan mengevaluasi informasi dari tingkat kepentingannya melalui konstruksi makna dalam proses berpikir kompleks dan holistik, dan (3) kompetensi berpikir tingkat tinggi atau higher-order thinking. Dalam kurikulum kritis ini, pembelajar didorong dalam suasana akademik yang menempatkan mereka untuk mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses belajar melalui pemecahan masalah, membuat keputusan secara tepat, mengonstruksi atau mengkritik argumen, menyusun tulisan kritis, dan mengevaluasi proses belajarnya. Beberapa alternatif aktivitas belajar dapat dikembangkan dalam perkuliahan agar proses pendidikan kritis ini nantinya dapat terbentuk. Alternatifnya adalah (1) transfer and problem solving, (2) creativity development, dan (3) creating new knowledge. Kreativitas yang ditandai dengan kemunculan bentuk pemahaman dan aplikasi baru, merupakan pilihan yang tepat dalam pengembangan aktivitas belajar karena pembelajar tidak hanya sekadar menerima pengetahuan baru, tetapi mencoba mengolahnya dan menghasilkan sesuatu yang berbeda dan lebih baru dari hal-hal yang sudah ada. Dari kreativitas inilah, akhirnya terbentuk pengetahuanpengetahuan baru yang akan menambah khazanah pengetahuan yang telah dimiliki dan dibangun oleh pembelajar (McNeil, 2006). Kurikulum pendidikan guru bahasa yang antisipatif terhadap kemajuan teknologi juga menjadi bagian penting yang perlu dikembangkan. Pemanfaatan teknologi ini akan menjadikan sekolah dan universitas masuk dalam sistem makro komunikasi dan menjadikan pendidikan sebagai suatu sistem komunikasi. Perubahan ini, pendidikan sebagai suatu sistem komunikasi, harus diikuti dengan perubahan-perubahan mendasar dalam elemen-elemen pendidikan. Diperlukan suatu sistem dan model yang dapat menjawab tantangan dan tuntutan perubahan ini yaitu sistem pendidikan yang berbasis pada komunikasi. Sistem ini diperlukan untuk menyiapkan pengajar dan pembelajar untuk hidup dalam era masyarakat informasi dengan segala fasilitas dan perangkat-perangkatnya (Darling-Hammond & Bransford, 2005: 2-4; 187 – 190). Untuk itu, kurikulum pendidikan bahasa hendanya mengintegrasikan teknologi dalam seluruh komponen kurikulum. Integrasi teknologi harus dimulai dari perumusan capaian pembelajaran, penentuan konten dan bidang kajian, perumusan dan pengembangan materi dan media, pelaksanaan pembelajaran, sampai dengan pelaksanaan evaluasi. Dengan integrasi ini, diharapkan mahasiswa calon guru sudah memiliki kecakapan berteknologi yang memadai untuk mengamban peran sebagai guru bahasa yang memiliki literasi teknologi yang unggul. Penutup Penyiapan guru bahasa di LPTK menjadi bagian penting dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia, terutama guru bahasa Indonesia, dalam memasuki abad ke-21. Pemenuhan kualitas tersebut akan memberikan jaminan bahwa profesi guru bahasa Indonesia merupakan profesi yang prospektif sejauh sumber daya manusianya dipersiapkan melalui program dan kurikulum yang transformatif dan adaptif. Proses menjadi guru bahasa Indonesia yang unggul harus dimulai sejak mahasiswa berada dan berproses di program studi PBSI/PBI. Program studi PBSI/PBI hendaknya mendesain kurikulumnya dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa pada masa sekarang dan yang akan datang, keseimbangan teori dan 501
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
praktik di sekolah, tuntutan peningkatan kualitas guru di masa depan, dan kebaruan-kebaruan dalam konteks pendidikan, pembelajaran, bahasa, dan konteks pemakaian bahasa yang secara prediktif dan adaptif dimasukkan dalam kerangka kerja pengembangan kurikulum.
Daftar Pustaka Darling-Hammond, Linda. 2010. : “Constructing 21st Century Teacher Education” dalam Hill-Jackson, Valerie., Lewis, Chance W (eds). 2010. Transforming Teacher Education: What Went Wrong with Teacher Training and How We Can Fix It. Sterling, Virgina: Stylus Publishing. LLC. Darling-Hammond, Linda., Bransford, John. 2005. Preparing Teachers for Changing World. What Teachers Should Learn and Be Able To Do. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint. Fahim, Mansour., Kiasi, Ghasem Aghajanzadeh. 2014. Critical Curriculum: Teacher’s and Learner’s Critical Thinking in Language Curriculum Development. United States of America Research Journal (USARJ), Vol.3, No.2, 2014, 24-32 Forlin, Chris (ed). 2010. Teacher Education for Inclusion. Changing Paradigms and Innovative Approaches. New York: Routledge. McNeil, John.D. 2006. Contemporary Curriculum: in Thought and Action 6th edn. Danver: Wiley Jossey – Bass Education. Mezirow, J., & E. W. Taylor. 2009. Transformative learning in practice, insights from community, workplace, and higher education. Jossey-Bass Pub. Miller, John P, & Seller, Wyne. 1985. Curriculum: Perspective and Practise. New York: Longman. Richard, Jack C. 2013. Curriculum Approach in Language Teaching: Forward, Central, and Backward Design. RELC Journal, 44 (1) 5-33. Schleicher, A. 2012, Ed., Preparing Teachers and Developing School Leaders for the 21st Century: Lessons from around the World, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264xxxxxxen
502