KUNJUNGAN JICA KE KABUPATEN MUARO JAMBI KECAMATAN SUNGAI GELAM DESA TANGKIT BARU DAN DESA PUDA Penulis : Saptarining Wulan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) – PNPM PISEW yang diluncurkan pada tanggal 6 Agustus 2008 oleh Menteri Dalam Negeri bersama dengan Menteri Pekerjaan Umum di Hotel Sahid Jakarta, telah berjalan kurang lebih satu setengah tahun. Dalam perencanaan dan pelaksanaan program PNPM PISEW tersebut, kali ini perwakilan dari JICA mengunjungi hasil pelaksanaan PNPM PISEW di lapangan. Kesempatan monitoring dan supervisi lapangan ini jatuh di Provinsi Jambi bertepatan dengan pelaksanaan Diseminasi dan Pelatihan Provinsi. Perwakilan dari JICA, Arie Setiawan, memonitor dan mensupervisi kegiatan PNPM PISEW di Provinsi Jambi dengan Agenda sebagai berikut: 1. Pelatihan Provinsi yang berlangsung selama 2 (dua) hari, pada tanggal 3-4 Februari 2010, 2. Melihat kegiatan UPM (Unit Pengaduan Masyarakat) di lapangan, UPM program sejenis di lapangan, 3. Melihat hasil pembangunan infrastruktur di Kabupaten Muaro Jambi, Kecamatan Sungai Gelam, Desa Tangkit Baru dan Desa Pudak). Perwakilan JICA, Arie Setiawan tiba di Provinsi Jambi pada tanggal 3 Februari 2010 pagi, dari bandara langsung menuju Hotel Abadi untuk mengikuti pelaksanaan Pelatihan Provinsi. Pelatihan tersebut berlangsung selama 2 (dua) hari yaitu tanggal 3-4 Februari 2010. Pelatihan di Provinsi Jambi terdiri dari 3 (tiga) kelas yaitu 1 (satu) kelas Provinsi/Kabupaten, dan 2 (dua) kelas Kecamatan. Dalam supervisi monitoring ini, Arie Setiawan berkeliling ke semua kelas untuk mengamati pelaksanaan Pelatihan, baik dalam penyampaian materi oleh Fasilitator maupun kehadiran dan keaktifan peserta; serta penyelenggaraan Pelatihan itu sendiri.
Dalam Pelatihan Provinsi, JICA concern dengan adanya pelatihan HIVAIDS yang merupakan salah satu agenda JICA yang sebelumnya sudah melatih beberapa konsultan mengenai HIV-AIDS. Dalam pelaksanaannya, pelatihan HIV-AIDS masih berjalan dengan menjelaskan paparan dan brosur mengenai HIV-AIDS yang diberikan oleh JICA dan diperbanyak oleh KPK (Konsultan Pelatihan dan Kampanye) untuk dibagikan ke daerah sebagai media/materi untuk pelatihan.
Dalam Supervisi monitoring tersebut, Keiko Kitamura, JICA representative officer, yang berhalangan hadir di Provinsi Jambi menanyakan melalui telepon mengenai UPM yang pada saat ini sedang direview oleh pihak JICA. Pertanyaan tersebut adalah: 1) Bagaimana Sistem dan Mekanisme UPM; 2) Bagaimana UPM yang berjalan saat ini di lapangan; 3) Apakah ada kaitannya UPM di PNPM PISEW dengan UPM di P2D (Program Prasarana Desa); dan 4) Apa fungsi Operator Komputer di UPM.
Pertanyaan tersebut dijawab oleh Tim CMAC bahwa Sistem dan Mekanisme UPM sudah tercantum dalam Panduan Teknis UPM yang telah diserahkan ke JICA sekitar bulan November-Desember 2009, dan pada saat Pelatihan Provinis Jambi ini, panitia juga memberikan buku Panduan Teknis UPM kepada Arie Setiawan. Untuk program P2D (Program Prasarana Desa) yang merupaka Pilot Project PNPM PISEW tidak ada UPM, yang ada di lapangan saat ini di Provinsi Jambi adalah program PNPM Perdesaan, untuk dilakukan diskusi dengan TA UPM PNPM Perdesaan di Kantor Pemberdayaan Masyarakat. Selanjutnya mengenai fungsi Operator Komputer untuk UPM adalah untuk entry data mengenai pengaduan. Karena pengaduan dapat dikirimkan melalui surat, email, telepon, dan sms; maka diperlukan operator komputer untuk keperluan entry data. Kamis, 4 Februari 2010 Pada tanggal 4 Februari, tim yang terdiri dari perwakilan JICA, Arie Setiawan; perwakilan KPTKP, Supranto Nadeak; CMAC, Saptarining Wulan dan Fenty; perwakilan dari Sekretariat PMD, Aries Mulyana; beserta staf PMD Provinsi Jambi, Duito; KMT Provinis Jambi, Senthot; dan Tenaga Ahli (TA) UPM dari program PNPM Perdesaan, Rambe dan Joni; berkunjung ke kantor Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jambi untuk bertemu Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Ibu Rosmeli untuk mendiskusikan masalah UPM yang berjalan di daerah saat ini. Diskusi tersebut berlangsung sebagai berikut: Anto dari KPTKP mengawali pembicaraan bahwa di PNPM PISEW memerlukan adanya UPM dengan sekretariat induk dengan Pokjapokja nya. UPM PISEW langsung ke induk dengan media Rakor bulanan. Sedangkan di PNPM Pedesaan ada yang menjembatani yaitu TA UPM yang berada di Provinsi seperti Pak Joni dan Pak Rambe.
Ketua Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM), Rosmeli, menginformasikan bahwa program PNPM PISEW tidak ada komunikasi sama sekali, baik di tingkat Nasional atau Provinsi. Ketua BPM tersebut hanya mengikuti sosialisasi sekali di awal permulaan. Dijelaskan oleh Rosmeli bahwa untuk UPM dari masing-masing proyek berkoordinasi dengan UPM TKPK (Tim Penanggulangan Kemiskinan) dengan SK Gubernur. Secara teknis SK tersebut tidak diperbolekan untuk di SK kan lagi. Namun, tidak semua Kabupaten/Provinsi mengeluarkan SK. Struktur organisasi UPM yang ada saat ini adalah sebagai berikut:
Arie, JICA menyampaikan bahwa maksud kedatangannya adalah ingin melihat implementasi UPM PNPM PISEW di 9 Provinsi. Dari Panduan Teknis UPM yang sudah diajukan oleh PIU Ditjen PMD ke JICA , apakah organisasi yang ada bisa dibentuk di daerah, apakah memang urgent atau bisa dilakukan nanti. Usulan UPM ini relatif baru, sehingga perlu belajar dari program sejenis yang sudah ada. Kenyataannya, sudah
ada payung induk, tinggal pelaksanaannya saja bagaimana. Selanjutnya, seperti apa pelaksanaan UPM yang lama. Bagaiman penyampaian laporan aduan dilapangan, apakah via email, telepon, sms, surat; dan bagaimana penanganan aduan tersebut. JICA sebagai donor dalam program PNPM PISEW ini tidak ingin dinodai dalam pelaksanaan programnya, apalagi sampai dimuat di koran. Sebagai donor akan merasa terluka. Untuk itu, dicoba untuk meminimalisir dampak tersebut dengan membentuk Fasilitator. Diinformasikan pula bahwa program PNPM PISEW dapat sedikit tersenyum, karena program PISEW adalah the best dalam pelaksananaan pembangunan infrastruktur dan penyerapan dana. Untuk itu, diharapkan dalam UPM nya supaya dapat memiliki prosedur yang cepat, tanggap, dan responsif. Selanjutnya, UPM dari PNPM Pedesaan, Rambe dan Joni menyampaikan bahwa dengan organisasi yang kompleks malah akan membuat sulit dalam pelaksanaannya di lapangan, dan biasanya tidak akan berjalan dengan baik. Di program ini biasanya kalau ada masalah, kita duduk bersama, dan mencarikan pemecahan masalah (problem solving). Dalam pemecahan masalah ini tidak memerlukan organisasi, ataupun SK. Sebagai contoh adalah pelaksanaan pengaduan program Raskin. Disampaikan oleh Rambe bahwa Permen 43 menyatakan Pedesaan melebur di organisasi yang sudah ada, yaitu di TKPKD, tinggal menunggu implementasinya. Bentuk laporannya tertulis kepada Kaban (Kepala Badan). Proses penyelesaian aduan bisa panjang, ada prosedur penyelesainnya dengan teknis Pemberdayaan Masyarakat (PM), dimusyawarahkan dan diputuskan oleh masyarakat. Jadi peran TA UPM lebih ke Fasilitator, memfasilitasi masyarakat dalam mengambil keputusan dalam pemecahan suatu masalah. Begitu pula dalam pembentukan kelembagaan, UPM PNPM Pedesaan mengefektifkan lembaga yang sudah ada, tapi butuh fasilitator yang lebih rendah untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan. Anto menambahkan bahwa program PISEW akan memaksimalkan lembaga yang sudah ada, kita akan merevisi bahwa kita akan membentuk lembaga baru tapi daerah minta untuk menggunakan lembaga yang sudah ada, namun perlu fasilitator untuk menjembatani proses penyelesaian masalah. Duito, staf PMD Provinsi Jambi mengusulkan bahwa konsultan di lapangan hendaknya tidak ditempatkan konsultan teknis semua, karena jumlah SDM di kecamatan dan kabupaten jumlahnya terbatas. Mengenai pengaduan, sekarang ini banyak permasalahan diadukan langsung ke Jaksa/Polisi. Untuk itu diperlukan SK Bersama untuk menanggulangi permasalahan yang ada. Jangan membuat lembaga yang tanggung-tanggung, karena orang-orang yang dipakai juga hanya itu-itu saja. Konsultan di PISEW sudah gemuk, terutama di Kabupaten. Ada contoh kasus pemalsuan tandatangan di Kab. Merangin. UPM cukup diselesaikan di TKPKD. Ditanyakan pula oleh staf PMD Provinsi ini kepada JICA mengenai keberadaan Kredit Mikro yang belum dilaksanakan. Di daerah telah ada program sejenis seperti KUPEM (Kredit Usaha Pemberdayaan Ekonomi Mikro) dengan bunga 0,5% per tahun. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh UPK (Unit Pengelola Kegiatan) untuk memutarkan uang. UPK ini digaji dari hasil jasa pinjaman. Pendapatan 400-500 juta per tahun untuk nilai sebesar 2 Miliar. Aturan yang berjalan dibuat oleh masyarakat. Tingkat pengembalian sebesar 98% tanpa agunan. JICA menjawab pertanyaan mengenai Kredit Mikro bahwa Tokyo akan
mengirim ahli Kredit Mikro untuk mereview mekanisme Kredit Mikro PISEW yang telah diajukan oleh PIU Ditjen PMD. Sesi malam hari setelah penutupan, para konsultan berkumpul bersama dan mengadakan ramah tamah dan sedikit tanya jawab antara konsultan dan perwakilan JICA. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antara lain dari Ulil Amri (PPK) Kab. Muaro Jambi bagaimana dengan penambahan lokasi terkait pemekaran, apakah diperbolehkan. Dijawab oleh JICA bahwa ada contoh pemekaran yang baru saja disetujui oleh JICA yaitu Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara yang berkembang menjadi 3 Kabupaten, dan kecamatannya tidak berubah. Selanjutnya pertanyaan dari Sekretariat Bappeda, Kab. Merangin menanyakan bahwa di desanya ada potensi energi PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro), mohon JICA dapat membantu melalui program PNPM PISEW untuk menambah dana di desa. Saat ini dari program PISEW telah membantu dalam pembangunan infrastruktur sarana air bersih yang sangat bermanfaat buat masyarakat desa.
Jumat, 5 Februari 2010 Pada hari berikutnya, tanggal 5 Februari, Tim yang terdiri dari perwakilan JICA, CMAC, KMT, ATK Muaro Jambi, PPK, Satker, dan Perwakilan Manajemen KMT berangkat melakukan monitoring ke Kabupaten Muaro Jambi lokasi Kecamatan Sungai Gelam di wilayah Kecamatan KSK yaitu di Desa Tangkit Baru dan Desa Pudak. Kami memilih kunjungan lokasi ini karena tidak terlalu jauh dari provinsi Jambi, mengingat keterbatasan waktu yang yang ada. Kabupaten Muaro Jambi ini memiliki wilayah KSK dengan komoditi unggulannya yaitu nanas, ikan patin, dan padi.
Desa Tangkit Baru Perjalanan dari Provinsi Jambi menuju ke Kabupaten Muaro Jambi memakan waktu sekitar 1 – 1,5 jam melalui darat. Selanjutnya perjalanan menuju Desa Tangkit Baru, Kecamatan Sungai Gelam tidak terlalu jauh. Sesampainya di Desa Tangkit Baru, tim monitoring disambut ramah oleh Kepala Desa beserta staf nya.
Tim monitoring mampir sebentar di kantor Kepala Desa untuk berkenalan dan menyampaikan tujuan tim berkunjung ke Desa Tangkit Baru. Dari JICA menyampaikan bahwa kedatangan perwakilan JICA ke lokasi ini adalah untuk memotret langsung hasil pelaksanaan program PISEW yang didanai oleh Loan JICA yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang, yang mana Desa Tangkit Baru ini merupakan salah satu target lokasi dari program PNPM PISEW. Selanjutnya, dengan
antusias, Kepala Desa yang masih muda dan kelihatan funky dan tampak berpikiran maju tersebut mengantar tim menuju ke perkebunan nanas di desanya. Sesampainya di Desa Tangkit Baru, Kepala Desa bercerita bahwa 90% matapencaharian penduduk desa ini adalah petani nanas. Jenis tanah di desa ini adalah tanah gambut dimana bila salah dalam perlakuannya akan menjadi rusak dan tidak dapat kembali seperti semula. Tanah gambut sangat sulit untuk menyerap air dan hanya tanaman tertentu saja yang dapat hidup pada jenis tanah gambut ini.
Desa Tangkit Baru ini banyak dihuni oleh penduduk keturunan Bugis. Sejarah desa ini dulunya orangorang Bugis yang dipimpin oleh tokoh adatnya berlayar dan berpindah tempat dari Bugis ke daerah ini untuk bercocok tanam. Namun, yang ditemuinya adalah tanah gambut. Sehingga mereka mencoba beberapa jenis tanaman untuk dibudidayakan di daerah ini. Hasilnya tanaman nanas lah yang hidup subur di tanah gambut ini. Nanasnyapun juga dari jenis tertentu yaitu Nanas jenis Semut Kayeng menurut penduduk setempat. Akhirnya penduduk keturunan Bugis ini hidup turun temurun di Desa Tangkit Baru ini dengan matapencaharian berkebun nanas sampai saat ini. Tokoh adat disini sangat berpengaruh dan sangat dihormati oleh masyarakatnya. Diceritakannya bahwa pada saat tiba di daerah ini, salah satu tokoh adat Bugis yang bernama Syekh Mohammad Said dulunya saat membuka lahan di tahun 60an sudah memiliki kemampuan untuk membuat master plan untuk membangun desa ini. Kunjungan lapangan di musim hujan ini seharian tim diiringi hujan deras dan sesekali diselingi hujan rintik-rintik, tim monitoring sempat berteduh sebentar di rumah salah satu petani nanas bernama Sukardi. Rumahnya berbentuk rumah panggung dimana hampir semua penduduk disini tinggal di rumah panggung yang terbuat dari kayu. Rumahnya tertata rapi dengan dilengkapi mebel dan perangkat elektronik lengkap dimana menunjukkan kemakmuran materi dari seorang petani nanas. Sambil berteduh menunggu hujan reda, tim mengobrol dengan pemilik rumah yang sudah menjalani profesi sebagai petani nanas selama kurang lebih 20 tahun lamanya. Tim menanyakan mengenai pertanian nanas dari pembibitan, pemeliharaan, pemanenan, sampai penjualannya. Bibit nanas dapat diperoleh dari tunas atau dari kuping nanas.
Kalau bibit dari tunas memerlukan waktu kira-kira 8 bulan untuk dapat berbuah. Namun kalau bibit didapatkan dari kuping nanas akan memerlukan waktu lebih lama, yaitu sekitar satu tahun lamanya untuk dapat berbuah. Kebutuhan bibit untuk satu hektar lahan memerlukan sekitar 30 ribu bibit. Masa panen dapat dilakukan 2 kali dalam sebulan, dengan hasil panen 2000 buah per hektar sekali panen. Modal yang dikeluarkan untuk pertanian ini sebesar satu juta rupiah per setengah hektar lahan. Jadi
dapat dihitung berapa keuntungan petani yang diperoleh. Rata-rata para petani memiliki sekitar 2-3 Ha areal kebun.
Dengan adanya pembangunan pengerasan jalan tanah di areal perkebunan nanas ini melalui program PNPM PISEW, petani sangat terbantu. Sukardi, petani nanas, mengatakan bahwa sebelum dibangunnya jalan ini, petani harus membawa hasil panennya dengan sepeda atau diangkut dengan keranjang untuk menuju jalan utama, untuk mempermudah tengkulak mengangkut ke pasar. Namun, dengan adanya pembangunan pengerasan jalan gambut ini petani tidak perlu lagi mengangkut hasil panennya dari perkebunan ke jalan utama yang memerlukan waktu lama karena jaraknya puluhan kilometer. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa petani tidak tahu mengenai program PNPM PISEW. Ketika ditanya, petani hanya menjawab ya saya tahu akan dibangun jalan ini dan sekarang sudah selesai, tapi saya tidak tahu dari program apa. Nah, disini perlunya sosialisasi mengenai program PNPM PISEW di tingkat desa agar masyarakat tahu dan memahami. Kepala Desa Tangkit Baru menceritakan bahwa masyarakat disini sangat kreatif. Apabila panen nanas berlimpah, dengan harga panen sangat rendah, kadang-kadang hasil panenan tidak laku dan ditinggal begitu saja oleh para petani di pinggir jalan hingga membusuk membuat para petani menderita kerugian. Oleh karena itu, muncul ide kreatif dari beberapa penduduk desa untuk mengolah hasil panenan tersebut menjadi bahan olahan yang lebih enak, awet, dengan harga jual yang lebih baik. Mereka, penduduk desa berkreasi mengolah nanas menjadi dodol, permen, dan kripik nanas. Salah satu pengrajin makanan olahan nanas bernama Hadi telah memproduksi makanan olahan nanas ini selama kira-kira 9 tahun.
Ditambahkan oleh ATK Kab. Muaro Jambi, Ihsan, bahwa dalam pembuatan jalan tanah gambut ini memerlukan teknis yang sangat sulit. Apabila salah dalam memperlakukannya, tanah akan rusak dan tidak dapat dikembalikan seperti semula. Pelaksanaan pekerjaan tanah ini dilakukan mundur, artinya dari ujung jalan di areal perkebunan mundur ke arah jalan utama. Sebelum ditutup tanah dan dikeraskan, tanah gambut terlebih dahulu ditutup dengan kayu untuk penyangga jalan agar kuat. Selanjutnya baru diurug dengan tanah dan dipadatkan.
Rencana berikutnya, jalan yang sudah jadi ini akan ditanami pohon pinang di sepanjang pinggir kanan kiri jalan agar tanah tidak longsor, sekaligus pohon pinang juga dapat dipanen hasilnya.
Desa Pudak Setelah hujan agak reda, dengan melalui jalan yang sedikit berlumpur dan licin karena jalan tanah sedikit tergenang air hujan, tim monitoring melanjutkan perjalanan ke Desa Pudak di kecamatan yang sama. Sebelum menuju ke perikanan patin, tim sempat mampir ke lokasi pembangunan MCK yang dilewati sebelum menuju ke perikanan patin. Bangunan MCK dengan cat warna pink ini sudah selesai 100% dan sudah digunakan oleh penduduk. Kualitas airnya bagus dibanding dengan sumur yang ada didekatnya.
MCK ini digunakan oleh sekitar 25 KK (Kepala Keluarga). Di Desa Pudak telah dibangun 10 MCK yang dibangun oleh program PNPM PISEW. Dari 10 MCK ini di cat dengan warna yang berbeda-beda, dan dikerjakan oleh 10 LKD yang diantaranya ada LKD PKK. KPP nya juga sudah terbentuk. Dari 10 MCK dan dikerjakan oleh 10 LKD, sudah terbentuk 10 KPP dimana anggotanya 25% perempuan.
Berikutnya kami mengunjungi perikanan patin. Ikan patin ini sangat cocok dibudidayakan di desa ini, dengan harga jual yang memadai. Usaha perikanan ini memerlukan lahan dengan luas per kolam sebesar 20x20 meter persegi dengan kedalaman sekitar 3-6 meter dengan diisi sekitar 3000 ikan patin. Dari bibit sampai pemanenan memerlukan waku kira-kira 5 (lima) bulan. Harga jual ikan patin ini per kilonya sekitar Rp. 10 ribu. Per kilo berisi 1-2 ikan patin tergantung besar kecilnya ikan. Dalam usaha perikanan patin ini juga dibangun tempat dan perlengkapan untuk pemijahan untuk menyediakan bibit patin. Selain itu juga dibuat peralatan pembuatan pelet untuk makanan ikan patin. Pembangunan peralatan pemijahan dan mesin pembuatan pelet ini dibangun oleh masyarakat.