EDISI FEBRUARI 2015
DKPP DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU
UNTUK KEMANDIRIAN, INTEGRITAS DAN KREDIBILITAS PENYELENGGARA PEMILU
Kuliah Etika PELEMBAGAAN NILAI-NILAI HAM DALAM BERKONSTITUSI Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
hlm. 12-13
Sekapur Sirih
Warta DKPP
Mereka Bicara
SEBAIKNYA MELALUI JALUR INDEPENDEN
PPP SILATURAHMI KE DKPP
SENGKARUT UU PILKADA
hlm. 2
hlm. 10-11
hlm. 3
Kupas Tuntas
Resensi Buku
PUTUSAN DIGUGAT DI PTUN, DKPP RAPAT KONSULTASI DENGAN MA
E-VOTING KURANGI KECURANGAN
hlm. 6-7 www.dkpp.go.id | facebook:
[email protected] | twitter @DKPP_RI
hlm. 15
Sekapur Sirih
Sebaiknya Melalui Jalur Independen
B
ulan ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mendapatkan kunjungan dari Partai Persatuan Pembangunnan. Kunjungan dari dua kubu. Djan Faridz dan Kubu H Muhammad Romahurmuziy. Dua kubu yang sedang berseberangan. Keduanya juga saling mengklaim sebagai pengurus yang sah. Maksud kedua kubu ini tidak lepas dari agenda akhir tahun ini. Pilkada. Untuk diketahui, pada tahun ini akan dilaksanakan Pilkada di sembilan provinsi dan sebanyak 260 lebih untuk pelaksanaan pilkada kabupaten dan kota. Pemerintah melalui KPU menetapkan untuk melaksanakan Pemilukada serentak. KPU pun harus sudah melaksanakan tahapan Pemilu mulai medio tahun ini. pertengahan akhir tahun harus sudah melakukan pungut hitung. Sekarang ini, seluruh peserta pemilu pun mulai ancang-ancang untuk persiapan Pilkada. Partai politik berhak mengajukan calonnya atau mendukung salah satu pasangan calon yang diajukan oleh partai lain. Namun bagi partai politik yang kini sedang dirundung masalah internal, itulah yang menjadi problem. Selain Partai Persatuan Pembangunan, masalah serupa juga yang alami oleh Partai Golkar. Ada dua kubu, kubu Abu Rizal Bakrie dan kubu Agung Laksono. Nah kubu mana yang bakal diakui
DK PP DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU
2
oleh KPU. Pasalnya, bisa saja kedua kubu itu sama-sama saling mengajukan. Sementara pada saat bersamaan, KPU sebagai penyelenggara Pemilu bisa saja kebingungan. Memutuskan salah satu pasangan dari kubu A, bisa menimbulkan kerugian bagi kubu B. Begitu juga sebalikanya. Kedua partai politik ini sedang menyelesaikan masalahnya di pengadilan. Belum ada putusan yang final dan mengikat. Bila masalah ini tidak segera diselesaikan, akan berdampak terhadap kedua partai politik tersebut. Pasalnya, bisa saja kedua partai politik tidak diikutsertakan, dengan alasan menunggu putusan inkrah dari pengadilan. Bila kondisi ini terjadi, maka akan merugikan kader partai tersebut yang memiliki potensi sehingga merugikan hak konstitusional warga negara untuk dipilih (right to be candidate). Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Prof Jimly Asshiddiqie menyarankan agar partai politik yang kini tengah bermasalah, diharapkan untuk segera menyelesaikan permasalahan internalnya. Atau kalaupun toh nantinya belum juga selesai, sementara tahapan pelaksanaan pilkada sudah berjalan, sebaiknya kadernya yang memiliki potensi untuk menempuh jalur independen. Ini semata-mata untuk alternatif saja, daripada kehilangan hak konstitusional. g
Daftar Isi Warta DKPP PPP Silaturahmi ke DKPP
hlm. 3
Berita Sidang Dituduh Alihkan Suara, KPU Tolikara: Tidak Ada Ruang Untuk Itu hlm. 4 KPU Nabire Mengaku Tidak Pernah Menerima Rekomendasi Panwas hlm. 5 Kupas Tuntas Putusan Digugat di PTUN, DKPP Rapat Konsultasi Di MA hlm. 6-7 Ketok Palu Februari 2015, Lima Penyelenggara Pemilu Diberhentikan hlm. 8 Sisi Lain Serunya Silaturahmi DKPP
Mereka Bicara Sengkarut UU Pilkada
hlm. 9
hlm. 10-11
Kuliah Etika Pelembagaan Nilai-nilai HAM Dalam Berkonstitusi hlm. 12-13 Profil Anggota Tim Pemeriksa Daerah hlm. 14 Resensi Buku E-voting Kurangi Kecurangan hlm. 15 Parade Foto
hlm. 16
Susunan Redaksi Penerbit: DKPP RI Pengarah: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si., Saut Hamonangan Sirait, M.Th., Prof. Dr. Anna Erliyana, SH, MH., Dr. Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, SH, MH., Endang Wihdatiningtyas, SH Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Ahmad Khumaidi, SH, MH Editor: Yusuf Hds, S.Si, MA, Dini Yamashita S.Pi, MT, Dr. Osbin Samosir Sekretariat: Umi Nazifah, Diah Widyawati, Rahman Yasin, Susi Dian Rahayu Fotografer: Irmawanti, Arif Syarwani, Teten Jamaludin Desain Grafis: Sandhi Setiawan Pembuat Artikel: Tim Humas DKPP Alamat Redaksi: Jalan M. H Thamrin No. 14 Lt. 5 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax (021) 31922450
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
Warta DKPP
PPP Silaturahmi ke DKPP
DKPP/ IRMAWANTI
DKPP/ IRMAWANTI
H
adapi kemelut konflik internal yang terjadi di Partainya, Pengurus PPP dari masing-masing kubu secara bergantian silaturahmi ke DKPP. Pertama, pada Kamis (5/2), Pengurus DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diketuai oleh Djan Faridz berkunjung ke DKPP. Esoknya, jumat (6/2) Pengurus DPP PPP yang diketuai M. Romahurmuziy juga datang bersilaturahmi ke DKPP. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie bersama Anggota Saut Hamonangan Sirait, Anna Erliyana, Valina Singka Subekti, Ida Budhiati dan Endang Wihdatingtyas di Ruang Sidang DKPP, Gd. Bawaslu lantai 5, Jln MH Thamrin No 14, Jakarta Pusat. “Tujuan kami kesini ialah untuk bersilaturahmi dengan DKPP, agar tidak mendengar dari pihak lain terkait kisruh di partai kami,” ujar Djan Faridz. Selain itu, dalam pertemuan ini DPP PPP kepengurusan Djan Faridz juga mengungkapkan tentang kerisauannya terkait adanya ancaman-ancaman recall kepada anggota legislatif dari partai nya baik di tingkat pusat maupun daerah. Terkait hal tersebut, rombongan Djan Faridz ini juga mempertanyakan sanksi bagi KPU yang dengan sengaja melakukan proses PAW.
Menjawab mengenai proses PAW, anggota DKPP Saut Hamonangan Sirait mengungkapkan hal tersebut tidak dapat serta merta dilakukan oleh KPU. Dirinya men-
“Tujuan kami ke sini ialah untuk bersilaturahmi dengan DKPP, agar tidak mendengar dari pihak lain terkait kisruh di partai kami”
contohkan kasus yang pernah dihadapi oleh salah seorang anggota legislatif dari PBR yang di PAWkan oleh KPU Kota Gorontalo, akibatnya seluruh anggota KPU Kota Gorontalo diberhentikan oleh
DKPP. Sedangkan Muhammad Romahurmuziy menyampaikan bahwa maksud kedatangannya untuk memberikan pemahaman kepada DKPP tentang keabsahan sekaligus perubahan nomenklatur kepengurusan di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Sehingga bila ada keluhan atau pengaduan terkait perilaku penyelenggara pemilu yang menimbulkan dampak terhadap proses pencalonan khususnya dari PPP, DKPP bisa antisipatif. Sementara itu, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie berharap agar dualisme yang terjadi di tubuh PPP dapat segera selesai. Jimly menyampaikan bahwa pihaknya tidak bisa turut campur dalam hal teknis kepartaian. Jangankan itu, terkait teknis kepemiluan juga DKPP tidak bisa turut campur. DKPP tidak ikut dalam proses tahapan pemilu. DKPP hanya menegakan kode etik terkait penyelenggara Pemiu. Diakhir pertemuan, Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie berpesan kepada PPP sebagai Partai yang bernapaskan Islam, agar dapat membantu promosi dalam menegakan akhlak-akhlak mulia untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya TAP MPR No VI tahun 2001 tentang Etika berbangsa dan bernegara yang masih berlaku hingga saat ini.g
Susi Dian Rahayu
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
3
Berita Sidang
P
engadu perkara Kabupaten Nabire, Papua, Martinus Dogomo menuduh KPU Nabire tidak menindaklanjuti rekomendasi Panwaslu Nabire. Menurutnya, ada dua rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti. “Rekomendasi tersebut dengan nomor yang sama, yaitu Nomor 87/LP/Pileg/IV/2014. Tanggalnya yang berbeda, 9 April dan 29 April 2014. Semua tidak ditindaklanjuti,” demikian ungkap Martinus
DKPP/ ARIF SYARWANI
KPU Nabire Mengaku Tidak Pernah Menerima Rekomendasi Panwas
“Pasal 10 ayat 1 huruf L UU tersebut menegaskan, KPU wajib dan segera menindaklanjuti rekomendasi Panwaslu,” ujar Yislam. Dalam jawaban, KPU Nabire melalui ketuanya, Petrus Rumere, mengaku tidak ada maksud tidak menindaklanjuti rekomendasi. Masalahnya, terang dia, KPU sama sekali tidak pernah menerima dua rekomendasi tersebut. Menurut Petrus, dua rekomendasi itu juga agak aneh. Rekomendasi pertama diketahui tertang-
suara. Itu sudah lewat dari tahapan penetapan hasil rekapitulasi tingkat kabupaten. Maka, mekanismenya harus melalui Mahkamah Konstitusi,” terangnya. Petrus juga mengaku, baru tahu ada rekomendasi Panwaslu setelah diberi tahu oleh Pengadu sekitar November 2014. Ketika ditanya Majelis, Pengadu Martinus menerangkan bahwa dia memperoleh surat rekomendasi tersebut dari partainya, Partai Golkar. Sidang pemeriksaan yang
“Pasal 10 ayat 1 huruf L UU tersebut menegaskan, KPU wajib dan segera menindaklanjuti rekomendasi Panwaslu”
melalui kuasanya, Yislam Alwini, dalam sidang kode etik DKPP, Kamis (29/1/2015). Yislam menyebut, tindakan KPU Nabire yang tidak menjalankan rekomendasi Panwaslu tersebut jelas melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Selain itu, menjadi bukti KPU Nabire tidak menghormati sesama penyelenggara Pemilu.
4
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
gal 9 April 2014 perihal adanya pengalihan suara dari Golkar ke Gerindra. Dia berpendapat, tidak masuk akal rekomendasi dikeluar pada tanggal itu, karena 9 April adalah tahapan pungut hitung. Rekapitulasi tingkat Kabupaten, kata Petrus, baru dilaksanakan pada 17-24 April 2014. “Selanjutnya untuk rekomendasi tertanggal 29 April 2014, materinya soal gugatan perselisihan
dilakukan secara video conference di lingkungan Mabes Polri dan Mapolda Papua. Ketua Majelis Nur Hidayat Sardini didampingi oleh empat anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) dari Provinsi Papua, yakni Tarwinto, Robert Y Horick, Ferry Kareth, dan Oni JJ Lebelauw. g
Arif Syarwani
Berita Sidang
D
ua calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Tolikara, Papua, Yanpither Murib dan Emenus Lambe, secara bersama menuduh KPU Tolikara telah berbuat curang dalam Pemilu Legislatif 2014. KPU Tolikara, kata mereka, telah mengalihkan suara caleg. “Saya adalah caleg terpilih dengan suara 4.869. Kenapa KPU bisa mengganti saya dengan caleg lain, Tear Kogoya yang suaranya di bawah saya, 4.079,” ungkap Yanpither dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam sidang kode etik DKPP, Senin (26/1/2015). Hampir sama dengan pengaduan Yanpither, Emenus Lambe yang merupakan caleg dari Partai Bulan Bintang (PBB) mengaku suaranya dialihkan ke caleg dari parpol lain. “Hasil perolehan suara saya berbeda antara saat pleno rekapitulasi pada 22 April 2014 dengan saat pleno penetapan perolehan kursi caleg pada 17 Mei 2014. Dari 5.022 suara menjadi tinggal 14 suara,” terang Emenus.
DKPP/ ARIF SYARWANI
Dituduh Alihkan Suara, KPU Tolikara: Tidak Ada Ruang untuk Itu
“Hasil perolehan suara saya berbeda antara saat pleno rekapitulasi pada 22 April 2014 dengan saat pleno penetapan perolehan kursi caleg pada 17 Mei 2014. Dari 5.022 suara menjadi tinggal 14 suara”
Melalui Ketuanya, Hosea Genongga, KPU Tolikara membantah semua tuduhan tersebut. Untuk pengaduan Yanpither, KPU Tolikara punya bukti Tear Kogoya lah yang memperoleh suara terbanyak, sedangkan Yanpither nomor tiga. “Itu sesuai pleno. Semua parpol dan saksi hadir. Semua punya data dan penghitungannya. Jadi kalau ada pengalihan itu tidak masuk akal. Tidak ada ruang bagi kami. Kami selalu menjaga Tolikara, karena tolikara ini rawan konflik,” ujar Hosea. Sidang ini digelar lewat video conference di Mabes Polri dan Mapolda Papua. Ketua Majelis Anna Erliyana yang hadir di Mabes Polri, Jakarta didampingi oleh empat anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) dari Papua, yakni Robert Y Horick, Musa Sombuk, Ferry Kareth, dan Oni JJ Lebelauw di Mapolda Papua, Jayapura. g
Arif Syarwani
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
5
Kupas Tuntas
Putusan Digugat di PTUN, DKPP
P
utusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu bersifat final dan mengikat. Dengan ketentuan tersebut, seharusnya tidak ada upaya hukum lagi untuk menggugatnya. Namun nyatanya tidak seperti itu. Di beberapa daerah, putusan DKPP dijadikan objek perkara melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Atas gugatan tersebut DKPP menginisiasi pertemuan dengan Mahkamah Agung (MA) untuk mengadakan rapat konsultasi. Rapat konsultasi digelar di Gedung MA, Jakarta, Rabu (4/2/2015). Dihadiri oleh Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie didampingi oleh enam Anggota, yakni Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti, Anna Erliyana, Ida Budhiati, dan Endang Wihdatiningtyas. Selain itu, hadir juga Sekretaris Jenderal Bawaslu/DKPP Gunawan Suswantoro
6
dan Kepala Biro DKPP Ahmad Khumaidi. Semua pimpinan MA juga hadir dalam pertemuan terse-
“Sesuai yang telah didata DKPP, dari tahun 2012 sampai 2014 ada 18 putusan DKPP yang digugat ke PTUN. Delapan dikabulkan, lima ditolak, dan lima lagi masih proses. Sebagian besar gugatan itu muncul setelah putusan MK, sebanyak 14 gugatan” but, yakni M Hatta Ali (Ketua), M Saleh, Suwardi, Abdul Manan, Imron Anwari, Takdir Rahmadi, Djafni Djamal, Imam
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
Soebechi. Timur P Manurung, dan Artidjo Alkostar. Dalam paparannya, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menyebutkan, gugatan ke PTUN meningkat tajam sejak terbit putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31/PUU-XI/2013. MK menyatakan, putusan DKPP final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu. Akan tetapi tindak lanjut dari putusan DKPP berupa keputusan Presiden, KPU, dan Bawaslu tidak final dan mengikat, sehingga dapat menjadi objek perkara di TUN. “Sesuai yang telah didata DKPP, dari tahun 2012 sampai 2014 ada 18 putusan DKPP yang digugat ke PTUN. Delapan dikabulkan, lima ditolak, dan lima lagi masih proses. Sebagian besar gugatan itu muncul setelah putusan MK, sebanyak 14 gugatan,” terang Jimly. Secara sebaran, 18 gugatan berasal dari sembilan provinsi. Sumatera Utara yang terbanyak, ada empat gugatan. Disusul oleh Papua dan Gorontalo
Kupas Tuntas
DKPP/ IRMAWANTI
Rapat Konsultasi dengan MA
mengaku memahami persoalan yang disampaikan oleh DKPP. Pengadilan, ujar Hatta, memiliki asas di mana hakim memang tidak boleh menolak perkara. Termasuk di sini adalah ketika ada orang yang menggugat hasil putusan DKPP. Dengan dasar itu, Hatta No Provinsi ∑ Gugatan Ditolak Dikabulkan Proses meminta agar jangan 1. Sumatera Utara 4 3 1 ada kesan pengadilan 2. Papua 3 2 1 menerima gugatan 3. Gorontalo 3 3 begitu saja. Hatta juga 4. Sumatera Barat 2 2 menginformasikan, gugatan yang sudah 5. Kepulauan Riau 2 2 sampai kasasi baru ada 6. Jawa Timur 1 1 satu dari Lumajang, 7. Aceh 1 1 Jawa Timur. Putusan 8. Sumatera Selatan 1 1 MA menolak gugatan 9. Sulawesi Utara 1 1 tersebut. Total 18 5 8 5 “Jadi MA ini tidak dapat menolak perkaSumber: Data DKPP per Februari 2015 ra meskipun putusan DKPP final dan mengikat. Kalau Banyaknya gugatan yang dietik, KPU harus menjalankan kami menolak, kami melanggar kabulkan menjadi masalah, khu- putusan DKPP. Kalau tidak susnya bagi KPU dan Bawaslu. ancamannya pecat. Ini masalah- hukum. Penolakan dapat kami lakukan melalui putusan,” jelas Di satu sisi mereka harus mena- nya, maju kena mundur kena,” Hatta Ali. g ati putusan pengadilan dan di ungkap Jimly. masing-masing tiga gugatan, Sumatera Barat dan Kepulauan Riau dua gugatan, serta Jawa Timur, Aceh, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan masing-masing satu gugatan. Perinciannya adalah sebagai berikut.
sisi lain juga wajib menindak-
lanjuti putusan DKPP. “Ini jadi masalah, apakah menuruti TUN atau menuruti DKPP. Sistem PAW (pergantian antar waktu) mengatakan, kalau ada yang diberhentikan harus langsung diganti. Menurut kode
Ketua MA M Hatta Ali
Arif Syarwani
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
7
Ketok Palu
Februari 2015, Lima Penyelenggara Pemilu Diberhentikan
8
DKPP/ IRMAWANTI
S
elasa (24/2) menjadi hari bersejarah bagi kelima komisioner KPU Kabupaten Paniai, pasalnya pada hari tersebut DKPP memberhentikan tetap kelimanya karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Mereka adalah Ham Nawipa, Penggesper Zonggonau, Fransiska Kadepa, Pilipus Tenouye dan Fredik Mote. “DKPP menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Ham Nawipa, Penggafer Zonggonau, Fransiska Kadepa, Philipus Tenouye, Frederik Mote, selaku Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Paniai dan menjatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras atas nama Irwan selaku Kasubag Umum KPU Kabupaten Paniai terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,” kata Valina Singka Subekti saat membacakan Putusan kala itu. Pengadu dalam perkara ini yakni Yulius Degei, Oktopianus Gobai, Yohanis Kudiai, dan Yosep Degei. Menurut Yulius, dirinya merasa kecewa terhadap penyelenggara Pemilu. Pasalnya, pada saat penetapan rekapitulasi suara tidak melalui pleno. Bahkan, dia menengarai ada pergeseran suara di tingkat kabupaten sehingga merugikan dirinya. Rekapitulasi suara pun tidak dilaksanakan di ibu kota kabupaten. Teradu malah membawa suara itu ke Nabire dan Dogiyai. Dia yakin, para Teradu telah menyusun hasil perolehan suara di kedua daerah itu. Menurut pertimbangan majelis, Teradu I, II, dan IV secara kasat mata telah bersikap tidak profesional dan tidak jujur dalam melaksanakan tahapan penghitungan suara dan penetapan caleg serta secara sengaja telah mengubah hasil perolehan suara caleg sehingga mengakibatkan kerugian konstitusional para Pengadu yang seharusnya terpilih menjadi tidak
terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Paniai. Sedangkan Teradu III dan Teradu V mengetahui terdapat sesuatu yang tidak benar dalam proses penghitungan suara dan penetapan caleg, akan tetapi keduanya tidak melakukan upaya apapun untuk meluruskan atau memperbaiki ketidakbenaran itu. Selain itu, masih untuk wilayah Papua, dihari itu juga DKPP menjatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras kepada tujuh Penyelenggara Pemilu, yakni Hosea Genongga, Yondiles Kogoya, Hendrik Lumalente, Dingen Bogum, Pieter Wanimbo dan Yutinus Padang masing – masing Ketua, anggota dan Sekretaris KPU Kabupaten Tolikara. Serta, Irwan Kasubag Umum KPU Kabupaten Paniai. Sementara yang direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar etik ada sepuluh Penyelenggara Pemilu, masing-masing Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Nabire a.n Petrus Rumere, Yosep Kobepa, Otto Pianus Takimai, Agus Salim dan Ottopiana Karubui. Serta Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Bangka a.n Zulkarnain, Siti Aminah, Andi Budi Yulianto, M.Hasan
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
dan Firman TB Pardede. “Dalam Putusan kali ini, ada 4 putusan, dengan jumlah Teradu 22 Penyelenggara, dan yang terbukti melanggar sebanyak 12 Penyelenggara atau sebanyak 54.55%, dan yang tidak terbukti ada 10 penyelenggara atau 45.45%,” terang Prof Jimly saat memimpin sidang Putusan. Dalam sidang pembacaan Putusan yang dipimpin oleh Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie bersama Anggota Saut Hamonongan Sirait, Nur Hidayat Sardini, Prof. Anna Erliyana, Dr. Valina Singka Subekti dan Ida Budhiati ini , DKPP juga mengundang Bupati Kabupaten Tolikara dan Paniai, namun untuk Bupati Paniai tidak dapat hadir dan diwakilkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Paniai Dr. Ir. Tongkerombe, M.H. “Memang Bupati tidak termasuk dalam pihak Penyelenggara Pemilu, namun kami sengaja mengundang agar Putusan DKPP dapat dijadikan sebagai instrumen untuk penyelesaian masalah agar tidak berlarut-larut,” tutup Jimly. g
Susi Dian Rahayu
Sisi Lain Serunya Silaturahmi DKPP
DKPP/ SD RAHAYU
Ada yang Dapat Baby Doll, Pembalut Wanita, dan Bibel
DKPP/ IRMAWANTI
“K
ita akhiri saja rapat ini. ingat Hari Jumat semuanya harus sudah selesai!” begitu pesan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nur Hidayat Sardini usai memimpin rapat Konsolidasi Data Outlook DKPP 2014 di Ruang Rapat Pleno, Rabu, (18/2). Usai rapat, seluruh peserta menuju ruang pengaduan. Di meja bundar sudah tersaji ayam serundeng, capcai yang telah disajikan office boy dan office girl. Kabag Pengaduan Dini Yamashita pun turut membantu menyajikan. Dini yang biasa disapa Ibu Kos itu wara-wiri, ke pantri. Begitu juga staf-staf perempuan. Hari ini tidak seperti biasanya. Makan siang di kantor. Lauk pauknya ada yang dibuat di kantor. Columbus, staf Persidangan, Herman dan Lilis membuat gorengan seperti mendoan, bakwan jagung dan sayur bayam. Ada pula yang dibawa dari rumahnya masingmasing. Kepala Bagian (Kabag) Pengaduan Dini Yamashita membawa terong balado, Kabag Administrasi Umum membawa udang balado, Susi Puspita membawa kerecek. Pada saat bersamaan Staf Humas Irmawanti dan staf Monitoring dan Evaluasi Heppy Hayati Helmi tampak juga sibuk. Mereka menyiapkan sekaligus menata kado- kado yang lokasinya tidak jauh dari lokasi meja makanan yang tersaji. Hadir dalam acara ini, anggota DKPP Nur Hidayat Sardini. “Waktu dan tempat, kami persilakan kepada Pak NHS untuk memberikan sambutan,” kata Kabag Administrasi Umum Yusuf mewakil kepala Biro DKPP. Namun yang didaulat mempersilakan kepada Yusuf untuk memberikan sambutan. Yusuf menyampaikan bahwa acara yang dilakukan saat ini ada-
lah untuk silaturahmi. Ada pun terkait dengan kado-kado yang diminta itu dari seluruh pegawai di lingkungan sekretariat biro DKPP itu meningkatkan silaturahmi dan kekeluargaan di lingkungan sekretariat Biro DKPP. Pihaknya sengaja tidak menyediakan konsumsi pada saat rapat, tujuannya agar bisa menikmati hidangan yang telah di sediakan ini. makanan ini merupakan hasil masak bersama para staf di lingkungan DKPP. “Kegiatan ini tidak untuk meniru tahun baru china atau bukan pula valentine. Ini merupakan silaturahmi dan acara seru-seruan saja dan untuk meningkatkan rasa kekeluargaan,” katanya. Usai mendapatkan sambutan, diaminkan oleh Nur Hidayat Sardini. “Lebih cepat, lebih baik,” katanya sembari mengelus perut. Pria yang akrab disapa NHS pun mengambil piring dan menyiduk nasi yang telah disediakan. Kemudian diikuti oleh seluruh staf pegawai. Meriunglah makan bersama-sama. Terasa enak dan nikmat rasanya. “Terasa enak sekali. Apalagi ora beban (gratis, red),” kata NHS disertai bahak tawa seluruh peserta yang hadir. Usai santap siang, selanjutnya membuka kado. Kado ini dibawa oleh masing-masing pegawai. Isinya bebas, yang penting senilai
Rp 49.000-50.000. kado tersebut dibungkus kertas koran. Semua kado dicantumkan nomor. Nomor ini berfungsi untuk pencocokan undian. Happy selaku pembawa acara pun membacakan orang yang harus mengambil nomor undian. Dia menyebut empat nama. Nama pertama yang mendapatkan panggilan adalah Kepala Biro Administrasi DKPP dengan nomor 9644. “Buka! Buka! Buka!” pinta seluruh staf yang hadir. Dia pun membuka bingkisan yang dibungkus koran itu. Bingkisan itu berupa bolpoin. Yang menarik, saat giliran Subhan, staf Administrasi Pengaduan. Begitu bingkisan itu dibuka, ternyata sebuah celana pendek warna kuning bergambar spongebob. Tawa terbahak-bahak pun membahana di seluruh ruangan. Sedangkan Rifki, staf Monitoring dan Evaluasi dapat bingkisan berupa baby doll. Carolina mendapatkan bingkisan berupa celana dalam pria. Kasubag Verifikasi Wilayah 1 Titis Aditiyo Nugroho mendapatkan sebuah Alkitab. Ada pula yang mendapatkan lampu senter, bingkisan handuk, asbak kura-kura, cemilan cokelat, bolpoin, buku, sampai pembalut wanita. “Hari ini adalah hari keceriaan!” tutup Yusuf kepada saya. g
Teten Jamaludin
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
9
Mereka Bicara
Sengkarut UU Pilkada Oleh Mohammad Saihu [Bagian satu dari dua tulisan]
U
ndang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang akhirnya ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPR RI, 17 Februari 2015. Ironi, karena sehari pasca penetapannya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah langsung meregistrasi surat dengan No. Perkara: 1399/ PAN.MK/II/2015, tanggal 18 Februari 2015 tentang Permohonan Uji Materi atas UU yang mengamanatkan Pilkada serentak ini. UU yang lahir dari Perpres di ahir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, sebenarnya telah mengalami sejumlah perubahan signifikan. Namun sayang, kelahirannya oleh sebagian kelompok masih dilihat prematur dan seperti “kejar tayang”. UU ini berpotensi akan banyak di-judicial review. (Penulis menyebut “Legislatieve Misbaksel”, Majalah Forum Keadilan, Nomor 40, Februari 2015. Awal kekecewaan datang dari sejumlah fraksi di DPR yang merasa kepentingannya tidak 100 persen diakomodasi. Tersiar berita bahwa Fraksi Demokrat, Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), PKB, PPP, dan Nasdem yang masih memberi catatan alias belum sepenuhnya puas (Republika, 17/2/15) Fraksi Demokrat misalnya, partai besutan SBY ini menyoal soal gagasannya tentang uji public bagi calon kepala daerah yang dihapus. Fraksi Gerindra mempersoalkan calon kepala daerah yang harus mengundurkan diri sebagai anggota TNI, Polri dan PNS sejak
10
2024, 2024 – 2029), padahal tidak ada jaminan kepastian hukum jika tahapan itu tidak berubah.
mendaftarkan diri sebagai calon (pasal 7 ayat t). Catatan yang lain datang dari PKB terkait pelaksanaan Pilkada serentak yang dinilai terlalu lama. Pasal 201 ayat (1-7) merinci tahapan pilkada sebagai berikut: Tahap Pertama, Desember 2015, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2015 sampai pada bulan Juni 2016. Tahap Kedua, Februari 2017, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada Juli - Desember 2016 dan 2017. Tahap Ketiga, Juni 2018, untuk kepala daerah yang jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Tahap Keempat, tahun 2020, untuk kepala daerah hasil pemilihan 2015. Tahap Kelima, pada 2022, untuk kepala daerah hasil pemilihan pada 2017. Tahap Keenam, pada 2023, untuk kepala daerah hasil pemilihan 2018. Baru pada Tahap Ketujuh, tahun 2027 Pilkada betul-betul serentak akan dapat dilaksanakan secara nasional. Tahun 2027 adalah periode ketiga setelah masa keanggotaan DPR saat ini (2014 – 2019, 2019 –
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
Sengketa Pilkada kembali ke MK Pasal 157 ayat (3) UU UU No. 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus”. Kembali menyerahkan sengketa pilkada kepada MK, jelas berlawanan dengan Putusan MK No. 97/ PUU-XI/2013, tanggal 16 Januari 2014. Dalam putusannya, MK menyatakan tidak (lagi) mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pilkada. MK juga menyebut pilkada bukan bagian dari rezim pemilu. Ini seperti menjadikan MK sebagai lembaga penitipan perkara, suatu kebijakan yang dipaksakan. Apalagi pada Pasal 157 ayat (2) dijelaskan, bahwa badan peradilan khusus baru akan terbentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional (yang baru akan dilaksanakan pada tahun 2027). Masalahnya sama dengan tahapan pilkada yang panjang, apakah juga ada kepastian hukum bahwa badan/lembaga peradilan khusus itu pasti akan dapat terbentuk pada waktunya. Apalagi jika dihadapkan dengan kontroversi tentang pembentukan badan/lembaga baru. Belum lagi soal UU Pilkada yang rawan gugatan (judicial review). Perkara “saling lempar” wewenang di antara lembaga peradilan yang menangani sengketa hasil pilkada. Pertama, bermula dari amanat Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, DPR menyerahkan penyelesaian sengketa pilkada
Mereka Bicara kepada Mahkamah Agung (MA). MA langsung mengadili sendiri sengketa hasil pemilihan gubernur, sementara untuk sengketa hasil pemilihan bupati/walikota diserahkan kepada pengadilan-pengadilan tinggi. Dalam perkembangannya (sejak 2005 hingga 2008), putusan MA justru menuai banyak kontroversi. Hal itulah yang menyebabkan tingkat kepercayaan publik terhadap MA saat itu sangat rendah, belum lagi dengan perkara di MA yang menumpuk. Itulah alasan banyak pihak yang berkeinginan agar penyelesaian sengketa pilkada dialihkan kepada MK. Kedua, lahirlah UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, yang memasukkan Pemilihan Kepala Daerah ke dalam rezim Pemilu. Pada Bab I Pasal 1 menyebutkan, Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah secara langsung dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga berdasarkan hal tersebut, sesuai Pasal 24C ayat (1) Perubahan UUD 1945 memungkinkan Mahkamah Konstitusi untuk memutus Perselisihan Hasil Pilkada. Ketiga, maka terbitlah UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan tentang pengalihan sengketa hasil Pemilukada dari MA ke MK. Pasal 236C berbunyi : “Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Sejak itulah, maka sengketa hasil pemilukada ditangani oleh MK. Dalam perkembangannya (2008 – 2013), MK banyak mendapatkan apresiasi, kepercayaan masyarakat sangat tinggi terhadap ratusan kasus sengketa pilkada yang ditangani oleh MK. Sampai pada Oktober 2013, MK terlilit kasus yang membuat keper-
cayaan public runtuh. Almarhum M. Fajrul Falaakh (pakar hukum tata Negara) menyebutnya sebagai “Kegentingan MK” (Newsletter KHN) Keempat, MK menguji konstitusionalitasnya mengadili sengketa Pilkada berdasar amanat Konstitusi BAB VIIB tentang Pemilihan Umum, di mana Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 mengatakan “Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Daerah”, bunyi pasal ini tidak menyebutkan untuk memilih Kepala Daerah. Artinya konstitusi dinilai tidak memasukan Pilkada ke dalam BAB yang mengatur tentang Pemilu. Dengan begitu, maka Pilkada tidak dapat digolongkan dalam Rezim Pemilu. Dan, atas dasar itu, konstitusionalitas MK dalam penanganan sengketa Pilkada dianggap tidak syah. MK akhirnya mengeluarkan Putusan No. 97/PUUXI/2013, yang menyatakan MK tidak lagi berwenang menangani sengketa hasil pilkada. MK menyatakan hanya berwenang menangani rezim pemilu, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden. Kelima, muncul Perppu No. 1 Tahun 2014. Berdasar pada putusan MK, SBY memasukkan Pasal 157 ayat (1) berbunyi “Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan, peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung”. Sebenarnya, pelimpahan penyelesaian sengketa kepada MA sudah sesuai harapan pemerintahan Jokowi-JK, “Mendagri nilai MA lembaga paling tepat tangani sengketa pilkada (Merdeka.com, 13/1/15). Namun, hanya karena alasan penolakan, kekurangsiapan sebagian hakim agung di MA “Hakim Agung Terpecah Soal Wacana Tangani Sengketa Pilkada (hukumonine.com, 5/6/2014)”.
DPR dengan sangat “tidak hati-hati” menyerahkan kembali kewenangan sengketa hasil pilkada kepada MK. Alasan yang sangat naif. Sama naifnya, karena “saling lempar” wewenang dari MA ke MK, kemudian MK ke MA, lalu MA ke MK lagi ini karena persoalan-persoalan di luar landasan konstitusi. Tidak dapat dipungkiri, ketika pertama kali kewenangan MA dipersoalkan, adalah karena sejumlah kasus sengketa pilkada yang ditangani MA namun berujung kontroversial, seperti; kasus Pilkada Depok tahun 2005, Pilkada Maluku Utara tahun 2007, dan Pilkada Sulawesi Selatan tahun 2007. Kemudian, ketika MK melepaskan kewenangannya, juga tidak dapat disangkal, bahwa itu terkait dengan peristiwa menggemparkan, saat Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan KPK karena menerima suap dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih. Akil pun divonis hukuman seumur hidup (2 Oktober 2013). Sesaat setelah kejadian itu, kepercayaan masyarakat terhadap MK runtuh hingga titik nadir. Memang, umumnya masyarakat tidak menolak kewenangan MK. Namun MK sendiri yang menghapuskan kewenangan tersebut dalam Putusan MK No. 97/ PUU-XI/2013. Terlepas dari kasus-kasus yang membelit kewenangan kedua lembaga tersebut dan mengacu pada Putusan MK yang terahir, mestinya keputusan MK harus dihargai, karena putusan MK telah melandaskan pada ketidaksesuain Undang-undang yang mengatur Pemilihan Kepala daerah dengan UUD 1945. Namun, ketika DPR tetap “mengembalikan” kewenangan kepada MK hanya karena ketidaksiapan sebagian Hakim Agung Mahkamah Agung. Maka, keputusan untuk mengembalikan wewenang kepada MK menjadi sewenang-wenang. g
[bersambung]
[Penulis adalah Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu]
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
11
Kuliah Etika
Pelembagaan Nilai-nilai HAM Dalam Berkonstitusi Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI
S
alah satu substansi pokok konstitusi sosial masyarakat madani sebagaimana tercermin dalam rumusan Undang-Undang Dasar Negara, Anggaran Dasar dan/atau konstitusi sosial organisasi-organisasi masyarakat, organisasi profesi, dan organisasi teritorial tersebut menurut ukuran-ukuran modern adalah norma hak-hak manusia dan hak-hak warga atau anggotanya. Hak dan kewajiban haruslah
ataupun anggota suatu organisasi. Hak manusia dan hak warga itu ada yang memerlukan penuangan resmi secara tertulis menjadi hak asasi konstitusional warga dan hak asasi konstitusional manusia (constitutional citizen’s rights and constitutional human rights). Karena itulah diperlukan konstitusi tertulis, yang dalam konteks masyarakat madani dalam arti yang luas, kita namakan sebagai konstitusi sosial. Materi lain yang juga sangat
sama. Karena itu, di lingkungan organisasi-organisasi profesi juga sangat berkembang praktik-praktik penegakan kode etika profesional sesuai dengan standar yang bersifat universal di seluruh dunia. Meskipun setiap profesi di masing-masing negara mempunyai standar etika yang berbeda-beda, tetapi esensi pokoknya sama dan bersifat universal, sehingga praktik perkembangan sistem etika profesional di suatu negara, baik yang diterapkan di lingkungan dunia
Setiap orang dan setiap warga atau anggota sudah seharusnya memiliki rasa tanggungjawab untuk membangun tradisi berorganisasi dengan baik. Karena itu, anggaran dasar dan konstitusi organisasi haruslah dipahami, di samping memuat nilai-nilai dan norma hukum juga mengandung nilai dan norma etika yang menuntun warga atau anggotanya untuk berperilaku ideal dalam perikehidupan bersama.
bersifat seimbang. Namun, dalam realitas kehidupan, struktur masyarakat secara alamiah selalu mengungkung warga dengan ketidakbebasan dan pelbagai kewajiban bersama. Karena itu, sejarah kemanusiaan mengajarkan yang perlu diutamakan dalam kebijakan publik justru adalah hak, bukan kewajiban, agar dengan demikian dapat dihasilkan keseimbangan alamiah antara hak dan kewajiban. Hak-hak dimaksud mencakup hak asasi manusia dan hak asasi warga negara, warga suatu komunitas,
12
penting adalah etika bertanggungjawab sebagai kewajiban asasi manusia dan warga. Setiap orang dan setiap warga atau anggota sudah seharusnya memiliki rasa tanggungjawab untuk membangun tradisi berorganisasi dengan baik. Karena itu, anggaran dasar dan konstitusi organisasi haruslah dipahami, di samping memuat nilai-nilai dan norma hukum juga mengandung nilai dan norma etika yang menuntun warga atau anggotanya untuk berperilaku ideal dalam peri-kehidupan ber-
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
kerja di kota atau pun di desa, dalam waktu singkat dapat mencapai derajat kualitas menurut standar yang bersifat nasional dan bahkan internasional. Standar profesi dokter, akuntan, hakim, notaris, advokat, jaksa, polisi, guru, ilmuwan, perawat, bidan, insinyur, petugas bandara dan pelabuhan, sopir, juru rias, tukang parkir, dan ratusan atau bahkan ribuan jenis pekerjaan lainnya dapat diikat oleh standar etika yang bersifat universal di seluruh dunia. Semua standar-standar
DKPP/ IRMAWANTI
Kuliah Etika
perilaku ideal itu menuntun anggota masing-masing profesi yang bersangkutan untuk memiliki tanggungjawab profesional di bidangnya masing-masing, sambil menghormati hak-hak asasi antar sesama. Hal yang sama juga berlaku untuk lingkungan organisasi-organisasi kemasyarakatan dan organisasi masyarakat madani lainnya yang harus melengkapi diri dengan standar-standar etika dan sistem norma penghormatan kepada hak-hak asasi manusia antar sesama yang berlaku mengikat dan menuntun bagi semua warga atau anggota. Dengan demikian, penyadaran tentang hak-hak asasi manusia dan etika tanggungjawab agar setiap orang hidup rukun dan damai, saling hormat-menghormati harkat kemanusiaan masing-masing sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana rumusan sila kedua Pancasila, menjadi sesuatu yang akrab di hati semua orang dan setiap orang yang hidup dalam komunitas sosial di mana
saja mereka berada. Ide tentang ‘constitutional rights’ diberi jaminan konkrit dalam rumusan undang-undang dasar atau pun anggaran dasar sebagai konstitusi sosial. Hak asasi manusia bukan hanya ide sesaat ataupun setempat. Hak asasi manusia mengandung nilai-nilai yang bersifat universal, untuk umat manusia sesuai dengan perkembangan tingkat peradaban yang tumbuh di masing-masing tempat di seluruh dunia. Karena itu, hak asasi manusia diterima luas di seluruh dunia, dan bahkan tertuang dalam pelbagi instrumen Internasional yang disepakati bersama oleh semua negara dan disahkan berlaku mengikat di seluruh dunia dengan didukung mekanisme Internasional untuk memajukan, menghormati, melindungi, memenuhi, dan menegakkannya dalam praktik bernegara. Standar-standar internasional terus meningkat dari waktu ke waktu dan daya pantau Internasional, melalui kelembagaan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pelbagai
otoritas regional dan Internasional tumbuh semakin kuat. Semua ini menyebabkan standar-standar peradaban umat manusia terus meningkat pula, yang jikalau kita sebagai satu bangsa tidak mengikuti perkembangan peradaban kemanusiaan itu, niscaya partisipasi kita dalam pergaulan dunia akan semakin tersisih, dan cita-cita kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai sila kedua Pancasila akan semakin jauh dari kenyataan. Dengan begitu, salah satu tujuan bangsa kita bernegara pun, yaitu untuk turut serta dalam pergaulan dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial tidak akan pernah tercapai. Karena itu, hak asasi manusia haruslah terus diperjuangkan agar menjadi perspektif dan paradigma dalam beraneka pemikiran tentang pembangunan bangsa. Kesadaran tentang hak asasi manusia haruslah menjadi kesadaran setiap orang, baik dalam perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. g
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
13
Profil
Anggota Tim Pemeriksa Daerah MALUKU DR. Elsa Rina Maya Toule, S.H., MS., lahir di Ambon pada tanggal 4 Maret 1965. Selain menjabat sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pattimura periode 2015-2019. Perempuan yang akrab disapa dengan nama Elsa ini menjadi Tim Pemeriksa Daerah DKPP wilayah Maluku sejak dilantik ketua DKPP tahun 2014 lalu.
Prof. Tonny Donald Parilea, MA, lahir di Ambon pada tanggal 08 Maret 1961. Guru besar Universitas Pattimura ini merupakan perwakilan tokoh masyarakat yang dipilih DKPP menjadi Tim Pemeriksa Daerah Untuk Wilayah Maluku yang dilantik langsung oleh ketua DKPP 2014 lalu.
SULAWESI BARAT MUKMIN A.TAUFIQ, SE, M.Si., lahir di Wajo pada tahun
1963. Laki-laki yang berprofesi sebagai dosen STIE MUHAMMADIYAH Mamuju ini mengawali karirnya di dibadang kepemiluan pada tahun 2003-2004 sebagai wakil ketua Panwaslu Kota Palopo. Tahun 2008-2009 menjabat sebagai ketua Panwaslu Prov.Sulawesi Barat. Tahun 2014 selain menjabat sebagai ketua timsel Panwaskada Provinsi Sulbar, laki-laki yang akrab disapa dengan nama Taufiq ini diangkat sebagai Tim Pemeriksa Daerah DKPP wilayah Sulawesi Barat.
Prof. Dr. H. Sukadji Sarbi M.S., merupakan salah satu Tim Pemeriksa Daerah DKPP dari unsur masyarakat wilayah Sulawesi Barat. Pria yang lahir di Polman pada tahun 1950 ini, menjalani aktivitas sehari-hari sebagai guru besar di Unasman. Selain itu, beliau menduduki jabatan sebagai Wakil Rektor I bidang akademik, kemahasiswaan dan sistem informasi.
SULAWESI TENGGARA Dr. Ramly, M.Pd. lahir di Suandala pada tanggal 31 Desember tahun 1965. Beliau mengawali pengalamannya dibidang kepemiluan diawali sebagai ketua tim seleksi KPU Kabupaten Buton pada tahun 2008, ketua tim seleksi Panwas Kab. Konawe Selatan dan Kab. Bombana tahun 2012 serta ketua tim seleksi KPU Kab. Buton tahun 2013. Adapun aktivitas kesehariannya yakni sebagai Dosen tetap FKIP UNHALU Dosen Pascasarjana UNHALU.
Dr. Deity Yuningsih, SH., MH., merupakan salah satu Tim Pemeriksa Daerah DKPP dari unsur masyarakat yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Hukum di UNHALU. Selain mengajar, perempuan yang lahir pada tahun 1964 di Palembang ini juga menjabat sebagai Lektor Kepala di Unhalu.
Tim Pemeriksa Daerah (TPD) adalah tim yang dibentuk oleh DKPP sejak 2014 di 34 provinsi Indonesia. Tugasnya membantu DKPP untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh jajaran KPU dan Bawaslu tingkat Kabupaten/Kota ke bawah. Anggota TPD di setiap provinsi berjumlah lima orang yang terdiri atas satu orang dari DKPP merangkap Ketua, satu orang dari KPU Provinsi/KIP Aceh, satu orang dari Bawaslu Provinsi, dan dua orang dari unsur masyarakat.
14
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015
Resensi Buku
E-Voting Kurangi Kecurangan
P
ersaingan antarpartai dalam kontestasi Pemilu adalah biasa. Namun bila bersaing dalam internal partai itulah yang tidak biasa. Tapi itu terjadi dalam Pemilu Legislatif 2014. Sistemnya memungkinkan terjadi seperti itu. Sistem yang dipakai dalam Pemilu 2014 adalah proporsional terbuka (open list). Suara terbanyak akan meraih kursi. Dengan demikian, peserta pemilu berlomba-lomba meraih suara sebanyak-banyaknya. Bila perlu, caleg menyogok petugas pemilu untuk menggeser suara caleg lain ke si penyogok. Inilah yang disebut dengan praktik kanibalisme. Apakah itu bisa? Berdasarkan pemeriksaan sidang-sidang di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, praktik manipulasi suara itu tidak sedikit berjadi, terutama mulai dari tingkat PPS dan PPK. Mereka mengubah atau mengurangi perolehan suara caleg a, dialihkan ke caleg b. Anggota DKPP Nur Hidayat Sardini dalam setiap acara mengilustrasikan, praktik rekapitulasi suara yang terjadi pada Pemilu 2014 itu seperti piramida. Bagi pemilik calon yang memiliki modal, posisi piramida terbalik. Jenjang rekapitulasi semakin tinggi, semakin besar perolehan suara. Berbeda dengan caleg yang tidak memiliki modal. Perolahan suara tinggi di bawah, semakin ke atas semakin mengecil. Kondisi tersebut tidak lepas dari para ulah praktik oknum penyelenggara Pemilu yang berkolusi dengan oknum caleg. Ada wacana baru untuk menghindari kasus manipulasi suara. Buku Memahami E-Voting: Berkaca dari Pengalaman Negara-Negara Lain dan Jembrana memperkenalkan E-voting atau elektronik voting. Praktik pelaksanaan pungut hitung yang biasa dilaksanakan di Indonesia berupa pencoblosan, pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru dan 2014 atau pencontreng-
an seperti pada Pemilu 2009. Nah, e-voting merupakan suatu metode pengumpulan suara dengan menggunakan perangkat elektronik. Perangkat elektronik ini mengacu kepada penggunaan komputer atau mengkomputerasisasi alat pemilihan (hal. 2) Dalam buku ini menjelaskan praktik e-voting di India, Estonia, Belanda dan Inggris serta tidak jauh-jauh di Jembrana juga pernah dilakukan. Buku ini menyimpulkan bahwa e-voting dalam pelaksanaannya tidak lepas dari kekurang dan kelebihan. Ada pun kelebihan dari metoda evoting adalah penghitungan dan tabulasi suara lebih cepat, hasil lebih akurat karena kesalahan manusia dikecualikan, penanganan yang efisien dari formula sistem pemilu yang rumit yang memerlukan prosedur penghitungan yang melelahkan, peningkatan tampilan surat yang rumit, meningkatkan kenyamanan bagi pemilih, berpotensi meningkatkan partisipasi dan jumlah suara khususnya pemilihan melalui internet, lebih selaras dengan kebutuhan masyarakat yang mobilitasnya semakin meningkat, pencegahaan kecurangan di TPS dan selama pengiriman dan tabulasi hasil dengan mengurani campur
tangan manusia, meningkatkan aksesibilitas, pengurangan surat suara yang rusak karena sistem pemilihan dapat memperingatkan para pemilih tentang suara yang tidak sah, berpotensi menghemat biaya melalui pemilihan dengan internet dan jikadi bandingkan dengan pemilihan melalui pos maka pemilihan melalui internet dapat mengurangi insiden penjualan suara. Namun ada juga kelemahankelemahan dari metoda e-voting ini. Penulis menerangkan, jika petugas pemilu tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang e-voting, pelaksnaan e-voting menjadi gagal. Kedua, bagi sejumlah kelompok pemilih seperti kelompok pemilih lanjut usia, evoting berpotensi tidak disukai. Hal ini berdasarkan riset di Amerika Serikat dalam Pemilihan Gubernur di negara bagian Georgia, menunjukkan bahwa pemilihan dengan menggunakan teknologi tinggi tidak cukup disukai oleh para calon pemilih yang termasuk kategori berusia tua khususnya di atas 65 tahun. Ketiga, persoalan mendasar adalah mengenai jaminan akan kerahasiaan. Keempat, jaminan akan keamanan dan kebebasan dalam memilih (free and fair). Kelima, standar mesin evoting yang belum tentu disepakati bersama. Dengan segela kekurangan dan kelebihan, di negera yang memiliki geografis yang cukup luas, pemilihanan melalui evoting ini patut dicoba. g
Teten Jamaludin
Judul : Memahami E-Voting: Berkaca dari Pengalaman Negara-Negara Lain dan Jembrana (Bali) Penulis : Ikhsan Darmawan, Nurhandjati, Evida Kartini Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta Jumlah : 114 Halaman
FEBRUARI 2015 | NewsletterDKPP
15
Parade Foto FOTO: TETEN
FOTO: IRMAWANTI
Pengadu menunjukkan alat bukti dalam pemeriksaan dugaan Anggota DKPP Valina Singka Subekti (dua dari kanan) pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU Kab Bangka membacakan putusan perkara KPU Kab Paniai di ruang Senin, (26/1). Pemeriksaan yang di gelar di kantor Bawaslu sidang DKPP, Jl MH Thamrin 14 Jakarta, Selasa (24/2). Bangka Belitung ini dipimpin langsung oleh anggota DKPP, Saut Hamonangan Sirait dengan didampingi Tim Pemeriksa Daerah wil Babel. FOTO: IRMAWANTI
FOTO: SD RAHAYU
Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie (kiri) menyerahkan cinderamata kepada Ketua Mahkamah Agung Prof. M. Hatta Ali (kanan) usai pertemuan yang berlangsung di Gedung Mahkamah Agung Jakarta. Pertemuan ini membahas banyaknya Putusan DKPP yang di PTUN-kan.
Tenaga Ahli DKPP Ihat Subihat (tengah) membuka kado yang menjadi simbol dari acara 100% silaturrahmi DKPP, Kamis (26/2). Acara ini dihelat untuk mempererat silaturrahmi diantara staf dilingkungan biro administrasi DKPP.
FOTO: IRMAWANTI
FOTO: IRMAWANTI
PPP Romy berkunjung ke DKPP, Jum’at (6/2) bertempat di ruang sidang DKPP, Jl MH Thamrin 14 Jakarta. Mereka diterima langsung oleh ketua DKPP yakni Prof Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Saut Hamonangan Sirait, Ida Budhiati dan Endang Wihdatiningtyas selaku anggota DKPP.
Djan Faris (kanan) bersama rombongannya mendatangi DKPP untuk bersilaturrahmi, Kamis (5/2). Mereka diterima langsung oleh Ketua dan Anggota DKPP, dalam pertemuan tersebut, ketua PPP tersebut memperkenalkan kepengurusannya kepada DKPP.
16
NewsletterDKPP | FEBRUARI 2015