Kualitas Tempe Kedelai Dengan Lama Fermentasi Tiga Hari dan Empat Hari Quality of Soybean Tempe on Three and Four Days Fermentation
Oleh,
Bingar Sasmita Adi NIM : 652010707
TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015 i
ii
iii
iv
v
vi
yaitu dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh jamur tempe yang banyak digunakan ialah Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990). Pada akhir fermentasi, kedelai akan terikat kompak. Tempe Mempunyai ciri – ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia – miselia jamur yang menghubungkan antara biji – biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen – komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya “flavor” spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri dan mikroba perombak protein, akibatnya tempe cepat busuk (Sarwano, 2005). Tempe yang sudah busuk masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan masakan namun fungsinya telah banyak mengalami penurunan. Lamanya penyimpanan tempe akan berdampak pada kualitas tempe. Menurut Standar Nasional Indonesia 3144-2009, tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu – abuan.
Tabel 1. Tabel syarat mutu tempe kedelai menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-2009 no 1 1.1. 1.2. 1.3. 2 3 4 5 6 7 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 8 9 9.1. 9.2.
kriteria uji Keadaan Bau Warna Rasa Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b) Kadar lemak (b/b) Kadar protein (b/b) Kadar serat kasar (Nx6,25) (b/b) Cemaran logam (b/b) Kadnium (Cd) Timbal (Pb) Timah (Sn) Merkuri (Hg) Cemaran arsen (sn) Cemaran mikroba Bakteri coliform Salmonella sp
Proses produksi tempe kebanyakan dilakukan oleh industri skala kecil dan rumah tangga. Di daerah Salatiga proses produksi
Satuan
Persyaratan
% % % % %
Normal, khas Normal Normal Maks. 65 Maks. 1,5 Min. 10 Min. 16 Maks 2,5
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks. 0,2 Maks. 0,25 Maks. 40 Maks. 0,03 Maks.0,25
APM/g -
Maks. 10 Negative/24 g
tempe menggunakan cara pekalongan dan lokal (Salatiga). Proses pembuatan tempe kedua cara ini yang membedakan adalah
pada proses penyortiran, pencucian, perendaman dan perebusan kedelai. Untuk memperoleh tempe dengan kualitas baik diperlukan proses produksi dari industri kecil dan rumah tangga dengan memperhatikan kebersihan tempat, pemilihan bahan baku dan faktor penunjang yang lainnya. Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Menguji dan membandingkan kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat dari perajin tempe di Salatiga Utara, untuk tempe lama fermentai 3 hari dan 4 hari dan menentukan kualitas gizi tempe yang baik sesuai dengan SNI 01-3144-2009. METODELOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga pada bulan Februari – Juli 2014. Sampel Sampel yang digunakan adalah tempe, diperoleh dari perajin tempe di Salatiga Utara. Sampel tempe yang digunakan adalah tempe yang dalam proses fermentasinya selama 3 hari dan 4 hari. Sampel diambil dari 5 perajin tempe. Bahan Bahan kimia yang digunakan antara lain: H2SO4, Na2SO4, NaOH-Na2S2O3, H2O, HCl, alkohol 95%, indicator metal merah/metilen biru, asam borat, heksana. Piranti Piranti yang digunakan adalah soxhlet, labu Kjeldahl, rotary evaporator
(Buchirotavator R-114, Buchiwaterbath B480), oven, neraca analitik Mettler H80, neraca analitik digital, ohaus moisture analyzer (MB 25), ohaus pioneer balance (PA 214), alat destilasi, buret. Penentuan Kadar Air Sebanyak 1 g sampel tempe di ukur kadar airnya dengan menggunakan alat ohaus moisture analyzer (MB 25). Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji, 1997) 1 g sampel yang dihaluskan dimasukan dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, lalu di oven pada suhu 500 – 600 oC selama kurang lebih 5 – 6 jam. Diamkan terlebih dahulu sampai suhu oven turun kemudian didinginkan pada suhu ruang dan disimpan di desikator selama 15 menit kemudian timbang sampai berat konstan.
W0: berat cawan kosong W1: berat cawan + sampel sebelum pengabuan W2: berat cawan + sampel setelah pengabuan Penentuan Kadar Lemak dan Minyak dengan Soxhlet (Sudarmadji, 1997) Tempe diiris – iris tipis sebanyak 1 plastik ukuran sedang, kemudian dikeringkan pada suhu 50 – 60 oC selama 1 hari, kemudian dihaluskan dan diayak. Timbang terlebih dahulu berat kolf yang akan digunakan, kemudian timbang sampel sebanyak 50 g dan masukan dalam kertas saring yang telah dibentuk sesuai tempat sampel pada soxhlet. Masukkan heksana pada kolf sebanyak dua kali sirkulasi lalu diekstraksi pada suhu penangas air 69 – 75 oC sampai warna
menjadi jernih. Ambil kolf yang berisi lemak dan heksana dari alat soxhlet lalu di evaporasi untuk memisahkan lemak dan pelarut heksana. Kemudian keringkan lemak sampai bau heksana tidak tercium lagi lalu ditimbang lemak dan tabung kolf.
Penentuan N-Total. Cara Semi–Mikro– Kjeldahl (Sudarmadji, 1997) Timbang dengan teliti 1 g sampel yang sudah dihaluskan lalu masukan kedalam labu kjeldahl kemudian tambahkan 10 ml H2SO4 dan 5 g Na2SO4, didihkan sampai jernih selama 90 menit. Lalu dinginkan, endapan yang terbentuk larutkan dengan aquadest secukupnya kemudian masukkan kedalam destilator dan tambahkan dengan NaOHNa2S2O3. Siapkan 25 ml larutan asam borat yang sudah di tetesi dengan indikator methyl red – methyl blue dalam Erlenmeyer untuk menampung destilat. Setelah itu lakukan destilasi sampai terbentuk perubahan warna dari ungu kehijau. Destilat yang diperoleh kemudian di titrasi sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke ungu.
dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit dengan kadangkala digoyang – goyangkan. Saring suspensi melalui kertas saring dan residu dari kertas saring yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Cucilah residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 ml = 0,313N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk kedalam erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadangkala digoyang – goyangkan selama 30 menit. Saringlah melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya atau Krus Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alkohol 95%. Keringkan kertas saring atau krus dengan isinya pada 110 oC sampai berat konstan (1 – 2 jam), dinginkan dalam desikator dan timbang. Jangan lupa mengurangkan berat asbes, kalau digunakan. Berat residu = berat serat kasar
Keterangan: Besarnya f adalah 5,75. Kadar Serat Kasar (Sudarmadji, 1997) Haluskan bahan sehingga dapat melalui ayakan diameter 1 mm dan campurlah baik – baik. Kalau bahan tak dapat dihaluskan, hancurkan sebaik mungkin. Timbang 2 g bahan kering dan ekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Pindahkan bahan ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Jika ada tambahankan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih (antifoam agent). Tambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih ( 1,25 g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2SO4) dan tutuplah
Penentuan Kadar Karbohidrat by difference (Andarwulan dkk, 2011) Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Kadar karbohidrat (%) = 100 - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar serat. Dan masing – masing data dapat dilihat pada tabel dibawah ini. KADAR AIR Uji kadar air menggunakan alat ohaus moisture analyzer (Ohaus MB 25). Dilihat dari tabel 2 bahwa purata kadar air masa inkubasi 3 hari sedikit lebih tinggi daripada purata masa inkubasi 4 hari. Tabel 2. Data kadar air pada beberapa sampel tempe dengan masa inkubasi 3 hari dan 4 hari Sampel
Kadar Air (% ± SE) 3 hari
4 hari
1
63.06±0,03
62,77±0,12
2
65.77±0,05
65,68±0,03
3
69.12±0,02
69,06±0,05
4
65.16±0,02
65,11±0,02
5
69.56±0,03
69,42±0,02
SNI 01-31442009
Maks. 65%
Keterangan: Sampel tempe 1 sampai 5 diambil dari daerah bugel dari 5 perajin yang berbeda.
Kadar Air (%)
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa menggunakan statistika sederhana (diskriptif), dengan sampel sebanyak 5 perajin tempe (tempe umur tiga hari dan empat hari) di daerah Bugel, Salatiga Utara dengan tiga kali ulangan.
72 70 68 66 64 62 60 58
Kadar Air 3 hari Kadar Air 4 hari 1 2 3 4 5 Sampel
Gambar 1. Histogram Kadar Air (%) tempe pada masa fermentasi 3 dan 4 hari.
Gambar 1. menunjukan nilai kadar air masa inkubasi 3 hari lebih tinggi dari masa inkubasi 4 hari. Dari 5 sampel yang sudah di uji apabila dibandingkan dengan SNI 01-31442009 yang hanya maksimal kadar air 65% maka sampel No 1 yang memenuhi standar dengan kadar air 62,77% dan 63.06%. Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977). KADAR ABU Data kadar abu dari ke 5 sampel dapat dilihat pada tabel 3 Pengujian kadar abu dengan cara dioven pada suhu 500 oC – 600 o C selama kurang lebih 5 – 6 jam. Dari tabel 3 dapat dilihat ada perbedaan purata yang tidak terlalu jauh dari masa inkubasi 3 hari dan 4 hari.
Tabel 3. Data kadar abu pada beberapa sampel tempe dengan masa inkubasi 3 hari dan 4 hari Sampel
Kadar Abu (% ± SE) 3 hari
4 hari
1
1.25±0,01
1,15±0,04
2
1.11±0,01
1,02±0,02
3
1.09±0,03
1,01±0,05
4
1.23±0,03
0,92±0,04
5
1.02±0,01
0,98±0,09
SNI 01-31442009
Maks. 1,5%
Keterangan: Sampel tempe 1 sampai 5 diambil dari daerah bugel dari 5 perajin yang berbeda.
Jika dibandingkan dengan Syarat mutu tempe kedelai menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-2009 mengandung kadar abu maksimal 1,5%, maka kadar abu dari 5 sampel dengan masa inkubasi 3 hari dan 4 hari sudah memenuhi standar KADAR LEMAK Purata kadar lemak dari masa inkubasi 3 hari dan 4 hari ada perbedaan yang tidak terlalu jauh. Kadar lemak untuk tiap sampel masa inkubasi 3 hari dan 4 hari dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kadar lemak pada beberapa sampel tempe dengan masa inkubasi 4 hari dan 3 hari
Kadar Abu (%)
sampel
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Kadar Abu 3 hari Kadar Abu 4 hari 1 2 3 4 5 Sampel
Gambar 2. Histogram Kadar Abu (%) tempe pada masa fermentasi 3 dan 4 hari.
Berdasarkan gambar 2 kadar abu masa inkubasi 3 hari lebih tinggi dari masa inkubasi 4 hari. Besarnya kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan (Sudarmadji, 1989). Sedangkan Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Astuti, 2011).
Kadar Lemak (% ± SE) 3 hari
4 hari
1
6.52±0,04
6,43±0,02
2
5.16±0,04
5,10±0,02
3
5.07±0,03
5,05±02
4
5.16±0,05
5,07±0,00
5
5.15±0,01
5,10±0,02
SNI 01-31442009
Min. 10%
Keterangan: Sampel tempe 1 sampai 5 diambil dari daerah bugel dari 5 perajin yang berbeda.
Kadar Lemak (%)
sampel lainnya. Data kadar protein dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
7 6 5 4 3 2 1 0
Kadar Lemak 3 hari Kadar Lemak 4 hari 1 2 3 4 5 Sampel
Gambar 3. Histogram Kadar Lemak (%) tempe pada masa fermentasi 3 dan 4 hari.
Dari gambar 3 dapat dilihat kadar lemak tempe dengan masa inkubasi 3 hari lebih tinggi dari pada tempe dengan masa inkubasi 4 hari. Dan jika dibandingkan dengan standar SNI 01-3144-2009 minimal kadar lemak 10%, maka dari kelima sampel tempe yang diuji berada dibawah standar. Terjadinya penurunan kadar lemak dengan semakin lamanya fermentasi disebabkan karena jamur Rhizopus oligosporus bersifat lipopolitik yang dapat menghidrolisis lemak (Smith dan Alford, 1968). Jamur menggunakan lemak dari subtrat sebagai sumber energinya (Iljas, dkk, 1973). Kadar lemak berkurang selama proses fermentasi juga karena akibat aktivitas enzim lipase, yang bergantung pada lamanya waktu fermentasi. Lemak dapat dipecah oleh enzim lipase menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, serta terjadi peningkatan kadar vitamin B12 (Jennie dan Muchtadi, 1978) KADAR PROTEIN Data kadar protein pada sampel tempe selama 3 dan 4 hari tidak menunjukkan perbedaan, tetapi pada sampel no 1, kadar protein lebih tinggi dari pada
Tabel 5. Data kadar protein pada beberapa sampel tempe dengan masa inkubasi 4 hari dan 3 hari sampel
Kadar Protein (% ± SE) 3 hari
4 hari
1
16.62±0,01
16,31±0,21
2
14.73±0,01
14,59±0,03
3
14.16±0,04
14,20±0,05
4
14.99±0,00
14,80±0,10
5
14.07±0,04
13,82±0,33
SNI 0131442009
Min. 16%
Keterangan: Sampel tempe 1 sampai 5 diambil dari daerah bugel dari 5 perajin yang berbeda.
Dari tabel 5, Purata kadar protein tempe masa inkubasi 3 hari dan 4 hari memiliki perbedaan yang tidak begitu jauh. Dari kelima sampel yang di uji hanya sampel 1 masa inkubasi 3 hari dan 4 hari yang tidak sesuai dengan SNI 01-3144-2009 minimum 16% yaitu untuk masa inkubasi 3 hari 16.62 ± 0,01 dan 16,31 ± 0,2 1% untuk masa inkubasi 4 hari. Peningkatan kadar protein ini dikarenakan adanya proses fermentasi yang membebaskan asam amino hasil aktivitas enzim proteolik dari tempe (Cahyadi, 2006).
15
Kadar Protein 3 hari
10 5 0 1
2
3
4
5
Kadar Protein 4 hari
Sampel Gambar 4. Histogram Kadar Protein (%) tempe pada masa fermentasi 3 dan 4 hari.
pada gambar 4 menunjukan kadar protein tempe masa inkubasi 3 hari lebih tinggi dari tempe masa inkubasi 4 hari. Dari sampel 2 – 5 tempe dengan masa inkubasi 3 hari dan tempe dengan masa inkubasi 4 hari sudah sesuai dengan standar SNI 01-31442009 yaitu minimum 16%. Menurut Hesseltine (1965) penurunan kadar protein selama proses inkubasi jamur Rhizopus oligosporus bersifat proteolitik dan ini penting dalam pemutusan protein. Jamur ini akan mendegradasi protein selama fermentasi menjadi dipeptida dan seterusnya menjadi senyawa NH3 atau N2 yang hilang melalui penguapan (Winarno, dkk,1980). Proses perendaman dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein sebanyak 1,4% (Hidayat, dkk, 2006). KADAR KARBOHIDRAT Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak (Andarwulan dkk, 2011). Data karbohidrat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Kadar karbohidrat pada beberapa sampel tempe dengan masa inkubasi 3 hari dan 4 hari. sampel
Kadar Karbohidrat (% ± SE) 3 hari
4 hari
1
12.56±0,24
13,34±0,36
2
13.23±0,26
13,62±0,01
3
10.55±0,09
10,69±0,09
4
13.46±0,04
14,11±0,13
5
10.21±0,07
10,69±0,42
SNI 01-31442009
Keterangan: Sampel tempe 1 sampai 5 diambil dari daerah bugel dari 5 perajin yang berbeda.
Kadar Karbohidrat (%)
Kadar Protein (%)
20
15 Kadar Karbohidrat 3 hari
10 5 0 1 2 3 4 5 sampel
Kadar Karbohidrat 4 hari
Gambar 5. Histogram Kadar Karbohidrat (%) tempe pada masa fermentasi 3 dan 4 hari.
Dari histogram diatas purata kadar karbohidrat tempe ke lima sampel masa inkubasi 3 hari dan 4 hari tidak menunjukkan perbedaan yang begitu jauh. Kadar karbohidrat tidak bisa dibandingkan dengan SNI 01-3144-2009 karena tidak terdapat acuan standar SNI 01-3144-2009 untuk kadar karbohidrat pada tempe.
KESIMPULAN 1. Kandungan gizi tempe masa inkubasi 3 hari dan 4 hari untuk kadar air sampel no. 1 menunjukkan besaran lebih kecil dari ke Tabel 7. Kadar serat pada beberapa sampel tempe empat sampel lainnya yaitu 62,57% dan dengan masa inkubasi 3 hari dan 4 hari 63,06%. Untuk kadar abu, dan kadar serat dari kelima sampel tidak menunjukkan SNI Sampel Kadar Serat (% ± SE) 01-3144perbedaan yg terlalu jauh, sedangkan 3 hari 4 hari 2009 untuk kadar lemak dan kadar protein untuk sampel no.1 lebih tinggi daripada 1 2,35±0,01 2,39±0,03 sampel yang lainnya. Dan untuk kadar 2 2,24±0,01 2,28±0,00 karbohidrat sampel no.3 dan no.5 lebih 3 2,33±0,01 2,31±0,01 Maks. 2,5% kecil dari ketiga sampel lainnya. 2. Kadar air dari kelima sampel masa 4 2,37±0,01 2,37±0,01 inkubasi 3 hari dan 4 hari hanya sampel 5 2,26±0,02 2,21±0,02 no.1 yang sesuai dengan standar SNI 013144-2009 yaitu 62,77% dan 63,06%. Keterangan: Sampel tempe 1 sampai 5 diambil Kadar abu untuk kelima sampel masa dari daerah bugel dari 5 perajin yang inkubasi 3 hari dan 4 hari sudah berbeda. memenuhi standar SNI 01-3144-2009 yaitu dibawah 1,5%. Kadar lemak dari 2,45 kelima sampel masa inkubasi 3 hari dan 4 2,4 hari masih jauh dari standar SNI 01-31442,35 2009 yaitu kurang dari 10%. Untuk kadar 2,3 protein masa inkubasi 3 hari dan 4 hari Kadar Serat dari 5 sampel hanya sampel no.1 yang 2,25 3 hari sesuai standar SNI 01-3144-2009 yaitu 2,2 Kadar Serat 16,31% dan 16,62%. Untuk kadar 4 hari 2,15 karbohidrat tidak ada standar acuan SNI 2,1 01-3144-2009. Kadar serat dari kelima 1 2 3 4 5 sampel masa inkubasi 3 hari dan 4 hari Sampel sudah sesuai dengan standar SNI 013144-2009 yaitu dibawah 2,5%. Gambar 6. Histogram Kadar serat (%) tempe pada kadar serat (%)
KADAR SERAT Data kadar serat tempe lama masa inkubasi 3 hari dan 4 hari dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
masa fermentasi 3 dan 4 hari.
Purata kadar serat dari ke lima sampel tempe pada masa inkubasi 3 hari dan 4 hari yaitu antara 2,21% - 2,39% sudah memenuhi standar SNI 01-3144-2009 maksimal 2,5%.
DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N.F. Kusnandar, D. Herawati, 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta. Anonim .Tempe Kedelai.http://agribisnis.deptan.go.id
Astuti,2011. Kadar Abu. http://astutipage.wordpress.com/tag /kadar-abu/. Badan Standarisasi Nasional.2009. Cara Uji Makanan dan Minuman.SNI 01-31442009. Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung Iljas, N., C. D Peng., and W. A. Gould. 1977. Tempeh-An Indonesian Fermented Soybean Food. Part of Review from PhD. Disertation. Ohio State University. Jennie, B.S.T & D. Muchtadi. 1978. Mikrobiologi Direktorat
hasil Pendidikan
pertanian. Menengah
Kejuruan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE:Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM.Yogyakarta. Nurhidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini. 2006.Mikrobiologi Industri, ANDI, Yogyakarta. Samsudin, U. S. dan D. S. Djakamihardja. 1985. Budidaya Kedelai. C.V. PustakaBuana. Bandung. Hal 13-15. Sarwono, B. 1996.Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya Jakarta Smith dan Alford. 1986 dalam Tesis Deliani. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe Sri Winarsih, 2005 (http://digilib.its.ac.id) 20 juni 2014 Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Edisi Keempat.Yogyakarta : Liberty. Sudarmadji, S. dan P. Markakis. 1977. The phytate and phytase of soybean
tempeh. Journal of Scientific Food and Agriculture Wang, H.L and Hesseltine, C.W, studies on the Extracellular Proteolytic Enzymes of Rhizopus oligosporus,Can .J.Microbiol, 1965 Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi.PT. GramediaPustakaUtama. Jakarta. Winarno F.G, 1980. Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.