KUALITAS TANAH PADA BERBAGAI PENUTUPAN LAHAN HASIL REVEGETASI (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu)
DADAN MULYANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kualitas Tanah Pada Berbagai Penutupan Lahan Hasil Revegetasi (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Dadan Mulyana NRP E051060061
ABSTRACT DADAN MULYANA. Soil Quality At Several Area Cover Post Revegetation (case study post revegetation at Ciliwung uper watersheed). Under academic supervision of SRI WILARSO BUDI R and BASUKI WASIS. ABSTRACT
Evaluation of land rehabilitation (revegetation) activities is necessary for measuring the extent of success of the ongoing activities in rehabilitating and recovering the degraded land. One way for evaluating the success of land rehabilitation (revegetation) is by determining the soil quality. The objective of this study was learning the soil quality in various land cover types, in the form of scrub/bush land, farm land, monoculture crops and mixed crops in Ciliwung upper watershed. All of those land cover types were the result of rehabilitation activities, except the scrub/ bush land. Soil chemical, biological, and physical properties were measured in the study area. Research results showed that soil quality in the various land cover types were better as compared with those before revegetation. Soil quality indexes for the four land cover types were 0.2156 (scrub/bush land); 0.2144 (mixed crop); 0.2112 (monoculture crop); and 0.1835 (farm land). However there were no differences in soil quality indexes in the four land cover types. Keywords: soil quality index, land cover, mixed crop, monoculture crop, upper watershed.
RINGKASAN DADAN MULYANA. Kualitas Tanah Pada Berbagai Penutupan Lahan Hasil Revegetasi (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu). Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R dan BASUKI WASIS. Kegiatan rehabilitasi sangat perlu untuk dievaluasi untuk perbaikan program ini selanjutnya. Kegiatan evaluasi memerlukan tolok ukur yang dapat menggambarkan kecenderungan umum perubahan kondisi tanah selama dimanfaatkan. Salah satu tolok ukur penilaian tersebut adalah kualitas tanah. Penelitian ini dilaksanakan pada lokasi rehabilitasi lahan oleh Kelompok Tani Megamendung di Blok S. Cipendawa Desa Megamendung Kec Cisarua, Kab Bogor yang merupakan daerah Sub Das Ciliwung Hulu. Penelitian dilakukan pada penutupan lahan berupa tanaman hutan (pohon jati-mengkudu) seluas 5.220 m2, penutupan lahan berupa tanaman hutan campuran (beberapa jenis pohon hutan) seluas 2.640 m2, penutupan lahan berupa tanaman pertanian (tanaman sayuran) seluas 3.430 m2, dan penutupan lahan berupa semak belukar seluas 1.510 m2. Sampel tanah untuk analisis sifat kimia dan biologi tanah diambil secara komposit dengan 2 ulangan. Indeks kualitas tanah dihitung berdasarkan kriteria Mausbach & Seybold (1998) yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi lahan penelitian. Kondisi lingkungan atau tempat tumbuh menunjukan adanya perbedaan diantara tutupan vegetasi. Berdasarkan hasil pengamatan berbagai penutupan lahan menunjukan bahwa suhu udara tertinggi terjadi pada lahan semak belukar, yaitu 32,8 0C dan terendah terjadi pada penutupan lahan campuran, yaitu sebesar 28,1 0C. Kelembaban udara (Rh) tertinggi terjadi pada penutupan lahan campuran , yaitu 72,3 % dan terendah pada penutupan lahan semak belukar, yaitu sebesar 60,8 %. Nilai suhu tanah tertinggi terjadi pada penutupan lahan semak belukar, yaitu sebesar 26,5 0C dan terendah terjadi pada penutupan lahan campuran, yaitu sebesar 20,7 0C. Nilai kelembaban tanah tertinggi terlihat pada lahan campuran yaitu 96% apabila dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada ketahanan penetrasi, dimana lahan campuran mempunyai nilai yang lebih rendah (0,75kg/ cm2) apabila dibandingkan dengan kondisi penutupan lahan yang lainnya. laju infiltrasi diukur untuk mengetahui seberapa cepat air dapat masuk ke dalam tanah. Laju infiltrasi tertinggi adalah pada penutupan lahan pertanian (TP) sebesar 475,5 mm/jam (sangat cepat), kemudian penutupan lahan jatimengkudu (JM) 117 mm/jam (cepat) diikuti oleh penutupan lahan campuran (TC), yaitu sebesar 80 mm/jam, dan yang paling rendah adalah lahan penutupan lahan semak belukar (SB) sebesar 17,65 mm/jam (sedang lambat). Hasil pengamatan analisis vegetasi tanaman pohon hutan menunjukkan penutupan lahan masih berupa tingkat pancang pada lokasi penelitian, baik di areal jati-mengkudu maupun pada lahan campuran. vegetasi tingkat pancang di areal jati mengkudu didominasi oleh Tectona grandis yang memiliki KR (97,4%), FR (50%), DR (98,46%) dan INP (245,8%), sedangkan Morinda kitrifolia memiliki KR (2,6%), FR (50%), DR (1,54%) dan INP (54,2%). Pada areal tanaman campuran hasil analisis vegetasi menunjukkan Tectona grandis
masih mendominasi areal dengan nilai KR (27,6%), FR (21,5%), DR (30,26%) dan INP (79,2%), sedangkan vegetasi yang paling sedikit adalah kisere yang memiliki nilai KR (1,7%), FR (7,1%), DR (0,62%) dan INP (9,5%). Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah menunjukkan pada penutupan lahan jati-mengkudu, KR berkisar antara 0,19% - 33,84% untuk penutupan semak belukar 0,16% - 40,65 %, untuk penutupan lahan campran 0,58% - 38,01% dan untuk pertanian 0,98% - 29,41%. Sedangkan untuk FR 3,33% - 6,67% untuk penutupan jati-mengkudu, 3,23%-9,68% untuk semak belukar, 10% - 20% untuk penutupan campuran dan 5,26% - 15,79% untuk panutupan pertanian. Nilai INP pada penutupan jati-mengkudu paling tinggi adalah Cyrtococcum accrescens (40,51%) dan Phyllanthus amarus dengan INP terendah (3,52%), pada penutupan lahan semak belukar yang memiliki INP tertinggi adalah Imperata cilindrica (47,10%) dan Lamtana camara memiliki INP terendah (3,39%), pada penutupan lahan campuran yang memiliki INP tertinggi adalah Uggodium flexuosum (47,01%) dan Melastoma malabatricum memiliki INP terendah (10,58%) dan pada penutupan lahan pertanian yang memiliki INP tertinggi adalah Ageratum conyzoides (45,20%). Kondisi kualitas tanah sebelum revegetasi menurut data yang diperoleh dari hasil anasisis tanah yang dilakukan oleh Kelompok Tani Megamendung (KTM) menunjukkan rendahnya kualitas lahan di lokasi penelitian. Rendahnya kualitas tanah diindikasikan oleh kemasaman tanah yang sangat masam (pH 4,32), daya hantar listrik (DHL) yang sangat rendah (0,88 dS m-1), kandungan Corganik rendah (1,75 %), ketersediaan pospor sangat rendah (8,04 ppm), dan kandungan K tersedia yang rendah (80,42 ppm). Beberapa sifat fisika dan kimia tanah setelah dilakukan revegetasi mengalami perubahan baik naik maupun turun. Nilai kemasaman tanah (pH) mengalami kenaikan sebesar 0,25 % sehingga dari kondisi sangat masam menjadi kondisi asam, C-organik mengalami kenaikan (1,34%) dari harkat rendah menjadi harkat tinggi, N-total juga mengalai kenaikan (0,07%) dari harkat rendah menjadi harkat sedang. Kadar air mengalami kenaikan sebesar 16,78%. Kondisi kualitas lahan setelah revegetasi pada semua tipe penutupan lahan secara umum tidak menunjukkan adanya perbedaan sifat fisika tanah, biologi tanah maupun kimia tanah pada lokasi penelitian (p > 0,05), kecuali untuk KTK berbeda nyata antara LP dan TC (p-value = 0,023), kandungan Al berbeda nyata antara TP dan TC (P-Value = 0.042) dan antara TP dan JM (p-value = 0.033), begitu pula untuk unsur H, Fe dan Mn ada perbedaan pada setiap penutupan lahan (p-value <0,05). Berdasarkan penghitungan indeks kualitas tanah dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah maka diperoleh nilai rataan indek kualitas tanah pada masingmasing penutupan lahan dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah 0,2156 (SB); 0,2144 (TC); 0,2112 (JM); dan 0,1835 (TP). Indek kualitas tanah pada semua penutupan lahan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p > 0,05).
©Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KUALITAS TANAH PADA BERBAGAI PENUTUPAN LAHAN HASIL REVEGETASI (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu)
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Silvikultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Kualitas Tanah Pada Berbagai Penutupan Lahan Hasil Revegetasi (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu)
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Dadan Mulyana : E051060061 : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS Ketua
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi MS
Tanggal Ujian: 13 Juli 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus: 27 agustus 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Cahyo Wibowo,M.Sc. F.Trop
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini penulis memilih judul " Kualitas Tanah Pada Berbagai Penutupan Lahan Hasil Revegetasi (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu)". Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga besar saya (Ema Entat, Bapa Aan, A Emprit, A Iwan, A Yayan), Istriku tercinta Nurhasanah, Anaku tersayang Sayyid Maulana Nuramadhan dan Jilan Ihda Husnayain atas dukungan semangat dan doanya. 2. Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya. 3. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya. 4. Bapak Dr. Ir. Cahyo Wibowo M.Sc. F.Trop selaku penguji luar komisi atas saran dan masukkannya. 5. Para Rimbawan di Laboratorium Pengaruh Hutan yang telah memberikan dukungan dan bantuannya. 6. Kelompok Tani Mega Mendung Khususnya Pak Bambang, Ibu Rosita, Pak Dokter Untung, Kang Yuhan, Pak ade dan Mas Karjo yang telah memberikan dukungan. 7. Teman - teman program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan khususnya Pak Ceng Asmarahman atas bantuan dan dukungannya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya untuk rehabilitasi lahan di Indonesia. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Bogor, Agustus 2009 Dadan Mulyana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 22 Maret 1976. Penulis adalah suami dari Nurhasanah dan ayah dari Sayyid Maulana Nuramadhan dan Jilan Ihda Husnayain. Pada tahun 1988 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Rancapurut, pendidikan menengah di SMPN I Sumedang pada tahun 1991 dan SMAN 2 Sumedang pada tahun 1994, penulis diterima di IPB tahun 1994 di Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen Hutan kemudian pada tahun 2006 penulis masuk ke Sekolah Pasca Sarjana IPB program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan dengan sponsor BPPS. Selama menjadi mahasiswa penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan mengasuh mata kuliah Pengaruh Hutan dan Pengelolaan Nutrisi Hutan. Penulis dinyatakan lulus sebagai Magister Sains dengan judul tesis Kualitas Tanah Pada Berbagai Penutupan Lahan Hasil Revegetasi (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS Ciliwung Hulu).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran.................................. Tujuan Penelitian............................................................................... Manfaat Penelitian.............................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah.................................................................................................. 2.2. Kualitas Tanah................................................................................... 2.3. Lahan kritis........................................................................................ 2.4. Rehabilitasi Lahan............................................................................. 2.5. Sifat fisik Tanah................................................................................. 2.6. Sifat Kimia Tanah.............................................................................. 2.7. Sifat Biologi Tanah............................................................................ 2.8. Bahan Organik................................................................................... III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 3.2. Bahan dan Alat.................................................................................. 3.3. Metode Penelitian.............................................................................. 3.4.AnalisisData......................................................................................... IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas................................................................................... 4.2. Kondisi Sosial Masyarakat................................................................ 4.3. Kondisi Lahan.................................................................................... V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil................................................................................................... 5.1.1. Kondisi Lingkungan ...................................................................... 5.1.2. Kualitas Tanah................................................................................ 5.1.3. Kualitas Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan.......................... 5.2. Pembahasan....................................................................................... 5.2.1. Kondisi Lingkungan ...................................................................... 5.2.2. Kualitas Tanah ............................................................................... 5.2.3. Kualitas Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan.......................... VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan........................................................................................ 6.2. Saran..................................................................................................
1 4 6 6 7 7 8 11 12 14 16 18 21 21 22 31 34 34 35 39 39 63 63 65 65 68 78 81 81
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 82 LAMPIRAN..................................................................................................... 87
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Modifikasi indikator, bobot dan batas-batas fungsi penilaian .......
30
Tabel 2. Metode analisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah.......................
32
Tabel 3. Penutupan lahan di Blok S Cipendawa pra rehabilitasi.................
35
Tabel 4. Data hasil analisis tanah pra revegetasi pada lokasi penelitian .....
36
Tabel 5. Perubahan penutupan lahan di lokasi penelitian............................
37
Tabel 6. Data curah hujan tahunan Blok S Cipendawa Megamendung .....
38
Tabel 7. Data kondisi lingkungan pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)................................................................
39
Tabel 8. Hasil analisis sifat fisik tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)................................................................
45
Tabel 9. Perubahan nilai sifat kimia tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)................................................................
49
Tabel 10. Perubahan nilai sifat biologi tanah di lokasi penelitian.................
57
Tabel 11. Hasil analisa pupuk kompos..........................................................
59
Tabel 12. Analisis vegetasi tingkat pancang pada lokasi penelitian.............
60
Tabel 13. Analisis vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian...........
60
Tabel 14. Rataan sifat fisika dan kimia tanah sebelum dan setelah revegetasidi lokasi penelitian.........................................................
63
Tabel 15. Rataan indeks kualitas tanah dan peringkat kualitas tanah pada empat tipe penutupan lahan di lokasi penelitian...........................
64
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran........................................................
5
Gambar 2. Peta lokasi Penelitian...................................................................
22
Gambar 3. Cara pengambilan sampel tanah utuh dengan menggunakan ring sampel tanah.........................................................................
24
Gambar 4. Bentuk petak contoh untuk analisis vegetasi tanaman hutan dan tumbuhan bawah...................................................................
28
Gambar 5. Penutupan lahan pada awal pelaksanaan rehabilitasi lahan tahun 2002 (a) dan Penutupan Lahan setelah direhabilitasi tahun 2008(b)38 Gambar 6. Suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian.........................
40
Gambar 7. Suhu dan kelembaban tanah di lokasi penelitian..........................
41
Gambar 8. Laju infiltrasi di lokasi penelitian.................................................
41
Gambar 9. Erosi pada penutupan lahan TC (tahun 2001-2007).....................
42
Gambar 10. Erosi pada penutupan lahan JM (tahun 2001-2007)...................
43
Gambar 11. Erosi pada penutupan lahan TP (tahun 2001-2007)...................
44
Gambar 12. Erosi pada penutupan lahan SB (tahun 2001-2007)...................
44
Gambar 13. Bulk Density pada berbagai penutupan vegetasi........................
45
Gambar 14. Air tersedia pada berbagai penutupan lahan...............................
46
Gambar 15. Porositas tanah pada berbagai penutupan lahan........................
47
Gambar 16. Kadar air dengan berbagai penutupan vegetasi.........................
48
Gambar 17. Tekstur tanah pada berbagai penutupan vegetasi.......................
48
Gambar 18. Nilai kemasaman tanah (pH) pada berbagai penutupan lahan. .
50
Gambar 19. Nilai C-organik pada berbagai penutupan lahan........................
51
Gambar 20. Nilai N total tanah pada berbagai penutupan lahan....................
52
Gambar 21. Kandungan fosfor pada berbagai penutupan vegetasi................
53
Gambar 22. Kandungan kalium pada berbagai penutupan lahan...................
53
Gambar 23. Kapasitas tukar kation (KTK) pada berbagai penutupan lahan..
54
Gambar 24. Nitrat (NO3-) pada berbagai penutupan lahan.............................
55
Gambar 25. Kandungan Al dan H pada berbagai penutupan lahan...............
55
Gambar 26. Kandungan Fe dan Mn pada berbagai penutupan vegetasi........
56
Gambar 27. Nilai Cmic pada berbagai penutupan lahan..................................
57
Gambar 28. Bahan organi pada berbagai penutupan vegetasi........................
58
Gambar 29. Laju respirasi tanah pada berbagai penutupan lahan.................
59
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman 88 Lampiran 2. Nilai faktor P di berbagai aktivitas konservasi tanah................ 88 Lampiran 3. Foto penutupan lahan di lokasi penelitian Blok S Cipendawa Megamendung......................................................................... 89 Lampiran 4. Kriteria penilaian sifat kimia tanah........................................... 90 Lampiran 5. Hasil perhitungan laju infiltrasi pada lokasi penelitian............ 91 Lampiran 6. Data informasi umum mengenai sejarah pengelolaan setiap penutupan lahan di lokasi penelitian................................ 93
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti
banjir,
erosi
dan longsor
terjadi
dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan yang sering mengancam, gagal panen juga sering terjadi karena adanya serangan hama dan penyakit. Akibat dari permasalahan tersebut banyak pihak yang rugi dan banyak lahan produktif berkurang. Masalah tersebut menunjukkan adanya penurunan sumber daya lahan (SDL) baik ditingkat lahan maupun lansekap/nasional dan global, antara lain berhubungan dengan (1) terganggunya fungsi hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) baik jumlah dan kualitas air, (2) menurunnya kesuburan tanah (rendahnya ketersediaan hara dan kandungan bahan organik tanah), (3) menurunnya kualitas udara akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca (CO 2, N2O, CH4) melebihi daya serap daratan dan lautan, (4) berkurangnya tingkat keindahan lansekap, (5) berkurangnya tingkat biodiversitas flora dan fauna baik di atas tanah maupun dalam tanah. Salah satu penyebab terjadinya penurunan SDL adalah adanya alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif dengan masukan yang berlebihan, sehingga menimbulkan kemerosotan atau degradasi lahan. Kemorosotan atau degradasi lahan sering dikaitkan dengan pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti aspek keseimbangan input dan output. Input berkaitan dengan perbaikan tanah atau penyuburan dan pemupukan pada kegiatan budidaya. Sedangkan output dikaitkan dengan serapan hara oleh tanaman dan kemungkinan tercucinya hara melalui mekanisme erosi. Fenomena degradasi lahan tidak hanya terdapat pada kawasan lahan yang ada aktivitas budidaya, lebih kontras terjadi pada tanah-tanah terlantar. Indikator degradasi Lahan dapat ditunjukkan dengan gejala pertumbuhan tanaman yang kurang baik atau tumbuhnya semak-belukar di atas tanah tersebut. Selama ini degradasi lahan banyak terdapat pada kawasan marginal, yaitu tanahnya berupa lahan kering,
dengan input budidaya dan
teknologi pengelolaan lahan kering yang rendah, marginalisasi lahan terus akan
terjadi yang pada akhirnya mengakibatkan lahan berkecenderungan makin terdegradasi baik fisik maupun kimia.
Pada lahan yang berlereng proses
degradasi tanah akan cepat terjadi karena adanya erosi. Erosi akan membawa lapisan permukaan tanah yang relatif lebih subur ke tempat lain, yang akan mengakibatkan pemiskinan unsur hara dan menurunkan kualitas sifat fisik dan kimia tanah dan akibatnya tanah menjadi rusak atau terdegradasi. Untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut, maka kegiatan rehabilitasi lahan harus dilakukan, salah satu kegiannya adalah revegetasi. Kegiatan ini bertujuan tidak saja untuk memperbaiki kondisi lahan yang labil, dan mengurangi erosi tanah, tetapi dalam jangka panjang dapat memperbaiki kondisi iklim mikro, estetika dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih protektif dan konservatif. Kegiatan rehabilitasi lahan sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat dalam berbagai kegiatan, seperti Gerakan Penghijauan Nasional, Penanaman Sejuta Pohon, dan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL). Program GN-RHL adalah salah satu program prioritas Departemen Kehutanan dalam upaya merehabilitasi dan memulihkan kawasan hutan dan lahan yang rusak dan kritis (terdegradasi) guna mengembalikan fungsi, daya-dukung dan produktivitasnya guna terwujudkan revitalisasi kehutanan Indonesia seperti dicanangkan dalam Rencana Strategis Departemen Kehutanan Tahun 2005 – 2009. Kegiatan rehabilitasi lahan bisa dilakukan oleh masyarakat, hal ini yang diharapkan oleh semua pihak, yaitu timbulnya kesadaran masyarakat untuk melakukan rehabilitasi lahan. Salah satu contoh adalah kegiatan rehabilitasi lahan yang
dilakukan oleh Kelompok Tani Megamendung (KTM) yang melakukan
revegetasi lahan kritis pada lahan ex, HGU PT Buana Estate yang berakhir pada tahun 1998 dan tahun 2000 di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Bogor, dimana wilayah ini termasuk kedalam Sub DAS Ciliwung Hulu. Kegiatan kelompok tani ini sudah berjalan tujuh tahun dari tahun 2002. Untuk melihat perkembangan kegiatan revegetasi tersebut maka diperlukan suatu evaluasi. Evaluasi kegiatan diperlukan untuk mengukur keberhasilan kegiatan revegetasi yang telah berjalan dalam upaya merehabilitasi dan memulihkan lahan yang rusak. Hasil pelaksanaan evaluasi diperlukan untuk memberi rekomendasi dan bahan
masukan guna perbaikan pelaksanan kegiatan rehabilitasi lahan pada masa yang akan datang. Evaluasi kegiatan dapat dilakukan dengan cara melihat keberhasilan tumbuh tanaman (persentasi tumbuh) dan kesehatan tanaman (prosentase sehat), selain itu dapa juga melakukan pendekatan penilaian sumberdaya tanah. Pendekatan penilaian kelestarian sumberdaya tanah telah banyak mengalami perkembangan dengan melibatkan berbagai fungsi tanah secara holistik, tidak hanya aspek produktivitas lahan saja. Untuk itu kegiatan penilaian memerlukan tolok ukur yang dapat menggambarkan kecenderungan umum perubahan kondisi tanah selama dimanfaatkan. Salah satu tolok ukur penilaian tersebut adalah kualitas tanah. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikatorindikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifatsifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Kualitas tanah adalah gabungan komponen-komponen fisika, biologi dan kimia tanah serta interaksinya. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Penentuan kualitas tanah untuk mengevaluasi keberhasilan rehabilitasi lahan sangat diperlukan, oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai kualitas tanah pada berbagai penutupan lahan hasil rehabilitasi lahan untuk melihat perkembangan kegiatan tersebut dan untuk memberi masukan untuk pengelolaan selanjutnya. 1.2. Perumusan masalah dan Kerangka pemikiran Pengalihfungsian lahan dari lahan hutan menjadi penggunaan lain yang bukan peruntukannya akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Permasalahan yang timbul dari pengalihfungsian lahan hutan adalah terbentuknya lahan kritis yang karakteristik lahannya sebagai berikut :
1. Lahan miskin unsur hara , pH dan KTK rendah, serta bakteri pengurai tidak ada sehingga tumbuhan sulit tumbuh di lahan tersebut 2. Lahannya berupa lahan tidur yang tidak termanfaatkan 3. Hilangnya vegetasi alami dan berubahnya ekosistem lingkungan tersebut Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah dengan kegiatan rehabilitasi lahan.
Upaya rehabilitasi dilakukan dengan tujuan agar
kualitas lingkungan termasuk kualitas tanah pada lahan kritis dapat kembali seperti semula, produktivitas lahan diharapkan dengan tumbuhnya kembali vegetasi.
menjadi meningkat diiringi
Agar upaya rehabilitasi lahan ini berhasil
sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk meningkatkan produktivitas lahan, maka kegiatan tersebut perlu dievaluasi dengan cara melakukan Pendekatan penilaian kelestarian sumberdaya tanah dengan mengukur kualitas tanahnya . Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh kegiatan rehabilitasi lahan dengan revegetasi terhadap kualitas tanahnya ? 2. Penutupan lahan seperti apa yang paling baik untuk meningkatkan kualitas tanahnya ? Lahan kritis Upaya Rehabilitasi Lahan Kondisi vegetasi
Kondisi Fisik linkungan Curah Hujan, suhu, dan kelembaban udara Fisik
Masukan di dalam Rehabilitasi lahan
Kualitas Tanah
Kimia
Biologi
Tesedianya data kualitas tanah dan lingkungan pada berbagai penutupan lahan
Sumbangan terhadap ilmu pengetahuan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mempelajari kualitas tanah pada berbagai penutupan lahan pasca revegetasi 2.
Mendapatkan nilai indeks kualitas tanah untuk memperoleh informasi mengenai bentuk penutupan lahan yang paling baik dalam meningkatkan kualitas tanah dalam rangka rehabilitasi lahan.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana kualitas tanah pada berbagai penutupan lahan dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah, pengusaha maupun masyarakat dalam merehabilitasi lahan sehingga akan tercapai pengelolaan lingkungan dan sumberdaya lahan secara lestari.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Tanah adalah tubuh alam yang berkembang akibat adanya interakasi antara bahan induk, bentang alam, iklim dan jasad hidup dalam rentang waktu tertentu
dengan
melibatkan
serangkaian
proses
pembentukan
tanah
(Hardjowigeno, 2003). Bentuk dan intensitas interaksi antar faktor/komponen tersebut mengendalikan macam dan intensitas proses pembentukan tanah dan penampilan tubuh tanah yang terbentuk. Tubuh tanah tersusun dari satu atau lebih horison atau lapisan dengan watak-watak sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi yang berbeda antar horison dan mendatar (antar tubuh tanah). Faktor lingkungan di atas yang terlibat dalam pembentukan tanah disebut faktor-faktor pembentukan tanah. Keterkaitan antara faktor-faktor pembentukan tanah dengan tanah sebagai hasil pembentukan alami adalah melalui proses pembentukan tanah. Tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan – bahan penyusun tersebut memiliki jumlah yang berbeda – beda untuk setiap jenis tanah ataupun lapisan tanah. Lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45 % bahan mineral, 5 % bahan organik, 20 – 30 % udara dan 20 – 30 % air (Hardjowigeno,2003). Menurut Arsyad (2006) bahwa tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu (1) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan (2) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan. Menurunnya fungsi tanah inilah yang bisa disebut degradasi lahan. Apabila fungsi kedua menurun dapat diperbaiki dengan pemupukan, namun bila fungsi yang pertama yang menurun akan sulit diperbaiki 2.2. Kualitas Tanah Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997) mengusulkan
bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan hidup manusia. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikatorindikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah.
Indikator
kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar tanah. Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya yaitu: 1. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis 2. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya 3. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta curahan dari atmosfer. 4. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer. 5. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait dengan permukiman manusia. Berdasarkan fungsi tanah yang hendak dinilai kemudian dipilih beberapa indikator yang sesuai. Menurut Mausbach & Seybold (1998) Pemilihan indikator berdasarkan pada konsep minimum data set (MDS), yaitu sesedikit mungkin tetapi dapat memenuhi kebutuhan.
2.3. Lahan Kritis Lahan kritis menurut hasil symposium pencegahan dan pemulihan lahan Kritis pada tahun 1975, didefinisikan sebagai tanah yang karena tidak sesuai dengan penggunaan dan kemampuannya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisika, kimia, dan biolagi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, permukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungannya. Hidayat dan Thalib (1987) mengemukakan hal yang sama bahwa lahan kritis adalah lahan-lahan yang telah mengalami gangguan ataupun kerusakan baik secara fisika, kimia maupun biologinya. Departemen Pertanian menetapkan lahan kritis pada hakekatnya adalah lahan yang pada saat ini kurang produktif lagi ditinjau dari segi pertanian karena pengelolaan dan penggunaannya tidak atau kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah. Pada lahan ini terdapat satu atau lebih unsur penghambat yang kurang mendukung usaha pemanfaatan lahan pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan fisika tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis dan daerah lingkungannya (Sunyoto et al. 1993). Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan dengan Surat Keputusan Nomor 073/Kpts/V/1994 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai mendifinisikan lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi ataupun media tata air.
Lahan-lahan
tersebut dapat berupa : 1. Lahan gundul yang sudah tidak bervegetasi sama sekali. 2. Padang alang-alang atau lahan-lahan yang ditumbuhi semak belukar yang tidak produktif. 3. Areal yang berbatu atau berparit sebagai akibat erosi tanah. 4. Lahan yang kedalaman solumnya sudah tipis sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.
5. Tanah yang tingkat erosinya melebihi tingkat erosi yang dapat ditoleransikan, yaitu untuk tanah dengan kedalaman solum lebih dari 100 cm sebesar 14 ton/ha/tahun, daerah dengan kedalaman solum 30-100 cm sebesar 10 ton/ha/tahun dan tanah dengan kedalaman solum kurang dari 30 cm sebesar 5 to/ha/tahun. Departemen kehutanan secara umum menyebutkan lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi sebagai media pengatur tata air dan unsur produksi pertanian yang baik. Keadaan ini dicirikan oleh keadaan penutupan vegetasi lebih kecil 25%, topografi dengan kemiringan lebih besar 15% dan ditandai dengan adanya gejala erosi lembar (sheet erosion) dan erosi parit (gully erosion). Suwardjo et al. (1996) membagi lahan kritis menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan tingkat kekritisannya, yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Potensial Kritis Lahan potensial kritis adalah lahan yang masih produktif tetapi kurang tertutup vegetasinya atau mulai terjadi erosi ringan, sehingga lahan akan rusak dan menjadi kritis.
Lahan-lahan yang termasuk dalam kelas potensial kritis
mempunyai ciri-ciri antara lain : a. Masih memiliki fungsi produksi, hidroorologi sedang, tetapi bahaya untuk menjadi kritis sangat besar bila tidak dilakukan usaha konservasi. b. Masih tertutup vegetasi dengan kondisi topografinya atau keadaan lerengnya sedemikian curam (lebih besar 45%), dan kondisi tanah atau batuan yang mudah longsong atau peka erosi sehingga bila vegetasi dibuka akan terjadi erosi berat. c. Produktivitasnya masih baik, tetapi penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuannya, dan belum dilakukan usaha konservasi, misalnya hutan yang baru dibuka. 2. Semi Kritis Lahan semi kritis adalah lahan yang kurang atau tidak produktif, mempunyai ciri-ciri antara lain :
a. Mengalami erosi ringan hingga sedang (horison A lebih kecil dari 5 cm), antara lain erosi permukaan dan erosi alur, tetapi produktivitasnya rendah karena tingkat kesuburannya rendah. b. Masih produktif tetapi tingkat bahaya erosi tinggi sehingga fungsi hidrologi menurun. Bila tidak ada usaha perbaikan maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi lahan kritis. Solum tanah sedang (60-90 cm) dengan ketebalan lapisan atas (horison A) umumnya kurang dari 5 cm.
Vegetasi dominan
biasanya alang-alang, rumput dan semak belukar. 3. Lahan Kritis Lahan kritis adalah lahan-lahan yang tidak produktif atau produktivitasnya rendah sekali, dengan ciri-ciri antara lain : a. Mengalami erosi berat, dimana tingkat erosi umumnya erosi parit b. Kedalaman tanah yang sedang sampai dangkal (lebih kecil 60 cm) c. Persentase penutupan lahan kurang dari 50 % d. Kesuburan tanah rendah dan meliputi daerah-daerah perladangan yang telah rusak, padang rumput/alang-alang dan semak belukar yang tandus. 4. Lahan sangat kritis Lahan sangat kritis adalah lahan yang sangat rusak sehingga tidak berpotensi lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan sangat sukar direhabilitasi, dengan ciri-ciri antara lain ; a. Mengalami erosi sangat besar (horizon A dan B hilang), selain erosi parit, banyak dijumpai tanah longsor, tanah merayap dengan dinding longsoran sangat terjal b. Lapisa tanah dangkal (kurang dari 30 cm) atau tanpa lapisan atas atau tinggal bahan induk, sebagian horizon B tererosi c. Persentase penutupan vegetasi sangat rendah, yaitu dibawah 25 % bahkan gundu atau tandus 2.4. Rehabilitasi lahan Rehabilitasi lahan merupakan usaha untuk meningkatkan daya dukung lingkungan. Upaya rehabilitasi lahan harus mampu meningkatkan produktivitas lingkungan (Erfandi dan Dariah, 1991). Menurut Zulfahmi (1996), rehabilitasi
lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur air, dan sebagai unsure perlindungan alam. Upaya rehabilitasi alam secara fisik bertujuan untuk pengendalian erosi, sedimentasi, banjir, perbaikan fluktuasi debit dan perbaqikan lingkungan. Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara vegetatif dan mekanik. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan dan erosi.
Konservasi dengan metode vegetatif dapat dilakukan
dengan kegiatan reboisasi dengan penanaman dan suksesi alami, perlindungan mata air, alur sungai dan jurang, dan lain-lain. Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah (Nugroho, 1999). Menurut Arsyad dalam Sutrisno et al. (1993), pencegahan dan rehabilitasi tanah terdegradasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode mekanik, vegetatif, dan kimia. Perbaikan kerusakan tanah dapat dilakukan antara lain dengan penambahan pupuk organik maupun pupuk buatan.
Menurut
Abdurachman dan Agus (2001), pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, menurunkan erodibilitas tanah, meningkatkan kapasitas memegang air tanah dan menyumbangkan sebagian hara bagi tanaman. Pemberian pupuk kandang pada umumnya memberikan dampak positif terhadap produksi tanaman. 2.5. Sifat Fisik Tanah 2.5.1. Bulk Density (kerapatan limbak) Kerapatan limbak (bulk density) Merupakan cara lain menyatakan bobot tanah, dalam hal ini jumlah ruangan dalam tanah (ruang yang ditempati padatan air dan gas) turut diperhitungkan (Soepardi, 1983). Bobot isi tanah menunjukan tingkat kepadatan suatu tanah. Semakin tinggi bobot isinya, maka tanah tersebut akan semakin padat. Bobot isi tanah adalah bobot kering suatu unit volume yang terisi bahan padat dan volume ruangan (ruang pori tanah) yang dinyatakan dalam gr/cc (Haridjaja et al. 1983). Menurut Hardjowigeno (1989) bahwa Tanah yang mempunyai bobot isi besar akan sulit meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman, sebaliknya
pada tanah dengan bobot isi yang lebih rendah akar tanaman akan mudah berkembang. Bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman ini mencerminkan derajat kepadatan tanah. Tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatkan bobot isi tanah (Foth, 1988). 2.5.2. Permeabilitas tanah Permeabilitas tanah merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam keadaan jenuh. Permeabilitas ini sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air (Haridjaja et al. 1983). Selanjutnya menurut Russel (1956) menyatakan bahwa permeabilitas tanah sebagai kecepatan air melalui tanah dalam keadaan jenuh pada periode tertentu dan dinyatakan dalam satuan cm/jam. Permeabilitas merupakan sifat fisika tanah yang langsung dipengaruhi pengolahan tanah, tanah dengan permeabilitas lambat lebih mudah tererosi daripada tanah dengan permeabilitas cepat. Penetapan permeabilitas tanah baik secara vertikal maupun horizontal sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air (Baver, 1972). Beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain tekstur, porositas tanah serta distribusi ukuran pori, stabilitas agregat, struktur tanah dan kandungan bahan organik (Hillel, 1980). 2.5.3. Air tersedia Air tanah merupakan fase cair tanah yang mengisi sebagian besar atau seluruh ruang pori tanah (Haridjaja et al. 1983). Air ditahan dalam pori tanah dengan daya ikat yang berbeda–beda tergantung dari jumlah air yang ada dalam pori. Air bersama–sama dengan garam–garam yang larut air akan membentuk larutan tanah yang merupakan sumber hara bagi tumbuhan (Soepardi, 1983). Selain dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kandungan bahan organik, jumlah air yang dapat digunakan oleh tanaman juga dipengaruhi oleh kedalam tanah dan sistem perakaran tanaman (Islami dan Utomo, 1995). Air tanah berperan
penting
dari
segi pedogenesis
maupun
hubungannya
dengan
pertumbuhan tanaman. Hancuran iklim, pertukaran kation, dekomposisi bahan organik, pelarut unsur hara dan kegiatan–kegiatan jasad mikro hanya dapat berlangsung dengan baik apabila tesedia air dan udara yang cukup (Haridjaja et al. 1983). Kadar air dapat juga dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah, cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu. Sebagian besar air tersedia merupakan air kapiler, yang ditahan tanah pada kelembaban antara kapasitas lapang dan koefisien layu (Hakim, et al. 1986). 2.5.4. Porositas Tanah Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diatara agregat – agregat tanah (Soepardi, 1983). Pada tanah liat, porositasnya sangat beragam kerena perubahan pengembangan dan pengkerutan, agregasi, disversi dan pemadatan. Dengan demikian porositas dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan bahan organik (Baver et al.1972). Serta ruang pori dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah dan kedalaman tanah. Ruang pori pada lapisan tanah menurun dengan diolahnya lapisan atas tanah, tetapi penurunannnya tidak sebesar pada lapisan atas. Tanah mempunyai ruang mikro dan makro. Pori makro memperlancar gerakan udara dan air, sedangkan pori mikro menghambat gerakan udara dan air pada gerakan kapiler (Soepardi, 1983). Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tektur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi pula. Tanah–tanah dengan struktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah–tanah dengan struktur pejal (Hardjowigeno, 1989) 2.6. Sifat Kimia Tanah 2.6.1. C-organik C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Menurut Istomo (1994) bahan organik ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Banyak sifat–sifat tanah baik
fisik, kimia dan biologi tanah secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh bahan organik. Menurut Doran dan Parkin (1994) indikator–indikator yang digunakan dalam menentukan kualitas tanah terdiri dari 3 indikator yaitu C-organik, N-total dan biomassa karbon mikroorganisme (Cmic). 2.6.2. N-total (%) Menurut Hardjowigeno (1989) Nitrogen dalam tanah berasal dari : a. Bahan organik tanah : bahan organik halus dan bahan organik kasar b. Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara c. Pupuk d. Air hujan Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme, N dalam bentuk NH+ diikat oleh mineral liat jenis ilit sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman, N dalam bentuk NO3- mudah tercuci oleh air hujan. Kandungan N-total umumnya berkisar anatara 2000–4000 Kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3% dari jumlah tersebut (Hardjowigeno,1996). 2.6.3. P-Bray (ppm) Unsur P dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral – mineral didalam tanah. Faktor yang mempengaruhi tersedianya P untuk tanaman adalah pH tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno, 1989). Didalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor an organik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak dilapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5% (Leiwakabessy, 1988). 2.6.4. Kalium (me/100gr) Unsur K dalam tanah berasal dari mineral–mineral primer tanah dan pupuk buatan. Unsur K ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah. Tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang
dapat dipertukarkan (dalam koloid tanah). K dalam tanah dibedakan menjadi K tersedia bagi tanaman, K tidak tersedia bagi tanaman, dan K tersedia bagi tanaman tetapi lambat. Tanaman cenderung mengambil K dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi. K hilang dari tanah karena diserap tanaman dan proses leaching (Hardjowigeno, 1989). 2.6.5. Kapaitas Tukar Kation (me/100gr) Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubngannya dengan kesuburan tanah. Tanah–tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah–tanah dengan
kandungan
bahan
organik
rendah
atau
tanah–tanah
berpasir
(Hardjowigeno, 1989). 2.7. Sifat Biologi Tanah 2.7.1. Biomassa Mikroorganisme Tanah (Cmic) Biomassa mikroorganisme merupakan bagian yang hidup dari bahan organik tanah yaitu bakteri, fungi, algae dan protozoa, tidak termasuk akar tanaman dan hewan yang berukuran lebih besar dari amoeba (kira-kira 5 x 103 µm3) (Jenkinson dan Ladd, 1981 dalam Djajakirana, 1993). Menurut Lavahun (1995) biomassa mikroorganisme tanah merupakan sumber bervariasinya hara-hara tanaman dan juga agen pembentukan hara-hara tersebut. Selain itu merupakan agen perombakan dari semua bahan organik yang masuk ke dalam tanah, mengubahnya ke dalam bentuk senyawa anorganik sederhana,
sehingga
tanaman
dapat
menggunakannya
lagi.
Biomassa
mikroorganisme ini memegang peranan penting dalam memelihara kesuburan tanah dan dalam siklus karbon, nitrogen, fosfor dan sulfur. Biomassa mikroorganisme tanah mewakili sebagian kecil fraksi total karbon dan nitrogen tanah, tetapi secara relatif mudah berubah, sehingga jumlah aktifitas dan kualitas biomassa mikroorganisme merupakan faktor kunci dalam mengendalikan jumlah C dan N yang dimineralisasi (Hassink, 1994).
Biomassa mikroorganisme hanya menyusun 1-3% dari total C-organik tanah, tetapi merupakan hal penting untuk mengetahui bahan organik yang masuk ke dalam tanah (Jenkinson, 1977 dalam Martens, 1995). Biomassa mikrobia mencerminkan kadar C-organik serta menunjukkan jumlah substrat yang tersedia untuk pertumbuhan (Nuraini, 1997). Pengukuran biomassa karbon mikroorganisme (Cmic) di dalam tanah nilainya sangat kecil, tetapi dapat diketahui unsur C labilnya dibandingkan dengan pengukuran karbon bahan organik tanah, memberikan indikasi awal dan sensitif terhadap dinamika perubahan karbon. Pengukuran biomassa mikrobia dapat memberikan gambaran potensi mineralisasi N tanah (Loiseau et al. 1994). Hal tersebut telah dibuktikan oleh Hassink (1994), bahwa biomassa mikrobia mempunyai korelasi positif dengan mineralisasi N. Jumlah biomassa mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh keseimbangan antara ketersediaan C dan unsur hara lain yang tersedia di dalam tanah. Sparling (1989) dalam Dally et al. (1993) menjelaskan kegunaan pengukuran Cmic dalam berbagai keadaan pengelolaan tanah antara lain : a. Dalam memantau perubahan bahan organik pada konversi hutan menjadi lahan pertanian atau padang rumput. b. Memantau perubahan bahan organik dan unsur hara pada pola tanaman dan sistem pertanian. c. Mengukur unsur hara (N, P) yang potensial tersedia bagi tanaman. d. Dalam reklamasi lahan bekas tambang, e. Dalam mendeteksi pengaruh pestisida terhadap mikroorganisme tanah, dan f. Dalam mengevaluasi peranan mikroorganisme tanah pada stabilitas agregat tanah. Pengukuran Cmic dikenalkan oleh Jenkinson dan Powlson (1976) yang dikenal dengan metode fumigasi-inkubasi. Metode ini didasarkan pada dekomposisi dari sel-sel mikroorganisme tanah setelah diberi kloroform (CHCl3). Setelah CHCl3 dihilangkan dari tanah, inokulan yang berupa tanah yang tidak
difumigasi ditambahkan ke dalam tanah yang difumigasi. Jumlah CO2 yang dihasilkan selama 10 hari inkubasi diukur. Jumlah CO2 yang dihasilkan dari tanah yang difumigasi dibandingkan dengan tanah yang tidak difumigasi di sebut CO 2 Flush (CO2 yang berasal dari dekomposisi sel mikroorganisme tanah yang mati), dengan menggunakan faktor konversi (biasanya 0.45) maka Cmic dapat dihitung. Karena adanya kelemahan dalam metoda fumigasi-inkubasi yaitu bila digunakan untuk tanah tergenang dan tanah masam, Vance et al. (1987b) mengembangkan metode fumigasi-inkubasi menjadi fumigasi-ekstraksi.
2.7.2. Respirasi Tanah Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan : 1) Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah dan 2) jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah diperhatikan mempunyai korelasi yang baik dengan parameter yang lain yang berkatian dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti kandungan bahan organik, transformasi N atau P, hasil antara pH dan rata – rata jumlah mikroorganisme. Kecepatan respirasi lebih mencerminkan aktivitas metabolik dari pada jumlah, tipe atau perkembangan mikrobiota tanah (Anas, 1989). 2.7.3. Bahan Organik Bahan organik mempunyai arti penting bagi kesuburan tanah terutama pada top soil. Bahan organik tersebut merupakan sumber nutrisi dan energi bagi organisme tanah, sehingga akan dikonsumsi dan didekomposisikan. Hasil dari dekomposisi oleh organisme tanah ini berupa hara yang mampu meningkatkan kesuburan tanah. Dekomposisi bahan organik merupakan proses perubahan dari serasah menjadi humus melalui aktifitas mikroorganisme tanah (Soepardi, 1983). Aktifitas biologi dalam mengkonversi senyawa organik menjadi senyawa anorganik dikenal dengan istilah mineralisasi. Rata-rata proses dekomposisi oleh
mikroba dan mineralisasi ditentukan oleh kualitas sumber substrat dan kondisi lingkungan fisik (Foth, 1988). Bahan organik mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah, khususnya di daerah tropika pada tanah yang berpasir dan liat yang didominasi oleh mineral liat 1 : 1, sebagian besar nutrisi tanaman dan sekitar 90 % kapasitas retensi unsur hara berasal dari bahan organik. Pada tanah yang tidak subur, bahan organik merupakan 90-95 % sumber N. Budidaya pertanian akan menyebabkan penurunan kandungan bahan organik. Pada pertanian yang intensif dan terus-menerus akan menghabiskan kandungan bahan organik tanah, sebab siklus tertutup dari alam terganggu. Penyebab putusnya siklus tertutup dari alam adalah adanya pengangkutan biomassa yang merupakan sumber bahan organik pada siklus tertutup. Degradasi bahan organik akan mengurangi porositas mikro, tingkat infiltrasi dan aerasi tanah yang semuanya akan mempengaruhi kesuburan tanah. Laju Perubahan Kandungan Bahan Organik Kehilangan karbon tanah yang cepat akan diikuti oleh penurunan tingkat bahan organik tanah secara drastis dan hal ini terjadi pada beberapa dekade pada tanah-tanah pertanian. Kehilangan ini juga dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi ekosistem. Penurunan kandungan bahan organik yang cepat ini terjadi karena input biomassa yang diberikan ke dalam tanah hilang karena metabolisme bahan organik terhambat. a. Pada Tanah-Tanah Pertanian Tate (1987), menyatakan bahwa pada tanah-tanah pertanian yang produktif, kehilangan bahan organik yang terbawa panen cukup besar dibandingkan jumlah bahan organik yang dikembalikan ke dalam tanah, dan jumlah yang hilang pada tanah-tanah pertanian juga lebih besar daripada tanah rumput.
Pada tanah-tanah yang diusahakan jumlah bahan organik yang
dikembalikan ke dalam tanah lebih kecil sementara mineralisasi dan dekomposisi terus berlangsung sehingga penurunan kandungan bahan organik akan dipercepat,
aktifitas mikroorganisme juga akan tertekan akibatnya penurunan sifat fisik dan kimia yang mempengaruhi aktifitasnya. Aktifitas mikroorganisme sebagian besar ditentukan oleh jumlah bahan organik yang mudah terlapuk. Seperti pada tanah rumput, sisa tanaman yang jatuh ke permukaan tanah pertanian akan termobilisasi sehingga aktifitas mikroorganisme meningkat.
Selama terjadi mineralisasi bahan organik dan aktifitasnya akan
menurun dengan banyaknya bahan yang lebih resisten. b. Pada Tanah-Tanah Rumput Transformasi bahan organik dibedakan dari ekosistem lain berdasarkan tipe dan jumlah bahan organik yang masuk ke dalam tanah, pengaruh rhizosfer dalam ekosistem dan distribusi input bahan organik. Selama pertumbuhan mikroorganisme tanah memperoleh input senyawa-senyawa organik yang mudah terlapuk secara terus-menerus. Laju transformasi bahan organik dalam ekosistem tanah merupakan bukti bahwa input bahan organik tersebut pada tanah rumput terjadi sepanjang pertumbuhan dimana akar dan tajuk akan dihasilkan terusmenerus. Input C-organik yang terus-menerus dan distribusi perakaran tanaman juga mempunyai pengaruh besar terhadap sifat aktifitas mikrobial pada permukaan tanah. Aktifitas komonitas mikrobial tanah yang tinggi dapat dilihat pada tanahtanah rumput dimana 80% atau lebih bahan organik yang masuk ke tanah akan dimineralisasi di tahun pertama (Tate, 1987). c. Pada Tanah-Tanah Hutan Reaksi-reaksi yang terjadi dalam bahan organik tanah yang terdapat di lahan hutan dapat diduga melalui sifat-sifat hutan tersebut. Transfer hara yang terjadi antara pengurai dan biomassa tanaman berkaitan erat. Permukaan tanah pada lahan hutan mengandung N besar dan sebagian besar terdapat pada biomassa di permukaan tanah. Kurang dari 10 % N-total tertinggi pada akar-akar pohon. Pada tanah-tanah hutan bahan organik masuk ke dalam tanah antara lain melalui eksudat dan pembusukan akar serta sampah hutan yang disebut litter (Tate, 1987).
Keberadaan spesies pohon adalah penting sebagai kontrol jumlah biomassa yang sampai di tanah.
Menurut Joergensen et al. (1980) dikatakan bahwa
meskipun biomassa akar hanya merupakan bagian yang kecil dari gudang hara di lahan hutan tetapi struktur dan dekomposisinya berpengaruh besar pada hara-hara yang terdapat di tanah hutan, dimana mereka didekomposisi pada laju yang lebih cepat daripada biomassa di permukaan tanah sehingga perakaran lebih mudah terlapuk daripada jaringan daun.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada lokasi rehabilitasi lahan oleh Kelompok Tani Megamendung (KTM) di Blok S. Cipendawa Desa Megamendung Kec Cisarua, Kab Bogor yang merupakan daerah Sub Das Ciliwung Hulu (Gambar 2). Pengambilan data lingkungan dan sampel tanah dilakukan pada lokasi tersebut sedangkan analisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah dilakukan di laboratorium fisis tanah, laboratorium kesuburan tanah, dan laboratorium biologi tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Waktu Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (November 2008 – Januari 2009). Survey penentuan lokasi penelitian dilaksanakan pada November 2008, pengambilan data akan dilaksanakan bulan Desember 2008 dan analisis data pada bulan Januari 2009. 3.2. Alat dan Bahan Bahan – bahan yang digunakan antara lain contoh tanah utuh untuk analisis sifat fisik tanah, contoh tanah komposit untuk analisis sifat kimia dan biologi tanah, dan bahan – bahan kimia untuk analisis sifat tanah. Peralatan yang digunakan dalam penelitian : Peta lokasi, Autoklaf, cawan petri, ayakan, ember, polybag, gelas ukur, tabung reaksi, botol, oven, mikroskop, kamera, meteran/mistar, caliper, timbangan analitik, cangkul, kompas, GPS, sekop, komputer, soil tester, bor tanah, oven memert, gelas ukur, tabung film, plastik, kertas label, kertas saring, saringan, peralatan tulis, Cool box menyimpan tanah dan peralatan analisis laboratorium.
untuk
Gambar 2 Peta lokasi penelitian 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Prosedur penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan survai lapangan, pengambilan data lingkungan seperti curah hujan, suhu dan kelembaban serta pengambilan sampel tanah, analisis laboratorium, wawancara dengan kelompok tani dan pengumpulan data sekunder. Berdasarkan penutupan lahannya, lahan secara purposif dengan penutupan lahan berupa tanaman hutan
dipilih
(pohon jati-
mengkudu/JM) seluas 5.220 m2, penutupan lahan berupa tanaman hutan campuran (beberapa jenis pohon hutan/TC) seluas 2.640 m2, penutupan lahan berupa tanaman pertanian (tanaman sayuran/TP) seluas 3.430 m2, dan penutupan lahan berupa semak belukar (SB) seluas 1.510 m2. Dari masing-masing kelompok dipilih 5 petak pewakil, sehingga pengambilan sampel secara komposit (Tan, 1995), kemudian dilakukan pemotongan penampang tanah untuk pengamatan profil tanah dan jeluk perakaran.
Pada setiap penutupan lahan dilakukan
pengukuran kondisi fisik lingkungan lain seperti infiltrasi, suhu dan kelembaban
udara, suhu dan kelembaban tanah, analisis vegetasi vegetasi pohon dan vegetasi tumbuhan bawah dan pendugaan erosi. 3.3. 2. Tehnik pengumpulan data
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data Primer dan data sekunder yang didapat dari lapangan. Jenis-jenis data yang dikumpulkan adalah : 3.3.2.1. Data primer Data Primer yang diambil di lokasi penelitian adalah : 1. Tanah Untuk mendapatkan data mengenai sisat fisik, kimia dan biologi tanah, diambil contoh tanah dari penutupan lahan yang berbeda. Untuk pengumpulan data kimia dan biologi, maka contoh tanah diambil secara komposit dari 5 titik pada kedalaman 0 – 20 cm sebanyak 2 ulangan. Untuk pengambilan data sifat fisik tanah maka diambil 2 ulangan dari setiap penutupan lahan. Pada setiap blok dibuat pemotongan penampang tanah untuk pengamatan profil tanah.Cara pengambilan contoh tanah adalah sebagai berikut : a. Contoh tanah utuh (undisturbed soil sample) Pengambilan contoh tanah utuh untuk analisa sifat fisik tanah seperti berat isi (Bulk density), porositas, permeabilitas. Pengambilan contoh tanah utuh hanya pada satu kedalaman yaitu 0-20 cm (Gambar 3). Kegiatan pengambilan contoh tanah dimulai dengan membersihkan bagian tubuh tanah yang akan diambil dari penutupan serasah dan batu, kemudian diratakan. Meletakkan ring sample tegak lurus di atas permukaan tanah tersebut dan ditekan hanya tiga perempat bagian masuk ke dalam tanah. Selanjutnya, meletakkan ring sample kedua di atas ring pertama, kemudian ditekan kembali sampai ring pertama dan ring kedua masuk ke dalam tanah. Ring beserta tanah di dalamnya digali dengan menggunakan sekop/cangkul. Kedua ring dipisahkan dengan hati-hati kemudian kelebihan tanah yang ada pada bagian atas dan bawah ring diiris hingga rata. Ring ditutup dengan menggunakan kantong plastik dan dimasukkan ke dalam cool box agar terjaga kelembabannya. Terakhir tanah dianalisa di laboratorium.
5 cm
8 cm
a. ring sampel Tutup ring sampler
Rumput
Permukaan tanah
Ring sampler
b. Ring sampel di tekan ke dalam tanah
Gambar 3 Cara pengambilan sampel tanah utuh menggunakan ring sampel tanah b. Contoh tanah biasa (disturbed soil sample) Pengambilan contoh tanah biasa digunakan untuk analisa sifat kimia seperti pH, KTK, kadar air, dan kandungan hara. Kegiatan pengambilan contoh tanah dimulai dengan membersihkan permukaan tanah dari tanaman, daun dan sisa kotoran kemudian tanah diambil secara kompsit dari 5 titik dengan menggunakan cangkul dan pisau pada kedalaman 0 – 20 cm, kemudian cicampur menjadi tanah komposit sebanyak 1 Kg.
Contoh tanah dimasukan kedalam
kantung plastik dan diberi label dan dimasukkan ke dalam cool box agar terjaga kelembabannya. Terakhir tanah dianalisa di laboratorium. 2. Erosi tanah Besarnya erosi tanah yang terjadi di lokasi penelitian ditentukan melalui pendugaan menggunakan metode Universal Soil-Loss Equation (USLE). Metode tersebut akan digunakan pada setiap penutupan lahan yang berbeda. Metode
USLE ini dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun 1978. Metode USLE dirancang untuk memperkirakan rata-rata erosi tanah dari erosi lembaran dan erosi alur. Pendugaan tersebut tidak menghitung jumlah deposit dan hasil endapan dari erosi parit, dasar sungai dan tebing sungai. Metode ini digunakan pada petak contoh berukuran kecil berdasarkan penilaian di penampilan fisik lahan yang mengendalikan secara kuat terjadinya erosi tanah. Ukuran lahan yang kecil menjadi persyaratan utama dalam upaya meminimumkan keragaman penampilan fisik lahan sehingga meningkatkan keakuratan nilai laju erosi tanah yang prakirakan. Metode USLE dirancang untuk memprediksikan rata-rata kehilangan tanah yang disebabkan oleh aliran permukaan dalam jangka panjang pada area yang memiliki sistem pengelolaan dan tanaman yang spesifik. Metode ini juga dapat digunakan pada lahan non pertanian (Wischmeier dan Smith, 1978). Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut : A = R . KL S C P
........................................................
(1)
dimana : A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30) tahunan. K = faktor erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng lahan S
= faktor kemiringan lahan
C
= faktor penutupan lahan
P
= faktor tindakan konservasi tanah Untuk mendapatkan nilai erosivitas hujan (R) pada setiap kejadian
hujan digunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978)
R=
i
∑
EI 30
...................................................................... ( 2 )
n
Dimana : R = erosivitas hujan rata-rata tahunan n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan) Energi kinetik hujan diperoleh dari persamaan yang dikemukakan oleh Lenvain (1989 dalam Asdak, 1995) :
EI30 = 2,21 P 1,36.......................................................................
(3)
Dimana : EI30 = Indeks erosivitas bulanan P = Rataan curah hujan (cm) pada suatu bulan Nilai faktor K ditetapkan berdasarkan pendekatan yang dikembangkan oleh Wischmeir et al. (1971). Pendekatan yang digunakan dalam menentukan nilai K ini menggunakan nomograf erodibilitas tanah. Nomograf ini disusun berdasarkan lima parameter yaitu % fraksi debu dan pasir sangat halus, % fraksi pasir, % bahan organik, stuktur tanah, dan permeabilitas tanah. Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili panjang lereng dan kemiringan lereng yang diintegrasikan kedalam rumus yang dikembangkan oleh Foster dan Wischmeier (1973) : LS = ( l / 22 ) C ( cos α m
) 1,503 [0,5( sin α ) 1,249 + ( sin α ) 2,249 ]
..............
(4)
Dimana : m
= 0,5 untuk lereng 5% atau lebih 0,4 untuk lereng 3,5-4,9% 0,3 untuk lereng kurang dari 3,5% C = 34,7046 α = sudut lereng l = panjang lereng (m)
Untuk penentuan nilai faktor penutupan lahan (C)
dipergunakan
pendekatan yang digunakan oleh Arsyad (1989) (Lampiran 1). Penentuan besar faktor faktor tindakan konservasi tanah (P) digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Arsyad (1989) (Lampiran 2). 3. Infiltrasi Pengukuran lau infiltrasi dilakukan pada semua penutupan lahan sebanyak 2 ulangan. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan dengan menggunakan alat infiltrometer ganda (double ring infiltrometer), yaitu satu infiltrometer silinder ditempatkan di dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar. Infiltrometer yang lebih kecil memiliki ukuran diameter 15 cm dan infiltrometer mempunyai ukuran diameter 30 cm dengan tinggi kedua ring adalah 10 cm. Pengukuran hanya dilakukan terhadap silinder yang kecil. Silinder yang lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang
timbul oleh adanya silinder (Asdak, 1995). Pengukuran dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai nilai konstan dengan dua kali ulangan pengukuran. Laju infiltrasi merupakan penurunan kedalaman air per satuan waktu tertentu. Persamaan infiltrasi yang digunakan yaitu persamaan Kostiakov (1932) dan Lewis (1937) diacu dalam Marshall dan Holmes (1988) : F = kTn....................................................................................... ( 5) dimana F = akumulasi infiltrasi (liter), T = waktu (jam), k dan n merupakan konstanta. Laju infiltrasi pada t tertentu didapat dengan mendeferensialkan persamaan akumulasi infiltrasi terhadap t : I = dF/dt = k n t n-1...................................................................
(6 )
dimana I (mm/menit), t (menit), F (mm). Nilai laju infiltrasi yang digunakan untuk perbandingan antara lahan pra-rehabilitasi dan lahan pasca rehabilitasi adalah nilai infiltrasi minimum setelah mencapai nilai konstan dalam satuan mm/jam. 4. Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan untuk mendapatkan data indeks nilai penting (INP) jenis vegetasi baik tanaman hutan maupun tumbuhan bawah pada lokasi penelitian.
Untuk mendapatkan data vegetasi tanaman hutan maka akan
dilakukan sampling terhadap penutupan lahan JM dan penutupan lahan TC. Pada penelitian ini petak contoh dibuat dengan metode petak tunggal (Soerianegara & Indrawan 1998). Plot untuk vegetasi pohon berukuran 0,1
17,84 m
Gambar 4
Plot untuk tumbuhan bawah berukuran 1 x 1
Bentuk petak contoh untuk analisis vegetasi tanaman hutan dan tumbuhan bawah
Petak contoh dibuat berbentuk lingkaran dengan diameter 17,84 m sebanyak 2 petak untuk blok jati-mengkudu dan tanaman campuran. Selanjutnya di dalam petak contoh tersebut dibuat petak-petak contoh sekunder yang lebih kecil (secondary unit) dengan ukuran 1 x 1 m sebanyak 3 buah untuk analisis vegetasi tumbuhan bawah (Gambar 4).
Pada penutupan semak belukar dan
penutupan pertanian petak contoh hanya dibuat untuk tumbuhan bawah saja karena tidak ada vegetasi pohon. 3.3.2.2. Data Sekunder Data sekunder dikumpulkan dari berbagai publikasi, studi, kajian dan peta meliputi : 1. Dokumen tentang kegiatan rehabilitasi lahan dari Kelompok Tani Megamendung termasuk hasil analisa tanah sebelum revegetasi. 2. Peta Rupa Bumi dan peta tataguna lahan 3. Peta lokasi dan peta geologi 3.3.3. Penentuan Indeks Kualitas Tanah Indeks kualitas tanah dihitung berdasarkan kriteria Mausbach & Seybold (1998) dalam Partoyo (2005) yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi lahan penelitian. Modifikasi dilakukan pada beberapa hal yaitu: 1. Indikator C-total digantikan dengan C-organik, dengan pertimbangan bahwa kadar C-organik tanah tidak berbeda nyata dengan kadar C-total, karena tanah tidak mengandung CaCO3 sebagai sumber C anorganik. Selain itu pengukuran kadar C-organik juga lebih mudah dilakukan. 2. Indikator kemantapan agregat didekati dengan kadar debu+lempung, dengan pertimbangan kemudahan dalam analisis. Pengukuran kadar debu+lempung digunakan untuk menunjukkan kuantitas bahan yang dapat berperan pada fungsi pengaturan kelengasan, filtering dan buffering. 3. Bobot beberapa indikator disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan indikator dalam perbaikan kualitas tanah di lokasi penelitian. 4.
Batas atas dan bawah dari
beberapa indikator juga
dinaikkan atau
diturunkan sesuai dengan kondisi di lapangan dan berdasarkan Kriteria
penilaian hasil analisa tanah menurut Pusat Penelitian Tanah tahun 1983 (Prasetyo et al. 2005) (Lampiran 3).
Tabel 1 Modifikasi indikator, bobot dan batas-batas fungsi penilaian Fungsi tanah Bobot
Indikator Tanah Bobot
1 Melestarikan aktivitas biologi
Pengaturan dan penyaluran air Filtring dan Buffering
04
0,3
0,3
Bobot
2 Medium Perakaran Jeluk Perakaran (cm) Berat volume (gr/ cm3) Kelengasan Porositas (%) C-Organik (%) Debu+liat (%) Keharaan pH (H2O) P Bray (ppm) K (me/100 g) C-Organik (%) N-total (%) Debu+liat (%) Porositas (%) Berat volume (gr/ cm3) Debu+lempung (%) Porositas (%) Proses Mikrobiologis C-Organik (%) N-total (%) Respirasi
Index Bobot
3
Fungsi Penilaian Batas Batas Atas Bawah X1 Y1 X2 Y2
0,33 0,6
0,079
5
0
180
1
0,4
0,053
2,1
0
0,5
1
0,2 0,4 0,4
0,027 0,050 0,053
20 0,2 0
0 0 0
80 5 100
1 1 1
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,6 0,2 0,2
0,013 0,027 0,027 0,040 0,027 0,18 0,06 0,06
4 2,5 0,2 0,2 0,2 0 20 2,1
0 0 0 0 0 0 0 0
8 50 100 10 5,2 100 80 0,5
1 1 1 1 1 1 1 1
0,6
0,18
0
0
100
1
0,1 0,3
0,03
20
0
80
1
0,029 0,029 0,029
0,2 0,2 0
0 0 0
10 5,2 20
1 1 1
0,33
0,33
0,33 0,33 0,33
Cara perhitungan indeks adalah sebagai berikut : 1. Indeks bobot dihitung dengan mengalikan bobot fungsi tanah (bobot 1) dengan bobot medium perakaran (bobot 2) dengan bobot jeluk perakaran (bobot 3). Misalnya, indeks bobot untuk porositas diperoleh dengan mengalikan 0,40 (bobot 1) dengan 0,33 (bobot 2) dengan 0,60 (bobot 3), dan hasilnya sama dengan 0,079. 2. Skor dihitung dengan membandingkan data pengamatan dari indikator
tanah dan fungsi penilaian. Skor berkisar dari 0 untuk kondisi buruk dan 1 untuk kondisi baik. Penetapan skor dapat melalui interpolasi atau persamaan linier sesuai dengan kisaran yang ditetapkan berdasar harkat atau berdasarkan data yang diperoleh . Menurut Masto ( 2007) Fungi skoring linier (FSL) adalah : FSL (Y) = (x – s) / (t – s) ...............................................................(7) (Y) = 1 – [(x – s) / (t – s) ] .............................................................(8) Dimana, Y adalah skor linier, x adalah nilai sifat-sifat tanah, s dan t adalah nilai batas atas dan batas bawah. 3. Indeks kualitas tanah dihitung dengan mengalikan indeks bobot dan skor dari indikator. 3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis sifat Tanah 1. Sifat fisik tanah Sample tanah yang digunakan merupakan sample tanah utuh sebanyak 100 gram yang diambil pada kedalaman 0 – 20 cm. Sifat fisik tanah yang di analisis antara lain tekstur, Bulk Density, porositas, kedalaman solum tanah, ketersediaan air dan permeabilitas 2. Sifat kimia tanah Analisis sampel tanah di laboratorium dilakukan untuk penetapan: N-total, dengan metode Kjeldahl; Nitrat, dengan metode titrasi; P tersedia, dengan metode Bray; K tertukar, ekstrak NH4OAc dan diukur dengan flamefotometer; C-organik, dengan metode Walkley & Black; pH H2O, dengan pH stick; tekstur, dengan metode analisis granuler cara pipet; berat volume, dengan metode ring sampler; porositas dengan perhitungan menurut rumus n=1-(BV/BJ); kemantapan agregat. 3. Sifat biologi tanah Pada sifat biologi tanah data yang diambil berupa biomasa carbon mikroorganisme (Cmic) dan total respirasi.
Sifat – sifat tanah tersebut diatas
dianalisis dengan beberapa metode (Tabel 2). Tabel 2. Metode Analisis Sifat Fisik, Kimia Dan Biologi Tanah
No 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
Parameter yang diambil Bahan Organik Tanah Infiltrasi Pendugaan erosi Iklim (suhu udara, kelembaban, dan Curah hujan) Sifat Fisik 1. Bulk Density 2. Porositas 3. Air Tersedia 4. Kadar Air 5. Tektur tanah 6. Struktur tanah 8.kedalaman perakaran tanah Sifat Kimia 1. C-Organik 2. N Total 3. P 4. K 5. KTK 6. pH 7. Electrical conductivity Sifat Biologi 1. Biomas Carbon Mikroorganisme (Cmic) 2. Total Respirasi tanah
Metode Analisis Pemanasan suhu tinggi Double ring infiltrometer Menggunakan model USLE Pengukuran lapang dan data sekunder dari BMG Nisbah bobot tanah / volume Volumeter Gravimetri Gravimetri Metode pipet Pengamatan lapang Pengamatan lapang Kjeldahl Kjeldahl P-Bray II N NH4Oac Ph 7, AAS N NH4Oac Ph 7, Titrasi pH meter (Potentiometer) konduktometer Fumigasi-ekstaksi Inkubasi
3.4.2. Analisis Vegetasi Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing spesies tumbuhan ditentukan dengan menjumlahkan KR, DR dan FR masing-masing spesies. Analisis vegetasi tanaman hutan dihitung dengan rumus sebagaimana diuraiakan Soerianegara dan Indrawan (1998) : Kerapatan (K)
=
Jumlah Individu Jenis Luas contoh
Kerapatan Relatif (KR) = Dominansi (D)
Kerapatan dari suatu jenis x 100 % …..........(10) Kerapatan seluruh jenis
= Jumlah Bidang Dasar ..............................................(11) Luas petak contoh
Dominansi Relatif (DR) = Frekuensi (F)
.....................................(9)
Dominansi dari suatu jenis x 100 % ...........(12) Dominansi seluruh jenis
= Jumlah plot ditemukan suatu Jenis Jumlah seluruh plot
.........................(13)
Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi dari suatu jenis x 100 % Frekuensi seluruh jenis
….........(14)
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + DR + FR % ..................................(15) Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing spesies tumbuhan bawah ditentukan dengan menjumlahkan KR dan FR masing-masing spesies. Analisis vegetasi tumbuhan bawah dihitung menggunakan persamaan 9, 10, 12, dan 13. 3.4.3. Analisis Data Kualitas Tanah Data fisika, kimia, biologi tanah dan nilai indeks kualitas tanah dianalisis dengan uji berpasangan nilai tengah dari setiap penutupan lahan dengan menggunakan Uji-T.
Untuk menganalisis data kualitas tanah pada berbagai
penutupan lahan digunakan program komputer dengan sofware Microsoft Excel 2003, Minitab 14.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sub-DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat. Berada di koordinat geografis 6o38’10’’ Lintang Selatan dan 106o54’28” Bujur Timur, ketinggian tempat berkisar antara 709,5 – 772,85 mdpl, kemiringan lereng bervariasi dari 0 - 30o. Jenis tanah latosol, jenis batuan gunung api muda, termasuk dalam geohidrologi akuifer setempat produktif, dan merupakan daerah resapan tak berarti (Bappeda Kabupaten Bogor 2005), curah hujan berkisar antara 3000-4000 mm per tahun. Pemukiman terdekat adalah Kampung Bengkok yang berjarak + 500 m ke arah selatan dan Desa Gunung Geulis + 1 km ke arah utara (termasuk wilayah DAS Cikarang) dari lokasi penelitian. Perjalanan menuju lokasi dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan mobil atau motor, berjarak + 2 km dari jalan raya Megamendung Puncak. Berdasarkan pengukuran langsung di lapangan pada waktu penelitian luas masing- masing penutupan lahan adalah penutupan lahan JM seluas 5.220 m2, penutupan lahan TC seluas 2.640 m2, penutupan lahan TP seluas 3.430 m2, dan penutupan lahan SB seluas 1.510 m2. 4.2.
Kondisi Sosial Masyarakat Pemukiman masyarakat terdekat adalah Kampung Bengkok Desa
Cipayung Girang Kecamatan Megamendung yang berjarak + 500 m arah selatan dan Desa Gunung Geulis Kecamatan Kedunghalang (DAS Cikarang) yang berjarak + 1 km arah utara dari lokasi penelitian. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai buruh tani, penjaga villa dan tukang ojek, dengan tingkat pendidikan sebagaian besar adalah tamatan SD dan SMP. Lebih dari 50% tanah dimiliki oleh warga luar desa yang dibangun villa, dibiarkan dan/atau ditanami singkong.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya rehabilitasi lahan dirasa masih rendah, hal tersebut dilihat dari kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi lahan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh Kelompok Tani Megamendung. Selain itu tekanan ekonomi juga mendorong masyarakat untuk menjual tanah yang dimiliki yang sering kali berujung pada dibangunnya villa atau menjadi tanah terlantar. 4.3.
Kondisi Lahan Lokasi penelitian merupakan lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU)
Perkebunan Teh PT. Buana Estate yang habis masa berlakunya pada tahun 2000 dan saat ini termasuk dalam wilayah program rehabilitasi lahan Kelompok Tani Megamendung. Berdasarkan hasil penelusuran informasi penutupan lahan Blok S Cipendawa pra-rehabilitasi diperoleh data sebagai berikut (Tabel 3). Tabel 3 Penutupan lahan di Blok S Cipendawa prarehabilitasi Tahun
Penutupan lahan
1975-1985
Kebun cengkeh
1985-1998
Kebun teh
1998-2002
Kebun singkong, semak- rumput, tanah terbuka.
Sumber : Hasil wawancara
Berdasarkan data pada tabel 3, penutupan lahan yang paling lama adalah berupa perkebunan teh selama 13 tahun dan perkebunan cengkeh 10 tahun. Lamanya penutupan lahan tersebut dikarenakan adanya manajemen lahan melaui HGU PT. Buana Estate. Penutupan lahan berganti menjadi kebun singkong, semak-rumput dan lahan terbuka ketika masa berlaku HGU PT. Buana Estate telah habis. Sebagian lahan bekas HGU dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menanam singkong, sedangkan sebagian lainnya tidak dikelola dibiarkan tumbuh rumput dan semak. Penutupan lahan di lokasi penelitian kembali mengalami pergantian penutupan lahan pada akhir tahun 2002 dengan dimulainya kegiatan rehabilitasi
lahan oleh Kelompok Tani Megamendung (KTM). Penutupan lahan pada saat kondisi prarehabilitasi berupa kebun singkong, semak, rumput, dan tanah terbuka serta terdapat beberapa tanaman kayu keras. Kondisi lahan sebelum dilakukan revegetasi dapat dikatakan sebagai lahan kritis yang mana lahan terlihat seperti tidak terawat dan tidak layak tanam atau dengan kata lain yang telah kehilangan sumber daya alam (kehilangan kesuburan, sumber air dan keanekaragaman hayatinya).
Pernyataan ini di dukung oleh hasil analisis tanah yang telah
dilakukan oleh KTM pada lahan tersebut (Tabel 4). Berdasarkan hasil analis kimia tanah terlihat bahwa tanah tergolong sangat masam yang memiliki pH yang sangat rendah ( pH 3,77 - 4,86), daya hantar listik sangat rendah (0,16 - 1,60 mmhos/cm), kandungan C-organik tanah juga tergolong rendah (1,74% - 1,76%) serta kandungan unsur hara makro esensial (N, P, K) yang terdapat dalam tanah juda tergolong rendah .
Tekstur tanah
merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akan tumbuh.
Tekstur tanah yang baik akan
memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman dan sebaliknya apabila tekstur tanah jelek akan memberikan pertumbuhan yang jelek juga. Dari hasil analisis tekstur tanah tanah tergolong kepada lempung liat berdebu. Tabel 4 Data hasil analisis tanah prarevegetasi pada lokasi penelitian No
Sifat-sifat tanah pH
DHL
C-Org
N-Tot
P
K-Ter
Kadar Air
Tekstur
H20 % % Ppm ppm KU KL Pasir Debu Liat 4,86 0,16 1,76 0,20 8,09 80,42 13,00 37,7 27,2 47,3 25,6 M SR R R SR R lempung 2 3,77 1,60 1,74 0,14 7,99 80,42 11,06 38,2 18,2 49,3 32,5 SM R R R SR R Lempung liat berdebu Sumber : Kelompok Tani Megamendung Ket : KU (kering udara), KL (kapasitas lapang), SM (sangat masam), M (masam), SR (sangat rendah), R (rendah) 1
Kegiatan rehabilitasi lahan di Blok S Cipendawa dilaksanakan oleh KTM sejak akhir tahun 2002. Kegiatan rehabilitasi diawali dengan penanaman bibit jati mas sebanyak + 1000 bibit, kemudian pada tahun 2003 dilanjutkan dengan penanaman jenis pohon lainnya seperti sungkai, kayu afrika, mahoni, damar, pinus, buah-buahan, mengkudu, mahkota dewa, buah merah, dan lain-lain.
Perbandingan penutupan lahan antara masa prarehabilitasi dan masa rehabilitasi sampai dengan tahun 2008 disajikan pada tabel 5. Tabel 5 Perubahan penutupan lahan di lokasi penelitian Pra-rehabilitasi Semak rumput
Rehabilitasi Campuran
Keterangan Campuran terdiri dari beberapa jenis pohon (tinggi 2-7 m, diameter <3,18 – 11,46 cm), bambu, tumbuhan bawah, pakis purba. Luas : 2.350,705 m2.
Semak rumput
Jati & mengkudu
Jati & mengkudu : tinggi 2-8 m, diameter <3,18 – 11,46 cm, lebar tajuk 0,3 – 4,5 m, jumlah tanaman + 300 batang. Luas : 1.037,076 m2.
Semak rumput
Semak rumput
Tinggi 10-100 cm. Luas : 622,2453 m2.
Singkong
Singkong
Kebun singkong tidak terawat, tinggi 50-100 cm. Luas : 622,2453 m2.
Rumput
Jati dan rumput
Pertumbuhan jati tidak bagus, tinggi 0,5 – 7 m, diameter <3,18 – 6,69 cm, lebar tajuk 0,3 – 3 m, jumlah tanaman + 250 batang, tinggi rumput 50150 cm. Luas : 1.313,629 m2.
Sampai dengan tahun 2008 kegiatan rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh KTM menunjukkan adanya perubahan penutupan lahan yang signifikan yaitu dari semak rumput menjadi vegetasi campuran dan jati & mengkudu dengan total luas 3.387,781 m2 (57%). Di samping itu masih terdapat lahan yang kondisi vegetasinya tidak berbeda jauh dengan masa prarehabilitasi yaitu semak rumput, singkong dan jati & rumput, dengan total luas 2.558,12 m2 (43%). Kondisi curah hujan dilokasi penelitian terlihat dari data curah hujan yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko yang merupakan stasiun pengamat curah hujan terdekat dengan lokasi penelitian. Data curah hujan selama 10 tahun dari tahun 1998 – 2007 disajikan pada Tabel 6.
a
b
Foto : Doc. KTM
Gambar 5 Penutupan lahan pada awal pelaksanaan rehabilitasi lahan tahun 2002 (a) dan penutupan lahan setelah direhabilitasi tahun 2008 (b) Curah hujan tertinggi adalah 3.686,6 mm/tahun, sedangkan curah hujan terendah adalah sebesar 2.720,9 mm/tahun. Berdasarkan penggolongan Schmidt Fergusson, lokasi penelitian termasuk dalam tipe hujan A (sangat basah), dengan bulan basah > 100 mm sepanjang tahun, tidak memiliki bulan kering (bulan dengan curah hujan rata-rata < 60 mm). Tabel 6 Data curah hujan tahunan Blok S Cipendawa Megamendung Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Total
1998 302.8 384.8 684 342.6 249.1 263 150 103.3 107.5 215.3 186.3 193.2 3181.9
1999 466.1 523.7 210.8 132.4 281.9 110.8 79.3 77 97.7 307.5 277 315.7 2879.9
2000 448.8 337.8 293.7 376.1 246.4 116 220 19.2 97.7 219 337.7 118.5 2830.7
Curah Hujan (mm) 2001 2002 2003 553.4 636 490.7 698.5 658.5 455.7 498.9 337 341.7 366.9 340 265.7 281.9 31 185.5 134.1 151.2 103.2 70.3 185.9 97.0 50.7 81.4 91.4 117 22.6 148.7 374.2 46.2 211.5 439.2 216.9 303.7 75.9 275.3 337.7 3661 2982 3032.5
Sumber : BMG (Statsiun Klimatologi Citeko)
2004 289.6 511.1 269.4 354.9 242.3 39.8 72 7.6 154.8 238.6 187.6 466.4 2834.1
2005 288.6 706.18 318.4 125.6 163.6 237.6 140.24 206.1 202.4 192.3 263.3 282.2 3126.5
2006 692.7 445.1 157.3 308.8 134.5 134.5 13.7 6.6 20.5 98.4 158.1 550.7 2720.9
2007 399.5 927.9 395.2 384.7 113.6 130.1 8.2 73.6 62.7 166.0 234.5 583.5 3479.5
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Kondisi Lingkungan Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat fisik atau kondisi lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau vegetasi tersebut tumbuh.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran
terhadap variabel kondisi lingkungan atau tempat tumbuh menunjukan adanya perbedaan diantara penutupan lahan (Tabel 7) Tabel 7 Data kondisi lingkungan pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM) Sifat Fisik
TP
SB
TC
JM
Suhu Lingkungan (0C)
31,3
32,8
28,1
28,4
Kelembaban udara (%)
69,2
60,8
72,3
63
Suhu Tanah (0C)
25,4
26,5
20,7
21,9
Kelembaban Tanah (%)
52,3
58,5
96
45
Laju infiltrasi (mm/jam)
475,5
17,56
80
117
Prediksi Erosi tanah tahun 2001 (ton/ha/th) Prediksi Erosi tanah tahun 2007 (ton/ha/th) Ketebalan serasah (mm)
53.337
24.831
97.533
10.790
469
218
858
95
6,7*
19
60
43
Ket : *) tebal mulsa organik 1. Suhu dan Kelembaban Udara Dari hasil pengamatan berbagai penutupan vegetasi menunjukan bahwa suhu udara tertinggi terjadi pada penutupan SB, yaitu 32,8 0C dan terendah terjadi pada penutupan TC, yaitu sebesar 28,1 0C. Kelembaban udara (Rh) tertinggi terjadi pada penutupan TC, yaitu 72,3 % dan terendah pada penutupan SB yaitu sebesar 60,8 % (Gambar 6). Nilai suhu tanah tertinggi terjadi pada penutupan SB, yaitu sebesar 26,5 0C dan terendah terjadi pada penutupan TC, yaitu sebesar 20,7 0C.
Nilai kelembaban tanah tertinggi terlihat pada TC yaitu 96% apabila dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada ketahanan penetrasi, dimana TC mempunyai nilai yang lebih rendah (0,75kg/ cm 2) apabila dibandingkan dengan kondisi penutupan vegetasi yang lainnya.
Gambar 6 Suhu dan kelembaban udara pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Dari data menunjukan bahwa penutupan lahan TC memiliki kondisi lingkungan suhu paling rendah (28,080C) dan kelembaban udara paling tinggi (72,33%), sedangkan penutupan lahan SB memiliki kondisi lingkungan suhu yang paling tinggi (32,80C) dan kelembaban udara yang paling rendah (60,8%). Kondisi lingkungan tanah yang baik akan memberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi yang lebih baik juga 2. Suhu dan Kelembaban Tanah Pengamatan pada lokasi penelitian terlihat bahwa tanah dengan penutupan lahan SB, maka suhu tanah lebih tinggi dari pada tutupan lahan yang lainnya (26,5 0C) dan tanah yang memiliki suhu paling rendah yaitu pada penutupan lahan TC (20,70C) (Gambar 7).
Gambar 7 Suhu dan kelembaban tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). 3. Laju Infiltrasi Laju infiltrasi diukur untuk mengetahui seberapa cepat air dapat masuk ke dalam tanah. Laju infiltrasi tertinggi adalah pada penutupan lahan TP 475,5 mm/jam (sangat cepat), kemudian penutupan lahan JM 117 mm/jam (cepat) diikuti oleh penutupan lahan TC, yaitu sebesar 80 mm/jam, dan yang paling rendah adalah lahan penutupan lahan SB sebesar 17,65 mm/jam (sedang lambat) (Gambar 8). Laju infiltrasi tersebut menunjukkan bahwa kondisi penutupan setelah 6 tahun direvegetasi mulai membaik karena terlihat dari laju infiltrasi yang sedang sampai cepat.
Gambar 8 Laju infiltrasi pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
4. Pendugaan Erosi Upaya konservasi tanah dan air pada prinsipnya dilakukan dengan cara meredam energi hujan, meredam daya gerus aliran permukaan, mengurangi kuantitas aliran permukaan, memperlambat laju aliran permukaan, memperbaiki sifat-sifat tanah yang peka erosi, dan mencegah longsor. Teknik-teknik pengendalian erosi yang sudah dikenal merupakan gabungan beberapa upaya tersebut yang disebut teknik vegemekanik. Pada lokasi penelitian telah dilakukan upaya rehabilitasi yang dimulai dari tahun 2002 sampai sekarang. Pada lokasi tersebut pada awalnya berupa lahan kosong yang kemudian ditanami dengan tanaman berkayu dan tanaman pertanian. Erosi yang terjadi pada penutupan lahan TC dari tahun awal sampai tahun 2007 semakin menurun di tiap tahunnya seperti tersaji di Gambar 11. Berdasarkan perhitungan erosi dengan metode USLE, di tahun ke-1 (2001) erosi di kebun campuran besarnya mencapai 97.533,8 ton/tahun/ha akan tetapi pada tahun 2007 menurun menjadi 857,7 ton/tahun/ha.
Gambar 9 Erosi pada penutupan lahan TC (tahun 2001-2007) Selama kurun waktu 6 tahun telah terjadi penurunan nilai erosi sebesar 96.676,1 ton/tahun/ha. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan penutupan lahan melalui rehabilitasi lahan yakni dari lahan kosong menjadi penutupan lahan TC mampu mengendalikan erosi. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kondisi lingkungannya mengingat daerah yang sekarang menjadi TC adalah daerah lindung dengan bertopografi sangat curam (kelas lereng > 45%).
Erosi yang terjadi di lahan yang sekarang berkembang menjadi penutupan lahan JM secara periodik juga menunjukkan penurunan nilai erosi. Pada tahun 2001 nilai erosi sebesar 10.790 ton/tahun/ha menjadi 94,9 ton/tahun/ha nilai erosinya pada tahun 2007 (Gambar 10). Hal ini juga membuktikan bahwa penanaman jati dan mengkudu dapat mereduksi erosi. Selain dengan penanaman jati dan mengkudu, diareal ini dibuat teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. antara tanaman dan teras bangku maka upaya
Kombinasi
(1) memperlambat aliran
permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi (4) mempermudah pengolahan tanah; dan (5) mengurangi laju erosi dan sedimentasi sebagai upaya konservasi tanah dan air dapat berjalan optimal.
Gambar 10 Erosi pada penutupan lahan JM (tahun 2001-2007) Pada Penutupan lahan TP dan SB juga terjadi penurunan nilai erosi (Gambar 11 dan 12). Lahan pertanian merupakan areal dengan tanaman kombinasi yaitu sayuran dan tanaman berkayu yang tajuknya belum menutupi areal. Pada penutupan lahan ini juga diterapkan sistem mulsa dan teras bangku.
Gambar 11 Erosi pada penutupan lahan TP (tahun 2001-2007)
Gambar 12 Erosi pada penutupan lahan SB (tahun 2001-2007) 5.1.2. Kualitas Tanah 1. Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah adalah sifat – sifat tanah berupa kerapatan limbak (bulk density), air tersedia, porositas dan kadar air tanah. Hasil Analisis sifat fisik tanah disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil analisis sifat fisik tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM) Sifat Fisik Bulk Density (gr/cc) Air tersedia (%)
TP
SB
TC
JM
0,77+0
0,73+0,5
0,87+0,03
0,83+0,2
10,10+14,15
4,77+3,21
7,15+5,49
4,98+3,01
Porositas (%)
70,77+0,13
72,53+1,7
67,32+1,06
68,85+5,9
Kadar Air (%)
50,48+ 3,25
57,79+7,8
57,74+6,16
52,93+7,5
Ketahanan Penetrasi (kg/cm2) Teksture – Pasir
0,75
1,40
0,75
1,20
15,39+ 0,64
7,18+ 0,11
8,84+ 0,19
9,14+ 0,32
-
21,81+ 0,48
32,96+ 1,87
34,42+ 2,92
24,64+ 0,97
62,81+ 0,15
59,86+ 1,97
61,9+ 3,95
66,27+ 0,72
liat
Lempung liat
Lempung liat
liat
Debu
- Liat
a. Bulk Density Bulk density pada berbagai tutupan vegetasi menunjukan bahwa nilai yang berbeda (Gambar 13). Nilai bulk density paling rendah terdapat pada penutupan lahan SB dan penutupan TP (0,73 g/cc dan 0,77 g/cc), serta nilai bulk density tertingi terdapat pada lahan TC (0,87 g/cc).
Gambar 13 Grafik Bulk Density pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
b. Air Tersedia Air tersedia adalah kandungan air yang tersekap oleh sistem tanah setelah air kakas berat yang berlebihan mengalir dan setelah laju gerakan air ke bawah
berkurang banyak. Besaran air tersedia atau kapasitas lapang pada berbagi tanah akan setara besaran kesetaraan lengas. Tanaman umumnya hanya mampu memanfaatkan air yang berada pada kisaran kapasitas lapang dan porsentase layu permanen (pF 2,7-4,2). Tanaman akan layu jika kandungan air sistem tanah pentukungnya telah mencapai pF lebih kurang 4,2. Sistem tanah pada kapasitas lapang mempunyai sejumlah air yang tersekap pada pipa pori kapiler, dan merupakan lapisan sinambung yang mengelilingi jarah-jarah tanah. Kapasitas lapang atau air tersedia pada berbagai lahan memiliki nilai yang berbeda (Gambar 14). Nilai air tersedia paling tinggi terdapat pada lahan TP sedangkan nilai air tersedia paling rendah terdapat pada lahan SB (Gambar 14).
Gambar 14 Grafik air tersedia pada penutupan lahan
pertanian (TP), semak
belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). c. Porositas Porositas atau ruang pori tanah yaitu bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara. Sedangkan ruang pori total terdiri dari atas ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat–agregat tanah (Soepardi,1983). Porositas diareal.
Pada Gambar 15 terlihat bahwa setiap penutupan lahan
memiliki tingkat porositas yang berbeda. Nilai persentase tingkat porositas tanah yang paling tinggi terdapat pada lahan dengan penutupan lahan SB (72,53 %). Sedangkan nilai persentase porositas tanah paling rendah terdapat pada lahan
dengan tutupan lahan TC (67,32%). Untuk lahan dengan tutupan lahan JM dan TP memiliki nilai persentase porositas 68,85% dan 70,77% (Gambar 15).
Gambar 15 Porositas tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). d. Kadar Air Kadar air tanah adalah keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan jarah tanah (adesi) yang sesama massa air (kohesi). Dapat dilihat dari Gambar 16
bahwa kadar air terbesar terdapat pada lahan
dengan penutupan lahan SB dan lahan TC yaitu masing-masing sebesar 57,79 % dan 57,74%. Kadar air tanah paling rendah terdapat pada lahan TP (50,48%) serta kadar air pada lahan JM yaitu sebesar 52,93%. Kadar air merupakan air yang dikandung oleh tanah dan bersifat temporal.
Gambar 16 Grafik kadar air pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). e. Tekstur Tekstur tanah adalah perbandingan nisbah aneka kelompok ukuran jarah/pisahan tanah yang menyusun massa tanah suatu bagian tanah. Tubuh tanah yang telah berkembang memperlihatkan perbedaan tekstur antar horizon penyusunnya dan perbedaan tersebut dinyatakan dalam batasan kelas tekstur tanah.
Gambar 17 Tekstur tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Gambar 17 menunjukkan bahwa kandungan liat di penutupan lahan JM paling tinggi (66,27 %), sedangkan yang paling rendah di penutupan lahan SB. Kandungan debu di penutupan lahan TC paling tinggi (34,42%) dan paling rendah adalah pada penutupan lahan TP (21,81%). Kandungan pasir tertinggi terdapat di
penutupan lahan TP (15,39%) dan paling rendah di penutupan lahan SB yaitu sebesar 7,18%. Tanah yang mengandung banyak liat bertekstur halus dan berat. Berdasarkan soil taxonomy, USDA (Soil Survey Staff, 1990), kelas tekstur pada lahan penelitian adalah liat dan lempung berliat. 2. Sifat Kimia Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan contoh tanah komposit.
Hasil analisis sifat
kimia pada sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perubahan nilai sifat kimia tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM) Sifat Kimia pH (H2O) pH (KCl) C-Organik (%) N Total (%) P Bray-1 (ppm) K (Me/100gr) KTK (Me/100gr) Al (me/100g) H (me/100g) Fe (ppm) Mn (ppm) NO3 (ppm) EC (hs/cm)
TP 4,55 3,7 3,26 0,27 5,3 0,29 12,98 1,66 0,41 4,89 16,92 516,54 307,1
SB 4,65 3,7 2,75 0,22 6,3 0,25 15,78 0,95 0,27 2,99 30,85 562,39 508,25
TC 4,5 3,55 3,48 0,27 5,3 0,33 14,72 1,41 0,33 3,34 18,64 749,82 419,95
JM 4,6 3,6 2,87 0,23 4,8 0,26 14,82 1,56 0,37 1,92 30,32 570,09 288,15
a. Kemasaman tanah (pH) Kemasaman tanah adalah besarnya kandungan ion H+ yang terdapat didalam tanah. Reaksi tanah yang masam disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci.
Disamping itu hasil
dekomposisi mineral aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium. Ion tersebut dapat diserap oleh koloid tanah, dan bila dihidrolosis akan menyumbangkan ion H+, akibatnya tanah menjadi masam. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pelapukan bahan organik yang menghasilkan asam organik dan anorganik juga menyumbangkan reaksi asam (Nyakpa et al. 1988).
Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai kemasaman tanah pada lokasi penelitian terlihat relatif seragam, yang dapat digolongkan pada kriteria tanah yang sangat masam (pH 4,5- 5,0)(Gambar 18).
Gambar 18 Nilai kemasaman tanah (pH) pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Tingkat
kemasaman
tanah
mempengaruhi
kelarutan
hara
tanah.
Peningkatan pH pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara-hara makro dan mengurangi kelarutan unsur Al dan Mn (Hue dalam Whalen et al. 2000). Menurut Soepardi (1983), apabila pH berkurang maka jumlah Fe dan Mn menjadi larut dalam jumlah yang begitu banyak.
b. C-organik Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa C-organik pada setiap penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda. Nilai C-organik yang dianalisis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai C-organik pada lahan SB memili nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan yang lainnya (3,48) serta nilai C-organik paling rendah terdapat pada lahan TP (2,75). Sedangkan nilai C-organik pada lahan penutupan JM dan lahan TC yaitu 2,87 dan 3,26 (Gambar 19).
Gambar 19 C-organik pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Kandungan C-organik pada penutupan lahan TC (3,26%) dan SB (3,48%) termasuk tinggi, hal ini disebabkan karena pada bulan lembab kondisi lingkungan seperti optimumnya nilai pH menyebabkan mikroorganisme dapat bekerja dengan optimum dan berkembang dengan pesat. Menurut Soepardi (1983), bahwa awal peningkatan jumlah jasad maka bahan organik akan mengalami pelapukan. Kandungan C-organik pada penutupan lahan TP (2,75%) dan JM (2,87) tergolong sedang, tetapi pada dasarnya kandungan C-organik mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kondisi lahan sebelum direvegetasi dimana kandungan Corganik hanya sebesar 1,75 % (Tabel 4). c. N-total Suplai N di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah. Rendahnya N tersedia dalam tanah menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan tanah, sehingga merupakan faktor pembatas baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari hasil produksi tanaman (Soepardi, 1982). Hasil analisis terhadap kandungan N-total dilokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 20. Nilai N-total dengan berbagai penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda, namun perbedaan N-total tersebut tidak signifikan satu sama lainnya (p > 0,05). Nilai N-total tertinggi sebesar 0,27% terdapat pada lahan dengan penutupan lahan SB.
Gambar 20 N-total tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
d. P Bray Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa kandungan fosfor dalam tanah berbeda. Perbedaan nilai tersebut terdapat pada berbagai lahan dengan penutupan lahan. Kandungan fosfor tertinggi terdapat pada penutupan lahan TP (6,3 ppm) sedangkan kandungan fosfor terendah terdapat pada penutupan lahan JM (4,8 ppm). Pada penutupan lahan TC dan SB memiliki kandungan fosfor hampir sama (5,35 ppm dan 5,3 ppm) (Gambar 21).
Gambar 21 Kandungan fosfor pada penutupan lahan
pertanian (TP), semak
belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
e. Kalium Berdasarkan hasil analisis, kandungan K pada lokasi penelitian tergolong rendah untuk semua jenis penutupan lahan. Menurut Kasno et al. (2004), total K di dalam tanah di daerah tropika tergolong rendah. Hal ini disebabkan kadar K secara alamiah rendah, pelapukan yang cepat dan pencucian basa-basa yang tinggi. Hasil analisis kandungan Kalium dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Kandungan kalium pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Berdasarkan hasil analisis kandungan kalium tertinggi terdapat pada penutupan lahan SB (0,33) dan kandungan terendah terdapat pada penutupan lahan TP dan JM (0,26) f. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah–tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau kadar liat rendah.
Gambar 23 Kapasitas tukar kation (KTK) pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Nilai KTK terbesar dimiliki oleh penutupan lahan TP (15,78 me/100g) dan terendah pada penutupan lahan TC. Nilai KTK untuk semua penutupan lahan tergolong rendah. Gambar 23 menunjukkan penutupan lahan TP mempunyai nilai KTK tertinggi (15,78 me/100g), hal ini disebabkan karena adanya pemberian bahan organik berupa kompos untuk memupuk TP. Menurut Soepardi (1983) bahan organik sangat mempengaruhi besarnya KTK dan sumber energi bagi jasad mikro.
Gao dan Chang dalam whalen et al. (2000), menyatakan bahwa
pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan KTK tanah. g.
Nitrat (NO3)
Berdasarkan hasil analisis, kandungan NO3- pada berbagai penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda (Gambar 24). Nilai NO3- tertinggi terdapat pada lahan SB (749,82 ppm) sedangkan nilai NO3- paling rendah terdapat pada lahan TC, lahan TP dan lahan JM (516,54 ppm, 562,39 ppm dan 570,09 ppm)
Gambar 24. Nitrat (NO3-) pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). h. Kandungan Al dan H Unsur Al dan H merupakan agen-agen penyebab kemasaman tanah, unsur ini termasuk kedalam unsur mikro. Menurut Hakim et al. (1986) keadaan tanah dimana unsur mikro menjadi problema dan dapat membatasi pertumbuhan tanaman adalah 1) tanah pasir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian berat, 2) tanah berkadar bahan organik tinggi, 3) tanah ber-pH tinggi, 4) berdrainase buruk dan terus menerus tergenang dan 5) tanah yang terus menerus ditanamai dan dipupuk berat.
Gambar 25. Kandungan Al dan H pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
Berdasarkan hasil analisis, kandungan Al dan H di lokasi penelitian memiliki kadar yang rendah. Hasil analisis kandungan Al dan H dapat dilihat pada Gambar 25. Berdasarkan hasil analisis, kandungan Al tertinggi terdapat pada penutupan lahan TC (1,66) dan terendah terdapat pada penutupan lahan TP. Sedangkan kandungan H tertinggi terdapat pada penutupan lahan TC (0,41) dan terendah terdapat pada penuupan lahan TP (0,27). i. Kandungan Fe dan Mn Kandungan Fe berdasarkan hasil analisis pada lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang, tetapi kandungan Mn tergolong sangat tinggi. Kandungan Fe tertinggi terdapat pada penutupan lahan TP dan terendah terdapat pada penutupan lahan JM. Kandungan Mn tertinggi terdapat pada penutupan lahan TP (30,85 ppm) dan terendah terdapat pada penutupan lahan TC (16,92 ppm). Ketersediaan dan mobilitas Mn dipengaruhi oleh (1) keseimbangan kadar unsur logam berat (Cu, Fe dan Zn), (2) pH dan karbonat, (3) kelebihan air dan aerasi yang buruk, (4) bahan organik, (5) ketersediaan unsur lain, (6) efek iklim dan musim dan (7) mokroorganisme Tanah (Tisdale et al., 1985). Hasil analisis kandungan Fe dan Mn dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Kandungan Fe dan Mn pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
3. Sifat Biologi Analisis sifat biologi menggunakan contoh tanah komposit dilakukan di laboratorium. Hasil analisis sifat biologi tanah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perubahan nilai sifat biologi tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan JatiMengkudu (JM). Sifat Biologi
TP
SB
TC
JM
376,89
427,91
529,76
393
Bahan Organik (%)
4,74
5,99
5,62
4,94
Total Respirasi CO2 mg/gr
7,29
7,71
7,71
8,23
Tebal serasah (mm)
6,7*
19,3
60
43,3
C mic (ppm)
Ket *) : tebal mulsa organik a.
Biomasa Karbon Mikroorganisme (Cmic)
Mikroorganisme tanah dan fungi merupakan komponen biotik dalam tanah yang memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengurai bahan organik. Ekosistem tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menangkap sejumlah energi matahari sehingga sangat bergantung kepada zat–zat yang kaya energi yang dibawa dari luar seperti sisa tanaman dan hewan (Tejda dan Yadi,1987).
Gambar 27 Cmic pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa Cmic pada berbagai penutupan lahan mempunyai nilai yang berbeda.
Pada lahan dengan penutupan lahan TC
mempunyai nilai Cmic yang paling tinggi (529,76) sedangkan nilai Cmic paling rendah terdapat pada lahan TP (376,89). Untuk lahan dengan penutupan SB dan lahan dengan penutupan lahan JM memiliki kandungan Cmic berbeda (427,92 dan 393,45) (Gambar 27). b. Bahan Organik Bahan organik (BO) merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Gambar 28 Bahan organik pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Gambar 28 menunjukkan kandungan BO tertinggi terdapat pada penutupan lahan SB (5,99%) dan kandungan BO terendah terjadi pada penutupan lahan TP (4,74%). Hal ini terjadi karena penutupan lahan TP diberi pupuk oleh KTM, dimana hasil analisis laboratorium menunjukkan kompos yang masih mentah karena nisbah C/N tinggi (44,4) (Tabel 11)
Tabel 11 Hasil analisa pupuk kompos kandungan Sampel Pupuk Kompos
C % 38,2
N % 0,86
P % 0,34
C/N 44,4
Ca % 0,44
Mg % 0,18
K % 0,63
c. Respirasi Tanah Respirasi mikroorganime tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Kegiatan metabolis mikroorganime tanah ditandai oleh taksiran–taksiran pengambilan O2 dan CO2 yang dihasilkan.
Laju respirasi tanah dilokasi
penelitian paling tinggi terdapat pada lahan dengan penutupan SB dan lahan TC. Perbedaan laju respirasi pada berbagai penutupan vegetasi (Gambar 29).
Gambar 29 Laju respirasi tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). 4. Vegetasi Hasil pengamatan analisis vegetasi menunjukkan penutupan lahan masih berupa tingkat pancang pada lokasi penelitian, baik di areal JM maupun pada lahan TC (Tabel 12) Pada Tabel 12 terlihat bahwa vegetasi tingkat pancang pada penutupan lahan JM didominasi oleh Tectona grandis yang memiliki KR (97,4%), FR (50%), DR (98,46%) dan INP (245,8%), sedangkan Morinda kitrifolia memiliki KR (2,6%), FR (50%), DR (1,54%) dan INP (54,2%). Pada penutupan lahan TC
hasil analisis vegetasi menunjukkan Tectona grandis masih mendominasi areal dengan nilai
KR (27,6%), FR (21,5%), DR (30,26%)
dan INP (79,2%),
sedangkan vegetasi yang paling sedikit adalah kisere yang memiliki nilai KR (1,7%), FR (7,1%), DR (0,62%) dan INP (9,5%). Tabel 12 Analisis vegetasi tingkat pancang pada lokasi penelitian Jati-menkudu Nama
F
Tectona Grandis
FR
K
1 1 2
50 50 100
Nama
F
Tectona Grandis Morinda citrifolia, Linn. Coffea Robusta Swietenia mahagoni Jacq. Piper aduncum Schima walichii Macaranga gigantea
1 0,66 0,66
FR 21,5 14,3 14,3
1 0,33 0,33 0,66 4,64
21,4 7,1 7,1 14,3 100
Morinda citrifolia, Linn.
Total
740 20 760
KR 97,4 2,6 100
D 24,15 24,53 48,68
DR 98,46 1,54 100
INP 245,8 54,2 300
KR 27,6 25,9 10,3
D
160 150 60
0,3 0,29 0,06
DR 30,26 29,89 6,62
INP 79,2 70,0 31,3
150 10 10 40 580
25,9 1,7 1,7 6,9 100
0,25 0,006 0,01 0,05 0,966
25,89 0,62 1,00 5,72 100
73,2 9,5 9,9 26,9 300
Tanaman Campuran
Total
K
Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13, Nilai Frekuensi Relatif (FR) memperlihatkan berapa petak ditemukannya suatu jenis tumbuhan dari seluruh petak pengamatan. Nilai FR yang tinggi memperlihatkan distribusi penyebaran jenis tumbuhan tertentu yang juga tinggi. Nilai Kerapatan Relatif (KR) adalah jumlah kerapatan suatu jenis tumbuhan di suatu areal.
Apabila nilai KR tinggi berarti tumbuhan tersebut
mendominasi petak pengamatan, maka persaingan antar spesies dalam hal perebutan air, hara, cahaya, makanan dan ruang tumbuh juga tinggi. Tabel 13. Analisis vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian Jati-menkudu Nama Ageratum conyzoides Alternanthera sessilis Axonopus compressus Bidens pilosa Commelina benghalensis Crassocephalum crepidioides Nama Croton hirtus
Jumlah 33 7 105 23 18 2 Jumlah 3
K
KR 33 7 105 23 18 2
K
F
6,27 1,33 19,96 4,37 3,42 0,38 KR
3
FR 0,67 0,33 0,33 0,67 0,33 0,67
F 0,57
6,67 3,33 3,33 6,67 3,33 6,67 FR
0,33
3,33
INP 12,94 4,66 23,30 11,04 6,76 7,05 INP 3,90
Cyanotis axillaris Cyperus brevifolius Cyperus rotundus Cyrtococcum accrescens Cyrtococcum oxyphyllum elephantopus scaber Elephantopus tomentosus Gaultheria puntata Imperata cilindrica Micania micranta Oxalis barrelieri Phyllanthus amarus Polygala glamerata Richardia brasiliensis Sida rhombifolia Soncus arvensis Uraria lagopodiodes Total
11 1 18 178 6 5 17 9 19 10 5 1 10 22 8 2 13 526
11 1 18 178 6 5 17 9 19 10 5 1 10 22 8 2 13 526
2,09 0,19 3,42 33,84 1,14 0,95 3,23 1,71 3,61 1,90 0,95 0,19 1,90 4,18 1,52 0,38 2,47 100,00
0,33 0,33 0,67 0,67 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,67 0,33 0,33 0,33 0,33 10,00
3,33 3,33 6,67 6,67 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 6,67 3,33 3,33 3,33 3,33 100
5,42 3,52 10,09 40,51 4,47 4,28 6,57 5,04 6,95 5,23 4,28 3,52 8,57 7,52 4,85 3,71 5,80 200,00
Semak Belukar Nama Ageratum conyzoides Axonopus compressus Bidens pilosa Borreria latifolia Commelia diffusa Commelina benghalensis Commelina communis Nama Croton hirtus Cyperus rotundus Cyrtococcum accrescens Imperata cilindrica Lamtana camara Melastoma malabatricum Micania micranta Mimosa pigra Mundannia spirata Panicum sarmentosum Polygala glamerata Scoparia duicis Nama Sida rhombifolia Soncus arvensis Sporobolus indicus Uraria lagopodiodes Total
Jumlah 57 61 1 7 115 8 11 Jumlah 2 24 5 252 1 2 2 3 2 9 34 3 Jumlah 7 3 8 3 620
K
Jumlah
K
KR 57 61 1 7 115 8 11
K 2 24 5 252 1 2 2 3 2 9 34 3 K 7 3 8 3 620
9.19 9.84 0.16 1.13 18.55 1.29 1.77 KR 0.32 3.87 0.81 40.65 0.16 0.32 0.32 0.48 0.32 1.45 5.48 0.48 KR 1.13 0.48 1.29 0.48 100.00
F
FR
6.45 3.23 3.23 3.23 100.00
INP 18.87 16.29 3.39 4.35 21.77 7.74 5.00 INP 3.55 7.10 4.03 47.10 3.39 3.55 3.55 3.71 3.55 4.68 15.16 3.71 INP 7.58 3.71 4.52 3.71 200.00
FR
INP
1 0.67 0.33 0.33 0.33 0.67 0.33 F
9.68 6.45 3.23 3.23 3.23 6.45 3.23 FR
0.33 0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 1.00 0.33 F
3.23 3.23 3.23 6.45 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 9.68 3.23 FR
0.67 0.33 0.33 0.33 10.33
Campuran Nama
KR
F
Axonopus compressus Euphorbia hetetophylla Hedyotis coryinbosa Melastoma malabatricum Micania micranta Diplaziu ploriferumTHOOARS Polystichum setiferum Selaginella doederlinii Uggodium flexuosum Total
21 4 59 1 3
21 4 59 1 3
12.28 2.34 34.50 0.58 1.75
0.67 0.33 0.33 0.33 0.33
20 10 10 10 10
32.28 12.34 44.50 10.58 11.75
2 8
2 8
1.17 4.68
0.33 0.33
10 10
11.17 14.68
8 65 171
8 65 171
4.68 38.01 100.00
0.33 0.33 3.33
10 10 100
14.68 48.01 200.00
30 1 26 7 11 1 1 20 1 1 1 2 102
KR 29.41 0.98 25.49 6.86 10.78 0.98 0.98 19.61 0.98 0.98 0.98 1.96 100.00
1.00 0.33 1.00 0.33 0.33 0.33 0.33 1.00 0.33 0.33 0.33 0.67 6.33
FR 15.79 5.26 15.79 5.26 5.26 5.26 5.26 15.79 5.26 5.26 5.26 10.53 100.00
INP 45.20 6.24 41.28 12.13 16.05 6.24 6.24 35.40 6.24 6.24 6.24 12.49 200.00
Pertanian Nama Ageratum conyzoides Amatanthus sp. Axonopus compressus Caysin Kacang buncis Micania micranta Pokcoi Polygala glamerata Portulaca olerareae Soncus arvensis Themeda villosa Uraria lagopodiodes Total
Jumlah 30 1 26 7 11 1 1 20 1 1 1 2 102
K
F
Pada penutupan lahan JM, nilai KR berkisar antara 0,19% - 33,84% untuk penutupan SB 0,16% - 40,65 %, untuk penutupan lahan TC 0,58% - 38,01% dan untuk TP 0,98% - 29,41%. Sedangkan untuk FR 3,33% - 6,67% untuk penutupan JM, 3,23%-9,68% untuk SB, 10% - 20% untuk penutupan TC dan 5,26% 15,79% untuk panutupan TP. Nilai INP pada penutupan lahan JM paling tinggi adalah Cyrtococcum accrescens (40,51%) dan Phyllanthus amarus dengan INP terendah (3,52%), pada penutupan lahan SB yang memiliki INP tertinggi adalah Imperata cilindrica (47,10%) dan Lamtana camara memiliki INP terendah (3,39%), pada penutupan lahan TC yang memiliki INP tertinggi adalah Uggodium flexuosum (47,01%) dan Melastoma malabatricum memiliki INP terendah (10,58%) dan
pada penutupan lahan TP yang memiliki INP tertinggi adalah Ageratum
conyzoides (45,20%). Jenis tumbuhan bawah pada keempat jenis penutupan lahan di lokasi penelitian merupakan jenis rumput-rumputan dan leguminosae. Menurut Mcllroy (1976), rumput memmainkan peranan penting dalam suksesi sekunder setelah
lahan untuk budidaya ditinggalkan. Rumput yang berumur pendek merupakan pioner dalam suksesi primer dan sekunder. 5.1.3. Kualitas Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan 1. Kualitas tanah Berdasarkan data indikator kualitas tanah yang meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah dengan membandingkan data indikator kualitas tanah pada saat sebelum revegetasi dengan indikator setelah revegetasi, maka terlihat adanya peningkatan kualitas tanah. Beberapa sifat fisika dan kimia tanah setelah dilakukan revegetasi mengalami perubahan baik naik maupun turun. Nilai kemasaman tanah (pH) mengalami kenaikan sebesar 0,25 % sehingga dari kondisi sangat masam menjadi kondisi asam, C-organik mengalami kenaikan (1,34%) dari harkat rendah menjadi harkat tinggi, N-total juga mengalai kenaikan (0,07%) dari harkat rendah menjadi harkat sedang. Kadar air mengalami kenaikan sebesar 16,78%, tekstur tanah berubah dari tekstur lempung menjadi tekstur liat, dimana terjadi penurunan kandungan pasir (12,65%), penurunan debu (19,84%) dan peningkatan kandungan liat sebesar 33,66 % (Tabel 14). Tabel 14
Rataan sifat fisika dan kimia tanah sebelum dan setelah revegetasi di lokasi penelitian
Penutupan Lahan Sebelum revegetasi* Setelah revegetasi** Perubahan (%)
pH H20 4,32 SM 4,58 M 0,26
C-Org % 1,75 R 3,09 T 1,34
N-Tot % 0,17 R 0,24 S 0,07
Kadar air % 37,95 54,73 16,78
Tekstur (%) Pasir 22,7
Debu Liat 48,3 29,05 lempung 10,14 28,46 62,71 liat -12,56 -19,84 33,66
Ket : tanda negatif (-) menunjukkan penurunan, *) data analisa tanah oleh KTM , **) rataan data hasil analisa tanah dari 4 penutupan lahan oleh peneliti, R (Rendah), S (sedang), T (Tinggi), S (sangat tinggi), M (masam), SM (sangat masam)
Perbandingan kualitas tanah menggunakan perbandingan nilai tengah (uji T) data sebelum revegetasi dan setelah revegetasi menunjukkan tidak adanya perbedaan kualitas tanah (P > 0,05).
2.
Indeks Kualitas Tanah
Berdasarkan penghitungan indeks kualitas tanah dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah maka diperoleh nilai rataan indeks kualitas tanah seperti yang terangkum di Tabel 15. Dari keempat penutupan lahan yang diteliti, maka didapatkan data peringkat kualitas tanah yang paling tinggi ke yang paling rendah. Tabel 15 Rataan indeks kualitas tanah dan peringkat kualitas tanah pada empat tipe penutupan lahan di lokasi penelitian Penutupan Lahan
Indikator kualitas Tanah
Peringkat
0,2156 0,2144 0,2112 0,1835
1 2 3 4
SB TC JM TP
Berdasarkan berdasarkan indeks kualitas tanah diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas tanah pada semua penutupan lahan (p > 0,05).
Hasil
pemeringkatan terhadap indeks tersebut maka peringkat kualitas lahan paling tinggi ke paling rendah adalah penutupan lahan SB > TC > JM > TP.
5.2. Pembahasan 5.2.1. Kondisi Lingkungan 1. Suhu dan Kelembaban Udara Kondisi lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan dimana tanaman atau vegetasi tersebut tumbuh.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran terhadap
variabel kondisi lingkungan atau tempat tumbuh menunjukan suhu dan kelembaban udara yang lebih baik dan hal ini disebabkan karena pada penutupan lahan TC sudah terbentuk tajuk pepohonan yang rimbun. Pepohonan yang membentuk tajuk hutan akan menentukan iklim di dekat permukaan tanah dan juga di bawah tajuk yang kemudian disebut dengan iklim mikro. Hal ini disebabkan adanya pepohonan dalam hutan yang berfungsi sebagai penyaring sinar matahari dan angin untuk membentuk kehidupan di hutan. Pada hutan yang tajuknya rapat, hanya tunas-tunas pepohonan besar serta tumbuhtumbuhan merambat tertentu yang tahan terhadap keteduhan, dan rumput-rumput
sajalah yang mampu hidup di lantai hutan. Bentukan tumbuh-tumbuhan di lantai hutan membawa pengaruh yang unik terhadap iklim mikro. Tumbuh-tumbuhan yang tajuknya rapat akan saling menaungi dan mempengaruhi iklim mikro daerah yang ditumbuhinya, karena tumbuhan ini mampu mengurangi radiasi sinar matahari yang mencapai tanah. Akibatnya temperatur yang ada di bawah pohon beberapa derajat lebih rendah dari penutupan SB (Kusmana et al. 2004). 2. Suhu dan Kelembaban Tanah Suhu tanah adalah kapasitas tubuh tanah menyekap panas dari radiasi sinar matahari yang memasuki sistem itu, panas bumi, dan reaksi-reaksi eksodermis yang berlangsung didalamnya. Kemampuan tubuh tanah menyekap dan melepaskan radiasi sinar matahari yang diterimanya dikendalikan antara lain oleh panas jenis, kelengasan, warna dan jeluk tanah. Suhu tanah terkait erat dengan suhu atmosfir tetapi gejolaknya tidak selalu mengikuti gejolak suhu atmosfir. Faktor penting pengendali gejolak ini adalah tindakan pengolahan tanah. Tanah lembab bereaksi lebih lambat daripada tanah kering berpengatusan baik terhadap radiasi sinar matahari. Pengamatan pada lokasi penelitian terlihat bahwa tanah dengan penutupan lahan SB mempunyai suhu tanah lebih tinggi dari pada penutupan lahan yang lainnya ( 26,50C) dan tanah yang memiliki suhu paling rendah yaitu pada penutupan lahan TC (20,70C). Hal ini berhubungan dengan suhu lingkungan dimana suhu pada penutupan lahan SB lebih tinggi jika dibanding dengan penutupan lahan lainnya. 3. Laju Infiltrasi laju infiltrasi diukur untuk mengetahui seberapa cepat air dapat masuk ke dalam tanah. Laju infiltrasi tertinggi adalah pada penutupan lahan TP sebesar 475,5 mm/jam (sangat cepat), kemudian penutupan lahan JM 117 mm/jam (cepat) diikuti oleh penutupan lahan campuran, yaitu sebesar 80 mm/jam, dan yang paling rendah adalah lahan penutupan lahan semak belukar sebesar 17,65 mm/jam (sedang lambat). Tingginya laju infiltrasi lahan pertanian lebih disebabkan karena adanya pengolahan tanah dan tekstur tanah yang banyak mengandung pasir. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa tanah bertekstur pasir berlempung memiliki kandungan
pasir 70-90%, debu <30%, dan liat <15%, sedangkan tanah bertekstur lempung berpasir memiliki kandungan pasir antara 40-87,5%, debu <50%, liat <20%. Tanah yang banyak mengandung pasir memiliki sifat yang mudah dilalui air karena memilki lebih banyak pori makro daripada pori mikro, akan tetapi memiliki kemampuan menahan air yang rendah (Engle et al. 2008). Rehabilitasi lahan dengan penanaman pepohonan dan penggunaan pupuk organik menghasilkan lebih banyak serasah sehingga meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Trautmann et al. (1985) menyebutkan bahwa bahan organik akan menjadi humus yang sangat penting untuk menahan air di zona perakaran. Pada tanah berpasir humus sangat penting untuk menahan air di zona perakaran, sedangkan untuk tanah liat sangat baik untuk memperbesar ukuran pori tanah sehingga permeabilitasnya meningkat. Menurut Engle et al. (1993) bahan organik juga penting dalam pembentukan struktur dengan membantu mengikat partikel tanah ke dalam agregat. Struktur penting karena meningkatkan jumlah pori besar pada tanah. Lee (1980) menyatakan bahwa kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah. Lahan yang bervegetasi pada umumnya lebih menyerap air karena serasah permukaan mengurangi pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikro-organisme serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan memantapkan struktur tanah. Vegetasi juga menghabiskan kandungan air tanah hingga jeluk-jeluk yang lebih besar, meningkatkan peluang penyimpanan air dan menyebabkan laju infiltrasi yang lebih tinggi (Lee, 1980). Menurut Trisaptono (1992) vegetasi dapat mengubah kondisi sifat fisik tanah, yang membuatnya lebih cocok dengan bagi kehidupan jasad mikroba dan fauna tanah sehingga bersama-sama bahan organik memungkinnya terjaminnya kehidupan mikro fauna dalam tanah. Aktivitas tersebut dapat menambah pori-pori dalam tanah, sehingga peresapan air ke dalam tanah meningkat dan akibatnya aliran permukaan juga berkurang dan erosi menurun. Vegetasi akan memelihara bahan organik dalam tanah dan bersama-sama dengan akar-akarnya akan memperbaiki porositas tanah, sehingga ketika turun hujan kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah dapat dipertahanan pada tingkat yang tinggi.
Pembuatan terasering menyebabkan air hujan tertahan lebih lama di permukaan tanah yang datar sehingga jumlah air yang terserap ke dalam tanah lebih banyak. Arsyad (2000) menyebutkan bahwa pembuatan terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. 4. Erosi Upaya konservasi tanah dan air pada prinsipnya dilakukan dengan cara meredam energi hujan, meredam daya gerus aliran permukaan, mengurangi kuantitas aliran permukaan, memperlambat laju aliran permukaan, memperbaiki sifat-sifat tanah yang peka erosi, dan mencegah longsor. Teknik-teknik pengendalian erosi yang sudah dikenal merupakan gabungan beberapa upaya tersebut yang dibiasa di sebut teknik vegemekanik. Erosi yang terjadi pada semua penutupan lahan dari tahun awal sampai tahun 2007 semakin menurun di tiap tahunnya. Hal ini terjadi karena vegetasi yang tumbuh akan menghasilkan serasah yang bisa menjadi mulsa, sehingga memberikan perlindungan kepada tanah dari pukulan air hujan.
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa pengendalian erosi dengan revegetasi atau disebut cara vegetatif sangat efektif dalam mengurangi erosi. Penelitian Suwardjo et al. (1989) pada tanah Tropudult di Pekalongan (lampung) dan Haplortox di Citayam (Bogor) menunjukkan bahwa penggunaan mulsa yang dikombinasikan dengan olah tanah minimum sangat efektif dalam mengurangi erosi. Penelitian lainnya di tanah Haplortox Citayam menunjukkan bahwa teknik pertanaman lorong dengan menggunakan F. congesta dan vetiver nyata mengurangi erosi (Dariah et al. 1988). Menurut Arsyad (2000)
pengendalian erosi menggunakan tanaman
(vegetasi) untuk mengurangi energi pukulan air hujan dan menghambat aliran permukaan sehingga erosi dapat ditekan. Termasuk cara ini antara lain adalah : strip rumput, penggunaan mulsa, tanaman penutup tanah (cover crop), olah tanah konservasi, dan pertanaman lorong. Cara strip rumput adalah penanaman rumput di dalam strip searah kontur yang bertujuan untuk menghambat laju aliran permukaan. Teknik mulsa adalah penggunaan sisa-sisa tanaman hasil panen yang
disebar di permukaan tanah. Demikian pula teknik tanaman penutup tanah bertujuan untuk melindungi tanah dari pukulan air hujan dengan menggunakan cover crop dari famili legum. Olah tanah konservasi dengan cara minimum tillage atau zero tillage bertujuan untuk mengurangi kerusakan struktur tanah akibat pengolahan, dan
biasanya dipadukan dengan penggunaan mulsa. Sedangkan
pertanaman lorong adalah teknik pengendalian erosi dengan mengandalkan sumber bahan organik yang ditanam di pagar. Bahan organik tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik dan mulsa. 5.2.2. Kualitas Tanah 1. Sifat Fisik Tanah Kondisi tanah sebelum revegetasi merupakan tanah yang terdegradasi sehingga kualitasnya rendah. Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara (Lal, 1986). Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya degradasi tanah, yaitu: 1) degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat, 2) degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur lainnya, dan 3) degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah (Lal, 1995). Degradasi tanah pada lahan alang-alang di Lampung Tengah dengan curah hujan tahunan > 2.300 mm th-1 disebabkan karena pencucian intensif akibat kanopi alang-alang tidak mampu menahan pukulan energi hujan. Tanah lahan alangalang terjadi pemiskinan kesuburan tanah karena pencucian dan juga komposisi alang-alang yang didominasi Si (2,66%) dan hara mikro Mn (97,8 ppm), Zn (9,0 ppm) dan Cu (6,3 ppm), sedangkan kandungan N, P, K sangat rendah. Kejenuhan Al dan Aldd lebih tinggi pada lapisan atas (0-10 cm) dibandingkan lapisan bawah (10-20 cm). Selain itu pada sifat fisik kerapatan isi antara lapisan atas dan bawah sama sebesar 1,34 mg m-3.
Lokasi penelitian merupakan penutupan lahan campuran, tanaman jatimengkudu, tanaman pertanian dan semak belukar. Sifat fisik tanah adalah sifat – sifat tanah berupa kerapatan limbak (bulk density), air tersedia, porositas dan kadar air tanah. Bulk density adalah nisbah berat tanah teragregasi terhadap volumenya. Kepadatan tanah mengendalikan kesarangan tanah dan kapasitas sekap air. Bobot isi tanah merupakan petunjuk tidak langsung aras kepadatan tanahnya, udara dan air dan perobosan akar tumbuhan kedalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver., et al 1978). Besaran bobot isi tanah mempunyai kepentingan pedologik, misalnya sebagai ciri pembeda imbuhan horizon-horison yang banyak mengandung bahan organik atau lempung dan kepentingan edapologik, misalnya sebagi acuan kemudahan akar tumbuhan menerobos tubuh tanah. Air tersedia adalah kandungan air yang tersekap oleh sistem tanah setelah air kakas berat yang berlebihan mengatus dan setelah laju gerakan air ke bawah berkurang banyak. Besaran air tersedia atau kapasitas lapang pada berbagi tanah akan setara besaran kesetaraan lengas.
Tanaman umumnya hanya mampu
memanfaatkan air yang berada pada kisaran kapasitas lapang dan porsentase layu permanen (pF 2,7-4,2). Tanaman akan layu jika kandungan air sistem tanah pentukungnya telah mencapai pF lebih kurang 4,2. Sistem tanah pada kapasitas lapang mempunyai sejumlah air yang tersekap pada pipa pori kapiler, dan merupakan lapisan sinambung yang mengelilingi jarah-jarah tanah. Porositas atau ruang pori tanah yaitu bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara. Sedangkan ruang pori total terdiri dari atas ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat – agregat tanah (Soepardi, 1983). Kadar air tanah adalah keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan jarah tanah (adesi) yang sesama massa air (kohesi). Hasil penelitian menunjukkan kadar air terbesar terdapat pada lahan dengan penutupan lahan TP karena lahan ini berupa pertanian intensif yang disiram setiap hari. Tekstur tanah adalah perbandingan nisbah aneka kelompok ukuran jarah/pisahan tanah yang menyusun massa tanah suatu bagian tanah. Tubuh tanah
yang telah berkembang memperlihatkan perbedaan tekstur antar horizon penyusunnya dan perbedaan tersebut dinyatakan dalam batasan kelas tekstur tanah. Pemerian kelas tekstur suatu bagian tubuh tanah di lapangan dilakukan dengan metode uji rasa rabaan. Penetapan kelas tekstur tanah berdasarkan hasil pemerian sensasi-sensasi seperti rasa kasar-halus, licin, lekat-tidak lekat, bisa atau tidak bisa dibentuk bola atau pita, mudah pecah atau tidak yang dapat dirasakan oleh rabaan jari-jari tangan sebagai akibat perilaku pisahan-pisahan tanah. Tanah yang mengandung banyak liat bertekstur halus dan berat.
Berdasarkan soil
taxonomy, USDA (Soil Survey Staff, 1990), kelas tekstur pada lahan penelitian adalah liat dan lempung berliat. 2. Sifat Kimia Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium yang menghasilkan data kemasaman tanah (pH) dan unsur-unsur hara seperti berikut : Kemasaman tanah adalah besarnya kandungan ion H+ yang terdapat didalam tanah. Reaksi tanah yang masam disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci.
Disamping itu hasil
dekomposisi mineral aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium. Ion tersebut dapat diserap oleh koloid tanah, dan bila dihidrolosis akan menyumbangkan ion H+, akibatnya tanah menjadi masam. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pelapukan bahan organik yang menghasilkan asam organik dan anorganik juga menyumbangkan reaksi asam (Nyakpa et al. 1988). Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai kemasaman tanah pada lokasi penelitian terlihat relatif seragam, yang dapat digolongkan pada kriteria tanah yang sangat masam (pH 4,5- 5,0). Tanah yang bersifat asam berada pada daerah temperate sampai tropika mempunyai horizon argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Sifat fisik tanah asam yaitu solum tanah kedalamannya sedang, warna tanah merah sampai kunning, tekstur halus, konsistensi teguh, permeabilitas lambat.
Karakteristik kimianya yaitu kandungan bahan organic
rendah sampai sedang, kejenuhan basa kurang 35%, KTK kurang dari 25 me/100g liat, nutrisi rendah dan kemasaman kurang dari 5,5 (Munir, 1996).
Tingkat
kemasaman
tanah
mempengaruhi
kelarutan
hara
tanah.
Peningkatan pH pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara-hara makro dan mengurangi kelarutan unsur Al dan Mn (Hue dalam Whalen et al., 2000). Menurut Soepardi (1983), apabila pH berkurang maka jumlah Fe dan Mn menjadi larut dalam jumlah yang begitu banyak. C-Organik adalah penyusun utama bahan organik. Menurut Istomo (1994) bahan organik ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. C-organik merupakan penyusun bahan organik utama. Banyak sifat – sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh bahan organik. Menurut Stevenson (1982) bahwa peranan bahan organik secara umum dapat mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa C-Organik pada setiap penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda. Nilai C-Organik pada penutupan lahan SB memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan yang lainnya hal ini disebabkan karena penutupan lahan SB didominasi oleh rumput-rumput yang daunnya mudah derdekomposisi sehingga menambah bahan organik ke dalam tanah. Nitrogen sangat dibutukan oleh tanaman, sebagai penyusun asam amino, protein dan komponen lainnya. Nitrogen juga sangat penting dalam respirasi, meningkatkan reaksi enzimatik, dan meningkatkan metabolisme sel (Bornner dan Galston, 1952). Dalam proses humifikasi, amonia adalah produk akhir yang dilepaskan namun senyawa ini berumur pendek, karena senyawa ini akan di metabolisme oleh bakteri nitrifikasi, dan diubah dari ammonia ke nitrat (Setiadi, 1992). Nitrogen yang diserap dan terikat oleh tanaman akan selalu dan selalu dibutuhkan, sedangkan mengenai seberapa banyaknya tergantung pada tanaman itu sendiri. Sementara, ketika nitrogen dan air tersebut telah dimasak menjadi karbohidrat untuk kemudian didistribusikan kembali ke selauruh bagian tanaman akan memiliki fungsi untuk pertumbuhan vegetatif. Suplai N di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah. Rendahnya N tersedia dalam tanah menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan tanah, sehingga
merupakan faktor pembatas baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari hasil produksi tanaman (Soepardi, 1982). Fosfor merupakan salah satu hara makro yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Hara ini berperan dalam pembentukan batang dan
perakaran. Pada tanah mineral masam, unsur fosfor tersedia sangat sedikit karena adanya pengikatan oleh unsur-unsur Al, Fe dan Mn sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Senyawa fosfat yang tidak tersedia atau tidak
melarut tersebut merupakan subjek bagi kegiatan mikrooranisme. Berbagai asam orgganik dan anorganik yang dihasilkan mikroorganisme dapat mempengaruhi peningkatan senyawa-senyawa yang dapat larut (Sutedjo et al. 1996). Pelarutan fosfat oleh perakaran tanaman dan mikroorganisme tergantung pada pH tanah, pH netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium tinggi, terjadi pegendapan kalsium fosfat.
Mikrooranisme dan perakaran tanaman
mampu melarutkan fosfat seperti ini, dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman, dan pada pH asam unsur kalsium diendapkan dalam bentuk senyawa besi dan senyawa aluminium, sehingga sulit dilarutkan oleh perakaran tanaman dan miroorganisme tanah (Subba Rao, 1993). Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa kandungan fosfor dalam tanah berbeda. Perbedaan nilai tersebut terdapat pada berbagai lahan dengan penutupan vegetasi. Kandungan fosfor tertinggi terdapat pada lahan pertanian (6,3 ppm) sedangkan kandungan fosfor terendah terdapat pada lahan dengan penututupan vegetasi tanaman jati (4,8 ppm). Untuk lahan dengan penutupan vegetasi lahan campuran dan lahan alang-alang memiliki kandungan fosfor hampir sama (5,35 ppm dan 5,3 ppm). Berdasarkan hasil analisis, kandungan K pada lokasi penelitian tergolong rendah untuk semua jenis penutupan lahan. Menurut Kasno et al. (2004), total K di dalam tanah di daerah tropika tergolong rendah. Hal ini disebabkan kadar K secara alamiah rendah, pelapukan yang cepat dan pencucian basa-basa yang tinggi. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah – tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau kadar liat rendah.
Nilai KTK terbesar dimiliki oleh
penutupan lahan TP (15,78 me/100g) dan terendah pada penutupan lahan TC. Nilai KTK untuk semua penutupan lahan tergolong rendah.
Gambar 26
menunjukkan penutupan lahan TP mempunyai nilai KTK tertinggi (15,78 me/100g), hal ini disebabkan karena adanya pemberian bahan organik berupa kompos untuk memupuk tanaman pertanian. Menurut Soepardi (1983) bahan organik sangat mempengaruhi besarnya KTK dan sumber energi bagi jasad mikro. Gao dan Chang dalam whalen et al. (2000), menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan KTK tanah. Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Nitrogen berperan dalam pembentukan sel-sel baru, penyusun asam amino, asam nukleat, enzim-enzim, ADP dan ATP, serta bahan penyalur energi (Gardner et al. 1991). Lebih lanjut dijelaskan bahwa walaupun nitrogen menyusun 79% dari atmosfir, tetapi tidak tersedia bagi tanaman, hanya bentuk yang teroksidasi (NO3-) atau bentuk yang tereduksi (NH4+) yang dapat digunnakan tanaman. Berdasarkan hasil analisis, kandungan NO3- pada berbagai penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda. Nilai NO3- tertinggi terdapat pada penutupan lahan SB (749,82 ppm) sedangkan nilai NO3- paling rendah terdapat pada penutupan lahan TC. Unsur Al dan H merupakan agen-agen penyebab kemasaman tanah, unsur ini termasuk kedalam unsur mikro. Menurut Hakim et al. (1986) keadaan tanah dimana unsur mikro menjadi problema dan dapat membatasi pertumbuhan tanaman adalah 1) tanah pasir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian berat, 2) tanah berkadar bahan organik tinggi, 3) tanah ber-pH tinggi, 4) berdrainase buruk dan terus menerus tergenang dan 5) tanah yang terus menerus ditanamai dan dipupuk berat. Berdasarkan hasil analisis, kandungan Al dan H di lokasi penelitian memiliki kadar yang rendah. Hasil analisis kandungan Al dan H dapat dilihat pada Gambar 26. Kandungan Fe berdasarkan hasil analisis pada lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang, tetapi kandungan Mn tergolong sangat tinggi. Kandungan Fe tertinggi terdapat pada penutupan lahan TC dan terendah terdapat pada penutupan lahan JM.
3. Sifat Biologi Mikroorganisme tanah dan fungi merupakan komponen biotik dalam tanah yang memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengurai bahan organik. Ekosistem tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menangkap sejumlah energi matahari sehingga sangat bergantung kepada zat – zat yang kaya energi yang dibawa dari luar seperti sisa tanaman dan hewan (Tejda dan Yadi, 1987). C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara lain terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi. Menurut Arsyad (1989) tanaman penutup tanah berperan untuk mengurangi erodibilitas hujan, menambah bahan organik melalui batang, ranting dan daun yang mati, melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah. Tanaman tersebut terdiri dari beberapa jenis legum, rumput-rumputan, tanaman perdu dan pepohonan. Soepardi (1983) menerangkan bahwa sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Di dalam daun, ranting, cabang dan akar tanaman menyediakan sejumlah bahan organik setiap tahunnya. Bahan-bahan tersebut akan melapuk dan diangkut ke lapisan lebih dalam yang selanjutnya satu dengan tanah. Bahan organik (BO) merupakan sumber energi bagi makro dan mikrofauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian. 1997). Mikro flora dan
fauna
tanah
ini
saling
berinteraksi
dengan
kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya
pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson, 1982). Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap pertumbuhan tanaman. Bahan organik sangat penting bagi kesuburan tanah. Tanah memerlukan bahan organik untuk mempertahankan kesuburan dan memperbaiki strukturnya. Selanjutnya Soepardi (1983) menambahkan bahwa tanah lempung akan menjadi lebih ringan setelah diberi bahan organik sedangkan tanah berpasir daya ikat tanahnya menjadi lebih bagus. Peranan bahan organik secara umum mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terhadap tanah yaitu : 1. Memberikan warna gelap sehingga mampu mempengaruhi serapan energi panas matahari 2. Meningkatkan daya retensi air tanah karena bahan organik tanah mampu menyerap air hingga 20 kali bobotnya 3. membentuk kelat dengan ion hidrogen dari unsur hara makro, seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu dapat dimanfaatkan tanaman dan mikroorganisme. 4. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dari hasil dekomposisinya 5. Memantapkan agregat tanah karena asosiasi senyawa organik dengan partikel primer tanah 6. Sebagai penyangga perubahan pH tanah 7. Meningkatkan KTK tanah 8. Bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa pestisida atau herbisida yang akhirnya akan menyababkan perubahan bioaktivitasnya
9. Sebagai sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme tanah tertentu. Adanya
praktek
pengelolaan
hutan,
secara
langsung
dapat
menyebabkan/mempengaruhi vegetasi dan dapat pula mengubah sifat-sifat tanah seperti kandungan bahan organik tanah.
Powers (1989), menyatakan bahwa
produktivitas hutan berhubungan dengan kandungan bahan organik. Penurunan
kadar
bahan
organik
akan
mempengaruhi
biomassa
mikroorganisme. Henrot dan Robertson (1994) melaporkan bahwa konversi hutan hujan tropik menjadi padang rumput dan lahan pertanian dalam jangka panjang dapat menurunkan kandungan bahan organik dan kesuburan tanah. Penurunan ini akan diikuti oleh perubahan biomassa mikroorganisme. Ditambah pula bahwa perubahan biomassa mikroorganisme tanah akibat penebangan hutan di daerah tropik sangat mempengaruhi kesuburan tanah. Menurut Schimel, Coleman dan Horton (1985), praktek pengelolaan agrikultur mempengaruhi banyaknya jumlah bahan organik tanah dan menyebabkan terjadinya agrikultur mempengaruhi banyaknya jumlah bahan organik tanah dan menyebabkan terjadinya perubahan bahan organik tanah. Selanjutnya Soepardi (1983) menyatakan bahwa tanah yang ditanami terus menerus akan mengalami penurunan kadar bahan organik sebesar 35 % dibandingkan dengan tanah yang belum pernah dijamah atau dikelola. Bahan
organik
tanah
diakui
sangat
penting
peranannya
untuk
pemeliharaan dan peningkatan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Brady, 1990). Pada dasarnya menurunnya kadar bahan organik dapat berakibat buruk terhadap sifat kimia tanah seperti menurunkan KTK yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya efisiensi pemupukan karena unsur hara tanah yang berasal dari pemupukan menjadi mudah tercuci, fiksasi P tinggi, peranan bahan organik sebagai sumber unsur hara N, P dan S menjadi berkurang. Terhadap sifat fisik dan biologi tanah, dapat menyebabkan memburuknya struktur tanah atau menurunnya jumlah agregat, maka tanah menjadi lebih padat sehingga perlu lebih sering dikelola. Di samping itu aktivitas biologi tanah menjadi menurun karena berkurangnya atau berlebihnya aerasi serta menurunnya kadar air ataupun ketersediaan karbon sebagai sumber energi bagi jasad renik dalam tanah.
Walaupun C-organik bukan sebagai unsur hara tanaman, konsentrasi yang rendah (0,5% - 1,0%) dapat menyebabkan terganggunya produktivitas tanah (Allison, 1973;Stevenson, 1982) Kadar bahan organik dalam lapisan tanah pertanian berkisar dari rendah hingga 5% pada tanah mineral dan bisa mendekati 60% di tanah organik. Di bawah lapisan oleh kadar bahan organik memperlihatkan kecenderungan menurun (Jurusan Tanah, 1984) Respirasi
mikroorganime
tanah
mencerminkan
tingkat
aktivitas
mikroorganisme tanah. Kegiatan metabolis mikroorganime tanah ditandai oleh taksiran – taksiran pengambilan O2 dan CO2 yang dihasilkan. Laju respirasi tanah dilokasi penelitian paling tinggi terdapat pada lahan dengan penutupan vegetasi alang-alang dan lahan campuran.
5.2.3. Kualitas Tanah Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan Kondisi kualitas tanah di lokasi penelitian sebelum direvegetasi dikategorikan rendah hal ini terjadi karena adanya degradasi lahan. Tanah–tanah lahan kering tropika basah seperti di pulau-pulau besar luar Pulau Jawa merupakan tanah yang rentan degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan manusia. Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan para pakar tanah, namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO (1977) adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Definisi tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan pertanian; definisi yang terkait erat dengan pertanian atau produksi tanaman dikemukakan oleh Arsyad (1989) yang menyamakan antara degradasi tanah dengan kerusakan tanah yaitu hilang atau menurunnya fungsi tanah sebagai matrik tempat akar tanaman berjangkar dan air tanah tersimpan, tempat unsur hara dan air ditambahkan.
Untuk
memulihkan lahan yang terdegradasi adalah dengan rehabilitasi lahan. Salah satu kegiatan rehabilitasi lahan adalah penanaman atau revegetasi. Sifat fisika dan kimia tanah pada lokasi penelitian menunjukkan adanya peningkatan kualitas tanah setelah revegetasi. Kegiatan revegetasi baik berupa reboisasi dan penghijauan akan membuat penutupan lahan ditumbuhi vegetasi baik vegetasi pohon maupun tumbuhan bawah.
Vegetasi yang tumbuh akan
menghasilkan serasah berupa daun-daun yang gugur, ranting, cabang, dan bagian lain yang tersedia menjadi makanan untuk sejumlah inang hewan invertebrata, seperti rayap dan juga untuk jamur dan bakteri. Unsur hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian yang gugur dan dengan pencucian daun-daun oleh air hujan (Kusmana et al. 2004). Menurut Handayani (2002) tanaman dapat memperbaiki sifat-sifat tanah setelah tanaman tersebut berumur + 2-3 tahun. Peningkatan kualitas tanah setelah direvegetasi selama 6 tahun belum diketahui ukuran status perbaikan kondisi tanah yang telah dicapai.
Untuk
mendapatkan ukuran status kualitas tanah maka diperlukan analisis indeks kualitas tanah sebagai ukuran perbaiakan kualitas tanah yang terjadi pada setiap penutupan lahan.
Hasil analisis indeks kualitas tanah menunjukkan ukuran
kualitas tanah yan masih relatif kecil (< 0,5). Hasil penghitungan indeks kualitas tanah secara umum tidak menunjukkan perbedaan pada semua jenis penutupan lahan (p > 0,05). Berdasarkan pemeringkatan terhadap indeks kualitas tanah maka didapatkan penutupan lahan yang paling tinggi adalah penutupan lahan SB (0,2156) dan yang paling rendah adalah penutupan lahan TP. Hasil penghitungan indeks tersebut menunjukkan penutupan lahan TC dan JM yang merupakan tanaman pohon hutan mempunyai nilai indeks kualitas tanah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penutupan lahan SB. Hal ini terjadi karena penutupan SB yang didominasi oleh rumput, dimana rumput berakar serabut dan membentuk rhizoma yang berupa benang-benang halus sebagai perekat antara butir-butir tanah, sehingga agregat tanah menjadi lebih mantap, akar tanaman yang mati dan membusuk akan menjadi pemantap agregat dan dapat menaikan porositas dan unsur hara tanah (Bennet, 1955).
Menurut
Wicaksono
(2003) tanaman pohon hutan berakibat memperhebat kemasaman tanah, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang berarti menurunkan kualitas tanahnya secara kimiawi. Unsur hara tanaman hutan sebagian besar disimpan pada biomasa tanaman. Manan (1992) menyatakan bahwa dari segi ekologi, telah diketahui bahwa pohon-pohon yang besar di hutan tropika tumbuh pada tanah-tanah mineral yang kurang subur, dimana sebagian besar unsur hara disimpan dalam bagian pohon di atas tanah. Kandungan unsur hara pada hutan belukar tua di hutan tropika basah yang tersimpan dalam lapisan tanah pada kedalaman 0- 30 cm dan dalam biomasa tegakan adalah : kandungan N tanah (1.830 kg/ha), N biomassa tegakan (4.580 kg/ha); kandungan P tanah (125 kg/ha), P biomasa tegakan (12 kg/ha); kandungaan K tanah (820 kg/ha), K biomasa tegakan (650 kg/ha); kandungan Ca tanah (2.520 kg/ha), Ca biomasa tegakan (2.580 kg/ha); dan kandungan Mg tanah (345 kg/ha), dan Mg biomasa tegakan (370 kg/ha) (Nye & Greenland, 1960 dalam Manan, 1992). Penutupan lahan pertanian mendapat pemeliharaan berupa pengolahan tanah intensif dengan dicangkul dan pemupukan kompos sebesar 10 ton/ha yang diberikan setiap musim tanam (3-4 bulan sekali), tetapi nilai indeks kualitas tanah di lahan pertanian paling rendah, hal ini disebabkan karena alih guna lahan yang penutupan lahannya didominasi pohon menjadi lahan pertanian menyebabkan hilangnya beberapa grup fungsional organisma tanah, karena berubahnya jenis dan kerapatan tanaman yang tumbuh di atasnya sehingga mengubah tingkat penutupan permukaan tanah yang berdampak pada perubahan iklim mikro, jumlah dan macam masukan bahan organik, dan jenis perakaran yang tumbuh dalam tanah
(Giller et al. 1997; Lavelle et al. 2001). Pada lahan-lahan
pertanian, umumnya ada 4 masalah pokok yang berhubungan dengan gangguan siklus atau ketersediaan hara (di tingkat lahan), rusaknya kondisi fisik tanah (porositas dan infiltrasi), gangguan fungsi hidrologi (tingkat Daerah Aliran Sungai) dan serangan hama dan penyakit tanaman.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kegiatan revegetasi dapat memperbaiki kualitas tanah, tetapi kualitas tanah pada setiap penutupan lahan yang telah direvegetasi selama 6 tahun belum mengalami perbaikan yang nyata (p > 0,05). Indek kualitas tanah pada semua penutupan lahan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p > 0,05). Indek kualitas tanah pada masing-masing penutupan lahan dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah 0,2156 (SB); 0,2144 (TC); 0,2112 (JM); dan 0,1835 (TP). 6.2. Saran
Perlunya penelitian mengenai neraca hara pada setiap penutupan lahan untuk menunjang kualitas tanah.
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A dan F. Agus. 2001. Konservasi Tanah dan Air Melaluli Pengolahan Bahan Organik. Alami 6(1): 35-43. Arsyad, S. 1989. Konservasi tanah dan air. IPB Press. Bogor. Anas I.1989. Petunjuk Laboratorium : Biologi Tanah dalam Praktek. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Badan Koordinasi Pertahanan Nasional. 1991. Kesuburan Tanah.Direktorat Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Jakarta. Baver L,D,W.H. Gardener .1972. Soil Physics Graded. John Willey and Son, Inc. New york. Bennet, H.H. 1955. Element of Soil Conservation. Second-Ed. McGrawHill Book Co. Inc., New York. Buckman H.O dan N.C.Brady.1969. Ilmu Tanah Sugiman (PM). 1982. Batara Karya Aksara.Jakarta. Dally, B. K., J. L Wainiqolo, K. Chand and P.B.S. Hart. 1993. The Use of Microbial Biomass for Monitoring Organic Matter Dynamics Under Cropping and Agroforestry in Two Fiji Soils. Expert Consulting of The Asian Network on Problem Soils, 25-29 October 1993. Djajakirana, G. 1993. The Ergosterol Measurement in Soil and Fairy Ring Phenomena as an Example. Thesis. Faculty of Agriculture. GeorgeAugust-University of Goettiengen. Doran, JW. & TB. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. JW. Doran, DC. Coleman, DF. Bezdicek, & BA. Stewart (eds). SSSA Spec. Pub. No. 35. Soil Sci. Soc. Am., Am. Soc. Agron., Madison, WI, pp.3-21. Erfandi, D. dan A. Dariah. 1991. Usaha Rehabilitasi Lahan Melalui Pengelolaan Bahan Organik. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Konservasi Tanah dan Air. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal. 79-85. FAO. 1977. FAO soil bulletin: assesing soil degradation. UN. Rome. 83p Foth H.D.1988. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Ed : Hudoyo, S.A.B Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Giller, K. E., Beare, M. H., Lavelle, P., Izac, A. M. N and Swift, M. J., 1997. Agricultural intensification, soil biodiversity and agroecosystem function. In: Swift M J (Ed.), Soil biodiversity, agricultural intensification and agroecosystem function. Applied Soil Ecology 6 (1): 3-16. Hardjowigeno S.1989. Ilmu Tanah. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa .1995.Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta.
Haridjaja, O.S.R.P Sitorus dan K.R Brata.1983. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hassink, J. 1994. Effects of Soil Texture on the Size of the Microbial Biomass and on the Amount of C and N Mineralized Per Unit of Microbial Biomass in Dutch Grassland Soils. Soil Biol. Biochem. 26(11) : 1573-1581. Hidayat N, Talib C. 1987. Tanah Kritis Pencagahan dan Pemulihannya. Flores NTT: Penerit Nusa Indah. Hillel D.1980.Soil and Water, Physical Principle and Process. Academy press New York. London. Islami T dan Utomo W.1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang. Semarang.
IKIP
Istomo. 1994. Bahan Bacaan Ekologi Hutan : Lingkungan Fisik Ekosistem Hutan : Proses dan struktur Tanah. Laboratorium Ekologi Hutan, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jenkinson, D. S., and D. S Powlson. 1976. The Effect of Biocidal Treatments on Metabolisms in Soil V. A Method for Measuring Biomass. Soil Biol Biochem. 8 : 209-213. Joergensen, J. R., C.G. Wells., and L.J Metz. 1980. Nutrinet Changes in Decomposing Loblolly Pine Forest Floor. Soil. Sci. Soc Am. J. 44 : 13071314. Johnson, DL., SH. Ambrose, TJ. Basset, ML. Bowen, DE. Crummey, JS. Isaacson, DN. Johnson, P. Lamb, M. Sul & AE. Winter-Nelson. 1997. Meaning of Environmental Terms. J. Environ. Qual. 26:581-589. Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman. 1996. Soil Quality: Concept, Rationale and Research Needs. Soil.Sci.Am.J: 60:33-43. Kasno, A.,A.Rachim, Iskandar, dan J.S. Adinongsih. 2004. Hubungan Nisbah K/Ca dalam Larutan Tanah dengan Dinamika hara K pada Ultisol dan Vertisol Lahan Kering. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 6 (1): 7-13. Kusmana C, et al. 2004. Upaya Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Dalam Pemulihan Kualitas Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan. Jakarta. Ladd, J.N., M. Amato, Zhou Li-Kai and J. E. Schultz. 1994. Differential Effect of Rotation Plant Residue and Nitrogen Fertilizer on Microbial Biomass and Organic Matter in an Australian Alfisol. Soil. Biol. Biochem. 26 : 821-831. Lal, R. 1986. Soil surface management in the tropics for intensive land use and high and sustained production. Stewart, B.A.(editor). Advances in soil science volume 5. Springer-Verlag New York Inc. p:1-110. _____. 1994. Sustainable land use system and soil resilience. Greenland, D.J. and I. Szabolcs (editor). Soil resilience and the sustainable land. CAB International. p:41-67.
_____. 1995. Sustainable management of soil resources in the humid tropics. United Nations University Press. Tokyo. 146p. _____. 2000. Soil management in the developing countries. Soil Science. 165(1):57-72. Lavahun, E. M. F. 1995. Depth and Time Function of Microbial Biomass in Ploughed and Grassland Typudalfs of Lower Saxony, Germany. Thesis. The Faculty of Agriculture. George-August-University Goettingen. Leiwakabessy F M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Insitut Pertanian Bogor. Loiseau, P., Chaursod and Delpy, R. 1994. Soil Microbial and Insitu Nitrogen Mineralization after 20 Years of Different Nitrogen Fertilization and Forage Cropping System. 159-168p Mcllroy, R. J., 1976. Pengantar budidaya padang rumput Tropika. Ishemat Soerianegara, Pnerjemah. Pratnya Paramita. Jakarta. Manan, S. 1992. Silvikultur dalam Manual Kehutanan. Departemen Kahutanan RI, Jakarta. Martens, R. 1995. Current Methods for measuring microbial biomass C in Soil : Potential and Limitations. Biol, Fertil. Soils. 19 : 87-99. Marshall TJ, Holmes JW. 1988. Soil Physics, 2nd edition. Cambridge: Cambridge University Press. Masto, R.E. 2007. Alternative soil quality indices for evaluating the effect of intensive cropping, fertilisation and manuring for 31 years in the semi-arid soils of India. Environ Monit Assess 136 : 419 – 435 Mausbach, MJ, & CA. Seybold, 1998. Assessment of Soil Quality. Dalam R. Lal (ed). Soil Quality and Agricultural Sustainability. Ann Arbor Press, Chelsea, Michigan, pp.33-43. Notohadiprawiro,T.1999.Tanah dan Lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendididkan dan Kebudayaan. Jakarta. Nuraini, Y. 1997. Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. hal 3-64. Partoyo. 2005. Analisis Indeks Kualitas Tanah Pertanian Di Lahan Pasir Pantai Samas Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 12 No.2 : 140 – 150. Yogyakarta : Jurusan Ilmu Tanah UPN ”Veteran” Yogyakarta Prasetyo et al. 2005. Pratiwi dan Budi M. 2002.Pengaruh Penebangan Hutan dan Usaha Perbaikannya.Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol.3 No 1. Bogor : Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Purwowidodo. 1998. Mengenal Tanah Hutan . Bagian Penampang Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan Departemen Manajemen Hutan. Fakultas kehutanan .IPB. Bogor.
Russel E.W. 1956. Soil Condition and Growth. First Edition Longmans, and CC. New York. London.
Green
Richards B.N. 1976. Introduction To The Soil Ecosystem. Longman Group Limited. London dalam Islami T dan W.H Utomo.1995. Hubungan Tanah, Air dan tanaman . IKIP Semarang Press. Semarang Ramdaniah Y.2001. Studi Kualitas Tanah Pada Tipe Penutupan Lahan Hutan Alam, Hutan Pinus dan Padang Rumput di Sub DAS Curug Cilember, cisarua, Bogor. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press, Jakarta Santosa et.al., 1999. Pengaruh Fase Pertumbuhan Bakteri dan Jenis Gambut Terhadap Populasi dan Kualitas Isolat Bakteri Pelarut Fosfat dalam jurnal Tanah dan Iklim. Indonesian Soil and Climate. Nomor 17.1999. Institut Pertanian Bogor Setiawan D. 2004. Perubahaan karakter Tanah Pada Kawasan Reklamasi bekas Tambang Batubara Yang Di Revegetasi Selama 1,2,3, dan 4 Tahun Dengan Sengon dan Akasia.( skripsi ). Bogor : Departemen Ilmu tanah. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I dan Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sparling, G.P. 1992. Ratio of Microbial Biomass Carbon to Soil Organic as an Sensitive Indicator of Changes in Soil Organic Matter. Aust. Journal. Soil Res. 30 : 195-207. SQI, 2001. Guidelines for Soil Quality Assessment in Conservation Planning. Soil Quality Institute. Natural Resources Conservation Services. USDA. Stevenson, F.T. 1982 Humus Chemistry. John Wiley and Sons, Newyork. Suntoro, 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit dan KCl pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L.) pada Oxic Dystrudept di Jumapolo, Karanganyar, Habitat, 12(3) 170-177. Sunyoto RB, Suparmi, Suwarjo. 1993. Inventarisasi dan Delinasi Lahan Kritis di Propinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding Penelitian Tanah dan Agroklimat No. 10. Bogor. Puslittanak. Sutrisno. N. S., S. Djakasutami, dan T. Warsa. 1993. Rehabilitasi Tanah Haplorthox Terdegradasi Secara Kimia Untuk Meningkatan Hasil Jagung. Prosiding Pertemuan Teknis Pertanian Tanah dan Agroklimat. Bidang Konservasi Tanah dan Air. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal. 77-91 Suwardjo, Sunyoto, Wahyunto, Dariah A. 1996. Penyebaran Lahan Kritis dan Teknologi Penanggulangannya di Kawasan Timur Indonesia. Di dalam:
Prosiding Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Kawasan Indonesia Timur. Bogor. Puslittanak Tisdale, S.L., and Nelson, W.L. (1975) Soil Fertility and Fertilizers. Third Edition. mac Millan Pub. Co. Inc. New York. Tate, R. L III. 1987. Soil Organik Matter. John Wiley and Son. Newyork. 2 : 3842. Tan, K.H. 1996. Soil Sampling, Preparation and Analysis. Marcel Deuker, Inc. New York, NY. Tian, G., L. Brussard, B.T., Kang and M.J. Swift. Soil fauna-mediated decomposition of plant residues under contreined environmental and residue quality condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition, Department of 30 Biological Sciences. (Eds Cadisch, G. and Giller, K.E.), pp. 125-134. Wey College, University of London, UK. Vance, E. D., P.C. Brookes and D.S Jenkinson. 1987a. Microbial Biomass Measurements in Forest Soils : The Use of Chloroform FumigationIncubation Method in Strongly Acid Soils. Soil Biol Biochem. 19 : 697-702. 1987b. An Extraction Method for Measuring Soil Microbial Biomass C. Soil Biol. Biochem. 19 : 703-707. Whalen, J.K., C. Chang, G. W. Clayton and J. P. Carefoot. 2000. Cattle Manure Amendments Can Increase the pH of Acid Soil. Soil Science Society America Journal. 64 : 962-966. Wicaksono, A. H. 2003. Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Tanah. Jurnal Penelitian UNIB IX : 85 – 88. Wischmeier, W.H., C.B. Johnson, and B.V. Cross. 1971. A Soil Erodibility Nomograph for farmland and construction sites. Jour. Soil and Water Conserv. 26 : 189-193. Wischmeier, W.H., and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion LossesA Guide to Conservation Planning. USDA Agric, Handb. No. 537. 58 pp. Zulfahmi. 1996. Model Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Pasir dan Batu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Mineral. Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral. Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman Jenis Tanaman/Tataguna Lahan Tanaman Rumput (Brachiaria sp.) Tanaman kacang jogo Tanaman gandum Tanaman ubi kayu Tanaman kedelai Tanaman padi lahan basah Tanaman padi lahan kering Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami ( 6 ton/ha/thn) Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Kebun campuran Hutan tidak terganggu Semak tidak terganggu Alang-alang permanen Alang-alang dibakar Pohon tanpa semak
Nilai C 0,290 0,161 0,242 0,363 0,399 0,560 0,010 0,079 0,347 0,200 0,001 0,010 0,020 0,700 0,320
Sumber : Arsyad (1989)
Lampiran 2 Nilai faktor P di berbagai aktivitas konservasi tanah Teknik Konsevasi Tanah Teras bangku a. Baik b. Jelek Teras bangku ; jagung - ubi kayu kedelai Teras bangku ; sorghum – sorghum-rumput-rumputan Teras traditional Teras gulud ; padi – jagung Teras gulud ; ketela pohon Teras gulud ; jagung-kacang + mulsa sisa tanaman Teras gulud ; kacang kedelai Tanaman sejajar kontur a. kemiringan 0-8 % b. kemiringan 9-20 % c. kemiringan > 20 % Tanaman dalam jalur ; jagung kacang tanah + mulsa Mulsa limbah jerami a. 6 ton/ha/tahun b. 3 ton/ha/tahun c. 1 ton/ha/tahun Tanaman perkebunan a. dengan penutup tanah rapat b. dengan penutup tanah sedang Padang rumput a. baik b. jelek Sumber : Arsyad (1989)
Nilai P 0,20 0,35 0,056 0,024 0,40 0,013 0,063 0,006 0,015 0,50 0,75 0,90 0,05 0,30 0,50 0,80 0,10 0,50 0,04 0,40
Lampiran 3 Foto penutupan lahan di lokasi penelitian Blok Cipendawa Megamendung
Penutupan lahan TC
Penutupan Lahan SB
Penutupan lahanJM
Penutupan lahan TP
Lampiran 4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah Sifat Tanah
Sangat Rendah
Rendah Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
C -Organik (%)
< 1,00
1,00 2,00
2,01 3,00
3,01 5,00
> 5,00
Nitrogen (%)
< 0,10
0,10 0,20
0,21 0,50
0,51 0,75
> 0,75
C/N
<5
5 - 10
11 - 15
16 - 25
> 25
P2O5 HCl (mg/100g)
< 10
10 - 20
21 - 40
41 - 60
> 60
P2O5 Bray-1 (ppm)
< 10
10 - 15
16 - 25
26 - 35
> 35
P2O5 Olsen (ppm)
< 10
10 - 25
26 - 45
46 - 60
> 60
K2O HCl 25% (mg/100g)
< 10
10 - 20
21 - 40
41 - 60
> 60
KTK (me/100g)
<5
5 - 16
17 - 24
25 - 40
> 40
Susunan Kation : K (me/100g)
< 0,1
0,1 - 0,2 0,3 - 0,5 0,6 - 1,0
>1,0
Na (me/100g)
< 0,1
0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0
>1,0
Mg (me/100g)
< 0,4
0,4 - 1,0 1,1 - 2,0 2,1 - 8,0
> 8,0
Ca (me/100g)
< 0,2
2-5
6 - 10
11 - 20
> 20
Kejenuhan Basa (%)
< 20
20 - 35
36 - 50
51 - 70
> 70
Aluminium (%)
< 10
10 - 20
21 - 30
31 - 60
> 60
Kemasaman Tanah pH H2O
Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
< 4,5
4,5 - 5,5
5,6- 6,5
6,6-7,5
7,6-8,5
> 8,5
Sumber : Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah.
Lampiran 5 Hasil perhitungan laju infiltrasi pada lokasi penelitian Jati & mengkudu (1) Jam ke 0 0.03 0.08 0.16 0.24 0.32 0.44 0.59 0.74 0.9 1.08 1.27 1.46
t (jam) 0 0.03 0.05 0.08 0.08 0.08 0.12 0.15 0.15 0.16 0.18 0.19 0.19
dh (cm) 0 1.5 2.9 2.4 2.1 2.1 3 3.5 3.5 3.5 4.5 3.5 3.5
Jati & mengkudu (2) f (cm/jam) 50.00 58.00 30.00 26.25 26.25 25.00 23.33 23.33 21.88 25.00 18.42 18.42
Jam ke
t (jam)
0 0.03 0.08 0.16 0.24 0.32 0.49 0.66 0.83 1 1.17
0 0.03 0.05 0.08 0.08 0.08 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17
dh (cm) 0 0.9 0.9 1 0.9 1 2.1 0.8 1.7 1.6 1.6
f (cm/jam) 30 18 12.5 11.25 12.5 12.35294 4.705882 10 9.411765 9.411765
Laju infiltrasi lahan bervegetasi jati & mengkudu : 13,916 cm/jam (139,16 mm/jam)
Campuran (1) Jam ke 0 0.03 0.08 0.16 0.24 0.32 0.4 0.48 0.56 0.64 0.72 0.8 0.88
t (jam) 0 0.03 0.05 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
Campuran (2) dh (cm) 0 1.3 1.3 1.8 1.5 1 1.3 1.4 1.4 1.1 0.9 0.9 0.9
f (cm/jam) 43.33333 26 22.5 18.75 12.5 16.25 17.5 17.5 13.75 11.25 11.25 11.25
Jam ke 0 0.03 0.08 0.16 0.33 0.5 0.75 1 1.17 1.34
t (jam) 0 0.03 0.05 0.08 0.17 0.17 0.25 0.25 0.17 0.17
Laju infiltrasi lahan bervegetasi campuran : 7,095 cm/jam (70,96 mm/jam)
dh (cm) 0 0.4 0.6 0.6 1 0.8 1 1 0.5 0.5
f (cm/jam)
13.33333 12 7.5 5.882353 4.705882 4 4 2.941176 2.941176
Semak & rumput (1) Jam ke t (jam) dh (cm) 0 0 0 0.03 0.03 0.1 0.08 0.05 0.2 0.16 0.08 0.4 0.24 0.08 0.4 0.44 0.2 0.6 0.49 0.05 0.1 0.66 0.17 0.5 0.83 0.17 0.4 1 0.17 0.4
f (cm/jam) 3.333333 4 5 5 3 2 2.941176 2.352941 2.352941
Semak & rumput (2) Jam ke t (jam) dh (cm) 0 0 0 0.03 0.03 0.1 0.08 0.05 0.1 0.16 0.08 0.2 0.24 0.08 0.4 0.32 0.08 0.2 0.49 0.17 0.4 0.66 0.17 0.2 0.83 0.17 0.2 1 0.17 0.2
f (cm/jam) 3.333333 2 2.5 5 2.5 2.352941 1.176471 1.176471 1.176471
Laju infiltrasi lahan bervegetasi semak & rumput : 1,765 cm/jam (17,65 mm/jam) Lahan Pertanian : 1 t Jam ke (jam) dh (cm) 0 0 0 0,01 0,01 3 0,26 0,02 3 0,29 0,00 3 0,32 0,03 2,5 0,47 0,00 3 0,51 0,04 3 0,62 0,04 3 0,75 0,05 3 0,80 0,00 3 0,85 0,00 2 0,91 0,00 2 0,96 0,00 3 1,03 0,07 1,11 0,08 3
f (cm/Jam) 0 372,41 127,06 99,08 104,65 81,20 87,80 72 62,79 57,14 37,89 39,13 40,15 40,15 37,50
Lahan Pertanian : 2 t Jam ke (jam) dh (cm) 0 0 0 0,02 0,02 2 0,05 0,03 3 0,21 0,03 3 0,25 0,03 3 0,39 0,04 3 0,43 0,04 3 0,47 0,04 3 0,58 0,03 2,5 0,61 0,03 2,5 0,72 0,03 2,5 0,98 0,04 2,5 1,02 0,04 2,7 1,10 0,03 2,00
Laju infiltrasi lahan bervegetasi pertanian : 47,55 cm/jam (475,5 mm/jam)
f (cm/jam) 0 83,72 100,93 86,4 87,10 81,82 78,83 72,97 74,38 74,38 73,77 67,16 63,95 57,60
Lampiran 6 Data informasi umum mengenai sejarah pengelolaan setiap penutupan lahan di lokasi penelitian 1. Penutupan lajan Jati-Mengkudu (JM) INFORMASI UMUM 1.
Lokasi
Lokasi penelitian terletak di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sub-DAS Ciliwung Hulu,
2. Jenis tanah
Latosol
3. Curah Hujan
3000-4000 mm per tahun
4. Pengelola
Kelompok Tani Megamendung (KTM)
5. Penutupan Lahan
Tanaman monokultur (Jati Mengkudu/JM)
6. Luas
5.220 m2
PENGELOLAAN SAAT INI 1. Sistem Penanaman
Multicrop antara jati dengan mengkudu
2. Pemupukan
Tidak dipupuk
3. Pengendalian hama penyakit
Tidak dilakukan pemberian pestisida
4. Pengolahan Tanah
Tanah tidak diolah
5. Irigasi
Tidak ada pemberian air/penyiraman
PENGELOLAAN MASA LALU (5-10) TAHUN YANG LALU 1. Sistem Penanaman
Multicrop antara jati dengan mengkudu dan tanaman pertanian selama 2 tahun 2002-2004
2. Pemupukan
Pada awal pengelolaan (2 tahun) diberi kompos sebanyak 10 ton/ha
3. Pengendalian hama penyakit
Tidak dilakukan pemberian pestisida
4. Pengolahan Tanah
Tanah diolah dengan dibuat teras dan dicangkul sedalam 30 cm
5. Irigasi
dilakukan pemberian air/penyiraman
SEJARAH PENUTUPAN LAHAN Tahun 1975-1985 1985-1998 1998-2002
Penutupan lahan Kebun cengkeh Kebun teh Kebun singkong, semak- rumput, tanah terbuka.
2. Penutupan lahan tanaman campuran (TC) INFORMASI UMUM 1.
Lokasi
2. 3. 4. 5.
Jenis tanah Curah Hujan Pengelola Penutupan Lahan
6. Luas
Lokasi penelitian terletak di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sub-DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat. Berada di koordinat geografis 6o38’10’’ Lintang Selatan dan 106o54’28” Bujur Timur, ketinggian tempat berkisar antara 709,5 – 772,85 mdpl, kemiringan lereng bervariasi dari 0 - 30o. Latosol 3000-4000 mm per tahun Kelompok Tani Megamendung (KTM) Tanaman Heterokultur (Tanaman Campuran/ TC) tanaman jati, mengkudu, kopi, mahoni, puspa, makaranga 2.640 m2
PENGELOLAAN SAAT INI 1. Sistem Penanaman 2. Pemupukan 3. Pengendalian hama penyakit 4. Pengolahan Tanah 5. Irigasi
Multicrop spesies pohon dan MPTS Tidak dipupuk Tidak dilakukan pemberian pestisida
Tanah tidak diolah Tidak ada pemberian air/penyiraman PENGELOLAAN MASA LALU (5-10) TAHUN YANG LALU 1. Sistem Penanaman Multicrop spesies pohon dan MPTS 2. Pemupukan Tidak dipupuk 3. Pengendalian hama Tidak dilakukan pemberian pestisida penyakit 4. Pengolahan Tanah 5. Irigasi
Tanah tidak diolah Tidak ada pemberian air/penyiraman SEJARAH PENUTUPAN LAHAN Tahun Penutupan lahan 1975-1985 Kebun cengkeh 1985-1998 Kebun teh 1998-2002 Kebun singkong, semak- rumput, tanah terbuka.
3. Penutupan lahan semak belukar (SB) INFORMASI UMUM 1.
Lokasi
Lokasi penelitian terletak di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sub-DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat. Berada di koordinat geografis 6o38’10’’ Lintang Selatan dan 106o54’28” Bujur Timur, ketinggian tempat berkisar antara 709,5 – 772,85 mdpl, kemiringan lereng bervariasi dari 0 - 30o.
2. Jenis tanah
Latosol
3. Curah Hujan
3000-4000 mm per tahun
4. Pengelola
Kelompok Tani Megamendung (KTM)
5. Penutupan Lahan
Semak belukar
6. Luas
1.510 m2
PENGELOLAAN SAAT INI 1. Sistem Penanaman
Tidak dilakukan penanaman
2. Pemupukan
Tidak dipupuk
3. Pengendalian penyakit
hama
Tidak dilakukan pemberian pestisida
4. Pengolahan Tanah
Tanah tidak diolah
5. Irigasi
Tidak ada pemberian air/penyiraman
PENGELOLAAN MASA LALU (5-10) TAHUN YANG LALU 1. Sistem Penanaman
Tidak dilakukan penanaman
2. Pemupukan
Tidak dipupuk
3. Pengendalian hama penyakit
Tidak dilakukan pemberian pestisida
4. Pengolahan Tanah
Tanah tidak diolah
5. Irigasi
Tidak ada pemberian air/penyiraman
SEJARAH PENUTUPAN LAHAN Tahun 1975-1985 1985-1998 1998-2002
Penutupan lahan Kebun cengkeh Kebun teh Kebun singkong, semak- rumput, tanah terbuka.
4. Penutupan lahan tanaman pertanian (TP) INFORMASI UMUM 1.
Lokasi
Lokasi penelitian terletak di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor
2. Jenis tanah
Latosol
3. Curah Hujan
3000-4000 mm per tahun
4. Pengelola
Kelompok Tani Megamendung (KTM)
5. Penutupan Lahan
Tanaman Pertanian
6. Luas
3.430 m2
PENGELOLAAN SAAT INI 1. Sistem Penanaman
Multicrop tanaman sayuran (sawi, cesim, cabe, cabe rawit, terung, ercis dan tomat)
2. Pemupukan
Dipupuk kompos seetiap 3-4 bulan sekali sebanyak 10 ton/ha
3. Pengendalian penyakit
hama
Tidak dilakukan pemberian pestisida
4. Pengolahan Tanah
Tanah diolah di cangkul sedalam 30 cm dan dibuat bedengan setinggi 40 cm
5. Irigasi
Dilakukan pemberian air/penyiraman setiap hari
PENGELOLAAN MASA LALU (5-10) TAHUN YANG LALU 1. Sistem Penanaman
Multicrop tanaman sayuran (sawi, cesim, cabe, cabe rawit, terung, ercis dan tomat)
2. Pemupukan
Dipupuk kompos seetiap 3-4 bulan sekali sebanyak 10 ton/ha
3. Pengendalian penyakit
hama
Tidak dilakukan pemberian pestisida
4. Pengolahan Tanah
Tanah diolah di cangkul sedalam 30 cm dan dibuat bedengan setinggi 40 cm
5. Irigasi
Dilakukan pemberian air/penyiraman setiap hari
SEJARAH PENUTUPAN LAHAN Tahun 1975-1985 1985-1998 1998-2002
Penutupan lahan Kebun cengkeh Kebun teh Kebun singkong, semak- rumput, tanah terbuka.