KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
RISMAWATI RASYID I111 12 910
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
RISMAWATI RASYID I111 12 910
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 i
KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
RISMAWATI RASYID I111 12 910
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.... Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanaahu Watalaa, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk manusia terindah yang pernah Allah subhanaahu wataala ciptakan di muka bumi, untuk manusia yang paling baik yang pernah menginjakkan kakinya di muka bumi, untuk nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Limpahan rasa hormat, cinta dan kasih sayang serta terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Abd. Rasyid dan Ibunda Nurhayati, serta saudara dan saudariku Suardi, Obi, Megawati dan Jumriani, yang selama ini memberikan dukungan dan semangat yang tak henti – hentinya. Kemanakanku yang tercinta dan menggemaskan Agus Wirahadi dan Sikembar Achmad Hakan Syukur dan Ajeng Zahra Qumairah. Terima kasih yang tak terhingga kepada Keluarga Besarku yang salama ini telah memberikan dukungan dan semangat. Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya. Terima kasih tak terhingga kepada bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S. Pt. M.P selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Dr. Ir. Anie Asriany, M.Si selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini.
v
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Plubuhu, MA, selaku Rektor Universitas Hasanuddin. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco M.Sc, selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 3. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan. 4. Ibu Dr. A. Mujnisa, S.Pt., M.P dan Bapak Sutomo, S.Pt., M.Si., selaku Penasehat Akademik atas segala waktu dan bimbinganya selama ini. 5. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka M.Sc., drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si., selaku Penguji atas waktu dan segala masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin 7. Bapak/ Ibu Staf Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin 8. Sahabat seperjuangnaku Rini Ariani, Kartina, Kasmita, Megawati, Fitriyanti Syam,
Nur Azizah, Zuhranis Rustan, Andi Sri Iftitah dan
Melati Adriningsih Diponegoro, yang selalu ada di setiap kondisi apapun dan menjadi sahabat terbaik dan mewarnai hari - hari penulis selama kuliah. 9. Teman - teman seperjuanganku Nurjannah, Reski Amaliah Samad, Eka Murniati, Mita Arifa Hakim, Heru Setia, Armin Tomi, dan Hasrah,
vi
10. Teman kelas D, Kartina, Nis, Ainhy, Fitri,Imu, Cimo, Ega, Nisa, Mega, Rita, Yessi, Cica, Ica, Mela, Ulfa, Unge, Nasrun, Zul, Kifli, Suprapto, Erwin Jufri, Bambang, Fiqih, Rustan, Herdi, Uriya, Fatul, Fajrul,Aswar, Irfan dan Dayat. 11. Rekan rekan “FLOCK MENTALITY 2012” yang tidak sempat saya sebut satu persatu terima kasih telah banyak menjadi inspirasi penulis untuk selalu belajar di tengah tingginya perbedaan kita. 12. Teman - teman KKN PPM DIKTI “ANGGERAJA” Kasmita, Rika Hari Lestari, Nur Azizah, Nini, kak Ukky, Zulkifli. Posko Tetangga Isnawati Muhajir, Melati AND, Nanda, Reski Amaliah, Akmal, Kak Arif. Bapak posko Daryatmo Hasri, Mama Iin, Iin, Ismi, Reski, Om Jabir, Paulus, Papa Pebi, Mama Pebi. 13. Lembaga “HIMATEHATE FAPET_UH” yang telah banyak memberi wadah terhadap penulis untuk berproses dan belajar. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas bantuanya. Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan
dan kemajuan ilmu
pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri. Amin. Makassar, Agustus 2017
Rismawati Rasyid
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ..................................................................................
i
HALAMAN JUDUL......................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
ABSTRAK ....................................................................................................
xiii
ABSTRACT ...................................................................................................
xiv
PENDAHULUAN..........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) ............................. Kandungan Hara Pupuk Organik Cair .............................................. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair ............................ Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci ................. Tinjauan Umum Jenis Dekomposer .................................................. Tinjauan Umum Aerasi pada Pupuk Cair .........................................
3 5 7 8 9 12
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ............................................................................. Materi Penelitian ................................................................................ Rancangan Penelitian ......................................................................... Prosedur Pembuatan MOL feses sapi Bali dan MOL Bonggol pisang ................................................................................................. Proses Produksi dan Aerasi Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci Pengukuran Parameter .......................................................................
13 13 15 16 17 18
viii
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai pH Biourine Kelinci ................................................... Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai C Organik Biourine Kelinci ....................................... Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai N Organik Biourine Kelinci ....................................... Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci .......................................
21 23 24 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ Saran...................................................................................................
28 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
29
LAMPIRAN ...................................................................................................
32
RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair .................................. 2. Formulasi Bahan Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci...................... 3. Rata-rata Nilai pH Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda .............................................................. 4. Rata-rata Nilai C Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda ......................................... 5. Rata-rata Nilai N Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda ......................................... 6. Rata-rata Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda .........................................
7 16 21 23 24 26
x
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Diagram Alir Prosdur Pembuatan MOL feses sapi Bali ......................... 2. Diagram Alir Prosdur Pembuatan MOL Bonggol pisang ....................... 3. Diagram Alir Proses Produksi dan Aerasi Biourine Kelinci...................
16 16 18
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Data Hasil Analisa pH, Kandungan C Organik, N Organik dan C/N Pupuk Cair (biourine) Kelinci yang Diproduksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda.......................................... 2. Hasil Analisa Sidik Ragam pH pupuk cair (biourine) Kelinci yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda. ................................................................................................... 3. Hasil Analisa Sidik Ragam C Organik pupuk cair (biourine) Kelinci yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda. .......................................................................................... 4. Hasil Analisa Sidik Ragam N Organik pupuk cair (biourine) Kelinci yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda. .......................................................................................... 5. Hasil Analisa Sidik Ragam Rasio C/N pupuk cair (biourine) Kelinci yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda.. ......................................................................................... 6. Dokumentasi Pembuatan pupuk cair (biourine) Kelinci yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda... .................................................................................................
32
33
34
35
36
37
xii
ABSTRAK
RISMAWATI RASYID. I 111 12 910 Kualitas Pupuk Cair (Biourine) Kelinci yang Diproduksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Proses Aerasi yang Berbeda. Dibawah bimbingan MUHAMMAD IRFAN SAID sebagai Pembimbing Pertama dan ANIE ASRIANY sebagai Pembimbing Kedua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas biourine kelinci yang diproduksi menggunakan MOL feses sapi Bali, MOL Bonggol pisang dan EM4®, serta lama proses Aerasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2x3 dengan 3 kali ulangan. Faktor I jenis dekomposer yaitu MOL feses sapi Bali, MOL Bonggol pisang dan EM4®. Faktor II lama aerasi yaitu 0 jam, 48 jam dan 96 jam. Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pH, C Organik, N Organik dan Rasio C/N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dekomposer berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan N Organik. Namun, tidak berpengaruh nyata terhadap Nilai pH, C Organik dan Rasio C/N. Sedangkan, lama aerasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan Nilai pH, C Organik, N Organik dan Rasio C/N. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pupuk cair (biourine) kelinci yang diproduksi dengan menggunakan jenis dekomposer MOL feses sapi Bali dan lama aerasi 48 jam memiliki kandungan unsur hara yang tinggi.
Kata kunci: Biourine Kelinci, Jenis Dekomposer, Lama Aerasi.
xiii
ABSTRACT
RISMAWATI RASYID. I 111 12 910 Liquid fertilizer quality (biourine) rabbits produced using decomposers and duration of different aeration processes. Under the leadership of MUHAMMAD IRFAN SAID as first supervisor and ANIE ASRIANY as second supervisor. The purpose of this research was to determine quality biourine rabbits in produced using MOL faeces cow Bali, MOL bananas tubers, EM4® and the long process of different aeration. This research uses a completely random design (CRD) with a 2x3 factorial plane with three replications. The first factor is the type decomposers of MOL faeces cow Bali, MOL banana tubers and EM4®. The second factors is long aeration 0 hour, 48 hours and 96 hours. The parameters measured in this research were pH, C Organic, N Organic and Ratio C/N. The results showed that the significant decomposer type (P<0.05) of N Organic content. However, no significant effect on pH, C Organic and Ratio C/N. Meanwhile, a greater aeration (P<0.05) the content of the pH value, C Organic, N Organic and Ratio C/N. Conclusion of this research is the liquid fertilizer (biourine) rabbits are produced using types of decomposers MOL faeces cow Bali and long aeration 48 hours have a high nutrient content. Keywords: Biourine Rabbit, Type Decomposer, Old Aeration.
xiv
PENDAHULUAN
Pengembangan program Go Green yang dilakukan pemerintah dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan penggunaan pupuk anorganik. Program Go Green mengharuskan semua produk khususnya yang dikonsumsi manusia diupayakan bersifat organik. Berdasarkan peluang tersebut banyak kalangan (pengusaha, produsen, pedagang, dan lain-lain) yang beralih ke produk organik dengan memanfaatkan berbagai limbah untuk pembuatan pupuk organik khususnya limbah peternakan seperti urine kelinci. Urin kelinci adalah salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik cair (POC) yang memiliki kelebihan pada kandungan unsur hara baik mikro maupun makro yang melebihi kandungan urin sapi, kambing dan domba. POC adalah dekomposisi dari bahan - bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Pupuk organik cair diproses melalui tahap fermentasi yang menggunakan MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4® sebagai dekomposer. Penggunaan MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4®
pada
pembuatan POC adalah dapat meningkatkan kandungan unsur hara yang terdapat didalamnya. Mikroorganisme dapat diproduksi dari bahan nabati maupun hewani, sehingga biaya produksi relatif murah dan mudah didapat. Penambahan dari jenis dekomposer yang digunakan dalam meningkatkan kandungan hara pada biourine kelinci, proses aerasi pada biourine kelinci juga diharapkan dapat meningkatkan kandungan haranya.
Proses aerasi berfungsi
1
untuk menambah udara atau oksigen didalamnya, sehingga kandungan haranya meningkat. Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai “Kualitas pupuk organik cair (biourine) kelinci yang diproduksi menggunakan jenis dekomposer dan lama aerasi yang berbeda”. Pupuk organik cair (POC) difermentasi dari bahan-bahan yang banyak tersedia di lingkungan sekitar. Biourine merupakan hasil fermentasi dari urin kelinci, mikroorganime dan berbagai tambahan lainnya yang kemungkinan dapat menambah kandungan unsur hara. Penambahan MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4® sebagai dekomposer berguna untuk mempercepat pemecahan bahan organik yang dapat bekerja efektif dalam menambah kandungan unsur hara. Namun, mikroorganisme yang ada dalam biourine membutuhkan nutrisi yang cukup. Salah satu metode yaitu dengan melakukan penambahan oksigen yang disebut aerasi. Aerasi pada biourine kelinci tergantung pada lamanya waktu yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biourine kelinci yang di produksi menggunakan MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4®, serta lama proses aerasi yang berbeda. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi yang mampu memperkaya konsep dan teori dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun sumber daya manusia yang produktif.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) Pupuk merupakan bahan tambahan yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti halnya manusia yang membutuhkan makanan untuk energi, tumbuh dan berkembang. Pupuk dapat menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Pupuk organik dapat dijadikan salah satu alternatif pengganti pupuk anorganik yang selama ini umum digunakan oleh para petani. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk organik cair (Susila, 2016). Pupuk organik cair adalah larutan yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang berbentuk padat dan mudah larut, serta berisi satu atau lebih pembawa unsur yang dibutuhkan tanaman (Gustia, 2016). Selanjutnya Rizqiani et al. (2007) menyatakan bahwa POC kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat, diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun, dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae, sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab
penyakit,
merangsang
pertumbuhan
cabang
produksi,
serta
3
meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah (Rizqiani et al., 2007). Hasil pembuatan POC pada prinsipnya ditentukan oleh bahan baku (urine, dolomit dan gula merah), mikroorganisme pengurai, proses pembuatan, produk akhir dan pengemasan. Bahan baku dengan kondisi yang masih segar dan semakin beragamnya jenis mikroorganisme, maka akan membuat kualitas POC yang dihasilkan menjadi semakin baik. Sehingga, untuk mendapatkan mutu POC dapat ditafsirkan dari jumlah karbon dan nitrogen (C/N ratio) dengan nilai antara 12 – 15 kandungan unsur hara. Jika C/N ratio tinggi berarti bahan penyusun POC belum terurai secara sempurna. Hal ini disebabkan, bahan baku C/N ratio yang tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan baku C/N rendah (Pancapalaga, 2011). Sawitri (2016) menambahkan bahwa kelebihan POC adalah mampu memberikan hara bagi tanaman tanpa merusak unsur hara di dalam tanah dan lebih mudah diserap oleh tanaman. Sampurno et al.,(2016) menyatakan bahwa POC menguntungkan karena tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, POC memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yamg diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa penggunaan POC lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan POC berarti melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu memupuk tanaman, menyiram tanaman dan mengobati tanaman. Hartatik dan Setyorini (2011) menyatakan bahwa peranan
4
POC terhadap sifat kimia tanah adalah sebagai: (a) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (b) meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, dan (c) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logamlogam ini tidak meracuni. Peranan pupuk organik terhadap sifat fisika tanah antara lain adalah: (a) memperbaiki struktur tanah karena bahan organik dapat “mengikat” partikel tanah menjadi agregat yang mantap, (b) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air tanah menjadi lebih baik dan pergerakan udara (aerasi) di dalam tanah juga menjadi lebih baik, dan (c) mengurangi fluktuasi suhu tanah. Peranan pupuk organik terhadap sifat biologi tanah adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikro dan makro tanah. Dengan cukupnya tersedia bahan organik maka aktivitas organisme tanah yang juga mempengaruhi ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah menjadi lebih baik. Kandungan Hara Pupuk Organik Cair (POC) Pupuk cair mengandung unsur hara makro dan mikro, dimana unsur hara mikro berfungsi sebagai activator sistem enzim atau dalam proses pertumbuhan tanaman, seperti fotosintesis dan respirasi. Begitu juga dengan kandungan hara makro yang cukup tersedia bagi kebutuhan tanaman, dapat meningkatkan panjang malai serta mampu meningkatkan hasil tanaman (Sitompul et al., 2014). Pupuk cair mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman. Unsur-unsur itu terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Nitrogen digunakan untuk pertumbuhan
5
tunas dan batang dan daun. Fosfor (P) digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar, buah, dan biji. Sementara kalium (K) digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Setiawan, 2007). Hadi (2005) menambahkan bahwa, pupuk organik cair mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolisme tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion ammonium. Unsur kalium juga berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik sehingga memungkinkan
lancarnya
proses-proses
metabolisme
dan
menjamin
kesinambungan pemanjangan sel. Unsur fosfor berperan dalam menyimpan dan memindahkan energi untuk sintesis karbohidrat, protein, dan proses fotosintesis. Senyawa-senyawa hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk senyawa organik yang kemudian dibebaskan dalam bentuk ATP untuk pertumbuhan tanaman. Asam folat dan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam POC akan mendukung dan mempercepat pertumbuhan tanaman.
6
Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair (POC) Persyaratan teknis minimal POC telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang pupuk organik, pupuk hayati dan pembenahan disajikan pada Tabel 1: Tabel 1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair No Parameter Satuan 1. C-Organik % 2. Bahan ikutan : (plastik, kaca, krikil) % 3. Logam berat : - As ppm - Hg ppm - Pb ppm - Cd ppm 4. pH 5. Hara makro : - N % - P2O5 % - K2O % 6. Mikroba kontaminan : - E. coli MPN/ml - Salmonella sp MPN/ml 7.
8.
Hara mikro : - Fe total - Fe tersedia - Mn - Cu - Zn - B - Co - Mo Unsur lain : - La - Ce
Standar Mutu Min 6 Maks 2 Maks 2,5 Maks 0,25 Maks 12,5 Maks 0,5 4-9 3-6 3-6 3-6 Maks 102 Maks 102
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
90-900 5-50 250-5000 250-5000 250-5000 125-2500 5-20 2-10
Ppm Ppm
0 0
Sumber : Permentan No 70/Permentan/SR.140/10/2011dalam Dewi et al., 2012.
7
Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci Kotoran kelinci merupakan salah satu alternatif sebagai pupuk organik. Selain
dari pada
itu kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang
baik karena mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup baik dan karena kandungan proteinnya yang tinggi (18% dari berat kering) sehingga kotoran kelinci masih dapat diolah menjadi pakan ternak (Sitompul et al., 2014). Pupuk kandang seperti kotoran dan urine kelinci adalah pupuk yang memiliki kandungan unsur N=2,72%, P=1,1%, K=0,5%
yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kotoran ternak lain seperti kuda, kerbau, sapi, domba, babi dan ayam Nurrohman et al. (2014). Selanjutnya Rosdiana (2015) menambahkan bahwa urin kelinci adalah salah satu pupuk organik cair yang memiliki kandungan nitrogen (N) =2,72%,
yang penting bagi tanaman. Unsur N diperlukan oleh
tanaman untuk pembentukan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar serta berperan vital pada saat tanaman melakukan fotosintesa, sebagai pembentuk klorofil. Menurut Mutryarny et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa respon pertumbuhan dan produksi yang baik pada pemberian POC urin kelinci disebabkan oleh adanya nutrisi yang berupa hara yang terkandung didalam POC urin kelinci. Pupuk organik cair urine kelinci yang mengandung unsur makro N, P, K yang cukup tinggi dibandingkan POC urine ternak lainnya. Pupuk organik cair urine kelinci dapat meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme dalam tanah yang aktif merombak dan melepaskan unsur hara dalam proses pelapukan, sehingga proses dekomposisi akan menggabungkan butir
8
-butir tanah lepas yang menyebabkan daya serap air menjadi lebih baik. Pemberian POC urin kelinci mampu menyediakanan hara untuk menunjang pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman serta meningkatkan kandungan unsur hara dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Tinjauan Umum Jenis Dekomposer Mikroorganisme Hewani dan Nabati Pembuatan pupuk cair tidak lepas dari perananan mikroorganisme hewan, nabati yang akan membantu dalam proses fermentasi (Susila, 2016). Selanjutnya Handayani et al. (2015) menambahkan bahwa saat ini penggunaan larutan mikroorganisme hewani dan nabati sebagai pupuk organik cair sudah berkembang tidak hanya untuk tanaman padi tetapi juga tanaman pertanian lainnya seperti sayuran, palawija dan buah-buahan. Larutan mikroorganisme hewani dan nabati merupakan larutan hasil fermentasi dengan bahan baku berbagai sumber daya yang tersedia di sekitar lingkungan, diantaranya yaitu bonggol pisang dan urin. Bahan-bahan tersebut merupakan tempat yang disukai oleh mikroorganisme sebagai media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna dalam mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman. Larutan mikroorganisme heani dan nabati mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik.
9
Mikroorganisme hewani dan nabati terbuat dari bahan-bahan alami, sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan organik. Mikroorganisme hewani dan nabati dapat
juga
disebut
sebagai
bioaktivator
yang
terdiri
dari
kumpulan
mikroorganisme hewani, nabati dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam setempat. Mikroorganisme hewani dan nabati dapat berfungsi sebagai perombak bahan organik dan sebagai pupuk cair melalui proses fermentasi (Budiyani, 2016). Mikroorganisme dapat bersumber dari bermacam-macam bahan lokal, antara lain urin sapi, batang pisang, daun gamal, buah-buahan, nasi basi, sampah rumah tangga, rebung bambu, serta rumput gajah dan dapat berperan dalam proses pengelolaan limbah ternak, baik limbah padat untuk dijadikan kompos, serta limbah cair ternak untuk dijadikan biourine (Budiyani, 2016). Kandungan bakteri dalam mikroorganisme hewani dan nabati dapat dimanfaatkan sebagai starter pembuatan biourin, pupuk hayati, bahkan pestisida organik. Dengan menggunakan bahan yang tersedia di
lingkungan sekitar,
Pemakaian pupuk organik yang dikombinasikan dengan mikroorganisme hewani dan nabati dapat menghemat penggunaan pupuk kimia hingga 400 kg per musim tanam pada 1 Ha sawah. Waktu pembuatan relatif singkat dan cara pembuatannya pun mudah. Selain itu, mikroorganisme hewani dan nabati juga ramah lingkungan (Adiatma, 2016).
10
EM4® Teknologi EM4® adalah
teknologi
fermentasi yang dikembangkan
pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari University Of The Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4® merupakan kultur campuran dari beberapa mikroorganisme
yang
Mikroorganisme alami
menguntungkan yang terdapat
bagi
dalam
pertumbuhan
EM4®
bersifat
tanaman. fermentasi
(peragian) terdiri dari empat kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4® merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah.
EM4®
mampu mempercepat dekomposisi
limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan menekan aktivitas mikroorganisme pathogen. Pembuatan pupuk organik tidak terlepas dari peranan mikroba yang bertindak sebagai pengurai atau dekomposer berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat pupuk organik. Aktivator mikroba memiliki peranan penting karena digunakan untuk mempercepat pembuatan pupuk organik (Huda, 2013). Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4® dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi. Dalam penggunaan EM4® memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan molases atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan (Fitria, 2008).
11
Tinjauan Umum Aerasi pada Pupuk Cair Pupuk cair mengandung berbagai macam unsur hara yang bermanfaat bagi tanaman, namun masih perlu perlakuan khusus agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara maksimal. Adapun caranya adalah menambah udara (aerasi) atau oksigen di dalamnya agar memudahkan perombakan zat-zat nutrisi yang tersisa. Namun jumlah udara yang diperlukan belum diketahui (Junus et al., 2014). Sistem porositas
aerasi
yang baik
dapat didukung dengan memanfaatkan
bahan, terowongan angin dibawah tumpukan, dan pembalikan
tumpukan yang reguler. Ketersediaan nutrien dapat dicukupi dengan mengatur rasio karbon dan nitrogen (C/N ratio) (Wahyono, 2011). Aerasi diperlukan untuk menjamin kebutuhan oksigen baik dari organisme budidaya maupun biomas bakteri. Selain berperan dalam penyediaan oksigen, aerasi juga berfungsi untuk mengaduk (mixing) agar suspensi tidak mengendap (Ekasari, 2009). Penelitian menggunakan aerasi sebagai penambah udara atau oksigen diharapkan dapat mengetahui perbedaan kandungan unsur hara pupuk cair yang diareasi. Selanjutnya hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai acuan pijakan dalam meningkatkan kandungan unsur
hara pupuk cair melalui penambahan
udara (Junus et al., 2014).
12
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2017 dengan tiga tahapan prosedur. Prosedur pertama yaitu proses pembuatan mikroorganisme hewani dan nabati. Prosedur kedua yaitu proses pembuatan biourine dan proses aerasi pada biourine kelinci yang telah difermentasi selama 4 minggu di Laboratorium Valorisasi Limbah Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Prosedur ketiga yaitu analisis Nitrogen di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dan analisis C Organik di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Bahan yang digunakan pada pembuatan MOL feses sapi Bali yaitu feses sapi Bali, gula merah dan air. Alat yang digunakan pada pembuatan MOL feses sapi Bali yaitu botol, pisau, ember, saringan dan timbangan. Bahan yang digunakan pada pembuatan MOL bonggol pisang yaitu bonggol pisang, gula merah dan air cucian beras. Alat yang digunakan pada pembuatan MOL bonggol pisang yaitu botol, ember, pisau, saringan dan timbangan. Bahan pada pembuatan pupuk organik cair (biourine) yaitu urin kelinci, MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang, EM4®, kapur pertanian/dolomit dan gula merah. Alat yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik cair (biourine)
13
kelinci yaitu ember, timbangan, saringan, gelas ukur dan alat pengukur pH, serta termometer. Bahan yang digunakan pada proses aerasi yaitu biourine kelinci yang telah difermentasi selama 4 minggu. Alat yang digunakan pada proses aerasi yaitu botol, aerator, selang, batu gelembung, sambungan T, pH meter dan termometer untuk mengukur suhu selama proses aerasi. Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 x 3 (2 faktor, 3 perlakuan dan 3 kali ulangan) a.
Faktor pertama adalah jenis dekomposer (A) 1. Mol bonggol pisang 2. EM4® 3. Mol feses sapi Bali
b.
Faktor kedua adalah lama aerasi (B) 1. 0 Jam 2. 48 Jam 3. 96 Jam Rancangan penelitian yang digunakan dengan model matematika sebagai
berikut: (Adiatma, 2016) Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk Keterangan : i : Jenis dekomposer(1,2,3) j : Lama aerasi(1,2,3) k : Ulangan (1,2,3) 14
Yijk
: Nilai pengamatan biourin ke-k yang
menggunakan perbedaan jenis
dekomposer ke-i dan lama Aerasi ke-j. µ
: Nilai rata-rata perlakuan.
αi
: Pengaruh perbedaan jenis Dekomposer ke-i terhadap kualitas Biourine ke-k.
βj
: Pengaruh fermentasi yang berbeda ke-j terhadap kualitas biourin ke-k.
(αβ)ij : Pengaruh interaksi perbedaan jenis dekomposer ke-i terhadap aerasi yang berbeda ke-j. €ijk
: Pengaruh galat yang menerima perlakuan jenis dekomposer ke-i dan aerasi yang berbeda ke-j.
Prosedur Pembuatan MOL feses sapi Bali dan MOL Bonggol pisang Gula merah dan feses sapi Bali yang masih baru masing-masing sebanyak 1 kg dan air sebanyak 1 liter dicampur kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam botol. Selanjutnya, dilakukan fermentasi selama 14 hari. Setelah selesai proses fermentasi MOL feses sapi Bali disaring kembali dan MOL siap digunakan.
15
Diagram alir pembuatan MOL feses sapi Bali sebagai berikut:
Gambar 1. Diagram alir prosedur pembuatan starter MOL feses sapi Bali. Bonggol pisang dihaluskan dan dicampur air cucian beras dan gula merah masing-masing sebanyak 1 kg. Selanjutnya, disimpan dalam botol dan difermentasi selama 14 hari. Setelah selesai proses fermentasi MOL Bonggol pisang disaring kembali dan MOL siap digunakan. Diagram alir pembuatan MOL Bonggol pisang sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram alir prosdur pembuatan MOL Bonggol pisang. 16
Proses Produksi dan Aerasi Biourine Kelinci Proses produksi biourine kelinci dengan formulasi bahan yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Formulasi Bahan Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci. Persentase Bahan Bahan Biourine A1 A2 A3 B1 B2 B3 Urine (L) 1 1 1 1 1 1 Dolomit (g) 9 9 9 9 9 9 Gula merah (g) 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 Mikroorganisme hewani (ml) 45 45 45 EM4 (ml) 45 45 45 Mikroorganisme nabati (ml) Keterangan: A1 : MOL Bonggol pisang dan 0 Jam A2 : MOL Bonggol pisang dan 48 Jam A3 : MOL Bonggol pisang dan 96 Jam ® B1 : EM4 dan 0 Jam ® B2 : EM4 dan 48 Jam ® B3 : EM4 dan 96 Jam C1 : MOL feses sapi Bali dan 0 Jam C2 : MOL feses sapi Bali dan 48 Jam C3 : MOL feses sapi Bali dan 96 Jam
C1 1 9 4,5 45
C2 1 9 4,5 45
C3 1 9 4,5 45
Tahap selanjutnya yakni setiap sampel biourine kelinci difermentasi 4 minggu (sesuai prosedur). Kemudian mengambil sampel biourine kelinci yang telah difermentasi selama 4 minggu kemudian diaerasi selama 48 dan 96 jam (sesuai prosedur) dengan menggunakan aerator. Selanjutnya mengambil sampel biourine kelinci yang telah diaerasi dari setiap ulangan untuk dianalisis nilai pH, kadar C organik, N organik dan rasio C/N pada setiap perlakuan.
17
Diagram alir proses produksi biourine kelinci sebagai berikut:
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Biourine Kelinci.
Pengukuran Parameter Menurut Page et al., (1982) bahwa analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yakni pH, C organik, N organic dan Rasio C/N yang dapat dilakukan dengan cara berikut:
18
1.
Analisis pH Analisis pH dapat dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam
botol sebanyak 100 ml, lalu kocok kemudian ditambah 50 ml air bebas ion, dikocok dengan mesin kocok selama 30 menit. Kemudian mengukur sampel dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0 2.
Analisis Kadar C Organik Analisis kadar C organik dapat dilakukan dengan cara menimbang sampel
sebanyak 50 ml ke dalam labu takar volume 100 ml. Ditambahkan berturut-turut 5 ml larutan K2Cr2O7 2 N, dikocok, dan 7 ml H2SO4 pa. 98%, dikocok lagi, dibiarkan 30 menit dan jika perlu sekali-kali dikocok. Untuk standar yang mengandung 250 ppm C, dimasukan 5 ml larutan standar 5000 ppm ke dalam labu takar volume 100 ml, kemudian menambahkan 5 ml H2SO4 dan 7 ml larutan K2Cr2O7 2 N dengan pengerjaan seperti di atas. Blanko digunakan sebagai standar 0 ppm C. Masing-masing diencerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin, volume ditepatkan hingga tanda tera 100 ml, dikocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan semalam. Besoknya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 651 nm. Kadar C-organik ( % ) = ppm kurva x100/ mg contoh x fk Keterangan: ppm kurva
: Kadar contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antar kadar deret standar dengan pemba -caanya setelah dikurangi blanko. Fk : Faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air) Kadar bahan organik (%) : 100/58 x kadar C-org (%) 100/58 adalah faktor Van Bemmelen 19
3.
Analisis Kadar N Organik
Sampel ditimbang sebanyak 5 ml ke dalam labu Kjeldahl/tabung digestor yang ditambahkan 0,25 – 0,50 g selenium mixture dan 3 ml H2SO4 pa, dikocok hingga campuran merata dan biarkan 2 – 3 jam. Didestruksi sampai sempurna dengan suhu bertahap dari 150 oC hingga akhirnya suhu maks 350 oC dan diperoleh cairan jernih (3 –3,5 jam). Setelah dingin diencerkan supaya tidak mengkristal. Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator volume 250 ml, kemudian ditambahkan air bebas ion hingga setengah volume labu didihdan sedikit batu didih. Penampung destilat disiapkan yaitu 10 ml asam borat 1 % dalam erlenmeyer volume 100 ml yang dibubuhi 3 tetes indikator conway. 105 Didestilasi dengan menambahkan 20 ml NaOH 40 %. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan H2SO40,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi merah jambu muda)= A ml, penetapan blanko dikerjakan = A1 ml. %𝑁 =
𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × N × BST N × 100 berat sampel (mg)
Keterangan : BST N = Berat Setara Nitrogen (N) 4.
Rasio C/N Pengukuran rasio C/N dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan
nilai Total C organik dan Nitrogen Organik yang diperoleh dari data hasil analisis. Nilai rasio urin terbaik di bawah 18. Rasio C/N=
Nilai C Organik Nilai N Organik
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai pH Biourine Kelinci Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai pH biourine kelinci disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Nilai pH Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda Jenis Dekomposer Lama Aerasi Rata-rata MOL Bonggol MOL feses sapi EM4® (%) pisang (%) Bali (%) 0 Jam 6,63 6,63 6,53 6,60a 48 Jam 9,70 9,76 9,63 9,70b 96 Jam 10,10 10,20 10,06 10,12c Rata-rata 8,81 8,86 8,74 Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) Analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis dekomposer yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH yang dihasilkan, rata - rata presentase
nilai yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Kondisi ini diduga
disebabkan adanya penambahan dolomit pada setiap perlakuan yang berperan sebagai penetralisir pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Junus et al., (2014), yang menyatakan bahwa kapur pertanian dalam proses fermentasi pupuk organik cair berfungsi sebagai penetralisir pH dengan cara melarutkan serta melepaskan zat-zat yang dapat menurunkan keasaman sehingga pH mendekati netral. Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lama aerasi yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai pH biourine yang dihasilkan. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) terhadap perlakuan lama
21
aerasi 0 jam memberikan perbedaan 48 jam dan 96 jam, semakin lama waktu aerasi yang digunakan maka semakin meningkat nilai pH yang dihasilkan. Hal ini diduga, bahwa adanya aktivitas mikroorganisme dalam kondisi yang aerob serta adanya perombakan yang mempercepat peningkatan pH pada biourine saat aerasi berlangsung. Hal ini sejalan dengan Junus et al., (2014) bahwa aerasi pupuk cair dapat memudahkan tumbuhnya mikroorganisme aerob sehingga mempercepat pemanfaatan asam-asam organik dan dengan mudah meningkatkan kenaikan pH pada pupuk cair. Selain itu disebabkan oleh munculnya mikroorganisme lain bahwa dari bahan yang diuraikan seperti bakteri metana yang mampu memecah asam
asetat menjadi
gas metana, sehingga pH akan kembali meningkat.
Mikroorganisme ini akan memanfaatkan asam-asam organik yang dihasilkan sehingga pH bahan akan kembali naik setelah beberapa hari (Fitria, 2008). Budiyani et al., (2016) menyatakan bahwa perombakan akan menghasilkan nitrogen dan amonia, sehingga perombakan ini akan menyebabkan nilai pH menjadi meningkat. Analisis ragam pada Tabel 3 menujukkan bahwa interaksi antara jenis dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH biourine yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer dengan lama aerasi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai pH yang dihasilkan.
22
Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai C Organik Biourine Kelinci Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai C Organik biourine kelinci disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Nilai C Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda Jenis Dekomposer Lama Aerasi Rata-rata MOL Bonggol MOL feses sapi EM4® (%) pisang (%) Bali (%) 0 Jam 2,44 2,40 2,37 2,40a 48 Jam 2,46 2,63 3,07 2,72b 96 Jam 2,26 2,62 2,40 2,43 a Rata-rata 2,39 2,55 2,61 Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) Hasil analisis ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis dekomposer yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai C Organik biourine kelinci yang didapatkan. Hal ini diduga, karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik menjadi senyawa sederhana dan adanya pelepasan karbon dioksida. Hal ini sesuai pendapat Handayani et al., (2015) bahwa C organik dan bahan organik telah mengalami perubahan struktur oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa lama aerasi yang berbeda berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap nilai C organik biourine yang dihasilkan. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) terhadap perlakuan lama aerasi 0 dan 96 jam tidak memberikan perbedaan nilai, namun memberikan perbedaan nilai pada lama aerasi 48 jam, kondisi ini mungkin disebabkan karena adanya pelepasan karbon yang mengakibatkan nilai yang didapatkan mengalami 23
penurunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sufianto (2014) yang menyatakan bahwa perubahan struktur bahan organik atau karbon (C) mengalami pembakaran dengan O2 menjadi kalori dan karbon dioksida (CO2) dan dilepas dalam bentuk gas sehingga kandungan karbon menjadi rendah. Analisis ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai C organik biourine. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer lama aerasi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai C organik biourine kelinci. Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai N Organik Biourine Kelinci Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai N Organik biourine kelinci disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Nilai N Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda Jenis Dekomposer Lama Aerasi Rata-rata MOL Bonggol MOL feses sapi EM4® (%) pisang (%) Bali (%) 0 Jam 1,83 2,26 2,44 2,18a 48 Jam 2,11 2,19 2,51 2,27ab 96 Jam 2,28 2,44 2,27 2,48b Rata-rata 2,07a 2,30b 2,55c Ket: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) Analisis ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis dekomposer yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap nilai N organik biourine yang
dihasilkan. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa biourine kelinci dengan menggunakan jenis dekomposer yang berbeda
24
memberikan perbedaan nilai N organik. Dimana, mikroorganisme hewan lebih tinggi dari jenis dekomposer lainnya. Hal ini diduga, karena penggunaan bahan baku pada pembuatan biourine. Semakin banyak penggunaan bahan baku asal limbah ternak maka semakin baik kualitas pupuk cair yang dihasilkan hal ini disebabkan karena nutrisi feses ternak dipengaruhi saat ternak tersebut masih hidup yaitu konsumsi ternak , alat pencernaan dan umur ternak Pancapalaga (2011). Penambahan feses sapi sebagai bahan dekomposisi juga mampu meningkatkan kandungan nitrogen pada pupuk cair, karena didalam feses sapi terkandung makronutrien seperti nitrogen, fosfor, dan kalium (Marlina, 2016). Berdasarkan Tabel 5 menunjukan bahwa lama aerasi yang berbeda berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap nilai N organik biourine yang dihasilkan. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) terhadap perlakuan lama aerasi 0 jam memberikan perbedaan 48 jam dan 96 jam, semakin lama waktu aerasi yang digunakan maka semakin meningkat nilai N organik yang dihasilkan. Hal ini diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme dari proses penguraian bahan organik yang mampu meningkatkan kandungan N organik pada biourine. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hidayati et al. (2008) bahwa kandungan N organik dalam biourine berasal dari bahan organik yang didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga berlangsungnya proses degradasi sangat mempengaruhi kandungan N organik dalam biourine. Analisis ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai N organik
25
biourine. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer lama aerasi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai N organik biourine kelinci yang dihasilkan.
Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai Rasio C/N biourine kelinci disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda Jenis Dekomposer Lama Aerasi Rata-rata MOL Bonggol MOL feses sapi EM4® (%) pisang (%) Bali (%) 0 Jam 1,32 1,06 0,97 1,12b 48 Jam 1,16 1,19 1,23 1,19b 96 Jam 1,00 1,07 0,88 0,98a Rata-rata 1,16 1,11 1,03 Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) Hasil analisis ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis dekomposer yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Rasio C/N biourine kelinci yang didapatkan. Hal ini diduga, karena kandungan C organik pada biourine rendah, sehingga rasio C/N pada biourine rendah. Hal ini sesuai pendapat Budiarta (2017) bahwa kadar C organik yang rendah akan mempengaruhi rasio C/N. Biourine dengan kandungan C organik yang rendah menghasilkan rasio C/N yang rendah pula. Kandungan C organik yang rendah disebabkan fermentasi bahan yang tidak cukup memiliki sumber karbon, sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi terhambat karena tidak memiliki sumber energi yang cukup (Cesaria, et al., 2012).
26
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa lama aerasi yang berbeda berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap nilai Rasio C/N biourine yang dihasilkan. Hal ini diduga, karena adanya pelepasan karbon selam proses aerasi berlangsung. Hal ini sesuai pendapat Ismayana et al., (2012) bahwa perubahan rasio C/N dipengaruhi oleh kadar karbon organik bahan yang cenderung menurun dan perubahan kadar nitrogen yang relative konstan, sehingga
rasio
C/N akan
menurun pada akhir proses aerasi. Analisis ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Rasio C/N Biourine. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer dengan lama aerasi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai Rasio C/N yang dihasilkan. Interaksi antara jenis dekomposer dan lama aerasi menunjukkan penurunan. Adanya kandungan karbon yang lebih rendah pada rasio C/N, menghasilkan perubahan nilai C/N yang berbeda nyata. Lama aerasi menunjukkan pengaruh terhadap laju penurunan C/N karena oksidasi dan metabolisme mikroorganisme (Ismayana et al., 2012).
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pupuk cair (biourine) kelinci yang diproduksi dengan menggunakan jenis dekomposer MOL feses sapi Bali dan lama aerasi 48 jam memiliki kandungan unsur hara yang tinggi. Saran Proses aerasi pada biourine diupayakan tidak melebihi 48 jam, karena akan meningkatkan kandungan pH yang terdapat di dalamnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adiatma, R. 2016. Karakteristik dan Analisis Keuntungan Pupuk Organik Cair Biourine Sapi Bali yang Diproduksi Menggunakan Mikroorganisme Lokal (Mol) dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar. Budiarta I. W., Sumiyati dan Setiyo Y., 2017. Pengaruh Saluran Aerasi pada Pengomposan Berbahan Baku Jerami. BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian). 5 (1): 68 – 75. Budiyani N. K., Soniari N. N. dan Sutari N. W. S., 2016. Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 5 (1): 63-72. Cesaria R. Y., Wirosoedarmo R. dan Suharto B., 2012. Pengaruh Penggunaan Starter Terhadap Kualitas Fermentasi Limbah Cair Tapioka sebagai Alternatif Pupuk Cair. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Hal. 8 14. Dewi T., Anas I., Suwarno dan Nursyamsi D., 2012. Evaluasi Kualitas Pupuk Organik yang Beredar di Pulau Jawa Berdasarkan Permentan No. 70/Sr.140/10 Tahun 2011 . Jurnal Tanah Lingkungan. 14 (2): 79-83. Ekasari J., 2009. Teknologi Biotlok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya Sistem Intensif. Jumal Akuakultur Indonesia. 8 (2): 117-126. Fitria Y., 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganisme 4). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hadi P., 2005. Abu Sekam Padi Pupuk Organik Sumber Kalium Alternatif pada Padi Sawah. GEMA. Hal 38 – 45. Handayani S. H., Yunus A. dan Susilowati A., 2015. Uji Kualitas Pupuk Organik Cair dari Berbagai Macam Mikroorganisme Lokal (Mol). El-Vivo. 3(1): 54 – 60. Hardjowigeno dan Sarwono., Jakarta.
2007.
Ilmu Tanah.
Akademika Pressindo.
Hartatik W. dan Setyorini D., 2011. Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Kualitas Tanaman. Peneliti Badan Litbang Pertanian. Bogor.
29
Hidayati, YA. Bento TB., Kunarni A., Marlina E.T., dan Harlina E. 2008. Kualitas pupuk cair hasil pengolahan feses sapi potong menggunakan saccharomyces cerevisiae. Jurnal Ilmu Ternak. 11 (2): 104 –107. Ismayana A., Indrasti N. S., Suprihatin, Maddu A. dan Fredy A., 2012. Faktor Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi pada Proses Co-Composting Bagasse dan Blotong. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 22 (3):173-179. Junus M., Widodo A. S., Suprapto W dan Zamrudy W., 2014. Peranan Aerasi dan Silika serta Lama Pemeraman Terhadap Kandungan Pupuk Cair Lumpur Organik Unit Gas Bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (1): 82 – 92. Marlina S., 2016. Analisis N dan P Pupuk Organik Cair Kombinasi Daun Lamtoro Limbah Tahu dan Feses Sapi. Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Mutryarny E., Endriani dan Lestari S. U., 2014. Pemanfaatan Urine Kelinci Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Varietas Tosakan. Jurnal Ilmiah Pertanian. 11(2) : 23 – 34. Nurrohman M., Suryanto A. dan Karuniawan P. W., 2014. Penggunaan Fermentasi Ekstrak Paitan (Tithonia Diversifolia L.) dan Kotoran Kelinci Cair Sebagai Sumber Hara pada Budidaya Sawi (Brassica Juncea L.) Secara Hidroponik Rakit Apung. Jurnal Produksi Tanaman. 2(8): 649 – 657. Page, A.L., R.H. Miller, and D.R. Keeney (Eds.). 1982. Methods of Soil Analysis, Part2- Chemical and microbiological properties, 2nd Edition. American Society of Agronomy, Madison, Wisconsin. Pancapalaga W., 2011. Pengaruh Rasio Penggunaan Limbah Ternak dan Hijauan Terhadap Kualitas Pupuk Cair. GAMMA. 7 (1): 61- 68. Rizqiani N. F., Ambarwati E. dan Yuwono N. W., 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7(1): 43-53. Rosdiana., 2015. Pertumbuhan Tanaman Pakcoy Setelah Pemberian Pupuk Urin Kelinci. Jurnal Matematika, Saint, dan Teknologi. 16 (1): 1-8. Setiawan A. I., 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Sitompul H. F., Simanungkalit T. dan Mawarni L., 2014. Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap Pemberianpupuk Kandang
30
Kelinci dan Pupuk NPK (16:16:16). Jurnal Online Agroekoteknologi . 2(3) : 1064 – 1071. Sufianto. 2014. Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik dan Aplikasinya Terhadap Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.). GAMMA. 9 (2): 77 – 94. Supartha I. N. Y., Wijana G. dan Adnyana G. M., 2012. Aplikasi Jenis Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistem Pertanian Organik. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1(2): 98-106. Susila S., 2016. Pengaruh Penggunaan Pupuk Cair Daun Kelor dengan Penambahan Kulit Buah Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung. Publikasi Ilmiah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wahyono S., 2011. Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2 (2) : 113-118.
31
RIWAYAT HIDUP Rismawati Rasyid, lahir di Kampung Parang pada tanggal 05 Juni 1995, sebagai anak ke empat dari bapak Abdul Rasyid dan Nur Hayati. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah Sekolah dasar, SD Negeri Sabbala. Kemudian setelah lulus, melanjutkan di SMPN 3 Galesong Selatan di Kabupaten Takalar, lulus tahun 2009 dan SMKN 3 Takalar di Kabupaten Takalar, lulus pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan Tingkat Menengah Atas, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Prestasi Olah Raga, Seni dan Keilmuan (POSK) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar.