KUALITAS MOLASE SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI ALKOHOL PABRIK SPIRITUS MADUKISMO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Reni Puspitasari NIM : 058114157
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
1
KUALITAS MOLASE SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI ALKOHOL PABRIK SPIRITUS MADUKISMO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Reni Puspitasari NIM : 058114157
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
ii
“ Pelajarilah Ilmu. Barang Siapa Yang Mempelajarinya Karena Allah, Itu Taqwa Menuntutnya, Itu Ibadah. Mengulang-Ulangnya Itu Tasbih. Membahasnya, Itu Jihad. Mengajarkannya Kepada Orang Yang Tidak Tahu, Itu Sedekah. Memberikannya Kepada Ahlinya, Itu Mendekatkan Diri Kepada Allah.” (Ahusy Syaih Ibnu Hibban Dan Ibnu Abdil Barr)
Jenius Adalah 1 % Inspirasi dan 99 % Keringat. Tidak Ada Yang Dapat Menggantikan Kerja Keras. Keberuntungan Adalah Sesuatu Yang Terjadi Ketika Kesempatan Bertemu Dengan Kesiapan. - Thomas A. Edison
Karya ini kupersembahakan Teruntuk: Allah SWT atas segala Rahmat dan HidayahNYA Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya Ibu-Bapak, Kakakku atas kasih sayang yang tulus, dan doanya Malaikat bertanduk yang telah banyak memberi inspirasi dan semangat dan almamaterku tercinta
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kualitas Molase Sebagai Bahan Baku Produksi Alkohol Pabrik Spiritus Madukismo Yogyakarta”. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Rita Suhadi M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2.
Bapak
Ignatius
Yulius
Kristio
Budiasmoro,
M.Si.,
selaku
dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 3.
Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., selaku ketua peneliti “Optimalisasi Produksi Alkohol oleh Saccharomyces cereviceae dari PS Madukismo Yogyakarta” yang telah banyak memberi masukan, saran dan membantu penulis dalam penelitian ini.
4.
Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.
vii
5.
Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro M.For.Sc., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.
6.
Seluruh staf dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
7.
Mas Bimo, Mas Kunto, Pak Parlan, seluruh laboran dan karyawan Universitas Sanata Dharma.
8.
Orang tua dan kakakku tercinta, atas segala kasih sayang, dukungan, dan doanya selama ini.
9.
Pak Eko dan Mbak Hasti atas izin dan bantuannya dalam pengambilan data penelitian di PS Madukismo Yogyakarta.
10.
Kelompok GBU ( Iman, Agung, Totok, Pak Rete, Bayu, Eko, Natalia) untuk masa-masa yang tak terlupakan selama kuliah.
11.
Sahabat-sahabatku kelas C FST untuk kebersamaan yang menyenangkan, we are still the best, always be rainbow.
12.
Teman-teman seperjuangan di laboratorium, Yuna, Ermin, Pipit, Prima, Angel dan Imel.
13.
Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan laporan skripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis
viii
INTISARI
Molase hasil samping dari PS Madukismo digunakan sebagai bahan baku produksi alkohol secara fermentasi. Alkohol yang diproduksi PS Madukismo terdiri dari 75% alkohol murni dengan kadar 95% yang dapat digunakan pada industri minuman, farmasi dan kosmetik. Sedangkan 25% alkohol teknis, kadar <95%, digunakan untuk membuat spiritus bakar dan telah disiasati untuk diproses menjadi alkohol absolut yang memenuhi standar kefarmasian. Salah satu yang dapat mempengaruhi hasil produksi alkohol adalah kualitas bahan bakunya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol oleh S. cerevisiae dari PS Madukismo Yogyakarta sehingga produk alkohol yang dihasilkan dapat dioptimumkan. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan metode penelitian menggunakan rancangan penelitian eksploratif deskriptif. Tahapan penelitian meliputi uji organoleptis (bau, warna dan rasa), analisis brix, polarisasi, kadar sakarosa, kadar gula reduksi, sisa gula, kadar gula yang tidak meragi dan kadar abu. Hasil penelitian menunjukkan brix dalam molase sebesar 88,6%, polarisasi sebesar 31,09, kadar sakarosa 35,53%, kadar gula reduksi 18,63%, kadar sisa gula 0,47%, kadar gula yang tidak dapat meragi 6,00% dan kadar abu 7,73%. Dari hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kualitas molase secara keseluruhan mempunyai mutu yang baik sebagai bahan baku produksi alkohol. Data-data penelitian ini dideskripsikan dan dijadikan evaluasi proses produksi alkohol bagi PS Madukismo Yogyakarta, baik evaluasi secara teoritis maupun metodologis. Kata Kunci: molase, produksi alkohol, PS Madukismo
ix
ABSTRACT
The side result of molasses from PS Madukismo is used as the main substance of alcohol production by fermentation. The alcohol produced by PS Madukismo consist of 75% pure alcohol with 95% degree that can be used to cosmetic, pharmacy, and beverage industries. Whereas 25% alcohol technically, with <95% is used create burning spiritus and being processed to be absolute alcohol to fullfill pharmacy standart. Anything case of can to influence yield alcohol production is quality the main of substance. This research was done to know the quality of molasses as the main substance of alcohol production by S. cerevisiae from PS Madukismo Yogyakarta so it could optimize the products. This research was non experimental research by using descriptive explorative research plan methodology. The step was research include of the test organoleptis (smell, color, and taste), analysis brix, polarization, deggre sucrose, degree of reduction glucose, degree of residue glucose, the degree glucose that could not be fermented, and degree of cinders. The result of the research showed there were 88,6% brix in the molasses, 31,09 polarization, 35,53% deggre sucrose, 18,63 degree of reduction glucose, 0,47% degree of residue glucose, the degree glucose that could not be fermented is 6,00% and 7,73% degree of cinders. Hence, from the analysis, it showed the quality of molasses generally was good as the main substance of alcohol production. The data of this research was describe and used as evaluation of alcohol production processing in PS Madukismo, theoretically as well as methodologically evaluation. Keywords : molasses, alcohol production, PS Madukismo
x
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi PRAKATA........................................................................................................... vii INTISARI ............................................................................................................. ix ABSTRACT............................................................................................................x DAFTAR ISI......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii BAB I. A.
PENGANTAR Latar Belakang ......................................................................................1 1. Perumusan masalah.........................................................................3 2. Keaslian penelitian..........................................................................3 3. Manfaat penelitian...........................................................................3
B.
Tujuan Penelitian ...................................................................................4 1. Tujuan umum ...................................................................................4 2. Tujuan khusus ..................................................................................4
xi
BAB II. A.
PENELAAHAN PUSTAKA Proses Produksi Alkohol PS Madukismo Yogyakarta..........................5 1. Sakarosa dihidrolisa menjadi gula reduksi................... ...................5 2. Gula reduksi bereaksi menjadi alkohol dan gas co2.........................5
B.
Molase....................................................................................................7 1. Definisi Molase ................................................................................7 2. Komponen Yang Terkandung Dalam Molase ...............................10 3. Kualitas Molase..............................................................................11
C.
Keterangan Empiris .............................................................................22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A.
Jenis Dan Rancangan Penelitian ..........................................................23
B.
Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional .....................................23 1. Variabel Penelitian.........................................................................23 2. Definisi Operasional................. .....................................................23
C.
Bahan Atau Materi Penelitian .............................................................24
D.
Alat-alat Penelitian ..............................................................................27
E.
Tatacara Penelitian ..............................................................................27 1. Pemeriksaan Pendahuluan.................... ........................................27 2. Uji Kualitas Molase Bahan Baku Produksi Alkohol.............. .......27
F.
Tata Cara Analisis Hasil ......................................................................32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Pemeriksaan Pendahuluan ...................................................................33
B.
Uji kualitas Molase Bahan Baku Produksi Alkohol ...........................35
xii
1. Analisis Brix ..................................................................................35 2. Analisis Polarisasi Dan Harga Kemurnian (HK) ...........................36 3. Analisis Sakarosa ...........................................................................38 4. Analisis Gula Reduksi....................................................................39 5. Analisis Sisa Gula ..........................................................................43 6. Analisis Gula Yang Tidak Dapat Meragi.......................................44 7. Analisis Kadar Abu........................................................................45 BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan............ ..............................................................................48
B.
Saran....................... .............................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53 LAMPIRAN..........................................................................................................51 BIOGRAFI PENULIS .........................................................................................67
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Komponen Yang Terkandung Dalam Molase..................................10
Tabel II.
Hasil Analisis Brix ...........................................................................35
Tabel III.
Hasil Analisis Polarisasi...................................................................37
Tabel IV.
Hasil Analisis Kadar Sakarosa .........................................................38
Tabel V.
Hasil Analisis Gula Reduksi ............................................................43
Tabel VI.
Hasil Analisis Sisa Gula...................................................................44
Tabel VII.
Hasil Analisis Kadar Gula Yang Tidak Meragi......................... ......44
Tabel VIII. Hasil Analisis Kadar Abu.................................................................46 Tabel IX.
Hasil Keseluruhan Analisis Kualitas Molase...................................47
Tabel X.
Isi Jenis Air Untuk Menghitung Isi Piknometer......................... .....51
Tabel XI.
Hubungan Antara Kepekatan Dan Berat Jenis Larutan Gula...........51
Tabel XII.
Koreksi Suhu Pada Penentuan Brix Molase.....................................51
Tabel XIII. Hubungan Antara Berat Jenis Larutan Molase Setelah Koreksi Suhu Dan Brix.............................................................................. .............52 Tabel XIV. Tabel Schmitz...................................................................................52 Tabel XV.
Tetapan Cara Inversi Menurut Steuerwald Pada Berbagai Suhu Dan Kepekatan.........................................................................................52
Tabel XVI. Kadar Gula Reduksi Dari Polarisasi Dan Banyaknya Tembaga Yang Dipisahkan
(mg)
(Pemeriksaan
Gula
Reduksi
Secara
Iodometri).........................................................................................53
xiv
Tabel XVII. Jumlah Gula Invert (mg) Sesuai Dengan Selisih Titrasi Yang Meningkat Dengan 0,1 ml Dan Dalam Larutan Titrasi Tidak Terdapat Sakarosa...................................................................... ......53 Tabel XVIII. Jumlah Gula Yang Tidak Dapat Meragi .........................................53
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Skema Alat Polarimeter ...................................................................14
Gambar 2.
Skema Bagian Dari Nira ..................................................................20
Gambar 3.
Struktur Fruktosa, Glukosa Dan Sakarosa .......................................37
Gambar 4.
Kompleks Iod Amilum.....................................................................42
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data Penimbangan Piknometer Untuk Mencari Nilai Air ............54
Lampiran 2.
Data Penimbangan Sampel (Molase)............................................54
Lampiran 3.
Data Penimbangan Piknometer Yang Berisi Sampel Untuk Mencari Berat Jenis Molase..........................................................54
Lampiran 4.
Contoh Perhitungan Nilai Air .......................................................55
Lampiran 5.
Hasil Perhitungan Nilai Air……………………………………...55
Lampiran 6.
Contoh Hasil Perhitungan Berat Jenis Molase…………………..55
Lampiran 7.
Hasil Perhitungan Berat Jenis Molase ..........................................55
Lampiran 8.
Hasil Analisis Brix Tak Dikoreksi Molase Encer…………….....56
Lampiran 9.
Contoh Perhitungan Brix Molase ………………….....................56
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Polarisasi .........................................................57 Lampiran 11. Contoh Perhitungan Harga kemurnian……………......................57 Lampiran 12. Data Hasil Analisis Sakarosa …………… ...................................58 Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Sakarosa ..................…………… .....58 Lampiran 14. Data Kadar Sakarosa dan Kadar Glukosa Dalam Sakarosa …….59 Lampiran 15. Data Pembakuan Natrium Tiosulfat Untuk Penentuan Kadar Gula Reduksi ………..................................................................……...60 Lampiran 16. Contoh Perhitungan Normalitas Natrium Tiosulfat ......................60 Lampiran 17. Data Penimbangan Sampel Molase Untuk Menentukan Gula Reduksi …………………………………….................................61 Lampiran 18. Contoh Perhitungan Kadar Gula Reduksi …………………........61
xvii
Lampiran 19. Data Kadar Gula Reduksi .............................................................62 Lampiran 20. Data Pembakuan Natrium Tiosulfat Untuk Penentuan Kadar Sisa Gula ……………..........................................................................62 Lampiran 21. Data Penimbangan Sampel Molase Untuk Menentukan Sisa Gula …………………...........................................................................62 Lampiran 22. Contoh Perhitungan Kadar Sisa Gula …………… ......................63 Lampiran 23. Data Kadar Gula Reduksi …………… ........................................63 Lampiran 24. Data Pembakuan Natrium Tiosulfat Untuk Penentuan Kadar Gula Yang Tidak Dapat Meragi ..................……………......................64 Lampiran 25. Data Penimbangan Sampel Molase Untuk Menentukan Kadar Gula Yang Tidak Dapat Meragi ……...........................................64 Lampiran 26. Contoh Perhitungan Kadar Sisa Gula ………………… ..............64 Lampiran 27. Data Kadar Gula Yang Tidak Dapat Meragi …………… ...........65 Lampiran 28. Data Penimbangan Kadar Abu …………….................................65 Lampiran 29. Contoh Perhitungan Kadar Abu ..................…………….............65 Lampiran 30. Data Kadar Abu ....................................................................……66
xviii
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Pemanfaatan molase sebagai bahan baku dalam industri fermentasi alkohol sudah lama dilakukan. Molase merupakan salah satu produk utama setelah gula pasir, yang dihasilkan dari bermacam-macam tingkat pengolahan tebu menjadi gula (Witono, 2003). Menurut Judoamidjojo dan Darwis (1992), molase mengandung sejumlah besar gula, baik sukrosa maupun gula reduksi. Total kandungan gula berkisar 48-56% dan pH-nya sekitar 5,5-5,6. Gula reduksi merupakan faktor penting bagi sel yeast Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsentrasi alkohol yang dihasilkan (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994). Molase pekat berasal dari cairan gula yang diuapkan sehingga mengandung 70-80% gula yang terdiri dari 70% gula invert (Purwani, Rofiq dan Hidayat, 2007). Kualitas molase yang dihasilkan dari suatu industri gula dipengaruhi oleh cara pembersihan niranya, apabila kurang sempurna maka kotoran banyak terdapat dalam molase. Selain hal tersebut kualitas molase juga dipengaruhi oleh lokasi penanaman tebu, kondisi iklim tanam, komposisi molase dan kondisi penyimpanan. Selama masa penyimpanan molase tidak akan mengalami banyak perubahan sifat fisis maupun kimia, karena sifat dari molase itu sendiri mempunyai pH 5,5-6,5 dan berada dalam kondisi pekat sehingga konsentrasi gula
1
2
dalam molase cukup tinggi dapat memberikan efek pengawetan pada molase (Prescott and Dunn,1990). Kualitas molase yang buruk dapat mempengaruhi faktor-faktor kehidupan yeast yang akan berdampak terhadap produksi alkohol yang kurang optimal (Harahap, 2003). Oleh karena itu, mutu produk alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi dipengaruhi oleh kualitas molase. Molase yang mempunyai kualitas yang baik umumnya akan meningkatkan hasil produksi alkohol. Untuk pembuatan alkohol, molase harus mendapatkan perlakuan pendahuluan, yang perlu disesuaikan yaitu pH, konsentrasi gula dan pemakaian nutrien. Hal tersebut disebabkan karena molase bersifat kental, kadar gula dan pH-nya masih terlalu tinggi serta nutrien yang dibutuhkan yeast belum mencukupi dalam molase. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi akan berakibat buruk pada yeast yang digunakan atau alkohol yang dihasilkan akan menghambat aktivitas yeast. Akibat lain jika konsentrasi gula terlalu tinggi maka waktu fermentasinya lebih lama dan sebagian gula tidak terkonversi (Sa'id, 1987). Berdasarkan observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di PS Madukismo dengan Wahyudi (2008), PS Madukismo mengalami kesulitan dalam pemasaran alkohol teknis yang kadarnya <95%. Pada tahun-tahun sebelumnya produksi alkohol teknis diaplikasikan untuk pembuatan spiritus bakar, dan sekarang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan kosmetik. Karena belum memenuhi standar kefarmasian maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas molase sebagai bahan baku produksi
3
alkohol, sehingga kondisi produksi dapat dioptimalkan dan produk alkohol yang dihasilkan dapat memenuhi standar kefarmasian.
1. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas molase dari PS Madukismo Yogyakarta yang berperan sebagai bahan baku produksi alkohol ?
2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran pustaka dan jurnal yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol PS Madukismo Yogyakarta belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol. b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produksi alkohol di PS Madukismo Yogyakarta yang memenuhi standar sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetik.
4
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui optimalisasi produksi
alkohol
dengan
bahan
baku
molase
secara
fermentasi
oleh
Saccharomyces cereviceae dari PS Madukismo Yogyakarta. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas molase dari PS Madukismo Yogyakarta yang berperan sebagai bahan baku produksi alkohol.
5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Proses Produksi Alkohol PS Madukismo Yogyakarta Proses pengolahan alkohol/spiritus di PS Madukismo Yogyakarta menggunakan bahan baku molase yang merupakan hasil samping dari PG Madukismo. Proses produksi alkohol yang digunakan PS Madukismo adalah peragian (fermentasi) dengan yeast yang dipakai adalah S. cerevisiae. Enzim yang ada dalam yeast ini merubah gula yang masih ada dalam molase menjadi alkohol dan gas CO2 (Anonim, 1984). Mekanisme reaksi dalam fermentasi sebagai berikut: 1.
Sakarosa dihidrolisa menjadi gula reduksi Pada prinsipnya reaksi dalam proses pembuatan alkohol dengan
fermentasi digunakan disakarida seperti sakarosa. Reaksi yang terjadi pada tahap awal fermentasi adalah hidrolisa sakarosa dengan enzim invertase menghasilkan monosakarida (Sa’id, 1987). invertase
C12H22O11 + H2O Sakarosa
2 C6H12O6 Katalis
(1)
Monosakarida (Glukosa dan Fruktosa)
2.
Gula reduksi bereaksi menjadi alkohol dan gas CO2 Reaksi pada tahap selanjutnya gula reduksi hasil dari hidrolisa sakarosa
akan diubah menjadi alkohol dan CO2 dengan menggunakan enzim zymase.
5
6
Enzim zymase merupakan enzim yang dikeluarkan oleh yeast yang dapat mengubah gula sederhana menjadi alkohol dan CO2 (Sa’id, 1987). zymase
C6H12O6
katalis
Glukosa
2 C2H2OH + 2 CO2
(2)
Alkohol
Alkohol yang diproduksi dengan fermentasi kadarnya 8-14%, jika di atas 14% maka alkohol dapat menghancurkan enzim zymase dan proses fermentasi akan berhenti (Shakhasiri, 2008). Menurut Harahap (2003) pembuatan alkohol terbagi dalam tahapan proses sebagai berikut : a.
Pengolahan molase. Pengolahan molase merupakan hal yang penting
dalam pembuatan alkohol. Pengolahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan yeast. Yang perlu disesuaikan dalam pengolahan ini adalah pH, konsentrasi gula dan pemakaian nutrien. b.
Sterilisasi molase. Sterilisasi molase perlu dilakukan karena
kontaminasi mikroba lain akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan sebagai berikut: 1) Kontaminan meningkatkan persaingan di dalam mengkonsumsi substrat sehingga akan mengurangi produk akhir. 2) Kontaminan dapat menghambat proses metabolisme sel sehingga akan mengurangi produk akhir. 3) Kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga dapat mengacaukan produk akhir.
7
Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave. Autoclave melakukan
sterilisasi
dengan
menggunakan
panas
lembab.
Keuntungan
penggunaan panas lembab dalam proses sterilisasi adalah kelembaban mempermudah proses denaturasi protein sel kontaminan. Autoclave dioperasikan pada tekanan 15 psi dan temperatur 121 oC selama 15 menit (Anonim, 2007). c.
Pembibitan Saccharomyces cereviceae. Proses ini bertujuan untuk
memperbanyak sel yeast yang akan digunakan dalam fermentasi alkohol. Proses dilakukan dengan cara bertahap untuk adaptasi lingkungan dari skala kecil sampai dengan skala besar, pengembangbiakan dilakukan dalam kondisi aerob. d.
Fermentasi. Fermentasi alkohol dibutuhkan kondisi anaerob hingga
diharapkan sel yeast dapat melakukan peragian yang akan mengubah molase yang mengandung gula menjadi alkohol. e.
Distilasi. Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah,
disebut bir (beer), untuk meningkatkan konsentrasi alkoholnya maka dilakukan distilasi bertingkat.
B. Molase 1.
Definisi molase Menurut Cruger and Grueger (1984), molase merupakan salah satu
substrat yang sering digunakan untuk fermentasi alkohol sebagai salah satu sumber karbohidrat bagi yeast yang mengandung gula, senyawa N, vitamin dan unsur-unsur kelumit.
8
Pada umumnya molase digunakan sebagai media untuk produksi alkohol secara komersial pada industri fermentasi alkohol karena molase mudah didapatkan secara luas, murah serta dianggap sebagai bahan baku yang berkualitas. Molase berupa cairan kental seperti sirup dan berwarna coklat gelap atau coklat kemerahan bersifat asam, mempunyai pH 5,5-6,5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik bebas (Harahap, 2003). Selain molase, terdapat banyak variasi bahan baku yang dapat digunakan dalam industri fermentasi. Dan hampir semua bahan baku untuk proses fermentasi, baik secara langsung maupun tidak langsung menggunakan hasil pertanian seperti: tebu, jagung, kentang dan lain-lain. Menurut Harahap (2003), produksi alkohol dengan cara fermentasi bisa diproduksi dari 3 macam karbohidrat, yaitu : a.
Bahan-bahan yang mengandung gula. Bahan yang mengandung gula
atau disebut juga substansi sakarin yang rasanya manis, seperti misalnya gula tebu, gula bit, molase, macam-macam sari buah-buahan dan lain-lain. b.
Bahan yang mengandung pati. Bahan yang mengandung pati,
misalnya: padi-padian, jagung, gandum, kentang sorgum, malt, barley, ubi kayu dan lain-lain. Pada pembentukan alkohol (Sa’id, 1987) dengan bahan dasar pati memerlukan tiga tahap yaitu : 1) Tahap I, pemecahan pati dengan mengunakan enzim amylase menjadi komponen disakarida yaitu maltosa.
9
amylase
2C6H12O5 + H2O
C12H22O11
Pati
Maltosa
(3)
2) Tahap II, pemecahan maltosa dengan mengunakan enzym maltase, maltosa akan dihidrolisa menjadi glukosa. maltase C12H22O11 + H2O
2C6H12O6
Maltosa
Glukosa
(4)
3) Tahap III, pemecahan glukosa menjadi etanol dan karbondioksida dengan bantuan enzim zymase. zymase C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2
Glukosa
Etanol
c.
(5)
Bahan-bahan yang mengandung selulosa. Bahan-bahan yang
mengandung selulosa, misalnya: kayu, cairan buangan pabrik pulp dan kertas (waste sulfire liquor). Bahan-bahan yang mengandung selulosa lebih sulit diuraikan karena selulosa umumnya terikat oleh lignin. Sebelum selulosa dihidrolisa menjadi glukosa, selulosa harus dilepaskan dahulu dari lignin. Pelepasan tersebut bisa dilakukan dengan perlakuan asam, basa, panas dan enzimatis. Monosakarida yang telah dilepaskan oleh proses diatas, kemudian difermentasikan menjadi alkohol (Toharisman dan Santosa, 1999). 2C6H10O5 + H2O
C12H22O11
Selulosa
Maltosa
(6)
10
C12H22O11 + H2O
2C6H12O6
Maltosa
Glukosa
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2
(8)
Glukosa
Etanol
(Austin,1984).
2.
(7)
Komponen yang terkandung dalam molase Bahan baku molase yang dipakai dalam produksi alkohol mengandung
beberapa komponen sebagai berikut ( Tabel I ): Tabel I. Komponen yang Terkandung Dalam Molase (Toharisman dan Santosa, 1999) No.
Kandungan
1.
Air
2.
Senyawa organik Sakarosa Glukosa Fruktosa Gula reduksi lain Protein kasar Asam amino Senyawa anorganik K2O CuO MgO Na2O Fe2O3 SO3 Cl P2O5 SiO2 tak larut Wax, phospolipid, dan sterol
3.
4. 5.
Vitamin (µ/g) Biotin (H) Cholin (B4) Asam folat (B komplek) Niacin (B komplek) Riboflavin (B2) Asam pantothenat (B komplek) Pyridoxine (B6) Thiamine (B1)
Kisaran (%)
Rata-rata (%)
17-25
20
30 - 40 4-9 5 - 12 1-5 2,5 - 4,5 0,3 - 0,5
35 7 9 3 4 0,4 4,80 1,20 0,98 0,10 0,12 1,90 1,80 0,60 0,60 0,40 2 8,80 0,35 23 40 2,50 4 0,80
11
3.
Kualitas molase Proses pembuatan alkohol secara industri tergantung dari kualitas bahan
bakunya. Komponen terbesar dalam molase yang dibutuhkan dalam pembuatan alkohol adalah gula terutama sakarosa, glukosa dan fruktosa. Komponen tersebut sangat penting dalam proses fermentasi yang berguna untuk menentukan mutu produk alkohol yang dihasilkan. Pabrik Spiritus Madukismo sebagai industri alkohol melakukan pengendalian mutu untuk menjaga kualitas produk alkohol yang dihasilkan dengan melakukan pengontrolan kualitas bahan baku molase (Anonim, 1984). Kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol memiliki beberapa persyaratan yaitu : a.
Molase tidak mengalami kerusakan. Molase yang mengalami
kerusakan akan mempengaruhi hasil produksi alkohol. Suatu proses pengendalian atau penyimpanan yang keliru dapat menyebabkan kehilangan gula secara langsung. Kehilangan gula mengakibatkan faktor-faktor nutrien yang dibutuhkan yeast untuk menghasilkan alkohol berkurang, sehingga produk alkohol yang dihasilkan tidak optimal. Menurut Honig (1963) dalam penyimpanannya molase dapat mengalami kerusakan oleh adanya kegiatan bakteri, yeast dan kapang. Aktivitas pertumbuhan mikroorganisme tersebut tergantung dari kandungan sukrosa, gula reduksi, air dan suhu. Mikroorganisme yang paling banyak dalam molase adalah bakteri. Bakteri ini bisa berasal dari batang tebu, kotoran tanah dan udara. Bakteri yang dapat tumbuh dalam larutan molase adalah :
12
1) Bakteri pembentuk lendir atau “gum” yaitu Leuconostic mesenteroids, L.dextranicum yang menghasilkan dextran dari gula, Bacillus subtilis, B.mesenterius dan B.levaniformans. 2) Bakteri aerob pembentukan spora, Bacillus subtilis, B.cereus, B.megaterum dan B.arterrimus. 3) Bakteri aerob tidak membentuk spora yaitu tiga species micrococcus antara lain: Flauobacterium, Achromobacterium dan Escherichia. Sedangkan yeast yang dapat hidup dalam molase adalah S. cerevisiae, S.carlbergensis, Candida crusei, C.intermed. Adanya mikroorganisme yang tumbuh dalam molase dapat menyebabkan inversi sakarosa, molase menjadi asam dan berbuih (Honig, 1963). Untuk mencegah adanya mikroorganisme yang hidup dalam molase, maka sebelum digunakan untuk produksi alkohol molase harus disterilkan. Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk menghilangkan atau membebaskan bahan atau alat dari bentuk kehidupan mikroorganisme. Mikroorganisme pengganggu apabila tidak dihilangkan akan dapat merusak media dan merusak proses fermentasi sehingga mutu alkohol yang dihasilkan rendah (Purnomo,1997). b.
Kandungan gula. Pada proses produksi alkohol dengan cara
fermentasi, gula akan diubah menjadi alkohol. Kandungan gula dalam bahan baku dan kondisi fermentasi yang optimal akan mendukung terbentuknya alkohol secara maksimal (Purnomo, 1997). Kualitas suatu molase sebagai bahan baku
13
industri alkohol sangat ditentukan oleh kandungan gulanya. Kandunagan gula yang tinggi akan menghasilkan produk alkohol yang optimal. Kandungan gula yang cukup besar dalam molase yaitu : 1) Sakarosa Sakarosa
merupakan
karbohidrat
yang
mempunyai.
rumus
struktur
C12H22O11, termasuk disakarida yang tersusun oleh dua komponen yaitu glukosa dan fruktosa. Sakarosa mempunyai sifat higroskopis, larut dalam air dan memutar bidang polarisasi. Pemecahan sakarosa menjadi glukosa dan fruktosa disebut inversi. Inversi adalah perubahan bidang putar polarisasi dari (+) ke (-) atau sebaliknya. Pada awalnya sakarosa merubah bidang sinar pol (+) dan setelah mengalami inversi merubah bidang sinar pol (-). Banyaknya sakarosa yang terinversi tergantung dari suhu dan pH. Inversi akan bertambah dengan meningkatnya suhu dan menurunnya pH (Soejardi,1974). Pol suatu larutan gula yang tidak murni yang mengandung zat aktif optik yang larut bukan merupakan kadar sakarosa. Oleh karenanya dicari suatu cara untuk menentukan kadar sakarosa suatu larutan. Untuk menghilangkan pengaruh zat aktif optik yang lain, maka diadakan dua kali pembacaan pol, yaitu pertama pembacaan pol sebelum inversi dan kedua sesudah inversi. Pembacaan sesudah inversi adalah pembacaan pol setelah larutan gula tersebut dihidrolisa sehingga semua sakarosa yang ada menjadi gula invert (Kuswurj, 2008). Kualitas molase yang baik mempunyai kandungan sakarosa antara 30-40% dengan rata-rata kadar sakarosa dalam molase adalah 35% (Toharisman dan Santosa, 1999).
14
Derajat pol atau pol adalah jumlah gula (dalam g) yang ada dalam setiap 100 g larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan polarimeter secara langsung ( Kuswurj, 2008). Rotasi jenis adalah suatu zat yang memiliki sifat aktif optik dapat memutar bidang polarisasi apabila disinari langsung cahaya linier, hal ini tergantung dari panjang gelombang cahaya yang digunakan apabila panjang gelombang yang digunakan pendek maka rotasi jenis akan semakin besar (Roth, 1994). Telah diketahui bahwa sakarosa adalah senyawa karbohidrat yang pada kondisi tertentu yaitu keadaan asam dan temperatur tinggi mengalami hidrolisa menjadi senyawa glukosa dan fruktosa. Masing-masing senyawa ini mempunyai rotasi jenis yang berbeda-beda, sakarosa dan glukosa mempunyai rotasi jenis yang positif sedangkan fruktosa rotasi jenisnya negatif ( Kuswurj, 2008). Pembacaan pol dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan Polarimeter atau Saccharomat. Polarimeter terdiri dari polarisator dan analisistor. Secara sederhana skema polarimeter sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Alat Polarimeter (Roth, 1994).
15
Polarisator merupakan prisma nikol dari kwarsa yang hanya melewatkan arah penyimpangan b dari vektor cahaya a. Cahaya akan menyinari kuvet dan kemudian prisma nikol dapat berputar pada sumbu berkas cahaya sedangkan analisistor adalah bagian dari polarimeter yang mempunyai pembagian skala. Prinsip kerja polarimeter adalah mula-mula titik nol pada alat ini dipasang lebih besar kemampuannya melewatkan cahaya, yaitu pada pengukuran pelarut untuk kuvet kosong. Titik nol dalam polarimeter ini tidak terdapat pada daerah kesilauan yang besar melainkan pada daerah kesilauan yang lebih rendah yaitu pada posisi prisma analisistor membentuk sudut 900 terhadap polarisator (Roth, 1994). Untuk pengukuran larutan sampel, kuvet diletakkan pada lintasan cahaya sehingga dengan cara ini kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh pencemaran optik pelarut atau pembiasan melalui celah dapat dihindarkan. Apabila kuvet yang berisi senyawa aktif optik diletakkan dilintasan cahaya maka bidang getaran cahaya dibelokkan sebesar harga rotasi α. Cahaya akan menjadi gelap, karena bidang belokan tidak lagi bersesuaian. Apabila analisistor diputar sebesar α dengan posisi f, maka akan mencapai posisi yang dapat meneruskan cahaya tertinggi. Analisistor dari sudut pengamat yang diputar sesuai dengan arah jarum jam yaitu kekanan menyebabkan larutan memutar kekanan dan apabila diputar berlawanan dengan jarum jam maka larutan dapat memutar kekiri (Roth, 1994). 2) Gula reduksi Gula reduksi adalah jenis bahan organik yang memiliki daya mereduksi logam-logam. Unsur organik yang memiliki sifat mereduksi logam-logam
16
dalam suasana alkalis adalah unsur yang memiliki gugus aldehid dan gugus keton. Komponen utama dalam molase yang mempunyai sifat mereduksi adalah glukosa dan fruktosa juga sering disebut gula reduksi. Gula reduksi dalam molase berasal dari batang tebu, dan sebagian berasal dari proses peruraian sakarosa karena hidrolisa yang disebabkan adanya pengaruh katalisator asam. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
C12H22O11 + H2O Sakarosa
H+
2C6H12O6 + C4H12O2 Glukosa
(9)
Fruktosa
Kecepatan hidrolisa akan semakin besar dengan meningkatnya keasaman dan tingginya suhu, sedangkan waktu juga dapat menyebabkan perusakan yang semakin besar (Soejardi, 1974). Kualitas molase yang baik mempunyai kandungan gula reduksi sekitar 20,78% (Purnomo, 2007). Penentuan gula reduksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, menurut Sudarmadji dkk (1996) dapat dilakukan dengan cara antara lain : a) Penentuan gula reduksi dengan cara Luff Schoorl Prinsip reaksi yang terjadi selama penentuan gula reduksi awalnya adalah kuprioksida dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup diperlukan indikator amilum (Sudarmadji dkk, 1996). Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
17
R-COH
+
CuO
→
Cu2O
H2SO4
+
CuO
→
CuSO4 + H2O
(11)
CuSO4
+
2 KI
→
CuI2
+ K2SO4
(12)
→
Cu2I2
+ I2
(13)
Na2S4O6 + I2
(14)
2 CuI2 I2
+ Na2S2O3 →
I2
+
+ R-COOH
amilum : biru
(10)
(15)
b) Cara Munson Walker Penentuan gula reduksi dengan cara ini didasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang terbentuk, dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan asam nitrat kemudian menitrasi dengan natrium tiosulfat. Jumlah Cu2O yang terbentuk ekuivalen dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan nira, dengan melihat tabel Hammond maka dapat diketahui jumlah gula reduksi. Tiap ml na-tiosulfat (39g Na2S2O3.5H2O) sesuai dengan 11,259 mg Cu2O (Sudarmadji dkk, 1984). c) Metode Iodometri Prinsip dari metode ini adalah sampel yang telah berada dalam bentuk larutan ditambah iodin encer dan NaOH kemudian dicampur secepatnya (karena iodin dapat berubah menjadi iodat dan tidak reaktif terhadap gula dalam larutan alkalis). Setelah itu diasamkan dengan asam klorida atau asam sulfat dan dibiarkan beberapa menit. Kemudian kelebihan iodin dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar (Sudarmadji dkk, 1996). Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
18
R-COH + I2 + 3 NaOH
→ R-COONa + 2 NaI+ 2H2O
(16)
I2 (sisa) + 2 Na2S2O3
→ Na2S4O6 + 2 NaI
(17)
→ iod-amilum (biru)
(18)
I2 (total) + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
(19)
+ amilum
I2
Titrasi blanko:
Dalam penelitian kualitas molase ini, untuk menentukan kadar gula reduksi digunakan metode iodometri. Analisis kualitas molase dalam industri alkohol PS Madukismo ditambahkan pengujian sisa gula dan gula yang tidak dapat meragi. Hal tersebut dilakukan sebagai informasi tambahan untuk menentukan kualitas molase yang pada akhirnya menentukan mutu produk alkohol yang dihasilkan Pabrik Spiritus Madukismo Yogyakarta (Anonim, 2008). c.
Mempunyai kepekatan ± 900 brix. Molase yang akan digunakan
sebagai bahan baku produksi alkohol harus memenuhi parameter 0brix. Kondisi molase yang pekat menghasilkan konsentrasi gula dalam molase cukup tinggi sehingga dapat memberikan efek pengawetan pada molase (Prescott and Dunn,1990). Menurut Prescott and Dunn (1990), kualitas molase yang baik harus mempunyai 0brix antara 85-95% 0brix. Derajat brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam g) dalam setiap 100g larutan (Kuswurj, 2008). Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur. Adapun pengukuran brix (Kuswurj, 2008) dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
19
1) Pengukuran brix dengan piknometer Prinsip kerja pengukuran dengan piknometer adalah menentukan berat jenis benda. Alat ini terbuat dari gelas berbentuk seperti botol kecil, dilengkapi dengan tutup dengan lubang kapiler. Alat ini mempunyai volume tertentu dan dibuat sedemikian sehingga pada t0 yang sama selalu terukur volume yang sama (Kuswurj, 2008). Metode pengukuran brix dengan piknometer dipilih dalam penelitian ini karena memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan. Kelebihan metode ini adalah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, dalam skala laboratorium. Kerugian metode ini akan menjadi tidak efektif dan efesien jika digunakan dalam skala industri. 2) Penentuan brix dengan hydrometer (timbangan brix) Alat ini paling umum digunakan di pabrik, karena pemakaiannya mudah dan cepat. Terbuat dari bahan gelas, berbentuk silindris yang bagian bawahnya berbentuk bola. Pada bagian atas meruncing dan terdapat skala yang menunjukkan derajat brix. Prinsip kerjanya adalah bahwa gaya ke atas yang dialami oleh suatu benda yang dicelupkan dalam cairan tergantung dari berat jenis cairan. Jadi semakin kecil berat jenis maka hidrometer semakin tenggelam. Kemudian brix akan ditunjukkan pada skala yang berada di permukaan cairan tersebut (Kuswurj, 2008). 3) Pengukuran brix dengan indeks bias Menurut Kuswurj (2008), indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat dengan brix. Indeks bias nira yang diukur, dapat digunakan untuk menghitung brix nira. Alat untuk mengukur brix dengan
20
indeks bias dinamakan Refraktometer. Kelebihan alat ini adalah sampel nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak mudah rusak. d.
Hasil bagi kemurnian (HK). HK merupakan ukuran dari kemurnian
molase, semakin murni secara relatif semakin banyak mengandung gula (Kuswurj, 2008). Larutan molase (nira) mengandung zat padat yang terlarut, zat ini terdiri dari gula dan bukan gula. Berikut skema bagian-bagian dari nira :
Gambar 2. Skema Bagian Dari Nira (Kuswurj, 2008). Perbandingan berat kedua zat gula dan bukan gula disebut hasil bagi kemurnian yang dinyatakan dalam pol dan brix. Dengan rumus :
Jadi semakin besar jumlah gula, atau semakin sedikit brix, HK semakin tinggi dan sebaliknya semakin besar brix, HK semakin kecil (Kuswurj, 2008). Menurut Purnomo (1997) HK dalam molase mencapai sekitar 34,70% yang menunjukkan bahwa kualitas molase baik. e.
Kandungan abu. Dalam pengendalian kualitas bahan baku produksi
alkohol, kadar abu sangat menentukan mutu molase. Kadar abu dalam molase biasanya diamati sebagai abu sulfat. Kadar abu yang menunjukkan kualitas
21
molase yang baik bervariasi antara 7-11% (Crueger and Grueger, 1984). Adanya kandungan abu yang tinggi akan menurunkan efisiensi fermentasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi alkohol. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuan (Sudarmadji dkk, 1984). Kadar abu erat kaitannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu organik dan anorganik, selain kedua garam tersebut, kadangkadang mineral berbentuk sebagai senyawaan kompleks yang bersifat organik. Menurut Sudarmadji dkk (1984) penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1) Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) Cara ini dilakukan dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji dkk, 1984). 2) Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah) Pengabuan cara basah ini prinsipnya memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Bahan kimia (Sudarmadji dkk, 1984) yang sering digunakan adalah : a) Asam
sulfat,
ditambahkan
dalam
sampel
dengan
tujuan
untuk
mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. b) Campuran asam sulfat dan potasium sulfat, digunakan dengan tujuan untuk mempercepat dekomposisi sampel.
22
c) Campuran asam sulfat dan asam nitrat. d) Campuran asam perkhlorat dan asam nitrat, digunakan untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi. Dalam penelitian kualitas molase ini, untuk menentukan kadar abu digunakan cara tidak langsung (basah).
C. Keterangan Empiris Molase merupakan bahan baku produksi alkohol PS Madukismo Yogyakarta yang berasal dari hasil samping Pabrik Gula Madukismo. Salah satu penentu kualitas molase adalah pengaruh kondisi penyimpanan. Selama masa penyimpanan, molase tidak boleh mengandung mikroorganisme. Adanya mikroorganisme didalam molase menyebabkan timbulnya buih dan menurunkan kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol karena kualitas molase tersebut sangat menentukan mutu hasil produksi alkohol yang optimal. Komponen kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol terdiri dari brix, polarisasi dan harga kemurnian (HK), kadar sakarosa, kadar gula reduksi, kadar gula yang tidak meragi, kadar sisa gula dan kadar abu.
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental, dengan menggunakan rancangan penelitian eksploratif deskriptif. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Laboratorium Mikrobiologi PS Madukismo Yogyakarta.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Molase yang digunakan sebagai bahan baku produksi alkohol PS Madukismo Yogyakarta. 2. Definisi Operasional a. Molase atau tetes tebu adalah hasil samping PG Madukismo yang didapatkan setelah sakarosanya dikritalisasi dari sari gula tebu. b. Molase hasil samping PG Madukismo menjadi bahan baku produksi alkohol. Kualitas awal molase memiliki warna coklat kehitaman dan berbau khas gula terbakar. c. Derajat Brix adalah suatu pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah gula dalam sebuah larutan, berdasarkan pada pembiasan cahaya. d. Mutu produksi alkohol PS Madukismo ditentukan oleh kualitas molase yang digunakan sebagai bahan bakunya.
23
24
e. Kualitas molase merupakan suatu keadaan di mana molase memiliki mutu yang optimal sebagai bahan baku pembuatan alkohol. Kualitas molase dapat dilihat dari parameter yang ada didalam molase meliputi organoleptis, brix, polarisasi, kadar sakarosa, kadar gula reduksi, sisa gula, kadar gula yang tidak dapat meragi dan kadar abu dalam molase.
C. Bahan atau Materi Penelitian 1. Molase (tetes tebu) dari PS Madukismo Yogyakarta 2. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Larutan Pb-asetat 10% Dibuat
dengan
melarutkan
20,0
gram
timbal
asetat
p.a
(Pb
(CH3COO)2.3H2O) (E.Merck) dalam 200 ml aquadest. b. Larutan natrium fosfat-kalium oksalat Dibuat dengan melarutkan 17,5 gram dinatriumfosfat (Na2HPO4.12H2O) p.a (E.Merck) dan 7,5 gram kalium oksalat (K2C2O4.H2O) p.a (E.Merck) secara bersamaan dalam 250 ml aquadest. c. Larutan Fehling I Dibuat dengan melarutkan 34,6 gram tembaga sulfat (CuSO4.5H2O) p.a (E.Merck) dalam 500 ml aquadest. d. Larutan Fehling II Dibuat
dengan
melarutkan
171
gram
kalium
natrium
(KNaC4H4O6.4H2O) p.a (E.Merck) dalam 500 ml aquadest.
tartat
25
Dibuat dengan melarutkan 50,0 gram NaOH p.a (E.Merck) dalam 500 ml aquadest. Setelah dingin dicampur dengan larutan kalium natrium tartat kemudian ditambah 500 ml aquadest. e. Larutan KI 20 % Dibuat dengan melarutkan 100 gram KI p.a (E.Merck) dalam 500 ml aquadest. f. Asam sulfat (1:5 ) Dibuat dengan mengencerkan 1 bagian H2SO4 pekat p.a (E.Merck) dalam 5 bagian aquadest. g. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N Dibuat dengan melarutkan 25,5 gram Natrium tiosulfat (Na2S2O3) p.a (E.Merck) dan 0,2 gram natrium karbonat (Na2CO3.H2O) p.a (E.Merck) dalam 1000,0 ml aquadest. h. Larutan amilum Dibuat dengan melarutkan 0,3 gram amylum dan sedikit mercuri iodide dalam 25 ml aquadest lalu di didihkan. Larutan ini selalu dibuat baru. i. Larutan Luff Dibuat dengan melarutkan 4,3 gram tembaga sulfat (CuSO4.5H2O) p.a (E.Merck) dan 28,8 gram asam sitrat (C6H8O7.H2O) p.a (E.Merck) dalam 50 ml aquadest secara bersamaan dengan sedikit pemanasan (larutan A). Dibuat dengan melarutkan 46,3 gram natrium karbonat (Na2CO3.H2O) p.a (E.Merck) dalam 125 ml aquadest (larutan B). Menambahkan larutan B secara perlahan-lahan pada larutan A dengan pengadukan perlahan-lahan,
26
setelah dingin dimasukkan dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda garis. j. Larutan timbal nitrat jenuh 50 % Dibuat dengan melarutkan 250 gram timbal nitrat (Pb(NO3)2) p.a (E.Merck) dalam 500 ml aquadest. k. Larutan NaOH 8 % Dibuat dengan melarutkan 20 gram NaOH p.a (E.Merck) dalam 250 ml aquadest. l. Larutan alumunium sulfat 30 % Dibuat dengan melarutkan 30 gram alumunium sulfat (Al2 (SO4)3) p.a (E.Merck) dalam 100 ml aquadest. m. Larutan NaOH 4 % Dibuat dengan melarutkan 4 gram NaOH p.a (E.Merck) dalam 100 ml aquadest. n. Larutan asam sulfat 25 % Dibuat dengan mengencerkan 25 ml asam sulfat pekat (H2SO4) p.a (E.Merck) dalam 75 ml aquadest. o. Larutan HCl (1:1) Dibuat dengan mengencerkan 100 ml HCl pekat p.a (E.Merck) dalam 100 ml aquadest. p. Indikator methyl red Dibuat dengan melarutkan 0,1 gram methyl red p.a (E.Merck) dalam 100 ml alkohol murni.
27
q. Larutan HCl 4 N Dibuat dengan mengencerkan 33,2 ml HCl pekat p.a (E.Merck) dalam 100 ml aquadest.
D. Alat Penelitian Alat-alat gelas meliputi beker glass, erlenmeyer (Merck. Duran Schott), tabung reaksi, gelas arloji, buret, cawan porselen, pipet tetes, pipet volume, ball pipet, neraca analitis (Sartorius), piknometer (Fortuna®, Germany), tabung polarisasi (2 dm dan 4 dm), kompor listrik, desikator, jarum ose, Laminar Air Flow, autoclave (model: KT-40 No.108049 Midorigaoka Japan), dan inkubator (Merck. Heraeus type B5050 Amsterdam).
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemeriksaan pendahuluan : Pemeriksaan pendahuluan dilakukan secara organoleptis (rasa, warna, dan bau) dilakukan secara visual dengan menggunakan panca indera. 2. Uji kualitas molase bahan baku produksi alkohol Uji kualitas molase sebagai bahan baku dilakukan untuk parameter derajat brix, polarisasi dan Harga Kemurnian (HK), kadar sakarosa, kadar gula reduksi, sisa gula, kadar gula yang tidak meragi dan kadar abu. a.
Analisis brix. Piknometer dibersihkan dengan air dan etanol, lalu
dikeringkan dengan pompa vacum. Piknometer diisi air dan ditimbang untuk mengetahui nilai airnya. Sebanyak 15 g molase ditambahkan 135 ml aquadest,
28
diaduk pelan-pelan dengan pengaduk gelas hingga molase larut semua. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam piknometer yang bersih dan kering serta telah diketahui nilai airnya lalu ditutup. Piknometer beserta larutan molase ditimbang dan diukur suhunya. Berat larutan dibagi nilai airnya memberikan berat jenis larutan, lalu dengan pertolongan tabel XII didapat brix yang belum terkoreksi. Dari suhu larutan dengan pertolongan tabel XIII diperoleh brix yang telah terkoreksi. b.
Analisis polarisasi dan harga kemurnian (HK). Larutan yang
diketahui berat jenis dan brix-nya dimasukkan ke dalam labu ukur sampai 100 ml. Larutan ditambah Pb-asetat sampai batas garis tanda 110 ml kemudian dikocok. Setelah disaring dengan kertas saring, maka filtratnya dimasukkan ke dalam tabung polarisasi untuk dipolarisasi. Dari brix dan polarisasi molase, maka dapat dihitung kemurnian polarisasi molase. Dengan rumus perhitungan : HK =
c.
% Pol x 100 % , dimana: HK = Harga Kemurnian % Brix
Analisis sakarosa. Molase ditimbang sebanyak 35,75 g, lalu
ditambahkan aquadest kemudian dituang ke dalam labu ukur 250 ml. Larutan tersebut ditambahkan 30 ml larutan timbal nitrat 50%, 30 ml larutan NaOH 8%, aquadest sampai garis, dan infusari lalu dikocok dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur sampai garis 100 ml. Larutan ditambahkan 10 ml almunium sulfat 30%, infusari, dan 10 ml aquadest, lalu dikocok dan disaring. Filtrat diambil lalu dimasukkan kedalam tabung polarisasi, dipolarisasi sebelum inversi. Lima puluh ml filtrat sisa dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan ditambah 30 ml HCl (1:1), kemudian didiamkan selama 2 jam. Setelah larutan didiamkan
29
ditambah arang aktif (norit), dikocok dan disaring untuk diambil filtratnya kemudian dimasukkan kedalam tabung untuk dipolarisasi sesudah inversi dan diukur suhunya. Kadar sakarosa dihitung : Kadar sakarosa =
100 S , Dimana : C − 0,5 t
S = jumlah polarisasi sebelum dan sesudah inversi, ynag terakhir dengan tanda sebaliknya dan dikalikan 4 C = tetapan inversi menurut steuerwald (Tabel XIV) t = suhu zat cair d.
Analisis gula reduksi (glukosa). Sebanyak 6 g molase dicampur
dengan 75 ml aquadest dan diaduk sampai homogen kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml. Larutan tersebut ditambahkan dengan 15 ml timbal asetat 10% kemudian ditambah aquadest sampai garis, dikocok kemudian disaring. Lima puluh ml filtrat dimasukkan dalam labu ukur 100 ml ditambah campuran natrium fosfat- kalium oksalat sebanyak 5 ml ditambah aquadest sampai garis lalu saring. Filtrat sebanyak 50 ml nira tapisan dimasukkan kedalan Erlenmeyer 300 ml, ditambahkan 50 ml ( 25 ml Fehling I dan 25 ml Fehling II). Kemudian larutan dipanaskan di atas kompor listrik yang diberi kasa sampai mendidih selama 4 menit dan dididihkan terus perlahan-lahan selama 2 menit. Selanjutnya larutan cepat-cepat didinginkan dalam air yang mengalir sedemikian rupa sehingga CuO tidak kena udara. Kedalam zat cair yang sudah dingin ditambah 25 ml larutan KI 20% dan 30 ml asam sulfat (1 bagian asam sulfat dalam 5 bagian air). Iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N.
30
Supaya perubahan warna lebih jelas pada akhir titrasi ditambahkan 3 sampai 4 tetes larutan amilum. Pembuatan Blanko : Sebanyak 50 ml aquadest dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 25 ml Fehling I dan 25 ml Fehling II. Larutan dipanaskan selama 4 menit dari titik didihnya kemudian didinginkan dengan air mengalir. Setelah dingin ditambahkan 25 ml KI 20% dan 35 ml H2SO4 (1:5). Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator amilum. e.
Analisis gula yang tidak meragi. Dua belas gram molase
ditambahkan 75 ml aquadest lalu diaduk, dimasukan kedalam erlenmeyer, ditambah 25 g gist, dikocok sampai rata. Didiamkan pada suhu kamar selama 4 jam. Pindahkan kedalam labu ukur 250 ml ditambah 25 ml lood acetat netral 10% dan aquadest sampai garis lalu disaring. Filtrat bening diambil sebanyak 50 ml, dimasukkan dalam labu ukur 100 ml ditambah 5 ml natrium fosfat-kalium oksalat, untuk membuang Pb dan Ca yang ada, lalu disaring. Filtrat diambil sebanyak 25 ml, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 300 ml yang telah diisi 10 ml Fehling I dan 10 ml Fehling II ditambah 5 ml aqudest, larutan tersebut dipanaskan selama 2 menit dari titik didihnya. Setelah dingin ditambah 15 ml KI 20%, 10 ml H2SO4 (1:5) dan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator amilum. Pembuatan Blanko : Sebanyak 25 ml aquadest dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 10 ml Fehling I dan 10 ml Fehling II, dan ditambah 5 ml aquadest. Larutan tersebut dipanaskan selama 2 menit dari titik didihnya kemudian didinginkan dengan air
31
mengalir. Setelah dingin ditambahkan 15 ml KI 20% dan 10 ml H2SO4 (1:5). Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator amilum. f.
Analisis sisa gula. Molase hasil fermentasi diambil dan dilakukan
pengenceran 10 kali. Sebanyak 20 g ditimbang kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pa. dipanaskan selama 2 menit dari titik didihnya. Larutan dinetralkan dengan NaOH 4% 10 ml ditambah indikator methy red 3 tetes. Kemudian larutan tersebut dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml ditambah 15 ml lood acetat netral 10%, dan aquadest sampai garis, lalu disaring. Seratus mililiter filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml ditambah 10 ml natrium fosfat-kalium oksalat, lalu disaring. Filtrat diambil sebanyak 25 ml ditambah 25 ml larutan luff. Larutan tersebut dipanaskan sampai mendidih, setelah dingin ditambah 15 ml KI 20% dan ditambah 25 ml H2SO4 25% dan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator amilum. Pembuatan Blanko : Sebanyak 25 ml aquadest dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 25 ml larutan luff. Larutan tersebut dipanaskan sampai mendidih kemudian didinginkan dengan air mengalir. Setelah larutan dingin ditambahkan 15 ml KI 20% dan ditambah 25 ml H2SO4 25% dan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator amilum. g.
Analisis kadar abu. Cawan porselin kosong ditimbang. Kemudian
cawan diisi dengan 5 g molase dan 2 ml H2SO4 pekat, dipanaskan sampai molase menjadi arang dan terus menjadi abu putih. Cawan yang berisi molase yang telah dipanaskan ditambahkan H2SO4 1:1 untuk mengubah kembali sulfat yang telah
32
direduksi, dipanaskan kembali sampai menjadi abu. Cawan dan isinya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Dengan rumus perhitungan : Kadar Abu =
[(berat cawan + abu) − (berat cawan kosong)] x100 % berat tetes
F. TATA CARA ANALISIS HASIL Analisis data bersifat kualitatif, kuantitatif dan eksploratif deskriptif. Data dideskripsikan dan dijadikan evaluasi proses produksi bagi pihak mitra, baik evaluasi secara teoritis maupun metodologis.
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis beberapa parameter kualitas molase yaitu analisis brix dengan menggunakan metode piknometer, polarisasi dan HK (Harga Kemurnian), kadar sakarosa, kadar gula reduksi, kadar sisa gula, kadar gula yang tidak meragi dan kadar abu. Pengawasan kualitas molase diharapkan dapat meningkatkan mutu produk alkohol. Kualitas molase yang baik akan menghasilkan produk alkohol yang optimal (Purnomo, 1997). Beberapa faktor penting dari molase yang dapat mempengaruhi kondisi fermentasi adalah brix, kadar gula, kadar abu dan pH. Analisis molase sebagai bahan baku dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
A. Pemeriksaan Pendahuluan Pemeriksaan
pendahuluan
yang
dilakukan
meliputi
pemeriksaan
organoleptis yaitu bau, warna dan rasa. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai petunjuk awal (kualitatif) untuk mengidentifikasi ciri-ciri molase secara visual dengan menggunakan indera. Ciri-ciri molase yang diketahui dapat dijadikan parameter tahap awal dalam menentukan kualitas molase. Hasil pemeriksaan organoleptis molase sebagai berikut : Bau
: Gula terbakar
Warna
: Coklat kehitaman (kental)
Rasa
: Manis agak kepahit-pahitan
33
34
Warna molase menurut (Harahap, 2003) umumnya coklat kehitaman atau coklat kemerahan. Hal ini disebabkan antara lain pigmen meladonin, degradasi termal dan kimiawi dari komponen-komponen selain gula. Berbau seperti gula terbakar dan sulit dikristalkan lebih lanjut karena adanya zat yang disebut melasigenic
yang
merupakan
garam-garam
anorganik
bukan
gula
(Purnomo,1997). Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan, molase bahan baku produksi alkohol PS Madukismo Yogyakarta mempunyai kualitas molase yang baik. Hal ini dapat terlihat dari hasil pemeriksaan secara visual dengan panca indera tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan buih. Apabila terdapat buih dalam molase menunjukkan bahwa kandungan yang berada di dalam molase mengalami kerusakan akibat aktifitas mikroorganisme. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat yang diperlukan tidak hanya pemeriksaan secara visual tapi juga pemeriksaan aktivitas mikroorganisme. Pemeriksaan aktivitas miroorganisme dapat dilakukan dengan uji mikrobiologis yaitu mengambil sampel sebanyak 5 gram yang dilarutkan dalam 45 mL aquades steril. Larutan selanjutnya diencerkan sampai 10¯3, kemudian larutan tersebut dibiakkan secara pour plate pada media dengan diinkubasi pada suhu 45˚C (Anonim, 2007). Aktivitas mikroorganisme ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan di dalam media. Pada penelitian ini uji mikrobiologis tidak dilakukan karena dalam proses fermentasi, molase yang digunakan sebagai bahan baku produksi mengalami perlakuan pendahuluan antara lain sterilisasi. Sterilisasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan kontaminasi mikroorganisme yang hidup dalam molase.
35
B. Uji Kualitas Molase Bahan Baku Produksi Alkohol 1.
Analisis brix Tujuan analisis brix adalah untuk mengetahui banyaknya zat padat yang
terlarut dalam larutan molase. Zat padat yang akan diukur adalah jumlah gula yang terlarut dalam molase. Analisis brix dilakukan dengan menggunakan piknometer. Prinsip kerja pengukuran brix dengan piknometer adalah dengan mengetahui volume piknometer pada suhu tertentu, maka kerapatan suatu zat dapat dihitung dengan membandingkan massa zat dengan volume piknometer (Kuswurj, 2008). Pengukuran brix dilakukan dengan menggunakan piknometer yang berisi air kemudian setelah itu piknometer diisi larutan molase, dan setelah dikoreksi dengan suhu maka dapat dihitung berat jenis larutan tersebut. Dari tabel berat jenis brix didapat brix yang belum dikoreksi. Kemudian dengan melihat tabel koreksi suhu dapat dihitung brix terkoreksi. Tabel II adalah hasil analisis brix dalam larutan molase. Tabel II. Hasil Analisis Brix Ulangan Brix Molase Brix Molase Terkoreksi Suhu Dalam Literatur (Prescott and Dunn, 1990) 1 87,9 2 91,9 3 82,9 4 84,9 85-90 5 92,9 6 90,9 88,6 x Keterangan : x = rata-rata
36
Dari Tabel II tersebut didapat rata-rata brix molase yang telah dikoreksi suhu dari 6 kali ulangan sebesar 88,6. Menurut Prescott and Dunn (1990) molase mempunyai derajat brix antara 85–90
0
brix, sehingga dari hasil analisis
menunjukkan brix molase yang baik karena derajat brix yang diperoleh masuk dalam kisaran derajat brix yang dipersyaratkan dalam literatur. Apabila derajat brix sesuai yang dipersyaratkan dalam literatur maka menunjukkan kualitas molase yang baik. Kualitas molase yang baik akan dapat menghasilkan produk alkohol yang optimal. 2.
Analisis polarisasi dan harga kemurnian (HK) Analisis polarisasi dilakukan untuk mengetahui jumlah gula yang berada
dalam larutan molase yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan polarimeter secara langsung (Kuswurj, 2008). Dalam hal ini gula yang dimaksudkan bukan hanya sakarosa sebab di dalam pengukuran polarisasi ada pengaruh dari senyawa gula selain sakarosa yaitu gula inversi. Gula inversi merupakan campuran antara glukosa dan fruktosa yang diperoleh dari hidrolisis asam dari sakarosa (Fessenden, 1986). Fruktosa dan sukrosa memiliki sifat optis aktif yang dapat memutar bidang polarisasi karena memiliki atom C yang tidak simetris (asimetris), yaitu atom C yang mengikat atom atau gugus atom berbeda pada setiap ikatannya.
37
Gambar 3. Struktur Fruktosa, Glukosa Dan Sakarosa ( Nuringtyas, 2008) Sakarosa yang terbentuk dari campuran glukosa dan fruktosa yang sama banyak tidak dapat memutar bidang polarisasi cahaya karena perputaran masingmasing struktur saling dimatikan. Glukosa memiliki rotasi jenis (+) dan fruktosa memiliki rotasi jenis (–). Campuran ini sering disebut campuran rasemik. Hasil analisis polarisasi dan ditunjukkan pada Tabel III sebagai berikut: Tabel III. Hasil Analisis Polarisasi Ulangan Polarisasi Rerata HK Molase 1 31,23 2 31,79 3 31,79 31,82 % - 38,35 % 4 29,56 31,09 x Keterangan : x = rata-rata Dari Tabel III diperoleh rata-rata polarisasi sebesar 31,09. Hasil polarisasi ini selanjutnya digunakan untuk menentukan HK. Hasil Polarisasi dianggap paling tepat untuk menentukan HK karena baik analisis brix dan polarisasi ditentukan dalam larutan molase yang sama. Berdasarkan Tabel III diperoleh HK sebesar 31,82%-38,35%. Menurut Purnomo (1997) HK dalam
38
molase yang mempunyai kualitas yang baik mencapai 34,70%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh HK sesuai range HK yang dipersyaratkan dalam literatur, yang berati terdapat kandungan gula yang tinggi dalam molase. Apabila dalam larutan molase mengandung kotoran yang sedikit, maka harga HK semakin besar, akan tetapi jika semakin banyak kotoran yang tidak larut dalam molase maka akan meningkatkan viskositas yang akan memperlama proses penjernihan sehingga menyebabkan kualitas molase rendah. 3.
Analisis sakarosa Analisis sakarosa dengan cara kimia menurut Doran (1970), penentuan
sakarosa ini didasarkan atas selisih antara gula reduksi sebelum inversi dan sesudah inversi. Dalam hal ini gula reduksi dinyatakan sebagai gula invert. Dalam proses ini yang dilakukan adalah mencari derajat polarisasi sebelum larutan molase diinversi. Pembacaan polarisasi dilakukan setelah larutan molase diinversi dengan menambahkan HCl (1:1) dan didiamkan selama 2 jam kemudian dilakukan pembacaan pol sesudah inversi. Dari hasil analisis didapatkan data seperti yang tertera pada (Tabel IV) berikut : Tabel IV. Hasil Analisis Kadar Sakarosa Ulangan Kadar Sakarosa Glukosa Dalam Sakarosa 1 36,58 % 19,25 % 17,39 % 2 33,05 % 19,25 % 3 36,58 % 17,87 % 4 33,96 % 19,32 % 5 36,89 % 19,01 % 6 36,12 % 35,53 % 18,68 % x Keterangan : x = rata-rata
39
Kadar glukosa dalam sakarosa dihitung setelah didapatkan kadar sakarosa dengan rumus sebagai berikut: Glukosa dalam sakarosa = Kadar sakarosa x
Dimana:
BM Glukosa , BM Sakarosa
BM Glukosa 180 = = 0,5263 BM Sakarosa 342 Dari Tabel IV tersebut didapat rata-rata kadar sakarosa dari 6 kali
ulangan sebesar 35,53%. Menurut Toharisman dan Santosa (1999), kadar sakarosa dalam molase antara 30-40% dengan rata-rata kadar sakarosa dalam molase adalah 35% sehingga dari hal tersebut maka kadar sakarosa dalam molase mendekati kadar sakarosa yang ada dalam literatur. Kadar sakarosa yang besar menyebabkan mutu hasil produksi alkohol menjadi optimal atau tinggi. 4.
Analisis gula reduksi a.
Pembuatan larutan natrium tiosulfat 0,1 N. Titran yang digunakan
dalam metode iodometri adalah natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu yang lama. Bakteri yang memakan belerang akhirnya dapat masuk dalam larutan tersebut, dan pada pH rendah (< 5) terjadi peruraian sebagai berikut : S2O32- + H+
HS2O3-
HSO3- + S
(20)
Bakteri yang dapat menyebabkan perubahan S2O32- menjadi SO32-, SO42- dan belerang sebagai endapan koloidal membuat larutan natrium tiosulfat menjadi keruh (Roth, 1994). Oleh karena itu untuk mencegah aktivitas bakteri, air yang digunakan untuk membuat larutan natrium tiosulfat dididihkan agar steril dan ditambahkan pengawet natrium karbonat.
40
b.
Standarisasi larutan natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat 0,1N
dipersiapkan dengan mengunakan bentuk pentahidrat (Na2S2O3.5H2O), karena larutan natrium tiosulfat tidak dapat distandarisasi langsung dengan penimbangan maka larutan ini distandarkan dengan mengunakan standar primer. Standar primer yang digunakan adalah kalium dikromat yang merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Reaksi yang terbentuk yaitu: K2Cr2O7 + 14 HCl + KI → I2 + 2 CrCl3 + 7H2O
(21)
2Na2S2O3 + 2 I
(22)
→ 2NaI + Na2S4O6
Menurut Underwood (1996) kalium dikromat mempunyai kelebihan yaitu tidak mahal, tidak higroskopis, sangat stabil dalam larutan sehingga dapat diperoleh dalam bentuk murni untuk menyiapkan larutan standar dengan cara penimbangan langsung. c.
Penentuan gula reduksi dalam molase. Penentuan gula reduksi dalam
molase dilakukan dengan metode iodometri tidak langsung (Sudarmadji dkk, 1984). Pada awal perlakuan larutan molase ditambahkan pb asetat netral 10% fungsi penambahan larutan pb asetat netral 10% adalah untuk menjernihkan larutan nira. Untuk menghilangkan adanya Pb yang berlebih maka ditambahkan natrium phosphat-kalium oksalat. Ke dalam larutan molase yang telah disaring ditambahkan Fehling I dan Fehling II selanjutnya larutan tersebut dipanaskan sampai titik didihnya. Dalam penelitian ini digunakan campuran Fehling I (CuSO4 dan aquadest) dengan Fehling II (KNaC4H4O6 + NaOH + aquadest). Tembaga sulfat bersifat mengendap dan tidak stabil jika terkena udara dimana: Cu (OH)2 → CuO + H2O
41
Oleh karena itu agar tidak mengendap maka ditambahkan KNatartat sebagai pembentuk garam kompleks. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: CuSO4 + 2NaOH
→ Cu (OH)2 + Na2SO4
(23)
Cu (OH)2 + KNaC4H4O6 → C4H3O5Na + CuO + H2O + KOH (24) Setelah larutan didinginkan ditambahkan iodium berlebih dan asam sulfat sebagai pemberi
suasana
asam.
Kelebihan
iodium
kemudian
dititrasi
dengan
menggunakan larutan natrium tiosulfat, dengan reaksi : → CuSO4 + H2O
(25)
CuSO4 + 2KI
→ CuI2 + K2 SO4
(26)
2CuI
→ Cu2I2 + I2
(27)
I2 + 2Na2S2O3
→ 2NaI + Na2S4O6
(28)
I2
→ Biru
(29)
CuO
+ H2SO4
+ amilum
Monosakarida (glukosa dan fruktosa) dapat mereduksi Cu dalam suasana basa, reaksi ini dapat berlangsung apabila gugus –OH pada C anomer bebas. CuO dapat menyerang gugus aldehid dari struktur gula menjadi gugus asam karboksilat. Dalam larutan asam reaksi iodium dengan natrium tiosulfat berjalan cepat (Roth,1994). Iodium akan mengoksidasi natrium tiosulfat menjadi ion tetrationat, dengan reaksi : I2 + 2S2O32- Æ 2I- + S4O62-
(30)
Kelebihan iodium yang kemudian dititrasi dengan tiosulfat akan menyebabkan jumlah iodium bebas akan semakin berkurang karena iodium bebas akan bereaksi dengan natrium tiosulfat. Pengurangan iodium bebas ini menyebabkan larutan yang semula coklat menjadi kuning jerami dan akhirnya menjadi tidak berwarna
42
(putih keruh). Ketika larutan molase menjadi tidak berwarna maka itulah titik akhir titrasi. Akan tetapi karena perubahan dari kuning pucat menjadi larutan yang tidak berwarna sangat susah ditentukan maka untuk memudahkan dalam penentuan titik akhir titrasi ditambahkan suatu indikator yaitu amilum. Penambahan indikator akan menyebabkan munculnya larutan ungu kebiruan yang jelas dalam larutan sampel molase. Sisa iodium bebas yang tidak bereaksi dengan natrium tiosulfat akan beraksi dengan amilum akan membentuk senyawa iodamilum yang berwarna biru tua (Underwood, 1996). Warna biru tua ini dapat terjadi karena terbentuknya suatu senyawa dari amilum dan atom iod.
Rantai sikloheksan dari Iodium
Gambar 4. Kompleks iod amilum (Roth,1994). Iodium (gambar 3) ditunjukkan dengan lingkaran hitam yang dikelilingi oleh rantai sikloheksan dari amilum. Perubahan warna biru tersebut bersifat reversibel,
43
karena warna biru akan hilang ketika jumlah iodium terkurangi oleh reaksi dengan natrium tiosulfat. Hasil analisis gula reduksi dalam molase (Tabel V). Tabel V. Hasil Analisis Gula Reduksi Ulangan Kadar Gula Reduksi Molase 1 18,01 % 2 18,71 % 3 18,77 % 4 18,77 % 5 18,71 % 6 18,82 % 18,63 % x Keterangan : x = rata-rata Dari Tabel V tersebut didapat rata-rata gula reduksi dari 6 kali ulangan sebesar 18,63%. Menurut P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) (Purnomo,1997) gula reduksi yang umum dalam molase yang digunakan sebagai bahan baku industri alkohol sekitar 20,78% sehingga dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan gula reduksi dalam molase mendekati gula reduksi yang dipersyaratkan sebagai bahan baku industri alkohol. Gula reduksi dalam molase harus dijaga agar tidak rusak dan bertambah karena adanya peruraian dari sakarosa. Oleh karena itu jika molase akan digunakan sebagai bahan baku produksi alkohol faktor yang harus diperhatikan adalah pengendalian selama proses produksi dan penyimpanan. 5.
Analisis sisa gula Penentuan sisa gula dilakukan dengan cara Schoorl dengan mengunakan
larutan Luff. Untuk mengurangi pengaruh reduksi dari sakarosa maka larutan Luff dibuat dengan mengunakan asam sitrat dan bukan asam tartrat. Kelebihan larutan Luff dalam penentuan sisa gula ini adalah dapat tercampur dengan baik dan tidak
44
menimbulkan autoreduction. Perubahan yang mungkin terjadi pada pendidihan akan mempengaruhi reduksi sakarosa yang kecil dibandingkan bila mengunakan larutan Fehling. Hasil analisis sisa gula ditunjukkan pada (Tabel VI). Tabel VI. Hasil Analisis Sisa Gula Ulangan Kadar Sisa Gula 1 0,53 % 2 0,44 % 3 0,44 % 0,47 % x Keterangan : x = rata-rata Rata-rata sisa gula 0,47% menunjukkan bahwa dari hasil fermentasi dengan molase masih menyisakan gula sebesar 0,47%. Sisa gula bisa terjadi karena fermentasi yang dilakukan kurang sempurna dan atau enzim yang digunakan untuk mengubah gula menjadi alkohol tidak mencukupi jumlahnya sehingga dalam pengukurannya menyisakan gula. 6.
Analisis gula yang tidak dapat meragi Penentuan gula yang tidak dapat meragi ini dilakukan dengan cara
menfermentasikan molase dengan yeast kemudian didiamkan selama 4 jam. Hasil fermentasi ini kemudian dianalisis dengan titrasi menggunakan natrium tiosulfat. Hasil analisis kadar gula yang tidak meragi (Tabel VII). Tabel VII. Hasil Analisis Kadar Gula Yang Tidak Meragi Ulangan Kadar Gula Yang Tidak Meragi 1 2 3 4 5 6 x
6,01% 6,00% 6,00% 6,00% 6,00% 6,01% 6,00% Keterangan : x = rata-rata
45
Dari Tabel VII tersebut didapat rata-rata kadar gula yang tidak meragi dari 6 kali ulangan sebesar 6,00%. Kandungan gula yang tidak dapat meragi bisa mencapai kadar 6,00% hal tersebut disebabkan karena aktivitas Sacharomyces
cerevicea dalam merubah gula menjadi produk alkohol kurang optimal. Gula yang tidak dapat meragi adalah karamel. Proses karamelisasi terjadi karena gugus karbonil pada glukosa bereaksi dengan gugus amonium atau protein dari medium sehingga membentuk nitrogen hitam. Senyawa ini tidak dapat dioksidasi oleh mikroba dan disebut unfermented substrate. Akibat reaksi ini glukosa tidak dapat diuraikan oleh sel Sacharomyces cerevicea, bahkan menjadi inhibitor terhadap sel
Sacharomyces cerevicea tersebut. Reaksi karamelisasi glukosa ini berlangsung sebagai berikut: R-COH + NH2-R’ Gula
gugus amonium
→ R-COH-NH2 + produk lain
(31)
karamel
Apabila jumlah gula yang tidak dapat difermentasikan besar maka kualitas molase menjadi buruk. Analisis gula yang tidak dapat meragi menjadi penting untuk mengetahui kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol. Kualitas molase yang baik menyebabkan mutu produk alkohol dapat dioptimalkan. 7.
Analisis kadar abu Analisis kadar abu molase dilakukan dengan cara tidak langsung (cara
basah) dengan menambahkan asam sulfat kedalam molase sebelum dilakukan pengabuan. Penambahan asam sulfat bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Selanjutnya di lakukan pengabuan dengan furnish selama 1,5 jam
46
sampai mencapai suhu diatas 12000C. Untuk merubah sulfat yang telah direduksi oleh arang maka abu dibasahi asam sulfat (1:1), kelebihan asam sulfat dihilangkan dengan pemanasan. Molase dengan adanya asam akan teroksidasi dan terbentuk ion logam dengan pemanasan terbentuk logam oksida yang dapat ditimbang setelah didinginkan dalam eksikator. Penimbangan dilakukan sampai bobot konstan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : ion logam → Lx-SO4. xH2O → Lx-O (s) Dimana: L= Unsur logam seperti Cu, Mg, Fe Hasil analisis kadar abu (Tabel VIII) sebagai berikut : Tabel VIII. Hasil Analisis Kadar Abu Ulangan Kadar Abu Kadar Abu Molase Molase Dalam Literatur 1 7,61 % 2 7,95 % 3 7,69 % 4 8,12 % 7-11% 5 7,37 % 6 7,70 % 7,73 % x Keterangan : x = rata-rata Dari Tabel VIII tersebut didapat rata-rata kadar abu dari 6 kali ulangan sebesar 7,73 %. Menurut Crueger and Grueger (1984) kadar abu dalam molase antara 7-11%, sehingga dari hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa molase memiliki kualitas yang baik karena hasil analisis kadar abu dalam molase mendekati kadar abu yang ada dalam literatur. Kadar abu yang terdapat pada molase menunjukkan adanya senyawa bukan gula (anorganik), sehingga semakin tinggi kadar abu maka mutu dari molase akan semakin menurun.
47
Hasil keseluruhan analisis kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol disajikan dalam (Tabel VIV). Tabel IX. Hasil Keseluruhan Analisis Kualitas Molase Analisis Rata-rata Kadar Kadar Yang Dalam Dipersyaratkan Molase Untuk Bahan Baku Produksi Alkohol Brix 88,6 0Brix 85-900Brix Polarisasi dan HK 31,82 % - 38,35 % ≥ 34,70 % 30 - 40 % Kadar Sakarosa 35,53 % Kadar Gula Reduksi 18,63 % ≥ 20,78 % 7-11% Kadar Abu 7,73 % Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol PS Madukismo memiliki kualitas yang baik. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis molase sesuai yang dipersyaratkan dalam literatur untuk digunakan sebagai bahan baku produksi alkohol. Molase selain sebagai bahan baku yang mudah didapat, harga murah juga mempunyai kualitas yang baik sebagai bahan baku produksi alkohol (Harahap, 2003). Dengan kualitas molase yang baik diharapkan hasil produksi alkohol PS Madukismo menjadi optimal.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Molase sebagai bahan baku produksi alkohol PS Madukismo Yogyakarta memiliki kualitas yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan derajat brix, polarisasi dan Harga Kemurnian, kadar sakarosa, kadar gula reduksi, dan kadar abu sesuai dengan yang dipersyaratkan sebagai bahan baku produksi alkohol untuk memenuhi kualitas molase yang baik.
B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi proses produksi alkohol dengan molase sebagai bahan baku secara fermentasi oleh
Saccharomyces cereviceae untuk dikembangkan dalam optimalisasi produksi alkohol.
48
49
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1984, PT Madu Baru-PG PS Madukismo, 3-11, Yogyakarta Anonim, 2007, Fermentasi, http://ptp2007.wordpress.com/2008/06/19/fermentasidan-mikroorganisme-yang-terlibat/, diakses tanggal 05 Januari 2009 Anonim, 2008, Prosedur Analisa Pabrik Spiritus dan Alkohol Madukismo, 3,6, Yogyakarta Crueger, W. and A. Grueger, 1984, Biotechnology, A textbook of Industrial Microbiology, Science Tech.Inc, Madison Doran, G., Helliwell, S., & Eberbach, P, 1970, J. AOAC, 847–853, Humana Press, New York Fessenden, J.R, 1986, Kimia Organik, Edisi Ketiga, 332-337, Erlangga, Jakarta Harahap. H, 2003, Karya Ilmiah Produksi Alkohol, http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-hamidah.pdf, diakses tanggal 25 Juni 2008 Honig, 1963, Principle of Sugar Technology, 56-58, Elsevier Publishing Company, New York Judoamidjojo, M., dan A.A. Darwis, 1992, Teknologi Fermentasi, 24-28, Rajawali Pers. Jakarta Kuswurj. R, 2008, Sugarcane Research and Technology, http://www.risvank.com/tag/pol , diakses tanggal 06 Agustus 2008 Manguwidjaya, D dan A. Suryani, 1994, Teknologi Bioproses, Penebar Swadaya, Jakarta Mayes, P.A, 1984, Review of Biochemistry, Edisi 19, 163-173, ECG, Jakarta Muspahaji, 2007, Mengganti BBM dengan Bioetanol, http:// www.suaramerdeka.com/index.php?action=printpage;topic=12063.0, diakses tanggal 11 Oktober 2008 Nuringtyas, 2008, Karbohidrat, http://ka /download/ft/tkimia-hamidah.pdf, diakses tanggal 04 Januari 2009 Poedjiadi, A, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Edisi 2, 39-42, UIP, Jakarta
49
50
Prescott, S.C and Dunn.C.G, 1990, Industrial Microbiology, thirth edition, Mc Graw Hill Book Company.Inc, Newyork Purnomo, 1997, Industri Etanol, 15-17, P3GI, Pasuruan Purwani, A. Rofiq, dan N. Hidayat, 2007, Simulasi Model Produksi Etanol dari Molase oleh Saccharomyces cerevisiaepada Kultur Batch, http://www.ziddu.com/download/2087842/purwani.pdf.html, diakses tanggal 25 Agustus 2008 Roth, J. Herman, 1994, Analisis Farmasi, 341-345, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Sa’id, 1987, Teknologi Fermentasi, Rajawali Pers, Jakarta Shakhasiri, 2008, Ethanol http://scifun.chem.wisc.edu/ethanol Chemweek/PDF, diakses tanggal 20 November 2008 Soejardi, 1974, Penentuan Kadar Gula Reduksi, 1-20, Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta Suarni, 2003, Teknologi Pengolahan Jagung, 401, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Perteta dan LIPI. Bandung Sudarmadji.S, Haryono.B, dan Suhardi, 1984, Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian, Edisi 3, 27-37, Liberty, Yogyakarta Sudarmadji.S, Haryono.B, dan Suhardi, 1996, Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian, Edisi 4, 81-85, Liberty, Yogyakarta Toharisman, Aris dan H. Santosa, 1999, Mutu Bahan Baku Dan Preparasi Medium Fermentasi Pelatihan Teknologi Alkohol, 95-98, Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia, Pasuruan Underwood, 1996, Analisis Kimia Kualitatif, 303-308, Erlangga, Jakarta Witono, J. A, 2003, Produksi Furfural Dan Turunannya : Alternatif Peningkatan Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia (Sebuah Wacana Bagi Pengembangan Industri Berbasis Limbah Pertanian), http://www.kompas.com/kesehatan/news/0510/21/113325.htm, diakses tanggal 16 juli 2008
51
LAMPIRAN Tabel X. Isi Jenis Air Untuk Menghitung Isi Piknometer Derajat Bulat Perpuluhan Derajat 0 ( C) 0 1 2 3 4 5 20 1,00198 1,00199 1,00201 1,00203 1,00205 1,00206 21 1,00216 1,00218 1,00220 1,00222 1,00224 1,00226 22 1,00236 1,00238 1,00240 1,00242 1,00244 1,00246 23 1,00256 1,00258 1,00261 1,00263 1,00265 1,00267 24 1,00278 1,00280 1,00282 1,00284 1,00287 1,00289 25 1,00301 1,00303 1,00305 1,00307 1,00310 1,00312 26 1,00324 1,00326 1,00329 1,00331 1,00334 1,00336 27 1,00349 1,00351 1,00353 1,00356 1,00358 1,00361 28 1,00374 1,00376 1,00379 1,00382 1,00384 1,00387 29 1,00400 1,00403 1,00406 1,00408 1,00411 1,00414 30 1,00428 1,00430 1,00433 1,00436 1,00439 1,00442
Tabel XI. Hubungan Antara Kepekatan Dan Berat Jenis Larutan Gula % Berat Berat Jenis Atau Derajat Brix 1,02955 8,4 1,02996 8,5 1,03037 8,6 1,03077 8,7 1,03118 8,8 1,03159 8,9 1,03199 9,0 1,03240 9,1 1,03281 9,2 1,03322 9,3 1,03362 9,4 1,03403 9,5 1,03444 9,6
Negatif
Tabel XII. Koreksi Suhu Pada Penentuan Brix Molase Derajat Brix Suhu (0C) 8,9 9,0 9,1 9,2 9,3 9,4 26 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,111 26,5 0,078 0,078 0,078 0,078 0,078 0,079 27 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046 27.5 0,012 0,012 0,012 0,012 0,013 0,013
51
52
Tabel XIII. Hubungan Antara Berat Jenis Larutan Molase Setelah Koreksi Suhu Dan Brix Berat Jenis % Berat Setelah Atau Derajat Brix Koreksi Suhu 82,9 1,4268 83,0 1,4274 84,9 1,4403 85,0 1,4409 87,0 1,4546 87,9 1,4608 88,6 1,4657 88,7 1,4664 88,8 1,4671 88,9 1,4678 90,9 1,4817 91,0 1,4824 91,9 1,4888 92,0 1,4895 92,9 1,4958 93,0 1,4965
Tabel XIV. Tabel Schmitz Derajat Brix Derajat Polarimeter 8,5 9,0 9,5 10 2,77 2,76 2,76 11 3,05 3,04 3,04 12 3,32 3,32 3,31
Tabel XV. Tetapan Cara Inversi Menurut Steuerwald Pada Berbagai Suhu Dan Kepekatan Suhu Polarimeter Pembacaan (0C) Dalam Tabung 200mm Sesudah Inversi 32 30 28 1 144,35 144,41 144,46 2 144,41 144,46 144,52 3 144,47 144,52 144,58 4 144,53 144,58 144,63 5 144,59 144,64 144,69
53
Tabel XVI. Kadar Gula Reduksi Dari Polarisasi Dan Banyaknya Tembaga Yang Dipisahkan (mg) (Untuk Pemeriksaan Gula Reduksi Secara Iodometri) Polarisasi mg Tembaga 30 40 240 21,28 21,20 241 21,37 21,29 242 21,46 21,38 243 21,55 21,47 244 21,64 21,56 245 21,73 21,65 246 21,83 21,75 247 21,92 21,84 248 22,02 21,94 249 22,11 22,03 250 22,21 22,13
Tabel XVII. Jumlah Gula Invert (mg ) Sesuai Dengan Selisih Titrasi Yang Meningkat Dengan 0,1 ml Dan Dalam Larutan Titrasi Tidak Terdapat Sakarosa ml Na Tiosulfat 0,1 N Tanpa Sakarosa 0,00 0,00 0,10 0,35 0,20 0,70 0,30 1,05 0,40 1,40 0,50 1,75
Tabel XVIII. Jumlah Gula Yang Tidak Dapat Meragi Na Tiosulfat Glukosa Total Invertsuiker 20 69,0 21 73,3 22 77,2 23 81,2 24 85,2 25 89,2
54
Lampiran 1. Data Penimbangan Piknometer Untuk Mencari Nilai Air Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Picnometer kosong 42,2136 g 42,1348 g 44,6852 g 42,2736 g 44,1978 g Picnometer + Air 92,3320 g 92,4475 g 94,8705 g 92,2955 g 94,4890 g Berat Isi 50,1184 g 50,3127 g 50,1853 g 50,0219 g 50,2912 g Suhu 25,1 0C 25,2 0C 25,1 0C 25 0C 25,1 0C Fakt. Tabel IX 1,00303 1,00305 1,00303 1,00301 1,00303
Rep VI 42,7476 g 92,8125 g 50,0649 g 25 0C 1,00301
Rata-rata 43,0421 g 93,2078 g 50,1657 g 25,10C 1,00303
SD 1,12 1,16 0,12 0,12 1,51. 10-5
Lampiran 2. Data Penimbangan Sampel (Molase) Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Rep VI Rata-rata SD Berat Cawan 33,6238 g 28,0110 g 27,2518 g 33,6292 g 28,0389 g 27,2709 g 29,6376 g 3,11 Cawan + Isi 48,6238 g 43,0108 g 42,2516 g 48,6290 g 43,0390 g 42,2710 g 44,6375 g 3,11 Berat Isi 15,0000 g 14,9998 g 14,9998 g 14,9998g 15,0001 g 15,0001 g 14,9999 g 1,50 Lampiran 3. Data Penimbangan Piknometer Yang Berisi Sampel Untuk Mencari Berat Jenis Molase Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Rep VI Rata-rata SD Picnometer kosong 42,2340 g 42,0792 g 44,7934 g 42,2512 g 44,1410 g 42,6922 g 43,0318 g 1,15 Picnometer + Isi
94,0985 g 92,2110 g 94,1455 g 94,1455 g 96,2705 g 94,5500 g 94,2368 g 1,29
Berat Isi
51,8645 g 52,1318 g 51,8286 g 51,8943 g 52,1295 g 51,8578 g 51,9511 g 0,14
Suhu
26 0C
26 0C
26 0C
26 0C
26 0C
26,1 0C
26 0C
0,04
54
55
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Nilai Air
Rumus : Nilai air = (Berat picnometer isi – berat picnometer kosong ) x faktor tabel IX Contoh perhitungan: Nilai air = (92,3320 g - 42,2136 g ) x 1,00303 = 50,2703 Lampiran 5. Hasil Perhitungan Nilai Air Replikasi I II III IV V VI Rata-rata SD Nilai air 50,2703 50,4662 50,3374 50,1725 50,4436 50,2156 50,3176 0,12
Lampiran 6. Contoh Hasil Perhitungan Berat Jenis Molase Rumus :
Berat Picnometer Berisi Laru tan − Berat Picnometer Kosong = BJ Molase Nilai Air
Contoh perhitungan: BJ Molase =
94,0985 g − 42,2340 g = 1,03171 50,2703
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Berat Jenis Molase Replikasi I II III IV V VI Rata-rata SD BJ Molase 1,03171 1,03300 1,02962 1,03432 1,03342 1,03270 1,03246 1,63.10-3
55
56
Keterangan: Untuk perhitungan brix tidak dikoreksi molase encer dengan cara sebagai berikut : Contoh : BJ Molase = 1,03171 untuk mencari brix tidak dikoreksi molase encer dilakukan interpolasi dengan menggunakan Tabel X. Lampiran 8. Hasil Analisis Brix Tak Dikoreksi Molase Encer Rep I II III IV V Brix Tidak Dikoreksi 8,9 9,3 8,4 9,6 9,4 Suhu Larutan 26 0C 26 0C 26 0C 26 0C 26 0C Koreksi Suhu (Tabel XI) 0,110 0,110 0,109 1,111 0,111 Brix Molase 87,9 91,9 82,9 84,9 92,9 BJ Sesudah koreksi Suhu 1,4608 1,4888 1,4268 1,4403 1,4958
VI 9,2 26,1 0C 0,110 90,9 1,4817
Rata-rata 9,1 26 0C 0,277 88,6 1,4657
SD 0,43 0,04 0,41 4,03 0,03
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Brix Molase Rumus : Brix molase = (Angka Brix Tidak Dikoreksi - Koreksi suhu) x 10 Contoh Perhitungan : Brix molase = ( 8,9 - 0,110) x 10 = 87,9 Keterangan: Untuk perhitungan BJ molase sesudah dikoreksi suhu maka dari brix molase yang diperoleh dapat dicari BJ molase sesudah dikoreksi suhu dengan melihat Tabel XII.
56
57 57
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Polarisasi Replikasi I II III IV Rata-rata SD Pembacaan Polarisasi 11,3 11,5 11,5 10,7 11,3 0,38 Rata-rata Brix Tidak Dikoreksi 9,1 0,43 Polarisasi tetes 31,23 31,79 31,79 29,56 31,09 1,11 Range RQ (Harga Kemurnian) 31,82 % - 38,35 % Keterangan: Untuk perhitungan polarisasi molase dari hasil pembacaan polarisasi dan rata-rata brix yang tidak dikoreksi suhu disesuaikan dengan Tabel XIII. Faktor pengenceran yang digunakan 10.
Lampiran 11. Contoh Perhitungan Harga kemurnian
Rumus : Harga Kemurnian (RQ) = Contoh : HK =
31,09 x 100 % 82,9
= 37,50 %
Pol x 100 % Brix
58
Lampiran 12. Data Hasil Analisis Sakarosa Rep I Rep II Berat Cawan 28,0619 g 33,6152g Cawan + Isi 63,8110 g 69,3650 g Berat Isi 35,7491 g 35,7498 g Pol sebelum inversi 15,9 15,8 Pol sesudah inversi -3,9 -2,8 Tabel XIV 144,57 144,51 Suhu 30 0C 30 0C
Rep III 28,0146 g 63,0010 g 35,7498 g 15,9 -3,9 144,57 30 0C
Rep IV 28,0146 g 63,7645 g 35,7499 g 15,8 -3,1 144,53 30 0C
Rep V 33,8823 g 69,6321 g 35,7498 g 16,1 -3,9 144,57 30 0C
Rep VI 27,2763 g 63,0263 g 35,7500 g 16 -3,7 144,56 30 0C
Rata-rata 29,8108 65,4333 35,7497 15,9 -3,6 144,55 30 0C
SD 3,07 3,17 3,21.10-4 0,12 0,48 0,03 0
Keterangan: Dari hasil penelitian, suhu yang ada dalam polarimeter dan pembacaan pol sesudah inversi harus disesuaikan dengan Tabel XIV untuk menentukan kadar sakarosa.
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Sakarosa Rumus : Kadar sakarosa =
100 S , Dimana : C − 0,5 t
S = jumlah polarisasi sebelum dan sesudah inversi, ynag terakhir dengan tanda sebaliknya dan dikalikan 4 C = tetapan inversi menurut steuerwald (Tabel XIV) t = suhu zat cair
58
59
Contoh : Kadar sakarosa =
100 (2 x 15,9 + 4 x 3,9 ) 144,57 − 0,5 x 30
= 36,58 % Perhitungan: Glukosa dalam sakarosa = Kadar sakarosa x
BM Glukosa BM Sakarosa
BM Glukosa 180 = = 0,5263 BM Sakarosa 342
Contoh : Glukosa dalam sakarosa = 36,58 % x
180 342
= 19,25 % Lampiran 14. Data Kadar Sakarosa dan Kadar Glukosa Dalam Sakarosa Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Rep VI Rata-rata SD Kadar Sakarosa 36,58 % 33,05 % 36,58 % 33,96 % 36,89 % 36,12 % 35,53 % 1,61 Glukosa Dalam Sakarosa 19,25 % 17,39 % 19,25 % 17,87 % 19,32 % 19,01 % 18,68 % 0,84
59
60
Lampiran 15. Data Pembakuan Natrium Tiosulfat Untuk Penentuan Kadar Gula Reduksi Pembakuan Berat K2Cr2O7 Berat KI Vol Na Thio Normalitas Na Thio I 0,0497 g 0,5006 g 10,20 ml 0,0994 II 0,0497 g 0,4999 g 10,15 ml 0,0999 III 0,0499 g 0,4999 10,20 ml 0,0998 Rata-rata 10,18 ml 0,0997 SD 0,03 2,65.10-4 Blanko 65,4 ml
Lampiran 16. Contoh Perhitungan Normalitas Natrium Tiosulfat mg K 2 Cr2 O7 x Valensi Rumus : N Na2S2O3 = Berat Molekul Vol. Titrasi
Dimana, berat molekul K2Cr2O7 = 294 dan valensi Na2S2O3 = 6
49,7 x6 Contoh : N Na2S2O3 = 294 10,20 = 0,0994
61
Lampiran 17. Data Penimbangan Sampel Molase Untuk Menentukan Gula Reduksi Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Rep VI Rata-rata Berat Cawan 45,9416 g 42,3166 g 34,5828 g 34,5486 g 55,6096 g 45,9232 g 43,1537 Cawan + Isi 51,9416 g 48,3168 g 40,5826 g 40,5486 g 61,6095 g 51,9232 g 49,1537 Berat Isi 6,0000 g 6,0002 g 5,9998 g 6,0000 g 5,9999 g 6,0000 g 5,9999 Vol Na Thio 31,6 ml 31,9 ml 31,8 ml 31,8 ml 31,9 ml 31,7 ml 31,7
SD 7,99 7,99 1,33.10-4 0,12
Lampiran 18. Contoh Perhitungan Kadar Gula Reduksi Rumus : mg Cu yang diendapkan oleh gula invert sebagai oksida cupro = (Titrasi blanko – Titrasi sampel )x massa Cu x N. Na2S2O3 Dimana, massa Cu = 63,54
N. Na2S2O3 = 0,0997 Contoh : mg Cu yang diendapkan oleh gula invert sebagai oksida cupro = (65,4 – 31,6 ) x 63,54 x 0,0997
= 214,12 Dari hasil penelitian, rata-rata polarisasi dan mg Cu yang diendapkan oleh gula invert sebagai oksida cupro harus disesuaikan dengan Tabel XV untuk menentukan kadar gula reduksi.
61
62
Lampiran 19. Data Kadar Gula Reduksi Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Rep VI Rata-rata SD Polarisasi rata-rata 31,09 Daftar XV 18,01 18,71 18,77 18,77 18,71 18,82 18,63 0,31 Kadar Gula Reduksi 18,01 % 18,71 % 18,77 % 18,77 % 18,71 % 18,82 % 18,63 % 0,31
Lampiran 20. Data Pembakuan Natrium Tiosulfat Untuk Penentuan Kadar Sisa Gula Pembakuan Berat K2Cr2O7 Berat KI Vol Na Thio Normalitas Na Thio I 0,0497 g 0,4999 g 10,15 ml 0,0999 II 0,0498 g 0,4991 g 10,10 ml 0,1006 III 0,0498 g 0,4996 g 10,10 ml 0,1006 Rata-rata 10,12 ml 0,1004 SD 0,03 4,04.10-4 Blanko 18,35 ml
Lampiran 21. Data Penimbangan Sampel Molase Untuk Menentukan Sisa Gula Rep I Rep II Rep III Rata-rata SD Berat Cawan 59,5114 g 41,2534 g 44,8592 g 48,5416 9,67 Cawan + Isi 79,5115 g 61,2536 g 64,8590 g 68,5414 9,67 Berat Isi 20,0001 g 20,0002 g 19,9998 g 20,0000 0 Vol Na Thio 18,05 ml 18,10 ml 18,10 ml 18,0833 0,029
62
63
Lampiran 22. Contoh Perhitungan Kadar Sisa Gula Rumus : Sisa gula = (Titrasi blanko – Titrasi sampel ) x
N Na 2 S 2 O3 0,1
Dimana, N. Na2S2O3 = 0,1004 Contoh : Sisa gula = ( 18,35 ml - 18,05 ml) x
0,1004 0,1
= 0,3012 Dari hasil penelitian, sisa gula yang diperoleh harus disesuaikan dengan Tabel XVI untuk menentukan sisa kadar gula. Lampiran 23. Data Kadar Gula Reduksi Rep I Rep II Rep III
Rata-rata
SD
Sisa Gula
0,3012
0,2510
0,2510
0,2677
0,03
Daftar XVI
1,05
0,88
0,88
0,9367
0,11
% Sisa Gula
0,53 %
0,44 %
0,44 %
0,47 %
0,10
63
64
Lampiran 24. Data Pembakuan Natrium Tiosulfat Untuk Penentuan Kadar Gula Yang Tidak Dapat Meragi Pembakuan Berat K2Cr2O7 Berat KI Vol Na Thio Normalitas Na Thio I 0,0495 g 0,4994 g 9,65 ml 0,1047 II 0,0493 g 0,4995 g 9,65 ml 0,1047 III 0,0496 g 0,4996 9,65 ml 0,1047 Rata-rata 9,65 ml 0,1047 SD 0 0 Blanko 26,3 ml
Lampiran 25. Data Penimbangan Sampel Molase Untuk Menentukan Kadar Gula Yang Tidak Dapat Meragi Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V Rep VI Rata-rata SD Berat Cawan 42,2734 g 34,5584 g 45,9400 g 45,9416 g 42,2780 g 34,5744 g 40,9276 5,19 Cawan + Isi 54,2734 g 46,5586 g 57,9402 g 57,9414 g 54,2780 g 46,5744 g 52,9277 5,19 Berat Isi 12,0000 g 12,0002 g 12,0002 g 11,9998 g 12,0000 g 12,0000 g 12,0000 1,51.10-4 Vol Na Thio 6,50 ml 6,52 ml 6,52 ml 6,52 ml 6,52 ml 6,50 ml 6,51 0,01
Lampiran 26. Contoh Perhitungan Gula yang Tidak Dapat Meragi Rumus : Gula yang tidak dapat meragi = (Titrasi blanko – Titrasi sampel ) x
N Na 2 S 2 O3 0,1
Dimana, N. Na2S2O3 = 0,1047 Contoh : Gula yang tidak dapat meragi = ( 26,3 ml – 6,50 ml) x
0,1047 = 20,7306 0,1
64
65
Dari hasil penelitian, gula yang tidak dapat meragi yang diperoleh harus disesuaikan dengan Tabel XVII untuk menentukan kadar gula yang tidak dapat meragi. Lampiran 27. Data Kadar Gula Yang Tidak Dapat Meragi Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V
Kadar Glutose
20,73
20,71
20,71
Tabel XVII
72,139 72,053 72,053
Rep VI Rata-rata
20,71
20,71
20,73
72,053
72,053 72,139
20,7167
0,01
72,0816
0,04
% Kadar Glutose 6,01 % 6,00 % 6,00 % 6,00 % 6,00 % 6,01 % 6,00 % Lampiran 28. Data Penimbangan Kadar Abu Rep I Rep II Berat Cawan 32,6998 g 45,9344 g Cawan + Isi 37,6996 g 50,9344 g Berat Isi 4,9998 g 5,0000 g Penimbangan Sampai 33,0796 g 46,3370 g Berat Tetap
Rep III 42,2772 g 47,2774 g 5,0002 g 42,6616 g
Rep IV 34,5654 g 39,5656 g 5,0002 g 34,9682 g
SD
Rep V 51,8844 g 56,8846 g 5,0002 g 52,2530 g
5,16.10-3
Rep VI 39,6320 g 44,6322 g 5,0002 g 40,0172 g
Rata-rata 41,1655 46,1656 5,0001 41,5528
SD 7,16 7,16 1,67.10-4 7,16
Lampiran 29. Contoh Perhitungan Kadar Abu
Rumus : Kadar Abu =
( Berat Cawan + Abu ) − Berat Cawan Kosong x 100 % Berat Molase
65
66
Contoh : Kadar Abu =
33,0796 − 32,6998 x 100 % 4,9998
= 7,61 % Lampiran 30. Data Kadar Abu Replikasi I II III IV V VI Kadar Abu 7,61 % 7,95 % 7,69 % 8,06 % 7,37 % 7,70 % Rata-rata Kadar Abu 7,73 % SD 0,25
66
67
BIOGRAFI PENULIS
Penulis lahir pada tanggal 26 Februari 1987 di Wonogiri. Lahir dari Ayah bernama Sardi dan Ibu bernama Giyarti, memiliki satu saudara perempuan. Penulis telah menyelesaikan masa studinya di TK Pertiwi Sidoharjo pada tahun 1992 sampai tahun 1993, SD Negeri 1 Sidoharjo pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1999, SLTP Negeri 1 Sidoharjo pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Wonogiri pada tahun 2002 sampai dengan 2005 dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2005 sampai tahun 2008.
67