Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 1 (1): 53-58, 2015
PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR IPAL PABRIK KARET SEBAGAI BAHAN BAKU COMPOSTING Fazarita Hayati 1*, Andy Mizwar 1 dan Jumar 2 1. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat 2. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Limbah lumpur sebagai produk dari pengolahan air limbah industri merupakan material yang kaya nutrisi dan dapat digunakan kembali sebagai pupuk atau kondisioner tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kelayakan composting limbah lumpur dengan penambahan kotoran sapi sebagai sumber nutrisi dan serbuk gergaji sebagai bulking agent. Desain penelitian terdiri dari limbah lumpur dicampur dengan kotoran sapi dan serbuk gergaji pada tiga level rasio yang berbeda, yaitu 10:2:1 (A), 10:1:1 (B), dan 10:1:2 (C). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa composting limbah lupur IPAL pabrik karet dengan penambahan kotoran sapi dan serbuk gergaji terbukti efektif menghasilkan kompos dengan karakteristik fisik-kimia yang memenuhi Permentan 2009 dan SNI 19-7030-2004. Komposisi optimum composting terjadi pada perlakuan A. Kata kunci: composting, kotoran sapi, limbah lumpur, serbuk gergaji ABSTRACT Waste-sludge from wastewater treatment plant is rich in nutrients and could be re-used as fertilizer and soil conditioner. The objective of this study was to investigate the feasibility of waste-sludge composting by using cow dung as nutrients source and sawdust as bulking agent. The experimental design was composed of waste-sludge mixed with cow dung and sawdust at three different ratios, 10:2:1 (treatment A), 10:1:1 (B), and 10:1:2 (C). The results of this study showed that waste-sludge composting with the addition of cow dung and sawdust proven effective to produce compost with the physical-chemical characteristics that meet Permentan 2009 and SNI 19-7030-2004. The optimum composition of composting occurred in treatment A. Keywords: composting, cow dung, waste-sludge, sawdust
1. PENDAHULUAN Limbah lumpur sebagai produk dari pengolahan air limbah industri merupakan material yang kaya nutrisi dan dapat digunakan kembali sebagai pupuk atau kondisioner tanah (Kosobucki et al., 2000). Namun karena emisi bau yang tinggi, konsentrasi logam berat dan senyawa organik beracun yang tinggi, serta berpotensi mengandung mikroorganisme patogen, maka diperlukan perlakuan khusus sebelum limbah lumpur dapat diaplikasikan sebagai pupuk (Bazrafshan et al., 2006). Boonlualohr & Chaisomphob (2011) mengemukakan bahwa composting merupakan salah satu solusi untuk memanfaatkan limbah lumpur menjadi pupuk.
53
Composting merupakan proses penguraian terkontrol bahan organik oleh mikrooganisme menjadi humus (Vigil & Tchobanoglous, 1994). Stentiford (1996) menjelaskan bahwa laju degradasi dan kualitas hasil composting dipengaruhi oleh: a) kadar air, b) konsentrasi oksigen, c) rasio karbonnitrogen, d) suhu, e) pH, f) karakteristik fisik-kimia bahan baku composting, dan g) ketersediaan nutrisi. Umumnya limbah lumpur memiliki rasio C/N yang rendah (10 – 20) dan kadar air yang tinggi (> 90%) (Bazrafshan et al., 2006). Oleh karena itu, perlu penambahan material lain sebagai sumber karbon dan nitrogen, dan sebagai bulking agent. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kelayakan composting limbah lumpur dengan penambahan kotoran sapi sebagai sumber nutrisi dan serbuk gergaji sebagai bulking agent. 2.
METODE PENELITIAN
2.1 Bahan Sampel limbah lumpur berasal dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pabrik Karet PT Darma Kalimantan Jaya, Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Bahan composting yang digunakan berupa kotoran sapi sebagai sumber nutrisi dan serbuk gergaji sebagai bulking agent. 2.2 Desain Penelitian Tiga kondisi percobaan diuji dalam rangkap 3 (triplicate) menggunakan reaktor composting skala laboratorium. Desain penelitian terdiri dari limbah lumpur dicampur dengan kotoran sapi dan serbuk gergaji pada tiga level rasio yang berbeda, yaitu 10:2:1 (A), 10:1:1 (B), dan 10:1:2 (C). Perlakuan dengan 100% limbah lumpur (D) ditetapkan sebagai perlakuan kontrol. Sekitar 13 kg campuran limbah lumpur-kotoran sapi-serbuk gergaji masing-masing ditempatkan dalam 12 reaktor composting berbahan dasar kayu dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm (volume = 27 L). Percobaan composting dioperasikan secara kontinu pada suhu kamar hingga kompos matang. Pengukuran suhu harian dilakukan untuk memantau kemajuan proses composting. Isi masingmasing reaktor diaduk secara berkala setiap 5 hari sekali untuk memberikan ruang pori yang cukup untuk aliran udara dan juga untuk mencegah pengeringan di bagian tepi luar bahan kompos. Kadar air dari campuran limbah lumpur-kotoran sapi-serbuk gergaji diatur pada nilai optimal 50-60% (Stentiford, 1996). Akuades ditambahkan bila diperlukan untuk memastikan bahwa kadar air tetap pada tingkat optimum. 2.3 Analisis Sampel Analisis fisiko-kimia yang dilakukan pada sampel kompos terdiri dari: 1) suhu diukur menggunakan thermometer raksa, 2) pH diukur dengan menggunakan soil tester, 3) konsentrasi total nitrogen ditentukan dengan metode Kjeldahl (Sparks, 1996), 4) konsentrasi karbon organik ditentukan dengan metode Walkley-Black (Abraham, 2013), 5) konsentrasi P2O5 dan K2O ditentukan dengan metode ekstraksi HCl 25%, dan 6) konsentrasi Ca dan Mg ditentukan dengan metode ekstraksi 1 N NH4OAC pH 7.
54
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Dinamika Suhu Perubahan suhu selama proses composting menggambarkan tingkat aktivitas mikro-organisme. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi aktivitas metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Hasil pengukuran suhu selama proses composting disajikan pada Gambar 1. 36
A C Suhu ruang
34
B D
Suhu (ºC)
32 30 28 26
24 0
5
10
15
20
25
30
Waktu composting (hari)
Gambar 1. Dinamika suhu composting
Secara umum, fluktuasi suhu selama proses composting berada pada regim suhu mesofilik (2545ºC) yang oleh Sayara et al. (2011) dinyatakan sebagai kondisi terbaik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikrooganisme. Pada 5 hari pertama compos-ting, suhu pada perlakuan A, B dan C meningkat dari 30-3ºC menjadi 32-34ºC. Peningkatan suhu ini merupakan indikasi terjadinya peningkatan jumlah populasi dan aktivitas mikroorganisme, dan terjadinya dekomposisi bahan organik dalam matrik kompos (Zhang et al., 2011). Sayara et al. (2011) menjelaskan bahwa 5-10 hari pertama merupakan fase aktif composting yang ditandai dengan pertumbuhan mikroorganisme (terutama bakteri) secara massif. Setelah mencapai puncak, suhu pada perlakuan A, B dan C turun dan stabil di kisaran 29-30ºC selama kurang lebih 10 hari (fase stabilisasi). Setelah periode ini, suhu secara bertahap turun mendekati suhu ruang (27-28°C) dan akhirnya memasuki fase pematangan. Selain karena proses pematangan kompos, penurunan suhu ini juga dipengaruhi oleh pengadukan kompos setiap 5 hari yang menyebabkan terjadinya pelepasan panas dari dalam matrik kompos. 3.2 Dinamika pH Aktivitas mikroorganisme terbatas dalam kisaran pH optimal 6.5-8. Dalam kondisi yang lebih asam atau basa, pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme akan terhambat (Sayara et al., 2011). Hasil pengukuran pH pada masing-masing reaktor disajikan pada Gambar 2.
55
9
A C
B D
pH
8
7
6 0
5
10
15
20
25
30
Waktu composting (hari)
Gambar 2. Dinamika pH composting
Nilai pH awal limbah lumpur (perlakuan D) adalah 6.9, sedangkan pada perlakuan A, B dan C adalah 8. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kotoran sapi dan serbuk gergaji dapat meningkatkan nilai pH. Hachicha et al. (2009) dan Wu et al. (2010) menjelaskan bahwa peningkatan nilai pH selama fase aktif composting dapat dikaitkan dengan akumulasi ammonium (pH ± 11.5) karena asimilasi proton selama proses amonifikasi, dan mineralisasi nitrogen oleh aktivitas mikroba. Pada 10 hari pertama composting, nilai pH pada perlakuan A, B dan C secara bertahap turun dan kemudian stabil pada kisaran pH 7-7.5 hingga akhir composting. Nilai pH yang bertahan pada kisaran netral (7-7.5) hingga akhir composting ini dipengaruhi oleh buffer capacity (daya sangga) kompos (Hachicha et al., 2009). 3.3 Kualitas Kompos Hasil analisis kualitas kompos berbahan dasar limbah lumpur disajikan pada Tabel 1. Perlakuan A terpantau memiliki kandungan unsur hara C paling tinggi dibanding perlakuan lainnya. Tingginya kandungan unsur hara C pada perlakuan A ini disebabkan oleh komposisi kotoran sapi yang lebih besar. Hal ini didukung hasil analisis kandungan C-organik pada kotoran sapi sebesar 14.63%, sedangkan pada serbuk gergaji sebesar 9.28%. Kandungan unsur hara N paling tinggi terdeteksi pada perlakuan C. Hal ini disebabkan oleh komposisi serbuk gergaji yang lebih besar. Hasil analisis kandungan N pada serbuk gergaji sebesar 0.81%, sedangkan pada kotoran sapi sebesar 0.13%.
56
Tabel 1. Hasil analisis kualitas kompos
Perlakuan A B C D Permentan 2009 SNI 19-70302004
COrganik
N
P2O5
K2O
Ca
Mg
Rasio C/N
1.660 1.483 1.240 1.023 −
0.197 0.187 0.367 0.180 −
22.537 20.186 12.008 17.647 15-25
≤ 25.50
≤ 0.6
10 - 20
23.063 22.743 20.013 16.353 ≥ 12
1.023 1.127 1.667 0.927 <6
1.060 0.977 1.233 1.747 <6
% 0.120 0.093 0.137 0.217 <6
9.80-32
0.400
0.100
≥ 0.20
Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi yang memiliki kandungan unsur hara P yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain adalah perlakuan D dengan komposisi Limbah lumpur dengan nilai 1.75%. Penurunan kadar unsur hara P pada variasi D (kontrol) disebabkan oleh adanya difiksasi oleh mineral lempung dan oksida yang tidak larut seperti yang terjadi pada penelitian Pramaswari (2011). Kalium (K) berfungsi untuk pembentukkan pati, mengaktifkan enzim, dan memperlancar proses metabolisme sel. Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi yang memiliki kandungan unsur hara K yang paling tinggi dibandingkan dengan variasi-variasi lain adalah perlakuan D sebesar 0.22%. Sedangkan hasil analisis yang paling terendah terjadi pada perlakuan B yaitu 0,09%. Penurunan material organik ini menjadi indikasi tidak terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme pada proses pengomposan, kondisi tersebut sama dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Andriati & Trihadiningrum, 2009). Fungsi kalsium (Ca) pada tanaman adalah untuk membentuk dinding sel dan sangat diperlukan dalam proses pembentukkan sel baru, mendorong terbentuknya buah dan biji. Sedangkan fungsi kalsium dalam tanah adalah untuk menetralisir pH tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki kandungan unsur hara Ca yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain adalah variasi A. Sementara itu, hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki kandungan unsur hara Mg yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain adalah variasi C. Kandungan unsur hara Mg berperan sangat penting dalam proses fotosintesis dan pembentukkan klorofil bersama besi. Rasio C/N adalah perbandingan kadar Karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam suatu bahan. Rasio C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi-imobilisasi unsur hara oleh mikroba dekomposer bahan organik. Dalam peraturan PERMENTAN 2009 mensyaratkan kandungan unsur rasio C/N di dalam kompos adalah 15-25. Nilai rasio C/N tertinggi adalah pada perlakuan A. Sedangkan pada perlakuan lainnya, rasio C/N kurang dari 20. Hal ini terjadi karena penambahan kotoran sapi yang memiliki kandungan C-organik yang tinggi dan N yang mencukupi untuk proses composting.
57
4. KESIMPULAN Proses composting limbah lupur IPAL pabrik karet dengan penambahan kotoran sapi dan serbuk gergaji terbukti efektif menghasilkan kompos dengan karakteristik fisik-kimia yang memenuhi Permentan 2009 dan SNI 19-7030-2004. Komposisi optimum campuran limbah lumpur-kotoran sapi-serbuk gergaji adalah 10:2:1. DAFTAR PUSTAKA Abraham, J. (2013). Organic carbon estimations in soils: Analytical protocols and their implications. Rubber Science 26 (1). 45-54. Andriati, S. C. and Trihadiningrum, Y. (2009). Optimasi Proses Pengomposan Aerobic Sludge Air Limbah Ind ustri Mizone dan Sampah Organik di PT Tirta Investama Pandaan. Bazrafshan, E., Zazouli, M. A., Bazrafshan, J. and Bandpei, A. M. (2006). Co-composting of Dewatered Sewage Sludge with Sawdust. Pakistan Journal of Biological Sciences 9 (8). 1580-1583. Boonlualohr, W. and Chaisomphob, T. (2011). Preliminary of Serial Self- turning reactor (STR) to sewage sludge composting. International Proceedings of Chemical, Biological and Environmental Engineering 1. 475-479. Hachicha, R., Hachicha, S., Trabelsi, I., Woodward, S. and Mechichi, T. (2009). Evolution of the fatty fraction during co-composting of olive oil industry wastes with animal manure: maturity assessment of the end product. Chemosphere 75 (10). 1382-1386. Kosobucki, P., Chmarzyński, A. and Buszewski, B. (2000). Sewage Sludge Composting. Polish Journal of Environmental Studies 9 (4). 243-248. Pramaswari (2011), Kombinasi Bahan Organik (Rasio C:N) pada Pengolahan Lumpur (Sludge) Limbah Pencelupan, Jurnal Kimia 1. 64-71. Sayara, T., Borràs, E., Caminal, G., Sarrà, M. and Sánchez, A. (2011). Bioremediation of PAHscontaminated soil through composting: Influence of bioaugmentation and biostimulation on contaminant biodegradation. International Biodeterioration & Biodegradation 65 (6). 859865. Sparks, D. L. (1996). Methods of soil analysis. Part 3. Chemical methods and processes. SSSA and ASA, Madison W.I. Stentiford, E. T. (1996). Composting Control: Principles and Practice, in: M., D., Sequi, P., Lemmes, B. and Papi, T. (Eds.), The Science of Composting. Chapman and Hall, pp. 49-59. Vigil, S. A. and Tchobanoglous, G. (1994). Comparison of the environmental effects of aerobic and anaerobic composting technologies. 87th Annual Meeting and Exhibition of Air and Waste Management Association. Cincinnati. Ohio. Wu, D.-l., Liu, P., Luo, Y.-z., Tian, G.-m. and Mahmood, Q. (2010). Nitrogen transformations during co-composting of herbal residues, spent mushrooms, and sludge. Journal of Zhejiang University. Science. B 11 (7). 497-505. Zhang, Y., Zhu, Y. G., Houot, S., Qiao, M., Nunan, N. and Garnier, P. (2011). Remediation of polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) contaminated soil through composting with fresh organic wastes. Environ Sci Pollut Res Int 18 (9). 1574-1584.
58