IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan, yang dapat diartikan baik melalui inisiatif sendiri maupun dipicu orang lain, baik secara individu maupun kelompok. Ken Blancard, mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai suatu cara untuk mewirausahakan (entrepreneurship) orang lain, penanaman rasa memiliki (ownership), suatu bentuk ikatan kerja atas dasar komitmen (engagement), dan sebagai suatu usaha untuk membuat orang lain terlibat (involvement).1Pemberdayaan diartikan sebagai membagi kekuasaan (power sharing) atau mendelegasikan kekuasaan dan wewenang kepada bawahan di dalam organisasi. Pemberdayaan tidak cukup hanya dengan membangun kemampuan dan memberinya peluang untuk berbuat, tetapi pemberdayaan juga berkaitan dengan nilai. Pemberdayaan memerlukan tingkat kejujuran yang tinggi, keterbukaan, dan integritas. Berkaitan dengan hal itu, maka salah satu agenda utama GKI Palsigunung, adalah pemberdayaan warga jemaat. Dengan itu mereka dimotivasikan, dikerahkan dan diperlengkapi. Pendeknya warga jemaat, orang percaya, diberdayakan, baik secara pribadi sebagai individu, maupun secara bersama sebagai warga gereja/jemaat. Warga jemaat sesungguhnya adalah subyek dan pembangun gereja/jemaat dalam segenap proses transformasinya adalah sesuatu yang dalam kenyataannya masih merupakan idealisme yang belum tercapai. Bahkan dalam Tata Gereja GKI jelas sekali peran sentral jemaat adalah warganya2. Namun dalam praktik ada beberapa keadaan yang masih jauh dari pelaksanaannya dari prinsip warga jemaat sebagai subyek gereja/jemaat. Pertama, upaya pemberdayaan warga jemaat melalui pembinaan warga jemaat, pemberitaan dan penggembalaan di jemaat GKI Palsigunung khususnya Bajem Cilodong dan Bajem Ciracas pada umumnya masih jauh dari optimal, bahkan kerap kali insidental sifatnya. (pada saat ibadah minggu, pada saat jemaat yang sakit dll) Kalaupun ada pemikiran dan upaya untuk menjadikannya sebagai upaya yang utuh dan sinambung, biasanya hal itu hanya bersifat ide/opini semata.
1
Ken Blancard, Empowerment (Take More Than a Minute), (Yogyakarta: Amara Books, 2002), hlm. 157 Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia (Jakarta: Badan pekerja Majelis Sinode Gereja Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 2
20
Kedua, partisipasi warga jemaat dalam kegiatan-kegiatan terutama yang menentukan arah dan kinerja jemaat amat kurang. Misalnya dalam proses perumusan visi-misi, penentuan tujuantujuan, dan penyusunan program, biasanya yang amat berperan adalah Majelis Jemaat, terutama pendeta, dan pengurus badan-badan pelayanan. Menurut hemat penulis salah satu penyebabnya adalah peran pejabat gerejawi yang terlalu besar (secara struktural dalam Tata Gereja maupun dalam struktur jemaat). Dan penyebab yang kedua adalah tidak tersedianya cukup “ruangan” bagi warga jemaat untuk terlibat, baik secara praktis maupun dalam hal-hal penentuan kebijakan. Salah satu contohnya yang sederhana adalah pengedar kantong kolekte yang dilakukan di gereja harus dilakukan oleh para penatua. Ketiga, yang amat erat kaitannya dengan yang kedua, warga jemaat kerap kali tidak didengar dalam pengambilan keputusan-keputusan, terutama yang menyangkut mereka sendiri secara langsung. Terlalu sering ungkapan seperti ini diperdengarkan: “Ini sudah diputuskan oleh Majelis Jemaat dalam PMJ…”3Pernyataan ini bukan hanya tidak bijaksana, tetapi juga tidak sesuai dengan jiwa kepemimpinan kolegial dalam prinsip presbiterial-sinodal GKI, dan pasti bertentangan dengan prinsip kepemimpinan yang melayani (servant leadership).Terlalu banyak kuasa untuk menentukan kebijakan yang menggumpal dalam Majelis Jemaat, dalam Persidangan Majelis Jemaat, bahkan Badan Pekerja Majelis Jemaat. Alur komunikasi dan informasi kerap kali hanya beredar dalam Majelis Jemaat. Kalaupun mengalir ke badan-badan pelayanan, hal itu hanyalah karena insidensial. Pembangunan Jemaat adalah pemberdayaan warga jemaat yang adalah “aset utama” gereja/jemaat yang terlalu lama dibiarkan membeku. Pemberdayaan haruslah menuju kepada upaya sengaja dan sistematis untuk mencairkannya demi dibangunnya gereja/jemaat menjadi “tubuh Kristus” yang sesuai dengan kehendak-Nya, sang Kepala Gereja, sang Pembangun Sejati. Untuk itu dua hal prinsipial yang harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh oleh gereja/jemaat. Hal pertama yang mesti dipertimbangkan untuk diubah adalah paradigma subyek jemaat. Mestinya disadari, dipegangi serta diejawantahkan bahwa subyek jemaat bukanlah pejabat gerejawi, tetapi warga jemaat secara keseluruhan, termasuk di dalamnya para pejabat gerejawi dan para pegiat dalam badan pelayanan. Bagaimana warga jemaat diperlakukan dan dihargai 3
Hasil wawancara dengan Bpk. Paskaria (Majelis bidang Oikmas Bajem Ciracas), Minggu 7 Oktober, 2012. Pkl 11.00Wib
21
akan menumbuhkan iklim bergereja yang menyenangkan, sehingga warga jemaat bukan hanya merasa “memiliki” jemaatnya, tetapi dengan senang hati turut membangunnya. Untuk itu mesti dipikirkan dan ditata ulang: 1. Sebagai konsekuensi dari hal di atas, maka proses pengambilan keputusan yang diberlakukan mestinya bukan lagi gerakan dari atas ke bawah tetapi meluas dari lingkup tersempit yang partikular menuju kelingkup yang lebih luas, dengan selalu melibatkan semua pihak yang terkait. 2. Alur komunikasi dan informasi yang tidak lagi menggumpal pada para pemimpin (Majelis Jemaat: BPMJ & PMJ; pengurus badan pelayanan) tetapi mengalir ke segala arah: dari atas ke bawah, dari bawah ke atas dan ke samping. 3. Untuk itu struktur jemaat yang ada sekarang ini mestinya tidak lagi dilihat sebagai memadai, mengingat struktur yang ada sekarang ini (di GKI: pembidangan sesuai “ministry” jemaat) menyebabkan penggumpalan kuasa dan peran pejabat gerejawi, serta tidak menyediakan ruangan yang cukup bagi partisipasi warga jemaat yang seluasluasnya. Hal kedua yang harus dipertimbangkan untuk diubah adalah upaya pemberdayaan warga jemaat yang mencakupi pembinaan warga jemaat, pemberitaan dan penggembalaan. Hal ini mesti diupayakan juga secara sengaja dan sistematis melalui antara lain: 1. Adanya kurikulum pembinaan warga jemaat yang utuh/menyeluruh (mencakupi kategori umur bahkan profesi) dan sinambung, yang melayani visi-misi jemaat yang disepakati bersama, baik di pusat maupun di Bajem. 2. Penggembalaan yang tidak hanya “menunggu bola tetapi menjemput bola” yang direncanakan dengan sistematis dan yang mempertimbangkan konteks jemaat yang khas, dalam terang pembangunan jemaat.Oleh karena itu, Yesus Kristus sang pembangun itu memberdayakan gereja/jemaat-Nya agar dapat membangun dirinya sendiri. Dalam terang itulah Pemberdayaan dilaksanakan. Pemberdayaan sebagai usaha untuk secara sistematis menolong jemaat agar sungguh-sungguh menjadi jemaat Yesus Kristus pada masa kini. Pemberdayaan Jemaat sebagai fungsi dasar jemaat, karena jemaatlah subyek dan pembangun. Dan untuk itu “sang pembangun sejati” mengaruniakan berbagai karunia yang mesti dimanfaatkan dalam segenap proses pembangunan.
22
4.2 Peran Majelis Jemaat Dalam Pemberdayaan Warga Jemaat GKI Palsigunung Peran Majelis Jemaat dalam menjaga kelangsungan hidup gereja merupakan hal yang sangat vital. Tanpa peran Majelis Jemaat maka institusi gereja tidak akan berjalan secara normal. Sebagai penggerak gereja maka sifat aktivitas Majelis Jemaat diharapkan mampu menjadi pelaku aktif kegiatan pelayanan di setiap tubuh jemaat, bahkan kegiatan itu sampai ke hal-hal yang kecil. Berkaitan dengan hal itu, maka berdasarkan program dan kegiatan yang ada dan dilaksanakan, maka dapat dicatatkan beberapa hal sebagai implementasi dari peran Majelis Jemaat GKI Palsigunung dalam pemberdayan anggota jemaatnya, yakni: 1. Melibatkan Jemaat Dalam Pelayanan Hal yang paling sederhana dan bisa dilakukan oleh Majelis Jemaat GKI Palsiunung untuk memberdayakan anggota jemaat adalah dengan melibatkan mereka dalam pelayanan. Hal ini terlihat dengan adanya anggota jemaat yang terlibat dalam pengedaran kantong kolekte dalam ibadah raya, pelayanan kantoria, pelayanan musik gereja (organis, band, gitar), paduan suara, bahkan melibatkan jemaat dalam perkunjungan antar jemaat, dan juga memimpin Sekolah Minggu. Semua ini dimaksudkan untuk mendorong anggota jemaat untuk ikut aktif dalam pelayanan yang ada di gereja, sehingga mempuyai peluang yang besar untuk memberdayakan mereka, secara khusus jemaat akan termotivasi untuk keterlibatan yang maksimal dalam pelayanan itu. Pada umumnya jemaat yang terlibat dalam pelayanan sangat berpotensi untuk berkembang dalam kemampuan, talenta, bahkan karunia pelayanan. 2. Menumbuhkan Kepercayaan Menumbuhkan kepercayaan dalam diri jemaat GKI Palsigunung untuk terjun dan terlibat dalam pelayanan adalah point kedua untuk memberdayakan mereka. Untuk menumbuhkan kepercayaan dalam diri anggota jemaat, maka jemaat diberikan kesempatan untuk terlibat secara langsung dalam pelayanan, antara lain: diberikan kesempatan untuk memimpin doa dalam ibadah-ibadah wilayah, diberikan kesempatan untuk memimpin dalam ibadah-ibadah PA, dan dalam kebaktian lingkungan. Hal ini dimaksudkan, bahwa ketika mereka (jemaat) terlibat dalam pelayanan gerejawi, maka jemaat akan terbiasa memimpin dan dengan sendirinya akan muncul kepercayaan diri. Selain itu, Majelis jemaat GKI Palsigunung terus memberikan dorongan dan motivasi dalam pertemuan-pertemuan rutin (setiap minggu) antar jemaat, dan juga memberikan pujian dan penghargaan baik dalam bentuk kata-kata maupun dalam bentuk jasa (persembahan kasih) dari prestasi dan keberhasilan mereka dalam pelayanan. Juga menambahkan tanggung 23
jawab bagi anggota jemaat yang telah lulus dalam satu tanggung jawab tertentu. Hal ini menjadi sangat penting karena anggota jemaat membutuhkan kepercayaan dari para pemimpinnya. 3. Mengembangkan Potensi Berdasarkan Karunia Pelayanan. Salah satu hal yang dilakukan oleh para pemimpin gereja yakni Majelis Jemaat GKI Palsigunung dalam pemberdayaan anggota jemaat ialah mengembangkan potensi yang mereka miliki. Pengembangan potensi dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan dan pembinaan, antara lain: mengikuti pelatihan di gereja pusat dan di sinode, pembentukan komisi seni untuk mengembangkan talenta musik anggota jemaat, memberikan pemahaman Alkitab melalui PA, memberikan pelatihan bagi guru-guru Sekolah Minggu setiap bulan, mengadakan pelatihan ketrampilan dalam meningkatkan kulitas sumber daya manusia (sebulan sekali), membekali anggota jemaat dengan pengetahuan praktis (dengan kegiatan ketrampilan jahitmenjahit, pelatihan permesinan, pelatihan bahasa), pembinaan pejabat gerejawi, pembekalan calon Majelis jemaat, pengembangan calon pendeta (seminar dan lokakarya). Semua ini dimaksudkan agar potensi yang kecil jika terus menerus diasah (dibina dan dididik) maka akan berubah menjadi potensi yang besar, sebaliknya potensi yang besar jika dibiarkan begitu saja maka dalam waktu tertentu akan berangsur-angsur surut bahkan bisa hilang. Hal ini akan mendorong mereka lebih bersemangat, lebih bersungguh-sungguh dan termotivasi untuk mengerjakan tanggung jawabnya. Tingkat efektifitas pelayanan sangat mungkin terjadi jikalau pemimpin memposisikan seseorang pada bidang pekerjaan yang bukan hanya disukai, melainkan sesuai dengan karunia yang dimiliki. 4. Mempersiapkan Untuk Menjadi Pemimpin dimasa Mendatang. Untuk jangka panjang dalam rangka mempersiapkan masa depan gereja, maka salah satu hal yang dikembangkan oleh Majelis GKI Palsigunung untuk pemberdayaan anggota jemaat adalah dengan mempersiapkan mereka sebagai pemimpin di masa yang akan datang. Untuk menjadi pemimpin maka anggota jemaat muda diberikan pendampingan dan pembinaan untuk persiapan menjadi calon kaderisasi vikaris sebagai pendeta. Selain itu, ada bina kader untuk menjadi pemimpin. Juga memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Investasi itu terdiri dari berbagai macam antara lain mendidik mereka dengan proyek-proyek pelatihan, mengembangkan mereka dengan lokakarya-lokakarya kepemimpinan dan hal yang menyangkut dengan kebutuhan pemimpin gereja, dan tidak tertutup kemungkinan GKI Palsigunung menyediakan fasilitas studi di dalam dan luar negeri untuk anggota jemaat 24
yang potensial dan disiapkan sebagai pemimpin gereja. Hal ini berarti bahwa jika kita sepakat bahwa anggota jemaat adalah masa depan gereja, berarti pemimpin di masa yang akan datang bagi gereja adalah anggota jemaat sendiri. 5. Mendelegasikan Wewenang Pendelegasian ialah tindakan memercayakan tugas (yang pasti dan jelas), kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan secara individu dalam setiap posisi tugas. Pendelegasiaan dilakukan dengan mengutus anggota jemaat untuk mengikuti sidang sinode, mendelegasikan tugas dalam perkunjugan antar jemaat, memberikan tugas kepada anggota jemaat dalam pembentukan panitia antara lain; panitia natal, panitia paskah, panitia pembangunan, panitia persidangan jemaat/sinode. 4.3 Hambatan-hambatan Pemberdayaan Warga Jemaat Bajem Cilodong dan Ciracas Dari visi dan tema di atas serta program-program yang dibuat dan melihat keaktifan jemaat, maka sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menemukan bahwa GKI Palsigunung belum memberdayakan warga jemaatnya khususnya Bajem Cilodong dan Bajem Ciracas secara maksimal. Adapun hambatan-hambatan yang penulis temukan dalam penelitian di dalam gereja khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan anggota jemaat antara lain sebagai berikut :4 1. Rekrutmen dan seleksi yang tidak tepat – Dimana orang-orang yang direkrut kurang memiliki pengetahuan, kepribadian, atau keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi gereja. 2. Training yang kurang – Dimana orang-orang di dalam organisasi gereja kurang dapat belajar secara efisien dalam mengerjakan tugasnya dan kurang dapat meningkatkan hasil kinerjanya. 3. Stagnasi personel – Dimana orang-orang di dalam organisasi tidak mencerminkan sikap yang dapat mendorong keefektifan pengerjaan tugas dan pertumbuhan organisasi. 4. Komunikasi yang tidak berjalan lancar – Dimana visi organisasi tidak dimengerti, koordinasi antar anggota organisasi lemah, dan para pembuat keputusan kekurangan
4
Wib
Hasil wawancara dengan anggota jemaat Bajem Cilodong dan Ciracas, Minggu, 9 Oktober 2012.Pkl. 14.00
25
informasi. Bakal Jemaat (Bajem) tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Keputusan dibuat di pusat. 5. Tim kerja yang tidak berjalan baik – Dimana orang-orang di dalam organisasi yang seharusnya dapat bekerja sama tidak dapat menjalankan perannya dalam kelompok dan menemui banyak hambatan dalam bekerja sama. 6. Motivasi rendah – Dimana orang-orang dalam organisasi kurang memiliki perhatian terhadap permasalahan organisasi dan kurang mengerahkan upayanya dalam mencapai tujuan organisasi.
26