PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SETORAN LPPL RADIO PADA LPPL RADIO KABUPATEN/KOTA SE-JAWA TENGAH Tubagus Muhammad Sadaruddin Program Pascasarjana Universitas Stikubank Semarang
[email protected] Gregorius N. Masdjojo Program Pascasarjana Universitas Stikubank Semarang
[email protected] ABSTRACT This study aims to analyze the factors that affect deposit LPPL (Local Public Broadcasting) Radio on Radio LPPL Regency/City in Central Java. Some researchers emphasize the effect of the regulation is a factor, the budget ceiling given by the budget, the number of HR employees and deposit targets mandated by the respective local government district/city. The population in this study was 32 LPPL Radio districts/cities in Central Java. In addition, this study uses panel data time series for the past three years, starting in 2011, 2012 and 2013. This study uses multiple methods approach, the approaches are : Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) and Random Effect Model (REM). The model testing uses Chow Test and Hausman Test. The hypothesis testing, conducted through partial test based on t test. The results showed that model tends to use FEM. Based on that estimation model was found that only two variables that were significant namely regulation and deposit targets at 5% significance level. Beside that amaount of human resources was significant at 10% significance level. The rest that is the budget was insignificant. Keywords: Deposits of LPPL Radio, budgets, HR Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi setoran LPPL (Lembaga Penyiaran Publik Lokal) Radio pada LPPL Radio Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Beberapa pengaruh yang peneliti tekankan adalah faktor regulasi, jumlah pagu anggaran yang diberikan oleh APBD, jumlah SDM karyawan dan target setoran yang diamanatkan oleh masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota. Populasi pada penelitian ini adalah 32 LPPL Radio kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Di samping itu, penelitian ini menggunakan data panel time series untuk masa tiga tahun, dimulai tahun 2011, 2012 dan 2013. Penelitian ini menggunakan beberapa metode pendekatan, yakni Pendekatan Pooled Least Square (PLS), Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) dan Pendekatan Random Effect Model (REM). Adapun pengujian model pada penelitian ini menggunakan Uji F atau Uji Chow serta Uji Hausman. Untuk pengujian hipotesis, dilakukan melalui uji secara parsial atau uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 3 variable yang signifikan yakni variabel regulasi dan target setoran pada alpha 5%, sedangkan jumlah SDM signifikan pada alpha 10%. Sisanya yaitu variabel anggaran tidak berpengaruh. Kata Kunci : Setoran LPPL Radio, APBD, SDM PENDAHULUAN Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia sebagai konsekuensi diterbitkannya UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Oleh karena itu, sangatlah wajar apabila daerah berupaya dengan sekuat tenaga meningkatkan pendapatan asli daerah. Tidak heran 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Tentang Pemerintah Daerah, menjadikan daerah berlomba-lomba untuk menaikkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Hal ini didasari pada pemikiran, bahwa dengan adanya otonomi daerah, maka daerah diberikan keleluasaan penuh untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri. Terdapat 6 (enam) bidang yang masih akan dipegang dan menjadi urusan pemerintah pusat, yaitu bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta bidang agama (Kementerian Dalam Negeri , 2004). Selain keenam bidang tersebut, maka daerah diberikan kekuasaan untuk dapat mengatur dan mengoptimalkan berbagai potensi dan sumberdaya yang dimilikinya bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat di daerah, termasuk di dalamnya mengenai pengelolaan keuangan daerah, yang telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang telah diubah dua kali, yakni Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Lembaga Penyiaran Publik, yang penulis angkat dalam bentuk penelitian ini, merupakan lembaga penyiaran milik publik, didanai oleh publik, baik melalui APBN maupun APBD, iuran masyarakat, donasi maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Karena dibiayai oleh masyarakat, maka segmen siarannya juga diharapkan dapat menyuarakan aspirasi publik terhadap segala bentuk layanan masyarakat oleh institusi maupun entitas milik negara maupun daerah. Contoh lembaga penyiaran publik adalah RRI dan TVRI di tingkat pusat, dan LPPL RKB serta LPPL Batik TV di Kota Pekalongan. Berbeda dengan RRI dan TVRI yang dapat langsung berproses menjadi LPP (Lembaga Penyiaran Publik), keberadaan RSPD (Radio Siaran Pemerintah Daerah) untuk dapat berproses menjadi LPPL, harus melalui berbagai tahapan. Beberapa tahapan tersebut seperti adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat yang diwujudkan dengan terbitnya sebuah peraturan daerah, uji kompetensi bagi pihak penyelenggara dan pelaksana, uji sertifikasi peralatan, uji siaran hingga terbitnya keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Di dalam perjalanannya, beberapa RSPD ada yang langsung melakukan pengurusan proses yang panjang tersebut sampai diterimanya
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
apabila daerah, termasuk di dalamnya Pemerintah Kota Pekalongan dan bersama Pemerintah Kabupaten/Kota yang lain di Indonesia, berlombalomba untuk meningkatkan PAD dengan menggali berbagai potensi pendapatan, baik dengan pola intensifikasi maupun ekstensifikasi. Salah satu upaya menggali potensi pendapatan asli daerah di samping mengoptimalkan pajak dan retribusi daerah, adalah dengan menjadikan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebagai salah satu primadona baru. Di antara Lain-lain Pendapatan yang Sah yang akan penulis lakukan penelitan yakni setoran LPPL (Lembaga Penyiaran Publik Lokal) yang pada era sebelum reformasi disebut sebagai RSPD (Radio Siaran Pemerintah Daerah). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2012 tentang Penyiaran, mengatur adanya empat lembaga penyiaran dalam negeri, yakni Lembaga Penyiaran Berlangganan, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Publik. Hal ini sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Nurhana Maran-tika (2013) menemukan bahwa terdapat pengaruh regulasi dari pusat, kebijakan komunikasi daerah dan kepentingan stake-holders terhadap Pembentukan Perda tentang LPPL Radio Suara Ma-diun. Sedangkan Lipuring Tyas Wiji Anugrah (2013) menemukan bahwa faktor program siaran, faktor SDM dan faktor anggaran mempunyai pengaruh terhadap penyelenggaraan lembaga pe-nyiaran publik di LPPL Kabupaten Sra-gen. Sementara itu, Muhammad Azraqi (2012) menyatakan bahwa faktor ko-munikasi memiliki peran yang sangat penting. Dikatakan demikian, sebab da-lam pelaksanaan pembangunan dibu-tuhkan berbagai sumber informasi, baik informasi yang datang dari pihak peren-cana pembangunan, maupun di antara masyarakat itu sendiri. Salah satu unsur yang sangat menentukan partisipasi masyarakat dalam pernbangunan adalah peranan media massa lokal. Sampai dengan saat ini, penulis baru mempunyai sedikit penelitian tesis terdahulu dan junal tersebut di atas. Minimnya informasi yang penulis da-patkan di dalam menggali penelitian tentang setoran LPPL ini, baik dalam bentuk tesis maupun jurnal, dapat juga diartikan sebagai kurangnya minat se-bagian besar mahasiswa untuk melaku-kan penelitian tentang keberadaan LP-PL 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
keputusan menteri dimaksud, seperti LPPL RKB pada tahun 2008 lalu dan ada pula yang sampai dengan saat ini masih melakukan pengurusan perizinan, mengingat prioritas pembangunan di masing-masing daerah berbeda, sehingga keberadaan dan kelangsungan RSPD maupun LPPL Radio juga mengalami nasib yang tidak sama. Tabel 1 : Data Setoran, Target Setoran dan Jumlah Anggaran LPPL Radio Pada LPPL Radio Se-Jawa Tengah Tahun 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Kab/Kota Kendal Kab. Magelang Boyolali Kota Tegal Pemalang Kab. Tegal Rembang Grobogan Kab. Semarang
Setoran 38 56 37.8 50 47 82
Anggaran 80 134. 136 300 200 250 345 90 200
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dan setoran yang dihasilkan guna menunjang PAD di kabupaten/kota masing-masing. Pada aspek lainnya, mengapa setoran LPPL radio ini kurang mendapatkan perhatian dari para pene-liti, dimungkinkan karena rendahnya kontribusi LPPL radio terhadap PAD. Hal ini didasarkan atas data awal yang penulis dapatkan dari seluruh LPPL radio se-Jawa Tengah sebagaimana tabel di bawah ini. manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Mulyana, 2010). Sebagai alat perenca-
naan, anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh para manajer departemen suatu perusahaan dalam melak-sanakan serangkaian kegiatan tertentu pada masa yang akan datang.
Target 35 54 45 47 42.5 80
Definisi Setoran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, setoran dimaknai sebagai sesuatu yang diberikan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam konteks penelitian ini, maka setoran dapat pula diartikan sebagai sejumlah uang yang diberikan dari LPPL radio kepada Lain-lain Pendapatan yang Sah dalam struktur PAD dan APBD Kabupaten/Kota se-Jateng. Model Penelitian Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat melalui gambar berikut ini:
10 Purbalingga 80 11 Purworejo 45 200 30 12 Kab.Pekalongan 375 13 Ko. Pekalongan 116 460 115 14 Wonosobo 75 250 75 15 Sragen 75 16 Kudus 60 84 60 17 Pati 320 18 Demak 55 63 55 19 Brebes 45 75 45 20 Kebumen 38 74.5 35 21 Banjarnegara 35.7 73 32 22 Temanggung 61 80 55 23 Cilacap 47 134 43 24 Wonogiri 42 136 35 25 Karanganyar 34.2 300 32 26 Sukoharjo 55 200 55 27 Salatiga 33 70 24 28 Klaten 36 345 35 29 Jepara 35.6 90 32 30 Kota Magelang 57 200 55 31 Blora 30 80 27 32 Batang 42 20 35 Angka dalam jutaan, Sumber : Pengelola LPPL Radio Kab/Kota se-Jawa Tengah, 2014
Gambar 1 Model Empirik Penelitian
X1 X2
Y
X3
Berdasarkan tabel di atas, terdapat tujuh kabupaten/ Kota di Jawa Tengah yang tidak memberikan target kepada LPPL untuk setor ke PAD masing-masing, yaitu Kendal, Sragen, Pati, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Tegal, Grobogan dan
X4 Keterangan: X1 : Faktor Regulasi X2 : Faktor Jumlah Pagu Anggaan X3 : Faktor Jumlah SDM X4 : Faktor Jumlah Target Setoran
LANDASAN TEORI
Y : Jumlah Setoran LPPL radio Kab/Kota
3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Definisi Anggaran
Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian mana jemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah studi kasus mengenai pengelolaan LPPL radio pada kabupaten/kota di Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dalam rangka memberikan gambaran mengenai pengaruh faktor regulasi, faktor alokasi pagu anggaran, faktor jumlah SDM dan faktor target setoran terhadap jumlah setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota. Sampel Penelitian Penelitian ini mengambil obyek dari 32 LPPL yang ada di Provinsi Jawa Tengah dengan time series sejumlah 3 tahun, yang dimulai pada tahun 2011, 2012 dan 2013. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi, atau badan atau organisasi resmi yang memiliki hak untuk mempublikasikan data (Kuncoro, 2003). Data sekunder dapat berupa arsip, catatan, laporan keuangan, dan publikasi resmi (Azwar, 2007). Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber aslinya atau lapangan, baik melalui wawancara, observasi maupun kuesioner (angket). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder, merupakan data-data mengenai gambaran alokasi anggaran, target setoran dan realisasi setoran LPPL radio kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Definisi Operasional Variabel Dalam melakukan penjabaran terhadap model analisis tersebut diatas, perlu dilakukan operasionalisasi konsep berdasarkan pengertian masing-masing variabel: akhir tahun sebelumnya, untuk dicapai pada akhir tahun sesudahnya. Ukurannya adalah jutaan rupiah. Variabel dependen setoran LPPL merupakan realisasi atas capaian target setoran LPPL radio kabupaten/kota se-Jawa Tengah selama masa periode satu tahun. Dikarenakan penelitian ini menggunakan metode timeseries tiga tahun, maka data yang penulis kumpulkan adalah mulai dari tahun 2011, 2012 dan 2013. Ukurannya adalah jutaan rupiah. 4
Variabel independen regulasi adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah di kabupaten/kota,baik berupa Perda (ditetapkan bersa-ma DPRD), maupun berupa peraturan bupati dan peraturan walikota. Regu-lasi berupa perda, perbup maupun perwal, merupakan payung hukum awal berdirinya LPPL, sebelum dibe-rikannya izin penyelenggaraan penyi-aran (IP2) oleh Menteri Kominfo RI. Adapun ukurannya dalam penelitian ini dengan sistem dummy, yakni 1 untuk regulasi yang membebankan target pada LPPL dan 2 untuk regu-lasi yang tidak memberikan target bagi LPPL untuk melakukan setoran pada PAD. Variabel independen jumlah anggaran adalah sejumlah pagu anggaran yang digunakan untuk membiayai seluruh operasional LPPL radio kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Beberapa program dan kegiatan dalam pelaksanaan anggaran sering mengalami revisi, sehingga program dan kegiatan tersebut belum dapat dilaksanakan. Ukurannya adalah besaran anggaran yang dijabarkan dalam bentuk rupiah, dengan angka nilai dalam jutaan rupiah. Variabel independen jumlah SDM merupakan jumlah keseluruhan karyawan di dalam operasionalisasi LPPL. Jumlah karyawan tersebut meliputi personel berstatus PNS, tenaga kontrak, maupun tenaga outsourching. Ukurannya adalah orang. Variabel independen target setoran, bahwa dalam setiap dokumen Pendapatan, Belanja maupun Pembiayaan Daerah, senantiasa didahului pada perencanaan target dan apa yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Dalam konteks target setoran LPPL radio, penetapan perencanaan target setoran LPPL ditetapkan sejak Pendekatan Random Effect Model (REM) Pada model ini, perbedaan karakteristik individu dan waktu yang diakomodasikan pada error dari model. Ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error yaitu individu dan waktu, maka random error pada pendekatan random effect model juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu dan error gabungan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Metode Analisis Penelitian Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode anali-sis regresi berganda dengan metode data panel. Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh dari faktor regulasi, faktor alokasi anggaran, faktor jumlah SDM dan faktor target setoran terhadap setoran LPPL Radio. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) Pada metode ini, penggunaan data panel dilakukan dengan mengum-pulkan semua data cross section dan time series dan selanjutnya dilaku-kanlah pendugaan. Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep dari masing-masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel-variabel yang digunakan ada-lah identik untuk semua unit cross section. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) Model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu (data cross section). Sementara itu, slope koefisien dari regresi tidak berbeda pada setiap individu dan waktu.
sebaliknya pada REM hasil estimasi bias dan efisien. Nachrowi (2006) me-nyatakan bahwa karena metode efek tetap diduga dengan menggunakan PLS, maka dalam data panel, uji Hausman dapat digunakan untuk meli-hat kelayakan penggunaan model panel. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya atau hasil dari Hausman test signifikan, maka H0 ditolak,berarti model yang tepat adalah FEM, sebaliknya apabila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah REM. Pengujian Hipotesis Uji secara parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk menguji penga-ruh variabel independen terhadap varia-bel dependen secara individu. Kriteria yang digunakan adalah : Taraf nyata 0,05, Derajat kebebasan = n – k – 1. Jika t hitung > t tabel, maka hipotesis diterima Uji Significance Pengujian koefisien regresi secara parsial melalui program SPSS maupun Eviews dapat dilakukan 5
Adapun kesimpulan dari pembuktian tersebut adalah: a. Jika pada data panel, jumlah runtun waktu lebih besar dibandingkan jumlah individu, maka disarankan untuk menggunakan metode FEM. b. Jika pada data panel, jumlah runtun waktu lebih sedikit dibandingkan jumlah individu, maka disarankan untuk menggunakan metode REM. Pengujian Model Uji Chow Untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi dapat dilakukan dengan uji Chow. PLS merupakan restricted model dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Jika nilai CHOW statistic (F - stat) hasil pengujian > F table , maka cukup bukti untuk melakukan penolakan H0, sehingga model yang digunakan adalah FEM, dan begitu pula sebaliknya. Uji Hausman Uji Hausman dilakukan untuk menentukan penggunaan FEM ataukah REM. Ide dasar Hausman test adalah adanya hubungan yang berbanding terbalik antara model yang bias dan model yang effisien. Pada FEM, hasil estimasi tidak bias dan tidak efisien ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Deskriptif Statistik Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam periode tahun 2011-2013. Populasi yang diguna-kan penulis dalam penelitian ini adalah 32 Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan terdapat 3 kabupaten/kota yang tidak mempunyai LPPL, dikarenakan sudah ada LPP RRI, yakni Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kabupaten Banyumas. Oleh karena kesemuanya dijadikan sumber data maka metode sampling yang digunakan adalah metode sensus. Pengolahan data dilaku-kan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2010 dan software Eviews 7. Diskripsi data dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 2 dengan melihat nilai signifikasi / probability masing – Deskripsi Data masing variabel pada tabel Coefficient. Jika sig t / STR REG ANG SDM TRG prob ≤ 0,05, maka hipotesis diterima. Mean 38.71 1.21 181.62 12.32 35.965 Uji F Median 40.50 1.00 143.00 11.00 35.000 Pengujian terhadap pengaruh semua variabel Maximum 116.00 2.00 460.00 32.00 115.000 independen di dalam model dapat dilakukan dengan Minimum 0.00 1.00 63.00 7.00 0.000 uji F. Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan Std. Dev 26.10 0.41 109.34 4.93 25.167 apakah semua variabel independen yang dimasukkan Observations 96 96 96 96 96 Cross sections 32 32 32 32 32 dalam model mem-punyai pengaruh secara bersamaSumber : Olahan Peneliti, 2014 sama terhadap variabel dependen. Jika F hitung > F tabel, maka semua variabel independen mempunyai Analisis Hasil Estimasi dengan Pooled Least pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel Square (PLS) Pada metode ini, penggunaan data panel dilakukan dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series dan selanjutnya dilakukanlah pendugaan. Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep dari masingmasing variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel-variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit cross section. dengan menggunakan chi-tabel diperoleh nilai Pengujian Model sebesar 9,49. Hasil tes menunjukkan bahwa chiUji Chow Untuk mengetahui model data panel yang akan statistik lebih besar daripada chi-tabel dan hasil Hausman signifikan, maka dapat digunakan, maka digunakan Uji F-restricted atau uji uji Chow dengan cara membandingkan F-statistik dan F- disimpulkan bahwa Ho ditolak dan model terbaik yang dapat digunakan untuk model tabel. penelitian ini adalah FEM. Tabel 3 UJI HIPOTESIS Hasil Uji Chow Uji Signifikansi Individual (Uji t) Pengujian ini dilakukan untuk menguji Effects Test Statistic d.f. Prob. apakah variabel bebas berpengaruh secara ============= ====== ==== ====== parsial terhadap variabel terikat. Dari hasil uji Period F 0.344 (2,89) 0.7097 persamaan dapat dilihat sebagai berikut : Period Chi-square 0.739 2 0.6908 Tabel 5 ========= Nilai t-statistik Sumber : Olahan Peneliti, 2014. === VariaCoefSignifiBerdasarkan uji chow diperoleh nilai statistik sebesar bel ficient t-Stat Prob. kansi 0,344243 dengan df (2,89), dengan menggunakan F tabel REG -5.548 -4.037 0.0001 Signifikan Tidak α = 5%, diperoleh nilai sebesar 0,0497431 yang berarti ANG -0.001 -0.403 0.6873 Signifikan menolak PLS dan menerima FEM. SignifiSDM TRG
Uji Hausman Untuk mengetahui apakah model FEM atau REM yang dipilih, maka digunakan uji Hausman Test dengan cara membandingkan Chi-Square statistic dan Chi-Square table. Dengan pengujian hipotesis sebagai berikut :
6
0.142 0.961
1.920 42.62
0.0580 0.0000
kan* Signifikan
Sumber : Olahan Peneliti, 2014. *Signifikan pada level 10%
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dua variabel independen berpengaruh signifikan, satu variable signifikan pada level
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
10% dan satu variable tidak signifikan terhadap variabel dependen, dengan uraian sebagai berikut : Pengujian Hipotesis 1 Hasil olah data menunjukan bahwa nilai hitung variabel REG sebesar -4,03 dengan signifikasi/probability sebesar 0,0001 kurang dari 0,05 sehingga dapat bahwa regulasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Setoran LPPL.
Tabel 4 Hasil Uji Hausman =================================== Chi-Sq. Chi-Sq. Test Summary Statistic d.f. Prob. ============ ======== ====== ======= Cross-section random 2.774011 3 0.4278 ============ ========= ====== =======
Sumber : Olahan Peneliti, 2014. Berdasarkan uji Hausman, didapatkan chi-square statistik sebesar 2,774011 dengan probabilitas 0,4278 pada d.f 3, Pengujian Hipotesis 2 Hasil olah data menunjukan bahwa nilai hitung variabel ANGG sebesar -0.403874 dengan signifikasi/probability sebesar 0.6873 lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan H1 ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara pagu anggaran dengan setoran LPPL. Pengujian Hipotesis 3 Hasil olah data menunjukan bahwa nilai hitung variabel SDM sebesar 1.920582 dengan signifikasi/probability sebesar 0.0580 lebih dari 0,05 tapi kurang dari 0,10 sehingga dapat disimpulkan H1 diterima, artinya ada pengaruh yang positif dan signifikan antara SDM dengan setoran LPPL pada level 10%. Pengujian Hipotesis 4 Hasil olah data menunjukan bahwa nilai hitung variabel TARGET sebesar 42.62434 dengan signifikasi/probability sebesar 0.0000 kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan H1 diterima, artinya ada pengaruh yang positif dan signifikan antara target setoran dengan setoran LPPL. PEMBAHASAN Interpretasi Model Pengaruh Regulasi terhadap Setoran LPPL Kabupaten/Kota Se-Jawa Tengah Dengan nilai probabilitas sebesar 0,0001 maka regulasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Setoran LPPL Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Pengaruh Anggaran terhadap Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah Anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap setoran LPPL dan koefisiennya sebesar -0.001472 artinya apabila 7
Anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 1 persen maka Setoran LPPL radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah akan mengalami penurunan sebesar 0,001472 persen (cateris paribus), artinya anggaran mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap Setoran LPPL radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Pengaruh Jumlah SDM terhadap Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota se- Jawa Tengah Jumlah SDM mempunyai pengaruh positif terhadap Setoran LPPL Radio dan koefisiennya sebesar 0.142555 artinya apabila Jumlah SDM LPPL Radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 1 persen maka Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah akan mengalami kenaikan sebesar 0,142555 persen (cateris paribus), artinya jumlah SDM mempunyai pengaruh terhadap Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan akan signifikan pada level 10%. Pengaruh Target Setoran terhadap Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota se- Jawa Tengah Target Setoran mempunyai pengaruh positif terhadap realisasi Setoran LPPL Radio dan koefisiennya sebesar 0.961245 artinya apabila Target Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 1 persen maka Setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 0,96 persen (cateris paribus), artinya Target Setoran mempunyai pengaruh terhadap
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
realisasi setoran LPPL Radio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Semakin tinggi besaran target setoran maka diberikan oleh LPPL Radio di Jawa Tengah. Di realisasi setoran LPPL Radio akan semakin tinggi pula. samping itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan kajian mendalam bagi para pengelola LPPL Radio di Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah PENUTUP dalam mengelola radio yang dikelolanya agar dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Kesimpulan Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah Selain beberapa hal tersebut di atas, sebagai berikut: penelitian ini dapat dijadikan masukan yang 1. Dari empat variabel independen yang peneliti positif bagi Pengelola LPPL Radio di gunakan, tedapat dua variabel yang signifikan yakni Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah sebagai regulasi dan target setoran. Adapun varibel jumlah berikut : SDM, mempunyai signifikansi pada level 10%, 1. Pengelola LPPL Radio di Kabupa-ten/Kota sedangkan variabel pagu anggaran tidak signifikan agar terus berupaya mela-kukan koordinasi terhadap setoran LPPL Radio kabupaten/kota pada antar bagian agar pelaksanaan anggaran periode penelitian tahun 2011 - 2013. melalui program/kegiatan tidak tumpang 2. Nilai adjusted R-squared melalui statistik deskriptif tindih. yang peneliti gunakan adalah sebesar 0,982279 atau 2. Setiap karyawan pada LPPL Radio 98,2279%, dengan demikian faktor regulasi, pagu hendaknya harus senantiasa meningkatkan anggaran, jumlah SDM dan target setoran dapat efektifitas kerja, sehingga koordinasi antar menjelaskan variabilitas setoran LPPL sebesar bagian/ bidang di internal maupun ekster-nal 98,2279% sedangkan sisanya 1,7721% dijelaskan oleh dapat terlaksana maksimal dalam rangka variabel lain, di luar empat variabel independen pengelolaan LPPL Radio Kabupaten/Kota. tersebut. 3. Kualitas SDM di jajaran LPPL Radio Kabupaten/Kota hendaknya harus ditingkatkan terus menerus, baik melalui Implikasi Manajerial Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendidikan dan pelatihan. Hal ini terkait implikasi dan kontribusi secara manajerial. Kontribusi dalam pengelolaan LPPL Radio, utama-nya tersebut berupa gambaran terhadap evaluasi kinerja LPPL tentang pemahaman tata peraturan Radio. Dengan demikian diharapkan pada tahun-tahun perundangan yang berlaku, maupun upaya mendatang segenap pengelola LPPL Radio dapat pening-katan setoran LPPL Radio ke Kas memberikan seluruh potensi yang dimilikinya guna Daerah. sebesar-besar kesejahteraan masyarakat di bidang desiminasi informasi. Artinya bahwa, hak dan akses Keterbatasan Penelitian masyarakat untuk dapat memperoleh informasi dan Setiap penelitian tidak terlepas dari hiburan secara benar dan bertanggung jawab dapat berbagai keterbatasan, demikian juga penelitian ini. Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1. Jumlah pengelola LPPL Radio yang dijadikan responden terbatas lingkungan Provinsi Jawa Tengah yang hanya Kementerian Dalam Negeri . (2004). Undangberjumlah 32 LPPL Radio, sehingga peneliti Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang mengambil metode penelitian data panel dengan Pemerin-tahan Daerah. Jakarta. timeseries 3 tahun, mulai tahun 2011 sampai dengan Kementerian Dalam Negeri. (2009). Undang2013. Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang 2. Keterbatasan waktu penelitian, utamanya bagi peneliti Majelis Permusyawaratan Rakyat, itu sendiri. Hal ini dikarenakan peneliti juga harus Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menyelesaikan kewajibannya, baik kepada pekerjaan sehari-hari maupun keluarga. Saran Penelitian Yang Akan Datang Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian serupa, dan menambahkan jumlah variabel independen lain sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih detail, misalnya faktor persaingan dengan radio swasta maupun lembaga penyiaran yang lain, termasuk televisi, internet maupun media luar ruang. Disamping itu agar lebih berhati-hati dalam pengukuran indikator. Jumlah sampel juga perlu diperbanyak sehingga diharapkan hasil penelitian mendatang akan mampu menjawab konsistensi hasil penelitian sebelumnya dan mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Azraqi Muhammad . (2012). Fungsi Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) dalam Pembangunan (Studi Kasus pada RSPD Ketapang Kalimantan Barat). Perpustakaan Universitas Indonesia . Azwar. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gujarati, D. (2008). Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga. Jacubowicz Karol. (2013). Public Service Broadcasting: A New Beginning or The Beginning of The End.
9
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jakarta. Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yog-yakarta: UPP AMP YKPN. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI. Mulyana. (2010). Modul Peren-canaan dan Penganggaran Daerah Kemenkeu RI. Jakarta: Badan Pendidikan da Pelatihan Keuangan. Stuart, S. (2013). Auntie Knows Best? Public Broadcasters and Knowledges. Cambridge University Press . Tesisdisertasi.com. (2010, 10). Teori Efektivitas, from Tesis Disertasi Com. Toro (2014, April 27). Teori Efisiensi, from Kreatif.com. Winarno, W. W. (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Yustika, A. E. (2012). Perekonomian Indonesia: Catatan Dari Luar Pagar. Malang: Bayumedia Publishing.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LEBAK (Studi Kasus Klaster Pisang Sale dan Gula Aren) Arief Rahman Susila Etty Puji Lestari Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka
[email protected] dan
[email protected] Abstrak Pengembangan ekonomi lokal bukan merupakan hal yang baru, namun demikian konsep pengembangan ekonomi lokal dan teknik impelementasinya terus berkembang. Secara umum pengembangan ekonomi regional atau lokal pada dasarnya adalah usaha untuk penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah dan akumulasi kegiatan tersebut akan berpengaruh besar pada pengembangan daya saing ekonomi nasional dan penguatan daya saing ekonomi nasional. Peranan UMKM dalam perekonomian nasional sangat penting dan strategis. Hal ini didukung oleh beberapa data indikator ekonomi makro UMKM yang cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. UMKM merupakan segmen terbesar pelaku ekonomi nasional. Perkembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah juga menjadi bagian penting dari pengembangan ekonomi Kabupaten Lebak. Pengembangan dan pemberdayaan UMKM memerlukan suatu kajian yang komprehensif agar bisa memberikan informasi dan rekomendasi kebijakan yang tepat bagi para stakeholder dalam mengembangkan UMKM. Salah satu fokus penelitian yang penting untuk dilakukan berkaitan dengan pengembangan UMKM adalah penelitian tentang pengembangan komoditas unggulan UMKM. Penelitian ini bermaksud mengkaji KPJU unggulan di Kabupaten Lebak dengan menggunakan analisis deskriptif, FGD (Focus Discusion Group) dan SWOT. Dari hasil analisis dihasilkan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah masalah permodalan, belum adanya payung hukum yang menjelaskan mengenai komoditas unggulan di Kabupaten Lebak, dan perlu ada kebijakan pendampingan dari pemerintah daerah kepada pelaku UMKM. Kata Kunci: UMKM, Pemberdayaan, Komoditas Unggulan
beberapa data indikator ekonomi makro UMKM yang cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. UMKM merupakan segmen terbesar pelaku ekonomi nasional. Menurut data Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM tahun 2010 mencapai 53, 82 juta unit, meningkat menjadi 55, 20 juta unit tahun 2011. Berdasarkan kategori, porsi yang paling besar adalah segmen usaha mikro yang mencapai sekitar 99% dari total jumlah UMKM (Depkop, 2012). Badan Pusat Statistik juga menjelaskan bahwa sektor tertinggi investasi yang dilakukan kalangan UMKM adalah di bidang jasa (57 persen), perdagangan (20 persen) dan manufaktur (23 persen). Besarnya skala bisnis sektor UMKM dan Koperasi diperkirakan mencapai 54 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jumlah yang demikian besar tersebut menunjukkan, UMKM memiliki peran besar dalam menopang ekonomi nasional. Karena itu, pengembangan UMKM harus mendapat perhatian yang besar.
PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi. karena tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan kebutuhan modal investasinya yang kecil, UMKM bisa dengan fleksibel menyesuaikan dan menjawab kondisi pasar yang terus berubah. Hal ini membuat UMKM tidak rentan terhadap berbagai perubahan eksternal. UMKM justru mampu dengan cepat menangkap berbagai peluang, misalnya untuk melakukan produksi yang bersifat substitusi impor dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Karena itu, pengembangan UMKM dapat menunjang diversifikasi ekonomi dan percepatan perubahan struktural, yang merupakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Peranan UMKM dalam perekonomian nasional sangat penting dan strategis. Hal ini didukung oleh 1
Perkembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah juga menjadi bagian penting dari pengembangan ekonomi Kabupaten Lebak. Sementara itu berdasarkan hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006 yang dilaksanakan oleh BPS diketahui jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kabupaten Lebak berjumlah 104.537 unit usaha yang bergerak pada 13 jenis usaha. Selama ini pengembangan komoditas unggulan UMKM dalam menentukan daftar skala prioritasnya menggunakan kriteria data produksi, pendapat instansi dan data primer responden UMKM pada suatu KPJU (komoditas, produk, dan jenis usaha) di suatu kecamatan. Namun saat ini telah terjadi perubahan yang cukup mendasar, dimana penetapan KPJU unggulan daerah di Kabupaten/Kota menggunakan alat analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP), dengan harapan dalam tiap-tiap Kabupaten/Kota di suatu provinsi akan mempunyai KPJU unggulan di berbagai sektor yang patut dan cocok untuk dikembangkan. Metode ini mengacu pada metode yang dikembangkan Thailand melalui program OTOP, yang cukup sukses dalam mengembangkan UMKM di Thailand. Dengan metode ini maka pemerintah daerah dapat menetapkan program yang lebih fokus untuk mengembangkan KPJU unggulan tertentu di suatu Kabupaten/Kota, sehingga tercipta lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan KPJU unggulan ini dapat menggerakkan KPJU-KPJU lain karena bekerjanya mekanisme backward linkages maupun forward linkages Dengan demikian angka kemiskinan akan menurun, dan pertumbuhan ekonomi secara umum akan meningkat. Selain mendorong pemerintah untuk lebih fokus, penetapan KPJU prioritas (unggulan) juga akan mendorong pemerintah mampu kebijakan yang tepat karena keragaman pola sekala efisiensi dari tiap-tiap KPJU. Secara teori, setiap produk ataupun jenis jasa (KPJU) tertentu, akan memiliki skala ekonomis yang berbeda dengan produk ataupun jasa (KPJU) yang lain. KPJU yang memiliki skala ekonomis rendah, maka dalam industri KPJU tersebut akan sulit menghalangi entrant masuk. Karena begitu mudahnya entrant masuk dalam industri, maka skala usaha KPJU untuk masingmasing unit akan kecil. Untuk kasus yang demikian maka strategi kebijakan yang tepat guna
meningkatkan efisiensi industri adalah dengan membentuk clustering berupa sentra-sentra industri, ataupun suatu kawasan industri. Sebaliknya untuk KPJU dengan skala ekonomis yang besar, maka dalam industri tersebut dengan sendirinya akan sulit bagi entrant baru masuk. Untuk KPJU yang demikian, maka kebijakan pemerintah yang tepat adalah mendorong dan memfasilitasi unit usaha KPJU tersebut guna mencapai skala ekonomisnya, dengan cara mengatur persaingan yang sehat, yaitu dengan mengembangkan contestable market. Kemampuan UMKM untuk bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama yang perlu dipenuhi. Pertama, lingkungan internal UMKM mesti kondusif, yang mencakup aspek kualitas SDM, penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal, jaringan bisnis dengan pihak luar, dan tingkat kewirausahaan (entrepreneurship). Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Selain kedua kondisi tersebut, strategi pemberdayaan UMKM untuk dapat memasuki pasar global menjadi sangat penting bagi terjaminnya kelangsungan hidup UMKM. Namun dalam perkembangannya, UMKM memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, diantaranya keterbatasan mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan jejaring kerja, dan keterbatasan mengakses lokasi usaha yang strategis (Tambunan, 2012). Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan akses UMKM pada informasi pasar, lokasi usaha dan jejaring usaha agar produktivitas dan daya saingnya meningkat. Khusus untuk UMKM yang ada di Kabupaten Lebak, perkembangannya sudah sangat mengkhawatirkan. Pembangunan di Kabupaten Lebak, yang dulu gencar di sektor industri, kini sudah beralih ke sektor perdagangan dan jasa. Hal ini tentu saja mengancam keberadaan UMKM. Melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi tersebut bisa berasal dari bidang agrobisnis, pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan, pertambangan dan energi, properti, dan
pariwisata. Peran pemerintah daerah sebagai pihak pembuat kebijakan harus jeli untuk mampu melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak. Kebijakan dan rencana baik jangka panjang atau pendek yang diambil harus lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan menimbulkan permasalahan jangka pendek dan panjang yang pada akhirnya akan membahayakan proses pembangunan itu sendiri. Mengangkat permasalahan kemiskinan dan mencari alternatif upaya penanggulangannya menjadi suatu prioritas dalam pembangunan merupakan suatu hal yang sangat tepat. Pengembangan dan pemberdayaan UMKM memerlukan suatu kajian yang komprehensif agar bisa memberikan informasi dan rekomendasi kebijakan yang tepat bagi para stakeholder dalam mengembangkan UMKM. Atas dasar uraian tersebut, maka penelitian ini bermaksud mengkaji KPJU unggulan di Kabupaten Lebak dengan menggunakan metode FGD, Analisis Deskriptif, dan Analisis SWOT. Berdasarkan hasil kajian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan rekomendasi kebijakan yang tepat bagi perbankan dan Pemerintah Lebak dalam pengembangkan perekonomian daerah.
dan ditafsirkan secara singkat dan mendalam berdasarkan hasil analisis deskriptif (Kuncoro, 2003). Dalam analisis deskriptif dilakukan interprestasi atas data dan hubungan yang ada dalam penelitian tersebut. Di samping itu juga dilakukan komparasi antara hasil penelitian dengan hasil-hasil penelitian terkait dan dilakukan korelasi antara hasil-hasil penelitian tersebut dengan teori atau konsep yang relevan b. Analisis FGD Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. FGD ini perlu dilakukan untuk: Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang tingkatan persepsi, sikap, dan pengalaman yang dimiliki informan. Peneliti ingin memahami lebih lanjut keragaman perspektif di antara kelompok atau kategori masyarakat. Peneliti membutuhkan informasi tambahan berupa data kualitatif dari riset kuantitatif yang melibatkan persoalan masyarakat yang kompleks dan berimplikasi luas. Peneliti ingin memperoleh kepuasan dan nilai akurasi yang tinggi karena mendengar pendapat langsung dari subjek risetnya c. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan sebagai dasar penentuan strategi untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan serta tantangan dan peluang yang akan dihadapi oleh UMKM. Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja (Rangkuti, 1997). Analisis internal meliputi peniaian terhadap faktor kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threath).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Lebak. Data Data yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi data primer maupun data sekunder. Untuk pengambilan data primer akan dilakukan dengan metode purposive sampling yang lebih berorientasi pada tercapainya esensi tujuan penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian yang memiliki tahapan bertingkat. Sehingga hasil yang analisis yang satu akan terkait dengan analisis pada tahap sebelumnya. Untuk mencapai tujuan penelitian yang sudah diuraikan terdahulu, maka alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Analisis Deskriptif Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan statistik deskriptif. Analisis ini memberikan gambaran pola-pola yang konsisten dalam data, sehingga hasilnya dapat dipelajari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif Kabupaten Lebak terkenal sebagai salah satu penghasil komoditi buah, terutama pisang. Setiap hari puluhan ton pisang di kirim ke berbagai daerah 3
dari Kabupaten Lebak. Aspek pemasaran dari melimpahnya buah pisang ini sebenarnya tidak menjadi masalah, karena berapapun banyaknya jumlah pisang akan tetap terserap oleh pasar. Akan tetapi keuntungan dari melimpahnya komoditas ini hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja, terutama tengkulak yang mempunyai modal cukup. Sedangkan taraf hidup petaninya sendiri belum beranjak dari kesulitan ekonomi. Kondisi tersebut merupakan sebuah peluang yang cukup besar dan nilai tambah tehadap komoditi buah pisang yang berlimpah di Kabupaten Lebak, yaitu dengan pengolahan pisang menjadi berbagai makanan olahan, dengan begitu selain akan menyerap jumlah tenaga kerja juga akan memberikan nilai tambah bagi komoditas pisang dibandingkan jika dijual langsung tanpa proses pengolahan. Dalam proses pelaksanaan dan pengembangan usaha komoditas sale pisang ini, terdapat berbagai masalah. Krisis ekonomi dan tingkat persaingan yang tinggi antar pengusaha salah satunya. Kondisi tersebut membuat para pengrajin harus bersikap lebih kreatif dalam mengembangkan usaha dan berusaha tetap eksis. Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa langkah yang dilakukan. Salah satunya adalah strategi pemasaran yang lebih menekankan pada penjualan langsung ke konsumen (direct selling) yang disertai dengan tingkat promosi yang tinggi juga. Pemasaran menjadi bagian penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu industri. Pemasaran sale pisang yang ada di Kabupaten Lebak bersifat langsung, bayar ditempat atau ada yang melalui pengepul. Harga jual sale
pisang di tingkat produsen berkisar antara Rp. 9000 – Rp. 10.000 /kg, sedangkan harga pasar berkisar antara Rp. 10.000 – Rp. 15.000 /kg (harga yang didasarkan pada tahun 2013, dan sewaktu-waktu dapat berubah). Sale pisang dari Kabupaten Lebak ini dipasarkan ke pasar tradisional di wilayah Kabupaten Lebak dan sekitarnya, atau dijual ke Bandar besar. Jika dilihat dari selisih harga jual yang sudah melewati tengkulak atau pengepul akan terlihat bahwa margin keuntungan terbesar dinikmati oleh pengepul bukan pengrajin sale pisang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh pengusaha dan didukung oleh pemerintah daerah dalam bentuk pembimbingan dan pendampingan teknik pengemasan dan teknologi pemasaran yang lebih efektif, misalnya aktif dalam pameran produk. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah pembentukan koperasi pengusaha sale pisang. Kondisi seperti ini dimaksudkna agar nilai tambah jika dilakukan pengemasan yang bagus, pemasaran yang efektif dampaknya bisa dinikmati oleh pengrajin itu sendiri. Diharapkan tingkat penyerapan tenaga kerja akan naik dan pendapatan ekonomi masyarakat pengrajin sale pisang juga akan naik. Potensi berkembangnya usaha pengolahan sale pisang ini sangat besar. Jumlah pengrajin sale pisang di Kabupaten Lebak pada tahun 2013 berjumlah ± 148 unit usaha dengan kapasitas produksi sale pisang per hari ± 340.992 kg, dan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 296 orang (Profil Komoditi Kabupaten Lebak, 2013). Potensi usaha sale pisang secara lebih ringci ditunjukkan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1. Potensi Sale Pisang Kabupaten Lebak 2013
N o
Kecamatan
Unit Usaha (Unit)
1 2
Cilograng Bayah Jumlah
45 103 148
Tenaga Kerja (Orang ) 90 206 296
Kapasitas Produksi
Nilai Produksi
103.680 237.312 340.992
311.040 711.936 1.022.976
Sumber : Profil Komoditi Kabupaten Lebak, 2013
Kabupaten Lebak juga dikenal sebagai daerah penghasil gula merah/gula aren. Pekerjaan pembuatan gula aren di masyarakat Kabupaten Lebak secara turun temurun bekembang sejak jaman dulu. Hal ini dimungkinkan karena Kabupaten Lebak terdapat cukup banyak tanaman aren. Kondisi sumber daya bahan baku yang melimpah tersebut tidak dibarengi dengan cara pengolahan yang modern. Kegiatan produksi masih dilakukan secara tradisional dan sangat sederhana. Pada tahun 2013 di Kabupaten Lebak terdapat sekitar 5.815 unit usaha yang bergerak di bidang usaha pengolahan gula merah/gula aren. Gula aren banyak digunakan untuk keperluan memasak atau membuat kue, karena gula aren dapat menimbulkan warna, memeprkuat ketahanan warna dari pewarna alami, selain tiu warna coklatnya adalah kandungan serat makanan yang bermanfaat untuk kesehatan pencernaan. Bahan baku pembuatan gula aren diperoleh dari sari gula atau yang sering disebut sebagai nira, yaitu bingkai bunga jantan tanaman arena atau No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Sobang Bojong Manik Lebak Gedong Sajira Muncang Cirinten Gunung Kencana Cigemblong Cijaku Cibeber Cilograng Cihara Wanasalam Malingping Panggarang an JUMLAH
enau yang dapat disadap ketika tumbuhan aren berumur 5 tahun dengan puncak produksi pada umur 15 – 20 tahun. Kucuran nira biasanya ditampung dalam bumbung (batang bambu sepanjang 1 meter) dan proses penampungan dapat berlangsung hingga 3 bulan terus menerus tanpa henti. Setiap pohon dapat menghasilkan 10 – 15 liter nira/hari dengan2 kali penyadapan yaitu pada pagi dan sore. Komoditas gula aren ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk deikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi dari segi penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu, tingkat penyebaran unit usaha yang tersebar hampir di 15 kecamatan di Kabupaten Lebak juga menyimpan potensi pendorong perekonomian yang besar. Kapasitas produksi dan nilai produksi yang dihasilkan dari usaha gula aren juga cukup tinggi. Untuk jelasnya perhatikan Tabel 2.
Unit Usaha (Unit) 1.193 38
Tenaga Kerja (Orang) 2.386 76
Kapasitas Produksi
Nilai Produksi
2.505.300 79.800
20.042.400 638.400
329
658
690.900
5.527.200
36 262 485 155
72 524 970 310
75.600 550.200 1.018.500 325.500
604.800 4.401.600 8.148.000 1.604.000
743 376 886 239 205 64 131 673
1.479 752 1.772 478 294 128 262 1.346
1.552.950 789.600 1.860.600 501.900 308.700 134.400 275.100 1.413.300
12.423.600 6.316.000 14.884.800 4.015.200 2.469.600 1.075.200 2.200.800 11.306.400
5.815
11.507
12.082.350
96.658.800
Sumber : Profil Komoditi Kabupaten Lebak, 2013
5
Analisis FGD Identifikasi masalah dan kebutuhan bagi klaster komoditas gula aren dan sale pisang dilakukan melalui analisis Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan yaitu Pemerintah Daerah dan pelaku usaha. Hasil dari analisis FGD dengan pemangku kepentingan dapat diidentifikasi permasalahan/kendala dalam pengembangan klaster atau KPJU komoditas sale pisang dan gula aren antara lain: a. Ketersediaan bahan baku Kendala bahan baku yang dihadapi adalah kontinuitas. Pada saat panen raya, bahan baku yang melimpah tidak bisa terserap maksimal oleh pelaku usaha karena keterbatasan teknologi penyimpanan dan kapasitas produksinya. Sementara pada musim kemarau terjadi kebalikannya. Khusus gula aren, umur minimal pohon yang bisa diambil niranya juga menjadi kendala. Selain itu replanting yang membutuhkan waktu lama juga menjadi salah satu kendala keterjaminan bahan baku industri. b. Kapasitas produksi Kendala produksi yang dirasakan adalah dalam hal kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas, pengerjaan pengolahan yang masih secara tradisional mempunyai keterbatasan dari jumlah produksi. Keterbatasan kapasitas produksi tersebut menyebabkan belum mampu terpenuhinya permintaan dalam jumlah besar. Sedangkan dari sisi kualitas adalah adanya keseragaman produk, baik dari bentuk, ukuran, dsb dan kadar tingkat kebersihan hasil produk. c. Standarisasi Standarisasi berhubungan dengan kemampuan produk sale pisang dan gula aren yang mampu diperjual belikan di pasar modern seperti supermarket. Selama ini penjualan dua komoditas tersebut hanya melalui direct selling atau penjualan langusung kepada konsumen.
d. Permodalan Masalah permodalan bagi pelaku usaha dua komoditas tersebut merupakan permasalahan utama yang dihadapi. Untuk memenuhi jumlah pesanan dalam jumlah besar, dibutuhkan modal yang besar. Sejauh ini pelaku usaha masih mengalami kendala dengan akses kredit dari bank karena masalah agunan. e. Kemasan dan Pemasaran Kemasan produk yang masih sederhana sehingga produk cepat rusak dan kurang menarik bagi konsumen juga menjadi masalah. Teknik dan model pemasaran yang masih sangat tradisional juga menghambat perkembangan produk. f. Kestabilan Harga Harga jual produk sale pisang dan gula aren sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku dan bahan pendukung produksi. Selain itu, kecenderungan pelaku usaha yang menjual produknya kepada tengkulak juga menjadi kendala maksimalnya nilai tambah yang bisa dirasakan oleh pelaku usaha. g. Payung Hukum Patung hukum dipergunakan sebagai jaminan bagi pelaku usaha mengenai jenis dan bentuk komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Lebak. Sisi legalitas produk selama ini menjadi kendala yang dihadapi pelaku usaha jika ingin melakukan strategi pemasaran yang baru, misalnya melalui pameran. Analisis SWOT Analisis SWOT yaitu analisis yang melihat potensi UMKM untuk tumbuh dan berkembang dari sisi internal dan eksternal UMKM. Sisi internal UMKM meliputi kekuatan dan kelemahan (Strength and Weakness) dan dari sisi eksternal UMKM meliputi peluang dan ancaman (Opportunity and Threat). Untuk komoditas sale pisang dan gula aren, merujuk pada analisis SWOT dapat diindikasikan konsisinya seperti Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Analisis SWOT Komoditas Sale Pisang dan Gula Aren SWOT (Strength and Weakness - Opportunity and Threat) Internal Eksternal Kekuatan (Strength) Peluang (Opportunity) a Harga jual produk yang tinggi a Keragaman selera konsumen b Kondisi lingkungan yang mendukung b Pasar ekspor yang masih terbuka ketersediaan bahan baku c Trade mark produk c Tingginya minat investor yang ingin berinvestasi di Kabupaten Lebak berpotensi berkembangnya kawasan industri sehingga dapat meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat d Jumlah sumber daya daya manusia d Dibukanya AFTA membuka peluang yang banyak ekspor dan peningkatan daya saing produk lokal Kelemahan (Weakness) Ancaman (Threat) a Teknologi yang terbatas (produksi a Ketersediaan lahan untuk bahan baku dan pengemasan) yang semakin terbatas b Siklus produksi yang tidak tetap b Produsen dari daerah lain yang mulai melakukan inovasi untuk produk ini c Teknik pemasaran yang rendah
Dalam usaha untuk mengembangkan UMKM dengan KPJU unggulan sale pisang dan gula aren perlu dilakukan langkah strategis untuk mendukungnya. Ketersediaan bahan baku akan menjamin kapasitas produksi. Harga jual produk yang tinggi akan terjaga jika kapasitas produksi bisa tetap terjaga. Untuk mendukung hal tersebut, kondisi lingkungan sekitar harus tetap terjaga sehingga bahan baku setiap saat bisa terpenuhi. Jumlah sumber daya manusia yang berkompeten juga merupakan kekuatan utama keberlangsungan produksi komoditas ini. Peluang bagi berkembangnya usaha untuk komoditas ini sangat besar. Faktor pendukungnya diantaranya adalah adanya keberagaman selera konsumen. Keberagaman selera ini bisa mendorong pelaku usaha untuk melakukan inovasi pengembangan produk seperti pengemasan, bentuk dan kualitas produk, dsb. Selain itu peluang yang harus bisa dibaca oleh
pelaku usaha adalah pasar ekspor yang masih terbuka lebar. Perekonomian yang menuju era perdagangan bebas juga bisa menjadi peluang pasar untuk komoditas ini. Dalam usaha pengembangan kualitas dan kuantitas produk UMKM untuk dua komoditas ini tentu banyak kelemahannya. Salah satunya adalah teknik teknologi baik teknologi produksi dan pemasaran serta pengemasan yang masih sangat tradisional. Kondisi ini tentu akan menghambat usaha pengembangan KPJU unggulan komoditas sale pisang dan gula aren di Lebak. Selain itu, siklus produksi yang belum tetap tergantung dari ketersediaan bahan baku dan modal juga merupakan kelemahan yang harus diantisipasi. Faktor yang tidak bisa dilupakan adalah adanya ancaman dari sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal misalnya adalah tingkat kualitas SDM dari pelaku usaha. Kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan dengan banyak mengikuti pelatihan 7
dan pendampingan yang dilakukan oleh pihak swasta atau dinas koperasi dari daerah bersangkutan. Sedangkan dari sisi eksternal misalnya adalah ketersediaan lahan untuk bahan baku yang semakin tergusur oleh alih fungsi guna lahan. Selain itu juga adanya ekspansi produsen dari daerah lain dengan jenis komoditas produk yang sama. Kondisi tersebut haruslah diantisipasi oleh pelaku usaha atau UMKM yang ada di Kabupaten Lebak. Rekomendasi Strategi Pengembangan UMKM Dari berbagai konsep mengenai pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, berikut beberapa pilihan strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan UMKM, yaitu: 1. Kemudahan dalam Akses Permodalan Salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM adalah aspek permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif. Oleh sebab itu dalam pemberdayaan UMKM pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kapasitas UMKM ini, Perbankan harus menjadikan sektor ini sebagai pilar terpenting perekonomian negeri. Bank diharapkan tidak lagi hanya memburu perusahaan-perusahaan yang telah mapan, akan tetapi juga menjadi pelopor untuk mengembangkan potensi perekonomian dengan menumbuhkan wirausahawan melalui dukungan akses permodalan bagi pengembangan wirausaha baru di sektor UMKM. Perbankan harus meningkatkan kompetensinya dalam memberdayakan Usaha Kecil Menengah dengan memberikan solusi total mulai dari menjaring wiraushawan baru potensial, membinanya hingga menumbuhkannya. Pemberian kredit inilah satu mata rantai dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah secara utuh. 2. Bantuan Pembangunan Prasarana Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan, atau kalaupun dapat
dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan UMKM adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. 3. Pengembangan Skala Usaha 4. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha. Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun pengembangan kluster. 5. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan sumber daya manusia.. Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UMKM adalah pendampingan. Pendampingan UMKM memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. 6. Peningkatan Akses Teknologi 7. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif. Persoalan yang selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis merupakan bukti adanya
iklim yang kurang kondusif. Oleh karena perbaikan iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi perijinan bagi UMKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengembangkan UMKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi terselenggaranaya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan dan non diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja UMKM. Selain itu perlu ada tindakan untuk melakukan penghapusan berbagai pungutan yang tidak tepat, keterpaduan kebijakan lintas sektoral, serta pengawasan dan pembelaan terhadap praktek-praktek persaingan usahah yang tidak sehat dan didukung penyempurnaan perundangundangan serta pengembangan kelembagaan. 8. Payung hukum Pemberian payung hukum ditujukan untuk memberikan jaminan dan pengakuan dari pemerintah daerah mengenai bentuk dan jenis komoditas yang bisa dikategorikan sebagai unggulan. Status unggulan disini bisa membuat adanya konsentrasi dan perlakuan yang khusus terhadap produk tertentu. Diharapkan dengan adanya paying hukum yang diakui oleh pemerintah dan pihak yang berkompeten akan membantu para pelaku UMKM untuk meningkatkan hasil dan kualitas produk tersebut, atau mampu menghasilkan produk yang mempunyai nilai jual tinggi 9. Sistem KPJU dan klaster ini mencakup wilayah yang cukup luas. Mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang ada, maka dalam pengembangannya diawali oleh pelaku dengan kemauan dan tekad yang kuat untuk maju, yang pada akhirnya akan menjadi lokomotif penggerak pengembangan UMKM komoditas ini. 10.Adanya terminal pusat bahan baku dan pusat penampungan hasil produksi dari pelaku UMKM.
SIMPULAN
Dari hasil analisis dihasilkan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah masalah permodalan, belum adanya payung hukum yang menjelaskan mengenai komoditas unggulan di Kabupaten Lebak, dan perlu ada kebijakan pendampingan dari pemerintah daerah kepada pelaku UMKM. Selain itu diperlukan inovasi dalam hal jaminan ketersediaan bahan baku produksi, teknik pemasaran dan pemasaran hasil produk, dan ada terminal pusat jual beli bahan baku dan hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.lebakkab.go.id. Departemen Koperasi. Jumlah UMKM dan Koperasi Tahun 2012. Diunduh Tanggal 24 April 2013. Kuncoro, Mudrajat, (2003), Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Profil Komoditi Kabupaten Lebak: Sale Pisang dan Gula Aren. 2013. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Lebak. Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT. Analisis Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Tambunan, Tulus. 2012, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting. LP3ES
9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
DAMPAK PARTISIPASI MASYRAKAT & PELAYANAN PUBLIK TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH MELALUI GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE (Studi pada Pemda Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Cianjur)
Bambang Jatmiko M.Rasyidin Azis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
[email protected] Abstract This study aims to examine and obtain empirical evidence public participation and public service of Performance Organizations. With good government governance as variable moderat. This research is motivated by the fact that the public paticipation and public service should provide on performance organization. And good government governance as variable moderat. Variables that will be tested in this study is the public participation, and public service, (as an independent variable) against the performance organizations (as the dependent variable) and the good government governance (as the moderat variable). The data in this study is the primary data obtained from questionnaires distributed directly to the respondents. Data collected from 45 respondents who are staff of Local Government department control room and civilization at cianjur residence. The hypothesis in this study were tested using simple linear regression and moderating regression. The results of this study is the first test showed that the public participation and public service, significantly influence the Performance Organizations. While good government governance did not significantly influence the relation public participation with the Performance Organizations. And than test showed that the good government governance did not significantly influence the relation public service with the Performance Organizations. Keywords: Public Participation, Public service, Performance Organizations,and Good Government Governance. Dengan adanya UU No. 22/1999 terjadi perubahan PENDAHULUAN Reformasi yang di perjuangkan oleh seluruh signifikan mengenai hubungan legislaif dan eksekutif lapisan masyarakat membawa perubahan dalam di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah memiliki “power”. Dalam pasal 14 ayat (1) satu agenda reformasi tersebut adalah adanya dinyatakan bahwa “di daerah dibentuk Dewan desentralisasi keuangan dan Otonomi daerah. Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Berdasarkan ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Badan Eksekutif Daerah.” Sementara itu yang Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional dimaksudkan dengan Pemerintah Daerah adalah yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat hanya “Kepala Daerah beserta perangkat daerah dan Daerah, pemerintah telah mengeluarkan satu lainnya:” Dan yang penting dari itu adalah paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: “kedudukan” diantara kedua lembaga tersebut bersifat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “sejajar dan menjadi mitra.” Dampak reformasi yang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 terjadi di Indonesia, ditinjau dari segi politik dan Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara ketatanegaraan, Pemerintahan semacam ini Pemerintahan Pusat dan Daerah. memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam wujud 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
“Otonomi Daerah” yang luas dan bertanggung jawab, Beberapa pakar dan teoritisi administrasi untuk mengatur dan mengurus kepentingan berpendapat bahwa peranan pemerintah harus masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip terfokuskan pada upaya meningkatkan pelayanan demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi kepada masyarakat selain pemberdayaan dan masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan pembangunan. Tugas pokok pemerintahan modern keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada keragaman daerah. Otonomi Daerah sebagai wujud masyarakat, dengan kata lain, ia tidak diadakan untuk pelaksanaan asas desentralisasi dalam melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani penyelenggaraan pemerintahan yang digulirkan oleh masyarakat serta menciptakan kondisi yang Pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, memungkinkan setiap anggota masyarakat pada hakekatnya merupakan penerapan konsep teori mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi areal division of power yang membagi kekuasaan tercapainya tujuan bersama. negara secara vertikal. Seiring dengan dinamika dan kompleksnya tuntutan Kebijakan desentralisasi dan terjadinya pelayanan kepada masyarakat, pemerintah tidak lagi reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia dapat mengklaim dirinya sebagai satu-satunya sumber telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma kekuasaan yang absah. Paradigma pemerintah sebagai penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma a governing process ditandai oleh praktek sentralistis kearah desentralisasi riel yang ditandai pemerintahan yang berdasarkan pada konsensusdengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada konsensus etis antara pemimpin dengan masyarakat. Daerah. Pemberian otonomi ini dimaksudkan Pemerintahan dijalankan berdasarkan kesepakatankhususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta kesepakatan yang terbentuk melalui diskusi dan pemberdayaan masyarakat (empowering). Implikasi diskursus yang berlangsung dalam ruang publik. reformasi diatas diikuti dengan perubahan kebijakan Dalam konteks ini, penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah diberbagai bidang antara lain yang pembangunan dan pelayanan publik tidak sematamengatur desentralisasi dan otonomi Daerah, mata didasarkan pada pemerintah, tetapi dituntut perimbangan keuangan, KKN dan pelayanan adanya keterlibatan seluruh elemen, baik intern masyarakat serta akuntabilitas yaitu seperti UU birokrasi, maupun masyarakat dan pihak swasta. 28/1999, dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Pemikiran tersebut hanya akan terwujud manakala Daerah. Implikasi positif dari berlakunya Undang- pemerintah didekatkan dengan yang diperintah, atau undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kata lain terjadi desentralisasi dan otonomi dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, daerah. diharapkan DPRD yang selanjutnya disebut dewan Seiring dengan diberlakukannya dan akan lebih aktif didalam menangkap aspirasi yang dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun berkembang di masyarakat, yang kemudian 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jika dilakukan mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan pengkajian mendalam atas perlunya perubahan publik di daerah bersama-sama Kepala Daerah mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka (Bupati dan Walikota). pilihan terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang Dampak lain yang kemudian muncul dalam seluas-luasnya sudah barang tentu diperkirakan dapat rangka otonomi daerah adalah tuntutan terhadap menjawab semangat reformasi yang sekarang pemerintah untuk menciptakan good governance memang sedang bergulir, lebih dapat menjamin sebagai salah prasyarat penyelenggaraan pemerintah peningkatan kesejahteraan masyarakat, lebih dengan mengedepankan akuntanbilitas dan demokratis dan memenuhi kehendak dan aspirasi transparansi. Untuk mendukung akuntabilitas dan masyarakat yang menginginkan pelayanan prima dari transparansi diperlukan internal control dan eksternal aparatur birokrasi, transparan dan akuntabilitas. control yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi nyata saat ini kita masih dalam tahap 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
konsolidasi yang konsentrasinya masih pada penataan abdi masyarakat, dalam menyelenggarakan tugas urusan/kewenangan, kelembagaan, kepegawaian, aset, umum pemerintahan pembangunan serta tugas keuangan, serta penyesuaian-penyesuaian dalam pelayanan kepada masyarakat... bentuk regulasi dan lain lain. Dalam menyikapi Guna menciptakan pemerintahan yang kuat kebijakan otonomi daerah dan implementasinya ini dan pemerintahan yang bersih (Good Goverment perlu segera dilakukan efisiensi penyelenggaraan Governance), maka dibutuhkan keikhlasan segenap pemerintahan yang sesungguhnya adalah penyelenggara pemerintahan untuk beberapa hal, terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat yakni : sebagaimana mestinya oleh aparatur / birokrasi dalam a. memiliki kepekaan yang tinggi terhadap suatu jaringan kelembagaan yang rasional, yang akan fenomena-fenomena sosial budaya dan dapat menjawab tantangan pelayanan masyarakat politik yang terjadi di tengah-tengah dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta masyarakat; mewujudkan good governance. b. mengenai seluk beluk akar permasalahan TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dalam masyarakat serta mengambil langkahKorupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang langkah penanganan yang bersifat persuasif; Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan c. meningkatkan pelayanan masyarakat yang Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi lebih baik (pelayanan prima). dan Nepotisme (KKN), maka tindak lanjutnya Tetapi pada kenyataan nya di dalam penerapan diperlukan pengembangan dan penerapan sistem system kepemerintahan selalu menimbulkan pertanggung jawaban yang tepat dan jelas dan permasalahan seperti pendapat SBY berpendapat legitimate, sehingga penyelenggaraan pemerintahan mengenai buruk nya kinerja pemerintah dalam dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya mengatasi permasalhan dalam pelayanan public guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, seperti kutipan di media detik. Saat ini berbagai media serta bebas dari KKN. ramai memberitakan tentang pusingnya pemerintah Dalam pasal 3 (tiga) Undang-undang Nomor terutama Menteri Keuangan yang tiap tahunnya harus 28 Tahun 1999 bahwa azas akuntabilitas sebagai salah mengalokasikan anggarannya 50% lebih untuk satu dari azas-azas umum penyelenggaraan Negara menggaji para PNS diseluruh penjuru Indonesia yang adalah azas yang menentukan, bahwa setiap kegiatan jumlahnya sekarang sangat banyak bahkan “over dan hasil akhir dari kegiatan yang dilakukan dosis”. Namun besarnya anggaran yang dikeluarkan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung menurut banyak pihak (termasuk pihak pemerintah jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai sendiri, bahkan disuatu kesempatan Presiden SBY pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai berkata sangat ngeri melihat jumlah PNS yang ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang saat ini) tidak dibarengi dengan kinerja yang baik dan berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, telah memuaskan dari para PNS-PNS tersebut. Banyaknya diterbitkan INPRES Nomor 7 Tahun1999 tentang jumlah PNS tidak menjadi jaminan perbaikan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang pelayanan Birokrasi Pemerintah semakin membaik, intinya mewajibkan setiap instansi Pemerintah yang ada tetap banyak masyarakat yang mengeluhkan sebagai unsur penyelenggara pemerintah negara mulai buruknya Birokrasi di negeri tercinta ini. Apalagi dari pejabat eselon II keatas untuk mempertanggung berita mengenai ketidak disiplinan para pegawai jawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya negri sipil yang mangkir dalam bekerja hal ini serta kewenangan pengelolaan sumber daya dan menimbulkan polemik di mata masyarakat yang kian kebijaksanaan yang dipercayakan kepada aparatur cermat mengawasi pemerintahan dan ini pemerintah. Di mana tugas pokok aparatur menimbulkan permasalahan yang serius terhadap pemerintah, yaitu sebagai abdi negara dan sebagai kinerja pemda yang di rasakan kurang optimal. 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Seiring dengan jamannya demokrasi masyarakat pada Berdasarkan perumusan masalah diatas maka umumnya banyak menuntut terhadap kinerja penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai pemerintahan kuhususnya para pegawai sipil yang berikut: mana, harapan dari kami dapat memberikan kontribusi 1. Untuk mencari bukti empiris dampak positif bagi masyarakat umum. Oleh sebab itu kami partisipasi masyarakat terhadap kinerja mengagakat topik tentang kinerja pemda untuk di organisasi. jadaikan karya tulis ilmiah yaitu kedalam tugas akhir 2. Untuk mencari bukti empiris dampak sekripsi yang akan saya buat dengan judul pasrtisipasi antara pelayanan publik terhadap kinerja masyarakat dan badan pelayanan umum terhadap organisasi. kinerja pemda melalui GG G (good government 3. Untuk mencari bukti empiris dampak governance) sebagai variable moderating. antara good government governance Cianjur, sebagai entitas yang di dalamnya terhadap hubungan kinerja organisasi terdapat masyarakat yang heterogen sebagai objek dengan partisipasi masyarakat. pembangunan, memerlukan ruang dan wilayah untuk 4. Untuk mencari bukti empiris dampak berkembang. Pembangunan terutama infrastruktur dan antara good government governance fasilitas umum di Kabupaten Cianjur saat ini memang terhadap hubungan kinerja organisasi masih terpusat di daerah kota (bagian utara). Setiap dengan pelayanan publik. pembangunan akan selalu ada dampak yang ditimbulkan baik itu dampak positif yang diharapkan Manfaat Penelitian maupun dampak negatif berupa permasalahan yang 1. Bagi Peraktisi. harus diminimalkan, jika tidak bisa dihilangkan, Bagi kalangan praktisi di harapkan penelitian akibat ekses dari pembangunan itu sendiri. Konsep ini dapat memberikan gambaran tentang pengaruh dan teori pembangunan dan pengembangan wilayah partisipasi masyarakat dan pelayanan publik sudah banyak dijelaskan oleh para ahli perencanaan terhadap kinerja pemda, sehingga dapat pembangunan dan pengembangan wilayah, namun meningkatkan kualitas kinerja dan menciptakan dampak negatif yang terjadi dan tergambarkan akibat good goverment governance. pembangunan di daerah lain kadang terulang dan terjadi di daerah lain. 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar dampak partisispasi masyarakat pengaruh terhadap kinerja 2. Bagi Pemerintah. pemrintah daerah? Sementara bagi pemerintah daerah diharapkan 2. Seberapa besar dampak pelayanan publik menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan pengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah? otonomi daerah khususnya akan meningkatkan 3. Seberapa besar dampak good government peran pemda mewujudkan kepemerintahan yang governance terhadap hubungan antara kinerja baik (good government governance). Sedangkan pemerintah daerah dengan partisipasi bagi partai politik dapat dijadikan acuan pada saat masyarakat ? merekrut pegawai sipil yang kompeten dan 4. Seberapa besar dampak good government propesional. governance terhadap hubungan antara kinerja pemerintah daerah dengan pelayanan publik? LANDASAN TEORI 1.1 Partisipasi masyarakat Tujuan Penelitian Pengertian Partisipasi 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Dalam ensiklopedi administrasi disebutkan bahwa arti dari kata participation” adalah sesuatu aktifitas untuk membangkitkan perasaan diikutsertakan dalam kegiatan organisasi, atau ikut sertanya bawahan dalam kegiatan organisasi. Kata “partisipasi” ditinjau dari segi etimologis menurut Suwanto (1983) merupakan: Meminjam dari bahasa Belanda “participation” yang sebenarnya dari bahasa latin “participatio”. Perkataan participatio sendiri terdiri dari dua suku kata yakni pars yang berarti bagian dan capere yang berarti mengambil bagian. Perkataan participatio itu sendiri berasal dari kata kerja “participare” yang berarti ikut serta. Dengan demikian partisipasi mengandung pengertian aktif, yakni adanya kegiatan atau aktifitas. Konsep partisipasi masyarakat Dalam konsepnya Arnstein menjelaskan partisipasi masyarakat yang didasarkan kepada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir, tiap tangga dibedakan berdasarkan “corresponding to the extent of citizen’s power in determining the plan and/or program. Secara umum, dalam model ini ada tiga derajat partisipasi masyarakat : (1) Tidak Partisipatif (Non Participation); (2) Derajat Semu (Degrees of Tokenism) dan (3) kekuatan masyarakat (Degrees of Citizen Powers). Dua tangga terbawah yang dikategorikan dalam derajat Non partisipasi (Non Participation) menempatkan bentuk-bentuk partisipasi yang dinamakan Manipulasi (Manipulation) dan Terapi (Therapy) dalam kedua tangga tersebut, partisipasi hanya bertujuan untuk mendidik “menatar” masyarakat “mengobati” masyarakat. Dalam tangga pertama Manipulasi bisa diartikan (relative) tidak ada komunikasi apalagi dialog sedangkan dalam tangga kedua Therapy telah ada komunikasi namun masih bersifat terbatas, inisiatif datang dari pemerintah (pemegang kekuasaan) dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan dalam derajat tanda partisipasi (Degree of Tokenism) yaitu partisipasi masyarakat telah didengar dan berpendapat tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa 5
pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan, dalam taraf ini partisipasi masyarakat memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Dalam tangga ke tiga yaitu Information menyiratkan bahwa komunikasi sudah banyak terjadi tetapi masih bersifat satu arah; tidak ada sarana bagi masyarakat untuk melakukan timbal balik (feed back), seperti pengumuman, penyebaran pamflet dan laporan tahunan. Tangga ke empat yaitu Consultation bermakna bahwa komunikasi telah bersifat dua arah tetapi masih bersifat partisipasi yang ritual/formalitas, sudah ada kegiatan penjaringan aspirasi, penyelidikan keberadaan masyarakat, telah ada aturan pengajuan proposal dan ada harapan aspirasi masyarakat akan didengarkan tetapi belum ada jaminan aspirasi tersebut akan dilaksanakan misalnya survey sikap, temu warga dan dengar pendapat publik. Tangga ke lima yaitu Placation (penentraman) berarti bahwa komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah, masyarakat (khususnya yang rentan dan termajinalisa) dimungkinkan untuk memberikan masukan secara lebih signifikan dalam penentuan hasil kebijakan publik, namun proses pengambilan keputusan masih dipegang oleh pemegang kekuasaan. Tiga tangga teratas dikategorikan dalam derajat kuasa masyarakat (Degree of Citizen Power) dimana masyarakat memiliki pengaruh terhadap proses pengambilan keputusaan partisipasi masyarakat (kelompok masyarakat miskin/rentan) sudah masuk dalam ruang penentuan proses, hasil dan dampak kebijakan dengan menjalankan kemitraan (partnership) yaitu masyarakat telah mampu bernegosiasi dengan “pemegang kekuasaan” dalam posisi sejajar, pendelegasian kekuasaan (delegated power) yaitu masyarakat telah mampu mengarahkan kebijakan karena ruang pengambilan keputusan telah “dikuasai”. Pada tangga kendali warga (citizen control) partisipasi masyarakat secara politik maupun administratif sudah mampu mengendalikan proses pembentukan, pelaksanaan dan konsumsi dari kebijakan bahkan sangat mungkin masyarakat telah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
memiliki kewenangan penuh untuk mengelola suatu pelayanan personal (personal service). 2). Fungsi objek kebijakan tertentu. pelaksanaan pembangunan (development function), Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh 3). Fungsi perlindungan (protective function). Untuk Arnstein (1971) terlihat bahwa terdapat perbedaaan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut pegawai yang cukup mendasar antara bentuk partisipasi semu pemerintah daerah harus dapat meninjaklanjuti atau (empty ritual) dengan yang mempunyai kekuatan menjabarkan penyelenggaraan pelayanan publik nyata (real power). Didalamnya digambarkan kepada masyarakat sesuai dengan fungsi masing bagaimana bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dari masing unit. masyarakat dipaksa atau dimanipulasi dan dimana Konsep pelayanan Publik masyarakat telah mampu mengontrol pembuatan Dari tahun ke tahun untuk membenahi pelayanan keputusan dan pengalokasian sumber daya. Kemudian publik terus dilakukan. Pembuatan kebijakan masing-masing derajat ditekankan bukan pada pemerintah dilaksanakan dengan selalu berprinsip seberapa jauh masyarakat telah terlibat dalam proses pada kepuasan publik untuk memberikan pelayanan pembentukan kebijakan atau program yang yang baik kepada publik perlu perlu diterangkan dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan tetapi prinsip-prinsip pelayanan publik yaitu; seberapa jauh masyarakat dapat menentukan hasil kesederhanaan, kejelasan, kepastian, keterbukaan, akhir atau dampak dari kebijakan tersebut. efesien, keadilan, dan ketetapan waktu. Prinsip pelayanan ini merupakan indikator untuk menilai baik tidaknya pelayanan aparatur terhadap publik. 5.2. Pelayanan Publik Menurut I Nyoman Sumaryadi (2010 :4) Pengertian Pelayanan Publik Menurut Kotler (1997:227) pelayanan adalah mengemukakan bahwa, pemberian pelayanan harus sebagai berikut: berdasarkan pada beberapa prinsip pelayanan Prima A service is any act or performance that one party can sebagai berikut : offer to another that isessentially intangible and doses 1) Appropriateness, yaitu setiap jenis, produk, not result in the ownership for of anything. Its proses dan mutu pelayanan yang disediakan production may or may not be tied to physical pemerintah harus relevan dan signifikan sesuai product. dengan apa yangdibutuhkan masyarakat. Dari beberapa definisi tersebut dapat diketahui 2) Accesssibility, yaitu setiap jenis, produk , proses bahwa pengertian pelayanan yaitu suatu kinerja dan mutu pelayanan yang disediakan pemerintah penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih harus dapat diakses sedekat dan sebanyak dapat dirasakan dari pada dimiliki serta pelanggan mungkin oleh pengguna pelayanan. dapat lebih berpartisipasi aktif dalam proses 3) Continuity, yaitu setiap jenis, produk , proses dan mengkonsumsi jasa atau pelayanan. Dengan demikian mutu pelayanan yang disediakan pemerintah hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan harus secara terus menerus tersedia bagi prima kepada masyarakat yang merupakan masyarakat pengguna jasa pelayanan. perwujudan kewajiban pegawai pemerintah sebagai 4) Technicality, yaitu setiap jenis, produk , abdi masyarakat. Selain itu hal penting yang sering proses dan mutu pelayanan yang disediakan dijadikan argument perlunya otonomi daerah adalah pemerintah harus ditanggani oleh petugas bahwa dimensi pelayanan publik yang semakin yang benar-benar memiliki kecakapan teknis terdesentralisasi pada tingkat lokal. Hal ini sejalan pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, dengan fungsi pokok pemerintah daerah (local ketepatan, dan kemantapan aturan, sistem, government) John Stewart dan Michael Clarke (dalam prosuder dan instrumen pelayanan yang baku. Skelcher, 1992:3) yaitu: 1). Fungsi pelayanan Begitu pentingnya profesional pelayanan publik, masyarakat (publik service function) yang terdiri atas pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan 1.1. pelayanan lingkungan (environment service), 1.2. No. 81 Tahun 1993 Tentang Pedoman Tatalaksana 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Pelayanan Umum yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prinsipprinsip pelayanan.
mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indicator kinerja yang penting. 2. Responsibilitas 5.3. Pengertian Kinerja Organisasi Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan Pengertian kinerja organisasi Istilah kinerja berasal dari kata job performance kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar yang sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan yang eksplisit maupun implisit. maupun kelompok dalam suatu perusahaan. Menurut 3. Akuntabilitas Mangkunegara (2002), kinerja adalah hasil kerja Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. rakyat. Asumsinya adalah para pejabat politik Pencapaian kinerja yang tinggi akan memberikan tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan kepuasan bagi individu sehingga individu tersebut sendirinya akan selelu merepresentasikan dapat termotivasi untuk selalu berusaha mencapai kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep kinerja yang tinggi dalam melaksanakan akuntabilitas publik dapat digunakan untuk pekerjaannya. As’ad (1991) menyatakan bahwa melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut organisasi publik itu konsisten dengan kehendak ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang masyarakat. Kinerja organisasi publik tidak hanya bersangkutan. Kinerja individu merupakan hasil kerja bisa dilihat dari ukuran internal yang individu tersebut dengan mengkombinasikan dikembangkan oleh organisasi publik atau kemampuan, usaha dan kesempatan dalam pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja melaksanakan tugasnya. Individu yang memiliki sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, kinerja yang tinggi akan selalu berorientasi pada seperti nilai dan norma yang berlaku dalam prestasi, memiliki percaya diri, berpengendalian diri, masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik dan memiliki kompetensi. Menurut Andraeni (2005), memiliki akuntabilitas tinggi kalau kegiatan itu kinerja seseorang akan baik jika dia memiliki keahlian dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena adanya norma yang berkembang dalam masyarakat. pemberian gaji/upah dan mempunyai harapan akan 5.4. Good Government Governance masa depan yang lebih baik. Pengertian Good governance Konsep governance bukanlah konsep baru, Konsep Kinerja Organisasi Ada beberapa indicator yang biasanya digunakan konsep governance sama luasnya dengan peradaban untuk mengukur kinerja birokrasi publik (Dwiyanto, manusia, salah satu pembahasan tentang good 1995 dalam Adriani, 2002), yaitu sebagai berikut: governance dapat ditelusuri dari tulisan J.S Endarlin 1. Produktivitas (Setyawan , 2004 : 223) governance merupakan Konsep produktivitas tidak hanya mengukur suatu terminologi yang digunakan untuk mengganti tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. istilah government, yang menunjuk penggunaan Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam rasio antara input dan output. Konsep mengelola masalah-masalah kenegaraan. produktifitas dirasa terlalu sempit, dan kemudian mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana General Accounting Office (GAO) mencoba warga dan kelompok-kelompok masyarakat 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
mengutamakan kepentingan mereka, menggunakan • Dimensi fungsi; hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani • Dimensi struktur; perbedaan-perbedaan diantara mereka. Defenisi lain • Dimensi konvensi interaksi; menyebutkan governance adalah mekanisme • Dimensi distribusi kekuasaan. pengelolaan sumber daya ekonomi dan social yang Dilihat dari dimensi aktor, governance dicirikan melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non- dengan banyaknya jumlah peserta baik yang berasal pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Defenisi ini dari sektor publik maupun privat yang terlibat dalam mengasumsikan banyak actor yang terlibat dimana pengaturan sebuah kebijakan. Sementara itu, tidak ada yang sangat dominan yang menentukan government dicirikan dengan sangat sedikit dan gerak actor lain. Governance sebagai proses terbatasnya jumlah peserta dalam proses pengaturan pengambilan keputusan dan proses yang mana kebijakan tersebut, aktor yang terlibat pun biasanya keputusan itu diimplementasikan, maka analisis merupakan badan-badan (lembaga) pemerintahan. governance difokuskan pada faktor-faktor formal dan informal yang terlibat dalam pengambilan Penelitian terdahulu. keputusan dan implementasinya serta struktur formal Partisipasi masyarakat dan kinerja organisasi dan informal yang disususun mendatangkan Adanya perubahan paradigma anggaran diera inflementasi keputusan. GGG menurut Surat reformasi menuntut adanya partisipasi masyarakat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan (publik) dalam keseluruhan system kepemerintahan. Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik diperlukan partisipasi kepala instansi dan warga GGG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), masyarakat dalam mengawasi kinerja pemda (Rubin, Good Goverment Governance adalah prinsip 1996). Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam partisipasi merupakan kunci sukses dari pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata- otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. dimaksud disini termasuk pengawasan terhadap Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa GGG kinerja pemda dalam pelayanan publik. merupakan suatu struktur yang mengatur pola H1: Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap hubungan harmonis antara dewan komisaris, direksi, kinerja organisasi pemegang saham dan para stakeholder lainnya. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan Pelayanan public dan kinerja organisasi kewenangan atas pengendalian perusahaan yang Pelayanan publik berkaitan dengan kegiatandapat membatasi pengelolaan yang salah dan kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk penyalah gunaan aset perusahaan. Suatu proses yang memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan tansparan atas penentuan tujuan perusahaan, berkualitas sebagai konsekuensi dari tugas dan pencapaian berikut pengukuran kinerjanya. fungsi pelayanan yang diembannya, berdasarkan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan dan Konsep Good Government Governance. Dalam memahami perbedaan antara governance dan pembangunan (I Nyoman Sumaryadi, 2010:70). government, Schwab dan Kubler (2001) melihatnya Secara operasional, pelayanan publik yang diberikan dari 5 (lima) fitur dimensi berdasarkan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam dua pengamatan mereka terhadap interaksi pada sebuah kelompok besar yaitu; pertama, pelayanan publik kontinuum pengaturan kebijakan antara governance yang diberikan tanpa memperhatikan orang dan government sebagai berikut: perseorangan, tetapi keperluan masyarakat secara • Dimensi aktor; umum yang meliputi penyediaan sarana dan 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat H3: Good government governance berpengaruh kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga signifikan terhadap hubungan antara partisispasi pendidikan, pemeliharaan keamanan, dan lain masyarkat dengan kinerja organisasi. sebagainya; kedua, pelayanan yang diberikan secara H4: Good government governance berpengaruh orang perseorangan yang meliputi kartu penduduk signifikan terhadap hubungan antara pelayanan dan surat-surat lainnya (I Nyoman Sumaryadi, public dengan kinerja organisasi 2010:70-71). H2: pelayanan public berpengaruh terhadap kinerja METODE PENELITIAN Obyek penelitian adalah berlokasi di Pemda dinas Hubungan partisipasi masyarakat dan pelayanan Pemukiman dan Tata ruang kabupaten kecamatan public dengan kinerja, serta variable moderating cianjur propinsi jawa barat. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staf di tiap unit. Populasi Good government governance. Governance merupakan suatu terminologi dalam penelitian ini adalah kurang lebih 100 PNS. yang digunakan untuk mengganti istilah Dengan menggunakan metode purposive sampling government, yang menunjuk penggunaan otoritas yaitu pemilihan sampel secara acak diperoleh dengan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola menggunakan pertimbangan tertentu dimana masalah-masalah kenegaraan. mekanisme, proses umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok- penelitian. kelompok masyarakat mengutamakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi Jenis dan Sumber Data kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini diantara mereka. Endarlin (Setyawan , 2004 : 223). adalah data primer. Data primer merupakan sumber GGG menurut Surat Keputusan Menteri data penelitian yang diperoleh peneliti secara Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan langsungs melaluisekertaris dinas. Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GGG dalam Metode Pengumpulan Data Perusahaan Perseroan (PERSERO), Good Teknik pengumpulan data yang digunakan Goverment Governance adalah prinsip korporasi dalam penelitian ini adalah melakukan survei dengan yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan mendatangi Satuan Kerja Badan Kesatuan Bangsa perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi Dan Politik yang berada di kantor kecamatan menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka kabupaten cianjur dan meminta bantuan untuk mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Dari meminta surat ijin penelitian ke Dinas Permukiman definisi diatas dapat disimpulkan bahwa GGG dan Tata ruang kabupaten Cianjur, setalah merupakan suatu struktur yang mengatur pola mendapatkan ijin lalu mendatangi skrtaris di Dinas hubungan harmonis antara dewan komisaris, direksi, Permukiman dan Tata ruang lalu menyerahkan pemegang saham dan para stakeholder lainnya. kuesioner yang tersedia untuk dapat di sebarkan ke Suatu sistem pengecekan dan perimbangan bagian sample yang telah di tentukan sebelumnya. kewenangan atas pengendalian perusahaan yang Adapun jumlah kuesioner yang dikirim sebanyak 80 dapat membatasi pengelolaan yang salah dan kuesioner, dimana jumlah kuesioner untuk tiap tiap penyalah gunaan aset perusahaan. Suatu proses yang sub bagian berbeda (jumlah tergantung dari tansparan atas penentuan tujuan perusahaan, ketersediaan dari masing-masing sub untuk mengisi pencapaian berikut pengukuran kinerjanya. kuesioner penelitian). Kuesioner akan dibagi menjadi Sehingga model penelitiannya dapat dua bagian. Bagian pertama menanyakan identitas digambarkan sebagai berikut: responden. Bagian kedua berisi pertanyaan tentang variabel-variabel penelitian. Jenis pertanyaan 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
kuesioner pada bagian kedua merupakan pertanyaan dengan skala tanggapan yang berpedoman pada skala likert. Cara pengisian kuesioner adalah dengan memilih salah satu antara angka 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda silang (X) yang berhubungan dengan item-item pertanyaan yang telah disediakan, sesuai dengan kondisi dalam unit kerja.
hasil pengujian ini menunjukkan adanya pengaruh variabel pelayanan publik terhadap kinerja organisasi. Hasil ini konsisten dengn pernyataan yg di kemukakan oleh I nyoman sumardi yaitu pelayanan public berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi dengan pernyataanya. Pelayanan publik berkaitan dengan kegiatankegiatan yang dilakukan pemerintah untuk HASIL PENELITIAN 1. Hipotesis pertama yang diajukan menyatakan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan bahwa partisipasi masyarakat berpengaruh positif berkualitas sebagai konsekuensi dari tugas dan terhadap kinerja organisasi. Berdasarkan hasil fungsi pelayanan yang diembannya, berdasarkan penelitian diperoleh koefisien variabel partisipasi hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam masyarakat positif sebesar 0,538 dengan nilai rangka mencapai tujuan pemerintahan dan signifikansi 0,024 (lebih kecil dari 0,05). Karena pembangunan (I Nyoman Sumaryadi, 2010:70). nilai signifikansi partisiasi masyrakat lebih kecil 3. Hipotesis yang diajukan menyatakan bahwa good dari 0,05 atau 5% maka berhasil menerima H1. government governance berpengaruh positif Dengan demikian hasil pengujian ini terhadap hubungan partisipasi masyrakat dengan menunjukkan adanya pengaruh variabel kinerja organisasi sebesar 0,084 dengan nilai partisipasi masyrakat terhadap kinerja organisasi. signifikansi 0,077 (lebih besar dari 0,05). Karena Hasil penelitian ini konsisten dengan nilai signifikansi good government governance penelitian terdahulu yang mengartikan adanya lebih besar dari 0,05 atau 5% maka berhasil pengaruh partisipasi masyrakat dengan kinerja menerima H0. Dengan demikian hasil pengujian organisasi dengan pernyataannya, adanya ini menunjukkan tidak adanya pengaruh good perubahan paradigma anggaran diera reformasi government governance terhadap hubungan antara menuntut adanya partisipasi masyarakat (publik) partisipasi masyrakat dan kinerja organisasi. dalam keseluruhan system kepemerintahan. Untuk Hasil ini tidak konsisten dengn pernyataan menciptakan akuntabilitas kepada publik peneliti terdahulu yg di kemukakan oleh Assad diperlukan partisipasi kepala instansi dan warga (1991) dan Mangkubumi (2005) yang menyatakan masyarakat dalam mengawasi kinerja pemda Good government governance berpengaruh (Rubin, 1996). Achmadi dkk. (2002) menyebutkan terhadap hubungan partisipasi masyrakat dan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dari kinerja organisasi, penelitian ini mendukung H0 pelaksanaan otonomi daerah karena dalam yang di kemukakan oleh Adrian Dkk (2009) yang partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan menyatakan tidak ada pengaruh terhadap good aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini government governance terhadap hubungan antara termasuk pengawasan terhadap kinerja pemda partisipasi masyrakat dan kinerja organisasi. Hal dalam pelayanan publik. tersebut mungkin di karenakan penelitian ini 2. Hipotesis kedua yang diajukan menyatakan bahwa berada di sector pemerintah dinas pemukiman dan pelayanan publik berpengaruh positif terhadap tata ruang yang susunan organisasi mutlak ada di kinerja organisasi. Berdasarkan hasil penelitian pemerintah pusat sehingga perencanaan utuk tata diperoleh koefisien variabel pelayanan publik kelola pemerintahan yang baik di nilai dari satu sebesar 0,704 dengan nilai signifikansi 0,000 aspek dan tidak semua aspek pemerintah bisa (lebih kecil dari 0,05). Karena nilai signifikansi mengikutinya jadi dapat di simpulkan dengan pelayanan publik lebih kecil dari 0,05 atau 5% adanya partisipasi masyrakat peraturan yang sudah maka berhasil menerima H2. Dengan demikian 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
di rencanakan dengan baik oleh pemerintah dapat 3. Tidak Ada dampak yang signifikan antara Good terganggu. Government Governance terhadap kinerja 4. Hipotesis keempat yang diajukan menyatakan organisasi Pemda di Dinas tatar ruang dan bahwa good government governance berpengaruh pemukiman kabupaten cianjur. positif terhadap hubungan pelayanan publik 4. Tidak Ada dampak yang signifikan antara dengan kinerja organisasi sebesar 0,014 dengan terhadap kinerja organisasi Pemda di Dinas tatar nilai signifikansi 0,605 (lebih besar dari 0,05). ruang dan pemukiman kabupaten cianjur. Karena nilai signifikansi good government governance lebih besar dari 0,05 atau 5% maka Saran berhasil menerima H0. Dengan demikian hasil Berdasarkan pada hasil penelitian dan pengujian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh keterbatasan yang ada, maka terdapat beberapa good government governance terhadap hubungan saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut: antara pelayanan publik dan kinerja organisasi. 1. Bagi masyarakat diharapkan semakin Temuan dari penelitian ini berbanding meningkatkan partisipasinya karena terbukti terbalik dengn pernyataan peneliti terdahulu yg di dengan adanya partisipasi masyarakat maka kemukakan oleh Assad (1991) dan Mangkubumi kinerja organisasi yang dilakukan akan meningkat (2005) yang menyatakan Good government dan meningkatnya pelayanan pablik di tunjang governance berpengaruh terhadap hubungan dengan kinerja organisasi. Sementara, bagi pelayanan publik dan kinerja organisasi, penelitian pemerintah baik eksekutif maupun legislatif ini mendukung H0 yang di kemukakan oleh diharapkan meningkatkan good government Adrian Dkk (2009) yang menyatakan tidak ada governance sehingga akan meningkatkan tingkat pengaruh terhadap good government governance kinerja organisasi pemerintah daerah. terhadap hubungan antara partisipasi masyrakat 2. Sedangkan bagi dunia pendidikan diharapkan dan kinerja organisasi. Hal tersebut mungkin di dapat menjadi acuan di dalam pengembangan karenakan penelitian ini berada di sector penelitian selanjutnyaMenambah variabel lain pemerintah dinas pemukiman dan tata ruang yang yang diduga mempengaruhi kinerja organisasi susunan organisasi mutlak ada di pemerintah pusat seperti perangkat pendukung. Penelitian ini juga sehingga perencanaan utuk tata kelola dapat menambahkan variabel dependen yang lain pemerintahan yang baik di nilai dari satu aspek seperti dapat dibandingkan dan dapat dipahami. dan tidak semua aspek pemerintah bisa 3. Wilayah penelitian ini dilakukan di Satuan Kerja mengikutinya. Kesimpulanya good government Pemerintah Daerah Dinas Tata Ruang dan governance memiliki batasan di dalam pelayanan Pemukiman, sehingga penelitian selanjutnya dapat public seningga adanya pembatas atara tata kelola memperluas obyek penelitian di sector non yang baik dengan campur tangan pihak luar. pemerintah seperti lembaga lembaga social ataupun perusahaan swasta. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Keterbatasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut Penelitian ini memiliki keterbatasan1. Ada dampak yang signifikan antara Partisipasi keterbatasan, diantaranya: masyrakat terhadap kinerja organisasi Pemda di 1. Adanya variabel lainnya yang diduga berpengaruh Dinas tatar ruang dan pemukiman kabupaten terhadap kinerja organisasi dan good government cianjur. governance namun belum tercakup dalam 2. Ada dampak yang signifikan antara Pelayanan penelitian ini. terhadap kinerja organisasi Pemda di Dinas tatar 2. Responden yang digunakan dalam penelitian ini ruang dan pemukiman kabupaten cianjur . adalah PNS di pemda dinas permukiman dan tata 11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
ruang kabupaten cianjur. Hal ini menyebabkan Feigenbaum, Armand V, 1991, Total Quality Control, kesimpulan dari hasil penelitian tidak dapat Third Edition, Singapore: Mc Graw Hill Book. mengeneralisir untuk setting yang lain. Gaspersz, Vincent, (eds. Indonesia), 1997, Kelemahan lain, pada saat penyampelan peneliti Manajemen Kualitas: Penerapan Konsepmengambil semua sampel pegawai di semua Konsep Kualitas dalam Manajemen Bisnis bidang, tidak spesifik kepada bidang sub Total, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. penyususan laporan yang terlibat secara langsung Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dalam mekanisme kinerja organisasi. dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Adib, Muslim, Mahmuddin, Rusmiyati, Hamijoyo, 1993, factor factor yang mempengaruhi Siti, dan Wibisono, Sonny, 2002, Good partisipasi masyrakat, Tesis S2 Tidak di governance dan Penguatan Institusi Daerah, Publikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta. Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang. Agus Dwiyanto, 2005, Mekanisme pelayanan public pada Dinas pariwisata di Kabupaten Sleman, Hasibuan, Malayu, S.P., 1997, Manajemen Sumber Thesis MAP UGM, Yogyakarta Daya Manusia, Jakarta: PT. Andriani, Rini, 2002, Pengaruh partisipasi masyrakat Gunung. dan pelayanan publik terhadap terhadap kinerja organisasi (Studi Kasus pada DPRD Ichsan,M, Ratih., dan Trilaksono,N., 1997 pengaruh good government governance terhadap kinerja se-Propinsi Bengkulu, Tesis Program Pasca organisasi di pemda, Malang, Brawijaya Sarjana UGM, Yogyakarta. University Pers. Andhika, Wisnu. 2007. Pengaruh Persepsi Karyawan tentang Implementasi Sistem Informasi Lijan poltak S, 2006, pengaruh pelayanan public terhadap kinerja organisasi, tesis S2 program Berbasis Komputer terhadap Kinerja. Skripsi. ilmu administrasi Negara, Universitas Negri Universitas Brawijaya Malang. Sumatra Utara. As’ad, Alamsyah, 1997, Mekanisme good government governance APBD di Kabupaten Indradi, Syamsiar, 2001, Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman anggota DPRD dengan Proses Sleman, Thesis MAP UGM, Yogyakarta. perancangan good government governannce, Arnstein, 1971, eight rungs on ladder of citizen Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program participation, McGraw-Hill, New York. Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang. Bazwir, Revvisoynd,1999, Akutansi Pemerintah Indonesia, Edisi Tiga BPFE Yokyakarta. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi Cohen, Uphoff, 1977. Public patricipatiaon and dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta. edicational, Australia. Dwiyanto, Agus. 1995. Reformasi Birokrasi Public Di I Nyoman Sumaryadi, 2010, pengaruh pelayanan public terhadap kinerja organisasi pemerintah Indonesia. Gajah Mada University Press. daerah bali, pasca sarjana proram fisipol, Yogyakarta. Universitas Udayana bali. Davis, 1962, Educational and Psycological Kaiser, H. Dan Rice, J., 1974, Educational and Measurement, New York. Psycological Measurement, Volume 34, No.1, hal 111-117. 12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Kasim, Azhar, Etika dalam Administrasi Publik: Kepercayaan Sebagai Moderating Variable. Salah Satu Strategi Utama untuk Memerangi Skripsi. Universitas Brawijaya Malang. KKN, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, FISIP UI, Pramono, Priyadi, Agus H., 2002, Pengawasan Nomor. 02/Vol.X/Mei/2002, Jakarta. Legislative terhadap Ekesekutif dalam Kotler, 1997, quality of service public theory, McGraw-Hill, New York Kotler,
Philip, 1994, Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang.
and Control, 8th ed Englewood Cliffs, N.J: Republik Indonesia, 2001, Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra Prentice-Hall International Umbara, Bandung. Laudon, lenvine Kenneth C., And Jane Price Laudon. _________________, 2001, Undang-Undang No. 25 2005. System Informasi Manajemen: tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra Mengelola Perusahaan Digital. Edisi 8. Umbara, Bandung. Penerbit Andi. Yogyakarta. Lovelock, Christoper, 1994, Product Plus, How _________________, 2001, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 1999 tentang Pengelolaan dan Product and Service Competitive Pertanggungjawaban Anggaran, Citra Umbara, Advantage, New York: Graw Hill, Inc. Bandung. Mangkunegara. A.P. 2002. Manajemen Sumber Daya _________________, 2001, Peraturan Pemerintah Perusahaan.ROSDA. Bandung. No. 108 tahun 1999 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, Citra Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Umbara, Bandung. Yogyakarta. Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Ross, JE, 1994, Total Quality Management: Text Cases and Readings, 2nd ed. Keuangan daerah, Andi, Yogyakarta. London: Kogan Page Limited. Moeljarto, 1987, sentralisasi focus masyrakat terhadap partispasi dalam perancangan tata Rubin, Irene, 1996, Budgetting for Accountability: Negara yang baik, Universitas Sumatra Utara. Municipal Budgeting for the 1990s, Jurnal Public Budgeting & Finance, Summer, hal. Monenir, 2002, factor factor yang mempengaruhi 112-132. pelayanan public di dalam peningkatan kualitas pelayanan pada pemda malang, Tesis Schwab and D. Kubler, Metropolitan Governance S2 Tidak di Publikasikan, Program Pasca and the “democratic deficit”: Theoretical Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Issues and Empirical Findings, Paper in Brawijaya Malang. Conference Area-based initiatives in contemporary urban policy, Copenhagen, May Ndraha, 1987, partispasi masyrakat di dalam 2001 pembangunan kepemerintahan yang baik, Universitas Pasundan Bandung. Setyawan, Dharma, 2004, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Djambatan. Nunnaly, Nobianca, 1967, Psycometric Theory, McGraw-Hill, New York. Siagian, 1985, hubungan partisipasi masyarakat terhadap kinerja anggota DPRD di kabupaten Nurcahyadi. 2006. Pengaruh Teknologi System malang. Tesis S2 Universitas Brawijaya. Informasi Terhadap Kinerja Individu Dengan 13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Singarimbun, Silalahi Masri, dan Sofyan Effendi, Triguno, 1997, Budaya Kerja Menciptakan 1985, Metode Penelitian Survey, Jakarta, Lingkungan yang Kondusif untik LP3ES. Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta,
Sjamsudin, Syamsiar, 2001, Hubungan Kualitas PT. Golden Terayon Press. Anggota DPRD terhadap Partisipasinya dalam Uma skaran, 2006, pengaruh partisipasi masyrakat Proses Kebijakan Daerah di Kabupaten terhadap kinerja oganisasi di pemda kota Malang, Laporan Penelitian dalam Jurnal malang, pasca sarjana S1 ilmu administrasi Ilmiah Sosial, Vol.13, No.2, Malang. Negara, universitas Brawijaya malang. Skelcher, Chris, 1992, Managing for Service Quality, Yudono, Bambang, 2002, Optimalisasi Peran DPRD London: Longman Group, dalam Penyelenggaraan Pemerintah dalam U.K.Lpd.
Surat Keputusan Mentri Negara, 2000, BUMN no 23/M PM/BUMN/2000.
menguji pengaruh pasrtisipasi masyrakat dan pelayanan publik terhadap kinerja oraganisasi dan dengan variable moderat GGG, http://www.bangda.depdagri.go.id./jurnal/jend ela/jendela 3.htm.
Suwanto, 1983, pengaruh partisipasi masyrakat terhadap kinerja organisasi pemerintah daerah, Program pasca sajana ilmu administrasi Yoeti, Oka, A., 2003, Customer Service Cara Efektif Memuaskan Pelanggan, Jakarta- Pradnya Negara, universitas gajah mada Yogyakarta. Paramita. Sutarnoto, Tejo, 2002, Pengaruh Kualitas SDM Aparatur terhadap Kinerja Pegawai, Tesis S2 Zeithaml, Valerie A., Parasuraman A., Berry Leonard L., 1990, Delivering Quality Service: Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana Balancing Costumer Perceptions and Ilmu Administrasi Negara, Universitas Expectation, New York, The Free Press A Brawijaya Malang. Division of Macmillan, Inc. Tjiptono, Fandy, 2002, Manajemen Jasa, Yogyakarta: Penerbit Andi.
14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
SKEMA PENJAMINAN DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM): STUDI KASUS DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Cici Widowati Program Studi Manajemen STIE Islam Bumiayu
[email protected] Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi skema penjaminan dan karakteristik penjamin dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebanyak 311 responden pelaku UMKM dan 131 responden lembaga keuangan yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes digunakan dalam penelitian ini. Para pelaku UMKM yang diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Pengambilan sampel dari masing-masing kecamatan dilakukan dengan metode purposive random sampling, sedangkan untuk pemilihan sampel pelaku UMKM, lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan dilakukan dengan metode convenience random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendanaan perlu melibatkan pemerintah pusat, lembaga keuangan formal (bank), dan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jadi, pemerintah pusat (melalui Kementerian Koperasi dan UKM) atau pun pihak swasta dapat menyalurkan dana pembiayaan bagi UMKM kepada lembaga keuangan formal yang sudah bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Lembaga keuangan formal tersebut dapat berupa bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank lainnya yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk menyalurkan berbagai skim pembiayaan UMKM. Penelitian ini menyarankan bahwa perlu adanya optimalisasi peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pembiayaan UMKM. Jika belum tersedia perusahaan/lembaga penjamin kredit di daerah maka di sinilah peran penting pemerintah pusat agar segera membuat peraturan dan membentuk perusahaan/lembaga penjamin kredit tersebut. Kata Kunci: UMKM, skema penjaminan kredit, lembaga penjamin kredit Keberadaan jumlah UMKM yang besar ini, dengan penyebaran hingga ke pelosok daerah, merupakan kekuatan ekonomi yang sesungguhnya dalam struktur pelaku ekonomi nasional. Di sisi lain, tantangan dan permasalahan UMKM di Indonesia semakin berat. Produk UMKM semakin terhimpit dengan masuk dan beredarnya produk impor ilegal, ditambah lagi dengan berkembangnya bisnis retail oleh usaha besar di masyarakat, maka lengkaplah sudah tekanan persaingan yang dialami oleh produk UMKM. Sementara itu, dalam rangka peningkatan kapasitas usaha, UMKM seringkali terbentur oleh produk jasa lembaga keuangan yang sebagian besar
PENDAHULUAN Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong proses pembangunan nasional. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, pada akhir tahun 2012, diketahui jumlah pelaku UMKM mencapai 56,5 juta unit atau sekitar 99,99% dari seluruh pelaku ekonomi nasional. Nilai tersebut tergolong sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah pelaku Usaha Besar yang hanya mencapai 4.968 unit usaha atau sekitar 0,01% dari seluruh pelaku ekonomi nasional. 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
berupa kredit modal kerja, bukan kredit investasi (dengan jangka waktu yang relatif lebih lama). Bunga pinjaman juga masih dianggap terlalu tinggi, dan persyaratan pinjaman juga tidak mudah dipenuhi, seperti persyaratan nilai jaminan yang jauh lebih tinggi dari nilai pinjaman meskipun usahanya layak. Dunia perbankan sebagai sumber pendanaan terbesar masih memandang bahwa UMKM merupakan jenis usaha yang mempunyai risiko tinggi (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2010). Ramdhansyah dan Silalahi (2013), menyebutkan bahwa salah satu faktor penghambat pemberdayaan UMKM adalah bahwa UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dari perbankan karena ketiadaan jaminan, prosedur kredit yang rumit, dan sikap kehati-hatian bank dalam memberikan kredit. Mereka juga menyebutkan bahwa berdasarkan pengaruh penghambat dan pendorong, serta persepsi UMKM, maka model pendanaan yang diinginkan UMKM adalah model pendanaan yang melibatkan penyandang dana, lembaga keuangan formal (bank), dan koordinator atau penjamin bagi UMKM. Namun, model pendanaan tersebut masih menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya karakteristik koordinator atau penjamin yang diinginkan oleh pelaku UMKM, dan apakah model tersebut benar-benar cukup efektif dalam pemberdayaan UMKM karena dalam penyaluran dana, lembaga keuangan hanya berhubungan dengan koordinator. Artinya, segala macam prosedur administrasi termasuk pengisian formulir penjaminan dana dilakukan oleh koordinator. Dari sisi lembaga keuangan, Zain et al. (2007) telah meneliti mengenai skema pembiayaan perbankan daerah menurut karakteristik UMKM pada sektor ekonomi unggulan di Sulawesi Selatan. Studi tersebut menjelaskan antara lain: (1) penyaluran kredit dari perbankan memberlakukan skim yang bersifat general terhadap UMKM, hal ini membuat pengusaha UMKM mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit perbankan karena alasan persyaratan jaminan; (2) akses perolehan permodalan oleh pengusaha UMKM pada umumnya terkendala pada lemahnya sistem administrasi keuangan usaha dan kurangnya jaminan yang bankable, daya saing usaha rendah,
dan lemahnya integrasi pembinaan UMKM; dan (3) proses pelayanan kredit oleh pihak perbankan di Sulawesi Selatan dilihat dari segi rata-rata waktu yang digunakan dalam pengurusan kredit tampak cukup baik, karena proses pengurusan kredit sampai pada pencairan kredit hanya memerlukan waktu yang relatif singkat. Susilo (2010) juga telah mengidentifikasi dan menganalisis peran perbankan dalam pembiayaan UMKM pada industri kecil di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa akses UMKM terhadap sumber pembiayaan perbankan perlu ditingkatkan, termasuk juga sumber-sumber pembiayaan lain non-perbankan seperti modal ventura dan lembaga penjamin kredit. Untuk itu, berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dan permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan sebuah kajian atau analisis tentang skema penjaminan pada pembiayaan UMKM. Penelitian ini dilakukan melalui studi kasus di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai subyek yang diteliti yaitu tentang skema penjaminan dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang mencakup 17 kecamatan, dengan menggunakan subyek penelitian yang terdiri dari para pelaku UMKM, lembaga keuangan, dan pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait. Para pelaku UMKM yang akan diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang akan diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Pengambilan sampel dari masing-masing kecamatan dilakukan dengan metode purposive random sampling, sedangkan untuk pemilihan sampel pelaku UMKM, lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan dilakukan dengan metode convenience random sampling. Purposive random sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan pertimbanganpertimbangan yang dibuat oleh peneliti, sedangkan convenience random sampling merupakan metode yang melakukan survey pada kelompok responden yang bersedia disurvey.
2.
3. 4. 5.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer, sebagai data utama, diperoleh melalui wawancara mendalam berdasarkan kuisioner yang sudah disiapkan. Proses wawancara akan dilakukan dengan sampel pelaku UMKM dan sampel lembaga keuangan serta instansi terkait lainnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan, serta dari pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait.
Melakukan survey terhadap para pelaku UMKM dan lembaga keuangan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang terpilih menjadi responden untuk mencari data dan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Melakukan wawancara mendalam terhadap sampel atau responden. Melakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait lainnya. Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, maka data akan disajikan dalam bentuk angka, tabel, gambar atau grafik sehingga dapat dianalisis secara deskriptif serta mampu menjelaskan skema penjaminan dan karakteristik penjamin dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
HASIL DAN ANALISIS Profil Responden Responden penelitian ini merupakan para pelaku UMKM dan lembaga keuangan yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes. Para pelaku UMKM yang diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Gambar 1 merupakan komposisi sampel responden UMKM di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes. Total sampel yang menjadi responden sebanyak 311 pelaku UMKM, dari jumlah populasi yang mencapai sebanyak 29.896 pelaku UMKM di Kabupaten Brebes (Lampiran 1). Jumlah sampel dari Kecamatan Salem merupakan jumlah terbesar yakni sebanyak 29 responden atau sebanyak 9,32% dari total sampel penelitian. Distribusi sampel dari masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptifkuantitatif. Data-data yang diperoleh akan diolah ke dalam bentuk angka, tabel, gambar atau grafik sehingga dapat dianalisis secara deskriptif serta mampu menjelaskan skema penjaminan dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pengumpulan data sekunder dari pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait, serta menyusun kuisioner dan melakukan uji coba kuisioner.
3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Kecamatan Banjarharjo Kecamatan Bantarkawung 6.43%
6.43%
5.47%
6.75%
Kecamatan Brebes
3.86% 7.72%
3.22% 3.22%
7.40%
Kecamatan Bulakamba Kecamatan Bumiayu Kecamatan Jatibarang
9.32%
Kecamatan Kersana 6.43% 5.47%
4.18% 6.75%
5.14%
6.43% 5.79%
Kecamatan Ketanggungan Kecamatan Larangan Kecamatan Losari Kecamatan Paguyangan Kecamatan Salem Kecamatan Sirampog
Gambar 1. Komposisi Sampel Responden UMKM Gambar 2 merupakan komposisi sampel responden lembaga keuangan (perbankan dan nonperbankan) di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes. Total sampel yang menjadi responden sebanyak 131 kantor lembaga keuangan, dari jumlah populasi yang mencapai sebanyak 308 kantor 4.26% 4.57%
(Lampiran 3). Jumlah sampel lembaga keuangan dari Kecamatan Brebes merupakan jumlah terbesar yakni sebanyak 31 responden atau sebanyak 23,60% dari total sampel penelitian. Distribusi sampel dari masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kecamatan Banjarharjo
8.38% 4.57%
1.52% 1.89% 2.37%
Kecamatan Bantarkawung
2.84%
Kecamatan Brebes Kecamatan Bulakamba
23.60%
Kecamatan Bumiayu Kecamatan Jatibarang
6.15%
Kecamatan Kersana
15.99%
1.52%
3.05%
3.81% 5.33%
Kecamatan Ketanggungan Kecamatan Larangan Kecamatan Losari
3.31% 6.85%
Kecamatan Paguyangan Kecamatan Salem
Gambar 2. Komposisi Sampel Responden Lembaga Keuangan
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Berdasarkan data yang diperoleh, responden pelaku UMKM berasal dari berbagai jenis usaha yang beragam. Jenis usaha responden pelaku UMKM terdiri dari usaha jasa (18 responden), dagang (99 responden), manufaktur (45 responden), pertanian (77 responden), peternakan (60 responden), dan lainnya (12 responden). Jenis usaha dagang merupakan jenis usaha responden UMKM yang paling banyak yang mencapai 31,83% dari total sampel UMKM (Lampiran 5). Dari keseluruhan responden pelaku UMKM, sebanyak 23,47% merupakan UMKM berskala mikro yang mempunyai omset/penjualan per hari sebesar < Rp 900 ribu, sebanyak 72,35% merupakan UMKM berskala kecil yang mempunyai omset/penjualan per hari sebesar Rp 900 ribu - < Rp 7,5 juta, dan sebanyak 4,18% merupakan UMKM berskala menengah yang
mempunyai omset/penjualan per hari sebesar Rp 7,5 juta - < Rp 150 juta. Gambar 3 menunjukkan komposisi sampel responden UMKM menurut skala usahanya. Kebanyakan responden UMKM tersebut merupakan usaha berbentuk perorangan (247 responden) dan selebihnya merupakan usaha berbentuk CV (64 responden). Selain itu, kebanyakan responden UMKM mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (sebanyak 84,24% dari total sampel responden UMKM), dan sisanya sebanyak 15,76% tidak mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (Lampiran 6). Namun, kebanyakan dari responden UMKM adalah bukan anggota koperasi (sebanyak 67,20% dari total sampel responden UMKM) (Lampiran 7).
4.18%
23.47% Mikro Kecil Menengah
72.35%
Gambar 3. Komposisi Sampel Responden UMKM Menurut Skala Usahanya Untuk sumber penambahan modal usaha, para pelaku UMKM di Kabupaten Brebes memanfaatkan pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan atau non-perbankan seperti koperasi, bank, dan lembaga keuangan bukan bank lainnya (selain koperasi). Para responden lembaga keuangan yang berhasil dihimpun berasal dari Bank Umum Konvensional (47 kantor), Bank Perkreditan Rakyat Konvensional (29 kantor), Koperasi Simpan Pinjam (52 kantor), dan Perusahaan Sewa Guna/Leasing (3 kantor). Koperasi Simpan Pinjam merupakan responden lembaga keuangan terbanyak yang mencapai 39,81% dari total sampel responden lembaga keuangan (Lampiran 8).
Skema Penjaminan dalam Pembiayaan UMKM Berdasarkan data yang diperoleh, untuk sumber penambahan modal usaha, para pelaku UMKM di Kabupaten Brebes memanfaatkan pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan maupun non-perbankan. Sebanyak 51,13% responden mendapatkan modal pinjaman dari bank, 33,12% dari koperasi, dan 15,76% dari lembaga keuangan bukan bank lainnya (selain koperasi) (Lampiran 9). Jika dilihat dari data tersebut, maka bank sebagai lembaga keuangan telah banyak berperan dalam perkembangan UMKM namun belum maksimal. Hal ini karena sebanyak 48,87% responden UMKM belum memanfaatkan jasa perbankan untuk sumber modal pinjaman. 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Hasil penelitian ini berbeda dengan Ramdhansyah dan Silalahi (2013) yang kebanyakan respondennya lebih mengandalkan pembiayaan non formal dibandingkan pembiayaan formal. Ramdhansyah dan Silalahi (2013), menyebutkan bahwa salah satu faktor penghambat pemberdayaan UMKM adalah bahwa UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dari perbankan karena ketiadaan jaminan, prosedur kredit yang rumit, dan sikap kehati-hatian bank dalam memberikan kredit. Mereka juga menyebutkan bahwa berdasarkan pengaruh penghambat dan pendorong, serta persepsi UMKM, maka model pendanaan yang diinginkan UMKM adalah model pendanaan yang melibatkan penyandang dana, lembaga keuangan formal (bank), dan koordinator atau penjamin bagi UMKM. Penelitian ini justru menunjukkan bahwa kebanyakan responden UMKM mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (sebanyak 84,24% dari total sampel responden UMKM), dan sisanya sebanyak 15,76% responden tidak mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (Lampiran 6). Namun, kebanyakan dari responden UMKM adalah bukan anggota koperasi (sebanyak 67,20% dari total sampel responden UMKM) (Lampiran 7). Hal ini menyebabkan bahwa kebanyakan responden UMKM lebih mengandalkan lembaga keuangan formal (bank) dibandingkan lembaga keuangan bukan bank. Dengan melihat kondisi tersebut, maka model pendanaan menurut Ramdhansyah dan Silalahi (2013) yang melibatkan penyandang dana, lembaga keuangan formal (bank), dan koordinator atau penjamin bagi UMKM patut dipertimbangkan kembali walaupun masih ada sebanyak 48,87% responden UMKM belum memanfaatkan jasa perbankan untuk sumber modal pinjaman. Koordinator atau penjamin bagi UMKM, menurut Ramdhansyah dan Silalahi (2013), tidak harus perorangan, tetapi dapat juga berbentuk badan, seperti koperasi atau bentuk lainnya. Dalam penyaluran dana, lembaga keuangan hanya berhubungan dengan koordinator. Jika UMKM
memerlukan tambahan modal, maka UMKM tersebut hanya menghubungi koordinator, dan koordinator yang akan menilai kelayakan UMKM tersebut untuk mendapatkan kredit. Serupa dengan Ramdhansyah dan Silalahi (2013), Winarni dalam Hadiwidjaja dan Mulyana (2012) juga menjelaskan bahwa bank dan perusahaan penjamin dapat membuat suatu perjanjian kerjasama penjaminan kredit. Skema ini memberi keuntungan bagi UMKM yang membutuhkan tambahan modal dari perbankan. UMKM mengajukan penjaminan kepada perusahaan penjamin dan mengajukan kredit kepada bank. Apabila hasil analisis kelayakan usaha dinyatakan layak (feasible) oleh perusahaan penjamin namun tidak layak dari sudut perbankan karena dianggap ketidakcukupan agunan (tidak bankable), maka bank mengajukan penjaminan kepada perusahaan penjamin. Dari data yang diperoleh mengenai penjamin kredit usaha menurut perspektif UMKM, sebanyak 37,62% dari total responden memilih bahwa pihak yang seharusnya melakukan penjaminan dan menilai kelayakan atas kredit usaha mereka adalah pemerintah/BUMN, 32,80% memilih koperasi, dan sisanya sebanyak 29,58% memilih perusahaan swasta (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku UMKM menginginkan adanya peran pemerintah/BUMN sebagai penjamin kredit dalam pembiayaan UMKM. Tentunya, pemerintah/BUMN dalam hal ini menunjuk kepada perusahaan penjamin milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jadi, pemerintah pusat (melalui Kementerian Koperasi dan UKM) atau pun pihak swasta dapat menyalurkan dana pembiayaan bagi UMKM kepada lembaga keuangan formal yang sudah bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Lembaga keuangan formal tersebut dapat berupa bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank lainnya yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk menyalurkan berbagai skim pembiayaan UMKM. Gambar 4 menggambarkan skema penjaminan tersebut.
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Gambar 4. Skema Penjaminan dalam Pembiayaan UMKM Lembaga Penjamin Kredit dalam Pembiayaan UMKM Peran perusahaan/lembaga penjamin kredit bagi UMKM sangatlah penting karena perusahaan/lembaga tersebut merupakan usaha jasa yang menutup sebagian dari potensi kerugian kepada yang meminjamkan atas suatu pinjaman bilamana pinjaman tersebut tidak dibayar penuh. Di Indonesia, penjaminan kredit sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Indonesia memiliki perusahaan penjaminan berstatus BUMN yaitu Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo). Namun, keberadaan Perum Jamkrindo tersebut belum cukup maksimal dalam pengembangan UMKM. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya UMKM di Kabupaten Brebes yang belum mendapatkan akses pembiayaan dari lembaga keuangan (bank), sebanyak 48,87% responden UMKM belum memanfaatkan jasa perbankan untuk sumber modal pinjaman. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan kepada UMKM, lembaga keuangan bank maupun non-bank dengan ketat mempersyaratkan kriteria 5C (Character, Capital, Collateral, Capacity of Repayment, dan Condition of Economic). Susilo (2010) menjelaskan bahwa kelemahan UMKM dalam aspek character ditandai dengan (a) belum baiknya sistem administrasi dalam usaha, khususnya administrasi keuangan, (b) rendahnya kualitas sumber daya manusia, (c) ketidakpastian ketersediaan bahan baku, dan (d) peralatan produksi yang sederhana sehingga produktivitasnya rendah. Kelemahan UMKM dalam aspek capital ditandai dengan (a) kecilnya rata-rata kepemilikan asset, (b) terbatasnya rata-
7
rata kepemilikan modal, (c) perkembangan dari kedua aspek tersebut sangat rendah, karena rendahnya tabungan akibat kecilnya laba bersih yang diperoleh. Kelemahan UMKM dalam aspek collateral ditandai dengan kemampuan memberikan agunan rendah karena terbatasnya asset berharga dan kurangnya legalitas asset yang dimiliki UMKM. Dalam aspek capacity of repayment, UMKM umumnya merupakan usaha keluarga dan cenderung memisahkan antara administrasi keuangan perusahaan dan keuangan keluarga. Kondisi ini mempersulit lembaga keuangan untuk mengetahui kemampuan membayar UMKM. Dalam aspek condition of economic, lembaga keuangan akan cenderung menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit usaha khususnya kredit bagi usaha yang mempunyai risiko tinggi. Berkaitan dengan aspek capital dan collateral, masih banyak UMKM di Kabupaten Brebes yang tidak bisa memenuhi aspek tersebut karena sebanyak 15,76% responden tidak mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (Lampiran 6). Aspek capital dan collateral seharusnya lebih diperlonggar, karena banyak UMKM yang menginginkan tidak adanya agunan dalam proses pengajuan kredit dan penjaminan kredit, kecilnya nilai penjaminan, dan tidak adanya imbal jasa penjaminan. Sebanyak 43,41% responden memilih tidak adanya agunan dalam pinjaman kredit kepada lembaga keuangan (Lampiran 11), 76,53% responden memilih bahwa nilai penjaminan harus kurang dari Rp 100 juta (Lampiran 12), dan 93,25% responden memilih
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
agar tidak adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit (Lampiran 13). Namun, hal ini sangat bertolak belakang jika dilihat dari perspektif lembaga keuangan, bahwa rata-rata lembaga keuangan mempersyaratkan adanya agunan pinjaman (Lampiran 14), besarnya nilai penjaminan (Lampiran 15), dan adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit (Lampiran 16).
pemerintah/BUMN sebagai penjamin kredit dalam pembiayaan UMKM. Tentunya, pemerintah/BUMN dalam hal ini menunjuk kepada perusahaan penjamin milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Dengan melihat kondisi tersebut, maka model pendanaan perlu melibatkan pemerintah pusat, lembaga keuangan formal (bank), dan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jadi, pemerintah pusat (melalui Kementerian Koperasi dan UKM) atau pun pihak swasta dapat menyalurkan dana pembiayaan bagi UMKM kepada lembaga keuangan formal yang sudah bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Lembaga keuangan formal tersebut dapat berupa bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank lainnya yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk menyalurkan berbagai skim pembiayaan UMKM. Dalam hal penjaminan kredit usaha, banyak responden UMKM yang menginginkan tidak adanya agunan dalam proses pengajuan kredit, kecilnya nilai penjaminan, dan tidak adanya imbal jasa penjaminan. Sebanyak 43,41% responden memilih tidak adanya agunan dalam pinjaman kredit kepada lembaga keuangan, 76,53% responden memilih bahwa nilai penjaminan harus kurang dari Rp 100 juta, dan 93,25% responden memilih agar tidak adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit. Namun, hal ini sangat bertolak belakang jika dilihat dari perspektif lembaga keuangan, bahwa rata-rata lembaga keuangan mempersyaratkan adanya agunan pinjaman, besarnya nilai penjaminan, dan adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi skema penjaminan dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebanyak 311 responden pelaku UMKM dan 131 responden lembaga keuangan yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes digunakan dalam penelitian ini. Para pelaku UMKM yang diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Berdasarkan data yang diperoleh, untuk sumber penambahan modal usaha, sebanyak 51,13% responden UMKM mendapatkan modal pinjaman dari bank, 33,12% dari koperasi, dan 15,76% dari lembaga keuangan bukan bank lainnya (selain koperasi). Selain itu, ternyata sebanyak 67,20% responden UMKM adalah bukan anggota koperasi. Hal ini menyebabkan bahwa kebanyakan responden UMKM lebih mengandalkan lembaga keuangan formal (bank) dibandingkan lembaga keuangan bukan bank. Dari data yang diperoleh mengenai penjamin kredit usaha menurut perspektif UMKM, sebanyak 37,62% dari total responden memilih bahwa pihak yang seharusnya melakukan penjaminan dan menilai kelayakan atas kredit usaha mereka adalah pemerintah/BUMN, 32,80% memilih koperasi, dan sisanya sebanyak 29,58% memilih perusahaan swasta. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku UMKM menginginkan adanya peran
Saran Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlunya optimalisasi peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pembiayaan UMKM. Model pendanaan yang diterapkan di daerah perlu melibatkan pemerintah pusat, lembaga keuangan formal 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
(bank), dan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jika belum tersedia perusahaan/lembaga penjamin kredit di daerah maka di sinilah peran penting pemerintah pusat agar segera membuat peraturan dan membentuk perusahaan/lembaga penjamin kredit tersebut, dimana perusahaan/lembaga tersebut nantinya dapat menjembatani antara lembaga keuangan formal dengan UMKM, agar UMKM memperoleh kemudahan akses pembiayaan, terutama UMKM yang tidak bankable karena ketiadaan agunan pinjaman.
__________. (2013). Kecamatan Sirampog Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Songgom Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Tanjung Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Tonjong Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Wanasari Dalam Angka. Brebes. Hadiwidjaja, R. D., & Mulyana, A. (2012). The role of financial institutions in the development of micro small and medium enterprises (SMEs). Journal & Proceeding Fakultas Ekonomi, Universitas Jenderal Soedirman, 2 (1). Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3 (4), 305-360. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2008). UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008. Jakarta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. (2010). Statistik UMKM Tahun 20102011. Jakarta Ramdhansyah, & Silalahi, S. A. (2013). Pengembangan model pendanaan UMKM berdasarkan persepsi UMKM. Jurnal Keuangan dan Bisnis, 5 (1), 3040. Susilo, S. Y. (2010). Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Provinsi DIY. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 14 (3), 467-478. Zain, M. Y., Fattah, S., Djauhariah, L., Siawadharma, B., Mustari, B., & Tadjibu, M. J. (2007). Skema pembiayaan perbankan daerah menurut karakteristik UMKM pada sektor ekonomi unggulan di Sulawesi Selatan. November 16, 2013. http://www.bi.go.id
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D., & Nasution, S. H. (2013). Peranan kredit usaha rakyat (KUR) bagi pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi kasus Bank BRI). Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 1 (3), 105116. Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes. (2013). Kecamatan Banjarharjo Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Bantarkawung Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Brebes Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Bulakamba Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Bumiayu Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Jatibarang Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Kersana Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Ketanggungan Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Larangan Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Losari Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Paguyangan Dalam Angka. Brebes. __________. (2013). Kecamatan Salem Dalam Angka. Brebes. 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 1. Jumlah Populasi UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Populasi UMKM 1 Kecamatan Banjarharjo 3,978 2 Kecamatan Bantarkawung 1,033 3 Kecamatan Brebes 2,099 4 Kecamatan Bulakamba 1,894 5 Kecamatan Bumiayu 1,628 6 Kecamatan Jatibarang 1,356 7 Kecamatan Kersana 1,287 8 Kecamatan Ketanggungan 1,410 9 Kecamatan Larangan 3,480 10 Kecamatan Losari 1,659 11 Kecamatan Paguyangan 1,059 12 Kecamatan Salem 3,288 13 Kecamatan Sirampog 602 14 Kecamatan Songgom 605 15 Kecamatan Tanjung 1,602 16 Kecamatan Tonjong 1,592 17 Kecamatan Wanasari 1,324 Total Populasi 29,896 Sumber: BPS Kabupaten Brebes Tahun 2013 (Diolah) Lampiran 2. Jumlah Responden UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Responden UMKM 1 Kecamatan Banjarharjo 21 2 Kecamatan Bantarkawung 12 3 Kecamatan Brebes 24 4 Kecamatan Bulakamba 23 5 Kecamatan Bumiayu 20 6 Kecamatan Jatibarang 17 7 Kecamatan Kersana 16 8 Kecamatan Ketanggungan 18 9 Kecamatan Larangan 20 10 Kecamatan Losari 21 11 Kecamatan Paguyangan 13 12 Kecamatan Salem 29 13 Kecamatan Sirampog 10 14 Kecamatan Songgom 10 15 Kecamatan Tanjung 20 16 Kecamatan Tonjong 20 17 Kecamatan Wanasari 17 Total Responden 311 Sumber: Data Primer
10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 3. Jumlah Populasi Lembaga Keuangan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Populasi Lembaga Keuangan 1 Kecamatan Banjarharjo 15 2 Kecamatan Bantarkawung 7 3 Kecamatan Brebes 64 4 Kecamatan Bulakamba 15 5 Kecamatan Bumiayu 42 6 Kecamatan Jatibarang 24 7 Kecamatan Kersana 8 8 Kecamatan Ketanggungan 22 9 Kecamatan Larangan 12 10 Kecamatan Losari 12 11 Kecamatan Paguyangan 14 12 Kecamatan Salem 6 13 Kecamatan Sirampog 4 14 Kecamatan Songgom 6 15 Kecamatan Tanjung 20 16 Kecamatan Tonjong 10 17 Kecamatan Wanasari 28 Total Populasi 308 Sumber: BPS Kabupaten Brebes Tahun 2013 (Diolah) Lampiran 4. Jumlah Responden Lembaga Keuangan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Responden Lembaga Keuangan 1 Kecamatan Banjarharjo 6 2 Kecamatan Bantarkawung 4 3 Kecamatan Brebes 31 4 Kecamatan Bulakamba 4 5 Kecamatan Bumiayu 21 6 Kecamatan Jatibarang 9 7 Kecamatan Kersana 4 8 Kecamatan Ketanggungan 7 9 Kecamatan Larangan 5 10 Kecamatan Losari 2 11 Kecamatan Paguyangan 8 12 Kecamatan Salem 3 13 Kecamatan Sirampog 2 14 Kecamatan Songgom 2 15 Kecamatan Tanjung 6 16 Kecamatan Tonjong 6 17 Kecamatan Wanasari 11 Total Responden 131 Sumber: Data Primer
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 5. Jenis Usaha Responden UMKM
3.86%
5.79%
19.29% 31.83%
Jasa Dagang Manufaktur Pertanian Peternakan
24.76%
Lainnya 14.47%
Lampiran 6. Kepemilikan Asset Oleh UMKM yang Digunakan Sebagai Jaminan
15.76%
Memiliki Asset Tidak Memiliki Asset
84.24%
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 7. Keanggotaan Responden UMKM dalam Koperasi
32.80%
Anggota Koperasi Bukan Anggota Koperasi 67.20%
Lampiran 8. Jenis Perusahaan Lembaga Keuangan Bank Umum Konvensional 0.00% 0.00%
2.01%
Bank Umum Syariah Bank Perkreditan Rakyat Konvensional
35.98%
39.81%
Bank Perkreditan Rakyat Syariah Perusahaan Asuransi 22.20% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00%
Perusahaan Dana Pensiun Koperasi Simpan Pinjam Perusahaan Anjak Piutang
13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 9. Sumber Modal Pinjaman Responden UMKM
15.76%
Bank
0.00%
Koperasi 51.13% 33.12%
Lembaga Keuangan Bukan Bank (Selain Koperasi) Pinjaman Perorangan, Keluarga/Family , dan Pihak Lainnya
Lampiran 10. Penjamin Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif UMKM
0.00%
0.00%
32.80%
37.62%
Perorangan Pemerintah/BUMN Perusahaan Swasta Koperasi
29.58%
Lainnya
14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 11. Agunan Pinjaman Berdasarkan Perspektif UMKM
Uang
2.57%
Sertifikat Tanah
23.79%
43.41%
Sertifikat Bangunan Surat-Surat Kendaraan Bermotor
30.23%
Lainnya 0.00%
0.00%
Tanpa Agunan
Lampiran 12. Nilai Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif UMKM
0.00% 23.47%
< 100 Juta Rupiah 100 - 500 Juta Rupiah > 500 Juta Rupiah 76.53%
15
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 13. Imbal Jasa Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif UMKM
6.75%
Ada Imbal Jasa Tidak Ada Imbal Jasa
93.25%
Lampiran 14. Agunan Pinjaman Berdasarkan Perspektif Lembaga Keuangan
0.00% 12.98%
0.00%
Uang
8.40%
Sertifikat Tanah Sertifikat Bangunan
33.59%
45.04%
Surat-Surat Kendaraan Bermotor Lainnya Tanpa Agunan
16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran 15. Nilai Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif Lembaga Keuangan
6.87% 35.88% < 100 Juta Rupiah 100 - 500 Juta Rupiah > 500 Juta Rupiah 57.25%
Lampiran 16. Imbal Jasa Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif Lembaga Keuangan
43.51% Ada Imbal Jasa Tidak Ada Imbal Jasa
56.49%
17
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
POTENSI UMKM KREATIF MENUJU PEMBENTUKAN DAN PENGUATAN KLUSTER MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (Analisis Diamond Model)
Darwanto Susilo Toto Raharjo Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang
[email protected] Abstrak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kreatif memilliki potensi baik dari sudut pandang output yang dihasilkan maupun potensi Sumber Daya Manusianya. Menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sudah waktunya bagi pelaku UMKM Kreatif untuk memanfaatkan peluang ekonomi regional Asia Tenggara melalui pembenahan permasalahan klasik UMKM, serta memaksimalkan keunggulannya. Permasalahan klasik yang dihadapi UMKM meliputi lemahnya jaringan pemasaran, sulitnya akses permodalan, perizinan, rendahnya kemampuan SDM, permasalahan teknologi produksi, quality control, serta manajemen bisnis. UMKM kreatif cocok dirintis menuju kluster disebabkan output yang dihasilkan memiliki karakteristik khas, berbeda dengan UMKM lainnya. Penelitian ini menggunakan studi kasus UMKM Tenun Ikat Troso dan Batik Pekalongan. Penelitian ini bertujuan mengetahui strategi UMKM kreatif melalui identifikasi kelemahan dan keunggulan serta peluang dan ancaman yang dihadapi UMKM Kreatif (Metode SWOT). Selanjutnya, mengetahui kelayakan UKM Kreatif untuk berkembang menjadi kluster melalui identifikasi 4 komponen kluster (Porter’s Diamond Model) yaitu faktor input, permintaan, industri pendukung, dan strategi baik oleh perusahaan maupun pesaing. Hasil penelitian ini yaitu pembenahan masalah klasik dalam UMKM kreatif bagi UMKM Batik Pekalongan dinilai sudah layak untuk menuju kluster. Sedangkan Tenun Troso masih terhambat permasalahan kelembagaan dan perlunya perbaikan masalah klasik UMKM. Kata kunci: UMKM Kreatif, SWOT, Porter’s Diamond Model, Kluster Menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sudah waktunya bagi pelaku UMKM Kreatif untuk memanfaatkan peluang ekonomi regional Asia Tenggara melalui pembenahan permasalahan klasik UMKM, serta memaksimalkan keunggulannya. Permasalahan klasik yang dihadapi UMKM meliputi lemahnya jaringan pemasaran, sulitnya akses permodalan, perizinan, rendahnya kemampuan SDM, permasalahan teknologi produksi, quality control, serta manajemen bisnis. Penjelasan Muhandri (2006) dalam makalah yang dipublikasikan Kumorotomo (2008) jelas menegaskan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan UMKM berkaitan dengan permasalahan klasik UMKM yang tak kunjung usai. Pada sisi internalnya, faktor modal, tenaga kerja, dan teknologi peralatan menempati
PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kreatif memilliki potensi baik dari sudut pandang output yang dihasilkan maupun potensi Sumber Daya Manusianya. Produk UMKM Kreatif merupakan hasil daya cipta pelaku usaha dengan memanfaatkan ide dan inovasinya, menghasilkan output yang memiliki nilai cirikhas yang berbeda dengan output UMKM lainnya. Potensi SDM tercermin jelas dalam UKM ini sebab skill SDM adalah aktor utama yang membentuk nilai kreativitas output itu sendiri. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hadiyati (2011) bahwa kreativitas dan inovasi berpengaruh secara simultan terhadap kewirausahaan dengan variabel inovasi memiliki pengaruh lebih besar terhadap kewirausahaan. 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
peringkat tiga besar yang paling berpengaruh. Sedangkan faktor eksternal ketersediaan bahan baku menurut Muhandri adalah faktor yang paling berpengaruh. Untuk menjaga kestabilan faktor eksternal tentunya juga diperlukan pembanguna relasi bisnis yang baik dengan industri pendukung terutama penyedia bahan baku.
tumbuhnya perekonomian kreatif. Menurut Depdagri (2008) ekonomi kreatif pada dasarnya ialah wujud upaya pembangunan berkelanjutan melalui kreativitas, yang memiliki iklim perekonomian berdaya saing dan memiliki cukup sumberdaya terbarukan. Melihat potensi keduanya yang banyak menyerap tenaga kerja serta permintaannya yang terus meningkat hingga memberi dampak positif pada perekonomian regionalnya, maka penelitian ini berusaha mengkaji kedua UMKM kreatif tersebut apakah layak menuju rintisan kluster. Komponen utama yang diidentifikasi ialah keterkaitan UMKM ini akan kesediaan bahan bakunya, proses produksinya, pemasaran, serta kelembagaan di dalamnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan UMKM
Peringkat 1 2 3
Modal
Internal
4 5
Tenaga kerja Teknologi dan peralatan Pemasaran Inovasi
6
Manajemen Usaha
Eksternal Ketersediaan bahan baku Kondisi ekonomi Kemanan Sarana dan prasarana Kondisi sosial ekonomi Fasilitas ekonomi
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui strategi UMKM kreatif melalui identifikasi kelemahan dan keunggulan serta peluang dan ancaman yang dihadapi UMKM Kreatif (Metode SWOT). Selanjutnya, mengetahui kelayakan UKM Kreatif untuk berkembang menjadi kluster.
Sumber: Muhandri (2006) dalam (Kumorotomo, 2008)
Berbeda dengan Setiarso (2006) yang mengamati kemampuan UMKM di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor daya saing. Menyadari akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu perubahan paradigma dari semula mengandalkan pada resources-based competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness dapat berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Secara kongkrit, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki empat komponen penting, yakni perangkat teknis (technoware), perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (infoware), dan perangkat organisasi (orgaware). Studi kasus dalam penelitian ini ialah UMKM Kreatif pada sektor produksi tekstil meliputi Sentra Tenun Ikat Troso di Jepara dan Batik Pekalongan. Keduanya memproduksi output setengah jadi berupa kain bermotif sesuai cirikhasnya. Kerajinan tergolong bentuk industri kreatif. Pembangunan UMKM kreatif mendorong
Tinjauan Pustaka Porter (1990) menyatakan interaksi dinamis yang terjadi dalam kluster mendorong terciptanya keunggulan kompetitif pada kluster industri. Menurut Porter, keunggulan kompetitif dimanifestasikan sebagai harga yang lebih murah daripada para pesaing atau kemampuan mendiferensiasikan produk dan mencapai keuntungan yang melampaui biaya ekstra dalam mendiferensiasikan produk tersebut. Keunggulan kompetitif dapat tercapai karena adanya efektifitas operasional yang berbeda, tetapi keunggulan yang berkesinambungan datang dari dimilikinya posisi kompetitif yang khusus dan unik.
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Gambar Porter’s Diamond Model Peluang/ Kesempatan
Strategi Perusahaan dan Pesaing
Kondisi Permintaan
Faktor Kondisi
Industri pendukung dan terkait
Pemerintah
Ilustrasi penulis berdasarkan Diamond Model oleh Porter dalam Rahmana dkk. (2012) Aktivitas dasar yang merupakan landasan dari keunggulan kompetitif meliputi efektifitas operasional dan strategi yang digunakanUntuk menuju rintisan kluster, UMKM harus memiliki kekuatan pada 4 komponennya. Dalam teorinya (Porter, 1998) dilengkapi pendapat Rahmana dkk. (2012), identifikasi komponen berdasarkan Porter’s Diamond Model tersebut meliputi: 1. Faktor input meliputi sumberdaya yang sudah ada di dalam kluster seperti sumberdaya manusia, sumberdaya modal, infrastruktur fisik dan informasi, serta infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Permintaan yaitu kondisi permintaan berkaitan dengan kualitas produk dan pelanggan lokal. 3. Industri pendukung dan industri terkait agar tercapai efisiensi kluster, yaitu efisiensi dalam biaya transaksi, sharing teknologi, dan informasi tertentu. 4. Strategi bersaing perusahaan dan pesaing. Tujuannya agar perusahaan terdorong untuk meningkatkan kualitas dan inovasi produk.
Penelitian mengenai pola keterkaitan klaster industri tenun Troso, pernah dilaksanakan oleh Purwanti (2011) bahwa kendala pengembangan kluster pada tenun ikat Troso karena pemahaman yang berbeda antar pengusaha akan fungdi klaster untuk mengembangjan aktivitas dan keterkaitan aktivitas.tenun ikat Troso masih berada pada tahap tipologi kluster dengan pengembangan orientasi pasar lokal. Keterkaitan kluster yang diteliti oleh Prwanti juga dijelaskan oleh Mulyati (2010), UKM jaket kulit yang berkembang dan memiliki nilai ekonomi potensial ternyata memiliki keterkaitan ke depan (forward linkages) dan keterkaitan ke belakang (backward linkages). Keterkaitan ini dapat menumbuhkembangkan industri pendukung lainnya. Jadi, hal ini sesuai dengan pemikiran porter pada model berlian nya, bahwa industri pendukung mempengaruhi kluster. Untuk menghadapi pesaing-pesaing dengan perusahaan skala besar, UMKM perlu mendapat perhatian besar dan komitmen dari pemerintah dalam hal mendukung daya saingnya. Responsivitas Pemerintah Daerah sangat
3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menentukan keberhasilan fasilitasi dan pemberdayaan koperasi dan UMKM melalui alokasi anggarannya. Namun, upaya ini sering menemui kendala konflik kepentingan para stakeholders akan penentuan prioritas pembangunan daerah. Perlu ada satu satuan teknis khusus dalam pemerintah daerah yang menangani masalah koperasi dan UMKM. Apabila koperasi dan UMKM sudah mandiri dan tidak tergantung pada fasilitasi Pemda, Dinas koperasi dan UMKM dapat melakukan exit strategy (Kumorotomo, 2008). Kehadiran atau penguatan kelembagaan juga akan memberdayakan UMKM, khususnya usaha mikro (Darwanto, 2011). Selain kelembagaan yang dapat membantu akses permodalan, akses teknologi informasi, akses pasar internasional, UMKM juga perlu membentuk kluster untuk memperkuat UMKM. Kluster akan mampu mengintegrasikan UMKM dengan sektor usaha yang sama pada lokasi yang sama sehingga menciptakan efisiensi biaya, meningkatkan daya tawar, dan berdampak bagi pengembangan ekonomi wilayah.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi mengenai kondisi lapangan baik Tenun Ikat Troso maupun Batik Pekalongan, keduanya memiliki potensi menuju rintisan kluster. Kedua produk ini memiliki nilai ekonomi cukup tinggi dengan basis UMKM kreatif. Melihat banyaknya dukungan dari stakeholders serta permintaan yang cukup tinggi, tidak mengherankan jika ke depannya kedua produk ini memiliki sustainable market. Batik umumnya dipakai sebagai pakaian untuk menghadiri acara resmi. Demikian juga produk tenun, akhir-akhir ini mulai digunakan sebagai pakaian dalam kegiatan formal. Namun, keduanya tidak dapat bersubtitusi sempurna. Dengan melihat unsur kreatif (seni) di dalam produk, maka setiap konsumen memiliki penilaian subyektif atas produk yang mengutamakan keindahan motif. Produk tekstil dengan menganut kearifan lokal adalah hasil karya seni masyarakat. Produk batik dan tenun, keduanya memiliki nilai sejarah sendiri yang melekat pada produk tersebut. Metode produksi yang masih tradisional membuat hasil akhir produk unik, berbeda jika dikerjakan menggunakan mesin produksi. Bagi konsumen yang telah memahami nilai seni produk ini, meskipun harga kedua produk ini cukup mahal, maka tidak akan keberatan karena sesuai dengan nilai seni intrinsiknya. UMKM kreatif produk tekstil memberi beberapa manfaat positif bagi pembangunan regional. Pertama, menjadi icon produk bagi wilayahnya. Kedua, menyerap tenaga kerja di wilayah sekitarnya. Pengerjaan lebih utama secara tradisional berarti penggunaan faktor produksi tenaga kerja lebih berpengaruh dibandingkan penggunaan mesin. Dengan kata lain, pembangunan UMKM kreatif memberdayakan masyarakat sekitarnya. Ketiga, produk tekstil dengan output berupa kain motif ialah produk setengah jadi. UMKM ini terintegrasi dengan UKM jasa atau retailer yang mengolah kain menjadi produk jadi, dengan macam diferensiasi produk. Keempat, berpeluang menjadi desa wisata.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan pengumpulan data melalui teknik studi pustaka, observasi, dan wawancara. Permasalahan dikaji dengan pendekatan analisis SWOT dan Porter’s Diamond Model. Keduanya digunakan untuk menganalisis daya saing UMKM menuju rintisan kluster melalui identifikasi komponen-komponennya. Analisis SWOT melakukan identifikasi pada komponen Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT). Keempat komponen ini terbagi dalam dua kelompok identifikasi, yaitu identifikasi kondisi internal meliputi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), serta identifikasi kondisi eksternal yaitu peluang (opportunities) dan ancaman (threaths). Hasil analisis SWOT kemudian menjadi acuan untuk identifikasi komponen kluster dalam empat kriteria. Kriteria tersebut meliputi faktor input, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta strategi perusahaan dan pesaing.
Analisis SWOT Untuk mengetahui potensi UMKM kreatif menuju rintisan kluster, maka diperlukan penilaian beberapa komponen UMKM baik secara internal 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
maupun pengaruh eksternal untuk menganalisis daya saingnya. Lebih lagi, menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN, produk ini berpeluang merambah pasar regional ASEAN. Nilai kearifan lokal justru menjadi daya tarik dalam
pemasarannya, sebab tidak dapat ditiru oleh negara lain. Berikut identifikasi SWOT terhadap UMKM kreatif Tenun Ikat Troso dan Batik Pekalongan.
Tabel SWOT Tenun Ikat Troso
POSITIF Kekuatan (Strengths) I N T E R N A L
1. 2.
NEGATIF Kelemahan (Weaknesses)
Menyerap tenaga kerja Troso dan sekitarnya Memiliki daya jual “nilai seni” tinggi sebab masih menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
1. 2.
3. 4. 5.
E K S T E R N A L
Peluang (Opportunities) 1. 2.
Penggunaan ATBM menyebabkan produksi kain tenun lebih lama Pengusaha hanya memproduksi sesuai permintaan, sedangkan pelabelan kebanyakan menggunakan perusahaan kedua (perusahaan pembeli) Permintaan kain tenun tinggi, namun kekurangan tenaga kerja Asosiasi tenun/koperasi tenun kurang diminati. Adanya rantai distribusi impor bahan baku yang sulit diputus Ancaman (Threaths)
Dukungan infrastruktur jalan utama, arus kendaraan, dan banyaknya tempat wisata di Jepara Pengembangan menjadi kluster
1. 2. 3.
Persaingan dengan sesama pengusaha tenun Belum ada paten Ketersediaan bahan baku tidak stabil, kadang terjadi kenaikan harga mendadak
2. Memiliki daya jual “nilai seni” tinggi sebab masih menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Pengerjaan tenun masih bersifat tradisional. Hal inilah yang menyebabkan nilai seni eksklusif dari Tenun Troso. Jenis kain yang dihasilkan ialah kain tenun polos, tenun ikat, tenun songket, dan kombinasi (kain tenun dipadukan dengan songket). Pelaku usaha lebih memilih pengerjaan tenun menggunakan ATBM sebab kualitas output jauh lebih bagus dibandingkan menggunakan mesin. Kelemahan Pertama, Penggunaan ATBM menyebabkan produksi kain tenun lebih lama. Subtitusi ATBM dengan mesin hanya mungkin dilakukan untuk pengerjaan kain polos yang tidak mengutamakan nilai seni motif. Peningkatan jumlah output hanya dapat dicapai dengan
Kekuatan 1. Menyerap tenaga kerja Troso dan sekitarnya. UMKM Tenun Ikat Troso banyak menyerap tenaga kerja lokal maupun luar daerah. Sesuai dengan teori Neoklasik bahwa, permintaan tenaga kerja merupakan turunan dari permintaan barang sehingga semakin tinggi permintaan tenun maka permintaan tenaga kerja tenun juga meningkat. Kekurangan tenaga kerja ini akan dipenuhi oleh subsidi tenaga kerja dari daerah sekitar Troso. Keterampilan menenun menjadi kriteria utama bagi karyawan tenun ikat, sehingga skills lebih diutamakan dibanding pendidikan. Namun, pelaku usaha tetap berusaha menyerap tenaga kerja dari lulusan sekolah setempat. Tujuannya tidak lain agar generasi muda tetap berpartisipasi membangun wilayahnya. 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
penambahan tanaga kerja terampil. Kedua, penurunan supply bahan baku, produksi tenun Pengusaha hanya memproduksi sesuai permintaan, sedikit mengendur sedangkan pelabelan kebanyakan menggunakan perusahaan kedua (perusahaan pembeli). Sebagian Peluang besar pelaku usaha menjual produk setengah jadi Melihat banyaknya dampak positif bagi berupa kain tenun ikat tanpa merek. Kain ekonomi regional, Tenun Troso berpeluang disalurkan kepada perusahaan kedua untuk dijual menjadi rintisan kluster. Hambatan utama yang langsung maupun diproses menjadi berbagai jenis perlu diperbaiaki dengan memperbaiki rantai produk dengan label perusahaan kedua. Ketiga, distribusi impor bahan baku. Untuk permasalahan Permintaan kain tenun tinggi, namun kekurangan akses jalan, Jepara ialah jalur buntu yang tenaga kerja. Penambahan tenaga kerja dengan berdekatan denganjalur pantura. Permasalahan ini subsidi dari daerah lain. Umumnya kain tenun membuat kain tenun ikat harus dipasarkan di dibawa pulang pekerja yang kebanyakan ibu rumah daerah lain di luar troso terutama di daerah wisata tangga dengan sistem borongan (dikerjakan dengan akses jalan yang nyaman bagi wisatawan. sebanyak-banyaknya kemudian disetor ke pemilik). Keempat, terdapat Asosiasi tenun/koperasi tenun Ancaman (Paguyuban Tenun Ikat Troso) tetapi kurang Tenun Ikat Troso menghadapi tiga diminati. Usaha home industry tenun tentunya ancaman. Pertama, persaingan dengan sesama memberi ketidakpastian penghasilan, nilai pengusaha tenun, utamanya pada strategi kualitas uncertainty nya tergantung permintaan pasar kain, motif, dan strategi pewarnaan. Pengusaha dan kesesuaian produk dalam mengikuti tren. yang menguasai desain sesuai tren, maka Koperasi akan terasa manfaatnya ketika usaha menguasai pasar. Kedua, belum ada paten mengalami kendala-kendala seperti susahnya menyebabkan Tenun Ikat Troso kurang dikenal pasokan bahan baku dan kendala sebagai produk hasil Troso, melainkan hasil daerah pemasaran.Kelima, Adanya rantai distribusi impor lain. Hal ini juga merupakan efek dari pelabelan bahan baku yang sulit diputus. Pelaku usaha harus perusahaan kedua. Ketiga, bahan baku utama yaitu membeli bahan baku benang dan pewarna impor benang berasal dari alam sehingga supply bahan melalui pengecer dengan harga sedikit lebih mahal. baku kadang tidak stabil. Kenaikan harga Rantai pemesanan bahan baku inilah yang mendadak mengubah ongkos produksi. membuat harga bahan baku dari importir menuju pengusaha menjadi mahal. Jika ada kendala SWOT Batik Pekalongan I N T E R N A L E K S T E R N A L
POSITIF Kekuatan (Strengths)
1. 2. 3. 4.
Memiliki corak motif khas pesisir Usaha sudah bersifat semi modern Tidak banyak menyumbang PAD, tapi sangat berpengaruh dalam penyerapan tenaga kerja Mendapat banyak fasilitasi dari pemda
NEGATIF Kelemahan (Weaknesses)
1. 2.
Peluang (Opportunities) 1. 2.
Perluasan pasar Pengembangan menjadi kluster
Belum ada standarisasi kualitas batik Perlindungan terhadap HAKI
Ancaman (Threaths) 1. 2.
6
Persaingan dengan produk impor dari China Lemahnya kelembagaan dalam kelompok batik menjadi bumerang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
batik pekalongan untuk menjaga warisan budaya rakyat.
Kekuatan Pertama, Batik pekalongan memiliki corak motif khas pesisir yang berbeda dengan pesaingnya yaitu Batik Jogja dan Solo. Kedua, usaha sudah bersifat semi modern. batik pekalongan yang kita kenal ialah batik tulis dengan teknik produksi tradisional. Terdapat juga ternik produksi semi modern yaitu batik printing dan batik cap. Namun, batik tulis tetap menjadi primadona dengan harga paling mahal dan permintaan paling banyak. Ketiga, UMKM kreatif Batik Pekalongan tidak banyak menyumbang PAD melalui pajak wajibnya, tetapi cukup berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja. Keempat, banyak mendapat fasilitasi dari Pemda melalui penyediaan Pasar Penjualan Batik (International Batik Center) di Kecamatan Wiradesa dan pelatihan intensif kepada pengusaha serta karyawan. Pelatihan dari pihak Dinas Koperasi dan UMKM (Dinkop) Kabupaten Pekalongan terbagi dalam beberapa jenis seperti pelatihan desain batik, pelatihan proses produksi, fasilitasi perlindungan hukum (Haki) dan fasilitasi promosi / pemasaran.
Peluang Dinkop Kab. Pekalongan sudah memfasilitasi pengusaha UMKM Batik untuk mengikuti pameran baik lokal, luar daerah maupun internasional. Dukungan juga tidak hanya untuk pemasaran secara langsung, tetapi juga metode pemasaran melalui website gratis bagi pelaku UMKM Batik. Dengan melihat peluang akan ketersediaan bahan baku, proses produksi, serta dukungan pemasaran dari Pemda cukup baik, maka sentra batik di Kabupaten Pekalongan cocok dirintis menjadi kluster. Ancaman Pertama, produk impor China menjadi pesaing terberat bagi usaha batik Kabupaten Pekalongan. Produk impor ini memiliki daya tarik harga murah dan motifnya yang beragam. Produk impor China hanya bersaing dengan batik dengan metode cap dan printing. Sedangkan batik tulis tetap dapat merebut pangsa pasar. Kedua, lemahnya kelembagaan dalam kelompok batik menjadi bumerang. Pelaku usaha batik rata-rata masih bersifat individual sehingga sulit menarik kelompok ini tergabung dalam satu paguyuban ataupun koperasi. Sebagian pelaku usaha sudah tergabung dalam kelompok (asosiasi) batik, namun kelembagaan di dalamnya masih lemah.
Kelemahan Meskipun Batik Pekalongan sudah memiliki merk dagang, Perlu adanya standarisasi kualitas batik (ISO) untuk megurangi persaingan harga. Batik dikelompokkan menjadi batik kualitas tinggi, kualitas sedang. Selain itu masalah HaKI juga menjadi prioritas pelatihan Dinkop atas karya
Strategi Perbaikan Masalah Klasik UMKM Kreatif Menuju Rintisan Kluster SO
Strategi Tenun Ikat Troso
WO
Tetap mempertahankan penggunaan ATBM, menambah jumlah tenaga kerja terampil
Untuk menuju rintisan kluster, masih perlu perbaikan masalah klasik seperti kemudahan bahan baku dan diferensiasi produk.
ST
WT
Mulai melabelkan produk melalui paten, mengeluarkan nomor seri untuk setiap desain motif tenun
Perlunya penguatan kelembagaan sesama pelaku usaha dan stakeholders untuk mempermudah keterkaitan ke depan dan kebelakang
7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh empat strategi UMKM Kreatif Tenun Troso dalam pembenahan masalah klasik UMKM. Pertama, tetap mempertahankan penggunaan ATBM, menambah jumlah tenaga kerja terampil. Keunikan penggunaan mesin tenun tradisional dapat menjadi daya tarik pengembangan desa wisata tenun. Menekan jumlah tenaga kerja dan mengganti proses tenun menggunakan mesin tidak memungkinkan. Untuk mengurangi beban biaya penambahan tenaga kerja, diferensiasi produk dapat menjadi alternatif solusi sebagai tambahan pemasukan. Kedua, untuk menuju rintisan kluster, masih perlu perbaikan masalah klasik seperti kemudahan bahan baku dan diferensiasi produk. Dalam hal ini asosiasi pengusaha tenun berharap SO
Pemerintah dapat mempermudah alur distribusi bahan baku agar rantai distribusinya lebih pendek. Ketiga, mulai melabelkan produk melalui paten, mengeluarkan nomor seri untuk setiap desain motif tenun. Solusi ketiga ini terlebih dahulu perlu berdiskusi pihak-pihak tertentu mengingat tradisi tenun awalnya dibawa oleh saudagar Bali. Tentunya motif tenun khas Troso saja yang berhak mendapatkan paten. Keempat, perlunya penguatan kelembagaan sesama pelaku usaha dan stakeholders untuk mempermudah keterkaitan ke depan dan kebelakang. Hal ini berkaitan dengan industri pendukung terkait penyedia bahan baku maupun penyalur produk.
Strategi Batik Pekalongan
WO
Tetap mempertahankan kekhasan Batik Pekalongan dengan inovasi desain disertai dengan dukungan Paten dan HaKI
Perlu adanya standarisasi kualitas batik
ST
WT
Penguatan kelembagaan sesama pelaku usaha batik dan dukungan penuh terhadap program fasilitasi Pemerintah Daerah
Mengatasi persaingan produk China dengan melakukan hambatan masuk baik melalui kebijakan dinas terkait maupun sosialisasi kepada retailer
1. Tetap mempertahankan kekhasan Batik Pekalongan dengan inovasi desain disertai dengan dukungan Paten dan HaKI Cirikhas batik pekalongan sebagai daya tarik konsumen patut dipertahankan dengan menambah inovasi desain untuk mengikuti tren pasar. Dukungan paten dan HaKI bertujuan menjaga orisinalitas ide pelaku usaha dan mengurangi dampak produk tiruan. 2. Perlu adanya standarisasi kualitas batik. Untuk mewujudkan strategi kedua ini, dimulai dengan penguatan internal antar pengusaha batik Pekalongan yang tentunya bergabung dalam asosiasi untuk sepakat mengelompokkan batik sesuai kualitasnya.
Hal ini juga dapat menekan persaingan harga antar pedagang. 3. Penguatan kelembagaan sesama pelaku usaha batik dan dukungan penuh terhadap program fasilitasi Pemerintah Daerah Program fasilitasi Pemerintah Daerah terutama Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Pekalongan perlu dijaga keberlangsungannya mengingat dampak positif yang akan diperoleh kelompok sasaran. Namun, penguatan kelembagaan asosiasi lebih diutamakan, agar asosiasi bersifat lebih aktif dan inisiatif sedangkan dinas terkait berfungsi sebagai fasilitator. 4. Mengatasi persaingan produk China dengan melakukan hambatan masuk baik melalui 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Analisis Porter’s Diamond Model Dengan melihat tabel perbandingan komponen kluster antara Tenun Ikat Troso dan Batik Pekalongan, keduanya memiliki keunggulan tersendiri. Akan tetapi, dengan melihat kesiapannya, Batik Pekalongan lebih unggul menuju rintisan kluster. Keunggulan komponen Batik Pekalongan dibanding Tenun Ikat Troso antara lain:
kebijakan dinas terkait maupun sosialisasi kepada retailer Hambatan masuk produk impor selain menggunakan solusi kebijakan pembatasan impor, dapat juga melalui sosialisasi kepada retailer langsung. Sosialisasi ini lebih kepada pembangunan mental kepada pedagang bahwa menjual produk impor berarti melemahkan ekonomi lokal. Komponen Faktor input Sumberdaya
SDM
Tabel Porter’s Diamond Model Tenun Ikat Troso
Banyak menggunakan bahan baku impor/luar daerah, namun alat produksi buatan lokal Menyerap tenaga kerja lokal maupun luar daerah, namun masih kekurangan jumlah tenaga kerja
Infrastruktur fisik
Lokasi kurang strategis, masuk dalam jalur buntu
Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi
Proses produksi bersifat tradisional, namun pemasaran sudah menggunakan teknologi
Modal
Tidak ada kendala
Kondisi permintaan
Permintaan tinggi, akan tetapi jumlah output belum memenuhi target pasar Belum ada standarisasi kualitas produk, kualitas penggunaan Permintaan paling banyak dari luar daerah Kerja sama dengan penyedia bahan baku kurang, namun dalam hal relasi pemasaran jauh lebih baik. Masih menggunakan tradisional Koperasi dan paguyuban tenun
Kualitas produk Pelanggan lokal Industri pendukung dan terkait Sharing teknologi Sharing informasi Strategi bersaing perusahaan dan pesaing Peningkatan kualitas
Jenis benang hampir sama
Inovasi produk
Inovasi utamanya pada motif dan warna
9
Batik Pekalongan
Beberapa jenis bahan baku masih harus mengimpor Banyak menyerap tenaga kerja Lokasi cukup strategis, terdapat akses darat maupun pelabuhan Produksi sudah bersifat semi modern, terdapat universitas yang khusus mempelajari batik Banyak mendapat fasilitasi Pemda Permintaan pasar lokal tinggi Belum ada standarisasi kualitas produk Permintaan pasar lokal tinggi Cukup kuat terutama dalam akses bahan baku. Melalui pelatihan oleh dinkop Perkumpulan batik Kualitas tergantung jenis kain dan teknik pembatikan Inovasi corak batik, diferensiasi produk
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Pertama, mudahnya akses sumberdaya bahan beberapa bahan baku dari importir. Hal ini juga bantuan dari pemda untuk memudahkan proses ini. Sedangkan tenun troso masih mengalami kendala harga bahan baku yang mahal dari pengecer. Menurut keterangan paguyuban Tenun Ikat Troso, rantai distribusi penyaluran bahan baku ini perlu diperpendek sehingga pelaku usaha dapat membeli langsung dari importir. Akan tetapi hal ini masih sulit terwujud mengingat terkendala dukungan kebijakan. Kedua, untuk hal permintaan, pemasaran Produk Troso lebih terkoordinasi sebab merupakan pesanan dari perusahaan kedua. Akan tetapi lama kelamaan akan melemahkan pelaku usaha. Nilai tambah produk setengah jadi dengan produk jadi untuk kain motif cukup tinggi. Berbeda dengan batik pekalongan, dengan merk dagang yang sudah dikenal dan kebebasannya melakukan diferensiasi produk maka return to scale usaha ini akan meningkat. Ketiga, industri pendukung dan terkait dalam Batik pekalongan cukup kuat. Koperasi batik yang tergabung langsung dengan retailer nya serta kerjasama bahan baku yang memudahkan komunikasi dan sharing informasi antara pelaku usaha dan dinas terkait. Pelatihan teknologi dalam batik pekalongan banyak mendapat dukungan dinas koperasi dan UMKM. Keempat, strategi bersaing kedua UMKM Kreatif ini sangat baik.dengan strategi utama pada inovasi motif kain. Tenun troso terbentur merk dagang sementara batik pekalongan sudah memiliki merk dagang bebas melakukan diferensiasi produknya.
dukungan kemudahan bahan baku, pelatihan produksi, dan pemasaran. Sedangkan Tenun Ikat Troso masih kurang dalam membenahi permasalahan klasiknya terutama ketersediaan bahan baku murah dan tenaga kerja. Hal ini dapat menjadi motivasi mendorong tenun troso untuk menguatkan kelembagaannya menuju rintisan kluster. SIMPULAN Melalui identifikasi SWOT kedua UMKM, penelitian ini memberikan beberapa strategi yang dapat dilakukan pihak Tenun Ikat Troso, Batik Pekalongan, serta stakeholders nya. Strategi Tenun Troso antara lain, 1) Tetap mempertahankan penggunaan ATBM, menambah jumlah tenaga kerja terampil, 2) Untuk menuju rintisan kluster, masih perlu perbaikan masalah klasik seperti kemudahan bahan baku dan diferensiasi produk, 3) Mulai melabelkan produk melalui paten, mengeluarkan nomor seri untuk setiap desain motif tenun, dan 4) Perlunya penguatan kelembagaan sesama pelaku usaha dan stakeholders untuk mempermudah keterkaitan ke depan dan kebelakang. Strategi yang dapat dilakukan Batik Pekalongan meliputi, 1) Tetap mempertahankan kekhasan Batik Pekalongan dengan inovasi desain disertai dengan dukungan Paten dan HaKI, 2) Perlu adanya standarisasi kualitas batik, 3) Penguatan kelembagaan sesama pelaku usaha batik dan dukungan penuh terhadap program fasilitasi Pemerintah Daerah, dan 4) Mengatasi persaingan produk China dengan melakukan hambatan masuk baik melalui kebijakan dinas terkait maupun sosialisasi kepada retailer. Pembenahan masalah klasik dalam UMKM kreatif melalui penilaian empat komponen kluster Porter’s Diamond Model , bagi UMKM Batik Pekalongan dinilai sudah layak untuk menuju kluster. Sedangkan Tenun Troso masih terhambat permasalahan kelembagaan dan perlunya perbaikan maslah klasik UMKM.
Peluang dan Dukungan Pemerintah Peluang kedua UMKM ini sangat besar untuk memperluas pasar. Namun jika ditelaah lebih mendalam, keduanya perlu menguatkan sisi internal terutama untuk menguatkan kelembagaannya dan perbaikan masalah klasik UMKM. Penguatan kelembagaan mencerminkan respon antara pihak yang paling tinggi wewenangnya dengan kelompok sasaran dalam merespon koordinasi dan program pemberdayaan yang diberikan. Batik pekalongan banyak mendapat dukungan dinas koperasi dan UMKM dalam pembenahan masalah klasiknya seperti
DAFTAR PUSTAKA Darwanto (2011). Membangun Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Perekonomian Nasional. Jurnal Ilmu 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Manajemen dan Akuntansi Terapan, Vol.2, No.1, hal.25-33 Hadiyati, Ernani. 2011. Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 13, No. 1, Maret 2011, hal 8 – 16 Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Perubahan Paradigma Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Makalah Background Study RPJMN Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Bappenas, September 2008 Mulyati, Heti. 2010. Analisis Karakteristik UKM Jaket Kulit di Kabupaten Garut dengan Menggunakan Model Diamond Porter. Jurnal Manajemen dan Organisasi, Vol. 1, No. 1, April 2010. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press: New York
Porter, M.E. 1998. Clusters and New Economics of Competition. Harvard Business NovemberDecember (6), 77-91 Purwanti, Evi Yulia. 2011. Kajian Pola Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun Troso dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Jepara. Media Ekonomi dan Manajemen, vol. 23 No. 1, Januari 2011 Rahmana, Arief dkk. 2012. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Sektor Industri Pengolahan. Jurnal Teknik Industri, Vol 13., No. 1, Februari 2012. Setiarso (2006). Pengelolaan Pengetahuan dan Modal Intelektual untuk Pemberdayaan UKM. Proceeding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia, 3-4 Mei 2006. ____________. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Departemen Perdagangan RI
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
KEY SUCCES FAKTOR MODAL SOSIAL TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN INDRAGIRI HILLIR PROVINSI RIAU Dianto Mampanini Mahasiswa Program Doktor (S3) Universitas Brawijaya
[email protected] Abstrak
This study aims to Know BUMDes dynamics and role of social capital in the process of economic empowerment in rural communities through BUMDes Indragiri Hilir. The research method used is a qualitative research method, wherein when the primary purpose of a study is to explore and explain the behavior rather than describe it, when the research problem is not "ordinary" and not sufficient for examination, or when the words that deserve to be communicated to the respondent is not available, the researchers are advised to indicate an answer research questions. There are two results of this study, only between: (i) BUMDes provide considerable benefits for the citizens of Indragiri Hillir ie creation of new businesses and employment, (ii) Social capital is defined as a social institution involving networks, norms, and beliefs social, the third element is pushed on a social collaboration for economic empowerment through the development BUMDes. Based on the description and discussion of research results that have been described, it can be concluded as follows: first, the existence Dynamics BUMDes been felt by society Indragiri Hilir. Given BUMDes into village-owned enterprises that were able to move the village economy. But in its development BUMDes in Indragiri Hilir tend to move in the field of financial services businesses (micro finance) and not much engaged in the real sector. Secondly, there is the attitude of joint responsibility as a form of social capital that facilitates communication networks and interactions, enabling the growth of trust and strengthen cooperation. A healthy society is likely to have social networks that sturdy. The occurrence of strong inter-relationships, both formal and informal. Social networks will strengthen the feeling of a close cooperation between the managers and the public in the use of BUMDes loans BUMDes. Key word : BUMDes, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.
ingin dikembangan oleh masyarakat. Pengentasan kemiskinan masih menjadi fokus penting dalam pembangunan negara secara global. Masih banyak terdapat kemiskinan diberbagai negara, apalagi dinegara yang masih bersetatus negara berkembang. Mengurangi kemiskinan merupakan hal yang penting untuk dilakukan, maka memerlukan strategi untuk mengatasinya. Negara Indonesia sendiri telah cukup banyak membuat program-program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, namun berbagai program yang ada belum mencapai pada tujuan yang diharapkan. Program-program yang dijalankan untuk mengentaskan kemiskinan masih belum tersalurkan pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, sehingga dana yang dikeluarkan tidak dapat merata pada masyarakat yang benarbenar membutuhkan. Program yang telah dijalankan oleh pemerintah seperti pemberian beras, bantuan langsung tunai (BLT), jaringan program sosial (JPS) dan program-program sosial lainnya belum sampai pada sasaran yang diharapkan. Dengan program yang dicanangkan
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pencapaian pembangunan masyarakat indonesia selalu mengalami penurunan dengan adanya pengangguran yang semakin bertambah, kemiskinan yang sulit dikendalikan, kriminalitas yang semakin meningkat, konflik sosial yang terjadi dimana-mana dan investasi swasta semakin sulit untuk berkembang. Rakyat indonesia bukan rakyat yang miskin, jika dilihat luas tanah yang dimiliki indonesia sangat luas, dengan tanah yang subur dan sungai yang lebar. Tetapi, yang menjadi masalah utama adalah rendahnya energi yang dimiliki masyarakat tersebut. Menurut Bappenas (2014) bahwa rencana kerja pemerintah dalam meningkatkan pembangunan masyarakat yaitu untuk tahun 2014 akan dilakukan pematapan perekonomian nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Salah satu cara yang sekarang telah dilakukan adalah dengan melakukan Botton up yaitu dengan memperbaiki kondisi masyarakat yang perlu diketahui pemerintah agar dapat mengetahui usaha yang 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
oleh pemerintah tersebut masih banyak terdapat masyarakat yang belum merasakan kesejahteraan, salah sasaran dan kurangnya informasi menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan yang diinginkan. Sehingga, kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan utama masyarakat tidak dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dilakukan pemerintah. Kebijakan perekonomian dalam jangka pendek dalam masyarakat bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran mengurangi kesenjangan antara daerah, meningkatkan kualitas hidup manusia dalam memenuhi hak-hak sosial masyarakat, dan meningkatnya mutu lingkungan hidup dalam pengelolaan sumber daya alam. Kebijakan perekonomian tersebut dilakukan dengan melakukan peningkatan terhadap produktivitas sehingga akan munculnya pemberdayaan terhadap masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam perkembangan ekonomi seakan-akan terlepas dari masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat tidak akan merasakan manfaat dan hanya menampilkan perkembagan ekonomi dualistik saja. Perlunya modal sosial untuk berperan penting dalam meningkatkan produktinvitas (Coleman, 1998). Menurut Marwadi (2007) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat hanya mementingkan peran modal alam dan modal ekonomi modern seperti barang-barang modal buatan manusia, teknologi, manajemen, dan sering mengabaikan modal sosial seperti kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma-norma, dan kebiasaan lokal. Kemiskinan di kabupaten Hilir terjadi bukan karena kurangnya sumber daya alam, melainkan kebijakan pembangunan hanya terfokus kepada pertumbuhan dibandingkan pemerataan. Menurut Mampanini (2014) bahwa Provinsi riau adalah suatu provinsi yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup besar dengan presentase 7,16% diatas rata-rata nasional. Ini seharusnya akan menjadikan provinsi riau untuk lebih maju terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan provinsi lain. Beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan dari pemusnahan kemiskinan yang berada di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau antara lain penyalahgunaan bantuan sosial, rendahnya pelaksanaan kebijakan dan programprogram, kejenuhan dalam pengurangan kemiskinan, tidak akurat data kemiskinan,
kurangnya pengevaluasian masyarakat miskin, kurangnya pemahaman penyebab kemiskinan, dan hanya bertumpu pada pemerintah. Dari berbagai masalah tersebut sangat diperlukan pemecahan yang lebih dalam, sehingga dapat menurunkan kemiskinan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang lebih layak. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi modal sosial untuk meningkatkan pemberdayaaan ekonomi masyarakat di Kabupaten Indragiri Hillir Provinsi Riau ? Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian yang diteliti dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: Untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi modal sosial untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat di kabupaten indragiri hilir provinsi riau. LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN Tinjauan Pustaka (Research Empiris) Menurut Putnam (1993, 2000) bahwa modal sosial adalah suatu jaringan sosial yang digunakan oleh masyarakat untuk melakukan kerjasama dalam melaksanakan kegiatan yang lebih kondusif, sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. Narayan dalam Suharto (2007) menyatakan modal sosial adalah aturan-aturan, norma-norma, kewajiban-kewajiban, hal timbal balik dan kepercayaan yang mengikat dalam hubungan sosial. Dari berbagai definisi di atas maka pengertian dari modal sosial dapat disimpulkan sebagai sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan berupa kepercayaan, hubungan-hubungan timbal balik, dan jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Modal sosial yang digunakan pada umumnya adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin. Pemberdayaan 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
masyarakat yang dimaksud adalah seperti memberikan pelatihan untuk menuju kemadirian masyarakat (Anwar dan Haryadi, 2004). Sehingga, meningkatnya kemampuan masyarakat dan aset akan terpenuhi sesuai dengan target. Dua model pemberdayaan masyarakat yaitu Model empowerment versi Paulo Freire dimana merupakan suatu metedologi conscientization yaitu suatu proses belajar untuk melihat sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Modal sosial harus mampu diringi oleh waktu dan hubungan pihak lain yang sudah siap untuk membantu, sehingga akan mampu meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitarnya (Syahyuti, 2008). Waktu sangat berpengaruh terhadap modal sosial yang digunakan semakin pendek waktu yang digunakan maka akan semakin baik. Dukungan modal sosial tersebut seperti bantuan dari pemerintah, Swasta maupun lembaga yang lain . Menurut Priyono dan Pranaka (1996) bahwa proses pemberdayaan ekonomi masyarakat dilihat dari dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer yaitu suatu proses untuk memberi kekuasaan, kekuatan, kemampuan kepada masyarakat agar bersangkutan lebih berdaya, sedangkan kecenderungan sekunder adalah mestimulasi, mendorong, memotivasi agar masyarakat lebih bisa menekankan apa yang akan menjadi pilihan hidupnya. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa proses pemberdayaan adalah proses pengalihan peran masyarakat yang tadinya sebagai obyek menjadi subyek baru. Menurut Christeson dan ribianson (1989) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pembangunan dimana masyarakat berusaha untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi yang terjadi pada dirinya. Menurut Moebyanto (1985) pemberdayaan masyarakat adalah suatu kemampuan yang mengacu masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumber hidup yang penting. Dapat disimpulkan bahwa Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam pengaruh yang besar antara lain kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan persoalan dengan lebih mudah. Jika dalam masyarakat saling percaya, toleransi, dan kerjasama dapat mengakibatkan pembangunan jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lainnya. Permasalahan kemiskinan yang terjadi juga akan terselesaikan dengan baik dan setiap daerah akan mengalami kemajuan dari beberapa sektor termasuk sektor ekonomi. Pemberdayaan ekonomi masyarakat yaitu dengan menjadikan ekonomi yang lebih besar, kuat dan modern dan berdaya saing yang tinggi dalam mekanisme pasar. Kendala tersebar dalam pengembangan ekonomi masyarakat adalah melalui kendala struktural. Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Langkah-langkah proses perubahan struktur, meliputi: a) pengalokasian sumber pemberdayaan sumberdaya; b) penguatan kelembagaan; c) penguasaan teknologi; dan d) pemberdayaan sumberdaya manusia. Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama, dan hanya memberikan suntikan modal sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang. Hasil dan Pembahasan : PERAN MODAL SOSIAL
DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) penduduk miskin di Kabupaten/kota Indragiri hilir mempunyai presentase tingkat kemiskinan tertinggi bila dibandingkan dengan Kabupaten lain yang berada di Riau. Pada tahun 2012 jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2011. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 adalah 53,8 ribu jiwa atau 7,81 %. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin adalah 52,8 ribu jiwa atau 7,65 persen. Garis kemiskinan pada tahun 2012 adalah 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
287.406 rupiah per kapita per bulan. Kurangnya kebijakan pemerintah terhadap sektor primer seperti pertanian, perkebunan dan perikanan belum menguntungkan rakyat, sehingga potensi yang ada belum bisa mengangkat kesejahteraan mereka. Gejala kemiskinan terjadi disebabkan kurangnya daya dukung alam yang relatif kurang, sarana prasarana sosial ekonomi yang belum merata, kelembagaan sosial ekonomi yang belum menjangkau masyarakat setempat serta mutu sumberdaya manusia yang relatif rendah. Pemerintah telah meluncurkan sejumlah program penanggulangan kemiskinan seperti K2I (Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur), bantuan usaha ekonomi desa ( UED-SP), pembangunan kebun rakyat, redistribusi asset melalui sertifikat tanah rakyat, pembangunan rumah layak huni, pembangunan infrastruktur pedesaan dan lainnya melalui satuan kerja yang ada. Program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah, belum merata secara keseluruhan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat di Kabupaten Indragiri Hilir belum dapat merasakan kesejahteraan, karena kurangnya sosialisasi dan distribusi. Disamping itu ada indikasi bahwa program Badan Kesejahteraan Sosial (BKS) dan Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat (BPPM) Propinsi Riau juga belum mendukung program K2I dalam hal pengentasan kemiskinan. Karena, program yang sudah terlaksana belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Terbukti angka kemiskinan di Riau setiap tahun justru terus bertambah. Padahal kedua lembaga ini menjadi pilar utama dalam menangani masalah kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Namun justru anggaran tahun 2006 menurun dari tahun sebelumnya. Penanggulangan kemiskinan kerap tidak tepat sasaran, hal itu terjadi karena penanggulangan kemiskinan dilakukan dari atas. Sehingga banyak program yang belum diperlukan oleh masyarakat dilakukan pemerintah. Sedangkan, yang benar-benar dibutuhkan masyarakat malah tidak diprogramkan. Hal ini disebabkan pemerintah tidak mengetahui peta kemiskinan dan skala prioritas yang seharusnya dilaksanakan untuk masyarakat banyak. Terdapat dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi di Indragilir Hilir Riau, yakni kemiskinan
alamiah dan struktural. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumberdaya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Sedangkan kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Dengan beragamnya permasalahan yang dihadapi akibat kemiskinan yang terjadi di Indragilir Hilir maka perlu adanya pemberdayaan masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan. Sesuai dengan UU No.25 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk mesejahterakan penduduk miskin maka perlunya pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan dan peningkatan usaha ekonomi produktif, dan adanya penyediaan jaminan dan pelindungan sosial. Salah satu jalan yang sudah dilakukan pemerintah di Indragilir Hilir ini adalah membuat program BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). PNPM bertujuan untuk Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), normanorma (norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama. Modal sosial saat ini dipandang sebagai bumbu vital bagiperkembangan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Francis Fukuyamamenunjukkan hasihasil studi di berbagai negara bahwa modal sosialyang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomikarena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubunganalam jaringan yang lebih luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi.Modal sosial sangat tinggi pengaruhnya terhadap perkembangan dankemajuan berbagai sektor ekonomi. Terdapat tiga unsur dalam modal sosial yaitu : 1. Kepercayaan (Trust)
Bentuk modal sosial kepercayaan dapat dilihat dari paparan program kerjapengelolahdan keyakinan masyarakat pemanfaat BUMDes akan berjalannya rencana kerja tersebut didasari adanya saling percaya dan saling bertukar informasi melalui rembuk desa. Bentuk modal sosial kepercayaan dapat dilihat dari perguliran dana 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
BUMDes bagi pemanfaat. Penguliran dana BUMDes diharapkan menjadi modal penunjang dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa danakan membantu perputaran modal untuk keberlanjutan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui BUMDes. PelayananBUMDES di Kabupaten Indragiri Hilir diharapkan dapat memberikan pelayanan kebutuhan untuk usaha produktif terutama bagi kelompok miskin di pedesaan, mengurangi praktek ijon (rente) danpelepasan uang, menciptakan pemerataan kesempatan berusaha, dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa. Untuk keperluan pengawasan, disamping dilakukan olehDewan Komisaris ( Penasehat ) yakni Camat setempat dan Kepala Desa serta Ketua BPD. Dalam pengawasan dan pertanggung jawaban BUMDes, Manajer atau KepalaUnit Usaha BUMDes bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Laporan pertanggung jawaban BUMDes disampaikan pada setiap akhir periode, melalui forum rembug desa(musyawarah desa). Mekanisme dan tata tertib pertanggung jawaban ini disesuaikan dengan AD/ART. 2. Jaringan (Network) Modal sosial bentuk jaringan yang dibangun pengelolah BUMDes memungkinkan terjadinya kemudahan mendapatkan dukungan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, kemudahan mendapatkan informasi kebutuhan masyarakat pemanfaat BUMDes, perasaan ikut memiliki, memperkuat komitmen kerja, kemudahan menyusun rencana kerja, dan terjaminnya pemenuhan kebutuhan pemanfaat BUMDes serta peningkatan pelayanan bagi masyarakat pemanfaat BUMDes agar tetap terpuaskan. Tanggung renteng merupakan bentuk jaringan . Ternyata jaringan dalam bentuk tanggung renteng ini bisa positif dan negatif. Tanggung renteng dalam masalah anggota kelompok yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan terkait pengembalian dana pinjaman. Adanya kelompok yang terdiri dari beberapa etnis/ suku maka mereka bersama-sama untuk mencoba menyelesaikan dalam bentuk tanggung renteng. Bentuk pelayanan BUMDes terhadap pemanfaat BUMDes perlu adanya sikap kepedulian, upaya motivasi usaha serta kunjungan kelokasi usaha masyarakat. Dorongan motivasi berusaha dan kunjungan kelokasi usaha masyarakat pengelola
BUMDes merupakan wujud membangun jaringan dengan pemanfaat BUMDes. Bentuk pengawasan dan pertanggung jawaban BUMDes dilihat dari kesedian Dewan Komisaris dalam melibatkan diri dengan masyarakat melalui forum rembuk desa. Melalui media forum ini pengawasan Dewan Komisaris memperoleh masukan-masukan yang sifatnya membangun.
3. Norma (Norms)
Pada masyarakat Indragiri Hilir, norma dan nilai kehidupan budaya masih tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tetap mempertahankan budaya “Saling BantuMembantu” yang merupakan modal sosial yang kuat untuk mengantisipasi prilaku-prilaku negatif seperti kecurangan dan individualisme yang dapat mengancam kegiatan usaha Peran BUMDes dalam pengelolaan dana pinjaman sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Pengelolaan dana pinjaman BUMDes relatif bisa di handle, meskipun dalam prakteknya pekerjaan pengelola bukan sebagai pengelola BUMDes saja. Peran dalam pelayanan BUMDes sangat menentukan tingkat keberhasilan program yang sedang dijalankan. Dilihat bahwa pelayanan BUMDes boleh diakatakan sudah maksimal. Mawardi M. J (2007) berargumenNorma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentukbentukperilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma-normaini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yangdapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang darikebiasaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan adalah: 1. Pemerintah belum dapat melaksanakan program pengentasan kemiskinan secara maksimal di Kabupaten Indragiri Hilir Riau karena kurangnya sosialisasi dan distribusi. 2. Program pengentasan kemiskinan tidak terlaksana dengan baik, karena banyak program 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
yang dibuat masyarakat belum dibutuhkan masyarakat Saran Berdasarkan uraian diatas, maka saran yang dapat ditarik dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan adalah: 1. Sebaiknya pemerintah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah untuk mencapai kesejahteraan yang lebih merata. 2. Pemerintah sebaiknya membuat program untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, dengan mencari permasalahan yang dihadapi di kalangan masyarakat bawah.
Putnam, Robert. 1993. The Prosperous Community-Social Capital and Public Life, American Prospect.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, W dan M. Haryadi. 2004. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penangunglangan Kemiskinan, TKP3KPK, Menko Kesra, Jakarta.
UU No.25 Tahun 2000
Putnam, Robert. 2000. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community, Jurnal Of Polical Science and Politics. Suharto, Edy. 2007. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. pdf (secured). 23/6/2007. Syahyuti. 2008. Peran Modal Sosial (Sosial Capital) dalam Perdagangan Hasil Pertanian. (The Role Capital In Agricultural Trade). Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26 No 1:32-43. Bogor.
BPK Prov.Riau, 2009, Perda Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 09 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembentukan Badan usaha Milik Desa (BUMDes) di Kab Inhil, http://pekanbaru.bpk.go.id, Pekanbaru
Badan Pusat Statistik Indragilir Hilir Riau, 2011 Badan Pusat Statistik Indragilir Hilir Riau, 2012
Cahyat, Ade, 2007, Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga, Center for International Forestry Research, Bogor
Chriestisen, James A. and Rabianson, Jerry W. Comunnity Development in Prospective. Jr Ames: Low university Press. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemberdayaan_masyar akat diakses tanggal 28 agustus 2004.
Dwirianto, Sabarno, 2012, PemberdayaanEkonomi Masyarakat Melalui Pengembangan Pendidikan Non Formal Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skill) Di Kota Pekanbaru, Disertasi tidak dipublikasikan, Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang
Coleman, James S. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital. The American Jornal Of Sociology, Supplement: Organization and Institution: Sociological and Economic Approaches to the Analysisof Social Structure 94:95-120. http://dinkesos.papua.go.id/berita_lengkap.p hp.
Fukuyama, Francis. 1999. The Great Disruption Human Nature and The Reconstitution of Social Order. The Free Press. New York.
Mampanini, D. 2014. Peran Modal Sosial dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengembangan BUMDes di Kabupaten Indragilir Hilir Provinsi Riau. Universitas Brawijaya Malang.
Mawardi M. J, 2007, PERANAN SOCIAL CAPITAL DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, IAIN Raden Intan Bandar Lampung
Marwadi. M. J. 2007. Peranan Social Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat. Komunitas 2, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.
Pemkab Inhil, 2013, Profil kondisi-umum Inhil, http://inhilkab.go.id, Tembilahan Putnam, Robert. 1993. The Prosperous Community-Social Capital and Public Life, American Prospect. 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Putnam, R. D. 1993. Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton: PrincetonUniversity
Peningkatan Mutu Pengabdian pada Masyarakat, di IAIN Raden Intan Bandar Lampung.
Putnam, Robert. 2000. Bowling Alone:The Collapse and revival of American Community,Journal of Polical Science and Politics.
Wiki.aswajanu, 2013, Kabupaten Indragiri Hilir potensi, http:// wiki.aswajanu.com /Kabupaten_Indragiri_Hilir.
Putnam, R. D. 1993. Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton: PrincetonUniversity
Woolcock, Michael, 2002. “Social Capital Theory and Practice” in Social Capital and Poverty Reduction Which Role of the Civil Society Organizations and State. UNESCO
Rustam, B.R, 2012, Pemberdayaan Modal Finansial Masyarakat, http://www.riaupos.co/opini. Pekanbaru
Woolcock Michael and Narayan D. (2000) Sosial Capital: Implication for Development Theory, Research, and Policy. The World Bank Research Observer, vol. 15 no. 2
Sumaryo.1991. Implementasi Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam Pemberdayaan Masyarakat.Disampaikan dalam Pelatihan Pengorganisasian Masyarakat dalam rangka Peningkatan Mutu Pengabdian pada Masyarakat, di IAIN Raden Intan Bandar Lampung.
Yanti, Budi, 2008, Peranan Modal Sosial Dan Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin Melalui Pengembangan Kelembagaan Sebagai Salah Satu Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus: Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang) Jurnal Universitas Tamansiswa, Yogyakarta.
Sumaryo.1991. Implementasi Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam Pemberdayaan Masyarakat.Disampaikan dalam Pelatihan Pengorganisasian Masyarakat dalam rangka
7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
ANALISISTIPOLOGI SEKTOR USAHA BERDASARKAN TINGKAT UPAH DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA
Analisis pada Industri di Kabupaten Semarang dalam Mendukung Asean Economic Community (AEC) 2015 Edy Dwi Kurniati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI (UNDARIS)
[email protected] Abstrak Pada era liberalisasi perdagangan, sektor usaha untuk bersaing di pasar lokal, domestik maupun di pasar global tidak hanya dapat mengandalkan keunggulan komparatif berbasis tenaga kerja yang murah, namun juga harus memiliki keunggulan kompetitif di pasar lokal dan global.Upah tenaga kerja yang tinggi selain menunjukkanperhatian juga menunjukkan kemampuan perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan. Peningkatan upah juga tetap menunjukkan efisiensi jika dikonvesi menjadi produktivitas dan kualitas. Penelitian ini bertujuan untukmenganalisisdan memetakan tipologi sektor usaha berdasarkan tingkat upah dan penyerapan tenaga kerjadi Kabupaten Semarangyang berguna untuk merumuskan kebijakan pengembangan sektor ekonomiyang mempunyaipotensi peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerjadi Kabupaten Semarang. Penelitian dilakukan berdasarkan data hasil surveidata upah, jumlah tenaga kerjadan kebutuhan hidup layak (KHL) pada sektor usaha diluar sektor pertanian oleh Dinas Tenaga Kerja,Transmigrasi dan Kependudukan di Kabupaten Semarang. Analisis tipologi sektor usahadilakukan dengan pengembangan analisisKlassen Typologydengan memetakan sektor usahaberdasarkan upah dan penyerapan tenaga kerja. Sektor usaha potensial yaitu sektor usaha yang mempunyai kemampuan dalam memberikan upah dan penyerapan tenaga kerja tinggi. Hasil penelitian menemukan bahwa menunjukkan bahwa sektor industri garment, tekstil, pengolahan hasil pertanian, industri rokok, industri makanan dan minumanmerupakan sektor ekonomi yang mempunyaipotensial dalammemberikan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerjadi Kabupaten Semarang. Sektor ekonomi yang mempunyai upah tenaga kerja tinggi namun penyerapan tenaga kerja rendah adalah: jasa –jasa dan perdagangan, jasa keuangan mikro, permesinan dan vulkanisir. Sektor ekonomi yang mempunyai potensi penyerapan tenaga kerja tinggi namun upah rendah adalah sektor industri furniture dan pengolahan kayu. Sektor ekonomi yang mempunyai upah dan penyerapan tenaga kerja rendah adalah hotel dan jasa retail BBM. Kata Kunci: sektor usaha potensial, upah, penyerapan tenaga kerja, klassen typology signifikan bagi perekonomian nasional. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam memanfaatkan pasar tunggal ASEAN adalah daya saing Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN terutama Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand (Kemenperin, 2014: 3). Ada beberapa sudut pandang cara memahami kemampuan perusahaan bersaing pada pasar global dan memasuki pasar asing. Cara pertama didasarkan atas teori keunggulan komparatif (comparative advantage).Daya tarik Indonesia adalah pasar domestik yang besar dan juga upah yang kompetitif.bahwaUpah di Indonesia masih tercatat sebagai upah yang paling murah (Gambar 1). Pada tahun 2012, upah, bulanan di Indonesia adalah sebesar USD 172, di bawah Vietnam (USD 215) dan Thailand (USD 328).Upah di Cina sudah tinggi (USD 550) diatas Brazil (USD 350) dan Mexico (USD 456).Pada pendekatan keunggulan komparatif, perusahaan memiliki keunggulan untuk memproduksi barang atau jasa tertentu karena mampu
PENDAHULUAN Asean Ecomomic Community (AEC) akan diberlakukan pada tahun 2015.Kawasan ASEAN selanjutnya akan menjadi pasar tunggal dan kesatuan yang berbasis produksi, dimana mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil akan bergerak bebas antar negara-negara yang tergabung dalam negara ASEAN.Pemberlakuan AEC 2015 menuntut daya saing sektor industri di Indonesia. Liberalisasi perdagangan mengandung konsekuensi tingkat persaingan akan semakin ketat dalam memperebutkan peluang pasar AEC. Apabila industri tidak mampu bersaing, maka AEC akanmenjadi ancaman (loss of opportunities). Jika tidak mampu bersaing, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dengan jumlah penduduk ± 256 juta berpotensi dibanjiri produk-produk negara-negara lain di ASEAN atau bahkan dari luar ASEAN. Sebaliknya, bila industri kita mampu bersaing dalam pasar AEC, maka AEC akan membawa peluang manfaat (land of opportunities) yang 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menyediakannya sampai ke tangan konsumen dengan biaya yang lebih rendah, yang berarti juga dengan harga
jual yang lebih murah.
Gambar 1. Perbandingan Upah di Indonesia dengan Negara Asean dan China Sumber:Bank of America Merrill Lynch Global Research estimates, CEIC 2.560,72 dollar AS per bulan.Pada tahun 2014, Standar Keunggulan komparatif perusahaan di upah minimum regional Bangkok dan beberapa daerah Indonesia adalah kemampuan memproduksi barang dan lainnya di Thailand sebesar US$ 233 per bulan. jasa dengan murah karena adanya kekayaan Vietnam memiliki upah minimum dari US$ 79 menjadi (endowment) yang telah tersedia, seperti: sumber daya US$ 113 per bulan. Malaysia akan pertama kali alam dan tenaga kerja yang murah.Namun demikian, memberlakukan sistem UMR, dengan standar untuk kedua keunggulan tersebut telah berkurang.Sumberdaya Kuala Lumpur adalah sebesar 900 ringgit (US$ 300) per alam mulai berkurang, sedangkan biayatenaga bulan.Apabila dibandingkan dengan negara kerjamengalami peningkatansetiap tahun. Pada tahun berlembang, secara nominalupah tersebut relatif besar 1997, Upah Minimum Regional (UMR)di Indonesia namun secara produktivitas tenaga kerja Indonesia adalah sebesar Rp 135 ribu, naik menjadi Rp 667,9 ribu memiliki tingkat produktivitas yang relatif pada tahun 2007 (BPS, 2014) dan pada saat ini (tahun rendah.Dengan demikian, biaya per unit barang atau 2014),Upah Minimah Kabupaten Kota (UMK)kawasan jasa menjadi relatif mahal(Bank of America Merrill Jabotabek sebesar Rp 2.200.000,00. Nilai upah Lynch Global Research Estimates, 2014). minimum bulanan di Indonesia tahun 2012 hanya 161,3 Di era globalisasi peran keunggulan komparatif dollar AS per bulan. Jumlah upah tersebut masih kalah yang hanya mengandalkan input (buruh murah, dengan Thailand yang sudah memberi upah buruh sumberdaya alam dan modal) makin berkurang dan sebesar 283,54 dollar AS per bulan. Melalui data yang bergeser pada peran keunggulan kompetitif yang lebih diperoleh KSPI, upah minimum negara Asia dan mencerminkan suatu pencapaian dalam efisiensi atau sekitarnya, khususnya Indonesia, masih jauh tertinggal produktivitas tenaga kerja.Untuk bersaing di pasar dibanding Australia yang sudah mencapai 3.901,89 regional dan global, Industri di Indonesia tidak hanya dollar AS per bulan yang disusul dengan Selandia Baru dapat bersaing berdasarkan keunggulan komparatif sebesar 2.620,09 dollar AS per bulan dan Jepang tenaga kerja dengan upah yang rendah, namun perlu merubah orientasi daya saing berbasis keunggulan kompetitif (Brakman et al., 2013).
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Tahun
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 1. Upah Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Semarang Tahun 2008-2013 (Dalam %)
diatas UMK Jumlah
%
dibawah UMK
Jumlah
%
Total*)
Jumlah
UMK
KHL
%
2008 5 6,58 71 93,42 76 100,00 737.377 672.000 2009 11 45,83 13 54,17 24 100,00 862.290 759.360 2010 14 66,67 7 33,33 21 100,00 894.968 824.000 2011 23 79,31 6 20,69 29 120,69 920.781 880.000 2012 17 85,00 3 15,00 20 100,00 964.000 941.600 2013 37 82,22 8 17,78 45 100,00 1.051.000 1.051.000 Ket: *) Sampel Survei Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (2008-2013), UMK=Upah Minimum Kabupatan/Kota, KHL= kebutuhan Hidup Layak
pemilihan strategi usaha yang tepat.Dengan demikian pemerintahdaerah dapat menentukan strategipengembangan terhadap sektor potensialtersebut, sehingga mampu mendorongpeningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja serta menumbuhkan kegiatan ekonomi didaerah.Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisisdan memetakan sektor potensialdi Kabupaten Semarang berdasarkan tingkat upah dan penyerapan tenaga kerja,2) merumuskan kebijakan pengembangan sektor potensial di Kabupaten Semarang berdasarkan potensi peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja.
Di Kabupaten Semarang, jumlah perusahaan yang mempunyai upah dibawah UMK mengalami penurunan pada tahun 2009-2013 yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja. Pada tahun 2008, sebagian besar (93,4%) perusahaan mempunyai upah dibawah UMK dan menurun menjadi 15% 20,69% pada tahun 2011-2013 (Tabel 1). Kebutuhan hidup layak (KHL) selalu meningkat tiap tahun yang diikuti dengan peningkaan UMK. Pada tahun 2008 KHL di kabupaten Semarang sebesar Rp. 672.000,00 dan pada tahun 2014 sudah mencapai Rp 1.051.000,00.Pada tahun 2008 UMK di kabupaten Semarang sebesar Rp. 737.377, 00 dan pada tahun 2014 sudah mencapai Rp 1.051.000,00. Peningkatan tekanan biaya upah tenaga kerja perlu dikonversi menjadi peningkatan produktivitas, kualitas dan efisiensi, karena ancaman kehadiran perusahaan asing dengan modal yang lebih kuat, akan memaksa perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan biaya yang lebih murah.Dalam hal ini pemetaan sektor potensial berbasis upah danpenyerapan tenaga kerja perlu dilakukan.Sektor potensialsektor yang mampu dan mau memberikan kesejahteraan tenaga kerja lebih tinggi menunjukkan efisiensi dan produktivitas. Perusahaan-perusahaan di Indonesia harus bisa beroperasi lebih efisien serta mengutamakan kualitas, karena tekanan biaya upah, dan kehadiran perusahaan asing dengan modal yang lebih kuat, akan memaksa mereka untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan biaya yang lebih murah. Disamping itu, peningkatanupah akan memberi dampak positif dari sisi permintaan produk pangan, fashion, ataupun konsumsi lainnya.Dengan demikian kemampuan bersaing berdasarkan konsep keunggulan komperatif dan kompetitif perusahaan-perusahaan Indonesia dapat diperoleh lagi apabila secara nasional kita mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja, kualitasdisamping menciptakan stabilitas secara makro.Perusahaan-perusahaantentu saja dapat berkontribusi terhadap kedua faktor tersebut melalui
LANDASAN TEORI Teori keunggulan komparatif diperkenalkan oleh David Ricardo, yang menyatakan bahwa suatu negara harus mengkhususkan dan ekspor barang dan jasa yang relatif lebih produktif daripada negara-negara lain dan mengimpor barang-barang dan jasa yang negara-negara lain relatif lebih produktif daripada negara-negara lain (Griffin et al., 2010). Teori keunggulan komparatif pada dasarnya merupakan perluasan dari teori keunggulan “absolut” yang dikemukakan oleh Adam Smith, dimana keunggulan absolut merupakan kasus khusus dari dari keunggulan komparatif. Teori keunggulan absolut pertama kali disajikan oleh Adam Smith dalam bukunya "The Wealth of Nations" pada tahun 1776.Adam Smith memberikan konsep pertama kekayaan suatu negara.Adam Smith memperkenalkan dua konsep penting yang didasarkan pada dua konsep utama, yaitu spesialisasi dan pertukaran bebas (Cho dan Moon, 2000).Menurut teori keunggulan absolut, setiap Negara mampu memproduksi barang tertentu secara lebih efisien daripada Negara lain (dengan kata lain memiliki keunggulan absolut untuk barang tersebut) melalui spesialisasi dan pengelompokan kerja secara internasional (international division of labor).Perdagangan diantara dua Negara, dimana masing-masing memilikii keunggulan absolut dalam 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
produksi barang yang berbeda, akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Keunggulan absolute dapat diperoleh karena adanya perbedaan dalam faktor-faktor seperti iklim, kualitas tanah, sumber daya alam, tenaga kerja, modal, teknologi atau kewirausahaan (entrepreneurship). Keuntungan absolut adalah kemampuan untuk menghasilkan yang baik dengan sumber daya yang lebih sedikit daripada produsen lain (Ayers, 2005). Menurut Schumpeter (1983: 374), "tampaknya percaya bahwa di bawah perdagangan bebas semua barang akan diproduksi melalui biaya absolut dalam hal biaya tenaga kerja yang rendah (Brakman dan van Marrewijk, 2009)."Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya disadari bahwa perdagangan yang saling menguntungkan tidak selalu menuntut setiap negara harus memiliki keunggulan absolut dibanding mitra dagangnya.Oleh karena itu, menurut teori ini, negara harus mengkhususkan diri untuk mendapatkan manfaat dari keunggulan perdagangan.Negara memiliki keunggulan komparatif jika dapat memproduksi suatu barang dengan biaya lebih rendah daripada negaranegara lain. Teori Keunggulan Kompetitifdikembangkan oleh Porter (1990) dalam bukunya berjudul “The Competitive Advantage of Nations”. Menurut Porter, "kemakmuran Nasional dibuat, tidak diwariskan". Kemakmuran tumbuh sebagai warisan alam dari suatu negara, tenaga kerja, suku bunga, atau nilai mata uangnya.Keunggulan kompetitif dari negara adalah kapasitas industri untuk berinovasi dan mengupgradeuntuk membentuk daya saing negara.Perusahaan mendapatkan keuntungan dari memiliki pemasok berbasis agresifitas, pesaing domestik yang kuat, dan menuntut pelanggan lokal. Konsentrasi klaster geografis atau perusahaan yang didirikan keunggulan kompetitif di berbagai bagian industri yang sama. Menurut Porter, negara-negara yang berpeluang untuk berhasil dalam industri nasional adalah yang paling menguntungkan. Menurutnya terdapat empat atribut utama yang bisa membentuk lingkungan dimana perusahaan-perusahaan lokal berkompetisi sedemikian rupa, sehingga mendorong terciptanya keunggulan kompetitif.Keempat atribut tersebut (Porter, 1990: 78) adalah sebagai berikut.(1). Kondisi factor produksi (factor conditions), yaitu posisi suatu negara dalam factor produksi (misalnya tenaga kerja terampil, infrastruktur, dan teknologi) yang dibutuhkan untuk bersaing dalam industri tertentu.(2). Kondisi permintaan (demand conditions), yakni sifat permintaan domestic atas produk atau jasa industry tertentu.(3). Industri terkait dan industry pendukung (related and supporting industries), yaitu keberadaan
atau ketiadaan industri pemasok dan “industri terkait” yang kompetitif secara internasional di negara tersebut.(4). Strategi, struktur dan persaingan perusahaan, yakni kondisi dalam negeri yang menentukan bagaiman perusahaan-perusahaan dibentuk, diorganisasikan, dan dikelola serta sifat persaingan domestik.Faktor-faktor ini, baik secara individu maupun sebagai sistem, menciptakan konteks dimana perusahaan-perusahaan dalam sebuah negara dibentuk dan bersaing. Ketersediaan sumber daya dan keterampilan yang diperlukan untuk mewujudkan keunggulan kompetitif dalam suatu Industri; informasi yang membentuk peluang apa saja yang dirasakan dan arahan kemana sumber dan daya dan keetrampilan dialokasikan; tujuan pemilik, manajer, dan karyawan yang terlibat dalam atau yang melakukan kompetisi; dan yang jauh lebih penting, tekanan terhadap perusahaan untuk berinvestasidan berinovasi. Porter juga menyimpulkan bahwa lingkungan adalah faktor terdepan, memberi tantangan, dan dinamis sehingga negara berhasil dalam industri tertentu (Cho et al., 2000).Perusahaan mencapai keunggulan kompetitif dari tindakan inovasi.Perusahaan melakukan inovasi melalui teknologi baru dan cara-cara baru.Inovasi dapat direpresentasikan dalam desain produk baru, proses produksi baru, atau strategi pemasaran baru.Upaya untuk merespon kesempatan pasar yang baru dapat berkontribusi untuk menciptakan keunggulan kompetitif melalui beberapa inovasi.Inovasi menghasilkan keunggulan kompetitif ketika pesaing lambat untuk merespon.Misalnya, otomotif dan industri elektronik rumah tangga, perusahaan-perusahaan Jepang memfokuskan pada model kapasitas yang lebih kecil dan lebih rendah sedangkan pesaing asing justru menghindari keuntungan rendah dan daya kualitas rendah (Cho et al., 2000). Jadi sektor usaha yang mempunyaipotensi peningkatan kesejahteraan, mengedepankan produktivitas, efisiensi dan kualitasserta mempunyai penyerapan tenaga kerjatinggi yang menjadi tulangpunggung perekonomian daerah karenamempunyai keuntungan kompetitif(Competitive Advantage) yang cukup tinggi.Dalam konteks pembangunandaerah, sektor tersebut merupakan potensiyang dimiliki oleh daerah terutama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pengangguran.Oleh karena itu, sektor tersebut menjadipriotitas dalampembangunan di daerah. Untuk mengetahui potensiekonomi daerah, dapat digunakan pendekatan analisisTipologi Klassen.
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
tinggi serta dapat menyerap tenaga kerja tinggi. Dengan analisistipologi klassen ini sektor-sektor dalamperkonomian dapat diklasifikasimenjadi 4 kategori, yaitu: 1 Kuadran I merupakan sektor dengan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja tinggi. Kuadran II merupakan sektor dengan kesejahteraan rendah dan penyerapan tenaga kerja tinggi. Kuadran III merupakan sektor dengan kesejahteraan rendah dan penyerapan tenaga kerja rendah. Kuadran IV merupakan sektor dengan kesejahteraan tinggi dan penyerapan tenaga kerja rendah. Berdasarkan hasil tersebut dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan pengembangan sektor unggulan di Kabupaten Semarang berbasis kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja. Penentuan kategori suatu sektorterhadap empat kategori tersebut disajikan dalam tabel berikut.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Semarang Tahun 2013. Sektor unggulan yaitu sektor dengankesejahteraan tenaga kerja tinggi dan penyerapan tenaga kerja tinggi. Tingkat kesejahteraan diukur dari kesejahteraan ekonomi yang merupakan selisih antara upah dengan kebutuhan hidup layak. Analisis dilakukan dengan pendekatan : analisis tipologi klassen, dengan memetakan sektor industri berdasarkan upah dan penyerapan tenaga kerja dalam empat kuadran. Analisis tipologi klassendigunakan untukmemperoleh gambaran danpemahaman terkait pemetaan serta sektor ekonomi potensial daerah yang dapat memberikan tingkat kesejahteraan tenaga kerja kesejahteraan tenaga kerja
Tabel 2. Matrik Tipologi Klassen kik
kik >kip
rik >rip
Kuadran II sektor dengan kesejahteraan rendah dan penyerapan tenaga kerja tinggi
Kuadran I sektor dengan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja tinggi
rik
Kuadran III sektor dengan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja rendah
Kuadran IV sektor dengan kesejahteraan tinggi dan penyerapan tenaga kerja rendah
penyerapan tenaga kerja
Keterangan: kik: Kesejahteraan tenaga kerja rata-rata sektor i di Kabupaten Semarang kip:UMK di Kabupaten Semarang rik: Penyerapan tenaga kerja sektor i di Kabupaten Semarang rip: Penyerapan tenaga kerja rata-rata semua sektor di Kabupaten Semarang
5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
kontribusitingkat upah dan penyerapan tenaga kerja. Tingkat upah dan penyerapan tenaga kerjasektor-sektor ekonomi diKabupaten Semarang dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.
HASIL PENELITIAN Analisis Tipologi Klassen Analisis Klassen Tipology digunakanuntuk melakukan klasifikasi terhadapsektor-sektor usaha KabupatenSemarang berdasarkan besarnya
Tabel 3. Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Semarang Tahun 2013 (Dalam %) No.
Rata-rata Upah
Keterangan Upah
1,051,000 1,065,146 1,111,000 1,051,000 1,202,333
Sesuai UMK Di atas UMK Di atas UMK Sesuai UMK Di atas UMK
Makanan dan Minuman 191 1,072,000 Pengolahan Hasil Pertanian 230 1,125,500 Jasa Keuangan Mikro 16 1,051,000 Perhotelan 21 878,857 Produksi Rokok 106 1,500,000 Retail BBM 17 950,625 Permesinan 57 1,200,000 Vulkanisir 17 1,209,100 Rata-rata 252 1,113,790 Ket: UMK 2013= Rp 1,051,000,00 Sumber: Survei Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (2013)
Di atas UMK Di atas UMK Sesuai UMK Di bawah UMK Di atas UMK Di bawah UMK Di atas UMK Di atas UMK 1,113,790
1 2 3 4 5
Usaha yang disurvei
Furniture dan Pengolahan kayu Garment Tekstil Farmasi Jasa &Perdagangan
Rata-rata Tenaga Kerja/Unit Usaha 533 1,327 500 201 81
6 7 8 9 10 11 12 13
Pada tahun 2013 (Tabel 3), sektor usaha garment dan tekstil merupakan sektor yang memiliki kontribusi rata-rata palingbesar terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Semarangdengan kontribusi rata-rata sebesar 1.323 dan 500 tenaga kerja per unit usaha di Kabupaten Semarang, lalu diikuti sektor furnitur dan pengolahan kayu dengan kontribusi rataratasebesar 533 tenaga kerja per unit usaha, diikuti sektor pengolahan hasil pertanian, industri makanan dan minuman, farmasidan industri rokok dengan kontribusi rata-ratasebesar 106-230 tenaga kerja per unit usaha. Sedangkan sektor yangmempunyai rata-rata kontribusi palingkecil adalah sektor jasa-jasa, perhotelan dan retail BBM. Berdasarkan tingkat upah tenaga kerja, sektor yang memilikiupah tenaga kerja rata-rata paling
tinggiadalah industri rokok sebesar Rp 1,5 juta, diikuti sektor jasa dan perdagangan sebesar Rp 1,202,333, Vulkanisir sebesar Rp. 1,209,100 dan Permesinan sebesar Rp Rp. 1,200,000. Sedangkan sektor yangmempunyai rata-rata upah palingkecil adalah sektor perhotelan dan retail BBM masing-masing sebesar Rp 878,857 dan Rp 950,625. Kedua sektor tersebut mempunyai mempunyai rata-rata upah dibawah UMK yang berlaku yaitu sebesar Rp. 1.113.790,00. Berdasarkan data pada Tabel 3,sektor-sektor usaha hasil survei dapatdiklasifikasikan berdasarkan analisisKlassen Tipology yang hasilnya ditunjukkanpada Tabel 4 sebagai berikut.
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 4. Tipologi Sektor Usaha Hasil Survei Berdasarkan Upah dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Semarang Tahun 2011-2013
Jumlah tenaga kerja
Upah Tenaga Kerja kik
kik >kip
rik
Kuadran II: Furniture dan Pengolahan Kayu Farmasi
Kuadran I: Garment Tekstil Industri Makanan dan Minuman Pengolahan Hasil Pertanian Industri rokok
rik >rip
Kuadran III: Perhotelan Retail BBM
Kuadran IV: Jasa –Jasa dan perdagangan Jasa Keuangan Mikro Permesinan Vulkanisir
Sumber: data Survei Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan, 2011-2013
furniture dan pengolahan kayu dan farmasi yang berada dalam kuadran II berpotensi dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor-sektor yang berada dalam kuadran IV yang meliputi sektor jasa –jasa dan perdagangan, pengolahan hasil pertanian, industri rokok, jasa keuangan mikro, permesinan dan vulkanisir. Industri Tekstil dan Produk Tekstil(TPT)/garmentdapat menjadi salah satu sektor andalan Kabupaten Semarang dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang. AEC menjadi momen yang harus benarbenar dimanfaatkan sehingga tidak hanya sekedar menjadi pasar yang potensial bagi negara lain. Sektor usaha garment dan tekstil sangat potensial dalam menghadapi lingkungan persaingan global di masa akan datang, karena upah diatas UMR, industri ini dan membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah yang besar. Namun demikian, industri TPT masih menghadapi sejumlah isu penting, mulai dari masalah ketenagakerjaan, tarif energi, hingga regulasi yang menghambat daya saing (Kemenperin, 2014).Industri TPT adalah sektor padat karya yang telah menyerap banyak tenaga kerja. Tuntutan kenaikan upah minimum yang diikuti dengan demonstrasi dan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan menyebabkan terjadinya relokasi sejumlah pabrik ke daerah lain yang dinilai lebih kondusif. Selain itu, industri TPT harus waspada karena selama ini pasar ASEAN belum tergarap dengan baik.Di samping itu, persaingan bisnis di antara negara ASEAN juga semakin ketat. Total populasi di ASEAN kurang lebih sebanyak 600 juta jiwa, sementara Indonesia memiliki 240 juta penduduk
Berdasarkan hasil analisis KlassenTipology terhadap upah dan penyerapan tenaga kerja di KabupatenSemarang tahun 2013 sebagaimanapada tabel 4, sektor yangdikategorikan sebagai sektor prima(Kuadran I) sebagaisektor dengan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja tinggi yaitu sektor usaha garment, tekstil, industri makanan dan minuman, pengolahan hasil pertanian serta Industri rokok. Sementaraitu, sektor furniture dan pengolahan kayu dan farmasi termasuk ke dalamsektor dengan kesejahteraan rendah dan penyerapan tenaga kerja tinggi (kuadran II). Sektor yangtergolong ke dalam sektor dengan kesejahteraan tinggi dan penyerapan tenaga kerja rendah (kuadran IV) adalah sektor jasa – jasa dan perdagangan, jasa keuangan mikro, permesinan dan vulkanisir.Sebanyak dua sektor di KabupatenSemarang tergolong ke dalam sektor dengan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja rendah (kuadran III), yaitu:sektor perhotelan dan retail BBM. Analisis Penentuan Sektor dan sub Sektor Potensial Analisis penentuan sektor potensialmerupakan hal yang sangat penting dalampembangunan ekonomi daerah.Sektor potensial yaitu sektor ekonomi yang mempunyai potensi peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Semarang.Sektor yang berada di Kuadran I berpotensi untuk peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja tinggi yang meliputi sektor usaha garment, tekstil, pengolahan hasil pertanian danindustri makanan dan minuman. Sektor 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
(Kemenperindag, 2014: 2), jika industri ini tidak mampu bersaing maka nantinya hanya akan menjadi pasar bagi komunitas ASEAN tersebut. Oleh karena itu, untuk memenangkan persaingan industri ini tidak hanya mengandalkan biaya produksi dengan tenaga kerja yang murah, namun harus lebih mengedepankan kualitas produk dan desain yang kompetitif sehingga dapat mengembangkan ekspor ke negara lain. Selain industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri pengolahan hasil pertanian dan industri makanan dan minuman sangat potensial dalam menghadapi lingkungan persaingan global di masa yang akan datang terutama dalam menghadapi Asean Ecomomic Community (AEC) yang akan diberlakukan pada tahun 2015. Industri ini selain didukung oleh sumberdaya manusia juga didukung ketersediaan sumberdaya bahan baku di sektor pertanian. Ini disebabkanKabupaten Semarang lebih didukung oleh kondisi wilayah yang subur dengan jaringan irigasi serta intensifikasi pertanian yang memadai, sehingga keberadaan industri pengolahan hasil pertanian akan meningkatkan nilai tambah dari komoditas pertanian. Produk industri pengolahan hasil pertanian dan industri makanan dan minuman di Kabupaten Semarang terdiri dari produk olahan hasil peternakan, produk olahan hasil perikanan dan produk olahan hasil pertanian. Produk olahan hasil pertanian seperti: susu, dendeng, abon, gula kelapa, gula aren, nata de coco, ceriping pisang, cering tela, sari kedelai, minuman instan, jamu, kopi bubuk, sosis, bakso dan makanan ringan lainnya tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Semarang (Dwi, 2013). Selain beberapa sektor diatas, sektor jasa-jasa seperti kontraktor dan perdagangan tetap dapat potensial dalam memberikan tingkat upah yang lebih tinggi.Namun sektor ini tidak banyak menyerap tenaga kerja yang besar. Sektor jasa potensial adalah seperti jasa logistic, jasa asuransi, kontraktor, perdagangan umum, jasa penyaluran tenaga kerja, resto, bengkel, jasa keuangan mikro, jasa kesehatan yang mencakup jasa rumah sakit, perawat dan lainnya.Selain itu, sektor pariwisata melalui agen travel, hotel, restoran, pemandu wisata, dan lainnya (Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan di Kabupaten Semarang. 2013).Namun sektor jasa merupakan sektor usaha yang rentan terhadap persaingan di pasar bebas Asean.Seperti jasa keperawatan, selama ini jasa keperawatan untuk perawat asing profesional hanya diizinkan sebagai pelatih atau konsultan dan tidak dapat memberikan jasa keperawatan langsung kepada pasien (Nurul, 2013). Industri retail BBM perlu meningkatkan kesejahteraan karyawan jika ingin bersaing dalam pasar global.Industri ritel BBM di Indonesia khususnya
Kabupaten Semarang dapat dikatakan memiliki potensi yang cukup besar sehingga ancaman pendatang baru termasuk tinggi.Dalam pasar bebas, Sekurangnya terdapat 141 perusahaan asing yang siap meramaikan bisnis hilir migas, seperti: Shell, Petronas, ExxonMobil, Caltex/Chevron Texaco, TOTAL, Gulf Oil, British Petroleum, dan Mobil Oil(Pertamina, 2010). Masuknya Petronas & Shell (tahun 2006) membuat praktek monopoli penjualan BBM oleh Pertamina di Indonesia berakhir. Industri ritel BBM (SPBU) lokal untuk dapat mempertahankan daya saing melalui inovasi, efisiensi, dan efektifitas dlm kegiatan usahanya. Pada saat ini, munculnya pendatang baru tersebut belum menjadi ancaman perusahaan, namun dalam pasar bebas dapat menjadi ancaman serius karena kemampuan modal yang dimiliki.Kedatangan beberapa pemain baru ini memberikan tantangan bagi Industri ritel BBM (SPBU) lokal yang segera memperbaiki diri dari kaulitas pelayanan dan ksejehteraan karyawan. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis yangtelah diuraikan, maka dapat ditarikbeberapa kesimpulan, yaitu:Hasil klasifikasi sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Klassen Typology menunjukkan bahwa sektor industri garment, tekstil, pengolahan hasil pertanian, industri rokok, industri makanan dan minuman merupakan sektor ekonomi yang mempunyai potensial dalam memberikan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Semarang. Sektor ekonomi yang mempunyai upah tenaga kerja tinggi namun penyerapan tenaga kerja rendah adalah: jasa –jasa dan perdagangan, jasa keuangan mikro, permesinandan vulkanisir. Sektor ekonomi yang mempunyai potensi penyerapan tenaga kerja tinggi namun upah rendah adalah sektor industri furniture dan pengolahan kayu. Sektor ekonomi yang mempunyai upah dan penyerapan tenaga kerja rendah adalah hotel dan jasa retail BBM. Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut.sektor potensial adalah sektor ekonomi yang mempunyai potensi peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Semarang. Sektor yang berada di Kuadran I berpotensi untuk peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja tinggi yang meliputi sektor usaha garment, tekstil dan industri makanan dan minuman. Sektor furniture dan pengolahan kayu dan farmasi yang berada dalam kuadran II berpotensi dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor-sektor yang berada dalam kuadran IV yang meliputi sektor jasa –jasa dan perdagangan, pengolahan hasil pertanian, industri rokok, jasa keuangan mikro, permesinan dan vulkanisir. 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Penelitian ini mempunyai keterbatasan karena. (1) belum memasukkan semua sektor seperti sektor pertanian, bangunan dan industri galian sebagai bagian sektor usaha di Kabupaten Semarang, serta sampel usaha hanya pada perusahaan di sektor formal sehingga potensi sektor pertanian dan usaha non formal tidak teridentifikasi perannya dalam penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan kesejahteraan tenaga kerja. (2)Penelitian ini hanya fokus terhadap penyerapan tenaga kerja per unit usaha, sehingga jumlah unit usaha dalam satu sektor/sub sektor belum masuk dalam analisis. Hal tersebut menjadi rekomendasi penelitian akan datang untuk memasukkan beberapa variabel tersebut.
Cho, D.S., Moon, H.C., (2000). From Adam Smith to Michael Porter, evolution of competitiveness theory. World Scientific Publishing Co.
DAFTAR PUSTAKA
Griffin ML,Hogan NL, Lambert EG, Tucker-Gail KA& Baker DN.(2010).Job involvement, jobstress, job satisfaction, and organizational commitment and the burnout of correctional staff.Criminal Justice and Behavior37(2): 239–255.
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan di Kabupaten Semarang. 2013. Hasil Survei Data Upah, Jumlah Tenaga Kerja Dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Dwi. Edi.K. (2013).Factors Which Influence The Decision Of Rural Farmer To Work In Industrial Sector Beside In Agricultural Sector – Semarang Regency (central Java province Indonesia) study case.International Journal of Agricultural Economics and Extension1 (1): 001-009
Ayers, A. D. (2005). Industrial Research Institute‘s R&D Trend Forecasts for 2005. Research Technology Management, January – February, 18–22.
Kemenperin, 2014.Mengukur Kesiapan Industri Nasional Jelang AEC 2015.Majalah Industri Edisi II, Jakarta
Bank of America Merrill Lynch Global Research Estimates, 2014 Brakman, S., R. Inklaar, and C. van Marrewijk (2013), Structural change in OECD comparative advantage,Journal of International Trade and Economic Development 22(6): 817-838.
Nurul, Z. 2013. Persaingan sektor jasa di pasar bebas ASEAN bakal ketat. Artikel diakses secara online pada 14 September 2014 di http://www.merdeka.com/uang/persaingansektor-jasa-di-pasar-bebas-asean-bakalketat.html
Brakman, S., and C. van Marrewijk (2009), Introduction: heterogeneity at different spatial scales, Journal of Regional Science 49(4): 607615.
Pertamina (2010).Bangun Jaringan Merangkul Swasta. Warta Pertamina April, 2010
Cho, D. S. andMoon, H. C. (2000).From Adam Smith to Michael Porter, Singapore:World Scientific. Cho,
Porter
D.S., Moon, H.C., Kim, M.I., (2007). Characterizing international competitiveness in international business research: a MASI approach to national competitiveness.Research in International Business and Finance 22(2), 175-192.
(1990) The Competitive Advantage of Nations.Harvard Business Review 68, 2 (March–April 1990): 73–93
Schumpeter, J. A. (1983). The Theory of Economic Development. New Brunswick, NJ, USA: Transaction Publishers.
9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
MODEL PENENTU PENDAPAT NELAYAN DI KABUPATEN DEMAK Edy Yusuf Agunggunanto Fitire Arianti Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
[email protected] Abstrak Kemiskinan dan kesejahteraan merupakan masalah krusial yang selalu dihadapi oleh masyarakat nelayan, khususnya nelayan kecil atau tradisional. Nelayan miskin tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga faktor lain seperti demografi, budaya, teknologi, dan kerusakan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan yang rendah. Penelitian ini menggunakan metode kuantitaf untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan pendapatan nelayan. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui lebih mendalam faktor penentu pendapatan nelayan. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode observasi dan indepth interview dengan responden dan keyperson yang dianggap mewakili sampel penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, kepemilikan kapal, aset nelayan, bantuan koperasi, dan penjualan ikan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan. Sementara itu, variabel umur, jumlah tanggungan, jumlah anggota keluarga yang bekerja, pengalaman nelayan, dan jenis kapal tidak signifikan mempengaruhi pendapatan nelayan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar nelayan sudah mulai melaut sejak kecil. Kata Kunci: pendapatan per kapita nelayan, kelompok nelayan, keyperson (overcapacity) di beberapa wilayah pesisir di Indonesia (Akhmad, 2003). Produktivitas para nelayan Indonesia saat ini masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh penggunaan armada perikanan yang secara nasional masih didominasi oleh kapal berukuran kecil, yaitu perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal ikan berukuran 0,5 sampai 3 gross tannage (GT). Penggunaan armada yang kecil ini menyebabkan para nelayan hanya memiliki hari layar yang singkat (one day fishing), daya tampung ikan hasil tangkapan yang kecil, kualitas ikan yang kurang terjaga atau tingginya tingkat kehilangan mutu (losses), yang berakibat pada daya jual rendah, sementara biaya produksi terus meningkat. Kondisi seperti ini, ditambah dengan keterbatasan untuk memanfaatkan dana perbankan, sehingga semakin menyulitkan para nelayan untuk keluar dari jerat kemiskinan yang melilit dari tahun ke tahun (KKP, 2010).
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia diberkahi dengan wilayah perairan yang luas dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah Indonesia dengan panjang pantai 95.181 km (KKP, 2011). Melihat potensi yang ada, masyarakat nelayan yang tinggal di daerah pesisir seharusnya merupakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Namun, kenyataan yang ada, sebagian dari mereka masih jauh dari sejahtera. Nelayan Indonesia masih tergolong kelompok miskin dengan pendapatan per kapita sebulan lebih kurang US $ 7-10 (Rp 63.000,00 – Rp 90.000,00). Salah satu penyebab rendahnya prestasi perikanan karena terjadinya ekonomi tangkapan ikan yang berlebihan (economic overfishing), bukan Malthusian overfishing. Ini bermakna, selain nisbah antara biaya dan harga yang terlalu tinggi; perikanan Indonesia sebenarnya telah melebihi kapasitas 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Penggunaan perahu-perahu kecil menyebabkan banyaknya nelayan yang beraktivitas di laut dangkal, padahal penangkapan di laut dangkal sudah berlebihan (over fishing). Di pantai utara Jawa, kapasitas perikanan sudah melebihi 35 persen dari kapasitas bioekonomi optimal (bioeconomic optima) dan kerusakan (degradation) alam sekitar dalam keadaan yang memprihatinkan, yang juga menyebabkan turunnya produksi ikan dan pendapatan nelayan (Akhmad, 2003). Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan nelayan telah lama dilakukan, diantaranya motorisasi alat tangkap, pengubahan cara pengawetan ikan, semakin lengkapnya infrastruktur tambat labuh kapal motor, dan meningkatnya produktivitas nelayan. Masalahnya, kebijakan-kebijakan ini belum bisa memberi kekuatan dan peran yang lebih kuat terhadap pertumbuhan perekonomian dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Selama ini kajian tentang kemiskinan melalui peningkatan pendapatan nelayan hanya dilihat secara parsial, yaitu dari aspek antropologi dan sosial, dari aspek teknologi tangkapan ikan, dari aspek sumber daya alam, dan dari aspek kerusakan lingkungan habitat ikan, sehingga belum ada pendekatan secara menyeluruh. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji secara empiris faktorfaktor yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan melalui pendapatan nelayan.
kerusakan lingkungan. Hal ini dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya. Nelayan sangat tergantung terhadap musim, pada musim penangkapan nelayan sangat sibuk melaut dan sebaliknya pada musim paceklik banyak yang menganggur. Sering kali, ketika musim penangkapan, mereka dapat membeli barang-barang mahal, sedangkan ketikan paceklik, kehidupan mereka sangat buruk. Dengan kondisi demikian, keterpurukan masyarakat pesisir/ nelayan dalam jurang kemiskinan tidak dapat dihindari. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu adanya usaha pemanfaatan sumber daya alam ke arah yang lebih optimal, swadaya serta produktivitas masyarakat guna menciptakan kehidupan sosial ekonomi yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan taraf hidup (Nurfiarini, 2003). Nelayan tradisional mempunyai ciri-ciri yang sangat spesifik bila dibandingkan dengan nelayan lainnya, yaitu (Sudarso, 2008): 1. Teknologi penangkapan bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil, daya jelajah terbatas, daya muat perahu sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas, dan perahu dilajukan dengan layar, dayung atau mesin ber PK kecil 2. Besaran modal terbatas 3. Jumlah anggota organisasi penangkapan kecil antara 2-3 orang, dengan pembagian peran bersifat kolektif (non spesifik), dan umumnya berbasis kerabat tetangga dekat, dan atau teman dekat 4. Orientasi ekonomisnya terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Masyarakat nelayan memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh keterkaitan yang sangat erat terhadap karakteristik ekonominya, ketersediaan sarana prasarana maupun latar belakang budaya. Selain itu kehidupan masyarakat pesisir/ nelayan sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan sangat rentan terhadap
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Nelayan dalam penelitian ini adalah nelayannelayan yang terlibat secara langsung dengan penangkapan ikan. Nelayan yang tidak terlibat secara langsung melakukan aktivitas tangkapan ikan tidak digolongkan sebagai nelayan dalam penelitian ini. Mereka antara lain pemilik perahu/ kapal yang tidak melakukan aktivitas tangkapan ikan, pedagang 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
ikan, pemilik modal. Demikian pula orang yang melakukan pekerjaan, seperti membuat jaring, tenaga bongkar muat ikan, dan juga seluruh keluarga (istri, anak, dan orang tua) nelayan yang tidak aktif dalam operasi penangkapan ikan tidak digolongkan sebagai nelayan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nelayan di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Pemilihan observasi (responden) penelitian menggunakan cara acak dengan mempertimbangkan jenis kapal yang digunakan oleh nelayan. Dilihat dari jenis kapal yang digunakan, nelayan dapat dikelompokkan menjadi nelayan Kolor (kapal mesin < 10 GT), nelayan Bagan (kapal tidak bermesin), nelayan Kursin (kapal mesin 10-30 GT).
1 = memiliki kapal : jenis perahu/ kapal, dalam bentuk dummy 0 = kapal tidak bermesin 1 = kapal bermesin X8 : nilai aset (alat tangkap), dalam rupiah X9 : bantuan koperasi, dalam bentuk dummy 0 = koperasi tidak memberi bantuan untuk keperluan nelayan 1 = koperasi memberi bantuan untuk keperluan nelayan X10 : proses penjualan ikan, dalam bentuk dummy 0 = tidak menjual ikan kepada pemilik modal 1 = menjual ikan kepada pemilik modal Berdasaran model di atas, nilai dari koefisien parameter β1, β2, β3, β5, β6, β7, β8, β9 adalah positif, sedangkan nilai dari koefisien parameter β 4 dan β10 adalah negatif. X7
Metode Analisis Penelitian ini menggunakan dua metode analisis. Pertama, analisis regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Rumusan model regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN Kondisi Nelayan Tangkap di Kecamatan Bonang Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Bonang bagian barat adalah sebagai nelayan. Hal ini disebabkan karena berbatasan langsung dengan laut Jawa. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2012, jumlah nelayan di Kecamatan Bonang mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 9.221 orang pada tahun 2008 dan meningkat sebesar 9.541 orang pada tahun 2012. Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan menurut desa di Kecamatan Bonang. Jumlah nelayan terbesar terdapat pada Desa Purworejo sebesar 2.927 pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 3.039 orang pada tahun 2012. Kemudian diikuti oleh Desa Morodemak sebesar 1.573 pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 1.610 orang pada tahun 2012. Penelitian ini mengambil sampel Desa Purworejo dan Desa Morodemak sebagai sampel penelitian karena kedua desa tersebut merupakan desa dengan jumlah nelayan terbanyak di Kecamatan Bonang.
Dimana: Log Y : Log pendapatan nelayan per kapita β0 : intersep β1 – β10 : koefisien parameter ε : error term X1 : Umur nelayan, dalam tahun X2 : tingkat pendidikan nelayan, dibagi menjadi 5 kategori tingkat pendidikan: 1 = Lulusan SD/ MI ke bawah 2 = Lulusan SLTP/ MTs 3 = Lulusan SLTA/ MA 4 = Lulusan pendidikan tinggi/ Universitas X3 : Pengalaman sebagai nelayan, dalam tahun X4 : tanggungan keluarga, dalam jumlah X5 : banyaknya anggota keluarga yang bekerja, dalam jumlah X6 : pemilikan perahu/ kapal, dalam bentuk dummy 0 = tidak memiliki kapal 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 1. Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Sebagai Nelayan di Kecamatan Bonang Menurut Desa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Desa 2010 2011 Morodemak 1573 1588 Margolinduk 1077 938 Gebang 532 553 Gebangarum 387 353 Karangrejo 352 370 Tlogoboyo 89 119 Krajanbogo 37 37 Kembangan 154 184 Sumberejo 0 0 Sukodono 0 0 Jatimulyo 0 0 Bonangrejo 31 33 Jatirogo 30 24 Tridonorejo 349 374 Purworejo 2927 3002 Betahwalang 1284 1284 Serangan 439 411 Poncoharjo 67 75 Wonosari 8 9 Jali 25 24 Weding 53 54 Jumlah 9414 9430 Sumber: BPS, Kecamatan Bonang Dalam Angka
2012 1610 947 559 356 373 120 38 187 0 0 0 33 24 379 3039 1298 416 75 9 24 54 9541
Pendidikan responden terbanyak adalah lulusan SD ke bawah. Dari keseluruhan sampel nelayan yang telah diwawancarai dapat ditarik kesimpulan bahwa semua responden menyatakan bahwa melaut merupakan sumber penghasilan utama dan tidak ada pekerjaan sampingan selain melaut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Sosial Ekonomi Responden Penelitian ini memiliki temuan bahwa rata-rata umur responden adalah sekitar 44-45 tahun dengan responden terbanyak adalah responden yang berumur antara 41 sampai dengan 45 tahun.
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 2. Profil Sosial Ekonomi Responden Di Desa Morodemak dan Desa Purworejo, Kecamatan Bonang Tingkat Pendidikan Rata-rata Pengalaman Melaut Total SD SLTP SLTA PT (tahun) <35 3 2 1 1 7 13,8 35-40 5 2 0 1 8 16,8 41-45 10 1 2 0 13 30,1 46-50 3 3 2 0 8 32,1 51-55 7 2 1 0 10 33,6 55> 3 1 0 0 4 31,7 Total 31 11 6 2 50 Sumber: Data Primer diolah memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini dapat Selain itu, faktor budaya yang melekat di dilihat pengalaman melaut para nelayan di Kecamatan Bonang bahwa setelah lulus SD sudah Kecamatan Bonang yang cukup lama yaitu sekitar disarankan untuk bekerja sebagai nelayan untuk rata-rata diatas 30 tahun. Umur
Tabel 3. Jumlah Tanggungan Keluarga dan Anggota Keluarga Yang Bekerja Banyaknya Anggota Keluarga Jumlah Tanggungan Jumlah Yang Bekerja 1 2 39 2 13 7 3 17 4 >3 18 0 Sumber: Data Primer diolah tempel. Satu kali melaut, nelayan sampan dapat Tabel 3 menunjukkan besarnya jumlah mempekerjakan nelayan 2 sampai 4 orang. Kedua, tanggungan keluarga nelayan dan banyaknya jumlah anggota keluarga yang bekerja. Rata-rata nelayan Kolor adalah nelayan yang biasa melaut tanggungan nelayan masih cukup banyak yaitu lebih menggunakan kapal dengan mesin < 10 GT. Dalam dari 3 orang dalam keluarganya. Sementara itu, satu kali melaut, nelayan Kolor dapat jumlah anggota keluarga nelayan yang bekerja mempekerjakan nelayan 7 sampai 8 orang. Ketiga, masih relatif sedikit. Hal ini disebabkan karena nelayan Kursin nelayan yang biasa melaut sebagian besar anak-anak nelayan belum bisa menggunakan kapal dengan mesin 10 sampai 30 GT. mencari nafkah sendiri sehingga masih harus Dalam satu kali melaut, nelayan Kursin dapat ditanggung oleh bapak yang berperan sebagai kepala mempekerjakan nelayan 25 sampai 30 orang. keluarga. Keempat, nelayan Bagan adalah nelayan biasa melaut menggunakan kapal tidak bermesin, melainkan ditarik dengan kapal lain untuk melaut. Pemilikan Kapal dan Aset Temuan lain dari penelitian ini yaitu nelayan Dalam satu kali melaut, nelayan Bagan dapat dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori. Pertama, mempekerjakan nelayan 10 sampai 15 orang. nelayan Sampan adalah nelayan yang biasa melaut Masing-masing setiap kapal dipimpin oleh seorang dengan menggunakan kapal sampan dengan mesin nakhoda dan sisanya adalah anak buah kapal (ABK). 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 4. Pemilikan Kapal dan Aset Nelayan Pemilik Kapal 10 10 8 4 32
Kelompok Jumlah Nelayan Responden Kolor 15 Kursin 17 Bagan 14 Sampan 4 Jumlah 50 Sumber: Data Primer diolah
Aset 3.000.000-12.500.000 100.000.000-200.000.000 5.000.000-15.000.000 195.000
nelayan adalah alat tangkap jenis Purseine, Trammel Net, pancing, bagan, dan arad.
Tabel 4 menunjukkan status kepemilikan kapal dan aset nelayan. Sebagian besar nelayan pada masing-masing kelompok rata-rata memiliki kapal sendiri dan hanya sebagian kecil yang melaut dengan menyewa kapal kepada pemilik kapal. Aset dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai dari alat tangkap yang biasa digunakan nelayan untuk menangkap ikan dalam satuan rupiah. Aset terbesar terdapat pada nelayan Kursin dengan rata-rata mencapai 200.000.000,00. Hal ini disebabkan karena nelayan Kursin menggunakan kapal dengan mesin dan teknologi yang lebih modern dibandingkan dengan kapal yang digunakan oleh nelayan Kolor, Bagan, dan Sampan. Aset paling rendah terdapat pada kelompok nelayan sampan. Kelompok nelayan sampan masih menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana dengan nilai aset sebesar 195.000,00. Alat tangkap yang sering digunakan
4.2.3 Biaya dan Pendapatan Nelayan Pendapatan yang diterima para nelayan berbeda pada masing-masing kelompok nelayan. Pendapatan nelayan dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah dari hasil tangkapan ikan yang dihasilkan saat melaut selama satu bulan. Dalam 1 bulan, ratarata melaut nelayan adalah sekitar 20 hari. Para nelayan masih percaya dengan istilah “Terang Bulan” yaitu waktu dimana saat ikan-ikan di laut tidak muncul sehingga para nelayan sepakat untuk tidak melaut pada waktu tersebut. Terang Bulan terjadi selama 10 hari dalam 1 bulan yang dihitung berdasarkan perhitungan tanggal Jawa.
Tabel 5. Biaya dan Pendapatan Nelayan Pendapatan Biaya Pendapatan Bersih Kelompok Nelayan Per Trip (Rp) 1 bulan (Rp) 1 bulan (Rp) Kolor 32.146.666,67 6.780.800 25.365.866,67 Kursin 102.925.333,3 20.771.866,67 82.153.466,67 Bagan 60.914.000 12.238.000 48.676.000 Sampan 15.920.000 5.405.000 10.515.000 Sumber: Data Primer diolah
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 5 menunjukkan jumlah pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan nelayan saat melaut. Pendapatan dibagi manjadi 2 yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Definisi operasional pendapatan dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih, yaitu pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya dan potongan. Potonganpotongan tersebut terdiri dari potongan retribusi untuk juragan kapal sebesar 10 persen, potongan untuk sumbangan (masjid dan santunan yatim-piatu) dan komisi sebesar Rp 100.000,00. Selain dikurangi potongan, pendapatan kotor masih harus dikurangi biaya untuk melaut. Rincian biaya yang dikeluarkan nelayan saat melaut adalah biaya perbekalan meliputi: biaya bahan bakar dan akomodasi nelayan. Muslih menjelaskan sistem bagi hasil masih berlaku apabila hasil tangkapan lebih sedikit atau sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. “... pendapatan nelayan disini itu tidak tentu mas, kadang kalau musim kesongo pendapatan
nelayan disini berlimpah, tapi kalau lagi musim paceklik ya kadang rugi. Saat rugi ya kerugian mau gak mau ditanggung juragan. Soalnya kan kalau pendapatan yang didapat lebih sedikit dari biaya yang kita keluarkan itu sistemnya bagi hasil atau nama lain dalam bahasa Jawanya itu Pakewuh.” 4.2.4 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan megunakan analisis regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) yang telah melalui proses bebas uji asumsi klasik. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Di Desa Morodemak dan Desa Purworejo, Kecamatan Bonang Variabel Koefisien P-Value Umur -0,008513 0,5393 Tingkat Pendidikan 0,119877 0,2592*** Pengalaman Nelayan 0,000473 0,9717 Jumlah Tanggungan -0,010251 0,8611 Jumlah Keluarga Bekerja 0,039176 0,7913 Dummy Pemilikan Kapal 0,609117 0,0011* Dummy Jenis Kapal -0,158854 0,3988 Aset (Alat Tangkap) 3,10E-09 0,0714** Dummy Bantuan Koperasi 0,695247 0,2005*** Dummy Penjualan Ikan 0,375362 0,1175** Konstanta 6,968822 0,0000 R-Squared 0,458154 Adj. R-Squaed 0,319219 Prob. (F-Stat.) 0,003521 Sumber: Data Primer diolah Keterangan: *) : signifikan pada α = 5% (0,05) **) : signifikan pada α = 10% (0,10) ***) : signifikan pada α = 20% (0,20) 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Hasil estimasi pada model di atas menunjukkan nilai Prob. F-Statistik yang signifikan, ini berarti bahwa model yang dipakai bagus karena secara keseluruhan variabel independen yang dimasukan ke dalam model dapat menjelaskan variabel dependennya. Secara parsial, terdapat lima variabel yang signifikan mempengaruhi pendapatan nelayan yaitu tingkat pendidikan, dummy pemilikan kapal, aset (alat tangkap), dummy bantuan koperasi, dan dummy penjualan ikan. Sementara itu, terdapat lima variabel yang berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap pendapatan nelayan yaitu umur, pengalaman nelayan, jumlah tanggungan, jumlah keluarga yang bekerja, dan dummy jenis kapal. Umur tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar nelayan sudah mulai melaut sejak kecil dengan bayaran upah secukupnya. Selain itu, mayoritas nelayan hanya didominasi oleh penduduk yang berusia 40 sampai 55 tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Swaminathan (1997) yang menyatakan bahwa variabel umur tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Variabel pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan nelayan. Ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat pendidikan nelayan maka kemampuan (skill) yang dimiliki juga tinggi, bukan hanya pada skill melaut saya tetapi juga pada penguasaan teknologi/ pengetahuan dan manajemen wirausahanya. Semakin baik aspek finansial nelayan akan berdampak pada semakin terstrukturnya pendapatan yang diterima nelayan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Naude dan Taylor (2001) yang menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan. Pengalaman nelayan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan nelayan. Semakin lama nelayan melaut menjadikan mereka semakin banyak mendapatkan pengalaman tentang cara melaut sehingga mereka jadi semakin tahu bagaimana cara mendapatkan ikan yang lebih baik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Naude dan Taylor (2001) yang menemukan bahwa pengalaman mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan. Sementara itu, tidak signifikannya pengalaman nelayan terhadap pendapatan disebabkan karena karakteristik nelayan yang cenderung monoton dari tahun ke tahun. Tidak ada inovasi baru yang muncul tentang tata cara melaut. Kondisi ini diungkapkan oleh Mulyadi yang menyatakan bahwa masih sulitnya para nelayan ketika diajak untuk berubah. “...kadang saya juga mengeluh dengan kondisi nelayan disini, dari dulu sampe sekarang sulit sekali kalau diajak untuk kumpul membahas tentang tata cara melaut dengan baik, yang ada dipikiran mereka itu mending aku kerjo (melaut) dapat duit daripada kumpul tidak menghasilkan apa-apa.” Selanjutnya, variabel jumlah tanggungan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap pendapatan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung nelayan, maka semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh setiap nelayan menyebabkan pendapatan yang diterima nelayan dari hasil melaut akan semakin sedikit. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaussy dan Tisdel (1992) yang menyatakan bahwa ukuran keluarga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Tidak signifikannya variabel jumlah tanggungan terhadap pendapatan disebabkan karena pendapatan masing-masing kelompok nelayan yang berbeda-beda. Penghasilan pada kelompok nelayan Kolor berbeda dengan penghasilan pada kelompok nelayan Kursin, Bagan, dan Sampan. Banyaknya jumlah anggota keluarga yang bekerja memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan nelayan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang bekerja akan menyebabkan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga nelayan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah anggota keluarga 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dan Gross Tone (GT). Jenis kapal dilihat berdasarkan mesin yang digunakan kapal tersebut. Pada nelayan Bagan, kapal yang digunakan memang tidak bermesin, tetapi ukuran kapal tersebut lebih besar dibandingkan dengan kapal Sampan dan Kolor sehingga kapal Bagan mampu menampung ABK yang lebih banyak daripada kapal Sampan dan Kolor. Selain itu, untuk mengoperasikan kapal Bagan dibutuhkan kapal bermesin untuk menarik kapal Bagan ke laut. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishak(1990) yang menyatakan bahwa jenis kapal mempengaruhi pendapatan nelayan. Variabel aset nelayan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan harga alat tangkap yang digunakan oleh setiap nelayan. Aset nelayan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan nelayan. Kondisi ini disebabkan karena semakin besar kapal yang digunakan nelayan, maka semakin canggih pula alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan. Alat tangkap yang canggih tersebut memiliki harga yang relatif tinggi dan mahal. Semakin besar aset nelayan, maka semakin canggih pula alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan sehingga hasil tangkapan ikan yang diperoleh juga memiliki kualitas yang baik. Kualitas ikan yang baik tentu memliki harga jual yang relatif tinggi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pascoe dan Coglan (2000) yang menyatakan bahwa alat tangkap yang canggih akan berdampak pada pendapatan nelayan. Bantuan koperasi dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy 0 dan 1. Dummy 0 adalah nelayan yang tidak mendapatkan bantuan dari koperasi. Sedangkan dummy 1 adalah nelayan yang mendapatkan bantuan dari kopersi. Dummy bantuan koperasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan nelayan. Melalui bantuan koperasi, para nelayan dimudahkan dalam akses penyediaan modal untuk keperluan melaut. Selain itu, koperasi menetapkan bunga yang rendah sehingga tidak menyulitkan nelayan untuk mengembalikan pinjaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kusnadi (2003)
yang bekerja maka rumah tangga nelayan akan mendapatkan penghasilan tambahan. Oleh karena itu, penghasilan rumah tangga nelayan tidak lagi hanya bergantung pada penghasilan yang diterima oleh kepala keluarga saja, tetapi ada penghasilan tambahan yang diperoleh dari anggota keluarga yang sudah mulai bekerja. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaussy dan Tisdel (1992) yang menyatakan bahwa variabel nisbah anggota keluarga yang bekerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Sementara itu, tidak signifikannya jumlah keluarga yang bekerja terhadap pendapatan disebabkan karena sebagian besar nelayan hanya memiliki istri yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan memiliki anak yang masih kecil/ belum masuk usia kerja. Pemilikan kapal dalam penelitian ini meggunakan variabel dummy 0 dan 1. Dummy 0 mengindikasikan bahwa nelayan tidak memiliki kapal sendiri. Sedangkan dummy 1 mengindikasikan bahwa nelayan memiliki kapal sendiri. Dummy pemilikan kapal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan nelayan. Nelayan yang memiliki kapal sendiri mendapatkan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan yang tidak memiliki kapal sendiri. Hal ini disebabkan karena nelayan yang tidak memiliki kapal sendiri memiliki keterikatan kontrak melaut dengan juragan/ pemilik kapal. Sedangkan nelayan yang memiliki kapal sendiri tidak harus berurusan dengan juragan/ pemilik kapal sehingga mereka dapat dengan bebas menentukan hasil dari melaut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee (1999) yang menemukan bahwa status kepemilikan kapal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil tangkapan ikan. Jenis kapal dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy 0 dan 1. Dummy 0 adalah nelayan yang menggunakan kapal tidak bermesin. Sedangkan dummy 1 adalah nelayan yang menggunakan kapal bermesin. Dummy jenis kapal tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar nelayan sudah menggunakan kapal bermesin tempel 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
yang menyatakan bahwa institusi ekonomi dalam hal ini koperasi memegang peranan penting dalam meningkatkan pendapatan nelayan. Penjualan hasil tangkapan dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy 0 dan 1. Dummy 0 adalah nelayan yang tidak menjual ikan kepada pemilik modal. Sedangkan dummy 1 adalah nelayan yang menjual ikan kepada pemilik modal. Dummy penjualan ikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan nelayan. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar nelayan menjual hasil tangkapannya kepada pengepul (pemilik modal). Kegiatan ini mereka lakukan karena mereka merasa lebih diuntungkan ketika menjual hasil tangkapannya kepada pemilik modal dibandingkan harus mengikuti lelang di tempat pelelangan ikan (TPI). Para pemilik modal mampu membayar lebih cepat dibandingkan harus menunggu proses lelang di TPI. Di sisi lain, uang dari hasil penjualan tersebut sangat mereka butuhkan untuk digunakan sebagai modal melaut berikutnya.
5. Rendahnya tingkat kepercayaan (trust) nelayan terhadap perubahan dalam melaut Saran Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, kondisi TPI Morodemak dan pantai yang masih memprihatinkan, mengindikasikan diperlukannya penanganan yang serius tentang pelestarian lingkungan di daerah pesisir. Selain itu, pemberdayaan instansi koperasi juga diperlukan agar memudahkan para nelayan dalam proses ketersediaan modal untuk melaut. DAFTAR PUSTAKA Akhmad. F. 2003. “Turning The Tide”. Kebijakan ekonomi perikanan, Kompas 30 Juli 2003, 35 Firdaussy, C.M., and Tisdell. 1992. Determinant of Rural Income and Poverty at The Village Level in Bali, Indonesia. Malaysian Journal of Economic Studies, 29(1), 19-34 Ishak, Shari. 1990. Ekonomi Nelayan, Pengumpul Modal, Perubahan Teknologi dan Pembezaan Ekonomi. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pandidikan Malaysia.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian mendapatkan beberapa temuan sebagai berikut: 1. Variabel tingkat pendidikan, kepemilikan kapal, aset nelayan, bantuan koperasi, dan penjualan ikan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Sementara itu, variabel umur, jumlah tanggungan, jumlah anggota keluarga yang bekerja, pengalaman nelayan, dan jenis kapal tidak mempengaruhi pendapatan nelayan 2. Peran instansi koperasi yang masih sangat rendah sehingga menyebabkan para nelayan lebih tertarik untuk meminjam modal kepada para pemilik modal 3. Kondisi TPI Morodemak yang memprihatinkan membuat para nelayan lebih tertarik untuk menjual hasil tangkapan ikannya kepada para pemilik modal 4. Penggunaan teknologi yang masih tergolong standar dan tidak ramah lingkungan yang menyebabkan kerusakan lingkungan pantai dan sekitarnya
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2010. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014. Jakarta Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. LKIS. Yogyakarta Mukherjee, N. 1999. Consultations with The Poor in Indonesia. Country Synthesis Report. Draft Report August 1999. World Bank Naude, A.Y and Taylor, J.E 2001. Determinants of Non Farm Activities and Income of Rural Households in Mexico with Emphasis on Education. World Development, 29(3) 561572. Nurfiarini, A. 2003. Kajian Budidaya Perikanan Pesisir dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Teluk Saleh Kabupaten Dompu. IPB. Bogor. 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Perkotaan. Jurnal Ekonomi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Pascoe, S., and Coglan, L. 2000. Implications of Differences in Technical Efficiency of Fishing Boats for Capacity Measurement and Reduction, Marine Policy, 24, 301307.
Swaminathan, M. 1997. The Determinant of Earning Among Low-income Workers in Bombay: An Analysis of Panel data. The journal of Development Studies, 33 (4).535-551.
Sudarso. 2008. Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional di
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
DINAMIKA SIKLUS BISNIS DI ASEAN DAN CHINA Kajian Makroekonomi dengan External Shock Etty Puji Lestari Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka
[email protected] Abstract Many pros and cons of the research which states that an increase in the intensity of trade between the two countries gave a positive and negative effect on the business cycles synchronization on these countries. The purpose of this study was to analyze whether the increase in China's trade is conducted by an impact on the business cycles synchronization that occur in the ASEAN countries. Samples to be taken is the 5 ASEAN countries, namely Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand and the Philippines and ASEAN partners, namely China. The method used in this study is a regression and VAR (Vector Autoregression). The movement of the business cycle in this study in terms of trade. In terms of trade, adopted the model used by Frankel and Rose, and Grubbel and Lloyd index. The results showed that both the trade variable intensity of intra-industry trade and trade have a negative influence on the alignment of business cycles in ASEAN. This is due to the majority of trade in ASEAN is still dominated by trade among themselves. Keywords: business cycles, ASEAN, external shock, China Abstrak Banyak pro dan kontra terhadap hasil penelitian yang menyatakan bahwa peningkatan intensitas perdagangan dua negara memberi pengaruh positif dan negatif terhadap keselarasan siklus bisnis pada negara-negara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis apakah peningkatan perdagangan yang dilakukan oleh China memberikan dampak terhadap keselarasan siklus bisnis yang terjadi di negara ASEAN. Sampel yang akan diambil adalah 5 negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina dan mitra ASEAN yaitu China. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi dan VAR (vector autoregression). Pergerakan siklus bisnis dalam penelitian ini dilihat dari sisi perdagangan. Dari sisi perdagangan, diadopsi model yang digunakan oleh Frankel dan Rose serta Indeks Grubbel dan Lloyd. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel perdagangan yaitu intensitas perdagangan dan perdagangan intra industri memiliki pengaruh yang negatif terhadap keselarasan siklus bisnis di ASEAN. Hal ini disebabkan mayoritas perdagangan di ASEAN masih didominasi oleh perdagangan antar mereka sendiri. Kata Kunci : siklus bisnis, ASEAN, external shock, China
secara berhasil dalam proses globalisasi. Tanpa dukungan hal tersebut maka sulit bagi negara berkembang untuk dapat bersaing di pasar internasional (Lestari, 2004). Fiess (2005) menemukan adanya komponen umum yang signifikan yang mengendalikan siklus bisnis baik di negara berkembang maupun di negara maju. Kebanyakan fluktuasi ekonomi yang dialami suatu negara diakibatkan oleh pergerakan eksternal (exterior impulse) yang dapat mempengaruhi mekanisme perekonomiannya. Aspek penting dari fluktuasi ekonomi adalah panjangnya siklus dan kecenderungan untuk mengurangi determinasi struktur intrinsik dari swinging system dimana
PENDAHULUAN Perkembangan global pada dasarnya dianggap sebagai peluang dan sekaligus tantangan. Peluang memiliki indikasi bahwa suatu negara memiliki kesempatan penuh untuk memperoleh keuntungan dengan dibukanya perdagangan bebas, sedangkan dikatakan suatu tantangan karena harus berhadapan dengan negara maju yang sudah memiliki daya saing yang tinggi. Globalisasi diyakini dapat meningkatkan peluang kemakmuran bagi negara berkembang dengan beberapa persyaratan, antara lain stabilitas politik dan hukum, kelengkapan minimal infrastruktur kelembagaan dan material serta modal awal sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
intensitas dari fluktuasi dideterminasi oleh pergerakan eksternal (Kindland, 1995). Untuk itu muncul pertanyaan apakah siklus bisnis tersebut dipengaruhi oleh guncangan (shock) eksogen yang ataukah siklus bisnis yang endogen. Siklus bisnis pada tingkat internasional perlu dipelajari dan diamati pergerakannya karena dia memiliki pengaruh pada permintaan dunia, dan perkembangan perekonomian negara berkembang. Perekonomian dunia pernah mengalami masa depressi (tahun 1920-1930) akibat kejadian perang dunia pertama. Peristiwa perang serupa telah mengakibatkan ekonomi booming seperti pada saat perang dunia kedua (1940-1945) dan perang Korea tahun 1950an. Dalam kasus ini biasanya permintaan barang dan jasa yang terkait dengan kejadian perang dapat merangsang peningkatan produksi dunia, seperti halnya produksi karet alam, biji besi dan peralatan komputer. Perang teluk sebagai reaksi invasi Irak ke Kuwait menyumbangkan pengaruhnya terhadap resesi ekonomi dunia, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negaranegara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk memmbahas perbedaan diantara anggotanya dengan damai. Saat ini ASEAN beranggotakan 10 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja dan Laos. Kerjasama ASEAN sejauh ini sudah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara anggotanya (www.asean.org). Pembentukan integrasi ekonomi ASEAN diyakini mampu menjadi faktor pendorong perkembangan ekonomi dikawasan Asia. Dua dekade yang lalu banyak studi empiris yang menganalisis masalah siklus bisnis yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara khusus beberapa penelitian menganalisis pergerakan pada agregat ekonomi
makro yang dialami suatu negara yang terintegrasi secara ekonomi dengan negara lain. Ada tiga alasan mengapa analisis ini perlu dilakukan. Pertama, shock yang dihadapi oleh suatu negara biasanya akan berdampak kepada negara lain melalui perdagangan dan transaksi pasar uang. Kedua, negara yang terintegrasi dalam suatu group apabila salah satunya mengalami shock maka akan menimbulkan dampak yang sama dengan negara lain dalam group tersebut. Ketiga, shock yang melanda sektor tertentu mungkin akan menyebabkan pergerakan dalam agregat output jika struktur ekonomi negara sama (lihat Loayza et al, 2001). Salah satu hal yang berkaitan dengan masalah integrasi ekonomi adalah kegiatan perdagangan. Dampak dari peningkatan integrasi perdagangan dan korelasinya dengan siklus bisnis antara dua negara tergantung pada dominasi inter industri dan intra industri. Semakin besar perdagangan inter industri cenderung akan mengurangi korelasi siklus bisnis antar patner dagang. Sementara itu peningkatan perdagangan intra industri akan cenderung meningkatkan korelasi siklus bisnis (Zebregs, 2007). Analisis tentang pergerakan fluktuasi ekonomi mendapat perhatian yang lebih dari beberapa integrasi ekonomi karena akan mempengaruhi kebijakan ekonomi dan institusinya. Escait (2004), Jacobo (2000), Christodulakis et al (1995) menyatakan bahwa adanya siklus bisnis cenderung akan memberikan dampak yang sama pada anggota negara yang menganut integrasi ekonomi. Kajian yang dilakukan oleh Ahmed (2003), Mejia Reyes (2003), Cerro dan Pineda (2002), Loayza et al (2001) menyimpulkan bahwa siklus bisnis memiliki keistimewaan tersendiri dan berdampak terhadap shock yang dialami negara dalam jangka pendek. Sebaliknya Hecq (2003) dan Engle dan Isher (1993) menemukan bahwa kebanyakan negara-negara di Amerika Latin mengalami pergerakan siklus bisnis dalam jangka panjang dan jangka pendek secara bersamaan. Temuan ini serupa dengan hasil studi empiris yang dilakukan oleh Shin dan Wang (2003) dan Cortinhas (2005). Mereka menemukan adanya hubungan positip antara perdagangan intra industri dengan siklus bisnis. Sementara itu Gruben et al (2002) dan 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Fidrmuc (2004) juga menemukan bahwa perdagangan intra industri memiliki dampak yang positip terhadap pergerakan GDP di negara-negara OECD. Temuan ini berbeda dengan hasil empiris yang dilakukan oleh Eric (2007) yang menyatakan sebaliknya. Selama banyak hasil kajian yang menyatakan bahwa peningkatan intensitas perdagangan antar dua negara akan berpengaruh terhadap peningkatan siklus bisnis pada negaranegara tersebut, namun penelitian yang dilakukan oleh Eric menyatakan sebaliknya. Perdagangan bilateral yang dilakukan oleh dua negara berpengaruh negatip terhadap pergerakan GDP karena akan menimbulkan spesialisasi industri di negara tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini mencoba mengestimasi apakah perdagangan bilateral yang dilakukan oleh ASEAN dengan China akan berpengaruh terhadap kesamaan pergerakan siklus bisnis (comovement business cycle).
output riil dan tenaga kerja. Siklus bisnis terdiri dari beberapa tahapan yang berbeda yaitu fase ekspansi, fase kontraksi dan fase recovery (Botha, 2004). Fase ekspansi merupakan fase awal dimana perekonomian mengalami ekspansi melebihi ketinggian siklus sebelumnya. Didalam ekspansi terdapat beberapa periode termasuk dalam periode peningkatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi yang sering disebut siklus pertumbuhan (Anon, 2001a). Ekspansi merupakan suatu periode dimana permintaan dan produksi mengalami peningkatan dan kepercayaan konsumen juga meningkat sehingga angka penjualan juga meningkat. Inflasi dan suku bunga juga mengalami kenaikan selama periode ekspansi. Fase kedua adalah fase kontraksi. Ekspansi bisnis meningkat sampai puncaknya sesudahnya diikuti oleh fase kontraksi. Selama fase ini beberapa faktor seperti penjualan, harga, produksi dan tenaga kerja mulai menurun. Penurunan ini biasanya akan diikuti oleh penurunan suku bunga. Apabila penurunan ini terjadi secara drastis dan dalam jangka panjang maka akan terjadi resesi. Resesi ini biasanya didefinisikan sebagai penurunan GDP secara dua kuartal berturut turut. Ini terjadi biasanya kurang dari satu tahun sampai satu tahun dan berimbas pada kontraksi beberapa sektor ekonomi. Resesi dimulai pada puncak siklus bisnis dan berakhir titik terendah/trough seperti terlihat pada Gambar 2.2.
SIKLUS BISNIS DALAM PERSEPEKTIF TEORI Siklus bisnis juga didefinisikan sebagai deviasi dari output terhadap tren. Dalam konteks ini timbul periode ekspansi dan kontraksi terhadap aktivitas perekonomian. Siklus bisnis berdampak terhadap inflasi, pengeluaran pemerintah, ketenagakerjaan, penjualan, produksi dan beberapa aspek perekonomian (Botha ; 2004, Leslie ; 1993) menyatakan bahwa siklus bisnis adalah segala sesuatu tentang volatilitas atau fluktuasi dari
Sumber : investopedia.com Gambar 1. Siklus Bisnis 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Fase ketiga adalah fase recovery. Adakalanya dalam suatu perekonomian terjadi perulangan permintaan dan kenaikan produksi. Fase recovery bergerak sampai ke ekspansi periode baru dan siklus bisnis dimulai lagi. Recovery merupakan fase transisional yang dimulai dari titik ekonomi terendah atau trough sampai perekonomian pulih kembali dan kembali ke semula. Secara umum, pertumbuhan yang paling kuat terjadi pada fase recovery namun durasinya paling pendek dibanding fase resesi (Botha, 2004). Menurut teori siklus bisnis, saat terjadi booming ekonomi, kredit akan bergerak tak terkendali, moral hazard tumbuh sehingga masa kemakmuran akan berbalik menjadi krisis. Menurut Minsky, akar instabilitas terletak stabilitas itu sendiri. Saat ekonomi berjalan baik, spekulasi yang berbuntut pada instabilitas akan terjadi.
bisnisnya maka ada tiga proksi yang dapat dilakukan (Frankel dan Rose,1998). Variabel pertama hanya menggunakan data ekspor. Proksi kedua dilakukan dengan data impor, sedangkan proksi ketiga menggunakan kombinasi keduanya. Variabel intensitas perdagangan bilateral ditulis sebagai berikut : (, )= (, )=
(, )=
Dimana Xijt = total nominal ekspor dari negara i ke negara j pada periode waktu t; Mijt = total nominal impor dari negara i ke negara j pada periode waktu t; Xij + Mij = nilai keseluruhan ekspor dan impor negara i (j) pada periode waktu t. Sementara itu perdagangan intra industri merupakan mengadopsi formula perhitungan variabel ini mengadopsi penelitian Rana (2007), Frankel dan Rose (1998), Shin dan Wang (2004), Teng dan Way (2005). Perhitungan perdagangan intra industry diderivasi dengan Indeks Grubel dan Lloyd (1975) ∑ − =1− ∑ + Dimana : = total nominal ekspor produk k dari negara i ke negara j. = total nominal impor produk k dari negara i ke negara j. Dari beberapa variabel tersebut maka dapat dibuat model persamaan yaitu: BCi jt o 1TIi jt 2 IIT jt it
METODE PENELITIAN Data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi data ekspor, data impor, perdagangan intra industri. Data diperoleh dari International Financial Statistic (IFS) yang dipublikasikan oleh IMF, Laporan Tahunan Bank Indonesia, Word Bank, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dan beberapa terbitan Badan Pusat Statistik. Periode waktu yang akan diteliti mulai tahun 2006 sampai 2012. Sementara sampel penelitian adalah 5 negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina dan China sebagai mitra. Penelitian ini menggunakan data panel. Sementara variabel yang digunakan ada 3 yaitu siklus bisnis, intensitas perdagangan dan perdagangan intra industri. Siklus bisnis diperoleh dari koefisien korelasi GDP bilateral menggunakan metode five year moving average. Intensitas perdagangan dihitung menggunakan formula Frankel dan Rose (1998) yaitu dengan menggunakan terms of trade1. Untuk melihat bagaimana peran dari intensitas perdagangan bilateral pada masingmasing negara termasuk pergerakan siklus
dimana BC adalah siklus bisnis, TI adalah intensitas perdagangan dan IIT adalah perdagangan intra industri. Model-model ini akan diolah menggunakan program pengolah data Eviews dan program pengolah data Megastat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Akar Unit Dari hasil pengujian akar unit untuk variabel siklus bisnis diketahui bahwa pada semua negara sudah stasioner, kecuali Indonesia. Dengan demikian untuk Indonesia harus dilakukan uji
1
Formula Frankel dan Rose umumnya yang sering digunakan peneliti untuk menghitung intensitas perdagangan. Untuk literatur lebih lanjut lihat Shin dan Wang (2005), Rana (2007), Teng dan Way (2005), Oktaviani et al (2007) dan Cortinhas (2007).
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
derajat integrasi 1 dan hasilnya sudah stasioner akar unit level, sementara Malaysia, Thailand, pada level signifikan 1 persen. Hal sebaliknya Singapura, China dan Filipina baru lolos pada uji untuk pengujian terhadap variabel intensitas derajat integrasi 1. perdagangan. hanya Indonesia yang lolos dalam uji Tabel 1. Hasil Uji Derajat Integrasi Hasil Uji Akar Unit Variabel Negara Level Derajat Derajat integrasi 1 integrasi 2 Siklus Bisnis Indonesia -2.212966 -3.752111 Malaysia -3.106704 Thailand -3.133851 Filipina -3.047715 Singapura -3.246827 China -3.844043 Intensitas Indonesia -2.662363 Perdagangan Malaysia -1.541524 -4.950792 Thailand -2.233281 -3.903700 Filipina -0.320843 -4.971138 Singapura -1.974594 -4.495647 China -0.875562 -4.325881 Perdagangan Indonesia 1.760500 -7.680202 Intra Industri Malaysia -2.119446 -6.510402 Thailand -1.180034 -1.952938 -4.682595 Filipina -1.663082 -6.149000 Singapura -1.015515 -4.920497 China -4.691535 Sumber : hasil perhitungan EViews Sementara itu hasil perhitungan untuk sudah dinyatakan sahih sehingga bisa dilakukan perdagangan perdagangan intra industri inferensi. menyatakan bahwa hanya China yang lolos pada uji akar unit pada level, sedangkan Indonesia, Hasil Perhitungan Data Panel Thailand, Filipina dan Singapura baru lolos pada Dari hasil pengujian regresi untuk variabel derajat integrasi 1. Sementara itu untuk Malaysia perdagangan diketahui bahwa variabel intensitas belum lolos pada derajat integrasi 1 sehingga perdagangan dan perdagangan intra industri dilakukan pengujian untuk derajat integrasi 2. memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Hasilnya, Malaysia lolos pada derajat integrasi 2. keselarasan siklus bisnis. Dengan hasil demikian maka seluruh variabel Tabel 2. Hasil Perhitungan PLS Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
Intensitas Perdagangan Perdagangan Intra Industri
2.952725 0.890378
0.266596 0.091170
11.07565 9.766116
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
-8.864432 -8.921784 0.330001 18.73096 5
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
0.919649 0.104766 0.631988 0.668299
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Log likelihood Durbin-Watson stat
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
-52.98294 0.091230
Hasil perhitungan untuk variabel intensitas perdagangan menyatakan bahwa variabel ini memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap keselarasan siklus bisnis. Hasil ini megindikasikan bahwa peran China sebagai patner dagang di ASEAN sangat penting. Semakin banyak intensitas perdagangannya maka keselarasan siklus bisnisnya akan semakin meningkat. Apabila dilihat kilas balik maka dalam perkembangan AFTA terus berlanjut yang kemudian memulai kesepakatan untuk memasukkan China sebagai partner dagang dalam kawasan ASEAN dan membentuk ASEAN-China Free Trade Areas (ACFTA). ACFTA ini diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001. Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA. Kemudian, pada November 2004, peserta ASEAN-China Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Tujuan dari Framework Agreement ACFTA tersebut adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Selain itu, menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui (a) penghapusan tariff dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang; (b) liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; (c) membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN-China FTA. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN-5 (Indonesia,
F-statistic Prob(F-statistic)
-154.5636 1.000000
Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan hamper semua tarif komoditas pada tahun 2010. Perdagangan bebas tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2010 dengan penghapusan tariff pada produk-produk ekspor impor sesuai dengan kesepakatan (Aryato, 2011). Ketertarikan ASEAN mengikutsertakan China menjadi partner dagang dalam ACFTA karena China memiliki potensi pasar yang bagus. Seperti yang kita ketahui China merupakan negara berkembang di Asia yang perkembangan ekonominya cukup pesat dan mampu mempertahankan pertumbuhan yang tinggi dibanding negara-negara lainnya, sehingga posisi Cina saat ini cukup penting dalam perekonomian global. China yang memiliki penduduk yang begitu besar yaitu 1,4 miliar yang merupakan pasar yang cukup besar dan potensial sehingga akan saling menguntungkan apabila dapat dijalin kerjasama diberbagai sektor ekonomi, karena disamping memiliki kemampuan investasi yang tinggi, Cina juga membutuhkan bahan baku dan barang modal untuk menggerakkan sektor industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas tersebut, akan membuat produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih mudah masuk ke pasar domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi lebih murah, disebabkan adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk (Aryato, 2011). Hasil perhitungan untuk variabel perdagangan intra industri memperlihatkan bahwa perdagangan intra industri mempengaruhi secara positip dan signifikan terhadap keselarasan siklus bisnis pada derajat kepercayaan satu persen. Temuan ini mengindikasikan bahwa meningkatnya perdagangan intra industri akan cenderung meningkatkan keselarasan siklus bisnis. Hasil ini juga menyimpulkan bahwa perdagangan intra industri merupakan faktor penting yang mendorong keselarasan siklus bisnis. Temuan ini memperlihatkan fakta bahwa keberadaan ASEAN5 sebagai mitra dagang negara China, Jepang, Korea dan India sangat penting. Keberadaan mitra 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dagang Asean memberikan dorongan yang kuat dilakukannya perdagangan yang saling menguntungkan. Hasil ini relevan dengan studi empiris yang dilakukan oleh Teng dan Way (2005) dan Rana (2007). Hasil positif ini juga didukung oleh studi empiris yang dilakukan oleh Arif dan Tan (1992) yang menemukan bahwa perdagangan intra industri antar negara ASEAN pangsanya mencapai 96 persen. Kondisi ini didorong oleh banyaknya perusahaan multinasional yang berinvestasi di negara-negara ASEAN. Kajian yang dilakukan Yuniarti (2007) menyatakan bahwa sebagian besar perdagangan dunia terutama antara negara-negara industri merupakan perdagangan intra industri.
Kondisi ini perlu ditingkatkan dengan adanya diferensiasi produk, skala industri dan meningkatnya persaingan pasar (Lestari, 2011). Salah satu keunggulan ekspor negara ASEAN adalah komponen otomotif yang merupakan salah satu perdagangan intra industri. Data pada Gambar 2. menunjukkan bahwa pertumbuhan komponen otomotif di ASEAN meningkat pesat yaitu dari 92 persen pada tahun 1997 menjadi lebih dari 150 persen pada tahun 2002. Sementara itu pertumbuhan komponen otomotif di Jepang berkisar 14,6 persen pada tahun 1997 dan menurun menjadi 66 persen pada tahun 2002.
180 160 140 Persen
120 100
ASEAN
80
Lainnya
60
Jepang
40 20 0 1997
1998
1999
2000
2001
2002
Sumber : TDMI (2003) di olah dari data BPS Gambar 2. Pertumbuhan Komponen Otomotif Kajian yang sudah dilakukan Trade and Management Institute/TDMI (2003) menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan komponen otomotif kemungkinan besar didukung oleh menurunnya biaya produksi, rendahnya tarif bea masuk yang berlaku diantara anggota dalam rangka mewujudkan ASEAN Free Trade Area/AFTA. Peningkatan tersebut juga melalui skema ASEAN Industrial Corporation (AICO) (Lestari, 2011).
hubungan positif terhadap keselarasan siklus bisnis. Hasil ini mengindikasikan bahwa keberadaan China sebagai mitra dagang memiliki pengaruh positif terhadap kegiatan perdagangan di ASEAN. Hal ini diperkuat dengan diterapkannya ASEAN Free Trade Area (AC-FTA) di ASEAN mulai tahun 2010. Dengan adanya bea masuk nol maka diharapkan dapat meningkatkan intensitas perdagangan. Hasil ini mendukung kajian yang sudah dilakukan oleh Teng dan Way (2005), Rana (2006), Shin dan Wang (2004) serta Lestari (2012). Namun demikian, seharusnya kegiatan perdagangan yang dilakukan harus diawasi sepenuhnya oleh otoritas pemerintahan negara
PENUTUP Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa kedua variabel yaitu variabel perdagangan intra industri dan intensitas perdagangan memiliki 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
ASEAN agar tidak terjadi over kuota terhadap impor. China dikenal memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional sehingga dikhawatirkan akan mengalahkan produsn dalam negeri. Oleh karena itu selain produksi dalam negeri digenjot, pemerintah juga harus memberikan iklim yang kondusif untuk meningkatkan keberadaan industri kecil agar dapat bersaing secara global. Diberlakukannya AC-FTA selain menguntungkan karena terjadinya penetrasi pasar juga berakibat merugikan, terutama bagi negara yang perekonomiannya kurang kuat. Oleh karena itu perlu strategi untuk memperkuat perdagangan dalam negeri. Strategi peningkatan ekspor yang dapat dilakukan pemerintah di negara ASEAN pada dasarnya dibagi atas 2 program sistemik yang saling berkaitan, yaitu dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, perlu melakukan pembinaan industri sehingga memiliki kapasitas produksi dan peningkatan serta diversifikasi baik mutu maupun jenis-jenis produk yang ditawarkan. Usaha lain yang dilakukan adalah dengan cara meningkatkan daya saing produk melalui program peningkatan citra merek dagang, diversifikasi produk dan pengembangan produk dan jasa. Selain itu, pembinaan pelaku ekspor, di samping untuk menguasai teknis-teknis perdagangan internasional juga dipandang perlu memberikan pengetahuan mengenai perdagangan internasional. Dalam kaitan dengan luar negeri, melakukan akses dengan pasar melalui perundinganperundingan ditingkat multilateral, regional, dan bilateral, melakukan promosi ekspor ke luar negeri dan dalam negeri serta melakukan diversifikasi pasar ke pasar non tradisional dengan tetap mempertahankan pasar tradisional. Dari sisi Pemerintah, kebijakan dan strategi untuk penetrasi pasar perlu dilakukan melalui 4 langkah secara komprehensif, yaitu (1) melakukan pemantapan institusi/bilateral agreements and mechanism, (2) menggalakkan kegiatan promosi ekspor di luar negeri, (3) mengupayakan fasilitas ekspor, dan (4) membentuk kebijakan pengembangan industri dan iklim usaha yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA Botha, Ilse. 2004. Modelling the Business Cycle of South Africa: Linear VS Non Linear Methods. Disertasi. Rand Afrikaans University. Cerro, A. M. and J. Pineda. 2002. Latin American Growth Cycles. Empirical Evidence 19602000, Estudios de Economía, Vol. 29, Num. 1, pp. 89-109. Christodoulakis, N., Dimelis, S. P. and Kollintzas, T. 1995.Comparison of Business Cycles in the EC: Idiosyncrasies y Regularities, Economica, Vol. 62, pp. 1-27. Cloete, J 1990: The Business Cycle and The Long Wave. Cape Town: Galvin & Sales. Cortinhas, Carlos. 2007. Intra Industry Trade and Business Cycle in Asean. Journal of Applied Economic. Vol. 39. 893-902 Eichengreen, B., 1991. Is Europe an Optimum Currency Area? , Working Paper No.3579, National Bureau of Economic Research, Cambridge, January 1991. Eric C.Y.Ng. 2007. Vertical Specialization, Intra industry Trade and Business Cycle Comovement. Working Paper. Federal Reserve Bank of Mineapolis Escaith, H. 2004. La Integración Regional la Coordinación Macroeconómica en América Latina, Revista de la CEPAL, No. 82, pp. 55-74. Fernandez, Viviana dan Ali M.Kutan 2005. Do Regional Integration Agreements Increase Business Cycle Convergence? Evidence From APEC and NAFTA. Working Paper. diakses dari http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm pada tanggal 10 Maret 2008 Fiess,
Norbert. 2005. Business Cycle Syncronization and Regional Integration: A Case Study for Central America. Working Paper. diakses dari www.worldbank.org. Tanggal 23 Januari 2009.
Frankel, Jeffrey, and Andrew Rose. 1998. The Endogeneity of the Optimum Currency Area 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Criteria. Economic Journal 108 (449):1009– 25.
Morimune, K dan Zhao,G.Q., 1997, Non Stationary Estimation of the Japanese Money Demand Function, Journal of Economic Research, 2, 1-28
Greene, W.H. 2000. Econometric Analysis. Fourth Edition. Prentice Hall
Mundell,R 1961. “A Theory of Optimum Currency Area”, American Economic Review 60, 657665.
Grubel, Herbert G., and Peter J.Lloyd, 1975. Intraindustry Trade: The Theory and Measurement of International Trade in Differentiated Products, London: MacMillan
Rana, Pradumna.B. 2007. Trade Intensity and Business Cycle Syncronization : The Case of East Asia. Working Paper Series on Regional Economic Integration. No.10. Asian Development Bank.
Gujarati, D., 2003, Basic Econometric, McGrawHill, Inc. Imbs, J. 2004. Trade, Finace, Specialization and Synchronization. Review of Economics and Statistics. 86. 723-734.
Shin, Kwanho dan Yunjong Wang. 2004. Trade Integration and Business Cycle Synchronization in East Asia. Asian Economic Papers
Jacobo,A.2000.Some Empirical Evidence On The Macroeconomic Behavior Of Mercosur Countries, in Supranational Cooperation and Integration. Goods and Services vs Information, Berlin: P. Lang Publishers, pp. 127-152.
Sims, C.A., Stock, J.H., dan Watson,M.W., 1991, Inference in Linear Time Series Models With Some Unit Roots”, Econometrica, 58, 113-114.
Kenen, P., 1969. The Theory of Optimum Currency Area: an An Eclectic View, In: Mundell, R., Swoboda, A. (eds.): Monetary Problems in the International Economy, University of Chicago Press, Chicago.
Stern & Nicholas. 2000. Globalization and Poverty. Makalah, dipresentasikan di Seminar LPEM, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Teng, Kwek Kian dan Wai, Cho.cho. 2005. Trade Integration and Business Cycle Syncronization: The Case of India, China with ASEAN-5. Working Paper. Didownload dari www.pes.org.ph/faea/downloads/paper/3/par arell3b1.pdf
Kydland, F. 1995. Business Cycle Theory. Edward Elgar Publishing Limited:England. Lestari, Etty. P. 2012. Trade Integration and Business Cycle Synchronization: Empirical Study of ASEAN-5, China, Japan, Korea and India. China-USA Business Review, Vol. 11 No.10. Oktober 2012.
Zebregs, Harm. 2004. Intraregional Trade in Emering Asia. IMF Policy Discussion Paper.
Littermann,R.B., 1985,”Money, Real interest Rate and Output: a Reinterpretation of Postwar U.S. data”, Econometrica, 53, 129-156. Loayza, Norman. Humberto López and Angel Ubide. 2001. Comovement and Sectoral Interdependence: Evidence for Latin America, East Asia, and Europe. IMF Staff Papers. Vol. 48, No. 2, pp. 367-396.
9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
MODEL KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN RAKYAT DALAM RANGKA PENGUATAN EKONOMI DI ACEH Ghazali Syamni Ikramuddin Bambang All Nugroho Nuhfil Hanani Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
[email protected] Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan model kemitraan rantai pasok dan rantai nilai usaha peternakan rakyat serta pola pengembangan peternakan rakyat dalam konteks pembangunan ekonomi lokal berbasis peternakan di Aceh. Tujuan khusus penelitian adalah mengevaluasi kinerja program pengembangan peternakan rakyat, mengindentifikasi pola-pola kemitraan peternakan rakyat dan faktor-faktor yang mendorong peternak dan pelaku bisnis melaksanakan model kemitraan tersebut, menganalisis kelembagaan kemitraan rantai pasok usaha peternakan rakyat.Evaluasi kinerja program pengembangan peternakan dilakukan secara deskriptif kualitatif. Identifikasi pola kemitraan usaha peternakan rakyat dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan penetapan pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan dari aspek produksi hingga pemasaran produk ternak dan memiliki pengaruh dalam menentukan kebijakan pengembangan kelembagaan kemitraan usaha peternakan rakyat, serta berdasarkan jenis kemitraan dan implementasinya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aceh memiliki potensi besar untuk pengembangan peternakan guna mengimbangi tingginya permintaan masyarakat akan daging dan telur. Hal ini didukung oleh iklim yang sesuai untuk budidaya ternak, ketersedian lahan yang luas untuk pembibitan dan pakan ternak, adanya sumberdaya manusia petermakan meskipun masih terbatas. Usaha peternakan rakyat di Aceh pada umumnya bersifat mandiri dan berskala kecil. Beberapa diantaranya mendapat bantuan bibit dari pemerintah daerah melalui dinas terkait. Hanya peternakan ayam pedaging yang dikembangkan secara kemitraan dengan pola PIR antara PT. Charoen Pokphand Indonesia dan PT. Confeed dengan peternak. Namun pola kemitraan ini dinilai merugikan peternak, karena kerugian dalam usaha peternakan ayam pedaging ditanggung sepenuhnya oleh peternak dan pemasaran dilakukan pada pedagang yang ditunjuk oleh perusahaan inti. Kendala pengembangan usaha peternakan rakyat di Aceh adalah lemahnya permodalan, tingginya harga pakan, kurangnya pabrik pakan konsentrat, manajemen usaha yang tidak terstruktur, keterbatasan sarana dan prasarana transportasi, kurangnya pengawasan dan pembinaan dari dinas terkait, masalah sosial, kurangnya akses pasar dan informasi harga, dan masalah kepastian hukum dan keamanan menjadi pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi di Aceh. Kata kunci: peternakan, manajemen, rantai pasok dan rantai nilai.
Masyarakat masih memandang usaha peternakan ini sebagai usaha sampingan dan hanya memelihara beberapa ekor ternak saja sehingga harganya tetap melambung karena persediaan ternak lokal yang sangat minim. Pada tahun 1960-1980-an, Aceh terkenal sebagai daerah sentra produsen sapi dan kerbau terbesar di pulau Sumatra. Saat itu, sebanyak 30 persen sampai 40 persen produksi ternak sapi dan kerbau dari Aceh, memenuhi kebutuhan daging di pulau Sumatra, terutama Sumut dan Sumbar. Namun saat ini sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan daging meugang puasa dan lebaran (Rp 110.000-120.000/kg), pedagang daging di Aceh harus mengimpor daging dari Australia dan memasok sapi impor melalui Lampung. Penurunan produksi ternak besar (sapi, kerbau dan kambing),
PENDAHULUAN Peternakan adalah sektor ril yang paling dekat dengan masyarakat Indonesia, khususnya Masyarakat Aceh. Usaha bidang peternakan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Pemerintah Aceh telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak agar Aceh tidak lagi memiliki ketergantungan pada daerah lain dalam memenuhi kebutuhan ternak dan telur ayam. Namun sampai saat ini usaha itu belum memberikan hasil yang optimal. Aceh masih saja menjadi pengimpor daging dan telur dari provinsi lain. Khusus harga daging di Aceh sangat tinggi, bahkan disebut-sebut tertinggi di dunia. Rendahnya produksi dan produktivitas ternak karena pengembangannya yang belum berorientasi bisnis. 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menurutnya, terjadi sejak kondisi keamanan Aceh terganggu mulai tahun 1990 sampai tahun 2005. Peternak tidak lagi nyaman melakukan aktivitasnya. Pertambahan ternak tetap ada, tapi persentasenya tidak lagi setinggi pada masa kejayaannya tahun 1960-1980. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh (2010), populasi sapi aceh dalam tahun 2009 adalah 590.315 ekor (88,11%) dari total populasi sapi di Aceh yaitu 669.996 ekor yang menyebar pada 23 kabupaten/kota di Aceh. Populasi terbesar sapi aceh meliputi Kabupaten Aceh Timur (100.992 ekor), Kabupaten Aceh Utara (97.394 ekor), dan Kabupaten Aceh Besar (96.789 ekor). Bobot sapi aceh muda betina sekitar 128+30 kg, dan jantan 145+37 kg. Sapi aceh saat ini telah tersebar secara meluas ke seluruh wilayah Aceh, sebagian kabupaten dalam wilayah Sumatera Utara, seperti Binjai dan Karo, juga dipasarkan di wilayah Bonjol dan Talu Provinsi Sumatera Barat (Diskeswannak Aceh, 2012). Komoditas unggulan sektor peternakan di Kabupaten Aceh Utara adalah ayam buras sedangkan posisi kedua adalah sapi, kerbau. Jumlah ternak sapi mencapai 135.677 ekor, kerbau 11.460 ekor, kambing 113.228 ekor, domba 20.323 ekor, ayam buras 2.664.016 ekor, ayam pedaging 463.909 ekor dan itik sebanyak 556.114 ekor (Pemkab Aceh Utara, 2013). Usaha peternakan non ayam ras didominasi oleh usaha rumah tangga yang pada umumnya merupakan usaha sampingan berskala kecil, tidak intensif dan dengan teknologi tradisional. Program agribisnis ayam petelur di Kabupaten Aceh Timur telah mampu menghasilkan 55 ribu butir telur ayam per hari. Program agribisnis ayam petelur di Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu program unggulan daerah ini yang berdampak positif bagi perkembangan perunggasan khususnya ayam petelur, terbukanya lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan dan sebagai inovasi baru yang dapat meningkatkan kapasitas SDM peternakan. Program ini memotivasi masyarakat untuk membuka usaha serupa secara pribadi dan berkelompok. Untuk itu, Kabupaten Aceh Timur ditetapkan sebagai sentra pengembangan agribisnis ayam petelur di Aceh.
Untuk mendukung program peningkatan produksi daging dan populasi ternak secara menyeluruh, Pemerintah Aceh melalui instansi terkait telah mengalokasikan anggaran antara Rp 90- Rp 100 miliar, tapi produksi ternak sapi lokal tetap saja belum memuaskan masyarakat. Kebanyakan pengusaha di Aceh lebih tertarik pada jasa kontraktor daripada usaha-usaha produksi seperti sektor peternakan. Padahal bila sektor peternakan ini dikelola secara serius dengan konsep bisnis, tentu dapat memberi dampak besar bagi perekonomian masyarakat. Kerja sama dengan berbagai stakeholder, merupakan kunci untuk keberhasilan sebuah program. Pemerintah akan membina dan memberikan stimulant dengan memfasilitasi atau menyediakan beberapa fasilitas publik yang tidak sanggup disediakan oleh masyarakat. Karenanya, pihak swasta diharapkan dapat berperan maksimal dalam menyukseskan agenda pembangunan, termasuk bidang peternakan. Usaha peternakan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh selama ini, masih bersifat relatif tradisional dengan skala usaha yang sangat kecil, sehingga dampak ekonomi juga sangat kecil. Masyarakat belum menjadikan peternakan menjadi mata pencarian utama, melainkan masih sebatas sampingan. Untuk mengubah konsep tersebut, tentu membutuhkan kerja keras dan terintegrasi dengan berbagai instansi terkait lainnya seperti perdagangan, koperasi, lembaga keuangan, dan penyuluhan. Kemitraan merupakan langkah sukses membangun peternakan yang mayoritasnya berskala kecil. Integrasi dengan pengusaha swasta dibidang peternakan perlu digalang dalam rangka pembelajaran perubahan peternak tradisonal menuju agribisnis peternakan. Peluang investasi peternakan di Aceh sangat menarik. Aceh memiliki prospek untuk menjadi pengeskpor ternak baik ke provinsi lain di Indonesia dan luar negeri. Jika sektor peternakan dikembangkan berbasiskan rakyat, dikelola secara professional dan pembiayaan yang transparan, akan menjadikan Aceh sebagai kawasan investasi peternakan yang strategis. Prospek pemasaran hasil peternakan Aceh sangat tinggi mengingat tingginya permintaan daging dan harga daging relatif lebih tinggi di Aceh dibandingkan di daerah lainnya di Indonesia, terutama pada hari Meugang dan 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menjelang hari raya umat Islam. Di hari Meugang, daerah, rakyat miskin akan berdaya. Dan ini harga daging sapi berkisar antara Rp. 80.000/kg membuka peluang kerja baru mulai dari peternak, hingga Rp. 100.000/kg. Padahal harga di Medan pemasar pakan hingga ke pemasar daging, juga dan di Jakarta pada hari yang sama hanya berkisar membuka jalinan kerjasama sinergi dengan para Rp. 70.000/kg hingga Rp. 80.000/kg. Di Malaysia pekerja ternak professional seperti dokter hewan. harga daging segar paling tinggi RM 15 (Rp. 37.500/kg) dan gading impor hanya RM 8 (Rp. METODE PENELITIAN 20.000/kg). Walaupun harga pakan ternak di aceh Ruang Lingkup Penelitian relatif tinggi, tetapi kenaikan harga jual ternak Lingkup penelitian mencakup formulasi lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga pakan model kemitraan pada usaha peternakan rakyat di ternak. Artinya para peternak masih dapat meraih Aceh. Kajian kemitraan antara peternak dengan keuntungan signifikan (Syakir dan Shabri, 2009). pelaku bisnis juga ditinjau berdasarkan kendala dan Sektor Peternakan yang tidak teintegrasi peluang kemitraan sehingga diharapkan dapat antara peternak dengan pelaku bisnis peternakan diperoleh suatu bentuk kemitraan yang benar-benar membuat Aceh di rugikan. Pertama, tidak menguntungkan antara pihak yang bermitra terjangkaunya harga daging menyebabkan rakyat khususnya peternak. Aceh sukar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi/gizi minimum. Kedua, mahalnya daging di Aceh Metode Penentuan Lokasi dan Responden menyulitkan rakyat Aceh dalam berkurban. Ketiga, Penelitian terjadinya gap pendapatan yang jauh antara Lokasi penelitian ditentukan dengan cara peternak dengan pelaku bisnis. Keempat, mahalnya purposive yakni daerah sentra produksi dan harga daging di Aceh dibandingkan luar Aceh, pengembangan ternak di Aceh, khususnya sapi akan mendorong pelaku pasar untuk memasok potong, ayam pedaging dan petelur, serta itik . (mengimpor) daging dari luar Aceh. Bila ini terjadi Dasar pertimbangan pada perbedaan lokasi sentra perekonomian Aceh akan terganggu dan peternak produksi, pusat-pusat pengembangan, sifat akan sangat dirugikan. Rakyat Aceh semakin sulit penyebaran dalam satu wilayah, tujuan pasar dan memutus mata rantai keteragntungan struktur kelembagaan kemitraan yang terbentuk perekonomiannya dari Medan dan provinsi- dalam usaha peternakan di Aceh. Dengan provinsi lainnya di Indonesia. demikian,lokasi penelitian ditetapkan sebagai Bila sektor peternakan Aceh mampu berikut: diberdayakan dan disinergikan dengan kebutuhan Tabel 1 Jenis Ternak dan Lokasi Penelitian No. Jenis Ternak Lokasi Penelitian 1. Sapi potong Kabupaten Aceh Besar 2. Ayam Pedaging (Ayam buras) Kabupaten Aceh Utara 3. Ayam Petelur (Ayam buras) Kabupaten Aceh Timur 4. Itik Kabupaten Aceh Utara orang pada tiap jenis ternak dan berdasar integrasi Dalam setiap kabupaten, akan dipilih dua usaha secara vertikal. kecamatan yang merupakan daerah sentra produksi ternak, selanjutnya di setiap kecamatan dipilih dua Metode dan Prosedur Pengumpulan Data desa sentra produksi sebagaimana pemilihan Sumber data dapat dikelompokkan menjadi kabupaten dan kecamatan. Tiap desa akan dipilih 5 sumber data primer (primary data sources) dan orang peternak yang memelihara ternak terbanyak sumber data sekunder (secondary data sources). di desa tersebut. Dengan demikian total responden Data primer dikumpulkan dengan menggunakan peternak dalam penelitian ini adalah 80 peternak. prosedur pengambilan contoh (sampling) dalam Responden dari pelaku bisnis ditetapkan minimal 2 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
suatu survey peneltan. Sumber data sekunder dari dokumentasi pada berbagai instansi terkait meliputi Bappeda dan BPS NAD, Dinas Peternakan Kabupaten, Kantor Statistik Kecamatan, Dinas Pasar setempat, jurnal dan publkas lmah, serta berbagai sumber data resmi lainnya. Berkenaan dengan rencana pengembangan usaha peternakan rakyat, sebagai analisis perbandingan juga dilakukan tinjauan pengembangan usaha peternakan rakyat bersistem kemitraan di Malang, berupa data dan informasi usaha-usaha peternakan rakyat, agroindustri pengolah, dan jaringan kemitraan pemasaran ternak segar maupun produk olahan.
intensif. Pada usaha ternak skala kecil, sapi potong yang merupakan sapi jantan dikandangkan dan makanannya hanya berupa pakan hijauan yang diambil peternak di sekitar lokasi ternak, bahkan ada yang dibudidayakan. Masalahnya, saat musim kemarau, pakan hijauan lebih sedikit dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak, ternak menjadi lebih kurus. Ternak jarang dimandikan dan kandang hanya terbuat dari papan dan ukurannya lebih kecil hanya untuk 2 -3 ekor ternak saja. Pada skala perusahaan, kandang ternak lebih luas dengan kapasitas 120 ekor ternak. Pakan ternak terdiri dari konsentrat buatan dan pakan hijauan dari rumput gajah, rumput padi, pelepah pisang dan jagung yang dibudidayakan di sekitar lokasi ternak. Setiap perusahaan memiliki pabrik pakan konsentrat yang sifatnya basah dan hanya tahan selama 3 hari. Karena keterbatasan bahan baku, maka konsentrat buatan hanya mampu memenuhi kebutuhan perusahaan untuk pakan sapi, meskipun ada sejumlah permintaan pakan konsentrat dari peternak kecil. Hanya ada 2 perusahaan sapi potong, namun hanya satu yang telah melakukan pemasaran sapi potong, sedangkan perusahaan lainnya masih dalam proses penggemukkan. Diperkirakan bulan September akan dilakukan pemasaran sapi potong. Pada umumnya peternak sapi potong di Kabupaten Aceh Besar mengusahakan sapi potong dengan sistem bagi hasil. Sapi yang dipelihara oleh peternak dijual kemudian hasilnya di bagi 2 antara pemilik ternak dan peternak. Pemilik ternak umumnya penduduk yang memiliki modal dan berdomisili di seputar wilayah kecamatan. Peternak berdomisili di seputar wilayah pengembalaan. Sedangkan peternak yang mengusahakan sapi potong dalam skala perusahaan atau pemilik modal adalah pejabat daerah yang berdomisili diluar usaha peternakan, dan menjadikan usaha peternakan ini sebagai usaha sampingan. Kendala peternak adalah keterbatasan modal dan. sulitnya memperoleh pakan hijauan di saat musim kemarau. Sedangkan untuk pemasaran sapi potong umumnya dilakukan melalui pedagang pengepul yang datang di lokasi ternak. Pemasaran juga dilakukan melalui pasar hewan bagi peternak yang lokasi ternaknya dekat dengan pasar hewan. Kabupaten Aceh Besar memiliki 2 pasar hewan,
Analisis Data 1) Evaluasi kinerja program pengembangan usaha peternakan rakyat Analisis kebijakan ialah proses atau kegiatan mensintesa informasi, termasuk hasilhasil penelitian, untuk menghasilkan rekomendasi opsi desain kebijakan publik. Evaluasi kinerja program pengembangan usaha peternakan rakyat akan dilakukan secara deskriptif kualitatif dan fokus pada implementasi program pengembangan peternakan rakyat di masing-masing lokasi. 2) ldentifikasi pola-pola kemitraan usaha peternakan rakyat dan faktor-faktor yang mendorong peternak dan pelaku bisnis melaksanakan model kemitraan tersebut. Identifikasi pola kemitraan usaha peternakan rakyat dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan penetapan pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan dari aspek produksi hingga pemasaran produk ternak dan memiliki pengaruh dalam menentukan kebijakan pengembangan kelembagaan kemitraan usaha peternakan rakyat, serta berdasarkan jenis kemitraan dan implementasinya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Profil Peternak Sapi Potong Di Kabupaten Aceh Besar Usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar terdiri atas usaha ternak skala kecil (23 ekor) dan perusahaan yang dikembangkan secara 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
yaitu pasar hewan sibreh yang beroperasi pada hari Rabu dan pasar hewan Lambaro yang beroperasi pada hari Sabtu dan sebuah rumah potong yang berlokasi di Lambaro dan Peunayong
yaitu PT. Pokphand dan PT. Confeed juga selaku produsen pakan mendapatkan keuntungan ganda yaitu pada penjualan pakan dan obat-obatan dan dari hasil penjualan ayam pedaging.
Profil Peternak Ayam Potong Di Kabupaten Aceh Utara Kabupaten Aceh Utara memiliki 20 kelompok peternak ayam dengan jumlah anggota mencapai ratusan warga. Setiap hari produksi ayam pedaging mencapai 6.000 ekor. Dalam pelaksanaannya, usaha ayam pedaging terbagi dalam 2 jenis pengelolaan yaitu secara mandiri dan dalam bentuk plasma inti. Pada pola mandiri, peternak menjalankan bisnis ayam potong dengan menggunakan modal sendiri dan tanpa melibatkan pihak lain. Pemasaran ayam potong biasanya dilakukan melalui pedagang pengepul dengan strategi “menjemput bola” yaitu pedagang mendatangi peternak untuk membeli ayam potong di lokasi ternak. Umumnya pedagang pengepul berdomisili di sekitar lokasi ternak. Pada pola plasma-inti, semua modal ditanggung oleh perusahaan inti. Para peternak plasma hanya diminta menyiapkan kandang dan tenaga kerja, sedangkan masalah pemasaran dan lain-lain seperti kebutuhan anak ayam atau day old chicken (DOC), pakan, sampai obat-obatan menjadi tanggung jawab pihak inti. Setelah ayam pedaging berumur kurang lebih 35 – 40 hari maka ayam pedaging siap dijual ke pedagang yang ditunjuk oleh pihak inti dan berdasarkan DO (delivery Order). Perjanjian kerjasama ini didasari pada kesepakatan atau kontrak harga jual ayam pedaging ketika panen dilakukan. Apabila harga pasar ayam pedaging di bawah harga kontrak, peternak tetap menerima harga jual seperti pada saat penandatanganan kontrak harga jual ayam pedaging. Namun apabila harga pasar lebih tinggi dari harga kontrak, peternak selaku plasma memperoleh penerimaan sesuai harga kontrak ditambah insentif dari pihak inti. Pola plasma – inti sangat menguntungkan bagi peternak jika peternak memiliki keterbatasan dalam modal. Sementara bagi pedagang yang ditunjuk oleh perusahaan inti memiliki jaminan pasokan ayam pedaging terutama saat permintaan daging ayam sangat tinggi sehingga pendapatan pedagang juga relatif stabil. Bagi perusahaan inti
Profil Peternak Ayam Petelur Di Kabupaten Aceh Timur Usaha Ayam Petelur di Kabupaten Aceh Timur dilaksanakan dalam 2 jenis pengelolaan, yaitu usaha ayam petelur binaan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Aceh Timur dan usaha mandiri yang dikelola masyarakat. Usaha ayam petelur bersistem kemitraan yang dikelola oleh kelompok masyarakat dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama/kontrak kerja. Dalam hal ini pihak dinas menyediakan kandang, bibit, pakan, obat-obatan dan vitamin kepada kelompok masyarakat binaan. Bantuan ini diberikan hingga kelompok masyarakat tersebut mampu menyediakan bibit dan pakan sendiri atau kira-kira setelah ayam petelur tersebut bertelur hingga 50%. Rata-rata ayam petelur berproduksi sejak umur 5 bulan hingga 2 tahun. Kemitraan ini sangat menguntungkan peternak terutama dalam penyediaan modal, mengingat tiingginya harga pakan. Pemasaran telur dilakukan sendiri oleh peternak melalui pedagang pengepul yang membeli di lokasi ternak. Pembagian hasil atau keuntungan dilakukan berdasarkan ketentuan persentase pembagian hasil sesuai dengan perjanjian kerjasama/kontrak kerja antara kelompok peternak dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Aceh Timur. Peternak yang melakukan usaha ayam petelur secara mandiri adalah peternak yang memiliki modal yang cukup dan persentasenya sangat kecil mengingat usaha ayam petelur membutuhkan modal yang besar dan tingginya resiko kematian ayam akibat penyakit dan cuaca. Pemasaran telur tidak mengalami kendala mengingat saat ini permintaan telur melebihi kemampuan produksi telur hampir di seluruh wilayah Aceh. Profil Peternak Itik Di Kabupaten Aceh Utara Di Kabupaten Aceh Utara, Usaha ternak itik dilakukan secara tradisional, skala kecil dan 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
beberapa peternak mendapat bantuan bibit dari dinas terkait. Pola tradisional dicirikan dengan kandang seadanya tanpa kolam dan tidak mengenal penanganan kesehatan. Makanan itik umumnya berasal dari alam (ekstensif) dan ditambah dari sisa-sisa makanan pemilik ternak. Peternak yang memiliki modal yang cukup untuk investasi dan menguasai teknologi cenderung memilih pola peternakan itik petelur secara intensif dan memiliki usaha pakan konsentrat. Peternak kurang memanfaatkan jasa perbankan untuk mendapatkan modal sehingga modal terbatas. Tingkat persaingan peternak itik relatif rendah. Sebagian besar telur itik yang dihasilkan peternak dibeli oleh pedagang pengumpul dan dipasarkan ke Rumah makan/Restoran dan warung, sebagian dijadikan telur asin dan sisanya untuk konsumsi sendiri. Sejauh ini tidak ada kendala pemasaran telur itik dari peternak.
Australia di Aceh. Demikian juga halnya dengan investor dari Iran yang akan menginvestasikan modalnya di Aceh. Industri sapi potong Australia merupakan yang terbesar ke enam, sementara dalam ekspor merupakan yang terbesar di dunia. Basis populasi sapi potong di negara ini merupakan beef breeds, terutama persilangan antara Zebu dengan sapi Inggris dan telah dikembangkan sejak lama sehingga mempunyai keunggulan-keunggulan dalam daya adaptasi, pertumbuhan dan kualitas daging yang dihasilkan. Upaya Pemerintah Aceh selama ini untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, belum memberikan hasil yang optimal. Indikatornya adalah belum tercapainya swasembada daging dan kebutuhan akan telur sebagian besar masih dipasok dari luar Aceh. Untuk itu, penanganan sektor ini menjadi salah satu fokus kegiatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2012-2017. Dengan masuknya penanganan sektor ini dalam RPJMA, diharapkan upaya Aceh untuk mencapai swasembada daging dan telur akan berjalan secara terukur. Tantangan pembangunan peternakan di Aceh adalah masalah ketersediaan pakan berkualitas. Hal ini didasari oleh analisis para pakar bahwa lahan penggembalaan dan HMT (Hijauan Makanan Ternak) semakin terbatas, di sisi lain limbah pertanian dan agroindustri pertanian dan pangan sangat besar. Masalah lain yang dihadapi dalam pengembangan peternakan adalah terbatasnya ketersediaan dan rendahnya mutu bibit ternak serta pola pengembangan yang belum berorientasi pada bisnis sehingga mengakibatkan rendahnya produksi dan produktivitas ternak di Aceh. Terbatasnya ketersediaan bibit ternak disebabkan oleh belum optimalnya sistem reproduksi yang menggunakan inseminasi buatan (IB). Selain itu, sumberdaya petugas pelaksanaan IB juga masih terbatas, baik secara kualitas maupun kuantitas. Meskipun Aceh memiliki sumberdaya manusia di bidang peternakan namun belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun hubungan kerjasama yang sinergi antara pemerintah dengan perguruan tinggi.
Potensi, Perkembangan dan Kendala Usaha Peternakan Rakyat di Aceh Aceh memiliki potensi sumberdaya alam untuk mendukung pengembangan peternakan. Potensi wilayah dan daya dukung lahan diestimasi masih dapat menampung ternak sebanyak 2.450.984 Satuan Ternak (ST), dan baru dimanfaatkan sebesar 614.590 ST, sehingga masih ada peluang pengembangan ternak sapi sebesar 1.836.394 ST (Saputra, 2009). Aceh juga berpotensi untuk pengembangan investasi khususnya bidang peternakan, yaitu didukung oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh yang memberi kewenangan kepada Aceh dalam penyelenggaraan pemerintahan, Qanun Penanaman Modal yang berpihak kepada investor, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 2010 yang memberikan kewenangan langsung bagi Aceh untuk melakukan kerja sama dengan lembaga internasional. Kendalanya adalah masalah kepastian hukum dan keamanan yang menjadi pertimbnagan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Aceh. Namun demikian, pemerintah Aceh bertekad untuk menjadikan provinsi Aceh sebagai kawasan investasi ternaik di wilayah Indonesia bagian besar. Untuk ini, pemerintah mendukung investor Australia yang akan membuka peternakan sapi 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Untuk memenuhi kebutuhan telur bagi konsumen di aceh yang diprediksi mencapai 1 juta butir per hari, sejak tahun 2009, Pemerintah Aceh menetapkan lokasi sentra peternakan unggas, terutama untuk pengembangan ayam ras petelur (layer). Ada empat daerah yang dijadikan sebagai sentra pengembangan ayam res petelur yakni Saree, Bireun, Aceh Timur dan Kota Subulussalam. Pengembangan ternak unggas berupa layer itu juga dikuti dengan pengembangan pabrik pakan ternak dengan target untuk mengurangi ketergantungan pasokan dari luar Aceh (Idham, 2010). Untuk penataan industri perunggasan secara menyeluruh, baik dari hulu hingga ke hilir, di Aceh dilakukan sistem pewilayahan atau zoning. Sistem itu akan mampu meningkatan produktifitas usaha peternakan unggas, karena akan mudah dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan jangkitan penyakit. Penataan zona itu didasarkan pada optimalisasi penerapan prinsip good farming practice (GFP) dalam zona tertentu. Dengan demikian akan diketahui sattus kesehatan hewan yang jelas dan telah menerakan sistem budidaya ternak yang baik, mencakup aspek manajemen, kesehatan hewan dan pengendalian limbah. Apalikasi dari sistem zona tersebut adalah pengembangan budidaya unggas local di pedesaan atau village poultry farming untuk meningkatkan produksi daging unggas dan mengatasi keadaan rawan gizi pada masyarakat pedesaan.
pakan jerami padi. Akan tetapi ketersediaannya dirasakan masih sangat berkurang, karena mengingat rendahnya luas lahan padi sawah di Aceh yaitu seluas 357.269 Ha. Hal ini tentu sangat jauh untuk menyetarakan dengan jumlah populasi ternak di Aceh yaitu sebanyak 673.441 ekor dengan produksi daging sapi 7.339.717 kg dengan jumlah pemotongan 55.975 ekor sapi (BPS Aceh, 2009 dalam Masykura dan Yunizar , 2011). Kabupaen Aceh Besar sebagai salah satu sentra produksi daging sapi potong di Provinsi Aceh, memiliki potensi untuk mengembangkan usaha sapi potong guna mengimbangi tingginya permintaan terhadap produk pangan itu di Aceh. Pada rentang tahun 2002 - 2011, sektor peternakan Aceh Besar mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen, terutama dipengaruhi laju peningkatan produksi daging sebesar 6,97 persen. Subsektor peternakan menjadi salah satu prioritas pembangunan ekonomi pertanian Kabupaten Aceh Besar dengan perannya terhadap pemantapan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan. Populasi sapi di Kabupaten Aceh Besar sebesar 142.386 ekor. Jumlah pemotongan sapi baik yang dilakukan dirumah potong hewan maupun diluar rumah potong sebanyak 16.702,83 ekor sementara jumlah sapi yang masuk ke Kabupaten Aceh Besar sebanyak 922 ekor dan jumlah sapi yang keluar sebanyak 12.655 ekor. Produksi daging sapi sebanyak 1.422.411,62 Kg. Harga rata-rata sapi potong umur 2,5 tahun – 3 tahun adalah Rp. 8.500.000/ekor, sapi bibit jantan umur 2 tahun seharga Rp. 7.500.000/ekor dan sapi bibit betina umur 2 tahun seharga Rp. 6.700.000/ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar, 2011). Pengembangan sapi potong dilakukan oleh pemerintah melalui dinas terkait dengan cara pemberian bantuan bibit sapi umur 2 tahun, vaksinasi dan inseminasi buatan. Untuk pemurnian sapi Aceh, Pulau Raya telah ditetapkan sebagai lokasi pemurnian sapi Aceh sejak tahun 2011. Di pulau raya ini ditampung 4 ribuan ekor sapi dengan perbandingan setiap hektar lahan untuk sekitar 4 ekor dengan sistem pemeliharaan padang pengembalaan dan kandang koloni (Berita, 2012).
Kinerja Program Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Di Kabupaten Aceh Besar Di Aceh, ternak besar seperti sapi potong mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Karena petani telah biasa memelihara ternak sebagai sumber pakan hewani, tenaga pengolah sawah pertanian, lapangan kerja dan tabungan. Peluang perkembangan ternak sapi di Aceh berupa kemampuan produksi daging dalam negeri baru mampu memberi kontribusi 65 % terhadap kebutuhan daging di Aceh, kekurangan 35 % dicukupi melalui impor (Ditjennak, 2008). Saat ini salah satu cara yang dipilih oleh pemerintah untuk memenuhi program penggemukan sapi potong adalah melalui teknologi pemberian 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Terkait pengembangan produksi ternak maka Kabupaten Aceh Besar sebagai salah satu wilayah "penyangga" ibu kota Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh, memiliki beberapa wilayah pengembangan sesuai potensi sumber daya lokal. Kabupaten Aceh Besar memiliki kebun rumput dengan dengan luas areal sekitar 619 hektar tersebar di 18 kecamatan. Kebun rumput itu sebagian besar berada sepanjang bantaran Krueng Aceh, padang pengembalaan ternak yang cukup luas yakni sekitar 51,296 hektare di 14 kecamatan (Muyassi, 2014).
Dalam sistem kemitraan ayam pedaging, inti (perusahaan inti) berkewajiban sebagai penyuplai DOC, pakan, dan obat-obatan ternak. Selain itu mereka juga menyediakan technical service untuk mendampingi peternak dalam membudidayakan ayam broiler serta menjamin pemasaran hasil budidaya. Sebagai peternak kita disebut sebagai plasma, adapun kewajiban plasma dalam kemitraan ayam broiler; menyediakan lahan, kandang dan memelihara ternak sesuai dengan petunjuk sistem budidaya ayam potong yang ditetapkan pihak inti.
Kinerja Program Pengembangan Usaha Peternakan Ayam Broiler Pedaging Di Kabupaten Aceh Utara Resiko kerugian peternak ayam potong sangat tinggi karena tingginya harga pakan dan resiko kematian ayam, sementara harga ayam potong relatif berfluktuasi (Rp. 9.000/kg hingga Rp. 23.000/kg). Harga ayam potong mencapai angka tertinggi di Aceh saat menjelang hari raya Idul Fitri, hari raya Haji dan selama bulan maulid karena tingginya permintaan daging ayam pada hari-haris tersebut. Di sejumlah sentra budidaya ayam potong di Aceh Utara dan daerah penelitian khususnya terlihat banyak kandang ayam potong yang kosong padahal kandang tersebut mampu menampung sekitar 500 sampai 1.000 ekor. Hal ini karena peternak tidak memiliki modal yang cukup mengantisipasi tingginya harga pakan dan besarnya resiko kematian ayam karena penyakit. Kendala usaha peternakan ayam broiler di Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Utara adalah kelangkaan bibit ayam (DOC/Day Old Chick) di pasaran, tingginya harga pakan dan semakin tingginya pasokan kebutuhan daging ayam dan telur ayam dari luar Aceh. Produsen utama DOC dan pakan ayam di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh adalah PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPIN). Biaya paling besar dalam budidaya broiler terletak pada biaya pakan, jika sehari saja terlambat dalam pemasaran maka harus mengeluarkan biaya pakan yang cukup besar. Oleh karena itulah hadir sistem kemitraan ayam potong. Dimana pada sistem kemitraan ini sistem pemasaran menjadi lebih terjamin karena dikelola dengan baik oleh pihak Inti.
Kinerja Program Pengembangan Usaha Peternakan Ayam Petelur Di Kabupaten Aceh Timur Pembangunan sub sektor peternakan khususnya ayam petelur di Kabupaten Aceh Timur dimulai pada tahun 2009 dengan membangun beberapa kawasan peternakan di 6 kecamatan yakni Desa Aramiah Kecamatan Birem Bayeun dengan kapasitas 10 ribu ekor, Desa Alue Tho Peureulak Timur dengan kapasitas 25 ribu ekor , Desa Matang Peulawi Peureulak dengan kapasitas 10 ribu ekor, Desa Paya Gajah Kecamatan Paureulak Barat dengan dua lokasi dan kapasitas 55 ribu ekor serta Desa Seuneubok Teungoh Kecamatan Darul Ikhsan dengan kapasitas 10 ribu ekor dan Desa Buket Bata Kecamatan Pante Bidari dengan kapasitas 10 ribu ekor. Dari seluruh lokasi tersebut, total produksi telur mencapai 65 ribu butir /hari atau 75 persen dari total populasi. Jumlah produksi telur tersebut masih tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan telur di Aceh Timur yang diperkirakan mencapai 200 ribu butir/harinya atau hanya 20 persen saja, sementara sisanya masih dipasok dari luar seperti dari Sumatera Utara. Pemerintah daerah sangat mengharapkan investor bisa masuk ke Kabupaten Aceh Timur untuk mengembangkan sektor peternakan, selain bisa mencukupi kebutuhan masyarakat akan protein hewani juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat serta mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Rachman, 2011). Pemerintah Kabupaten Aceh Timur saat ini tengah fokus mengembangkan ayam petelur. Pusat pemeliharaan ditetapkan di lima titik, yaitu Kecamatan Darul Ihsan, Pante Bidari, Peureulak Barat, Peureulak Kota, dan Birem Bayeun. 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Pengembangan ayam petelur ini dimaksudkan untuk meminilakan ketergantungan Aceh dengan daerah luar. Lokasi peternakan tersebut dikelola dengan melibatkan kelompok masyarakat di bawah pengawasan dinas terkait. Untuk lokasi peternakan Aramiah kini terdapat 10 ribu ekor, tapi belum memasukai pasar produksi. Sedangkan di alu Bu ada dua lokasi denagn jumlah populasi 30 ribu ekor ayam. Produksi telur baru dihasilkan dip ante Bidari yang memiliki populasi 10 ribu ekor ayam. Per hari, telur yang dihasilkan mencapai 8.400 butir yang dipasarkan sampai ke Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara (Salim, 2012).
Usaha ternak itik yang dilakukan oleh peternak di daerah penelitian masih bersifat tradisional. Itik dilepaskan di lingkungan sekitar kandang dan rumah peternak dan pakan itik hanya dari sisa-sisa makanan dan dedak. Kondisi ini menyebabkan itik mudah terserang penyakit. Usaha itik hanya merupakan usaha sampingan dan tidak dilakukan secara intensif. Pembinaan dari dinas terkait hanya berupa bimbingan teknis dan tidak menyentuh aspek manajemen usahaternak. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat berpengaruh terhadap permintaan telur itik dan mendukung diversifikasi pangan. Permintaan masyarakat bukan hanya berkembang ke arah ragam jenis pangan, tetapi juga spesifikasi jenis permintaan seperti image dari telur itik itu sendiri. Telur itik memiliki keunggulan dibandingkan dengan telur lainnya dalam tujuan produksi telur asin.
Kinerja Program Pengembangan Usaha Peternakan Itik Di Kabupaten Aceh Utara Untuk meningkatkan populasi ternak itik, pada tahun 2010 Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Utara melakukan distribusi/penyebaran ternak itik. Mengingat distribusi ternak itik per tahun sangat terbatas, sedangkan permintaan/kebutuhan peternak cukup banyak, maka ternak itik yang telah disebarkan tersebut perlu dilakukan redistribusi sesuai dengan surat perjanjian. Redistribusi ternak itik dilakukan dari ternak – ternak hasil pengembalian para kelompok tani ternak yang mempunyai kriteria layak bibit. Pada tahun 2014 juga akan dilakukan distribusi/penyebaran ternak itik di 5 Kecamatan di wilayah perairan Aceh Utara. Distribusi ditujukan untuk masyarakat nelayan dan Setiap desa wiilayah pesisir akan diberikan bantuan sebanyak 20 KK (kepala keluarga. Setiap Kepala Keluarga (KK) akan diberikan bantuan bibit itik umur 3 bulan sebanyak 50 itik. Pemberian bantuan ini juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga nelayan. Pelaksanaan penyiapan lokasi difokuskan pada penyiapan tata laksana perkandangan, pakan ternak serta pembinaan kelompok, ternak itik belum dapat disebarkan sebelum peternak mempunyai kandang. Ternak itik diserahkan kepada ketua kelompok untuk kemudian akan disebarkan kepada petani penerima yang telah ditetapkan melalui SK Lokasi dan petani, dengan demikian ternak itik yang disebarkan dapat sesuai dengan tujuan penyebaran dan pengembangan ternak.
Identifikasi Pola-pola Kemitraan Usaha Peternakan Rakyat Sapi Potong Di Kabupaten Aceh Besar Usaha ternak sapi potong sistem kemitraan yang berkembang di Kabupaten Aceh besar adalah berupa pemberian bantuan bibit bagi peternak yang dilakukan oleh pemerintah melalui dinas terkait dan pemberian bibit sapi oleh invidu lain kepada peternak dengan sistem bagi hasil. Kandang, pakan dan tenaga kerja disediakan oleh peternak. Bagi peternak mitra/binaan dinas terkait tidak ada pembagian hasil namun usaha ternak sapi potong yang dikembangkan oleh peternak dengan pihak lain (Swasta) dilakukan dengan sistem bagi hasil (2 : 2) dan dialndasi azas kepercayaan. Dalam lingkup peternak usaha pembibitan dimaksudkan untuk memperbanyak jumlah populasi sapi dan penjualan bibit sapi, sedangkan usaha penggemukan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi peternak. Penggabungan dua model usaha ini untuk mengantisipasi penjualan sapi induk hanya untuk menutupi kebutuhan hidup peternak, sehingga pertambahan populasi ditingkat peternak tidak berkurang. Identifikasi Pola Kemitraan Usaha Peternakan Ayam Pedaging Di Kabupaten Aceh Utara Tingginya harga daging ayam saat ini mungkin akan menjadi sebuah pemacu minat untuk 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
membuka usaha ternak ayam pedaging. Sistem usaha ternak ayam pedaging yang umum saat ini ada dua yakni: 1. Sistem kemitraan, antara PT. Phokphand sebagai perusahaan inti dan peternak sebagai plasma. Perusahaan inti adalah; menyediakan bibit, pakan, tenaga penyuluh, obat-obatan dan menjamin pemasaran hasil panen ayam pedaging dari plasma. Namun demikian Inti juga memiliki banyak hak yang diatur jelas dalam sebuah MOU (kontrak kerjasama/ kesepakatan). Keuntungan utama budidaya ayam broiler sebagai plasma (peternak) dengan sistem kemitraan ini adalah pemasaran hasil panen terjamin dan harganya sesuai dengan kontrak dengan perusahaan inti yang ditetapkan di awal kerjasama kemitraan. Peternakan hanya menjual ayam pedaging kepada pedagang yang ditunjuk oleh perusahaan inti. Namun ada ketimpangan dalam sistim kemitraan ini karena kerugian usaha ternak ditanggung sepenuhnya oleh peternak. 2. Sistem mandiri, dimana peternak ayam broiler membudidayakan ternaknya secara mandiri baik itu pendirian kandang, penyediaan DOC ayam broiler, pakan, obat-obatan hingga pemasaran harus dijalankan sendiri oleh si peternak ayam pedaging tersebut. Keuntungan budidaya ayam pedaging secara mandiri salah satunya adalah harga jual ayam sesuai dengan harga pasaran, jadi ketika harga daging ayam sangat tinggi seperti saat ini sudah bisa dipastikan peternak ayam pedaging mandiri akan memperoleh untung yang berlipat-lipat. Namun kerugiannya juga ada yakni pemasaran harus dilakukan sendiri oleh peternak sehingga hasil panen belum tentu terjual tepat pada waktu yang optimal, sehingga dapat menyebabkan kerugian besar akibat biaya pakan yang semakin hari semakin meningkat. Biaya perawatan (budidaya) ayam pedaging (broiler) yang paling besar adalah biaya pakan.
2.
3.
Pemeliharaan menjadi lebih mudah karena kita didampingi oleh ahli yang dikirim pihak perusahaan inti dalam melakukan kegiatan budidaya. Harga panen ayam potong lebih stabil karena harga yang berlaku adalah harga kontrak.
Identifikasi Pola Kemitraan Usaha Peternakan Ayam Petelur Di Kabupaten Aceh Timur Sejak tahun 2009, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Aceh Timur telah melakukan kegiatan pembangunan dan pengembangan kawasan agribisnis ayam petelur bersistem kemitraan yang terbagi dalam 8 (delapan) lokasi farm dan berada di beberapa kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Timur. Kegiatan kemitraan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi peternakan dibidang perunggasan melalui pengelolaan usaha ayam petelur untuk memennuhi kebutuhan pasar sekaligus sebagai lapangan kerja baru dibidang peternakan untuk menekankan angka pengangguran di pedesaan, peningkatan pendapatan, peningkatan konsumsi protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat Kabupaten Aceh Timur pada umumnya dan juga sebagai inovasi baru yang dapat meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) peternakan untuk waktu yang akan datang. Bantuan ayam ptelur juga diberikan kepada kelompok masyarakat yang mampu mendirikan kandang secara swadaya diantaranya : 1. Sayed Bukhari yang berjumlah 1.000 ekor, yang berlokasi di Kecamatan Idi Rayeuk. 2. Musnadi yang berjumlah 1.000 ekor yang berlokasi di Kecamatan Peureulak Barat. 3. Tgk. Kamaluddin yang berjumlah 1.000 ekor yang berlokasi di Kecamatan Peureulak Barat. Selanjutnya pada tahun 2012 adanya penambahan ayam baru yang bersumber dari dana OTSUS Kabuaten Aceh Timur dan sumber dana APBA yang diberikan kepada kelompok masyarakat.Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Aceh Timur juga menfasilitasi farm-farm tertentu yang sedang mengalami
Budidaya ayam broiler dengan sistem kemitraan dinilai lebih menguntungkan daripada usaha budidaya secara mandiri karena: 1. Sistem pemasaran lebih terjamin dengan harga kontrak 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
kemacetan dalam pemasaran telur, ketersediaan pakan dan obat-obatan dengan status pinjam.
dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga, penjual jamu dan para penjual martabak, telur gembung, kerupuk atau untuk memenuhi permintaan industri telur asin. Telur konsumsi dapat diproses lebih lanjut (diolah) menjadi telur asin, martabak telur atau olahan lain, sedangkan itik afkir dapat diolah lebih lanjut sebagai itik goreng atau olahan lain. Pada usaha peternakan itik primer (budidaya) penghasil telur konsumsi, diperoleh hasil sampingan berupa itik afkir. Produk-produk dari kegiatan pemrosesan (pengolahan) hasil peternakan itik / bebek (telur dan daging itik / bebek) cukup diminati masyarakat. Oleh karena itu di pasaran, konsumen akan menjumpai produk-produk hasil peternakan itik baik yang melalui proses pengolahan (industri) maupun tanpa pengolahan.
Identifikasi Pola Kemitraan Usaha Peternakan Itik Di Kabupaten Aceh Utara Di daerah penelitian, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional yang umumnya itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya. Belum adanya industri pembibitan itik modern, menyebabkan jumlah persediaan bahan baku ternak itik di pasaran masih belum dapat ditentukan jumlahnya. Kondisi bahan baku setiap unit usaha (pembesaran, produksi telur, telur asin) tergantung pada tehnik budidaya dan penanganan telur baik di tingkat pembudidaya, rantai tataniaga, di indutri pembuatan telur asin. Umumnya itik diternakkan untuk menghasilkan telur. Telur segar dapat langsung
Pembibitan
Agribisnis itik yang berkembang di Kabupaten Aceh Utara disajikan pada Gambar 1.
Jantan
Penggemukkan
Betina
Budidaya
DOD
Pengolahan Telur Afkir
Konsumen
Gambar 1. Agribisnis Itik Di Kabupaten Aceh Utara Beberapa diantaranya mendapat bantuan bibit dari pemerintah daerah melalui dinas terkait. Hanya peternakan ayam pedaging yang dikembangkan secara kemitraan dengan pola PIR antara PT. Charoen Pokphand Indonesia dan PT. Confeed dengan peternak. Namun pola kemitraan ini dinilai merugikan peternak, karena kerugian dalam usaha peternakan ayam pedaging ditanggung sepenuhnya oleh peternak dan pemasaran dilakukan pada pedagang yang ditunjuk oleh perusahaan inti. c. Adapun kendala pengembangan usaha peternakan rakyat di Aceh adalah lemahnya permodalan, tingginya harga pakan dan kurangnya pabrik pakan konsentrat, manajemen usaha yang tidak terstruktur, keterbatasan sarana dan prasarana transportasi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Aceh memiliki potensi besar untuk pengembangan peternakan guna mengimbangi tingginya permintaan masyarakat akan daging dan telur. Hal ini didukung oleh iklim yang sesuai untuk budidaya ternak, ketersedian lahan yang luas untuk pembibitan dan pakan ternak, adanya sumberdaya manusia petermakan meskipun masih terbatas. Aceh membutuhkan peran swasta dan pemerintah secara terpadu dan berkelanjutan untuk menumbuh kembangkan usaha peternakan rakyat bersistem kemitraan sehingga mampu meningkatkan perekonomian daerah b. Usaha peternakan rakyat di Aceh pada umumnya bersifat mandiri dan berskala kecil. 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
sehingga pemasaran umumnya dilakukan di lokasi ternak, kurangnya pengawasan dan pembinaan dari dinas terkait, adanya masalah sosial dari dampak usaha usaha peternakan bagi masyarakat sekitar, lokasi ternak umumnya hanya memanfaatkan lahan pekarangan rumah, kurang terorganisir, kurangnya akses pasar dan informasi harga, dan masalah kepastian hukum dan keamanan yang menjadi pertimbnagan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Aceh. d. Upaya Pemerintah Aceh selama ini untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, belum memberikan hasil yang optimal. Indikatornya adalah belum tercapainya swasembada daging dan kebutuhan akan telur sebagian besar masih dipasok dari luar Aceh. Saran a. Usaha peternakan rakyat di Aceh membutuhkan sentuhan teknologi dan keperpihakan pemerintah dan swasta dalam menyediakan bibit berkualitas, ketersediaan pabrik pakan di lingkungan peternakan untuk mengantisipasi kenaikan harga pakan, pengembangan organisasi peternak (kelompok peternak, asosiasi peternak), akses pasar dan kelembagaan pasar perlu ditambah sesuai dengan wilayah pengembangan peternakan, peningkatan peran penyuluh, petugas inseminasi buatan, tenaga medis peternakan. Hal ini dapat dilakukan melalui usaha peternakan rakyat bersistem kemitraan secara terpadu dan berkelanjutan dan peran aktif organisasi peternak. b. Pemberian bantuan bibit dan pakan oleh pemerintah daerah melalui dinas terkait hanya bersifat teknis dan belum menyentuh manajemen usaha. Hal ini menyebabkan lambat penanganan penyakit dan resiko kematian
ternak semakin besar. Untuk itu, peran penyuluh dan tenaga medis ternak perlu ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Diskeswannak Aceh. 2012. Laporan Tahunan. Banda Aceh; Dinas Kesehatan Hewan dan Ternak Aceh. Masykura dan Yunizar Nani , 2011. Teknologi Penggemukkan Sai Potong Di Kabupaten Aceh Besar. BPTP Aceh. Muyassi. 2014. Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Peternakan Kabupaten Aceh Besar. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Diunduh pada Tanggal 27 Mei 2014. PemProv Aceh. 2012. Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). Blog Pemerintah Gampong Matang Bayu. Jumat 09 Maret 2012. Diunduh pada Tanggal 27 Mei 2014. Rachman U.A. 2011. Seminar Manajemen dan Penyakit Ayam Petelur Di Aceh Timur. Berita Sore. 28 April 2011. http://beritasore.com/2011/04/28/seminarmanajemen-dan-penyakit-ayam-petelur-diaceh-timur/ Saputra Hendra. 2009. Strategi Pengembangan Ternak sapi Potong Berwawasan Agribisnis Di Provinsi Aceh. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salim Agus. 2012. Aceh Timur Kembangkan Ayam Petelur. www.maribeternak.com Senin, 18 Maret 2012. Syakir, A dan Shabri, M.A.M. 2009. Pemberdayaan Peternakan Aceh. Desaku. 07 Juli 2009.
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
PEMODELAN ASSYMETRIC-GARCH UNTUK VARIABEL FUNDAMENTAL MAKROEKONOMI, HARGA MINYAK, DOW JONES INDUSTRIAL AVERAGE (DJIA), DAN VOLATILITAS HARGA SAHAM (Studi Di Pasar Modal Indonesia Periode 2003-2013) Hartaty Hadady Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
[email protected] Abstrak Informasi yang beredar di lantai bursa mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi. Informasi ini dapat ditanggapi berbeda oleh investor sehingga menimbulkan gejolak yang tercermin pada volatilitas harga saham. Tujuan penelitian adalah menguji informasi fundamental makroekonomi, oil price, dan indeks Dow Jones terhadap volatilitas indeks harga saham di BEI. Periode pengamatan dari tahun 2003-2013. Metode penelitian yang digunakan untuk melakukan pengujian ini adalah assymetric-GARCH, karena menganalisis perbedaan masuknya informasi bad news atau good news terhadap pola volatilitas yang terjadi. Setelah data penelitian diolah dengan eviews 8 diperoleh hasil yang menunjukan bahwa model assymetric-GARCH, SBI, dan oil price tidak berpengaruh signifikan sementara kurs dan DJIA berpengaruh pada volatilitas indeks saham. Kata Kunci: Assymetric-GARCH, Fundamental makroekonomi, Oil price, DJIA, Volatilitas indeks saham PENDAHULUAN `Faktor-faktor yang menyebabkan harga saham individu maupun indeks pasar saham bervolatilitas sangat sulit diprediksi dan dipastikan. Para peneliti dibidang keuangan dan juga para investor tidak dapat memastikan secara pasti faktor apa saja yang mempengaruhi volatilitas harga saham. Mengapa harga saham bervolatilitas? Ini pertanyaan penting dan menjadi suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Banyaknya informasi yang masuk ke lantai bursa menyebabkan investor akan membeli, menahan, atau menjual suatu saham tertentu atau merevisi penilaian portofolionya untuk memaksimalkan keuntungan. Informasi yang mempengaruhi keputusan investor bisa dirangkum menjadi informasi internal perusahaan, informasi makroekonomi, ataupun informasi yang mungkin dianggap surprise oleh investor. Informasi yang bersifat surprise ini dapat membawa sinyal dan kemudian diinterpretasikan secara beragam oleh
investor sehingga volatilitas harga menjadi meningkat. Penelitian ini lebih cenderungmelihat pada pengaruh faktor-faktor eksternal terhadap volatilitas harga saham. Beberapa faktor eksternal ini adalah faktor fundamental makroekonomi dalam negeri dan faktor eksternal dari luar negeri yaitu harga minyak dunia dan Indeks Dow Jones. Faktor fundamental makroekonomi yaitu tingkat suku bunga dan kurs nilai tukar menjadi faktor yang sangat penting dalam penilaian investor. Dijelaskan oleh Tandelilin (2001) bahwa kedua faktor ini membawa sinyal negatif ketika tingkat suku bunga tinggi, sedangkan menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing merupakan sinyal positif bagi perekonomian yang mengalami inflasi.Ada hubungan yang erat antara tingginya tingkat inflasi dan kebijakan pemerintah dalam menaikan tingkat suku bunga. Kebijakan menaikan tingkat suku bunga untuk mengerem tingginya inflasi. Suku bunga dinaikan untuk memotivasi investor agar menanamkan sebagian 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dananya dalam bentuk tabungan dan deposito dengan harapan dapat mengurangi tingkat peredaran uang di masyarakat. Tetapi kebijakan ini menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada invetasi berupa tabungan ataupun deposito. Pergerakan harga saham juga sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar negeri yaituharga minyak dunia dan indeks Dow Jones. Harga minyak dunia diukur dari harga spot pasar minyak dunia, padaumumnya yang digunakan menjadi standar adalah West Texas Intermediate (WTI) atau Brent. Minyak mentah yang diperdagangkan di WTI adalah minyak mentah yang berkualitas tinggi. Minyak mentah tersebut berjenis light-weightdan memiliki kadar belerang yang rendah. Minyak jenis ini sangat cocok untuk dijadikan bahan bakar, ini menyebabkan harga minyak ini dijadikan patokan bagi perdagangan minyak di dunia.Pergerakan harga minyak dunia ini juga mempengaruhi dunia bisnis dalam hal ini adalah perdagangan saham di lantai bursa. Menurut Muharam (2011) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak membawa dampak yang sangat signifikan pada naiknya imbal hasil dari surat berharga. Faktor eksternal dari luar negeri yang sering menjadi patokan investor dalam berinvestasi adalah Indeks Dow Jones. Berkembangnya kemajuan teknologi memberi dampak yang sangat signifikan pada semakin terintegrasinya pasar modal-pasar modal di seluruh dunia, tak terkecuali juga di pasar modal Indonesia, maupun antara emerging market dan developed market. Untuk saat ini Amerika masih dijadikan leader dalam dunia ekonomi sehingga pergerakan indeks Dow Jones akan berimbas pada flukstuasi harga saham di lantai bursa.
Haq (2012) yang melakukan penelitian di Pakistan dengan menggunakan saham-saham di industri perbankan. Tandelilin (2001) menjelaskan bahwa tingginya tingkat suku bunga memberi dampak negatif terhadap pasar saham. Kebijakan pemerintah untuk menaikan tingkat suku bunga guna mengerem tingginya tingkat inflasi. Suku bunga dinaikan untuk memotivasi investor agar menanamkan sebagian dananya dalam bentuk tabungan dan deposito dengan harapan dapat mengurangi tingkat peredaran uang di masyarakat. Tetapi kebijakan ini menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Naik turunnya tingkat suku bunga menyebabkan investor akan merevisi penilaian mereka terhadap suatu saham tertentu dan pasar saham sehingga harga saham akan berfluktuasi sebagai akibat investor merespon perubahan faktor fundamental makroekonomi ini. Pernyataan ini terbukti pada penelitian Kim dan Nguyen (2009)yang menguji efek berita interest rate dari US Fed danEuropean Central Bank (ECB) terhadap volatilitas return saham di 12 negara Asia Pasifik. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa pasar saham memberikan respon yang sangat signifikan terhadap pergerakan unexpectedinterest rate. Begitu juga dengan penelitian Adjasi (2009) yang menemukan bahwa volatilitas tingkat suku bunga atau ketidakpastian tingkat suku bunga memberikan efek yang sangat kuat terhadap pembentukan volatilitas harga saham di Ghana Stock Exchange pasar saham Afrika. Gospodinov dan Jamali (2012) menambah bukti empiris bahwa tingkat suku bunga dana federal yang surprise meningkatkan tingkat volatilitas indeks harga saham S&P 500. Berita yang surprise adalah berita atau informasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, sehingga informasi yang surprise ini akan memberi dampak terhadap naik turunnya harga saham yang cukup tajam. Hasil penelitian Chulia-Soler dkk. (2009) juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa rata-rata pasar saham memberikan respon yang sangat besar pada shock dari tingkat suku bunga dana federal yang tidak dapat diprediksi.
1. Kajian Teori dan Pengembangan Hipotesis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dengan Volatilitas Harga Saham Selain nilai kurs, variabel fundamental makroekonomi yang menjadi alat ukur investor dalam berinvestasi di pasar saham adalah tingkat suku bunga, menurut pandangan dari Jawaid dan 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Hasil penelitian yang searah dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu dari Gruber dan Vigfusson (2012), tetapi menggunakan variabel harga komoditi sebagai variabel eksogennya, ditemukan bahwa tingkat suku bunga yang rendah berpengaruh negatif terhadap volatilitas harga komoditi dan sebaliknya tingkat suku bunga yang tinggi berpengaruh positif terhadap volatilitas harga komoditi. Dengan kata lain suku bunga yang rendah adalah sinyal baik dan suku bunga yang tinggi adalah sinyal negatif yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap terbentuknya tingkat volatilitas harga komoditi. Selain itu risiko perubahan tingkat suku bunga sangat berpengaruh pada saham-saham properti di negara-negara Asia, ini adalah hasil penelitian dari Liow dan Huang (2006). Zare dkk. (2013) menguji tingkat suku bunga pada periode bull market dan bear market di lima negara ASEAN dengan menggunakan teknik pengujian pooled mean group (PMG). Hasil pengujian mereka menunjukkan bahwa kebijakan moneter dengan menaikan tingkat suku bunga pada periode bear market memiliki efek long-run yang sangat kuat bagi terbentuknya volatilitas pasar saham dari pada bull market. Pada periode bear market para investor kebanyakan melego sahamnya untuk antisipasi keadaan ekonomi menurun. Pemerintah melalui kebijakan moneter menaikan tingkat suku bunga dengan harapan dapat mengurangi peredaran uang di masyarakat guna menekan laju inflasi yang semakin tinggi. Dari beberapa kajian penelitian terdahulu maka berikut diajukan hipotesis alternative hubungan antara tingkat suku bunga SBI dan volatilitas harga saham H1: Menurunnya tingkat suku bunga pada t-1, maka akan mengurangi volatilitas harga saham pada saat t0
2013; Caporale dkk., 2013). Nilai kurs yang tidak stabil dapat memicu pergerakan harga saham menuju kearah yang sangat fluktuatif atau volatilitas harga saham terjadi karena nilai kurs yang tidak stabil.Fluktuasi kurs yang tidak stabil akan dapat mengurangi tingkat kepercayaan investor asing terhadap perekonomian Indonesia yang selanjutnya akan menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangansaham di pasar modal, bagi investor asing akan cenderung melakukan penarikan modal sehingga terjadicapital of flowdan hal ini akan berimbas pada menurunnya IHSG, jika IHSG menurun maka hal iniakan mengakibatkan tingkat return yang akan dibagikan menurun(Nasir dan Mirza, 2013). Kurs nilai tukar sangat berpengaruh di pasar modal, selain Indonesia, penelitian Lim dan Sek (2013) juga memberikan bukti empiris bahwa kurs nilai tukar mempengaruhi volatilitas harga saham di pasar modal Malaysia, kurs nilai tukar juga berpengaruh signifikan pada harga saham di pasar modal Yordania (Bekhet dan Matar, 2013), kurs nilai tukar juga memberikan pengaruh pada volatilitas harga saham di pasar modal China (Zhao, 2010). Adanya shock informasi masa lalu dari variabel kurs nilai tukar yang melemah membawa sinyal atau bad news bagi kalangan investor sehingga volatilitas harga saham meningkat, karena faktor ketidakpastian dari variabel kurs. Dengan demikian maka hipotesis alternatif yang diajukan adalah: H2: Melemahnya kurs nilai tukar pada t-1, maka akan meningkatkan volatilitas harga saham pada t-0. Pengaruh Harga Minyak dengan Volatilitas Harga Saham Penelitian dari Zhang dan Chen (2011) ini memberikan bukti empiris bahwa shock harga minyak dunia memberikan pengaruh terhadap volatilitas harga saham di pasar modal China, namun ketika shock harga minyak dikelompokan menjadi expected dan unexpected maka hanya perubahan harga minyak yang bisa diprediksi saja yang berpengaruh terhadap volatilitas harga saham. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Cong dkk.
Pengaruh Kurs Nilai Tukar dengan Volatilitas Harga Saham Telah banyak ditunjukan dalam penelitianpenelitian sebelumnya bahwa nilai kurs merupakan hal yang penting bagi pelaku pasar modal dan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan investor dalam berinvestasi (Jawaid dan Haq, 2012; Andreou dkk., 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
indeks Dow Jones terhadap Indeks harga saham gabungan di Indoensia. Hasil uji regresi menunjukkan pengaruh positif signifikan pergerakan indeks Dow Jones terhadap pergerakan IHSG. Hal ini sejalan dengan teori dan beberapa penelitian yang ada yang menyatakan bahwa indeks Dow Jones berpengaruh positif atau searah secara signifikan terhadap IHSG. Pengaruh positif indeks Dow Jones terhadap IHSG mengindikasikan telah terintegrasinya pasar modal Indonesia dengan pasar modal Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa kajian penelitian tentang pengaruh indeks Dow Jones terhadap pergerakan harga saham tidak hanya diteliti di Indonesia, tetapi juga di belahan bumi lainnya seperti penelitian Blascoa dkk. (2005) di pasar modal Spanyol. Hasil penelitian mereka memberikan tambahan bukti empiris bahwa indeks ini memiliki peran penting dalam menjelaskan perubahan harga saham dan volatilitasnya. Penelitian dari Kim dan In (2002) menguji bagaimana pasar modal asing UK, AS, dan Jepang berpengaruh terhadap pergerakan harga saham di pasar modal Australia. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa pasar modal asing sangat berpengaruh terhadap pergerakan harga saham di Australia, efek ini menambahkan suatu pembenaran bahwa pasar modal semakin terintegrasi dan menambah bukti empiris pada hipotesis ini. Kajian-kajian penelitian telah banyak diungkapkan bahwa pasar modal di dunia saling terintegrasi, terutama dengan pasar modal negaranegara maju, seperti Huang dan Bacon (2009) yang melakukan pengujian hubungan antara pasar saham US dan China, dan pasar saham ini terintegrasi sejak China merubah kebijakan ekonomi 2005 menjadi pasar ekonomi pasar bebas. Penelitian yang lain yang menunjukan adanya hubungan interdependensi yang sangat signifikan antara pasar modal US dengan pasar modal negara-negara Asia yaitu China, India, Hong Kong, Singapore, Korea Selatan dan Taiwan(Dhanaraj dkk., 2013). Batareddy dkk.
(2008) di Chinese Stock Market. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa harga minyak hanya berpengaruh signifikan pada saham-saham di industri manufaktur dan saham-saham perusahaan minyak. Penelitian dari Sadorsky (2003) memberikan bukti empiris yang sama bahwa volatilitas harga minyak berpengaruh pada volatilitas harga saham perusahaan yang bergerak di bidang teknologi. Jouini (2013) melakukan investigasi hubungan antara harga minyak dunia dengan volatilitas harga saham di Arab Saudi dengan periode penelitian dari tahun 2007-2011. Dan hasil penelitiannya menunjukan bahwa adanya return dan transmisi volatility antara harga minyak dan saham sektor. Efek spillover tidak searah antara harga minyak ke saham-saham sektor, tetapi pola volatilitas dua arah terlihat lebih jelas pada sahamsaham dari sektor minyak. Harga minyak memberikan pengaruh yang sangat besar di pasar modal Malaysia, hal ini dibuktikan oleh Lim dan Sek (2013) pada periode sebelum krisis dan sesudah krisis dengan menggunakan data dari tahun 1990 sampai dengan 2010. Hal yang sama juga terlihat dari hasil penelitian di Indonesia Prasetiono (2010) menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak akan memberi dampak yang sangat signifikan pada Bursa Saham Indonesia terutama pada saham-saham LQ45. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian tentang pengaruh harga minyak terhadap pasar modal tersebut dapat menambah bukti bahwa naiknya harga minyak mendatangkan keuntungkan bagi perusahaan terutama dalam jangka pendek. Perubahan harga minyak dunia berpengaruh pada pasar modal. H3: Tingginya harga minyakdunia pada t1menurunkan volatilitas harga saham pada t-0 Pengaruh Indeks Dow Jones dengan Volatilitas Harga Saham Berbagai penelitian telah dilakukan terkait dengan indeks Dow Jones tersebut, salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Amin (2012). Dia meneliti tentang arah pergerakan 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
(2012) melakukan penelitian yang sama dengan membagi sampel menjadi Asian emerging market (India, China, Korea Selatan, dan Taiwan) dan developed stock market (Amerika dan Jepang). Hasil penelitiannya menambah bukti bahwa adanya hubungan (cointegration vector) antara emerging dan developed stock market, akan tetapi pasar saham negara-negara berkembang di Asia lebih menunjukan hubungan yang sangat kuat dengan pasar saham Amerika dibandingkan dengan negara tetangganya Jepang. Chiou (2011) melakukan pengujian dan diperoleh bukti empiris juga bahwa pasar saham saling interdependen yang sangat signifikan antara pasar saham Tokyo, London, dan New York. H4: Volatilitas Indeks Dow Jones pada t-1 mempengaruhi volatilitas harga saham t-0
return ℎ , sebagai ukuran volatilitas return IHSG. Variabel independen yang pertama adalah tingkat suku bunga SBI (X1), diukur dengan menggunakan data suku bunga SBI bulanan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Variabel ini adalah dummy sama dengan 1 jika tingkat suku bunga rendah t-1 dan 0 jika lainnya.Nilai kurs Rp/$US (X2) sebagai variabel independen yang kedua, diukur dengan menggunakan dummy variablesama dengan 1 jika nilai rupiah melemah terhadap $US dan 0 jika lainnya.Harga minyak dunia (X3) sebagai variabel independen yang ketiga, diukur dengan menggunakan data WTI (West Texas Intermediate) bulanan. Variabel ini adalah dummy sama dengan 1 jika WTI tinggi pada t-1 dan 0 jika lainnya. Dan variabel independen yang keempat adalah Indeks Dow Jones (DJIA), diukur dengan menggunakan data return DJIA bulanan.
2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia dengan meneliti mengapa IHSG bervolatilitas. Indikasi awal adalah karena adanya beragam informasi atau variabel yang mempengaruhi pergerakan IHSG tersebut diantaranya adalah tingkat suku bunga SBI, nilai kurs Rupiah terhadap Dollar US, harga minyak dunia, dan indeks Dow Jones. Untuk itu maka penelitian ini menggunakan data bulanan IHSG, SBI, kurs, harga minyak dan DJIA. Data-data tersebut merupakan data sekunder yang dipublikasikan oleh pihak instansi atau pihak lain yang berkompeten. Data-data tersebut dapat diperoleh dari Bloomberg. Periode pengamatannya adalah dari bulan Januari 2003 sampai dengan bulan Mei 2013.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode kuantitatif ARCH, GARCH, dan asymmetric GARCH atau GJR GARCH. Metode analisis ini digunakan karena untuk melihat pergerakan volatilitas data deret waktu indeks harga saham gabungan. Implikasi data deret waktu yang bervolatilitas adalah variance dan error yang tidak konstan persatuan waktu sehingga model penelitian symmetric GARCH dan asymmetric GARCH tepat untuk digunakan (Engle, 1982; Bollerslev, 1986; Glosten dkk., 1993). Model Empiris Conditional variance ARCH, GARCH, GJR GARCH: Untuk conditional variance dalam ARCH, GARCH, dan GJR GARCH dibentuk dari rumus ini + + , = , , Diketahui: , adalah return IHSG atau return pasar pada saat t, adalah return pasar bulan sebelumnya, , adalah residual atau nilai error dari regresi , ini, adalah konstanta, dan adalah nilai koefisien.
Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti adalah variabel dependen, volatilitas harga saham yang diukur dari sensitivitas return IHSG bulan lalu terhadap return IHSG bulan ini. Return IHSG dihitung dari . Unsur residu t nya mengalami heteroskedastisitas atau varians yang tidak sama. Conditional variance index 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Rumus ARCH dan GARCH adalah sebagai berikut: + , = …………………. (1)
,
+
,
,
,
Rumus GJR GARCH terlihat sebagai berikut: = ,
+( + , ……. (2)
)
,
+
+( ,
+
+
+ ) …………………(3)
,
+
+
Diketahui: ℎ , adalah conditional variance dari index return pada saat t, adalah dummy variabel sama dengan 1 jika nilai residual return market nya , negatif dan 0 jika lainnya, adalah nilai tingkat suku bunga SBI pada t-1, adalah nilai kurs Rp/$US dengan menggunakan dummy variable sama dengan 1 jika nilai rupiah melemah terhadap $US dan 0 jika lainnya, adalah harga minyak dunia pada t-1, adalah indeks Dow Jones pada t-1, adalah residual pasar , periode t-1 atau deteksi adanya unsur ARCH, ℎ , adalah varian residual pasar periode t-1 atau deteksi adanya unsur GARCH, adalah konstanta, dan sampai adalah nilai koefisien.
Diketahui: ℎ , adalah conditional variance dari index return pada saat t, adalah , residual pasar periode t-1 atau deteksi adanya unsur ARCH, ℎ , adalah varian residual pasar periode t-1 atau deteksi adanya unsur GARCH, adalah konstanta, dan sampai adalah nilai koefisien.
,
=
+
Diketahui: ℎ , adalah conditional variance dari index return pada saat t, adalah dummy variabel sama dengan 1 jika nilai residual return market nya negatif , dan 0 jika lainnya, adalah , residual pasar periode t-1 atau deteksi adanya unsur ARCH, ℎ , adalah varian residual pasar periode t-1 atau deteksi adanya unsur GARCH, adalah konstanta, dan sampai adalah nilai koefisien.
Selanjutnya tahapan berikutadalah melakukan estimasi dan membuat simulasi daribeberapa model persamaan ragam GARCH, berdasarkan persamaan rata-rata yang telah dibentuk dari tahapan sebelumnya. Teknik analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan program Eviews 8.1 sebagai alat untuk mengolah data dan meregresikan model yang telah dirumuskan. Keseluruhan model yang digunakan dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan metode maximum likelihood (ML). Kesimpulan hasil estimasi berdasarkan pada nilai probabilitas ( -value) setiap koefisien yang terestimasi. Selanjutnya pilih model terbaik dengan memperhatikan signifikansi parameter estimasi, goodness of fit model berdasarkan nilai log likekelihood terbesar serta dengan menggunakan kriteria AIC dan SIC terkecil. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Pengujian Data pada Level
Pengujian hipotesis dengan menggunakan model asymmetric GARCH atau GJR GARCH: Pengujian hipotesis dilakukan pada level indeks pasar. Untuk itu maka berikut ini adalah rumus untuk pengujian hipotesis yang berdasarkan atas penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Connolly dan Stivers (2005). Model asymmetric GARCH (p,q)) atau GJR GARCH (p, q) dengan penambahan variabel eksogen pada level indeks pasar adalah sebagai berikut:
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Uji autokorelasi dan korelogram IHSG nilai ACF masih tinggi yaitu 0,966 pada lag satu dan kemudian menurun secara perlahan, namun sampai pada lag 36 nilai koefisien ACF masih relative besar yang menunjukan bahwa data IHSG yang dianalisis tidak stasioner (level). Begitu juga dengan Uji Statistik Ljung-Box (LB), hasil pengolahan Eviews pada gambar 1 (lampiran), memberikan informasi nilai statistik LB. Sampai dengan lag ke 36 nilai statistic LB sebesar 1512,7. Nilai ini lebih besar dibandingkan chi-square ( ) dengan df sebesar 36 pada = 5%, yaitu 50,99. Oleh karena itu disimpulkan bahwa data belum stasioner.Kemudian pengujian data IHSG dibuktikan juga dengan menggunakan uji unit root test(lampiran-gambar 2). Dari hasil olah data eviews ini terlihat bahwa dengan = 5% terima ( : = 0) atau tidak stasioner, karena ADF test statistic < titik kritis pada taraf nyata 5% yaitu 0.581181 < -2.884856 atau ADF test statistic berada di daerah penerimaan . Jadi dapat disimpulkan bahwa data IHSG tersebut tidak stasioner.
Estimasi dan simulasi model dilakukan pada tahapan ARCH yaitu residual masa lalu mempengaruhi tingkat volatilitas harga saham pada saat ini. Gambar5 pada lampiran menunjukan hasil olah data untukoutput model ARCH (1) untuk IHSG.Dari hasil outputtersebut ditunjukan bahwa koefisien ARCH(1) signifikan secara statistic pada α dibawah 0,05 yang berarti bahwa volatilitas terdapat pada data IHSG dalam periode penelitian. Volatilitas residual IHSG dipengaruhi oleh residual periode sebelumnya ARCH(1). Selanjutnya pada persamaan rata-rata seluruh koefisien juga signifikan secara statistik. Selanjutnya estimasi diuji juga pada model GARCH, dimana model ini berusaha untuk menjelaskan bahwa volatilitas IHSG saat ini dipengaruhi oleh residual masa lalu dan juga varians residualmasalalu.Berdasarkan gambar 6 (lampiran), variance equation, baik pada unsur ARCH maupun GARCH secara statistik adalah signifikan pada α 5%. Ini menunjukan bahwa kesalahan prediksi (residual) IHSG dipengaruhi oleh residual masa lalunya (ARCH) dan varians residual masa lalunya (GARCH). Sedangkan pada persamaan rata-rata MA(3) secara statistik signifikan dan MA(4) tidak signifikan. Estimasi model berikut adalah model asimetri GARCH atau GJR GARCH. Berdasarkan hasil olah data Eviews, hasil persamaan variansnya menunjukan bahwa residual masa lalunya tidak signifikan, threshold menjadi tidak signifikan atau tidak ada unsur asimetris dalam data ini, dan data masih dipengaruhi secara signifikan oleh volatilitas masa lalunya (GARCH). Estimasi ini bisa dilihat pada hasil olah data dengan eviews pada gambar 7 yang terdapat pada lampiran. Tahapan estimasi dilanjutkan pada model asimetri GARCH dengan penambahan variabel tingkat suku bunga SBI. Hasil olah data dari model ini dapat dilihat pada lampiran gambar 8. Model GJR GARCH dengan penambahan variabel SBI, dalam persamaan variansnya variabel ARCH, GJR GARCH, dan dummy SBI tidak signifikan, tetapi volatilitas masa lalu (unsur GARCH) dari data IHSG ini secara statistik signifikan. Sedangkan pada
Pengujian data pada First Difference Karena pengujian data pada tingkat level belum stasioner maka pengujian data dilanjutkan pada first difference.Uji autokorelasi dan korelogram IHSG nilai ACF sudah rendah yaitu 0,120 dan sampai lag ke 36 nilai ACF semakin mengecil yaitu 0,107. Selanjutnya jika dilihat dari nilai LB sebesar 43,818 lebih kecil dari nilai ( ) sebesar 50,99 pada = 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa data IHSG yang dianalisis pada first difference sudah stasioner (lampiran-gambar 3). Seperti pada tahapan sebelumnya data juga diuji dengan menggunakan metode ADF (lampiran-gambar 4). Dari hasil olah data eviews ini terlihat bahwa dengan = 5% terima ( : = 0) atau sudah stasioner, karena ADF test statistic > titik kritis pada taraf nyata 5% yaitu -9.750905 > -2.885051 atau ADF test statistic berada di daerah penolakan . Jadi dapat disimpulkan bahwa data IHSG tersebut sudah stasioner. Estimasi dan Simulasi Model 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
persamaan rata-rata MA(3) tetap signifikan dan MA(4) tidak signifikan. Output eviews yang terlihat pada lampiran gambar 9 dalam persamaan variansnya diperoleh hasil unsur ARCH secara statistic signifikan artinya volatilitas IHSG saat ini dipengaruhi oleh shock masa lalulunya, GJR GARCH tidak signifikan artinya volatilitas IHSG saat ini tidak dipengaruhi oleh adanya informasi yang berbeda apakah informasinya bad news atau good news, kemudian volatilitas IHSG saat ini dipengaruhi oleh volatilitas IHSG masa lalunya yang ditunjukan dengan probabilitas tingkat signifikansi GARCH dibawah 5%, dan kurs nilai tukar berpengaruh secara signifikan pada = 10% dengan arah koefisien yang bertanda negatif, artinya bahwa melemahnya nilai kurs akan meningkatkan volatilitas harga saham. Pada persamaan rata-rata MA(3) secara statistic signifikan sedangkan MA(4) tidak signifikan. Gambar 10 menunjukan persamaan varians dari model adalah unsur ARCH atau shock masa lalunya tidak berpengaruh signifikan pada volatilitas IHSG saat ini, unsur GJR GARCH atau perbedaan bad news dan good news tidak berpengaruh signifikan pada volatilitas IHSG saat ini, dan dummy variable oil price tidak signifikan berpengaruh pada volatilitas IHSG saat ini, namun demikian data sangat peka terhadap unsur GARCH atau volatilitas IHSG masa lalu berpengaruh signifikan pada volatilitas IHSG saat ini. Dalam persamaan rata-rata MA(3) secara statistic signifikan dan MA(4) tidak signifikan.
Selanjutnya hasil olah data pada gambar 11menunjukan bahwa dalam persamaan varians unsur ARCH atau shock masa lalu dari indeks pasar dan GJR GARCH atau perbedaan bad news-good news tidak signifikan berpengaruh pada volatilitas IHSG saat ini, sementara unsur GARCH atau volatilitas masa lalu IHSG dan variabel indeks Dow Jones secara statistic signifikan berpengaruh pada volatilitas IHSG saat ini. Pada persamaan rata-rata MA(3) masih menunjukan signifikansinya sedangkan MA(4) tidak signifikan. Hasil olah data dalam gambar 12menunjukan bahwa semua variabel regressornya (full model)dimasukan dalampersamaan varians, diperoleh hasil data tidak mengandung unsur ARCH (shock masa lalu atau residual masa lalu), GARCH (volatilitas masa lalu IHSG), dan GJR GARCH (perbedaan news antara bad news-good news)karena secara statistik tidak berpengaruh signifikan pada volatilitas IHSG saat ini, sementara variabel yang ditambahkan dalam persamaan variansnya variabel SBI dan kurs secara statistik signifikan terhadap volatilitas indeks harga saham saat ini, sedangkan variabel oil price dan DJIA tidak berpengaruh signifikan terhadap volatilitas indeks harga saham saat ini. Tabel 1 berikut akan menunjukan ringkasan hasil estimasi yang telah dibahas pada alinea sebelumnya. Pengujian kondisional volatilitas pada level indeks harga saham yang terdiri dari nilai koefisiendan tingkat signifikansi nilai probabilitas untuk setiap koefisien yang terestimasi.
8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tabel 1 Ringkasan Estimasi dan Simulasi Model Kondisional Volatilitas pada Level IHSG dengan SBI, Kurs, Oil Price, dan DJIA Model Goodness of Fit 1.ARCH
2.GARCH 3.GJR GARCH 4.SBI 5.KURS 6.OIL PRICE 7.DJIA 8.FULL MODEL
1.Log likelihood 2.AIC 3.SC
0.546392 (0.0123)** 0.080299 (0.0256)** 0.083532 (0.3457) 0.056463 (0.5347) 0.659249 (0.0042)*** 0.088231 (0.3315) -0.080892 (0.2158) 0.206524 (0.3456) -782.4524
-0.008095 (0.9321) 0.001459 (0.9875) -0.175437 (0.4685) -0.015139 (0.8775) 0.018667 (0.8581) 0.204461 (0.4588) -764.6614
12.68472 12.77569
12.43002 12.56649
-415.6317 (0.3280)
-1709.732 (0.0852)*
-261.5941 (0.8345)
-7732.619 (0.0310)** -763.6452
-5017.657 (0.0001)*** -769.4961
-841.3895 (0.6350) -764.5914
0.157065 (0.0062)*** 0.376249 (0.3901) -758.3918
12.42976 12.58897
12.52413 12.68334
12.44502 12.60423
12.34503 12.50424
Catatan: Tabel ini melaporkan hasil estimasi pengujian hipotesis dari rumus ℎ 5 −1+ 6 −1 , −12+ 7ℎ , −1. Nilai probabilitas berada dalam kurung di bawah nilai koefisien. ***)signifikan pada level 0,01; **)signifikan padalevel 0,05; *) signifikan pada level 0,10.
,
=
+(
+
+
0.936540 (0.0000)*** 0.937345 (0.0000)*** 0.946814 (0.0000)*** 0.573729 (0.0000)*** 0.936657 (0.0000)*** 1.066892 (0.0000)*** 0.308761 (0.1777) -764.6660 12.41397 12.52769 +
+
signifikan pada full model. Untuk penarikan kesimpulan yang lebih dititikberatkan adalah pada partial modelbukan pada full model. Tabel 1 juga memberikan informasi model terbaik berdasarkan pada tiga kriteria goodness of fit yaitu nilailog likelihood terbesar, kriteria AIC dan SC terkecil. Berdasarkan indikator-indikator pada tabel 1 tersebut, dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah model DJIA karena pada model ini parameter DJIA yang diestimasi signifikan secara statistik dengan dua kriteria goodness of fit yaitu nilai AIC dan SC yang paling kecil.
Ringkasan tabel 1 memberikan informasi bahwa hanya pada unsur GARCH yang konsisten signifikan pada alpha 1% dan perubahan signifikannya menjadi tidak signifikan ketika pada full model. Pada unsur GJR GARCH tidak signifikan pada semua model yang menunjukan bahwa di pasar modal Indonesia, masuknya aliran informasi bad news atau good news ditanggapi sama oleh investor sehingga tidak tercipta volatilitas yang berbeda. Sedangkan pada unsur pengaruh residual masa lalu indeks pasar signifikansi pada model ARCH, GARCH, dan kurs. Pada model kurs, kurs signifikan pada level 10% dan konsisten ketika full model signifikan pada level 1%. Sedangkan pada SBI dan DJIA menjadi tidak konsisten tingkat signifikansinya, variabel SBI tidak signifikan pada model SBI tetapi signifikan pada full model, variabel DJIA signifikan pada model DJIA dan tidak
PEMBAHASAN Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia merupakan data time series yang memiliki tingkat flukstuasi yang tinggi. Terlihat jelas pada pengujian data dan data IHSG 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menunjukan data tidak stasioner pada tingkat level sehingga data kemudian diuji dan stasioner pada tingkat first difference. Perilaku data IHSG sangat fluktuatif dan sensitive terhadap berbagai macam perubahan. Fluktuasi data banyak disebabkan karena masuknya informasi ke lantai bursa, baik itu informasi fundamental makroekonomi ataupun informasi global lainnya. Dengan demikian maka digunakan model Box-Jenkin atau dikenal dengan model autoregressive integrated moving average (ARIMA), dimana model ini merupakan salah satu teknik peramalan model time series yang hanya berdasarkan perilaku data variabel yang diamati. Dalam penelitian ini, penentuan model ARIMA pada tahapan first difference, dimana pengamatan terhadap pola ACF dan PACF menunjukan bahwa polaspike dan signifikan pada lag 3 dan lag 4. Kemudian dibuat perbandingan model sehingga diperoleh hasil bahwa model ARIMA yang layak dan signifikan adalah moving average pada lag 3 dan lag 4 atau MA(3) dan MA(4). Untuk mengukur tingkat volatilitas data maka penelitian ini menggunakan analisa ARCH dan GARCH. Setelah model ARIMA terbentuk maka kemudian diidentifikasi apakah data mengandung unsur ARCH. Dari gambar 1 output uji unsur ARCH dengan heteroskedasticity diperoleh hasil data mengandung unsur ARCH atau volatilitas data IHSG karena dipengaruhi oleh nilai residual masa lalunya (Engle, 1982). Dari hasil estimasi model data selalu menunjukan adanya unsur ARCH dan GARCH, tetapi data tidak mengandung unsur GJR GARCH atau di pasar saham Indonesia perilaku data tidak asimetris, adanya berita bad news atau good news ditanggapi sama saja oleh para pelaku pasarterutama di negara-negara berkembang (Hadsell, 2006; Girard dan Biswas, 2007; Shamsavari, 2011), fenomena ini sangat mungkin terjadi karena para pelaku pasar domestik terkadang hanya menjadi follower oleh para pemodal asing. Harga yang dimainkan untuk proses mencari untung semata sehingga adanya bad news sekalipun ditanggapi sama saja oleh pelaku pasar domestik.
Model asimetrik GARCH kemudian ditambahkan variabel lain diluar model yaitu tingkat suku bunga SBI, kurs nilai tukar, harga minyak dunia, dan indeks Dow Jones. Hasil estimasi menunjukan bahwa tingkat suku bunga dan harga minyak dunia tidak berpengaruh signifikan. Fenomena ini terlihat jelas pada beberapa penelitian yang mendukung bahwa pergerakan tingkat suku bunga dan harga minyak hanya berpengaruh pada saham-saham sektor tertentusaja, misalnya penelitian dari Liow dan Huang (2006) menyatakan bahwa suku bunga hanya berpengaruh pada sahamsaham properti, sedangkan penelitian Zare dkk. (2013) menjelaskan bahwa tingkat suku bunga hanya berpengaruh pada keadaan ekonomi negara yang menurun. Demikian juga dengan variabel harga minyak dunia, dimana hanya berpengaruh pada saham-saham di industri manufaktur, perusahaan minyak (Cong dkk., 2008; Jouini, 2013), perusahaan di bidang teknologi (Sadorsky, 2003). Memang terlihat jelas bahwa pergerakan faktor fundamental makroekonomi tingkat suku bunga hanya akan terasa pada saham-saham tertentu saja ketika tingkat suku bunga naik akan meningkatkan pendapatan perusahaan perbankan dan properti tetapi sebaliknya tingkat suku bunga turun akan menggerogoti keuntungan mereka sehingga investor akan menjual saham di sektor ini. Pergerakan harga saham akan mengikuti pergerakan tingkat suku bunga atau harga menjadi sensitive terhadap perubahan tingkat suku bunga. Begitu pula dengan harga minyak dunia, semakin tidak pasti arah pergerakan harga minyak dunia maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan yang berkaitan langsung dengan variabel ini. Harga minyak meningkat maka perusahaan minyak memperoleh hasil yang tinggi sebaliknya pada perusahaan manufaktur naik turunnya harga minyak akan berimbas pada penentuan harga pokok barang jadi, sehingga akan merugikan perusahaan. Jadi faktor suku bunga dan harga minyak kemungkinan lebih sensitif pada saham-saham tertentu saja. Berdasarkan hasil estimasi variabel kurs nilai tukar dan indeks Dow Jones secara statistik signifikan. Arah koefisien kurs nilai tukar mengarah 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
sebaliknya yaitu melemahnya kurs Rp/$US berpengaruh negatif terhadap volatilitas harga saham atau melemahnya kurs meningkatkan volatilitas harga saham sebaliknya menguatnya nilai kurs mampu menurunkan volatilitas harga saham. Hasil estimasi ini sejalan dengan hipotesis yang dibangun bahwa melemahnya kurs nilai tukar rupiah akan berdampak pada volatilitas harga saham yang semakin tinggi, karena kurs nilai tukar yang melemah membawa sinyal negatif bagi pasar modal. Estimasi variabel indeks Dow Jones sesuai dengan prediksi sebelumnya bahwa indeks Dow Jones bergerak searah dengan indeks pasar modal lainnya (IHSG). Pergerakan searah antara DJIA dan IHSG menandakan bahwa pasar modal Indonesia terintegrasi dengan pasar modal Amerika, hal ini sangat dimungkinkan karena perkembangan teknologi membuat pergerakan pasar semakin terintegrasi.
B. Rekomendasi 1. Bagi pelaku pasar modal hendaknya mempertimbangkan berbagai informasi yang beredar di lantai bursa sehingga bisa memperoleh return yang maksimal dengan berbagai risiko. 2. Penelitian selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah periode pengambilan data sebaiknya menggunakan data harian, karena pergerakan data harian lebih sensitif terhadap berbagai macam informasi yang beredar di bursa. 3. Sebaiknya pembentukan variabel eksogen melihat pada unsur shock atau surprise dari tingkat suku bunga, kurs, harga minyak dunia, dan DJIA. Memasukan unsur shock dari setiap variabel ini dapat mempengaruhi volatilitas harga saham berikutnya.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Model asimetris GARCH tidak terbukti dipasar saham Indonesia, kemungkinan karena perilaku investor yang merujuk kearah tidak logis dan mungkin hanya follower, sehingga informasi yang bad news dan good news ditanggapi sama saja oleh pelaku pasar. 2. Tingkat suku bunga dan harga minyak dunia tidak berpengaruh pada IHSG. Kemungkinan tidak signifikan karena hanya berpengaruh pada saham-saham tertentu saja. Dengan kata lain bahwa tingkat suku bunga sensitif pada saham properti, sedangkan harga minyak dunia sensitif pada saham industri minyak dan manufaktur. 3. Kurs nilai tukar berpengaruh pada volatilitas IHSG, tetapi berpengaruh sebaliknya. Sedangakan indeks Dow Jones Amerika berpengaruh signifikan pada IHSG, yang menandakan bahwa pasar saham Indonesia terintegrasi dengan pasar saham Amerika.
DAFTAR PUSTAKA
Adjasi, C. K. D. 2009. Macroeconomic Uncertainty and Conditional Stock-Price Volatility in Frontier African Markets Evidence from Ghana. The Journal of Risk Finance 10 (4):333-349 Amin, M. Z. 2012. Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga Sbi, Nilai Kurs Dollar (Usd/Idr), Dan Indeks Dow Jones (Djia) Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) Di Bei (Periode 20082011), Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang Indonesia. Andreou, E., M. Matsia, dan A. Savvides. 2013. Stock and Foreign Exchange Market Linkages in Emerging Economies. Journal of International Financial Markets, Institutions & Money 27:248– 268. Batareddy, M., A. K. Gopalaswamy, dan C.-H. Huang. 2012. The Stability of Long-Run Relationships a Study on Asian Emerging and Developed Stock Markets (Japan and Us). International Journal of Emerging Markets 7 (1):31-48. Bekhet, H. A., dan A. Matar. 2013. Co-Integration and Causality Analysis between Stock Market Prices and Their Determinates in Jordan Economic Modelling 35:508–514. 11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Blascoa, N., P. Corredorb, C. D. Riob, dan R. Santamarı́ab. 2005. Bad News and Dow Jones Make the Spanish Stocks Go Round. European Journal of Operational Research 163 (1):253–275. Bollerslev, T. 1986. Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity. Journal of Econometrics 31:307-327. Caporale, G. M., J. Hunter, dan F. M. Ali. 2013. On the Linkages between Stock Prices and Exchange Rates: Evidence from the Banking Crisis of 2007– 2010. International Review of Financial Analysis xxx (Article in Press) (xxx):xxx-xxx. Chiou, I. 2011. The Volatility Transmission of Stock Returns across Asia, Europe, and North America. Managerial Finance 37 (5):442-450. Chulia-Soler, H., M. Martens, dan D. v. Dijk. 2009. The Effects of Federal Funds Target Rate Changes on S&P100 Stock Returns, Volatilities, and Correlations. Rotterdam, The Netherlands: Erasmus Research Institute Of Management, Erasmus University Rotterdam, 1-51. Cong, R.-G., Y.-M. Wei, J.-L. Jiao, dan Y. Fan. 2008. Relationships between Oil Price Shocks and Stock Market: An Empirical Analysis from China. Energy Policy 36:3544–3553. Connolly, R., dan C. Stivers. 2005. Macroeconomic News, Stock Turnover, and Volatility Clustering in Daily Stock Returns. The Journal of Financial Research Vol.XXVIII (Summer 2005):235–259. Dhanaraj, S., A. K. Gopalaswamy, dan S. B. M. 2013. Dynamic Interdependence between Us and Asian Markets: An Empirical Study. Journal of Financial Economic Policy 5 (2):220-237. Engle, R. F. 1982. Autoregressive Conditional Heteroscedasticity with Estimates of the Variance of United Kingdom Inflation. Econometrica 50 (4):987-1007. Girard, E., dan R. Biswas. 2007. Trading Volume and Market Volatility: Developed Versus Emerging Stock Markets The Financial Review 42:429--459. Glosten, L. R., R. Jaganathan, dan D. E. Runkle. 1993. On the Relation between the Expected Value and the Volatility of the Nominal Excess Return on Stock. THE JOURNAL OF FINANCE XLVIII (5). Gospodinov, N., dan I. Jamali. 2012. The Effects of Federal Funds Rate Surprises on S&P 500
Volatility and Volatility Risk Premium Journal of Empirical Finance 19 (4):497–510. Gruber, J. W., dan R. J. Vigfusson. 2012. Interest Rates and the Volatility and Correlation of Commodity Prices In International Finance Discussion Papers. Amerika: Board of Governors of the Federal Reserve System. Hadsell, L. 2006. A Tarch Examination of the Return Volatility–Volume Relationship in Electricity Futures. Applied Financial Economics 16:893– 901. Huang, Y.-J., dan F. W. Bacon. 2009. Can the Us Stock Market Be Shanghaied? Evidence of the Impact of China’s Emerging Stock Market. Management Research News 32 (5):469-476. Jawaid, S. T., dan A. U. Haq. 2012. Effects of Interest Rate, Exchange Rate and Their Volatilities on Stock Prices: Evidence from Banking Industry of Pakistan Theoretical and Applied Economics XIX (573):153-166. Jouini, J. 2013. Return and Volatility Interaction between Oil Prices and Stock Markets in Saudi Arabia. Journal of Policy Modeling 35:1124–1144. Kim, S.-J., dan D. Q. T. Nguyen. 2009. The Spillover Effects of Target Interest Rate News from the U.S. Fed and the European Central Bank on the Asia-Pacific Stock Markets. Journal of International Financial Markets, Institutions & Money 19:415–431. Kim, S., dan F. In. 2002. The Influence of Foreign Stock Markets and Macroeconomic News Announcements on Australian Financial Markets. Pacific-Basin Finance Journal 10 (5):571–582. Lim, C. M., dan S. K. Sek. 2013. Comparing the Performances of Garch-Type Models in Capturing the Stock Market Volatility in Malaysia Procedia Economics and Finance 5:478 – 487. Liow, K. H., dan Q. Huang. 2006. Interest Rate Risk and Time-Varying Excess Returns for Asian Property Stocks. Journal of Property Investment and Finance 24 (3):188-210. Muharam, H. 2011. Model Determinan Imbal Hasil Obligasi Pemerintah: Studi Empiris Surat Utang Negara (Sun) Republik Indonesia, Program 12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang. Nasir, A., dan A. Mirza. 2013. Pengaruh Nilai Kurs, Inflasi, Suku Bunga Deposito, Dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei. Universitas Riau Indonesia: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Prasetiono, D. W. 2010. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Ekonomi Makro Dan Harga Minyak Terhadap Saham Lq45 Dalam Jangka Pendek Dan Jangka Panjang. Journal of Indonesian Applied Economics 4 (1):11-25. Sadorsky, P. 2003. The Macroeconomic Determinants of Technology Stock Price Volatility. Review of Financial Economics 12:191–205. Shamsavari, A. 2011. Asymmetric Effects in Emerging Stock Markets- the Case of Iran Stock Market.
International Journal of Economics and Finance 3 (6). Tandelilin, E. 2001. Analisis Investasi Dan Manajemen Portofolio. Pertama ed. Yogyakarta: BPFE. Zare, R., M. Azali, dan M. S. Habibullah. 2013. Monetary Policy and Stock Market Volatility in the Asean5: Asymmetries over Bull and Bear Markets. Procedia Economics and Finance 7:18-27. Zhang, C., dan X. Chen. 2011. The Impact of Global Oil Price Shocks on China’s Stock Returns: Evidence from the Arji(-Ht)-Egarch Model. Energy 36:6627-6633. Zhao, H. 2010. Dynamic Relationship between Exchange Rate and Stock Price: Evidence from China. Research in International Business and Finance 24 (2):103–112.
13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Lampiran-Lampiran: A. Pengujian Data pada Level Gambar 1: Korelogram IHSG pada tingkat level
Date: 05/31/14 Time: 22:55 Sample: 1 126 Included observations: 125 Autocorrelation .|******* .|******* .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|**** | .|**** | .|**** | .|**** | .|**** | .|*** | .|*** | .|*** | .|*** | .|*** | .|*** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|* | .|* | .|* | .|* | .|* | .|* |
Partial Correlation .|******* .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | *|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | *|. | *|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | *|. | .|. | .|. | .|. | .|. |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
14
AC
PAC
Q-Stat
Prob
0.966 0.930 0.896 0.860 0.829 0.801 0.771 0.739 0.708 0.680 0.651 0.627 0.605 0.578 0.552 0.527 0.501 0.478 0.457 0.434 0.416 0.393 0.366 0.343 0.321 0.299 0.280 0.262 0.245 0.223 0.204 0.181 0.159 0.143 0.125 0.108
0.966 -0.043 -0.006 -0.032 0.059 0.006 -0.024 -0.055 -0.004 0.031 -0.025 0.045 0.009 -0.073 -0.005 0.000 -0.019 0.024 0.005 -0.049 0.071 -0.088 -0.073 0.048 -0.013 -0.009 0.022 -0.005 -0.000 -0.064 0.013 -0.076 0.023 0.026 -0.022 0.004
119.48 231.21 335.58 432.58 523.56 609.06 689.08 763.25 831.86 895.66 954.69 1009.9 1061.7 1109.5 1153.5 1193.9 1230.8 1264.7 1296.1 1324.6 1351.1 1374.9 1395.8 1414.3 1430.7 1445.0 1457.8 1469.0 1478.9 1487.2 1494.3 1499.8 1504.2 1507.8 1510.6 1512.7
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Gambar 2: Unit Root Test dengan metode ADF untuk data IHSG (level) Null Hypothesis: RIHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.581181 -3.483751 -2.884856 -2.579282
0.9887
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RIHSG) Method: Least Squares Date: 06/01/14 Time: 08:49 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Variable RIHSG(-1) C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.005824 24.93132
0.010022 25.44621
0.581181 0.979766
0.5622 0.3291
0.002761 -0.005413 141.5248 2443570. -789.0471 0.337771 0.562191
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
15
37.74347 141.1433 12.75882 12.80431 12.77730 1.774677
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
B. Pengujian data pada First Difference Gambar 3: Korelogram IHSG pada first difference Date: 06/01/14 Time: 09:10 Sample: 1 126 Included observations: 124 Autocorrelation .|* .|. .|* *|. .|. .|. .|* .|. .|. *|. *|. .|. *|. .|. .|. .|. *|. *|. .|. *|. .|. .|. *|. .|. *|. *|. .|* .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|* .|* .|*
| | | | | | | | | | | | |
| | | | | |
| | | | | | |
| | | | | | |
| | |
Partial Correlation .|* .|. .|** *|. .|. .|. .|* .|. *|. *|. *|. .|. *|. .|. .|. .|. *|. .|. .|. *|. .|. *|. *|. .|. *|. .|. .|. .|. .|. *|. .|. .|. .|. .|. .|* .|.
| | | |
| | | | | | | | | | | | | | | | |
| |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
|
| | | | |
| | | | |
|
|
16
AC
PAC
Q-Stat
Prob
0.120 -0.030 0.212 -0.071 -0.045 0.038 0.078 0.047 -0.063 -0.123 -0.164 -0.035 -0.088 -0.054 0.071 -0.002 -0.190 -0.069 0.048 -0.147 0.035 0.053 -0.110 -0.003 -0.108 -0.103 0.074 0.032 -0.007 -0.054 0.064 -0.015 -0.017 0.099 0.141 0.107
0.120 -0.045 0.225 -0.139 0.009 -0.019 0.129 0.017 -0.078 -0.155 -0.145 0.048 -0.066 0.002 0.017 0.027 -0.180 -0.017 0.051 -0.116 0.051 -0.079 -0.068 -0.022 -0.094 -0.061 0.043 0.012 -0.032 -0.140 0.059 0.009 0.031 -0.032 0.112 0.048
1.8323 1.9501 7.7530 8.4154 8.6840 8.8766 9.6896 9.9879 10.530 12.618 16.319 16.486 17.570 17.990 18.705 18.706 23.951 24.657 25.000 28.242 28.430 28.855 30.728 30.729 32.567 34.248 35.129 35.300 35.308 35.789 36.486 36.524 36.571 38.279 41.777 43.818
0.176 0.377 0.051 0.077 0.122 0.181 0.207 0.266 0.309 0.246 0.130 0.170 0.175 0.207 0.227 0.284 0.121 0.135 0.161 0.104 0.128 0.149 0.130 0.162 0.142 0.129 0.136 0.161 0.195 0.215 0.229 0.267 0.306 0.281 0.200 0.174
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Gambar 4: Unit Root Test dengan metode ADF untuk data IHSG (first difference) Null Hypothesis: D(RIHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.750905 -3.484198 -2.885051 -2.579386
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RIHSG,2) Method: Least Squares Date: 06/01/14 Time: 09:25 Sample (adjusted): 3 125 Included observations: 123 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(RIHSG(-1)) C
-0.879898 33.42650
0.090238 13.18453
-9.750905 2.535283
0.0000 0.0125
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.440023 0.435395 141.2535 2414258. -782.4396 95.08016 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
17
0.193333 187.9865 12.75512 12.80084 12.77369 1.989320
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Gambar 5: output Model ARCH (1) untuk IHSG
Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 13:18 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 13 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.245100 -0.151212
0.082922 0.069567
2.955797 -2.173600
0.0031 0.0297
5.166129 2.504074
0.0000 0.0123
Variance Equation C RESID(-1)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
11011.79 0.546392 0.004009 -0.004155 141.4362 2440513. -782.4524 1.593135
2131.535 0.218201
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.45
.16-.65i
.16+.65i
37.74347 141.1433 12.68472 12.77569 12.72167 -.76
Gambar 6: output Model GARCH (1) untuk IHSG
Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 13:33 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 52 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.278811 -0.040152
0.109887 0.106164
2.537250 -0.378205
0.0112 0.7053
1.340846 2.232975 25.15881
0.1800 0.0256 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared
129.2686 0.080299 0.936540 0.002103 -0.006077
96.40831 0.035960 0.037225
Mean dependent var S.D. dependent var
18
37.74347 141.1433
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
141.5715 2445183. -764.6660 1.589118
Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
12.41397 12.52769 12.46016
Gambar 7: output Model GJR GARCH (1) untuk IHSG
Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 13:41 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 35 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.276413 -0.038154
0.110520 0.111104
2.501018 -0.343412
0.0124 0.7313
Variance Equation C RESID(-1)^2 RESID(-1)^2*(RESID(1)<0) GARCH(-1)
124.0140 0.083532
112.0703 0.088588
1.106573 0.942926
0.2685 0.3457
-0.008095 0.937345
0.094997 0.045467
-0.085214 20.61582
0.9321 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.001830 -0.006352 141.5908 2445851. -764.6614 1.589340
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
Inverted MA Roots
.28-.57i
.28+.57i
.14
37.74347 141.1433 12.43002 12.56649 12.48546 -.69
Gambar 8: output Model GJR GARCH (1) untuk IHSG dengan SBI Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 13:50 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 52 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) + C(6)*GARCH(-1) + C(7)*DUMMY_ISBI
19
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.298140 -0.048523
0.113020 0.113472
2.637946 -0.427619
0.0083 0.6689
1.197912 0.620813 0.015677 19.24199 -0.978160
0.2310 0.5347 0.9875 0.0000 0.3280
Variance Equation C 438.1120 RESID(-1)^2 0.056463 RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) 0.001459 GARCH(-1) 0.946814 DUMMY_ISBI -415.6317 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
0.002306 -0.005872 141.5571 2444686. -763.6452 1.587171 .28-.59i
365.7298 0.090950 0.093049 0.049206 424.9120
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. .28+.59i
.16
37.74347 141.1433 12.42976 12.58897 12.49444 -.72
Gambar 9: output Model GJR GARCH (1) untuk IHSG dengan Kurs Nilai Tukar Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 14:00 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 17 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) + C(6)*GARCH(-1) + C(7)*DUMMY_KURS Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.254177 -0.142118
0.097869 0.087979
2.597112 -1.615358
0.0094 0.1062
1.283575 2.860258 -0.724866 6.606829 -1.721424
0.1993 0.0042 0.4685 0.0000 0.0852
Variance Equation C 1294.010 RESID(-1)^2 0.659249 RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) -0.175437 GARCH(-1) 0.573729 DUMMY_KURS -1709.732 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.006125 -0.002022 141.2859 2435327. -769.4961 1.594272
20
1008.130 0.230486 0.242027 0.086839 993.2080
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
37.74347 141.1433 12.52413 12.68334 12.58881
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Inverted MA Roots
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
.43
.17+.64i
.17-.64i
-.76
Gambar 10: output Model GJR GARCH (1) untuk IHSG dengan Oil Price Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 14:12 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 75 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) + C(6)*GARCH(-1) + C(7)*DUMMY_OIL_PRICE Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.275165 -0.038317
0.110680 0.110346
2.486128 -0.347243
0.0129 0.7284
0.341881 0.971032 -0.154180 20.29110 -0.208983
0.7324 0.3315 0.8775 0.0000 0.8345
Variance Equation C RESID(-1)^2 RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) GARCH(-1) DUMMY_OIL_PRICE R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
289.8562 0.088231 -0.015139 0.936657 -261.5941 0.001927 -0.006254 141.5839 2445614. -764.5914 1.589557 .28-.57i
847.8269 0.090863 0.098190 0.046161 1251.751
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. .28+.57i
.14
37.74347 141.1433 12.44502 12.60423 12.50970 -.69
Gambar 11: output Model GJR GARCH (1) untuk IHSG dengan DJIA Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 14:18 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Convergence achieved after 35 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) + C(6)*GARCH(-1) + C(7)*DJIA Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.277868 -0.044260
0.104984 0.106209
2.646757 -0.416724
0.0081 0.6769
Variance Equation
21
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
C RESID(-1)^2 RESID(-1)^2*(RESID(1)<0) GARCH(-1) DJIA R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
-1363.243 -0.080892
485.6005 0.065351
-2.807335 -1.237811
0.0050 0.2158
0.018667 1.066892 0.157065
0.104428 0.035796 0.057333
0.178750 29.80488 2.739517
0.8581 0.0000 0.0062
0.002949 -0.005224 141.5114 2443109. -758.3918 1.589606 .27-.57i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. .27+.57i
.16
37.74347 141.1433 12.34503 12.50424 12.40970 -.70
Gambar 12: Output Model GJR GARCH (1) untuk IHSG dengan SBI, Kurs, Oil Price, dan DJIA Dependent Variable: D(RIHSG_1) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/01/14 Time: 14:26 Sample (adjusted): 2 125 Included observations: 124 after adjustments Failure to improve Likelihood after 21 iterations MA Backcast: -2 1 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) + C(6)*GARCH(-1) + C(7)*DUMMY_ISBI + C(8)*DUMMY_KURS + C(9)*DUMMY_OIL_PRICE + C(10)*DJIA Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
MA(3) MA(4)
0.293089 -0.096926
0.096584 0.082885
3.034544 -1.169397
0.0024 0.2422
1.931873 0.943104 0.740751 1.347951 -2.157346 -3.863193 -0.474656 0.859445
0.0534 0.3456 0.4588 0.1777 0.0310 0.0001 0.6350 0.3901
Variance Equation C 10292.07 RESID(-1)^2 0.206524 RESID(-1)^2*(RESID(-1)<0) 0.204461 GARCH(-1) 0.308761 DUMMY_ISBI -7732.619 DUMMY_KURS -5017.657 DUMMY_OIL_PRICE -841.3895 DJIA 0.376249 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.008649 0.000523 141.1064 2429143. -771.1585
22
5327.507 0.218983 0.276018 0.229060 3584.321 1298.837 1772.628 0.437781
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
37.74347 141.1433 12.59933 12.82677 12.69172
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
1.593606 .30
.22-.61i
23
.22+.61i
-.75
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
MODEL KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI MENGANTISIPASI PERSAINGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Purbayu Budi Santosa, Darwanto, dan Edy Yusuf Ag. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang
[email protected] ;
[email protected] Abstract Land area and the agriculture potential which are very large should be able to make farmers life become more prosperous. However, the lives of most farmers in Indonesia are still struggling with the problem of poverty and become disadvantaged in terms of agricultural trade system. Institutional group of farmers who are expected to address the problems faced are also still struggling with the problem of lack of insight and expertise that can not be optimized. This study aims to analyze the condition of institutional group of farmers and its existence to benefit farmers, analyzing the patterns of farmers groups, and analyzing the institutional design of farmer groups. The method used to achieve the goal is a qualitative approach and a SWOT analysis. Data are obtained through in-depth interview and observation. This study resulted the power of Demak farmer groups in the pattern of farmers groups that have been going on for quite a long time since the 1990s, members of farmer groups active in each farmer group association activities, and school field presence that facilitated the local government. While the weakness in Demak farmer groups such as the lack of space to accommodate agricultural products of farmer members, the intensity of farmer group meetings are still lacking a lot, and there are no cooperative farmer groups. Barriers and constraints faced by farmers' groups in the Demak are irrigation problems that are still lacking, filing assistance that is difficult in the disbursement, falling farmers output prices during the harvest and the distribution of fertilizers is often too late. Keywords : farmer groups, institutional, SWOT Abstrak Luas lahan dan potensi pertanian yang sangat besar seharusnya mampu menjadikan petani dapat hidup lebih sejahtera. Akan tetapi, kehidupan sebagian besar petani di Indonesia saat ini masih berkutat dengan masalah kemiskinan dan menjadi pihak yang tidak diuntungkan dari segi tata niaga pertanian. Kelembagaan kelompok petani diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang masih berkutat dengan kendala kurangnya wawasan dan keahlian. Penelitian ini bertujuan menganalisis kondisi kelembagaan kelompok tani maupun keberadaannya agar menguntungkan petani, menganalisa pola-pola kelembagaan kelompok tani, dan menganalisa desain kelembagaan kelompok tani. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah pendekatan kualitatif dan analisis SWOT. Data penelitian diperoleh melalui indepth interview dan observasi. Penelitian ini menghasilkan kekuatan kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu pola kelembagaan kelompok tani sudah berlangsung cukup lama sejak tahun 1990-an, anggota kelompok tani aktif dalam setiap kegiatan perkumpulan kelompok tani, adanya sekolah lapangan yang difasilitasi pemerintah daerah. Peluang kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu kelompok tani bisa lebih maju karena adanya SDM yang berkopeten dalam hal tani, hasil produk pertanian masih bisa diolah dahulu sebelum dipasarkan, harga produk pertanian bisa ditentukan oleh petani. Sedangkan kelemahan kelompok tani di Kabupaten Demak antara lain belum adanya tempat untuk menampung hasil pertanian anggota petani, intensitas pertemuan kelompok tani masih kurang banyak, belum ada koperasi kelompok tani. Ancaman yang 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dihadapi kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu Impor produk hortikultura, masalah irigasi yang masih kurang dan distribusi pupuk yang sering terlambat. Kata kunci: kelompok tani, kelembagaan, SWOT dituangkan dalam bentuk program dan proyek dengan membangun kelembagaan koersif (kelembagaan yang dipaksakan) tersebut antara lain Padi Sentra, Demonstrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal (Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Koperasi Unit Desa (KUD), Insus, dan Supra Insus. Pada subsektor peternakan dikembangkan berbagai program dan lembaga pembangunan koersif, seperti Bimas Ayam Ras, Intensifikasi Ayam Buras (Intab), Intensifikasi Ternak Kerbau (Intek), dan berbagai program serta kelembagaan intensifikasi lainnya (Nasrul, 2012). Kondisi di atas menunjukkan bahwa pemerintah menyadari bahwa keberdayaan kelembagaan dalam akselerasi pembangunan sektor pertanian adalah diperlukan. Dampak dari kelembagaan petani yang lemah dan belum optimal adalah rendahnya posisi tawar petani dalam tata niaga produk pertanian. Ini terlihat dari rendahnya harga yang diterima petani atas produk yang dihasilkan, walaupun harga produk pertanian yang dibayar konsumen di waktu yang bersamaan cukup tinggi. Padahal resiko akan kegagalan panen yang dihadapi petani juga tinggi. Hal ini disebabkan oleh dominannya peran pedagang besar dan tengkulak dalam menentukan harga melalui kekuatan modal yang dimiliki. Ada berbagai macam cara mengatasi masalah pertanian tersebut salah satunya diperlukan kelembagaan petani yang kuat, yang bisa dibina dengan memperkuat kelembagaan ekonomi petani di pedesaan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang efektif agar para petani dapat memanfaatkan program pembangunan yang ada secara berkelanjutan, melalui penumbuhan rasa memiliki, partisipasi, dan pengembangan kreativitas, yang disertai dukungan masyarakat lainnya sehingga dapat berkembang dan dikembangkan oleh seluruh masyarakat di pedesaan (Hasan, 2009).
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia dan negara berkembang lainnya tidak sesederhana yang diduga. Permasalahan yang paling krusial adalah pasar dan politik sama-sama mengesampingkan sektor pertanian dan sektor lain dengan basis sumberdaya alam (Arifin, 2004). Padahal sektor pertanian masih merupakan sektor strategis yang menjadi basis ekonomi masyarakat perdesaan dan sangat berperan terhadap penyerapan tenaga kerja. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi katup pengaman ketika perekonomian mengalami krisis dimana sektor lain tidak cukup kuat menghadapi guncangan ekonomi tersebut. Selain masalah kebijakan pembangunan yang mengesampingkan sektor pertanian, permasalahan lain yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah masalah kelembagaan. Kelembagaan petani diperlukan untuk mengelola faktor-faktor produksi, proses produksi, sampai dengan pengolahan hasil pertanian. Pentingnya kelembagaan petani diakui dalam pembangunan pertanian, baik di negara industri maupun negara sedang berkembang seperti Indonesia. Namun kenyataan memperlihatkan kecenderungan masih lemahnya kelembagaan petani di negara berkembang, serta besarnya hambatan dalam menumbuhkan kelembagaan pada masyarakat petani (Anantanyu, 2008). Padahal kelembagaan petani diharapkan mampu membantu petani keluar dari persoalan kesenjangan ekonomi petani, namun sampai saat ini masih belum berfungsi secara optimal. Di tingkat makro nasional, peran kelembagaan pertanian sangat menonjol dalam program dan proyek intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. Kelembagaan tersebut terkesan dipaksakan sehingga seringkali tidak berjalan optimal. Kegiatan pembangunan pertanian yang 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Pengembangan ini diarahkan pada terbentuknya kelompok-kelompok, dan kerjasama antar kelompok tani, sehingga terbentuk kelompok-kelompok produktif yang terintegrasi. Kelompok-kelompok tani di pedesaaan terbentuk karena adanya ikatan yang didasarkan pada kesamaan usaha, mempunyai tujuan mengelola usaha taninya atas dasar kebersamaan dan pemenuhan sarana usaha. Pembentukan kelompok ini mampu mendorong tumbuhnya kepekaan, kreativitas, inovasi, motivasi, solidaritas dan rasa tanggungjawab serta partisipasi anggota (Hasan, 2009). Akan tetapi, pengembangan kelompok tani ini bukan merupakan pekerjaan mudah mengingat beberapa kendala yang dihadapi seperti berikut (Dimyati dalam Nasrul, 2012): 1. Masih minimnya wawasan dan pengetahuan petani terhadap masalah manajemen produksi maupun jaringan pemasaran. 2. Belum terlibatnya secara utuh petani dalam kegiatan agribisnis. Aktivitas petani masih terfokus pada kegiatan produksi (on farm). 3. Peran dan fungsi kelembagaan petani sebagai wadah organisasi petani belum berjalan secara optimal. Cara mengatasi permasalahan di atas yaitu dengan melakukan upaya pengembangan dan penguatan kelompok tani untuk menciptakan kelembagaan yang menguntungkan petani. Hal ini diharapkan dapat melindungi bargaining position petani dan meningkatkan kesejahteraannya. Indikator penguatan kelompok tani dapat diwujudkan melalui tingkat harga output yang layak dan menguntungkan petani. Dengan demikian, penguatan kelompok tani tersebut juga diharapkan menghasilkan pencapaian kesinambungan dan keberlanjutan daya dukung sumber daya alam dan berbagai usaha untuk menopang dan menunjang aktivitas kehidupan pembangunan pertanian. Hermanto (2011) mengatakan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam penguatan kelembagaan petani antara lain: a) mendorong dan membimbing petani agar mampu bekerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok; b) menumbuh kembangkan kelompok tani melalui fasilitasi
bantuan dan akses permodalan, peningkatan nilai tawar, peningkatan fasilitasi dan pembinaan kepada organisasi kelompok, dan peningkatan efisiensi serta efektifitas usahatani; c) meningkatkan kapasitas SDM petani melalui berbagai kegiatan pendampingan dan latihan yang dirancang secara khusus bagi pengurus dan anggota. Sedangkan Anantanyu (2011) menyatakan peningkatan kapasitas kelembagaan petani dilakukan sejalan dengan kegiatan penyuluhan pertanian dengan memotivasi petani untuk berpartisipasi dalam kelembagaan petani. Penyuluhan pertanian perlu dirancang dengan memberikan muatan (content area) pada penguatan kapasitas individu petani sekaligus penguatan kapasitas kelembagaan petani. Upaya yang sebaiknya dilakukan oleh pihak-pihak pemangku kepentingan, terutama pemerintah adalah: a) meningkatkan kapasitas para penyuluh lapangan, b) menggunakan cara-cara atau pendekatan partisipatif yang berorientasi pada kebutuhan petani dalam melakukan kegiatan penyuluhan, dan c) memperkuat kelembagaan penyuluhan. Peran dan efektifitas peran lembaga petani dipengaruhi oleh faktor usia lembaga dan faktor sikap petani dalam menerima perubahan. Lembaga petani yang telah berusia lanjut di desa ini identik dengan lembaga yang telah memiliki kemampuan sangat baik dalam berperan (efektif). Lembaga tersebut dengan berjalannya waktu semakin berkembang dan memiliki pengetahuan serta pengalaman yang lebih banyak. Sedangkan Faktor sikap petani dalam menerima perubahan identik dengan kemauan petani untuk maju dan berkembang kearah yang lebih baik. Semakin petani menerima/terbuka pada hal yang baru misalnya informasi teknologi memudahkan lembaga petani berperan secara efektif (Cahyono, 2011). TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelembagaan Kelompok Tani Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal, diikuti dan ditegakkan secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan bagi individu atau anggota masyarakat (Arifin, 2004). Kelembagaan dalam pertanian 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
diperlukan untuk melindungi petani dan menjaga keteraturan aktivitas petani baik dalam kegiatan produksi maupun usaha tani lainnya. Menurut Bromley dalam Arifin (2004) mengemukakan bahwa kelembagaan adalah serangkaian hubungan keteraturan antara beberapa orang yang menentukan hak, kewajiban atau tepatnya kewajiban menghargai hak orang lain, privilis dan tanggung jawab dalam masyarakat atau kelembagaan tersebut. Kelompok tani bisa dikategorikan sebagai wujud kelembagaan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan petani. Darmajanti dalam Hasan (2009) menjelaskan bahwa kelompok sebagai gambaran kehidupan berorganisasi suatu komunitas merupakan refleksi dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga di komunitas. Kelompok tani mencerminkan bentuk komunitas yang di dalamnya terdapat dinamika tindakan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan kolektif tersebut terlihat dari kegiatan produksi, distribusi, dan pengolahan hasil. Walaupun aspek distribusi dan pengolahan hasil biasanya dilakukan oleh pihak lain, namun untuk memperkuat posisi tawar petani di dalam mengembangkan kemandiriannya maka kedua aspek tersebut selayaknya dikelola melalui kelompok. Kemandirian dan keberdayaan petani dapat dilihat juga pada posisi tawar petani dalam tata niaga produk pertanian. Akhmad dalam Nasrul (2012) menyebutkan upaya yang harus dilakukan petani untuk menaikkan posisi tawar petani adalah dengan konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran. Konsolidasi tersebut dilakukan dengan kolektifikasi semua proses dalam rantai pertanian, meliputi kolektifikasi modal, kolektifikasi produksi, dan kolektifikasi pemasaran. Kolektifikasi modal adalah upaya membangun modal secara kolektif dan swadaya, misalnya dengan gerakan simpan-pinjam produktif yang mewajibkan anggotanya menyimpan tabungan dan meminjamnya sebagai modal produksi, bukan kebutuhan konsumtif. Hal ini dilakukan agar
pemenuhan modal kerja pada awal masa tanam dapat dipenuhi sendiri, dan mengurangi ketergantungan kredit serta jeratan hutang tengkulak. Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif untuk menentukan pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi secara kolektif. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dicapai efisiensi produksi dengan skala produksi yang besar dari banyak produsen. Efisisensi dapat dicapai karena dengan skala yang lebih besar dan terkoordinasi dapat dilakukan penghematan biaya dalam pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan dalam pengelolaan produksi, misalnya dalam penanganan hama dan penyakit. Langkah ini juga dapat menghindari kompetisi yang tidak sehat di antara produsen yang justru akan merugikan, misalnya dalam irigasi dan jadwal tanam. Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian. Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis jaring-jaring tengkulak yang dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara individual. Upaya kolektifikasi tersebut tidak berarti menghapus peran dan posisi pedagang distributor dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya adalah merubah pola relasi yang merugikan petani produsen dan membuat pola distribusi lebih efisien dengan pemangkasan rantai tata niaga yang tidak menguntungkan. 2.2
Agribisnis Sukartawi (2010: 2) mengartikan agribisnis sebagai suatu konsep utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegitan pertanian. Bagi Indonesia, agribisnis dapat berkembang dan berprospek cerah karena kondisi daerah yang menguntungkan antara lain: a) lokasinya di garis khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dank arena agroklimat yang relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur; b) lokasi Indonesia berada di luar 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
zona angin taifun; c) keadaan sarana dan prasarana samapai yang berskala besar (perkebunan, seperti daerah aliran sungai, tersedianya bendungan peternakan), termasuk budi daya pertanian yang irigasi, jalan di pedesaan relatif baik; d) adanya menggunakan lahan secara intensif. Pelaku kegiatan kemauan politik pemerintah yang masih ini antara lain petani, perusahaan swasta, koperasi, menempatkan sektor pertanian menjadi sektor yang lembaga pemerintah; c) subsistem pengumpulan, mendapatkan prioritas. pengolahan, penyimpanan dan penyaluran berbagai Firdaus (2008) menyatakan agribisnis produk pertanian yang dihasilkan usaha tani atau digambarkan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari hasil olahannya ke konsumen. Pelaku kegiatan ini tiga subsistem yaitu: a) subsistem pembuatan, antara lain perusahaan swasta, koperasi, lembaga pengadaan dan penyaluran berbagai sarana produksi pemerintah, bank atau perorangan. pertanian (farm supplier). Pelaku kegian ini antara Pola kelembagaan kelompok berdasarkan lain perusahaan swasta, koperasi, lembaga pendekatan agribisnis yang bak yaitu terdiri dari pemerintahan, bank atau perorangan; b) subsistem budidaya, saprotan lebih banyak dari luar pertanian, kegiatan produksi dalam usahatani yang spesialisasi komoditas, pengolahan, tata niaga dan menghasilkan berbagai produk pertanian. Usahatani dalam negeri serta ekspor. mencakup semua bentuk organisasi produksi mulai dari yang berskala kecil (usaha tani keluarga) Gambar 1. Pola kelembagaan kelompok tani melalui pendekatan agribisnis Budidaya sederhana
Saprotan lebih banyak dari luar pertanian
spesialisasi komoditas
Dalam negeri Ekspor
pengolahan
Tata niaga
Sumber: Firdaus (2008)
hasil pertanian (kompos kotoran ternak), sedangkan proses pengolahan hasil usaha pertaniannya masih sederhana dan penjualannya hanya sebatas di pasar sekitar.
Firdaus (2008) mengatakan dalam agribisnis yang masih sederhana, kegiatan dalam tiga subsistem dilakukan hanya oleh seorang pelaku (one person agribisnis), sarana produksi berasal dari
5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
1. Keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis TATA NIAGA DISTRIBUSI PENYIMPANAN PENGOLAHAN USAHA TANI
Lembaga Penunjang Bank Koperasi Lembaga penelitian Pasar Pemerintah daerah
PENGADAAN DAN PENYALURAN SAPRODI Bibit Pupuk Pestisida Alat-alat pertanian Mesin pertanian
Sumber: Firdaus (2008)
Gambar 2. Keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis data primer pada penelitian ini dilakukan dengan Firdaus (2008) menyatakan hubungan antar berbagai cara melalui : subsistem dengan subsitem lainnya sangat erar dan Wawancara Mendalam (Indepth Interview), bergantung sehingga gangguan pada salah satu dilakukan untuk mendapatkan informasi subsistem dapat menyebabkan terganggunya yang mendalam tentang kondisi kelompok keseluruhan subsitem. Oleh karena itu pemahaman tani. hubungan-hubungan dan peran lembaga Observasi langsung, dilakukan dengan penunjangnya merupakan salah satu hal penting meninjau secara langsung dan melakukan dalam agribisnis. interaksi dengan petani-petani dan kelompok tani. Hal ini dilakukan untuk mencari METODE PENELITIAN informasi tambahan dan untuk mengetahui 3.1 Lokasi Penelitian kondisi yang sebenarnya yang meliputi Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa permasalahan, kendala dan hal-hal yang Tengah, di mana Jawa Tengah masih memiliki lahan dibutuhkan oleh kelompok tani. pertanian yang luas dan sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Secara khusus penelitian 3.3 Analisis SWOT ini dilakukan pada daerah Pantura Jawa Tengah Analisis ini dilakukan dengan proses yang masih memiliki pertanian padi cukup besar identifikasi secara sistematik atas kekuatan dan yaitu Kabupaten Demak. kelemahan dari faktor-faktor eksternal yang dihadapi suatu sektor. Analisis ini terdiri dari, kekuatan 3.2 Metode Pengumpulan Data (strengths) dan kelemahan (weaknesses), yang Metode pengumpulan data sekunder yang merupakan faktor internal, serta peluang digunakan dalam penelitian ini adalah metode (opportunities) dan ancaman (threats) yang dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan merupakan faktor eksternal (Rangkuti, 2002). dengan cara mengumpulkan data dari berbagai literatur dan juga data yang berasal dari publikasi Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian, dan instansi yang terkait lainnya. Adapun metode pengumpulan 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
penghubung petani dengan pihak pemerintah maupun swasta. Inisiatif Inisiatif kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu mengadakan pertemuan setiap akan memulai masa tanam dan masa panen sehingga mempermudah petani memperoleh informasi seperti cuaca, stok pengairan, bibit dan lainnya. Kelompok tani ini juga meminjamkan alat produksi berupa traktor yang digunakan bergantian oleh anggota kelompok tani. Struktur Stuktur kelompok tani di Kabupaten Demak terdiri dari beberapa jabatan yang mempuyai tugas masing-masing. Jabatan yang ada terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, serta beberapa seksi yang berhubungan dengan pertanian. Keanggotaan Jumlah anggota kelompok tani di Kabupaten Demak yang diteliti berjumlah 50 orang. Keanggotaan kelompok tani berdasarkan atas wilayah atau daerah dimana petani itu tinggal serta jenis komoditas yang mereka tanam. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban kelompok tani yaitu kepada gabungan kelompok tani. Sedangkan gabungan kelompok tani bertanggungjawab kepada pemerintah daerah yang berkepentingan yaitu dinas pertanian serta badan penyuluh daerah.
PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kelompok Tani di Kabupaten Demak Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan guna mengidentifikasi kelompok tani di Kabupaten Demak yang antara lain terdiri dari: a. Kapasitas Petani Kapasitas petani di Kabupaten Demak yaitu sebagai petani pemilik lahan yang sekaligus sebagai penggarap lahan pertanian. Komoditas pertanian yang sering ditanam di kabupaten Demak yaitu padi dan palawija dengan urutan masa tanam dalam satu tahun padi dua kali serta palawija sekali. Para petani di Kabupaten Demak tergabung dalam beberapa kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Kelompok tani terbentuk berdasarkan jenis komoditas yang ditanam dan daerah (wilayah) tempat tinggal petaninya. b. Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan Tingkat partisipasi petani dalam kelompok tani di Kabupaten Demak tergolong cukup aktif karena dalam sekali pertemuan rutin kelompok tani, petani yang hadir lebih dari setengah anggota kelompok tani. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan petani akan informasi yang dijadikan pembahasan dalam pertemuan kelompok tani yaitu masa tanam dan komoditas apa yang akan ditanam. Selain itu juga petani yang menjadi anggota kelompok tani tergolong aktif dalam memberikan masukan ataupun saran dalam pertemuan rutin yang diadakan kelompok tani. c. Kapasitas kelembagaan kelompok tani Fungsi Mempunyai fungsi dan peran sebagai penampung bantuan dari pemerintah atau dari luar, untuk menfasilitasi penyampaian informasi teknologi dari pemerintah, dan untuk wadah berkumpul para petani. Tujuan Tujuan dibentuknya kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu sebagai wadah perkumpulan petani yang betujuan mengkoordinasi petani agar disiplin dalam bercocok tanam serta sebagai
4.2 Analisis pola-pola kelembagaan kelompok tani yang ada di Kabupaten Demak. 4.2.1 Berdasarkan fungsi AGIL (Adaptation, Goals attainment, Integrity, Latensi) Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan berdasarkan fungsi AGIL yaitu a. Adaptation/adaptasi Yaitu sistem harus memenuhi kebutuhan situasional yang datang dari luar yang harus beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya. Adaptasi kelompok tani di Kabupaten Demak terhadap hal-hal yang datang dari luar 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
masih kurang hal ini dikarenakan ketidakcocokan misalnya dalam bentuk pelatihan cara menanam dan pengunaan berbagai macam pestisida. Kelompok tani memiliki kecenderungan memakai cara yang sudah biasa mereka gunakan sejak lama dan cukup susah untuk menerima hal-hal yang bersifat baru. b. Goals Attaintment/pencapaian tujuan Yaitu sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya, sistem diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat membentuk kepribadian individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri. Kelompok tani di Kabupaten Demak menggambarkan pencapaian tujuan seperti pencapaian tujuan bersama berdasarkan musyawarah bersama melalui saran dan masukan dari anggota kelompok tani. Tujuan utamanya yaitu untuk mencapai tujuan kesejahteraan anggota kelompok tani di Kabupaten Demak. c. Integrity/integritas Yaitu sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Kelompok tani di Kabupaten Demak merepresentasikan fungsi integritas yang ditunjukkan dari lama berdirinya kelompok tani tersebut yaitu sejak tahun 1990-an. Hal ini dikarenakan adanya rasa saling meliliki dan kebersamaan dari setiap anggota kelompok tani. Saling mengontrol,
memelihara dan mencegah gangguan yang mengancam keberadaan dari kelompok tani. d. Latensi/pemeliharaan pola Yaitu sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut. Kelompok tani di Kabupaten Demak mencerminkan seperti fungsi Latensi yang ditandai dengan prestasi di tingkat kabupaten maupun provinsi Jawa Tengah. Hal ini bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan motivasi dari anggota kelompok tani agar selalu semangat dalam menjalankan aktivitasnya. 4.2.2
Identifikasi pola kelembagaan kelompok tani melalui pendekatan agribinis (kemitraan usaha dan dukungan stakeholders) Pola kelembagaan kelompok tani di Kabupaten Demak hanya melibatkan dua subsistem pertanian dalam kegiatan pertaniannya yaitu antara lain subsistem pembuatan, pengadaan serta penyaluran berbagai sarana produksi pertanian dan subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan berbagai produk pertanian. Sedangkan untuk subsistem pengumpulan, pengolah, penyimpanan dan penyaluran tidak ada karena setelah masa panen, hasil produksinya dijual dan dikelola lebih lanjut oleh para tengkulak. Pengadaan SAPROTAN
Kegiatan Produksi Usaha Tani
Sumber: Hasil Indeph interview Gambar 4. pola kelembagaan di Kelompok Tani Demak banyak dari dalam pertanian, menghasilkan Pola agribisnis di kelompok tani produk untuk sendiri dan pasar, dijual ke Kabupaten Demak terdiri dari beberapa tahap tengkulak. Sehingga dapat disimpulkan yaitu budi daya sederhana, saprotan lebih bahwa pola agribisnis pada kelompok tani di 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Kabupaten Demak masih menerapkan pola agribisnis sederhana dan belum mengolah hasil produksinya sendiri.
Dijual ke tengkulak Sumber: Hasil Indeph interview Gambar 3. Pola Agribisnis Kelompok Tani di Kabupaten Demak
Lembaga penunjang (stakeholders) yang terdiri dari bank, swasta, pemerintah daerah/dinas pertanian/badan penyuluh Budidaya sederhana daerah dan lembaga penelitian, melakukan kemitraan dengan kelompok tani berupa bantuan, kerjasama ataupun pelatihan dengan perantara gabungan kelompok tani yang Saprotan lebih banyak dari dalam pertanian nantinya dibagikan/disampaikan kepada kelompok tani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani itu. Menghasilkan produk untuk sendiri dan pasar
Stakeholders Bank Swasta Pemda Lembaga penelitian
Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)
Kelompok Tani 2 Kelompok Tani 3
Sumber: Hasil Indeph interview b. Peluang Gambar 5. Kemitraan dengan Kelompok tani bisa lebih maju karena stakeholders adanya SDM yang berkopeten dalam hal tani (hasil dari sekolah lapangan) 4.3 Analisis SWOT Hasil penelitian menunjukkan faktor Hasil produk pertanian masih bisa yang menjadi kekuatan, peluang, kelemahan diolah dahulu sebelum dipasarkan. dan ancaman bagi kelompok tani yang ada di Harga produk pertanian bisa Kabupaten Demak antara lain yaitu: ditentukan oleh petani a. Kekuatan c. Kelemahan Kelembagaan kelompok tani sudah belum adanya tempat untuk berlangsung cukup lama sejak tahun menampung hasil pertanian anggota 1990-an petani Anggota kelompok tani aktif dalam intensitas pertemuan kelompok tani setiap kegiatan perkumpulan masih kurang banyak kelompok tani belum ada koperasi kelompok tani Adanya sekolah lapangan yang d. Ancaman difasilitasi pemerintah daerah. Impor produk hortikultura 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Irigasi yang masih kurang Distribusi pupuk yang masih sering terlambat
bisa ditentukan oleh petani. Sedangkan kelemahan kelompok tani di Kabupaten Demak antara lain belum adanya tempat untuk menampung hasil pertanian anggota petani, intensitas pertemuan kelompok tani masih kurang banyak, belum ada koperasi kelompok tani. Ancaman yang dihadapi kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu impor produk hortikultura, masalah irigasi yang masih kurang dan distribusi pupuk yang sering terlambat.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yaitu: 1. Pola kelembagaan kelompok tani di Kabupaten Demak berdasarkan fungsi AGIL yaitu fungsi adaptasi kelompok tani di Kabupaten Demak terhadap hal-hal yang datang dari luar masih kurang hal ini dikarenakan ketidakcocokan. Fungsi pencapaian tujuan seperti pencapaian tujuan bersama berdasarkan musyawarah bersama melalui saran dan masukan dari anggota kelompok tani. Fungsi integritas yang ditunjukkan dari lama berdirinya kelompok tani tersebut yaitu sejak tahun 1990-an. Hal ini dikarenakan adanya rasa saling meliliki dan kebersamaan dari setiap anggota kelompok tani. Fungsi Latensi yang ditandai dengan prestasi di tingkat kabupaten maupun Provinsi Jawa Tengah. 2. Pola kelembagaan kelompok tani di Kabupaten Demak berdasarkan pendekatan agribisnis yaitu masih menerapka agribisnis yang masih sederhana, kegiatan dalam dua subsistem dilakukan hanya oleh seorang pelaku (one person agribisnis) dan sarana produksi berasal dari hasil pertanian (kompos kotoran ternak), sedangkan proses penjualannya dijual ke tengkulak (pengepul). 3. Kekuatan kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu pola kelembagaan kelompok tani sudah berlangsung cukup lama sejak tahun 1990-an, anggota kelompok tani aktif dalam setiap kegiatan perkumpulan kelompok tani, adanya sekolah lapangan yang difasilitasi pemerintah daerah. Peluang kelompok tani di Kabupaten Demak yaitu kelompok tani bisa lebih maju karena adanya SDM yang berkopeten dalam hal tani, hasil produk pertanian masih bisa diolah dahulu sebelum dipasarkan, harga produk pertanian
DAFTAR PUSTAKA Anantanyu, Sapja. 2008. Tipe Petani dan Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah). Jurnal M’POWER, No. 8 Vol.8, Oktober 2008. _______________.2011. Kelembagaan Petani: Peran dan Strategi Pengembangan Kapasitasnya. Jurnal SEPA: Volume 7 No. 2 Februari 2011: 102-109. Arifin, Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Cahyono, Sandy dan Dewi Sawitri T. 2011. Peran Kelembagaan Petani dalam Mendukung Keberlanjutan Pertanian sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Lokal. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota: Volume 2 No.1. Hasan, Novri. 2009. Strategi Penguatan Kelompok Tani Dalam Pengembangan Usaha: Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hermanto dan Dewa K.S Swastika. 2011. Penguatan Kelompok Tani: Langkah Awal Peningkatan Kesejahteraan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 9 No 4 Desember 2011: 371-390. Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta. Bumi Aksara. 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Jusuf,
Ika Friliaty. 2011. Pengembangan Kelembagaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Petani Kopi (Di Desa Batang Uru Timur Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa). Tesis. Universitas Hasanudin. Nasrul, Wedi. 2012. Pengembangan Kelembagaan Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas
Petani Terhadap Pembangunan Pertanian. Jurnal Menara Ilmu Vol. III No.29, Juni 2012. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cetakan Ke dua belas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Soekartawi. 2010. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta. Rajawali Pers.
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DAN CAPAIAN TRANSFER PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PADA UMK (Studi Pengenalan Produksi Tempe Kacang Lupin Kepada Produsen Tempe) Lieli Suharti Like Sugiono Yenny Purwati Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected] [email protected] [email protected] Abstract Tempe is a typical and traditional food in Indonesia, also well known as product that is made with simple production technology and unstandardized. The application of technology innovation is a must to produce a high quality and hygienic tempe. The preliminary study showed there were pretty much tempe producers categorized as laggards. They will adopt a new production technology after seeing the tangible results of others. However, the study also found that there were numbers of tempe producers which can be called as innovators and early adopters. Accelerating the adoption of a new innovation in small businesses is important to enhance the competitiveness of tempe producers. Therefore, this study aimed to explore the key success factors of knowledge transfer (knowledge sharing) to accelerate the adoption of new innovations on the tempe producers. Research carried out on a number of producers especially innovators and early adopters.The results of the study show the key success factors of knowledge and technology transferred were influenced by several factors such as characteristics of technology agent, characteristics of environment, characteristics of media, characteristics of target groups, and characteristics of knowledge to be transferred. Keywords : Adoption of technology, Transfer of knowledge, Tempe producers Abstrak Tempe adalah makanan khas dan tradisional di Indonesia, juga dikenal sebagai produk yang dibuat dengan teknologi produksi sederhana dan tidak terstandardisasi. Penerapan inovasi teknologi adalah suatu keharusan untuk menghasilkan kualitas tinggi dan tempe higienis. Penelitian awal menunjukkan ada produsen tempe cukup banyak dikategorikan sebagai lamban. Mereka akan mengadopsi teknologi produksi baru setelah melihat hasil nyata dari orang lain. Mempercepat adopsi inovasi baru dalam usaha kecil sangat penting untuk meningkatkan daya saing produsen tempe. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor kunci keberhasilan transfer pengetahuan (knowledge sharing) yang mempercepat adopsi inovasi baru produsen tempe. Penelitian ini dilakukan terhadap produsen tempe kelompok innovator dan early adopter Hasil penelitian menunjukkan faktor kunci keberhasilan transfer pengetahuan dan teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik agen teknologi, karakteristik lingkungan, karakteristik media, karakteristik kelompok sasaran, dan karakteristik pengetahuan yang ditransfer. Kata Kunci: Adopsi Teknologi, Transfer Pengetahuan, Produsen Tempe PENDAHULUAN Keberhasilan usaha sangat tergantung pada kemampuan usaha menerapkan berbagai teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan efisiensi
usaha dan pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing usaha. Penggunaan teknologi yang masih sederhana dan tradisional diyakini menjadi salah satu kendala yang menyebabkan industri
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
kecil tidak dapat maju dan berkembang secara optimal disamping kendala lain seperti terbatasnya modal, kurangnya keahlian dan keterampilan sumberdaya manusia, dan masalah manajemen (Hanani, 2003 dalam Sumarno, 2010). Indonesia sebagai negara penghasil tempe terbesar di dunia, isu meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi tempe menjadi penting untuk diperhatikan. Penelitian yang dilakukan Hidayat, Sukardi dan Insani (2004) memperlihatkan bahwa teknologi pengolahan tempe di Indonesia sangat bervariasi dan sebagian besar produsen masih menggunakan cara yang konvensional sehingga belum ada standar yang dapat digunakan secara nasional. Hal ini antara lain yang menyebabkan produk tempe belum mampu memperluas jangkauan pemasaran maupun menjadi pemasok bagi industri pengolahan makanan berbahan baku tempe. Julianto dan Wahyudi (2010) menemukan bahwa pelaku usaha kecil seringkali kesulitan dalam mengadopsi teknologi baru karena mereka tidak memiliki kemampuan sumber daya yang cukup dan kesulitan dalam mengelola perubahan teknologi yang berkembang dengan cepat. Dengan keterbatasan – keterbatasan tersebut, usaha kecil perlu membentuk budaya belajar untuk meningkatkan kapabilitas mengadopsi inovasi baru yang menuntun pada peningkatan daya saing. Usaha kecil akan dapat memanfaatkan inovasi baru guna peningkatan daya saing jika mereka mempunyai kapabilitas dan kompetensi untuk dapat memanfaatkan apa yang dipelajari. Oleh karena itu, proses transfer pengetahuan menjadi penting dalam meningkatkan kapasitas menyerap informasi dan mengadopsi inovasi teknologi baru. Beberapa tahun terakhir ini tepatnya sejak tahun 2010 telah diperkenalkan kepada para produsen tempe di Indonesia sejenis kacang bernama Lupin sebagai alternatif pengganti kacang kedele yang harganya tidak menentu. Lupin merupakan grain legume yang telah digunakan cukup lama sebagai bahan pangan dari Australia Barat. Kacang Lupin mulai diperkenalkan ke Indonesia karena memiliki manfaat dan nilai gizi tinggi serta berpotensi menjadi bahan baku pembuatan Tempe dan Tahu yang memiliki harga yang lebih murah dibanding harga kedele import dari Amerika (www.detikfinance.com, 9April 2010). Berkaitan dengan itu, maka terjadi kegiatan
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
transfer pengetahuan dan teknologi dari pihak pemerintah Australia Barat (Western Australia) kepada para produsen tempe di Indonesia yang tergabung dalam wadah KOPTI (Koperasi Tahu Tempe Indonesia). Studi tentang transfer pengetahuan dan teknologi menemukan adanya sejumlah faktor yang dapat menjadi kunci keberhasilan transfer teknologi seperti kelayakan sisi SDM yang menerima transfer, keberadaan media pendukung, bentuk pengetahuan/teknologi yang ditransfer, karakteristik penerima, karakteristik lingkungan dan karakteristik agen yang melakukan transfer (Bozeman, 2000; Emery, 2002; Gouza, 2006). Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa keberhasilan pemanfaatan teknologi oleh industri kecil tidak terlepas dari proses transfer pengetahuan dan teknologi. Dengan kerangka berpikir seperti yang telah dipaparkan di atas, maka muncul beberapa persoalan penelitian berikut: (1) Apa yang menjadi faktor kunci Keberhasilan Transfer pengetahuan/teknologi baru pada produsen Tempe, dan (2) Sampai tahap apa transfer pengetahuan/ teknologi baru yang dicapai para produsen tempe?. KAJIAN PUSTAKA Transfer Pengetahuan dan Teknologi Transfer pengetahuan adalah proses atau cara para peneliti melakukan penyebaran pembuktian suatu teori atau menyebarkan pengetahuan baru (Profetto, 2004). Sedangkan, transfer pengetahuan dan teknologi oleh Sung dan Gibson (2001) didefinisikan sebagai sebuah proses komunikasi pengetahuan dan teknologi antar individu ataupun antar organisasi yang memiliki tingkat kesulitan tinggi karena memerlukan kolaborasi antara dua atau lebih individu maupun unit fungsional yang berbeda kultur budaya. Proses transfer teknologi tidak dapat terpisah dari proses transfer pengetahuan seperti yang dapat disimpulkan dari gambar berikut ini.
Gambar 1. Proses Transfer Teknologi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Sumber: Roger, dkk (2012)
Pengetahuan adalah dasar dari penciptaan teknologi yang nantinya pengetahuan akan teknologi tersebut perlu ditransfer dalam mendorong adopsi dan penerapan teknologi. Devine dkk (1987) mengemukakan tiga model umum untuk menerangkan proses transfer teknologi yaitu (1) Appropriability Model, memberikan penekanan akan pentingnya kualitas penelitian dan persaingan pasar yang kompetitif; (2) Dissemination Model yang berfokus pada penyebaran inovasi antar individu; dan (3) Knowledge Utilization Model yang menekankan pentingnya komunikasi interpersonal serta hambatan dan pendorong proses transfer dari aspek organisasi. Knowledge Utilization Model digunakan oleh para peneliti untuk memahami proses tranfer pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan. Terkait dengan knowledge utilization model, Gibson dan Smilor (1991) mengemukakan empat tahapan dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi, seperti yang tampak pada gambar berikut ini.
Karakteristik agent technology
Sumber daya Kepemimpinan Organisasi Arah/Tujuan Keandalan Pengalaman
Mekanisme transfer Sistem informasi Bentuk transfer
Sumber: Gibson dan Smilor (1991)
Penciptaan pengetahuan dan teknologi merupakan tahap awal dari proses transfer pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya, pengetahuan dan teknologi tersebut di sebarkan atau dibagikan (knowledge and technology sharing) kepada pengguna. Tahap dua ini dikatakan berhasil apabila pengetahuan dan teknologi yang disebarkan tersebut dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh pengguna. Tahap ketiga, merupakan tahap implementasi, yaitu penerapan dari pengetahuan dan teknologi yang diciptakan pada individu ataupun organisasi yang menjadi role model. Tahap terakhir dari proses transfer pengetahuan dan teknologi ini adalah komersialisasi yaitu penyebarluasan pengetahuan dan teknologi tersebut dalam skala besar. Indriartiningtias dan Wirajmadja (2012) mengembangkan model transfer pengetahuan dan teknologi bagi industri kecil berdasarkan penelaahan berbagai variabel endogen dan variabel eksogen dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi pada industri kecil, seperti yang tampak pada gambar berikut ini.
Karakteristik Lingkungan
Karakteristik media
Gambar 2. Tahapan Proses Transfer Pengetahuan dan Teknologi
Hubungan personal/sosial Budaya Dana Pemerintah Perguruan Tinggi
Karakteristik Industri Kecil (UMKM)
Kemampuan SDM Ketersediaan SDM Motivasi industri kecil Daya serap industri kecil
Transfer pengetahuan dan teknologi
Karakteristik
Pengetahuan
Bentuk pengetahuan Kompleksitas Ambiguitas Bukti kegunaan
Gambar 3. Modifikasi Model Transfer Pengetahuan dan TeknologiIndustri Kecil Sumber: Indriartiningtias dan Wirajmadja (2012)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Keberhasilan transfer pengetahuan dan teknologi pada usaha kecil dan mikro (UKM) tergantung pada lima unsur, yaitu karakteristik dari agen teknologi, karakteristik media, karakteristik pengetahuan, karakteristik lingkungan dan karakteristik target (UKM). Mekanisme transfer pengetahuan dan teknologi dalam karakteristik media dapat dipilah menjadi tipe kategori (Nokes, 2009). Mekanisme pertama adalah analogical transfer, mekanisme tranfer ini terdiri dari 3 kegiatan utama: 1) meniru pengetahuan yang telah ada, 2) melakukan pemetaan kondisi saat ini dan masalah yang dihadapi, serta 3) memanfaatkan pemetaan kondisi dan masalah untuk merumuskan solusi yang relevan dengan konteks aplikatif yang dihadapi. Tipe mekanisme transfer pengetahuan dan teknologi yang kedua disebut knowledge compilation. Dalam knowledge compilation, pelaku transfer pengetahuan berusaha mencari solusi pemecahan masalah dengan merumuskan sebuah prosedur berdasarkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Tipe ketiga dari mekanisme transfer pengetahuan dan teknologi disebut constraint violation, mekanisme ini juga merupakan jenis transfer prosedural namun melibatkan proses kognitif pelaku dalam menyusun sebuah pengetahuan. Di dalam mekanisme constraint violation ada kegiatan mengevaluasi dan merevisi dalam rangka menyempurnakan pengetahuan guna meningkatkan kinerja. Adapun sistem informasi dan bentuk media tranfer yang tepat dalam proses transfer pengetahuan terkait dengan bentuk pengetahuan yang ditransfer dalam proses tersebut. Merujuk pada knowledge based view dan information richness (IR) theory diperlukan adanya penyesuaian antara sistem informasi dan bentuk media transfer dengan degree of tacitness of knowledge (Windsperger dan Gorovaia, 2010). Alternatif pilihan sistem informasi dan bentuk media transfer yang sesuai dengan bentuk pengetahuan yang ditransfer disajikan dalam gambar berikut ini.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Gambar 4. Hubungan antara sistem dan bentuk media tranfer dengan bentuk pengetahuan Sumber: (Windsperger dan Gorovaia, 2010)
Dimana semakin eksplisit bentuk pengetahuan yang ditransfer serta mudah dikoding maka media pos, media surat, email, serta media internet dapat digunakan. Di lain sisi, apabila bentuk pengetahuan yang ditransfer adalah pengetahuan tacit dan susah dikoding maka media pelatihan, media pertemuan, serta seminar lebih sesuai.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and development) serta pendekatan penelitian aksi (action research). Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Salatiga, Propinsi Jawa Tengah dengan populasi pengusaha kecil yang bergerak dalam industri tempe. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kondisi sosial dan perekonomian pengusaha kecil tempe yang bisa menggambarkan situasi penelitian. Pertimbangan lainnya adalah mendukung usaha Primkopti Jawa Tengah dalam menciptakan teknologi baru untuk menunjang kegiatan produksi tempe yang lebih efisien dan lebih higienis. Populasi dari penelitian ini adalah produsen tempe di Kotamadya Salatiga serta Pengurus PRIMKOPTI Propinsi Jawa Tengah dan Jakarta Pusat. Produsen tempe yang menjadi responden atau nara sumber dalam penelitian ini adalah produsen yang termasuk kategori Early adopter dan Innovator yang memenuhi kriteria berikut: 1) ikut serta atau menghadiri pertemuan – pertemuan PRIMKOPTI mengenai penggunaan kacang lupin sebagai bentuk teknologi baru, serta 2) telah mencoba mengolah kacang lupin menjadi produk tempe dan produk makanan olahan lainnya. Data-data diperoleh dengan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
pendekatan focus group discussion (FGD) dan indepth interview.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Dalam melakukan pendekatan kepada pihak pengguna (user) di Indonesia, pihak agen selalu menunjuk pihak yang memiliki wibawa. Untuk proses transfer pengetahuan tentang Lupin kepada pihak Primkopti di Jakarta, pihak yang dilibatkan antara lain menteri Pangan dan Pertanian Australia Barat (Mr. Terry Redman), Mr. Martin Newbery (Regional Diretor of WATO) dan Mr. Bralen dari kedutaan Australia di Indonesia. Wakil dari pihak agen melakukan turun lapangan secara langsung. Mereka memiliki gaya kepemimpinan yang partispatif terlihat dari sejumlah upaya yang dilakukan pihak LUPIN untuk mendapat masukan dari pelaku bisnis di Indonesia, melalui sejumlah kegiatan FGD maupun melalui kegiatan gathering. Berbagai kegiatan yang dilakukan pihak agen untuk mengintrodusir kacang Lupin di Indonesia dari tahun 2009-2014 memperlihatkan adanya kejelasan arah, perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai. Adapun gambaran berbagai kegiatan yang dilakukan pihak agen untuk proses transfer pengetahuan dan teknologi produksi tempe Lupin dari tahun 2009 sd tahun 2014 adalah sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Kunci Keberhasilan Proses Transfer Pengetahuan/teknologi pada UMK Karakteristik Agen Gambaran proses transfer pengetahuan dan teknologi dari sudut agen akan dilihat dari faktor sumber daya, kepemimpinan agen, keandalan organisasi, kejelasan arah tujuan dan pengalaman akan pengetahuan/teknologi yang ditransfer. Pengenalan tentang Kacang Lupin ke produsen tempe di Indonesia dilakukan melalui organisasi WATO (Western Australian Trade Organization). Lupin pertama kali di perkenalkan ke Indonesia pada tahun 2009 di wilayah Jakarta, yang kemudian dilanjutkan ke berbagai wilayah lain seperti Jawa tengah, Jawa timur dan Bali. Dengan terlibatnya secara langsung pihak pemerintah dari Australia menunjukkan keseriusan pihak agen untuk mensukseskan program transfer pengetahuan tentang Lupin ini kepada pelaku usaha tempe di Indonesia. Dari perspektif organisasi, nampak bahwa keberadaan organisasi agen cukup meyakinkan. Tabel 1. Kegiatan yang dilakukan pihak Agen (Produsen Lupin) Tahun 2009 Maret 2010 Juni 2010 Sept 2010 Jan 2011 Mei 2011 Agustus 2012 2012 2012 2013
Hal Hal yang dilakukan pihak agen (produsen Lupin) Kacang Lupin mulai diperkenalkan ke Primkopti Jakarta, waktu itu kacang lupin masih berbentuk butir kacang lupin yang belum dikupas. Melibatkan LIPI melalui kerja sama dengan Curtin University Australia, dengan disponsori oleh Grain Foods CRC ltd. Australia, meneliti kualitas dan kesesuaian kacang Lupin sebagai pengganti kacang kedele untuk memproduksi tempe dan menghasilkan rekomendasi penggunaan kacang lupin sebagai bahan baku pembuat tempe lupin, Melalui kementrian Pertanian dan Pangan Australia barat bekerja sama dengan Primkopti Jakarta pusat melakukan sosialisasi pembuatan tempe dari kacang Lupin kepada produsen tempe di Jakarta dan sekitarnya. Sosialisasi di lakukan di Hotel Ritz Carlton Jakarta. Melakukan tes kualitas produk Tempe Lupin oleh konsultan dari LIPI. Tempe Lupin yang diuji merupakan hasil produksi produsen tempe anggota PRIMKOPTI Jakarta Pusat yang memproduksi sejumlah 100 potong Memberikan contoh sampel gratis kacang Lupin tanpa kulit sebanyak 1 container untuk kepada sejumlah produsen tempe untuk membuat tempe Lupin. Pada tahap ini telah dilakukan percobaan penjualan hasil produksi ke beberapa area di Jabodetabek Melakukan Promosi pembuatan tempe lupin untuk bahan dasar pizza di Sanur Hotel Bali dengan melibatkan chef dari WA bernama Theo Kalogeracos. Bersama dengan pihak IPB mengadakan seminar Nasional dengan tema: “Price Volatility of Soybean and It’s Solutions” di IPB International Conference Centre Pihak Lupin Mengadakan pertemuan di Hotel Sheraton Surabaya dengan mengundang wakil produsen dari 5 Primkopti, dan PT Inja selaku importir Lupin Bapak H. Slamet Hanafie dan Bp Suyoto selaku pengurus Primkopti Jakarta Pusat berkunjung ke Australia Barat atas undangan pihak Lupin. Pihak Lupin dengan di fasilitasi Primkopti Jakarta Pusat gencar memperkenalkan lupin keprodusen tempe di Salatiga, Purwodadi, Surabaya dan Bali
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tahun 2014
Hal Hal yang dilakukan pihak agen (produsen Lupin) Melihat tanggapan pasar yang lamban terhadap tempe Lupin, bahkan cenderung menolak, produsen (agen) melakukan berbagai upaya penyempurnaan proses produksi tempe Lupin Sumber: Hasil Wawancara dengan Primkopti Jakarta, 2014
Dari sisi sumber daya yang dimiliki, pihak agen mampu meyakinkan bahwa ketersediaan Lupin akan dapat dipenuhi dalam jangka panjang. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa luas lahan areal penanaman di Australia Barat masih terbuka lebar dan memiliki potensi besar untuk budidaya tanaman kacang Lupin sehingga dapat menjamin ketersediaan supply jangka panjang. Selain luas areal tanam, produsen Lupin di Australia juga memiliki tenaga petani yang terampil dan skillfull. Disamping itu pihak agen selalu berusaha meyakinkan akan komitmen mereka menyediakan bahan baku kacang Lupin yang berkualitas dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Hal itu ditunjukkan dari usaha produsen Lupin menyempurnakan kacang Lupin dari yang semula masih berkulit -- sehingga menambah biaya dan waktu dalam pengolahan untuk dibuat tempe--, menjadi kacang Lupin yang sudah bersih dari kulit sehingga dapat diolah dengan proses produksi yang lebih efisien. Untuk meyakinkan pihak Indonesia akan dukungan sumberdaya mereka, maka pengurus Primkopti Jakarta pusat dan sekretarisnya (bp. H.Slamet Hanafie & bp. Suyoto) diajak berkunjung ke Australia pada tahun 2013 guna menyaksikan sendiri kondisi dan potensi sumberdaya pendukung disana. Australia Barat merencanakan akan memenuhi 70% dari kebutuhan impor domestik kacang kedele yaitu sejumlah 1,2 juta ton kacang Lupin Ke Indonesia (The West Australian news, 10 Nov 2010). Karakteristik Media Pembahasan mengenai karakteristik media dalam hal ini akan mencakup mekanisme transfer, sistem informasi dan bentuk transfer. Mekanisme transfer pengetahuan untuk produk kacang Lupin dilakukan dengan membawa contoh bentuk fisik kacang Lupin dari Australia untuk diperlihatkan langsung kepada para produsen tempe. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengurus Primkopti Jakarta Pusat diperoleh informasi bahwa kacang lupin telah diperkenalkan pada tahun 2009 berupa butiran kacang Lupin berkulit. Karena kacang Lupin berkulit menimbulkan in efisiensi
dalam proses produksi tempe, maka pada tahun 2011 Pihak produsen Lupin berhasil membuat kacang Lupin bebas kulit. Pada awalnya pihak produsen Lupin telah memiliki pengetahuan awal mengenai prosedur pengolahan lupin menjadi tempe Lupin yang kemudian didesiminasikan kepada produsen, yaitu sebagai berikut 1) butiran kacang lupin direndam air yang memiliki pH 4,5 selama 12 sampai 20 jam dalam suhu ruang dengan perbandingan 3 liter air untuk 1 kg kacang lupin; 2) Setelah ditiriskan, kacang lupin tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 2-10 menit; 3) Tiriskan dan diberi ragi lalu dikemas (www.lupinfoods.com.au/ indonesian-information-for-tempe-producers/). Namun prosedur awal pembuatan tempe Lupin ini ternyata tidak menghasilkan produk tempe seperti yang diharapkan diberbagai daerah. Hasil produksi tempe Lupin berlendir dan kalau dijadikan tempe goreng menjadi keras. Hal ini disebabkan kacang Lupin banyak mengandung gluten disamping keberhasilan pembuatan tempe sangat tergantung pada kondisi air serta suhu udara setempat. Hal ini kemudian mendorong pihak produsen menggunakan mekanisme transfer lain yaitu memberikan sampel gratis kepada sejumlah produsen di sejumlah daerah (Salatiga, Surabaya, Purwokerto, Bali) untuk diuji coba oleh para produsen dalam membuat tempe dari Lupin dengan maksud untuk memperoleh sebuah proses produksi yang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah. Dari hasil wawancara dan FGD terungkap ada kegiatan evaluasi dan revisi secara terus menerus yang didasarkan pada aspek kognitif terhadap hasil pengetahuan yang ditransfer setiap tahapnya untuk menyempurnakan kinerja produk yang dihasilkan. Mekanisme transfer pengetahuan dan teknologi terkait dengan penggunaan kacang Lupin sebagai pengganti bahan baku kedele dalam proses pembuatan tempe yang terjadi di kalangan UMK produsen tempe anggota Primkopti dapat dikategorikan sebagai constraint violation. Merujuk Nokes (2009), constraint violation merupakan jenis transfer prosedural namun melibatkan proses kognitif pelaku dalam menyusun sebuah pengetahuan. Di dalam mekanisme
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
constraint violation ada kegiatan mengevaluasi dan informasi dua arah antara pengurus dan anggota merevisi dalam rangka menyempurnakan dimana anggota berperan aktif dalam kegiatan pengetahuan guna meningkatkan kinerja. transfer pengetahuan, berpartisipasi aktif Sistem informasi dalam proses transfer melakukan evaluasi dan revisi sehingga tercipta pengetahuan yang terjadi di kalangan UMK pengetahuan baru, serta adanya kegiatan berbagi produsen tempe anggota Primkopti dimulai dari pengetahuan antar anggota dan pengurus melalui pengurus Primkopti Jakarta Pusat yang pertemuan – pertemuan rutin. bekerjasama dengan produsen kacang lupin Merujuk pada knowledge based view dan Australia. Dimana bentuk media transfer information richness (IR) theory diperlukan adanya pengetahuan yang dipilih adalah melalui media penyesuaian antara sistem informasi dan bentuk pertemuan, Bapak Haji Slamet melakukan media transfer dengan degree of tacitness of kunjungan ke beberapa Primkopti di daerah seperti knowledge (Windsperger dan Gorovaia, 2010). Malang, Purwodadi, Salatiga, dan Bali untuk Semakin eksplisit bentuk pengetahuan yang membagikan pengetahuan prosedur pengolahan ditransfer serta mudah dikoding maka media pos, kacang lupin menjadi produk tempe. Media media surat, email, serta media internet dapat pelatihan juga dipilih dalam proses transfer digunakan. Di lain sisi, apabila bentuk pengetahuan pengetahuan dan teknologi yang berlangsung yang ditransfer adalah pengetahuan tacit dan susah ditengah produsen tempe anggota Primkopti. dikoding maka media pelatihan, media pertemuan, Sebagai contoh, Ibu Nurchayati dari Salatiga yang serta seminar lebih sesuai. Dengan demikian dinilai berhasil dalam memproduksi tempe dan terlihat bahwa proses transfer pengetahuan kripik tempe berbahan baku kacang lupin diminta /teknologi kacang Lupin ini telah menggunakan untuk melatih produsen tempe di Bali. Selain media yang tepat. media pertemuan dan media pelatihan, media Karakteristik Pengetahuan massa serta media internet juga menjadi alternatif Karakteristik pengetahuan meliputi bentuk, bentuk media terpilih dalam proses transfer kompleksitas, ambiguitas, dan bukti penggunaan. pengetahuan dan teknologi produsen tempe Untuk pembuatan tempe lupin, pengetahuan yang anggota Primkopti. TEMPO adalah salah satu terjadi terbagi dalam pengetahuan mengenai media massa yang pernah mengulas mengenai kacang lupin dan pengetahuan mengenai proses pemanfaatan kacang lupin oleh produsen tempe di pembuatan tempe lupin. Pengetahuan mengenai Malang (www.tempo.co/read/news/2014 kacang lupin merupakan karakteristik kacang lupin /01/26/090548396/Perajin-Tempe-di-Malangberupa wujud fisik (utuh, kupas, dan pecah biji), Tergoda-Kacang-Lupin). Selain itu tersedia juga jenis tanaman, kandungan gizi, rasa dan kegunaan. web khusus mengenai kacang lupin yang dikelola Responden produsen tempe di Jakarta memperoleh oleh pihak produsen Australia pengetahuan mengenai kacang lupin dari pihak www.lupinfoods.com.au/, dimana disajikan produsen kacang lupin, sedangkan untuk responden mengenai berbagai informasi maupun cara produsen tempe di Salatiga memperoleh pengolahan kacang lupin. pengetahuan dari pihak produsen kacang lupin dan Penelitian ini menemukan perkembangan pengurus Primkopti Jakarta yang telah memperoleh proses transfer pengetahuan produsen tempe di transfer pengetahuan tentang kacang Lupin terlebih Jakarta cenderung stagnan dikarenakan aliran dahulu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa informasi hanya terhenti pada tataran pengurus pengetahuan mengenai kacang lupin merupakan sehingga penciptaan pengetahuan kurang pengetahuan explicit, karena dapat diformulasikan. berkembang. Lain halnya dengan produsen tempe Karakteristik pengetahuan untuk kacang lupin yang di Salatiga yang lebih berhasil proses transfer diperoleh oleh Primkopti Jakarta dan Salatiga pengetahuannya dikarenakan adanya aliran tertuang dalam tabel berikut. Tabel 2. Karakteristik Pengetahuan mengenai Produk Lupin Karakteristik Bentuk Kompleksitas
Kacang Lupin Secara fisik kacang lupin terdiri dari bentuk utuh, kupas, dan pecah biji teridentifikasi. Memiliki kandungan gluten yang tinggi, tidak dapat direbus karena akan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
menggumpal walaupun dapat digunakan untuk membuat tempe, tapi proses produksi tidaklah sama,dan tempe yang dihasilkan cenderung berlendir kalau digoreng cenderung memiliki tekstur yang keras Ambiguitas Kacang lupin sebagai bahan substitusi atau komplementer dalam produksi tempe, karena karakter produk yang “mirip” dengan kacang kedele tetapi “tidak sama” dengan kacang kedele. Bukti Penggunaan Kandungan gizi dalam kacang lupin telah diuji cobakan kepada pihak ketiga dan terbukti memiliki nilai gizi tinggi (Hasil uji Laboratorium IPB) Telah digunakan sebagai bahan dasar pembuatan berbagai jenis makanan di Australia (www.lupinfoods.com.au/indonesian-information-for-tempeproducers/). Telah di uji coba sebagai bahan dasar membuat tempe oleh pengurus dan produsen tempe Primkopti Jakarta. Sumber: Hasil in-depth interview diolah, 2014
Pengetahuan mengenai proses pembuatan tempe lupin, menggunakan dasar pengetahuan pembuatan tempe kacang kedele yang telah dimiliki oleh produsen tempe. Tahapan pembuatan tempe secara umum adalah sama melalui proses perendaman, pencucian, perebusan, dan pemberian ragi. Pengetahuan tahapan umum tersebut tersimpan dalam pikiran produsen tempe, tetapi dapat diformulasikan. Untuk detil setiap proses pembuatan tidak dengan mudah diformulasikan karena pengalaman dan kerahasiaan produk untuk
dapat bersaing menjadi bagian pengembangan pengetahuan tersebut. Pengetahuan mengenai proses pembuatan tempe merupakan tacit yang dapat diubah menjadi explicit. Oleh karena itu karakteristik pengetahuan mengenai proses pembuatan tempe Lupin menunjukkan adanya perbedaan beberapa karakteristik antara produsen tempe di Primkopti Jakarta dengan produsen tempe di Primkopti Salatiga seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut
Tabel 3. Karakteristik Pengetahuan mengenai Proses Pembuatan Tempe Lupin
Karakteristik Bentuk
Poengetahuan Proses Pembuatan Tempe Lupin Pengetahuan pengurus dan produsen untuk tahapan pembuatan tempe merupakan hasil turun temurun dan pengalaman menjalankan usaha. Perbedaan pada setiap produsen terjadi karena modifikasi (tahapan, waktu proses dan komposisi) untuk kepentingan keunggulan bersaing. Pengetahuan pemrosesan tempe lupin difasilitasi oleh pengurus Primkopti Jakarta. Tahapan dalam proses pembuatan tempe lupin dirancang sama dengan tahapan dalam proses pembuatan tempe kedele. Sehingga membantu mempercepat penyerapan pengetahuan pembuatan tempe lupin. Kompleksitas Kompleksitas muncul dalam tahap uji coba untuk proses pembuatan tempe Lupin karena perbedaan karakter kacang lupin dengan kacang kedele. Untuk mengatasi kondisi tersebut, pihak produsen mencoba menggali dari pihak ketiga dengan pendekatan ilmiah. Ambiguitas Standarisasi proses karena karakteristik produk kacang lupin tidak sama dengan kedele. Bukti Tempe yang dihasilkan dari kacang lupin memiliki waktu pemrosesan yang relatif Penggunaan lebih pendek dibandingkan dengan pemrosesan tempe kedele, sehingga lebih efisien dan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produsen. Pengrajin tempe di Salatiga mengolah menjadi produk turunan yang dapat mengatasi kekerasan dan berlendirnya produk tempe lupin. Sumber: Hasil in-depth interview diolah, 2014
Berdasarkan pendapat dan uji coba produsen menggunakan kacang lupin sebagai bahan dasar pembuatan tempe menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai produk lupin maupun proses pembuatan tempe kacang lupin mudah
dipahami bagi produsen baik dari Primkopti Jakarta maupun Primkopti Salatiga. Ambiguitas pengetahuan yang muncul adalah setelah proses uji coba pembuatan tempe kacang lupin. Pada awal
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
pengetahuan yang dipahami oleh produsen, kacang lupin adalah barang substitusi untuk kacang kedele dalam pembuatan tempe. Tetapi setelah uji coba dilakukan dan masih adanya masalah berkaitan dengan produk tempe kacang lupin (berlendir dan keras kalau digoreng) dan adanya ketidak stabilan harga kacang lupin, maka terjadi pergeseran dari produk substitusi menjadi komplementer dalam pembuatan tempe. Apabila masalah hasil produk tempe kacang lupin yang berlendir dan lengket dapat diatasi, maka produsen mempertimbangkan untuk menggunakan kacang lupin sebagai produk substitusi bahan baku kacang kedele, tetapi jika masalah tidak dapat diatasi yang paling memungkinkan adalah menggunakan sebagai barang komplementer dalam pembuatan tempe. Karakteristik UMK Karakteristik UMK dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi mencakup kemampuan dan ketersediaan SDM, motivasi UMK serta daya serap UMK. Dari segi ketersediaan SDM dapat dikatakan di kedua wilayah amatan yaitu Jakarta Pusat dan Salatiga memiliki jumlah produsen tempe yang cukup banyak. Berdasarkan rekapitulasi data anggota, PRIMKOPTI Jakarta Pusat memiliki 504 orang anggota pada tahun 2010 (Daftar Anggota Primkopti Jakarta Pusat, 2010). Sedangkan pada tahun 2012 tercatat 424 orang produsen tempe merupakan anggota PRIMKOPTI Handayani Salatiga (Daftar Anggota Primkopti Salatiga, 2012). Terkait dengan kemampuan dan daya serap UMK terhadap pengetahuan dan teknologi baru diwakili oleh tingkat adopsi produsen UMK. Suharti dkk (2013) menemukan bahwa lebih dari 50% produsen tempe anggota PRIMKOPTI Salatiga terkategori sebagai innovator, early adopter dan early majority. Berdasarkan temuan ini dapat diduga bahwa produsen tempe Salatiga memiliki kemampuan dan daya serap yang baik dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi. Dugaan ini diperkuat dengan temuan cukup tingginya jumlah produsen tempe (30 orang) yang melakukan uji coba pengolahan kacang lupin sebagai bahan baku tempe (Daftar Hadir FGD, 2014). Terkait perihal motivasi UMK, aspek ini menjadi salah satu penentu perbedaan hasil proses transfer pengetahuan dan teknologi di Jakarta Pusat dengan Salatiga. UMK produsen tempe di Jakarta Pusat terbilang telah memiliki kapasitas produksi
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dan pemasaran yang cukup besar, rata – rata per produsen membutuhkan bahan baku kedelai 55 kg per hari (Daftar Anggota Primkopti Jakarta Pusat, 2010) dimana berdasarkan keterangan Bapak Haji Slamet jumlah produksi produsen setiap harinya selalu habis. Kestabilan aspek pemasaran tersebut mendorong produsen tempe Jakarta Pusat enggan mencoba sesuatu yang baru dan belum pasti, seperti mengolah Lupin sebagai bahan baku tempe pengganti kedele. Oleh karena itu dapat disimpulkan motivasi UMK produsen tempe dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi ini rendah dan mereka dapat dikategorikan sebagai kelompok adopter late majority dan laggards. UMK produsen tempe Salatiga memiliki kapasitas produksi dan kapasitas pemasaran lebih rendah dimana rata – rata kebutuhan kedelai per hari adalah 16 kg untuk perorangan. Hal ini menyebabkan produsen memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk mempelajari sesuatu yang baru yang dapat meningkatkan kapasitas usaha serta kemampuan bersaing mereka. Hal ini terlihat melalui antusiasme mereka dalam proses FGD dimana produsen yang belum sukses dalam mengolah kacang lupin mendengarkan dan bertanya secara aktif. Sebagai contoh Bapak Amat Rohim, salah satu produsen yang telah mencoba kacang lupin namun berhenti di tengah jalan karena produk yang dihasilkan tidak sesuai harapan dan keinginan pasar. Bapak Amat Rohim secara antusias bertanya kepada Bapak Basori dan Ibu Nurchayati selaku produsen yang telah berhasil dalam mengolah kacang lupin mengenai proses dan perlakuan yang mereka lakukan sehingga produk yang dihasilkan sesuai yang diharapkan. Motivasi para produsen tempe di Salatiga yang tinggi semakin jelas terlihat dengan adanya berbagai upaya inovasi produk turunan dari tempe Lupin yang dikembangkan oleh mereka setelah hasil produk tempe Lupin kurang dapat diterima pasar. Sejumlah produk turunan tempe Lupin yang dihasilkan produsen tempe Primkopti Salatiga antara lain Kripik tempe Lupin (Bapak Basori dan Ibu Nurchayati), Minuman instant kacang Lupin (Bapak Eko Susilo), Pia Lupin (Bapak Slamet). Ke semua produk turunan tersebut memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan memberi sumbangan nilai tambah yang jauh lebih besar kepada produsen tempe daripada menjual dalam bentuk tempe mentah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Karakteristik Lingkungan Berbagai upaya telah dilakukan pihak Lupin dalam konteks menjalin relasi/ hubungan sosial/personal dengan berbagai pihak yang dihormati dalam lingkungan produsen tempe di Indonesia. Untuk memperkenalkan kacang Lupin di Indonesia khususnya di Jakarta dilakukan dengan menggandeng pihak Primkopti Jakarta Pusat yang menjadi pendiri dan perintis berdirinya Kopti di Indonesia. Melalui Kopti pusat ini pihak Lupin juga berharap pendekatan kepada pihak pemerintah akan lebih mudah. Selanjutnya untuk transfer pengetahuan dan teknologi tentang Lupin ke produsen tempe diwilayah lain seperti di Kotamadya Salatiga, maka pihak Lupin mengandalkan pihak Primkopti Jakarta sebagai kepanjangan tangan pihak Lupin. Wawancara dengan bapak haji Slamet Ketua pengurus Primkopti Jakarta dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sosial yang dekat dan terjalin baik antara Primkopti di daerah dengan Primkopti Jakarta. Hal ini dipercaya menjadi salah satu faktor yang menjadikan sosialisasi dan transfer pengetahuan mengenai kacang Lupin dapat diterima dengan baik di sejumlah Primkopti daerah termasuk Salatiga. Selain itu Pihak Produsen Lupin juga secara sistematis dan terencana menggandeng dan melibatkan pihak perguruan tinggi seperti Curtin University di Australia dan Institut Pertanian Bogor (IPB) serta lembaga riset LIPI di Indonesia untuk menguji kelayakan nilai gizi Lupin sebagai substitusi kacang kedele untuk produksi tempe. Upaya ini cukup meyakinkan pihak Primkopti maupun produsen tempe akan manfaat dan nilai gizi kacang Lupin. Hal ini seperti yang diakui oleh seorang nara sumber dari Salatiga (Pak Amat Rohim) sebagai berikut: “Kalau dari sudut khasiat kacang Lupin bagi kesehatan kami tidak meragukan, yang penting kacang Lupin dapat digunakan sebagai bahan pengganti kedele dan dapat diterima oleh pasar..”.
Peranan pihak Pemerintah sangat penting dalam kaitannya dengan ketersediaan kacang lupin sebagai substitusi kacang kedele. Salah satu hal yang akan menjadi nilai tambah bagi produsen tempe dengan mengadopsi lupin adalah apabila
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
harga kacang Lupin bisa lebih murah dibanding harga kacang kedele. Untuk itu adanya pembebasan bea masuk terhadap kacang Lupin menjadi penentu harga kacang Lupin. Berbagai upaya telah dilakukan pihak Lupin bersama Primkopti Jakarta untuk memuluskan import kacang Lupin dengan pembebasan bea masuk, namun sampai sekarang hal tersebut belum terealisasi dan masih dalam proses. Selain berbagai aspek lingkungan di atas yang telah diakomodir dengan baik oleh pihak produsen Lupin, faktor lain yang penting juga untuk diperhatikan adalah aspek social budaya dan juga pasar. Seperti yang kita ketahui, tempe menjadi makanan yang sudah merakyat di Indonesia, dan bagi konsumen tempe di Indonesia tempe identik dengan kacang kedele. Sehingga berbagai upaya untuk mensubstitusi kacang kedele dengan bahan baku lain untuk pembuatan tempe perlu mempertimbangkan aspek sosial budaya dan persepsi konsumen diIndonesia. Kenyataannya setelah kacang Lupin diperkenalkan hampir selama 5 tahun sejak tahun 2009, tempe Lupin belum dikenal luas di pasar Indonesia. Hal ini diduga sangat erat berhubungan dengan lingkungan Indonesia yang memiliki nilai-nilai dan budaya yang khas berkaitan dengan persepsi terhadap suatu makanan tradisional. Penerimaan Pasar atau Konsumen menjadi salah satu aspek yang sangat penting ditemukan dalam penelitian ini. Hasil produksi tempe Lupin yang ternyata bertekstur lebih keras dan berlendir dibanding tempe dari kedele membuat produk tempe sulit diterima oleh konsumen pecinta produk tempe di Indonesia. Dalam benak konsumen, tempe Lupin yang secara fisik bentuknya hampir sama dengan tempe Kedele diharapkan juga memiliki rasa yang sama dengan tempe kedele. Lain halnya dengan tempe “benguk” maupun tempe “koro” yang dapat diterima sebagian mayarakat Indonesia karena bentuk dan teksturnya berbeda dengan tempe kedele, sehingga konsumen dapat menerima “rasa khas” yang memang berbeda dengan tempe berbahan kedele. Kurang diterimanya produk tempe Lupin oleh konsumen menjadi salah satu alasan berhentinya produsen tempe di Jakarta meneruskan memproduksi tempe Lupin. Demikian juga produsen tempe di Primkopti Salatiga, juga tidak memproduksi tempe Lupin untuk dijual ke konsumen dalam bentuk
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
tempe mentah, melainkan diproses lagi menjadi produk turunan seperti kripik Lupin, pia Lupin dan lain sebagainya yang dapat diterima pasar. Capaian Tahap Transfer Pengetahuan dan Teknologi padaUMK Tempe Gibson dan Smilor (1991) mengemukakan ada empat tahapan dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi, yaitu tahap creation, sharing, implementation dan commercialization. Pada kasus transfer pengetahuan/teknologi Lupin ini juga melewati beberapa tahap. Yang menarik ditemukan dalam penelitian adalah bahwa tahap Creation dalam proses transfer pengetahuan kacang Lupin cukup panjang. Pertama-tama, dilakukan sosialisasi tentang kacang lupin sebagai bahan baku kepada produsen tempe. Selanjutnya pengembangan pengetahuan yang terjadi mengalami proses internalisasi untuk awal pengetahuan proses pembuatan kacang lupin. Kondisi ini sangat menarik karena untuk menemukan proses pembuatan tempe lupin, pihak agen sebenarnya tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk proses pembuatan tempe. Sehingga pengembangan untuk menemukan pengetahuan tersebut dilakukan oleh produsen. Hasil uji coba dari para produsen tempe berlanjut pada proses Sharing pengetahuan yang dimiliki oleh produsen, produsen, ahli gizi, uji coba pelanggan, dan lembaga perguruan tinggi untuk pendekatan ilmiah menuju formulasi yang tepat terkait pembuatan tempe lupin. Semua kegiatan ini termasuk dalam tahap Creation. Yang menarik disini, dalam tahap Creation juga terjadi kegiatan Sharing, seperti kegiatan sharing pengetahuan/ teknologi produksi tempe Lupin awal dari Primkopti Jakarta ke Primkopti Salatiga. Dalam tahap sharing terjadi juga penciptaan pengetahuan baru dari hasil memadukan hasil uji coba masing-masing
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
produsen dalam membuat tempe Lupin. Tahap Sharing terjadi ketika produsen saling berdiskusi dalam forum FGD maupun pertemuan non formal berbagi pengalaman untuk menyempurnakan hasil tempe lupin. Dengan demikian, dalam penelitian ini ditemukan tahap Creation berjalan bersama dengan tahap Sharing. Pada umumnya kegiatan transfer pengetahuan dan teknologi pembuatan tempe menggunakan kacang Lupin baik pada produsen tempe dari Primkopti Jakarta maupun produsen tempe dari Primkopti Salatiga telah sampai pada tahap Implementasi. Produsen tempe di Jakarta telah berhasil membuat tempe Lupin dan telah mencoba memasarkan pada kalangan terbatas. Namun karena tidak mendapat respon positif dari pasar, produsen tempe dari Primkopti Jakarta berhenti memproduksi tempe Lupin yang berarti tidak melanjutkan sampai tahap komersialisasi (commercialization stage). Hasil penelitian menemukan hal yang berbeda menyangkut tahap transfer pengetahuan /teknologi ini pada produsen tempe di Salatiga yang lebih berhasil dibandingkan produsen di Jakarta. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa produsen yang telah memasuki tahap komersialisasi dengan memproduksi produk turunan dari kacang lupin lainnya, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tempe Lupin yang berlendir dan kurang disukai konsumen. Beberapa produsen seperti Bu Nurchayati dan Bapak Basori yang membuat kripik tempe Lupin mendapat tanggapan positif dari pasar dan sering kewalahan melayani permintaan konsumen. Capaian tahapan dalam Proses transfer pengetahuan dalam pembuatan tempe lupin ini dapat digambarkan sebagai berikut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Creation:
Implementation:
Bahan Baku Lupin
Formulasi Pembuatan tempe Lupin
3
2 Produsen Lupin
Kajian Ilmiah Organisasi Primkopti Jakarta
1 Produsen
Pengenalan produk Lupin oleh Produsen kepada pengurus di Primkopti Jakarta Pengenalan produk lupin dan proses pembuatan tempe lupin oleh Pengurus Primkopti Jakarta kepada pengrajin tempe kedele dibawah binaan Primkopti Salatiga
Pengrajin
Mengeumpulkan pengetahuan kelompok, untuk membangun konsep baru proses pembuatan tempe lupin sesuai dengan karakter bahan baku.
Analisis Hasil Tempe Lupin
Berbagi pengetahuan untuk mengatasi masalah lendir dalam forum non formal dan FGD
5
Evaluasi Hasil Tempe Lupin Proses pembuatan tempe lupin menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki oleh pengrajin tempe kedele di Primkopti Jakarta.
Commercialization:
Formulasi Pembuatan tempe Lupin
Uji Coba: pelanggan
Ahli gizi
Sharing:
Proses Pembuatan Tempe Lupin
Uji Coba
Pembahasan
Organisasi Primkopti Jakarta
Organisasi Primkopti Salatiga
Transfer pengetahuan untuk dibagikan kepada orgranisasi lainnya
7 6
Inovasi Produk turunan untuk mengatasi lendir dan selera konsumen
Proses pembuatan tempe lupin menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki oleh pengrajin tempe kedele di Salatiga. 4
Gambar 5. Capaian Tahapan Proses Transfer Pengetahuan Pembuatan Tempe Lupin Sumber: Hasil in-depth interview diolah
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menemukan bahwa proses transfer pengetahuan dan teknologi di kalangan produsen tempe baik untuk anggota Primkopti Jakarta maupun Primkopti Salatiga telah berjalan baik. Hal ini terlihat dari capaian transfer yang telah mencapai tahap implementasi untuk Primkopti Jakarta dan tahap komersialisasi untuk produsen tempe di Primkopti Salatiga. Sejumlah faktor yang ditemukan menjadi kunci sukses dalam proses transfer pengetahuan dan teknologi kepada UMK tempe ini adalah: 1. Pihak agen harus memiliki keandalan organisasi dan dukungan sumber daya yang memadai. Pihak agen mampu menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah, perguruan tinggi dan dunia industri. 2. Menggunakan media yang meliputi mekanisme dan bentuk transfer yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik target yang akan ditransfer. Kepada UMK mekanisme transfer dilakukan melalui pemberian sampel, uji coba, pelatihan, pertemuan, media massa serta media internet merupakan bagian karakteristik media yang sesuai digunakan untuk transfer pengetahuan
tacit seperti proses pembuatan tempe dari kacang Lupin dalam penelitian ini 3. Bentuk dan kegunaan pengetahuan dan teknologi yang ditransfer haruslah jelas, eksplisit dan tidak menimbulkan ambiguitas. Dalam penelitian ini ditemukan ambiguitas pengetahuan dan teknologi yang ditransfer membuat kegiatan transfer berjalan lamban 4. Faktor lingkungan terutama hubungan sosial dalam proses transfer merupakan salah satu kunci sukses yang penting. Dalam penelitian ini upaya pihak agen (produsen) menggandeng pengurus Primkopti Jakarta untuk membantu kegiatan transfer pengetahuan bagi Primkopti Primkopti didaerah merupakan satu langkah yang cerdik. Hubungan sosial yang baik antara Primkopti Jakarta selaku pendiri Primkopti dengan Primkopti daerah dapat memuluskan kegiatan transfer dari pihak agen kepada Primkopti daerah. 5. Faktor lingkungan berkaitan dengan penerimaan pasar juga menjadi penentu keberhasilan transfer. Kegiatan transfer bagi para produsen tempe di Jakarta tidak sampai tahap komersialisasi karena pasar belum dapat menerima tempe kacang Lupin. Dari hasil FGD dan penelitian yang dilakukan sebenarnya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
ditemukan bahwa para produsen tempe tidak merasa keberatan maupun menghadapi kesulitan dalam mengadopsi kacang Lupin sebagai pengganti kedele, asal produk tempe Lupin dapat diterima konsumen sehingga produksi mereka dapat laku terjual. 6. Motivasi target dalam hal ini UMK tempe sangat menentukan keberhasilan transfer. Produsen tempe di Salatiga lebih berhasil dibandingkan di Jakarta Pusat disebabkan antara lain motivasi UMK di Salatiga sangat tinggi untuk berkreasi dan berinovasi sehingga dapat menghasilkan produk turunan tempe Lupin yang dapat dikomersialisasi. Lain halnya dengan produsen di Jakarta, kurang punya motivasi untuk mencoba hal baru karena mereka sudah nyaman dengan memproduksi tempe kedele dengan omzet yang relatif sudah besar. Saran Beberapa saran berikut dikemukakan berdasarkan temuan hasil penelitian: 1. Ada ambiguitas pengetahuan yang akan ditransfer yaitu proses produksi yang selalu berubah-ubah dan belum ada standard baku. Walaupun dari sudut proses produksi tempe Lupin tidak memperlihatkan adanya kompleksitas yang berarti, bahkan terkesan lebih mudah dan efisien penanganannya ketimbang kacang kedele, namun tidak adanya standard produksi yang jelas yang dapat menjamin kualitas hasil produksi yang dihasilkan (berlendir dan keras kalau digoreng) membuat pihak target transfer menjadi raguragu mengadopsi kacang lupin sebagai bahan baku substitusi kacang kedele. Demikian juga, kegiatan proses produksi belum meliputi pengelolaan pasca produksi yaitu saat tempe Lupin tidak laku dipasar, bagaimana memanfaatkan produk yang tidak laku mengingat tempe adalah produk yang mudah busuk. Hal ini menjadi tugas pihak produsen Lupin kedepan, apakah mau membuat tempe Lupin yang identik dengan tempe kedele, atau ingin membuat tempe Lupin yang “khas”. Jika ingin membuat tempe Lupin yang identik dengan tempe kedele, maka tugas Lupin kedepan adalah perlu menghasilkan suatu proses produksi yang mampu menghasilkan
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
output yang hampir sama dengan kualitas tempe kedele. Untuk itu mungkin perlu melakukan perbaikan mulai dari sisi input seperti rekayasa budidaya tanaman kacang Lupin, dan dari sisi proses produksi sampai pasca produksi. Sebaliknya jika yang diharapkan adalah tempe Lupin dapat diterima konsumen dengan segala kekhasannya (lebih keras dan agak berlendir), maka pihak produsen tentunya perlu meyakinkan pihak konsumen akan kelebihan dan manfaat mengkonsumsi tempe Lupin sambil terus berupaya menyempurnakan proses produksi tempe Lupin. 2. Dari 5 tahun usaha produsen melakukan upaya introdusir, transfer pengetahuan dan teknologi kacang Lupin yang dilakukan kepada pasar di Indonesia terkesan pihak produsen Lupin lebih fokus pada target mengekspor kacang Lupin dalam jumlah besar ke pasar Indonesia. Oleh karena itu upaya yang dilakukan pihak produsen lebih terfokus pada usaha meyakinkan pihak pengguna kacang Lupin yaitu para produsen tempe. Ada kesan bahwa pihak produsen Lupin sebagai pihak agen transfer pengetahuan mengabaikan penerimaaan pasar/ konsumen terhadap produk tempe Lupin. Padahal, hal tersebut merupakan elemen terpenting yang dapat mengatur kegiatan dan jumlah produksi tempe Lupin dari pihak produsen. Oleh sebab itu sebelum kegiatan transfer dilakukan seharusnya pihak agen juga memiliki informasi mengenai pasar/ konsumen dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Bozeman, B., 2000. Technology Transfer and Public Policy: A Review of Research and Theory. Journal of Research Policy, 29: 627-655. Devine, M. D., T. E. James, Jr., and I. T. Adams. 1987. Government Supported Industry Research Centers: Issues for Successful Technology Transfer. Journal of Technology Transfer, Vol. 12, No.1, pp. 27-38. Djmbp.esdm.go.id., 2008. Undang – Undang RI tentang Usaha Kecil dan Menengah. Diunduh dari http://www.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU_2008_ 20_TENTANG_USAHA_MIKRO_ KECIL_
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
DAN_MENENGAH.pdf, tanggal unduh 24 November 2011. Gibson, David and Smilor, Raymond. 1991. Key Variables in Technology Transfer: A FieldStudy Based Empirical Analysis. Journal of Engineering and Technology Management, Vol.8, pp. 287-312. Hidayat, Sukardi dan Nurul Insani. 2004. Analisis perbandingan pembuatan tempe. Laporan Penelitian Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya. Diunduh dari http://ptp2007.wordpress.com/2007/08/31/ , tanggal 20 Januari 2012 Indriartiningtias, R., dan Wirajmadja, I.I. 2012. Pengembangan Model Konseptual Transfer Pengetahuan dari Perguruan Tinggi ke Industri Kecil. Diunduh dari ejournal.umm.ac.id/index.php/industri/article /.../613, tanggal unduh 3 Desember 2013. Julianto, D. E dan Wahyudi, E. 2010. Model Peningkatan Kapabilitas Daya Saing Usaha Kecil Di Tulungagung. Diunduh dari http://www.jurnalinspirat.com/Download/JI2 _8.pdf, tanggal unduh 5 Maret 2014. Lupinfoods.com.au. 2013. Informasi Bagi Pengrajin Tempe. Diakses dari http://www.lupinfoods.com.au/indonesianinformation-for-tempe-producers/, tanggal akses 17 Agustus 2014.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Nokes, T.J. 2009. Mechanismm of Knowledge Transfer. Thinking and Reasoning, Vol. 15, No. 1, pp. 1-36. Profetto, J. 2004. Knowledge transfer : what it is and what it takes to do it best. Diakses dari; http://doc.mbalib.com/view/78ddb71531aa15 61f55d2e8741435525.html, tanggal akses 17 Maret 2014. Sumarno, Muhammad. 2010. Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Pengusaha Sentra Industri Kecil Kerajinan Gerabah Kasongan Kabupaten Bantul. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.12, NO. 1, MARET : 110. Sung T.K., dan Gibson D. 2001. Knowledge and Technology Transfer: Levels and KeyFactors. Diunduh dari web.bsru.ac.th/~orapim/my_doc/knowledge.p df, tanggal unduh 18 Maret 2014. Tempo.co. 2014. Perajin Tempe di Malang Tergoda Kacang Lupin. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2014/01/26/ 090548396/Perajin-Tempe-di-MalangTergoda-Kacang-Lupin, tanggal akses 17 Agustus 2014. Windsperger, J. dan Gorovaia, N. 2010. Knowledge Attributes and The Choice of Knowledge Transfer Mechanism in Networks: the case of franchising. Journal of Management & Governance, Vol. 15, No. 4, pp 617-640.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
ANALISIS POTENSI DAERAH DAN SEKTOR BASIS DI PROPINSI JAWA BARAT Suhartono Tri Kurniawati Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka Jl. Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan
[email protected] Abstract The difference in the various sectors of the economy donations are divided into nine economic sectors according to business field will provide an indicator of the state of the economy of a region. As a development priority areas of West Java province put construction sectors in the economy through the creation of a balanced economic structure in the various sectors. The purpose of this study was to determine the sectors that became the base sector and the sectors that experienced more rapid growth in the province of West Java. The analysis using Analysis Location Quotient (LQ) and Shift Share Model. Based on the calculation Location Quotient (LQ) there are 4 (four) sector is a sector base / potential in the province of West Java are manufacturing, electricity and water supply, trade, hotels and restaurants and transport and communications sectors. Building sector, the trade, hotel and restaurant sector, trade, leasing and business services as well as services sector grew faster than the national growth rate. Keywords: competitiveness, potential areas, West Java province Abstrak Perbedaan berbagai sumbangan sektor perekonomian yang dibagi menjadi sembilan sektor ekonomi menurut lapangan usaha akan memberikan indikator tentang keadaan perekonomian suatu daerah. Sebagai prioritas pembangunan daerah Provinsi Jawa Barat meletakkan pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi melalui terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang di berbagai sektor. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui sektor-sektor yang menjadi sektor basis dan sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan lebih cepat di Provinsi Jawa Barat. Analisis yang digunalan adalah Analisis Location Quotient(LQ) dan Model Shift Share(Mix and Share). Berdasarkan hasil perhitungan analisis Location Quotient (LQ) terdapat 4 (empat) sektor yang merupakan sektor basis/potensial di propinsi Jawa Barat yaitu sektor industri pengolahan, listrik dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor perdagangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding tingkat pertumbuhan nasional. Kata kunci : daya saing, potensi daerah, Provinsi Jawa Barat kecilnya kemampuan sektor-sektor dalam meningkatkan produksinya berpengaruh terhadap pendapatan suatu daerah. Perubahan yang terjadi terhadap peranan sektor tersebut terhadap produk Domestik Bruto Daerah, akan menimbulkan pula perubahan dalam struktur ekonomi daerah. Pembangunan daerah Jawa Barat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dalam rangka mencapai sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan
PENDAHULUAN Struktur perekonomian dalam suatu wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan keadaan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah. Perbedaan berbagai sumbangan sektor perekonomian yang dibagi menjadi sembilan sektor ekonomi menurut lapangan usaha akan memberikan indikator tentang keadaan perekonomian suatu daerah. Besar 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
potensi dan permasalahan pembangunan di daerah. waktu 2008-2010, sektor industri pengolahan Sebagai prioritas pembangunan daerah Provinsi memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB Jawa Barat meletakkan pembangunan sektor-sektor yaitu sebesar Rp 133.756.556 juta pada tahun 2008 di bidang ekonomi melalui terwujudnya struktur atau sebesar 45,93 persen dan Rp 135.246.774 juta ekonomi yang seimbang di berbagai sektor. pada tahun 2010 atau sebesar 42 persen. Struktur ekonomi Provinsi Jawa Barat dalam kurun Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2010 Tahun No. Sektor 2008 2009 2010 1 Pertanian 37.139.985 41.722.076 42.137.486 2 Pertambangan dan Penggalian 6.850.433 7.424.424 7.464.691 3 Industri dan Pengolahan 133.756.55 131.432.865 135.246.774 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 6 5.985.767 6.839.237 7.315.960 5 Bangunan / Konstruksi 9.730.820 10.299.411 11.810.047 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 56.937.923 62.701.714 70.083.413 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 12.233.940 13.209.254, 15.352.858 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 9.075.520 9.618.612 10.564.691 Perusahaan 9 Jasa-jasa 19.494.893 20.157.658 21.899.922 PDRB dengan Minyak dan Gas Bumi 291.205.83 303.405.251 321.875.841 7 PDRB tanpa Minyak dan Gas Bumi 282.745.29 294.324.392 312.842.537 9 Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2011, BPS Provinsi Jawa Barat Berdasarkan struktur ekonomi sektor industri pengolahan merupakan sektor yang paling dominant dalam sumbangan terhadap PDRB yaitu sebesar 42 persen dan diikuti dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 22,41 persen dan selanjutnya sektor pertanian sebesar 12,61 persen.
diteliti dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Kontribusi sektor ekonomi di kabupaten/kota se-Provinsi Jawa Barat digunakan formulasi model LQ sebagai berikut: Y /Y LQ ij j Yi / Y Keterangan : LQ = Location Quotient Yij = PDRB dari sektor i pada daerah kabupaten/kota ke j Yj = PDRB di daerah kabupaten/kota ke j Yi = PDRB Provinsi dari sektor i Y = PDRB Provinsi Kriteria yang digunakan adalah : - Bila LQ > 1, maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor basis/sektor ekspor, yang artinya bahwa sektor tersebut disamping mampu untuk memenuhi kebutuhan sendiri/lokal juga dapat memenuhi daerah lain/ekspor.
METODE PENELITIAN a. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi (Yusuf, 1999). Variabel yang digunakan dalam perhitungan basis ekonomi tersebut adalah PDRB wilayah dari suatu kegiatan yang dititikberatkan pada kegiatan dalam struktur ekonomi wilayah. LQ adalah suatu teknik perhitungan yang mudah untuk menunjukkan spesialisasi relatif (kemampuan) wilayah dalam kegiatan atau karakteristik tertentu (Rondinelli, 1985). Teknik ini menyajikan perbandingan antara kemampuan suatu sektor di daerah yang sedang 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
-
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Bila LQ < 1, maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor non basis/sektor lokal, yang artinya sektor tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri/lokal.
Yio awal Yit akhir Yo awal Yt akhir
b. Model Shift Share (Mix and Share) Analisis ini untuk menunjukkan sektorsektor yang berkembang di suatu wilayah dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional. Pada dasarnya analisis shift share melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama melihat perbedaan pertumbuhan, baik dalam skala yang lebih luas (wilayah referensi) maupun dalam skala yang lebih kecil. Analisis dapat digunakan untuk menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Analisis ini menggambarkan performance (kinerja) perekonomian nasional, yang dapat ditunjukkan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional. Analisis ini juga membandingkan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya yang mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan itu. Bila penyimpangan itu positif, hal itu terdapat daya saing (keunggulan kompetitif) dari suatu sektor dalam wilayah tersebut. Model Shift Share yang dikembangkan yaitu : yit - yio - y = yio { [Yt/Yo] – 1> + yio { [Yit/Yio] - [Yt/Yo]} + yio {[yit/yio] - [Yit/Y1o]} [G] [M] [S]
= Jumlah output sektor i nasional di tahun = Jumlah output sektor i nasional di tahun = Jumlah total output nasional di tahun = Jumlah total output nasional di tahun
Interpretasi: - Nilai dari tiap komponen Shift Share (G+S+M) dapat dijadikan acuan dalam analisis. - Jika nilai dari komponen Shift Share dari suatu sektor positif (+), maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor yang relatif maju dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat nasional. - Jika pergeseran differensial (komponen S) dari suatu sektor positif maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang sektor yang sama pada perekonomian nasional. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa setidaknya terdapat empat sektor di Provinsi Jawa Barat yang memiliki nilai LQ>1 antara lain sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, sektor perdagangan, hotel serta restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir separuh sektor di Provinsi Jawa Barat dapat menjadi sektor basis bagi pertumbuhan ekonomi baik daerah maupun nasional. Selama kurun waktu 2010-2012, perekonomian sektoral Provinsi Jawa Barat menunjukkan kinerja keunggulan komoditas yang dapat dipertahankan secara konsisten. Hasil ini tidak lepas dari kenyataan bahwa kabupatenkabupaten yang masuk kedalam Provinsi Jawa Barat merupakan kabupaten kunci yang justru memberikan nilai tambah paling besar terhadap perekonomian Jawa Barat. Besarnya nilai LQ > 1 di pada empat sektor juga mengindikasikan bahwa produksi output Jawa Barat mengalami surplus atau memproduksi output melebihi proporsi yang dibutuhkan provinsi dan memberikan sumbangan output bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, sektorsektor tersebut dapat menjadi sektor basis atau sektor kunci bagi pengembangan sektor lainnya.
Perhitungan analisis shift share diperoleh dengan menjumlahkan ketiga komponen di atas dan hasilnya harus sama dengan total perubahan dari data industri/sektor yang ada di daerah (Y). (Bendavid-Val,1991:73-76, Schaffer, 1999:9-10). Keterangan : yio = Jumlah output sektor i daerah di tahun awal yit = Jumlah output sektor i daerah di tahun akhir 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Sektor basis utama di provinsi ini adalah listrik dan air bersih dengan nilai rata-rata LQ sebesar 3,37.
Tabel perhitungan selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. LQ PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2012 No 1 2 3 4 5 6 7
Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa 8 Perusahaan 9 Jasa-jasa PDRB/PDB Sumber : data diolah
Hasil Perhitungan LQ 2010 LQ 2011 LQ 2012 0,8241 0,8146 0,7977 0,1805 0,1528 0,1577 1,5241 1,5274 1,4952 3,6222 3,3313 3,1739 0,3672 0,3926 0,4105 1,6352 1,6370 1,7191 1,0787 1,1641 1,1699 0,3789 0,8644
0,3944 0,8683
0,4059 0,8716
Badan Koordinasi Penanaman Modal Timur sebesar Rp9,7 triliun atau 12,7 persen dari (BKPM) mencatat Provinsi Jawa Barat menduduki total investasi PMDN, disusul DKI Jakarta Rp9,3 peringkat kedua sebagai tempat favorit penanaman triliun atau 12,2 persen, dan berturut-turut Provinsi modal asing selama tahun 2011 setelah Provinsi Riau Rp7,5 triliun, Provinsi Kalimantan Timur DKI Jakarta. Nilai investasi di Provinsi Jawa Barat Rp6,6 triliun. Realisasi investasi pada triwulan I adalah sebesar $ 3,8 miliar atau 19,7 persen dari tahun 2012, secara keseluruhan menyerap tenaga total PMA 2011. Investasi di Provinsi Jawa Barat kerja sebanyak 198.817 orang. Investasi PMA meliputi sektor energi (pembangkit listrik), bahan dengan 412 proyek menyerap 179.005 tenaga kimia, energi panas bumi dan sektor jasa. Kondisi kerja, dan 76 proyek PMDN menyerap 19.762 ini sesuai dengan hasil analisis LQ yang tenaga kerja. menyatakan bahwa sektor basis di Jawa Barat Berdasarkan daerah tujuan, minat investasi adalah sektor listrik dan air bersih. untuk PMA triwulan I tahun 2012 yang nilainya Sektor lainnya yang menjadi unggulan terbesar adalah Kabupaten Karawang sebesar Rp adalah sektor industri pengolahan. Tingginya 3,33 triliun, disusul Kabupaten Cianjur Rp 2,22 penerimaan di sektor ini tidak terlepas dari triliun. Sedangkan untuk PMDN minat investasi banyaknya investasi yang sudah dilakukan, baik terbesar di Kab Bogor sebesar Rp 1,9 triliun, lalu penanaman modal asing maupun penanaman Kab Karawang Rp 1,2 triliun, dan Kab Bandung modal dalam negeri. Data menyatakan bahwa Barat sebesar Rp 225 miliar. Dari sisi asal negara realisasi investasi berdasarkan lokasi Penanaman PMA, minat investasi triwulan I tahun 2012 hanya Modal Dalam Negeri (PMDN), provinsi Jawa ada 7 negara. Terbesar adalah dari Jepang, jumlah Barat menduduki peringkat pertama dengan proyeknya 4 dengan penyerapan 2.745 tenaga investasi sekitar Rp11,2 triliun atau 14,7 persen kerja. dari total PMDN 2011 yang mencapai Rp76 triliun. Daerah penyerap PMDN berikutnya yaitu Jawa Tabel.3. Peringkat Investasi PMA Di Jawa Barat Menurut Negara Asal Sampai Dengan Periode Laporan Jan-Des 2011 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Ran k
Negara Asal
Jumla h Proyek
1
Jepang
2 3
Singapura Korea Selatan
4
India
4
5
Belanda
6
6
Malaysia
17
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jerman Amerika Taiwan Australia Inggris China Prancis Hongkong Belgia Mauritius Swiss Italia Gab. Negara
5 3 5 9 6 3 19 2 2 2 2 1
19
245 42 50
194
JUMLAH 617 Sumber : Deperindag, 2013
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Jumlah Investasi
Jumlah Investasi (Rp.)
1.294.744. 621 105.345.6 48 115.916.1 78 45.458.90 0 28.583.00 4 21.516.14 6 10.567.40 9 4.090.000 1.392.463 914.582 877.188 159.021 0 0 0 0 0 0 2.779.544. 469 4,409,109, 630
12.170.599.440 .456 990.249.089.03 9 1.089.612.077. 457 427.313.660.00 0 268.680.238.89 2 202.251.767.81 2 99.333.644.600 38.446.000.000 13.089.152.200 8.597.071.740 8.245.571.474 1.494.797.450 0 0 0 0 0 0 26.127.718.007 .570 41,445,630,518 ,690
TKI
TKA
TK (TKI+TKA)
113.98
709
114.689
42.264
231
42.495
32.855
276
33.131
112
14
126
1.725
4
1.729
282
42
324
982 689 967 3.516 3.901 3.211 250 736 110 154 30 12
11 16 12 20 30 27 1 1 2 1 0 5
993 705 979 3.536 3.931 3.238 251 737 112 155 30 17
72.889 278,66 5
646 2,04 8
73.535 280,713
tahun 2011 total realisasi investasi PMA Jepang menggeser PMA Korea Selatan, yang secara tradisional selalu peringkat pertama dalam hal realisasi investasi di Jawa Barat. Tabel 4. memberikan gambaran jumlah industri di Indonesia.
Menurut Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Jabar, kegiatan penanaman modal para investor Jepang di Jawa Barat, paling tidak dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan signfikan. Malah pada
Tabel 4. Jumlah Industri di Jawa Barat Golongan Industri Industri Barang dari Logam, Kecuali Mesin dan Peralatannya Industri Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi, Pengolahan Minyak Gas Bumi, Barang dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi dan Bahan Bakar Nuklir 5
Jumlah Jumlah Industri Tenaga Kerja 236 31758 11
679
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Jumlah Jumlah Industri Tenaga Kerja 663 201140 155 41275 175 41165 255 47287 219 47318 61 23506 4 2607 348 74056
Golongan Industri
Industri Pakaian Jadi Industri Kendaraan Bermotor Industri Mesin dan Perlengkapannya Industri Kimia dan Barang dari Bahan Kimia Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Alat Angkutan Selain Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih Industri Mesin dan Peralatan Kantor, Akuntansi, dan Pengolahan Data Industri Karet, Barang dari Karet dan Barang dari Plastik Industri Kayu, Barang dari Kayu (Tidak Termasuk Furniture) dan Barang 196 16994 Anyaman dari Rotan, Bambu Industri Furnitur dan Industri Pengolahan Lainnya 529 78651 Industri Makanan dan Minuman 1143 108093 Industri Mesin Listrik Lainnya, dan Perlengkapannya 94 28039 Industri Barang Galian Bukan Logam 765 60265 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan sejenisnya 89 26881 Daur Ulang 28 1154 Industri Pengolahan Tembakau 12 545 Industri Radio, Televisi, dan Peralatan Komunikasi, serta Perlengkapannya 81 41361 Industri Logam Dasar 37 7867 Industri Penerbitan, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 90 9416 Industri Tekstil 987 244209 Industri Peralatan Kedokteran, Alat Cukur, Peralatan Navigasi, Peralatan 17 11363 Optik, Jam dan Lonceng · Pantai Pangandaran Banyaknya industri yang ada di Jawa Barat · Situs Batujaya memberikan nilai tambah bagi perekonomian di · Green Canyon (Cukang Taneuh) Jawa Barat. Kehadiran pabrik-pabrik memberikan peluang pekerjaan untuk masyarakat di sekitar dan · Kampung Naga memberikan multiplier effet bagi peningkatan · Keraton Kanoman peluang seperti pedagang kaki lima. Dengan · Keraton Kasepuhan demikian masyarakat tidak perlu lagi keluar kota · Situ Patengang untuk mencari pekerjaan. · Gua Pawon Sektor unggulan lain berkaitan dengan sektor Keberadaan beberapa tempat pariwisata basis adalah sektor perdagangan, hotel dan tersebut menumbuhkan peluang sektor lain untuk restoran. Hasil ini sesuai dengan kondisi pariwisata berkembang, antara lain perhotelan dan restoran. di Jawa Barat. Jawa Barat dikenal dengan Dengan demikian masyarakat akan dapat keindahan alamnya yang mempesona. Berikut ini mendapatkan nilai tambah dengan pertumbuhan beberapa objek wisata unggulan yang terdapat di ekonomi tersebut. Provinsi Jawa Barat: · Gunung Tangkuban Perahu · Kawah Putih 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
hasil perhitungan dengan menggunakan analisis Hasil Analisis Shift Share Dalam penelitian ini data yang digunakan shift share diperoleh hasil sebagai berikut: adalah data PDRB atas dasar harga berlaku 2000 propinsi Jawa Barat tahun 2010-2012. Berdasarkan Tabel 5. Perhitungan Shift Share Secara Sektoral Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa Barat Tahun 2010-2012 No
Propinsi
Sektor 5 + + + +
Indikator
1 2 3 4 6 7 8 9 G + + + + + + + + M - + - + + + + + S + + + M+S + + + + Sumber : Data diolah pertumbuhan lapangan usaha tersebut Keterangan : pertumbuhannya lebih cepat dari rata-rata Sektor pertumbuhan lapangan usaha dari sektor tersebut 1 : pertanian secara nasional. 2 : pertanian dan galian Pertumbuhan suatu sektor, bukan hanya 3 : industri dilihat dari pengaruh eksternal saja, tetapi 4 : listrik dan air bersih tergantung pula pada kondisi lokal daerah secara 5 : bangunan intern. Pertumbuhan ekonomi daerah yang 6 : perdagangan, hotel dan restoran disebutkan karena pengaruh internal ini dapat 7 : pengangkutan, hotel dan komunikasi dilihat pada nilai S. Apabila nilai S positif berarti 8 : keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya 9 : jasa-jasa ketimbang sektor yang sama pada perekonomian di G : Pertumbuhan ekonomi (economic tingkat nasional, dan sebaliknya nilai S negatif growth), merupakan komponen “share” berarti suatu sektor di daerah pertumbuhan lebih untuk melihat perubahan perekonomian lambat dibandingkan dengan pertumbuhan nasional daerah dibandingkan dengan untuk sektor yang sama. perekonomian provinsi. M : Pergeseran proporsional (industry mix) PENUTUP bauran industri atau proportional shift, Berdasarkan hasil perhitungan analisis untuk melihat apakah perekonomian Location Quotient (LQ) terdapat 4 (empat) sektor daerah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang merupakan sektor basis/potensial di propinsi yang tumbuh lebih cepat dibandingkan Jawa Barat yaitu sektor industri pengolahan, listrik dengan perekonomian nasional. dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran S : Pergeseran differential (regional serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor share/differential shift/keunggulan bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, kompetitif), untuk melihat seberapa jauh sektor perdagangan, persewaan dan jasa daya saing sektoral suatu daerah perusahaan serta sektor jasa-jasa mengalami dibandingkan dengan perekonomian pertumbuhan lebih cepat dibanding tingkat nasional. pertumbuhan nasional. M+S : Komponen shift Dengan melihat peranan sektor-sektor basis yang semakin besar peranannya terhadap PDRB Dengan melihat nilai M + S yang diharapkan pembangunan sektor-sektor tersebut mempunyai nilai positif adalah untuk sektor diusahakan untuk memberi nilai tambah pada bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, kegiatan ekonomi dan sekaligus memberikan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta kesempatan kerja yang semakin luas dan produktif sektor jasa-jasa . Nilai M + S positif artinya bagi penduduk yang pada akhirnya akan Jawa Barat
7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Kuncoro. M, 2000. Ekonomi Pembangunan. Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Kuncoro. M, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kuncoro. M, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga Jakarta. Sambodo, H. 1998. Pergeseran Sektor Primer ke non Primer, Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Antar Daerah Tingkat II di Provinsi Jawa Tengah. Tesis S-2. Fakultas Pertanian, Unibraw Malang. Sjafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Tengah, Prisma, No. 3, 27-28. Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta. Todaro, Michael P, and Stephen C. Smith (2003), Economic Development, Eight Edition, Boston : Addison Wesley.
meningkatkan pendapatan dan permintaan(daya beli) masyarakat. REFERENSI Arsyad, L, 1989. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, 2006, Jawa Barat Dalam Angka, BPS Proinsi Jawa Barat, Bandung Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, 2011, Jawa Barat Dalam Angka, BPS Provinsi Jawa Barat, Bandung. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, 2012 Jawa Barat Dalam Angka, BPS Provinsi Jawa Barat, Bandung. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, 2013, Jawa Barat Dalam Angka, BPS Provinsi Jawa Barat, Bandung. Irawan. 1992, Ekonomika Pembangunan, BPFE, Yogyakarta.
8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA MISKIN PENGRAJIN BATIK DENGAN CANTING ELEKTRIK (Studi Empirik pengarajin Batik di Kecamatan Gunung Pati Semarang) Sri Rahayuningsih Agus Murdiyanto Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNiversitas Stikubank Semarang
[email protected] [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya pemberdayaan wanita dalam mengangkat pendapatan keluarga miskin. Merumuskan model pemberdayaan wanita miskin berbasis pembentukan kelompok ibu-ibu rumah tangga sebagai pengrajin batik menggunakan canting elektrik yaitu : mengangkat profil kegiatan wanita miskin, peran aktif wanita dalam pemberdayaan, mengetahui pendapatan wanita pengrajin batik, mengetahui curahan waktu kerja pengrajin batik, efektifitas penggunaan canting elektrik,keberhasilan pembentukan kelompok. Model penelitian dengan analisis diskriptif kualitatif sampel wanita kelompok pengrajin batik pada kelurahan Jatirejo, Siwarak dan Gunung Pati. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa dampak setelah menjadi Anggota Kelompok Pembatik, sebagian besar sangat menguntungkan yaitu sebanyak 67,35 persen. Kekuatan yang dimiliki wanita miskin adalah ketersediaan waktu, tenaga dan kegigihan mereka bekerja ikut mencari nafkah. Pendekatan partisipasi merupakan langkah pemberdayaan wanita miskin. Pendekatan ini mampu mengajak ibu-ibu rumah tangga berpartisipasi meningkatkan kualitas diri, diyakini sebagai cara yang luwes, namun lebih disesuaikan kondisi di lapangan dengan memperhatikan kondisi, potensi, distribusi dari wanita miskin di perdesaan tersebut. Keyword : Pemberdayaan wanita, Pendapatan Rumah Tangga Miskin, Pengerahan Sumber Daya wanita miskin. Abstract The aim of this research is to know the efforts of woman empowerment in order to raise poor family income. Model of poor woman in based of formation groups of house wifes as batik crafts woman using canting electric formulates some points such as : increasing the profile of poor woman activity, the active role of woman ini empowerment which can increase poor family income, the earnings of batik crafts woman, the work time of batik crafts women, the effectiveness of using electric canting, success formation of crafts woman groups. To get the research model, method descriptive qualitative analysis are used. The result hoped is model of district empowerment woman known at Gunung Pati Semarang, the are Jatirejo, Siwarak and Gunung Pati. Based on descriptive of qualitative analysis. The results of this research are 67,35 percent gain big profit after they became the member of batik crafts woman group. The strengths that poor woman have are availability of time empowerment, also the their persistence to work to get more income. Participation approach is way to empower poor woman. This approach is able to invite housewives to participate in increasing self quality. Beside that, this approach is flexible way because there is no standard procedure. However, it is more adapted with the condition, potential and distribution from poor woman in that village. Keyword : woman empowerment, poor the household income, source utilization poor household batik crafts woman. 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Program pengentasan kemiskinan perlu melibatkan wanita melalui pemberdayaan dengan pemanfaatan sumberdaya perdesaan. Kurangnya akses dan kontrol wanita terhadap sumberdaya sangat berpengaruh terhadap kemiskinan, wanita paling menderita ketika masyarakat mengalami kelangkaan sumberdaya. Sesuai dengan rekomendasi untuk pencapaian pembangunan yaitu meningkatkan peran wanita dalam proses pembangunan. Program pembangunan akan berhasil dengan meningkatkan posisi wanita dalam masyarakat sesuai salah satu pembangunan millennium dengan salah satu indikator pencapaian pada tahun 2015 mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita dan menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup. Objek penelitian yang dilakukan di daerah Kelurahan Gunung Pati yang terletak di pinggiran kota Semarang di tiga kelurahan yaitu kel. Gunung Pati, Siwarak dan Jatirejo banyak dijumpai keluarga miskin telah menekuni sebagai pengrajin batik ciri khas Semarangan dengan menggunakan pewarna alami dari buah mangrove yang dikeringkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya pemberdayaan wanita dalam mengangkat pendapatan keluarga miskin. Merumuskan model pemberdayaan wanita miskin berbasis pembentukan kelompok ibu-ibu rumah tangga sebagai pengrajin batik menggunakan canting elektrik yaitu : mengangkat profil kegiatan wanita miskin, peran aktif wanita dalam pemberdayaan, mengetahui pendapatan wanita pengrajin batik, mengetahui curahan waktu kerja pengrajin batik, efektifitas penggunaan canting elektrik,keberhasilan pembentukan kelompok. Pembentukan kelompok - kelompok pengrajin batik diusahakan dengan pemberian pelatihan dimana diawali di kampong Malon dimana ibu-ibu diawal memperoleh modal untuk pembelian kain mori dan perangkat pembatikan dengan cara mengumpulkan uang dari hasil penjualan barangbarang tidak berharga.
PENDAHULUAN Dalam keluarga miskin, pada umumnya seluruh sumber daya manusia dikerahkan untuk memperoleh penghasilan, sebagai upaya pemenuhan pokok sehari – hari. Keluarga miskin menganggur merupakan sesuatu yang mahal, karena menjadi beban tanggungan anggota rumah tangga lain. Mereka membutuhkan pekerjaan dan bersedia melakukan pekerjaan apapun, terutama sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian tertentu, mudah untuk dimasuki, luwes dan tidak membutuhkan modal yang besar. Kriteria garis kemiskinan di perdesaan mendasarkan pada pendapatan per kapita per tahun setara beras, Kemiskinan dibedakan paling miskin apabila pendapatan per kapita per tahun setara 240 kg atau kurang, miskin sekali apabila pendapatan per kapita tahun terletak antara 240 kg hingga 360 kg beras dan miskin apabila pendapatan per kapita per tahun lebih dari 360 kg beras tetapi kurang dari 480 kg beras. Apabila penduduk memiliki pendapatan per kapita per tahun lebih dari 480 kg beras termasuk tidak miskin. Berkaitan dengan pengerahan sumber daya ekonomi yang dimiliki rumah tangga miskin, maka telah menuntut wanita sebagai istri dapat menopang ketahanan ekonomi keluarga. Kondisi demikian merupakan dorongan yang kuat bagi wanita untuk bekerja diluar rumah. Dalam beberapa tahun terakhir keterlibatan wanita pada sektor publik menunjukkan angka yang terus meningkat.Hal ini menunjukkan bahwa motivasi wanita untuk bekerja di sektor publik semakin tinggi. Dari total populasi 112 juta jumlah pekerja di Indonesia (data Badan Pusat Statistik tahun 2012), saat ini ada 43 juta pekerja wanita yang membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Itu artinya, jumlah pekerja wanita hampir sama besarnya dengan pekerja laki-laki. Yang lebih penting, pada saat yang sama wanita juga menemukan kebebasan untuk tetap menjalankan perannya sebagai ibu. 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Dengan latar belakang seperti tersebut di atas, maka dalam penelitian ini ingin mengetahui upaya dan model pemberdaayaan yang dilakukan oleh kelompok pengrajin batik pengguna canting elektrik dan menguji teori tentang kemiskinan oleh Stoler (1982) dan Sayogja (1984) yang mengatakan bahwa wanita mencari sumber pendapatan di luar pertanian dengan bekerja seadanya sebagai buruh, rata-rata dengan upah sangat rendah. Penelitian ini mengambil topik : “upaya peningkatan pendapatan rumah tangga miskin kelompok pengrajin batik dengan canting elektrik (studi empirik pada kelompok pengrajin batik di kecamatan gunung pati semarang)
Mengkaji tentang peran aktif wanita dalam rumah tangga, maka kita bahas tentang analisis gender dalam kegiatan ekonomi yaitu dengan pemahaman tentang Gender Ineequity. Pemahaman Gender Ineequity Gender diartikan merupakan konstruktsi sosialkultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminisme. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi maskulin dan feminim. Secara realitas sosial menunjukkan bahwa pembagian peran berdasarkan gender melahirkan keadaan yang tidak seimbang, di mana wanita menjadi tersubordinasi oleh laki-laki yang disebut sebagai ketimpangan gender. Analisis gender dalam kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari analisis tentang keluarga. Ekonomi dan keluarga merupakan dua lembaga yang saling berhubungan sekalipun tampak keduanya terpisah satu sama yang lainnya (Gender Ineequity) mengacu pada ketidakseimbangan pada akses ke sumber-sumber yang langka dalam masyarakat. Sumber yang penting yang ada di masyarakat ini antara lain meliputi kekuasaan atas material, jasa, prestise, peran dalam masyarakat, kesempatan memperoleh pekerjaan dan sebagainya. Pendapat tentang ketimpangan gender ini tampaknya kurang memperhatikan aspek sosial budaya yang mengkontruksi terjadinya ketimpangan tersebut.
Pengertian pemberdayaan Memaknai pemberdayaan masyarakat yaitu upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial. Kemampuan dan kemandirian wanita dikaitkan dengan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki-laki dan wanita dalam ekonomi, politik, sosial dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa (Budiman, 1984;Fakih, 1996;Megawangi 1999), sehingga upaya pengentasan wanita dapat dilakukan. Upaya mengentaskan kemiskinan sesuai dengan program Bank Dunia dalam World Development Report (2000) dilakukan melalui tiga strategi pengentasan kemiskinan antara lain : (1) Memperluas kesempatan (promoting opportunity) kegiatan ekonomi masyarakat miskin. (2) Memperlancar proses pemberdayaan (facilitating empowerment) dengan pengembangan kelembagaan untuk masyarakat miskin dengan penghapusan hambatan sosial bagi pengentasan kemiskinan. (3) Memperluas dan memperdalam jaring pengaman (enhancingsecurity) agar masyarakat miskin memiliki kemampuan dalam pengelolaan risiko efek negative dari penguatan kebijakan stabilitas makro ekonomi.
Pekerja Wanita dan Motivasi Kerja Wanita mempunyai potensi dalam memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga, khususnya rumah tangga miskin. Dalam rumah tangga miskin anggota rumah tangga wanita terjun ke pasar kerja untuk menambah pendapatan rumah tangga yang dirasakan tidak cukup. Peningkatan partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi karena adanya perubahan pandangan dan sikap masyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum wanita dan pria, makin disadarinya perlunya kaum wanita ikut berpartisipasi dalam pembangunan, adanya kemauan wanita untuk bermandiri dalam bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dari orang-orang 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
yang menjadi tanggungannya dengan penghasilan sendiri. Kemungkinan lain yang menyebabkan peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja yang bisa menyerap pekerja wanita, misalnya munculnya kerajinan tangan dan industri ringan. Wanita mempunyai potensi dalam memberikan kontribusi dalam memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga, khususnya rumah tangga miskin.Dalam rumah tangga miskin anggota rumah tangga wanita terjun ke pasar kerja untuk menambah pendapatan rumah tangga yang dirasakan tidak cukup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariun (2004) menunjukkan dari 53,44 persen wanita yang bekerja, 72,79 persen adalah pekerja tetap, artinya perempuan mempunyai kepastian dalam memperoleh pendapatan. Yuniarti dan Haryanto (2005) pendapatan para pekerja wanita pada industri sandang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan keluarga.Kontribusi wanita dapat dikatakan sebagai katup pengaman (savety valve) atau penopang bagi rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Wanita Indonesia terutama di perdesaan sebagai sumber daya manusia cukup nyata partisipasinya khususnya dalam memenuhi fungsi keluarga dan rumah tangga bersama pria. Beberapa hasil penelitian menunjukkan peran serta wanita dalam berbagai industri di beberapa daerah cukup besar dan menentukan, dengan pengelolaan usaha yang bersifat mandiri (Lestari, dkk:1997).Potensi yang dimiliki wanita untuk menopang keluarga memang cukup besar. Namun demikian wanita tidak menonjolkan diri atau mengklaim bahwa mereka menjadi penyangga utama ekonomi keluarga. Temuan penelitian yang dilakukan oleh wibowo (2002) pada pedagang tradisional di Semarang menunjukkan bahwa kaum wanita pedagang tetap tidak ingin menonjolkan diri atau mengklaim bahwa aktivitasnya sebagai pedagang adalah utama (pokok), melainkan hanya sekedar mendukung kegiatan suami, walaupun tidak menutup kemungkinan penghasilan mereka jauh lebih besar daripada apa yang diperoleh oleh suami mereka.
Wanita dan Kegiatan Sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat interaksi antara keluarga merupakan bagian yang sangat penting. Hubungan antara anggota keluarga dalam kehidupan bermasyarakat dalam bentuk seperti pertemuan rukun tetangga (RT.) Dasa wisma, pertemuan yang bersifat keagamaan seperti tahlilan, kelompok pengajian merupakan hal yang dipandang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pertemuan - pertemuan dalam rangka kehidupan sosial bermasyarakat tentunya akan merupakan suatu bentuk penyisihan tersendiri bagi seseorang yang harus mencari nafkah jauh dari tempat tinggalnya. Bagi keluarga yang relatif miskin, seringkali wanita sebagai ibu dituntut untuk juga bekerja. Bagi wanita yang bekerja seperti ini tentunya pengaturan waktu akan sangat penting sekali antara bekerja dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Pendapatan Keluarga Wanita. Sumber utama pendapatan bagi pekerja wanita adalah upah dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lain yang diperoleh oleh pekerja. Sebagaimana diketahui regulasi pemerintah untuk mengatur UMR, tetapi kondisi demikian tentunya akan sangat sulit diterapkan pada industri-industri kecil atau menengah di mana jam kerja dalam sehari masih jauh di bawah standar jam kerja. Upah dalam industri kecil atau menengah semata-mata mengandalkan mekanisme harga. Pekerja wanita di industri kecil dan menengah di kota akan membandingkan dengan upah yang diterimanya sebagai pekerja pada sektor lain pada wilayah opportunity pada pekerja wanita tersebut. Beberapa penelitian seperti Ardjani (2003) di IRT sandang merupakan persepsi pekerja terhadap upah pada wilayah opportunity pekerjaan itu sendiri. Upah yang diperoleh pekerja IRT pada IRT sandang menunjukkan lebih tinggi dibandingkan dengan upah yang diperoleh pada IRT bidang lain, walaupun belum sangat meyakinkan tetapi merupakan suatu surprise. Seperti yang dikatakan oleh Ardjani (2003) menemukan bahwa 20,7 persen menyatakan IRT 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
lebih tinggi, 63 persen menyatakan sama saja dan hanya 16 persen yang menyatakan lebih kecil upah yang mereka terima dari IRT dibandingkan dengan upah buruh industri yang sama yang diintervensi pemerintah. UMR di tahun penelitian Rp. 1.350,per hari. Rata-rata penerimanaan IRT sandang di Bali untuk border, konveksi dan tenun adalah Rp.8.786,- - Rp. 11.180,- dan Rp. 10.175,- per minggu. Harga beras Rp.500,- per kilogram pada saat penelitian.
formal dan sektor informal. Sektor formal diasosiasikan dengan usaha baik kecil, menengah maupun besar yang memiliki badan hukum dan menjadi bagian dari sistem ekonomi formal. Sektor informal adalah sektor ekonomi yang ditandai dengan ketiadaan badan hukum serta ruang gerak yang di luar kerangka aturan yang legal. Usaha sektor informal adalah usaha mikro dan juga usaha kecil (Binaswadaya, 2002). Subarsono (1996) mengemukakan karakteristik sektor informal adalah (a) Sektor informal ini mudah dimasuki, (b) Tidak memerlukan ijin untuk beroperasi, (c) Menggunakan tekhnologi sederhana dan padat tenaga kerja, (d) Tidak akses keinstitut keuangan formal, (e) Beroperasi dalam skala kecil biasanya milik keluarga, (f) Unit usahanya tidak teroganisir, (g) Kesempatan kerja di sektor ini tidak terproteksi sebab tidak diatur oleh peraturan pemerintah. Haryanto (2000) mengemukakan, mengapa seseorang memasuki informal ? Ada faktor yang menyebabkan sektor informal muncul, misalnya karena proses memperoleh kesempatan untuk memasuki sektor formal ternyata memerlukan biaya transaksi yang terlalu tinggi bagi sebagian besar masyarakat urban dan rural. Motif usaha seseorang masuk sektor informal adalah alasan ekonomi (Winarno, 1996). Sektor informal saat ini semakin berkembang, sebagian akibat dari keterpurukan sektor formal, banyak angkatan kerja yang terpental dari sektor formal (Wahyudi, 2001). Sektor informal telah mampu telah mampu menjadi katup pengaman bagi perkembangan angkatan kerja yang setiap tahun terus mengalami peningkatan (Haryanto, 2000). Peran sektor Informal sebagai basis ekonomi kerakyatan di beberapa kawasan kota besar memegang fungsi strategis sebagai sektor resccue dan penyangga yang menyelamatkan subsitensi sebagian besar penduduk yang hidup di bawah urban stress (Wahyudi, 2001)
Sektor Informal Sektor informal merupakan unit usaha yang berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya sendiri. Sektor informal ini sering disebut juga dengan aktivitas informal, kesempatan kerja yang diciptakan (self employment), ekonomi di bawah tanah (underground economy), causal work, shadow economy (Suharsono, 1996) Menurut Tobin (2002) umumnya yang terlibat dalam sektor informal adalah berpendidikan rendah, miskin tidak terampil dan kebanyakan para migran, kurang mampu mengartikulasikan dan menetapkan kebutuhannya. Karena itu cakrawala mereka terbatas untuk memberi kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan langsung bagi dirinya sendiri, tidak memaksimasi keuntungan (profit).Berkaitan dengan memaksimasi keuntungan (profit) tidak selamanya benar, sebab sebagian besar sektor informal ternyata mempunyai falsafah profit motive (Effendi, 1997). Aktivitas sektor informal ditandai dengan : (1) mudah untuk memasuknya, (2) bersumber pada sumber daya local. (3) Usaha milik sendiri, (4) operasinya dalam skala kecil, (5) Padat karya dan tekhnologinya bersifat adaptif, (6) Ketrampilan diperoleh dari luar sistem sekolah, (7) Tidak tersentuh langsung oleh regulasi pemerintah, (8) Pasarnya bersifat kompetitif (Gilbert dan Glugler; 1996: 96). Perspektif pelaku ekonomi dapat dibedakan kedalam dua kelompok besar, yaitu sektor usaha
Penelitian terdahulu 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
a. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erna Sofyan (2004) menyatakan bahwa Perubahan sosial menuju ke mitra sejajaran gender di awali dengan proses industrialisasi dan kemajuan teknologi informasi dengan fenomena meningkatnya jumlah wanita yang bekerja di luar rumah melalui pengarahan Pemerintah diharapkan wanita akan lebih banyak berpartisipasi dalam pembangunan dengan tujuan utama memberdayakan wanita tidak saja untuk masa kini tetapi juga untuk masa mendatang agar dapat berperan serta aktif dan mengefektifitaskan dalam pembangungan yang berkelanjutan. b. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hastuti dan Dyah Respati (2008) mengatakan bahwa perempuan miskin kurang mendapat prioritas peningkatan kualitas sumber daya manusia, pendidikan dan pendapatan relative rendah, kurang memiliki kesempatan akses kontrol terhadap sumberdaya. Sumberdaya perdesaan meliputi lahan, hutan, modal, infrastruktur serta barang berharga dan rumah. Diperlukan model pemberdayaan perempuan miskin dengan memperhatikan keterlibatan perempuan agar secara aktif mampu berpartisipasi dalam pemanfaatan sumberdaya perdesaan dengan penguatan perempuan miskin merupakan inti pemberdayaan perempuan diberi kesempatan setara dengan laki-laki dalam pemanfaatan sumberdaya di perdesaan. c. Penelitian yang dilakukan oleh Sugeng Haryanto (2008) terhadap wanita pemecah batu mengatakan bahwa pendapatan yang diperoleh oleh pekerja wanita tersebut menurut mereka dirasakan sudah cukup, kontribusi pendapatan pekerja wanita terhadap pendapatan suami cukup signifikan, pendapatan pemecah batu juga merupakan pendapatan keluarga. Penggunaan pendapatan merupakan penggunaan atau belanja untuk kebutuhan keluarga. Penggunaan untuk kebutuhan keluarga tersebut antara lain untuk mencukupi kebutuhan pokoknya. Para wanita pemecah batu ini rata-rata bekerja sebagai pemecah batu sehari selama 5 sampi dengan 8
jam (73,33 persen). Namun demikian waktu yang dialokasikan tersebut relatif fleksibel. Populasi dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini adalah wanita pengrajin batik dengan canting elektrik di Kelurahan Gunung Pati, Kecamatan Gunung Pati Semarang brumlah 55 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu metode dengan suatu kriteria khusus yaitu berjenis kelamin wanita yang masuk dalam kelompok pengrajin batik pengguna canting elektrik dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah data primer, yang berupa data penduduk yang ikut dalam program pemberdayaan wanita di perdesaan tersebut yaitu di Kelurahan Gunung Pati Kecamatan Gunung Pati Semarang, waktu bekerja, kegiatan sosial kemasyarakatan, pendapatan dari pengrajin dan pengelolaan lahan ladang yang dimilikinya, pendapatan seluruh keluarga, jumlah anak dan datadata lainnya. Definisi Operasional Variabel (1)Penduduk miskin adalah rata–rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. (2).Pekerja wanita adalah wanita bekerja sebagai pekerja pengrajin batik mangrove di daerah Kelurahan Gunung Pati, Siwarak dan Kandri di Kec. Gunung Pati Semarang. (3)Peran aktif wanita adalah curahan waktu rata-rata per hari wanita bekerja sebagai pengrajin batik mangrove untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk rupiah.(4).Rumah tangga miskin adalah yang digunakan indikator rumah tangga penerima (Jamkesmas atau penerima beras raskin pemerintah). (5)Profil gender pada skala mikro adalah meliputi profil kegiatan laki-laki dan wanita, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya perdesaan.(6)Analisis dampak situasi gender dan analisis program adalah dampak yang dirasakan bagi wanita miskin dari 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
penerapan dan penguatan program pemberdayaan wanita melalui pembentukan kelompok-kelompok pengrajin batik.
yaitu sebanyak 67,35%, cukup menguntungkan sebanyak 20,41%. Hal ini karena sebagian besar anggota kelompok yang benar-benar rajin akan merasakan dampak dari penghasilan yang mereka terima sebagai pengrajin batik sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya, namun sebaliknya
Teknik Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan penalaran logis. Data temuan lapangan disusun secara sistematis yang menunjukkan bagaimana peran aktif wanita dalam peningkatan ekonomi rumah tangga dengan membentuk sebuah model pemberdayaan wanita.
karena mereka yang tidak rajin dan tidak mau serius, maka akan mendapatkan upah kecil sehingga tidak berdampak pada penambahan penghasilannya. Wanita miskin dari setiap daerah mempunyai masalah yang sama, seperti yang ditemukan dari hasil penelitian ini. Secara umum mereka menghadapi masalah yang sama pula. Yaitu tingkat hidup yang rendah dan jumlah keluarga yang relatif besar, pengetahuan dan keterampilan yang sangat terbatas dan tertinggal dalam usaha, kurangnya sikap positif terhadap kemajuan baik karena adat, agama, maupun kebiasaan hidup. Ikut sertanya wanita pada umumnya dalam pembangunan berarti pula memanfaatkan sumber daya manusia dengan potensi yang tinggi. Dalam pekerjaan sebagai pengrajin batik yang tergabung dalam kelompok pemberdayaan wanita dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, hal ini tercermin dari jawaban mereka bahwa mereka rata-rata menerima penghasilan sekitar lima ratus ribu rupiah perbulan, atau bahkan lebih apabila terdapat banyak pesanan batik.
Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini diuraikan secara lengkap hasil penelitian yang terdiri atas gambaran karakteristik responden dan kemudian berdasarkan hasil penelitian tersebut dilakukan pembahasan pembuatan model pemberdayaan wanita. Pendapatan Sebagai Pengrajin Batik untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga. Tanggungan keluarga, sebagian besar jumlah tanggungan keluarga terbanyak yaitu dengan tanggungan keluarga 3 sd 5 orang sebanyak 75,60%, sebagian besar responden tidak mengikuti program BPJS sebanyak 79,60%, Upah atau pendapatan yang mereka terima, sebagaian besar upah yang mereka terima dibawah UMR per bulan sebanyak 61,23%. Dampak setelah menjadi Anggota Kelompok Pembatik, sebagian besar sangat menguntungkan Peran Aktif wanita dalam Pemberdayaan Dapat Meningkatkan Keluarga Miskin. Wanita miskin perdesaan umumnya bersifat sangat tertutup, sehingga pemberdayaan untuk mereka membutuhkan kesabaran dan pendekatan secara personal / kelompok yang dilakukan secara intens serta melalui suasana informal. Sesuai hasil penelitian bahwa keterlibatan wanita miskin perdesaan dalam pemberdayaan ekonomi keluarga yang rata-rata pekerjaan adalah dari ibu rumah tangga adalah 67,30%, dengan pendapatan yang dihasilkan oleh
wanita miskin dari kegiatan ekonomi produktif disektor informal sebagai pengrajin rata-rata jumlah pendapatan sebagai pembatik/minggu per bulan sebesar Rp. 400.000,- sebanyak 40,81%, pendapatan Rp.800.000,-sebanyak 22,44%, pendapatan Rp.1.200.000,- sebanyak 20,41%, pendapatan Rp.1.600.000,- sebanyak 12,24%, pendapatan Rp. 2.000.000,- sebanyak 4,08%. Hal ini karena sebagaian ibu rumah tangga merasakan manfaatnya dengan ikut bergabung sebagai pembatik, sehingga dapat menambah pendapatan keluarga, namun hal ini juga mengalami pasang surut karena tergantung 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dari order atau permintaan pasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita mempunyai posisi sentral dalam ekonomi keluarga, maka wanita miskin perdesaan perlu diberikan upaya-upaya pemberdayaan wanita melalui : (1). Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya pelatihan bagi para ibu rumah tangga dalam rangka peningkatan keterampilan kerja para wanita miskin, (2) Wanita miskin perdesaan terbukti mampu memberi kontribusi yang cukup memadai terhadap pendapatan keluarganya, untuk itu diharapkan agar Pemerintah Daerah lebih memperhatikan kelompok wanita tersebut berupa pemberian bantuan permodalan dengan bunga rendah yang selama ini belum pernah mereka terima, agar dapat berwirausaha di luar sektor pertanian khusus pada masa jeda yaitu antara musim hujan dan musim kemarau (sesudah panen) sesuai keterampilan yang mereka miliki, (3)Menggalakkan sektor-sektor produktif serta membantu didalam pemasaran produk. Peran Aktif Wanita Pengrajin Batik mengalokasikan Waktu Sebagai Peran Ganda Wanita. Pemberdayaan Keluarga miskin, dalam penelitian ini masalah kemiskinan perdesaan, mengindentifikasi rumah tangga miskin di daerah perdesaan umumnya adalah petani pemilik lahan pertanian sempit yang sering kali menghuni lahanlahan marginal dimana hasil produksi pertanian yang ada tidak mencukupi. Selain itu terbatasnya pelayanan produksi, ketidak efisienan pasar bagi hasil pertanian mengikat mereka dalam rendahnya kemampuan menabung. Selanjutnya kelangsungan hidup mereka tergantung pada pekerjaan musiman yang tidak pasti, sehingga bahwa akibat kemiskinan yang diderita, sebuah rumah tangga menjadi rapuh, mudah terserang penyakit, status ekonomi dan sosio kulturalnya tidak kunjung dapat ditingkatkan, sehingga keluarga ini menjadi lebih miskin lagi karena banyak harta miliknya yang terjual atau tergadaikan. Pemberdayaan Ekonomi melalui Kewirausahaan dan Pemberdayaan lebih terkait
pendekatan dari bawah keatas (bottom-up) daripada pendekatan dari atas kebawah (top down). Faktor Usia apakah Mempengaruhi dalam Pemberdayaan wanit Pengrajin Batik Peran aktif wanita perdesaan dalam penelitian bisa dilihat dari faktor usia yaitu sebagian besar usia responden terbanyak adalah di usia 36-40 tahun 24,50% dan usia 21-25 tahun sebanyak 22,40%, usia >40 tahun sebanyak 11 orang yaitu 22,40%, usia 31-35 tahun yaitu 20,40%, usia 26-30 tahun yaitu 10,20%, usia < 20 tahun tidak ada. Karena itu, salah satu jalan untuk meningkatkan kesejahteranan hidup masyarakat miskin perdesaan yang dapat dilaksanakan adalah mengikut sertakan wanita dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan produktif melalui pendekatan kewirausahan. Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pengrajin batik yang tergabung dalam kelompokkelompok tersebut didominasi oleh wanita berusia 36-40 tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa dari faktor usia sebetulnya tidak berpengaruh terhadap tingkat produktifitas selama mereka masih mampu dan mempunyai minat dalam menekuni usahan untuk menambah penghasilan keluarga. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Pemberdayaan Perempuan Miskin Perdesaan dalam meningkatkan taraf hidup keluarga ada lima faktor yang saling berhubungan yang berpengaruh dalam pemberdayaan wanita yaitu (1) Kesejahteraan,(2) Akses sumberdaya, (3) Partisipasi, (4) Kesadaran kritis dan (5) Kontrol. Apapun upaya yang akan dilakukan dalam memberdayakan wanita sudah semestinya mencakup kelima hal diatas, termasuk dalam pengembangan lembaga keuangan mikro sebagai salah satu sumber daya ekonomi bagi mereka. Tujuan Pemberdayaan wanita Miskin melalui kewirausahaan adalah untuk meningkatkan tarafhidup keluarga serta meningkatnya partisipasi termasuk kelompok wanita dalam proses pembangunan. Pendidikan mempengaruhi dalam Pemberdayaan Wanita Pengrajin Batik. 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Pendidikan bisa dikatakan sebagai faktor yang mempengarahi dalam pemberdayaan wanita pengrajin batik,walaupun tidak harus yang berpendidikan tinggi, minimal yang bisa membaca dan menulis dan pernah duduk di bangku sekolah. Dari hasil penelitian sebagian besar pendidikan responden yang tergabung dalam kelompok pengrajin adalah lulusan SLTA. 38,70%), lulusan SLTP sebanyak 28,60%, lulusan SD sebanyak 20,40%, tidak tamat Pendidikan, sebagian besar pendidikan responden adalah lulusan SLTA adalah 19 orang (38,70%), lulusan SLTP sebanyak 14 orang (28,60%), lulusan SD sebanyak 10 orang (20,40%), tidak tamat SLTP sebanyak 4 orang, tidak tamat SD sebanyak 2 orang (4,10%), Hal ini karena data responden dari faktor usia dan faktor pendidikan dikaitkan bahwa dari faktor usia produktif sebanyak 11 orang dari lulusan SLTA dan sisanya 7 orang dari berbagai usia. Kita menyadari bahwa dari pendidikan tersebut kita dapat melakukan beberapa langkah dalam upaya pemberdayaan wanita kelas marginal ini yaitu melalui : (a) Penyadaran kritis tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warganegara, dan peran wanita dalam pembangunan, (b) Mencerdaskan wanita perdesaan, agar menyadari potensi dan kelemahan mereka dan lingkungannya, menyangkut kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan serta kesehatan dan pendidikan) dan hak mereka dalam partisipasi pembangunan di daerahnya, serta menjadikan mereka mampu menemukan alternatif solusi yang dapat direalisasi, (c) Memberikan ruang dan kesempatan bagi partisipasi wanita dalam setiap tahap pelaksanaan program (perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelestarian), (d)Menjadikan wanita seorang wirausaha yang handal serta mandiri, (e)Wanita miskin perdesaan umumnya bersifat sangat tertutup, sehingga pemberdayaan untuk mereka membutuhkan kesabaran dan pendekatan secara personal / kelompok yang dilakukan secara intens serta melalui suasana informal, (f) Perlu pemetaan dan pemahaman kondisi sosial kultural terlebih dahulu secara umum, sebelum Fasilitator mulai melakukan komunikasi intensif dengan wanita
perdesaan, karena umumnya perilaku mereka sangat terikat sosio kultural yang ada. Alih Proses Pembuatan Batik Menggunakan Canting Elektrik Bisa Cukup Efektif dan Efisien Hasil penelitian yang telah dilakukan pada kelompok pengrajin batik pengguna canting elektrik diketahui bahwa manfaat penggunaan canting elektrik, sebagian besar merasakan bermanfaat.Hal ini karena penggunaan canting elektrik sangat efektif dan efesien karena menghemat biaya pembelian bahan bakar minyak tanah yang sangat langka dan mahal untuk memanaskan lilin sebagai bahan dasar membatik, dimana satu adaptor canting elektriknya ada 4 buah canting yang bisa digunakan bersama. Namun dalam penggunaan canting tradisional yang digunakan secara manual masih digunakan, disini ada kelebihan dan kelemahan dari masing-masing alat ini. Pemberdayaan Wanita dengan Membentuk Kelompok Model Pemberdayaan Wanita Miskin Perdesaan melalui Pengembangan Kewirausahaan untuk meningkatkan taraf hidup keluarga. Keterampilan untuk berusaha akan diarahkan pada peningkatan keterampilan yang dimiliki guna dicetak menjadi wirausaha yang handal. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan penghasilan keluarga yaitu dengan membentuk kelompok usaha pengrajin batik yang diawali dari kampong Malon di kelurahan Gunung Pati, ketua kelompok memberikan pendidikan dan pelatihan pembatikan menggunakan canting elektrik dan penggunaan pewarna buah mangrove yang ramah lingkungan. Ketua kelompok mendapat pendampingan dari Disnaker dalam pemberian pelatihan, dan sering mengadakan pameran di eventevent pagelaran home industry dan event-event produk sandang. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa dampak setelah menjadi Anggota Kelompok Pembatik, sebagian besar sangat menguntungkan 67,35%. Hal ini karena sebagian besar anggota kelompok yang benar-benar rajin akan merasakan dampak dari penghasilan yang mereka terima 9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
sebagai pengrajin batik sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. Disini Pemberdayaan wanita miskin perdesaan menyangkut pada persoalan bagaimana upaya pemberdayaan wanita miskin perdesaan melalui kewirausahaan yang dilakukan dapat menjamin para pelaku ekonomi rakyat memperoleh apa yang menjadi hak mereka, khususnya kesejahteraan dan taraf kehidupan yang layak. Dengan model pemberdayaan kewirausahaan melalui pendekatan kelompok dan kedepannya ada diversifikasi usaha diharapkan para wanita miskin akan dapat
meningkatkan kesejahteraan keluarganya dengan menjadi seorang wirausaha. Upaya Pengentasan Kemiskinan melalui Program Merancang Pemberdayaan, Mengembangkan Model, Implementasi dan Penguatan Pemberdayaan wanita miskin melalui program perancangan dilangkah awal dilakukan, kemudian bagaimana mengembangkan model dan melakukan Implementasi program pemberdayaan serta elakukan penguatannya bisa dilihat pada gambar 2 yang merupakan hasil temuan di lapangan adalah sebagai berikut :
PENGENTASAN KEMISKINAN Program merancang Pemberdayaan
Mengembangkan Model
Pendampingan Mitra Usaha
Manajemen Usaha Kecil
Penguatan
Implemenasi
Gambar 2, Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Upaya Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan hasil temuan di lapangan kemiskinan (poverty trap). Peningkatan posisi tawar, keterampilan dan pengetahuan, akses terhadap sumberdaya menjadi tujuan pemberdayaan wanita miskin. Langkah yang dilakukan adalah sebagi berikut : Perencanaan/ Program Merancang Pemberdayaan yaitu dengan mencari informasi di kelurahana dan melakukan pemetaan kepada sasaran kelurahan yang mayoritas masih dibawah garis kemiskinan, kemudian melakukan kerjasama dengan pihak kelurahan yang diteruskan ke Rukun Warga dan Rukun Tetangga untuk membentuk kelompokkelompok. Mengembangkan Model Pemberdayaan melalui diskusi kelompok di perdesaan dengan berbagi informasi dan konsultasi untuk menggali persoalan yang dihadapi dalam pemberdayaan
Pemberdayaan wanita miskin disini adalah sebagai upaya meningkatkan kualitas wanita miskin agar mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya dibekali semangat untuk menjadi wanita yang mandiri mengikuti pendidikan dan pelatihan pembatikan yang kemudian mereka menggabungkan diri dalam kelompok tersebut untuk melakukan wirausaha pengrajin batik menggunakan canting elektrik dan pewarna buah mangrove. Kemiskinan dan ketidakberdayaan wanita menjadi fokus kajian agar mampu meningkatkan kesejahteraan. Model pemberdayaan wanita miskin berbasis pemanfaatan sumberdaya manusia sebagai upaya pengentasan kemiskinan merupakan satu mata rantai yang sulit diputuskan ini dicoba untuk menstimulir agar wanita tidak semakin jauh terperangkap 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
wanita miskin. Melalui kelompok diharapkan dapat menjadi model pemberdayaan wanita miskin yang berwawasan jender dan menjadi model bagi masyarakat luas. Pendekatan partisipasi merupakan langkah untuk pemberdayaan wanita miskin. Pendekatan ini diharapkan mampu mengajak ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri yang belum memiliki pekerjaan agar selalu dapat berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri. Disamping itu pendekatan ini diyakini sebagai cara yang luwes karena tidak harus mengikuti prosedur baku namun lebih disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan memperhatikan kondisi, potensi, distribusi dari wanita miskin di perdesaan tersebut. Manajemen Usaha Kecil bisa dilakukan oleh kelompok-kelompok pengrajin batik yaitu dari hasil modal sendiri, disini modalnya berupa bahan-bahan pembatikan bisa diperoleh dari penjualan barangbarang bekas rumah tangga dijual dan dikumpulkan untuk pembelian bahan-bahan batik serta pinjaman dari koperasi dimana pengelelolaannya bersifat transparan yang diserahkan pada ketua kelompok dan kemudian bisa bergulir kepada kelompokkelompok wanita pengrajin lainnya apabila bisa mendirikan kelompok. Pemasaran produknya bisa melalui on line dan ikut dipameran serta mengandeng pihak-pihak sekolah atau perkantoran yang menggunakan seragam atau uniform baju batik. Implementasi yang digunakan dalam pemberdayaan wanita miskin disini melalui pemberian wawasan pengetahuan tentang wirausaha, dan bagaimana pemberian motivasi diri, kemudian pelatihan pembatikan, Implementasi yang dilakukan dalam pelatihan pembatikan yaitu dengan alat canting tradisional dan diperkenalkan penggunaan canting elektrik, bagi pemula mudah menggunakan canting elektrik, karena tidak mudah meleleh cairan lilin yang menetes di kain, sehingga kalau sudah mahir bisa diperhalus dengan menggunaan canting tradisional. Di sini anggota juga diberikan pelatihan membatik dengan cap, serta pewarnaan dengan pewarna alami yaitu dari buah mangrove serta pewarna sintetis. Hasil pembatikan yang berwarna
cerah biasanya menggunakan pewarna sintetis, namun untuk warna yang cenderung soft alami menggunakan pewarna buah mangrove dan tanaman indigo. Anggota dalam kelompok-kelompok tersebut nanti hasil produksinya diserahkan ke ketua kelompok dan mereka mendapatkan upah berdasarkan berapa lembar kain hasil pembatikannya. Penguatan, dukungan modal menjadi prasyarat penting untuk menggerakkan perekonomian wanita miskin dengan menerapkan sistem bergulir bagi kelompok wanita miskin yang telah berhasil mengembangkan usaha. Usaha produktif dalam pembuatan batik tersebut dengan pendampingan oleh mitra dalam pemberian modal diharapkan menggulir kepada wanita miskin lainnya. Hal ini dilakukan dengan harapan meningkatkan tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap kegiatan yang telah dilakukan dan diharapkan dapat berkelanjutan. Kegiatan-kegiatan pembatikan diharapkan dapat membantu meningkatkan keterampilan wanita dalam pembatikan, dimana kegiatan pelatihan terus menerus dan sudah diketahui hasilnya bisa merangsang ibu-ibu rumah tangga untuk menjadi anggota dalam kelompok tersebut dan nantinya dapat memberikan kesempatan kepada wanita untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif. Pemberdayaan mampu meringankan beban wanita dan memberi alternatif kegiatan untuk peningkatan pendapatan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia. Pemantauan tentang perkembangan melalui laporan rutin dari team leader yang telah dibentuk dalam kelompok-kelompok kerja wanita miskin di ketiga kelurahan sebagai objek penelitian. Berdasarkan hasil pemantauan diadakan evaluasi menggunakan indikator penilaian yang dikembangkan setelah mendapat masukan dari lapangan. Pada tahap ini diperoleh model mantap dari hasil kajian lapangan mengenai kondisi wanita miskin. Ditetapkan tim penggerak untuk kelompok wanita yang telah dibentuk dan sosialisasi serta implementasi model. Pemberdayaan dilakukan dengan diskusi intensif antar anggota kelompok dan pelatihan- pelatihan 11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
yang dikoordinir tim penggerak sebagai fasilitator didamping tim ahli sesuai kesepakatan yang menjadi kebutuhan wanita miskin untuk peningkatan ketrampilan yang telah disepakati bersama. Kekuatan untuk implementasi model berupa ketersediaan sumberdaya manusia dan modal, dimana untuk modal bisa dilakukan pendampingan oleh Koperasi dan Mitra, sedangkan untuk perolehan modal dari bank dengan pinjaman lunak. Kekuatan yang dimiliki wanita miskin adalah ketersediaan waktu, tenaga, dan kegigihan mereka untuk bekerja ikut mencari nafkah. Kendala yang dihadapi adalah keterbatasan modal dan faktor pemasarannya serta tempat yang layak sebagai tempat usaha proses produksi dan tempat yang layak untuk menjual hasil produksinya mengingat wilayah keterjangkauan kurang menguntungkan, karena keterbatasan infrastruktur ekonomi, sosial, komunikasi, transportasi, dan teknologi. Demikian juga kendala yang dimiliki wanita pengrajin ketiadaan mitra dan pendamping yang setiap saat mampu dijadikan tumpuan wanita miskin untuk tukar pendapat / sharing apabila menghadapi kendala dalam melakukan kegiatan setelah selesai program pemberdayaan. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi model adalah menumbuhkan kesadaran pada wanita untuk berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penguatan ekonomi sosial wanita miskin. Kesimpulan Wanita miskin yang tersebar di tiga kelurahan objek penelitian belum banyak memanfaatkan program pemberdayaan melalui pelatihan pembatikan. Wanita miskin yang ingin mengembangkan menjadi wirausaha memiliki kendala keterbatasan modal, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, tidak adanya mitra untuk kelanjutan usahanya yaitu hasil produksinya, demikian juga belum tersedia tempat produksi yang layak, serta akses pemasarannya. Pemberdayaan wanita miskin dalam penelitian ini dilakukan melalui kelompok- kelompok yang difasilitasi ketua yang diambil dari masyarakat setempat melalui
kesepakatan bersama yang memiliki usaha pembatikan untuk kegiatan produktif dengan memperhatikan potensi dan daya dukung sumberdaya tersebut secara berkelanjutan dan berdaya guna. Pemberdayaan melalui penguatan peran wanita miskin secara aktif, peningkatan pengetahuan dan keterampilan diharapkan sebagai sarana penguatan ekonomi sosial dengan lebih berdaya guna merupakan langkah yang perlu dikedepankan dalam pengembangan model pemberdayaan wanita miskin sebagai upaya peningkatan pendapatan Rumah Tangga miskin. Saran
Kepedulian dari Pemerintah bisa mendampingi usaha Kecil dan Menengah Pengrajin Batik di daerah Gunung Pati tersebut untuk mengatasi beberapa kendala yang dihadapi yaitu keterbatasan modal dan faktor pemasarannya serta tempat yang layak sebagai tempat usaha proses produksi dan tempat usaha yang layak untuk menjual hasil produksinya mengingat wilayah keterjangkauan kurang menguntungkan, karena keterbatasan infrastruktur ekonomi, sosial, komunikasi, transportasi, dan teknologi. Mitra sebagai pendamping diambil dari program CSR (Corporate Social Responsibility). Perusahaan membuat suatu model, juga menumbuhkan kesadaran pada wanita untuk berpartisipasi mengikuti pelatihan dan masuk dalam satu kelompok-kelompok produktif tersebut, dengan adanya mitra tersebut bisa sebagai fasilitator untuk tukar pendapat / sharing apabila menghadapi kendala dalam melakukan kegiatan setelah selesai program pemberdayaan. Peneliti selanjutnya adalah lebih bisa menggeneralisasi lebih dalam tentang kemandirian wanita-wanita pengrajin dengan sampel lebih dari 3 kelurahan tersebut dan membuat model pemberdayaan yang lebih komplek dan adaptable. DAFTAR PUSTAKA
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Propinsi Jawa Timur Jurnal Penelitian Ilmuilmu Sosial Vol. 9 No. 1 Februari
Arjani, Ni Luh. 2003. Ketimpangan Gender di Beberapa Bidang Pembangunan di Bali . Jurnal Studi Jender Vol. III No.2 Tahun 2003.
Mariun, N Badrun 2004. Kontribusi Perempuan pada Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin : Studi Kasus di 4 Kabupaten Kota. Warta Demografi Tahun 34 No. 3 Suharsono, 1996. Toward Managing the Informal Sector for Urban Economic Development : government Policy and the Informal Sector. Thesis the Flinder University of South Australia. Adelaide.
Binaswadaya, 2002. Masalah UKM dan Peran LSM. Buletin 19 Februari 2002. Budiman, 1985 Pembagian Kerja secara seksual, Jakarta : Gramedia. Effendi, Abbas, 1997 Transformasi Struktural dan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan. Jurnal Populasi. Vol.8 No.2
Tobing, Erwin 2002. Reorientasi Pembenahan Sektor Informal.
Gilbert, allen dan Gugler, Josef. 1996 Property and Development :Urbanization in the Third World. Terjemahan Anshori. Tiara Wacana Yogyakarta.
Wibowo, B Junianto 2002. Profil Wanita Pedagang Kecil di Tinjau dari Aspek Ekonomi (Studi Kasus pada Tiga Pasar Tradisional di Kota Semarang, Yaitu Pasar Gayam, pasar Damar dan pasar Mangkang). Seri Kajian Ilmiah Vol. 11 No.3
Haryanto, Sugeng, 2008. Peran Aktif Wanita dalam Peningkatan Rumah Tangga Miskin ; Studi Kasus Pada Wanita Pemecah Batu Di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.9, No.2 Desember 2008, hal 216-227
Winarno, Agung. 1996. Profil Usaha Sektor Informal di Jombang. Trisula Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Agama No.1 Pebruari Universitas Darul Ulum Jombang.
Hastuti. Dyah Respati, 2008. Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Berbasis Pemafaatan Sumberdaya Upaya Pengentasan Kemiskin di Perdesaan, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Yuniarti, Sari dan Haryanto, Sugeng. 2005. Pekerja Wanita pada Industri Rumah Tangga (IRT) Sandang dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Kecamatan Sukun Malang. Jurnal Penelitian Universitas Merdeka Malang. Vol. XVII Nomor 2 Tahun 2005.
Lestari, Rahayu Endah, Santoso, Imam. Sulastri, Dwi Rina. 1997 Kontribusi Wanita dalam Agribisnis Gula Semut di Kabupaten Blitar
13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
PENGUJIAN MONETARY MODELS VERSI FLEXIBLE DALAM MENJELASKAN PERILAKU NILAI TUKAR RUPIAH Agus Budi Santosa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Stikubank Semarang Jl. Kendeng V Bendan Ngisor, Semarang
[email protected] Abstract
The Rupiah exchange rate is an economic variable which is very sensitive toward the changes in both economy and non-economy. The stability of Rupiah exchange rate has influenced on macro economic variables and economic stabilities. So it is interesting to make a study/research on it. The research will choose and analyze monetary flexible approach models of Rupiah exchange rate to USA dollars. Analysis method which use in this research is error correction models (ECM). The result of the study is the bet model in determining Rupiah exchange rate. As the evaluation tool of the selected model, it will be held a forecast about Rupiah exchange rate with the selected model. Besides determining the model of Rupiah exchange rate, the other result of the study is the economy policy to manage/stabilize Rupiah exchange rate that can keep the macro economy stability.. Key words : exchange rate , error correction models , economic stability, forcasting
Nilai tukar Rupian pasca sistem mengambang bebas, ditentukan oleh tiga faktor utama. Pertama, ekspektasi jangka pendek pelaku pasar (sentimen pasar) yang sering tercermin pada fluktuasi nilai tukar dalam jangka pendek. Kedua, faktor fundamental meliputi variabelvariabel makro ekonomi, yang didalamnya termasuk permintaan dan penawaran mata uang. Ketiga, struktur mikro valuta asing yaitu kondisi finansial lembaga keuangan bank dan corporate. (Miranda SG dan Doddy Z, 1998).
PENDAHULUAN Beralihnya sistem nilai tukar di Indonesia dari sistem mengambang terkendali (managed floating system) menjadi sistem yang mengambang penuh atau bebas (freely floating system) menyebabkan posisi nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing ditentukan oleh mekanisme pasar. McGregor (2000) mengemukakan : “ ... in a floating rate system, the exchange rate is determined directly by market forces, and is liable to fluctuate continually, as dictated by changing market condition”. Pada saat ini kekuatan pasar semakin “leluasa” dalam menentukan nilai tukar Rupiah, maka perilaku pasar menjadi lebih sulit untuk diprediksi secara langsung. Nilai tukar di pasar uang tidak semata mencerminkan kekuatan permintaan dan penawaran valuta asing untuk memenuhi underlying transaction (transaksi-transaksi pokok), melainkan juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang mempengaruhi ekspektasi pelaku ekonomi yang erat kaitannya dengan unsur ketidakpastian.
Posisi penting penentuan tingkat kurs mengakibatkan munculnya berbagai konsep yang berkaitan dengan model penentuan kurs dalam upaya mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing salah satunya konsep Pendekatan Moneter (Monetary Approach). Pendekatan moneter menekankan bahwa kurs valuta asing sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter mempunyai dua anggapan pokok, yaitu berlakunya teori paritas daya beli dan adanya teori permintaan uang yang stabil dari sejumlah variabel ekonomi agregate. Hal tersebut 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
berarti model pendekatan moneter merupakan pengembangan model permintaan uang dan model paritas daya beli. Menurut pendekatan ini kurs valuta asing dipengaruhi oleh variabel fundamental ekonomi, antara lain jumlah uang beredar, tingkat output riil , tingkat suku bunga, inflasi dan market sentiment (asa pasar).
Dollar As dan Dollar Canada. Hasil riset menyimpulkan bahwa model moneter berkointegrasi dalam jangka panjang dan sangat berguna untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai tukar. Kesimpulan berbeda dikemukakan oleh Smith dan Wikkens (1986) dalam penelitiannya yang kemudian dipublikasikan dalam “An Empirical Investigation Into Cavies of Failure of Monetary Model of Exchange rate” melakukan analisis terhadap validitas model moneter. Obyek penelitiannya adalah valuta Dollar AD dan Deutch Mark Jerman dengan periode penelitian 1973.1 sampai 1982.3. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model moneter tidak valid. Smith dan Wikkens juga memberikan alasan terhadap kegagalan model moneter tersebut, yaitu tidak berlakunya asumsi kondisi paritas daya beli dan terjadinya misspecification pada fungsi permintaan uang.
Pendekatan moneter dibedakan menjadi dua, yaitu versi flexible price dan versi sticky price. Pada versi flexible price terdapat tiga faktor utama yang menjadi dasar model ini yaitu teori kuantitas, harga bersifat luwes (flexible) dan berlakukan konsep paritas daya beli. Sedangkan pada versi sticky price terdapat dua perubahan asumsi, yaitu memasukkan ketegaran harga Keynesian sehingga penawaran uang menjadi variabel endogen dan konsep paritas daya beli hanya berlaku dalam jangka panjang. Dengan mengacu pada pemaparan di atas, peneliti mencoba melakukan penelitian Monetary Approach Models versi sticky dalam menjelaskan perilaku nilai tukar Rupih. Penelitian ini juga melakukan penerapan aplikatif terhadap model yang telah dikembangkan untuk melakukan estimasi (estimation) terhadap nilai tukar Rupiah sehingga dapat diketahui rasionalitas dan ekspektasi pelaku pasar valuta asing dalam menentukan nilai tukar Rupiah.
Pertentangan kedua kajian di atas membawa kepada isu yang menarik dan perlu dilakukan pengujian model moneter versi sticky untuk kasuk nilai tukar Rupiah. Masalah yang akan dipevahkan dalam penelitian ini adalah apakah variabel-variabel dalam Monetary Approach Model versi sticky dapat menjelaskan perilaku nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS?
Frankel (1982) dalam penelitian tentang nilai tukar dengan menggunakan pendekatan moneter, melakukan modifikasi dengan memasukkan variabel financial wealth dalam model. Variabel financial wealth diproksi dengan stock (tambahan income) sebagai variabel transaksi dalam fungsi permintaan uang dalam model moneter. Hasil penenelitian menunjukkan bahwa financial wealth sebaiknya dimasukkan dalam model moneter, selain itu penelitian ini juga mendukung model moneter dalam menjelaskan perilaku nilai tukar. Temuan yang sama juga diperoleh Diamandis, Georgoutos dan Korutos (1996) melakukan pengujian kointegrasi pada model moneter dalam penentuan nilai tukar. Valuta yang menjadi obyek penelitian adalah
TUJUAN PENELITIAN Fluktuasi nilai tukar Rupiah merupakan hal yang pasti dalam pasar valuta asing, dimana penentuan nilai tukar menggunakan sistem mengambang bebas (free exchange rate system). Suatu kondisi dimana nilai tukar Rupiah tidak stabil, dalam arti sangat fluktuatif dan dalam rentang interval yang tinggi, akan berpengaruh negatif terhadap variabel makro ekonomi yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian dengan menggunakan model penentuan nilai tukar Rupiah untuk mengetahui faktor-faktor (variabel) ekonomi apa saja yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar. 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Untuk mendapatkan hasil yang valid dari model penentuan nilai tukar, maka penelitian ini akan menguji Monetary Approach Model versi sticky untuk dapat mengetahui perilaku nilai tukar Rupiah.
neraca pembayaran dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Kedua, menjaga kestabilan pasar valuta domestik sehingga nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk melakukan spekulasi. Ketiga, sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang menetapkan nilai tukar dan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Keempat, sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun mem-peg-kan nilai tukar. (Miranda S Goeltom dan Doddy Zulverdi, 1998 )
KONTRIBUSI PENELITIAN Penjelasan di atas memberikan kesimpulan pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah agar perekonomian secara makro juga stabil. Untuk itu diperlukan suatu model pendekatan nilai tukar Rupiah yang lebih dapat menjelaskan perilaku nilai tukar Rupiah, sehingga dapat ditentukan kebijakan pengolaan nilai tukar Rupiah yang tepat. Dengan mendapatkan model terpilih, maka akan dapat digunakan untuk melakukan estimasi dan peramalan nilai tukar Rupiah, sehingga dapat diketahui faktor-faktor (variabel-variabel) ekonomi dalam model yang berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah dan perkiraan pergerakan nilai tukar Rupiah di masa yang akan datang.
Sistem penentuan nilai tukar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (Camarazza dan Aziz, 1997) a. Sistem Kurs Tetap ( fixed exchange rate ) Dalam sistem ini, nilai tukar suatu valuta terhadap valuta yang lain ditentukan atau “dipatok” pada nilai tertentu oleh Bank Indonesia (Bank Sentral). Nilai tukar suatu valuta di pasar valuta asing sama dengan nilai tukar yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Untuk menjaga agar nilainya tetap, maka Bank Indonesia melakukan intervensi (membeli atau menjual valuta) di pasar valuta asing. Hal yang perlu diperhatikan dari intervensi tersebut adalah kecukupan cadangan devisa yang dimiliki.
Pada tingkat pembuat kebijakan pengelolaan nilai tukar Rupiah, berdasarkan estimasi dan peramalan di atas dapat dijadikan pertimbangan untuk kebijakan stabilisai nilai tukar Rupiah yang pada akhirnya juga menjaga stabilitas perekonomian secara makro. Selain itu, dapat juga digunakan untuk melakukan tindakan hedging untuk meminimalkan resiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar Rupiah.
b. Sistem Mengambang Terkendali (managed floating exchange rate) Nilai tukar valuta dalam sistem ini ditentukan oleh pasar valuta dan band intervention yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, artinya nilai tukar ditentukan oleh pasar (suplly dan demand valuta) tetapi pergerakannya dibatasi oleh rentang intervensi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sebagai konsekuensinya Bank Indonesia harus menjaga supaya nilai tukar berada pada rentang intervensi, apabila nilai tukar bergerak melebihi rentang intervensi yang ditentukan, maka Bank Indonesia akan melakukan intervensi dengan menambah supply valuta sehingga nilainya dapat bergerak kembali dalam rentang intervensi. Sebaliknya bila
TINJAUAN TEORITIS Sistem Nilai Tukar Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal yang penting dalam perekonomian suatu negara, karena sistem nilai tukar merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengisolasi perekonomian suatu negara dari gejolak perekonomian global. Berdasarkan sistem nilai tukar akan dibuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan nilai tukar. Kebijakan nilai tukar mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu : Pertama, mempertahankan keseimbangan 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
nilai tukar berada di bawah rentang intervensi, maka Bank Indonesia akan menambah demand valuta.
peningkatan atau penurunan volume import atau pemabayaran hutang dalam valuta asing. Demikian pula pada kurva penawaran dapat bergeser yang disebabkan karena peningkatan arus investasi asing atau peningkatan/ penurunan eksport. Kedua kondisi tersebut (secara sendiri atau bersamaan) dapat menyebabkan equilibrium nilai tukar berubah, sehingga nilai tukar sering mengalami fluktuasi. Pada metoda ini, fluktuasi nilai tukar disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi neraca pembayaran.
c. Sistem Kurs Bebas (free exchange rate) Istilah lain yang digunakan adalah floating exchange rate, yaitu nilai tukar valuta asing ditentukan oleh pasar berdasarkan kekuatan tarik menarik antara supply dan demand valuta asing. Pada sistem ini Bank Indonesia tidak melakukan campur tangan dalam mempengaruhi nilai tukar (pada kenyataannya sangat sulit). Ada dua pengertian dalam free exchange rate, yaitu : (1) clean float: nilai tukar sepenuhnya dibiarkan bebas tanpa campur tangan dari Bank Indonesia, (2) dirty float : pemerintah ikut serta (relatif kecil ) dalam pasar valuta asing, misalnya dengan mengurangi distorsi.
Equilibrium nilai tukar mengambang penuh, sehingga keseimbangan neraca pembayaran dijaga oleh penyesuaian nilai tukar secara terus menerus. Persamaan nilai tukar dapat diformulasikan : s
Metoda Pendekatan Nilai Tukar
t
= 0 + 1 ( cpi NAFt
t
- cpi*t ) + 2 ( r t - r*t ) + 3
Dalam berbagai literatur mengenai foreign exchange, dijelaskan banyak sekali faktor yang mempengaruhi equilibrium nilai tukar, diantaranya jumlah uang beredar, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pendapatan riil dsb.. Hal tersebut memunculkan adanya beberapa pandangan tentang metoda pendekatan nilai tukar. Metoda pendekatan nilai tukar dibagi menjadi 3 pendekatan yaitu : (Mudrajad, 1996)
b. Pendekatan Pritas Daya Beli ( Purchasing Power Parity Approach )
a. Pendekatan Neraca Pembayaran (Balance Payment Approach )
Teori paritas daya beli mempunyai 2 (dua) pengertian, yaitu absolut dan relatif. Secara absolut, teori ini menyatakan bahwa keseimbangan nilai valuta asing merupakan harga relatif dalam negeri terhadap harga relatif luar negeri. Sedangkan pengertian secara relatif, nilai valuta asing dinyatakan sebagai prosentase perubahan tingkat harga domestik terhadap prosentase perubahan tingkat harga luar negeri. Model pendekatan PPP diformulasikan sebagai berikut :
Konsep dasar metoda Paritas Daya Beli ( PPP ) merupakan teori untuk menghitung nilai tukar valuta asing yang dinyatakan dengan rasio tingkat harga suatu negara dengan negara lain. Asumsi yang digunakan dalam metoda ini yaitu biaya transaksi, tariff, kuota serta hambatan lain dalam perdagangan luat negeri sama dengan nol.
Metoda ini menekankan pada konsep aliran (flow concept), sehingga nilai tukar valuta asing ditentukan oleh aliran permintaan dan penawaran valuta. Semua transaksi atau kegiatan yang menimbulkan permintaan terhadap valuta (misal : import) dicatat pada sisi debet neraca pembayaran, sedangkan yang menimbulkan penawaran valuta (missal : investasi modal asing ) dicatat pada sisi kredit neraca pembayaran. Keseimbangan nilai tukar valuta akan ditentukan oleh perpotongan antara permintaan dan penawaran valuta. Seperti juga pada variabel permintaan lain, kurva permintaan valuta dapat bergeser, ini dapat disebabkan karena
s t = 0 + 1 ( m t - m*t ) + 2 ( y t - y*t ) + 3 (p t-1 – p*t-1 ) c. Pendekatan Moneter (Monetary Approach) 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Pendekatan Moneter merupakan pengembangan dari pendekatan Paritas Daya Beli dan Teori Kuantitas Uang. Dalam pendekatan ini, faktor-faktor moneter melandasi fungsi permintaan dan penawaran uang yang merupakan penyebab utama dari pergerakan/ fluktuasi nilai tukar. Menurut pendekatan ini, ekuilibrium nilai tukar ditentukan oleh variable : jumlah uang beredar, pendapatan riil, perbedaan tingkat suku bunga dan perbedaan inflasi. Pendekatan Moneter terhadap valuta asing dapat digolongkan menjadi 2 (dua) model, yaitu : versi harga luwes (flexible price monetary model) dan versi harga kaku (sticky price monetary model ).
mengalami penurunan. Sebaliknya, apabila nilai tukar berada di atas keseimbangan, maka nilai valuta domestik akan naik. Sedangkan perbedaan inflasi yang diharapkan akan menyebabkan penurunan nilai tukar valuta yang diharapkan. Model dasar pendekatan Moneter Versi Harga Kaku mengenai nilai tukar dapat dituliskan sebagai berikut : s
t
= (m – m*)t – (y – y*)t + ( + - 1/ ) (r – r*) t + (1/) (e - e* )t
Efisiensi Pasar Valuta Asing Pasar yang efisien, menurut Samuelson dan Nordhaus (Hariadi R, 1998) didefinisikan sebagai pasar dimana seluruh informasi dapat secara cepat dimengerti oleh pelaku pasar dan tercermin dari pembentukan harga pasar. Apabila sebuah pasar valuta asing efisien, maka nilai tukar saat ini akan mencerminkan semua informasi yang tersedia sejalan dengan terbentuknya nilai tukar tersebut.
i. Versi Harga Luwes Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang menjadi dasar dari versi ini, yaitu Teori Kuantitas, keluwesan harga dan konsep Paritas Daya Beli. Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah kondisi keseimbangan pasar, yaitu permintaan uang ( m d ) sama dengan penawaran uang ( m s ). Permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan riil ( y ), tingkat harga ( p ) dan tingkat bunga ( r ), sedangkan penawaran uang adalah given. Model Moneter Harga Luwes sebagai berikut :
Pasar yang efisien, menurut Paul De Grauwe (1996) didefinisikan sebagai pasar dimana seluruh informasi dapat secara cepat dimengerti oleh pelaku pasar dan tercermin dari pembentukan harga pasar. Apabila sebuah pasar valuta asing efisien, maka nilai tukar saat ini akan mencerminkan semua informasi yang tersedia sejalan dengan terbentuknya nilai tukar tersebut. Kondisi efisien tersebut tercermin dari persamaan:
st =(ms-ms*)t -yt+*yt* +rt -*rt* ii. Versi Harga Kaku Dalam pendekatan moneter versi harga kaku, terdapat perubahan 2 (dua) asumsi dengan memasukkan ketegaran harga (Keynesian). Pertama, penawaran uang setiap negara adalah endogen. Hal ini berarti penawaran uang dipengaruhi secara positif oleh tingkat bunga pasar. Kedua, kondisi Paritas Daya Beli hanya berlaku dalam jangka panjang (pada Harga Luwes asumsinya jangka pendek).
E ( S t + 1 - Se t + 1 | t ) = 0 Dimana: S t + 1 = nilai tukar spot Se t + 1 = ekspektasi nilai tukar spot t
Apabila nilai tukar valuta asing pada saat transaksi dilakukan (spot exchange rate) berada di bawah tingkat keseimbangan jangka panjang, maka nilai valuta domestik akan 5
= informasi yang tersedia pada saat – t
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan, bahwa suatu pasar yang efisien tidak memungkinkan adanya tindakan spekulasi. Hal ini disebabkan semua informasi yang berkaitan dengan pembentukan nilai tukar bersifat
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
“sempurna”, sehingga nilai tukar yang terjadi pada waktu yang akan datang akan sama dengan nilai tukar yang diekspektasi. Sejalan dengan konsep tersebut, terdapat 3 (tiga) hipotesa yang digunakan dalam penelitian mengenai efisiensi pasar valuta asing yaitu:
Apabila nilai tukar forward digunakan sebagai unbiased predictor dari nilai tukar spot, maka nilai tukar forward dapat overestimate atau underestimate sepanjang periode tertentu. Pada pasar valuta asing yang efisien, nilai dan frekuensinya relatif sama sehingga totalnya (underestimate dan overestimate ) sama dengan 0 (nol).
1. Random Walk Hypothesis (RWH) Dalam prakteknya semua informasi tidak digunakan oleh pelaku pasar dalam memprediksi nilai tukar. Metode yang paling sedehana yang digunakan untuk ekspektasi adalah Random Walk. Pada metoda ini, nilai tukar spot pada periode yang akan datang hanya dipengaruhi oleh nilai spot sekarang. Persamaannya dapat dituliskan :
3. Composite Efficiency Hypothesis (CEH ) Pada metoda ini merupakan penggabungan dari kedua metoda diatas, sehingga ekspektasi nilai tukar spot mendatang akan dipengaruhi oleh nilai tukar spot sekarang dan nilai tukar forward. Kondisi ini dapat dijabarkan dalam persamaan :
Se t + 1 = 0 + 1 S t + t + 1
Se t + 1 = 0 + 1 S t + 2 F t + t + 1
Dimana:
Dimana :
Se t + 1 = ekspektasi nilai spot satu periode mendatang St
Se t + 1 = ekspektasi nilai spot satu periode mendatang
= nilai tukar spot sekarang
t + 1 = error term Apabila pasar spot effisien maka pasar berperilaku mengikuti random walk dan tidak ada excess profit yang diekploitasi melalui arbitrage.
= nilai tukar spot sekarang
Ft
= nilai tukar forward sekarang
t + 1 = error term Fama (1965) membedakan efisiensi pasar valuta asing menjadi tiga jenis, yaitu:
2. Unbiased Forward Rate Hypothesis ( UFH )
1. Weak Efficiency Market
Metoda ini menggunakan nilai tukar forward sebagai indikator untuk mengukur nilai tukar spot yang akan datang. Persamaan dalam metoda ini adalah :
Pasar efisien bentuk lemah menyatakan bahwa nilai tukar suatu valuta mencerminkan sepenuhnya informasi pada masa lampau. Pada bentuk ini kurs spot merupakan alat prediksi terbaik bagi kurs forward.
Se t + 1 = 0 + 1 F t + t + 1 Dimana : Se t + 1 = ekspektasi nilai spot satu periode mendatang Ft
St
2. Semi Strong Efficiency Market Pada bentuk pasar ini, nilai tukar suatu valuta yang terbentuk pada saat ini mencerminkan sepenuhnya informasi yang di publikasi.
= nilai tukar forward sekarang
t + 1 = error term
3. Strong Efficiency Market. 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Bentuk pasar efisiensi kuat mencerminkan semua informasi yang kemungkinan semua dapat diketahui oleh pelaku pasar.pada bentuk pasar ini, nilai tukar mencerminkan sepenuhnya informasi yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan.
mengenai variabel harga dan nilai tukar valuta asing dengan menggunakan Model Dornbusch Sticky Price. Hasil analisanya menunjukkan, bahwa variabel-variabel dalam Model Dornbusch secara significant mempengaruhi nilai tukar valuta asing Fama (1981 ) melakukan penelitian mengenai Efficiency Market Hypothesis, untuk meregres perubahan nilai tukar pada forward premium. Mata uang yang dijadikan objek adalah Swiss Franc dan US Dollar. Hasil penelitian menunjukkan bahw Pasar valuta Asing tidak efisien, karena point estimate memiliki nilai 0,50 (unbiased hypothesis). Kriteria dikatakan efisien apabila estimate sama dengan 0 (nol).
Studi Pendahuluan Frankel (1986) melakukan uji empiris mengenai hubungan antara jumlah uang beredar, tingkat harga, expected echange rate dan nilai tukar. Studi dilakukan terhadap negara Jerman tentang mata uang Deutch Mark dan US Dollar pada saat terjadi hiperinflasi. Hasil studi menunjukkan bahwa Kebijakan Moneter memainkan peranan yang sangat penting dalam penentuan nilai tukar valuta asing. Artinya, variabel-variabel moneter yaitu jumlah uang beredar dan tingkat harga mempengaruhi pergerakan nilai tukar.
METODE PENELITIAN Variabel-veriabel ekonomi tersebut meliputi : Nilai Tukar Spot Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah, Jumlah Uang Beredar (m) Indonesia dan Amerika Serikat, Pendapatan Domestik Bruto (y) Indonesia dan Amerika Serikat, Indeks Harga Konsumen (cpi) Indonesia dan Amerika Serikat, Tingkat Bunga (r) Indonesia dan Amerika Serikat. Periode penelitian menggunakan rentang waktu 2000.1 sampai dengan 2013.4 dengan data kuartalan. Definisi variable-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut,.
Studi tersebut kemudian dikembangkan oleh Mac Donald dan Taylor (1992) dengan memasukkan Teori Harapan Rasional (rational expectation theory) yang dikembangkan oleh Lucas dan Sargent. Dengan menggunakan pendekatan forward looking, dihasilkan suatu kesimpulan : nilai spot exchange rate dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dan tingkat pendapatan riil. Selain itu, nilai tersebut juga dipengaruhi oleh variabel-variabel harapan (expected spot rate, expected return exchange rate) yang terjadi pada periode berikutntya.
1. Nilai Tukar Spot Nilai tukar suatu valuta (Rupiah) terhadap valuta asing (Dollar AS) yang penyerahannya dilakukan spot .Diukur dengan berapa Rupiah yang diperlukan untuk mendapatkan 1 (satu) Dollar Amerika Serikat.
Putnam dan Wodbury (Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, 1989) melakukan studi empiris terhadap mata uang Pound-Sterling dan US Dollar. Dari hasil estimasi dengan menggunakan level significant 0,05 , disimpulkan bahwa semua variabel yaitu jumlah uang beredar, pendapatan riil dan tingkat bunga secara significant mempengaruhi pergerakan nilai tukar Pound-Sterling terhadap US Dollar.
2. Jumlah Uang Beredar Pengertian jumlah uang beredar dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar dalam arti luas (m 2) , yaitu jumlah uang beredar dalam arti sempit (m1) ditambah dengan demand deposit.
David H Papel (Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, 1989) melakukan penelitian
3. Pendapatan Domestik Bruto 7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Produk Domestik Bruto didefinisikan sebagai keseluruhan nilai barang dan jasa yang mampu dihasilkan masyarakat di suatu negara dalam periode tertentu (1 tahun).
data dengan melihat tingkat signifikansi dengan membandingkan nilai ADF Test Statistik dengan MacKinnon Critical Value, apabila nilai ADF test > Critical Value maka variabel tersebut stasioner. Pengujian menunjukkan nilai ADF test variabel kurs (-3.755841), inflasi (-4.770225), jumlah uang beredar (-7.3192471), GDP (-5.237665) lebih besar dari Critical Value (-2.6048) . (lampiran 1).
4. Indeks Harga Konsumen Merupakan pengeluaran rumah tangga yang diperoleh dari indeks harga perdagangan besar (whole sales price indeks) 5. Tingkat Bunga
Uji Kointegrasi
Tingkat bunga dalam penelitian ini adalah tingkat bunga pasar uang (money market).
Dengan melakukan uji ini dapat diketahui sifat stasioneritas persamaan yang akan diestimasi, sehingga dapat disimpulkan apakah memiliki keseimbangan jangka panjang atau tidak. Dalam analisa ini, uji yang digunakan adalah Uji Kointegrasi Johansen dengan menggunakan 5 ( lima ) asumsi yang ada pada fasilitas Program Eview . Berdasarkan hasil uji Kointegrasi Johansen dengan menggunakan 5 (lima) asumsi maka dapat disimpulkan bahwa hasil tersebut mempunyai konsistensi yaitu terdapat kointegrasi dalam persamaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa persamaan estimasi model moneter versi fleksibel mempunyai konsistensi dalam jangka panjang. (Lampiran 2)
Adapun sumber data diperoleh dari : International Financial Statistics, Laporan Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, dan Biro Pusat Statistik. Metode Analisis Dalam analisis ini digunakan beberapa alat analisis dalam pengujian metode analisis ini digunakan pada estimasi model adalah Error Correction Models (ECM) yang mampu melakukan analisis pada jangka pendek dan jangka panjang. (Darmodar N Gujarati, 1995). Model Dasar Penelitian
Estimasi ECM
Penelitian ini akan mengembangkan model penentuan nilai tukar Monetary Approach Models. Adapun spesifikasi model tersebut sebagai berikut :
Hasil pengolahan data (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai probabilitas ECT : 0.0000 mengindikasikan hasil regresi signifikan, berarti model ECM adalah valid dan variabel yang diamati berkointegrasi. Apabila dilihat dari nilai R-square yang mempunyai nilai: 0,897 mengandung arti bahwa seluruh variasi variabel dependent (Kurs) mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel Model Moneter yang terdiri dari pendapatan nasional, jumlah uang beredar, inflasi dan harga sebesar 89,76 %.
Model Moneter versi Sticky : s t = 0 + 1 ( m t - m*t ) + 2 ( y t - y*t ) + 3 ( p t-1 – p*t-1 ) PEMBAHASAN Uji Akar Unit Dalam model estimasi dengan Ordinary Least Square ( OLS), salah satu asumsi penting yang harus dipenuhi adalah stasioneritas variabel. Pengujian terhadap stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan Uji Akar Unit Dickey- Fuller Test. Untuk melihat stasioneritas
Sedangkan nilai Prob (F-stat) sebesar 0,0000 signifikan pada 10%, ini mengimplikasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel independent dalam Model PPP 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
mempengaruhi variabel dependent Nilai Tukar.
heteroscedasticity diabaikan dalam model.
Selanjutnya dalam analisa jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel independent suku bunga (LSB) dan pendapatan nasional (LGDP) signifikan mempengaruhi variabel dependent (Kurs) dengan tingkat signifikansi 95 %. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Prob untuk SB sebesar 0,000 dan Prob GDP sebesar 0.049 yang nilai dibawah nilai α : 5%. Sedangkan variabel Inflasi (INF) dan jumlah uang beredar (LJUB) tidak signifikan mempengaruhi variabel Kurs, karena nilai Prob INF sebesar 0,279 dan nilai Prob JUB sebesar 0,311 memiliki nilai lebih besar dari nilai α : 5%.
Uji Multikolieritas Untuk mengetahui ada tidaknya multicolinieritas dilakukan uji dengan meregres model utama maupun model parsial, 2 kemudian dibandingkan R hitung regresi parsial dengan R 2 hitung model utama. Pengambilan keputusannya apabila nilai R 2 hitung regresi parsial > R2 hitung model utama maka terdapat multicolinieritas.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Model Moneter versi fleksibel mampu menjelaskan perilaku nilai tukar (kurs) terbukti, karena 89,76% varaibel dalam model mampu menjelaskan perilaku nilai tukar Rupiah.
Berdasarkan hasil pengujian (Lampiran 6), dapat dilihat bahwa nilai R-square dari ketiga variabel dependent dari Model Parsial, yaitu : INF = 0.069 ; LJUB = 0.564 , SB = 0,336 dan LGDP = 0.019 lebih kecil dari nilai Rsquare Model Utama = 0.897. Sehingga, dengan mengacu pada dasar pengambilan keputusan maka dapat disimpulkan bahwa multicollinearity dalam model dapat diabaikan.
Pengujian Asumsi Klassik
Analisis Koefisien Regresi Jangka Panjang
Uji Otokorelasi
Untuk analisis jangka panjang, perlu mengetahui terlebih dahulu koefisien regresi dan deviasi jangka panjangnya, yang dapat dihitung dengan menaksir besaran koefisien regresi dan matriks varian-kovarian parameter yang bersangkutan. Dengan diketahui nilai kedua hal tersebut dapat digunakan untuk mengamati hubungan jangka panjang antar vektor variabel ekonomi.
Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah Breusch Godfrey Test ( B - G Test). Penentuan keputusannya, apabila R2 hitung lebih besar dari R2 tabel maka hipotesa nol (yang menyatakan tidak ada autokorelasi dalam model) ditolak. Hasil perthitungan (Lampiran 4) menunjukkan nilai R2 hitung = 3,4661 < nilai R2 tabel 27.9907 pada tingkat signifikansi 99 % atau tidak terdapat autokorelasi dalam model (Ho diterima). Uji Heteroskedatisitas Uji ini dilakukan dengan Metoda Glejser dengan cara meregresikan nilai absolut residual yang diperoleh atas variabel bebas. Dari hasil pengolahan data (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa masing-masing variabel dependent tidak signifikan terhadap variabel independent, dimana tingkat signifikansi INF: 61,94 % , LJUB : 32,00% , SB : 12,09 % dan LGDP : 98.02 %. Sehingga dapat disimpulkan 9
Bedasarkan hasil analisis jangka panjang (Lampiran 7) yang diperoleh dari estimasi dengan menggunakan model koreksikesalahan dapat disimpulkan bahwa variable pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (JUB) dalam jangka panjang mempengaruhi variabel Kurs dengan derajat signifikansi 99 %. Ini dapat dibuktikan nilai t-hit untuk GDP sebesar 5,2199 dan nilai t-hit untuk JUB sebesar 3,934 nilainya lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1,76. Sedangkan variabel inflasi (INF) dan suku bunga (SB) tidak signifikan mempengaruhi variabel Kurs, karena nilai t-hit INF : 0,0797 dan t-hit SB : 0,0423 lebih kecil dari t-tabel: 1,76.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
negeri (relatif terhadap stok uang luar negeri) akan meyebabkan kelebihan penawaran uang (exess supply). Dalam masa krisis ekonomi, hal tersebut menyebabkan kenaikan permintaan mata uang asing (US Dollar) untuk mengamankan likuiditasnya atau untuk mendapatkan keuntungan. Dampak selanjutnya yang terjadi adalah kenaikan mata uang asing. . Dalam jangka pendek, perilaku nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS tidak dapat dijelaskan dengan variabel inflasi, ini berarti tidak sesuai dengan teori Purchasing Power Parity. Hal ini dapat dijelaskan karena asumsiasumsi ( tidak ada biaya transportasi, barang homogen) yang mendasari dari teori ini dalam realitas riil tidak terpenuhi, metode penghitungan inflasi). Dampaknya inflasi pada berbagai negara tidak mencerminkan perilaku harga yang sama pada banyak negara, sehingga teori One Law Price yang mendasari tidak terbukti. Selain itu realitas riil menunjukkan bahwa biaya transportasi barang antar negara pasti ada, sehingga harus diperhitungkan dalam penghitungan inflasi (dalam teori PPP tidak diperhitungkan).
Uji Normalitas dan Linieritas Pengujian Normalitas mempunyai asumsi bahwa distribusi probabilitas dari gangguan u t memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang konstan. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jarque-Bera Test. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai J-B : 2.1446 yang nilainya lebih kecil dari nilai R 2 tabel 27.997, artinya residual u t model berdistribusi normal pada tingkat signifikansi 99 %. Uji Linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini dapat dihindari adanya specification error atau misspecification. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah Ramsey Test dengan general test of specification atau RESET. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai F-stat : 0.1207 < F tabel : 2.23 pada tingkat signifikansi 0.90. Pengambilan keputusannya : hipotesa nol (Ho ) yang menyatakan model dalam bentuk linier diterima. (Lampiran 8).
Variabel suku bunga (SB) mempengaruhi kurs dengan tingkat signifikansi sebesar100% dengan nilai koefisien negarif. Penjelasan teoritis dengan menggunakan teori permintaan uang dari JM Keynes yang membagai motivasi permintaan uang menjadi 3 motif, yaitu transaksi, precautionary dan spekulasi. Pada motif spekulasi, faktor yang mempengaruhi adalah tingkat bunga, dimana ketika tingkat bunga naik maka motif permintaan uang akan turun, demikan pula sebaliknya. Hal ini disebabkan pada saat tingkat bunga dalam valuta Rupiah tinggi, maka return dari bunga simpanan Rupiah juga akan tinggi, sehingga masyarakat cenderung menyimpan uang dalam bentuk Rupiah. Keuntungan yang tinggi dari tingkat bunga tersebut menyebabkan masyarakat (dalam hal ini pemilik valas Dollar AS) akan menjual valuta asingnya untuk mendapatkan Rupiah, akibatnya nilai
ESTIMASI MODEL Analisis Jangka Pendek. Berdasarkan hasil estimasi terhadap model Purchasing Power Parity menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa variabel Inflasi (INF) yang hanya mampu menjelaskan variasi variabel Kurs dengan tingkat signifikansi 72,14%. Sedangkan koefisien inflasi positif menunjukkan kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10 % akan mendorong penurunan mata uang Rupiah atau kenaikan valuta asing (Dollar AS) sebesar 2,35E-17 %. Hubungan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, inflasi merupakan suatu kondisi dimana harga-harga barang secara keseluruhan meningkat secara umum dan berlangsung terusmenerus. Dalam teori kuantitas ( Irving Fisher ), inflasi disebabkan karena kenaikan jumlah uang beredar, kenaikan jumlah uang beredar dalam 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
valuta asiing akan terdepresiasi.
menjelaskan kecenderungan pola konsumsi masyarakat dengan adanya perdagangan internasional menjelaskan bahwa apabila pendapatan masyarakat meningkat cenderung mengkonsumsi (mengimport) barang dari luar negeri. Hal ini berdampak pada peningkatan valuta asing, dan akan meningkatkan nilai tukar valuta asing.
Variabel jumlah uang beredar tidak mampu menjelaskan perilaku nilai tukar Rupiah, karena tingkat signifikansinya hanya sebesar 68,84 % dengan tanda koefisien positif. Ini mengindikasikan pada saat jumlah uang beredar meningkat, maka nilai tukar Rupiah akan terdepresiasi (Dollar AS terapresiasi). Teori kuantitas menjelaskan bahwa kenaikan jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi atau kenaikan harga barang. Dalam konteks ini kenaikan harga barang relatif domestik lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga barang (inflasi) luar negeri. Dalam teori perdagangan internasional dikenal salah satu konsep yaitu transaction effect, yaitu peningkatan transaksi perdagangan internasional (ekspor-impor) dengan adanya perbedaan harga barang antar negara. Kenaikan harga barang domestik terhadap harga barang luar negeri mendorong kenaikan impor, sehingga permintaan valuta asing meningkat. Kenaikan permintaan valuta asing tersebut akan mingkatkan nilai tukar valas yang berarti akan menurunkan nilai tukar valuta domestik.
Analisis Jangka Panjang. Analisis jangka panjang menunjukkan kesimpulan yang sama pada hubungan antara inflasi dengan nilai tukar ( koefisien positif ) yang berarti kenaikan inflasi dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan dilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Nilai koefisensi sebesar 0,0797 menjelaskan bahwa kenaikan harga ( inflasi ) sebesar 10 % akan menyebabkan depresiasi rupiah sebesar 22.127 %. Kesimpulan yang sama dengan analisis jangka pendek juga didapatkan pada ketidakmampuan inflasi dalam menjelaskan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Ini dapat dilihat pada nilai t-hit variabel inflasi dalam analisis jangka panjang sebesar 0,0797 berada pada daerah penerimaan Ho, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs).
Untuk variable pendapatan nasional mampu menjelaskan perilaku nilai tukar Rupiah dengan tingkat signifikansi 99,51 % dengan tanda koefisien positif. Dasar teori yang menjelaskan adalah teori konsumsi (marginal propensity to consume) yang menjelaskan tambahan atau kenaikan pendapatan digunakan sebagai tambahan konsumsi. Survey yang dilakukan di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, mendapatkan bahwa nilai MPC lebih tinggi dibandingkan MPS, artinya sebagian besar kenaikan pendapatan digunakan sebagai tambahan konsumsi daripada untuk tabungan. Tanda koefisien pendapatan nasional positif menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan nasional akan meningkatkan nilai tukar valuta asing. Penjelasannya, kenaikan pendapatan nasional Indonesia akan menyebabkan konsumsi dalam negeri meningkat, transformation effect yang
Penjelasan teoritik yang dipakai, dalam jangka panjang menurut JM Keynes semua kembali pada posisi equlibrium dalam arti tidak terdapat laba. Sehingga harga- harga dalam jangka panjang relatif tetap, ini berarti tingkat inflasi tidak ada (sangat kecil). Karena inflasi relatif tetap maka tidak mempunyai kemampuan dalam menjelaskan perilaku nilai tukar. Dampak berikutnya dalam pasar uang (pasar valas) tidak mungkin terjadi tindakan dari pelaku ekonomi yang mengambil keuntungan dari perubahan (fluktuasi) nilai tukar atau spekulasi. 11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Jika dilihat dari konsidi antar negara, maka dapat disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya perbedaan harga dalam jangka panjang juga kecil. Ini dapat dilihat dari fenomena globalisasiyang muncul dalam beberapa dekade yang lalu. Kecenderungan globalisasi dalam jangka panjang menyebabkan hambatan perdagangan menjadi kecil sehingga menyebabkan harga barang “relatif” sama, maka inflasi menjadi relatif tetap.
Bank Indonesia memainkan peranan penting untuk stabilitas nilai tukar.
yang
DAFTAR PUSTAKA Adler M and B Prasad, 1993, “ On Universal Currency Hedges “, Journal of Finance and Quantitative Analysis 27, 19-37
Untuk variable tingkat bunga memiliki kesimpulan yang berbeda dengan analisis jangka pendek. Dalam jangka panjang variable tingkat bunga tidak mempengaruhi nilai tukar, karena nilai t-hit sebesar 0,0423 dibawah nilai t-tabel sebesar 1,76. Hal ini disebabkan dalam jangka panjang, masyarakat memiliki expected return yang lebih tinggi dari pada return dari suku bunga, sehingga masyarakat mencari alternatif portofolio lain untuk penempatan asetnya, misalnya dalam bentuk surat berharga.
Alba JD and Park D, 2003,” Purchasing Power Parity in the Developing Countries: Multi Period Envidence Under the Current Float”, Word Development, 31(12) Anderson, Ronald W and Danthine, 1989, “Cross Hedging, Columbia University Gradued School of Business, Working Paper. Anthony Saunders, 1994, “Financial Institution Management”, IRWIN
Variabel pendapatan nasional memiliki kesimpulan yang sama dengan analisis jangka pendek, artinya dalam jangka panjang pendapatan nasional juga mempengaruni nilai tukar. Ini ditunjukkan dengan nilai t-hit sebesar 5,2199 yang nilainya lebih besar dari t-tabel sebesar 1,76. Implikasi kebijakannya adalah untuk stabilisasi nilai tukar Bank Indonesia harus memperhatikan variable pendapatan nasional, dengan mema kebijakan moneter baik berupa discount policy maupun open market position untuk mempengaruhi pendapatan riil masyarakat.
Batiz F l and Luis Rivera, 1985, “International Finance and Open Economy “, Mc Millan Publishing Comp, New York. Black. F, 1989, “Equilibrium Exchange Rate Hedging”, Journal of Finance 43, 899-908 Camarazza Francesco and J Aziz, 1997,” Fixed or Flexible ? Getting The Exchange Rate Right in The 1990’s , World Economic Outlook , ch. 4 Cheung YW and Lai K, 1993,” Long Run Purchasing Power Parity During The Recent Float”, Journal of International Economics, February, 181 – 192.
Kesimpulan yang berbeda juga terdapat pada variable jumlah uang beredar, dalam jangka pendek variable jumlah uang beredar mempengaruhi nilai tukar, sedangkan dalam jangka pendek tidak mempengaruhi. Ini dapat dilihat dari nilai t-hit jumlah uang beredar sebesar 3,934 yang nilainya lebih besar dibandingkan nilai t- tabel sebesar 1,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter yang dilakukan oleh
Darmodar N Gudjarati, 1995, Econometric”, Mc Graw Hill Inc.
“Basic
Diamandis PF, Georgautos DA, and Kovretos, 1996,”Cointegration Test of The Monetary Exchange Rate Model : The Canadian Dollar–US Dollar”, International Economics Journal, Vol 10 No 4, 83 – 97. 12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Dornbusch R, 1980, ” Exchange Rate Economies : Where Do We Stand ?”, Brooking Papers on Economics Activity, vol.1, 143-185
Jack Glen and Phillipe Jorion ,1993,”Currency Hedging for International Portofolios”, The Journal of Finance, Vol. XLVIII No. 5
Erwan Agus dan Dyah Ratih, 2007 , “Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah Soaial”, Gava Media Yogya.
Conway and Flannulovich, 2002, ” Some Empirical Envidance Arbitrage and the Law of One Price”, Journal of International Economic, hal 341 – 351.
Eun C and B Resnick, 1988,”Exchange Rate Uncertainly, Forward Contracts and International Portofolio Selection”, Journal of Finance, Vol 43, 197-216
Jeff Madura, 1997, “ Manajemen Keuangan Internasional Jilid 1 dan 2“ , Erlangga , Jakarta. John A Hodgson and Patricia Phelps, 1995, “ The Distributed Impact of Price Level Variation on Floating Exchange Rate”, Review of Economic and statistic, hal 58 – 64
Frankel JA and M Mussa, 1985,” Asset Market, Exchange Rate and Balance of Trade”, Hand Book of International Economics by R Jones an P Kerren. Frankel JA, 1986,”Collapse of Purchasing Power Parity Under During 1970”, European Economics Reviews, Vol.16, 145 – 165
Krugman PR, 1978, ” Purchasing Power Parity and Exchange Rate : Another Look at The Envidance”, Journal of International Economic, hal. 397– 407.
Fung Hung Gay and Wai Chung L, 1992” Derivationa From Purchasing Power Parity”, Financial Review, hal 553 – 570.
Krugman PR and M. Obsfeld,” International Economics Theory and Policy 5th,” Adison Publishing Company, USA
Fritsche Charmaine and Myles S Wallace, 1997, “Forcasting The Exchane Rate: PPP Versus dan a Random Walk”, Economic Letters 54
Kurniati dan Hadiyanto , 1999, “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi” , Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 2 No. 4, Bank Indonesia, Jakarta
Groen Jan JJ, 1998,” Cointegration and The Monetary Exchange Rate”, Oxford Bulletin of Economics and Statistics 64, 361 – 380.
Louis H E, 1979, “The Hedging Performance of The New Future Market”, The journal of Finance, Vol XXXIV.
Hariyadi Ramelan , 1998, “Analisis Efisiensi Pasar Valuta Asing di Lima Negara Asia Menggunakan Uji Kointegrasi”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.1 No. 3 Desember
Mark NC, 1990,” Real and Nominal Exchange Rate in The Long Run: an Empirical Investigation”, Journal of International Economics, Feb, 115 - 136
Insukendro , 1999, “Pemilihan Model Ekonometri Empirik Dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 14 No. 1
Mark NC and Soul D, 2001,” Nominal Exchange Rate and Monetary Fundamental: Envidence from a Small Post Bretton Wood Panel”, Journal of International Economics, Vol 53, 29 – 52.
Kemre, 2002, “ Price Behaviour in The Light of Balance of Payment Theories”, Journal of International Economics, hal 193 – 246.
Meese RA and Rogoff K, 1983,” Empirical Exchange Rate Models of The Seventies: Do 13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
They out of Sample ?”, Journal International Economics, 3 – 24.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
of
Roger Huang, 1981,” The Monetary Approach Exchange Rate and Efficient for Exchange Market: Test Based on Volatility”, Journal of Fonance Vol 36 hal 31 - 41
Michal Rubazek, 2002,” Balance of Payment Miranda S Goeltom, 1998, “Suatu Kajian TerhadapImplikasi dan Pelajaran Yang Dapat Diambil Dari Krisis Ekonomi : Overview”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.1 No. 2 September
------------------, 1999, ” Risk and Parity in Purchasing Power”, Journal of Money, Credit and Banking, hal 38 – 356. Ramirez MD and S Khan, 1999, ” A Cointegration Analysis of Purchasing Power Parity: 1973 – 1996”, International Advance in Economic Research, Vol. 4,
Miranda S Goeltom dan Doddy Zulverdi, 1998, “Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan , Vol 1 No.2 September
Saphiro AC, “Multinational Financial Management 5th”, 1996, Prentice Hall International New Jersey.
Modul Pelatihan Ekonometri , 2005, Universitas Indonesia
Samo Lucio and Mark P Taylor, 2002, “Purchasing Power Parity and The Real Exchange Rate”, IMF Staff Paper, Vol 49 No.1
Mudrajad Kuncoro, 1996, “Manajemen Keuangan Internasional”, BPFE UGMYogyakarta Mc
Gregor Lanchan , 2000, “Economic Implication of Floating Exchange Rate”, Journal of Economic , August 2000.
Smith and Wikkens, 1986,” An Empirical InvestigationInto Cavies of Failure of Monetary Model of Exchange Rate”, Journal of International Economics, hal 23 -35
Neils Thygesen, 1988 “ Inflation and Exchange Rate : Evidence and Policy Guidelines for The European Community”, Journal of The International Economy, hal 301 - 317.
Snowdon, B., Vane, H., and Wynarczyk, P. (1994) A Modern Guide to Macroeconomics:An Introduction to Competing Schools of Thought, University Press, Cambridge.
Peter Irsad, 1982,” Exchange Rate Determination : A Survey of Popular Views and Recent Models”, Pricenton Studies International Finance, No 42, May 1978
Songul Kakilli A and Ali Acaravci, 2007,” Purchasing Power parity Under Current Float”, International Research Journal of Finance and Economics, Issue 10.
Richard Balllie and Patrick Mc Mahon, 1990, “ The Foreign Exchange Market : Theory and Econometric Evidence”, Cambridge University Press.
Stulz R, 1981, “A Model of International asset Pricing”, Journal of Finance Economies 9, 383-406
Robert McNown and Myles Wallace, 1989” National Price Level, Purchasing Power Parity and Cointegration : A Test Four High Inflation Economies”, Journal of International Money and Finance, hal 533 – 546. 14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Siegel Jeremy J, 1992, “ Risk, Interest Rate and the Forward Exchange”, Quartery Journal of Economic 82, 303-309 Taylor MP and Mc Mahon, 1992,” Long Run Purchasing Power Parity in 1920s”, European Economics Review, January. Thomas M Fullerta and Jr Mira Hattori, 2001,” Error Correction Exchange Rate Modelling: Envidence from Mexico”, Journal of economics and Finance, Vol 25 No 3, 358 – 368. Uppal Raman, 1993, “A General Equilibrium Model Of International Portofolio Choice”, journal of finance 48, 529-554 ...…………., 1985, “ Risk, Interest rates, and the Forward Exchange, Quartery Journal of Economic 89, 173-175 William R Folks dan stanley R Stansell, 1995 , “The Use of Discriminant Analisys of Foreign Exchange Rate Movements”, Journal of International Business Studies, hal 33 – 50. Laporan Bank Indonesia, dalam berbagai terbitan Biro Pusat Statistik, dalam berbagai terbitan International Financial Statistics, dalam berbagai terbitan Kementrian Perdagangan.
15
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS DAN BISNIS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia SEMARANG Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA UNIVERSITAS STIKUBANK
Lampiran 1 : Variabel Kurs : ADF Test Statistic
-3.755841
1% Critical Value*
-3.5930
5% Critical Value -2.9320 10% Critical Value -2.6039 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root. Variabel INF : ADF Test Statistic
-4.770225
Variabel GDP : ADF Test Statistic
-5.237665
1% Critical Value* -3.5930 5% Critical Value -2.9320 10% Critical Value -2.6039 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
1% Critical Value* -3.5930 5% Critical Value -2.9320 10% Critical Value -2.6039 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
Variabel Suku Bunga : ADF Test Statistic -3.092471
1% Critical Value*
-3.5930
5% Critical Value -2.9320 10% Critical Value -2.6039 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root. Variabel JUB : ADF Test Statistic
-7.319245
1% Critical Value* -3.5973 5% Critical Value -2.9339 10% Critical Value -2.6048 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS DAN BISNIS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia SEMARANG Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA UNIVERSITAS STIKUBANK
Lampiran 2 : Date: 06/24/12 Time: 20:11 Sample: 2000:1 2012:4 Included observations: 48 Test assumption: Linear deterministic trend in the data Series: KURS JUB INF SB GDP Lags interval: 1 to 1 Eigenvalue
Likelihood Ratio
5 Percent Critical Value
0.590135 86.57931 68.52 0.521807 50.01027 47.21 0.292625 19.76289 29.68 0.114246 5.568915 15.41 0.014407 0.594974 3.76 *(**) denotes rejection of the hypothesis at 5%(1%) significance level L.R. test indicates 2 cointegrating equation(s) at 5% significance level
1 Percent Critical Value 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
Hypothesized No. of CE(s) None ** At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4
Lampiran 3 : Dependent Variable: LKURS Method: Least Squares Date: 06/24/14 Time: 20:06 Sample(adjusted): 2000:1 2012:4 Included observations: 48 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INF SB LJUB B LGDP ECT
1.19E-1 4 2.35E-17 -1.87E-14 5.12E-14 1.19E-14 1.000000
9.28E-15 2.14E-17 3.61E-15 4.99E-14 5.85E-15 9.92E-16
1.284626 1.097221 -5.187999 1.025844 2.035174 1.01E+15
0.2069 0.2796 0.0000 0.3116 0.0490 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.897650 1.000000 2.64E-15 5.34E+29 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
8.064516 0.664688 2.57E-28 0.523135
Lampiran 4 : Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
3.062591
Probability
0.087417
Obs*R-squared
3.466115
Probability
0.062638 17
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS DAN BISNIS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia SEMARANG Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA UNIVERSITAS STIKUBANK
Lampiran 5 : Dependent Variable: RES01 Method: Least Squares Date: 06/24/14 Time: 20:45 Sample: 2000:1 2012:4 Included observations: 48 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INF LGD P SB LJU B ECT
-1.583500 -0.000954 -0.013136 1.157958 23.64092 0.000156
0.196011 0.001905 0.525263 0.320534 4.141224 1.60E-05
-8.078635 -0.500825 -0.025009 0.012591 0.008680 0.017100
0.0000 0.6194 0.9802 0.1209 0.3200 0.1900
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.715551 0.678124 0.236824 2.131252 4.171268 1.519242
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-7.97E-16 0.417428 0.083124 0.326423 19.11834 0.000000
Lampiran 6 : Regresi Model Utama : Dependent Variable: LKURS Method: Least Squares Date:06/24/14 Time: 20:54 Sample(adjusted): 2000:1 2012:4 Included observations: 48 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INF SB LJUB LGDP ECT
1.19E-1 4 2.35E-17 -1.87E-14 5.12E-14 1.19E-14 1.000000
9.28E-15 2.14E-17 3.61E-15 4.99E-14 5.85E-15 9.92E-16
1.284626 1.097221 -5.187999 1.025844 2.035174 1.01E+15
0.2069 0.2796 0.0000 0.3116 0.0490 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.897650 1.000000 2.64E-15 5.34E+29 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
8.064516 0.664688 2.57E-28 0.523135
18
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS DAN BISNIS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia SEMARANG Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA UNIVERSITAS STIKUBANK
Regresi Parsial : a. Dependent Variabel INF Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 06/25/14 Time: 03:50 Sample: 2000:1 2012:4 Included observations: 48 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LKURS LJU B LGDP SB ECT
-86.86849 11.16653 -175.2665 1.297548 29.41345 -0.001323
104.3927 13.57026 375.1551 44.39526 26.62733 0.002521
-0.832132 0.822867 -0.467184 0.029227 1.104634 -0.524909
0.4105 0.4157 0.6430 0.9768 0.2763 0.6027
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.069256 -0.053211 19.98669 15179.78 -190.9909 2.225545
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
4.119500 19.47526 8.954134 9.197433 0.565507 0.725759
b. Dependent Variabel JUB Dependent Variable: LJUB Method: Least Squares Date: 06/25/14 Time: 03:52 Sample: 1990:1 2010:4 Included observations: 48 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LKURS INF LGDP SB ECT
0.127216 -0.013472 -3.26E-05 -0.004307 0.009062 1.61E-07
0.040461 0.005484 6.97E-05 0.019130 0.011571 1.09E-06
3.144185 -2.456760 -0.467184 -0.225124 0.783158 0.147318
0.0032 0.0187 0.6430 0.8231 0.4384 0.8837
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.564776 0.507509 0.008618 0.002822 149.9649
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic
0.022096 0.012280 -6.543859 -6.300560 9.862264 19
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS DAN BISNIS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia SEMARANG Menghadapai Asean Economic Community 2015
Durbin-Watson stat
c.
0.504817
FAKULTAS EKONOMIKA UNIVERSITAS STIKUBANK
Prob(F-statistic)
0.000004
Dependent Variabel SB
Dependent Variable: SB Method: Least Squares Date: 06/25/12 Time: 04:02 Sample: 1990:1 2010:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LKURS LJUB INF LGD P ECT
0.381036 -0.001361 1.752849 0.001058 0.184940 -1.82E-05
0.628665 0.082099 2.238180 0.000958 0.264535 1.49E-05
0.606103 -0.016577 0.783158 1.104634 0.699114 -1.224217
0.5480 0.9869 0.4384 0.2763 0.4887 0.2284
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.336714 0.249439 0.119856 0.545884 34.13657 0.495355
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.353396 0.138346 -1.278935 -1.035636 3.858104 0.006331
d. Dependent Variabel GDP Dependent Variable: LGDP Method: Least Squares Date: 06/25/12 Time: 04:03 Sample: 1990:1 2010:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LKURS INF LJUB SB ECT
-0.051571 0.016850 1.73E-05 -0.309281 0.068664 -2.56E-06
0.384818 0.049951 0.000593 1.373826 0.098216 9.24E-06
-0.134014 0.337326 0.029227 -0.225124 0.699114 -0.276800
0.8941 0.7377 0.9768 0.8231 0.4887 0.7834
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.019344 -0.109689 0.073031 0.202674 55.93428 2.163707
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.090856 0.069328 -2.269740 -2.026442 0.149918 0.978839 20
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS DAN BISNIS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia SEMARANG Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA UNIVERSITAS STIKUBANK
Lampiran 7 : Kurs
- 18301,79
+ 1,13341 GDP
+ 1,13165JUB
+ 22,1276 INF
- 3,71668 SB
t-hit
0,00026
5,2199
3,934
0,0797
0,0423
Lampiran 8 : Pengujian
Indikator
Nilai
Normalitas – JB Test
Jarque-Bera
2.1446
Linieritas – Ramsey Test
F-stat
0.1207
21
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
VALUASI EKONOMI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA TANAMAN KEDELAI DI JAWA TENGAH ECONOMIC VALUATION OF CLIMATE CHANGE IMPACT ON SOYBEAN PLANT IN CENTRAL JAVA Efriyani Sumastuti Universitas PGRI Semarang.
[email protected] Nuswantoro Setyadi Pradono Dinpertan TPH Provinsi Jawa Tengah.
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melakukan valuasi ekonomi dampak perubahan iklim khususnya untuk tanaman kedelai di Jawa Tengah. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. Untuk analisis data digunakan statistik deskriptive dan analisis Benefit-Cost. Perubahan iklim di sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura pada umumnya mempunyai tiga dampak, yaitu : Banjir, Kekeringan dan Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dampak ketiga hal tersebut di atas mengakibatkan sektor pertanian, khususnya kedelai mengalami penurunan produksi (kuantitas maupun kualitas) atau bahkan kegagalan panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian rata-rata akibat banjir untuk tanaman kedelai di Jawa Tengah ; kerugian akibat kekeringan adalah dan OPT yang menyerang tanaman kedelai di Jawa Tengah terdiri dari . Kerugian akibat banjir, kekeringan dan serangan OPT Kata kunci : valuasi ekonomi, perubahan iklim, kedelai, Jawa Tengah Abstract This research aims to carry out a valuation of economic impacts of climate change, especially for soybean plants in Central Java. The Data used are secondary data coming from the Department of agriculture food crops and horticulture, Central Java province. The data used for the analysis of statistics and analysis deskriptive Benefit-Cost. Climate change in the agricultural sector of food crops and horticulture in general have three effects, namely: flooding, drought and Pest Plant Organisms Attack (OPT). The impact of the above three things lead to the agricultural sector, in particular the soybean decreased production (quantity or quality) or even crop failures. The results showed that the average loss due to flooding to plant soybeans in Central Java; loss due to drought is and OPT who attacked the plant soybeans in Central Java consists of. Loss due to floods, drought and bouts of OPT Keywords: climate change, economic valuation, soybean, Central Java Sabang sampai dengan Merauke dengan 17.000 lebih pulau yang posisinya pun tidak seragam, sering dikaitkan dengan rumitnya persoalan prediksi musim di Indonesia. Fenomena El Nino dan La Nina sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan.
PENDAHULUAN Perubahan iklim global merupakan isu yang saat ini menjadi perhatian bagi banyak kalangan, terutama setelah diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Perubahan iklim adalah keniscayaan yang tidak dapat dibantah. Luas Indonesia dari 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Sirkulasi antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat. Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia. Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air. Fenomena La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008). Perubahan iklim mempunyai dampak yang cukup besar bagi Indonesia. Banyak peristiwa yang sudah terjadi di Indonesia sebagai akibat dari perubahan iklim dan pemanasan global seperti : perubahan pola dan distribusi curah hujan. meningkatnya kejadian kekeringan, banjir dan tanah longsor. menurunnya produksi pertanian /gagal panel, meningkatnya kejadian kebakaran hutan, meningkatnya suhu di daerah perkotaan, naiknya permukaan air laut. Pola dan distribusi curah hujan yang terjadi mempunyai kecenderungan bahwa daerah kering menjadi makin kering dan daerah basah menjadi makin basah yang mengakibatkan kelestarian sumber daya air menjadi terganggu. Kejadiankejadian ekstrim seperti turunnya hujan dengan intensitas yang cukup tinggi tapi dalam waktu singkat mengakibatkan terjadinya banjir dan tanah longsor. Di sisi lain terjadinya musim kemarau berkepanjangan mengakibatkan kekeringan dan terjadinya krisis air serta memicu terjadinya kebakaran hutan. Ketidakstabilan hujan yang terjadi seperti datangnya awal musim yang terlambat dan berakhirnya lebih cepat membawa dampak pada sektor pertanian yaitu menurunnya produktifitas pertanian bahkan ada yang sampai gagal panen.
Sesuai studi UNDP (2007), perubahan dalam pola curah hujan akan bervariasi bergantung pada lokasi. Para petani yang akan paling sengsara adalah mereka yang tinggal di wilayah dataran tinggi yang dapat mengalami kehilangan lapisan tanah akibat erosi. Hasil tanaman pangan dataran tinggi seperti kedelai dan jagung bisa menurun 20 hingga 40%. Namun, nyaris seluruh petani akan merasakan dampaknya. Sekarang saja, sudah banyak petani kesulitan menentukan waktu yang tepat untuk memulai musim tanam, atau sudah mengalami gagal tanam karena hujan yang tidak menentu atau kemarau panjang. Yang paling kesusahan biasanya adalah mereka yang bertani di wilayah paling ujung saluran irigasi yang pada saat kelangkaan air tidak mendapatkan jatah air karena sudah lebih dulu digunakan oleh para petani di daerah hulu irigasi. Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra pangan di Indonesia. Tanaman pangan unggulan di Jawa Tengah menurut Susilowati (2009), adalah Padi, jagung, kedelai dan hortikultura (sayuran). Penelitian tersebut menjadi dasar dalam penentuan jenis komoditas penelitian ini. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Tengah. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari dinas/ institusi, seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari buku, jurnal dan publikasi terkait. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistik Deskriptif untuk menentukan/ menghitung kerugian adanya perubahan iklim. HASIL PENELITIAN Valuasi Ekonomi Dampak Perubahan Iklim Perubahan iklim di sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura akan mempunyai tiga dampak, yaitu : 1. Banjir 2. Kekeringan 3. Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Dampak ketiga hal tersebut di atas mengakibatkan dalam kondisi normal. Untuk lahan yang masuk sektor pertanian mengalami penurunan produksi dalam kategori puso berarti bahwa lahan tersebut (kuantitas maupun kualitas) atau bahkan kegagalan tidak menghasilkan sama sekali, sehingga kerugian panen. yang diderita oleh petani adalah 100 %. Sebagai dasar untuk memperhitungkan kerugian pada Kerugian Akibat Banjir Adanya banjir akan memberikan dampak tanaman kedelai dalam nilai rupiah, digunakan hasil pada produksi tanaman pangan, dalam hal ini penelitian dari Tjetjep Nurasa dan Adreng Purwoto tanaman kedelai. Dampak produksi ini dibedakan (2011) . Berdasarkan penelitian tersebut apabila menjadi dua kategori, yaitu: dalam kondisi normal , tanaman kedelai dapat 1. Terkena memberikan pendapatan sebesar 6,6 juta rupiah/ Ha 2. Puso (Tjetjep Nurasa, 2010). Untuk lahan yang terkena banjir, masih ada hasil Kerugian kakibat banjir di Provinsi Jawa yang dapat dinikmati oleh petani. Dalam penelitian Tengah selama 5 tahun terakhir (2008-2012) dapat ini diasumsikan untuk lahan yang terkena banjir dilihat pada Tabel 5.4. mengalami kerugian sebesar 25 % daripada yang Tabel 5.4. Kerugian Tanaman Kedelai Akibat Banjir (Juta Rupiah) 2008 2009 2010 2011 2012 Terkena Puso
209,5 112,2
9.929,7 112,2
14.419 28.149
Jumlah 321,7 10.041,9 42.568 Sumber : Dinpertan TPH (2013) , diolah Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa kerugian tanaman kedelai secara ekonomi dari tahun ke tahun berfluktuasi. Hal ini terjadi karena program-program yang dilakukan pada tanaman kedelai tidak seintensif tanaman Padi. Disamping itu, berdasarkan hasil wawancara dengan petani di daerah penelitian, pada umumnya petani lebih senang menanam komoditas lain dengan berbagai alasan antara lain : 1. Dalam proses pengelolaan, tanaman kedelai memerlukan waktu yang lebih lama dan tahapan proses pengelolaan lebih banyak 2. Pendapatan dari tanaman kedelai lebih rendah daripada tanaman palawija lain seperti jagung 3. Tidak ada jaminan harga seperti halnya pada tanaman padi
260,7 45.071
34,65 211,2
45.331,7
245,85
Kekeringan hampir selalu terjadi di Jawa Tengah. Kerugian akibat kekeringan dibedakan dalam empat kategori yaitu : 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Puso Dasar perhitungan secara ekonomi seperti pada kerugian akibat banjir tetapi skore per kategori berbeda. Skor yang diberlakukan untuk menghitung kerugian secara ekonomi per kategori adalah sebagai berikut : 1. Ringan = 25 % 2. Sedang = 50 % 3. Berat = 75 % 4. Puso = 100% Berdasarkan skor tersebut di atas maka kerugian akibat kekeringan pada tanaman kedelai di Jawa Tengah selama 5 tahun (2008-2012) dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Kerugian Akibat Kekeringan
Tabel 5.5. Kerugian Tanaman Kedelai Akibat Kekeringan (Juta Rupiah) 2008 2009 2010 2011 2012 Ringan 6.479,6 320,1 Tidak ada 130,4 282,15 Sedang 102,3 155,1 data 85,8 148,5 Berat 598,95 0 0 311,85 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
Puso
1.386
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
85,8
66
132
Jumlah 8.566,85 561 282,2 874,5 Sumber : Dinpertan TPH (2013) , diolah Kerugian Akibat Serangan OPT Berdasarkan pada Tabel 5.5 diketahui Serangan OPT selalu terjadi pada tanaman bahwa kerugian akibat kekeringan pada tanaman kedelai di Jawa Tengah. Kerugian akibat serangan kedelai sangat berfluktuasi dari tahun yang satu ke OPT dibedakan dalam empat kategori yaitu : tahun berikutnya. Apabila dilihat dari tahun 2008 ke 1. Ringan tahun 2009 dan 2011, ada penurunan kerugian yang 2. Sedang cukup signifikan. Tetapi pada tahun 2012 terjadi 3. Berat peningkatan yang sangat tajam. Hal ini 4. Puso menunjukkan bahwa pada pengelolaan tanaman Dasar perhitungan kerugian akibat serangan OPT, kedelai sosialisasi dan antisipasi adanya perubahan sama dengan pada perhitungan kekeringan. Secara iklim belum dilakukan secara maksimal. finansial, kerugian akibat serangan OPT dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Kerugian Tanaman Kedelai Akibat Serangan OPT (Juta Rupiah) 2008 2009 2010 2011 2012 Ringan 3.770,25 4.253,7 2.918,85 2.331,45 2.872,65 Sedang 382,8 330 161,7 125,4 42,9 Berat 0 0 0 0 0 Puso 0 72,6 0 0 125,4 Jumlah 4.153,05 4.656,3 3.080,55 2.456,85 3.040,95 Sumber : BPTPH Provinsi Jawa Tengah (2013) , diolah Dari Tabel 5.6 diketahui bahwa besarnya yang terkait mengenai antisipasi serangan OPT. kerugian karena serangan OPT selama lima tahun Jenis OPT yang menyerang tanaman kedelai dari terakhir berfluktuasi. Hal ini menunjukkan belum tahun ke tahun selalu berbeda meskipun ada yang dilakukan sosialisasi secara maksimal oleh instansi sama, seperti pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Jenis OPT pada Tanaman Kedelai Tahun 2008-2012 2008 2009 2010 2011 2012 1. Kepik pie 2. Penggerek polong 3. Ulat tanah 4. Tikus 5. Penghisap polong 6. Lalat kacang 7. Kepik hijau 8. Ulat grayak 9. Kumbang Kedelai 10. Kutu daun 11. Kumban g tanah
1. Kepik pie 2. Penggerek polong 3. Ulat tanah 4. Tikus 5. Penghisap polong 6. Lalat kacang 7. Kepik hijau 8. Ulat grayak 9. Kumbang Kedelai 10. Kutu daun 11. Kumbang tanah
1.Penggerek polong 2.Lalat kacang 3.Ulat grayak 4.Kumbang kedelai 5.Kutu daun 6.Kutu kebul 7.Penggerek pucuk 8.Penggulung daun 9.Mozaik kuning 10. Ulat jengkal Ulat 4
1. Penggerek polong 2. Lalat kacang 3. Ulat grayak 4. Kumbang kedelai 5. Kutu daun 6. Penggerek pucuk 7. Penggulung daun 8. Mozaik kuning 9. Ulat jengkal
1. Penggerek polong 2. Lalat kacang 3. Ulat grayak 4. Kumbang kedelai 5. Kutu daun 6. Penggerek pucuk 7. Penggulung daun 8. Mozaik kuning 9. Ulat jengkal
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
kuning 12. Kutu kebul 13. Pengger ek pucuk 14. Penngul ung daun 15. Nemato da layu akar 16. Hawar bakteri
kuning buah 10. Ulat buah 12. Kutu kebul 11. Tikus 11. Tikus 13. Penggerek 12. Karat 12. Karat pucuk 13. Belalang 13. Belalang 14. Penngulung 14. Ulat daun 14. Ulat daun daun 15. Daun jingga 15. Hawar 16. Bercak bergaris bakteri 17. Lalat daun 16. Penggerek 18. Nematoda batang 17. mozaik kuning 18. Penyakit kerdil 19. Bisul bakteri 20. Ulat Jengkal 21. Ulat buah 22. Virus Mozaik 23. Belalang Sumber : BPTPH Provinsi Jawa Tengah (2013) , diolah
10. Ulat buah 11. Tikus 12. Karat 13. Belalang 14. Ulat daun 15. Daun jingga 16. Bercak bergaris 17. Lalat daun 18. Nematoda 19. Kutu kebul
Berdasarkan Tabel 5.7. diketahui bahwa jenis OPT terbanyak pada tanaman kedelai terjadi pada tahun 2009 dan terendah pada tahun 2010. Serangan OPT, dari segi jumlah yang di serang dan jenis OPT sangat tergantung pada perubahan iklim yang terjadi.
Sosialisasi dan penyuluhan yang intensif untuk antisipasi perubahan iklim khususnya yang berkaitan dengan proses pengelolaan tanaman kedelai.
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA Dinpertan TPH, 2013. Antisipasi Musim Kemarau dan Musim Penghujan. Semarang Jawa Tengah dalam Angka, 2013. BPS, Semarang Nazir, 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Uphoff, 2003. Some Analytical Issue in Measurement Empowerment for the Poor, with Concern for Community and Local Government. Paper Pressented at the Workshop on Measurering Empowerment. Payne, 1997. Social Work and Community Care. McMillan, London Rencana Strategis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Tahun 2010– 2014. BMKG. Jakarta. Sekaran, Umi. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat: Jakarta
Perubahan iklim di sektor pertanian tanaman pangan, khususnya kedelai memberikan dampak secara : 1. Langsung, yang dapat kita rasakan, meliputi banjir, kekeringan dan serangan OPT 2. Tidak langsung berupa penurunan kualitas kehilangan produksi baik sebagian maupun seluruhnya (puso= gagal panen) 3. Besarnya kerugian rata-rata selama 5 tahun terakhir akibat banjir, kekeringan dan serangan OPT, berturut-turut adalah Rp19.701.830.000,- ; Rp 2.571.137.000,dan Rp 3.477.540.000,Untuk menghindari kerugian yang semakin besar, maka diperlukan : 5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Susilowati dkk, 2009. The shock of Climate change towards the vulnerable Small scale Fisheries Sector in Central java Province- Indonesia : The Way Forward. Makalah Fifth International Conference di Global Academy of Business & Economic Research, Malaysia. Sumastuti dan Sucihatiningsih, 2011. Adaptation of Agricultural Sector to Climate Change In Central Java. Makalah Symposium On Economic Impacts Of Global Warming. UNNES, Semarang Sumastuti dan Susilowati, 2011. Managing Natural Disaster and Climate Change Without Management ? An Empirical Evidence of
Adaptation and Mitigatioan in The Fisheries Sector, Central Java Province-Indonesia. Symposium On Coastal Resources Management and Development. UNDIP, Semarang. Sumastuti, Karyadi dan Nuswantoro, 2013. The Level Of Empowerment Competitive Food Crop Farmers For Anticipation Climate Change : Pilot Project in Central Java, Indonesia.The 2nd Waswac World Conference, Chiang Rai, Thailand Suryana, A, 2004. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE, Yogyakarta.
6