PENGARUH KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN: ANALISIS KABUPATEN/KOTA DI JAWA DAN LUAR JAWA 2007-2011
IDA BAGUS PERDANA KUMARA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadap Tingkat Pengangguran: Analisis Kabupaten/Kota di Jawa dan Luar Jawa 2007-2011 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013
Ida Bagus Perdana Kumara NIM H14090009
ABSTRAK IDA BAGUS PERDANA KUMARA. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur terhadap Tingkat Pengangguran: Analisis Kabupaten/Kota di Jawa dan Luar Jawa 2007-2011. Dibimbing oleh D. S. PRIYARSONO Pengangguran adalah salah satu masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Tingkat pengangguran cenderung mengalami peningkatan akibat guncangan eksternal, sehingga dibutuhkan solusi yang dapat mereduksi pengaruh tersebut, yaitu perbaikan infrastruktur. Ketersediaan infrastruktur antara Pulau Jawa dan luar Jawa tidak merata, itu menjadi indikasi bahwa kemampuan dalam menyerap tenaga kerja juga berbeda. Penelitian ini menggunakan metode data panel pada 150 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2007-2011 dengan rincian 66 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan 84 kabupaten/kota di Luar Jawa. Variabel bebas yang digunakan adalah akses rumah tangga terhadap air bersih (AIR), akses rumah tangga terhadap listrik (LTK), panjang jalan (lnJLN), jumlah sekolah (lnSK), jumlah ranjang rumah sakit (lnTT), dan variabel dependen adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur ekonomi dan kesehatan dapat mengurangi jumlah pengangguran, sedangkan infrastruktur pendidikan cenderung meningkatkan jumlah pengangguran. Secara umum, dampaknya lebih besar di Pulau Jawa Kata kunci: Infrastruktur, Pengangguran, Data Panel, Indonesia
ABSTRACT IDA BAGUS PERDANA KUMARA. Impact of infrastructure availability to Unemployment Rate: Analysis on 150 districts/cities in Java and Outside of Java 20072011. Supervised by D. S. PRIYARSONO Unemployment is one of the major problems in developing countries, including Indonesia. Unemployment rate tends to increase due to external shocks. Thus, it needs a solution that can reduce its impact, improvement of infrastructure. Infrastructure availability between Java and Outside of Java is unequal, it is an indication that between the two regions, the ability to absorb labor is also different. This study uses data panel on 150 districts/cities in Indonesia 2007-2011 with 66 districts/cities in Java and 84 districts/cities outside of Java. Independent variables used are household access to clean water (AIR), household access to electricity (LTK), length of road (lnJLN), number of schools (lnSK), number of hospital beds (lnTT) and dependent variable is unemployment rate (TPT). These result show that availability of economic and health infrastructure can reduce number of unemployment, while education infrastructure tends to increase number of unemployment. In general, its impact is greater in Java than outside of Java. Keywords: Infrastructure, Unemployment, Data Panel, Indonesia
PENGARUH KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN: ANALISIS KABUPATEN/KOTA DI JAWA DAN LUAR JAWA 2007-2011
IDA BAGUS PERDANA KUMARA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadap Tingkat Pengangguran: Analisis Kabupaten/Kota di Jawa dan Luar Jawa 2007-2011 Nama : Ida Bagus Perdana Kumara NIM : H14090009
Disetujui oleh
D. S. Priyarsono, Ph.D. Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 sampai Mei 2013 ini ialah Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadap Tingkat Pengangguran: Analisis Kabupaten/Kota di Jawa dan Luar Jawa 2007-2011 Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak D. S. Priyarsono, Ph. D. selaku pembimbing selama proses penyelesaian skripsi, seluruh staf departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah membantu selama proses administrasi, pihak BPS RI yang telah menyediakan dan melayani penulis saat proses pengumpulan data, pihak Depdiknas-CIMB Niaga yang telah memberikan beasiswa unggulan selama menjalani masa belajar, kepada Ola, Vita, Nella, Ochon, Kak Diyah, dan Mbak Nana yang telah banyak membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak tercinta Ida Bagus Astawa, Ibu tercinta Ida Ayu Pajariati, serta dua orang adik tercinta Ida Ayu Widya Puspitasari dan Ida Bagus Trias Purnayana yang telah memberi dukungan secara moril. Kepada keluarga besar Ida Bagus Ade dan Ida Bagus Anom atas dukungannya selama menjalani pendidikan di Bogor, kepada sahabat-sahabat terbaik Laras, Andrian, Raga, Disti, Mocin, dan Marmut terimakasih atas kerjasamanya selama ini, sahabat seperjuangan Dauh Carik (DC) yaitu Darya, Gde, Iyo, Joka, dan Yoga, sahabat Indra Prastha (IP), yaitu Bli Didi, Bli Giri, Bli Manu, dan Bli Mayun, sahabat-sahabat terbaik KMHD IPB, seluruh teman dan sahabat Departemen Ilmu Ekonomi 46, serta seluruh pihak yang telah menyemangati dan selalu mendoakan yang terbaik bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Ida Bagus Perdana Kumara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pengangguran Infrastruktur Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Konseptual METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode dan Pengolahan Data Metode Data Panel Pengujian Kesesuaian Model Uji Kriteria Ekonometrik Uji Multikolinearitas Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Ketersediaan Infrastruktur Indonesia Gambaran Umum Pengangguran Indonesia HASIL DAN PEMBAHASAN Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Pengangguran Model Pulau Jawa Model Luar Jawa SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vii 1 4 4 4 4 5 6 7 7 8 8 9 9 10 11 11 11 11 12 12 17 19 20 22 24 25 25 28 36
v
DAFTAR TABEL 1. Peringkat kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur provinsi di Indonesia 2010 2. Jenis, variabel, dan sumber data 3. Selang nilai statistik DWdan keputusannya 4. Perbandingan perkembangan TPT Pulau Jawa dan luar Jawa 2007 dan 2011 5. Uji model terbaik (pooled least square, random effect model dan fixed effect model) 6. Hasil estimasi model pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap TPT dengan metode fixed effect model di Pulau Jawa 7. Hasil estimasi model pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap TPT dengan metode fixed effect model di luar Jawa 8. Jumlah dan proporsi sektor industri di Pulau Jawa 2009-2011 9. Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan 2010-2012
3 9 11 19 20 21 22 23 24
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertumbuhan dan rata-rata TPT Indonesia 1992-2010 Hubungan tingkat upah dan pengangguran Kerangka pemikiran konseptual Pengujian pemilihan model dalam pengolahan data panel Rata-rata panjang jalan di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 Rata-rata persentase akses rumah tangga yang menggunakan air bersih dan listrik di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 7. Persentase penggunaan sumber air minum berdasarkan sumbernya di Pulau Jawa dan luar Jawa 2011 8. Pertumbuhan rata-rata kepadatan sekolah di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 9. Pertumbuhan rata-rata kepadatan ranjang rumah sakit di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 10. Perbandingan TPT provinsi, rata-rata TPT nasional, dan PDRB per kapita 2011 11. Perbandingan rata-rata TPT berdasarkan daerah administratif kabupaten dan kota 2007-2011
1 6 8 13 11 14 15 16 17 18 18
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di Pulau Jawa 2. Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di Pulau Jawa 3. Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di Pulau Jawa 4. Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di Pulau Jawa 5. Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa 6. Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa 7. Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di luar Jawa 8. Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di luar Jawa 9. Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di luar Jawa 10. Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di luar Jawa 11. Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di luar Jawa 12. Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di luar Jawa
28
28
29
30
31
32 32
32
33
34
35
35
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak lagi merupakan suatu proses yang hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, namun harus meningkatkan indikatorindikator kesejahteraan masyarakat (Todaro dan Smith 2006). Indikator kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari beberapa aspek seperti pengangguran, kemiskinan, dan distribusi pendapatan. Pengangguran dapat terjadi akibat jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Selain itu, pengangguran merupakan salah satu indikator pengukur kemampuan kegiatan ekonomi untuk menentukan tingkat kemakmuran suatu masyarakat (Sukirno 2008). Ditinjau dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada 20 tahun terakhir terdapat kecenderungan bahwa TPT akan mengalami peningkatan setelah terjadi external shock (Gambar 1). Krisis Moneter tahun 1997 menyebabkan kenaikan TPT dalam jangka yang panjang, mula-mula sebesar 4.89% pada tahun 1996 hingga mencapai 9.86% di tahun 2004. Krisis minyak dunia tahun 2005 juga memberikan dampak yang sama, namun dalam jangka yang lebih pendek. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pasca guncangan ekonomi rata-rata TPT Indonesia terus mengalami peningkatan, sebelum tahun 1997 rata-rata nilai TPT sebesar 4.39%, tahun 1997-2004 sebesar 6.57%, dan tahun 2005-sekarang sebesar 8.66%. Kondisi pengangguran di Indonesia sangat sensitif terhadap pengaruh guncangan ekonomi yang berasal dari luar. 12 10
TPT (%)
8 6 TPT (%) 4
Rata-rata
2 0 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Tahun Sumber: BPS RI (diolah) 2011
Gambar 1 Pertumbuhan dan rata-rata TPT Indonesia 1992-2012 Pengangguran terjadi akibat banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan sebagai dampak dari inflasi yang tinggi. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya investor yang memindahkan investasinya dari Indonesia, sehingga menyebabkan semakin sempitnya lapangan
2
pekerjaan di Indonesia. Tingginya jumlah pengangguran harus segera diatasi, karena tingkat pengangguran yang terlalu tinggi dapat mengganggu stabilitas perekonomian. Salah satu upaya yang tepat dilakukan pemerintah adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ketersediaan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur memiliki peran penting dalam akselerasi kegiatan ekonomi, namun dampaknya tidak dapat langsung terlihat. Kondisi infrastruktur yang ada merupakan salah satu pertimbangan serius bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia (Zetha dan Tambunan 2006). Pembangunan infrastruktur memiliki 2 tujuan utama, yaitu membuka kesempatan kerja dan dalam jangka panjang akan menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Infrastruktur dibedakan menjadi dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik, baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam pengertian ini infrastruktur ekonomi meliputi semua prasarana umum seperti tenaga listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, sanitasi, serta pembuangan limbah. Sedangkan infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan (Ramelan 1997). Infrastruktur ekonomi seperti listrik dan air bersih dapat menjadi modal yang digunakan oleh tenaga kerja dalam melakukan proses produksi dan meningkatkan kesempatan membentuk lapangan kerja. Konsumsi air bersih oleh rumah tangga dapat berperan dalam menjaga kesehatan tenaga kerja, sehingga air bersih dapat pula berperan secara tidak langsung terhadap perekonomian melalui peningkatan kesehatan tenaga kerja. Tenaga kerja yang sehat mampu bekerja dengan baik, sehingga mereka diharapkan menjadi lebih produktif. Adapun infrastruktur ekonomi lainnya seperti jalan dan komunikasi dapat menjadi sarana penunjang bagi kelancaran arus kegiatan ekonomi. Infrastruktur sosial dapat meliputi infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Peningkatan pendidikan dan kesehatan meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan daya saing mereka dalam memperoleh pekerjaan. Ketersediaan infrastruktur yang buruk dapat meningkatkan tingkat pengangguran di suatu daerah. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam ruang lingkup yang besar seperti antarnegara, ataupun dalam ruang lingkup yang lebih kecil yaitu antarprovinsi dalam suatu negara atau antarkabupaten/kota dalam suatu provinsi. Kondisi infrastruktur di Indonesia masih tidak merata di seluruh daerah. Daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang lebih baik cenderung berada di Pulau Jawa. Kelengkapan Infrastruktur di Pulau Jawa dikarenakan terdapat Jakarta sebagai Ibukota Negara yang berperan ganda sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian. Kondisi inilah yang menuntut ketersediaan infrastruktur yang layak dan berdampak ke daerah disekitarnya. Hasil Penelitian Asia Competitiveness Institute (ACI) tahun 2013 yang mengacu pada 3 indikator utama yaitu kualitas infrastruktur fisik, infrastruktur teknologi, serta standar hidup, pendidikan, dan sosial pada 33 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki kualitas infrastruktur yang lebih baik dibandingkan luar Jawa. Peringkat tertinggi adalah Jakarta, sedangkan terendah adalah Jawa Tengah di peringkat 13.
3
Tabel 1 Peringkat kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur provinsi di Indonesia 2010 Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 32 33
Provinsi Jakarta D. I. Yogyakarta Kepulauan Riau Kalimantan Timur Bali Banten Sulawesi Utara Jawa Timur Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Jawa Barat Jawa tengah NTT Papua
Kawasan Pulau Jawa Pulau Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Pulau Jawa Luar Jawa Pulau Jawa Luar Jawa Luar Jawa Pulau Jawa Pulau Jawa Luar Jawa Luar Jawa
Sumber: Asia Competitiveness Institute (ACI), 2013
Pemerataan pembangunan menjadi fokus utama sebagian besar negara di dunia, setelah mengetahui bahwa dampak positif pertumbuhan yang merata akan lebih baik dibandingkan pertumbuhan yang tinggi di satu titik. Beberapa program pemerintah talah diajukan dalam upaya melakukan pemerataan, seperti Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang berfokus pada konektivitas infrastruktur antardaerah sehingga dapat mencapai tujuan utamanya yaitu mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi. Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 juga memasukkan permasalahan dan tantangan pembangunan adalah kesenjangan pembangunan daerah antara Jawa-luar Jawa serta berkurangnya kualitas dan tertundanya pembangunan infrastruktur baru yang menghambat pembangunan nasional. Peningkatan pada kualitas pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan dari perbaikan kualitas dan kuantitas infrastruktur. Muslikhah (2008) dalam penelitiannya yang mengaitkan tingkat pengangguran dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur (GEI) menunjukkan bahwa pada saat GEI mengalami penurunan, jumlah pengangguran mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Ketersediaan infrastruktur memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan infrastruktur mendukung mobilitas masyarakat dan meningkatkan produktivitas modal (Vidyattama 2010). Sulitnya akses terhadap infrastruktur dan kualitas infrastruktur yang buruk dapat menurunkan tingkat pendapatan rumah tangga (Gibson dan Olivia 2009). Setelah kebijakan otonomi daerah, setiap daerah diberikan keleluasaan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan mendukung kinerja daerah mereka masing-masing. Kenyataan bahwa setiap daerah memiliki karekteristik yang berbeda, menunjukkan bahwa kebutuhan akan sarana prasaran pendukung kegiatan ekonomi seperti infrastruktur juga berbeda. Pembangunan infrastruktur seharusnya mengikuti karekteristik masing-masing daerah. Berdasarkan pemaparan fakta dan data tersebut maka dibutuhkan sebuah kajian khusus
4
mengenai keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Indonesia. Analisis akan dilakukan dalam cakupan kabupaten/kota agar mendapatkan hasil yang lebih spesifik dan mendalam. Penelitaian ini juga akan membandingkan keterkaitan ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran antara Pulau Jawa dan luar Jawa.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa dan luar Jawa? 2. Bagaimanakah keterkaitan antara ketersediaan infratruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa dan luar Jawa?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran dalam cakupan kabupaten/kota di Pulau Jawa dan luar Jawa. Keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran, serta melihat perbandingan pengaruh yang ditimbulkan antara Pulau Jawa dan luar Jawa.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi pemerintah kabupaten/kota di Indonesia mengenai pentingnya ketersediaan infrastruktur dalam upaya mengurangi tingkat pengangguran, serta dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan referensi bagi pihak yang membutuhkan, serta rujukan bagi penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keterkaitan ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran pada kabupaten/kota di Pulau Jawa dan luar Jawa. Analisis dilakukan terbatas pada 150 kabupaten/kota pada tahun 20072011, yaitu 66 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan 84 kabupaten/kota di luar Jawa. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Ketersediaan infrastruktur diukur dengan menggunakan indikator air bersih, listrik, panjang jalan, kesehatan, dan pendidikan. Tingkat pengangguran diukur dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan persentase jumlah angkatan kerja yang menganggur dan sedang mencari kerja (pengangguran terbuka) terhadap jumlah angkatan kerja. Ukuran ini dapat digunakan untuk
5
mengindikasikan seberapa besar penawaran tenaga kerja yang tidak dapat terserap dalam pasar tenaga kerja di sebuah negara atau wilayah.
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis tidak langsung, yaitu dampak dari ketersediaan infrastruktur tidak dapat secara langsung berdampak pada tingkat pengangguran, namun harus melalui variabel lain di luar penelitian. Berdasarkan beberapa landasan teori dan penelitian terdahulu maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Infrastruktur Air Bersih dan Listrik Pembangunan infrastruktur air bersih dan listrik dapat menurunkan tingkat pengangguran melalui peningkatan investasi. Peningkatan investasi akan meningkatkan pembangunan yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja saat dan setelah pembangnan (Todaro dan Smith 2006). Selain itu, ketersediaannya dapat meningkatkan kesempatan wirausaha oleh masyarakat. Infrastruktur Jalan Peningkatan kualitas dan kuantitas jalan dapat meningkatkan daya tarik investasi. Peningkatan investasi akan meningkatkan pembangunan yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja saat dan setelah pembangnan (Todaro dan Smith 2006). Infrastruktur Kesehatan Peningkatan infrastruktur kesehatan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan dampaknya terjadi 2 tahap, yaitu pada tahap awal produksi akan menurunkan tingkat penyerapan tenaga kerja. Produktivitas yang tinggi akan menurunkan kebutuhan tenaga kerja oleh perusahaan. Tahap selanjutnya dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja melalui peningkatan permintaan agregat akibat efisiensi produksi pada tahap sebelumnya (Blanchard 2006). Infrastruktur Pendidikan Peningkatan infrastruktur pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengangguran melalui 2 jalur. Pertama, meningkatkan kualitas tenaga kerja. Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat mempengaruhi tingkat pengangguran melalui upah. Tenaga kerja dengan kualitas yang semakin tinggi akan menuntut upah yang tinggi juga, sehingga menurunkan permintaan tenaga kerja (Gambar 3). Peningkatan upah dapat meningkatkan tingkat pengangguran (Mankiw 2007). Kedua, jika peningkatan sarana pendidikan dapat menyerap angkatan kerja yang ada, maka dapat mengurangi jumlah angkatan kerja sehingga tingkat pengangguran ikut berkurang. Gambar 3 menunjukkan bahwa ketika keseimbangan berada di titik A yaitu tingkat upah berada di W1 dan jumlah tenaga kerja sebesar L1, maka tidak terjadi pengangguran. Namun, jika terjadi kenaikan upah dan upah meningkat ke tingkat W2, maka akan menyebabkan penurunan jumlah permintaan tenaga kerja ke L2,
6
dan menyebabkan pengangguran sebesar UN yaitu selisih dari jumlah penawaran dan permintaan tenaga kerja.
Keterangan: S = Penawaran tenaga kerja; D = Permintaan tenaga kerja; Wage = Upah; Labour = Jumlah tenaga kerja; UN = Jumlah pengangguran Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2 Hubungan tingkat uah dan pengangguran
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Pengangguran Menurut Lipsey, et al (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional, dan pengangguran struktural. Pengangguran siklis mengacu kepada pengangguran yang terjadi jika permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran potensial ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih kecil daripada keluaran potensial. Orang-orang yang menganggur secara siklis dikatakan sebagai orang yang menganggur terpaksa (involuntary unemployment), dalam arti mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaannya tidak tersedia. Pengangguran struktural dapat didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan juga struktur permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan perputaran (turn-over) normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Sumber lainnya adalah orang-orang yang keluar dari pekerjaannya, karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena diberhentikan. Menurut Bellante dan Jackson (1990), secara konseptual pengangguran dibedakan menjadi pengangguran friksional, struktural, dan pengangguran karena
7
kurangnya permintaan (demand deficiency unemployment). Pengangguran karena kurangnya permintaan timbul apabila pada tingkat upah dan harga yang sedang berlaku, tingkat permintaan akan tenaga kerja secara keseluruhannya terlalu rendah, akibatnya jumlah tenaga kerja yang diminta perekonomian secara agregat lebih rendah dibandingkan dengan dengan penawaran tenaga kerjanya. Sedangkan, pengangguran struktural dikatakan ada apabila lowongan yang tersedia membutuhkan keahlian yang berbeda dengan yang dimiliki oleh penganggur atau lowongan pekerjaan yang tersedia berada dalam wilayah geografis yang berbeda dengan lokasi tempat tinggal pekerja yang menganggur. Sedangkan pengangguran friksional terjadi diakibatkan oleh proses pencarian kerja dan penyebabnya adalah informasi lowongan kerja yang kurang sempurna serta biaya untuk mengakses informasi tersebut terlalu mahal.
Infrastruktur Infrastruktur merupakan barang komplementer yang sangat penting bagi investasi swasta karena dapat menurunkan biaya angkut dan meningkatkan volume perdagangan serta merupakan faktor penentu pertumbuhan jangka panjang yang dominan (Jhingan, 2004). Infrastruktur tergolong sebagai social overhead capital. Berbeda dengan modal yang berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan produksi, perluasan infrastruktur tidak hanya menambah stok dari modal tetapi juga meningkatkan produktivitas perekonomian dan taraf hidup masyarakat luas. The World Bank membagi infrastruktur menjadi 3 jenis, yaitu infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial, dan infrastruktur administrasi. Infrastruktur ekonomi merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya). Infrastruktur sosial meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan, dan rekreasi dan Infrastruktur administrasi meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi, dan koordinasi.
Penelitian Terdahulu Penelitian Bulohlabna (2008) yang menguji pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan timur Indonesia. Dengan menggunakan variabel panjang jalan, kapasitas listrik yang dijual PLN, kapasitas air bersih yang disalurkan PDAM, jumlah sekolah menengah tingkat atas, dan jumlah ranjang rumah sakit dengan metode estimasi yang digunakan adalah data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya infrastruktur yang tidak memberikan kontribusi yang signifikan ataupun dalam arah yang negatif lebih disebabkan karena kualitas dan kuantitas layanan dari layanan itu. Nugraheni (2012) meneliti pengaruh infrastruktur terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel infrastruktur panjang jalan, akses rumah tangga terhadap air bersih, dan akses rumah tangga terhadap listrik dengan menggunakan metode estimasi data panel. Hasil penelitian
8
ini menunjukkan bahwa peningkatan infrastruktur dapat menguruangi tingkat kemiskinan secara signifikan.
Kerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan, maka penelitian ini menganalisis hubungan tidak langsung antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran. Untuk menganalisis hubungan tersebut, maka kerangka pemikiran konseptual yang diajukan adalah sebagai berikut:
Gambar 3 Kerangka pemikiran konseptual
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder 150 kabupaten/kota di Indonesia dengan rincian 66 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan 84 kabupaten/kota di luar Jawa tahun 2007-2011. Pemilihan kabupaten/kota dilakukan berdasarkan kelengkapan dan ketersediaan data, serta kemerataan
9
terhadap 5 Pulau Besar di Indonesia yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistk (BPS). Data yang diperoleh kemudian ditranformasi dalam bentuk data panel, yaitu kombinasi data time series dan data cross section. Studi pustaka dilakukan terhadap jurnal, artikel internet serta literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder yang digunakan akan dijelaskan pada Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2 Jenis, variabel, dan sumber data No. Jenis Data 1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (persen) 2 Ratio panjang jalan kondisi baik terhadap luas wilayah (km/km2) 3 Banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan berasal dari listrik PLN (persen) 4 Banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berasal dari air kemasan, air isi ulang, dan ledeng meteran (persen) 5 Kepadatan jumlah ranjang rumah sakit (unit/1000 orang) 6 Kepadatan jumlah sekolah (unit/1000 orang)
Variabel UNit JLNit LTKit
Sumber Badan Pusat Statistik (BPS), Sakernas Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS), Susenas
AIRit
Badan Pusat Statistik (BPS), Susenas
TTit
Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS)
SKit
Metode dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji kaitan antara ketersediaan infrastruktur dengan tingkat pengangguran. Analisis ini menggunakan metode data panel. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series saja atau data cross section saja (Gujarati, 2003). Sedangkan untuk pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.1 dan Microsoft Excel 2010. Analisis deskriptif digunakan dengan bantuan grafik dan diagram untuk memaparkan kondisi ketersediaan infrastruktur dan pengangguran di Pulau Jawa dan luar Jawa.
Metode Data Panel Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Data umumnya diperoleh melalui survey yang berulang atau dengan mengikuti perkembangan
10
sample selama beberapa kurun waktu. Data panel juga biasa juga disebut dengan time series cross section data, longitudinal data, microdata panel, ataupun cohort analysis. Menurut Baltagi (2001), kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. 2. Memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Data panel lebih baik untuk studi dynamic of adjustment. 4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time series.
Pengujian Kesesuaian Model Untuk memilih metode serta model mana yang paling tepat dalam pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain : 1. Chow Test, yaitu pengujian untuuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah : H0 = Model Pooled Least Square (Restricted) H1 = Model Fixed Effect (Unrestricted) Jika nilai CHOW (F statistik) > FN-1, NT-N-K maka dapat dikatakan sudah cukup bukti untuk menolak H0, sehingga model yang digunakan adalah model Fixed Effect. 2. Hausman Test, yaitu pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hausman test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut : H0 = Random Effect Model H1 = Fixed Effect Model Sebagai dasar penolakan hipotesis nol yaitu jika statistik Hausman > Chi Square Table atau dapat juga dengan menggunakan nilai probabilitas (pvalue). Jika p-value < tingkat kritis α, maka tolak H0. FIXED EFFECT HAUSMAN TEST
CHOW TEST
RANDOM EFFECT LM TEST POOLED LEAST SQUARE
Sumber: Syahrial, 2004
Gambar 4 Pengujian pemilihan model dalam pengolahan data panel
11
Uji Kriteria Ekonometrik Uji kriteria ekonometrik pada data panel harus memenuhi 3 uji utama yaitu Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi, dan Uji Heteroskedastisitas. Adapun pengertian dari ketiga uji tersebut adalah: Uji Multikolinearitas Asumsi ini menyatakan bahwa tidak adanya keterkaitan atau hubungan linier antarvariabel bebas penyusun model. Jika ada hubungan linier antara dua atau lebih variabel bebas maka dikatakan terjadi multikolinearitas, dan hal tersebut merupakan penyimpangan asumsi. Klein berpandapat bahwa untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas, maka dapat dilakukan dengan membandingkan nilai uji korelasi rij2 (koefisien determinasi parsial antara 2 variabel bebas) dengan nilai R2 (koefisien determinasi). Jika nilai rij2 lebih kecil daripada nilai R2, maka tidak terjadi multikolinearitas yang serius. Jika nilai rij2 lebih besar daripada nilai R2, maka terjadi masalah multikolinearitas yang serius (Koutsoyiannis 1977). Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Autokorelasi pada umumnya lebih sering terjadi pada data deret waktu (time series) walaupun dapat terjadi pada data cross section. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Ada tidaknya autokorelasi dapat diketahuidengan membandingkan nilai Durbin-Watson (DW) statistik dengan DW-tabel. Kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Selang nilai statistik DW dan keputusannya Nilai DW 4-dL < DW < 4 4-dU < DW < 4-dL dU < DW < 4-dU dL < DW < dU 0 < DW < dL
Keputusan Tolak H0; ada autokorelasi negatif Tidak tentu, coba uji yang lain Terima H0 Tidak tentu, coba uji yang lain Tolak H0; ada autokorelasi positif
Sumber: Juanda, 2009
Uji Heteroskedastisitas Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar penduga parameter dalam model tersebut bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator) adalah Var(ui) = σ2 (konstan), yang berarti bahwa semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas sering ditemukan pada data cross section. Jika pada model ditemukan masalah heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda, 2009).
12
Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis Untuk menganalisis keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran, maka digunakan 5 variabel bebas ketersediaan infrastruktur yang meliputi infrastruktur jalan, listrik, air bersih, kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan, variabel independennya adalah tingkat pengangguran yang menggunakan indikator TPT. Dalam penelitian ini dilakukan pemisahan model pada Pulau Jawa dan luar Jawa untuk mengetahui perbedaan besarnya dampak dari variabel bebas terhadap variabel independen pada masing-masing kawasan sehingga selanjutnya dapat memberikan rekomendasi yang tepat pada masingmasing kawasan. Untuk mempermudah dalam interpretasi model yang diperoleh, maka digunakan transformasi logaritma natural (ln) pada model untuk variabel bebas JLN, TT dan SK. Penggunaan logaritma natural digunakan untuk mengurangi perbedaan signifikan antara observasi yang bernilai besar dengan observasi yang bernilai kecil. Selain itu, konversi ke bentuk logaritma natural bertujuan untuk membuat data tersebut tetap terdistribusi normal. Adapun kedua model tersebut adalah sebagai berikut: UNit = α1 + α2AIRit + α3LTKit + α4lnJLNit + α5lnTTit + α6lnSKit + Ԑit (1) UNit = β1 + β 2AIRit + β3LTKit + β4lnJLNit + β5lnTTit + β6lnSKit + Ԑit (2) Keterangan : (1) : Model 1 untuk kasus di Pulau Jawa (2) : Model 2 untuk kasus di luar Jawa α1, β1 : Intersep pada masing-masing model α2, β2 : Slope variabel lnJLN pada masing-masing model α3, β3 : Slope variabel LTK pada masing-masing model α4, β4 : Slope variabel AIR pada masing-masing model α5, β5 : Slope variabel lnTT pada masing-masing model α6, β6 : Slope variabel lnSK pada masing-masing model εit : Error term pada masing-masing model i : Kabupaten/kota; i= 1,2,3,...,150 t : Time series; t= 1,2,3,4,5 (mewakili tahun 2007-2011)
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Ketersediaan Infrastruktur Indonesia Infrastruktur secara umum merupakan sarana yang digunakan sebagai penggerak sektor perekonomian. Sebagai ukuran ketersediaan sarana transportasi digunakan panjang jalan. Jalan menurut Kementrian Pekerjaan Umum dibedakan menjadi 4 yaitu jalan baik, jalan sedang, jalan rusak, dan jalan rusak berat. Jalan yang digunakan adalah jalan baik yaitu jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 40-60 km/jam dan selama 2 tahun mendatang tanpa rehabilitasi pada pengerasan jalan. Pemilihan jenis jalan ini karena dapat membantu kegiatan ekonomi masyarakat terutama pada proses distribusi barang dan jasa. Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan rata-rata kepadatan jalan di Pulau Jawa dan luar Jawa
13
cenderung tetap dengan rata-rata sebesar 1.03 km/km2 dan 0.49 km/km2. Pulau Jawa memiliki kepadatan jalan yang lebih baik dibandingkan luar Jawa. Pulau Jawa
Luar Jawa
Panjang Jalan (km/km2)
1.20 1.00
1.07 0.97
0.80
1.04
0.98
1.06
0.60 0.40 0.20
0.41
0.41
2007
2008
0.57
0.52
0.53
2009
2010
2011
0.00 Tahun Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 5 Rata-rata panjang jalan di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 Pertumbuhan infrastruktur jalan cenderung konstan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan yang rendah. Pada Pulau Jawa peningkatan panjang jalan hanya sebesar 0.01 km/km2, kondisi ini menunjukkan bahwa kecepatan pembangunan infrastruktur jalan yang baru hanya sedikit lebih cepat dibandingkan kecepatan kerusakan kondisi jalan. Pada luar Jawa terjadi peningkatan panjang jalan sebesar 0.12 km/km2, kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan Pulau Jawa. Meskipun jumlah infrastruktur jalan di Pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan Luar Jawa, namun pertumbuhan infrastruktur jalan di luar Jawa lebih baik. Hal tersebut lebih disebabkan karena pengguna jalan yang lebih banyak di Pulau Jawa sehingga menyebabkan kerusakan pada kondisi jalan lebih cepat terjadi. Untuk membantu kegiatan ekonomi maka dibutuhkan modal untuk melakukan proses produksi seperti ketersediaan air bersih dan listrik. Rata-rata rumah tangga yang mendapat akses air bersih di Pulau Jawa adalah sebesar 21.1% dan pada tahun 2007-2011 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 15.1%. Untuk kasus luar Jawa, rata-rata rumah tangga yang mendapat akses air bersih adalah sebesar 29.6% dan pada tahun 2007-2011 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 8.25% (Gambar 6). Akses rumah tangga pada air bersih lebih tinggi di luar Jawa dibandingkan Pulau Jawa. Namun, tingkat pertumbuhannya lebih tinggi di Pulau Jawa. Menurut Abernethy (1997), jumlah penggunaan air sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa 6 provinsi di Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk sebesar 136 610 590 jiwa atau 57.5% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan luas wilayah yang hanya sebesar 6.77% luas wilayah Indonesia, Pulau Jawa menampung lebih dari setengah populasi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi masih menjadi masalah kesejahteraan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa.
14
Air Pulau Jawa
Air Luar Jawa
Listrik Pulau Jawa
Listrik Luar Jawa
120 100 80 60 40 20 0 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 6 Rata-rata persentase akses rumah tangga yang menggunakan air bersih dan listrik di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 Jumlah penduduk yang padat menjadi kendala utama kurangnya akses air bersih di Indonesia. Penyediaan air bersih merupakan salah satu sasaran utama pemerintah, salah satunya ditunjukkan pada program Millenium Development Goals (MDGs). MDGs menargetkan pada tahun 2015 ketersediaan air bersih telah mencapai 50% dari total jumlah rumah tangga. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan akses air bersih, Pulau Jawa memiliki rata-rata pertumbuhan air bersih sebesar 15.1%, jika tingkat pertumbuhan ini dianggap konstan, maka pada tahun 2015 akses rumah tangga terhadap air bersih hanya mencapai 40.4% yang berarti target yang diinginkan tidak tercapai. Pada kawasan luar Jawa, pertumbuhan akses terhadap air bersih sebesar 8.8%, dengan pertumbuhan yang konstan maka pada tahun 2015 Rumah Tangga yang telah mendapat akses air bersih hanya sebesar 44.6%. Berdasarkan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum akses rumah tangga terhadap air bersih masih rendah. Hasil ini sesuai dengan yang disampaikan UNICEF yaitu saat ini Indonesia tidak berada pada arah yang tepat dalam upaya akselerasi ketersediaan air bersih, karena provinsi-provinsi dengan kinerja yang baik (Jawa Tengah dan Yogyakarta) masih mengalami masalah air bersih, ditambah telah terjadi penurunan akses air bersih1. Akses air bersih di kedua kawasan masih sangat rendah, hal tersebut juga dipengaruhi masih banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih berasal dari sumber air tidak terlindung dan sumur bor (Gambar 7).
1
UNICEF Indonesia. 2012. Dalam Artikel “Ringkasan kajian Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan” [www.unicef.or.id]
15
Air Kemasan Bermerk Air Isi Ulang
3% 20%
7% 10%
18%
37%
Ledeng Meteran
10%
Ledeng Eceran 13%
3% 29% 21%
Pulau Jawa
18%
9%
Luar Jawa
2%
Sumur Bor Sumur Terlindung Lainnya
Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 7 Persentase penggunaan sumber air minum berdasarkan sumbernya di Pulau Jawa dan Luar Jawa 2011 Modal selanjutnya untuk membantu kelancaran proses produksi adalah ketersediaan sumber energi utama yaitu listrik. Rata-rata rumah tangga yang mendapat akses listrik di Pulau Jawa adalah sebesar 97.8% dan pada tahun 20072011 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 0.4%. Untuk kawasan luar Jawa, rata-rata rumah tangga yang mendapat akses listrik adalah sebesar 79.7% dan mengalami pertumbuhan yang negatif pada tahun 2009 dan 2011. Rata-rata tingkat pertumbuhan mengalami peningkatan sebesar 1.5% (Gambar 6). Tingkat elektrifikasi di kedua kawasan cukup baik, Data The World Bank tahun 2009 menunjukkan bahwa tingkat elektrifikasi dunia hanya sebesar 66.7%. Akses rumah tangga pada listrik lebih tinggi di Pulau Jawa dibandingkan luar Jawa, bahkan di Pulau Jawa ketersediaan listrik hampir dapat dinikmati oleh seluruh rumah tangga. Karakteristik Pulau Jawa yang didominasi oleh sektor industri menyebabkan perkembangan akses terhadap listrik sangat tinggi. Penyediaan tenaga listrik dihadapkan pada beberapa masalah, diantaranya kondisi geografis dan demografis yang membuat banyaknya pulau-pulau dengan penduduk yang tidak merata sulit mendapatkan ekses listrik. Adanya pulau-pulau besar dengan penduduk yang padat memungkinkan dikembangkan sistem interkoneksi, sedangkan untuk pulau yang memiliki penduduk yang sedikit dan tersebar harus lebih ditangani. Perlu dikembangkan teknologi tertentu untuk penyediaan tenaga listrik sesuai karakteristik masing-masing daerah. Jika ditinjau dari pertumbuhan kedua variabel tersebut, perkembangan air bersih tumbuh lebih progresif dibandingkan dengan listrik.
16
Pulau Jawa
Luar Jawa
Jumlah (Unit/1000 orang)
1.3 1.2 1.1
1.2
1.2
1.19
1.2
0.73
0.71
0.71
0.7
2008
2009
2010
2011
1.15
1 0.9 0.8
0.68
0.7 0.6 0.5 2007
Tahun Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 8 Pertumbuhan rata-rata kepadatan sekolah di Pulau Jawa dan Luar Jawa 2007-2011 Berdasarkan Gambar 8, ketersediaan infrastruktur kesehatan yang diwakili oleh jumlah ranjang rumah sakit, Pulau Jawa memiliki rata-rata kepadatan ranjang rumah sakit sebesar 0.76 setiap tahunnya. Ditinjau berdasarkan tingkat pertumbuhannya, terjadi rata-rata pertumbuhan yang cukup baik yaitu sebesar 5.68% setiap tahunnya. Ketersediaan infrastruktur pendidikan yang diwakili oleh jumlah sekolah memiliki rata-rata kepadatan sebesar 0.71 setiap tahunnya. Ditinjau berdasarkan tingkat pertumbuhannya, terjadi rata-rata pertumbuhan yang cukup rendah yaitu sebesar 0.64% setiap tahunnya. Pada periode tahun 2009-2011 pertumbuhannya negatif, hal tersebut diduga disebabkan karena berkurangnya jumlah sekolah akibat meningkatnya jumlah sekolah tidak layak huni, namun populasi terus meningkat. Pada kawasan luar Jawa, rata-rata kepadatan ranjang rumah sakit sebesar 0.99 setiap tahunnya. Ditinjau berdasarkan tingkat pertumbuhannya, terjadi rata-rata pertumbuhan yang cukup baik yaitu sebesar 5.35% setiap tahunnya. Ketersediaan infrastruktur pendidikan memiliki rata-rata kepadatan sebesar 1.99 setiap tahunnya. Ditinjau berdasarkan tingkat pertumbuhannya, terjadi penurunan sebesar 0.0001. Meskipun pertumbuhannya negatif, kondisi kepadatan sekolah di luar Jawa dapat dikatakan cenderung konstan dengan nilai ragam yang sangat kecil yaitu sebesar 0.0005. Ketersediaan infrastruktur sosial di luar Jawa memiliki kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan di Pulau Jawa, namun jika ditinjau dari tingkat pertumbuhannya maka Pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Ketersediaan infrastruktur kesehatan di kedua kawasan tumbuh cukup tinggi, namun ketersediaan infrastruktur pendidikan tumbuh lambat dengan rata-rata yang cenderung konstan.
17
Pulau Jawa
Luar Jawa
Jumlah (Unit/1000 orang)
1.2 1.1 1 0.9
0.96
1.01
1.03
0.87
0.8
0.86
0.7 0.6
1.07
0.69
0.71
2007
2008
0.75
0.77
2009
2010
0.5 0.4 2011
Tahun Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 9 Pertumbuhan rrata-rata kepadatan ranjang rumah sakit di Pulau Jawa dan luar Jawa 2007-2011 Gambaran Umum Pengangguran Indonesia Ditinjau dari gambaran umum tingkat pengangguran provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2011, terdapat 10 provinsi yang memiliki tingkat TPT lebih tinggi daripada TPT nasional yaitu sebesar 6.56% (Gambar 10). Provinsi-provinsi tersebut adalah Banten, Jakarta, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Papua Barat, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Aceh, Maluku, dan Sulawesi Selatan. Banten adalah provinsi dengan tingkat TPT tertinggi yaitu 13.06%. Sepuluh provinsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu provinsi-provinsi dengan PDRB per kapita yang tinggi seperti Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, dan Papua Barat. Provinsi lainnya memiliki kecenderungan tingkat PDRB per kapita yang rendah. PDRB per kapita yang tinggi menjadi daya tarik tersendiri untuk meningkatkan jumlah migrasi masuk ke daerah tersebut, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan tingginya jumlah pencari kerja yang berujung pada peningkatan tingkat pengangguran di daerah tersebut. Kasus kedua yaitu tingkat PDRB per kapita yang rendah dapat menyebabkan tingkat pengangguran yang tinggi karena kemampuan daerah tersebut untuk menciptakan lapangan kerja yang rendah, sehingga tidak mampu menyerap keseluruhan angkatan kerja yang ada.
18
Rata-rata TPT Nasional
PDRB per Kapita
14.0
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
12.0 TPT (%)
10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 -
PDRB per Kapita (Juta Rp.)
TPT
Provinsi Sumber: BPS RI (diolah) 2011
Gambar 10 Perbandingan TPT provinsi, rata-rata TPT nasional, dan PDRB per kapita 2011 Berdasarkan pembagian wilayah administratif kota dan kabupaten di Indonesia, 64% daerah kota memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi daripada tingkat pengangguran nasional, sedangkan hanya 30% kabupaten yang memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional. Selain itu, rata-rata tingkat pengangguran daerah kota tahun 2007-2011 lebih tinggi dibandingkan rata-rata daerah kabupaten (Gambar 11). Fakta tersebut menunjukkan bahwa daerah kota yang dianggap menarik oleh para pencari kerja ternyata menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi di daerah tersebut.
14.0
11.8
TPT (%)
12.0 10.0
Kabupaten
Kota
11.0
10.8 9.3
8.2
7.8
8.0 6.0
Total
7.2
6.9
4.0
7.3
7.8 6.5 6.0
6.3
5.7
5.5
2010
2011
2.0 2007
2008
2009 Tahun
Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 11
Perbandingan rata-rata TPT berdasarkan daerah administratif kabupaten dan kota 2007-2011
19
Ditinjau dari tingkat pengangguran di tahun awal dan akhir penelitian, terjadi penurunan rata-rata tingkat pengangguran di Pulau Jawa dan luar Jawa. Pada tahun 2007 rata-rata tingkat pengangguran di Pulau Jawa sebesar 8.80% dan luar Jawa 7.80%. Pada akhir tahun penelitian tahun 2011, kedua kawasan tersebut mengalami penurunan tingkat pengangguran yaitu 6.25% untuk Pulau Jawa dan 5.79% untuk luar Jawa. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kabupaten/kota di Pulau Jawa memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Pada tahun 2007, daerah yang memiliki tingkat pengangguran terendah di Pulau Jawa adalah Kota Blitar dengan tingkat pengangguran sebesar 1.5%, sedangkan di luar Jawa adalah Kabupaten Aceh Besar dengan tingkat pengangguran sebesar 0.02%. Tingkat pengangguran tertinggi di Pulau Jawa adalah Kota Sukabumi dengan tingkat pengangguran sebesar 22.15%, sedangkan Kota Palopo dengan tingkat pengangguran sebesar 20.80% menjadi daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi di luar Jawa. Tabel 4 Perbandingan perkembangan TPT Pulau Jawa dan luar Jawa 2007 dan 2011 Indikator Rata-rata Minimum Maximum
Pulau Jawa 2007 2011 8.80 5.79 1.50 0.04 22.15 19.40
Luar Jawa 2007 7.88 0.02 20.80
2011 5.79 0.04 19.40
Sumber: BPS RI (diolah)
Pada tahun 2011, daerah yang memiliki tingkat pengangguran terendah di Pulau Jawa adalah Kabupaten Sampang dengan tingkat pengangguran sebesar 1.25%, sedangkan di luar Jawa adalah Kota Lhoksumawe dengan tingkat pengangguran 0.04%. Tingkat pengangguran tertinggi di Pulau Jawa adalah Kota Bogor dengan tingkat TPT sebesar 10.73%, sedangkan Kabupaten Aceh Utara dengan tingkat pengangguran sebesar 19.40% menjadi daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi di luar Jawa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Pengangguran Sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan model panel yang terbaik untuk menganalisis keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa dan luar Jawa dapat dilakukan pengujian statistik melalui Hausman test dan Chow test. Berdasarkan Hausman test dan Chow test pada kedua model (model 1: Pulau Jawa; model 2: luar Jawa) memiliki probabilitas Chi-Sq yang kurang dari taraf nyata 5% (0.000<0.05) sehingga model tersebut lebih tepat menggunakan Fixed Effect Model (Tabel 5). Pada model ini pendugaan parameternya dilakukan dengan pembobotan dengan metode GLS (Generalised Least Square) yaitu dengan mentransformasi model sedemikian rupa
20
sehingga memenuhi asumsi Gauss-Markov untuk mendapatkan komponenkomponen sisaan yang homogen (homoskedastisitas) dan tidak menunjukkan autokorelasi (Juanda, 2009) dan coefficient covariance white cross section method dengan tujuan untuk mengoreksi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Tabel 5 Uji model terbaik (pooled least square, random effect model dan fixed effect model) Uji Model Terbaik Hausman Test Probability Chow Test Probability Keterangan : ** signifikan pada taraf 5%
Probabiltas Chi-sq Model 1 Model 2 0.0000** 0.0000** 0.0000** 0.0000**
Untuk memperoleh penduga yang bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased Estimator) maka penduga tersebut harus terbebas dari pelanggaran asumsi klasik yaitu multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Evaluasi hasil estimasi dilakukan dengan dua kriteria, yaitu kriteria statistika dan kriteria ekonomi. Uji diagnostik pada kriteria statistika terkait dengan kebaiksesuaian (goodness of fit) model dan pengujian hipotesis. Dalam pengujian hipotesis dapat dilakukan uji individu dan uji bersama-sama. Kriteria statistika terdiri dari RSquared (R2), uji t (uji individu), serta uji F. Sedangkan kriteria ekonomi berkaitan dengan tanda (sign) dan besaran (magnitude) dari penduga. Model Pulau Jawa Uji pelanggaran terhadap asumsi klasik yang pertama adalah multikolinearitas. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas, maka dapat dilakukan dengan membandingkan nilai korelasi (rij2) terhadap nilai R2. Hasil uji korelasi (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pada model tidak terjadi multikolinearitas karena semua nilai rij2 lebih kecil dari nilai R2 (rij2
21
variabel bebasnya. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 5% dan 10% menandakan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf nyatanya masingmasing dan mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan Uji-t, pada Model 1 semua variabel signifikan di taraf nyata 5%. Tabel 6 Hasil estimasi model pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap TPT dengan metode fixed effect model di Pulau Jawa Pulau Jawa Koefisien S.E. 1 C 29.42** 11.49 2 Air Bersih -0.13** -12.28 3 Listrik -0.20** -4.89 4 Panjang Jalan -0.37** -3.18 5 Ranjang RS -0.84** -2.65 6 Sekolah 2.19** 1.73 Uji Kesesuaian Model R-Squared (R2) 0.9341 Durbin-Watson 2.0411 Prob > F-stat 0.0000** Number of Obs 330 Keterangan : ** signifikan pada taraf 5% No.
Variabel Bebas
Ketersediaan infrastruktur air bersih (AIR) memberikan dampak negatif yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur air bersih dapat menurunkan tingkat pengangguran. Pada Model 1, kenaikan ketersediaan infrastruktur air bersih sebesar 1% akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.13%. Ketersediaan infrastruktur listrik (LTK) pada berpangaruh negatif secara signifikan pada taraf 5%, yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur listrik dapat menurunkan tingkat pengangguran. Kenaikan ketersediaan infrastruktur listrik sebesar 1% akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.2%. Ketersediaan infrastruktur jalan (lnJLN) berpangaruh negatif secara signifikan pada taraf 5%, yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur jalan dapat menurunkan tingkat pengangguran. Kenaikan ketersediaan infrastruktur jalan sebesar 1% akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.37%. Secara umum dapat dikatakan bahwa infrastruktur ekonomi memiliki pengaruh sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan. Ketersediaan infrastruktur kesehatan (lnTT) berpangaruh negatif secara signifikan pada taraf 5%, yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur kesehatan dapat menurunkan tingkat pengangguran. Kenaikan ketersediaan infrastruktur kesehatan sebesar 1% akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.84%. Ketersediaan infrastruktur pendidikan (lnSK) pada berpangaruh positif secara signifikan pada taraf 5%, yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur pendidikan cenderung dapat meningkatkan tingkat pengangguran. kenaikan ketersediaan infrastruktur pendidikan sebesar 1% akan meningkatkan tingkat pengangguran sebesar 1.05%.
22
Model Luar Jawa Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7, model 2 memiliki nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5% (0,0000<0,0500) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap tingkat pengangguran. Nilai R2 sebesar 0.9549 yang berarti sebesar 95.49% keragaman yang terdapat pada variabel dependen (TPT) dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan 4.51% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pengujian berikutnya dilakukan pada masing-masing variabel bebas. Untuk membuktikan secara statistik variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengangguran maka dilakukan melalui Uji-t. Uji tersebut dapat dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel bebasnya. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 5% dan 10% menandakan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf nyatanya masingmasing dan mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan Uji-t, pada Model 1 semua variabel signifikan di taraf nyata 5%. Tabel 7 Hasil estimasi model pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap TPT dengan metode fixed effect model di luar Jawa Pulau Jawa Koefisien 1 C 8.04** 2 Air -0.05** 3 Listrik -0.005 4 Jalan -0.12 5 Ranjang RS -0.56** 6 Sekolah 1.09** Uji Kesesuaian Model R-Squared (R2) 0.9549 Durbin-Watson 1.7541 Prob > F-stat 0.0000** Number of Obs 420 Keterangan : ** signifikan pada taraf 5% No.
Variabel Bebas
S.E. 21.76 -3.82 -0.89 -0.99 -2.14 6.19
Ketersediaan infrastruktur air bersih (AIR) memberikan dampak negatif yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur air bersih dapat menurunkan tingkat pengangguran. Pada Model ini, kenaikan ketersediaan infrastruktur air bersih sebesar 1% akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.05%. Berbeda dengan Infrastruktur air bersih, ketersediaan infrastruktur listrik (LTK) tidak berpangaruh secara signifikan pada taraf 5%, namun memiliki tanda negatif sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Kondisi ini diduga karena di luar Jawa kebutuhan listrik bukanlah hal utama dalam kegiatan ekonomi seperti yang terjadi di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan kawasan industri utama Indonesia, sehingga kebutuhan energi seperti listrik sangat penting dalam proses produksi. Sektor Industri adalah sektor yang berbasis pada teknologi terutama mesin, sehingga ketersediaan sumber listrik yang baik akan sangat membantu perkembangan sektor tersebut dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Selain itu, populasi yang padat memudahkan dikembangkannya sistem interkoneksi.
23
Pada model ini, ketersediaan infrastruktur jalan (lnJLN) tidak berpengaruh secara signifikan di taraf nyata 5%, namun memiliki tanda negatif sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Kondisi ini diduga karena jalan bukanlah hambatan utama dalam melakukan kegiatan ekonomi di luar Jawa. Jika ditinjau berdasarkan kondisi Pulau Jawa, masalah kemacetan yang timbul akibat terlalu padatnya lalu lintas merupakan salah satu hambatan utama dalam kegiatan ekonomi sehingga dapat mengurangi efisiensi produksi berupa peningkatan biaya transportasi. Enam kota dengan tingkat kemacaten tertinggi, tiga diantaranya berada di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Bandung, dan Surabaya2. Ketersediaan infrastruktur kesehatan (lnTT) berpengaruh secara signifikan di taraf 5%, yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur kesehatan dapat menurunkan tingkat pengangguran. Pada model ini, kenaikan ketersediaan infrastruktur kesehatan sebesar 1% akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.56%. Sedangkan, infrastruktur pendidikan (lnSK) berpangaruh positif secara signifikan pada taraf 5%, yang berarti peningkatan ketersediaan infrastruktur pendidikan cenderung dapat meningkatkan tingkat pengangguran. Pada model ini, kenaikan ketersediaan infrastruktur pendidikan sebesar 1% akan meningkatkan tingkat pengangguran sebesar 1.09%. Berdasarkan hasil estimasi pada kedua model, terdapat perbedaan karakteristik antara kawasan Pulau Jawa dan luar Jawa dalam upaya mengurangi tingkat pengangguran. Ketersediaan infrastruktur ekonomi yang terdiri dari infrastruktur jalan, air bersih, dan listrik mampu menyerap tenaga kerja di Pulau Jawa, namun di luar Jawa hanya infrastruktur air bersih yang mampu mengurangi tingkat pengangguran. Kondisi ini diduga berkaitan dengan sektor yang berkembang di kedua kawasan. Pulau Jawa merupakan kawasan industri utama Indonesia, sehingga kebutuhan sumber energi dasar seperti listrik sangat dibutuhkan dalam proses produksi. Sektor industri adalah sektor yang berbasis pada teknologi terutama mesin, sehingga ketersediaan listrik yang baik akan membantu perkembangan sektor tersebut dalam menyerap tenaga kerja lebih banyak. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada periode 2009-2011 rata-rata PDB yang berasal dari sektor industri di Pulau Jawa sebesar 65% yang menunjukkan bahwa Pulau Jawa merupakan pusat industri Indonesia. Tabel 8 Jumlah dan proporsi sektor industri di Pulau Jawa 2009-2011 Kawasan Pulau Jawa Indonesia Proporsi
2009 380 264.52 570 102.50 66.7 %
2010 392 158.09 597 134.90 65.7 %
2011 410 921.05 633 781.90 64.8 %
Sumber: BPS RI, 2012
Ketersediaan infrastruktur jalan juga tidak berpengaruh signifikan di luar Jawa. Kondisi ini lebih dikarenakan jalan bukanlah hambatan utama dalam kegiatan ekonomi di luar Jawa. Jika ditinjau berdasarkan kondisi Pulau Jawa, masalah kemacetan yang timbul akibat tingkat kepadatan kendaraan yang tinggi 2
Antique S. 2011. Dalam artikel “Strategi Atasi Macet di 6 Kota Besar” [http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/221296-strategi-atasi-macet-di-6-kota-metropolitan]
24
merupakan salah satu hambatan utama dalam melakukan kegiatan ekonomi sehingga dapat mengurangi efisiensi produksi berupa peningkatan biaya transportasi. Enam kota dengan tingkat kemacetan tertinggi, tiga diantaranya berada di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Bandung, dan Surabaya3. Hasil estimasi terhadap infrastruktur pendidikan cenderung akan meningkat tingkat pengangguran. Hasil ini menunjukkan bahwa pembangunan sarana prasarana pendidikan belum tepat. Pada hipotesis telah disampaikan bahwa pendidikan dapat meningkatkan pengangguran melalui jalur upah. Selain itu, pengangguran dapat muncul akibat kurangnya keterampilan angkatan kerja sehingga terjadi mismatch (ketidaksesuaian) antara tingkat pendidikan pencari kerja dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan yang sama yaitu SLTA Umum dan SLTA Kejuruan, tingkat pengangguran terbuka yang berasal dari SLTA Umum lebih tinggi, bahkan jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Data ini menunjukkan bahwa lulusan SLTA Kejuruan yang memiliki keterampilan khusus dapat membuka kesempatan kerja yang lebih baik dibandingkan SLTA Umum. Hasil penelitian Suryono (2011) yang mencari kesesuaian antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan pekerja di Pulau Jawa menunjukkan bahwa pada beberapa provinsi seperti Banten dan D. I. Yogyakarta masih terjadi mismatch yang cukup tinggi. Kondisi mismatch di Pulau Jawa cenderung semakin parah pada periode 2008-2010. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa banyaknya lulusan pendidikan tinggi dapat memberikan pengaruh negatif apabila pertambahan lulusan tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Tabel 9 Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan 2010-2012 No 1 2 3 4
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD SLTP SLTA Umum SLTA Kejuruan
Agustus 2010 1 402 858 1 661 449 2 149 123 1 195 192
Agustus 2011 1 120 090 1 890 755 2 042 629 1 032 317
Agustus 2012 1 449 508 1 701 294 1 832 109 1 041 265
Sumber: BPS RI, 2012
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ketersediaan infrastruktur ekonomi perlu lebih memperhatikan infrastruktur air. Akses rumah tangga terhadap air bersih hanya sebesar 21.1% di Pulau Jawa dan 29.6% di luar Jawa. Angka termasuk sangat rendah mengingat bahwa target pencapaian pemerintah sebesar 50% di tahun 2015. Ketersediaan infrastruktur listrik lebih baik di Pulau Jawa dibandingkan luar Jawa. Faktor interkoneksi di 3
Antique S. 2011. Dalam Artikel “Strategi Atasi Macet di 6 Kota Besar” [http://bisnis.news.viva.co.id/read/221296-strategi-atasi-macet-di-6-kota-metropolitan]
25
Pulau Jawa menyebabkan perkembangan elektrifikasi lebih baik di Pulau Jawa. Infrastruktur jalan yang diukur melalui tingkat kepadatannya menunjukkan bahwa kepadatannya lebih baik di Pulau Jawa dibandingkan luar Jawa. Pertumbuhan di kedua kawasan cenderung rendah. Dari sisi Infrastruktur sosial yaitu infrastruktur kesehatan dan pendidikan, tingkat kepadatannya lebih tinggi di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Jawa. Faktor populasi yang tinggi di Pulau Jawa diduga sebagai alasan utama kondisi tersebut. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode data panel dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan secara umum bahwa Infrastruktur yang menyebabkan berkurangnya tingkat pengangguran di Indonesia adalah infrastruktur air bersih dan kesehatan. Pada Pulau Jawa seluruh infrastruktur ekonomi dan sosial dapat mengurangi tingkat pengangguran, sedangkan di luar Jawa hanya infrastruktur air bersih, kesehatan, dan pendidikan yang dapat mengurangi tingkat pengangguran. hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk memperbaiki kondisi pengangguran di luar Jawa seharusnya lebih berfokus pada pembangunan infrastruktur sosial. Infrastruktur pendidikan cenderung meningkatkan tingkat pengangguran. Hal ini lebih disebabkan oleh masalah upah dan mismatch yang berkembang di Indonesia. Hasil estimasi pengaruh ketersediaan infratruktur terhadap tingkat pengangguran lebih besar pengaruhnya di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Jawa. Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa rekomendasi seperti: 1) Infrastruktur air bersih perlu mendapatkan perhatian khusus, melihat bahwa akses rumah tangga terhadap air bersih yang masih rendah; 2) Pembangunan infrastruktur secara umum memiliki peran penting dalam mengurangi tingkat pengangguran di seluruh kawasan Indonesia; 3) Perlu diberikan perhatian lebih pada infrastruktur sosial di luar Jawa dalam upaya menekan pengangguran di kawasan tersebut; 4) Upaya untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk seharusnya lebih ditingkatkan, mengingat bahwa kepadatan penduduk merupakan salah satu penghambat pemerataan ketersediaan infrastruktur; 5) Pada penelitian selanjutnya dapat melengkapi jumlah kabupaten/kota yang digunakan dan menambahkan variabel antara untuk lebih menambah kelengkapan analisis.
DAFTAR PUSTAKA Abernethy CL. 1997. Water Management in the 21st Century. Problems and Challenges. D.C. Frankfurt. Amri M. 2013. ACI Methodology for Competitiveness Ranking and Simulation Studies of 33 Indonesian Provinces. Research Associate, Asia Competitiveness Institute: National University of Singapore. Baltagi BH. 2001. Econometrics Analysis of Data panel. Third Edition. Great Britain, Biddles Ltd.
26
Bappenas. 2003. Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama, dan Pascakrisis. Perum Percetakan Negara RI Jakarta. Bellante D, Jackson M. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta (ID): Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Blanchard O. 2006. Macroeconomics. 4th Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall [BPS] Badan Pusat Statistik. Aceh dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Nangroe Aceh Darussalam. ________________________. Bali dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Bali. ________________________. Bengkulu dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Bengkulu ________________________. Jawa Barat dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Jawa Barat. ________________________. Jawa Tengah dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Jawa Tengah ________________________. Jawa Timur dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Jawa Timur ________________________. Kalimantan Barat dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Kalimantan Barat. ________________________. Kalimantan Timur dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Kalimantan Timur. ________________________. Nusa Tenggara Timur dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Nusa Tenggara Timur. ________________________. Papua dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS : Papua ________________________. Sulawesi Selatan dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Sulawesi Selatan. ________________________. Sulawesi Tenggara dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Sulawesi Tenggara. ________________________. Sumatra Selatan dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Sumatra Selatan. ________________________. Sumatra Utara dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Sumatra Utara. ________________________. Yogyakarta dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Yogyakarta. ________________________. Berbagai Tahun Publikasi. Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). BPS: Jakarta. Bulohlabna C. 2008. Tipologi Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press Bogor. Gibson J, Olivia S. 2009. The Effect of Infrastructure Access and Quality on NonFarm Enterprises in Rural Indonesia. World Development 38(5):717-726. Gujarati DN. 2003. Basic Econometrics. McGraw-Hill International Edition, Economic Series. Jhingan ML. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta (ID): CV Rajawali.
27
Juanda B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press Bogor. Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics Second Edition. USA: Harper & Row Publisher, INC. Lipsey R. 1997. Pengantar Makroekonomi. Maulana A, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Mankiw NG. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Liza F, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. 6th Edition. Muslikhah AN. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pengurangan Pengangguran di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugraheni D, 2012. Kinerja Keuangan Daerah, Infrastruktur, dan Kemiskinan: Analisis Kabupaten/Kota di Indonesia 2006-2009 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ramelan R. 1997. Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Jakarta (ID): Koperasi Jasa Profesi LPPN. Sukirno S. 2008. Makroekonomi: Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syahrial A. 2004. Peranan UKM dan Prospeknya bagi Perekonomian Indonesia. Jurnal Equilibrium Vol.2(1). Suryono P. 2011. Kesesuaian Tingkat dan Jenis Pekerjaan Pekerja di Pulau Jawa: Analisis Sakernas Tahun 2010. BPS Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Munandar H, penerjemah; Bernadi D, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. Ninth Edition. Vidyattama Y. 2010. A Search for Indonesia’s Regional Growth Determinants. ASEAN Economic Bulletin 27(3):281-94. Zetha E, Tambunan T. 2006. Laporan Ekonomi Bulanan Agustus 2006 Kamar Dagang Industri dan Industri Indonesia [Internet]. Tersedia pada: http://www.kadin-indonesia.or.id.
28
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di Pulau Jawa UN AIR LTK LNJLN LNTTS LNSKS
UN 1.000000 0.310727 -0.074750 0.086470 0.158653 -0.310791
AIR 0.310727 1.000000 0.291728 0.473526 0.460057 -0.395856
LTK -0.074750 0.291728 1.000000 0.300228 0.275996 -0.136545
LNJLN 0.086470 0.473526 0.300228 1.000000 0.658935 -0.182962
LNTTS 0.158653 0.460057 0.275996 0.658935 1.000000 0.078023
Lampiran 2 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di Pulau Jawa Dependent Variable: UN Method: Panel Least Squares Date: 05/12/13 Time: 01:34 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 66 Total panel (balanced) observations: 330 Variable
Coefficient
AIR LTK LNJLN LNTT LNSK C
0.049158 -0.360565 -0.564002 1.052929 -3.131945 40.94035
R-squared 0.201517 Adjusted R-squared 0.189194 S.E. of regression 3.469080 Sum squared resid 3899.182 Log likelihood -875.7056 F-statistic 16.35385 Prob(F-statistic) 0.000000
Std. Error
t-Statistic
0.014921 3.294519 0.097945 -3.681309 0.217749 -2.590151 0.300069 3.508956 0.599409 -5.225055 9.577276 4.274738 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0011 0.0003 0.0100 0.0005 0.0000 0.0000 7.669333 3.852617 5.343670 5.412745 5.371223 0.381515
LNSKS -0.310791 -0.395856 -0.136545 -0.182962 0.078023 1.000000
29
Lampiran 3 Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di Pulau Jawa Dependent Variable: UN Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/12/13 Time: 01:49 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 66 Total panel (balanced) observations: 330 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AIR LTK LNJLN LNTT LNSK C
-0.124972 -0.200801 -0.373664 -0.836701 1.053528 29.41839
0.010180 0.041146 0.117439 0.315693 0.479829 4.057329
-12.27612 -4.880200 -3.181757 -2.650361 2.195633 7.250679
0.0000 0.0000 0.0016 0.0085 0.0290 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.934089 0.916275 1.476617 52.43601 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
10.47174 5.939316 564.7234 2.041160
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.883492 568.9373
Mean dependent var Durbin-Watson stat
7.669333 1.939649
30
Lampiran 4 Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di Pulau Jawa Dependent Variable: UN Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/12/13 Time: 01:47 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 66 Total panel (balanced) observations: 330 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AIR LTK LNJLN LNTT LNSK C
-0.093510 -0.263392 -0.038898 0.714726 -1.105070 35.45693
0.019507 0.074685 0.132839 0.469964 0.782420 6.204765
-4.793691 -3.526698 -0.292819 1.520810 -1.412375 5.714468
0.0000 0.0005 0.7698 0.1293 0.1588 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
2.852715 1.480424
Rho 0.7878 0.2122
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.165659 0.152783 1.691445 12.86609 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.733837 1.837640 926.9591 1.196167
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.255003 6128.476
Mean dependent var Durbin-Watson stat
7.669333 0.180926
31
Lampiran 5 Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 39.611354
d.f.
Prob.
(65,259)
0.0000
Lampiran 6 Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di Pulau Jawa Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 103.949403
5
Prob. 0.0000
32
Lampiran 7 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di luar Jawa UN AIR LTK LNJLN LNTT LNSK
UN 1.000000 0.228961 0.284092 0.281725 0.203113 -0.221716
AIR 0.228961 1.000000 0.595303 0.440208 0.576937 -0.537917
LTK 0.284092 0.595303 1.000000 0.553263 0.355403 -0.539747
LNJLN 0.281725 0.440208 0.553263 1.000000 0.308126 -0.493438
LNTT 0.203113 0.576937 0.355403 0.308126 1.000000 -0.334895
Lampiran 8 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di luar Jawa Dependent Variable: UN Method: Panel Least Squares Date: 05/12/13 Time: 02:03 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 84 Total panel (balanced) observations: 420 Variable
Coefficient
AIR LTK LNJLN LNTT LNSK C
0.000621 0.031256 0.366876 0.417425 -0.402684 5.234227
R-squared 0.111757 Adjusted R-squared 0.101029 S.E. of regression 3.923885 Sum squared resid 6374.305 Log likelihood -1167.107 F-statistic 10.41769 Prob(F-statistic) 0.000000
Std. Error
t-Statistic
0.012014 0.051687 0.013853 2.256191 0.138058 2.657399 0.263779 1.582483 0.694449 -0.579861 1.213018 4.315043 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.9588 0.0246 0.0082 0.1143 0.5623 0.0000 6.819214 4.138504 5.586224 5.643942 5.609037 0.263300
LNSK -0.221716 -0.537917 -0.539747 -0.493438 -0.334895 1.000000
33
Lampiran 9 Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di luar Jawa Dependent Variable: UN Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/12/13 Time: 02:05 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 84 Total panel (balanced) observations: 420 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AIR LTK LNJLN LNTT LNSK C
-0.046375 -0.005380 -0.119064 -0.564412 1.086773 8.037653
0.012131 0.005996 0.120275 0.263309 0.175311 0.369405
-3.822813 -0.897164 -0.989933 -2.143531 6.199113 21.75837
0.0002 0.3703 0.3229 0.0328 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.954975 0.943004 1.728045 79.77728 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
10.38050 9.440356 988.4120 1.754159
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.861327 995.1621
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.819214 1.567520
34
Lampiran 10 Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediann infrastruktur terhadap tingkat pengangguran di luar Jawa Dependent Variable: UN Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/12/13 Time: 02:06 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 84 Total panel (balanced) observations: 420 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
AIR LTK LNJLN LNTT LNSK C
-0.025511 0.023045 0.082952 -0.149036 -0.479116 5.890092
Std. Error
t-Statistic
0.009617 -2.652627 0.010068 2.288907 0.112449 0.737683 0.152566 -0.976868 0.513282 -0.933436 1.020231 5.773294
Prob. 0.0083 0.0226 0.4611 0.3292 0.3511 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
3.566879 1.732949
Rho 0.8090 0.1910
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.015956 0.004071 1.781773 1.342551 0.245305
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.447872 1.785411 1314.332 1.208238
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.000425 7173.253
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.819214 0.221382
35
Lampiran 11 Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di luar Jawa Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 66.902875
d.f.
Prob.
(83,331)
0.0000
Lampiran 12 Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat pengangguran di luar Jawa Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 28.656790
5
Prob. 0.0000
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Denpasar, Bali pada tanggal 18 Januari 1992 dari pasangan Ida Bagus Astawa dan Ida Ayu Pajariati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMAN 3 Denpasar dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di organisasi mahasiswa daerah Bali (Omda Bali), organisasi Brahmacaraya Bogor sebagai Kepala Divisi Informasi dan Komunikasi periode 2012/2013, organisasi kerohanian IPB Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) sebagai Ketua Divisi Sosial Lingkungan periode 2010/2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi anggota Hipotesa pada Divisi DNA (Discussion and Analysis) periode 2010/2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis telah mengikuti berbagai kepanitiaan setingkat Departemen, Fakultas, dan IPB. Selama di bangku kuliah, penulis mendapat beasiswa unggulan Depdiknas-CIMB Niaga. Selain itu, penulis menjadi asisten mata kuliah Matematika Ekonomi pada tahun 2013 dan mengikuti beberapa lomba karya penulisan ilmiah seperti PKM-P dan PKM-GT.