KOSTUM TARI INDHEL DENGAN SUMBER IDE KUTANG SUROSO PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Program Studi Teknik Busana
Disusun oleh : SULISTIYONINGRUM NIM 07514131004 PROGRAM STUDI TEKNIK BUSANA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA DAN BUSANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011
ABSTRAK KOSTUM TARI INDHEL DENGAN SUMBER IDE KUTANG SUROSO Oleh : SULISTIYONINGRUM (07514131004) Proyek Akhir dengan judul Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso ini mempunyai empat tujuan, yaitu untuk : 1) Mengetahui karakteristik tari indhel 2) Mencipta disain kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso 3) Membuat kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso 4) Mempertunjukkan kostum tari indhel melalui gelar koreografi. Pada proses pembuatan kostum tari indhel ini diperoleh dengan mengkaji beberapa sumber referensi dari buku mengenai karakteristik tari. Tari indhel merupakan jenis tari kreasi baru yang ditarikan secara berkelompok oleh 7 orang penari wanita. Dalam tari indhel diceritakan mengenai aktivitas sekelompok orang dalam membuat gula jawa yang proses pengerjaannya masih dilakukan secara tradisional. Adapaun suasana yang muncul dari aktivitas pembuatan gula jawa adalah suasana tradisional dapat dilihat dari proses pembuatannya yang masih menggunakan alat–alat yang sederhana dan tradisional, sedangkan suasana kebersamaan dapat terlihat dari banyaknya orang yang terlibat dalam pembuatan gula jawa. Penulis dalam mencipta disain kostum tari dengan menerapkan unsur dan prinsip disain, mengambil sumber ide kutang suroso yang dituangkan dalam bentuk 4 gambar yaitu : design sketching yang merupakan bentuk awal penuangan ide-ide ke dalam bentuk gambar yang masih terpisah-pisah, production design diperlukan untuk menjelaskan detail masing-masing bagian dalam bentuk gambar, presentation drawing digunakan untuk menjelaskan bagian-bagian yang terdapat pada kostum tari indhel dalam bentuk keterangan-keterangan dan fashion illustration merupakan bentuk gambar secara sempurna yang telah dilengkapi dengan penggunaan warna sesuai bahan dan pemberian detail hiasan. Proses pembuatan kostum tari ini melalui tiga tahap yaitu : 1) tahap persiapan meliputi persiapan alat, pembuatan disan, mengambil ukuran, pembuatan pola busana, perencanaan bahan dan harga serta pemilihan bahan. 2) tahap pelaksanaan meliputi peletakan pola pada bahan, pemotongan dan pemberian tanda jahitan, penyambungan dengan dijelujur pada evaluasi proses I, sedangkan penjahitan dan pemasangan hiasan pada evaluasi proses II. 3) tahap evaluasi yaitu membahas hasil secara keseluruhan dari proses persiapan hingga kostum tersebut dikenakan penari dalam suatu pagelaran koreografi yang tujuannya untuk menampilakan dan mempromosikan hasil karya yang telah dibuat. Untuk menampilkan kostum tari melalui gelar koreografi meliputi persiapan awal, pelaksanaan dan evaluasi. Hasil pembuatan kostum tari indhel terdiri dari tiga bagian yaitu : bustier dengan lengan puff dan dilengkapi dengan hiasan smok pada sisi kanan dan kiri bustier untuk melambangkan kebersamaan, rok bentuk A – Line yang panjangnya sampai lutut dengan penambahan lipit kipas pada sisi kanan rok untuk memberikan kelonggaran saat melakukukan gerakan dan clemek. Bahan yang digunakan pada bustier adalah taffeta warna hijau muda dan oranye, untuk hiasan smok menggunakan kain satin warna oranye. Sedangkan untuk rok menggunakan bahan batik banyumas warna hijau tua untuk clemek dan lipit menggunakan bahan chiffon warna kuning. Kostum pembuat gula jawa ini dikenakan oleh penari dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dalam “Gelar Kolaborasi SENDIKAR FTBS” pada hari jumat dan sabtu tanggal 4 – 5 juni 2010 pukul 19.30 WIB di Stage Tedjokusumo FBS (Barat) Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAC INDHEL DANCE COSTUME WITH SOURCE IDEA OF KUTANG SUROSO By: SULISTIYONINGRUM (07514131004)
Final project titled Indhel Dance Costume with Source Idea of Kutang Suroso has four objectives namely: 1) Determine the characteristics of Indhel dance 2) Creating Indhel dance costume design with source idea of Kutang Suroso 3) Make Indhel dance costume with source idea of Kutang Suroso 4) Exhibiting Indhel Dance costume through choreography show. The making process of Indhel Dance costume was obtained from studying several sources of reference books about dance characteristics. Indhel Dance is kind of new creation dance was performed in group of 7 female dancers. Indhel Dance tells about a group activity in making of Javanese brown sugar traditional way. Traditional ambience can be seen from the use of simple and traditional tools, while the atmosphere of togetherness can be seen from the number of people involved in making of Javanese brown sugar. In creating dance costume design, writer applies element and principle design adopted from source idea of Kutang Suroso as outlined into 4 images, which are: design sketching which is an early form of ideas applying into fragmentary sketch form, production design which is required to explain details of each parts in sketch form, presentation drawing used to explain every parts were on Indhel dance costume in the remarks form and fashion illustration is complete sketch form that have been equipped with appropriate use of color for material and detailed ornaments application. The making process of costume dance has three phases: 1) preparation phase includes the preparation of equipments, creation of design, measuring, patterning, material design and price, and also selection of materials. 2) Implementation phase involves applying the pattern on fabric, cutting and marking off stitches, connecting stitches in evaluation process I, while sewing and placing ornaments in evaluation process II. 3) Evaluation phase which is to discuss the overall result of the preparatory process to the costumes worn by dancer in a choreography show that aims to display and promote the made-masterpiece. To exhibit the dance costume through choreography show included initial preparation, implementation, and evaluation. Indhel dance costume consist of three parts which are: bustier with puffed sleeves and fitted with smoke ornaments on right and left side of bustier for togetherness symbol, knee-length A-line skirt with pleat on right side of the skirt to make dance movements easily and apron. Material used for bustier is bright green and orange taffeta, for smoke ornaments using orange sateen. As for the skirt using dark green Banyumas batik, for apron and pleat using yellow chiffon. The costume of Javanese brown sugar maker is worn by dancers from Faculty of Languages and Arts, Yogyakarta State University in "SENDIKAR FTBS Collaboration show" on Friday and Saturday 4 and 5 June 2010, at 19.30 WIB in Tedjokusumo Stage FBS (west) Yogyakarta State University.
MOTTO
“Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan memberinya kesabaran dan tiada pemberian yang lebih baik dan luas yang diberikan Allah kepada seseorang melebihi kesabarannya” ( H. R. Bukhari )
PERSEMBAHAN
Persembahan Laporan Proyek Akhir ini dipersembahkan kepada : Bapak ibu yang selalu mencintaiku dan selalu memberikan dukungannya. Kakakku yang super cerewat dan slalu tanya kapan wisudanya. Rekan – rekan D3 Reg angkatan 2007, Kunik, Tatik, Ika Gendhut, Diah kun, Rere, Ifah, Wulan, Siska, Titi, Ika Cahya, Tina, Yan dan semua yang tidak bisa saya tulis………(slalu semangat dan good luck,…..moga sukses) Rekan seperjuangan selama bimbingan, Irna, Ifah, Giantini dan Siska (semangat teman……dan slalu ingat kesabaran adalah kunci yang menuntun kita ke arah sukses) Serta semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah andil dalam proses penyusunan laporan proyek akhir ini.
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur tiada henti–hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya, sehingga proyek akhir dengan judul “Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa selesainya proyek akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucap terima kasih kepada : 1. Wardan Suyanto, Ed.D, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dr. Sri Wening, selaku Ketua Jurusan PTBB Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Dr. Sri Wening, selaku pembimbing proyek akhir yang telah memberikan bimbingan, doronagn dan pengarahan hingga terselesaikannya karya ini. 4. Widjiningsih, M.Pd, selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat demi kelancaran studi penulis. 5. Bapak / Ibu dosen dan karyawan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi bekal ilmu dan pelayanan selama ini. 6. Teman – teman Teknik Busana D3 Reguler dan Non Reguler, yang telah membantu penulis.
7. Sahabat–sahabat terbaik penulis, teman, keluarga dan orang terkasih penulis
yang selalu
mendorong
dan mendukung penulis untuk
menyelesaikan karya ini. 8. Serta pihak – pihak lain yang turut membantu yang tidak bisa saya sebut satu persatu. Semoga bantuan baik yang bersifat moral maupun material dari awal pembuatan hingga selesainya penulisan proyek akhir ini dapat menjadi amal baik dan ibadah, serta mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proyek akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga proyek akhir ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Februari 2011 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK……………………………………………………………... KATA PENGANTAR…………………………………………………. DAFTAR ISI…………………………………………………………... DAFTAR TABEL……………………………………………………... DAFTAR GAMBAR…………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………… B. Batasan Istilah……………………………………………… C. Rumusan Masalah ………………………………………… D. Tujuan……………………………………………………… E. Manfaat…………………………………………………… BAB II KAJIAN TEORI A. Karakteristik Tari Indhel…………………………………... 1. Pengertian Tari………………………………………… 2. Macam Tari…………………………………………….. 3. Tari Indhel…………….……………………………….. B. Sumber Ide…………………………………………………. 1. Pengertian Sumber Ide………………………………… 2. Sumber Ide Kutang Suroso……………………………. C. Disain………………………………………………………. 1. Pengertian Disain………………………………………. 2. Unsur dan Prinsip Disain………………………………. 3. Disain Kostum Tari……………………………………. 4. Disain Hiasan Kostum Tari……………………………. 5. Disain Pelengkap Kostum Tari………………………… D. Kostum Tari………………………………………………... 1. Pengertian Kostum Tari………………………………... 2. Penggolongan Kostum Tari……………………………. 3. Karakteristik Kostum Tari……………………..………. 4. Pola Kostum Tari……………………………………… 5. Teknologi Kostum Tari……………………………….. E. Gelar Koreografi…………………………………………… 1. Pengertian Gelar Koreografi…………………………… 2. Elemen – elemen Dasar Gelar Koreografi……………... F. Penciptaan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso ……………………………………………………... 1. Penerapan Karakteristik Kostum Tari…………………. 2. Penerapan Sumber Ide Kutang Suroso pada Kostum Tari……………………………………………………...
iii vi viii x xi xiii 1 4 6 6 7 9 9 11 17 21 21 23 26 26 28 55 61 62 63 63 64 65 69 74 82 82 83 93 93 94
3. Penerapan Unsur dan Prinsip Disain…………………... 4. Penerapan Disain Kostum Tari………………………… 5. Penerapan Pola Busana dalam Pembuatan Kostum Tari Indhel…………………………………………………... 6. Penerapan Teknologi Busana dalam Pembuatan Kostum Tari Indhel…………………………………….. BAB III PROSES PEMBUATAN KOSTUM TARI DAN GELAR KOREOGRAFI 2010 “KOLABORASI SENDIKAR” A. Proses Pembuatan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso………………….………………….. B. Gelar Koreografi 2010 “Kolaborasi SENDIKAR”……. C. Hasil dan Pembahasan…………………………………. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………… B. Saran …………………………………………………... DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. LAMPIRAN……………………………………………………………
94 98 108 111
113 168 176 180 181 184 186
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5
Keterangan Tanda Pola…………………………………. Rancangan Harga……………………………………….. Hasil Pengamatan Passen I……………………………... Hasil Pengamatan Passen II……………………………. Susunan Acara Gelar Koreografi 2010 “Kolaborasi SENDIKAR”……………………………………………
146 157 162 166 170
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13
Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27 Gambar 28 Gambar 29 Gambar 30 Gambar 31
Contoh kutang suroso………………………………….. Garis lurus……………………………………………... Garis lengkung………………………………………… Arah mendatar / horizontal…………………………….. Arah tegak / vertical…………………………………… Arah diagonal………………………………………….. Nilai gelap terang warna putih – hitam ……………….. Nilai gelap terang warna biru………………………….. Diagram lingkaran warna primer……………………… Diagram lingkaran warna sekunder……………………. Diagram lingkaran warna tersier………………………. Macam – macam tekstur bahan tekstil………………… Hasil penciptaan disain kostum tari dengan menerapkan karakteristik tari, sumber ide, unsur – unsur dan prinsip disain……………………………………………………. Disain sketching kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso …………………………………………. Disain produksi kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso………………………………………….. Disain presentasi tampak depan kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso…………..………… Disain presentasi tampak belakang kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso……... ………………. Disain ilustrasi kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso…………………………………………… Gambar kerja bustier bagian depan…………………….. Gambar kerja bustier bagian belakang…………………. Gambar kerja rok bagian depan………………………… Gambar kerja rok bagian belakang……………………... Gambar kerja clemek bagian depan……………………. Gambar kerja clemek bagian belakang…………………. Gambar kerja hiasan kostum tari……………………….. Pola dasar badan bagian depan dan belakang skala 1 : 6……………………………………………………... Pola dasar BH bagian depan dan belakang skala 1 : 6……………………………………………………... Pola mungkum skala 1 : 6……………………………… Pecah pola bustier skala 1 : 6…………………………... Pola jadi bustier skala 1 : 6…………………………….. Pola hiasan smok model sirip bolak – balik…………….
25 29 30 33 34 34 40 40 41 42 42 47
100 103 104 105 106 107 115 116 116 117 117 118 118 120 123 124 125 126 127
Gambar 32 Gambar 33 Gambar 34 Gambar 35 Gambar 36 Gambar 37 Gambar 38 Gambar 39 Gambar 40 Gambar 41 Gambar 42 Gambar 43 Gambar 44 Gambar 45 Gambar 46 Gambar 47 Gambar 48 Gambar 49 Gambar 50 Gambar 51 Gambar 52 Gambar 53 Gambar 54 Gambar 55 Gambar 56 Gambar 57 Gambar 58 Gambar 59
Pola dasar lengan skala 1 : 6…………………………… Pecah pola lengan skala 1 : 6…………………………… Pola jadi lengan skala 1 : 6……………………………... Pola vuring bustier skala 1 : 6………………………….. Pola jadi vuring bustier skala 1 : 6……………………... Pola lapisan bustier dan lengan skala 1 : 6…………….. Pola dasar rok depan dan belakang skala 1 : 6…………. Pecah pola rok muka skala 1 : 6………………………... Pecah pola rok belakang skala 1 : 6……………………. Pola jadi rok depan skala 1 : 6………………………….. Pola jadi rok belakang skala 1 : 6………………………. Pola vuring rok bagian muka skala 1 : 6……………….. Pola vuring rok bagian belakang skala 1 : 6……………. Pola jadi vuring rok bagian muka skala 1 : 6…………... Pola jadi vuring rok bagian belakang skala 1 : 6……….. Pola lapisan rok skala 1 : 6……………………………... Pola clemek skala 1 : 6…………………………………. Pola lipit skala 1 : 6…………………………………….. Pola lapisan intervacing (kain pasir) skala 1 : 6………... Pola lapisan intervacing (kain viseline) skala 1 : 6…….. Rancangan bahan utama bustier 1 skala 1 : 6…………... Rancangan bahan utama bustier 2 skala 1 : 6…………... Rancangan bahan utama rok skala 1 : 6………………... Rancangan bahan clemek dan lipit skala 1 : 6…………. Rancangan bahan vuring bustier 1 skala 1 : 6………….. Rancangan bahan vuring bustier 2 skala 1 : 6………….. Rancangan bahan vuring rok skala 1 : 6……………….. Rancangan bahan intervacing (kain pasir) skala 1 : 6…............................................................................... Gambar 60 Rancangan bahan intervacing (kain viseline) skala 1 : 6……………………………………………………...
128 129 129 130 131 132 133 135 136 137 137 138 138 139 139 140 141 142 143 144 150 151 152 153 154 155 156 155 156
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6.
Foto Penari Tampak Depan………………….. Foto Penari Tampak Samping……………….. Foto Penari Tampak Belakang………………. Foto Seluruh Penari………………………….. Foto Seluruh Penari dan Disainer……………. Foto Penari dan Disainer……………………..
187 188 189 190 190 191
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman membawa perubahan besar dalam aspek kehidupan dan peradabannya. Perubahan yang terjadi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mendorong lahirnya kreasi–kreasi tari baru yang tercipta dari pengembangan tari tradisional suatu daerah yang dikombinasikan dengan tari tradisional daerah lain tanpa mengurangi makna dari gerakan tari masing–masing daerah. Pengembangan tari itu sendiri sering dikenal masyarakat dengan istilah tari kontemporer. Dalam setiap pertunjukan tari mestinya tidak lepas dari busana dan perlengkapan yang dikenakan pada tubuh, baik yang terlihat secara langsung maupun yang tidak terlihat secara langsung yang bertujuan untuk keperluan pertunjukan dan untuk memperkuat karakter peran yang disebut sebagai kostum tari. Kostum tari merupakan salah satu unsur komposisi tari yang berupa perlengkapan yang dikenakan pada tubuh bertujuan untuk keperluan pertunjukan dan untuk memperkuat karakter peran yang dipertunjukkan. Fungsi kostum tari adalah untuk memperkuat akting sehingga dapat membangkitkan daya ilusi dan menghidupkan lakon. Kostum yang dikenakan dalam pertunjukan tari pada prinsipnya bukan busana sehari-hari melainkan busana yang diperlukan untuk menghidupkan suatu peran.
Dalam pembuatan disain kostum tari tentunya perlu disesuaikan dengan tema tariannya. Dari tema yang sifatnya membatasi ruang gerak penciptaan kostum tari, disainer harus mampu mewujudkan suatu disain kostum tari yang menarik dan tidak lepas dari kenyamanan pakai. Setelah mengetahui tema dari tarinya perancang barulah bisa menentukan sumber ide yang akan digunakan. Dalam menuangkan sumber ide ke dalam disain kostum tari ternyata tidak mudah, karena perlu memperhatikan beberapa hal yang di antaranya adalah alur cerita, gerak penari, karakter tokoh yang dimainkan dan suasana yang ingin dimunculkan dalam pertunjukan tari tersebut. Keterbatan perancang mengenai pengetahuan akan tari menyebabkan munculnya permasalahan baru dalam penciptaan disain kostum tari, oleh karena itu perancang perlu banyak–banyak bereksplorasi yang diawali dengan berpikir, berimajinasi dan mengenal sejarah tari dengan melihat pertunjukan tari melalui berbagai media yang ada. Dari hasil eksplorasi akan didapat keanekaragaman kostum tari yang dikenakan oleh penari. Keberaneka ragaman itu muncul akibat dari banyaknya variasi jenis tari, oleh karena itu seorang perancang harus memiliki kemampuan untuk menganalisa dari masing–masing kostum tari yang beranekaragam itu. Kostum tari untuk keperluan pementasan tari biasanya dirancang khusus sesuai dengan tema tarinya. Penggunaan bahan untuk pembuatan kostum tari sangat bermacam–macam dan tidak harus menggunakan bahan – bahan yang mahal, melainkan kita dapat memanfaatkan berbagai limbah disekitar kita misalnya : kertas, plastik bekas bungkus makanan, daun dan lain
sebagainya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan kostum tari. Disain kostum tari tradisional pada umumnya tidak jauh berbeda dengan bentuk kostum adat setempat, oleh karena itu menciptakan kostum penari merupakan tantangan baru bagi orang–orang yang bergerak dalam bidang busana sehingga dapat menciptakan suatu disain kostum tari yang lebih modern. Dalam membuat kostum tari agar terlihat modern serta tidak meninggalkan budaya bangsa dan adat istiadat suatu daerah maka perlu adanya aplikasi dalam kostum tari yang disesuaikan dengan penokohan, alur cerita dan keleluasaan gerak penari yang merupakan syarat dalam pembuatan kostum tari. Untuk lebih mengenalkan budaya khas Banyumas yang berupa aktivitas pembuat gula jawa secara tradisional, maka muncullah ide konsep garapan dramatari yang mengangkat cerita kehidupan warga pengindhel. Dalamgarapan tari Indhel melibatkan 7 orang penari yang memiliki karakter berbeda – beda namun masih dalam satu kesatuan gerak tari. Hal itu menjadi tantangan baru bagi disainer untuk menciptakan suatu kostum tari yang memiliki cirri khas yang berbeda – beda sesuai dengan karakter penarinya namun masih terlihat serupa dan tidak nampak perbedaan kostum tarinya. Selain itu masih ada hal lain yang menjadi kendala dan perlu dipertimbangkan sebelum pembuatan kostum tari yaitu gerakan tari, konsep music pengiring, lighting danproperti yang digunakan saat pementasan. Oleh karena itu pembuatan kostum tari banyak yang perlu dipertimbangkan kesesuaiannya
supaya menghasilkan kostum tari yang sesuai dengan elemen – elemen pendukung tari lainnya. Ternyata dalam pembuatan kostum tari banyak kendalanya dan banyak hal yang perlu difikirkan secara matang supaya hasilnya sesuai dengan keinginan dan sesuai dengan tari yang akan dipertunjukkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan kostum tari kita tidak dapat lepas dari hal – hal yang ada dalam suatu pertujukan tari, diantaranya adalah : tema tari, alur cerita tari, karakter yang diperankan penari dan suasana yang ingin dimunculkan. Oleh karena itu, akan dikaji lebih mendalam tentang penciptaan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso melalui beberapa tahap diantaranya adalah : memahami karakteristik tari, mencipta sumber ide dan disain, pembuatan kostum tari dari pola hingga finising dan menampilkan kostum tari dalam gelar koreografi.
B. Batasan Istilah Untuk memperjelas maksud dan tujuan dari penulisan laporan proyek akhir ini agar tidak menyimpang dari tujuan, maka penyusun memberikan batasan pengertian dari setiap istilah yang digunakan dalam judul Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso, meliputi :
1. Kostum Tari Kostum tari adalah busana yang dikenakan dari ujung rambut hingga ujung kaki yang berfungsi untuk memperkuat akting sehingga dapat membangkitkan daya ilusi dan menghidupkan lakon. 2. Tari Indhel Tari indhel merupakan jenis tari kreasi baru yang ditarikan secara berkelompok oleh 7 orang penari wanita dengan berbagai karakter penokohan di dalamnya. Dalam tari indhel diceritakan mengenai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat purbalingga yang sangat menarik yaitu aktivitas pembuatan gula jawa secara tradisional. Aktivitas pembuatan gula jawa itu dimulai dari mengambil cairan nira yang kemudian dibawa pulang untuk dimasukkan kedalam kawah besar yang siap untuk dimasak menjadi larutan yang kental sehingga siap untuk dicetak sesuai dengan keinginan. 3. Sumber Ide Sumber ide adalah sesuatu yang dapat merangsang lahirnya suatu kreativitas baru dengan melihat kejadian–kejadian atau peristiwa– peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. 4. Kutang Suroso Kutang suroso adalah BH ( Breast Holder ) yang longgar dan panjangnya sampai pinggang, biasanya dikenakan oleh simbah – simbah. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide kutang Suroso adalah kostum yang dikenakan penari sebagai
salah satu unsur pendukung tari yang disesuaikan dengan karakter tokoh, alur cerita, serta keleluasaan dalam melakukan gerak dengan konsep garapan tari kerakyatan, mengangkat cerita kehidupan sosial masyarakat yang memiliki aktivitas sebagai pembuat gula jawa di desa Bumisari, kecamatan Bojongsari, kabupaten Purbalingga dan menggunakan kostum dengan sumber ide kutang suroso yang memiliki ciri khas penggunaan deretan kancing pada bagian muka dan bentuknya yang sederhana sehingga dapat memberikan kenyamanan saat dikenakan.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan suatu masalah : 1. Bagaimana karakteristik Kostum Tari Indhel. 2. Bagaimana mendesain Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso? 3. Bagaimana pembuatan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suruso? 4. Bagaimana mempertunjukkan Kostum Tari Indhel melalui gelar koreografi
D. Tujuan Mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari pembuatan laporan proyek akhir ini adalah :
1. Dapat mengetahui karakteristik Kostum Tari Indhel. 2. Dapat menciptakan desain Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso. 3. Dapat membuat Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso. 4. Dapat mempertunjukkan Kostum Tari Indhel melalui gelar koreografi.
E. Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan atas terciptanya Proyek Akhir ini adalah : 1. Bagi Penyusun a. Memberi pengetahuan dalam pembuatan karya ilmiah. b. Melatih dan mendorong kreativitas mahasiswa untuk membuat trobosan baru dalam menciptakan kostum tari. c. Menambah pengetahuan tentang perencanaan penyelenggaraan suatu iven pagelaran tari. d. Mendapat kesempatan untuk menerapkan berbagai kemampuan dan ilmu yang telah dipelajari dalam pembuatan kostum tari kreasi baru dengan tokoh pembuat gula dengan sumber ide kutang suroso. 2. Bagi Program Studi a. Menciptakan desainer–desainer muda yang mampu bersaing di dunia mode dan mampu memenuhi keinginan masyarakat. b. Menunjukkan kepada masyarakat akan eksistensi Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta melalui pagelaran tari ini.
c. Menjalin kerjasama secara langsung maupun tidak langsung dengan Program Studi Seni Tari dan Program Studi Teknik Rias. d. Terjalin kerjasama dengan industri–industri yang menjadi sponsor dalam pagelaran tari untuk proyek akhir ini. 3. Bagi Masyarakat a. Memperkaya refrensi bagi pengamat mode tentang desan kostum tari yang bisa dikembangkan lagi. b. Melalui pagelaran koreografi
masyarakat umum dan masyarakat
kalangan mode dapat melihat kualitas dan eksistensi jurusan PTBB khususnya program studi Pendidikan Teknik Busana (S1) dan Teknik Busana (D3) Fakultas Teknik UNY dapat menciptakan karya rancangan yang dapat dikenakan untuk acara pagelaran tari. c. Bagi masyarakat kalangan mode bisa menyaring tenaga kerja professional melalui penilaian dalam pagelaran yang ditampilkan. d. Menambah semaraknya dunia mode di Indonesia khususnya di Yogyakarta.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Karakteristik Tari Indhel 1. Pengertian Tari Tari merupakan salah satu cabang seni, dimana media ungkap yang digunakan adalah tubuh. Tari mendapat perhatian besar di masyarakat, karena tari merupakan alat ekspresi manusia sebagai media komunikasi yang universal dan dapat dinikmati oleh siapa saja dan pada waktu kapan saja. Sebagai sarana komunikasi, tari memiliki peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Pada berbagai acara tari dapat berfungsi menurut kepentingannya. Masyarakat membutuhkan tari bukan saja sebagai kepuasan estetis, melainkan dibutuhkan juga sebagai sarana upacara agama dan adat. Apabila disimak secara khusus, tari membuat seseorang tergerak untuk mengikuti irama tari dan gerak tari. Melalui tari juga dapat memberikan rasa empati, simpati, dan kepuasan tersendiri terutama bagi pendukungnya. Tari pada kenyataan sesungguhnya merupakan penampilan gerak tubuh, oleh karena itu tubuh sebagai media ungkap sangat penting perannya dalam tari. Gerakan tubuh dapat dinikmati sebagai bagian dari
komunikasi bahasa tubuh. Dengan itu tubuh berfungsi menjadi bahasa tari untuk memperoleh makna gerak. Tari merupakan salah satu cabang seni yang mendapat perhatian besar di masyarakat. Ibarat bahasa gerak, tari telah menjadi alat ekspresi manusia dalam karya seni. Sebagai sarana atau media komunikasi yang universal, tari menempatkan diri pada posisi yang dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja. Haukin ( http://massofa.wordpress.com/pengetahuan_dasar_tari ) menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta. Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan bahwa tari merupakan ekspresi jiwa yang dilahirkan melalui media ungkap berupa gerak tubuh. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tari adalah kegiatan manusia dalam mengekspresikan pengalaman hidup dan kesadaran artistiknya yang melibatkan kemampuan intuisi, kemampuan intelektual, kreatifitas serta ketrampilan teknik untuk menciptakan karya yang memiliki fungsi personal atau sosial dengan menggunakan media ungkap atau substansi gerak dan gerak yang terungkap adalah gerak secara simbolis.
2. Macam Tari Tari tumbuh dan berkembang dari zaman ke zaman sesuai dengan berkembangnya taraf kehidupan manusia di dunia termasuk pula kondisi alam atau lingkungan, sosial dan kepercayaan atau agamanya (religi) atau lebih luasnya lagi dengan perkembangan budayanya. Macam tari menurut fungsinya dalam kehidupan masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 3 (Rahmida Setiawati,2008:20) yaitu : a. Tari Upacara Tari upacara adalah tari untuk kebutuhan upacara kepercayaan (religi). Tarian upacara lahir dari dampak aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemujaan dalam kepercayaannya yang bersifat magis dan sakral. Tari upacara merupakan tari yang paling tua, karena tarian ini telah muncul pada masa peradaban manusia masih primitif (sederhana), dimana manusia dizaman itu masih memiliki intelektual yang rendah dan masih memiliki keterbatasan kemampuan berpikir serta masih menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan totemisme. Kondisi tari upacara bila ditinjau dari segi koreografi, rias dan busananya, musik pengiring, tempat dan cara penyajiannya sangat sederhana, karena tarian upacara bukan bentuk tari hasil dari penataan khusus, akan tetapi hanya merupakan gerak-gerak spontan sebagai ekspresi dari gerak–gerak penyelenggaraan pemujaannya. Demikian pula rias dan busana, musik pengiring, tempat dan cara pementasannya
sangat tergantung kepada tujuan dan kondisi dari penyelenggaraan upacaranya. Bentuk tari upacara ini hidup dimana-mana di dunia ini, akan tetapi sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakatnya ada yang masih bertahan hidup, dikarenakan tarian tersebut masih relevan dengan kebutuhan masyarakatnya, dan banyak yang sudah punah dikarenakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kehidupan masyarakatnya, atau bisa bertahan dikarenakan sudah beralih fungsi ke bentuk tari lain seperti menjadi tari hiburan atau pertunjukan. b. Tari Hiburan Dalam tarian ini akan terlihat lebih mementingkan kepuasan pribadi (indivdu) pelakunya dari pada kepuasan bagi orang yang melihatnya (penonton), yang penting mereka bisa bergerak sepuasnya sesuai dengan alunan irama yang diikutinya. Yang dimaksud dengan tari sebagai media pergaulan di sini, pada dasarnya berlatar belakang dilakukan secara terpadu bersamasama, baik oleh semua laki-laki, semua perempuan maupun laki-laki dengan perempuan. Bahkan semaraknya fenomena ini antara lain bahwa semua orang yang hadir di tempat itu berhak dan layak tampil, tak ada garis pemisah antara pelaku atau penari dengan penonton. Dalam mempertunjukkan tari hiburan sangat rentan akan terjadinya perlakuan–perlakuan yang melanggar kesusilaan. Hal ini cukup meresahkan masyarakat serta merendahkan citra kesenian tari.
Oleh karena itu setelah kemerdekaan, tingkat intelektual masyarakat secara umum (pendidikan dan ajaran agama) tambah maju, juga pemerintah lebih tanggap atas unsur-unsur negatif tersebut, sedikit demi sedikit unsur-unsur negatifnya ditertibkan sehingga muncul tari hiburan yang lebih murni menggunakan media gerak tari. Bahkan muncul adanya perubahan fungsi yang asalnya bentuk tari hiburan melalui pengolahan atau penggarapan tertentu menjadi bentuk tari pertunjukan atau tontonan. c. Tari Pertunjukan Tari pertunjukan merupakan ekspresi jiwa yang didominir oleh akal. Maksudnya tari pertunjukan dalam proses karyanya lebih banyak menggunakan akal/pemikiran, karena tarian ini sengaja dibuat untuk disajikan dan memberikan kesenangan kepada pihak lain atau penononton, melalui perencanaan meliputi : pembuatan konsep atau naskah, pengolahan atau penggarapan, serta penampilan hasil karya (pementasan) yang tertata dengan baik secara artistik untuk mewujudkan suatu tontonan yang dapat memberikan kepuasan atau kesenangan bagi penonton atau apresiator. Pada fungsi inilah tari terwujud lewat ekspresi penari menjadi media komunikasi estetik antara penggarap atau koreografer dengan para penontonnya. Sehingga tarian ini dapat juga berfungsi sebagai presentasi. Kekayaan tari berdasarkan konsep orientasi dapat dibedakan menjadi 2 (Rahmida Setiawati,2008:23) yaitu :
a. Tari Tradisional Tari tradisional adalah tari yang telah melampaui perjalanan perkembangannya cukup lama dan senantiasa berfikir pada pola-pola yang telah mentradisi. Tarian tradisional digolongkan mejadi 2 yaitu : tari tradisional kerakyatan dan tari tradisional bangsawan/keraton/ klasik. Tari tradisional kerakyatan, yaitu tari yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat. Pada zaman feodal di Indonesia ditandai dengan munculnya kerajaan Hindu pada sekitar tahun 400 M. Mulai saat itu di Indonesia terdapat dua golongan masyarakat yaitu golongan Bangsawan dan Raja sebagai golongan kaya dan berkuasa, serta golongan rakyat jelata. Tari tradisional merupakan tari yang hidup dikalangan rakyat sesuai dengan kehidupan sosial masyarakatnya, masih sederhana dan banyak berpijak pada warisan seni tradisional. Faktor alam serta lingkungan dan agama atau kepercayaan sangat berpengaruh terhadap bentuk-bentuk seni tarinya, sehingga tari tradisional kerakyatan sangat beraneka ragam sesuai dengan kondisi rakyat, alam dan agama atau kepercayaan. Tari tradisional Keraton/Bangsawan/Klasik, adalah tari yang semula berkembang di kalangan kerajaan dan bangsawan, telah mencapai kristalisasi artistik yang tinggi dan telah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang sehingga memiliki pula nilai tradisional. Tetapi tari tradisional belum tentu bernilai klasik, sebab
tari klasik selain mempunyai ciri tradisional harus pula memiliki nilai artistik yang tinggi. b. Tari Kreasi Yang dimaksud dengan tari kreasi adalah suatu bentuk garapan atau karya tari yang mengembangkan bentuk-bentuk tari tradisi hidup berkembang cukup lama di masyarakat. Bentuk tarian ini bermunculan sebagai ungkapan rasa bebas, mulai ada gejalanya setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebebasan ini mendorong pula kreativitas para seniman tari, setelahnya melihat dan merasakan ada perubahan zaman dalam kehidupan masyarakatnya dan menjadikan motivasi untuk membuat karya-karya baru memenuhi kebutuhan zamannya. Pada garis besarnya tari kreasi dibedakan menjadi dua golongan yaitu: 1) Tari Kreasi Baru Berpolakan Tradisi Yaitu tari kreasi yang garapannya dilandasi oleh kaidahkaidah tari tradisi, baik dalam koreografi, musik/karawitan, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya. Meskipun ada pengembangan tidak menghilangkan esensi ketradisiannya. 2) Tari Kreasi Baru Tidak Berpolakan Tradisi (Non Tradisi) Tari kreasi yang garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik dalam hal koreografi, musik, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya. Walaupun tarian ini tidak menggunakan pola-pola tradisi, tidak berarti sama sekali tidak menggunakan unsur-unsur tari tradisi, mungkin saja masih menggunakannya
tergantung pada konsep gagasan penggarapnya. Tarian ini disebut juga tari modern, yang istilahnya berasal dari kata Latin “modo” yang berarti baru saja. Kekayaan tari berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi 4 (Rahmida Setiawati,2008:25) yaitu : a. Tari Tunggal Tari tunggal adalah tarian yang dilakukan oleh seorang penari. Gerakannya mencapai tingkat kerumitan tertinggi dibanding dengan bentuk tari lainnya. b. Tari Rampak Tari rampak adalah tari yang dilakukan oleh lebih dari seorang penari dengan gerakan-gerakannya yang seragam (rampak). Untuk memenuhi keseragaman gerak maka akan terjadi penyederhanaan gerak atau memang sudah ditata sedemikian rupa sehingga tingkat kerumitannya tidak terlalu menyulitkan untuk dilakukan seragam. c. Tari Berpasangan Tari berpasangan adalah tarian yang dilakukan berdua yang gerakannya sebagian berlainan satu sama lain, tetapi antar penari merupakan satu kepaduan disebut duet. Bentuk pengembangan lainnya ada yang ditarikan bertiga (trio) dan paduan dari empat penari yang disebut quartet.
d. Tari Paduan Kelompok Tari paduan kelompok adalah karya tari dimana dua atau lebih kelompok penari yang gerakan antar kelompok itu berlainan. Misalnya tari tunggal tampil dengan tari rampak yang masing-masing gerakannya berlainan tetapi antara keduanya ada keterpaduan jalinan. Dapat pula ditampilkan bersamaan bentuk tari tunggal dengan tari berpasangan, atau tari berpasangan bersama tari rampak. Tari paduan kelompok dapat pula ditampilkan dalam wujud dramatari. Dramatari adalah karya tari yang berpola pada adegan-adegan serta alur cerita atau plot.
3. Tari Indhel Kebudayaan tradisi khas Banyumasan tumbuh dan berkembang seiring dengan peradaban Jawa kuno. Namun kebudayaan ini tidak begitu menonjol dibandingkan dengan Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini dikarenakan kebudayaan Banyumasan merupakan
sub
gaya dari
penonjolan gaya Yogyakarta dan Surakarta. Dinamakan sub gaya, karena sumber tradisi berada di daerah kerajaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Tradisi ini merambah ke daerah-daerah lain yang penyebarannya disesuaikan dengan trasisi budaya setempat dan masyarakat pendukung kebudayaan. Selain Banyumas, Bandung, Sumedang, Cirebon, Malang, dan Banyuwangi juga merupakan sub-sub gaya yang mempunyai hubungan persaudaraan tertentu. Budaya Banyumasan juga diperkaya
dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda (Pasundan/Priangan). Dari budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti Ebeg, Lengger-Calung, Angguk, Wayang Kulit Gagrak Banyumasan, Gendhing Banyumasan, Begalan dan lain-lain. Di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Jawa Barat
memiliki gaya budaya Pasundan seperti
kesenian Sisingaan, Gendang Rampak, Rengkong, Calung dan lain-lain. Untuk lebih mengenalkan budaya Banyumasan maka melalui media tari dapat mengangkat cerita kehidupan sosial masyarakat di desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga yaitu aktivitas kehidupan seorang pengindhel. Istilah indhel digunakan oleh masyarakat Banyumas untuk menyebutkan aktivitas membuat gula jawa yang pengerjaannya masih dilakukan secara tradisional. Gula jawa merupakan variasi bentuk gula yang ada di Indonesia, gula jawa dibuat dari nira. Nira adalah cairan yang dikeluarkan oleh bunga tumbuhan dari keluarga palem, seperti : kelapa, aren dan siwalan. Tahap pertama dari pembuatan gula jawa dimulai dengan pengambilan nira dari pohonnya. Secara umum nira diambil dengan cara mengikat bunga (mayang) yang belum mekar dengan menggunakan dua bilah kayu pada bagian pangkalnya sehingga menghambat proses pemekarannya. Sari – sari makanan yang biasanya dipakai mayang untuk menjadi mekar akan terkumpul menjadi cairan nira, selanjutnya mayang membengkak setelah proses
pembengkakan
berhenti
batang
mayang
diiris–iris
untuk
mengeluarkan cairan nira secara bertahap.nira kemudian ditampung dengan timba terbuat dari bambu yang disebut bumbung. Tahap selanjutnya adalah tahap memproses cairan nira. Cairan nira yang telah diambil kemudian dipanaskan dalam panic sampai kental. Setelah mengental cairan di masukkan ke dalam mangkuk–mangkuk cetakan yang terbuat dari daun palem sampai mengeras dan siap dipakai. Tari indhel merupakan
tari yang berpijak pada tari gaya
Banyumasan, dikemas menjadi sebuah tari semi komikal yang telah di kembangkan menjadi lebih bervariatif serta telah dirangkai sesuai dengan tema dan cerita yang diangkat. Ragam tari yang di kembangkan dari ragam gerak Banyumasan antara lain ragam gerak entrakan, keweran, sindhet, dan geolan. Bentuk comical dalam tari indhel ditunjukkan dengan kelakuan atau tingkah laku seorang wanita saat membuat gula jawa yang didalamnya terdapat gurauan–gurauan kecil antar penari. Berdasarkan konsep orientasinya tari Indhel merupakan jenis tari kreasi baru. Kemajuan zaman membawa perubahan dalam penciptaan gerakan tari dan memberi motivasi untuk membuat karya-karya tari baru sehingga dapat memenuhi kebutuhan zaman. Ciri khas tari kreasi baru adalah penemuan baru dalam hal tema, bentuk dan penyajian tari, sedangkan ciri khas tari kreasi baru Indonesia adalah suatu tarian baru atau original yang menyajikan tema, bentuk yang sedang terkenal atau sedang menjadi sorotan saat itu.
Tari Indhel ditarikan secara
berkelompok oleh 7
orang
penariwanita dengan karaker penokohan yang berbeda-beda. Meskipun dalam tari Indhel memiliki karakter yang berbeda-beda namun antara masing-masing penari masih ada keterpaduan jalinan. Melihat dari konsep garapan tari yang orientasinya bercerita mengenai proses pembuatan gula jawa, maka bentuk pementasan dalam tari Indhel berupa dramatari yang mana bentuk tariannya itu adalah karya tari yang berpolakan pada adeganadegan serta alur cerita atau plot. Metode penyajian yang digunakan dalam tari indhel adalah nonrepresentasional, dimana dalam gerak–geraknya menggambarkan aktivitas sekelompok wanita pembuat gula jawa. Ungkapan untuk melengkapi aktivitas ini dilakukan dengan gerakan secara simbolis. Dalam tarian ini menggunakan konsep iringan dan fungsi iringan itu sendiri adalah sebagai sarana penambah daya imajinasi penonton dan imajinasi pertunjukan itu sendiri
sehingga
pemain
menjadi lebih
hidup
dan
merangsang
pengembangan ilustrasi (Fitri Rahayu,2010:8). Adapun prorerti yang digunakan dalam sajian karya tari ini disesuaikan dengan kebutuhan yaitu meggunakan dance property berupa bumbung yang terbuat dari bambu dan replica gula jawa. Berdasarkan uraian di atas maka diperoleh beberapa karakteristik tari yang menggambarkan tingkah laku wanita saat membuat gula jawa dengan adanya konflik–konflik yang terjadi dalam kehidupan saat membuat gula jawa dan disajikan dalam bentuk tari kreasi baru perpaduan
antara tarian tradisional sunda dan jogja. Karakteristik yang terkandung dalam tari indhel adalah kebersamaan, kesederhanaan, dan proses pembuatan gula jawa yang masih tradisional sehingga sulit untuk menghindari percikan gula merah yang menempel pada busana yang dikenakan. Penerapan karakteristik tari indhel pada pembuatan busana pada umumnya yaitu dengan menerapkan salah satu karakteristik tari, misalnya : kebersamaan, dapat dituangkan dalam bentuk busana yang diberi aksen smok dalam jumlah yang banyak dan bersatu, kesederhanaan dapat dimunculkan pada penggunaan warna kostum tari yang kusam dan ketradisionalan dapat diterapkan pada penggunaan kain batik banyumasan.
B. Sumber Ide 1. Pengertian Sumber Ide Sumber ide adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan ide seseorang untuk menciptakan disain ide terbaru (Sri Widarwati, 1996 : 58). Segala sesuatu yang ada disekitar kita dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk menciptakan busana yang baru. Dari pengertian-pengertian tersebut, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada disekitar kita dapat menimbulkan seseorang untuk menciptakan desain ide terbaru. Sumber ide secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat (Sri Widarwati, 1996) yaitu :
a. Sumber ide dari penduduk dunia atau pakaian daerah-daerah di Indonesia. b. Sumber ide dari benda-benda alam, seperti bentuk dan warna dari bentuk tumbuhan, binatang, gelombang laut, bentuk awan dan bentuk-bentuk geometris. c. Sumber ide dari peristiwa-peristiwa nasional maupun intetnasional, misalnya pakaian olah raga dari peristiwa PON, SEA Game, Asian Games, Olimpiade Games dan pakaian upacara 17 Agustus. d. Sumber ide dari pakaian kerja, busana yang dapat digunakan sebagai sumber ide adalah busana kerja yang dapat menunjukkan identitas pemakainya, misalnya pakain rohaniawan, hakim, dokter dan sebagainya. Dalam pengambilan sumber ide tidak perlu diambil secara keseluruhan, tetapi dapat diambil dari bagian tertentu yang dianggap menarik dan yang mempunyai nilai keistimewaan. Sejalan dengan pengelompokkan sumber ide di atas, maka hal-hal yang dapat dijadikan sumber ide (Sri Widarwati, 1996 : 59) antara lain : a. Dengan mengambil ciri khusus dari sumber ide tersebut, misalnya : Kimono Jepang, ciri khususnya terletak pada lengan dan garis leher. b. Dengan mengambil warna dari ide tersebut, misalnya : bunga matahari yang berwarna kuning. c. Dengan mengambil bentuk luar atau siluet dari sumber ide tersebut, misalnya : sayap burung merak. d. Dengan mengambil tekstur dari sumber tersebut, misalnya : tekstur lurik yang merupakan busana daerah Yogyakarta. Dari uraian di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa segala sesuatu disekitar kita yang dianggap menarik dan mempunyai nilai keistimewaan sehingga dapat menimbulkan ide untuk menciptakan disain ide terbaru.
2. Sumber Ide Kutang Suroso Kutang suroso adalah BH ( Breast Holder ) yang longgar dan panjangnya sampai pinggang, biasanya dikenakan oleh simbah – simbah. Ciri khusus dari kutang suroso adalah memiliki deretan kancing pada bagian muka, ukuran tali kutangnya lebih lebar dan bentuk siluet pas badan yang panjangnya sampai pinggang. Hal menarik itulah yang membuat kutang suroso bisa dijadikan sebagai sumber ide. Kutang suroso merupakan bentuk pengembangan dari bentuk kutang yang telah ada sejak zaman dahulu. Bentuk dasar kutang merupakan bentuk pakaian yang tertua, bahkan sebelum orang mengenal adanya kain lembaran yang berupa tenun, orang sudah mengenal bentuk pakaian ini. Bentuk kutang menyerupai silinder atau pipa tabung yang berasal dari kulit kayu yang dipukul–pukul sedemikian rupa sehingga kulit tersebut terlepas dari batangnya dan dipakai untuk menutupi tubuh dari bawah ketiak sampai panajng yang diinginkan. Pada zaman dahulu penduduk asli Amerika yaitu suku Indian sudah mengenal pohon kutang yang kulitnya dipakai sebagai penutup tubuh. Negeri asal kutang yaitu Asia kemudian dibawa ke Iran, Asia kecil, Mesir dan Roma di Eropa. Di Asia dan Afrika bentuk kutang menjadi bentuk utama pakaian walaupun berbeda ukuran panjang dan bentuknya. Jejak pemakaian kutang atau bra dimulai sejak abad ke-3 ketika para
perempuan
Romawi
membebatkan
semacam
perban
untuk
membungkus dada mereka saat berolahraga. Cikal-bakal kutang atau bra
seperti yang kita kenal sekarang diluncurkan pertama kali di Paris, Prancis, pada tahun 1889. Desain bra modern itu dibuat oleh seorang pengusaha pakaian bernama Herminie Cardolle. Bentuknya masih menyerupai korset. Bedanya, Cardolle membagi pakaian dalam perempuan itu menjadi dua bagian perut dan dada. Brassiere yang merupakan akar kata dari bra kali pertama digunakan oleh majalah Vogue pada tahun 1907 (http://geocities. com). Sejarah penggunaan kutang di Indonesia dimulai pada awal abad 19 ketika dimulainya pembangunan proyek jalan Deandels dari Anyer sampai Panarukan tersebutlah seorang pembantu setia Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek tersebut. Dia adalah Don Lopez comte de Paris keturunan Spanyol. Hingga awal abad 19 di daerah Jawa masih banyak penduduk wanita yang bertelanjang dada. Mereka hanya memakai penutup di bagian bawah. Bahasa Jawanya ngligo, dan ini sebenarnya hal yang biasa di desadesa dan kota. Don Lopez merupakan orang yang pertama kali menyuruh para pekerja paksa proyek jalan Anyer Panarukan itu untuk menutup bagian
payudaranya.
Kepada
budak-budak
dari
Semarang
yang
mengerjakan jalan pos di kota tersebut Don Lopez memotong kain putih dan memberi kepada salah satu budak perempuan. Sambil memberikan potongan dia berkata “tutup bagian berharga itu” dalam bahasa Prancis kata berharga “coutant”. Saat itulah orang Indonesia mulai mengenal kutang dan mulai mengembangkan dalam bentuk yang sangat sederhana.
Kutang suroso merupakan bentuk pengembangan pertama dari kutang di Indonesia. Hingga kini masih banyak simbah – simbah yang mengenakan kutang suroso dengan alasan nyaman dipakai ( Error! Hyperlink reference not valid. )
Gambar 1 Contoh Kutang Suroso Penerapan sumber ide kutang suroso pada busana secara umum salah satunya dengan mengambil bentuk luar atau siluet dari sumber ide, misalnya: bentuk siluet pada kutang suroso dapat diterapkan pada bentuk siluet kemben yang dipakai oleh abdi dalem kraton Yogyakarta atau kraton Surakarta. Selain itu deretan kancing yang terdapat pada bagian tengah muka kutang suroso juga dapat diterapkan pada berbagai model busana seperti : blus yang menggunakan kancing depan untuk mempermudah saat dipakai.
C. Disain 1. Pengertian Disain Busana dan pelengkap yang kita pakai dibuat tidak asal jadi, tetapi berdasarkan pola atau rancangan tertentu yang disebut disain. Semakin maju tingkat kehidupan masyarakat, semakin banyak memerlukan peran disain, semakin tinggi pula tuntutan kecermatan disainnya. Hal ini disebabkan karena dalam berbusana manusia selalu menuntut dua nilai sekaligus yaitu nilai jasmaniah berupa enak dan nyaman dipakai dan nilai rohaniah berupa keindahan dan keanggunan. Disain berasal dari Bahasa Inggris (design) yang berarti “rancangan, rencana atau reka rupa”. Dari kata design muncullah kata disain yang berarti mencipta, memikir atau merancang. Dilihat dari kata benda, “disain” dapat diartikan sebagai rancangan yang merupakan susunan dari garis, bentuk, ukuran, warna, tekstur dan value dari suatu benda yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip disain. Selanjutnya dilihat dari kata kerja, disain dapat diartikan sebagai proses perencanaan bentuk dengan tujuan supaya benda yang
dirancang
mempunyai
fungsi
atau
berguna
serta
mempunyai nilai keindahan. Disain adalah suatu rancangan atau gambaran suatu obyek benda yang dibuat berdasarkan susunan garis, bentuk, warna dan tekstur (Sri Widarwati, 1993 : 2). Disain adalah sebuah konsep terstruktur dari jalinan kerja berbagai unsur dalam otak manusia serta apresiasi dari manusia untuk manusia (Http://www.geocities.com/paris/7497).
Berdasarkan pengertian di atas dapat di uraikan bahwa disain adalah rancangan yang disusun dari warna, bentuk, ukuran, tekstur dan garis menjadi satu kesatuan yang menarik antara bagian satu dengan bagian yang lain. Disain merupakan pola rancangan yang menjadi dasar pembuatan suatu benda seperti busana (Http://dahlanforum.wordpress.com/2009/12/26). Disain dihasilkan melalui pemikiran, pertimbangan, perhitungan, cita, rasa, seni serta kegemaran orang banyak yang dituangkan di atas kertas berwujud gambar. Disain harus mudah dibaca atau di pahami maksud dan pengertiannya oleh orang lain sehingga mudah diwujudkan ke bentuk benda yang sebenarnya. Disain busana harus dapat menutupi kekurangan dan menonjolkan suatu keindahan. Disain dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu disain struktur dan disain hiasan. Disain struktur adalah disain berdasarkan bentuk, ukuran, warna dan tekstur suatu benda (Chodiyah dan Wisri A Mamdy, 1982 : 2). Disain struktur bisa berbentuk suatu benda yang memiliki tiga ukuran atau dimensi maupun gambaran dari suatu benda dan dikerjakan di atas kertas. Disain struktur pada disain busana mutlak harus dibuat dan disebut juga dengan siluet. Disain hiasan adalah disain yang memperindah permukaan disain strukturnya (Chodiyah dan Wasri A Mamdy, 1982 : 2). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disain merupakan bentuk rumusan dari suatu proses pemikiran, pertimbangan dan perhitungan dari desainer yang dituangkan dalam wujud gambar.
2. Unsur dan Prinsip Disain Pengetahuan mengenai unsur–unsur disain dan prinsip–prinsip disain harus diketahui dan dipelajari terlebih dahulu sebelum membuat suatu disain a. Unsur–unsur Disain Unsur – unsur disain adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk menyusun suatu rancangan (Sri Widarwati, 2000 : 7). Unsur disain selalu ada dalam setiap disain, tetapi bentuk dan variasinya selalu berbeda. Suatu disain akan tercipta dengan baik apabila unsur– unsurnya disusun atau dikomposisikan secara baik pula. Adapun unsur –unsur disain adalah : 1) Garis Garis merupakan unsur yang pertama yang sangat penting dalam disain karena garis dapat menghasilkan sebuah rancangan busana yang menarik selain unsur–unsur disain lainnya. Garis adalah unsur tertua yang digunakan untuk mengungkapkan emosi dan perasaan seseorang (Sri Widarwati, 2000 : 7–8). Garis adalah unsur yang dapar digunakan untuk mewujudkan emosi dan dengan garis itu pula dapat menggambar-kan sifat seseorang (Widjiningsih, 1982:3). Garis merupakan peng-hubung dua titik (Arifah A. Riyanto, 2003 : 28). Dalam disain busana unsur garis mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Membatasi bentuk siluetnya. b) Membagi bentuk struktur menjadi bagian–bagian yang merupakan hiasan dan menentukan model. Contoh : garis empire, princess, longtorso. c) Menentukan periode dari suatu busana (siluet). d) Memberi arah dan pergerakan (Chodiyah dan Mamdy, 1982 : 8). Garis dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a) Garis Lurus. Garis lurus, memberi kesan kaku, kuat, tegas dan gagah. Garis lurus sesuai dengan arahnya dapat bedakan menjadi : garis vertikal, garis horizontal dan garis diagonal. Garis vertikal memberi kesan melangsingkan, meninggikan, stabil dan sifat agung. Garis horizontal memberi kesan melebarkan, memendekkan, tenang, dan tentram. Sedangkan garis diagonal, memberi kesan lincah, lebih dinamis, gembira dan muda.
Gambar 2. Garis lurus b) Garis Lengkung. Garis lengkung, memberi kesan riang, lembut, luwes, indah dan feminin. Garis lengkung sesuai dengan arahnya dapat
dibedakan menjadi garis sedikit lengkung, garis lengkung biasa dan garis sangat lengkung sehingga merupakan setengah lingkaran.
Gambar 3. Garis lengkung Macam–macam garis dalam busana : a) Siluet Siluet adalah bayangan garis sisi luar dari model busana, bayangan garis sisi luar dari siluet itu lazimnya dilihat dari sisi kiri dan kanan. Siluet oleh para ahli busana dikelompokan menjadi siluet A, I, H, T, Y, V, X, O dan S b) Garis Hiasan Garis hiasan adalah garis yang membedakan suatu model busana dengan model busana lainnya yang berada pada suatu model busana. Garis sebagai garis hiasan apabila diaplikasikan pada sebuah model busana secara menyeluruh atau dalam sebuah model busana secara utuh hendaknya diselaraskan dengan bentuk tubuh pemakai, karena pemilihan garis ini akan memberi kesan yang berbeda.
Menurut Sri Widarwati (1993), penerapan garis pada busana yang dirancang adalah : a) Membagi bentuk struktur menjadi bagian-bagian yang merupakan hiasan dan menentukan model yaitu pada garis potongan yang terdapat pada potongan baju bagian muka. b) Memberi arah dan pergerakan yaitu pada potongan rok. c) Membatasi potongan strukturnya berupa siluet. Berdasarkan uraian di atas dapat dikaji bahwa garis merupakan gerakan dari kumpulan titik-titik yang satu ke titik yang lain pada bidang tertentu sesuai dengan arah dan tujuannya yang dipergunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang. Penerapan garis dalam penciptaan disain busana pada umumnya dapat ditemui dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah : a) Garis Leher Bentuk garis leher yang ditinggikan cocok untuk untuk orang yang memiliki leher yang panjang. Bentuk garis leher V (segitiga) dan garis leher bentuk hati cocok untuk orang yang memiliki leher pendek. b) Garis Potongan Busana Garis
princes
diterapkan
untuk
memberi
kesan
meninggikan dan sangat cocok dikenakan oleh orang yang berbadan pendek gemuk.
Garis empire diterapkan untuk memberi kesan melebarkan dan sangat cocok dikenakan oleh orang yang berbadan kurus. Garis yoke (pas) untuk memberi kesan melangsingkan dan sangat cocok dikenakan oleh orang yang berbadan tinggi gemuk. c) Garis Motif Busana Motif garis vertikal diterapkan untuk memberi kesan meninggikan, melangsingkan, stabil dan sifat agung. Garis
horizontal
diterapkan
untuk
memberi
kesan
melebarkan, memendekkan, tenang dan tentram. Garis diagonal diterapkan untuk memberi kesan lincah, lebih dinamis, gembira dan muda. 2) Arah Arah adalah wujud benda yang dapat dirasakan adanya arah tertentu dan mampu menggerakkan rasa (Atisah Sipahelut dan Petrus Sumadi, 1991 : 35). Arah dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu vertikal (lurus ke atas), horizontal (mendatar) dan diagonal (miring). Arah vertikal memberi kesan stabil, kokoh dan meninggikan. Arah horizontal memberi kesan tenang, posif dan menggambarkan sifat berhenti, sedangkan arah diagonal memberi kesan lincah, gembira dan dinamis.
Menurut Widjiningsih (1982 : 4) arah dibagi menjadi empat macam, yaitu : a) Arah mendatar (horizontal), memberi kesan tenang, tentram dan pasif. b) Arah tegak lurus (vertikal), memberi kesan agung, kokoh, stabil dan berwibawa. c) Miring ke kiri, memberi kesan lincah, gembira dan melukiskan gerakan perpindahan yang dinamis. d) Miring ke kanan, memberi kesan lincah, gembira dan melukiskan gerakan perpindahan yang dinamis. Kemudian menurut Sri Widarwati (2000 : 8 – 9) arah dibagi menjadi lima yaitu : a) Arah garis lurus memberi kesan keluhuran dan melangsingkan. b) Arah garis lurus mendatar (horizontal) memberi kesan perasaan tenang, melebarkan dan memendekkan objek. c) Arah garis miring memberi kesan lebih dinamis dan lincah. d) Garis miring horizontal memberi kesan menggemukkan. e) Arah garis vertikal memberi kesan melangsingkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap arah memiliki makna dan kesan tersendiri untuk pemakainya, karena setiap arah itu mampu menggerakkan pandangan kita sesuai dengan kesan yang akan dimunculkan.
Gambar 4. Arah mendatar atau Horizontal
Gambar 5. Arah tegak atau Vertikal
Gambar 6. Arah diagonal Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa arah adalah wujud benda yang dapat dirasakan adanya arah tertentu dan mampu menggerakkan pandangan kita sesuai dengan kesan yang akan dimunculkan. Tiap arah memberi kesan yang berbeda dari garis lurus mempunyai sifat kaku dan memberi dasar kokoh, sungguh–sungguh atau keras. Penerapan unsur arah pada busana umumnya digunakan untuk mengubah kesan penampilan buntuk tubuh pemakainya menjadi menarik misalnya : tubuh yang pendek menjadi terlihat tinggi dan tubuh yang gemuk terlihat lebih ramping. Cara penerapan arah dapat diwujudkan pada busana dengan pemberian
lipit – lipit yang membentuk arah lurus, agar menimbulkan kesan melangsingkan dan sangat cocok dipakai untuk orang yang berbadan gemuk. Sedangkan pemberian hiasan raffle yang terletak pada bagian tengah muka dengan arah vertikal dapat memberi kesan meninggikan dan pemberian ikat pinggang pada busana dengan arah horizontal akan memberi kesan memendekkan. 3) Bentuk Setiap benda alam maupun benda buatan mempunyai bentuk. Istilah “ bentuk ” dalam bahasa indonesia dapat berarti bangun atau bentuk plastas. Munurut Atisah Sipahelut dan Petrussumadi. (1991: 28) Bangun adalah bentuk benda polos seperti yang terlihat oleh mata. Sekedar untuk menyebutkan sifatnya yang bulat, persegi, segitiga, ornamental, tidak teratur, dan sebagainya. Menurut Widjiningsih (1982 : 2) bentuk adalah suatu bidang yang terjadi apabila kita menarik suatu garis itu menghubungi sendiri permulaannya, dan apabila bidang itu tersusun dalam suatu ruang maka terjadilah bentuk dimensional. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian bentuk adalah suatu bidang maupun ruang yang terbentuk karena susunan garis yang saling berhubungan. Menurut Sri Widarwati (2000 : 10) unsur bentuk ada dua macam, yaitu dua dimensi dan tiga dimensi. Bentuk dua dimensi adalah bidang datar yang dibatasi oleh garis, sedangkan bentuk tiga
dimensi adalah ruang bervolume dibatasi oleh permukaan. Jadi yang dimaksud dengan bentuk adalah susunan dari garis yang membentuk suatu ruang atau bidang. Menurut sifatnya, bentuk juga dibagi menjadi dua yaitu bentuk geometris dan bentuk–bentuk dalam busana. Bentuk geometris misalnya bentuk segitiga, kerucut, lingkaran, silinder dan bentuk bebas seperti bentuk daun, bunga, pohon dan lain – lain. Sedangkan bentuk–bentuk dalam busana dapat berupa bentuk kerah, bentuk lengan, bentuk rok, bentuk saku, bentuk pelengkap busana dan motif. Menurut Warsia Rusbani (http://geocities.com/paris/7497), bentuk rok berdasarkan desainnya dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu: a) Rok suai, rok suai adalah bentuk rok yang paling sederhana tanpa ada pengembangan pola. b) Rok dengan siluet A. sesuai dengan namanya, rok ini memiliki bentuk menyerupai huruf A yaitu camping pada bagian pinggang dan melebar pada bagian bawah. c) Rok pias, rok pias adalah rok yang terdiri dari beberapa pias, biasanya rok pias terdiri dari pias 4, 6, 8 dll. d) Rok susun, rok yang berbentuk susun. e) Rok draperi, rok yang terdapat draperi. Biasanya draperi terletak diatas pinggang, draperi bisa didapat dengan cara pecah pola atau dengan cara draping. f) Rok yang dikembangkan. g) Rok kerut, rok yang terdapat kerut-kerutan. h) Rok lipit, rok lipit terdapat dua macam rok lipit hadap dan rok lipit searah. i) Rok balut, rok yang hanya dibalut saja. j) Rok balon, rok yang terdapat gelembungan besar menyerupai bentuk balon.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa rok memiliki bentuk bervariasi dan beraneka ragam yang dapat menutupi kekurangan dan menonjolkan keindahan tubuh pemakainya. Berdasarkan bentuk desainnya lengan ada berbagai macam bentuk menurut Djati Pratiwi (2001), yaitu : a) Lengan suai / lengan licin, lengan yang pas tanpa ada kerutan pada bahu. b) Lengan puff, lengan yang mengembang pada bagian atas dan bawah lengan dan pendek. c) Lengan Dolman, mempunyai kerung lengan agak dalam dan longgar d) Lengan balon, lengan yang pada bagian tengah mengembang menyerupai balon. e) Lengan peasant yaitu lengan panjang tiga perempat, penuh dengan kerut pada bagian atas dan bawah. f) Lengan lonceng yaitu lengan yang bagian bawahnya mengembang sehingga menyerupai lonceng, g) Lengan bishop, yaitu lengan licin pada bagian pangkal lengan dan pada bagian ujung mengembang, panjang lengan sampai pergelangan tangan, serta dilengkapi dengan manset. h) Lengan cape, lengan yang berbentuk setengah lingkaran, dipasang tanpa kerut pada bagian kerah. Dari beberapa pernyataan tentang bentuk di atas, dapat diketahui bahwa bentuk merupakan perwujudan nyata suatu benda yang dapat dilihat atau dirasakan dan memiliki dimensi. Penerapan unsur bentuk pada umumnya dapat diterapkan pada berbagai bentuk lengan dan rok. Berikut ini penerapan bentuk lengan dan rok beserta kesan yang ditimbulkan :
a) Bentuk lengan Lengan
bishop
diterapkan
untuk
memberi
kesan
membesarkan pada bagian pergelangan tangan dan cocok dikenakan oleh orang yang memiliki tangan kecil. Lengan lonceng cocok dikenakan oleh orang yang memiliki tangan panjang tapi kecil, selain itu lengan lonceng juga dipakai pada busana kebaya sunda. b) Bentuk rok Rok lipit diterapkan untuk memberi kesan rapi. Rok dengan siluet A diterapkan untuk memberi keleluasaan saat berjalan karena bagiaan bawahnya lebar, namun masih memberi kesan langsing dan meninggikan karena pada bagian pinggang masih tetap membentuk tubuh. Rok draperi pada pinggul diterapkan dengan maksud ingin menonjolkan bentuk panggul yang indah. 4) Ukuran Pada sebuah disain busana, garis dan bentuk seringkali berbeda ukuran. Ukuran ini harus diperhatikan karena akan mempengaruhi hasil disain. Menurut Sri Widarwati (2000 : 10) garis dan bentuk mempunyai ukuran yang berbeda karena ukuran panjang dan kecilnya menjadi bebeda. Pada busana ukuran yang digunakan untuk menentukan panjang rok ada lima, yaitu :
a)
Mini
: Rok yang panjangnya 10 – 15 cm di atas
lutut. b) c)
Kini : Rok yang panjangnya sampai lutut Midi : Rok yang panjangnya antara 10 – 15 cm di bawah lutut. d) Maxi : Rok yang panjangnya di atas pergelangan kaki. Menurut pendapat Djati Pratiwi (2001 : 60) ukuran panjang dan pendek rok dapat dibedakan menjadi beberapa ukuran yaitu : a) b) c) d) e)
Rok micro yaitu rok yang panjangnya sampai pangkal paha. Rok mini yaitu rok yang panjangnya sampai pertengahan paha. Rok kini yaitu rok yang panjangnya sampai batas lutut. Rok midi yaitu rok yang panjangnya sampai pertengahan betis. Rok maxi yaitu rok yang mempunyai bentuk panjang sampai mata kaki. f) Rok floor yaitu rok yang panjangnya sampai menyentuh lantai. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran adalah unsur dalam disain busana yang menentukan keseimbangan dan kesatuan dalam disain busana.Untuk itu apabila menginginkan tercapainya keseimbangan dalam busana diperlukan penerapan ukuran yang pas baik itu ukuran rok, blus, celana dan sebagainya. Penerapan unsur ukuran dapat diterapkan pada penggunaan rok mini cocok untuk orang yang mempunyai proporsi tubuh tinggi. 5) Nilai Gelap Terang / Value Garis maupun bentuk mempunyai nilai gelap terang. Nilai gelap terang ini menyangkut bermacam – macam tingkatan atau jumlah gelap terang yang terdapat pada suatu disain (Widjiningsih
1982 : 6 ). Nilai gelap terang adalah suatu sifat warna yang menunjukkan apakah warna mengandung hitam atau putih. Untuk sifat gelap digunakan warna hitam sedangkan untuk sifat terang digunakan warna putih (Sri Widarwati, 2000 : 10).
Gambar 7. Nilai gelap terang warna putih – hitam
Gambar 8. Nilai gelap terang warna biru Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai gelap terang yaitu sifat warna yang mengandung atau menunjukkan warna hitam atau putih. Penerapan nilai gelap terang pada busana digunakan untuk mempertegas bentuk suatu busana atau untuk mempertegas bentuk hiasan busana.
6) Warna Warna memiliki daya tarik tersendiri. Dalam bidang mode, warna pada busana wanita sama pentingnya dengan pemilihan garis – garis dan tekstur bahan. Menurut Widjiningsih (1982 : 6) warna membuat sesuatu kelihatan lebih indah dan menarik. Sedangkan menurut Arifah A. Riyanto (2003 : 46) pemilihan warna dan motif yang tepat pada suatu disain busana menentukan keindahan dan keharmonisan. Pada teori Brewster warna–warna yang ada di alam disederhanakan menjadi empat kelompok warna, yaitu : a) Warna Primer Warna primer merupakan warna–warna dasar yang tidak merupakan campuran dari warna–warna lain. Warna yang termasuk dalam golongan warna–warna primer adalah merah, biru dan kuning.
Gambar 9. Diagram lingkaran warna primer www.worqx.com/color
b)
Warna Sekunder Warna sekunder merupakan hasil pencampuran warna–warna primer dengan proporsi 1:1. misalnya warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan warna kuning, hijau adalah campuran warna biru dengan warna kuning sedangkan ungu adalah campuran dari warna merah dan warna biru.
Gambar 10. Diagram lingkaran warna sekunder www.worqx.com/color c) Warna Tersier Warna tersier merupakan percampuran salah satu warna primer dengan salah satu warna sekunder. Misalnya : warna jingga kekuningan didapat dari percampuran warna kuning dan jingga.
Gambar 11. Diagram lingkaran warna tersier www.worqx.com/color
d)
Warna Netral Warna netral merupakan hasil pencampuran ketiga warna dasar dengan proporsi 1 : 1 : 1. Warna ini sering muncul sebagai penyeimbang warna – warna kontras di alam. Biasanya hasil campuran yang tepat akan menuju hitam. Kelompok warna yang telah disebutkan di atas sering disusun
dalam lingkaran warna Brewster. Lingkaran warna Brewster mampu menjelaskan teori kontras warna (komplementer), split komplemen, triad komplementer dan tetrad komplementer. a.
Kontras komplementer Kontras komplementer adalah dua warna yang saling berseberangan (memiliki sudut 180), di lingkaran warna dua warna dengan posisi kontras komplementer menghasilkan hubungan kontras paling kuat. Misalnya : jingga dengan biru.
b.
Kontras split komplemen Kontras split komplemen adalah dua warna yang agak beseberangan (memiliki sudut mendekati 180). Misalnya : jingga memiliki hubungan split komplemen dengan hijau kebiruan.
c.
Triad komplementer Triad komplementer adalah tiga warna dilingkaran warna yang membentuk segitiga sama kaki dengan sudut 60.
d.
Tetrad komplementer Tetrad komplementer disebut juga dengan double komplementer. Triad komplementer adalah empat warna yang membentuk bangun segi empat (dengan sudut 90). Lingkaran warna primer hingga tersier dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu : a)
Kelompok warna panas Warna panas dimulai dari kuning kehijauan hingga merah. Warna panas akan menghasilkan sensasi panas dan dekat.
b)
Kelompok warna dingin Warna dingin dimulai dari ungu kemerahan hingga hijau. Warna dingin akan menghasilkan sensasi dingin dan jauh. Suatu karya seni disebut memiliki komposisi warna harmonis
jika warna – warna yang terdapat di dalamnya menghasilkan efek hangat dan sedang. Menurut Sri Widarwati (2000 : 12) warna terdiri dari : a) b)
c) d) e)
Warna primer, terdiri dari warna merah, kuning dan biru yang belum mengalami percampuran. Warna sekunder, yaitu bila dua warna primer dicampur dengan jumlah yang sama. Misalnya : biru dengan kuning menjadi hijau, merah dengan kuning menjadi jingga, merah dengan biru menjadi ungu. Warna penghubung, adalah dua warna sekunder dicampur dalam jumlah yang sama. Warna asli, adalah warna primer dan sekunder yang belum dicampur putih atau hitam. Warna panas dan warna dingin, yang termasuk warna panas adalah merah, merah jingga, dan kuning. Sedang warna
dingin meliputi : hijau, biru kehijauan, biru keunguan dan ungu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan disain busana, pemilihan warna harus diperhatikan karena pemilihan warna yang tepat dapat memperlihatkan keindahan dan keharmonisan disain. Penerapan unsur warna dalam busana umumnya mempunyai arti peranan dan kesan tersendiri yang dapat digunakan untuk memperbaiki bentuk tubuh seseorang. Cara penerapan unsur warna dalam busana misalnya : dengan mengenakan busana warna merah, maka tubuh seseorang akan kelihatan gemuk karena warna merah merupakan warna panas. 7) Tekstur Tekstur adalah sifat permukaan suatu benda yang dapat dilihat dan dirasakan. Sifat–sifat dalam permukaan tersebut antara lain kaku, lembut, kasar, halus, tebal, tipis dan tembus terang atau trasparan (Sri Widarwati 2000 : 14). Sedangkan menurut Widjiningsih (1982 : 5) tekstur adalah sifat permukaan dari garis, bidang maupun bentuk. Dalam suatu disain busana, tekstur tidak boleh dilupakan karena merupakan salah satu penentu disain itu baik atau tidaknya bila diwujudkan dalam bentuk busana. Menurut Arifah A. Riyanto (2003 : 47) tekstur terdiri dari :
a)
b)
c)
d)
e)
Tekstur kaku, tekstur yang kaku dapat menyembunyikan atau menutupi bentuk badan seseorang tetapi akan menampakkan seseorang terlihat gemuk. Tekstur kasar atau halus, kain bertekstur kasar memberi tekanan kepada si pemakai kelihatan lebih gemuk. Sedangkan bahan yang halus tidak akan mempengaruhi kesan ukuran badan, asalkan tidak mengkilap. Tekstur lemas, kain dengan tekstur yang lembut dan lemas akan memberikan efek yang luwes, sesuai untuk model busana yang kerut dan draperi. Tekstur tembus pandang, kain yang tembus pandang kurang bias menutupi bentuk badan yang dirasa kurang sempurna, misalnya terlalu gemuk atau terlalu kurus dan kelihatan langsing. Tekstur mengkilap dan kusam,kain yang mempunyai tekstur mengkilap membuat si pemakai kelihatan lebih gemuk, sedangkan tekstur yang kusam dapat memberi kesan lebih kecil.
Gambar 12. Macam – macam tekstur bahan tekstil Berdasarkan uraian di atas tekstur adalah suatu sifat permukaan dari garis, bidang maupun bentuk yang dapat dilihat atau dirasakan. Oleh karena itu kita bisa merasakan bahwa tekstur itu halus dan kasar dengan diraba. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tekstur suatu benda yaitu dengan melihat dan meraba. Dengan melihat akan tampak permukaan
suatu bahan, missal : berkilau, bercahaya, kusam, tembus terang, kaku, lemas dan lain – lain. Sedang dengan meraba akan ketahuan apakah permukaan suatu benda kasar, halus, tipis, tebal ataupun licin. Penerapan unsur tekstur dalam busana umumnya adalah halus kasarnya permukaan suatu benda. Cara penerapan tekstur bahan misalnya untuk bahan dengan tekstur bercahaya atau berkilau seperti : satin, sutera dan lain–lain dapat membuat seseorang kelihatan lebih besar (gemuk), maka bahan tekstil yang bercahaya lebih cocok dipakai oleh orang yang bertubuh kurus sehingga terlihat lebih gemuk. Tekstur bahan yang tembus terang seperti siffon, brokat dan lain–lain kurang cocok dipakai oleh orang yang berbadan gemuk.
b. Prinsip Disain Prinsip disain adalah suatu cara untuk menyusun unsur – unsur sehingga tercapai perpaduan yang memberi efek tertentu (Sri Widarwati, 2000 : 15). Sedangkan menurut Widjiningsih (1982 : 11) prinsip–prinsip
disain merupakan
suatu
cara penggunaan dan
pengkombinasian unsur–unsur disain menurut prosedur tertentu. Jadi prinsip–prinsip
disan
adalah
suatu
cara
untuk
menggunakan,
mengkombinasikan dan menyusun unsur-unsur disain dengan prosedur tertentu sehingga dapat memberikan efek–efek tertentu.
Setiap unsur-unsur desain disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah rancangan yang indah. Namun ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Agar susunan setiap unsur ini indah maka diperlukan cara-cara tertentu yang dikenal dengan prinsip-prinsip disain sebagaimana sudah dijelaskan terdahulu. Setiap prinsip ini tidak digunakan secara terpisah-pisah melainkan satu kesatuan dalam suatu disain. Prinsip-prinsip ini yaitu harmoni, proporsi, balance, irama, aksen dan unity.
1) Keselarasan (Harmoni)
Suatu disain dikatan serasi apabila perbandingannya baik, keseimbangan baik, mempunyai sesuatu yang menarik perhatian dan mempunyai irama yang tepat. Keselarasan adalah kesatuan diantara macam–macam unsur disain walaupun berbeda, tetapi membuat tiap–tiap bagian itu kelihatan bersatu (Sri Widarwati, 2000 : 15).
Menurut Widjiningsih (1982 : 11) harmoni adalah suatu prinsip dalam seni yang menimbulkan kesan adanya kesatuan melalui pemilihan dan susunan objek serta ide–ide. Suatu susunan dikatakan harmoni apabila semua objek dalam suatu kelompok kelihatan mempunyai persamaan dan apabila letak garis–garis yang terpenting mengikuti bentuk objeknya.
Menurut Widjiningsih (1982 : 11 – 15) aspek dalam prinsip disain untuk keselarasan atau harmoni ada lima yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)
Keselarasan garis dan bentuk, beberapa garis yang dikombinasikan akan menghasilkan bentuk yang harmoni apabila menggunakan macam–macam garis yang penting yang terdiri dari pengulangan,kontras dan peralihan. Keselarasan ukuran,keselarasan akan terjadi apabila ukuran yang seimbang dipergunakan bersama–sama. Supaya pada hiasan harmoni pada ukuran, maka besar kecilnya hiasan harus disesuaikan dengan besar kecilnya benda yang dihias. Kesalarasan dalam tekstur, untuk memperoleh harmoni dalam tekstur, maka tekstur yang akan dikombinasikan dengan halus pula dan yang kasar dengan yang kasar. Keselarasan dalam ide, suatu contoh harmoni dalam ide adalah penempatan hiasan sulam bayangan pada selendang yang berbahan chuffon. Keselarasan dalam warna, keserasian warna yang baik akan didapat bila warna yang dipakai tidak terlalu banyak. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keselaran
atau harmoni merupakan persamaan, penyesuaian dan keselarasan antara macam–macam unsur disain yaitu selaras antara garis dan bentuk, tekstur dan warna sehingga tercapai kesatuan yang harmonis.
Penerapan prinsip keserasian dan keselarasan dalam penciptaan disan busan umumnya memberi kesan kesatuan, harmoni dapat dicapai melalui kesesuaian antara bagian setiap unsur pembentuknya. Cara penerapan keselarasan garis dan bentuk dapat diterapkan jika kita ingin menghadiri acara yang formal kita dapat mengenakan blazer dengan garis princes disebelah kanan dan kiri
yang dikombinasi pemberian bentuk saku paspoal, maka akan menghasilkan kesan rapi dan elegan.
2) Perbandingan (Proporsi)
Perbandingan atau proporsi adalah unsur-unsur disain pada disain busana sehingga tercapai suatu keselarasan yang menyenangkan (Sri Widarwati, 1993). Pengertian proporsi sebagai prinsip disain adalah perbandingan unsur-unsur pada disain busana sehingga tercapai suatu keselarasan yang menyenangkan penglihatan dan perasaan sertan untuk memberi kesan lebih besar atau lebih kecil. Proporsi adalah penghubung satu bagian lain dalam suatu susunan (Widjiningsih, 1982 : 13). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proporsi adalah cara meletakkan unsur atau bagian-bagian busana yang dihubungkan satu bagian dengan bagian yang lain dalam suatu susunan. Proporsi yang diterapkan pada suatu disain busana dapat memberikan kesan lebih tinggi atau lebih pendek, kebih besar atau lebih kecil pada penampilan seseorang, kondisi ini akan tergantung pada proporsi yang dibuat oleh sang perancang. Misalnya penerapan hiasan pada pakaian yang berbentuk vertikal dan dikenakan oleh orang gemuk akan kelihatan langsing, dan sebaliknya orang yang kurus menggunakan hiasan pakaian yang berbentuk horizontal atau diagonal akan terlihat gemuk.
Penerapan prinsip perbandingan dalam penciptaan busana umumnya untuk mendapatkan suatu susunan yang menarik perlu menciptakan hubungan jarak yang tepat atau membandingkan ukuran objek yang satu dengan objek yang lain dipadukan secara proporsional. Cara penerapan prinsip perbandingan pada busana misalnya : dalam penempatan motif, orang yang berbadan kecil sebaiknya menggunakan busana dengan motif yang kecil, karena jika menggunakan motif yang besar motifnya akan terpotong sehingga mengurangi nilai keindahan dan makna dari motif yang dipakai. 3) Keseimbangan (Balance) Keseimbangan adalah keadaan sebanding atau setimpal (W.J.S Pierwadarminta,1976:376). Keseimbangan adalah peraturan dalam menyusun unsur disain secara baik sehingga tampak serasi pada pemakainya. Keseimbangan dalam busana digunakan untuk memberi perasaan ketenangan dan kestabilan dimana dapat dicapai dengan
mengelompokkan
bentuk
dan
warna
yang
dapat
menimbulkan perhatian yang sama pada kiri dan kanan (Sri Widarwati,1993:17).Ada tiga macam keseimbangan (Widjiningsih, 1982 : 15-16) :
a) Keseimbangan simetris.
Keseimbangan yang antara bagian kanan dan kiri suatu disain sama jaraknya dengan pusat. b) Keseimbangan asimetris Keseimbangan asimetris adalah obyek yang tidak serupa atau tidak mempunyai jumlah perhatian yang sama dan diletakkan pada jarak yang berbeda dari pusat atau diimbangi oleh satu unsur yang lain. c) Keseimbangan obvious. Keseimbangan obvious adalah jika obyek bagian kiri dan bagian kanan tidak serupa tapi keduanya mempunyai daya tarik yang sama. Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa keseimbangan atau balance merupakan keadaan sebanding atau setimpal dalam menyusun bentuk dan warna yang dapat menimbulkan perhatian yang sama pada bagian kiri dan kanan, sehingga dapat memberi perasaan ketenangan dan kestabilan. Penerapan prinsip keseimbangan pada busana umumnya untuk memberikan perasaan ketenangan dan kestabilan. Cara penerapannya dengan mengelompokkan bentuk dan warna yang dapat menimbulkan perhatian, misalnya : orang yang memiliki bahu tidak sama antara kanan dan kiri untuk menutupi kekurangan itu kita bisa menerapkan keseimbangan asimetris dengan memberi hiasan kerut pada salah satu sisi bahu. Sedangkan orang yang
berbadan
gemuk
bisa
dimanipulasi
dengan
menerapkan
keseimbangan simetri, sisi kanan dan kiri bisa diberi hisan lipit – lipit membentuk arah diagonal mengarah bentuk pinggang sehingga akan berkesan melangsingkan. 4) Irama (Ritme) Irama adalah pergerakan yang dapat mengalihkan pandangan mata dari suatu bagian ke bagian yang lain (Sri Widarwati, 1993 : 17). Irama dapat berarti suatu pandangan yang teratur pada busana. Irama dalam busana dapat dihasilkan dengan empat cara ( Widjiningsih, 1982) yaitu : a) Pengulangan Adalah suatu cara untuk menghasilkan irama melalui pengulangan bentuk, garis dan pengulangan warna.. b) Radiasi Adalah garis pada pakaian yang memancar dari pusat perhatian dan menghasilkan irama. Radiasi dapat juga diartikan sebagai pengeluaran atau penyebaran daya pancar. c) Peralihan Ukuran Peralihan ukuran merupakan pengulangan dari ukuran besar ke ukuran kecil atau sebaliknya. Peralihan ukuran ini dapat berupa peralihan yang monoton (ukurannya sama) dan dapat pula yang bervariasi (ukuran tidak sama). d) Pertentangan atau Kontras
Pertentangan pada busana dapat dihasilkan dari pertemuan antara garis lurus dengan garis mendatar pada garis hias atau motif. Arti lain dari kontras adalah memperlihatkan perbedaan yang menyolok, memperlihatkan perbedaan yang benar-benar nyata. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa irama merupakan pergerakan pandangan mata dari suatu bagian ke bagian lain secara teratur dengan cara pengulangan, radiasi, peralihan ukuran dan pertentangan atau kontras. Penerapan prinsip irama pada busana umumnya dapat dirasakan melalui mata. Cara penerapan untuk menghasilkan irama dalam busana, misalnya : dengan pengulangan garis lipit, renda– renda dan kancing yang membentuk jalur, penempatan kerut– kerut pada busana untuk menghasilkan radiasi dan perpaduan kain kotak–kotak atau lipit–lipit dalam busana untuk menghasilkan irama pertentangan. 5) Pusat Perhatian (Center of Interest) Dalam disain busana harus mempunyai suatu bagian yang lebih menarik dari bagian yang lainnya dan hal ini disebut dengan pusat perhatian. Pusat perhatian adalah suatu bagian yang lebih menarik dari bagian-bagian yang lainnya (Sri Widarwati, 1993: 21).
Untuk
menimbulkan
pusat
perhatian
dapat
melalui
penggunaan bentuk, garis dan warna yang kontras. Pusat perhatian
adalah salah satu prinsip disain yang manitik beratkan pada pemberian hiasan yang memberikan kesan lebih menarik dari bagian-bagian lain ( Sicillia Sawitri, 1994 ). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pusat perhatian merupakan salah satu bagian yang lebih menarik dibandingkan dengan bagian–bagian lain, dapat ditimbulkan melalui penggunaan bentuk, garis, dan warna yang kontras. Penerapan prinsip pusat perhatian pada busana, misalnya ingin menonjolkan bagian pinggul bisa memberi aksen draperi pada bagian pinggul, dan jika ingin menonjolkan bagian pinggang bisa ditambahkan hiasan korsase pada bagian pinggang.
3. Disain Kostum Tari a. Pengertian Disain Kostum Tari Disain busana adalah suatu rancangan atau gambaran suatu obyek atau benda yang dibuat berdasarkan susunan dari garis, bentuk, warna dan tekstur (Sri Widarwati, 1993 : 2). Disain busana adalah gabungan unsur-unsur disain (garis, bentuk, warna dan ukuran) yang disusun menurut prinsip-prinsip desain dan menghasilkan benda atau karya yang indah dan menarik (Sicillia Sawitri, 1994 : 18). Dalam membuat
suatu
disain
sebaiknya
memperhatikan
pembentuk desain dan prinsip-prinsip dalam mendesain.
unsur-unsur
Dari pengertian di atas penyusun dapat mengkaji, bahwa disain kostum tari adalah rancangan suatu busana yang dibuat berdasarkan susunan garis, bentuk, warna dan tekstur dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip disain dan alur cerita yang akan dipertunjukkan.
b. Penggolongan Disain Penggolongan disain kostum tari terdiri dari: 1) Disain Struktur Desain struktur adalah suatu disain yang berdasarkan susunan garis, bentuk, warna dan tekstur suatu benda. Disain struktur merupakan penampakan garis luar atau sering disebut dengan siluet (Sri Widarwati, 1993 : 2), adapun macam-macam siluet antara lain: a) Siluet A, yaitu busana yang di bagian atas sempit sedangkan pada bagian bawah lebar. b) Siluet I, yaitu busana yang mempunyai garis luar lurus dari atas ke bawah. c) Siluet H, yaitu busana yang mempunyai garis luar lurus dari atas ke bawah, di tengah dipotong oleh garis melintang. d) Siluet S, yaitu busana yang mempunyai garis luar menyempit di bagian pinggang. e) Siluet Y, yaitu busana yang mempunyai garis luar bagian atas besar dan bagian bawah mengecil. f) Siluet L (Bustle silhouete), yang membentuk bagain-bagian lebih menonjol. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disain struktur adalah suatu desain yang berdasarkan susunan garis, bentuk, warna dan tekstur suatu benda.
2) Disain Hiasan Disain hiasan merupakan desain yang hanya berfungsi untuk memperindah disain strukturnya saja. Disain hiasan pada busana biasanya berupa pita, renda, sulaman, bordir, aplikasi, kancing dan sebagainya. Dalam suatu disain busana, hiasan tidak harus ada pada setiap disain namun mutlak harus ada disain struktur atau siluet. Disain hiasan hadir di tengah–tengah masyarakat sebagai media ungkapan
perasaan yang diwujudkan dalam bentuk
visual, yang proses penciptaannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Lebih jauh dari itu benda–benda seni ini banyak yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan berbagai upacara adat, dan dapat pula dinilai sebagai karya untuk memenuhi kelengkapan akan rasa estetis yang diwujudkan dalam
bentuk benda untuk
kebutuhan sehari–hari. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa disain hiasan merupakan hiasan pelengkap untuk memperindah bentuk tampilan suatu benda atau busana, biasanya disain hiasan terwujud dalam bentuk–bentuk yang ada di alam seperti bentuk bunga, bentuk hewan, dan bentuk – bentuk lainnya.
c. Teknik Penyajian Gambar Dalam disain busana dikenal beberapa macam teknik penyajian gambar yang dibuat berdasarkan tujuan pembuatan disain (Sri Widarwati, 1996) antara lain : 1) Disain Sketsa ( Design Sketching ) Pengertian
disain
sketsa
adalah
disain
yang
dibuat
oleh desainer untuk menuangkan ide yang muncul secepat mungkin dalam kertas ide, setelah itu baru kemudian dibuat disain baru yang dibuat dengan proporsi tubuh yang benar. Ide yang ada tidak harus diterapkan semua dan ide-ide yang tidak dipakai tidak perlu dihapus namun dengan penataan yang baik. Ada bebarapa hal yang harus diperhatikan dalam menggambar sketsa ini antara lain yaitu: a). Gambar sketsa harus jelas tidak menggunakan detail–detail yang tidak berguna. b). Dapat dibuat langsung di atas kertas c). Gambar lebih variasi, memperlihatkan segi–segi yang menarik dari disain itu. d). Menggambar semua detail dalam kertas shett. e). Pengembangan gambar dikerjakan pada kertas shett yang sama. f). Jangan dihapus jika timbul ide baru.
2) Disain Produksi ( Production Design ) Adalah suatu sketsa yang akan digunakan untuk tujuan produksi suatu busana yang berisikan gambar busana yang akan dibuat dengan keterangan dan penjelasan secara terperinci, gambar dibuat selengkap mungkin (tampak muka dan belakang) serta dibuat dengan proporsi yang benar. Production design
biasanya disertai dengan production
sheet, yaitu tabel yang berisi keterangan mengenai bahan, kebutuhan kain, teknik penyelesaian, aksesoris dan contoh bahan yang akan digunakan untuk membuat busana gambar diselesaikan dengan teknik pewarnaan yang baik menggunakan cat air, cat poster atau pensil warna. Hal–hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan production skeching adalah: a) Semua detail harus digambar dengan jelas dan disertai dengan keterangan. b) Desain tampak muka dan belakang. c) Hati–hati dalam penempatan kup, saku, kancing, jahitan dan sebagainya. d) Apabila ada detail yang rumit harus digambar sendiri. 3) Disain Presentasi (Presentation Drawing ) Disain presentasi adalah disain yang dibuat untuk disajikan pada pelanggan atau pembeli. Disain yang dibuat harus menar-
benar
jelas
sehingga
dalam
pembuatan
disainnya
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Gambar dibuat utuh dan selengkap-lengkapnya bagian muka dan belakang dengan proporsi yang benar. b) Bila ada bagian yang rumit atau tersembunyi harus digambar lagi dalam bentuk kecil untuk memperjelas. c) Diberi keterangan sejelas mungkin mengenai bagian-bagian busananya, ukuran dan disertai contoh bahan. 4) Disain Ilustrasi ( Fashion Ilustration ) Disain ilustrasi adalah suatu sajian gambar fashion untuk tujuan promosi suatu disain. (Sri Widarwati, 2000: 27 ). Gambar dibuat semenarik mungkin dengan proporsi yang lebih panjang dari yang lain. Seorang fashion ilustrator bertugas dalam membuat suatu ilustrasi untuk suatu promosi sesuatu disain. Penyajian gambar yang ditampilkan dalam laporan ini adalah disain sketching, penyajian gambar presentation drawing tampak depan dan belakang dan production sketching. 5) Disain Tiga Dimensi ( Three Dimention Drawing ) Adalah teknik penyajian gambar dengan menggunakan bahan yang sebenarnya sehingga gambar memiliki ketebalan. Gambar dibuat dengan proporsi yang benar, untuk bagian badan yang tidak tertutup kain diselesaikan dengan diwarna menggunakan cat air, cat poster atau pensil warna. Bagian badan yang menonjol diisi kapas,
untuk bagian pakaian diselesaikan dengan kain sebenarnya dan bagian sisinya diselipkan ke dalam kertas kemudian pada bagian belakang kertas ditutup dengan kain untuk menutupi tiras kain. Teknik penyajian gambar ini dibuat untuk mempromosikan tekstil baru pada industri busana.
4. Disain Hiasan Kostum Tari Disain hiasan kostum tari ialah suatu rancangan gambar yang diciptakan untuk diterapkan sebagai hiasan pada benda pakai atau benda lainnya yang bersifat dekoratif. Disain hiasan pada suatu benda, pada dasarnya merupakan suatu tambahan hiasan (make up) yang diterapkan untuk menghasilkan keindahan. Hiasan itu sendiri berperan sebagai media untuk mempercantik, memperindah atau untuk membuat anggun suatu karya seni. Disain hiasan dapat dinilai sebagai karya seni, dan banyak dari karya seni ini merupakan hasil karya masa lampau yang diciptakan oleh generasi terdahulu yang terus dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan. Disain hiasan hadir di tengah–tengah masyarakat sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual,
yang
proses penciptaannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Lebih jauh
dari
itu
benda–benda
seni
ini
banyak
yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan berbagai upacara adat, dan dapat pula dinilai
sebagai karya untuk memenuhi kelengkapan akan rasa estetis yang diwujudkan dalam bentuk benda untuk kebutuhan sehari–hari.
5. Disain Pelengkap Kostum Tari Disain pelengkap busana adalah segala sesuatu yang dihiaskan pada busana agar busana tersebut memiliki keindahan yang tinggi ( Enny Zuhni Khayati,1998). Disain hiasan busana adalah bagian-bagian dalam bentuk
struktur yang bertujuan untuk mempertinggi keindahan
disain struktur pada disain busananya. Disain hiasan dapat diterapkan pada busana berupa bentuk kerah, renda, pita hias, biku-biku, lipit-lipit, kancing, sulaman, lukisan, bordir dan sebagainya. Apabila dilihat dari fungsinya pelengkap busana menurut Sri Widarwati ( 1993 : 33 ) dapat digolongkan menjadi dua yaitu : a. Pelengkap Busana Praktis Adalah
pelengkap
busana
yang disamping mempunyai
fungsi untuk memperindah penampilan juga mempunyai fungsi khusus sebagai pelindung tubuh, misalnya : sepatu, topi, kaca mata, arloji, payung dan sebagainya. b. Pelengkap Busana Estetis Adalah pelengkap busana yang hanya memenuhi fungsi untuk memperindah busana yang dikenakan, misalnya : kalung, gelang, cincin, anting, bros, tusuk konde, hiasan rambut dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disain pelengkap kostum tari adalah segala sesuatu yang dihiaska pada kostum tari agar mempertinggi keindahan kostum tari dan memiliki makna tersendiri untuk mendukung peran yang dimainkan.
D. Kostum Tari 1. Pengertian Kostum Tari Kostum tari merupakan busana yang mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan busana yang lain. Kostum tari adalah busana dan perlengkapan yang dikenakan pada tubuh, baik yang terlihat secara langsung maupun yang tidak terlihat secara langsung yang bertujuan untuk keperluan pertunjukan dan untuk memperkuat karakter peran. Dalam pembuatan kostum tari tidak boleh lepas dari kenyaman pakai, karena hal itu sangat mempengaruhi keluwesan dalam melakukan berbagai gerakan tari. Jika kostum yang dikenakan tidak nyaman dipakai maka akan menghambat pemunculan karakter yang diperankan. Kostum tari dalam penampilannya lebih rapi dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan busana sehari-hari yang dipakai. Hal ini dapat dilihat dari segi keindahannya, teknik jahitannya dan bahan yang dipergunakan. Agar tidak salah dalam pemilihan jenis busana yang akan dikenakan, maka busana yang dipakai perlu dibedakan menurut waktu dan pemakaiannya ( Prapti Karomah, 1998 : 9 ).
2. Penggolongan Kostum Tari Macam kostum tari menurut fungsinya dalam kehidupan masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : a. Kostum Tari Upacara Kostum tari upacara merupakan kostum tari yang dikenakan untuk keperluan upacara adat. Biasanya dalam kostum tari upacara setiap bagian busana dan perlengkapan yang dikenakan penari memiliki arti tersendiri sesuai dengan jenis upacara yang akan dilakukan. b. Kostum Tari Hiburan Kostum tari untuk hiburan merupakan kostum tari yang dikenakan untuk keperluan menghibur penonton, untuk itu dalam pembuatan kostum tari untuk hiburan sebaiknya seunik mungkin supaya bisa menarik perhatian penonton dan bisa menghibur penonton yang menyaksikannya. c. Kostun Tari Pertunjukan Kostum tari untuk pertunjukan merupakan kostum tari yang dikenakan untuk keperluan pertunjukan. Dalam kostum tari untuk pertunjukan harus mengikuti peran yang akan dimaikan, karena dalam setiap pertunjukan itu selalu berbeda alur ceritanya.
3. Karakteristik Kostum Tari Dalam pemilihan kostum tari harus diperhatikan tentang karakteristik kostum tari agar tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan bahan, model, warna serta tekstur. Oleh sebab itu kostum tari harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pemaknaan Tari dan Karakter Penari Karakter penari adalah watak tokoh yang diperankan oleh penari, maka dalam pembuatan kostum tari harus memperhatikan karakter penari itu sendiri sehingga kostum yang dikenakan tidak mengganggu gerak dan memberi kenyamanan pemakainya. Demikian pula dengan rias busana, detail garis tebal dan halus, warna harus diperhatiakan, terutama harus disesuaikan dengan usia dan tema tari. Busana dan rias busana tari hendaknya disesuaikan dengan karakteristik, tema tari, kenyamanan dan kepraktisan. b. Model atau Siluet Kostum Tari. Siluet adalah struktur pada disain busana yang mutlak harus dibuat dalam suatu disain.. Siluet adalah garis sisi luar atau garis sisi bayangan luar dari sebuah model busana atau pakaian (Arifah A. Ariyanto, 2003:132). Siluet pada sebuah kostum tari perlu disesuaikan dengan bentuk tubuh seseorang, agar seseorang tampil serasi. Macammacam siluet dalam busana antara lain : 1)
Siluet A, yaitu busana yang di bagian atas sempit sedangkan pada bagian bawah lebar.
2)
Siluet I, yaitu busana yang mempunyai garis luar lurus dari atas ke bawah.
3)
Siluet H, yaitu busana yang mempunyai garis luar lurus dari atas ke bawah, di tengah dipotong oleh garis melintang.
4)
Siluet S, yaitu busana yang mempunyai garis luar menyempit di bagian pinggang.
5)
Siluet Y, yaitu busana yang mempunyai garis luar bagian atas besar dan bagian bawah mengecil.
6)
Siluet L, yaitu busana yang mempunyai bagian–bagian lebih menonjol, bagian bawah memanjang.
c. Bahan Kostum Tari Pada kostum tari bahan yang digunakan pada umumnya adalah bahan-bahan yang memiliki kualitas lebih, supaya pada saat dikenakan tidak mudah rusak. Dalam pemilihan bahan untuk kostum tari sebaiknya menggunakan bahan yang terlihat berkilau agar efek dari bentuk busananya bisa terlihat oleh penonton. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan yang akan digunakan untuk kostum tari adalah segi kenyamanan bahan tersebut ketika dipakai. Hendaknya dalam pemilihan bahan untuk kostum tari harus yang nyaman, tidak terlalu tebal, tidak kasar dan meresap keringat sehingga setelah pementasan tidak akan menimbulkan iritasi kulit. Setiap bahan memiliki sifat berbeda–beda. Untuk mendapatkan hasil
yang pas kita harus hati–hati dalam pemilihan bahan untuk kostum tari berdasarkan sifat bahan yang sesuai dengan tariannya. Untuk tari–tarian yang banyak menggunakan teknik tari tinggi seperti : ballet dan kontemporer sebaiknya memilih bahan yang lentur dan lebih condong halus seperti beberapa contoh berikut : satin, chiffon, lenan, sutra dsb. Sedangkan untuk tari–tarian yang banyak menggunakn gerakan–gerakan cepat atau gerakan–gerakan dengan tempo sedang pilihlah bahan yang sedikit kaku.
d. Warna Kostum Tari Kostum tari biasanya menggunakan warna – warna yang terang, menyala atau menyolok seperti emas atau perak, merah, hitam yang berkilau dan sebagainya. Dalam kostum tari warna memiliki peran dan arti tersendiri, oleh karena itu pemilihan warna yang tepat perlu diperhatika sehingga mempunyai keserasian. Menurut Eny Ming (http://kakus.115.com) untuk pemilihan warna pada busan memiliki arti tersendiri dan memberi kesan pada karakter pemain diantaranya adalah : 1) Warna merah : memberika efek dramatis yang sering dikaitkan dengan vitalitas, ambisi, juga hasrat. Karena itu, warna ini dikategorikan sebagai warna berani yang kerap digunakan untuk menunjukkan rasa percaya diri. 2) Warna kuning : mampu membawa suasana gembira, optimistis dan penuh semangat. Umumnya warna ini hadir dalam busana kasual seperti t-shirt maupun ragam sportwear. Namun saat ini, warna kuning makin mudah didapatkan dalam berbagai gaya busana. Contohnya : tunik atau gaun pendek terlihat manis saat dipadukan bersama legging atau stocking berwarna gelap.
3) Warna pink atau merah muda : tidak pernah gagal untuk memberikan kesan manis dan girly. Warna ini memang senantiasa disandingkan dengan wanita. Namun saat ini pria tidak kalah gemar mengenakan warna ini. Padukan dengan denim maupun celana pipa warna putih, hasilnya trendi dan bergaya summer chic. 4) Warna biru : sering dikaitkan dengan ketenangan, idealism dan inspirasi. Warna ini disukai banyak orang karena secara emosional berlawanan dengan warna merah dan kuning. Namun mampu membangkitkan perasaan yang sangat tenang dan rileks. Cocok dikenakan pada siang hari dan pada acara semiformal pada sore hari. 5) Warna hijau : membawa suasana segar, warna ini merupakan penyeimbang dari semua palet dan menjadi terapi yang tepat saat stress melanda. Mengenakan busana hijau dilingkungan kerja akan membuat perhatian tertuju pada anda dan juga disaat acara pesta. Warna ini resmi menjadi pengganti warna hitam dan merah karena unsur alaminya yang bisa dikenakan dalam berbagai suasana. 6) Warna putih : mampu membangkitkan rasa bebas sekaligus ultrafeminin. Karena itu banyak yang menggunakan gaun putih dalam berbagai acara formal. Begitu pula dengan hitam yang pamornya tidak pernah pudar. Warna misterius ini menimbulkan aura elegan dan prestisius.
e. Tekstur Bahan Kostum Tari Tekstur bahan adalah sifat permukaan dari bahan yang dapat dilihat dan dirasakan. Tekstur bahan antara lain berkilau, kasar, halus, kaku, tembus terang dan lain–lain. Tekstur bahan dalam kostum tari sangat tergantung dari peran yang dimainkan dan seting lokasi yang diiginkan. Pemilihan tekstur bahan dapat mempengaruhi ukuran dan bentuk pemakainya. Bahan yang berkilau lebih banyak memantulkan cahaya sehingga akan menghasilkan efek lebih gemuk, sedangkan bahan yang teksturnya kusam mengurangi ukuran suatu objek. Untuk bahan yang digunakan sebagai kostum tari sebaiknya menggunakan bahan yang
memiliki tekstur halus dan melangsai agar memudahkan dalam melakukan berbagai gerakan.
4. Pola Kostum Tari Pola adalah potongan kertas dan sebagainya yang dipakai untuk contoh membuat baju (W.J.S. Poerwadarminta, 1976 : 763). Pola adalah bentuk benda. Dalam bidang busana pola adalah jiplakan bentuk badan seseorang yang biasanya dibuat dari kertas. Pola busana sangat penting pengaruhnya untuk membuat pola dasar. a. Pengambilan Ukuran Sebelum proses pembuatan pola terlebih dahulu dilakukan proses mengambil ukuran badan. Dalam pengukuran badan pada seseorang harus dilakukan dengan teliti dan tepat agar pembuatan busana hasilnya lebih bagus dan nyaman dipakai. Ukuran-ukuran yang dibutuhkan dalam pembuatan kostum tari meliputi 1) Lingkar Badan 1 Diukur sekeliling badan tepat di atas buah dada 2) Lingkar Badan 2 Diukur pada bagian badan belakang, melalui ketiak hingga melingkari payudara, diambil angka pertemuan meteran dalam keadaan pas. 3) Lingkar Badan 3 Diukur sekeliling badan tepat di bawah buah dada.
4) Lingkar Pinggang Diukur pada bagian pinggang yang terikat vetter band, diambil angka pertemuan meteran dalam keadaan pas. 5) Lingkar Pinggul Diukur bagian pinggul yang terbesar, diambil angka pertemuan meteran dalam keadaan pas. 6) Lingkar Kerung Lengan Diukur pada keliling kerung lengan dalam keadaan pas. 7) Panjang Muka Atas Diukur tepat pada badan 1 sampai badan 3. 8) Panjang Muka Bawah Diukur dari lingkar badan 3 sampai lingkar pinggang. 9) Panjang Buah Dada Diukur memanjang dari batas atas sampai bawah melalui puncak. 10) Panjang Sisi Diukur dari bawah kerung lengan ke bawah sampai batas pinggang. 11) Panjang Punggung Diukur pada bagian punggung, dari ruas tulang leher yang menonjol di pangkal leher,turun kebawah sampai batas pinggang bagian belakang. 12) Panjang Rok Diukur dari batas pinggang ke bawah sampai panjang rok yang diinginkan.
13) Panjang Lengan a) Lengan Pendek Diukur dari ujung bahu atau pangkal lengan ke bawah, sampai 5 cm di atas siku atau sepanjang yang diinginkan. b) Lengan Panjang Diukur dari ujung bahu atau pangkal lengan ke bawah sampai 2 cm di atas ruas pergelangan tangan atau sepanjang yang diinginkan. 14) Lebar Dada Dibawah lekuk leher turun 5 cm, diukur mendatar dari kerung lengan sebelah kanan sampai kerung lengan sebelah kiri. 15) Lebar Buah Dada Diukur melebar dari batas tengah muka sampai batas buah dada bagian sisi. 16) Lebar Bahu Di ukur dari batas leher sampai bagian bahu yang terendah (pangkal lengan). 17) Lebar Punggung Dari ruas tulang leher turun 8 cm, diukur dari kerung lengan sebelah kiri sampai kerung lengan sebelah kanan. 18) Tinggi Pinggul Diukur dari batas pinggul terbesar ke atas sampai batas pinggang.
19) Jarak Payudara Diukur dari puncak payudara sebelah kiri ke sebelah kanan.
b. Metode / Sistem Pembuatan Pola Busana 1) Draping. Draping dalam bahasa Belanda “Mouleren” adalah membuat pola badan langsung di atas badan seseorang ( Rusli dkk, 1984 : 1 ). Draping adalah cara membuat pola ataupun busana dengan meletakkan kertas tela sedemikian rupa di atas badan seseorang yang akan dibuatkan busananya mulai dari tengah muka menuju ke sisi dengan bantuan jarum pentul. Untuk memperoleh bentuk yang sesuai dengan bentuk badan diberikan lipatan (lipit pantas). Lipit pantas ini terjadi karena adanya perbedaan ukuran antara lingkaran yang besar dengan yang kecil, misalnya lipit bentuk bawah buah dada, sisi ataupun bahu juga pada bagian belakang badan yaitu pada pinggang, panggul dan bahu. Draping ini hanya dapat dikerjakan untuk orang lain, dan banyak dilakukan sebelum pola konstruksi berkembang. Jiplakan bentuk badan pada draping dapat menjadi pola dasar busana ataupun pola busana ( Widjiningsih, 1994 : 3 ). 2) Konstruksi Pola Konstruksi pola adalah pola yang dibuat berdasarkan ukuran badan dan cara-cara tertentu dari pembuatan pola tersebut (Rusli dkk, 1984 : 1). Konstruksi pola adalah pola yang dibuat berdasarkan
ukuran dari bagian-bagian badan yang diperhitungkan secara matematis dan digambar pada kertas sehingga tergambar untuk badan muka dan belakang (Widjiningsih, 1994),
dengan pola
konstruksi tersebut dapat dibuat macam-macam model busana. Untuk memperoleh konstruksi pola yang baik harus ada yang dikuasai yaitu antara lain : a)
Cara mengambil macam-macam ukuran secara cermat dan tepat dengan menggunakan peter ban sebagai alat penolong sewaktu mengukur dan menggunakan pita pengukur yang kedua permukaannya mempunyai ukuran yang sama (cm).
b)
Cara menggambar bentuk tertentu seperti garis leher, garis kerung lengan dan yang lain harus lancar (luwes). Hal ini bisa menggunakan pertolongan penggaris untuk kerung leher, kerung lengan, tinngi panggul, lingkar bawah rok dan sebagainya.
c)
Perhitungan pecahan dari ukuran yang ada dalam konstruksi harus dikuasai secara cermat dan tepat. Pembuatan pola secara konstruksi pola ada berbagai sistem
yaitu sistem JHC Meyneke, sistem So-Engineer, sistem Charmant, sistem Mahawa, sistem Dress Making, sistem praktis dan sebagainya.
5. Teknologi Kostum Tari Teknologi busana adalah suatu cara atau teknik pembuatan busana agar hasilnya menarik dan nyaman dipakai (Nanie Asri Yuliati, 1993). Penentuan teknik jahit harus disesuaikan dengan bahan busana, disain busana dan tujuan pemakaian. Berdasarkan dari beberapa pengertian tentang teknologi busana dapat disimpulkan tentang pengertian teknologi kostum tari adalah suatu cara atau teknik pembuatan kostum tari yang penentuan teknik jahitnya disesuaikan dengan bahan kostum tari, disain kostum tari dan peran yang akan dimainkan agar mendapatkan hasil yang menarik dan nyaman dipakai. Teknologi busana terdiri dari: a. Teknologi Penyambungan (Kampuh) Kampuh adalah sambungan yang terjadi waktu menyambung 2 potong kain. Penyelesaian kampuh sangat berpengaruh terhadap jatuhnya busana (Radias Saleh Aisyah Jafar, 1991 : 94). Kampuh terdiri dari dua macam yaitu kampuh buka dan kampuh tutup. 1) Kampuh Buka Kampuh buka adalah kelebihan jahitan yang dihubungkan dua bagian dari busana yang dijahit secara terbuka (Nanie Asrie Yuliati, 1993). Kampuh buka ada beberapa macam, yaitu : a) Kampuh buka yang diselesaikan dengan diobras. b) Kampuh buka yang diselesaikan dijahit tepi tirasnya.
c) Kampuh buka yang diselesaikan dengan dirompok. d) Kampuh buka yang dieselesaikan dengan gunting zig-zag. e) Kampuh buka yang diselesaikan dengan tusuk balut. f) Kampuh buka yang diselesaikan dengan tusuk feston. 2) Kampuh tutup Kampuh tutup adalah kelebihan jahitan dari dua bagian kain yang tidak terbuka tetapi menjadi satu. Macam-macam kampuh (Nanie Asrie Yuliati, 1993) diantaranya : a) Kampuh Balik Kampuh balik ini biasa digunakan pada pakaian anak, pakaian dalam wanita, pakaian dewasa yang terbuat dari bahan tembus terang dan lenan rumah tangga. Keuntungan dari pemakaian kampuh balik ini adalah kuat dan rapi. Macammacam kampuh balik antara lain : kampuh balik biasa, kampuh balik semu dan kampuh balik yang digeser (diubah). b) Kampuh Pipih Kampuh pipih ini digunakan untuk pakaian bayi, pakaian pria dan pada tempat-tempat yang harus pipih. Lebar jahitan 1 cm, jadi ½ cm atau ¾ cm. c) Kampuh Perancis Kampuh ini untuk menghubungkan dua bagian kain dengan satu kali setikan. Kampuh ini digunakan untuk bahanbahan yang tipis. Lebar kampuh 1 cm, jadi ½ cm atau ¼ cm.
d) Kampuh Sarung Kampuh sarung dipakai untuk menyambung bahan berkotak, untuk menjahit pakaian yang dipakai bolak-balik, untuk garis lengkung pada model pakaian. Kampuh ini pada bagian baik terdapat satu jalur setikan. b. Teknologi Pelapisan (Lining) Lining adalah kain pelapis yang berfungsi sebagai pelapis busana dan penutup jahitan sehingga busana tampak rapi baik dari luar maupun dari bagian dalam (Sicillia Sawitri, 1997). Dalam penggunaannya lining disebut juga dengan furing. Syarat-syarat lining adalah : 1) Daya tahan pakaian sesuai dengan bahan pokok. 2) Tidak tembus terang. 3) Tidak luntur. 4) Tahan obat dalam proses dry cleaning. 5) Warna cocok atau harmonis dengan bahan pokok. 6) Bahan halus. Contoh bahan yang digunakan dalam lining ini antara lain sutera, crape, satin yang halus, sutera tafeta, rayon, asahi, abuthai, ero dan sebagainya. Penyelesaian lining ada dua macam yaitu lepas dan lekat (Nanie Asrie Yuliati, 1993).
a) Teknik Lepas Teknik lepas adalah teknik pemasangan antara bagian bahan utama dengan lining dijahit sendiri-sendiri, namun pada bagian tertentu dijahit menjadi satu untuk menyatukan kedua bagian tersebut, misalnya pada rok yang berfuring lepas disatukan pada bagian ban pinggang. b) Teknik Lekat Teknik lekat yaitu teknik pemasangan antara bahan utama dengan lining dijahit menjadi satu, biasa digunakan untuk bahanbahan transparan. c. Teknologi Facing Facing biasanya sebagai penyelesaian bagian lapel, lapisan lidah dan bagian muka kadang-kadang bisa juga sebagai hiasan jika menggunakan warna lain (kombinasi warna) dari busananya (Nanie Asrie Yuliati, 1993). Bahan yang digunakan untuk facing antara lain : 1) Sewarna dengan bahan pokok 2) Berbeda warnanya dengan bahan busana, perlu diingat kombinasi warna harus sesuai dengan busananya. d. Teknologi Interfacing Interfacing adalah pelapis yang terletak antara bahan luar dengan pelapis dalam, digunakan untuk memberi bentuk yang rapi pada busana (Radias Saleh Aisyah, 1991 : 100). Interfacing adalah bahan
yang dipergunakan untuk memberikan bentuk pada busana agar tampak rapi. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk interfacing adalah: 1) Non Wofen Tekstil Non wofen tekstil adalah bahan tekstil yang tidak ditenun. Contoh : filsofix yang menggunakan lem, visline. 2) Wofen Interfacing Jenis interfacing adalah tenunan rambut kuda dan turbines ( tenunan kapas yang dilapisi asetat). e. Teknologi Pengepresan Pengepresan mempunyai makna yaitu menghilangkan kusut bahan tekstil hingga licin, tipis dan rata (flat) hal ini akan nampak pada bahan tekstil yang berasal dari woll. Di dalam proses pengepresan dianjurkan untuk selalu memperhatikan temperature mesin pres atau setrika yang digunakan agar bahan tekstil tidak rusak atau gosong, sebagai contoh : temperature yang rendah baik untuk bahan tekstil sintetis, seperti nilon , rayon dan asetat, sedangkan untuk sutra gunakan temperature yang lebih panas dari sintetis. Untuk bahan tekstil katun dan linen lebih panas dari sutra dan untuk bahan woll gunakan temperature yang lebih panas dari katun. Mengepres dilakukan pada bagian buruk bahan tekstil, bila terpaksa mengepres dari bagian baik bahan tekstil gunakan sepotong kain yang sama dengan yang digunakan. Untuk menghindari garis
bayangan kampuh dari bagian buruk nampak membayang keluar selama proses mengepres dibantu dengan alat pemberat yang berfungsi menekan. Untuk mengepres diperlukan waktu yang cukup banyak dan ketelitianserta kesabaran. Dalam proses pengepreskan memerlukan alat sebagai berikut : 1) Meja Papan Setrika atau Meja Pres Meja setrika umumnya banyak dan mudah untuk dibeli dipasar, sedangkan meja pres agak sulit. Bila hendak membuat meja pres sebaiknya memiliki alas yang lebih tebal dan meja lebih kuat dari meja setrika karena di dalam mengepres menggunakan alat pembantu dan bahan tekstil dipukul–pukul agar hasilnya licin dan flat. 2) Papan Lengan atau Kampuh Papan ini berfungsi untuk menyetrika lengan atau kampuh tapi karena bentuknya yang kecil dan padat papan ini juga dapat digunakan untuk menyetrika kampuh pada kaki celana. 3) Papan Bulat Papan ini dapat disebut papan serbaguna untuk bagian busana yang berbentuk bulat, seperti : garis bahu, garis panggul dan untuk membentuk kerah. Papan ini sangat membentu sekali dalam membentuk bagian–bagian busana tersebut disamping itu
papan ini dapat difungsikan untuk menyetrika garis kelim. Biasanya bagian atas dari papan ini diberi bahan woll. 4) Papan Pemberat atau Pegangan Bersudut Papan ini mempunyai dua fungsi, papan pemberat digunakan untuk memukul bentuk atau bagian busana yang baru saja dipres seperti kampuh dan untuk membuat ujung–ujung dari bagian busana yang cukup tebal menjadi flat (rata). Bagian pegangan dari pemberat dapat juga berfungsi sebagai papan setrika untuk bagian – bagian busana yang bersudut dan sulit dalam menyetrika seperti ujung kerah dan kampuh kerah. 5) Setrika Listrik Sudah barang tentu setrika ini digunakan untuk menyetrika, sebaiknya dalam proses menyetrika menggunakan alat setrika guna menghindari bahan tekstil gosong karena panas setrika. 6) Setrika Gas Setrika ini juga untuk menyetrika hanya menggunakan gas. Setrika jenis ini baik untuk merekatkan fiselin atau kufner dalam pembuatan jas karena setrika ini menggunakan uap air sehingga kemungkinan gosongnya bahan tekstil kecil. 7) Mesin Pres Mesin ini berfungsi untuk mengepres fiselin atau kufner ke bahan tekstil yang digunakan, mesin pres ini mempunyai panas yang cukup tinggi (kurang lebih 1375 watt) sehingga fiselin atau
kupner yang direkatkan benar–benar merekat pada bahan tekstil dan hal ini salah satu fondasi yang baik untuk memperoleh hasil yang baik. Proses pengepresan pada bahan akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari pembuatan suatu busana, berikut beberapa cara melakukan proses pengepresan pada beberapa bagian busana : 1) Untuk mengepres interfacing sebaiknya gunakan mesin pres. Bila mesin pres tidak ada dapat menggunakan setrika gas. Namun bila kedua alat tersebut juga tidak ada sebagai pengganti dapat digunakan setrika listrik yang pada waktu proses pengepresan harus menggunakan pengalas setrika agar bahan tidak gosong. 2) Untuk mengepres lipit pantas gunakan papan bulat dan pemberat agar bentuk dari lipit pantas baik dan rata. Setrikalah lipit pantas agar posisi sama seperti saat menjahit. 3) Untuk menyetrika atau mengepres garis hias atau kampuh dapat digunakan papan kampuh atau papan bulat dan pemberat guna menekan bagian–bagian yang sedang disetrika. Menyetrika dari bagian buruk dan menggunakan pengalas setrika. 4) Mengepres kampuh. Gunakan papan bulat atau papan kampuh atau pemberat. 5) Untuk mengepres rumah kancing gunakan papan setrika dan alas setrika agar tidak gosong atau lengket.
6) Menyetrika lengan gunakan papan bulat agar bentuk pada kepala lenganjatuhnya baik dan pada saat membuat kelebihan kerung lengan, kelebihan yang dalam bentuk kerutan dapat diatur sehingga kerutan itu tidak nampak dari luar ketika lengan dipasang. Menyetrika lengan dari bagian buruk dan gunakan pengalas setrika. 7) Menyetrika atau mengepres kelim. Gunakan papan bulat atau papan setrika saja ditambah dengan pemberat guna menekan kelim tersebut agar menjadi pipih dan rata. Pada saat pengerjaan ini harus menggunakan pengalas setrika. 8) Untuk
menyetrika
atau
mengepres
keseluruhan
dapat
menggunakan papan bulat dan pemberat serta papan kampuh.
E. Gelar Koreografi 1. Pengertian Gelar Koreografi Gelar koreografi merupakan suatu tontonan yang mempertunjukan berbagai macam tarian dengan berbagai cerita terkandung di dalam masing – masing tarian. Gelar koreografi merupakan suatu wahana untuk lebih menumbuhkan berbagai kreativitas dalam melestarikan keanekaragaman seni budaya yang digarap melalui kemilau sentuhan imajinasi, edukati, ekspresi, ketrampilan, berkreasi dan berkarya lewat seni (www.kaskus. com). Selain itu gelar koreografi juga bisa mengenalkan pada masyarakat mengenai berbagai tarian yang ada di Indonesia yang dikemas lebih
modern dengan sedikit mengembangkan gerakan tanpa mengurangi nilai ketradisionalannya. Tarian–tarian tertentu pada puncaknya mampu menjadi maskot budaya daerah, hal tersebut banyak dimiliki oleh masyarakat tertentu sehingga mampu bertahan lestari bahkan menjadi simbol budaya bangsa Indonesia karena intensitas dan daya magis tarian tersebut pada saat pertunjukan.
2. Elemen – elemen Dasar Pagelaran Koreografi a. Disain Gerak Manusia beraktivitas sehari–hari melalui gerakan tubuhnya dalam memanfaatkan gerakan yang tanpa disadari gerakan mendukung aktivitasnya secara maksimal. Dalam kaitan dengan tari, gerak merupakan unsur yang penting dimiliki seorang penari sebagai sumber untuk aktivitas menari. Gerak menari merupakan gerak yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan dengan harapan untuk mendapatkan tanggapan orang lain. Disain gerak secara nyata merupakan unsur 3 dimensi yang memiliki panjang, lebar dan volume. Kedudukan disain gerak menjadi bentuk benda selama menempati posisi, kedudukan dan momen perpindahan dari satu posisi ke posisi lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikaji bahwa gerakan tari dapat dibentuk melalui disain yang dibuat. Bentuk dan kapasitas serta kebutuhan tenaga yang disalurkan menjadi makna gerakan tari yang pada nantinya dipertunjukkan. Standar gerak tari dibutuhkan untuk mungungkapkan ekpresi, kekuatan dan jangkauan gerakan, serta mengungkapkan makna gerak yang dapat dirasakan secara terstruktur oleh peraga tari dalam menarikan suatu tarian. Oleh sebab itu, bentuk konstruksi dan pendalaman isi suatu tarian sangat menentukan bagaimana tari dapat menimbulkan kesan emosi bagi pengamat atau penontonnya. Penerapan disain gerak pada busana secara umum dapat dilihat dari gerakan tarinya, misalnya : gerakan tari jaipong yang memiliki ciri khas banyak mengekspose bagian pinggul dan lengan maka pada bagian tersebut bisa ditambah hiasan draperi yang bisa menjadi pusat perhatian. b. Disain Musik Musik sebagai bagian pertunjukan memiliki kontribusi sebagai iringan tari, hal ini bisa dinikmati pada saat gerak tari dilakukan penari sambil menghayati iringannya. Bagi penari yang berpengalaman musik dapat dijadikan sebagai tumpuan untuk menghayati ekspresi mimik dan menuangkan gerak secara maksimal. Dengan demikian musik menjadi salah satu aspek
penuntun irama gerak, iringan gerak, memperkuat tempo dan pendalaman penghayatan tari secara maksimal. Bentuk, wujud dan variasi bunyi yang ditimbulkan melalui alat musik dapat digunakan untuk memberi roh pada musik yang digunakan untuk mengiringi koreografi. Teknik atau cara memainkan alat musik yang berbeda – beda antara alat musik yang satu dengan yang lainnya maka akan menghasilkan suatu bunyi yang berbeda pula dan bervariasi sehingga dalam perbedaan itu diharapkan akan menghasilkan suatu susunan musik baru yang menarik sesuai dengan kebutuhan pertunjukan tari. Disain musik agar dapat menghidupkan koreografi perlu digunakan kemampuan musikal yang berhubungan dengan bekal kemampuan dan kecakapan dalam mengukur kekuatan serta bagaimana teknik menghasilakan dinamika secara variatif. Musik dalam koreografi setidaknya ada 3 fungsi musik, yaitu (Rahmida Setiawati, 2008:9) : 1) Musik sebagai iringan atau patner gerak adalah memberikan dasar irama pada gerak, ibaratnya musik sebagai rel untuk tempat bertumbuhnya suatu rangkaian gerak. 2) Musik sebagai penegasan gerak adalah musik tertentu berfungsi sebagai penumpu gerak dan musik yang lain sebagai pemberi tekanan pada gerak. 3) Musik sebagai ilustrasi adalah musik yang difungsikan untuk memberikan suasana koreografi sehingga peristiwa yang digambarakan dapat tergabung dalam persepsi penonton. Masalah pembuatan disan musik yang paling pokok adalah adanya konsep bagaimana cara mewujudkan bentuk awal,
perkembangan, klimaks, penahan akhir, dan penurunan secara koreografis. Penggunaan alat musik yang dibutuhkan dapat memberikan keserasian musik iringan dan bentuk koreografi yang telah dikembangkan secara maksimal. Cara dan teknik ini sangat dibutuhkan dalam penataan koreografi yang lebih mendasar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahawa kemampuan dan kekuatan menjalin rasa musikal menjadi bentuk musik yang dimiliki kapasitas dan intensitas rasa musikal ditentukan pada hasil elaborasi dalam mendisain musik secara cermat. Kecermatan yang dimaksud inilah merupakan sentral kepekaan musik dari seorang yang mampu menggarap musik secara hidup dan penuh sentuhan. Penerapan disain musik pada busana secara umum dapat dilihat dari bentuk musiknya, misalnya : jika musiknya berirama cepat maka secara tidak langsung gerakannya juga akan cepat pula untuk memberi keleluasaan pada penari maka bisa diterapkan busana yang longgar dan tidak mengganggu langkah penari. c. Tema Tema dipilih untuk direfleksikan menuju bagaimana tema tersebut dapat diwujudkan dalam suatu bentuk tarian. Tema dikembangkan menjadi sumber inspirasi tentang bagaimana memadukan tema ke dalam bentuk gerakan yang akan dipilih dengan itu maka pilihan tema terjawab.
Tema dikembangkan menjadi sejumlah refleksi apakah tema yang diangkat cocok dengan bentuk gerakan yang dipilih. Selain itu, apakah pemilihan tema dapat diidentifikasi ke dalam sub – sub tematik yang dapat dicerminkan terwujudnya kumpulan motif gerak, rangkaian kalimat gerak dan kontruksi koreografi. Perwujudan tema menurut La Mery (www.kaskus.com) membagi tes tema sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5)
Keyakinan koreografer atas nilai tema. Dapatkah tema ditarikan. Efek sesaat tema kepada koreografer dan penari. Perlengkapan teknik tari koreografer dan penari. Fasilitas yang diperlukan pertunjukan (musik, tempat dan busana tari) Tema yang bernilai adalah tema yang orisinil. Orisinalitas
tema ditarikan sebagai sumber dalam pemilihan tema dari bentuk koreografi sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikaji bahwa tema dapat diungkapkan dalam bentuk drama tari. Drama tari yang diungkapkan dalam wujud pemaknaan kata–kata, ungkapan tari yang mempunyai makna simbolis dan kapasitas pemilihan gerak yang memiliki dampak sinergis terhadap struktur nasehat yang diungkapkan melalui penjelasan gerak, pemakanan gerak yang tepat dan memenuhi harapan penonton. Penerapan tema pada pembuatan busana secara umum dapat dilihat dari tema yang diambil, misalnya : mengambil tema tari kerakyatan yang menceritakan kehidupan masyarakat desa
maka busana yang dikenakan harus sederhana seperti layaknya masyarakat desa dan tidak banyak hiasannya. d. Properti Properti adalah semua peralatan yang digunakan untuk pementasan tari. Properti tari tentunya disesuaikan dengan kebutuhan koregrafi. Pada kenyataannya properti terdiri dari dance property (property tari) dan stage property (perlengkapan panggung). Dance property adalah segala peralatan yang dipegang secara lanmgsung oleh penari dan digunakan sebagai alat untuk melakukan gerakan tari. Sedangkan Stage property adalah semua peralatan yang ada di atas panggung dan menjadi sarana yang langsung maupun tidak langsung melengkapi konsep suatu koreografi dimana dalam penerapannya diletakkan di area pentas atau dipanggung untuk mendukung koregrafi. Properti pada dasarnya dapat digunakan untuk memberikan keindahan bentuk koreografi secara baik. Hal ini apabila terjadi kesan koreografi akan lebih mendalam. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan penggunaan properti sangat diperlukan karena kelihaian menggunakan properti bisa menjadikan pertunjukan tari lebih
menarik
dan
pesan
yang
ingin
disampaikan
bisa
tersampaikan. Sebaliknya jika dalam penggunaan properti kurang menguasan maka akan merusak makna gerakan tari.
Penerapan properti pada busana secara umum dapat dilihat dari penggunaan properti, misalnya : menggunakan properti yang dipanggul sebaiknya pada bagian bahu bisa ditambahkan bantalan bahu atau pedding. e. Tata Pentas Teknik pentas adalah mengadopsikan penempatan property panggung secara professional. Pada koreografi yang menjabarkan pengembangan ide penempatan tata teknik pentas dirancang untuk kebutuhan pentas secara matang, professional, spektakuler, memenuhi harapan koreografer dan penonton. Bingkai–bingkai berbagai macam disain properti panggung secara kualitas diharapkan dapat mendukung jalannya pementasan. Peralatan dalam bentuk lain, replika panggung yang dibutuhkan dan banyak lagi tentang properti panggung yang oleh koreografer dipikirkan untuk menopang keberhasilan koreografi menjadi pilihan tata teknik pentas yang diharapkan. Dalam suatu pertunjukan memerlukan sarana dan fasilitas tempat untuk penyelenggaraannya. Di beberapa tempat di Indonesia telah mengenal bentuk–bentuk tempat pertunjukan, misalnya : lapangan sebagai arena terbuka, pendopo pemanggungan (staging), halaman pura, serta bangsal sebagai tempat pergelaran.
Pemanggungan bentuk pendopo adalah tempat pementasan yang pada awalnya digunakan untuk mementaskan tari klasik di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Konsep pendopo pada awalnya lahir untuk kalangan orang terpandang, karena banyak pemilik pendopo adalah orang–orang setingkat wedono atau penewu ke atas. Pendopo merupakan tempat yang memiliki ruangan yang ditopang banyak penyangga berupa kayu, tiang dan besi beton. Bentuk panggung yang dirancang secara sederhana dan bentuk ini sudah klasik adalah bentuk lapangan terbuka. Secara bebas bentuk lapangan terbuka dapat dijelaskan bahwa penonton dapat melihat dari segala penjuru. Penonton memanfaatkan celah yang dapat digunakan untuk melihat atau menyaksikan pertunjukan melalui sudut pandang yang luas, terbuka dan lebih bebas atau santai dalam menikmati sajian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk tata pentas itu berbeda–beda dan setiap bentuk itu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kelihatan dalam memanfaatkan setiap detail dan sudut ruang sangat mempengaruhi bentuk akhir dari pemanggungan yang diinginkan. Penerapan tata pentas pada busana secara umum dapat dilihat dari pemanggungan yang dipakai, misalnya : jika pementasan dilakukan di luar ruangan maka sebaiknya mengenakan
busana yang memiliki warna soft dan jangan terlalu terang karena telah dibantu cahaya dari luar ruangan. f. Tata Lampu dan Sound Perkembangan teknologi dan pengetahuan yang tejadi, menempatkan pemikiran tentang pentingnya mewujudkan suatu tatanan lampu dan sound yang berkualitas untuk mendukung penghayatan adegan dalam pertunjukan tari. Hal itu dapat terwujud jika didukung dengan kualitas gedung yang presentatif, yang mana harus memenuhi perlengkapan ideal dan sempurna bagi pementasan. Kebutuhan akan pengadaan tata lampu dan tata suara menjadi pilihan terbaik kualitas pertunjukan. Fungsi tata lampu antara lain sebagai penerangan, penciptaan suasana , penguatan adegan, kualitas pencahayaan serta efek khusus pementasan. Bentuk dan wujud tata lampu bermacam – macam, diantaranya adalah (Rahmida Setiawati, 2008 : 22) : 1) Lampu khusus yang disebut Spot Light, jumlah pemakaiannya disesuaikan dengan kapasitas gedung. 2) Stip Light (lampu garis) biasanya untuk menerangi jalur area pentas yang masing – masing berjarak 2 – 4 meter dari deret lampu strip yang ada. 3) Lampu Backdrop merupakan lampu yang diperlukan pada posisi panggung belakang dan digunakan untuk menerangi latar belakang panggung secara umum. Formulasi warna lampu biasanya menggunakan color bright yang terdiri dari warna – warna biru, merah, kuning dan general. 4) Overhead sportligh atau follow spot light merupakan lampu yang digunakan sebagi lampu tunggal untuk menyorot salah satu tokoh pada peran khusus atau ditokohkan berada dalam jarak tembaknya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguatan adegan dapat dilakuakn dengan penataan lampu yang dapat diciptakan melalui daerah terang dan gelap secara dramatis, di sisi lain penataan lampu dan sound juga dapat membantu penghayatan agar tercapai tujuan adegan. Penerapan tata lampu pada busana secara umum dapat dilihat dari bagian tubuh mana yang akan lebih banyak terkena sinar lampu, misalnya : tarian yang dipentaskan banyak mengekspose bagian lengan dan pinggang maka pada bagian itu sebaiknya menggunakan bahan yang berkilau seperti bahan satin. g. Susunan Acara. Pertimbangan adanya susunan acara dalam suatu pertunjukkan diperlukan, ini bertujuan agar pertunjukan tidak monoton dan membosankan bagi penonton. Pertimbangan dalam pemilihan tata susun urutan acara berhubungan denagn pemilihan koreografer, pilihan cerita, pilihan asal tarian hingga pada kualitas koreografis yang disusun berdasarkan pada urutan panampilan dari yang memiliki kualitas paling sederhana hingga pada penampilan yang berbobot. Susunan acara ibarat kemudi pada saat penonton akan mengikuti wisata pertunjukan. Di sisi lain susunan acara juga merupakan disain dramatik yang harusnya diikuti mulai dari awal,
perkembangan, klimaks dan penurunan secara koreografis atau sesuai prosedur menikmati penyajian seni.
F. Penciptaan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso Di dalam pembuatan laporan proyek akhir dengan judul Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso ini perlu mengkaji teori dari beberapa sumber. Berikut ini penerapan dari berbagai kajian teori untuk penciptaan kostum tari yaitu : 1. Penerapan Karakteristik Tari Dalam penciptaan disain kostum tari Indhel ini perlu memahami karakteristik tari dan konsep tari yang akan diperankan oleh penari. Penerapan karakteristik tari pada kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso yang berupa : a. Kebersamaan diterapkan pada bagian bustier yang menggunakan hiasan smok dalam jumlah banyak yang bersatu pada sisi kanan dan kiri bustier, penggunaan lipit pada bagian rok yang juga dapat berfungsi untuk memberikan keleluasaan gerak penari. b. Kesederhanaan dapat dituangkan dengan penggunaan warna bahan kostum tari yang menggunakan kombinasi 3 warna dan menggunakan warna yang kusam untuk memunculkan nuansa penduduk desa. c. Ketradisionalan dapat dimunculkan dengan penggunaan batik motif banyumasan.
2. Penerapan Sumber Ide Kutang Suroso Pada Kostum Tari Penerapan sumber ide kutang suroso pada pembuatan kostum tari Indhel terletak pada bagian bustier dengan penempatan kancing deret pada bagian muka sebagai hiasan overlab dengan posisi miring untuk memberi kesan A simetris, yang mana kancing merupakan ciri khusus dari kutang suroso dan bentuk siluet dari bustier untuk memberi kesan menbentuk tubuh.
3. Penerapan Unsur dan Prinsip Disain a. Penerapan Unsur Disain Pada Kostum Tari Indhel 1) Garis Penerapan unsur garis dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada : a) Sambungan
antar
bagian
bustier
terlihat
tegas
sekali
membentuk garis lurus secara vertikal yang memberi kesan melangsingkan. b) Bentuk
garis
melengkung
pada
bagian overlab
dapat
memberikan kesan riang dan feminin. Sedangkan garis lengkung pada bagian bawah rok memberikan kesan luwes atau lincah. c) Garis diagonal pada bagian bawah bustier dapat memberikan kesan lincah, lebih dinamis dan gembira.
d) Garis siluet bustier yang berupa siluet I akan memberi kesan melangsingkan karena pas badan dan membentuk tubuh. 2) Arah Penerapan unsur arah dalam pembuatan kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada : a) Pembentukan motif smok yang mengarah secara diagonal memberi kesan lebih dinamis dan lincah. b) Rok yang bentuknya tidak simetris sehingga mengarahkan pandangan berkesan diagonal. 3) Bentuk Penerapan unsur bentuk dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada bentuk lengan yang berbentuk lengan puff untuk memberi kesan supaya tangan terlihat lebih berisi (besar) dan bentuk rok dengan siluet A untuk memberi keleluasaan dalam bergerak. 4) Ukuran Penerapan unsur ukuran dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada : a) Bagian rok yang menggunakan rok model kini yaitu rok yang panjangnya
sampai
batas
lutut untuk memberi
kesan
meninggikan pemakainya. b) Penggunaan lengan pendek dimaksudkan untuk memberi keleluasaan dalm melakukan gerakan–gerakan tangan.
c) Pemakaian hiasan smok pada sisi kanan dan kiri bustier dengan ukuran kecil akan memberikan tekstur bergelombang pada bustier dan tidak menutup seluruh bagian bustier. 5) Nilai Gelap Terang Penerapan unsur gelap terang dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada bagian rok yang menggunakan warna cerah pada dasar motif dan untuk menonjolkan motifnya menggunakan warna yang mengarah ke warna yang agak gelap. 6) Warna Penerapan unsur warna dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada bagian bustier menggunakan warna panas (oranye) yang dikombinasikan dengan warna dingin (hijau muda), sehingga menghasilkan perpaduan warna yang seimbang. Sedangkan pada bagian rok menggunakan warna yang cenderung mengarah ke warna gelap seperti hijau tua dengan aksen hitam untuk menonjolkan bentuk motif tertentu. 7) Tekstur Penerapan unsur tekstur dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada bagian bustier menggunakan
kain
yang
bertektur
kaku
(kain
taffeta)
dikombinasikan dengan kain bertekstur lemas (kain satin) sebagai
hiasan motif smok. Sedangkan pada bagian rok menggunakan kain bertekstur lemas (kain katun primisima). b. Penerapan Prinsip Disain Pada Kostum Tari Indhel 1) Keselarasan dan Keserasian Penerapan prinsip keselarasan dan keserasian pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada bagian bustier menggunakan kain polos atau tanpa motif, supaya tidak terlihat kosong maka harus ditambahkan hiasan smok dan beberapa bentuk korsase. Sebaliknya pada bagian rok menggunakan kain yang bermotif maka ditambahkan hiasan prada untuk menonjolkan motifnya. 2) Perbandingan Penerapan prinsip perbandingan pada pembuatan kostum indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada penerapan hiasan smok motif sirip ikan dan membentuk alur diagonal sehingga akan memberikesan melangsingkan dan lincah bagi pemakainya. 3) Keseimbangan Penerapan prinsip keseimbangan pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terletak pada bagian bustier. Prinsip keseimbangan yang dipakai adalah keseimbangan simetris, terlihat dari penggunaan hiasan smok pada bagian kanan
dan kiri yang sama dilihat dari titik pusat bustier sehingga memberi kesan adanya kesatuan. 4) Irama Penerapan prinsip irama pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso terlihat dari pemakaian kerutan pada lengan yang diulang lagi pada bagian clemek, sehingga terdapat satu kesatuan antara bagian atas dan bagian bawah. 5) Pusat Perhatian Penerapan prinsip pusat perhatian pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso diletakkan pada penggunaan clemek yang dibentuk berkerut–kerut dan diberi sedikit hiasan. Penggunaan clemek itu dimaksudkan karena melihat dari gerakan penari yang lebih banyak mengekspose bagian pinggul sehingga pusat perhatian dititik beratkan pada bagian pinggul.
4. Penerapan Disain Busana a. Penerapan Disain Busana Pada Kostum Tari Indhel 1) Disain Struktur Penerapan disain struktur dapat dilihat dari garis luar kostum tari indhel yang mengarah pada bentuk siluet I, mempunyai garis luar melebar pada bagian atas, menyempit pada bagian tengah dan melebar lagi pada bagian bawah.
2) Disain Hiasan Disain hiasan yang tertuang dalam pembuatan kostum tari indhel adalah disain perencanaan pembuatan motif smok yang bisa menghasikan kesan melangsingkan dan lincah. Berdasarkan uraian diatas telah dijelaskan secara keseluruhan tentang penciptaan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso. Berikut ini disajikan secara visualisasi hasil penciptaan disain yang meliputi : penerapan karakteristik tari, penerapan sumber ide, penerapan unsur–unsur dan prinsip disain.
Penerapan prinsip keseimbangan Penerapan prinsip irama Penerapan unsur bentuk Penerapan unsur garis Penerapan sumber ide Penerapan karakteristik tari Penerapan unsur warna Penerapan unsur arah Penerapan unsur tekstur Penerapan prinsip pusat perhatian Penerapan unsur ukuran Penerapan unsur gelap terang Penerapan prinsip keserasian Penerapan prinsip perbandingan
Gambar 15. Hasil penciptaan disain kostum tari dengan menerapkan karekteristik tari, sumber ide, unsur – unsur dan prinsip disain.
b. Penerapan Teknik Penyajian Gambar Teknik penyajian gambar dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso adalah : 1) Disain sketsa (Design Sketching) Disain sketsa merupakan bentuk awal dari munculnya ide – ide untuk mendukung terciptanya kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso. Dari ide–ide yang masih terpisah–pisah digabungkan sesuai dengan karakteristik tarinya,
sehingga
menghasilkan satu rangkaian kostum tari yang serasi. 2) Disain produksi (Production Design) Disain produksi dipelukan untuk menjelaskan detail masing–masing bagian dalam bentuk gambar. Dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso bagian yang perlu dijelaskan adalah bentuk motif smok, bentuk pembuatan kancing deret, bentuk lengan dan bentuk clemek. Bagian–bagian itu semua digambar tersendiri untuk memper-jelas pemahaman. 3) Disain presentasi (Presentation Drawing) Disain presentasi digunakan untuk menjelaskan bagian – bagian yang terdapat pada kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso dalam bentuk keterangan–keterangan. 4) Disain ilustrasi (Fashion Ilustration) Disain ilustrasi merupakan bentuk gambar kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso secara sempurna yang
sudah dilengkapi dengan penggunaan warna sesuai bahan dan pemberian detail hiasan. Berdasarkan uraian di atas telah dijelaskan secara keseluruhan tetang penerapan teknik penyajian gambar
pada pembuatan disain
kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso. Berikut ini disajikan secara visualisasi hasil penerapan teknik penyajian gambar pada pembuatan disain kostum tari.
Gambar 16. Design Sketching Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso
Gambar 17. Disain Produksi Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso
Lengan puff Hiasan korsase Kancing bungkus
Hiasan smok Kerutan Clemek Batik banyumas Tumpal Lipit kipas
Gambar 18. Disain Presentasi Tampak Depan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso
Rit jepang Kain taffeta warna oranye Kain taffeta warna hijau Kain chiffon
Batik banyumas
Gambar 19. Disain Presentasi Tampak Belakang Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso
Gambar 20. Disain Ilustrasi Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso
c. Penerapan Disain Hiasan dan Pelengkap Busana Penerapan disan hiasan dituangkan pada penggunaan hiasan smok model sirip ikan, pemberian beberapa bentuk korsase dan deretan kancing bungkus pada bagian basti. Sedangkan bagian rok ditambahkan prada pada motif tertentu yang bertujuan untuk menonjolkan motif tersebut.
5. Penerapan Pola Busana Dalam Pembuatan Kostum Tari Indhel a. Persiapan 1) Gambar Kerja Gambar kerja pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso digunakan untuk menjelaskan detail langkah kerja dalam pembuatan bustier, rok dan clemek secara terpisah. 2) Pengambilan Ukuran dan Membuat Pola Pengambilan ukuran pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso lebih mengarah ke pengambilan ukuran pas badan dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang bisa berkesan melangsingkan pemakainya. Sistem pola yang digunakan dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso adalah sistem pola konstruksi, kecuali pada bagian lengan dan clemek menggabung-
kan sistem pola konstruksi dan sistem draping untuk memperoleh hasil jatuhnya bahan yang sesuai dengan disain. 3) Merancang Bahan dan Harga Perancangan bahan sangat diperlukan karena mengingat dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang soroso setiap bagian terdapat dua bahan dengan warna berbeda. Adanya perencanaan bahan diharapkan tidak ada bahan yang terbuang sia–sia. Perencanaan bahan secara benar dan efisien sangat berpengaruh dalam perencanaan pengeluaran untuk memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso. 4) Menyusutkan Bahan Proses menyusutkan bahan sangat diperlukan dalam pembuatan kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso untuk menghindari terjadinya kesalahan yang fatal yaitu setelah kostum selesai dibuat tidak muat dipakai. Dalam pembuatan bustier hal yang sangat rentan terjadi jika tidak diawali dengan proses menyusutkan bahan adalah hasil akhirnya akan kekecilan, karena ukuran pembuatan bustier harus pas tubuh atau tidak ada penambahan.
b. Pelaksanaan 1) Peletakan Pola Proses peletakan pola ini merupakan proses meletakkan bagian–bagian pola sesuai dengan bahan yang digunakan. Proses peletakan pola harus sesuai dengan rancangan bahan yang telah dibuat terlebih dahulu. 2) Pemotongan dan Pemberian Tanda Jahitan Setelah semua bagian–bagian pola tertata sesuai dengan rancangan bahan langkah yang harus ditempuh berikutnya adalah pemberian tanda jahiatan yang berfungsi untuk memberi kampuh jahit. Jarak pemberian tanda jahitan 1,5 cm sampai 2 cm dari garis pokok pola kostum tari. Proses pemotongan bahan dilakukan tepat pada tanda jahitan yang telah dibuat. 3) Penjelujuran Proses penjelujuran diperlukan untuk menggabungkan tiap – tiap bagian potongan pola menjadi satu bentuk untuh sebelum dilakukan proses penjahitan menggunakan mesin jahit. 4) Teknik Penjahitan Proses penjahitan dilakukan setelah semua bagian tersambung dan menbentuk satu kesatuan yang utuh sesuai dengan disain kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso.
5) Passen dan Evaluasi Passen sangat diperlukan untuk mengetahui ketepatan ukuran dan jatuhnya bentuk masing–masing bagian sudah sesuai dengan disan. Dari proses passen kita dapat mengevaluasi kekurangan–kekurangan yang terjadi dalam pembuatan kostum tari.
6. Penerapan Teknologi Busana Dalam Pembuatan Kostum Tari Indhel a. Teknologi Penyambungan Kampuh Pada pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso perancang menggunakan teknik penyambungan kampuh buka. Sisa kampuh yang masih bertiras pada bahan utama diselesaikan dengan cara dirompok, sedangkan sisa kampuh pada bahan furing diselesaikan dengan disum. b. Teknologi Interfacing Teknologi interfacing dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso ini dipakai pada pembuatan bustier untuk memberi bentuk yang rapi dan untuk meletakkan ballen. c. Teknologi Lining Teknologi lining yang digunakan dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso pada bagin bustier dan rok adalah teknik lepas yang mana teknik pemasangan antara bagian bahan utama dengan lining dijahit sendiri–sendiri kecuali pada bagian –
bagian tertentu dijahit jadi satu, bahan yang digunakan untuk lining adalah kain erro. d. Teknologi Pengepresan Teknologi pengepresan dalam pembuatan kostum tari indhel dengan sumber ide kutang suroso dilakukan dengan menggunakan setrika listrik.
BAB III PROSES PEMBUATAN KOSTUM TARI DAN GELAR KOREOGRAFI 2010 “KOLABORASI SENDIKAR”
A. Proses Pembuatan Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso Dalam proses pembuatan kostum tari memerlukan suatu perencanaan. Merencanakan berarti memikirkan dan membuat langkah – langkah yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan kerja nyata direalisasikan. Tujuan dari perencanaan diantaranya : 1. Agar dapat memutuskan langkah – langkah yang harus dilaksanakan. 2. Agar dapat menghindari terjadinya kesalahan. 3. Agar dapat menghemat waktu dan tenaga. 4. Agar dapat menentukan teknik yang baik dalam pembuatan kostum tari. Berdasarkan pendapat di atas, perencanaan menurut penyusun adalah pemikiran mengenai langkah – langkah yang akan dilakukan dalam mencapai suatu tujuan agar pelaksanaan yang telah direalisasikan dapat berjalan dengan baik. Langkah – langkah dalam proses pembuatan kostum tari Indhel meliputi : persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Persiapan Persiapan yang dilakukan dalam pembuatan kostum tari Indhel adalah :
a. Pembuatan Gambar Kerja Pembuatan gambar kerja dalam proses pembuatan kostum tari adalah membuat disain dengan menggambarkan detail – detail kostum tari secara lengkap yang disertai dengan keterangan pada bagian – bagian busana dan supaya mencapai hasil kerja yang sempurna. Adapun tujuan membuat disain kerja adalah untuk memberikan petunjuk dan pedoman dalam pembuatan busana. Dalam pembuatan disain kerja harus diperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1) Semua gambar harus digambar dengan jelas dan disertai dengan keterangan yang lengkap. 2) Sikap atau pose depan dan belakang digambar dengan proporsi yang lengkap. 3) Apabila ada detail yang rumit harus digambar tersendiri dan disertai dengan keterangan tentang disain yang tidak dapat dijelaskan dengan gambar. Adapun gambar kerja pembuatan kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso adalah sebagai berikut : a) Gambar kerja bustier bagian depan b) Gambar kerja bustier bagian belakang c) Gambar kerja rok bagian depan d) Gambar kerja rok bagian belakang e) Gambar kerja clemek bagian depan
f) Gambar kerja clemek bagian belakang g) Gambar kerja hiasan kostum tari
12 cm 19 cm 7 cm 11 cm
20 cm
14 cm
13 cm
Gambar 21. Gambar Kerja Bustier Bagian Depan
12 cm
11 cm
30 cm
8 cm
13 cm
Gambar 22. Gambar Kerja Bustier Bagian Belakang 30 cm
54 cm 60 cm
50 cm
Gambar 23. Gambar Kerja Rok Bagian Depan
30 cm
54 cm
60 cm
50 cm
Gambar 24. Gambar Kerja Rok Bagian Belakang 30 cm
54 cm
Gambar 25. Gambar Kerja Clemek Bagian Depan
30 cm
54 cm
Gambar 26. Gambar Kerja Clemek Bagian Belakang
b. Pengambilan Ukuran Ukuran yang diperlukan untuk membuat kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso adalah : 1. Lingkar badan 1
: 72 cm
2. Lingkar badan 2
: 74 cm
3. Lingkar badan 3
: 65 cm
4. Lingkar pinggang
: 61 cm
5. Lingkar pinggul
: 82 cm
6. Panjang muka atas
: 13 cm
7. Panjang muka bawah
: 9 cm
8. Panjang buah dada
: 17 cm
9. Panjang sisi
: 16 cm
10. Panjang punggung
: 36 cm
11. Panjang rok
: 60 cm
12. Panjang lengan
: 15 cm
13. Lebar dada
: 30 cm
14. Lebar buah dada
: 22 cm
15. Lebar bahu
: 12 cm
16. Lebar punggung
: 32 cm
17. Tinggi pinggul
: 16 cm
18. Jarak payudara
: 15 cm
c. Pembuatan Pola Kostum Tari Sistem pembuatan pola dasar sangat bermacam – macam jenisnya. Untuk itu dalam pembuatan suatu pola kostum tari terlebih dahulu digunakan sistem pola dasar. Pola dasar yang digunakan dalam pembuatan kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso ini adalah pola dasar sistem So’en karena mudah, cepat dan nyaman dipakai. Cara pembuatan pola kostum tari disesuaikan dengan disainnnya adalah sebagai berikut :
POLA DASAR WANITA SISTEM SO’EN
Gambar 28. Pola dasar badan skala 1 : 6 ( Widjiningsih, 1994 )
Keterangan pola badan So’en bagian muka : A–E
= 1/6 Lingkar kerung leher + 1,5 cm
A–C
= 1/6 Lingkar kerung leher + 0,5 cm
Hubungkan titik C – E untuk membentuk kerung leher muka A–F
= ½ Panjang punggung + 1 cm
F–J
= ½ Panjang punggung
E–G
= F – G = Tengah – tengah E – F
C–B
= Lebar bahu
B–D
= 3,5 cm
G–I
= ½ Lebar muka
F–H
= ¼ Lingkar badan + 1 cm
Hubungkan titik D – I – H untuk membentuk kerung lengan muka J–O
= M – N = ½ Jarak dada
O–N
= Tinggi dada
N – N1
= 2 cm
O – O1
= O – O2 = 1,5 cm
J – O1 + O2 – K = ¼ Lingkar pinggang + 1 cm J–L
= 3 cm
Keterangan pola badan So’en bagian belakang : A–B
= 1/6 Lingkar kerung leher + 0,5 cm
A–C
= 2 cm
Hubungkan B – C untuk membentuk kerung leher belakang C–G
= G – F = ½ Panjang punggung
B–D
= Lebar bahu
D–E
= 5 cm
C–J
= 8 cm
J–I
= ½ Lebar punggung
G–H
= ¼ Lingkar badan – 1 cm
Hubungkan E – I – H untuk membentuk kerung lengan belakang F–Y
= G – X = 8 cm
X–Z
= 5 cm
Y – Y1
= Y – Y2 = 1 cm
F – Y2 + Y1 – K = ¼ Lingkar pinggang – 1 cm
Gambar 29. Pola dasar BH skala 1 : 6
Keterangan pola dasar BH : A–B
= ½ Lingkar badan 1
A–C
= Panjang muka atas + panjang muka bawah
A–E
= B – F = Panjang muka atas
G
= Tengah – tengah A – E
H
= Tengah – tengah B – F
A–I
= ¼ Lingkar badan 1 – batas buah dada
C1 – J
= ¼ Lingkar pinggang – batas buah dada
A–K
= ½ Lebar dada
L
= Tengah – tengah C1 – J
K – K1
= 3 cm
A – A1
= Tengah – tengah A – G
B–O
= 1/3 B – I = D – D1
D–P
= ¼ Lingkar pinggang + batas buah dada
P – P1
= 2 cm
Q
= Tengah – tengah H – F
Gambar 30. Pola Mungkum skala 1 : 6
Keterangan pola membuka mungkum : Jiplaklah pola BH bagian muka. Potong menjadi 4 sesuai garis pembagian pola, tidak sampai putus. R–K
= ½ Panjang buah dada – 1 cm
R–G
= R – I = ½ Lebar buah dada
R–N
= ½ Panjang buah dada + 1 cm
Gambar 31. Pecah pola bustier skala 1 : 6
Keterangan pecah pola bustier bagian muka Tempelkan pola dasar BH menyesuaikan pola dasar badan. A–B
= Tinggi pinggul
B–C
= 7 cm
D–E
= 10 cm
F – F1
= 3 cm
B–F
= ¼ Lingkar pinggul + 1 cm
Keterangan pecah pola bustier bagian belakang : Tempelkan pola dasar BH menyesuaikan pola dasar badan. A–B
= Tinggi pinggul – 3 cm
B–C
= ¼ Lingkar pinggul – 1 cm
Gambar 32. Pola jadi bustier skala 1 : 6 Keterangan pola jadi bustier bagian muka dan belakang : 1. Pola potongan bagian tengah muka. 2. Pola potongan overleb. 3. Pola potongan bagian depan samping. 4. Pola potongan bagian samping sebagai tempat peletakan hiasan smok. 5. Pola potongan bagian belakang samping. 6. Pola potongan bagian tengah belakang.
Berikut ini disajikan pola pembuatan hiasan smok model sirip bolak – balik yang terdapat pada sisi kanan dan kiri bustier :
Gambar 33. Pola hiasan smok model sirip bolak – balik (Eti Widayati Novary, 2005)
Keterangan gambar : Garis miring
: Jahit tarik dan simpul mati
Garis tegak
: Tusuk ( jahit ) biasa
Gambar 34. Pola dasar lengan skala 1 : 6
Keterangan pola dasar lengan : A–B
= Tinggi puncak lengan
A–C
= Panjang lengan
A–D
= A – E = ½ Lingkar kerung lengan
C–E
= C – F = ½ Lingkar pergelangan tangan
A – D dibagi 4 bagian, pada titik pertama naik 1,5 cm kemudian pada titik ketiga turun 1 cm. Hubungkan antar titik untuk membentuk kerung lengan bagian muka. A – E dibagi 4 bagian, pada titik pertama naik 2 cm kemudian pada titik ke tiga turun 0,5 cm. Hubungkan antar titik untuk membentuk kerung lengan bagian belakang.
Gambar 35. Pecah pola lengan skala 1 : 6
Keterangan pecah pola lengan : Jiplak pola dasar lengan kemudian potong menjadi 4 bagian sesuai garis. Jarak masing – masing bagian adalah 5 cm. A–B
= 2 cm
C–D
= 3 cm
Gambar 36. Pola jadi lengan skala 1 : 6
Gambar 37. Pola vuring bustier skala 1 : 6
Keterangan pola vuring bustier : Dalam pembuatan pola vuring terlebih dahulu harus menjiplak pola utama, karena dalam pembuatan pola vuring sama dengan pembuatan pola utama.
Gambar 38. Pola jadi vuring bustier skala 1 : 6
Keterangan pola jadi vuring bustier : 1. Pola vuring bustier bagian tengah muka. 2. Pola vuring bustier bagian samping muka. 3. Pola vuring bustier bagian samping belakang. 4. Pola vuring bustier bagian tengah belakang.
Adapun pembuatan pola untuk lapisan bustier dan lengan adalah sebagai berikut :
Gambar 39. Pola lapisan bustier dan lengan Keterangan pola lapisan : 1. Pola lapisan overleb bustier bagian muka. 2. Pola lapisan lengan
Adapun langkah – langkah dalam pembuatan pola rok adalah sebagai berikut :
POLA DASAR ROK SISTEM SO’EN
Gambar 40. Pola dasar rok depan dan belakang skala 1 : 6 ( Widjiningsih, 1994 )
Keterangan pola dasar rok bagian muka : A–B
= 2 cm
A–C
= Tinggi pinggul
A–D
= Panjang rok
A–E
= ¼ Lingkar pinggang + 1 cm + 3 cm (kupnat)
C–F
= ¼ Lingkar pinggul + 1 cm
D–G
= ¼ Lingkar pinggul + 1 cm
B–H
= 1/10 Lingkar pinggang
H – H1
= H – H1 = 1,5 cm
G – G1
= 5 cm
Keterangan pola rok bagian belakang : a–b
= 2 cm
a–c
= Tinggi pinggul
a–d
= Panjang rok
a–e
= ¼ Lingkar pinggang - 1 cm + 3 cm (kupnat)
c–f
= ¼ Lingkar pinggul - 1 cm
d–g
= ¼ Lingkar pinggul - 1 cm
b–h
= 1/10 Lingkar pinggang
h – h1
= H – H1 = 1,5 cm
g – g1
= 5 cm
Gambar 41. Pecah pola rok muka skala 1 : 6
Keterangan pecah pola bagian muka : A–B
= 15 cm
Buatlah garis melengkung pada bagian bawah rok.
Gambar 42. Pecah pola rok belakang skala 1 : 6
Keterangan pecah pola rok bagian belakang : A–B
= 15 cm
Buatlah garis melengkung pada bagian bawah rok.
Gambar 43. Pola jadi rok depan skala 1 : 6
Gambar 44. Pola jadi rok belakang skala 1 : 6
Gambar 45. Pola vuring rok bagian muka skala 1 : 6
Gambar 46. Pola vuring rok bagian belakang skala 1: 6
Gambar 47. Pola jadi vuring rok bagian muka skala 1 : 6
Gambar 48. Pola jadi vuring rok bagian belakang skala 1 : 6
Gambar 49. Pola lapisan rok skala 1 : 6
Gambar 50. Pola clemek skala 1 : 6 Keterangan pola clemek A–B
= D – E = 5 cm
Adapun pembuatan pola untuk lapisan interfacing menggunakan kain pasir adalah sebagai berikut :
Gambar 52. Pola lapisan interfacing (Kain Pasir)
Keterangan : 1. Lapisan overleb bustier bagian muka. 2. Lapisan tengah muka bustier. 3. Lapisan samping bustier bagian muka. 4. Lapisan samping bustier bagian belakang. 5. Lapisan tengah belakang bustier.
Adapun pembuatan pola untuk lapisan interfacing menggunakan kain viseline adalah sebagai berikut :
Gambar 53. Pola lapisan interfacing (Kain Viselin) Keterangan : 1. Lapisan tengah muka bustier. 2. Lapisan samping bustier bagian depan. 3. Lapisan samping bastier bagian belakang. 4. Lapisan tengah belakang bustier. 5. Lapisan rok bagian depan. 6. Lapisan rok bagian belakang.
Keterangan Tanda Pola Keterangan tanda pola sangat diperlukan untuk mengetahui dan memahami bagian – bagian dari gambar pola dalam proses menjahit. Adapun keterangan tanda pola pada pembuatan pola kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso adalah sebagai berikut : Table 1.Keterangan Tanda Pola No
Tanda Pola
1.
Artinya Garis pola asli dengan pensil hitam Garis pola bagian muka dengan warna
2. merah Garis pola bagian belakang dengan 3. warna biru Tanda arah benang atau serat kain 4. menurut panjangnya Garis pertolongan denagn warna pensil 5. menurut bagiaannya Garis lipatan dengan warna pensil 6. menurut bagiannya 7.
TM
Tangah muka
8.
TB
Tangah belakang
d. Perancangan Bahan dan Harga Rancangan bahan dan harga berguna untuk mengetahui atau memperkirakan berapa banyak bahan yang diperlukan serta besar biaya yang akan dikeluarkan untuk pembuatan suatu kostum tari. Halhal yang perlu diperhatikan dalam merancang bahan adalah sebagai berikut : a. Arah serat pada pola harus sesuai dengan arah serat pada kain. b. Pola diletakkan dimulai dari bagian pola yang paling besar, sedang dan yang paling kecil. c. Untuk bahan yang bermotif perlu diperhatikan arah motif dan arah seratnya agar tidak merusak motif.
Gambar 54. Rancangan Kain Taffeta Warna Hijau (Bahan Utama Bustier 1) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain taffeta warna hijau Panjang
: 65 cm
Lebar
: 150 cm
Gambar 55. Rancangan Kain Taffeta Warna Oranye (Bahan Utama Bustier 2) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain taffeta warna oranye Panjang
: 50 cm
Lebar
: 150 cm
Gambar 56. Rancangan Kain Batik Banyumas (Bahan Utama Rok) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain batik banyumas Panjang
: 135 cm
Lebar
: 115 cm
Gambar 57. Rancangan Kain Chiffon Warna Kuning (Clemek dan Lipit) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain chiffon warna kuning Panjang
: 150 cm
Lebar
: 115 cm
Gambar 58. Rancangan Bahan Kain Erro Warna Hijau (Vuring Bustier 1) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain erro warna hijau Panjang
: 50 cm
Lebar
: 115 cm
Gambar 59. Rancangan Bahan Kain Erro Warna Oranye (Vuring Bustier 2) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain erro warna oranye Panjang
: 50 cm
Lebar
: 115 cm
Gambar 60. Rancangan Bahan Kain Erro Warna Hijau Tua (Vuring Rok) Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain erro warna hijau tua Panjang
: 50 cm
Lebar
: 115 cm
Gambar 61. Rancangan Bahan Interfacing Kain Pasir Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain pasir Panjang
: 50 cm
Lebar
: 150 cm
Gambar 62. Rancangan Bahan Interfacing Kain Viseline Skala 1 : 6 Keterangan tanda pola : : Pola bagian depan : Pola bagian belakang : Batas kampuh Keterangan bahan : Nama bahan : Kain viseline Panjang
: 75 cm
Lebar
: 115 cm
Tabel 2. Rancangan Harga
Nama Bahan dan Spesifikasi
Kebutuhan
Harga Satuan
Jumlah
A. Bahan Pokok 1. Kain Tafetta
115 cm
12.000
13.800
2. Kain Batik Banyumas
1 potong
100.000
100.000
3. Kain Sifon
150 cm
9.000
13.500
4. Kain Satin
100 cm
19.000
19.000
1. Vuring Erro
150 cm
8.000
12.000
2. Viselin
75 cm
3.000
2.250
3. Kain Pasir
50 cm
12.000
6.000
1. Benang
1 buah
2.000
2.000
2. Rit kamisol 40 cm
1 buah
5.000
5.000
3. Rit jepang 25 cm
1 buah
1.500
1.500
4. Kancing kait kecil
1 pasang
500
500
5. Busa mungkum
1 pasang
2.500
2.500
6. Ballen
150 cm
6.000
9.000
7. Kancing bungkus
8 buah
200
1.600
40.000
40.000
B. Bahan Tambahan
C. Bahan Pembantu
8. Payet
dan
batu
-
batuan Total
228.650
e. Penyusutan Bahan Sifat asal
bahan
yang
beraneka ragam dipengaruhi oleh sifat
bahan (serat), konstruksi benang dan bahan, serta cara pe-
nyempurnaan. Salah satu proses penyempurnaan bahan adalah membuatnya tahan susut. Sebelum bahan dipotong menurut pola, maka terlebih dahulu bahan disusutkan. Tujuannya agar setelah dijahit dan dipakai atau dicuci bahan tidak berubah bentuk atau ukuran ( Radias Saleh Aisyah Jafar, 1991 : 70 ). Cara penyusutan kain adalah dengan merendam dalam air bersih kira-kira satu jam sampai ½ hari, kemudian dijemur atau di anginanginkan tanpa diperas. Setelah itu bahan disetrika pada bagian buruk dengan arah memanjang. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan kelanjutan dari suatu perencanaan dan persiapan. Persiapan dan perencaan merupakan pengorganisasian berupa suatu tidakan yang harus dilaksanakan. Ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan dalam pembuatan kostum tari kreasi baru dengan cerita pembuat gula jawa menggunakan sumber ide kutang suroso yaitu : a. Peletakan Pola Pada Bahan Cara meletakkan pola pada bahan dengan tepat dan sehemat mungkin juga memerlukan suatu ketrampilan. Sebaiknya arah panjang badan mengikuti arah serat pada bahan, agar jatuhnya busana pada
tubuh tampak lebih baik dan bentuknya ridak berubah ( Radias Salaeh, 1991 : 69 ). Cara meletakkan pola adalah sebagi berikut : 1) Bahan dilipat menurut lebarnya dengan bagian baik barada di bagian dalam agar tetap bersih dan memudahkan untuk memberi tanda menggunakan kapur ataupun rader. 2) Letakkan kain yang telah dilipat tersebut di atas meja datar dan lebar. Atur agar kain tersebut berada dalam keadaan rata. 3) Letakkan pola dengan posisi sesuai gambar pada merancang bahan. 4) Tempelkan pola pada kain dengan menggunakan jarun pentul. 5) Beri tambahan untuk kampuh jahitan pada masing-masing pola sesuai dengan ketentuan. 6) Setelah tanda-tanda pada setiap pola selesai dibuat, bahan siap digunting. b. Pemotongan dan Pemberian Tanda Jahitan Memotong bahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Pada saat memotong bahan sebaiknya guntinglah kain menurut arah panjangnya setelah itu menggunting menurut arah lebarnya dan usahakan pada saat memotong bahan tidak diangkat tetapi justru ditekan dan ditindih, hal ini dilakukan agar hasil guntingannya tidak bergeser. Setelah bahan dipotong kemudian diberi tanda jahitan. Ada beberapa cara untuk menandai jahitan yaitu menggunakan rader dan karbon jahit, menggunakan kapur jahit, menjelujur renggang,
membuat guntingan kecil. Dalam proses pembuatan kostum tari kali ini pemberian tanda jahitan dilakukan dengan cara merader menggunakan karbon jahit, hal ini dimaksudkan agar tanda jahitan tidak cepat hilang dan mempermudah dalam proses penjelujuran dan menjaga koalitas agar tidak mudah rusak. c. Penjelujuran dan Penyambungan Setelah bahan dipotong dan diberi tanda jahitan selanjutnya proses penjelujuran, proses penjelujuran ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penjahitan serta untuk mengetahui jatuhnya bahan pada tubuh pemakainya apakah sudah pas atau masih ada kekurangannya, sesuai dengan yang dikehendaki. Adapun langkahlangkah penjelujuran adalah sebagai berikut : 1) Menjelujur Bustier a)
Menjelujur lengan.
b)
Menjelujur antar potongan bustier bahan utama.
c)
Menjelujur vuring dengan lapisan.
d)
Menjelujur antar potongan bustier bahan vuring.
e)
Memasang lengan.
f)
Menjelujur resliting.
g)
Menjelujur bagian atas bustier untuk menggabungkan antara bahan utama dan vuring.
h)
Menjelujur bagian bawah bustier.
i)
Menjelujur bahan vuring pada sisi resliting.
2) Menjelujur Rok a)
Menjelujur kupnat–kupnat bahan utama.
b)
Menjelujur kelim bawah lipit.
c)
Menjelujur sisi–sisi rok bahan utama.
d)
Menjelujur resliting pada sisi rok.
e)
Menjelujur kupnat–kupnat bahan vuring.
f)
Menjelujur untuk menggabungkan vuring dengan lapisan rok.
g)
Menjelujur sisi–sisi rok bahan vuring.
h)
Menjelujur bagian lingkar pinggang untuk menggabungkan bahan utama dengan lapisan.
i)
Mengkelim bagian bawah rok bahan utama.
j)
Mengkelim bagian bawah rok bahan vuring.
3) Menjelujur Clemek a) Menjelujur kelim bagian bawah clemek. b) Membuat kerutan pada sisi clemek. c) Menjelujur ban pinggang. d) Memasang ban pinggang pada clemek. d. Evaluasi Proses I Passen I merupakan pengepassan busana pada tubuh pemakainya dalam bentuk jelujuran. Pengepasan ini bertujuan untuk mengetahui jatuhnya busana pada tubuh pemakainya apakah sudah pas atau masih ada kekurangannya.
Aspek-aspek yang diamati dalam pengepassan I antara lain : 1)
Teknik jelujuran yang digunakan.
2)
Jatuhnya busana pada tubuh pemakainya.
3)
Kesesuaian dengan desain yang dibuat.
4)
Penampilan keseluruhan dari busana tersebut.
Adapun evaluasi atau kekurangan yang dialami pada passen I adalah sebagai berikut : Tabel 3.Hasil Pengamatan Passen 1 Aspek yang Hasil pengamatan
Cara mengatasi
diamati 1. Basti
Pada bagian mungkum Jahitan dikurangi dan kurang membentuk.
ditambah lengkung.
Kerutan pada lengan Pada pengembangan kurang sehingga kurang
lengan ditambah lebih
terlihat menggembung.
lebar jaraknya.
Turunnya kerung leher Diukur ulang turunterlalu kebawah. Jatuhnya titik puncak payudara tidak pas.
nya
kerung
leher
sesuai keinginan. Mengukur ulang jarak titik puncak payudara.
2. Clemek
Panjang clemek terlalu Panjang clemek dipanjang.
kurangi inginan.
sesuai
ke-
e. Penjahitan Setelah melelui tahap I langkah selanjutnya adalah proses penjahitan. Adapun tertib kerja menjahit kostum tari kreasi baru dengan cerita pembuat gula jawa menggunakan sumber ide kutang suroso ini adalah sebagai berikut : 1) Menjahit Bustier a) Menjahit sisi lengan. b) Membuat kerutan pada lengan. c) Membuat sengkelit. d) Menjahit overleb. e) Menggabungkan overleb dengan sambungan bustier sebelah kanan. f) Menjahit bagian sambuangan bustier depan dan belakang bahan utama. g) Menjahit resliting pada bahan utama. h) Menjahit sambungan vuring dan lapisan dengan langkah yang sama denagn menjahit bahan utama. i) Menjahit lengan dengan bahan utama pas pada sambungan bustier depan dan belakang. j) Menggabungkan vuring dengan bahan utama. k) Mengelim bagian resliting untuk melekatkan vuring. l) Menyetrika.
2) Menjahit Rok a) Menjahit kupnat–kupnat bahan utama. b) Mengkelim bagian bawah hiasan lipit. c) Menggabungkan lipit dengan bahan utama. d) Menjahit sisi rok bahan utama. e) Memasang resliting pada sisi rok. f) Menjahit kupnat–kupnat bahan vuring. g) Menjahit bagian viring dengan lapisan rok. h) Menjahit sisi–sisi rok. i) Menjahit pada lingkar pinggang untuk menggabungkan bahan utama dengan lapisan. j) Mengesum bagian sisi vuring untuk melekatkan pada resliting dan pada hiasan lipit. k) Mengkelim bagian bawah rok bahan utama dan vuring. 3) Menjahit Clemek a) Mengkelim bagian bawah clemek. b) Membuat kerutan pada sisi clemek. c) Menjahit ban pinggang. d) Mengesum ban pinggang. 4) Pemasangan Hiasan a) Membuat hiasan korsase. b) Memasang kancing bungkus pada bustier.
c) Memasang hisan batu–batuan pada sambungan bustier depan dan belakang. d) Memayet bagian overleb bustier. e) Memasang hiasan korsase. f) Memayet motif pada rok. g) Memasang hisan pada bagian bawah clemek. h) Memayet bagian kerutan clemek. f. Evaluasi Proses II Pada waktu passen II diharapkan busana sudah 80% selesai secara keseluruhan. Aspek-aspek yang diamati dalam passen II ini adalah : 1) Teknik jahit yang digunakan 2) Kerapian jahitan. 3) Kesesuaian dengan desain yang dibuat. 4) Jatuhnya busana pada tubuh model. 5) Kelengkapan hiasan pada busana. 6) Kelengkapan asesoris yang dipakai. Adapun kekurangan atau hasil evaluasi pada passen II ini adalah sebagai berikut :
Table 4.Hasil Pengamatan Passen 2 Aspek yang diamati
Hasil pengamatan
1. Bustier Bentuk
Cara mengatasi
mungkum Dengan
sudah pas. Pada turunnya leher
menambah
hiasan untuk menutupi kekurangan
pada
masih terlalu turun
tengah
yang
kebawah.
terlalu turun
muka
Bagian badan sudah pas. 2. Rok
Bentuk sisi rok sudah Tidak ada perbaikan. pas.
3. Evaluasi Hasil Kegiatan evaluasi dilakukan setelah proses perencanaan dan pelaksanaan. Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan yang sudah dilaksanakan. Adapun evaluasi yang dilakukan antara lain sebagai berikut : a.
Kesesuaian tema “Kolaborasi SENDIKAR” dengan sub tema yang diangkat oleh penulis
b.
Kesesuaian gambar kerja dengan karakteristik tari yang diperankan oleh penari pada gelar koreografi, sebaiknya dalam membuat gambar kerja perlu adanya pemantapan disain kostum tari yang digunakan agar dapat sesuai dan serasi dalam satu kelompok tari.
c.
Kesesuaian disain kostum tari dengan sumber ide yang diambil.
d.
Pengambilan ukuran sebaiknya lebih dari satu kali untuk mendapatkan hasil ukuran yang pas.
e.
Pengambilan ukuran harus sedetail mungkin sehingga mendapatkan ukuran yang lengkap.
f.
Pembuatan pola dan merubah pola harus menggunakn teori yang mudah dimengerti agar pola yang dibuat bisa pas dan sesuai disain yang dibuat.
g.
Dalam merancang bahan dan harga dibuat sedetail dan sehemat munngkin untuk menghindari pengeluaran yang berlebihan.
h.
Kesesuaian disain secara keseluruhan dengan hasil kostum tari yang telah dibuat.
B. Gelar Koreografi 2010 “Kolaborasi Sendikar” Gelar koreografi yang diadakan di Stage Tedjakusumo Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 4 – 5 juni 2010 pukul 19.00 sampai selesai, merupakan pagelaran yang terselenggara atas kerjasama antara mahasiswa koreografer dan main pro jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni dengan jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana program studi Teknik Busana D3 Reguler, D3 Non Reguler, S1 angkatan 2007 dan 2006 yang belum menempuh mata kuliah proyek akhir dan program studi Tata Rias Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Gelar koreografi ini dibuka secara resmi oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta. Acara ini diikuti oleh mahasiswa koreografer dan main
pro dari jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni dan 76 mahasiswa Teknik Busana yang masing–masing menampilkan kostum tari pada tiap garapan dan mahasiswa Tata Rias dan Kecantikan. Dalam pagelaran koreografi karya seni tari ini terdapat 12 garapan tari yang memiliki cerita yang berbeda – beda antara satu dengan yang lainnya. Pada setiap garapan tari penari mengenakan kostum yang berbeda–beda dan riasan make-up yang berbeda–beda pula sesuai dengan karakter garapan tarinya. Tema yang diambil dalam pagelaran koreografi jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni dengan Pendidikan Teknik Busana dan Tata Rias Universitas Negeri Yogyakarta adalah “Kolaborasi SENDIKAR” (Seni Pendidikan
Karakter).
Tema
ini
diusung
dengan
maksud
untuk
mengkolaborasikan hasil karya mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Bahasa dan Seni dalam menghasilkan pertunjukan seni tari yang penuh edukasi. Dari kolaborasi ini diharapkan mahasiswa Pendidikan Teknik Busana dan Tata Rias akan lebih dapat mengekspresikan kemampuan dalam penciptaan kostum tari dan menghasilkan tata rias yang dapat mendukung menghidupkan peran yang akan ditarikan. Selain itu juga bisa untuk mengembangkan kebudayaan kesenian bangsa Indonesia agar tetap terjaga kelestariaanya dan semakin dikenal masyarakat. Tujuan dari diadakannya pagelaran koreografi kolaborasi antara mahasiswa Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni dengan mahasiswa Teknik Busana (D3 Reguler dan D3 Nonreguler), mahasiswa Pendidikan Teknik Busana (S1), mahasiswa Tata Rias dan Kecantikan Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta
yang mengangkat
tema “Kolaborasi
SENDIKAR”(Seni Pendidikan Karakter) antara lain : 1. Mencari hiburan. 2. Menciptakan suatu terobosan baru dengan menggabungkan antara seni tari dengan seni membuat kostum tari dan seni merias wajah penari. 3. Memberi bekal pengetahuan pengalaman serta kaderisasi berkarya untuk mengembangkan gagasan dalam konteks budaya. 4. Menciptakan suatu karya yang lebih variatif, inovatif dan edukatif. 5. Menumbuhkan kreatifitas dan profesionalisme mahasiswa. 6. Menambah dan meningkatkan pengetahuan mengenai seni pertunjukan. 7. Menciptakan kaderisasi yang professional. 8. Membentuk pribadi mahasiswa yang harmonis dan rasa estetis. 9. Memperkenalkan pada mahasiswa arti kerjasama dan pentingnya musyawarah untuk mencari solusi atas masalah yang timbul. Dalam gelar koreografi “Kolaborasi SENDIKAR” ini penulis tidak terjun langsung menjadi panitia penyelenggara melainkan sebagai desainer pembuat kostum tari dengan cerita pembuat gula jawa. Adapun rincian waktu kegiatan gelar koreografi “Kolaborasi SENDIKAR” selama tiga hari, susunan acara dan susunan kepanitiaan adalah sebagai berikut : Rincian waktu kegiatan gelar koreografi 2010 “Kolaborasi SENDIKAR” : 1. Gladi kotor Hari / Tanggal : Kamis, 03 Juni 2010 Waktu
: 14.00 WIB – selesai
Tempat
: Stage Tedjakusumo FBS Universitas Negeri Yogyakarta
2. Gladi Bersih Hari / Tanggal : Jumat, 04 Juni 2010 Waktu
: 18.30 WIB – selesai
Tempat
: Stage Tedjakusumo FBS Universitas Negeri Yogyakarta
3. Pentas Hari / Tanggal : Sabtu, 03 Juni 2010 Waktu
: 18.30 WIB – selesai
Tempat
: Stage Tedjakusumo FBS Universitas Negeri Yogyakarta
Tabel 5. SUSUNAN ACARA GELAR KOREOGRAFI 2010 “KOLABORASI SENDIKAR” NO
WAKTU
1.
Pukul 18.00 – 18.15 WIB
KEGIATAN Doa bersama Gong I Semua panitia siap di tempat.
2.
Pukul 18.15 – 18.40 WIB Pengrawit
pembuka
stanbay di
tempat. Gong II 3.
Pukul 18.40 – 19.00 WIB
Gamelan mulai dibunyikan. Pembukaan oleh MC. Pertunjukan
4.
gelar
koreografi
Pukul 19.00 – 21.30 WIB “Kolaborasi SENDIKAR”
2010
Profil mahasiswa program studi Teknik Busana, Tata Rias dan Kecantikan nomor 1 – 6 . Pementasan garapan tari penyaji nomor 1 – 6. Gong III 5.
Pukul 21.30 – 21.45 WIB Istirahat. Pertunjukan
gelar
koreografi
2010
“Kolaborasi SENDIKAR” Profil mahasiswa program studi 6.
Pukul 21.45 – 23.45 WIB
Teknik Busana, Tata Rias dan Kecantikan nomor 1 – 6 . Pementasan garapan tari penyaji nomor 1 – 6.
7.
Pukul 23.45 – selesai
Penutup
SUSUNAN PANITIA GELAR KOREOGRAFI 2010 “KOLABORASI SENDIKAR” Pelindung
: Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Dekan
Fakultas
Teknik
Universitas
Negeri
Yogyakarta Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Penanggung jawab
: Ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari Kaprodi Pendidikan Teknik Busana, Tata Rias dan Kecantikan
Pembimbing
: Wien Pujdi PriyantoDp, M. Pd Dra. Puspitorini
Pembimbing koreo
: Ni Nyoman Seriati, M. Hum Dra. Tri Wahyuni, M. Pd
Pimpinan produksi
: Danang Anikan Fajar
Pimpinan artistic
: Iwan Mustofah
Sekretaris
: Desilia Kusmitanti Wardani
Bendahara
: Dyah Ayu Ratih
Stage manager
: Nurma Saktiyas Junistia Dian P. Inggrit Fernandes Descy Etiek Sanjaya Oni Herianto Witri Anggraini Aswin Umaroh
Sponsorship
: Se. Wahyu Pribadi Ganes Wara Sayekti Arum Yunita Rosha Rinda Tri Putri Ratna Sari
Esti Hidayati Perlengkapan
: Leo Hati F Sulestari Nila Sari Puspita Maya Sari Hikmatun Hayu Pusporini Yunita Ani Kurniati Pitri Retnaningrum
Kerumahtanggaan
: Farah Reziani Nofarina Anggraini Danik Agustiarawati Mudrikah Alviano Retno
Lighting
: Punjung Purwanto Pangga Istiawati Alicia C. Z Wahyu Crismawati
Sound system
: Dwi Setyorini Siti Kadijah Fariqa Utami
Humas
: Dian Previtasari Rytma Sindara
Nurleili Inayah Dia Erlinawati Rias busana
: Krishandanari Aryu Dewi Eke Septianti Nurul Azizah Siska Anggraina
Dokumentasi
: Gina Nafsyih Eriska Dwi R. Petty Anggraini Limiar Khalimah
Keamanan + P3K + Parkir
: Gita Eptika Ryan Martigandani Choirul Rizeki Cristian Kusuma Dewi
MC + Among tamu
: Anita Sari Fitri Purnami Sintia Kurnia T. P Sri Mulatsih
Sehari sebelum hari “H” yaitu hari kamis 03 juni 2010 pukul 15.00 WIB diadakan gladi kotor , pada acara gladi kotor ini semua pihak yang terkait dalam acara baik penari, disainer, koreografer, MC, panitia tambahan dan semua yang terlibat pada acara ini diwajibkan untuk datAng demi kelancaran acara pada gladi bersih hari jumat 04 juni 2010 dan hari “H” pada hari sabtu 05 juni 2010.
Pada gelar koreografi 2010 ini dengan tema “Kolaborasi SENDIKAR” (Seni Pendidikan Karakter) tidak diadakan pengumuman kejuaraan baik untuk tari, busana maupun rias. Ketidak adanya pengumuman kejuaraan itu dimaksudkan tidak terjadi persaingan karena disetiap garapan tari mengandung keistimewaan tersendiri, murni sebagai wahana untuk menghibur penonton dan wahana untuk mengenalkan berbagai kebudayan daerah. Setelah terselesainya gelar koreografi ini sangat perlu adanya evaluasi untuk mengetahui kekurangan serta hambatan yang ada antara lain sebagai berikut : 1.
Dana yang dikumpulkan masih kurang sehingga dana harus dicukupi dulu oleh pihak tari, busana dan rias. Namun dalam pembagiannya mahasiswa busana harus menanggung kekurangan paling banyak, pada waktu pertunjukan mahasiswa busana tidak boleh masuk ke dalam stage pertunjukan dan harus membeli tiket terlebih dahulu.
2.
Kurang koordinasi antara seksi yang satu dan seksi yang lain sehingga sering terjadi kesalah pahaman.
3.
Masih terjadi kesalah pahaman antara koreografer dan main pro.
4.
Panitia belakang stage kurang siaga dalam mengkoordinasi penari – penari yang jatuh pingsan dan kesurupan.
5.
Kurangnya kesatuan pendapat sehingga banyak terjadi kesalah pahaman. Dengan adanya evaluasi di atas maka penulis berharap agar pada gelar
koreografi yang berikutnya bisa terselenggara dengan baik lagi dan tidak terjadi kekecewaan pada salah satu pihak.
C. Hasil dan Pembahasan 1. Karakteristik Tari Indhel Dalam pembuatan karya tari Indhel ini mengangkat aktivitas saat seorang wanita melakukan proses pembuatan gula kelapa (gula jawa). Gerakan–gerakan dalam karya tari Indhel ini mengambil dari pengembangan ragam gerak tari gaya Banyumasan yang telah dikembangkan menjadi lebih bervariatif serta telah dirangkai sesuai dengan tema dan cerita yang diangkat. Ragam gerak yang dikembangkan dari ragam gerak Banyumasan antara lain entrakan, keweran, singgetan dan lain – lain. Karya tari ini menggunakan tipe dramatik, dimana gerak tari tersebut menggambarkan suasana aktivitas wanita yang sedang membuat gula kelapa (gula jawa) yang dikemas dengan sedikit sentuhan komikal. Bentuk komikal ini ditunjukan dengan kelakuan atau tingkah laku wanita saat membuat gula jawa, yang merupakan konflik–konflik yang dialami dalam kehidupan saat membuat gula yang jelas sesuai dengan karakter masing–masing penari. Mode penyajian yang digunakan dalam karya tari Indhel ini adalah non representasional, dimana dalam gerak-gerak ini menggambarkan suasana aktivitas seorang wanita pembuat gula kelapa (jawa). Aktivitas ini bermula dari mengambil cairan nira sampai memasak cairan nira menjadi gula jawa. Ungkapan untuk melengkapi aktivitas ini dengan gerak secara simbolis.
Dalam karya tari Indhel ini jumlah penari pada pementasan adalah 7 orang wanita, yang menggambarkan suasana aktivitas saat membuat gula kelapa (gula jawa). Properti yang digunakan dalam sajian karya tari ini disesuaikan dengan kebutuhan yaitu menggunakan dance property yang berupa bumbung yang terbuat dari bambu. 2. Proses Penciptaan Disain Kostum Tari Dalam penciptaan suatu disain perlu adanya kesesuaian tema antara disain kostum tari yang dirancang dengan tema dan lakon penari. Dalam mencipta disain kostum tari perlu memahami karakteristik tari terlebih dahulu dan memahami sumber ide yang akan digunakan untuk mencipta disain. Penciptaan disain untuk kostum tari meliputi disain struktur dan disain hiasan. Disain struktur yang digunakan adalah bentuk garis luar busana yang bersiluet I karena mempunyai garis luar yang melebar pada bagian atas, menyempit pada bagian pinggang dan melebar lagi pada bagian bawah. Disain hias yang digunakan sebagai penghias kostum ini adalah kumpulan smok, korsase dan deretan kancing. Pada gelar koreografi yang diselenggarakan perlu adanya pemahaman dan penghayatan dari makna yang terkandung dalam tema yang diangkat. Tema umum yang diangkat dalam gelar koreografi 2010 ini adalah “Kolaborasi SENDIKAR” (Seni Pendidikan Karakter) dimana pembuatan kostum tari ini penulis menciptakan suatu kostum tari dengan sumber ide kutang suroso, merupakan pengembangan dari bentuk awal dari kutang yang sampai sekarang masih sering dikenakan oleh simbah –
simbah. Dalam pembuatan kostum tari Indhel ini terdiri atas 3 bagian yaitu : Bustier, Rok yang panjangnya pas lutut dan Clemek. Bahan yang digunakan untuk membuat kostum tari adalah taffeta polos warna hijau muda dan oranye, kain batik Banyumasan dan kain chiffon. 3. Proses Pembuatan Kostum Tari Setelah melalui tahap mendisain maka tahap selanjutnya adalah mewujudkan disain yang telah dibuat ke dalam bentuk nyata atau bentuk jadi. Proses pembuatan kostum tari itu dimulai dari persiapan sampai peoses finishing atau penyelesaian. Dalam proses pembuatan suatu kostum tari memerlukan waktu yang cukup lama dan banyak kendala – kedala yang harus dihadapi. Beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam pembuatan kostum tari tersebut antara lain : a. Ketidak sesuaian ukuran dengan penari, penulis perlu menambahkan ukuran supaya bisa pas dikenakan oleh penari. b. Setelah passen penulis harus mengurangi panjang clemek karena terlihat kurang bagus dan menutupi keindahan dari motif yang dipakai pada rok. c. Setelah passen penulis harus menaikkan tengah muka karena terlalu turun. Secara keseluruhan untuk mengatasi masalah – masalah yang terdapat pada proses pembuatan kostum tari tersebut, maka diadakan passen I dan passen II. Pada passen I kostum tari masih berupa jelujuran yang dilanjutkan dengan penjahitan kostum tari sampai dengan
pemasangan hiasan baru kemudian dilanjutkan dengan passen II. Setelah kostum tari melewati tahap passen II, maka kostum tari tersebut sudah dapat di nilai oleh tim penguji yaitu dosen pengampu mata kuliah Proyek Akhir sebelum kostum tari ditampilkan dalam gelar koreografi. 4. Penampilan Di Atas Stage Penampilan penari di atas stage juga dipengaruhi oleh jatuhnya kostum yang dikenakan dan kenyamanan model saat membawakannya. Dengan adanya evaluasi yang telah dilakukan maka didapatkan kostum yang nyaman dipakai oleh penari. Gelar koreografi 2010 ini adalah “Kolaborasi SENDIKAR” (Seni Pendidikan Karakter) diikuti oleh 76 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa koreografer dan main pro jurusan Seni Fakultas Bahasa dan Seni dengan Pendidikan Teknik Busana (S1), Teknik Busana (D3 Reguler dan D3 Nonreguler), Tata Rias dan Kecantikan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Pada pagelaran tari ini garapan penulis mendapat urutan tampil nomor tujuh yang mengusung cerita mengenai proses pembuatan gula jawa. Kostum tari ini dikenakan oleh penari dari jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah melalui proses pembuatan kostum dan pertunjukan kolaborasi penyusun dapat menyimpulkan hal–hal sebagai berikut : 1. Dalam mengkaji karakteristik tari Indhel perlu melalui penelusuran dari beberapa teori tentang tari dan karakteristiknya. Hasil pengkajian dari beberapa refrensi diperoleh pemaknaan karakteristik tari indhel antara lain : dalam pembuatan gula jawa masih dilakukan secara tradisional turun–temurun, terciptanya kebersamaan karena dalam pembuatan gula jawa melibatkan banyak orang, kesederhanaan yang alami, dan suasana pedesaan yang masih kental melekat. 2. Untuk bisa mendisain kostum tari Indhel terlebih dahulu harus mengkaji karakteristik dari tari kreasi baru dengan cerita pembuat gula jawa. Dari hasil pengkajian dapat diperoleh karakteristik tari yang akan digunakan untuk mencipta disain kostum tari. Adapun karakteristik tari yang digunakan adalah kebersamaan yaitu dengan menerapkan hisan smok dalam jumlah bnayak pada sisi kanan dan kiri bustier dan menerapkan lipit – lipit / plest’s pada bagian rok untuk memberi kelonggaran bergerak. Dengan mengkaji karakteristik tari yang akan dipertunjukan maka disain kostum tari yang tercipta dapat sesuai dengan tarian yang akan dilaksanakan.
3. Proses pembuatan kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso ini melalui beberapa tahap antara lain : tahap persiapan, yang meliputi pengambilan ukuran, pembuatan pola dasar, pecah pola, rancangan bahan serta pembuatan pola besar. Tahap pelaksanan yang meliputi : peletakan pola besar pada bahan, pemotongan bahan, pemberian tanda jahitan, penjelujuran busana, passen I, menjahit busana sampai pada member hiasan busana dan passen II. Tahap evaluasi hasil yaitu mengevaluasi keseluruhan hasil busana yang dibuat dengan disain kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso. 4. Kostum tari Indhel dengan sumber ide kutang suroso disajikan melalui pagelaran koreografi. Adapun penyajiannya dilakukan di Stage Tari Tedjokusumo
Fakultas
Bahasa
dan
Seni
Universitas
Negeri
Yogyakarta, yang diikuti oleh mahasiswa koreografer dan main pro jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni dengan mahasiswa Pendidikan Teknik Busana dan Tata Rias Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Setelah pelaksanaan pertunjukan berikutnya ditutup dengan evaluasi hasil yang meliputi pembahasan tentang gelar koreografi secara keseluruhan.
B. Saran Berdasarkan hasil pengkajian dalam proses penciptaan, pembuatan dan gelar koreografi tersebut dapat disarankan hal–hal sebagai berikut :
1. Karakteristik Tari a. Dalam menghasilkan kostum tari yang sesuai dengan konsep garapan tari yang dibuat, maka perlu mengkaji lebih dalam tentang teori tari dan macam–macam pertunjukan tari. b. Untuk menerapkan karakteristik tari pada kostum tari perlu memahami konsep garapan tari yang akan dipertunjukkan. c. Dalam menerapkan karakteristik tari hendaknya tidak hanya sekedar menerapkan, namun perlu memahami makna yang terkandung dari karakteristik tari indhel, mengetahui gerakan– gerakan yang akan dilakukan penari, dan mengetahui setting tempat yang akan dipergunakan untuk pertunjukan sehingga hasil kostum tari bisa sesuai dengan konsep garapan tarinya. 2. Disain Kostum Tari a. Dalam membuat disain kostum tari hendaknya mencari dan mengumpulkan sumber ide atau referensi yang mendukung sumber ide sebanyak–banyaknya, sehingga disain yang buat bisa terjaga keorisinilitasnya dan menarik saat dikenakan. b. Sebelum mendisain sebuah kostum tari indhel sebaiknya perlu memiliki dan memahami refrensi tentang konsep garapan tari yang akan dilaksanakan, supaya dapat menerapkan sumber ide yang dipakai secara tepat pada pembuatan kostum tari indhel.
c. Dalam mendisain kostum tari indhel sebaiknya tidak hanya sekedar menuangkan
ide
melainkan
harus
memperhatikan
tentang
kenyamanan pakai, daya tarik dan harga jual. 3. Proses Pembuatan Kostum Tari Indhel a. Dalam proses pembuatan kostum tari Indhel hendaknya menyisakan kampuh yang lebih karena dimungkinkan badan penari bertambah besar. b. Dalam proses pembuatan kostum tari Indhel hendaknya disainer membuat jadwal sehingga target yang diinginkan bisa tercapai. 4. Pertunjukan Kolaborasi Seni a. Hendaknya antara panitia saling koordinasi dengan baik sehingga acara dapat terlaksana dengan baik dan tidak terjadi kesalah pahaman. b. Dalam pengeluaran sebaiknya benar–benar diperhatikan agar sesuai dengan dana yang telah dikumpulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifah A. Riyanto, 2003, Desain Busana, Bandung : Yapemdo Atisah Sipahelut Petrussumadi, 1991, Dasar-dasar Desain : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Chodiyah dan Wisri. A. Mamdy, 1982, Disain Busana Untuk SMKK/SMTK, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Djati Pratiwi, 2001, Pola Busana, Jakarta: Gramedia Endang Bariqina, 1990, Disain Menghias Kain, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Enny Zuhni Khayati, 1998, Teknik Pembuatan Busana III, Yogyakarta : FPTK IKIP Yogyakarta Eti Widayati Novary, 2009, Teknik Jahit Smok (Revisi), Surabaya : Trubus Agrisarana Fitri Rahayu, 2010, Laporan Pertanggung Jawaban Indhel, Yogyakarta Goet Poespo, 2005, Panduan Teknik Menjahit, Yogyakarta: Kanisius
, 2000, Aneka Rok Bawah, Yogyakarta: Kanisius
Nani Asri Yulianti, 1993, Teknologi Busana, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Neni Triana, 2002, Job Sheet Pola Busana Wanita, Bogor: SMK N 3 Bogor Porrie Muliawan, 1989, Kontruksi Pola Busana Wanita, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia Prapti Karomah, 1990, Tata Busana Dasar, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Prapti Karomah dan Sicilia Sawitri, 1998, Pengetahuan Busana, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Rahmida Setiawati, dkk, 2008, Seni Tari Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Jilid 2 Sicilia Sawitri, dkk, 1997, Tailoring, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Soedarsono, 1975, Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari, Yogyakarta : Fakultas Kesenian ASTI Soekarno, 2002, Membuat Pola Busana Tingkat Dasar, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sri Ardianti Kamil, 1986, Fashion Design, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sri Widarwati, 2000, Desain Busana I, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Sri Wisdiati, 1993, Sejarah Perkembangan Mode Busana, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Soekarno & lanawati Basuki, 2004, Panduan Membuat Disain ilustrasi Busana, Jakarta : Kawan Pustaka Widjiningsih, 2000, Kontruksi Pola Busana, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta ,1986, Desain Hiasan Busana dan Lenan Rumah Tangga, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta http://dahlanforum.wordpress.com/2009/12/26 http://www.flickr.com.photos/yukanfh http://geocities.com/paris/7497 http:// www.kakus.115 http://massofa.wordpress.com/2008/03/18/pengetahuan_dasar_tari http://nadaitu.blogspot.com/2010/06/unsur_komposisi_tari.html
http://www.scribd.com/doc/17670686/makalah_bahasa indonesia_pendidikan seni tari http://www.worqx.com/color
Lampiran 1. Foto Penari Tampak Depan
Lampiran 2. Foto Penari Tampak Samping
Lampiran 3. Foto Penari Tampak Belakang
Lampiran 4. Foto Seluruh Penari
Lampiran 5. Foto Seluruh Penari dan Disainer
Lampiran 6. Foto Penari dengan Disainer