KORERI (SURGA) (Cerita Rakyat dari Suku Byak di Papua)
Oleh : Lazarus B. Ramandey
[email protected]
Yawi Nushado atau Mansar (Kakek) mempunyai sebuah kebun di Kampung Sopen, Biak Selatan. Pada suatu hari Mansar menemukan kebunnya kemasukan seekor babi yang telah membongkar tanaman kebunnya dan pergi walaupun Mansar telah membuat pagar untuk melindungi kebunnya. Hal ini terjadi beberapa kali. Mansar mengelilingi kebun tersebut dalam upayanya untuk menemukan bagian pagar yang mungkin telah dirusakan oleh babi tersebut. Tetapi ternyata tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa babi telah memasuki kebunnya. Hal ini mengherankan Mansar. Malam berikutnya Mansar menyandang tombaknya dan pergi bersembunyi menjaga kebunnya. Pagi-pagi waktu hari masih gelap, Mansar mendengar bunyi seekor babi sementara membongkar dan memakan tanaman dalam kebunnya. Mansar yang tidak dapat menahan kesabarannya lagi melayangkan tombaknya mengenai sasarannya, la terkejut ketika babi tersebut berteriak dan menjerit kesakitan dengan suara manusia Yamnai (Saya akan berhenti). Setelah hari agak siang Mansar meningggalkan kebunnya dan pergi mengikuti jejak babi yang baru saja ditombak. Tetapi heran bin ajaib, yang terlihat ialah bekas kaki seorang manusia yang disertai dengan tetesan darah. Mansar terus mengikuti bekas kaki tersebut dan akhirnya tiba didepan sebuah gua tetapi tidak menemui seorangpun. Mansar memasuki goa tersebut, dan melangkah masuk mengikuti jalan setapak didalam goa. Setelah maju beberapa langkah Mansar menemukan tombaknya tetapi tidak ada tetesan darah. Setelah melangkah lebih jauh kedalam terdengar suara, teriakan serta gelak tawa manusia. Dengan heran Mansar melihat kesekitarnya. Tiba-tiba Yawi, nama lain dari Mansar mendengar seorang yang menegur Mansar, katanya Hai manusia, kemanakah saudara. Sedang pergi dan apakah yang sedang saudara mencari ? Mansar takut bungkerm seribu bahasa. Suara yang sama terdengar beberapa kali mengatakan. Ambillah tombakmu dan lakukan apa yang
yang saya perintahkan. Berbaliklah dan berjalan mundur dan pulanglah ke rumah. Mansar kemudian menjawab. Saya tidak mengetahui bagaimana caranya saya harus pulang ke rumah saya. Suara itu menjawab. Ikut saja apa yang saya perintahkan kalau tidak saudara akan tergelincir jatuh. Mansar menaati semua yang diinstrusikan kepadanya. Suara yang sama kemudian melanjutkan apakah saudara mendengar dan mengenal suara-suara itu ? saya mendengar dan mengenal
suara-suara
yang
sementara
menyanyi
menyatakan
kebahagiaan,
kesenangan dan kedamaian, jawab Mansar. Matanya kemudian terbuka dan melihat sebuah kampong besar yang sangat indah yang penghuni-penghuninya adalah hanya orang-orang muda. Yawi melihat dan mengenal mereka. Beberapa dari antara mereka adalah orang-orang tua yang meninggal bertahun-tahun lampau tetapi sekarang telah berubah menjadai orang-orang muda di kampung. Suara-suara mereka menunjukkan kebahagiaan yang tidak dapat diungkapkan oleh bahasa-bahasa manusia. Sementara Yawi menikmati keadaan yang begitu menyenangkan suara tersebut itu berkata; waktumu belum tiba, saudara. Belum boleh datang dan tinggal disini, karena itu pulanglah, saudara. Masih menjadi bagian dari dunia yang lama (bagian dari dunia dengan kulit manusia yang lama). Apa yang saudara lihat ialah Koreri. Ambillah tombakmu dan pulanglah ke rumah tetapi Yawi takut mengambil tongkatnya karena seekor ular sementara berbaring dan menjaga tombaknya. Setelah tiba dirumah Yawi merenungkan Koreri dan semua yang telah dilihatnya. Sejak saat itu Mansar menyendiri dan mengasingkan dirinya; Sambil bekerja dikebun Mansar membayangkan suasana sukacita dan kebahagiaan yang disaksikannya didalam goa. Sebagian besar waktunya dilewatkannya untuk merenungkan Koreri sehingga Yawi melalaikan kesehatan fisiknya. Akibatnya tubuhnya penuh dengan kudis (armaker). Yawi Nusahdo menjadi Manarmakeri. Manarmakeri meniggalkan Kampung Sopen Pada Suatu hari anak dari Kepala kampung pergi berjalan - jalan menyusuri pantai sambil menyandang anak panah beserta dengan busurnya. Tiba-tiba ia melihat seekor kasuari menuju ke pantai dan hinggap di batu karang (Pulau Karang). Sementara burung
tersebut hinggap diatas pulau pulau karang tersebut sejumlah ikan menyusup masuk dibawah buluh sayapnya. Burung tersebut kemudian kembali ke pantai dan menggoyang-goyangkan seluruh tubuhnya dan sayapnya sehingga ikan -ikan tersebut (yang tadinya menyusup masuk ke dalam buluh sayapnya) Berjatuhan satu demi satu ke pasir. Kemudian seorang gadis tampil ke luar dari dalam hutan dan mengambil serta mengumpulkan dan memasukkan ikan -ikan yang berserakan di pantai ke dalam kantongnya.Gadis tersebut seterusnya naik dibelakang burung kasuari dan kemabali ke hutan bersama-sama. Setelah men yaksikan peristiwa ini anak muda tersebut kembali ke kampung dan mengumpulkan semua warga kampungnya (hanya laki-laki) baik yang muda maupun yang sudah dewasa. Mereka di minta untuk menangkap burung kasuari serta mengambil gadis tersebut karena akan di jadikan isterinya. Adik perempuannya di janjikan untuk di berikan kepada siapa saja yang akan berhasil menangkap burung kasuari serta gadis diatasnya, sebagai imbalan. Semua warga kampong berupaya untuk menangkap gadis tersebut tetapi tidak seorangpun yang berhasil. Berulangkah mereka mencoba tetapi tanpa hasil .Manarmakeri akhirnya menyatakan tekadnya untuk mengambil again dalam upaya menangkap gadis yang di idam- idamkan anak kepala kampung. Mereka mengejek dan menertawakan Manarmakeri sambil mengatakan kalau kami yang kuat dan sehat telah gagal dalam usaha ini bagaimana mungkin engkau yang sudah tua penuh kudisan, penyakitan dapat berhasil. Hal itu tidak mungkin .Manarmakeri dengan tenang menerima semua sindiran yang di tujukan dan mengisolir dirinya dan warga kampong lainnya dalam upayanya. Manarmakeri kemudian menyusun strateginya sendiri, dan bersembunyi di hutan- hutan bakau dan menjaga tanpa mengetahui bahwa warga kampong lainnya dalam jumlah yang besar telah memulai upaya mereka .Tempat persembunyian mansard merupakan tempat yang paling starategis karena kebetulan menghadap arah datngnya kasuari yang membawa serta gadis itu . Dengan menyandang tongkat ajaibnya Mansar melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan menyambar burung kasuari yang membawa gadis yang kebetulan lewat di depannya dalam kecepatan yang tinggi .Mansar menghadang dan
berhasil menangkap gadis itu yang kemudian di serahkan kepada anak kepala kampung . Anak muda tersebut tidak menepati janjinya. Dari pada memberikan adik perempuan dia menghadiahkan seekor babi kepada Mansar sebagi imbalannya. Babi itupun diserahkan kepada keluarga untuk dimakan. Mereka mengumpulkan kayu untuk membakar serta mengasar babi tersebut. Labu dijadikan sebagai sayur. Setelah dimasak anggota keluarga serta kawan-kawannya menghabiskan babi dan semua sayuran yang telah dimasak dan melupakan Mansar sama sekali sehingga Mansar tidak mencicipi sedikitpun dari hasil upayanya. Akibatnya Mansar marah dan pergi meninggalkan keluarganya di Sopen. <* Perjalanan Manarmakeri Dari Sopen Mansar berangkat menuju Maundori dengan perahu yang sudah tua dan dalam keadaan rusak. Angin yang keras yang bertiup dari arah selatan memaksa Mansar untuk mendarat di Maundori dan membuat perahu kecil lainnya dengan tongkat ajaibnya. Dengan tongkatnya yang sama Mansar membuat empang (kolam ikan) dekat kampung. Sementara berada di Maundori musim kemarau menimpah pulau tersebut. Warga kampung Maundori mengeluh kehabisan air Mansar menyelamatkan seluruh penghuni pulau itu, waktu tongkat itu menyebabkan air keluar dari batu karang. Hari ini air tersebut dikenal sebagai mata air War Manarmakeri. Perjalanannya diteruskan ke Samber. Mansar dalam perjalanannya menangkap seekor ikan besar dan membawanya kepada keluarganya. Mereka menghabiskan ikan tersebut tanpa meninggalkan sedikitpun untuk ibu rumah tangga (tempat Mansar menginap). Tindakan ini menyebabkah Mansar marah dan meninggaikna keluarganya dan pergi ke Mokmer. Ditengah perjalanannya Mansar menangkap
ikan
besar
sama
seperti
yang
ditangkap
sebelumnya
dan
memberikannya kepada kenalannya yang bernama Pandawankan. Hal yang sama terjadi di Samber. Mansar merasa dirinya telah dipermalukan dihadapan pamannya sehingga Mansar ke Mioswundi. Di Mioswundi ia terkenal sebagai pembuat saguer.
<* Manarmakeri dengan kelurganya di Wundi Pada suatu hari Mansar kecurian saguernya. Tidak ada seorangpun dari warga kampung di pulau Wundi yang mengetahui siapa yang melakukan perbuatan tercela itu. Pencurian tersebut terjadi beberapa kali. Yawi memutuskan untuk menunggui saugernya dengan maksud untuk menangkap pelaku perbuatan itu. Malam pertama Yawi menjaga dibawah pohon tetapi tidak dapat mendeteksi penjahat itu. Malam berikutnya Yawi membuat tempat duduk di tengah batang pohon kelapa dan tinggal di sana semalam suntuk tetapi tanpa hasil. Pada malam ketiga Mansar bersembunyi ditengah-tengah daun kelapa. Pada waktu senja Mansar melihat seorang duduk diatas pohon kelapa. Ternyata yang mencuri minumnya ialah Bintang Pagi. Mansar berhasil menangkap bintang itu berjanji tidak akan melepaskan pergi. Bintang Pagi berupaya melepaskan diri dan pergi tetapi Yawi bertekad tidak mau melepaskan. Saya tidak akan mebiarkan anda pergi sebelum anda memberikan anda sesuatu, kata si Yawi. Akhirnya Bintang Pagi menyerah dan memberikan rahasia kehidupan (rahasia kehidupan setelah kematian) kepada Yawi. Instruksi bintang pagi ialah supaya Mansar pergi ke pantai pada saat gadis cantik dari kampung dan pergi bermandi- mandi dilaut. Sementara gadis itu mandi di laut Mansar dianjurkan untuk membawa dan melemparkan buah pohon bitanggur(buah susu) ke dalam laut. Mnsar melaksanakan semua yang diinstrusikan kepadanya. Buah tersebut terapung-apung dilaut dan akhirnya mencapai gadis tersebut dan menyentuh buah dadanya. Si gadis tersebut mengambil buah tersebut dan melemparkan kembali ke laut, tetapi buah itu kembali dan menyentuh buah dadanya. Hal itu terjadi dan berulang-ulang selama tiga kali berturut-turut. Beberapa hari kemudian si gadis tersebut mengandung dan hamil. Sebulan sesudah peristiwa itu Insoraki melahirkan seorang anak laki-laki yang diberinama Manarbew artinya pembawa damai. Sementara bertumbuh menjadi besar Manarbew terus menangisi dan mempertanyakan keadaan ayahnya. Pihak orang tua gadis mengadakan pesta dansa ( wor ). Baik tua maupun muda diundang untuk menghadiri dan berdansa dalam pesta tersebut itu. Mansar tidak ketinggalan berdansa sambil mengambil tongkat sakti disatu tangan sedangkan tangan yang lain
menggenggam seikat daun-daunan rumput untuk mengusir lalt dari luka dan kudisnya. Mansar akhirnya mendekati tempat duduk Manarbew dan ibunya. Secara tiba-tiba Manarbew berteriak : Inilah ayah saya, sambil berlari memeluk Mansar. Seluruh warga kampung yang sementara berdansa bubar meninggalkan tempaty pesta tersebut. Mereka marah melihat kejadian itu dan pergi meninggalkan Pulau Wundi. Mana mungkin seorang tua kudisan mau menikahi si gadis cantik bernama Insoraki. Hanya Mansar, Insoraki, Manarbew dan seorang adik laki-laki Insoraki yang tinggal di Pulau Wundi. Kemarahan seluruh warga kampung dinyatakan dengan berbagai cara a.l. dengan meninggalkan pulau Wundi dan pergi ke pulau Yobi, sebelah utuara Numfor dan mengungsi ke tempat lain, menutup semua sumur dan mata air, merusakan semua perahu yang ada , menebang semua pohon kelapa dll. Hal ini dimaksudkan agar mereka mati kelaparan di pulau Wundi. Setelah keberangkatannya pulau Wundi disebut Meoa Koburindi (Pulau yang telah kami tinggalkan) Nama pulau tersebut kemudian diperpendek menjadi Meos Wundi (pulau wundi). Pada suatu hari Manarbew menangis kelaparan. Pergilah makan luka-luka ayahmu kata ibunya. Manarbew menyampaikan keluhan ibunya kepada Mansar. Masuklah kedalam rumah, ada cukup banyak makanan didalam rumah. Jawab Mansar. Setelah selesai makan Manarbew membawa setandang pisang kepada ibunya sebagai bukti. Ibunya belum yakin dan mau menyaksikan sendiri apa yang ada didalam rumahnya. Ternyata hal itu benar, tiap hari mereka kelimpahan makanan. *> Manarmakeri meninggalkan Wundi Pada suatu hari Manarmakeri (nama lain dari Mansar atau Yawi) mebakar tubuhnya. Dia pernah dan pernah menangkap binatang pagi melompat kedalam api yang sementara menyala. Waktu keluar dari api yang menyala-nyala mManarmakeri telah mengalami transformasi dan menjadi seorang muda yang kuat, tampan dan gagah. Sesampainya dirumah Manarbew memberitakan ibunya bahwa ayahnya telah pulang. Dia bukan ayahmu. Ayahmu sudah tua dan kudisan. Jawab ibunya.
Manarbew menekaknkan bahwa ada sesuatu yang menjadi rahasia ayahnya. Ibunya belum yakin tetapi kemudian percaya. Insoraki marah. Mengapa engkau tidak menunjukkan semua itu pada semua penghuni pulau Wundi dahulu ? Seandainya mereka mengetahui keadaan ini, mereka pasti tidak akan penah meninggalkan kita. Mansar menjawab. Tidak ada alas an menagapa engkau harus marah. Kita akan berangkat meninggalkan tempat ini segera mungkin dan pergi mendapatkan mereka. Pada suatu hari Manarmakeri pergi ke pantai dan menggambarkan sebuah perahu yang besar ukurannya (waimansusu) diatas pasir kemudian menginjak kakinya diatas gambar perahu tersebut. Gambar tersebut berubah menjadi sebuah perahu. Beberapa saat kemudian Mansar bertolak meninggalkan pulau Wundi. Tetapi Mansar tidak puas melihat perahu tersebut. Karena itu Mansar membuat perahu lain yang bentuknya berbeda dari yang sebelumnya yang disebut Wairon. Tetapi perahu yang keduapun tidak memenuhi keiinginan Mansar karena kedua bentuk perahu itu sudah biasa dipakai oleh penghuni npulau-pulau Wundi yang lainnya. Bentuk perahu yang ketiga yang dirancang oleh Mansar ialah "Karures" Perahu ini yang dipakai Mansard an keluarganya untuk mencari kaum kerabatnya yang telah pergi meninggalkan mereka. Mansar pergi ke Numfor Dari Wundi mereka tiba di Krawi sebelah utara Yapen, dan bertamu dengan keluarganya.
Mansar
mengirimkan
berita
kedatangannya
kepada
orang
tua
(mertuanya). Mereka diberaitahu bahwa apabila perahunya tiba di pantai mereka harus tidur dan berbaring dipantai tersebut dan membiarkan perahu Mansar lewat diatas tubuh mereka. Tubuh mereka akan mengalami transformasi. Mereka akan berubah menjadi orang-orang muda kembali. Tetapi mereka tidak mengindahkan apa yang diinginkan oleh Mansar. Sikap menantunya menyebabkah Mansar berubah rencananya. Dia melanjutkan perjalanannya ke barat menuju Numfor karemna udara yang panas membuat Manarbew menangis dan meminta ayahnya untuk diijinkan mandi di pasir pantai. Manarmakerimelemparkan batu "poiru" (yang berarti; timbul, muncul, naik) Dari
batu tersebut terciptalah pulau Poiru yang sangat indah dengan pasir putihnya yang memungkinkan Manarbew untuk dapat bermain dengan bebas. Setibanya di Numfor Mansar menanam empat buah pohon kelapa, yang kemudian menjadi nama empat keret masing-masing : Rumberpon, Rumansara, Anggradiffu dan Rumberpur yang dikepalai oleh seorang pimpinan dengan gelar Fukawyan. *> Perjalanan Manarmakeri ke Raja Ampat Mansar tinggal di Numfor bersama keluarga di Numfor untuk waktu yang agak lama. Selama disana Mansar berjaji akan melakukan mujizat-mujizat bagi mereka dalam memenuhikebutuhannya, asal mereka setia menaati semua yang diperintahkan Mansar. Apabila seorang meninggal janganlah berduka karena dia akan bangkit dan hidup kembali. Apabila kekurangan makanan janganlah menokok sagu atau mencari makanan dari pulau Yobi karena kamu akan hidup berkelimpahan. Mereka tidak akan mengindahkan semua perintah yang diberikan Manarmakeri. Mereka berduka dan menangis pada saat mereka kehilangan kenalannya dan pergi ke Pulau Yobi mencari makanan pada saat mereka kelaparan. Ketidaktaatan penduduk Numfor sangat menyakitkan hati Manarmakeri sehingga mengambil keputusdan untuk berangkat ke barat. Anaknya Manarbew sementara masih bermain di Poiru. Mansar mengirim ular-ular berbisa untuk menakut-nakuti anaknya dengan maksud agar Manarbew mencari perlindungan didalam perahunya. Sampai hari ini terdapat banyak ular berbisa dipulau Numfor. Dari Numfor Mansar pergi ke Raja Ampat dan seterusnya kearah barat. Mansar berjanji akan kembali setelah generasi ke tujuh dan meninggalkan beberapa perintah yang adalah prasyarat untuk menjadi pengikutnya. Perintah-perintah yang di tinggalkan Manarmakeri a. I. sebagai berikut: 1. Janganlah makan daging babi dan labu, karena justru labu dan daging babi adalah penyebab utama Manarmakeri meninggalkan Sopen. 2. Janganlah makan ular atau kepiting, karena semua binatang yang kulitnya dapat berganti mempunyai hubungan dengan perubahan yang terjadi dalam tubuh Manarmakeri.
3. Janganlah menumpahkan darah orang, karena dimana ada pertumpahan darah disitu tidak ada perdamaian, tidak adanya damai dapat menghalangi kedatangan Manarmakeri membawa Koreri. 4. Dirikanlah rumah-rumah bagi orang-orang yang akan dibangkitkan dan dihidupkan kembali oleh Manarmakeri. 5. Bangunkanlah
rumah-rumah
tempat
menampung
makanan
yang
akan
didatangkan/dibawah oleh Mansar. 6. Kumpulkan kayu api sebanyak mungkin karena sebelum hari kedatangannya akan ada kegelapan selama 3 (tiga) hari. Gerakan Koreri ini menurut para Ahli lahir karena keiinginan untuk menjembatani jurang antara apa yang menjadi harapan da tujuan masyarakat satu pihak dan kenyataan hidup yang penuh tekanan di pihak lain serta dorongan untuk membebaskan diri dari segala sesuatu yang menyebabkan mereka tertekan dan tidak mandiri (dependent) sehingga menjadi tuntutan hidup dan lingkungan.