J. Sains Tek. Vol. 9 No. 3, Hal.: 21 - 28
ISSN: 0853-733X Desember 2003
Korelasi Kandungan Pb Dalam Tubuh Organisme Sesil Dengan Pb Dalam Air Dan Sedimen Pada Ekosistem Terumbu Karang Di Teluk Lampung M. Kanedi, D.W. Purbandari, Irmalasari Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl.Sumantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung 35145 Abstract This research was aimed to examine the lead (Pb) content in water, sediment, and sessile organisms’ bodies (karang folios and Patina) living in coral reef community in Teluk Lampung. Five islands of varied distance from the source of pollutant, Bandar Lampung, were observed. The islands are Pulau Pasaran (1 km), Pulau Tangkil (6.6 km), Pulau Tegal (12.9 km), Pulau Condong (14.2 km), and Pulau Puhawang (23.3 km). Water, sediment, coral foliose, and Padina were sampled from the islands and were analysed the Pb-content using AAS apparatus. Dissolved Pb from the islands successively are 0,143, 0,136, 0,142, 0,127, dan 0,112; while sedimentary Pb are 0,032, 0,073, 0,021, 0,083, dan 0,071. Pb burdened in foliose reef as well as in Padina bodies were assessed only in four islands, i.e. Tangkil, Tegal, Condong, and Puhawang (because of no living coral dan algae found in Pulau Pasaran). Lead content in reef of the islands successively are 0,894, 0156, 0,218, and 0,121; while in Padina bodies are 0,154, 0,129, 0,269, and 0,057. Coeficients of correlation among the parameters are mainly less than 0.5 except between Pb in Padina and salinity (0,724), between Pb in Padina and visibility (0,528), as well as between Pb in Padina and Pb in sediment (0,549). Based on the results above it can be suggested that lead contained in water, sediment, benthic organisms has exceed the optimum thresholds for aquatic life. Leads burdened in reef and Padina were higher than that of in water as well as in sediment, yet there was no significant correlation between dissolved or sedimentary leads and that of coral or algal. Keywords: Lead, pollution, coral reef, Padina, Teluk Lampung Pendahuluan Terumbu karang adalah ekosistem yang memiliki nilai ekologis penting bagi lingkungan perairan, serta bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam kelautan. Pentingnya terumbu karang itu karena ia berfungsi sebagai: (1) Penahan gelombang dan arus sehingga dapat menjadi benteng pelindung pantai dari abrasi dan erosi. (2) Sebagai tempat hidup, mencari makan, dan berkembang biak bagi berbagai jenis ikan. Sayangnya, karena aktivitas manusia pula, terumbu karang justru 2003 FMIPA Universitas Lampung
terancam eksistensinya. Aktivitas pelayaran, nelayan, industri, rumah tangga, pertambakan, dan bahkan pertanian diduga dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap terumbu karang. Polusi yang ditimbulkan oleh limbah rumah tanggadan industri, misalnya, adalah salah satu faktor yang dapat mengancam kehidupan terumbu karang. Salah satu kelompok polutan yang perlu mendapat perhatian dalam kaitannya dengan kualitas lingkungan adalah logam berat. Logam berat adalah unsur yang umumnya tidak dibutuhkan dalam aktivitas metabolisme makhluk hidup, dan bersifat 21
Korelasi Kandungan Pb ….…. M. Kanedi, D.W. Purbandari, Irmalasari
racun. Tingkat ketahanan organisme terhadap logam berat berbeda-beda. Pada konsentrasi yang rendah ada organisme yang sudah mengalami kematian, tetapi ada yang masih mampu bertahan. Yang mampu bertahan ini perlahan-lahan akan terus menyerap logam berat ke dalam tubuhnya, sehingga terjadi penimbunan (bioakumulasi). Akumulasi tersebut pada akhirnya dapat berakibat fatal bagi organisme bersangkutan atau berbahaya bagi organisme lain (termasuk manusia) yang memakan organisme tersebut. Efek negatif logam berat terhadap kehidupan organisme timbul karena logam berat dapat menghambat kerja enzim-enzim penting di dalam tubuh. Logam Cd misalnya, dapat menghambat kerja enzim yang berperan dalam replikasi dan transkripsi molekul DNA.1 Sebagaimana bahan pencemar yang lain, logam berat dapat masuk ke sistem perairan melalui udara, aliran sungai, saluran air limbah pabrik dan rumah tangga.2 Timbal (Pb) adalah salah satu contoh logam yang dapat masuk melalui udara karena ia diemisikan bersama asap buangan kendaraan bermotor. Setiap kendaraan yang bergerak dengan kecepatan 20 km/jam dapat mengemisikan 0,15 g Pb/liter bensin.3 Sebagian besar polutan masuk perairan laut melalui aliran sungai dan saluran air limbah. Limbah domestik dapat mengandung logam berat dalam jumlah besar. Tanpa pengolahan terlebih dulu, kandungan logam berat pada limbah domestik dapat mencapai 2.5 mg/L .4 Pada sistem perairan logam berat tersebar di dalam air, sedimen dasar, dan di tubuh organisme. Pb tersebar di badan air dalam bentuk larutan atau partikel tersdispersi dan dapat muncul ke permukaan dalam bentuk busa. Selain terlarut atau terdispersi, logam berat seperti Pb ditemukan terserap oleh partikel sedimen. Jika partikel-partikel
22
sedimen itu mengendap ke dasar perairan maka logam berat tersebut akan menjadi bagian dari sedimen dasar perairan. Karena partikel sedimen yang mengendap itu dapat menjadi makanan dan substrat bagi organisme (khususnya bentos) maka akhirnya logam berat tadi terakumulasi di dalam tubuh organisme. Karena di dalam suatu komunitas terjadi proses saling memakan antar organisme, dan organisme itu dapat menyebar maka terjadi pula transfer polutan logam berat dari satu organisme ke organisme lainnya .2 Teluk Lampung merupakan salah satu perairan yang sangat berisiko tercemar polutan Pb karena posisinya yang terletak di pinggir kota besar, Bandar Lampung. Di kota ini terdapat berbagai pusat aktivitas: pasar, pelabuhan, pemukiman, rumah sakit, hotel, restoran, dan pabrikpabrik yang memungkinkan terjadinya polusi logam berat berbahaya seperti timbal (Pb). Oleh sebab itu maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal berikut ini. (1) Untuk mengetahui seberapa tinggi kandungan Pb di dalam air dan sedimen serta di dalam tubuh karang dan alga pada ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung. (2) Untuk mengetahui apakah ada korelasi antara konsentrasi Pb pada air dan sedimen dengan Pb pada tubuh karang dan alga, serta korelasi antara keempat parameter itu dengan faktor fisik dan jarak dari pusat pencemaran (Kota Bandar Lampung). Metode Penelitian Pemilihan Lokasi dan Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini dipilih 5 lokasi terumbu karang yang akan diamati.
2003 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek. Vol. 9 No. 3, Hal.: 21 - 28
ISSN: 0853-733X Desember 2003
Kelima lokasi itu adalah Pulau Pasaran, Pulau Tangkil, Pulau Condong, Pulau Tegal, dan Pulau Puhawang Pemilihan kelima lokasi itu didasarkan atas perbedaan jaraknya dari kota Bandar Lampung. Pulau Pasaran adalah pulau yang paling dekat dengan pusat kota dan berada di mulut sungai, pulau ini diasumsikan berada pada pusat pencemaran. Di pulau ini, pada saat studi pendahuluan, tidak ditemukan terumbu karang tetapi perlu diteliti karena dapat dianggap sebagai pusat penyebaran polutan di Teluk Lampung. Pulau Tangkil, Pulau Condong, Pulau Tegal, dan Pulau Puhawang adalah pulau-pulau
yang memiliki terumbu karang di perairannya. Penentuan jarak keempat pulau ini dari pusat pencemaran dilakukan dengan menghitungnya berdasarkan skala pada peta Teluk Lampung (Gambar 1).5 Pada setiap stasiun dilakukan pengambilan sampel dengan 5 kali pengulangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi-regresi pada program Statmost for Window untuk mengetahui tingkat hubungan antar variable.
P. Pasaran
P. Tangkil P. Condong P. Tegal
P. Puhawang
1: 500.000
Gambar 1. Posisi pulau-pulau tempat pengambilan sample di Teluk Lamnpung Sumber: Atlas Sumber Daya Wilayah Pesisir Lampung (2000)5 Pengukuran faktor fisik Untuk mengetahui adanya faktor lain
2003 FMIPA Universitas Lampung
yang turut mempengaruhi sebaran kandungan logam berat pada air dan sedimen serta tubuh organisme
23
Korelasi Kandungan Pb ….…. M. Kanedi, D.W. Purbandari, Irmalasari
maka dilakukan pula pengukuran faktor fisik: salinitas, suhu, dan kecerahan air. Salinitas diukur dengan menggunakan rafraktometer tangan, suhu dikur dengan termometer air raksa, dan kecerahan diukur menggunakan keping Sechi. Pengambilan sampel hewan, dan tumbuhan
air,
sedimen,
Sampel air diambil secara langsung dengan menggunakan botol sampel pada kedalaman 10 cm dari permukaan. Sedimen diambil dengan menggunakan pengeruk Ekman Dredge. Sedimen disaring dengan saringan bertingkat untuk memisahkan partikel sedimen dari tubuh organisme yang mungkin terambil. Sisa sedimen diambil untuk diukur kandungan logam beratnya di laboratorium.
sedangkan hewan bentiknya dipilih dari kelompok karang yang membentuk terumbu dari golongan karang foliose. Tubuh organisme yang akan dianlisis kandungan logam beratnya dikeringkan dengan oven lalu diabukan. Abu yang tersisa kemudian dianalisis kandungan logam Pb-nya. Analisis kandungan logam berat pada air, sedimen, tubuh karang dan alga Padina dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia, FMIPA Unila, menggunakan AAS (atomic absorbance spectrophtometer). Hasil dan Pembahasan a. Jarak Pulau Jarak pulau-pulau yang diteliti terhadap pusat pencemaran (Bandar Lampung) dapat dilihat pada Tabel 1di bawah ini.
Kelompok tumbuhan yang dipilih adalah dari kelompok alga epifit genus Padina,
Tabel 1. Jarak masing-masing pulau tempat penelitian dari sumber utama pencemaran No
Nama Pulau
Jarak dari kota Lampung (km)
1 2 3 4 5
Pasaran Tangkil Tegal Condong Puhawang
1,0 6,6 12,91 14,16 23,3
b. Faktor fisika-kimia air Data fisika-kimia air yang meliputi kecerahan, salinitas, dan suhu di setiap pulau yang diteliti disajikan pada Gambar 2 berikut ini. Hubungan ketiga faktor lingkungan fisik tersebut (Gambar 2) dengan jarak lokasi penelitian (Tabel 1) dari pusat pencemaran dapat dijelaskan sebagai berikut. Kecerahan air cenderung makin
24
Bandar
tinggi nilainya dengan makin jauhnya lokasi (pulau) dari pusat pencemaran. Hasil analisis regresi hubungan jarak dengan kecerahan memiliki koefisien korelasi 0,8515. Pengaruh jarak terhadap salinitas tidak cukup berarti, hal ini terlihat dari koefisien korelasi antara jarak dan salinitas (0,5411). Suhu ternyata cukup bertalian dengan faktor jarak (-7,066), tinggi dengan makin dekatnya jarak dengan pusat pencemaran.
2003 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek. Vol. 9 No. 3, Hal.: 21 - 28
ISSN: 0853-733X Desember 2003
Gambar 2. Faktor lingkungan fisik air di setiap pulau 35
Nilai faktor fisis
30 25 Kecerahan (m)
20
Salinitas (%) 15
Suhu (C )
10 5 0 Pasaran
Tangkil
Tegal
Condong
Puhaw ang
Pulau
Salinitas secara umum tidak memperlihatkan korelasi yang bermakna dengan jarak lokasi pengukuran dari pusat pencemaran. Dengan demikian perbedaan angka pengukuran faktor tersebut di kelima pulau yang diteliti semata-mata terjadi secara acak. Suhu memperlihatkan korelasi dengan faktor jarak, yaitu semakin tinggi dengan semakin dekatnya jarak dengan pusat pencemaran. Akan tetapi, secara umum perbeadaan suhu air permukaan antara satu pulau dengan pulau lain masih berada pada kisaran yang ideal untuk kehidupan organisme perairan. Tingginya suhu air permukaan di dekat Kota Bandar Lampung ini kemungkinan disebabkan oleh input energi panas yang dilepaskan dari lingkungan perkotaan berupa air limbah bekas pemanas mesin-mesin industri dan alat transportasi air. Faktor lain yang menyebabkan tingginya sekitar kota Bandar Lampung adalah karena perairannya relatif dangkal. Faktor lingkungan yang memeperlihatkan korelasi yang cukup kuat dengan jarak dari pusat pencemaran adalah kecerahan. Makin keruhnya air dengan makin dekatnya jarak ke pusat aktivitas manusia (Kota Bandar Lampung) itu merupakan sesuatu hal yang logis. Di beberapa pusat
2003 FMIPA Universitas Lampung
kegiatan ekonomi di Bandar Lampung, misalnya pelabuhan kapal (Panjang), pusat pelelangan ikan (Gudang Lelang, Lempasing), serta pemukiman penduduk (Kota Karang dan Gudang Agen) kondisi air laut sangat pekat. Seringkali daya tembus cahaya di tempat-tempat seperti itu kurang dari satu meter. Kondisi ini makin diperparah dengan adanya beberapa sungai yang alirannya melintas kawasan kota yang bermuara ke Teluk Lampung. Kondisi sungai-sungai itu pada umumnya tercemar oleh berbagai bahan mulai dari limbah rumah tangga, pabrik, restoran, pasar, hingga rumah sakit, yang menyebabkan warna air kuning sampai coklat. Adapun tingkat kekeruhan air laut makin berkurang dengan makin jauhnya jarak dari kota Bandar Lampung, disebabkan oleh adanya proses alamiah yang disebut dengan “flushing”, yaitu proses penetralan dari kondisi tercemar ke kondisi normal. Makin tinggi tingkat pencemaran makin tinggi pula “flushing time” yang diperlukan.6 c. Kandungan Logam Berat pada Air dan Sedimen Kadar Pb yang terkandung dalam air dan sedimen dapat dilihat pada Gambar 3.
25
Korelasi Kandungan Pb ….…. M. Kanedi, D.W. Purbandari, Irmalasari
Gambar 3. Kandungan Pb pada air dan sedimen di setiap pulau
Konsentrasi Pb (ppm)
0.16 0.14 0.12 0.1 0.08
Pb-Air (ppm) Pb-Sedimen (ppm)
0.06 0.04 0.02 0 Pasaran
Tangkil
Tegal
Condong
Puhaw ang
Pulau
Kandungan Pb terlarut di Teluk Lampung yang terukur ternyata sudah melebihi ambang batas untuk kehidupan optimum flora dan fauna perairan, tetapi Pb pada sedimen masih berada pada kisaran aman. Pb terlarut yang terukur berkisar 0,112— 0,143ppm, Pb pada sedimen berkisar 0,021—0,083ppm, sedangan nilai ambang Pb adalah 0,1ppm.7 Tingginya kandungan Pb terlarut di Teluk Lampung ini memang sangat mungkin terjadi karena tingginya aktivitas manusia di kawasan ini yang menggunakan peralatan dan bahan yang berkaitan dengan kedua jenis logam berat tersebut. Pb terdapat pada banyak benda buatan manusia yang penggunaannya sangat tinggi di perairan. Benda atau barang yang mengandung Pb itu misalnya kabel listrik dan telepon, cat, bahan peledak, baterai, dan bahan bakar minyak. Semua barang tersebut sangat tinggi penggunaannya di perairan.8 Kandungan logam berat Pb pada air di setiap pulau memperlihatkan kecenderungan makin rendah dengan makin jauhnya jarak dari pusat pencemaran (koefisien korelasi –0,853. Pada sedimen, kandungan Pb sedikit berbeda dengan yang terlarut dalam air. Pb sedimen tidak memperlihatkan korelasi bermakna dengan jarak dari
26
pusat pencemaran 0,409).
(koefisen
korelasi
d. Kandungan logam berat karang dan alga bentik
pada
Kandungan logam berat Pb pada karang dan alga bentik Padina, dapat dilihat pada Gambar 4. Kandungan logam berat Pb pada tubuh organisme bentik Padina dan karang folios tidak memperlihatkan korelasi dengan semua faktor: jarak, suhu, kecerahan dan kandungan Pb pada air maupun sedimen. Semestinya, berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan Ajmal et al.,9 di lingkungan perairan konsentrasi logam berat pada organsime air memiliki korelasi dengan kandungan logam berat pada air dan sedimen. Belum dapat dipastikan apa faktor yang menentukan kandungan Pb pada Padina dan karang folios di Teluk Lampung ini, sebab masih banyak variable yang tidak diukur dan diamati dalam penelitian ini, misalnya input kuantitas polutan, pola arus, dan ‘flushing rate’. Jika data kandungan logam itu dibandingkan antar pulau memang terlihat adanya perbedaan, dimana kandungan Pb pada karang folios di Pulau Tangkil sangat tinggi (Anova F = 2,7312 dan P = 0,0687). Angka ini mungkin ada kaitannya dengan posisi Pulau Tangkil 2003 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek. Vol. 9 No. 3, Hal.: 21 - 28
ISSN: 0853-733X Desember 2003
yang berhadapan dengan pusat Pelelangan Ikan Lempasing yang menjadi tempat pelabuhan kapal-kapal nelayan.
Ada kemungkinan kapal-kapal tersebut menjadi sumber logam Pb, mulai dari bahan cat sampai bahan bakarnya.8
Gambar 4. Kandungan Pb pada organisme sesil karang folios dan alga Padina Konsentrasi Pb (ppm)
1 0.8 0.6 Padina *
0.4
Coral Foliose * 0.2 0 Tangkil
Tegal
Condong
Puhaw ang
Pulau
Kesimpulan Daftar Pustaka (1) Kondisi perairan di Teluk Lampung, khususnya pada lima pulau yang diteliti: Pulau Pasaran, Tangkil, Tegal, Condong, dan Puhawang memiliki kecenderungan sebagai berikut. Semakin dekat jarak pulau dengan Bandar Lampung kecerahan airnya semakin berkurang, suhu ratarata air permukaan semakin tinggi, kandungan Pb terlarut semakin tinggi, tetapi Pb sedimen tidak memperlihatkan korelasi yang berarti dengan jarak. (2) Secara kualitatif, kandungan Pb terlarut sudah melebihi ambang batas baku mutu air untuk kehidupan optimum organisme perairan, sedangkan kandungan Pb sedimen masih berada pada kisaran yang dapat ditoleransi oleh organisme perairan. (3) Kandungan logam berat (Pb) pada tubuh organisme bentik Padina dan karang folios di Teluk Lampung tidak terbukti dipengaruhi oleh jarak lokasi dengan pusat pencemaran, juga tidak berkorelasi dengan kandungan timbal (Pb) pada air maupun sedimen. 2003 FMIPA Universitas Lampung
1. Nebel, B.J. & R.T. Wright. 1996. Environmetal Sciences, 5th ed. Prentice Hall, N.J. 2. Duce, R.A, P.L. Parker & G.S. Gian. 1974. Pollutant transfer to the marine enviroment. A recomnedation of the NSF/IDOE Pollutant transfer workshop held in Texas. 3. Drasch, G.A. 1987. The urban pigeon, a biomonitor for the lead burden of the enviroment. Environ.Monitoring and Assessment (9): 223-232. 4. Tchobanoglous, G., & R. Ludwig. 1979. The use of aquatic plants and animals for the treatment of wastewater: an overview. Univ. of Callifornia. 5. Atlas Sumber Daya Wilayah Pesisir Lampung. (2000).Pemda Lampung dan Proyek Pesisir Lampung 6. Sumich, J.L. 1996. An introduction to the biology of marine life.6th ed. Wm Brown Publishers, Boston. 27
Korelasi Kandungan Pb ….…. M. Kanedi, D.W. Purbandari, Irmalasari
7. Todd, D.K. ed., 1970. The water encyclopedia: a compedium of useful information on water resources. Water Information Center, Port Washington, N.Y.:305 - 338 8. Palar, S. 1994. Pencemaran dan toksikologi logam berat. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
28
9. Ajmal, M., Khan, M.A. & Nomani, A.A. 1985. Distribution of heavy metals in plants and fish of the Yamuna River (India). Environ. Monitoring & Assessment 5: 361—367
2003 FMIPA Universitas Lampung