perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KORELASI ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DARAH TEPI DAN VOLUME INFARK PADA STROKE ISKEMIK AKUT
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
CHRISTINE NOTONINGTIYAS SANTOSO G.0008029
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA .................................................................................................................. vi DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... ............... 4 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... ............... 5 B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ ......... 31 C. Hipotesis ..................................................................................... ............... 32 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 33 B. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 33
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Subjek Penelitian ........................................................................... ……...33 D. Teknik Sampling .............................................................................. …….34 E. Rancangan Penelitian ................................................................. …………34 F. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................ ......... 35 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian....................................................35 H. Alat dan Bahan Penelitian ................................................. ........................ 37 I. Teknik Analisis Data Statistik .................................................................... 37 BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian ................................................................. ............... 39 B. Analisis Data ................................................................................... ......... 44 BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................... ............... 49 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ......................................................................................... ......... 54 B. Saran .......................................................................................... ............... 54 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 56 LAMPIRAN
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Christine Notoningtiyas Santoso, G.0008029, 2011. Korelasi antara Jumlah Leukosit Darah Tepi dan Volume Infark pada Stroke Iskemik Akut. Skripsi Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah leukosit darah tepi dan besarnya volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik akut. Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Bagian Rawat Inap Unit Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi pada bulan April-Juli 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik systematic random sampling dengan menggunakan 30 sampel penderita stroke iskemik akut. Instrumentasi penelitian menggunakan data klinis, data pengukuran hitung jumlah leukosit darah tepi 24 72 jam post stroke, dan gambaran CT-Scan kepala ≥ 24 - 72 jam post stroke pasien stroke iskemik akut RSUD Dr. Moewardi. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS for Windows 19.0 dan dianalisis secara statistik dengan uji regresi linier sederhana pada taraf signifikansi α = 0,05. Hasil Penelitian : Pada penelitian ini diperoleh jumlah rata-rata hitung jumlah leukosit adalah 8,41. 103/µL dan rata-rata hasil hitung volume infark penderita stroke iskemik akut adalah 5,48 mm3. Hasil uji statistik regresi linier sederhana didapatkan koefisien regresi sebesar 0,608, nilai signifikan p = 0,000 (p < 0,05). Simpulan Penelitian : Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jumlah leukosit darah tepi dengan volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik akut. Kata kunci : jumlah leukosit, volume infark, stroke iskemik akut
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Christine Notoningtiyas Santoso, G.0008029, 2011. The Correlation between Peripheral Leukocyte Count and Infarct Volume of Acute Ischemic Stroke. Minithesis of Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: The aim of this research were to know the correlation between peripheral leukocyte count and infarct volume on head CT-Scan image of acute ischemic stroke patients. Methods: This research was an observational analytic one with cross sectional approach. It carried out in patient Neurologic Unit of Dr. Moewardi Hospital in April to July of 2011. Sampling was conducted by systematic random sampling technique using 30 samples of acute ischemic stroke patients. We used clinical data, 24 - 72 hour post stroke data of peripheral leukocyte count, and head CTScan image of ≥ 24 - 72 hour post stroke patients with acute ischemic stroke of Dr. Moewardi Hospital. The data obtained and processed using SPSS for Windows 19.0 and was statistically analyzed by simple linear regression test at significance level of α = 0.05. Results : The result of this study showed that mean leukocyte count was 8.41 103/µL and mean infarct-volume count of acute ischemic stroke patients was 5.48 mm3. By a simple linear regression statistical test, regression coefficient were 0,608 and significant p = 0.000 (p < 0.05). Conclusion : Based on this study, we concluded that there is a correlation between peripheral leukocyte count and infarct volume on head CT-Scan image of acute ischemic stroke patients. Key words : leukocyte count, infarct volume, acute ischemic stroke
commit to user
v
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Stroke akut telah diketahui merupakan penyebab kematian ke tiga terbesar setelah penyakit jantung dan kanker dan penyebab kecacatan utama di dunia barat. Setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap detiknya seseorang di Amerika Serikat akan mengalami stroke (Machfoed, 2003; Air & Kissela, 2007; Rosamond et al., 2007). Di Indonesia, stroke akut diduga juga sebagai salah satu penyebab kematian utama (Lumbantobing & Suryamiharja, 2001). Penelitian
yang
cukup besar di Indonesia dilakukan oleh (ASNA) ASEAN Neurological Association di 28 rumah sakit seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun yaitu 11,8 %, usia 45 - 64 tahun berjumlah 54,2 % dan di atas usia 65 tahun 33,5 % (Misbach, 2007). Stroke iskemik yang disebabkan oleh trombosis atau emboli yang menyumbat aliran darah ke otak adalah kurang lebih 83 % dari keseluruhan stroke, 17 % sisanya merupakan stroke hemoragik yang meliputi perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid (Victor & Rupper, 2001). commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemeriksaan diagnostik objektif stroke didapatkan dari Computerized Tomography scanning (CT-Scan). Menurut penelitian Marks dalam Widjaja (2010), CT-Scan digunakan untuk mengetahui adanya lesi infark di otak dan merupakan baku emas untuk diagnosis stroke iskemik karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Melalui pemeriksaan CT-Scan, dapat diketahui besarnya volume infark pada pasien stroke iskemik (Worp et al., 2001). Pada penelitian Fujinuma, et al. (1997) mengenai hubungan antara akumulasi leukosit pada infark serebri dengan outcome fungsional neurologis, tampak terjadinya akumulasi intensif dari leukosit pada daerah dengan aliran darah yang rendah. Akumulasi ini terjadi lebih banyak pada daerah bagian tengah iskemia. Akumulasi leukosit yang abnormal ini berhubungan dengan penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) selama fase akut stroke emboli. Penelitian ini juga menyatakan bahwa akumulasi leukosit setempat mempunyai efek merusak otak yang mengalami iskemia. Akumulasi jumlah leukosit, khususnya neutrofil juga dilaporkan oleh Buck et al. (2008). Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara besarnya volume infark pada gambaran MRI stroke iskemik akut dengan jumlah leukosit dan neutrofil darah tepi yang mana terjadi proses inflamasi segera, sebelum terjadi perkembangan lanjut terhadap besarnya volume infark dan jaringan nekrosis. Arterosklerosis di mana terjadi proses inflamasi kronik, merupakan salah satu penyebab kenaikan jumlah leukosit yang mungkin. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada pasien stroke iskemik beberapa faktor diketahui meningkatkan risiko
kematian
dan
perburukan
keluarannya,
seperti
hipertermia,
hiperglikemia, rendahnya skor ADL, lesi yang besar, dan efek masa (Victor & Rupper, 2001). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya bukti akumulasi jumlah leukosit yang sebanding dengan besarnya lesi yang terjadi pada penderita stroke iskemik akut, peneliti ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara hitung jumlah leukosit darah tepi pasien stroke iskemik akut dengan besarnya volume infark pada gambaran CT-Scan kepala yang bisa menunjukkan keparahan penyakitnya. B. Rumusan Masalah Apakah jumlah leukosit darah tepi pada pasien stroke iskemik akut berhubungan dengan volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik akut? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui adanya hubungan antara leukosit darah tepi pasien stroke iskemik dan volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien. 2. Untuk mengetahui jumlah leukosit darah tepi pada pasien stroke iskemik akut sebagai indikator besarnya volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik akut. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti empiris atau informasi tentang hitung jumlah leukosit darah tepi pada pasien stroke iskemik akut sebagai indikator besarnya volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik akut. 2. Manfaat Aplikatif Dengan diketahuinya jumlah leukosit darah tepi pada pasien stroke iskemik akut dan kemungkinan besarnya volume infark
yang
mempengaruhi keluaran pasien stroke dapat dipergunakan sebagai : a.
Sumber informasi bagi daerah dengan sarana kesehatan yang terbatas.
b.
Bahan informasi awal bagi pasien dan keluarganya tentang prognosis stroke yang dihadapinya.
c.
Sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan yang rasional bila didapatkan keterbatasan sumber daya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Stroke Iskemik a. Definisi Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih; pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian (Djoenaedi, 2003). Stroke jenis ini memiliki ciri khas onset defisit neurologis setempat yang tiba-tiba. Beberapa pasien mengalami perkembangan gejala yang bertahap. Defisit neurologis yang lazim ditemukan meliputi disfasia, disarthria, hemianopia, hemiparesis, ataksia, dan sensory loss. Gejala dan tandanya biasanya satu sisi (unilateral) (Noerjanto, 2000). Stroke
iskemik
juga
disebabkan
karena
ateroma
dan
komplikasinya. Arterosklerosis merupakan penyebab stroke iskemik, biasanya berupa tromboemboli, sedangkan penyebab lainnya antara lain kardioembolisme, stenosis arteri karotis dan gangguan vaskular lain (Noerjanto, 2000). b. Patofisiologi 1)
Arterosklerosis commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merupakan suatu keadaan di mana fatty plaque terbentuk pada arteri berukuran besar dan sedang sebagai akibat dari deposisi kolesterol, lipid dan sisa sel. Plak dalam arteri yang menuju ke otak menjadi makin padat sehingga aliran darahnya menjadi sangat terbatas. Dapat juga terjadi pembentukan trombus/emboli di tempat lain yang kemudian terlepas dan bergerak menuju ke pembuluh darah yang menuju otak. Kondisi tersebut akan menyebabkan jaringan otak mengalami iskemia. Bila berlanjut, maka jaringan otak akan mengalami kematian (infark) (Noerjanto, 2000). Iskemia jaringan otak biasanya disebabkan oklusi mendadak pada arteri di daerah otak (biasanya arteri vertebrobasilar) bila ada ruptur
plaque
yang
kemudian
akan
mengaktivasi
sistem
pembekuan. Interaksi antara ateroma dengan bekuan akan mengisi lumen arteri sehingga aliran darah mendadak tertutup (Noerjanto, 2000). Aterosklerosis berhubungan erat dengan banyak faktor risiko, seperti hipertensi, obesitas, merokok, diabetes melitus, usia dan kadar kolesterol yang tinggi (Setianto, 2001). Dalam patofisiologi aterosklerosis, terjadi proses inflamasi sejak terbentuknya lesi awal yang disebut fatty streak. Fatty streak mengandung makrofag (berasal dari monosit) dan limfosit T. Fatty streak sering terjadi pada orang-orang muda, tidak disertai gejala klinis dan dapat berkembang menjadi ateroma atau hilang dengan sendirinya commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Setianto, 2001). Lesi aterosklerotik (ateroma) terdiri dari sel-sel, elemen jaringan ikat, lipid dan debris. Ateroma diawali oleh fatty streak, akumulasi sel-sel (makrofag, bersama dengan sel T) yang terbungkus lemak di bagian bawah endotelium (Hansson, 2005). Aterosklerosis biasanya terjadi pada arteri-arteri dengan aliran dan tekanan yang tinggi, seperti jantung, otak, ginjal dan aorta, khususnya pada percabangan arteri. Ini disebabkan karena area tersebut sering terdapat gangguan aliran darah, sehingga mengurangi aktivitas molekul ateroprotektif endotel seperti Nitrit Oksida (NO) (Widjaja, 2010). Menurut teori response to injury, permukaan sel endotel akan mengalami mikrolesi yang berulang atau dapat juga terjadi makrolesi. Sel endotel akan memberikan respon imunologik untuk mengatasi secara berkesinambungan. Sel endotel normal tidak mengikat leukosit. Adanya rangsangan proinflamasi, termasuk diet tinggi lemak jenuh, hiperkolesterolemia, obesitas, hiperglikemi, diabetes melitus, hipertensi dan merokok, memicu ekspresi molekul adhesi endotel seperti VCAM-1, intercelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1). P-selectin akan mengadhesi limfosit dan monosit dalam sirkulasi sehingga terjadi disfungsi endotel, yang merupakan
kelainan
sistemik
dan
proses
awal
terjadinya
arterosklerosis. Ciri khas disfungsi endotel adalah adanya ketidakseimbangan antara faktor-faktor commit to user
vasodilatasi
dan
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
vasokonstriksi yang tergantung endotel, sama halnya dengan faktor antitrombosis dan protrombosis. Disfungsi endotel ini merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya trombosis (Widjaja, 2010). Pada disfungsi endotel dan arterosklerosis terjadi inflamasi disertai adanya tanda inflamasi antara lain IL- 6, TNF-α, PAI - 1 dan pada orang dengan obesitas dapat terjadi resistensi insulin dan hipertensi. Terjadi kenaikan IL- 6, TNF-α, LDL-C serta penurunan HDL - C dan adiponektin. Inflamasi ini dapat menstimulasi hati untuk mengeluarkan fibrinogen dan CRP, Apo B, trigliserida menimbulkan ateroma yang dengan aktivasi trombosit dapat terjadi keadaan ”prothrombotic state” hingga menimbulkan thrombus (Widjaja, 2010). 2) Hemodinamik Serebral Autoregulasi di otak menjaga Cerebral Blood Flow (CBF) tetap konstan sekitar 50 - 60 ml/100 gr otak/menit. Dalam kondisi fisiologi normal, otak membutuhkan lebih dari 5 kali kebutuhan glukosa (oksigen 165 mmol/100gr otak/menit, glukosa 30 mmol/100gr otak/menit) menunjukkan
bahwa energi
yang
dibutuhkan otak berasal dari metabolisme oksidatif. a)
Iskemia ringan Apabila CBF menurun akan terjadi kompensasi dilatasi vaskuler dan CMRO2 menurun. Ambang metabolik anaerob commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tercapai sekitar 50 - 65% CBF normal. Pada kondisi ini fungsi elektrik otak masih normal tetapi terjadi peningkatan konsentrasi laktat jaringan dan ion hidrogen menunjukkan peningkatan laju glikolisis anaerob. Terjadi penurunan PH intraseluler tetapi kadar ATP masih dalam batas normal dengan penurunan fosfokreatinin jaringan dan peningkatan kadar fosfat anorganik. b) Iskemia sedang Pada CBF 18 - 25 ml/100 gr otak/menit (40 - 50 % CBR normal) terjadi perlambatan EEG, evoked potential melemah, penurunan pembentukkan potensial sinaps oleh neuron korteks dan timbul defisit neurologik. Pada CBF < 20 ml/100 gr otak/menit terjadi kegagalan elektrik, pelepasan asam amino eksitatorik (glutamat dan aspartat) dan permulaan edema. c)
Iskemia berat Apabila CBF turun hingga 10 - 12 ml/100 gr otak/menit (20 - 30 % CBR normal) terjadi kegagalan ionik dan overload kalsium. Hipoksik-iskemik yang berlangsung lebih dari 3 - 5 menit akan menimbulkan depolarisasi anoksik karena penurunan ATP intraseluler sehingga terjadi hambatan aktivitas Na+/K+ ATPase dan terjadi peningkatan konsentrasi K+ ekstraseluler. Pergeseran konsentrasi ion menunjukkan perubahan multifaktorial pada permeabilitas membran dan commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerusakan progresif sistem pompa dan transpor yang membutuhkan energi (yaitu Na+/K+ ATPase, Ca2+ ATPase dan Na+ - Ca2+ antiporter). Kegagalan sistem pompa menyebabkan peningkatan konsentrasi Na+ intraseluler yang menarik air sehingga terjadi edema sitotoksik. Terjadi pula peningkatan Ca2+ intraseluler yang menyebabkan kerusakan mitokondria, membran sel, dan sistem enzim (fosfolipase A2 dan C, endonuklease, calpain, dan protease) yang bersifat ireversibel sehingga terjadi nekrosis sel. 3) Dampak Iskemik Otak Akut Iskemia memicu reaksi sel jaringan yang menyusun otak dalam bentuk disfungsi neuron, aktifasi astrosit dan mikroglia, endotel, dan makrofag. Dua yang terakhir merupakan sel utama yang membentuk sawar darah otak. Besarnya reaksi dipengaruhi oleh berat dan lamanya iskemia. Bila iskemia ringan dan singkat, maka hanya sel yang rentan saja yang terpengaruh. Namun bila berlangsung lama dan berat semua jenis sel akan terlibat dan menuntun terjadinya infark lewat mekanisme nekrosis atau apoptosis (Yusuf, 2004). a)
Kematian Sel Akibat ion Ca2+ Hipoksia yang timbul selama iskemia menyebabkan terganggunya molekul berenergi (ATP), meskipun kemudian disusul kenaikan glikolisis. Namun tetap saja jumlah ATP commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merosot selama hipoksia. Sebaliknya, produksi laktat dan ion nitrogen meningkat dan menimbulkan asidosis metabolik. Penurunan ATP menyebabkan lumpuhnya sistem transport ion Na/K - ATPase, dengan akibat keluarnya ion K dan masuknya ion Na secara pasif dari dan ke dalam sel saraf. Di samping itu ion Ca intrasel meningkat akibat gagalnya penimbunan Ca ke dalam mitokondria dan retikulum endoplasmik akibat defisiensi ATP. Kenaikan ion Ca intrasel terjadi pada menit menit awal iskemia dan erat kaitannya dengan kenaikan NT eksitatorik sehingga prosesnya disebut glutamat - Ca cascade. Kenaikan kadar ion Ca bebas di sitosol menyebabkan gangguan fungsi mitokondria dan mengaktifasi protein kinase, lipase, dan endonuklease yang menimbulkan degradasi DNA dan kematian sel lewat nekrosis (Yusuf, 2004). b) Kematian Sel Akibat Eksitotoksis Iskemia
menyebabkan
penumpukan
NT
eksitatorik
glutamat dan aspartat akibat kegagalan proses uptake oleh neuron
prasinaps
dan
astrosit,
disamping
terjadinya
peningkatan release NT tersebut oleh neuron prasinaps dan astrosit akibat iskemia. Kenaikan release NT ini terjadi sejak 10 - 30 menit pertama terjadi iskemia fokal akut dan kembali normal ketika BF dipulihkan selama 30 - 40 menit. Pada hari pertama stroke, kadar aspartat naik sampai dengan 65 kali, commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sedangkan glutamat naik 8 kali dibanding kontrol pada cairan otak. Glutamat akan merangsang R-nya, antara lain RNMDA yang meningkatkan influks ion Ca ke dalam sel neuron dan astrosit. Kenaikan ion-ion Ca astrosit prasinaps akan memicu pelepasan glio-glutamat ke celah sinaps dan seterusnya NT ini akan meningkat influks ion Ca ke neuron dan kemudian menjadi circulus virtusus yang akhirnya akan mematikan sel lewat proses nekrosis (Yusuf, 2004). c)
Radikal bebas Kalsium
mengaktifasi
macam-macam
proses
yang
menyebabkan pembentukan berbagai macam oksigen reaktif (ROS
=
Reactive
Oxygen
Spesies),
termasuk
asam
arakhidonat, pembentukan nitrik oksida (NO), degradasi, degradasi dari adenosin, dan kebocoran rantai transpor elektron (ETC = Electron Transport Chain). Kalsium mengaktivasi fosfolipase, termasuk fosfolipase A2 (PLA2) yang mendegradasi fosfolipid, melepaskan asam arakhidonik. Asam ini selanjutnya dimetabolisme oleh lipoksigenase menjadi prostaglandin dan leukotrin. Pada reaksi terakhir terbentuklah anion superoksida, semacam ROS (Alam, 2005). Saat terjadinya iskemia, sintesis ATP di mitokondria sangat berkurang dan ATP dipecah menjadi ADP, AMP, dan commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adenosin. Kemudian didegradasi menjadi inosin, hiposantin, dan santin. Reaksi terakhir ini dikatalisasi oleh santin oksidase (XO =
xanthine oxidase), yang dirubah dari santin
dehidrogenase oleh proses yang dipengaruhi oleh kalsium. Pembentukan
santin
dari
hiposantin
memberi
anion
superoksida, suatu ROS. Mitokondria merupakan sumber utama ROS pada waktu dan setelah stroke. Pada keadaan kalsium berlebihan atau bila aktivitas ETC berkurang, elektron cenderung keluar dari
ETC membentuk ROS, anion
superoksida (H2O2) yang primer diubah menjadi air oleh proses katalase. Tetapi dengan adanya ion besi, seperti pada perdarahan otak, H2O2 diubah menjadi hidroksil (OH), suatu ROS (Alam, 2005). Nitrik oksida sintase (NOS) diaktivasi oleh mekanisme calcium dependent membentuk nitrik oksida dari arginin, suatu asam amino. NO bereaksi dengan superoksida untuk membentuk ROS yang relatif stabil, akan tetapi sangat reaktif dan sangat berbahaya, yaitu peroksinitrat yang dapat menyebabkan radikal bebas hidroksil (Alam, 2005). d) Peranan mitokondria Mitokondria
selain
memberi
ATP
dan
pengaturan
homeostatis ion kalsium, juga mengatur dua bentuk fisiologik dari kematian otak yaitu apoptosis dan nekrosis. Setelah commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
iskemia,
terjadi
menyebabkan
pelepasan
apoptosis
dan
faktor-faktor nekrosis
mitokondria,
yang
akhirnya
mengaktifkan reaksi kaskade yang mengakibatkan kematian sel (Alam, 2005). c. Diagnosis Untuk mendiagnosis kasus stroke, idealnya ditentukan dengan 2 alur yang sejalan yaitu berdasarkan observasi klinis dari karakteristik sindroma/kumpulan gejala dan perjalanan penyakit; serta karakteristik patofisiologi dan mekanisme penyakit yang dikonfirmasi dengan datadata patologis, laboratoris, elektrofisiologi, genetik, atau radiologis (Widjaja, 2010). 1) Pemeriksaan radiologis CT-Scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasuskasus emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaja, 2010) 2) Pemeriksaan Laboratorium commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, Protrombin Time (PT) dan activated tromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer. Hematologi lengkap memberikan data tentang kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi sebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
agregasi
dan
terbentuknya trombus. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia di mana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor risiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis (Widjaja, 2010). commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Leukosit Sel
pluripotensial
setelah
mengalami
pembelahan
sel
dan
diferensiasi, menjadi urutan sel progenitor untuk tiga jalur sel sumsum tulang utama. a. Eritroid; b. Granulosit dan Monositik; dan c. Megakariosit, sebagaimana sel asal limfoid. Walaupun penampilan sel asal pluripotensial mungkin serupa dengan limfosit kecil atau sedang, keberadaannya dapat ditunjukkan dengan teknik kultur. Keberadaan sel progenitor terpisah untuk tiga garis sel tersebut juga telah diperlihatkan oleh teknik In vitro. Prekursor mieloid yang paling dini dideteksi membentuk granulosit, eritroblas, monosit, dan megakariosit. Sel asal (stem sel) juga memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri kembali, sehingga walaupun sumsum tulang adalah tempat utama produksi sel baru, jumlah sel keseluruhan tetap konstan pada keadaan seimbang dan normal. Akan tetapi, sel prekursor sanggup memberi respon terhadap berbagai rangsang dan pesan hormonal dengan meningkatkan satu atau sel lain bila kebutuhan meningkat (Hoffbrand, 2000). Tiga perempat dari sel-sel yang berinti di sumsum tulang memproduksi leukosit. Stem sel ini berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi granulosit (neutrofil, eusinofil, dan basofil), monosit, dan limfosit, yang bersama termasuk ke dalam hitung leukosit (Hoffbrand, 2000). Hitung jumlah leukosit normalnya berkisar antara 5000 - 10.000/µL (Gandasoebrata, 2004). Jumlah absolut berbagai jenis sel darah putih juga dapat memberi petunjuk apakah terdapat penyakit sumsum tulang primer commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ataukah kelainan merupakan suatu reaksi terhadap proses penyakit sekunder. Hitung jenis sel darah putih memberikan proporsi berbagai jenis sel yang membentuk seluruh populasi sel darah putih. Hitung jenis kadang-kadang ditiadakan apabila jumlah total normal dan tidak ada bukti klinis atau laboratoris adanya kelainan hematologik (Sacher & Mc Pherson, 2004). Pematangan sel leukosit di sumsum tulang dan pelepasannya ke sirkulasi darah dipengaruhi oleh berbagai faktor interleukin, Faktor Nekrosis Tumor (TNF) dan beberapa komponen complement. Kira-kira 90 % dari leukosit berada di sumsum tulang, 2 - 3 % di sirkulasi, dan 7 - 8 % berlokasi di jaringan (Hoffbrand, 2000; Abrason & Melton, 2002). Di dalam sumsum tulang sel-sel digolongkan menjadi dua kelompok. Satu kelompok adalah proses sintesa dan pematangan DNA, sedangkan kelompok yang lain pada fase penyimpanan yang menunggu pelepasan ke dalam sirkulasi. Sel-sel yang dalam penyimpanan ini secara cepat dapat merespon berdasarkan kebutuhan untuk meningkatkan leukosit sampai 2 3 kali lipat leukosit di sirkulasi dalam 4 - 5 jam (Hoffbrand, 2000). Dalam sirkulasi, neutrofil digolongkan ke dalam dua pool. Satu pool di dalam sirkulasi bebas dan yang kedua adalah pool di tepi dinding pembuluh darah. Ketika ada stimulasi oleh infeksi, inflamasi, obat, atau toksin metabolik pool sel yang di tepi akan melepaskan diri ke dalam sirkulasi (Hoffbrand, 2000; Abrason & Melton, 2002). commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah terjadi kematian sel, leukosit dilepaskan dalam sirkulasi dan jaringan yang memerlukan waktu hanya beberapa jam (3 - 6 jam). Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adalah PMN (neutrofil). Migrasi leukosit paling banyak terjadi pada 24 - 72 jam setelah onset iskemik, kemudian menurun sampai hari ke 7 (Clark, 2002). Perkiraan lama hidup leukosit adalah 11 - 16 hari, termasuk pematangan di sumsum tulang dan penyimpanannya yang merupakan sebagian besar masa kehidupannya (Abrason & Melton, 2002). Penyebab peningkatan jumlah leukosit pada dasarnya disebabkan oleh dua penyebab dasar, yaitu: a. Reaksi dari sumsum tulang normal terhadap stimulasi eksternal [infeksi, inflamasi (nekrosis jaringan, infark, luka bakar, artritis), stres (over exercise, kejang, kecemasan, anestesi), obat (kortikosteroid, lithium, β antagonis), trauma (splenektomi), anemia hemolitik, leukosit maligna] b. Efek dari kelainan sumsum tulang primer (leukemia akut, leukemia kronis, kelainan mieloproliferatif). 1) Patogenesis leukositosis pada stroke iskemik a) Reperfusion Injury Kembalinya perfusi darah ke jaringan otak yang iskemik penting untuk kembalinya fungsi otak normal. namun, kembalinya aliran darah juga dapat menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif, sehingga menimbulkan disfungsi jaringan dan infark commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih lanjut. Reperfusion Injury ini disebabkan oleh banyak faktor, tetapi tampaknya lebih banyak disebabkan oleh respon inflamasi, yaitu dengan kembalinya aliran darah beberapa proses inflamasi akan memperkuat lesi iskemik (Widjaja, 2002; Feierstein et al., 2002; Suroto, 2001). b) Peranan sitokin pada Reperfusion Injury Sitokin adalah protein dengan berat molekul kecil (8 - 30.000) yang mempunyai berbagai aktifitas biologis, aktif pada konsentrasi yang kecil. Sitokin timbul sebagai reaksi primer terhadap stimulasi dari luar dan tidak ada pada homeostasis normal (Clark, 2002 ; Gusev & Skvortsova, 2003). Konsekuensi langsung dari ketidakseimbangan ion dan akumulasi kalsium bebas yang timbul akibat lesi iskemik otak, maka dilepaskan asam amino bebas dan pro inflammatory lain hasil metabolisme otak. Hal ini dipercaya meningkatkan, menimbulkan, dan melepaskan kaskade sitokin pro inflammatory (Feierstein et al., 2002). Pada kaskade pro inflammatory yang pertama dikeluarkan adalah IL- 1 dan TNF-α. Sitokin ini yang kemudian merangsang dikeluarkannya sitokin pro inflammatory yang lain seperti IL- 6 dan IL- 8, aktivasi dan infiltrasi dari leukosit dan memproduksi anti inflamasi sitokin, termasuk IL- 4 dan IL- 10 yang mungkin merupakan negatif feedback kaskade tersebut (Feierstein et al.,2002; Clark, 2002; Gusev & Skvortsova, 2003). commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sitokin pro inflammatory
ini diproduksi oleh bermacam-
macam sel seperti sel neuron, mikroglia, atrosit, dan leukosit), sitokin ini menyebabkan apoptosis sel SSP, diferensiasi, dan proliferasi seperti pengaruh akibat infiltrasi oleh leukosit. Peningkatan kadar IL- 1, TNF-α, IL- 6, dan IL- 8 telah diamati pada iskemia SSP (Clark, 2002; Suroto, 2001; Gusev & Skvortsova, 2003). Konsentrasi IL- 1β mulai muncul setelah 1 - 3 jam,
maksimal pada 12 jam, dan tetap ada sampai 5 hari.
sedangkan konsentrasi TNF-α mulai muncul setelah 3 - 6 jam, maksimal pada 12 jam, tetap ada sampai 5 hari. Beberapa bukti tidak langsung tentang keterlibatan interleukin pada iskemia SSP didapat dari sejumlah penelitian klinis yakni dengan dijumpainya kadar IL- 6 di cairan serebrospinal dan plasma sebagai faktor prediksi kembalinya fungsi pada pasien dan berkorelasi dengan ukuran infark (Clark, 2002). Bukti lain menunjukkan bahwa sitokin merupakan komponen kunci pada aktivasi dan pengerahan leukosit di SSP. IL- 1, TNF-α, IL- 6, dan IL- 8 telah diketahui mengaktifasi leukosit dan meningkatkan adhesi pada leukosit (CD - 18), endotel, dan sel astrosit (ICAM-1) (Clark, 2002; Gusev & Skvortsova, 2003). c) Peranan leukosit pada Reperfusion Injury
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Masuknya leukosit ke otak yang mengalami iskemik dimulai dengan adhesi ke endotel sampai di jaringan otak melalui beberapa tahap : (1) Migrasi leukosit dari darah ke otak dimulai dengan interaksi leukosit-endotel melalui rolling yang diperantarai P-selektin dan B-selektin pada permukaan endotel, dan L-selektin pada leukosit. Sejak aktivasi ini leukosit melekat pada tepi endotel melalui reseptor glikoprotein dinding leukosit (disebut sebagai CD - 18 atau B-2 integrin) dan ligand dari endotel [disebut intracelluler adhesion molecule (ICAM-1)] (Feierstein et al., 2002; Clark, 2002; Gusev & Skvortsova, 2003). (2) Membran leukosit yang terdiri dari glikoprotein komplek yang bertanggung jawab terhadap perlekatan ini disebut CD - 18 (B-2 integrin). Kompleks ini terdiri dari heterodimers, ketiganya mempunyai tiga unit β yang sama (seringkali disebut sebagai CD - 18) dan yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah sub unit α. Tiga sub unit α ini dinamakan leucocyte function agent (LFA-1 atau CD - 11a, ada pada semua leukosit), MAC-1 (CD - 11b, ada pada kebanyakan PMN dan monosit), dan P 150 (CD - 11c, ada pada neutrofil dan monosit) (Feierstein et al.,2002; Clark, 2002; Gusev & Skvortsova, 2003). commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Reseptor-reseptor yang sesuai untuk CD - 18 adalah integrin complex adalah golongan molekul adesi seperti intracelluler adhesion molecule (ICAM). ICAM-1 secara luas terdapat pada banyak sel dan berikatan dengan LFA-1 dan MAC-1, ICAM-2 hanya terdapat pada sel endotel maupun leukosit dan hanya berikatan dengan LFA-1 saja. Tidak seperti ICAM-2 yang ada pada keadaan normal, ICAM-1 muncul dengan adanya induksi oleh sitokin peradangan seperti IL- 1 dan TNF-α. Seperti yang telah disampaikan di depan bahwa CD - 18/ICAM-1 merangsang peningkatan adesi neutrofil setelah stroke (Feierstein et al., 2002; Clark, 2002; Gusev & Skvortsova, 2003). (4) Leukosit tampak pada jaringan SSP yang mengalami iskemik telah dipahami sebagai respon patofisiologi terhadap adanya lesi. Bukti yang baru menyatakan bahwa leukosit bisa juga secara langsung terlibat dalam patogenesis dan perluasan dari lesi SSP setelah perfusi ulang. Dua mekanisme keterlibatan leukosit dalam reperfusion injury adalah pada tingkat sirkulasi menyumbat mikrosirkulasi dan mediator vasokonstriktor serta pada jaringan otak melepaskan enzim hidrolitik, lipid peroksidase, dan pelepasan radikal bebas (Suroto, 2002). Dengan menggunakan antibodi spesifik monoklonal yang secara langsung menghalangi menempelnya leukosit ke commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reseptor, penyumbatan mikrosirkulasi dan infiltrasi dapat diturunkan. Pada penelitian hewan percobaan yang mengalami stroke, diberikan antibodi yang mengikat molekul CD - 18 leukosit atau ligand sel endotel yaitu ICAM-1. Hasilnya didapatkan adanya penurunan kerusakan akibat stroke (Clark, 2002). Akan tetapi pada penelitian yang lain pemberian enlimomab (anti ICAM-1) didapatkan hasil yang buruk yang mungkin karena timbulnya antibodi terhadap enlimomab tersebut (Furuya et al., 2001). Pengarahan leukosit ke jaringan otak pada pasien stroke iskemik akut merupakan salah satu hasil dari reaksi iskemik SSP, leukosit muncul setelah terjadi pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang merangsang leukosit di marginal pool dan leukosit matur di sumsum tulang memasuki sirkulasi. Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adalah neutrofil. Leukosit itu sendiri dapat menimbulkan lesi yang lebih luas pada daerah iskemik dengan cara menyumbat mikrosirkulasi dan vasokonstriksi serta infiltrasi ke neuron kemudian melepaskan enzim hidrolitik, pelepasan radikal bebas dan lipid peroksidase (Muhibbi, 2004). 3.
CT-Scan a. Definisi commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
CT-Scan (Computer Tomography Scan) merupakan pemeriksaan khusus yang mutakhir, tidak berbahaya, tidak menyakiti, dapat cepat dkerjakan, dan banyak memberikan informasi yang dapat diandalkan. CT-Scan diperkenalkan pada dunia kedokteran oleh EMI Limited London pada tahun 1972 melalui kongres British Institute of Radiology (Mahar & Priguna, 2006). CT-Scan bukan merupakan foto langsung dari jaringan otak, melainkan merupakan rekonstruksi matematis dari jaringan otak (Risono, 2004). Gambaran CT-Scan dapat menunjukkan jaringan lunak, tulang, otak, dan pembuluh darah. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area otak abnormal dan dapat menunjukkan penyebab stroke. CT-Scan juga dapat memperlihatkan ukuran dan lokasi otak yang abnormal akibat tumor, kelainan pembuluh darah, pembekuan darah, dan masalah lainnya (Risono, 2004). b. Gambaran CT-Scan Stroke Iskemik Kelainan
berupa
perdarahan
serebral/intrakranial
dapat
ditemukan pada stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non hemoragik dapat ditemukan kelainan berupa gambaran infark serebri. Pada perdarahan memperlihatkan kepadatan yang tinggi, sedangkan infark tampak dengan kepadatan yang rendah. Infark segar yang baru terjadi biasanya tidak dapat dikenal pada CT-Scan. Setelah infark itu berusia 3 - 4 hari, lesi dapat dijumpai sebagai bercak yang hipodens, biasanya ditemukan di daerah perdarahan arteri serebri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
anterior, media, atau posterior, bentuknya seperti baji. Edema yang menyertai infark serebri tampak dalam 3 minggu setelah infark terjadi, baik di substansi alba maupun di substansi grisea (Mahar & Priguna, 2006). Secara histopatologis terdapat 3 fase infark serebri, yaitu : 1) Pada awalnya terjadi perlunakan disertai edema intraseluler dan ekstraseluler. 2) Perlunakan lebih lanjut mulai tampak pada hari kedua, disertai disintegrasi selubung medula dan kariolisis sel-sel makroglia serta terjadi fagositosis selubung medula secara progresif oleh sel-sel limfosit granuler (mikrogliosit dan histiosit). 3) Terbentuk kista ensefalomalasia dengan jeratan-jeratan dendrit dan sisa-sisa pembuluh darah yang berisi cairan seperti likuor. Fokus-fokus perlunakan yang lebih kecil, sembuh dengan meninggalkan bekas jaringan parut glia. Pada CT-Scan, fase awal infark serebri tampak sebagian daerah dengan densitas sedikit menurun dan batas yang tidak jelas, mungkin ada proses desak ruang sehingga likuor yang berdekatan mengalami penekanan. Lebih lanjut densitas daerah infark akan semakin menurun, gambaran akan semakin jelas, terjadi gambaran bentuk baji yang khas sesuai dengan daerah perdarahan arteri serebral. pada fase akhir (sesudah kista ensefalomalasia), khas tampak adanya daerah berbatas tegas dengan densitas seperti likuor, yang mungkin disertai commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan pelebaran ventrikel yang berdekatan dan cisterna sebagai akibat adanya defek substansi (Risono, 2004). c. Hubungan Lamanya Waktu Pengambilan CT-Scan dan Terjadinya Gambaran Infark pada Stroke Iskemik Diagnosis stroke iskemik dapat ditegakkan bila terdapat gambaran infark pada pemeriksaan CT-Scan. Namun, pada beberapa kasus bisa saja area otak tidak menunjukkan abnormalitas pada beberapa jam awal stroke. Kemungkinan dikarenakan region yang terlau kecil untuk dapat dilihat dengan CT-Scan atau karena adanya bagian
dari
otak
(brainstem
atau
cerebellum)
yang
tidak
menunjukkan bayangan yang jelas pada pemeriksaan CT-Scan (Risono, 2004). CT-Scan menunjukkan nilai positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai dengan berat setelah 2 - 7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3 - 6 jam kejadian (Kalafut et al., 2000). Kummer et al. (1996) juga menyebutkan bahwa pada 6 jam pertama setelah onset iskemik, 31 % CT-Scan dapat menunjukkan kesalahan diagnosis. Walaupun pada CT-Scan mungkin menunjukkan adanya infark pada 3 - 6 jam awal setelah onset, lebih dari 60 % CT-Scan menunjukkan gambaran normal pada beberapa jam pertama setelah onset stroke iskemik. Oleh karena itu, diagnosis klinis stroke akan sulit pada beberapa jam pertama setelah onset, maka perlu dilakukan commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemeriksaan lagi setelah beberapa hari tidak hanya untuk memastikan intracerebral hemoragik atau tumor tapi juga untuk mengkonfirmasi kemungkinan terjadinya stroke iskemik (Patel et al., 2001). Berdasarkan waktunya dapat dilihat perjalanan infark otak sebagai berikut (Djoenaidi, 1994) : 1) 0 - 6 jam : stadium inaktivasi fungsional dengan kemungkinan sembuh total. 2) 6 - 12 jam : stadium inaktivitas fungsional, dengan kemungkinan sembuh parsial. Pada penutupan akibat emboli kerusakan sel mulai setelah 4 - 6 jam (eosinofili dari sitoplasma, piknosis). Pada penutupan akibat trombosis yang timbul secara pelan-pelan, kerusakan mulai setelah 8 - 12 jam. 3) 12 - 24 jam : stadium inaktivasi fungsional. Kesembuhan total mungkin bila iskemi hanya parsial. 4) 24 - 36 jam (hari 1 - 2) : stadium permulaan infark. 5) 48 - 72 jam (hari 2 - 3) : tanda-tanda pasti dari infark otak. Terdapat edema substansi putih, CT-Scan positif, tanda-tanda kenaikan
tekanan
intrakranial,
herniasi
transtentorial
dan
penekanan batang otak. 6) Hari 4 : terdapat makrofag yang mengandung lemak (fat granule cells) dalam infark, proliferasi dan hipertrofi astroglia pada tepi infark. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
7) Hari 7 - 10 : membuburnya infark (encephalomalacia), edema mulai berkurang, proliverasi vaskular pada tepi infark. 8) Setelah beberapa bulan : Infark berubah menjadi kista; dinding glia pada tepi kista, penimbunan makrofag. Sedangkan menurut Crisi et al. (1984), pembagian stadium infark serebri berdasarkan gambaran CT-Scan adalah sebagai berikut : 1) Fase akut Fase akut dinilai setelah onset sampai dengan 7 hari. Dibagi menjadi beberapa sub stage, yaitu : a) Sub stage I : onset sampai dengan 24 jam b) Sub stage II : 24 jam sampai dengan 7 hari 2) Fase sub akut Fase sub akut dinilai sejak 8 hari sampai dengan 21 hari. Dibagi menjadi beberapa sub stage, yaitu : a) Sub stage I : 8 sampai 14 hari b) Sub stage II : 15 sampai 21 hari 3) Fase kronik Fase kronik dinilai lebih dari 3 minggu. Dibagi menjadi beberapa sub stage, yaitu : a) Sub stage I : 3 minggu sampai 2 bulan b) Sub stage II : lebih dari 2 bulan Gambaran CT-Scan pada 24 jam post stroke (akhir sub stage I fase akut) akan nampak area hipodens dengan batas tidak tegas dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
pada umumnya tampak efek masa yang nyata. Sedangkan infark serebri pada sub stage I fase akut (kurang dari 24 jam), pencitraan dengan CT-Scan didapatkan gambaran normal (Kalafut et al., 2000). Pada sub stage II fase akut area infark akan lebih jelas terlihat sebagai area hipodens yang lebih homogen dengan atenuasi berkurang lebih dari 50 %, kadang-kadang sampai 75 % dari parenkim otak normal. Gambaran hipodens ini akibat dari perkembangan edema di mana intra dan ekstra sel banyak mengandung air, juga dijumpai adanya efek masa yang ditandai dengan kompresi ventrikel dan sub arachnoid space yang menggeser struktur mediana. Bentuk area hipodens ini menggambarkan mangenai sebagian atau seluruh daerah yang memperdarahi. Infark superfisial pada umumnya berbentuk linier atau rectangular. Sementara infark total, sebagai contoh akibat sekunder dari oklusi kompleta arteri serebri media, biasanya berbentuk trapezoid. Infark sentral pada umumnya berukuran kecil agak bundar, oval atau seperti nukleus lentikuler atau berbentuk koma (Kalafut et al., 2000). Pada fase sub akut, area hipodens lebih homogen dengan batas yang lebih jelas dan efek masa yang berkurang. Berkurangnya efek masa secara langsung menunjukkan berkurang atau menghilangnya edema, dan lengkap pada hari ke 21 pada onset stroke. Pada efek pengabutan karakteristik ditandai dengan bertambahnya densitas infark mendekati parenkim otak normal (Kalafut et al., 2000). commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada fase kronik, yang oleh Kalafut et al. (2000) disebut dengan encephalomalasia, akan terlihat sebagai area hipodens dengan densitas sesuai dengan densitas likuor dan berbatas jelas berbentuk cavitas cystic. Perjalanan kronik lesi ini biasanya disertai dengan berkurangnya volume lesi pada fase akut atau sub akut. Pada fase ini akan tampak adanya efek masa akibat dari berkurangnya volume parenkim pada nekrosis, biasanya dijumpai setelah 2 bulan.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Arterosklerosis
Obstruksi mikrovaskuler & vasokontriksi
Iskemik SSP & kegagalan metabolik aerob
Neurotransmiter eksitatorik
Respon inflamasi : pelepasan sitokin
Gangguan pompa ion
PD
Ca++ influks
Infeksi
Aktivasi enzim : Protease, Lipase kinase, calmodulin, nNOS
Pelepasan radikal bebas
Apoptosis
Molekul adesi sel
Infiltrasi ke sel neuron
L E U K O S I T
Kerusakan membran
Kematian sel 1. Waktu pengambilan gambaran lesi 2. Mekanisme stroke ·
Stress fisik : kerja berlebihan, anestesi, kejang
Ukuran lesi
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
commit to user
Obat : kortikosteroi d, lithium, β agonis
Alergi
Kelainan primer sumsum tulang
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Terjadi reaksi inflamasi pada stroke iskemik akut yang ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit. 2. Ada hubungan antara hitung jumlah leukosit darah tepi dan volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik akut di RSUD Dr. Moewardi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Rawat Inap Unit Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pasien Bagian Rawat Inap Unit Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi. 1. Kriteria inklusi a. Pasien stroke iskemik laki-laki dan perempuan usia 40 - 80 tahun. b.
Pasien stroke iskemik yang melakukan pemeriksaan CT-Scan kepala.
c. Pasien stroke iskemik yang melakukan pemeriksaan hitung leukosit pada 24 - 72 jam pertama setelah onset stroke. d. Pasien/keluarga bersedia menjadi subyek penelitian. 2. Kriteria ekslusi a. Pasien stroke iskemik yang tidak dilakukan pemeriksaan CT-Scan. b. Pasien stroke iskemik yang melakukan CT-Scan kepala < 24 jam post onset stroke.
commit to user
33
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Pasien stroke iskemik dengan faktor yang menyebabkan perubahan pada hitung leukosit : ditemukan adanya riwayat demam sebelum onset, riwayat kelainan darah, riwayat adanya keganasan.
d. Pasien stroke campuran : infark dan hemoragik. D. Teknik sampling Pengambilan sampel dilakukan secara sistematic random sampling di mana yang di random adalah kamar pasien bernomor ganjil. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Jumlah sampel berdasarkan patokan umum sampel minimal untuk analisis bivariate yakni rule of thumb sebanyak 30 sampel. Ukuran sampel tersebut merupakan ukuran minimal setelah peneliti melakukan restriksi terhadap populasi sumber sampel. Jumlah sampel tersebut secara statistik mampu memberikan hasil yang konsisten dan valid (Murti, 2010). E. Rancangan Penelitian Pasien Stroke Iskemik Instalasi Rawat Inap Unit Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Systematic random sampling Sampel
Ukuran volume infark pada gambaran CT-Scan kepala
Hitung jumlah leukosit
Regresi Linier Sederhana
Gambar 2. Skema Rancangan commit to user Penelitian
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Identifikasi Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas
: Volume infark pada stroke iskemik akut
2.
Variabel terikat
: Hitung leukosit darah tepi
3.
Variabel luar
:
a. Variabel luar terkendali : 1)
Gangguan imunitas
2)
Penyakit yang berkaitan dengan sel darah
3)
Riwayat alergi
4)
Luka bakar
5)
Arthritis
6)
Waktu pengambilan CT-Scan
7)
Waktu pemeriksaan hitung leukosit.
8)
Penggunaan obat kortikosteroid
9)
Temperatur
b. Variabel luar tidak terkendali : 1)
Infeksi tanpa demam
2)
Stres (over exercise, cemas)
3)
Mekanisme stroke (letak pembuluh darah yang terkena stroke)
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1.
Hitung jumlah leukosit Leukosit yang diukur berasal dari darah tepi, 24 - 72 jam post onset stroke karena migrasi leukosit paling banyak terjadi pada 24 - 72 jam setelah onset iskemik, kemudian menurun sampai hari ke 7 (Clark, 2002). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlahnya dihitung tiap mm3 volume darah dengan terlebih dulu membuat pengenceran dari darah yang diperiksa. Konsentrasi leukosit dalam darah adalah : a. Neutrofil 62 % b. Eosinofil 2,3 % c. Basofil 0,4 % d. Monosit 5,3 % e. Limfosit 30 %
(Guyton & Hall, 1997)
Harga rujukan leukosit berkisar antara 5000 - 10.000/µl (Gandasoebrata, 2004). Skala variabel adalah skala rasio. 2.
Volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pada stroke iskemik akut Volume infark adalah banyaknya jaringan otak yang mengalami kematian sel dapat diukur dengan CT-Scan tanpa kontras, tampak dengan daerah dengan kepadatan rendah (hipodens). Gambaran CTScan yang digunakan sebagai sampel adalah ≥ 24 jam - 72 jam post onset stroke. Gambaran CT-Scan pada 24 jam post stroke (akhir sub stage I fase akut) akan nampak area hipodens dengan batas tidak tegas dan pada umumnya tampak efek masa yang nyata. (Kalafut et al., 2000). Pada 48 - 72 jam post onset, tanda-tanda pasti infark otak akan jelas lebih terlihat sebagai area hipodens yang lebih homogeny (Djoenaidi, 1994). commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rumus penghitungan yang digunakan adalah : Volume infark = 0,5 x A x B x C A = Diameter horizontal dari infark, diukur menggunakan kaliper B = Diameter vertikal terbesar dari infark, diukur menggunakan kaliper C = Jumlah slice infark yang tampak (Worp et al., 2001) Skala variabel adalah skala rasio. G. Alat dan Bahan Penelitian Pada penelitian kali ini digunakan data klinis pasien stroke iskemik RSUD Dr. Moewardi, pengukuran hitung leukosit darah tepi, dan hitung volume infark pada gambaran CT-Scan kepala pasien stroke iskemik. Alat pengukur leukosit yang digunakan di Rumah Sakit Dr. Moewardi adalah Fotometer Hitachi dengan harga rujukan 4,5 - 11.103/µl. Alat pengukur jenis leukosit yang digunakan di Rumah Sakit Dr. Moewardi adalah Fotometer Hitachi dengan harga rujukan Neutrofil 38 - 71 %, Limfosit 22 - 40 %, Monosit 4 - 8 %, Basofil 0 - 1 %, Eosinofil 1 - 4 %. Sedangkan sampel yang diukur adalah sampel darah tepi pasien stroke iskemik 24 - 72 jam post stroke. Pengukuran volume infark berdasarkan hasil pemeriksaan CT-Scan kepala penderita stroke iskemik ≥ 24 - 72 jam post stroke di Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi. H. Teknik Analisis Data Statistik Untuk mengetahui bentuk dua hubungan variabel digunakan analisis commit to user regresi linier sederhana. Tujuan analisis regresi adalah membuat perkiraan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(prediksi) nilai suatu variabel (variabel dependen) melalui variabel yang lain (variabel independen) (Sabri & Hastono, 2006). Secara matematis persamaan garis adalah sebagai berikut :
Y = a + b.x Y = Jumlah leukosit (mm3) X = Volume infark otak (ml) b = Koefisien regresi merupakan arah garis regresi dan menunjukkan besarnya perubahan X yang mengakibatkan perubahan pada Y a = Y intercept, yaitu perpotongan antara garis regresi dengan sumbu Y H0 : b = 0; HA : b ≠ 0 Data yang diperoleh akan dianalisis dengan SPSS for Windows 19. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 5% (p < 0,005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi sejak bulan April sampai dengan Juli 2011. Selama kurun waktu tersebut didapatkan 30 penderita stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan. Sampel ditentukan secara random dan disajikan sebagai berikut : Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Stroke Iskemik Jumlah
%
Laki-laki
18
60
Perempuan
12
40
Total
30
100
Berdasarkan
tabel 1, diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah
penderita stroke iskemik lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 orang (60 %) dibanding yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 orang (40 %) dari keseluruhan 30 orang responden.
commit to user
39
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur No
Usia (tahun)
Stroke Iskemik Jumlah
%
1.
41-50
5
16,67
2.
51-60
9
30
3.
61-70
14
46,67
4.
71-80
2
6,67
Jumlah Total
30
100
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa penderita stroke iskemik terbanyak pada kelompok usia 61 - 70 tahun yaitu sebanyak 14 orang (46,67 %) sedangkan jumlah penderita stroke paling sedikit pada kelompok usia 71 80 tahun yaitu sebanyak 2 orang (6,67 %). Hasil hitung leukosit didapat dengan melihat hasil pemeriksaan hitung leukosit laboratorium pada data klinis pasien stroke iskemik. Alat pengukur leukosit yang digunakan di RSUD Dr. Moewardi adalah Fotometer Hitachi dengan harga rujukan 4,5 - 11 .103/µL. Statistik hasil hitung leukosit untuk semua kelompok sampel ditunjukkan oleh tabel berikut: Tabel 3: Hasil Hitung Leukosit Darah Tepi Semua Kelompok Sampel. *
Hasil hitung leukosit
Jumlah
Rerata
Nilai maksimum
Nilai minimum
30
8,41
14,70
5,80
(103/µL)
*) tabel output SPSS untuk statistik hasil hitung leukosit semua kelompok sampel dapat dilihat pada lampiran 6. Semua data hasil hitung leukosit semua sampel lengkap dan tidak ada data yang hilang (missing). Rata-rata commit to (mean) user hasil hitung leukosit pada 30
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
sampel penderita stroke iskemik adalah 8,41. 103/µL. Nilai hitung leukosit terbesar yang didapat adalah 14,7. 103/µL dan nilai hitung terkecil yang didapat adalah 5,8. 103/µL. Histogram berikut menggambarkan frekuensi hasil hitung leukosit untuk masing-masing kelompok sampel. Terlihat nilai hitung leukosit yang paling sering muncul (modus) pada penderita stroke iskemik berkisar antara 8 - 9. 103/µL.
Gambar 3: Histogram Frekuensi Hasil Hitung Leukosit Darah Tepi Stroke Iskemik Akut
Hasil statistik hitung volume infark pada gambaran CT-Scan tanpa kontras untuk semua kelompok sampel ditunjukkan oleh tabel berikut: commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4: Hasil Hitung Volume Infark CT-Scan Semua Kelompok Sampel *.
Hasil hitung volume
Jumlah
Rerata
Nilai maksimum
Nilai minimum
30
5,48
12,51
0,26
infark (mm3)
*) tabel output SPSS untuk statistik hasil hitung volume infark CT-Scan semua kelompok sampel dapat dilihat pada lampiran 7. Semua data hasil hitung volume infark CT-Scan semua sampel lengkap dan tidak ada data yang hilang (missing). Rata-rata (mean) hasil hitung volume infark pada 30 sampel penderita stroke iskemik akut adalah 5,48 mm3. Nilai hitung volume infark terbesar yang didapat adalah 12,51 mm3 dan nilai hitung terkecil yang didapat adalah 0,26 mm3. Histogram berikut menggambarkan frekuensi hasil hitung leukosit volume infark untuk masing-masing kelompok sampel. Terlihat nilai hitung volume infark yang paling sering muncul (modus) pada penderita stroke iskemik berkisar antara 5,95 - 7,88 mm3.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4: Histogram Frekuensi Hasil Hitung Volume Infark CT-Scan Kepala Stroke Iskemik Akut
Dari diagram tebar dapat diperoleh informasi tentang pola hubungan dua variabel dan dapat diketahui pula keeratan hubungan dari kedua variabel tersebut. Nilai-nilai sebaran berada di sekitar garis lurus dengan tebaran yang cukup rapat, mengarah ke atas, maka bisa dikatakan bentuk linier positif.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Y-Values 16
Hitung Leukosit (.10 3 /µL)
14 12 10 8
Y-Values
6
Linear (Y-Values)
4 2 0 0 5 10 15 Volume Infark CT-Scan Kepala Stroke Iskemik Akut (mm3 )
Gambar 5: Diagram Tebar Pola Hubungan Jumlah Leukosit Darah Tepi dan Volume Infark Penderita Stroke Iskemik Akut.
B. Analisis Data Untuk mengetahui apakah di antara variabel volume infark dan jumlah leukosit terdapat hubungan yang signifikan, alat uji asosiasi yang digunakan meliputi korelasi dan regresi. Metode korelasi membahas keeratan hubungan, dalam hal ini keeratan hubungan antara jumlah leukosit dan volume infark stroke iskemik akut, maka metode regresi akan membahas prediksi (peramalan), dalam hal apakah jumlah leukosit di masa datang bisa diramalkan jika volume infark stroke iskemik akut diketahui. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji korelasi: sebaran skor dalam kelompok dari tiap kelompok yang dibandingkan harus sama, dan distribusi populasi yang diperoleh dari sampel harus berbentuk lonceng, normal, atau simetris (Sevilla et al., 1993). Dalam analisis regresi, akan commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikembangkan sebuah persamaan regresi, yaitu suatu formula yang mencari nilai leukosit dari nilai volume infark pada stroke iskemik akut yang diketahui. Uji normalitas yang dipakai di sini adalah uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel data 30 buah. Didapat untuk hasil jumlah leukosit penderita stroke iskemik akut tingkat signifikansi 0,122 pada pria dan 1,0 pada wanita yang berarti lebih besar dari 0,05. Sedangkan untuk volume infark penderita stroke iskemik akut tingkat signifikansi 0,497 pada pria dan 0,058 pada wanita yang berarti juga lebih besar dari 0,05, maka dikatakan distribusi sampel adalah normal (lampiran 8). Selanjutnya perlu dilakukan uji homogenitas varian untuk melihat apakah sampel mempunyai varians yang sama. Tabel pada lampiran 9 menampilkan uji homogenitas varians dengan uji Levene. Nilai signifikansi mean leukosit dengan uji Levene adalah 0,141, yang berarti lebih besar dari 0,05. Demikian pula jika dasar pengukuran adalah median data, angka kemaknaan sebesar 0,137, yang tetap lebih besar dari 0,05. Sedangkan pada volume infark, nilai signifikansi mean adalah 0,253 dan nilai signifikansi median adalah 0,323, yang tetap lebih besar dari 0,05. Maka dikatakan data berasal dari populasi dengan varians yang sama. Setelah dilakukan analisis normalitas data dan homogenitas varians, selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan regresi sederhana. Besar hubungan antarvariabel leukosit dan volume infark yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,944 (lampiran 10). Hal ini menunjukkan hubungan yang sangat erat (mendekati 1). Arah hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,944) menunjukkan semakin besar volume infark akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
membuat jumlah hitung leukosit cenderung meningkat, demikian pula sebaliknya, makin kecil volume infark makin kecil pula jumlah hitung leukosit. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas) menghasilkan angka 0,000 Karena probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antar 2 variabel sangat nyata. Angka R square adalah 0,891 (adalah pengkuadratan dari koefisien korelasi atau 0,944 x 0,944 = 0,891). R square biasa disebut koefisien determinasi, yang dalam hal ini berarti 89,1 % dari variasi hitung leukosit pada penderita stroke iskemik akut bisa dijelaskan oleh volume infarknya. Sedangkan sisanya (100 % 89,1 % = 10,9 %) dijelaskan oleh sebab-sebab lain (lampiran 11). Standard Error of Estimate adalah 0,62509 atas 0,62509.103/µL (satuan yang dipakai adalah variabel hitung leukosit). Pada analisis sebelumnya, Standar Deviasi leukosit adalah 1,86339.103/µL yang jauh lebih besar dari standard error of estimate. Karena lebih kecil dari standar deviasi leukosit, maka model regresi lebih bagus dalam bertindak sebagai prediktor leukosit daripada rata-rata leukosit itu sendiri. Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung adalah 229,705 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi leukosit. Dari hasil analisis regresi dapat digambarkan persamaan : Y = 5,076 + 0,608 X X = volume infark Y = hitung jumlah leukosit commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Koefisien intercept sebesar 5,076 menyatakan bahwa jika tidak ada volume infark maka leukosit adalah 5,076.103/µL. Koefisien regresi sebesar 0,608 dengan taraf signifikansi 0,000 menyatakan bahwa setiap penambahan (tanda +) 1 mm3 volume infark akan meningkatkan leukosit sebesar 0,608. 103/µL dan sebaliknya. Jadi tanda + menyatakan arah hubungan yang searah, di mana kenaikan atau penurunan variabel independen (X) akan mengakibatkan kenaikan/penurunan variabel dependen (Y). Uji t untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel dependen (leukosit). Persamaan regresi di atas akan diuji apakah memang valid untuk memprediksi variabel dependen. Dengan kata lain, akan dilakukan pengujian apakah volume infark benar-benar bisa memprediksi leukosit. Ada 2 cara pengambilan keputusan, yakni dengan membandingkan statistik hitung dan statistik tabel dan berdasarkan probabilitas. 1. Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel Hipotesis untuk kasus ini : Ho = Koefisien regresi tidak signifikan H1 = koefisien regresi signifikan Jika statistik t hitung < statistik t tabel, maka Ho diterima Jika statistik t hitung > statistik t tabel, maka Ho ditolak Dari tabel output lampiran 11 terlihat bahwa t hitung adalah 15,156. Prosedur mencari statistik tabel dengan kriteria : a. Tingkat signifikansi (α) = 10 % untuk uji dua sisi b. df (derajad kebebasan) = jumlah data – 2 atau 30 - 2 = 28 commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Uji dilakukan dua sisi karena ingin mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi. d. Untuk t tabel dua sisi, didapat angka 2,1604. Karena statistik hitung > statistik tabel (15,156 > 2,1604), maka Ho ditolak. 2. Berdasarkan probabilitas Jika probabilitas > 0,025, maka Ho diterima. Jika probabilitas < 0,025, maka Ho ditolak. Uji dilakukan dua sisi, sehingga nilai probabilitas = 0,05/2 = 0,025 Terlihat bahwa pada kolom sig/significance adalah 0,000 atau probabilitas jauh di bawah 0,025. Maka Ho ditolak, atau koefisien regresi signifikan, atau hitung jumlah leukosit benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap volume infark stroke iskemik akut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Unit Rawat Inap Bagian Penyakit Saraf Rumah Sakit Dr. Moewardi pada bulan April-Juli 2011 diperoleh data sebagaimana telah disajikan pada tabel di atas. Dari sebanyak 30 sampel yang ada, didapatkan jumlah penderita stroke yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang (60 %) lebih banyak dari yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 orang (40 %) (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan penelitian Sacco (2001) yang mendapatkan perbandingan jenis kelamin laki-laki : perempuan penderita stroke adalah 1,3 : 1 dan didapatkan perbandingan yang berbeda sesuai dengan jenis stroke. Pada stroke hemoragik, perbandingan jenis kelamin adalah 3 : 1, lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik yaitu 1,8 : 1. Penelitian yang lain di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997 dengan kasus pada pria lebih banyak daripada wanita (Misbach, 2007). Pada penelitian ini didapatkan distribusi sampel berdasarkan usia yang menunjukkan bahwa penderita stroke terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 14 orang (46,67 %). Menurut Sacco et al., (2001) angka kejadian stroke iskemik meningkat dua kali lipat tiap sepuluh tahun setelah umur 55 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Sedangkan Suroto commit to user
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2004) menyatakan bahwa risiko stroke meningkat dua kali lipat tiap 10 tahun setelah umur 35 - 44 tahun. Penelitian lain oleh Misbach (2007) menyatakan bahwa penyakit serebrovaskuler atau stroke menyerang kelompok usia di atas 40 tahun. Kejadian stroke terbanyak pada golongan usia di atas 60 tahun. Menurut Harsono (2004), salah satu faktor risiko stroke yang tidak dapat dimanipulasi adalah usia yang semakin bertambah. Sedangkan studi lain menyatakan salah satu faktor risiko stroke yang terjadi pada usia tua adalah terjadinya arterosklerosis. Semakin tua kecenderungan mengalami arterosklerosis juga semakin meningkat. Setelah usia 30 tahun, lesi arterosklerotik mulai tampak di sana-sini. Setelah usia 50 tahun, tampak
ada
kecenderungan
arteri
serebral
kecil
yang
terkena
proses
arterosklerotik sehingga semakin banyak pembuluh darah yang tersumbat dan akan menyebabkan kurangnya pasokan darah ke daerah otak yang membutuhkan, inilah yang menyebabkan terjadinya stroke (Mahar & Priguna, 2006). Sampel leukosit darah tepi yang diambil pada penelitian ini direstriksi hanya leukosit 24 - 72 jam post stroke mengingat puncak kenaikan leukosit terjadi pada jam tersebut. Sedangkan volume infark CT-Scan digunakan hasil ≥ 24 jam - 72 jam post stroke. Infark serebri pada sub stage I fase akut (kurang dari 24 jam), pencitraan dengan CT-Scan didapatkan gambaran normal dan setelah periode 72 jam mulai tampak gambaran encephalomalacia (Kalafut et al., 2000). Data yang diperoleh menunjukkan rerata hitung leukosit darah tepi pada stroke iskemik 8,41.103/µL. Jumlah ini adalah masih dalam rentang nilai normal (range 5000 - 10000/µL) (Gandasoebrata, 2004). Hasil ini tidak sesuai dengan commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hipotesis di mana terjadi kenaikan leukosit pada fase akut stroke iskemik. Hal ini mungkin terjadi mengingat luas daerah yang mengalami lesi iskemik tidak cukup besar untuk menimbulkan reaksi radang umum yang hebat. Leukosit yang terkerahkan melalui reaksi radang terkumpul di daerah yang mengalami iskemik sehingga leukosit darah tepi berjumlah rendah atau normal (Ritter et al., 2000). Pada stroke iskemik, mediator proinflamasi akan menstimulasi reaksi inflamasi, antara lain dengan peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi migrasi leukosit melalui sawar darah otak yang masih utuh. (Muhibbi, 2004). Seperti yang telah disebutkan oleh Buck et al., (2008) bahwa peningkatan jumlah leukosit dan pada khususnya neutrofil terjadi setelah onset stroke dengan respon inflamasi yang lebih besar akan meningkatkan jaringan iskemik otak yang lebih besar pula. Hal ini akan terjadi karena infark yang luas akan memicu peningkatan respon stres dan inflamasi sebagai reaksi sekunder pada cedera otak awal. Rekruitmen neutrofil dapat dideteksi seawal mungkin 5 jam setelah onset stroke dan mencapai puncak dalam 24 jam. Sesuai dengan analisis data yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya maka hipotesis penelitian diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara jumlah leukosit dan volume infark pada stroke iskemik akut di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Dalam penelitian ini didapatkan koefisien korelasi 0,944, p < 0,05. Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun bisa dijadikan pedoman sederhana bahwa angka korelasi di atas 0,5 commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedangkan tanda (+) menunjukkan arah hubungan yang sama (Santoso, 2011). Dari hasil analisis didapatkan koefisien regresi sebesar 0,608 dari persamaan Y = 5,076 + 0,608 X. Angka ini menunjukkan setiap penambahan 1 mm3 volume infark akan meningkatkan jumlah leukosit sebesar 0,608 .103 /µL. Namun apakah persamaan regresi di atas memang valid untuk memprediksi variabel dependen, perlu dilakukan uji signifikansi dengan uji t untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel depeden. Hasil uji t menunjukkan nilai signifikansi 0,000 atau probabilitas jauh di bawah 0,05. Hal ini berarti koefisien regresi signifikan (volume infark benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah leukosit). Kemungkinan terjadi kesalahan dalam uji statistik parametrik telah diantisipasi dengan dilakukannya uji normalitas data dan uji homogenitas varians. Sebaran data yang normal dan varians populasi sampel yang identik
telah
dipenuhi,
sehingga
hasil
analisis
di
atas
dapat
dipertanggungjawabkan. Hal di atas sesuai dengan hasil penelitian Buck et al., (2008), bahwa terdapat hubungan yang jelas antara ukuran lesi infark dan peningkatan marker respon inflamasi sistemik termasuk hitung leukosit, C-reactive protein, suhu tubuh, dan biomarker-biomarker inflamasi lain. Jumlah total leukosit dan neutrofil berhubungan dengan volume lesi infark yang tampak pada DWI MRI mengesankan bahwa respon inflamasi terjadi segera, sebelum meluasnya volume infark atau jaringan nekrotik. Peningkatan jumlah leukosit, khususnya neutrofil terjadi setelah onset stroke dengan konsekuensi respon inflamasi yang lebih besar commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan meningkatkan jaringan iskemik otak yang lebih besar pula. Telah diakui bahwa hubungan neutrofil dan volume lesi infark yang diteliti merupakan sebuah epifenomena. Infark yang luas memicu peningkatan respon stres dan inflamasi sebagai reaksi sekunder pada cedera otak awal. Penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yaitu penelitian ini bersifat cross sectional di mana penyebab dan efek antara hitung jumlah leukosit dan volume infark CT-Scan kepala tidak dapat diukur. Untuk mengontrol faktor infeksi premorbid hanya digunakan indikator peningkatan suhu tubuh. Infeksi sistemik dapat saja terjadi tanpa peningkatan suhu tubuh, penelitian selanjutnya seharusnya memasukkan biomarker-biomarker inflamasi untuk mengontrol infeksi. Selain itu ada beberapa variabel luar yang tidak diperhitungkan padahal ikut juga mempengaruhi hasil hitung jumlah leukosit yaitu sub tipe stroke iskemik berdasarkan letak pembuluh darah yang terkena stroke yang terkait dengan mekanisme stroke. Pada penelitian selanjutnya, perlu ditentukan juga batas-batas toleransi waktu pengambilan hitung jumlah leukosit dan waktu pengambilan CTScan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara hitung jumlah leukosit darah tepi dan volume infark pada CT-Scan kepala penderita stroke iskemik akut. 2. Dari persamaan
regresi diketahui bahwa peningkatan 1 mm3 volume
infark akan meningkatkan jumlah leukosit sebesar 0,608 .103 /µL. 3. Rerata hitung jumlah leukosit pada stroke iskemik akut masih dalam rentang nilai normal yakni 8,41 .103/µL (range 5000 - 10000/µL). B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengontrol variabel luar, misalnya biomarker-biomarker inflamasi untuk mengontrol infeksi, sub tipe stroke iskemik berdasarkan letak pembuluh darah yang terkena stroke, jumlah sampel lebih besar, jenis penelitian selain cross sectional, dan tempat penelitian yang lebih luas atau bervariasi. 2. Disarankan dilakukan penelitian dengan parameter leukosit yang lebih spesifik, misalnya hitung jumlah neutrophil. Selain itu di ditentukan juga batas-batas toleransi waktu pengambilan hitung jumlah leukosit dan CTScan dengan harapan semakin memperkuat simpulan.
commit to user
54
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Berdasarkan penelitian di atas, maka penatalaksanaan stroke iskemik akut juga perlu mempertimbangkan kemungkinan perburukan kondisi keluaran pada pasien dengan hitung leukosit 24 - 72 jam post stroke yang tinggi.
commit to user
55