Korelasi antara Frekuensi Menghirup Asap…
KORELASI ANTARA FREKUENSI MENGHIRUP ASAP PABRIK GULA DAN JUMLAH GEJALA ISPA DI DESA CUKIR JOMBANG Irma Rizqi Taufika, Kuni Mawaddah, dan Sueb Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Malang
[email protected] ABSTRAK Asap pabrik gula mengandung gas oksida seperti COx, SOx, dan NOx yang menyebabkan ISPA jika terhirup. Pabrik gula yang berlokasi di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, asapnya terhirup masyarakat sekitar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui frekuensi menghirup asap pabrik gula, jumlah gejala ISPA, dan korelasi antara keduanya, serta deskripsi penderita ISPA. Metode yang digunakan berupa wawancara tertutup dengan teknik sampling tipe aksidental. Hasil penelitian menunjukkan semua masyarakat menghirup asap pabrik gula, sebagian mengalami sesak napas saat menghirup asap, juga gangguan kesehatan selama musim giling saat asap meningkat. Di antara tiga gejala ISPA ringan seperti batuk, pilek, dan demam selama 2 minggu berturut-turut, batuk paling banyak dialami masyarakat. Jumlah gejala ISPA berbeda pada tiap individu tergantung daya tahan tubuh. Hasil uji korelasi antara frekuensi menghirup asap pabrik dan jumlah gejala ISPA 0,538, nilainya lebih besar dari 0,5 maka dapat disimpulkan frekuensi menghirup asap pabrik dan jumlah gejala ISPA berkorelasi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan seluruh masyarakat Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang selalu menghirup asap pabrik, jumlah gejala ISPA seperti batuk, pilek, dan demam selama 2 minggu berturut-turut berbeda tiap individu, frekuensi menghirup asap pabrik dan jumlah gejala ISPA tidak berkorelasi,dan penderita ISPA memilikigejala yang spesifik. Kata kunci: frekuensi menghirup asap, gejala ISPA, pabrik gula
PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akibat saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.ISPA sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Secara umum terdapat tiga factor resiko terjadinya ISPA, yaitu factor lingkungan, factor individu anak, serta factor perilaku. Di desa Cukir, kecamatan Diwek, kabupaten Jombang tedapat sebuah Pabrik Gula Tjoekir. Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik gula tersebut diindikasikan banyak yang menderita ISPA akibat polusi asap dari Pabrik Gula Tjoekir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi menghirup asap pabrik gula, jumlah masyarakat yang mengalami gejala ISPA, dan korelasi antara keduanya, serta deskripsi penderita ISPA di desa Cukir, kecamatan Diwek, kabupaten Jombang. Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI).Istilah ISPA meliputi tiga unsure penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut.Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kumanata umikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinussinus, rongga telinga tengah dan pleura.Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan dan gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal.Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah beratc epat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes RI, 2008). Penyakit infeksi akut menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan aksesoris seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 pencemaran udaraa dalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara pernapasan oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara
80
Korelasi antara Frekuensi Menghirup Asap…
yang telah ditetapkan. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.Sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keseluruhan proses industri gula akan menghasilkan total sulfur tereduksi, SO2, NO2 dan opasitas. Zat tersebut dapat menyebabkan polusi udara. Udara yang telah tercemar SOx menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasaannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas yang lain sampai ke paru. Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena(Alberta, 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil wawancara, didapatkan jika 100% responden pernah menghirup asap Pabrik Gula Tjoekir dengan rincian 9,3% kadang menghirup, 37,2% sering menghirup, dan 53,5% sangat sering menghirup. Respons yang dialami saat menghirup asap berbeda-beda, 27,9% tidak pernah sesak napas, 38,4% kadang sesak napas, 26,7% sering sesak napas, dan 7% sangat sering sesak napas.Sedangkan yang mengalami gangguan kesehatan saat musim panen, dimana asap yang dihasilkan semakin banyak juga berbeda. Sebanyak 27,9% tidak pernah mengalami gangguan kesehatan selama musim giling tebu, 36% kadang mengalami gangguan kesehatan, 23,3% sering mengalami gangguan kesehatan, dan 12,8% sangat sering mengalami gangguan kesehatan. Data frekuensi tentang responden yang menghirup asap disajikan dalam tabel 1, 2,dan 3.
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada hari Sabtu 31 Oktober 2015 di desa Cukir, kecamatan Diwek, kabupaten Jombang. Penelitian ini menggunakan sampel jumlah masyarakat yang mengalami gejala ISPA yang akan diwakili oleh 86 orang warga Desa Cukir,Kecamatan Diwek,Kabupaten Jombang yang diambil secara kebetulan oleh peneliti, mulai dari warga yang tempat tinggalnya dekat dengan pabrik, warga yang berjualan di Pasar Cukir, juga para santri yang lokasi pesantrennya dekat dengan pabrik gula. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah non probability sampling tipe aksidential. Penelitian dilakukan dengan teknik wawancara tertutup (modivikasi dari Fillacano, 2013) kepada masyarakat sekitar Pabrik GulaTjoekir di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.Pertanyaan yang diajukan berupa keluhan akibat adanya asap pabrik, tentang hubungannya dengan pernapasan dan ketersediaan udara bersih. Untuk mengetahui frekuensi menghirup asap Pabrik Gula Tjoekir juga dilakukan dengan teknik wawancara tertutup. Data yang didapat berupa data interval menggunakan skala variable dengan rentang sangat sering, sering, kadang, dan tidak pernah. Data jumlah gejala ISPA dan frekuensi menghirup asap diuji korelasinya berdasarkan analisis statistik menggunakan aplikasi IBM SSPS 21.Analisis yang digunakan adalah teknik analisis korelasi Spearman karena data yang diuji tidak normal distribusinya.
Tabel 1. Frekuensi Responden yang Menghirup Asap Pabrik
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Tidak Pernah Kadang Valid Sering Sangat Sering Total
FrekuValid Persen Persen ensi Persen Kumulatif 0 0 0 0 8 9.3 9.3 9.3 32 37.2 37.2 46.5 46 53.5 53.5 100.0 86 100.0 100.0
Tabel 2. Frekuensi Responden yang Mengalami Sesak Nafas Setelah Menghirup Asap Pabrik Frekuensi Persen Tidakpernah Kadang Valid Sering SangatSering Total
24 33 23 6 86
27.9 38.4 26.7 7.0 100.0
Valid Persen Persen Kumulatif 27.9 27.9 38.4 66.3 26.7 93.0 7.0 100.0 100.0
Tabel 3. Frekuensi Responden yang Sering Mengalami Gangguan Kesehatan Saat Musim Giling Tebu Frekuensi Persen Tidakpernah Kadang Valid Sering SangatSering Total
24 31 20 11 86
27.9 36.0 23.3 12.8 100.0
Valid Persen Persen Kumulatif 27.9 27.9 36.0 64.0 23.3 87.2 12.8 100.0 100.0
Seluruh responden menyatakan pernah menghirup asap Pabrik Gula Tjoekir. Tabel 4 menunjukkan frekuensi responden yang menghirup asap Pbrik Gula Tjoekir berdasarkan kategori jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.
81
Korelasi antara Frekuensi Menghirup Asap…
Tabel 4. Frekuensi responden menghirup asap Pabrik Gula Tjoekir Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Presentase Kumulatif
Jenis Kelamin L P
29 57
33.7 66.3
33.7 100.0
9 22 22 32 1
10.5 25.6 25.6 37.2 1.2
100.0 26.7 89.5 64.0 1.2
1 7 1 16 2 8 31 1 8 1 1 3 1 1 2 1 1
1.2 8.1 1.2 18.6 2.3 9.3 36.0 1.2 9.3 1.2 1.2 3.5 1.2 1.2 2.3 1.2 1.2
1.2 9.3 10.5 29.1 31.4 40.7 76.7 77.9 87.2 88.4 89.5 93.0 94.2 95.3 97.7 98.8 100.0
Pendidikan Tidak tamat SD SMP SMA S1 Pekerjaan Buruh pabrik Buruh tani Guru Ibu rumah tangga Karyawan toko Mahasiswa Pedagang Pegawai bengkel Pelajar Pemilik bengkel Pemilik tokobangunan Pemilik warung Penjahit Penjual bakso Petani Tukang laundry Tukang loak
Tabel 6. Frekuensi Responden yang Pernah Mengalami Pilek Selama 2 Minggu Berturut-turut
Jumlah responden yang tekena gejala ISPA seperti batuk, pilek, dan demam selama dua minggu berturut-turut berbeda-beda. Responden yang tidak pernah batuk selama 2 mingggu berturut-turut sebanyak 18,6%, yang kadang 34,9%, sering 31,4%, dan sangat sering 15,1%. Responden yang tidak pernah mengalami pilek selama 2 minggu berturut-turut sebanyak 48,8%, yang kadang 40,7%, sering 5,8%, dan sangat sering 4,7%. Sedangkan responden yang tidak pernah mengalami demam selama 2 minggu berturut-turut sebanyak 47,7%, yang kadang 36%, sering 15,1%, dan sangat sering 1,2%. Data seperti pada Tabel 5, 6, dan 7.
Frekuensi Persen Tidakpernah Kadang Valid Sering SangatSering Total
42 35 5 4 86
48.8 40.7 5.8 4.7 100.0
Valid Persen Persen Kumulatif 48.8 48.8 40.7 89.5 5.8 95.3 4.7 100.0 100.0
Tabel 7. Frekuensi Responden yang Pernah Mengalami Demam Selama 2 Minggu Berturut-turut Frekuensi Persen Tidakpernah Kadang Valid Sering SangatSering Total
41 31 13 1 86
47.7 36.0 15.1 1.2 100.0
Valid Persen Persen Kumulatif 47.7 47.7 36.0 83.7 15.1 98.8 1.2 100.0 100.0
Dari hasil data yang diperoleh setelah diuji normalitasnya didapatkan hasil data tidak memenuhi distribusi normal seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. .116 86 .006 .971 86 .048
Frekuensi Menghirup Asap Gejala ISPA .155 86 .000 a. Lilliefors Significance Correction
.920
86
.000
Jumlah sampel yang digunakan lebih dari 50, maka uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Di dapat nilai signifikansi sebesar 0,006 untuk variabel menghirup asap dan 0,000 untuk variabel gejala ISPA. Karena nilai signifikansi kedua variabel kurang dari 0,05 maka dapat dikatakan kedua variabel sebarannya tidak normal. Untuk langkah selanjutnya dilakukan uji korelasi non parametrik yaitu korelasi Spearman seperti Tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji Spearman
Frekuensi Gejala Menghirup ISPA Asap Correlation Coefficient 1.000 .538** Frekuensi Sig. (2-tailed) . .000 Tabel 5. Frekuensi Responden yang Pernah Mengalami N 86 86 Spearman's Batuk Selama 2 Minggu Berturut-turut rho Correlation Coefficient .538** 1.000 Frekuensi Persen Valid Persen Gejala Sig. (2-tailed) .000 . Persen Kumulatif N 86 86 Tidak Pernah 16 18.6 18.6 18.6 Kadang 30 34.9 34.9 53.5 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 27 31.4 31.4 84.9 Valid Sering Sangat Sering 13 15.1 15.1 100.0 Hasil uji korelasi antara frekuensi menghirup asap Total 86 100.0 100.0 pabrik dan jumlah gejala ISPA, koefisien korelasi yang
didapat adalah 0,538, nilainya lebih besar dari 0,5 maka
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
82
Korelasi antara Frekuensi Menghirup Asap…
dapat disimpulkan frekuensi menghirup asap pabrik dan jumlah gejala ISPA berkorelasi. Pada saat menghirup asap, gas dan partikel dalam asap akan masuk dalam saluran pernapasan. Setiap individu mempunyai toleran yang berbeda apabila menghirup asap yang mengandung partikel tersebut. Ada individu yang mengalami sesak napas saat menghirup asap dan ada yang tidak. Akan tetapi saat asap terhirup, partikel di dalamnya akan terakumulasi dalam saluran pernapasan. Seluruh warga Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang pernah menghirup asap Pabrik Gula Tjoekir. Respons mereka terhadap pajanan asap pabrik berbeda-beda. Sebanyak 72,1% warga Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang mengalami sesak napas dan mengalami gangguan kesehatan terutama pada musim giling. Sedangkan yang tidak mengalami sesak napas dan gangguan kesehatan sebesar 27,9%. Pabrik gula menghasilkan emisi gas berupa CO2, NO2, dan SO2, dan partikel lain yang dibuang berupa asap. Gas tersebut dihasilkan dalam proses produksi mulai dari proses sulfitasi dan karbonatasi hingga alatnya yang berupa boller dan genzet. Asap pabrik gula berwarna kehitaman, saat dikeluarkan dari cerobong asap akan terbawa angin, dan menjatuhkan partikel halus yang dibawa ke daerah yang dilewatinya. Gas NO2 dan SO2 dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan apabila terhirup. SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis. dalam bentuk gas, SO2 dapat mengiritasi sistem pernapasan; pada pajanan yang tinggi (waktu singkat) mempengaruhi fungsi paru. SO2 merupakan produk samping H2SO4 yang memengaruhi sistem pernapasan. Senyawanya, terdiri dari garam ammonium polinuklir atau organosulfat, memengaruhi kerja alveolus dan sebagai bahan kimia yang larut, gas apat melewati membran selaput lendir pada sistem pernapasan(Alberta, 2006). Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas. Nitrogen dioksida merupakan polutan udara yang dihasilkan pada proses pembakaran. Ketika nitrogen dioksida hadir, nitrogen oksida juga ditemukan, gabungan dari NO dan NO2 secara kolektif mengacu kepada nitrogen oksida (NOx). Pada konsentrasi tinggi pajanan NO2 dapat mengakibatkan kerusakan paru yang berat dan cepat. NO2merupakan agen pengoksidasi yang kemungkinan merusak membran sel dan protein. Pada konsentrasi tinggi, kandungan NO2 dalam saluran pernapasan akan menyebabkan peradangan yang akut (Sawada & Parenteau, 2011).
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Gejala ISPA dapat berupa batuk, pilek, dan demam yang terjadi lebih dari 2 minggu berturut-turut. ISPA dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah polusi. Di antara 3 gejala ISPA seperti batuk, pilek, dan demam lebih dari 14 hari berturut-turut, yang paling banyak dialami adalah batuk, sebanyak 81,4% warga Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang pernah mengalami batuk selama 2 minggu berturut-turut. Disusul demam selama 2 minggu berturutturut sebesar 52,3%, dan yang pernah mengalami pilek selama 2 mingggu berturut-turut sebesar 51,2%. Dari hasil penelitian yang didapatkan, terdapat korelasi sebesar 0,538 antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan jumlah masyarakat yang mengalami gejala ISPA. Hubungan asosiatif yang ada termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti asap Pabrik Gula Tjoekir tidak sepenuhnya menyebabkan ISPA di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Emisi asap dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Terlalu sering terpapar asap dapat meningkatkan risiko ISPA. Ini terkait dengan komposisi asap, yang apabila terhirup dapat terakumulasi dalam saluran pernapasan (Al-Sharbatti dan Aljumaa, 2012). Dari hasil studi lapangan yang dilakukan peneliti, hal tersebut terbukti dari adanya gangguan pernapasan pada balita dan anak di desa Cukir, kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Bahwa setiap kali bangun tidur, dapat ditemukan kotoran hitam pada saluran pernapasan atas (rongga hidung). Kotoran tersebut merupakan partikel yang terdapat pada asap hasil pengolahan tebu. Banyak faktor yang menyebabkan ISPA terjadi. Faktor tersebut dapat berupa status gizi, sanitasi rumah, dan tingkat imunitas setiap individu. Goel dkk. (2012) menyatakan bahwa ISPA berkaitan erat dengan status gizi individu. Individu dengan gizi baik, tidak mudah mengalami ISPA. Hal ini disebabkan tubuh mampu melawan faktor penyebab ISPA. Karena selain disebabkan oleh polusi, menurut Matu dkk. (2014) ISPA juga dapat disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcuc pyogenes dan virus influenza. Menurut Montasser dkk. (2012) orang dewasa lebih tahan terhadap ISPA karena memiliki kekebalan tubuh yang cukup baik. Sedangkan pada anak lebih berisiko karena sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan masih rentan terhadap serangan bakteri dan virus. SIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh masyarakat desa Cukir, kecamatn Diwek, kabupaten Jombang selalu menghirup asap pabrik Cukir, jumlah responden yang terkena gejala ISPA seperti batuk, pilek, dan demam selama dua minggu sebagai
83
Korelasi antara Frekuensi Menghirup Asap…
gejala ISPA berturut-turut berbeda-beda setiap individu, frekuensi menghirup asap pabrik dan jumlah gejala ISPA berkorelasi sedang berdasarkan korelasi Spearman, dan penderita ISPA di Desa Cukir memiliki gejala yang spesifik. Sebaiknya diadakan penelitian lanjutan untuk menentukan hubungan kadar polusi yang dihasilkan Pabrik Gula Tjoekir dengan jumlah kasus ISPA, karena sewaktu penelitian ini dilaksanakan peneliti tidak memperoleh data tentang komposisi asap disebabkan karena tidak sesuai dengan prosedur pabrik yang melarang tersebarnya data komposisi asap. Selain itu seharusnya juga diadakan penelitian lanjutan tentang pajanan asap dan tingkat keparahan ISPA yang diderita masyarakat. Sehingga dapat dijadikan bukti agar pemerintah daerah setempat bisa menindaklanjuti permasalahan ISPA yang dialami masyarakat terkait polusi yang disebabkan asap pabrik. DAFTAR PUSTAKA Alberta. 2006. Health Effects Associated With ShortTerm Exposure To Low Levels Of Sulphur Dioxide. (online), (http://www.health.alberta.ca/documents/HealthSO2-Exposure-2006.pdf), diakses 11 September 2015
Respiratory Health among Children with Asthma or Asthma-like Symptoms: A Systematic Review and Meta-Analysis. Environment Health Perspect 118:449–457 Halim, D, 2000, Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: Hipokrates. Depkes RI. 2004. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. ISPA Pembunuh Utama. Jakarta. Dirjen PPM & PL Depkes RI. 2008. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Premonia Pada Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Goel K., Sartaj A., Gagan A., Parul G., dan Vijay K.. 2012. A Cross Sectional Study on Prevalence of Acute Respiratory Infections (ARI) in Under-Five Children of Meerut District, India. Community Medicine & Health Education. 2:9. Matu M., Gideon K., Peter W., Mohamed K., dan Samwel S. 2014. Aetiology of Acute Respiratory Infections in Children under Five Years in Nakuru, Kenya. Journal of Microbiology & Experimentation. 1:4 Montasser N., Randah H., dan Rasha R. 2012. Assesment and Classification of Acute Respiratory Infection between Egyptian Rural Children. British Journal of Medicine & Medical Research. 2(2): 216-227.
Al-Sharbatti, Shatha S. dan Lubna I. Aljumaa. 2012. Infant Feeding Patterns and Risk of Acute Respiratory Infections in Baghdad/ Iraq. Italian Journal of Public Health. 9:3.
PeraturanPemerintahNomor 41 Tahun 1999
Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan KesehatanMenuju Indonesia Sehat 2010.Jakarta: DepartemenKesehatanRepublik Indonesia
Sastrawijaya, A.Tresna, 2000, Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Fillacano, R. 2013. HubunganLingkungan dalam RumahTerhadap ISPA pada BALITA di KelurahanCiputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.Skripsi. Jakarta: UIN SyarifHidayatullah
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010
Sawada M. C. dan Parenteau M. P. 2011. The Modifiable Areal Unit Problem (MAUP) in The Relationship Between Exposure to NO2 And Respiratory Health.International Journal Of Health Geographic. 10:58.
Forastiere, F., Stephan K. W., Manuela D. S., Elisa R.. 2009. Short-Term Effects of PM10 and NO2 on
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
84