Banjarmasin Post 14 Juli 1998 http://www.indomedia.com/bpost/9807/14/depan/depan6.htm Laporan Resmi Tim Relawan:
Korban Perkosaan Capai 168 Orang JAKARTA - Setelah melakukan investigasi intensif sejak Kerusuhan Mei lalu, "Tim Relawan untuk Kemanusiaan" menyerahkan hasil temuan mereka atas tindak perkosaan massal yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia melalui Divisi Kekerasan terhadap Perempuan Tim Relawan ini, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Senin. Berkas laporan setebal 19 halaman itu diberi judul "Dokumen Awal No 3 tentang Perkosaan Massal dalam Rentetan Kerusuhan Puncak Kebiadaban dalam Kehidupan Bangsa." Dikemukakan, berkas itu menggambarkan dengan rinci hasil investigasi dan temuan mereka atas peristiwa perkosaan massal dan kerusuhan-pengrusakan yang mereka sebut begitu jelas, sistematis, terorganisir, serta melibatkan begitu banyak perencana dan pelaku. Dan berintikan pengeliminasian persona (manusia) menjadi res (barang). Mengenai jumlah, dikemukakan bahwa sampai 3 Juli 1998 total korban perkosaan dan pelecehan seksual massal yang melapor atau dilaporkan adalah 168 korban, 20 di antaranya meninggal dunia. Yang masih hidup kebanyakan berada dalam kondisi fisik dan tekanan psikologis yang berat. Dari 168 korban ini, 152 korban terjadi di Jakarta dan sekitarnya, 16 lainnya tersebar di Medan, Palembang, Solo dan Surabaya. Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya juga dilaporkan secara rinci perihal tanggal, jumlah dan jenis kekerasan seksual yang dialami disertai jumlah korban maupun yang meninggal. Tanggal 13 Mei: Korban perkosaan disertai penganiayaan sebanyak 2 orang, korban perkosaan disertai pembakaran kemudian meninggal 3 orang dan pelecehan seksual 2 orang. Tanggal 14 Mei: Korban perkosaan 101 orang, perkosaan disertai penganiayaan 17 orang (7 meninggal), perkosaan disertai pembakaran kemudian semua meninggal sebanyak 6 orang, pelecehan seksual 8 orang (1 meninggal). Tanggal 15 Mei: Korban
1
perkosaan disertai penganiayaan 1 orang, pelecehan seksual 1 orang. Setelah 15 Mei: Korban perkosaan 2 orang (1 meninggal), korban pelecehan seksual 1 orang. Setelah 15 Mei hingga 3 Juli: Korban perkosaan 2 orang (1 di antaranya meninggal), perkosaan disertai penganiayaan 6 orang (1 meninggal), pelecehan seksual 1 orang. Jadi, sejak 13 Mei hingga 3 Juli jumlah korban perkosaan sebanyak 103 orang (1 meninggal); korban perkosaan disertai penganiayaan 26 orang (9 meninggal); korban perkosaan disertai pembakaran kemudian meninggal 9 orang; korban pelecehan seksual 14 orang (1 meninggal). Sehingga menurut laporan Tim Relawan ini total jumlah korban kekerasan seksual di Jakarta sebanyak 152 orang dengan 20 di antaranya meninggal. Koordinator Divisi Kekerasan Terhadap Perempuan Tim Relawan ini, Ita F Nadia didampingi Sekretaris Tim Relawan, I Sandyawan Sumardi SJ dan para relawan lain usai dialog menyerahkan Dokumentasi Awal No 3 itu kepada Komnas HAM. Para anggota Komnas HAM yang menerima adalah Asmara Nababan, Clementino dos Reis Amaral dan Sugiri. Tampak di antara relawan lainnya Dr Karlina Leksono, Debra H Yatim dan Ade Rostina Sitompul. Aib besar Tim Relawan juga mengemukakan alasan mengapa begitu lama laporan tersebut baru diserahkan, sehingga baru setelah 2 bulan dapat diamati masyarakat luas. "Di negeri ini dan di mana pun juga, diperkosa adalah kondisi yang dianggap aib atau cacat yang besar. Karenanya korban dan keluarganya pasti akan berusaha merahasiakan peristiwa yang menimpanya," ujar Ita F Nadia. Data ini diambil dari Dokumentasi Tim Relawan untuk Kemanusiaan, 13 Mei-3 Juli 1998 yang diperoleh dari para korban, saksi mata dan keluarga korban sejauh korban atau keluarga melapor kepada Tim Relawan. Ketertutupan korban, keluarga, dokter dan rumah sakit, karena tekanan teror, tidak memungkinkan Tim Relawan berkomunikasi dengan korban yang tidak melapor. "Peristiwa perkosaan yang terjadi setelah kerusuhan 13-15 Mei sengaja dimasukkan, dengan pertimbangan bahwa modus operandi perkosaan menunjuk pada kesamaan dengan cara-cara perkosaan massal di seputar kerusuhan," tegas Tim Relawan. Ita juga sempat menyitir soal teror yang dilancarkan kepada para anggota keluarga korban, petugas rumah sakit, dokter dan tak urung juga anggota Tim Relawan sendiri dalam masa dua bulan terakhir. Soal teror yang tampak
2
sistematis ini juga terungkap saat Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi maupun Menteri Peranan Wanita datang ke Komnas HAM berkaitan dengan kasus ini. Tim Relawan mengimbau Komnas agar mendesak aparat keamanan dan lembaga pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada seluruh warga negara. "Perasaan aman di kalangan perempuan dan seluruh masyarakat itu yang telah hilang," tambah Ita sambil menyatakan, laporan itu merupakan langkah awal upaya mendapatkan keadilan bagi para korban sekaligus peringatan kepada semua pihak akan tugas perbaikan. Dokumen Awal No 3 ini menurut Ita F Nadia juga akan diserahkan kepada anak-anak dan generasi yang akan datang. Tujuannya, katanya, agar kita semua belajar kembali tentang perbedaan antara apa yang beradab dan apa yang biadab. Juga mulai belajar kembali tentang apa yang baik dan tidak baik dalam hidup bersama. Hasil kerja sama Meskipun pemerintah berulang kali menunjukkan sikap tidak jelas atas data dalam kasus ini, Asmara Nababan tampak mengambil sikap tegas. Dikatakannya Komnas tidak akan mengklarifikasi lagi data temuan Tim Relawan. "Alasannya, temuan ini merupakan hasil kerja sama banyak pihak dan menjadi pemajuan bagi Komnas. Praktis pemajuan ini menjadi milik bersama agar publik menjadi tahu," katanya. Terhadap ancaman yang masih terus menimpa baik korban, saksi dan keluarga korban maupun Tim Relawan dan berbagai pihak yang memberikan bantuan, Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas menyatakan itu merupakan tugas aparat dan pemerintah. "Mereka harus segera melaksanakan tanggungjawabnya, menjamin rasa aman. Mereka punya wewenang melindungi warga negara." Kasus yang menurut Amaral dinilai biadab oleh dunia internasional dan sangat merusak citra bangsa ini juga harus segera ditangani tuntas. wip updated: 07/13/98 10:21:24 PM
Edisi 16/03 - 20/Juni/1998
3
Wawancara Clementino Dos Reis Amaral:
"Kami Punya Bukti,
Pelakunya Jelas Kelompok Terorganisasi" Kerusuhan 14-17 Mei 1998 lalu yang terjadi Jakarta dan beberapa kota di Jawa, meninggalkan luka yang mendalam di dalam diri para korban. Terutama di kalangan kelompok etnis Cina yang menjadi korban terbanyak dari kerusuhan terbesar dalam sejarah Orde Baru itu. Komnas HAM sendiri sebagai lembaga yang terus memantau pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, 2 Juni 1998 lalu, sudah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan adanya kelompok terorganisr di belakangan kerusuhan yang telah memakan korban lebih dari 1000 nyawa melayang itu. Berikut wawancara anggota Komnas HAM, Clementino Dos Reis Amaral dengan Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif sebelum tim Komnas HAM bertemu dengan Pangab Jenderal TNI Wiranto, Jumat 19 Mei 1998. Wawancara berlangsung di kantor Komnas HAM di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Bagaimana tindak lanjut Komnas HAM atas peristiwa kerusuhan 14 Mei 1998 lalu? Kami terus melakukan pengecekan antara data yang kami miliki dengan data-data dari tim relewan. Agaknya kami berbeda pendapat dengan pernyataan Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie yang mengatakan kerusuhan itu spontanitas. Padahal, sehari setelah kerusuhan pada tanggal 15 Mei 1998, Pangdam Jaya mengatakan ada kelompok yang terorganisir. Ini menunjukkan sikapnya yang tidak konsisten. Bagaimana Komnas HAM sampai menyimpulkan hal itu, sedangkan Komnas HAM tidak membentuk tim pencari fakta seperti pada kasus-kasus lain?
4
Kami memiliki tim investigasi. Salah satu anggota Komnas HAM yang masuk dalam tim investigasi itu adalah Pak Charles Himawan. Kami juga bekerjasama dengan tim relawan yang lain. Siapa sebenarnya yang Anda maksud sebagai kelompok terorganisir? Itu yang kami belum ketahui secara pasti. Tetapi kami memiliki bukti-bukti dan saksi-saksi yang mengindentifikasikan bahwa mereka jelas kelompok terorganisir. Mereka berasal dari kelompok dalam aparat keamanan, dari sipil, atau kelompok lain. Inilah yang kami belum tahu secara pasti. Yang jelas tidak mungkin ada kelompok tidak terorganisir jika mereka bisa menggunakan pakaian pelajar SMA, padahal menurut saksi, muka orang-orang itu sudah tua. Mereka juga menggunakan truk dan bus dari satu tempat ke tempat lain. Bagaimana tanggapan Komnas HAM atas sikap pemerintah yang terlihat lamban menangani kasus-kasus seperti ini? Itu yang kami sangat sayangkan. Kerusuhan 14 sampai 17 Mei 1998 yang menimbulkan korban 1000 lebih orang tewas, tidak mendapat respon sedikit pun dari pemerintah. Tidak terdengar dari pemerintah bahwa mereka turut prihatin atau merasa berduka. Hal apa saja yang akan disampaikan Komnas HAM kepada Pangab? Ya. Kami akan mendesak Panglima ABRI agar segera menuntaskan kasus itu. Kami akan meminta ABRI untuk mengusut kelompok terorganisir di balik kerusuhan itu. Kami juga ingin mempertanyakan kembali kepada Pangab, bagaimana kasus-kasus penculikan dan orang hilang yang sudah lama kami laporkan tetapi sampai sekarang tidak jelas penyelesaiannya. Apa ada langkah khusus dari Komnas HAM terhadap korban pelecehan seksual dan perkosaan pada kerusuhan lalu? Ya. Kami akan membentuk tim khusus yang anggotanya ibu-ibu dari Komnas HAM, organisasi perempuan. Mereka akan kami minta untuk bekerjasama dengan polisi wanita. Mereka inilah yang akan melakukan investigasi. Masalah pelecehan seksual dan perkosaan itu sangat serius.
5
Apakah kepercayaan masyarakat tidak semakin menipis kepada aparat keamanan yang lamban menangani kasus itu? Hal itu juga yang akan kami sampaikan. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi. Sebab jika kepercayaan masyarakat kepada aparat keamanan tidak ada, maka negara ini bisa kacau.
Edisi 16/03 - 20/Juni/1998 Wawancara Ita F. Nadia:
"Para Pemerkosa itu Dikomando" Perempuan Cina dipilih sebagai korban perkosaan, mengingat posisi mereka lemah sekali. "Mereka bukan lagi double minority, tetapi triple minority" Kata Ita F. Nadia, Koordinator Divisi Pendampingan Korban Perempuan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan kepada Iwan Setiawan dari TEMPOInteraktif. Selain penjarahan dan pembakaran aset ekonomi nasional pada kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 lalu di Jakarta, ternyata banyak juga terjadi teror terhadap etnis Cina. Yang paling biadab adalah diperkosanya perempuan etnis Cina secara massal, dengan pelaku sekitar tiga hingga tujuh orang. Berikut petikan wawancara dengan Ita Nadia, Kamis, 18 Juni, di kantornya, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Selain penjarahan dan pembakaran, dalam kerusuhan Mei lalu, banyak juga terjadi perkosaan. Mengapa? Setelah dilakukan investigasi, ternyata di samping penjarahan dan pembakaran, terjadi banyak perkosaan terhadap perempuan etnis Cina. Mereka dipilih karena posisi mereka sangat lemah. Dalam negara Indonesia di mana kekuasaan sangat terpusat di satu tangan, maka di luar itu setiap kekuatan masyarakat yang independen akan dipaksa tunduk terhadap kekuasaan absolut itu.
6
Selama Orde Baru berkuasa, perempuan tidak pernah dianggap sama haknya dengan lelaki, sehingga perempuan selalu dianggap milik lelaki. Hal ini terlihat bahwa lewat propaganda, dinyatakan bahwa perempuan yang baik haruslah menjadi ibu yang mampu mendidik anak, mengurus rumahtangga, mendampingi suami. Setelah itu barulah mereka dikatakan sebagai warga negara yang baik. Di sini terlihat bahwa politik Orde Baru sangat meminggirkan perempuan. Kerusuhan yang terjadi Mei lalu di Jakarta, tak lepas dari perebutan kekuasaan elite politik di Indonesia. Untuk itu, mereka butuh korban, dan yang dipilih adalah perempuan Cina. Karena posisi merekalah yang terlemah. Mereka bukan lagi double minority, tetapi triple minority. Jadi perempuan Cina adalah yang paling cocok untuk dikorbankan, karena mereka perempuan, berasal dari etnis Cina, dan beragama Kristen. Jadi jika mereka menjadi korban, maka mereka sulit membela diri. Apakah hal itu yang menyebabkan reaksi masyarakat kita sangat minim terhadap korban perkosaan itu? Ya, betul. Masyarakat kita cenderung menganggap ringan penderitaan korban perkosaan. Mereka lebih cenderung menghitung korban material, bukan moral masyarakat yang rusak. Padahal kerusakan moral lebih sulit ditangani. Apa kendala bagi Anda selama melakukan investigasi? Sebagian besar korban tidak mau menceritakan aib yang menimpanya. Ada yang lari ke luar negeri, atau pindah dan bersembunyi ke daerah lain. Jika mereka tinggal di rumah, keluarganya sangat protektif. Apakah korban perkosaan itu semuanya beretnis Cina? Benar. Tak ada satu pun kasus yang korbannya adalah etnis lain, semuanya Cina. Menurut saya, hal ini memang sengaja dilakukan. Apa tujuannya? Saya menduga bahwa pemerkosaan ini disengaja agar korban merasa tak aman lagi hidup di sini. Kasarnya, mereka diteror agar tak lagi betah hidup di Indonesia.
7
Katanya, ada pola yang sama pada pemerkosaan itu? Semua korban diperkosa dengan pola yang sama, yaitu pemerkosaan dilakukan oleh tiga hingga empat orang. Tidak pernah pemerkosaan dilakukan oleh satu orang. Ini namanya pemerkosaan massal. Apakah pola pemerkosaan seperti ini lazim dilakukan? Tidak, sama sekali tidak. Kami telah bertahun-tahun meneliti kasus perkosaan dan kekerasan pada wanita. Pada 95 persen kasus pemerkosaan, pelaku perkosaan telah dikenal baik oleh korban. Sedangkan dalam kerusuhan Mei lalu, semua pelaku perkosaan sama sekali tidak dikenal oleh korban. Saya melihatnya tidak sebagai pemerkosaan semata, tetapi teror. Mengapa para pelaku berlaku sedemikian biadab? Saya pikir, hal ini disengaja, mengingat pola perkosaan yang dilakukan sama. Tujuannya jelas: untuk membuat korban shock dan trauma. Pelaku sengaja melakukan pemerkosaan secara massal, agar korban kesulitan menemukan pelaku pemerkosaan. Apa dampak pemerkosaan massal itu bagi korban? Korban setidaknya mengalami shock berat. Ada juga yang mengalami gangguan jiwa, bahkan gila. Jika si korban melawan ketika diperkosa, mereka akan dibunuh setelah diperkosa. Akibat yang paling berat adalah korban melakukan bunuh diri, karena tak kuat menanggung rasa malu. Berapa jumlah korban pemerkosaan yang ada saat ini? Ada beberapa kategori korban pemerkosaan yang kami temukan dalam dua minggu ini. Pertama, korban pemerkosaan yang disertai pembunuhan, ada lima kasus. Kedua, pemerkosaan, yang korbannya bunuh diri, ada tiga kasus. Ketiga, korban pemerkosaan yang sekarang shock berat atau mengalami gangguan jiwa, ada 20 orang. Kini mereka dirawat di rumah sakit. Keempat, korban pemerkosaan yang lantas lari ke luar negeri, ada enam orang. Saya juga menerima telepon dari korban pemerkosaan yang sudah ada di luar negeri. Mereka kini tinggal di Singapura, Hong Kong, dan Taiwan -- jumlahnya ada
8
sepuluh kasus. Masih banyak korban yang belum bersedia ditemui atau dijenguk, mereka masih shock berat. Menurut antropolog Ariel Heryanto, perkosaan itu tidak bersifat spontan, tetapi sebuah paket yang dipersiapkan dan dikomando oleh sebuah kelompok yang ahli dalam kekerasan dan teror. Anda setuju? Ya. Apa yang dikatakan Ariel Heryanto tepat sekali. Artinya, Anda melihat bahwa pemerkosaan itu adalah bagian integral dari pembakaran dan penjarahan dalam kerusuhan Mei lalu? Saya melihat bahwa pemerkosaan, penjarahan, maupun pembakaran itu dilakukan oleh kelompok yang sama.
9