KONTRIBUSI FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PROFESIONAL GURU Dr. H. Inayatulah, M.Pd *) A. PENDAHULUAN
P
rogram kerja sekolah yang telah
Hal ini dimungkinkan karena dimensi-dimensi
disusun dalam rangka mencapai
yang
target-target tertentu bisa sia-sia
emosional dapat menuntun seseorang untuk
apabila tidak disokong oleh kinerja guru yang
memahami posisinya secara tepat di tengah-
optimal. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja
tengah
merupakan faktor yang tidak bisa ditawar
memotivasi diri, berempati dan membina
dalam kehidupan organisasi sekolah. Dalam
hubungan dengan anggota organisasi demi
Realitasnya, mewujudkan Kinerja Profesional
kepentingan organisasi.
guru ternyata tidak mudah, banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti:
terkandung
dinamika
Ketiga,
dalam
kecerdasan
organisasi,
Budaya
termasuk
organisasi.
Secara
konseptual budaya organisasi terkait dengan
Pertama, komitmen organisasi. Komitmen
nilai-nilai, asumsi-asumsi, dan keyakinan-
yang tinggi akan mendorong individu untuk
keyakinan dasar yang dirasakan bersama
berusaha dan berjuang semaksimal mungkin
oleh
untuk kemajuan organisasi dan dirinya.
organisasi, sehingga apabila hal tersebut
Komitmen organisasi mencakup tiga hal
berlangsung
penting, yaitu identifikasi atau kepercayaan
menyebabkan rasa nyaman yang kemudian
terhadap nilai-nilai organisasi, keterlibatan
mendorong
atau
komitmen terhadap organisasi.
kesediaan
untuk
berusaha
sebaik
mungkin demi kepentingan organisasi dan
setiap
Keempat,
orang
secara
yang
sebagai
kondusif
bersangkutan
Kompensasi.
anggota
akan
memiliki
Dalam
loyalitas atau keinginan untuk tetap menjadi
Prakteknya, kompensasi dapat mencakup:
anggota organisasi.
gaji, tunjangan dan insentif yang diterima
Kedua, Kecerdasan emosional. Hal ini,
individu dari organisasi sebagai balas jasa
terkait dengan kemampuan individu untuk
atas pekerjaan yang telah dilakukan, jelas
mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
merupakan faktor penting yang diandalkan
memotivasi diri, berempati, dan membina
untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik yang
hubungan dengan orang lain, sehingga
bersifat primer, sekunder maupun tertier.
apabila
dapat
Dalam kondisi demikian, kompensasi dapat
mendorong komitmen terhadap organisasi.
menentukan atau mempengaruhi komitmen
*)
dikuasai
dengan
baik
Dr. H. Inayatullah, M.Pd, Dosen FKIP UNISMA Bekasi
organisasi
seseorang.
kompensasi
yang
Semakin
diterima
baik
kerja, dan komitmen organisasi dengan
seseorang,
mengambil obyek penelitian pada Guru
semakin berpeluang menjamin terpenuhinya kebutuhan
hidup,
komitmen
maka
semakin
seseorang
tinggi
terhadap
organisasinya.
berkaitan dengan kepuasan kerja
antara
lain
terhadap teman
B. PERMASALAHAN Meningkatkan Kinerja Profesional guru
Dan Kelima, kepuasan kerja. Komponen yang
SMAN se Kota Bekasi, Jawa Barat.
adalah,
kondisi
sekerja,
perasaan
kerja, dan
dapat dilakukan dengan pendekatan strategi kompetitif yang melibatkan analisis terhadap
individu
isue-isue yang berkembang sebagai bahan
kepemimpinan,
masukan dalam menentukan profil guru
promosi.
Semakin
senang perasaan individu terhadap lima
sesuai dengan Permendiknas No. 16 Tahun 2007.
aspek tersebut, maka semakin puas dalam
Kondisi eksternal dan internal dalam
bekerja. Kepuasan kerja ini akan mendorong
mewujudkan Kinerja Profesional guru harus
yang
lebih mendapat perhatian pada aktifitas
bersangkutan
terhadap
memiliki
organisasi.
komitmen
Semakin
tinggi
kepuasaan yang dirasakan, maka akan semakin tinggi komitmen organisasinya.
manajemen SDM. Penegasan ini didasarkan pada dua dasar pemikiran: 1. Perwujudan visi dan misi pendidikan
Dari uraian di atas tampak bahwa, faktor-
nasional merupakan bagian yang tidak
faktor tersebut dapat menjadi salah satu pondasi
dalam
membangun
kinerja
terpisahkan Kinerja Profesional guru; 2. Pelaksanaan 4 standar kompetensi
organisasi, tidak terkecuali bagi organisasi
guru
sekolah.
masih
Namun
dalam
realitasnya,
mengindikasikan masih banyak guru yang belum menunjukkan Kinerja Profesionalnya secara optimal.
(core
Bussines) pendidikan
terdapat
kesejangan/
GAP
antara kondisi internal dan eksternal. Identifikasi
permasalahan
berdasarkan
analisis kesejangan/ GAP yang terjadi adalah
Fenomena tersebut menarik untuk dikaji
bagaimana kontribusi kondisi faktor internal
secara ilmiah, sehingga penulis tertarik untuk
dan eksternal terhadap Kinerja Profesional
meneliti persoalan kinerja profesional guru
Guru SMA di Kota Bekasi, maka kerangka
ditinjau dari faktor kecerdasan emosional,
berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat
budaya organisasi, kompensasi, kepuasan
pada:
Gambar 1. VISI DAN MISI PENDIDIKAN NASIONAL
PROSES Kondisi Empirik
INPUT Kebijakan
OUTPUT Kinerja Guru SMA
Faktor Eksternal (Budaya dan Kompensasi) Permendiknas No. 16/2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Profesional Kinerja Guru SMA Di Kota Bekasi
4 Standar Kompetensi Guru (Core Bussiness))
Kesenjangan/ GAP
Faktor Internal (Komitmen Organisasi Kecerdasan Emosional, dan Kepuasan kerja)
Gambar 1 Kerangka Berfikir Disamping faktor kebijakan, manajemen
kemampuan
Kinerja
Profesional
guru
sekolah, kepemimpinan, pembiayaan, sarana
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) se
dan prasarana dan faktor-faktor lainnya,
Kota Bekasi, Jawa Barat.
terdapat lima faktor yang secara teoretik dan empirik
terbukti
mempengaruhi
Kinerja
Profesional Guru SMA, yakni: komitmen
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan
penelitian
ini
ialah
untuk
organisasi, kecerdasan emosional, budaya
mengetahui: 1) Gambaran kondisi komitmen
organisasi, kompensasi dan kepuasan kerja.
organisasi, kecerdasan emosional, budaya
Oleh karena itu, mengingat keterbatasan
organisasi, kompensasi,
peneliti dalam hal waktu, biaya dan tenaga,
dan
maka
Menengah Atas Negeri
permasalahan
penelitian
dibatasi
kepuasan kerja
Kinerja Profesional Guru Sekolah
hanya pada upaya mengungkap kontribusi
Bekasi,
komitmen organisasi, kecerdasan emosional,
Kontribusi, baik secara individual maupun
budaya
dan
bersama komitmen organisasi, kecerdasan
peningkatan
emosional, budaya organisasi, kompensasi
kepuasan
organisasi, kerja
kompensasi
terhadap
Jawa
Barat.
(SMAN) di Kota Dan
2)
Besanya
dan kepuasan kerja
terhadap Kinerja
Bekasi, Jawa Barat (variabel dependen).
Profesional Guru Sekolah Menengah Atas
Berdasarkan pandangan dari para pakar
Negeri (SMAN) di Kota Bekasi, Jawa Barat.
pendidikan, setiap variabel penelitian dibuat
Adapun hasil penelitian ini setidaknya diharapkan
dapat
menyumbangkan
dua
penjabaran dari konsep dan teori ke dalam konsep-konsep
empirik.
Analisis
dan
manfaat, yakni:
operasional konsep
1. Secara teoretis dapat menambah dan
sebagai dasar dalam penyusunan instrumen
memperkaya
studi
mengenai
dan teori berfungsi
penelitian dalam butir-butir pernyataan.
kemampuan Kinerja Profesional guru ditinjau
dari
organisasi, budaya
perspektif
komitmen
kecerdasan
organisasi,
emosional,
kompensasi,
dan
kepuasan kerja.
2. Populasi dan Sampel Penelitian Suharsimi menyatakan
Arikunto bahwa,
(1996: ”Populasi
141) adalah
keseluruhan objek penelitian yang dapat
2. Secara praktis dapat menjadi bahan
terdiri
dari
manusia
sebagai
se Kota Bekasi dalam memperbaiki atau
karakteristik
meningkatkan Kinerja Profesional guru
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka
dengan
memberikan
populasi dalam penelitian ini adalah guru
treatment dan pertimbangan terhadap
SMA se Kota Bekasi, Jawa Barat yang
komitmen
berjumlah 514 guru.
organisasi,
emosional,
kecerdasan
budaya
organisasi,
kompensasi, dan kepuasan kerja.
dengan
pendekatan
organisasi,
sampel
dilakukan
melalui
kriteria tertentu untuk menentukan sampel.
menggunakan
metode kuantitatif
untuk mengetahui kontribusi faktor-faktor komitmen
penelitian.”
beberapa tahapan yang didasarkan pada
1. Metode Penelitian
deskriptif
dalam
memiliki
Penentuan sampel penelitian dilakukan
penentuan
ini
tertentu
yang
secara multistage random sampling. Artinya,
D. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
data
benda-benda
masukan bagi guru dan Kepala SMAN
memperhatikan,
sumber
atau
kecerdasan
Dalam kegiatan penelitian ini, guru yang dipilih
sebagai
responden
ditentukan
berdasakan status sebagai PNS dan jenis kelamin. Hasilnya, berjumlah 156 orang guru.
emosional, budaya organisasi, kompensasi dan kepuasan kerja (variabel independen) terhadap Kinerja Profesional Guru Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN) di Kota
3. Hipotesis Penelitian Merujuk pada paradigma penelitian dan asumsi dasar penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah: “Terdapat kontribusi
menetapkan tingkat signifikansi (level of
positif dan signifikan, baik secara individu
significance) sebesar 0,05. atau pada taraf
maupun secara bersama antara komitmen
kepercayaan 95 %.
organisasi, kecerdasan emosional, budaya organisasi, kompensasi dan kepuasan kerja
E. KAJIAN PUSTAKA
terhadap Kinerja Profesional Guru Sekolah
1. Grand Theory: Konsep Kinerja dalam
Menengah Atas Negeri
(SMAN) di Kota
Bekasi, Jawa Barat.”
Manajemen Sumber Daya Manusia Kinerja merupakan penampilan perilaku
Secara
operasional
pengujian
terhadap
melakukan
kerja yang ditandai oleh keluwesan gerak,
variabel-variabel
ritme, dan urutan kerja yang sesuai dengan
penelitian ini, digunakan formulasi regresi
prosedur, sehingga diperoleh hasil yang
linier
untuk
memenuhi syarat kualitas, kecepatan dan
mengetahui seberapa besar pengaruh dari
jumlah. Sejalan dengan itu pula August W.
faktor-faktor
organisasi,
Smith (1982:393) menyatakan bahwa kinerja
kecerdasan emosional, budaya organisasi,
adalah ”output derive from processes, human
kompensasi dan kepuasan kerja sebagai
or other wise.” Maksudnya adalah bahwa,
variabel
kinerja merupakan hasil atau output dari
berganda
yang
untuk
ditujukan
komitmen
independen
terhadap
kinerja
profesinal guru sebagai variabel dependen. Rumus persamaan regresi ini adalah:
suatu proses. Bernardin & Russell (1998:239) memberi
A. Y = a + bnXn + ... + bnXn Dimana :
batasan mengenai kinerja sebagai “…the record of outcomes produced on a specified
Y: Merupakan variabel dependen yaitu
job function or activity during a specified time period” yang berarti catatan outcome yang
kinerja profesinal guru X: Merupakan variabel independen yang terdiri dari:
komitmen organisasi,
kecerdasan
emosional,
budaya
dihasilkan dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu. Adapun
yang
mempengaruhi
organisasi, kompensasi dan kepuasan
diantaranya
kerja.
seperti yang dikemukakan oleh Mowday,
b:
menyatakan bahwa, “Kinerja (performance)
dilakukan
menguji pengujian
hipotesis atas
penelitian pernyataan
hipotesis penelitian yang dilakukan dengan
(1982:30)
individu,
Steers
Untuk
Porter
motif-motif
a : Merupakan nilai konstanta Merupakan koefisien regresi
dan
adalah
kinerja
yang
dipengaruhi oleh motif-motif individu dan berinteraksi dengan lingkungannya”.
Randall (1997:11) mengemukakan criteria kinerja ada tiga jenis, yaitu: ”(1) kriteria
tersebut di atas yang dikonotasikan dalam bentuk persamaan menjadi sebagai berikut:
berdasarkan sifat, (2) kriteria berdasarkan
Kinerja = f (kemampuan, upaya,
perilaku, (3) kriteria berdasarkan hasil”.
kesempatan)
Selain kriteria tersebut ada beberapa dimensi
Kinerja = S x U x K
yang mempengaruhi kinerja, seperti yang
Dimana:
dikemukakan Peter Drucker (1977:237-242),
S = kemampuan (abillity)
dikutip dari O. Sutisna (1999) bahwa:
U = upaya (effort)
Kinerja mempunyai lima dimensi, yaitu : (1) dimensi fisiologis yaitu manusia akan bekerja dengan baik bila bekerja dalam konfigurasi operasional bersama tugas dan ritme kecepatan sesuai dengan fisiknya, (2) dimensi psikologis yaitu bekerja merupakan ungkapan kepribadiannya karena seseorang yang mendapatkan kepuasan kerja akan berdampak pada kinerja yang lebih baik, (3) dimensi sosial yaitu bekerja dapat dipandang sebagai ungkapan hubungan sosial diantara sesama karyawan, (4) dimensi ekonomi yaitu bekerja dalam kehidupan bagi karyawan. Imbalan jasa yang tidak sepadan dapat menghambat atau memicu karyawan dalam berprestasi, (5) dimensi keseimbangan antara apa yang diperoleh dari pekerjaan dengan kebutuhan hidup akan memacu seseorang untuk berusaha lebih giat guna mencapai keseimbangan. Dimensi
ini
kekuasaan
disebut
juga
pekerjaan
ketidakseimbangan
dapat
umum
dasar
disebabkan oleh tiga faktor yaitu : (1) faktor kemampuan, (2) faktor upaya, dan (3) faktor kesempatan/ peluang. Dengan kata lain kinerja adalah fungsi dari ketiga faktor-faktor
peluang
yang
berperan
penting
dalam
bentukan kinerja. Ketidakhadiran salah satu faktor dapat mengakibatkan tidak bernilainya kedua faktor lainnya. Dalam hubungannya dengan penilaian kinerja, Peter Drucker dalam
August
dan
Smith
(1982:279)
mengemukakan bagaimana mengevaluasi kinerja, yakni: Kinerja dapat diketahui dengan baik berdasarkan suatu proses penilaian jika semua tugas yang akan dilaksanakan oleh seseorang benar-benar dapat dijabarkan sebagai suatu keseluruhan tugas organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, bahwa kinerja bukan hanya menggambarkan suatu bagian saja dari organisasi, tetapi secara keseluruhan.
menimbulkan
kinerja
kesempatan/
Persamaan di atas menyoroti faktor-faktor
karena
terbentuknya
=
(offortunity)
dimensi
konflik yang dapat menurunkan kinerja. Secara
K
Randall (1997:23) memberikan empat pendekatan dalam penilaian kinerja, yaitu : “(1) Pendekatan perbandingan berpasangan, (2)
Pendekatan
standar
absolut,
(3)
Pendekatan
berdasarkan
output,
(4)
Pendekatan
indeks
langsung”.
Kinerja
karyawan menurut Bernadin dan Russel
(1993:231) adalah, “Catatan perolehan yang dihasilkan
dari
fungsi
suatu
Sedangkan Buchori (dalam Harefa, 2004:
pekerjaan
122) berpendapat bahwa konsep profesi
tertentu atau kegiatan selama satu periode
mengandung dua dimensi, yaitu dimensi sifat
waktu tertentu”. Menurut W. Richard Scott
kegiatan dan dimensi tingkat kemahiran
(1992) untuk mengukur kinerja organisasi
dalam melaksanakan kegiatan. Pada dimensi
dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu :
pertama
Pendekatan hasil (out come), yaitu hasil yang diperoleh, seperti adanya perubahan perilaku dalam wujud pengetahuan atau sikap karyawan, (2) Pendekatan proses, yang berfokus pada pengukuran kuantitas atau kualitas aktivitas yang dilakukan organisasi. Pendekatan ini lebih berorientasi mengukur usaha-usaha dari pengaruh yang dapat dicapai organisasi atau perusahaan, (3) Pendekatan struktural, yaitu pengkajian kapasitas yang dimiliki organisasi untuk mencapai kinerja yang efektif. Dalam hal ini perubahan atau organisasi yang dikaji dari kualitas fasilitas, sarana kerjaan, dan kesejahteraan.
Kinerja terkait dengan profesionalitas. Andrias
Harefa
kegiatan
kita
untuk
mencari
“kegiatan-kegiatan semata-mata”.
bedakan
nafkah”
untuk
Yang
“kegiatandari
kesenangan
pertama
disebut
pekerjaan (occupation), sedangkan yang kedua disebut hobi atau kegemaran. Pada dimensi
kedua,
yaitu
dimensi
tingkat
kemahiran, dapat dibedakan dalam tiga jenis kegiatan,
yaitu
(1)
kegiatan
yang
dilaksanakan dengan tingkat kemahiran yang sangat tinggi, (2) kegiatan yang dilaksanakan dengan tingkat kemahiran sedang, dan (3) kegiatan yang dilakukan tanpa kemahiran sama sekali.
2. Kinerja Profesional Guru
Menurut
dapat
(2004:
121),
profesionalitas berasal dari kata profesi yang diambil dari bahasa Latin profess, professus,
Menurut
Usman
(2002:
14),
istilah
profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian
profesio, yang sederhananya berarti “declare
seperti dokter, hakim, guru, pengacara, dan
publicly”, “pengakuan‟ atau pernyataan di
sebagainya (Usman, 2002: 14). Dengan kata
muka
umum.
Namun
penggunaannya
dikaitkan dengan janji religius atau sumpah suatu pengakuan atau pernyataan yang dilakukan di hadapan orang banyak dan melibatkan Tuhan sebagai saksi. Dalam hal ini, ada komitmen moral yang terkandung di dalamnya.
lain, menurut Sudjana (dalam Usman, 2002: 14), pekerjaan yang bersifat profesional adalah dilakukan
pekerjaan oleh
yang mereka
hanya yang
dapat khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Profesi memiliki ciri sentral: kecakapan
Shaw,
Delery
&
Abdulla
(2003:
2)
dan pengetahuan formal yang kompleks dan
mendefinisikan komitmen sebagai hasil dari
pendekatan etis pada pekerjaan mereka.
investasi atau kontribusi terhadap organisasi,
Pengetahuan
dan
atau
atau suatu pendekatan psikologis yang
pengalaman
memungkinkan
mereka
menggambarkan suatu hal yang positif,
menemukan dan kemudian melakukan hal
keterlibatan yang tinggi, orientasi intensitas
yang secara moral benar. Kaum profesional
tinggi terhadap organisasi.
dianggap
menjadi
kecakapan
agen
yang
dapat
Komitmen organisasi mengacu kepada
dipercaya bagi klien mereka, karena: (1)
ikatan
psikologis
mereka itu ahli; atau (2) mereka merupakan
organisasi, nilai yang ditempatkan sebagai
pemberi pelayanan yang – demi bayaran -
afiliasi
menaati kehendak para klien.
dimana karyawan mau untuk meningkatkan
dengan
karyawan
organisasi,
terhadap
dan
derajat
Ciri lain profesi, yaitu pekerjaan yang
diri atas nama organisasi (DeJoy, Schaffer,
pada awalnya memerlukan pelatihan yang
Wilson, Vandenberg & Butts, 2004: 88).
sifatnya harus intelektual, yang menyangkut
Sejalan dengan itu, Steers menyatakan
pengetahuan dan sampai tahap tertentu
bahwa komitmen organisasi adalah rasa
kesarjanaan, yang berbeda dari sekadar
identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai
keahlian,
dari
organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk
kecakapan semata; pekerjaan itu dikerjakan
berusaha sebaik mungkin demi kepentingan
sebagian besar untuk orang lain, dan bukan
organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk
hanya demi diri sendiri saja; dan imbalan
tetap
uang
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang
sebagaimana
tidak
diterima
terbedakan
sebagai
ukuran
menjadi
anggota
pegawai
hubungan yang erat antara Profesional dan
berpendapat bahwa komitmen organisasi
kesanggupan untuk melayani orang lain.
merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik
terhadap
organisasinya.
yang
keberhasilan. Pendekatan ini menekankan
Dalam konteks penelitian ini, Kinerja
terhadap
organisasi
tujuan,
Steers
nilai-nilai,
dan
Profesional guru akan ditinjau dari sisi faktor-
sasaran organisasinya (Richard M. Steers,
faktor yang mempengaruhinya seperti:
1985 : 50). Bagi Newstrom & Davis (1996 : 260),
a. Komitmen Organisasi Komitmen karyawan
adalah
dan
derajat
kontribusinya
kepedulian
komitmen organisasi -- yang lazim pula
terhadap
disebut loyalitas pegawai (employee loyality)
keberhasilan organisasi (Benkhoff, 1997: 3).
--
adalah
suatu
tingkat
atau
derajat
identifikasi diri pegawai dengan organisasi
dan
keinginan-keinginannya
untuk
sikap
dalam
Kemudian, komitmen kontinuasi mengacu
organisasi. Sedangkan menurut Scott &
kepada komitmen berdasarkan biaya dalam
Burroughs (2000 : 2) komitmen organisasi
hubungannya
merupakan kekuatan relatif dari identifikasi
meninggalkan
individu
komitmen
meneruskan
partisipasi
bersama
dan
aktifnya
keterlibatannya
dengan organisasi.
karyawan
terhadap
organisasi.
dengan organisasi.
normatif
karyawan Sementara
mengacu
itu
kepada
perasaan tanggung jawab karyawan untuk tetap bersama dengan organisasi. Perasaan
Batasan yang lebih luas, Mowdey, Porter &
Steers
(1982
:
27)
mendefinisikan
ini
muncul
disebabkan
oleh
sosialisasi awal dari lingkungan keluarga
komitmen organisasi sebagai kekuatan yang
maupun budaya.
bersifat
b. Kecerdasan Emosional
relatif
dari
mengidentifikasikan
individu
dalam
keterlibatan
dirinya
proses
Ide
mengenai
kecerdasan
emosional
kedalam bagian organisasi, yang dapat
(emotional
ditandai: penerimaan terhadap nilai-nilai dan
diperkenalkan oleh Thorndike pada tahun
tujuan organisasi, kesiapan dan kesedian
1920
untuk berusaha dengan sungguh-sungguh
(kecerdasan sosial) yang dianggap mirip
atas nama organisasi, dan keinginan untuk
dengan EI. Dalam praktiknya, EI merupakan
mempertahankan
pemisahan dari kecerdasan sosial. Ahli lain,
keanggotaan
di
dalam
organisasi (menjadi bagian dari organisasi). Selaras dengan pengertian dan definisi
intelligence - EI) pertama kali
dengan
istilah
social
intelligence
seperti Kaufman & Kaufman, berpendapat bahwa asal muasal EI dapat dilacak sampai
yang beragam tersebut, para pakar juga
dengan
mengidentifikasi
kecerdasan(Van Rooy, D.L., & Viswesvaran,
komponen-komponen
komitmen organisasi yang beragam. Mayer &
ide
awal
Binet
mengenai
2004 : 72).
Allen (dalam Mowdey, Porter & Steers, 1982 : 2) misalnya mengidentifikasi tiga komponen komitmen organisasi, yakni:
komitmen
afektif
komitmen
(affective
commitment),
kontinuasi (continuance commitment), dan komitmen normatif (normative commitment). Komitmen afektif mengacu kepada pelekatan emosi karyawan dan keterlibatannya dengan organisasi. Perspektif dari pendekatan ini menekankan kepada kaitan emosional dan
EI seringkali digunakan secara bergantian dengan istilah emotional literacy, emotional quotient,
personal
intelligence,
social
intelligence, dan interpersonal intelligence. Meskipun berkembang
istilah
dan
begitu
definisi
bervariasi
yang namun
cenderung saling melengkapi dan tidak saling
kontradiksi
(Van
Viswesvaran, 2004 : 72).
Rooy,
D.L.,
&
Mayer dkk misalnya mendefinisikan EI
memberi
dan
kesadaran
diri
(sebuah
sebagai kemampuan untuk mengenal makna
komponen kecerdasan emosional), telah
emosi-emosi dan hubungan-hubungan dan
menunjukkan bahwa seseorang betul-betul
digunakan untuk membentuk alasan serta
memiliki perasaaan yang sangat cemas.
memecahkan
c. Budaya Organisasi
masalah.
Sedangkan
bagi
Goleman (1995 : 57), emotional intelligence
Budaya organisasi dari waktu ke waktu
is the ability to understand self emotion,
makin memperoleh perhatian dari kalangan
manage emotion, motivate himself or herself,
pakar dan praktisi, terutama setelah secara
to recognize other people emotion and to
empirik
make good relation between himself or
mempengaruhi komitmen organisasi dan
herself with another. Maknanya, kecerdasan
kinerja secara signifikan. Sejalan dengan
emosional
untuk
perkembangan tersebut, budaya organisasi
mengenali emosi diri, mengelola emosi,
dipandang dan didefinisikan secara berbeda-
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain,
beda oleh para pakar. Schein (1995 : 3-7)
dan membina hubungan dalam berinteraksi
misalnya melihat konsep budaya organisasi
dengan orang lain.
dalam bentuk suatu model dinamik mengenai
adalah
Kemudian
kemampuan
menyatakan bahwa emotional intelligence is
dan diubah. Dasar argumentasi Schein
the
you
adalah bahwa semua harus memahami
intentionally make your emotions work for
kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang
you by using them to help guide your
mempengaruhi suatu budaya berkembang
behaviorand thinking in ways that enhance
dan berubah. Oleh karena itu,
your results. Let's say you have an important
Schein (1995 : 12), budaya organisasi dapat
presentation to give and your self awareness
didefinisikan sebagai “---- a pattern of shared
(a component of emotional intelligence), has
basic assumptions that the group learned as
pointed out to you that you're feeling
it solved its problems of external adaptaion
extremely anxious. Kecerdasan emosional
and internal intregration that has worked well
adalah
menggunakan
enough to be considered perceive, think, and
sengaja
membuat
of
:
terbukti
bagaimana budaya dipelajari, disebarkan,
use
(1998
organisasi
12)
intelligent
Weisinger
budaya
emotions;
emosi;
emosi
dengan
bekerja
yang
feel in relation to those problems. Definisi ini
membantu untuk menuntun perilaku dan
menunjukkan
berfikir
merupakan
dalam
cara-cara
yang
dapat
menurut
bahwa
budaya
asumsi-asumsi
organisasi
dasar
yang
mengembangkan hasil yang dapat dicapai.
dipelajari bersama oleh anggota organisasi
Seseorang yang memiliki keinginan untuk
dan merupakan solusi secara konsisten yang
dapat berjalan dengan baik bagi sebuah
perusahaan.
kelompok dalam menghadapi persoalan-
keyakinan yang dipegang teguh dan kadang-
persoalan
kadang tidak terungkapkan. Nilai-nilai dan
eksternal
sehingga
dapat
anggota
baru
dan
internalnya,
diajarkan sebagai
kepada
suatu
para
persepsi,
Nilai-nilai
itu
merupakan
semangat tersebut akan mendasari sifat perusahaan
dalam
usaha
menjawab
berpikir dan merasakan dalam hubungannya
tantangan (Miller, Wilson & Hickson, 2004 :
dengan persoalan-persoalan tersebut.
212).
Kemudian
Deshpande
dan
Webster
melihat budaya organisasi sebagai pola nilainilai yang terbagi (shared values) yang membantu anggotanya memahami fungsi organisasi dan memberikan norma bagi perilaku
organisasi.
dengan
demikian,
framework
Budaya
organisasi,
memberikan
sebuah
kepada
karyawan
menginternalisasi harapan tentang peran organisasi dan perilaku, yang pada akhirnya mengarah kepada hal yang luas sebagai suatu mekanisme kontrol organisasi (Dwyer, Richard
&
Sedangkan
Chadwick,
2003
Gordon
dan
:
1012).
DiTomaso
mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola keyakinan yang stabil dan nilai-nilai bersama
yang
dikembangkan
dalam
organisasi sepanjang waktu (Baird, Kharrison & Reeve, 2004 : 387). Ndraha (1997 :
Kemudian bagi
4), budaya organisasi
(organizational culture) merupakan aplikasi terhadap Sementara
badan itu
usaha
Miller
dkk
(perusahaan). menyebutkan
bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai dan semangat yang mendasar dalam cara mengelola
serta
mengorganisasikan
d. Kompensasi Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Selain itu, kompensasi juga merupakan semua bentuk kembalian finansial, jasa-jasa berwujud, dan tunjangantunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan kepegawaian. menurut Martoyo (1992 : 42), kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas
jasa
bagi
employers
maupun
employees baik yang langsung berupa uang (financial) maupun yang tidak langsung berupa bukan uang (non-financial). Dengan demikian, pengertian kompensasi lebih luas dari sekedar gaji dan upah, karena terdapat
pula
unsur
penghargaan
tidak
langsung dan non-finansial ke dalam konsep balas jasa secara keseluruhan. Pola balas jasa pada perusahaan-perusahaan modern bahkan dimasukkan pula persentase yang cukup besar untuk pemberian tunjangan terhadap
karyawan
(fringe
benefit),
penghargaan tidak langsung, dan pelayanan semi finansial lainnya(Tulus, 1995 : 32).
Menurut Dessler (1998:41), ada dua
Yukl (1996:129), kepuasan kerja terkait
komponen kompensasi, yaitu: pembayaran
dengan cara seorang pekerja merasakannya
keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji,
pekerjaannya.
insentif,
serta
Davids (1996:501), melihat kepuasan kerja
pembayaran tidak langsung dalam bentuk
sebagai suatu pemikiran karyawan mengenai
tunjangan keuangan seperti asuransi dan
seberapa
uang liburan. Sedangkan Simamora (1995 :
keseluruhan
413) membagi kompensasi ke dalam dua
kebutuhanya.
komponen, yaitu kompensasi finansial dan
kepuasan kerja merupakan perasaan pekerja
kompensasi
terhadap pekerjaannya. Sedangkan bagi
finansial
komisi,
dan
non
terdiri
bonus;
finansial. dari
dua
Kompensasi jenis,
yakni
Kemudian
jauh
Ivancevich
Werther
pekerjaanya mampu
Atau
secara
memuaskan
dengan
(1995:308),
dan
kata
kepuasan
lain,
kerja
kompensasi langsung dan kompensasi tidak
adalah hal yang sangat menyenangkan atau
langsung. Kompensasi langsung misalnya
tidak menyenangkan bagi karyawan dalam
gaji
untuk
melihat pekerjaannya. Sementara itu Jewell
adalah
dan Siegall (1998:529) menyatakan bahwa
dan
insentif,
kompensasi
tidak
sedangkan langsung
tunjangan.
kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.
e. Kepuasan Kerja
Secara sederhana, kita dapat mengatakan
Paling tidak ada tiga alasan mengapa
bahwa karyawan yang puas lebih menyukai
kepuasan kerja dalam organisasi penting.
situasi
Pertama, terdapat bukti yang jelas bahwa
menyukainya.
karyawan yang tak terpuaskan lebih sering melewatkan
kerja
pada
tidak
Handoko (2000:193) memberikan batasan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional
kemungkinan mengundurkan diri. Kedua,
yang menyenangkan dengan mana para
telah diperagakan bahwa karyawan yang
karyawan memandang pekerjaan mereka.
terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
baik dan usia yang lebih panjang. Ketiga,
seseorang
kepuasan pada pekerjaan di bawa ke
dampak
kehidupan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
luar
lebih
dari
besar
di
dan
kerjanya
pekerjaan
(Stephen
Robins, 1996 : 187). Setiap individu memiliki tingkat kepuasan
terhadap dalam
pekerjaannya.
sikap
positif
Ini
karyawan
dihadapi di lingkungan kerjanya. Sedangkan
Hasibuan
(1995:45)
yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah
berlaku dalam dirinya. Menurut Wexley dan
sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai
pekerjaannya.
Sikap
ini
bahwa, komitmen organisasi menurut para
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan
guru tergolong sangat baik yang ditandai
dan prestasi kerja. Kepuasan kerja ini
keterlibatan para Guru SMA Negeri di Kota
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan,
Bekasi dalam organisasi sekolahnya; 3)
dan kombinasi dalam luar pekerjaan.
Kecerdasan
Emosional
(Variabel
X2)
Menurut Robins (1996:156), kepuasan
menunjukkan bahwa, kecerdasan emosional
terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu
sangat baik yang ditandai oleh tanggapan
sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat
sebagian besar para Guru SMA Negeri di
kesukaan
pegawai;
Kota Bekasi yang menyatakan sangat setuju
sehingga kepuasan merupakan sikap umum
terhadap pernyataan: pentingnya menepati,
yang dimiliki oleh pegawai
erat
memotivasi dan membina hubungan dengan
kaitannya dengan imbalan-imbalan yang
orang lain; 4) Budaya Organisasi (X3)
mereka yakini akan mereka terima setelah
menunjukkan bahwa, para Guru SMA Negeri
melakukan sebuah pengorbanan.
di
dan
ketidaksukaan
yang
Berdasarkan hasil penelitian Bavendam
Kota
Bekasi
berpandangan
organisasi sekolah tergolong
budaya
baik yang
Research Incoporated (2005:1), karyawan
ditandai oleh keterbukaan sekolah dalam
yang memiliki kepuasan tinggi dalam bekerja
memberikan kesempatan kepada guru untuk
dicirikan oleh lima hal, yaitu: (1) percaya
berkreasi dan berinovasi; 5) Kompensasi
bahwa organisasi akan dapat memuaskan
(X4) menunjukkan bahwa, para Guru SMA
dalam jangka panjang, (2) menjaga kualitas
Negeri
kerjanya, (3) komitmen pada organisasi, (4)
kompensasi
memiliki ingatan yang tinggi, dan (5) lebih
mencakup:
produktif.
lainnya tergolong
di
Kota
Bekasi
yang gaji,
beranggapan
diterima
insentif
dan
saat
ini
tunjangan
cukup baik atau cukup
memadai; Dan 6) Kepuasan Kerja (X5) F. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa,
Hasil penelitian tentang gambaran kondisi variabel
penelitian
yang
dikaji
para Guru SMA
Negeri di Kota Bekasi memiliki kepuasan
dapat
kerja tergolong cukup baik terhadap Kondisi
dikemukakan sebagai berikut: 1) Kinerja
kerja, Rekan kerja, kesesuaian kepribadian
Profesional Guru (variabel Y) menunjukkan
dengan pekerjaan dan kebijakan organisasi
bahwa, aspek-aspek atau komponen dari
Adapun
hasil
variabel Profesional guru selalu dilakukan
variabel
oleh para Guru SMA Negeri di Kota Bekasi;
Kecerdasan
2) Komitmen Organisasi (X1) menunjukkan
Organisasi
pengujian
Komitmen
Organisasi
Emosional (X3),
hubungan
(X2),
Kompensasi
(X1), Budaya
(X4)
dan
Kepuasan
Kerja
(X5)
terhadap
Kinerja
Profesional Guru (variabel Y) SMA Negeri di
X1 = Komitmen Organisasi
0,378 0,348
Kota Bekasi dapat dijelaskan melalui gambar berikut:
0,329
0,427
0,354
X2 = Kecerdasan emosional 0,469
0,554
0,804
0,442
0,550
X3 = Budaya organisasi
Y= Kinerja Profesional Guru
0,393
0,389 X4 = Kompensasi
0,423
0,423
0,623 X5 = Kepuasan Kerja
0,392
0,594
Gambar 3 Hasil Penelitian Hubungan Antar Variabel Penelitian
Untuk mendapatkan koefisien regresi dilakukan uji regresi linier berganda terhadap variabel-variabel penelitian hasilnya adalah:
ˆ Y 12 , 040 0 . 057 X 0 . 382 X 0 . 136 X 0 . 096 X 0 . 075 X 0 . 804 1 2 3 4 5 Artinya, setiap kenaikan Variabel Kinerja Profesional Guru SMA Negeri di Kota Bekasi (Y) akan diikuti oleh kenaikan variabel: Komitmen Organisasi (X1), Kecerdasan Emosional (X2), Budaya Organisasi (X3), Kompensasi (X4) dan Kepuasan Kerja (X5). G. Pembahasan Hasil Penelitian Profesional
Guru
dalam
seorang guru diukur oleh standar kompetensi konteks
yang
dikuasai
dan
diterapkan
dalam
pembahasan ini, didasari oleh Permendiknas
menjalankan tugas pembelajaran di kelas.
No. 16 Tahun 2007 dimana Profesional
Standar kompetensi yang dimaksud adalah:
1) Kompetensi Pedagodik; 2) Kompetensi
standar penilaian yang ditetapkan pemerintah.
Kepribadian 3) Kompetensi Sosial; Dan 4)
Penilaian portofolio merupakan pengakuan
Kompetensi Profesional.
atas pengalaman profesional guru dalam
Pada
saat
meningkatkan
ini,
program
Profesional
untuk
guru
sedang
bentuk
penilaian
terhadap
kumpulan
dokumen. Pelaksanaan program sertifikasi
gencar dilaksanakan oleh pemerintah, salah
merupakan
satunya melalui program sertifikasi guru,
merupakan amanat Undang-Undang. Namun
dimana paling tidak terdapat sekitar 2,3 juta
mengingat keterbatasan yang ada, program
guru binaan Depdiknas (data dari Ditjen
sertifikasi dilaksanakan secara bertahap dan
PMPTK).
diharapkan tuntas pada tahun 2015.
ini
Penyelenggaraan sertifikasi guru
didasarkan
pada
Undang-Undang
keharusan,
karena
hal
ini
Pelaksanaan sertifikasi guru merupakan
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
komitmen
Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Departemen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
mengimplementasikan
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru
Sertifikasi
guru
menentukan
untuk
(1)
dan
dalam
Pendidikan
Dosen.
hal
Nasional,
amanat
Keberhasilan
ini
untuk
Undang-
pelaksanaan
kelayakan
guru
dalam
sertifikasi dalam rangka meningkatkan mutu
tugas
sebagai
agen
pendidikan secara nasional, juga menjadi
mewujudkan
tujuan
melaksanakan pembelajaran
bertujuan
pemerintah,
dan
harapan
nyata
bagi
pembangunan
pendidikan nasional, (2) peningkatan proses
pendidikan, dan pembangunan guru yang
dan
profesional menuju pembangunan “Insan
mutu
hasil
pendidikan,
dan
(3)
peningkatan profesionalitas guru. Sertifikasi guru bagi calon guru dan guru
Indonesia Cerdas dan Kompetitif”. Keberhasilan pelaksanaan sertifikasi guru
yang sudah mengajar dilaksanakan melalui
sangat
mekanisme yang berbeda didasarkan atas
kesadaran, keterlibatan dan upaya sungguh-
penghargaan terhadap pengalaman kerja
sungguh dari segenap unsur pelaksana
guru, yakni: bagi Guru Prajabatan (Calon
program.
Guru) dan Guru dalam Jabatan. Bagi guru
keterlibatan secara langsung dan sungguh-
dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi
sungguh dari unsur pelaksana program
akademik S1/D-IV dapat langsung mengikuti
terutama Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat
dan
pendidik. Uji kompetensi dilakukan dalam
mengimplementasikan sertifikasi guru.
bentuk
penilaian
portofolio
berdasarkan
bergantung
Untuk
Dinas
itu
pada
sangat
Pendidikan
pemahaman,
diharapkan
Propinsi
dalam
Optimalisasi Profesional guru dari hasil
dengan emosi, sifat-sifat kepribadian, dan
program sertifikasi tentunya, tidak berhenti
disposisi (Van Rooy, D.L., & Viswesvaran,
sampai seorang guru mendapatkan sertifikat
2004 : 72).
profesi. Ada sisi lain yang secara teoritis
Dalam
konteks
inilah,
Model
Ideal
perlu mendapat perhatian pasca sertifikasi,
Pengembangan Profesional Guru Dalam
yakni
(Emosional
Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran
Intelligen/EI). Dalam Model EI, Profesional
terutama di SMA perlu ditindak lanjuti
dapat
optimal
dengan pembinaan terhadap guru pasca
manakala ability dan mixed (kepribadian)
sertifikasi untuk mengembangkan EI dengan
dipadukan. Model ability yang dihasilkan dari
memupuk
program
organisasi/sekolah,
kecerdasan
emosional
diberdayakan
secara
sertifikasi
mengacu
kepada
unsur:
komitmen budaya
kecerdasan (intelligence). Sedangkan model
organisasi/sekolah, kompensasi profesi guru
mixed mengacu kepada definisi bahwa EI
dan kepuasan kerja. (lihat
adalah
suatu
kompetensi
yang
terkait
MEKANISME SERTIFIKASI GURU
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PASCA SERTIFIKASI GURU
Guru SMA yang memenuhi kualifikasi mengikuti sertifikasi
Profesional Guru
Tes Kompetensi
Kondisi Guru SMA
Tes Tertulis Penilaia n terhada p Kinerja
Guru SMA yang tidak memenuhi kualifikasi mengikuti sertifikasi Audit kemampuan internal Kinerja Guru SMA
Lulus Sertifikasi
Pendidikan Profesi Keguruan
Program Remedial
Kepuasan Kerja
Kompensasi Guru
Pembinaan dan Pengembangan melalui Diklat Budaya Organisasi
MUTU KINERJA GURU SMA DALAM PEMBELAJARAN
Komitmen Organisasi
Kecerdasan emosional
Gambar 4 Model Ideal Pengembangan Profesional Guru Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran di SMA
Gambar
4)
H. Kesimpulan Hasil Penelitian
6. Besarnya kontribusi Kepuasan Kerja
Kesimpulan hasil penelitian ini dapat
(X5) terhadap Kinerja Profesional Guru
dikemukakan sebagai berikut:
(Y) SMA Negeri di Kota Bekasi adalah
1. Gambaran Kondisi variabel penelitian
15,37%.
yang dikaji, yakni: 1) Kinerja Profesional
7. Besarnya
kontribusi
Komitmen
Guru (variabel Y) menunjukkan bahwa,
Organisasi (X1), Kecerdasan Emosional
aspek-aspek
(X2),
atau
komponen
dari
Budaya
Organisasi
(X3),
variabel Kinerja Profesional guru selalu
Kompensasi (X4) dan Kepuasan Kerja
dilakukan oleh para Guru SMA Negeri di
(X5) secara bersama-sama terhadap
Kota Bekasi. 2) Komitmen Organisasi
Profesional Guru (Y) SMA Negeri di
(X1)
Kota Bekasi adalah 35,28%. Sedangkan
tergolong
sangat
baik;
3)
Kecerdasan Emosional (Variabel X2)
pengaruh
tergolong sangat baik; 4)
sebesar 0,804 atau 64,7% variabel
Organisasi
(X3)
tergolong
Budaya baik;
variabel
epsilon
adalah
5)
Kinerja Profesional guru (Y) dipengaruhi
Kompensasi (X4) tergolong cukup baik
oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam
atau cukup memadai; 5) Kepuasan
penelitian ini.
Kerja (X5) memiliki kepuasan kerja I.
tergolong cukup baik. 2. Besarnya Organisasi
kontribusi
Komitmen
terhadap
Berikut
ini
akan
dikemukakan
Kinerja
beberapa implikasi hasil penelitian dan
Profesional Guru (Y) SMA Negeri di
pembahasan yang telah diuraikan tentang
Kota Bekasi adalah 10,82%.
kontribusi komitmen organisasi, kecerdasan
3. Besarnya
(X1)
Implikasi
kontribusi
Emosional (X2)
Kecerdasan
terhadap
Kinerja
emosional, budaya organisasi, kompensasi dan
kepuasan kerja terhadap Kinerja
Profesional Guru (Y) SMA Negeri di
Profesional guru Sekolah Menengah Atas
Kota Bekasi adalah 30,69%.
Negeri di Kota Bekasi, yakni:
4. Besarnya kontribusi Budaya Organisasi
1. Hubungan antara komitmen organisasi
(X3) terhadap Kinerja Profesional Guru
dengan Kinerja Profesional Guru SMA
(Y) SMA Negeri di Kota Bekasi adalah
Negeri di Kota Bekasi tergolong rendah.
15,44%.
Hal ini, memiliki implikasi terhadap pola
5. Besarnya kontribusi Kompensasi (X4) terhadap Kinerja Profesional Guru (Y)
pembinaan dalam memupuk komitmen guru, yakni:
SMA Negeri di Kota Bekasi adalah
Dari sisi Afektif: perlu dipupuk rasa
17,89%.
memiliki sekolah di kalangan para
guru, rasa bangga terhadap sekolah dimana
guru
bertugas
yang
dan
bersangkutan
loyalitas
terhadap
sekolah. Dari
3. Hubungan antara budaya organisasi dengan Kinerja Profesional Guru SMA Negeri di Kota Bekasi tergolong rendah. Dalam menciptakan susanana kerja
sisi
Kontinuasi:
perlu
ditanamkan di kalangan para guru
bermutu
di
sekolah,
Inovasi:
kepedulian
keleluasaan
ketertiban
budaya
organisasi perlu dikembangkan melalui:
ketaatan terhadap peraturan dan terhadap
maka
sekolah
memberikan
melakukan
inovasi
sekolah.
dengan dukungan manajemen dan
Dari sisi Normatif: para guru perlu
apresiasi positif dari kepala sekolah
diyakinkan bahwa, sekolah dapat
terhadap sikap inovatif para guru
memberikan yang terbaik untuk masa
yang mendukung pembelajaran.
depan dengan menciptakan suasana
Orientasi Hasil: dalam konteks ini
kerja di sekolah kondusif.
para
2. Hubungan
kecerdasan
emosional
guru
berpretasi
dituntut dengan
untuk
dapat
memperlihatkan
dengan Kinerja Profesional Guru SMA
hasil kerja secara optimal dalam
Negeri
suatu iklim persaingan yang sehat.
di
Kota
Bekasi
dapat
diinterpretasikan tergolong sedang. Hal
Pengendalian kinerja guru (Kendali
ini, memiliki implikasi terhadap pola
Lemah Versus Ketat): untuk dapat
pembinaan
menciptakan
dalam
meningkatkan
pengedalian
secara
kecerdasan emosional guru atau dalam
optimal, maka perlu memperhatikan
konteks
dan
pendidikan,
kecerdasan
mengakomodasi
harapan-
emosional menjadi bagian yang perlu
harapan
dikembangkan dengan dasar bahwa,
keadilan
jika secara profesional para guru telah
peraturan,
menjalankan
pola
dibekali oleh kemampuan atau ability
pengawasan
secara
dan
dalam proses sertifikasi, maka hasil
melakukan evaluasi kinerja guru.
sertifikasi
perlu
kecerdasan
emosional
menjalankan
didukung guru
tugasnya.
para
guru,
dalam
menciptakan
memberlakukan
objektif
oleh
4. Hubungan antara kompensasi dengan
dalam
Kinerja Profesional Guru SMA Negeri di
Sebab,
Kota
Bekasi
tergolong
sedang. untuk
kecerdasan emosional diyakini dapat
Efektifitas
kompensasi
memberikan
membangun
komitmen
kontribusi
yang
besar
organisasi
terhadap keberhasilan hidup seseorang
sekolah berimplikasi pada optimalisasi
termasuk para guru.
Profesional
guru,
maka
diperlukan
konsep
pay-for-performance
dengan
mamperhatikan beberapa hal berikut:
Kondisi
kerja
yang
mendukung:
sekolah, baik dari pimpinan maupun
Gaji: gaji yang diterima pada guru
rekan sejawat memberikan apresiasi
seyogianya memberikan perasaan
positif kreatifitas dimana para guru
nyaman
memiliki
sehingga
dapat
keleluasaan
meningkatkan motivasi kerja. Untuk
mengembangkan potensi diri dan
gaji guru yang dikelola di
merasa nyaman dengan lingkungan
luar
pemerintah (swasta) Penetapan gaji
kerjanya
ditetapkan
Rekan
secara
bersama
dan
kerja
yang
mendukung:
dinaikan secara berkala.
tercipta kepedulian diantara para guru
Insentif: Bagi para guru insentif
dan rasa bangga terhadap para guru
merupakan tambahan penghasilan
yang memiliki prestasi, baik di dalam
disamping
maupun di luar sekolah.
gaji.
Secara
ideal
pemberian insentif harus sesuai
Kesesuaian
dengan harapan para guru dan
pekerjaan:
konsisten.
harus tercipta kondisi dimana para
Tunjangan: termasuk
Bagi para
tunjangan
para guru,
yang
pegawai pemberian
sesuai
akan
yang
lingkungan
ditugaskan
sekolah
kepadanya
atau
memiliki kesesuaian dengan karakter dirinya.
tunjangan
Kebijakan
bentuk
Di
dengan
guru merasa cocok dengan pekerjaan
mendorong semangat kerja, karena merupakan
kepribadian
organisasi
administratif:
jaminan kerja dimana seorang guru
kebijakan sekolah baik yang bersifat
akan
teknis maupun administratif harus
terbantu
kebutuhannya.
dan
terlindungi
Tunjangan
dapat
menjadi arah bagi para guru dalam
berbentuk tunjangan khusus dan
menjalankan tugasnya.
tunjangan lain-lain yang tentunya
Supervisi (penyelia): dalam hal ini
sesuai
supervisi
dengan
kebutuhan
para
guru. 5. Hubungan
antara
kepuasan
kerja
yang
dilakukan
sekolah
merupakan
dimana
seorang
kepala
hal
penting
kepala
sekolah
dengan Kinerja Profesional Guru SMA
seyogianya
Negeri di Kota Bekasi tergolong rendah.
apresiasi positif atas hasil kerja guru
Hal ini berimplikasi terhadap upaya
dengan memberikan dukungan dan
peningkatan kepuasan kerja untuk lebih
pembinaan terhadap para guru.
memperhatikan:
dapat
memberikan
Promosi: kegiatan ini merupakan
kemampuan
bagian dalam penataan pegawai atau
Peningkatan mutu pendidikan antara lain
guru yang menuntut kemampuan
ditempuh melalui pengembangan mutu
dalam
potensi
guru,
para pendidiknya yang dalam hal ini
diterapkan
azas
adalah guru. Guru sebagai salah satu
proses
dan
penjamin mutu dalam proses pendidikan
memetakan
sehingga
perlu
keadilan
profesionalnya.
dalam
kesesuaian antara potensi yang ada
dituntut
dengan kebutuhan agar para guru
standar kompetensi yang diprasyaratkan
yang dipromosikan dapat berfungsi
pemerintah. Oleh karena itu, para guru
dan berperan dalam mewujudkan visi
perlu
pendidikan,
mengembangkan
kemampuannya
melalui
atau
yakni
menciptakan
pendidikan bermutu.
kegiatan
paling
tidak
diberi
menguasai
kesempatan
studi
lanjut
ilmiah
lainnya
4
untuk
kegiatan-
yang
dapat
meningkatkan Profesionalnya.
J. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan dan implikasi
a. Dari sisi kompetensi guru: Pertama,
yang telah dikemukakan, berikut ini akan
seyogyanya
diajukan
jenjang
beberapa
rekomendasi
hasil
guru
SMA
pendidikan
memiliki sarjana
pendidikan (S1). Untuk itu, maka
penelitian, yaitu: berkaitan
pemberian kesempatan dan peluang
pendidikan,
melanjutkan pendidikan bagi para
penguasaan dalam penggunaan metode
guru merupakan hal penting yang
pembelajaran,
1. Kinerja
Profesional
dengan:
latar
pengabdian.
guru
belakang
kreativitas,
dan
perlu ditindak-lanjuti secara nyata,
Berdasarkan
hasil
baik oleh pihak sekolah maupun
penelitian ini, hal yang perlu mendapat
pihak
perhatian berkaitan dengan peningkatan
Kabupaten/Kota
Profesional Guru adalah pembinaan guru
peningkatan kemampuan guru dalam
berkaitan dengan kecerdasan emosional
hal:
melalui berbagai kegiatan pendidikan
menguasai
dan pelatihan yang diselenggarakan,
mengaplikasikan
baik oleh sekolah maupun tingkat Dinas
kehidupan sehari – hari, menguasai
Pendidikan Nasional Kota Bekasi..
kelas, administrasi kelas dan tujuan,
2. Guru
dalam
dihadapkan tuntutan
kegiatan pada
yang
pembelajaran
keharusan
berkenaan
dan
dengan
Dinas
Bekasi.
Kedua,
menguasai materi pelajaran,
memotivasi ilmu
Pendidikan
metode
belajar,
pembelajaran, teori
dalam
meningkatkan
pengetahuan,
dan
mengevaluasi. Kegiatan pembinaan
untuk
meningkatkan
tersebut
kemampuan
seyogyanya
dilakukan
pemberian tersebut
informasi.
Unsur-unsur
merupakan
hak
yang
melalui kegiatan yang lebih bersifat
seyogyanya diperoleh guru, untuk itu
kontekstual
peran sekolah dan Dinas Pendidikan
seperti
kegiatan
pertemuan rutin pada tingkat sekolah
Nasional
dan
diharapkan
tingkat
Nasional
Dinas
Kota
Pendidikan
Bekasi
lebih
Kota
Bekasi
dengan
sangat
memberikan
pelayanan optimal bagi para guru,
dioptimalkan frekuensinya, disamping
yakni
mengikut
dalam
urusan berkaitan dengan kebutuhan
kegiatan pendidikan dan pelatihan,
para guru. Dan kedua, kondisi yang
penataran,
dan
diharapkan seperti: dihormati dan
sebagainya. Dan ketiga, berkaitan
disegani, sopan dan berbudi, jujur,
dengan kewenangan (otoritas) guru
sehat dan harmonis, performance,
seperti: membantu siswa, menguasai
dipercaya,
perilaku,
emosional,
sertakan
guru
lokakarya
meningkatkan
kesejahteraan,
dan
prestasi,
mempermudah
disiplin.
berbagai
sejahtera, kreatif,
tidak
inovatif,
Unsur-unsur
dan
tersebut
seyogyanya para guru tidak terjebak
merupakan kewajiban yang perlu
dengan
atau
diperlihatkan secara positif oleh para
segalanya dinilai dengan material
guru atau dengan kata lain, para guru
(uang). Untuk itu, maka Profesional
tidak hanya menuntut hak tetapi juga
guru
perlu
nuansa
harus
kecerdasan
komersial
diimbangi emosional,
dengan mentalitas
iman dan taqwa.
kesejahteraan berkaitan
guru:
kerja
satu
peran
mewujudkan
penting
sekolah
dalam
berkinerja
dan
bermutu adalah kepiawaian sosok kepala
yang
sekolah dalam memimpim sekolahnya
penempatan
atau integritas kepemimpinan kepala
yang tepat, pendidikan dan latihan
sekolah. Beberapa hal yang diajukan
yang
sebagai rekomendasi hasil penelitian ini
memuaskan
dengan
Pertama,
kinerjanya
dengan menjalankan kewajibannya. 3. Salah
b. Dari sisi pembinaan personil dan
meningkatkan
seperti:
sistematis,
promosi
yang
obyektif, pekerjaan yang terjamin,
berkaitan
dengan
komitmen
adalah,
mengikutkan
wakil
Pertama,
daya
motivasi
seperti:
mengambil
kebijakan,
pekerjaan
yang
guru
dalam kondisi
keterbukaan dalam meningkatkan mutu,
menyenangkan,
inovatif dalam peningkatan mutu dan
pemberian fasilitas (rekreasi), dan
kesejahteraan
guru,
inovatif
pembelajaran dan terhadap orang tua siswa,
menjalin
kerjasama
aparat
keamanan.
Kedua,
dengan tanggung
jawab seperti: dalam peningkatan mutu, dalam memberi layanan administrasi terhadap
guru
dan
kapabilitas kepala
pegawai,
sekolah
dan
tercermin
pada perilaku wakil kepala sekolah. Dan Ketiga,
kepercayaan
seperti:
kepercayaan para guru dan karyawan non edukatif terhadap kepala sekolah. Berdasarkan kepala
ketiga
sekolah
unsur
tersebut,
sebagai
seorang
pemimpim memiliki beban kerja yang berat dan seyogyanya pada posisi ini seorang
kepala
sekolah
memahami
secara holistik tentang „mutu kinerja sekolah” sehingga dapat menjalankan komitmen dengan baik. 4. Saran bagi penelitian selanjutnya untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut oleh para peneliti a. Pengungkapan variable
dan
pengaruh
kompetensi
individu,
kompetensi intelektual, kompetensi personal,
kompetensi
kretivitas
terhadap
sosial mutu
dan
kinerja
Sekolah Menengah Atas. b. Pengungkapan pengaruh fasilitas organisasi
hubungan
manajemen belajar dengan
dan mutu
Sekolah Menengah Atas.
dan
sekolah, budaya kinerja
DAFTAR PUSTAKA Akdon dan Hadi, S. (2006). Aplikasi dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci. Andrian, Harefa. (2004). Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama August W. Smith. (1982). Philosophy of Education. New York: Harper & Row. Baird, Kharrison & Reeve (2004) Adoption of Activity Management Practices: A Note on The Extent of Adoption and The Influence of Organizational and Cultural Factors, Management Accounting Research 15. Bavendam (2005) Research Incoporated, Managing Job Satisfaction, http://www.employee satisfaction. com/ Benkhoff (1997) Ignoring Commitment Is Costly: New Approaches Establish the Missink Link Between Organizational Commitment and Performance, Human Relations, 50, (6). Dessler (1998) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Prenhallindo. DeJoy, Schaffer, Wilson, Vandenberg & Butts (2004) Creating safer workplaces: assessing the determinants and role of safety climate, Journal of Safety Research, 35. Dwyer, Richard & Chadwick (2003) Gender Diversity in Management and Firm Performance: The Influence of Growth Orientation and Organizational Culture, Journal of Business Research, 56. Depdiknas (2007) Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kompetensi Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Drucker Peter. (1977). Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper Colling.
Goleman, D. (1995) Working With Emotional Intelegence: Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Handoko, T. Hani (2000) Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Malayu (1995) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: CV Haji Masagung, Jakarta. Ivancevich, John M. (1995) Human Resources Managemet Chicago: Richard D. Irwin, Inc.
Outcomes in a Team Environment, Journal of Management, 26, (6). Shaw, Delery & Abdulla (2003) Organizational Commitment and Performance Among Guest Workers and Citizens of An Arab Country, Journal of Business Research, 56. Simamora, H. (1995) Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN. Steers, Richard M. (1985) Effektivitas Organizational Behavior. Magdalena Jamin, Jakarta: LPPM & Erlangga.
Psikologi Edisi 2,
Suharsimi, A. (1996), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Martoyo (1992) Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE.
Sutisna, Oteng. (1999). Administrasi Pendidikan: Dasar, Teori Untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.
Jewell & Siegall Industri/Organisasi Jakarta : Arcan.
(1998) Modern,
Miller, Wilson & Hickson (2004) Beyond Planning Strategies for Successfully Implementing Strategies Decisions , Long Range Planning, 37. Mowday, Porter & Steers (1982) Employee Organization Linkages: The Psychology of Commitment, Absen teeism and Tumove New York: Academics Press. Ndraha (1997) Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta. Newstrom, John W. & Keith Davis (1996) Organization Behavior, Human Behavior at Work, 8tth edition, Singapura: Mc. Graw Hill Book Company. Randall. (1997). Philosophy an Introduction. New York: Barner & Noble. Robbins, Stephen (1996) Perilaku organisasi, terjemahan: Haryana Puja Atmaja Jakarta: PT. Prenhallindo. Schein, Edgar H. (1995) Coming to New Awareness of Organizational Culture (Winter: Sloan Management Review. Scott Richard, W. & Burroughs (1992) Support Commitment and Employee
Tulus (1995) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Usman, Moh. Uzer. (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya. Van Rooy, D. L. & Viswesvaran, C. (2004) Emotional intelligence: A meta-analytic investigation of predictive validity and nomological net, Journal of Vocational Behaviour. 65. Weisinger, H. (1998) Emotional Intelligence at Work, San Francisco: Jossey-Bass Inc. Werther, William B., Jr and Keith Davids (1996) Human Resourcces and Personel Management New York: McGraw Hill, Inc. Wexley, N. Kenneth and Gary A. Yukl (1996) Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia Jakarta: PT. Rineka Cipta.