KONTRADIKTIF DAN OBJEKTIVITAS INFORMASI DATA PEMILIH KPU DAN BAWASLU DALAM PILKADA GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SULAWESI TENGAH TAHUN 2015
CONTRADICTORY AND OBJECTIVITY OF THE INFORMATION ABOUT THE VOTER’S DATA ISSUED BY GENERAL ELECTION AND GENERAL ELECTION SUPERVISION AGENCY IN THE LOCAL ELECTION OF THE GOVERNOR AND VICE GOVERNOR OF CENTRAL SULAWESI IN 2015
1
Bambang Hermansyah, 2M.Iqbal Sultan, 3Hasrullah
1
Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar (
[email protected]) 2 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar (
[email protected]) 3 Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar (
[email protected])
Alamat Korespondensi : Bambang Hermansyah KPU Provinsi Sulawesi Selatan HP: 0811 444 9783 E-mail:
[email protected]
Abstrak Data pemilih dalam perhelatan pilkada gubernur Sulawesi Tengah tahun 2015 dianggap tidak konsisten karena perbedaan data antara KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Penelitian ini bertujuan mengungkap penyebab terjadinya kontradiktif informasi data pemilih antara KPU dan Bawaslu, mencari letak kesalahan KPU dan Bawaslu serta cara KPU menciptakan informasi data pemilih yang objektif. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan wawancara terhadap KPU dan Bawaslu, LSM, Media dan Tim Sukses dan berlokasi di Kantor KPU dan Bawaslu Sulawesi Tengah. Data sekunder diperoleh dari sumber pustaka ilmiah dan arsip – arsip yang berkaitan dengan tema penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kontradiktif yang terjadi disebabkan oleh tidak akuratnya sumber data yang diolah, rekrument panitia Ad Hoc dan pengolahan data pemilih. Disamping itu, kesalahan KPU dan Bawaslu karena SDM panitia Ad Hoc, Infrastruktur TIK, dan hak akses sidalih. Sebagai upaya menghasilkan informasi data pemilih yang objektif, KPU melakukan cara verifikasi kembali informasi data pemilih dan memberikan kesempatan kepada masyarakat menggunakan hak pilihnya pada TPS dengan menggunakan KTP sesuai domisilinya.Sebagai upaya mengetahui kontradiktif informasi data pemilih KPU dan Bawaslu, dilakukan analisis kontradiktif dan objektivitas informasi data pemilih KPU dan Bawaslu pada Pilkada Gubernur Sulawesi Tengah tahun 2015 Kata kunci : informasi, data pemilih, KPU, Bawaslu, Panitia Adhoc,
Abstrack Voter data in the event Central Sulawesi gubernatorial election in 2015 was inconsistent due to discrepancy of data held by between the General Election Commision (GEC) and General Election Supervision Agency (GESA) as election organizers .This research aimed to reveal the causes contradiction the data information about voters between General Election Comission (GEC) and General Election Supervision Agenvy (GESA), to investigate what caused the erros of GEC and GESA in Creating the objective information about the voter’s data. This research using purposive sampling method with interviews of the General Election Commision (GEC) and General Election Supervision Agency (GESA), NGO, Media and Success Team and is located in the Office of the GEC and GESA Central Sulawesi. Secondary data were obtained from the scientific literature sources and archives - archives relating to the research theme. The research results indicated that the causes of the contradiction of the information about the voters’ datga given GEC dan GESA was caused by the inaccurate sources of data processed, the Ad Hoc recruitment if the officers, and the processing of the voters data. In addition, it was caused by the faults of both GEC dan GESA due to the human resource of the ad hoc committee, TIK infrastructure, and the access right to sidalih. As an effort to produce objective information about the voter’s data, the commission should re-verify the information about the voter’s data and give opportunity to the societies to use their voting rights at the polling stations by using their domicile cards. In an effort to find out contradictory information GEC and GESA voters' data, analysis contradictory and objectivity data information GEC and GESA voters on election of the Governor of Central Sulawesi in 2015. Keywords : Information,voter’s data, General Information Election (KPU), Adhoc Comittee
PENDAHULUAN Tercapainya daftar pemilih yang berkualitas tidak hanya tanggung jawab KPU Sulteng, melainkan menjadi tanggung jawab Bawaslu Sulteng sebagai penyelenggara Pemilu dalam mengawasi setiap tahapan pelaksanaan Pemilihan termasuk penyusunan dan pemutakhiran data pemilih Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah tahun 2015. Komunikasi Politik dan Sinergitas yang baik diantara kedua lembaga penyelenggara pemilu sangat menentukan demi menghasilkan pemilu berkualitas. Komunikasi Politik adalah suatu bidang atau disiplin yang menelaah perilaku komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik (Cangara,2014-a). Kesalahpahaman dalam berkomunikasi tidak saja menimbulkan kesenjangan informasi, namun hal tersebut dapat memicu munculnya konflik (Hasrullah, 2009). Proses menciptakan daftar pemilih yang komperehensif, akurat,terkini dan objektif tidaklah mudah. Pelaksanaan Pilkada secara serentak kali ini berbeda dengan pilkada sebelumnya tahun 2011. Pada Pilkada kali ini, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten/Kota mengirimkan data ke Dukcapil Kemendagri dan kemudian dikonsolidasikan/dimutakhirkan Kemendagri. Selanjutnya Kemendagri mengirimkan ke KPU RI dan KPU RI mengirimkan ke KPU masing – masing sesuai jenjangnya yang melaksanakan tahapan pilkada. Untuk mempermudah dan membantu petugas KPU Kabupaten/Kota dalam proses pemutakhiran data pemilih menggunakan aplikasi secara online. Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih selanjutnya disebut (Sidalih) diharapkan dapat menyusun, mengkoordinasi, mengumumkan dan memelihara data pemilih. Sehingga data yang dihasilkan lebih mudah, cepat dan akurat. Laporan Mardiana dalam penelitian open data KPU dan Partisipasi Publik (2015) menunjukkan bahwa layanan teknologi berbasis online mendorong partisipasi KPU dan publik untuk mengontrol dan mengawasi proses tahapan pemilihan legislatif di Sulawesi Selatan, sekaligus mengevaluasi keadaan internal KPU dari sisi perilaku penyelenggara pemilu. Namun, penggunaan Aplikasi Sidalih dalam proses pemutakhiran data pemilih tidak sepenuhnya dapat diterima oleh Bawaslu Sulteng. Berdasarkan hasil rekapitulasi daftar pemilih sementara (DPS) KPU menetapkan 1.966.800 orang yang terdiri dari 999.978 Laki – laki dan 966.952 Perempuan. Untuk pemilih pemula 17.009 laki-laki dan 17.816 perempuan, selanjutnya difabel total berjumlah 2.492 orang. Dengan penyebaran di 13 Kabupaten/kota dan 5.765. TPS. Hasil pengawasan dan supervisi Bawaslu menemukan permasalahan dalam sistem dan mekanisme
pemutakhiran data pemilih. Persoalan tersebut adalah ditemukannya beberapa daerah yang mengumumkan daftar pemilih sementara berbeda dengan hasil pencocokan dan penelitian yang dilakukan oleh PPDP. Padahal menurut bawaslu seharusnya coklit merupakan hasil data pemilih dengan data pemilih baru kemudian digabung menjadi daftar pemilih sementara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang kontradiktif dan objektifitas informasi data pemilih KPU dan Bawaslu pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah tahun 2015.
BAHAN DAN METODE Rancangan Penelitian Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian deskriptif kualitatif. dengan pendekatan fenomenologi agar tujuan penelitian dapat tercapai, dimana pada pendekatan fenomenalogi peneliti dapat mengamati secara lagsung realitas yang terjadi, sehingga dapat memperoleh informasi yang mendalam dan lebih ke perilaku sosial untuk memahami peristiwa beserta kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Penelitian ini diarahkan untuk menganalisis terjadinya perbedaan pendapat antara KPU dan Bawaslu Sulawesi Tengah tentang informasi data pemilih, serta tidak ojektif dan akuratnya data pemilih pada pilkada gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2015. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian bertempat di Kantor Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Tengah dan Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Tengah di Palu. Peneliti berasumsi dan berpendapat bahwa kedua lembaga penyelenggara Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2015, merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk menghasilkan pelaksanaan pilkada berjalan dengan baik. Populasi dan Sampel Jumlah informan yang dipilih 9 (Sembilan) orang, yang masing – masing dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan mereka dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat dan mengetahui masalah secara mendalam. Masing – masing terdiri dari Ketua KPU, Anggota KPU, Operator KPU, Ketua Bawaslu, Anggota Bawaslu, Operator Bawaslu, LSM, Media, dan Tim Sukses.
Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan secara langsung dari narasumber atau informan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung karena datanya sudah tersedia sehingga penulis tinggal mencari dan mengumpulkan data tersebut. Peneliti mencoba mengumpulkan data dengan menggunakan dokumen dan arsip. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah data dikumpulkan dengan teknik,
observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Untuk observasi
menggunakan jenis obervasi non partisipatif, hanya meminta data yang disajikan KPU dan Bawaslu. Wawancara dilakukan dengan purposive sampling karena peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dipercaya. Studi dokumentasi Data yang diperoleh dari dokumentasi terdiri atas berbagai data dan informasi masing – masing informan yang sudah dirilis terkait dengan Pilkada Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2015. Sedangkan studi pustaka mengumpulkan data dari hasil bacaan literatur, buku-buku, karya ilmiah, jurnal atau data terkait dengan topik penelitian, arsip-arsip laporan tertulis atau daftar inventaris yang diperoleh terkait dengan penelitian yang dilakukan. Teknis Analisis Data Teknik analisa data yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis data dalam penelitian berupa reduksi data, sajian data dan verifikasi. HASIL Penyebab Kontradiktif Antara KPU dan Bawaslu Sumber Data merupakan penyebab awal dari kontradiktifnya informasi data pemilu antara KPU dan Bawaslu. Bawaslu melakukan pencermatan terhadap DAK2 tahun 2012 dengan DAK2 tahun 2015, diketahui terdapat selisih kurang di Kota Palu, Kab Sigi, Kab. Donggala, Kab. Parigi Moutong, Kab. Poso, Kab. Banggai, Kab. Banggai Kepulauan, Kab. Banggai Laut, Kab. Morowali Utara, Kab. Toli – toli dan Kab. Buol, dengan selisih kurang 121.292. Bagi KPU informasi data agregat kependudukan per kecamatan yang diberikan Kemendagri berasal dari dukcapil Kab/kota daerah yang melaksanakan pilkada diduga menjadi ajang politik bagi daerah juga untuk mendapatkan keuntungan. Hal inilah yang patut disayangkan karena DP4
yang digunakan untuk pilkada serentak 2015 adalah data yang pada dasarnya sama dengan data yang sebelumnya sudah diterima KPU untuk pemilu legislatif. Namun karena peraturan yang ada, KPU harus membersihkan kembali data tersebut. Padahal saat pemilu legislatif kemarin, KPU sudah pernah membersihkan DP4 tersebut Pembentukan panitia Adhoc KPU dan Bawaslu juga menjadi penyebab kontradiktifnya informasi data pemilu. Pembentukan panitia Adhoc KPU tidak sejalan dengan pembentukan panitia Ad Hoc Bawaslu. Dalam artian, panitia adhoc KPU terbentuk lebih dahulu dibanding panitia Ad hoc Bawaslu. Dimana seharusnya Pelaksanaan tahapan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh petugas dilapangan selalu diawasi oleh pengawas. Namun kenyataan yang terjadi dilapangan tidak seperti apa yang diharapkan Pengolahan dan penyusunan informasi data pemilih KPU menggunakan Teknologi informasi dan Komunikasi sebagai alat bantu untuk mengolah dan menyusun informasi data pemilih yaitu Sidalih. Dengan tujuan untuk transparansi dan komunikasi KPU dalam melakukan tahapan pemuktahiran data pemilih. Sedangkan Bawaslu, dalam proses pengawasan pemuktahiran data pemilih tidak menggunakan alat bantu selain aplikasi bawaan microsoft yaitu excel. Kesalahan KPU dan Bawaslu Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kesalahan KPU dan Bawaslu dalam memberikan informasi data pemilih kepada masyarakat. Jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah petugas pemuktahiran data pemilih yang ada dilapangan. Idealnya adalah harus sebanding antara petugas pemuktahiran dengan petugas pengawas. Disamping itu juga, rendahnya kualitas sumber daya manusia panitia adhoc KPU yang belum memahami tugas dan fungsi secara baik dan penuh tanggung jawab. Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi yang penyebarannya belum merata diwilayah Sulawesi Tengah. Penggunaan teknologi informasi KPU dalam melakukan proses penyusunan dan pengolahan informasi data pemilih membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Kesiapan aplikasi sidalih dalam pilkada serentak tahun 2015 juga belum sepenuhnya mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Terkadang aplikasi ini susah untuk diakses akibat banyaknya pengguna yang menggunakannya. Akibatnya data yang telah di update terkadang tidak terekam atau tersimpan secara sempurna disistem. Pada sisi pengawasan Bawaslu tidak menggunakan alat bantu yang perlu dukungan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Dimana seharusnya, Bawaslu menggunakan
sebuah aplikasi sebagai alat bantu untuk melakukan pengawasan secara komprehensif terhadap seluruh kinerja KPU dalam melakukan pemuktahiran data pemilih. Sehingga akan lebih seimbang bila pengawasan juga menggunakan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Hak akses sidalih sepenuhnya dimiliki oleh operator KPU dan komisioner KPU yang telah diberikan mandat untuk menggunakan dan mengoperasikan. KPU tidak pernah melibatkan para operator dari bawaslu untuk mengetahui kerja dari system sidalih ini dalam bimbingan teknis operator sidalih KPU. Keberadaan Sidalih dalam proses pemutakhiran data pemilih tidak di pahami dan di mengerti fungsinya oleh bawaslu. Seharusnya KPU memberikan hak akses kepada Bawaslu untuk mengawasi proses pemutakhiran data pemilih. Sehingga bawaslu mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan Aplikasi, yang terlebih dahulu diberikan bimbingan teknis penggunaannya. Cara KPU Menciptakan Informasi Data Pemilih Yang Objektif Komitmen KPU Sulawesi Tengah untuk melaksanakan tahapan Pilkada gubernur dan Wakil gubernur sulawesi tengah secara adil, transparan dan berintegritas harus dimulai dengan menghadirkan informasi data pemilih yang objektif dan akurat. Optimalisasi kerja pemutakhiran data pemilih dengan melalukan verifikasi kembali dilapangan atas dasar masukan dari bawaslu dan informasi dari masyrakat. Selain itu, KPU selalu memantau perkembangan dan melakukan komunikasi dan koordinasi yang intens kepada seluruh Komisioner maupun Operator. Dengan memanfaatkan media social facebook, diharapkan semua informasi data dengan cepat dan mudah diperoleh. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya kontradiktif informasi data pemilih antara KPU dan Bawaslu pada Pilkada Gubernur Sulawesi Tengah yaitu sumber data yang tidak akurat, keterlambatan pembentukan Panitia Adhoc Bawaslu dan pengolahan dan penyusunan informasi data pemilih. Sumber data dari Informasi data penduduk yang diberikan oleh kemendagri menambah ketidakpastian tentang jumlah penduduk Sulawesi tengah yang seharusnya. Data merupakan bahan mentah untuk diolah, yang hasilnya kemudian menjadi informasi yang telah dan harus diukur serta dinilai baik buruknya, berguna atau tidak dalam hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai (Sutabri, 2005). Konsep redundansi atau redundancy Shannon dan Weaver digunakan untuk menghilangkan gangguan dalam saluran komunikasi. Dimana redundansi membuat kita dapat membetulkan
kesalahan dalam sebuah pesan yang diterima lewat saluran yang bising (Shannon & Weaver dalam Werner & Tankard, 2007). Anggapan Bawaslu sumber data tidak akurat, menimbulkan sikap disonansi KPU dalam mengambil keputusan. Salah satu penyebab terjadinya disonansi terdorong dalam situasi saat mengambil keputusan (Morrisan, 2013). Keterlambatan pembentukan panitia Adhoc Bawaslu sehingga tidak mengawasi secara maksimal kerja petugas KPU. Lembaga pengawas pemilu sekarang mempunyai banyak pekerjaan rumah dan beberapa persoalan senantiasa terulang berulang kali pemilu digelar, pada umumnya karena disebabkan oleh keterlambatan rekrument pengawas di tingkat Kabupaten/Kota dan jajarannya kebawah (Suswantoro, 2015). Akibatnya, perdebatan hasil data pemilih diantara petugas KPU dan Bawaslu menimbulkan ketidakpastian informasi data pemilih pada masyarakat. Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi yang berguna, sasaran harus mengurangi informasi palsu atau gangguan dari pesan yang diterima (Shannon & Weaver dalam Werner & Tankard, 2007). Pada sisi lainnya, kinerja pengawas yang meragukan hasil pemutakhiran data pemilih, membawa ketidaknyamanan tersendiri bagi petugas KPU dan menimbulkan disonansi. Disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu (Werner & Tankard, 2007) Pengolahan dan penyusunan informasi data pemilih dengan penggunaan sidalih mendapatkan tantangan dari bawaslu yang memiliki persepsi negatif, meskipun KPU berkeyakinan sidalih mampu menghasilkan informasi data pemilih yang akurat dan objektif. Bagian pertama proses informasi yang menciptakan pesan atau rangkaian pesan untuk dikomunikasikan. Pada tahap berikutnya pesan diubah dalam bentuk sinyal oleh transmitter sehingga dapat disalurkan kepada penerima, penerima lalu menyusun kembali sinyal menjadi pesan sehingga dapat mencapai tujuan (Shannon & Weaver dalam Werner & Tankard, 2007). Namun, teori disonansi kognitif Leon Festinger berpendapat disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu (West & Turner, 2008). Letak kesalahan KPU dan Bawaslu disebabkan oleh karena faktor SDM, Infrastruktur TIK dan Hak akses Sidalih.Keterbatasan kualitas sumber daya manusia KPU dan Bawaslu mengakibatkan proses pengambilan keputusan untuk menetapkan data pemilih sesuai hasil dilapangan menimbulkan persepsi atau pendapat yang berbeda – beda. Leon festinger mengatakan bahwa perasaan yang tidak seimbang ini sebagai disonansi kognitif. Dimana, perasaan yang
dimiliki orang ketika menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat berbeda yang tidak sesuai dengan pendapat yang mereka pegang (West & Turner, 2008) Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang kurang memadai serta aplikasi sidalih yang digunakan dalam pemuktahiran data pemilih sering kali mengalami gangguan yang menimbulkan keresahan baik dikalangan penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu maupun masyarakat. Konsep Shannon dan Weaver menyarankan bahwa untuk berhasilnya proses komunikasi yang sempurna, sebaiknya semua gangguan diatas lebih dahulu diatasi sebelum proses komunikasi berlangsung (Cangara, 2014-b). Sikap KPU Sulawesi Tengah dalam mengambil keputusan untuk menetapkan informasi data pemilih mengalami disonansi kognitif terhadap pernyataan bawaslu. Situasi yang dapat mendorong munculnya disonansi antara lain saat mengambil keputusan, kepatuhan yang dipaksakan, memasuki kelompok baru, dukungan social dan usaha atau daya upaya (Morrisan, 2013). Hak akses sidalih yang sepenuhnya dimiliki oleh KPU, akibatnya Bawaslu tidak mengetahui secara jelas dan lengkap tentang pengoperasian aplikasi sidalih dalam proses pemutakhiran data pemilih. Sehingga menimbulkan disonansi bagi Bawaslu. Disonansi menurut Browns dalam West dan Turner adalah sebutan untuk ketidakseimbangan, dimana hubungan disonan berarti bahwa elemen – elemennya tidak seimbang satu dengan lainnya (West & Turner, 2008) Cara KPU menciptakan informasi data pemilih yang objektif rekomendasi dari Bawaslu dan masyakat kemudian diverifikasi kembali oleh KPU Sulawesi Tengah untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat masuk dan terdaftar dalam daftar pemilih. Konsep dari Mcquaill (2010), menyatakan bahwa objektivitas dapat dilihat dari dua hal yaitu factuality dan impartiality. Factuality dimana didalam informasi harus mengandung kebenaran, informatif dan relevan. Sedangkan impartiality memberitakan dengan seimbang dan netral. Gordon B. Davis dalam Moekijat (1986), informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang berarti bagi penerimanya dan mempunyai nilai yang nyata atau yang dapat dirasakan dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Konsep Shannon dan weaver dalam teori informasi, yang menjelaskan tentang adanya redundancy atau pengulangan kata untuk menyebabkan berkurangnya entropy atau ketidakpastian (Cangara, 2014-b). Dengan berkurangya ketidakpastian, masyarakat dapat memperoleh informasi data pemilih yang akurat dan objektif. Sehingga seluruh tahapan pemuktahiran data pemilih dapat berjalan dengan baik dan lancar.
KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya pertentangan atau kontradiktifnya informasi data pemilih antara KPU dan Bawaslu Sulawesi Tengah dalam Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah disebabkan karena sumber data yang diolah KPU dan menjadi keraguan bagi Bawaslu, keterlambatan pembentukan panitia Adhoc bawaslu untuk mengawasi kerja panitia adhoc bawaslu dan pengolahan data KPU yang menggunakan TIK. Selain itu, kesalahan yang dilakukan KPU dan Bawaslu adalah karena SDM panitia KPU dan bawaslu tidak bekerja secara professional, penyebaran infrastruktur TIK yang tidak merata dan pembagian hak akses sidalih. Untuk menciptakan informasi data pemilih yang objektif KPU melakukan verifikasi kembali dilapangan berdasarkan infomasi dan masukan dari pengawas dan masyarakat. Oleh karena itu, kami menyarankan Kemendagri melalui dinas catatan sipil lebih memaksimalkan kerja validasi data penduduk dan lebih terbuka dalam melakukan koordinasi dan komunikasi kepada penyelenggara pemilu, tersedianya anggaran yang berbasis tahapan demi memaksimalkan kinerja pengawasan, dukungan infrastruktur yang merata dan secara menyuluruh, kebijakan pembagian hak akses sidalih dan penggunaan aplikasi pengawasan untuk mendapatkan hasil yang seimbang, KPU dan Bawaslu harus lebih selektif dalam merekrut panitia adhoc, dan dibutuhkan peran dan partsipasi aktif masyarakat dan peserta pemilu dalam melakukan sosialisasi pendaftaran pemilih pemilu.
DAFTAR PUSTAKA Cangara H. (2014-a). Komunikasi Politik : Konsep,Teori dan Strategi. Edisi Revisi 2014. Jakarta : Raja Grafindo Cangara H. (2014-b). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Kedua. Jakarta : Raja Grafindo Hasrullah. (2009). Dendam Konflik Poso (periode 1998 -2001) Konflik Poso dari Perspektif Komunikasi Politik. Jakarta : PT Gramedia Mardiana. (2015). Open Data KPU dan Partisipasi Publik Studi Deskriptif Pemanfaatan Open data KPU dalam kasus Pemilu Legislatif di Sulawesi Selatan (Tesis). Makassar : Universitas Hasanuddin Morrisan. (2013). Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta : Kencana Prenanda Media Group Moekijat. (1986). Pengantar Sistem Informasi Manajamen. Bandung : CV. Remadja Karya McQuail. (2010). McQuail’s Mass Communication Theory. London : Sage Publications Werner SJ & Tankard Jr.J. (2007). Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa, edisi ke – 5. Jakarta : Kencana Sutabri T. (2005). Sistem Informasi Manajeman. Jogjakarta : Andi offset Suswantoro. (2015). Pengawasan Pemilu Partisipatif. Jakarta : Erlangga West & Turner H.(2008). Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi. Jakarta : PT. Salemba Humanika