Konstruksi Realitas Harmoni Sosial Mengenai Persepsi “Wong Cino Solo”
Alexsius Ibnu Muridjal
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract A social reality have meaning, social facts in sociaety environment. As part of group in society, people always meet social reality outside and inside their self. It’s include phenomena Wong Chino Solo. Wong Chino Solo is a community China people as Indonesia citizen who live in Solo city. Their position was long time begins before independent of Indonesia. What and how of reality about China Solo people are constructed with perception by Javanese people who live in Solo. Is it right that China Solo people has image as not Solo people also as not Javanese people or as China people ? Based that assumtion, so the research want to describe how of meaning process to China Solo people as social reality. The research use phenomenoloy study which it see reality construction where is built in daily of life experience basic in person and meanings from certain reality. Keyword: reality construction process, social armony, phenomenology.
Pendahuluan Suatu realitas sosial mengandung arti, kenyataan-kenyataan sosial yang ada di sekitar lingkungan masyarakat. Sebagai kelompok masyarakat, orang senantiasa dihadapkan dengan suatu realitas sosial yang ada diluar dirinya serta dihadapkan kepada dirinya. Sebagai masyarakat maupun individu, manusia menggunakan pikiran,perasaan maupun dorongan keinginan hatinya dalam memberikan respon atau reaksi terhadap lingkungannya.Dalam hal ini, dalam diri setiap orang terdapat dua hal pokok yang mendasar.Yaitu, menyatu dengan orang-orang yang lain dan dengan lingkungannya dimana ia berada. Atas dasar inilah, pada awalnya itu adalah kelompok sosial. Hidup bersama untuk waktu yang lama terjadilah apa yang dinamakan interaksi sosial yang pada akhirnya melahirkan suatu sistem yang dikenal sebagai sistem interaksi. Dimana di dalamnya 1
terlihat bagaimana berbagai peraturan yang mengatur hubungan diantara orang-orang yang saling berhubungan tersebut. Dengan begitu orang-orang, merasa sadar bahwa, mereka merupakan satu kesatuan sosial. Demikian masyarakat merupakan orang-orang yang hidup bersama. Hal itu dalam tingkatan yang ada, dimulai sebagai suatu kelompok sosial ketika beinteraksi sebagai sistem sosial, kehidupan bersama diantara mereka, melahirkan kebudayaan,yang juga mengikat setiap individu anggota kelompok tersebut dari mana masing-masing berasal. Sebagai suatu sistem sosial didalamnya terdiri dari sejumlah elemen sosial, berupa tindakan sosial yang dilakukan individu yang berinteraksi. Selain tindakan sosial yang dilakukan individu yang berinteraksi satu dengan lainnya juga
bersosialisasi menciptakan hubungan-hubungan sosial.Karena dari
keseluruhan hubungan sosial tersebut, membentuk apa yang dikenal dengan struktur sosial kelompok. Dengan melihat bagaimana gambaran struktur sosial itu,akan dapat menentukan seperti apa corak masyarakat yang ada tersebut. Sebagai suatu struktur sosial, didalamnya mencakup hirarki status dan peran yang dimainkan seseorang dalam satuan sosial. Nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada dalam suatu sistem sosial itulah yang mengatur interaksi orang berdasarkan status serta perannya. Melihat suatu struktur sosial, maka di dalamnya terdapat unsur-unsur seperti, kelompok dan lapisanlapisan sosial. Dalam proses sosial, unsur-unsur tersebut melingkupi keberadaan sosial individu dalam masyarakat. Karena suatu proses sosial adalah hubungan secara timbal balik dalam segala bidang kehidupan serta dalam memahami norma-norma sosial yang ada atau yang berlaku. Satu hal lain adalah membentuk organisasi sosial yakni tentang cara-cara perilaku masyarakat yang terorganisir secara sosial. Sebagai organisasi sosial adalah juga merupakan suatu jaringan hubungan antar warga masyarakat. Di sinilah dikenal kelompok-kelompok,lembaga-lembaga
sosial,peranan
dan
strata
–strata
sosial
(http://id.shvoong.com/social-science/sociology/2045195-konsep-realitas-sosial/iszz r849dkeV). Setidaknya ada tiga teori yang mempunyai perbedaan pandangan tentang hal di atas yaitu antara teori fakta sosial, definisi sosial dan konstruksi sosial. Pada teori fakta sosial beranggapan bahwa tindakan dan persepsi orang ditentukan oleh masyarakat 2
ataupun lingkungan sosialnya.Adapun norma-norma sosial struktur sosial maupun institusi sosial ikut menentukan individu dalam arti yang luas. Di sini segala bentuk tindakan, pikiran ataupun penilaian serta cara pandang terhadap sesuatu hal,tidak akan terlepas dari mana struktur sosialnya berasal. Dari sini kemudian realitas dipandang sebagai sesuatu yang berada diluar dirinya serta dihadapkan kepada dirinya dan secara obyektif ada. Hal ini merupakan kenyataan yang ada dan diperlakukan secara obyektif.Karena bagaimanapun realitas wong cino solo itu bersifat tetap dan membentuk kehidupan individu wong cino serta masyarakat wong cino itu sendiri. Sedangkan dari sudut teori definisi sosial melihat bahwa individu itulah sebenarnya yang membentuk perilaku masyarakat.Adapun mengenai norma, struktur dan institusi sosial yang ada merupakan bentukan orang-orang yang ada didalamnya. Di sini orang menjadi otonom dimana dirinya bebas membentuk dan memaknai realitas ataupun menciptakan realitas itu sendiri. Di sini, realitas diapandang sebagai sesuatu kenyataan yang yang ada dalam dirinya (internal), subyektif dan tidak memerlukan bukti untuk percaya. Sebagai suatu kenyataan yang subyektif, secara dinamis mengikuti makna subyektif seperti apapun yang diberikan individu yang bersangkutan. Teori yang lain adalah konstruksi sosial yang menurut Berger dan Luckmann, melihat suatu realitas memiliki dimensi subyektif dan obyektif. Dimana manusialah yang menciptakan realitas obyektif melalui proses eksternalisasi. Seperti halnya itu dipengaruhi oleh kerja proses internalisasi diri yang dilakukan yang kemudian mencerminkan realitas subyektif. Di sinilah pada hakekatnya, masyarakat sebagai produk mausia dan manusia sebagai produk masyarakat. Baik masyarakat adalah produk individu,maupun individu produk masyarakat yang jelas proses terjadinya itu berlangsung secara dialektis terkadang semacam tesis, antitesis dan sintesis. Dari dialektika semacam itulah, masyarakat bukan merupakan produk akhir yang dihasilkan. Tetapi merupakan proses yang terus berjalan dan berkembang. Menurut
Berger & Luckmann (http://agustocom.blockspot.com) pada
kenyataannya konstruksi social atas realitas,berlangsung lambat,bersifat spasial dan hirarkis. Dalam hal konstruksi social,terbangun dari atas ke bawah ke massa dan seterusnya. Bagaimana kekerasan dikomando pasti dari atas terus ke massanya.
3
Hasil Analisis Data. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada tujuh orang responden terpilih diperoleh gambaran bahwa aspek lingkungan sosial ikut menentukan. Dari item pertanyaan yang diajukan dapat disimpulkan bagaimana seseorang sangat mengenal keberadaan kondisi dan situasi sosialnya dimana ia bertempat tinggal. Misal pertanyaan asli darimana? Jawaban yang diberikan responden sbagian besar menyatakan bahwa mereka berasal dari luar Sudiroprajan yang kemudian pindah dari berbagai tempat sebelmnya ke Sudiroprajan. Termasuk dalam hal ini kemudian mereka berkehidupan bertetangga dengan Wong Cino yang ada di lingkungan sosialnya tersebut. Begitu juga dalam hal interaksi sosial dengan Wong Cino, misal, pertanyaan kalau dengan keluarga Tionghoa, apakah bapak kenal semua dari orang tua sampai anak-anak? Dari item pertanyaan yang diajukan umumnya mereka kebanyakan menjawab mengenal secara fisikal siapa diri orang-orang tua Wong Cino yang ada itu, walaupun tidak semua orang yang ada/ anggota keluarga Wong Cino yang ada itu dikenalnya secara dekat. Aspek lain yang diajukan dalam item pertanyaan, adalah berkait dengan sosialisasi sosial. Misal, pertanyaan bagaimana menurut bapak tentang kebudayaan Tionghoa? Umumnya responden memberikan jawaban, bahwa mereka di tempat tinggalnya ikut berperan dalam berbagai aktivitas sosal kemasyarakatan yang diadakan di lingkungan tempat tinggal mereka. Hal ini memberikan indikasi bahwa, proses sosialisasi diantara kedua kelompok etnis yang ada berlangsung secara sosial. Termasuk juga di dalamnya berupa aktivitas sosio-kultural berupa kegiatan budaya. Dari data ini diperoleh gambaran tentang bagaimana proses pembentukan realitas budaya di kalangan Wong Cino Solo terhadap budaya pribumi itu berlangsung. Hal ini mencirikan suatu gambaran bahwa aktivitas sosial dari aspek, sosio-kultural mereka sebagai orang Jawa cukup terlibat di dalamnya. Secara umum kesan yang ada dikalangan responden,menyatakan bahwa, mereka turut serta saling berbaur dalam berbagai aktivitas termasuk juga dalam bentuk aktivitas tradisi cino yang ada,dilingkungan social mereka. Dari pengaruh ketiga aspek sosial yang ada tersebut, membantu bagaimana proses konstruksi realitas social tentang Wong Cino Solo oleh setiap responden mengarah kepada pembentukan tentang
macam realitas sosial seperti apa yang ada dalam
persepsinya. Yakni, apakah itu suatu proses pembentukan realitas obyektif, subyektif atau 4
simbolik (Adoni & Mane, 1984). Atas dasar temuan penelitian, tentang konstruksi realitas tentang Wong Cino Solo secara teoritis dalam hal ini melibatkan tahapan-tahapan sosial dan dimensi - dimensi social yang dilalui seseorang. Dari kesimpulan data keseluruhan yang ada itu secara interpretatif, menunjuk pada arah gambaran bagaimana Wong Cino Solo dikesankan oleh umumnya responden. Yakni Wong Cino Solo adalah suatu realitas yang obyektif ada/nyata dalam persepsi mereka. Ataukah sebagai suatu realitas subyektif yang ada dalam pikiran benak mereka ataukah sebagai realitas simbolik saja yang hadir dalam penglihatannya tentang ornament sosial simbolik dari tradisi, adat istiadat ataupun ritualisasi kepercayaan Cino yang dilihatnya itu. Dalam kaitan ini,maka proses yang berlangsung dalam diri responden tergantung bagiamana pengalaman dirinya mengeksternalisasikan kenyataan Wong Cino Solo sebagai realitas nyata yang berada di dalam benak dirinya. Baik itu berkait dengan kesadaran sosial diri responden selama ini yang diperoleh ataupun yang ditindakan sehari-hari dalam sosialisasinya dengan Wong Cino Solo tersebut. Ini juga membuktikan bahwa realitas Wong Cino Solo yang ada tersebut sebagai suatu kenyataan yang berada diluar dirinya dan senantiasa dihadapkan kepada dirinya sebagai realitas sosial subyektif berdasarkan apa yang dipikirkan dalam dirinya. Kemudian Tahapan internalisasi diri yang dilakukan seseorang ini menghadapkan diri responden pada kenyataan obyektif maupun juga sebagai subyektif bahwa Wong Cino Solo sebagai kenyataan sebenarnya ada dalam dunia lingkungan sosialnya seharihari sebagai fakta sosial. Atau dengan kata lain sebagai suatu kenyataan secara obyektif sebagai yang diketahuinya maupun subyektif yang disadari dalam pengalaman sosial yang dialaminya tentang Wong Cino Solo. Pada proses ini mengindikasikan bahwa melalui atau dengan kata lain,umumnya responden melakukan pengendapan diri untuk memahami dan menyadari kenyataan tentang Wong Cino Solo di dunia sosialnya sebagai suatu kehadiran sosial yang nyata ada. Dengan tingkat pengetahuan sebagai hasil interaksi sosialnya dengan Wong Cino selama ini responden membuat penilaianpenilaian dan berbagai bentuk-bentuk
tindakan-tindakan sosialnya
sebagai reaksi
ataupun tanggapan terhadap Wong Cino. Bagaimana bentuk interaksi sosialnya itu,menjadi pengalaman – pengalaman social yang bermakna maupun berarti bagi diri
5
responden. Pada tahapan lain adalah, subyektifikasi diri. Yaitu bagaimana responden memahami suatu realitas yang ada tersebut, berupa kesan atas sesuatu itu. Hal ini membentuk persepsi dirinya sebagai respon ataupun reaksi diri dengan memberikan tafsir atas realitas,berdasarkan subyektifitasnya. Dengan semua penjelasan ini, diperoleh gambaran,bagaimana konstruksi realitas harmoni social wong cino solo adalah persepsi social orang jawa sebagai cara pandang melihat suatu kehadiran social maupun penerimaan social mereka terhadap Wong Cino Solo. Kehadiran Wong Cino Solo dikesankan sebagai hasil dari gambaran sosial tentang keberadaan institusi, norma, nilai maupun struktur social Wong Cino Solo sebagai kelompok social diantara kelompok-kelompok social lain yang ada di Kota Solo (sebagai realitas obyektif). Sedangkan penerimaan social di sini, mengandung pengertian tentang tingkat relasi hubungan-hubungan social yang terjalin antara Wong Jowo dengan Wong Cino Solo selama ini. Bagaimana dalam bentuknya maupun tingkatannya dapat dilihat dari seberapa intens relasi social, ekonomi dan budaya (realitas subyektif) yang berlangsung melalui berbagai betuk saling keterlibatan sosial terjadi diantara masing-masing anggpta komunitas etnik tersebut diantara mereka. Dari tataran social aktivitas yang berlangsung diantara kedua kelompok tersebut, baik sebagai suatu realitas obyektif dan subyektif yang ada itu menjadi pedoman sosial, untuk saling konsensus diantara mereka atas sejumlah nilai,norma budaya yang saling dimiliki masing-masing kelompok untuk dijaga, dipatuhi maupun dilestarikan bersama. Suatu bentuk saling menghormati diantara kelompok masyarakat atas unsure-unsur budaya yang dimiliki masing-masing itu, memberikan indikasi sosial kehidupan berkebudayaan yang serasi dan harmonis. Hal ini menandakan tindakan saling mengenal budaya masing-masing (sebagai realitas simbolik). Dari semua penjelasan diatas,dapat disimpulkan bahwa harmoni sosial yang dimaksudkan,merupakan suatu proses transformasi realitas obyektif, subyektif dan simbolik yang berlangsungdengan melibatkan ,perasaan,motivasi dan sebagainya.secara dialektis. Artinya, berkaitan dengan dimensi-dimensi realitas berbagai dimensi sosial yang ada dengan elemen-elemen sosial yang dimiliki orang. Bagaimana harmoni soial sebagai suatu realitas obyektif,subyektif dan simbolik merupakan suatu proses tesis,antitesis dan sintesis yang bersifat dialektis sebagai produk sosial. Masyarakat dalam hal ini merupakan reaktor sosial dan individu 6
sebagai kreator sosial yang memproduksi realitas harmoni sosial. Seberapa jauh dekatnya dengan pengalaman-pengalaman,pengetahuan serta kesadaan seseorang bertindak atas arti maupun makna harmoni sebagai suatu realitas sosial. Hal ini perlu pengkonstruksian sosial oleh dan diantara masing-masing anggota kelompok etnis yang ada tersebut dengan berbagai proses yang berlangsung diatas, terwujud harmoni sosial sebagai fakta sosial dalam kehidupan masyarakat di Kota Solo.
Pendekatan Penelitian. Penelitian yang dilaksanakan ini,merupakan pendekatan fenomenologi. Yakni, mencoba menjelaskan makna konsep berdasarkan kesadaran yang ada dalam diri individu. Jadi yang penting dalam fenomenologi bagaimana memahami pengalaman seseorang tentang dunia sosialnya. Bagaimana upaya, langkah dan penerapan pengetahuan pada kelompok untuk dapat mengenali subyek, realitas dan alur tindakan yang bisa dipahami. Adapun tehnik pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara. Yakni suatu percakapan dengan tujuan untuk mendapatkan konstruksi yang sedang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi dan sebagainya. Dengan diperolehnya
rekonstruksi keadaan
tersebut
diharapkan
bisa menjadi
verifikasi,pengecekan dan pengembangan informasi dari apa yang telah diperoleh sebelumnya. Adapun sebagai tujuan dengan pendekatan fenomenologi adalah untuk menggali kesadaran orang mengenai pengalaman beserta maknanya. Jadi sebagai focus fenomenologi disini adalah,apa yang dialami subyek tentang fenomena (textural description). Serta bagaimana subyek mengalami dan memaknai pengalamannya (structural description). Sebagai tehnk pengupulan data aalah wawancara mendalam
yang kemudian untuk kelengkapan data dilakukan dengan observasi
partisipan,penelusuran dokumen. Wawancara juga dilakukan dengan merekam apa yang dijawab oleh subyek penelitian ini. Analisis data penelitian dilakukan dengan mentranskripsikan rekaman hasil wawancara ke dalam tulisan, membaca seluruh data tanpa prakonsepsi. Kemudian melakukan inventarisasi pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topic.Tahap berkutnya setiap pernyataan penting itu diformulasikan kedalam makna dan dikelompokkan ke dalam tema-tema tertentu. Dari situ lalu mengintegrasikan tema-tema ke dalam deskripsi naratif. Adapun item pertanyaan yang 7
diajukan dalam riset ini berjumlah 37 butir pertanyaan dengan terbagi ke dalam tiga katagori.Yakni, katagori mengenai aspek lingkungan sosial, kohesivitas sosial dan aspek sosio-kultural. Dengan pembagian katagori semacam itu dikandung maksud untuk memudahkan analisis data yang ada,sesuai bentuk konstruksi realitas yang hendak digambarkan. Yakni, bagaimana realitas obyek, subyektif dan simbolik itu dikonstruksi berdasarkan pengalaman sosial orang. Hal ini hanya diketahui, melalui mana persepsi seseorang terhadap suatu realitas yang ada tersbut, dimaknai ataupun diartikan.
Kerangka Teori Yang Digunakan. Teori Persepsi, adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan,yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Dengan kata lain disini, persepsi adalah suatu proses ysng berkait dengan masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia.Aplikasi teori persepsi disini adalah faktor-faktor seperti apa saja yang dapat mempengaruhi persepsi orang lain? Dalam hal ini ada dua faktor utama,yaitu eksternal dan personal. Konsep diri adalah juga persepsi tentang diri sendiri yang bersifat fisik,psikologis maupun sosial. Bagaimana kecenderungan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan konsep dirinya.Contoh : seseorang berperilaku tertentu terhadap wong cino,karena konsep dirinya seperti itu. Konsep diri disini memiliki dua kualitas,yakni positif dan negatif. Landasan konseptual lain yang digunakan dalam riset ini adalah, aktraksi interpersonal. Contoh ; faktor-faktor seperti apa yang mempengaruhi seseorang tertarik dengan Wong Cino. Maka penyebabnya adalah karena faktor personal, sperti kesamaan karakteristik, faktor situasional, yakni karena kemampuan Wong Cino dalam berdagang. Teori yang lain digunakan disini adalah teori kebutuhan dari McClelland. Yakni, adanya kebutuhan berprestasi, suatu dorongan untuk bisa melebihi, mencapai standar tertentu, berusaha keras untuk berhasil. Misal, rasa kebutuhan apa yang ada dalam diri orang, untuk bertetangga dengan Wong Cino Solo?. Untuk jawaban ini, maka salah satu kebutuhannya karena sesorang ingin bisa berprestasi dagang seperti Wong Cino. Dengan kata lain dapat dijelaskan,bahwa obyek persepsi adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia. Oleh karena begitu banyaknya obyek yang dipersepsi orang,secara umum obyek persepsi tersebut diklasifikasikan. Berdasarkan atas obyek non 8
manusia yang sering disebut non sosial atau things perception dan obyek manusia yang sering disebut person perception. Persepsi bisa terjadi karen memang ada obyek yang dipersepsikan. Misal, Wong Cino Solo merupakan obyek yang berupa manusia atau sebagai obyek sosial personal. Kemudian juga adalah waktu bilamana persepsi orang itu dimulai, kapan ia mempersepsi sesuatu. Selain juga tempat dimana ia mempersepsikan sesuatu itu. Dengan
begitu
maka
manusia
memiliki
kemampuan
membedakan,
mengelompokkan, memfokuskan sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai suatu kemampuan orang terhadap stimulus sensori. Jadi penelitian ini mendasarkan dengan teori persepsi,karena hendak mengntegrasikan sensori ke dalam persepsi obyek, serta bagaimana menggunakan persepsi itu untuk mengenali dunia. penelitian
ini
teori
persepsi
digunakan
untuk
melihat
Demikian dalam
bagaimana
seseorang
mengorganisasikan dan mengintepretasikan kesan yang diterima oleh inderawinya dalam memberi arti pada dunia sosialnya. Teori Konstruksi Realitas Sosial (op.cit, 1984), bermula dari pemikiran Peter L.Berger dan Thomas Luckmann yang membahas teori konstruksi sosial,yang meyakini bahwa realitas merupakan hasil ciptaan manusia melalui kemampuan mengkonstruksi sosial tentang dunia sosial sekitarnya. Disebut sebagai sosial karena adanya interaksi sosial,kenyataan lain ataupun secara simbolik (Andoni & Mane, 1984). Proses pembentukan realitas sosial merupakan proses yang dialektis di dalam tindakan manusia, baik ia sebagai kreator maupun sebagai produk dunia sosial mereka. Ini menandakan adanya kemampuan tertentu dalam diri manusia dalam eksternalisasi dan obyektivasi dari internalisasi serta pemaknaan subyektif yang dimiliki, pengalaman-pengalaman maupun juga tindakan tindakannya. Untuk tujuan-tujuan itu,maka dijelaskan tiga tipe realitas yang ada di dalam proses dialektis. Yaitu, tentang realitas obyektif, realitas subyektif dan realitas simbolik. Begitu juga dengan tahapan pembentukan realitas oleh manusia yakni, tahapan eksternalisasi, obyektivasi serta internalisasi. Selain itu dimensi dimensi sosial yang berpengaruh adalah pengalaman-pengalaman, pengetahuan, kesadaran dan sebagainya. Contoh bagaimana proses pembentukan konstruksi realitas terhadap Wong Cino Solo ?
9
Dapat dijelaskan dengan tahapan sosial seperti apa dilakukan dan dalam tipe yang mana realitas sosial itu dibentuk/terbentuk serta pada dimensi sosial seperti apa saja yang berlangsung pada diri atau oleh seseorang. Dengan kata lain dapat diketengahkan bahwa, konstruksi realitas,adalah proses sosial melalui tindakan dan interaksi diimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dmiliki dan dialami bersama secara subyektif. Kesimpulan yang ada dengan teori ini,bahwa realitas merupakan ciptaan manusia secara kreatif melali kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Selain juga sebaai hubungan antara pemikiran manusia dan konteks osial tempat dimana pemikiran itu muncul,bersifat berkembang dan dilembagakan.Bahwa, kehidupan masyarakat itu dikonstruksikan secara terus menerus. Manusia membedakan antara realias dengan pengetahuan,dimana realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki keberadaannya sendiri serta tidak tergantung kepada kehendak diri kita sendiri. Sedangkan penetahuan diartikan sebagai suatu yang pasti dimana realitas-realitas itu nyata dengan segala karakteristik yang spesifik ada. Dengan kata lain konstruksi sosial,merupakan penggambaran proses sosial melalui tindakan dan interaksi,dimana seseorang menciptakan secara terus meneus suatu realitas
yang
dialami
dan
dimiliki
secara
subyektif.
Dengan
begitu
maka
sesungguhnya,konstruksi sosial aas realitas berkaitan dengan pemikiran orang dan konteks sosial dimana pemikiran itu berkembang atau terlembagakan.
Teori Ketergantungan Media Teori Ketergantungan Media (Adoni Cohen & Mane, 1985) bahwa konsentrasi pada isi dan produksi media massa mengasumsikan, bahwa simpilifikasi dan distorsi suatu pelukisan realitas dalam berita-berita media (khususnya televisi) akan memasuki pikiran khalayak dan mempertajam opini dunia pandang mereka. Peneliti beranggapan bahwa hal ini sebagai pandangan yang over simplified dari efek-efek media terhadap persepsi khalayak tentang realitas sosial. Teori ini memberikan kerangka teoritis pada penelitian empiris tentang bagaimana kontribusi media pada proses pembentukan realitas sosial.Secara khusus pada persepsi-persepsi seperti konflik sosial. Hal ini memunculkan hipotesis bahwa khalayak tergantung dengan media massa dalam hal informasi mengenai 10
fenomena sosial yang berada jauh dari pengalamannya. Selain itu juga orang-orang tergantung pada media massa dalam hal belajar tentang fenomena sosial,apa yang mereka alami secara langsung. Jadi dalam penelitian ini kemungkinan pembentukan persepsi seseorang juga turut dibentuk oleh media.Misal,bagaimana Wong Cino Solo digambarkan oleh media,akan mempengaruhi bagaimana seseorang mengesankan tentang Wong Cino Solo seperti apa yang diperoleh dari penggambaran media. Mengingat peristiwa konflik etnis yang ada di Solo telah juga menanamkan suatu persepsi seseorang yang berkait dengan Wong Cino Solo.
Pendekatan Resolusi Konflik Sosial. Pendekatan ini digunakan sebagai kerangka pemikiran awal peneliti ketika hendak mengangkat tema penelitian yang sekarang. Dimana secara terminologis resolusi konflik di sini, menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu prosesterbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahapan, sesuai dengan dinamika siklus konflik yang ada.Paling tidak konflik harus dilihat sebagai fenomena sosial bukan hanya politik. Siklus hidup konflik berjalan tidak linear,karena suatu siklus hidup konflik yang spesifik sangat tergantung juga dari dinamika lingkungan konflik yang spesifik pula. Artinya, pendekatan reslusi konflik ini digunakan untuk lebih melihat apakah konflik sosial yang terjadi di kota solo selama ini,merupakan suatu fenomena konflik yan spesifik apakah tidak.Mengingat sebab-sebab suatu konflik tidak dapat direduksi kedalam suatu variabel tunggal dalam bentuk proposisi kausalitas bivariat. Akan tetapi harus dilihat sebagai proses interaksi yang bertingkat dari banak faktor yang ada. Misal, apakah konflik di solo disebabkan karena faktor ekonomi yang kemudian memicu adanya persaingan etnis. Kalau ini demikian, maka apakah kesan seseorang terhadap konflik yang terjadi itu, juga dipersepsikan sebagai konflik bersaingan antar etnis ? Persoalannya pendekatan lasik tentang resolusi konflik, secara makrososial, melihat bagaimana interaksi antar kelompok yang berkonflik selama ini. Terutama interaksi sosial anar kelompok pada tataran kesadaran (conscious level). Dengan begitu maka, sebagai anggota suatu
kelompok sosial membangn konstruksi sosial terus 11
menerus, bahkan menciptakan realitas yang ada dalam suatu konstruksi makna-makna serta arti tentang apa yang ada didunia sosial sekitarnya,melalui tindakan-tindakannya. Sementara
penganut
aliran
behavioris,
lebih
memusatkan
pada
tataran
mikrososial,dengan individu ebagai unit kajiannya. Menurutnya faktor ketidaksadaran seseorang akan pemahaman atas faktor-faktor motif sosial yang tidak terungkap (laten), akan menghasilkan juga persepsi seseorang berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.
Pendekatan Paradigmatik Sosiologi. Terkait dengan realitas ada tiga teori yang mempunyai pandangan saling berbeda. Misal, tentang teori fakta sosial beranggapan tindakan dan persepsi orang ditentukan oleh masyarakat serta lingkungan sosialnya.Adapun norma, struktur dan institusi sosial menentukan individu. Segala tindakan,pemikiran,penilaian dan cara pandang tentang sesuatu hal,tidak lepas dari struktur sosialnya.Karena inilah yang merupakan parexceleance sosialnya dimana realitas selalu dipandang sebagai sesuatu yang ada di luar dirinya bersifat obyektif dan nyata adanya. Tetapi juga realitas tersebut, dapat diperlakukan secara obyektif mengingat sesuatu realitas itu bersifat ajek dan yang membentuk kehidupan individu dan masyarakat. Untuk teori tentang definisi sosial berbeda dengan teori fakta sosial. Dimana anggapan manusialah yang senantiasa membentuk perilaku masyarakat. Norma, struktur maupun institusi sosial dibentuk oleh individu sendiri yang ada di dalamnya. Di sini seseorang mempunyai otonomi sendiri. Bebas membentuk dan memaknai suatu realitas. Selain juga orang membentuk wacanawacana yang ia ciptakan seperti apa yang ia kehendaki. Dalam hal ini realitas sesungguhnya ada dalam dirinya sendiri dan subyektif sifatnya. Artinya realitas tersebut, merupakan kenyataan yang subyektif mengikuti dinamika makna subyektif yang diberikan oleh individu itu sendiri.dengan singkat dapat dikatakan bahwa antara teori fakta sosial dengan teori definisi sosial secara kausalitas berbeda secara ekstrem masing-masingnya.Hal ini nampak bahwa teori fakta sosial, menafikan eksistensi seseorang dengan segala pemikiranrencana,cita-citamaupun kehendaknya. Individu disini dianggap seolah kapas-kapas yang sangat tergantung pada angin bergeraknya. Sedangkan pada teori definisi sosial sangat mengutamakan subyek individu yang menafikan struktur sosial. Walaupun demikian, satu hal yang perlu diingat, 12
manusia
sebagai
mahkluk
sosial
dimana
individu
membutuhkan
perilaku
sosial,penghargaan, prestise serta kedudukan maupun jabatan sosial. Dari gambaran utama perbedaan kedua teori diatas,beda lagi dengan teori konstruksi sosial. Menurut Berger&Luckmann bahwa suatu realitas memiliki dimensi subyektif dan obyektif. Sementara manusia hanyalah sebagai instrumen dalam menciptakan realitas obyektif melalui proses eksternalisasi. Sebagaimana pula ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi dirinya yang mencerminkan realitas subyektif. Dengan begitu masyarakat sebagai produk manusia,sebaliknya manusia sebagai produknya masyarakat yang kedua ini berlangsung secara dialektis, tesis, antitesis maupun sintesis. Dari proses keberlangsungan yang dialektis ini, masyarakat tidak pernah merupaka produk jadi yang akhir, melainkan ia terus saja terbentuk seiring waktu yang berjalan. Demikian juga individu tidak pernah berhenti selama ia masih hidup di tengah masyarakatnya.Itu sebabnya maka, masyarakat merupakan produk yang tumbuh dan berkembang secara dialektis, dinamis serta plural secara terus menerus. Artinya bahwa sesuatu realitas itu bukan realitas yang tunggal akan tetapi realitas itu bersifat dinamis dan dialektis. Suatu realitas akan bersifat plural manakala ada relativitas seseorang ketika ia melihat kenyataan atau pengetahuan. Masyarakat disini merupakan reaktor sosial yang memproduk manusia sebagai produk sosial. Dengan demikian seseorang atau individu menjadi dirinya dengan identitas sosial ketika ia berada pada habitus sosial atau masyarakatnya.
Teori Struktural-Fungsional. Teori ini melihat pada social-order dan mengabaikan konflik maupun perubahanperubahan masyarakat. Menurut teori ini,masyarakat merupakan suatu sistem dimana diantara sub-sub sistem maupun bagian-bagiannya saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan. Dari sinilah masyarakat dilihat berada dalam keharomisan sebagai suatu organisme sosial dengan fungsi-fungsi yang tidak bisa dilepaskan. Asumsi-asumsi dasar dari teori ini adalah :1. masyarakat dipandang sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubunan dan bergantung. 2.hubungan antar bagian-bagian tersebut sifatnya ganda,timbal balik dan salig mempengaruhi. 3.integrasi sosial tidak akan pernah tercapai secara sempurna, tetapi secara mendasar sistem sosial cenderung berproses 13
kearah keseimbangan yang dinamis. 4.disfungsi, ketegangan-ketegangan maupun penyimpangan-penyimpangan bisa saja terjadi dalam sistem sosial, tetapi dalam jangka waktu panjang keadaan tersebut bisa diatasi melalui penyesuain-penyesuaian atau proses institusinalisasi
(http://djangka.org/2012/06/11/integrasi-masyarakat-ditinjau-dari-
fungsioanlisme.) Dengan dasar-dasar teori yang ada ini,digunakan untuk lebih menjelaskan bahwa suatu realitas sosial yang ada, senantiasa dipandang juga oleh anggota suatu sistem
sosial,baik ia sebagai anggota/individu maupun sebagai angota kelompok
masyarakat atas dasar fungsi pokoknya membangun kesatuan dalam harmonisasi sosial antar etnis di masyarakat.
Kesimpulan. Dari hasil olahan data ditemukan bahwa ketiga faktor sosial yang ada.yakni : lingkungan sosial, kohesivitas sosial dan sosio-kultural mempunyai kontribusi yang signifikan dalam proses pembentukan persepsi sosial dikalangan responden. Yakni, untuk lingkungan
sosial
menunjuk
kepada
keberadaan
sosial
dimana
responden
berada/bertempat tinggal selama ini. Dengan indikator sosial seperti ini, umumnya responden mengenal secara sosial keberadaan Wong Cino Solo secara fisikal di lingkungan mereka berada. Dari sini kemudian terjadi proses interaksi sosial diantara responden dengan obyek penelitian yang berlangsung dalam bentuk tindakan sosial diantara mereka yang terlibat. Dari bentuk keterlibatan sosial tersebut terjadi transformasi pengetahuan dan kesadaran sosial diantara mereka yang saling terlibat. Atas dasar pengatahuan yang diperoleh tersebut, responden memberikan reaksi, respon ataupun interpretasi atas suatu realitas tertentu yang dihadapinya tersebut sebagai fakta sosial. Sekalipun diantara orang berbeda beda dalam tanggapannya atas suatu realitas sosial yang ada itu. Hal ini nampak dari cara bagaimana seseorang itu memberikan arti ataupun makna atas realitas nyata yang dihadapkan kepada dirinya. Secara perseptual realitas sosial tentang Wong Cino Solo yang terbentuk di kalangan responden, dikesankan sebagai realitas sosial obyektif, subyektif dan simbolik sebagai suatu fakta sosial yang ada dalam dunia sosial mereka selama ini. Pembentukan realitas sosial dari olahan data meliputi ketiga macam realitas sosial yang disebutkan 14
diatas, merupakan hasil dari proses imternalisasi, eksternalisasi serta obyektifikasi suatu realitas sosial yang nyata ada yang berlangsung dalam diri setiap orang/diri responden. Serta yang dirasakan, dialami sebagai pengalaman sehari-hari. Konstruksi realitas sosial yang terbentuk di atas sangat dipengaruhi juga oleh dimensi –dimensi sosial yang ada pada diri setiap orang/responden seperti pengetahuan,perasaan ataupun kesadarannya dalam menafsirkan suatu realitas sebagai fakta sosial. Kesemua ini dapat diketahui dari pesepsi seseorang dalam memberikan respon, kesan tertentu atas realitas nyata yang ada.
Daftar Pustaka Hanna Adoni & Sherill Mane. (1984). Media and The Social Construction Of Reality : Toward an Integration of Theory and Research. Communication Research. No.11. Sage Publication.Inc Hanna Adoni, Akiba A. Cohen & Sherill Mane. (1985). Social Reality and Television News:Perception Dimensions Social Conflic in The field of lifes. Mass Communication Review Yearbook. Vol.5. Sage Publications.Inc. Thomas Berger Luckmann. (1985). diakses lewat situs http://agusto.com.blokspot.com. http://id.shvoong.com/socisl=science/sociology/2045195/konsep=realitassosial/iszzr844dke.v.!
15