Konstruksi Identitas Pengguna Media Baru (Analisis Wacana Kritis terhadap Komentar-Komentar Artikel “Perang Cuit@Misbakhun vs @Benhan) Oleh: Sih Natalia Sukmi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Identitas adalah hal yang penting bagi kelangsungan eksistensi seseorang. Identitas bahkan seringkali dikaitkan dengan struktur sosial dalam masyarakat. Maka tak heran apabila seseorang berupaya membangun keberadaannya dengan berbagai cara untuk diakui sebagai bagian dari kelompok tertentu. Di dunia nyata, pengakuan identitas dapat dikomunikasikan melalui kepemilikan kapital, kekuasaan, jabatan, dan berbagai atribut penanda lainnya. Identitas dikonstruksi sedemikian rupa untuk menciptakan makna. Berbeda dengan pendekatan sosiologis yang mendefinisikan identitas sebagai peran atau serangkaian peran, terjadi pergeseran makna atas identitas yang dibangun Manuel Castells (1997) dalam membagi pemahaman atau tipe identitas, terutama dalam dunia maya. Castells membagi identitas ke dalam tiga bentuk identitas yaitu legitimizing identity, resistance identity, dan project identity. Penelitian ini ingin mengungkap identitas apa yang ingin dikonstruksi oleh pengguna media baru dalam praktik berdemokrasi yang terjadi di Indonesia. Analisis wacana kritis Teun Van Djik digunakan untuk mengkaji komentarkomentar yang disampaikan pengguna media baru melalui Yahoo! atas artikel berjudul “Perang Cuit @Misbakhun vs @Benhan”. Hasil penelitian menggungkapkan bahwa pengguna media baru cenderung berupaya membangun collective identity. Dalam kasus “Perang Cuit @Misbakhun vs @Benhan pengunggah komentar mengkonstruksi diri mereka sebagai bagian kelompok dengan tipe identitas yang Castells sebut sebagai resistance identity, kelompok yang cenderung oposan terhadap kelompok dominan.
Kata kunci: identitas, media baru, resistance identity
1
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
A. Pendahuluan “Communication technology includes some of these contextual factors, defining it as hardware equipment, organizational structures, and social values by which individual collect, process, and exchange information with other individuals” (Rogers,1986) Teknologi
baru
senantiasa
membawa
implikasi
adaptasi
bagi
penggunanya, termasuk di dalamnya teknologi komunikasi. Adaptasi atas hardware dan software secara utuh akan membawa manfaat lebih dibanding ketika seseorang hanya memahami teknologi secara partial. Pemahaman atas hardware berarti seseorang memahami fisik teknologi tersebut, ibarat handphone, seseorang yang paham hardware berarti dia mengerti setiap aplikasi atau fitur di dalamnya. Tak hanya berhenti memahami secara fisik, mengenal software dalam perspektif ini erat kaitannya dengan memahami nilai-nilai yang diusung oleh media tersebut. Nilai yang melekat dari budaya negara asal teknologi tersebut, nilai atas gaya hidup masyarakat dimana teknologi diciptakan hingga hal-hal yang bersifat etis bagi pengguna media. Bagi negara-negara ‘penampung’ teknologi, kebijakan negara seolah tak memperhatikan apakah masyarakat siap dengan teknologi tersebut atau tidak. Riset (2009) Yanuar Nugroho, PhD1, mengungkapkan bahwa asupan teknologi mutakhir masyarakat Indonesia tidak sejalan dengan Human Development Index (HDI) yang diraih. Data yang didapat melalui penelitiannya mengungkapkan bahwa penggunaan internet dari tahun 2000 hingga tahun 2010 berkembang dari 0,9% menjadi 18,0%. Namun cukup ironis tatkala melihat perbandingan data tersebut dengan HDI atau Indeks Pembangunan Manusia hanya berkutat di angka 0,543% di tahun 2000 dan 0,613% di tahun 2010. Yanuar mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi selalu eksponensial, tetapi perkembangan sosial, ekonomi, politik, pembangunan, dan logika berpikir berjalan linier. Teknologi bagi negara ‘penampung’ seolah-olah asal dianggap menguntungkan finansial negara, penandatangan MOU segera dijalankan untuk memberi legalitas bagi komoditas tak terbendung. Akibatnya, bukan hanya masyarakat yang tergagap 1
Ilmuwan dan peneliti inovasi dari Universitas Manchester, Inggris, pria berkebangsaan Indonesia penerima Hallsworth Fellowship Bidang Politik Ekonomi
2
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
dengan teknologi baru namun juga aliran nilai tak berbatas semakin pesat. Kondisi semakin parah bila negara penampung tersebut memiliki masyarakat yang tak kritis terhadap apa yang menerpanya, alih-alih menjadi masyarakat yang semakin maju, justru terjadi krisis nilai yang tak terhindarkan. Persoalan etis adalah salah satu persoalan yang muncul ketika masyarakat diperhadapkan dengan teknologi baru. Belum hilang dalam benak kita bagaimana kasus Prita sempat mewarnai perbincangan warga di media jejaring sosial atau kasus ‘Cicak dan Buaya’ yang menggeser kebijakan pemerintah, dalam artikel berjudul “Tak Hanya @benhan, Ini ‘korban’ UU ITE”2 Tempo mencatat sepuluh kejadian terkait persoalan pengunaan media sosial, diantaranya yaitu: 1) Kasus Donny Iswandono, penggerak dan pemimpin redaksi media online NiasBangkit.com (NBC) sedang menghadapi proses hukum karena tuntutan pencemaran nama yang diatur dalam Pasal 27 UU ITE, terkait pemberitaan tentang kasus korupsi di Nias Selatan, Idealisman Dachi, 2) Kasus Johan Yan, pengguna Facebook di Surabaya terancam hukuman penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar. Johan disangka melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik akibat komentarnya di Facebook tentang dugaan korupsi Rp 4,7 triliun di Gereja Bethany Surabaya, Jawa Timur.3) Kasus Anthon Wahju Pramono, notaris berusia 64 tahun, mulai disidangkan dalam kasus pengancaman kepada HM Lukminto di Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah. Anthon digugat karena menegur dan mengirimkan SMS dengan bahasa yang dinilai kasar ke Lukminto, yang merupakan pemilik pabrik tekstil raksasa, Sritex. Anthon dijerat dengan Pasal 29 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan kasus yang lain.4) Kasus Ade Armando, Dosen FISIP UI, Ade Armando, ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik. Penyidik Polda Metro Jaya menjadwalkan pemanggilan Ade untuk diperiksa sebagai tersangka. Armando digugat lantaran dianggap mencemarkan nama baik dan menghina Kamarudin yang menjabat sebagai Direktur Kemahasiswaan UI. 2
Artikel berjudul “Tak Hanya @benhan, Ini ‘Korban’ UU ITE diunggah oleh tempo.co tanggal 6 September 2013
3
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Istilah ‘korban’ dalam judul artikel di atas mengudang pemaknaan bahwa permasalahan dalam artikel tersebut dapat terjadi karena ketidakpahaman pengguna media atas aturan main yang seharusnya, sosialisasi kebijakan atau pengukuhan media sebagai alat pelestari status quo. Hampir sebagian besar persoalan tersebut terkait dengan permasalahan pencemaran nama baik, Esensi yang disasar adalah persoalan identitas. Manusia dan identitas adalah dua hal tak terpisah. Jika ditilik dari akarnya, Latin, identitas berasal dari kata idem, kata ini berarti ‘sama'. Identitas adalah konsep atas keberadaan seseorang untuk dapat dipandang sebagai human being. Bagaimana dia memandang dirinya, bagaimana dia ingin dipandang, dan bagaimana dia memandang orang lain adalah bagian dari penentuan sesuatu yang disebut jati diri seseorang. Fromm mengungkapkan bahwa identitas sepadan dengan persoalan “integritas”. Seseorang yang tidak mempunyai identitas yang jelas atau kabur dapat dikatakan sebagai individu yang tidak mempunyai “integritas” pribadi yang kuat. Suatu negara yang integritasnya lemah dihubungkan dengan lemahnya jati diri kebangsaan atau dikatakan tidak memiliki identitas. (Abdillah, 2005: 16). Identitas adalah istilah yang memiliki banyak makna. Makna yang terkandung di dalamnya dapat bersifat personal atau juga bersifat sosial. Secara personal, identitas digunakan untuk menentukan karakteristik pribadi pembeda dengan karakteristik orang lain. Pola pikir dan bentukan perilaku menjadi output bagaimana seseorang dipandang. Sementara dalam pandangan sosial, identitas sangat terkait dengan relasi satu orang dengan orang lain. Masyarakat akan memberi label secara komunal dengan norma-norma yang telah disepakati bersama untuk memahami pribadi seseorang. Manusia membutuhkan identitas untuk bertahan hidup. Lemahnya manusia untuk memenuhi kehidupannya seorang diri, membuatnya harus bertahan hidup di tengah lingkungannya. Itulah mengapa manusia memerlukan identitas. Identitas membuat manusia mendapat pengakuan dari kelompok dan dianggap sebagai bagian dari kelompok tersebut.
4
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Dalam kondisi dunia yang oleh Piliang disebut ‘dunia yang dilipat’ kini manusia membangun identitas mereka dalam ruang dan pola interaksi yang berbeda. Ruang berbeda karena dalam dunia cyber, manusia tak terhalang sekatsekat sosial yang ada. Manusia tak terhalang waktu untuk mengungkapkan apa yang dia pikirkan dan rasakan. Ruang tersebut membawa implikasi pola interaksi yang berbeda pula. Warga media baru terkadang tak perlu sangat tahu kepada siapa dia mencurahkan semua pergumulannya, atau dia tak cukup sungkan untuk menjadi seseorang yang diharapkan oleh orang lain, walau dengan muka berbeda. Dan inilah yang oleh Alan Tourine dalam Piliang (2010:109) ungkapkan sebagai lenyapnya batas-batas sosial. Ia menganggap bahwa masyarakat tengah berada dalam fase hipermodernisasi kontemporer, fase dimana nilai, aturan, norma bukanlah sesuatu yang digunakan sebagai pegangan dalam bertindak namun kebutuhan atas strategi masing-masing dalam membangun sebuah perubahan. Yang ada sekarang bukanlah satu komunitas yang diikat oleh satu ideology politik tertentu, melainkan individu-individu yang satu sama lain saling berlomba dalam sebuah arena duel, kontes tantangan, rayuan, dan godaan masyarakat consumer (bukan konflik sosial seperti yang dikatakan Marx) (Piliang, 2010: 110). Identitas juga merupakan persoalan yang akan ada di media baru, dimana sosial media adalah salah satu wadah yang digunakan masyarakat penggunanya untuk mengekspresikan keberadaan. Media baru mensyaratkan sistem dan pemahaman terhadap identitas dengan caranya. Salah satu ilmuwan yang menawarkan pemikiran mengenai identitas di media baru adalah Manuel Castells. Membentuk identitas tidak berarti secara harafiah saya mengatakan seperti apa saya. Namun dari cara seseorang berkomentar, memasang status, hingga memberi kesepakatan atau tidak atas komentar orang lain membuat seseorang ingin dianggap sebagai atau seperti apa. Dengan kata lain, bahasa dapat dipandang sebagai alat seseorang dalam mengkonstruksi identitasnya. Barthes dalam Piliang (2010: 371) mengungkapkan bahwa
sebuah teks (dan identitas
yang
diproduksinya) tidak harus berlandaskan pada hukum-hukum, tata cara dan tata
5
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
bahasa yang rasional, struktural dan bermoral, melainkan kegairahan, kesenangan, dan kenikmatan bermain dalam proses penyusunan dan produksi itu sendiri. Kasus yang berkenaan dengan identitas yang hingga kini masih bergulir adalah kasus Mohamad Misbakun, Mantan anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pemilik akun @misbakun dan Benny Handoko, pemilik akun @benhan. Persoalan dimulai ketika Benny menuliskan beberapa komentar tentang Misbakun dan mengkaitkannya dengan kasus Century, twittwar atau perang kicauan pun terjadi. Persoalan semakin meluas ketika Misbakun melaporkan Benny atas kicauan melalui akunnya dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah. Artikel yang kemudian diunggah oleh Yahoo! ini mendapat perhatian dari masyarakat lain hingga mereka memberi pendapat atau komentar menanggapi kasus ini. Kajian ini ingin mengungkap identitas apa yang ingin dikonstruksi oleh pengguna media baru dalam praktik berdemokrasi yang terjadi di Indonesia. Kasus yang diamati dan dianalisis dalam kajian ini adalah komentar-komentar pengguna media baru dalam Artikel “Perang Cuit@Misbakhun vs @Benhan”.
B. Konstruksi Identitas Manuel Castells Dunia maya membangun sistem bagaimana masyarakat interaksi dan bagaimana melaluinya manusia membangun identitas mereka. Castells (2010: 7-9) menyumbang pemikiran mengenai konstruksi identitas, bahwa siapa yang mengkonstruksi identitas kolektif dan untuk tujuan apa konstruksi tersebut, secara luas akan menentukan symbol-simbol konten atas identitas, dan makna untuk pengidentifikasian untuk menjadi ingroup atau outgroup dari si pembuat. Dalam pemikirannya, Castells menawarkan pemikiran mengenai tiga bentukan identitas sebagai berikut: 1. Legitimizing identity Tipe identitas ini diperkenalkan oleh institusi yang dominan dalam masyarakat. Mereka melakukannya untuk memperpanjang dan merasionalisasi dominasi mereka vis a vis dengan actor sosial. 2. Resistance identity
6
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Tipe identitas ini dipegang oleh aktor-aktor dimana dalam posisinya didevaluasi dan atau distigmatisasi oleh logika dari kaum dominan 3. Project Identity Project identity adalah konstruksi identitas yang terjadi ketika aktor-aktor sosial melalui basis budaya apapun membentuk identitas baru yang medefinisi posisi mereka dalam masyarakat, melalui cara mereka, mencoba mencari transformasi semua struktur yang dimiliki.
Setiap pemahaman identitas diatas membawa outcomes yang berbeda antara satu tipe dengan tipe yang lain. Castells mengungkapkan bahwa legitimizing identity menyebabkan terbentuknya civil society3.
Tipe ini akan
terkait dengan seperangkat organisasi dan institusi yang senantiasa melibatkan struktur dan pengorganisasian aktor sosial bahkan pembentukan identitas yang digunakan untuk merasionalisasi sumber-sumber stuktur dominan. Tipe identitas yang kedua adalah identity for resistance mengarah pada formasi atas communes atau communities, menurut formula Etzioni. Castells mengungkapkan tipe ini adalah tipe yang paling penting di masyarakat kita. Ia mengkonstruksi bentuk-bentuk perlawanan-perlawanan yang bersifat kolektif terhadap berbagai ketertindasan, terutama dalam basis-basis identitas, yang dipahami bersama seperti sejarah, wilayah geografis maupun sesuatu yang bersifat biologis. Contoh yang dapat kita amati adalah persoalan terpilihnya Ahok sebagai wakil gubernur DKI Jakarta. Etnisitas dianggap sebagai akar persoalan yang kemudian oleh oposan politik pasangan Jokowi-Ahok digunakan sebagai alat untuk membangun black campaign bagi pasangan ini. Masyarakat yang tidak sepakat dengan persoalan ini membangun ‘komunitas’ melalui jejaring sosial untuk mendukung pasangan Jokowi-Ahok.
3
Dalam konsep Gramcian, civil society dibentuk melalui serangkaian ‘apparatus’ seperti gereja, partai, asosiasi, dll. Pemikiran ini membawa beberapa asumsi dimana salah satunya adalah pemahaman bahwa negara pada dasarnya dibangun melalui proses penaklukan oleh kelompok apparatus dengan cara dan strategi yang coba untuk dibangun.
7
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Kelompok dengan tipe ketiga adalah project identity. Konstruksi identitas ini oleh Castells dirujuk dari definisi yang dipaparkan oleh Alain Tourine (Castells, 2010: 10) sebagai berikut: “I name subject the desire of being individuals, or creating a personal history, of giving meaning to whole realm of experiences of ndividual life…The transformation of individuals into subjects results from the necessary combination of two affirmations: that of individuals against communities, and that of individuals against the market.” Subject bukanlah individual, walaupun mereka dibuat dan di dalam individu. Mereka adalah kolektifitas aktor-aktor sosial dimana melaluinya individu-individu dapat meraih makna secara holistik melalui pengalaman mereka. Project identity lebih mengarah pada transformasi dari satu hal ke hal lain yang menjadi impian aktor-aktor sosial. Misal, perayaan atas kebebasan berekspresi kaum gay atau lesbian dalam menunjukkan eksistensi mereka. Namun demikan sifat konstruksi identitas ini sangat terkait dengan konteks yang sangat spesifik dimana isu tersebut dibangun.
C. Analisis Wacana Kritis Teun Van Dijk Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh Teun A Van Dijk. Pada dasarnya paradigma kritis melihat wacana sebagai interaction histories. Van Dijk melihat wacana sebagai sebuah kognisi sosial, maka dari pada itu, metode yang dikembangkan oleh Van Dijk cukup populer dipakai, karena mengolaborasi elemen-elemen wacana yang nantinya didayagunakan (Eriyanto, 2001: 221). Menurut Van Dijk dalam Eriyanto (2001), penelitian atas teks tidak bisa hanya menganalisis dari saja, namun juga mengkaitkan dengan praktik produksi dari wacana tersebut.Teks bukan sesuatu yang datang dari langit, bukan juga ruang hampa yang mandiri, akan tetapi, teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Teknik analisis model Van Dijk berupaya menggabungkan ketiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis. Model dari analisis Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut
8
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Konteks Kognisi sosial teks
Teks. Dimensi teks dalam model Van Dijk mengarah pada struktur teks. Van Dijk memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik untuk memaknai teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Eriyanto (2001: 227) memberi gambaran struktur teks menurut Van Dijk sebagai berikut : Struktur Makro Makna global dari suatu yang dapat diamati dari topik/tema yang dangkat oleh suatu teks Superstruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalima dan gaya yang dipakai oleh suatu teks
Kognisi Sosial. Pandangan Van Dijk dalam Eriyanto (2001: 260) dapat dipahami bahwa analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Dalam kajian ini, teks akan terbentuk berdasarkan kesadaran orang-orang yang memberi komentar dalam kasus ‘perang cuit’
9
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
tersebut. Walaupun terkesan bersifat individual, Van Dijk tidak menafikan faktor sosial. Individu adalah sesuatu yang kompleks, proses pengertian atas pengetahuan dan pengalaman sosial seseorang akan sangat mempengaruhi bagaimana dia berpikir terhadap sesuatu atau menanggapi sesuatu. Analisis sosial. Analisis sosial didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media. Aplikasi pemahaman analisis sosial dalam kajian ini terkait dengan isu-isu yang tengah berlangsung ketita teks tersebut didiskusikan. Seseorang bukanlah subyek kosong yang netral terhadap informasi seseorang. Pandangan seseorang atau kelompok
terhadap
sebuah
kasus
akan mempengaruhi bagaimana
dia
mengkonstruksi dan memproduksi sebuah teks. Misal, seseorang yang hidup dari keluarga dan lingkungan yang terbiasa mengungkapkan keinginan dan pemikirannya akan mempunyai cara pandang dan gaya yang berbeda dengan seseorang
yang hidup
dalam
lingkungan yang
tidak membiasakannya
mengutarakan pemikirannya. Pandangan tentang makna kebebasan juga akan berbeda dari dua orang ini. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi, menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua hal, yaitu praktik kekuasaan, kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok. Analisis wacana memberikan perhatian yang besar pada apa yang disebut sebagai dominasi. Dominasi direproduksi oleh pemberian reproduksi oleh pemeberian akses yang khusus pada satu kelompok dibandingkan kelompok lain (diskriminasi).
D. Analisa Van Dijk atas Komentar-Komentar Artikel Perang Cuit @Misbakun vs @Benhan Dunia maya kini menjadi ruang baru dalam berkomunikasi. Pengguna media tidak hanya menjadikan media ini sebagai bagian dari aktivitas dialog secara rutin, namun juga membangun identitas melalui kata, tutur kata, kalimat hingga visualisasi untuk membangun eksistensi atau dengan kata lain untuk
10
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
membangun identitas mereka. Dalam kajian ini, penulis akan fokus bagaimana identitas terbentuk melalui komentar-komentar pengguna media atas artikel yang dikeluarkan oleh Yahoo! atas artikel berjudul “Perang Cuit @Misbakhun vs @Benhan”.
Analisa ini tidak ingin melihat wacana yang dihasilkan dari teks
(komentar-komentar)
tersebut,
namun dari wacana
yang diangkat dan
dikomentari, penulis berharap dalam melihat identitas para pemberi komentar dari perspektif Castells. Teks artikel tersebut akan penulis analisis melalui tiga level yang akan dikolaborasikan dengan kognisi sosial dan analisis sosial, sebagai berikut: 1. Level Struktur Makro Struktur makro adalah tahapan untuk melihat makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Pada level ini tema yang diangkat adalah tentang ”Perang Cuit @misbakun vs @benhan.” Istilah ’perang cuit’ mengawal artikel ini melalui judul yang dikonstruksi, karena media yang digunakan oleh Politikus mantan anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhamad Misbakun, pemilik akun @misbakun dan
Benny Handoko, pemilik akun
Twitter @benhan adalah media Twitter. Media dengan logo burung berwarna biru ini memang menggambarkan kicauan para pemilik akun media ini untuk menyuarakan aspirasi mereka terhadap suatu kejadian. Persoalan bermula dari komentar Benny yang menuliskan beberapa komentar tentang Misbakun dan mengkaitkannya dengan kasus Century, twittwar atau perang kicauan pun terjadi. Berikut perang kicauan antara mereka berdua. "@benhan Misbakhun: perampok bank Century, pembuat akun anonim penyebar fitnah, penyokong PKS, mantan pegawai Pajak di era paling korup." "@benhan Kok bikin lawakan ga bisa lebih lucu lagi... Misbakhun kan termasuk yang ikut "ngerampok" Bank Century... Aya-aya wae..." Kicauan Benny tersebut kemudian ditimpali oleh Misbakun dengan balasan berikut:
11
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
"@misbakhun Apakah bisa dijelaskan oleh @benhan ttg isi tweet yg dimaksud? Saya ingin tahu apa isi penjelasan Anda?" "@misbakhun Saya tdk pernah ada LC Fiktif. Data dari mana? Saya menunggu penjelasan Anda soal isi tweet tersebut. Saya tunggu segera. @benhan" Kicauan masih berlanjut dengan unggahan Benny berikut: "@benhan: @misbakhun 1. perampok bank century: vonis bersalah pidana di 3 pengadilan sebelum PK dikabulkan. Skrg keputusan PK MA diragukan sarat suap." Persoalan semakin meluas ketika Misbakun melaporkan Benny atas kicauannya melalui akunnya dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah. Artikel yang kemudian diunggah oleh Yahoo! ini mendapat perhatian dari masyarakat lain untuk memberi pendapat atau komentar mereka menanggapi kasus ini. Berdasarkan hasil pengamatan, secara keseluruhan, komentar yang dibangun oleh para komentator di Yahoo! memiliki keberpihakan kepada Benny. Hal tersebut terkait dengan identitas komunal yang ingin dibangun oleh para pengguna media baru. Berdasarkan data yang diunggah oleh www. antaranews.com, Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, mengungkapkan bahwa jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapai lebih dari 47juta orang, sementara twitter sekitar 19,7 juta orang. Jumlah ini membawa dampak kedekatan satu dengan yang lain. Kemiripan inilah yang membuatnya merasa bahwa sesama pengguna media baru adalah satu kesatuan, rasa ini semakin kuat jika sesuatu yang dianggap sebagai bagian kelompok atau ingroup mereka mengalami permasalahan. Komunitas di dunia maya membangun identitas mereka melalui konstruksi bahasa yang mereka gunakan. Bahasa memiliki fungsi yang penting, bukan hanya sebagai alat komunikasi dan mempertukarkan makna, namun bahasa dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan merefleksikan diri atas dirinya
12
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
sendiri. (Hartley, 2004: 13). Setiap individu yang melibatkan dirinya dalam penggunaan bahasa, maka pada dasarnya dia sedang mengkonstruksi dirinya supaya menjadi seseorang atau bagian dari sesuatu. Hal tersebut berlaku pula bagi pengguna media yang memberikan komentarnya dalam kasus ini. Ketika seseorang bisa menunjukkan bahwa ia mampu menggunakan istilah-istilah linguistik yang tepat sesuai dengan norma-norma dari sebuah kelompok tertentu, maka dia akan dianggap sebagai anggota dari kelompok itu, baik dalam pandangan orang-orang kelompok itu sendiri maupun dalam pandangan orang-orang di luar kelompok itu. (Thomas dan Wareing, 2007: 238).
2. Level Superstruktur Superstruktur merupakan satu kesatuan, saling menghubungkan dan mendukung satu sama lainnya. Dalam tahapan ini Van Dijk melihat teks sebagai sebuah kerangka berpikir yang utuh yang terdiri dari pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan. Namun dalam kajian ini, level ini tidak akan digunakan karena obyek kajian penelitian ini adalah komentar-komentar yang dibangun oleh pengguna media yang bersifat independen. Pemberi komentar satu belum tentu kenal dengan pengguna media yang lain. Mereka hanya memberi komentar jika secara pribadi mereka ingin memberikan pikiran mereka terhadap kasus yang dipublikasikan. Hal ini cukup berbeda dengan penerapan analisis wacana kritis yang dilakukan pada teks media cetak atau program acara di media elektronik. Wacana yang dikonstruksi dilakukan oleh institusi media melalui pekerja mereka. 3. Level mikrostruktur Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks. (Eriyanto, 2001: 227). Dalam level ini tampak sekali keberpihakan para komentator, seperti yang diungkapkan oleh Morgan berikut, Morgan Azhari “Harus bikin account email baru dulu nih kalo mao komen. Jadi pas mao dituntut juga susah dicarinya.”
13
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Kalimat yang diunggah oleh Morgan Azhari tersebut menyatakan bahwa dia merasa ‘terancam’ untuk memberikan komentarnya melalui media sosial. Morgan merasa dia akan bernasib sama dengan Benny jika berkomentar tentang sebuah isu melalui media baru. Komentar Morgan mendapat persetujuan dari pengunggah yang lain seperti berikut ini, Nayo • 3 hari yang lalu Laporkan Penyalahgunaan Bikin di facebook atau di twitter kalo nunggu reaksinya. Bikin koment di yahoo mah, kalau mo diusut komentator2nya banyak yang ditahan tuh. Radja • 1 hari 10 jam lalu Laporkan Penyalahgunaan ati2 kena subsider membongkar rahasia negara Nayo melalui kalimat “kalau mo diusut komentator2nya banyak yang ditahan tuh” juga mengungkapkan hal senada dengan Morgan dalam mendukung Benny. Kalimat tersebut sama dengan pernyataan bahwa kini harus berhati-hati apabila ingin menyampaikan tanggapan.Selain ungkapan sinis juga muncul dengan kata ‘diusut’, kata ini biasa digunakan untuk menggambarkan proses pencarian atau investigasi atas kebenaran suatu permasalahan. Pilihan kata ‘ditahan’ semakin memperjelas maksud Nayo yang merasa bahwa penyampaian komentar yang tidak sesuai dapat berakibat mendekamnya komentator tersebut di hotel prodeo. Nayo dikuatkan oleh Radja dengan kalimat “ati2 kena subsider membongkar rahasia negara.” Pilihan kata ‘ati2’menunjukkan peringatan yang biasanya, digunakan untuk mencegah rekan atau kawan supaya tidak terkena masalah. Dengan demikian Radja merasa bahwa dia adalah bagian atau ingroup Nayo. Kalimat-kalimat
keras
juga
digunakan
para
komentator
untuk
menunjukkan bahwa mereka tidak sepakat dengan pembuat kebijakan atau dalam bahasa Gramci disebut sebagai apparatus. Mereka menunjukkan kesepakatan mereka bahwa dalam kasus @benhan vs @misbakun, Misbakun dianggap sebagai
14
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
pejabat atau orang yang berkuasa, sementara Benny adalah masyarakat awam yang hanya sekedar memberi komentar berdasarkan apa yang ada di benaknya. Hal tersebut tampak dari kalimat-kalimat berikut ini, Maftucha • 3 hari yang lalu Laporkan Penyalahgunaan kembali ke jaman Londo..., dimana setiap bangsawan atau amtenaar tidak boleh di senggol.., kalau mereka lewat , rakyat kecil harus hormat dan menundukan kepala.. hebatnya politisi indo saat ini.., tak ada guna nya 68 tahun merdeka Sutanto Masalahnya UU ini tujuannya untuk membungkam rakyat kecil dan para pengritik. Keberpihakkan justru pada kalangan atas dan pejabat. Kebenarannya dari sebuah isu menjadi pasif untuk diperiksa oleh yg berwenang alasannya tidak ada pelapornya. Belum saatnya.... Pemakaian kalimat atau kata sebagai bahasa tutur atau bahasa tulis tidak muncul dengan sendirinya, ia adalah hasil konstruksi seseorang melalui pemikiran atau pengalaman yang pernah menerpanya. Pilihan kata ‘bangsawan’ atau istilah ‘amtenaar’ adalah pilihan kata yang secara sengaja dipilih untuk memproyeksikan pikiran pemberi komentar, dalam hal ini Maftucha. Bangsawan adalah sebutan bagi seseorang atau kelompok pemilik modal. Kelompok ini biasanya menggunakan segala strategi untuk mempertahankan status quo. Maftucha bukan hanya menyebut bangsawan, namun juga mengibaratkannya dengan kondisi zaman penjajahan Belanda, dimana bangsawan tak tersentuh dan lebih banyak berpikir untuk keselamatan kelompok atau golongannya. Kemerdekaan Indonesia juga dibawa-bawa seolah untuk menyangatkan bahwa pejabat sekarang tak ubahnya
penjajah zaman colonial.
Sementara
Maftucha
memilih
kata
‘bangsawan’, Sutanto langsung menyebut dengan istilah ‘kalangan atas’ dan ‘pejabat’
15
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Pilihan kata ‘rakyat kecil’ juga dipilih untuk menggambarkan dua kutub yang berlawanan antara bangsawan atau pejabat di era kini dengan masyarakat awam atau dia sebut dengan istilah ‘rakyat kecil’. Maftucha dan Sutanto sepakat dengan komentator lain yang dibahas sebelumnya, bahwa para komentator ini adalah kelompok yang berlawanan kutub dengan pejabat, mereka mendudukkan diri sama seperti Benny sebagai rakyat kecil. Kalimat Mafftucha senada dengan ungkapan berikut ini, Annafi yang diuntungkan hanya penguasa ketika memang kinerjanya seperti itu kita komentar saja kena pasal yang mereka buat. secara tidak langsung membungkam kebebasan pendapat donk. pasal berapa itu ya tentang kebebasan mengemukakan pendapat, namanya pendapat dari diri sendiri meskipun itu manis atau pahit itulah pendapat, terlepas dari benar atau salahnya itu pendapat. (Mulutmu bau jengkol,...kamu kena pasar pencemaran nama baik) waduh... Annafi mengungkapkan bahwa berpendapat adalah hak setiap warga negara, terlepas benar atau salah. Annafi sepakat dengan pengunggah lainnya bahwa golongan yang dianggap ‘seenaknya’ adalah penguasa. Bahkan frase ‘kena pasal yang mereka buat’ lebih menekankan bahwa penguasa cenderung melegitimasi status quonya dengan kemampuan mereka membuat kebijakan. Kata ‘penguasa’ dipilih untuk menunjukkan lawan dari kata ‘kita’ dalam kalimat tersebut. Kita dimaknai sebagai kelompok yang berbeda dengan kelompok penguasa. Istilah ‘membungkam’ adalah istilah yang menggambarkan tindakan pemaksaan. Membungkam sama dengan menutup secara paksa, sehingga frase membungkam kebebasan semakin menunjukkan kondisi ketidaksepakatannya dengan penguasa. Dukungan kelompok semakin kuat dengan kalimat yang disampaikan Agus berikut ini, Agus klw gk ada kritikan atau hinaan,semua pelanggar hukum n pejabat2 yang sesat gk akan intropeksi diri.bgmna brooo?kita2kan orang2 lemah,ya dengan begini aja
16
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
bisanya demo,hehehehe,dr pada demo di jln,banyak ganggu dan merugikan kepentingan orang lain,apalagi klw sampai terprovokasi,bs berutal,kan gk aman,klw emang gk bener yg di kritikan ,ya tinggal klaripikasi aja,namanya juga lidah tak bertulang.terkecuali yg berbau sara,apa pun itu alasanya harus dipikir baik2 lg,biar ke bhineka tunggal ika an kita tetap terjaga. Bukan hanya menempatkan diri sebagai lawan dari pejabat, Agus menambahnya
dengan ‘pejabat2
yang
sesat’.
Frase
itu
menyangatkan
ketidaksukaannya terhadap apa yang menimpa kelompoknya. Istilah ‘orang2 lemah’ mengesankan bahwa pejabat bukanlah tandingan kelompok mereka. Agus juga mengungkapkan bahwa media baru adalah alat yang dapat digunakan kelompoknya untuk menyuarakan aspirasinya. Jika itu juga dirampas oleh pejabat, nada pesimis yang tertuang. E. Penutup Berdasarkan analisis tersebut, tampak bahwa bahasa mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk membangun identitas. Castells mengungkapkan bahwa identitas yang dibangun melalui media baru cenderung bersifat kolektif dan membentuk komunitas. Dia mengungkapkan bahwa identitas ini tidak bersifat individual. Walaupun mungkin para pemberi komentar tidak mengenal Benny, namun melalui diskusi, mereka membentuk kelompok kolektif yang berpihak pada Benny. Konstruksi identitas dibangun melalui kesepakatan satu orang dan dikuatkan oleh orang lain yang merasa memiliki kemiripan. Kemiripan sangat bergantung pada konteks dimana teks tersebut didiskusikan. Dala kasus di atas, para pemberi komentar di Yahoo! cenderung berpihak pada Benny pemilik akun @benhan dibanding Misbakun. Para pengguna media tersebut menggunakan bahasa-bahasa mereka untuk membangun identitas dan keberpihakan mereka terhadap kaum yang disepakati sebagai ‘korban’. Mereka meletakkan identitas mereka sebagai sebuah kelompok dan melawan kelompok yang lain. Misbakun dalam konteks ini tidak dipandang sebagai individu, namun berdasarkan hasil analisa di atas tampak bahwa 17
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Misbakun adalah kelompok yang lain yang berseberangan dengan kelompok mereka. Pejabat, penguasa, bangsawan adalah outgroup dari kelompok yang identitasnya dibangun secara komunal melalui rangkaian komentar-komentar yang mencuat. Apabila dikaitkan dengan pemikiran Castells mengenai tipe identitas dalam dunia maya, para komentator tengah mengkonstruksi identitas mereka sebagai kelompok dengan tipe resistance identity. Kelompok ini memiliki kecenderungan untuk berpihak pada kaum marginal melalui collective identity dan melawan kelompok dominan.
DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Ubed. (2005). Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Yogyakarta: UII Press. Anderson, Benedict R.O’G. (1990). Language and Power. New York: Cornell University Press.
18
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)
Castells, Manuel. (2009). Communication Power. New York: Oxford University Press.Inc Castells, Manuel. (2010). The Power of Identity (pp. 6-12). West Sussex: Blackwell Publishing. Douglas, Kellner. (2010). Budaya Media. Yogyakarta: Jalasutra. Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis Group. Hartley, John. (2004). Communication, Cultural, & Media Studies. Yogyakarta: Jalasutra Piliang, Yasraf Amir. (2010). Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui BatasBatas Kebudayaan. Bandung: Matahari. Rogers, E.M. (1986). Communication Technology: The New Media in Sosiety. New York: Free Press Thomas, Linda&Wareing, Shan. (2007). Bahasa, Masyarakat & Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Original work published 1999)
Kampanye digital penjaring aspirasi. www. antaranews.com. diunggah tanggal 1 Oktober 2013. “Tak Hanya @benhan, Ini ‘Korban’ UU ITE. tempo.co. diunggah tanggal 6 September 2013
19
Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)