KONSISTENSI BMT AGAM MADANI DALAM MENERAPKAN PRINSIP-PRINSIP EKONOMI SYARI’AH Mhd. Taufiq* Abstract: One form of the practice of Islamic economics is a lot of talk lately Wattamwil Baitul Mal (BMT) . BMT as microfinance institutions operated with profit sharing principles (Shariah) aims to develop micro and small businesses in order to elevate and defend the dignity and interests of the needy . Baitul Mal wat tamwil (BMT) is deemed capable of maintaining economic stability , especially when the economic crisis in 1997 . BMT in Indonesia was born from the womb of the campus, was originally developed by students at Masjid Salman ITB with try rolling the Shari’ah based financial institutions for small businesses . It turns out that the campus human effort finally welcomed by the community and government . Agam is an area that has a special interest in the establishment of the Islamic financial institutions . Most can not be seen with the establishment of BMT has been in their respective villages by 82 BMT with stimulant funding of Rp 300 million. BMT is expected of course be able to apply the principles of Islamic economics such as building the Islamic Tawhid (belief), Fair (fairness), Nubuwah (Prophethood), Khilafah (rule) and Ma’ad (result) . Keywords : BMT , Sharia , Islamic Economics
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi Islam dalam tiga dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk kajian akademis di perguruan tinggi maupun secara praktik operasional di lapangan. Dalam bentuk kajian, ekonomi Islam telah dikembangkan di berbagai universitas, *
Staf Pengajar STAIN Sjech. M. Djamil Djambek Bukittinggi
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ...
baik di negara-negara Islam maupun di negara-negara Barat, seperti di Eropa, Amerika Serikat dan Australia. Di Inggris terdapat beberapa universitas yang telah mengembangkan kajian ekonomi Islam (Islamic economics), seperti University of Durham, University of Portsmouth, Markfield Institute of Higher Education, University of Wales Lampeter, dan Loughborough University. Di Amerika Serikat, pengembangan kajian ekonomi Islam dilakukan di Harvard University. Di Australia, University of Wolonggong juga melakukan hal yang sama. 1 Sementara itu dalam bentuk praktik, ekonomi Islam telah berkembang dalam bentuk lembaga perbankan dan lembaga–lembaga keuangan Islam non bank lainnya. Tercatat sudah lebih 75 negara yang yang mengembangkan lembaga perbankan ini dan mencapai lebih dari 400 lembaga keuangan. Di Barat tercatat beberapa negara yang telah mengembangkan perbankan sya riah, seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Luxemburg, Swiss, Denmark, Perancis, Rusia, Kepulauan Bahama, Cayman Island, dan Virgin Island. Di Indonesia, perkembangan kajian dan praktek ekonomi Islam juga mengalami kemajuan yang pesat. Kajian-kajian ekonomi Islam telah ba nyak diselenggarakan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Per kembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang sangat berarti semenjak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 dan ditambah dengan keberadaan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Salah satu bentuk praktek ekonomi Islam yang belakangan ini banyak dibicarakan adalah Baitul Mal Wattamwil (Baca BMT). Secara khusus di Kabu paten Agam telah berdiri sebanyak 82 BMT di masing-masing nagari. Sebagaimana halnya dengan BMT lainnya di Indonesia, BMT Agam Madani dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagai lembaga keuangan mikro syari’ah punya kewajiban mengimplementasikan sistem ekonomi syari’ah. Sistem ekonomi syari’ah adalah sistem ekonomi berbasiskan AlQur’an, Al- Sunnah dan ijtihad para ulama. Permasalahan yang mendasar dalam penelitian ini adalah bagaimana operasionalisasi BMT dalam bentuk pembiayaan terhadap masyarakat. Hal ini sangat penting karena, jangan-jangan BMT sudah menjadi makelar keuangan yang menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat miskin. Dari penelitian ini akan jelas, apakah BMT tetap konsisten menerapkan prinsip-prinsip syariah yang menjadi acuan dalam lembaga keuangan Islam ataukah BMT 86
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
hampir sama dengan bank konvensional yang dibungkus dengan “sebutan syariah”. Ini tentu perlu dibuktikan secara ilmiah. KERANGKA TEORITIK Baitul Mal Wattamwil (BMT)
BMT singkatan dari Baitul mâl wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah yaitu baitul mâl dan baitul tamwil. Baitul mâl lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infaq, dan shodaqoh serta menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya.2 Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.3 Dengan demikian BMT sesungguhnya merupakan lembaga yang bersifat sosial keagamaan sekaligus komersial. BMT menjalankan tugas sosialnya dengan cara menghimpun dan membagikan dana masyarakat dalam bentuk zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) tanpa mengambil keuntungan. Disisi lain ia mencari dan memperoleh keuntungan melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah baik dalam bentuk penghimpunan, pembiayaan, maupun layanan-layanan pelengkapnya sebagai suatu lembaga keuangan Islam. Visi BMT adalah semakin meningkatnya kualitas ibadah anggota BMT sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia pada umumnya. Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil dan makmur berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT. 4Disini BMT menempati fungsi lembaga usaha ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu melayani nasabah usaha mikro dan kecil-bawah. Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syari’ah. Peran ini menegaskan arti pen ting prinsip-prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba kekurangan baik di bidang ilmu pengetahuan atau materi, maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul mâl ini. Sebagian berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam bank sentral yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Seba 87
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ...
gian lagi berpendapat bahwa baitul mâl itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara. Kalaupun lembaga baitul mâl yang menurut para orientalis bukan sesuatu yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat,infaq dan shodaqoh) yang dinamis dan berputar cepat merupakan preseden yang sama sekali baru. 5 Penjajahan yang terjadi di negara-negara Islam membawa perubahan dalam sistem pemerintahan, politik dan ekonomi. Meskipun akhirnya banyak negara Islam yang berhasil mendapatkan kemerdekaannya, namun kenya taannya mereka hanya merdeka secara politik, karena sisa-sisa penjajahan masih dirasakan terutama dalam bidang ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Sistem ekonomi pada umumnya tidak bisa lepas dari sistim politik. Penjajah an telah membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler, yang secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan akidah dari para pemimpinnya. Warisan ekonomi penjajahan membawa masalah seperti pengangguran, inflasi serta terpisahnya agama dan ekonomi serta politik, yang mengakibatkan ketidakberhasilan dalam pembangunan ekonomi. 6 BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta ber landaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/ koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme.7 Tujuan dari BMT adalah untuk menyediakan dana murah dan cepat guna pengembangan usaha kecil bagi anggotanya. BMT juga bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masya rakat pada umumnya. 8 Pada awalnya BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yaitu suatu lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari anggota dan diperuntukkan bagi anggota. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mencontoh proyek yang sering dilakukan pemerintah dalam upaya pen gembangan masyarakat.Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah. Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi.9 88
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT ( Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai. 10 Struktur organisasi BMT menunjukkan adanya garis wewenang dan tanggungjawab, garis komando serta cangkupan bidang pekerjaan masingmasing. Struktur ini menjadi sangat penting supaya tidak terjadi benturan pekerjaan serta memperjelas fungsi dan peran masing-masing bagian dalam organisasi. Tentu saja masing-masing BMT dapat memiliki karakteristik ter sendiri, sesuai dengan besar kecilnya organisasi. Namun demikian, struktur organisasi dalam setiap BMT terdiri dari; Musyawarah Anggota Tahunan, Dewan Pengurus, Dewan Pengawas Syariah, Dewan Pengawas Manajemen, Pengelola yang terdiri minimal terdapat Manajer, Marketing, Accounting dan Kasir.11 Musyawarah Anggota Tahunan
Pengawas Manajemen
Dewan Pengawas
Dewan Pengawas Syari’ah
Manajer/Direksi
Accounting/ Pembukuan
Marketing/Pemasaran
Teller/ Kasir
Pendirian BMT untuk bermitra usaha-usaha Pendirian BMTdidesain didesain untuk bermitra dengandengan usaha-usaha mikro yang mikro yangtidak tidak dijamah oleh perbankan, baik maupun konvensional maupun sya bisabisa dijamah oleh perbankan, baik konvensional syariah. Kegiatan BMT adalah menghimpun dana dan mendistribusikan kembali anggota riah.utama Kegiatan utama BMT adalah menghimpun dana dankepada mendistribusikan dengankepada imbalan bagi hasil atau mark up/margin sesuai syariah. kembali anggota dengan imbalan bagi hasil atau mark up/margin Dasar-dasar pengelolaan BMT dengan sistim syari’ah tidak menggunakan sesuai syariah. bunga sebab bungapengelolaan adalah riba. Komitmen berdasarkan padasyari’ah pengertian tidak mengenai Dasar-dasar BMT ini dengan sistim menggu Q.S. 2 :278-279, 2 : 275-276, 3:130, 4:29, dan 30:39. Apalagi setelah MUI, dalam nakan bunga sebab bunga adalah riba. Komitmen ini berdasarkan pada Rakernas di Jakarta Desember 2004, menyatakan fatwanya bahwa bunga bank haram
hukumnya sebab bunga bank adalah riba. Seiring dengan gagasan Islamisasi perbankan, maka BMT pun mempedomani 89 prinsip bagi hasil sebagai pengganti sistim bunga.12
Selama
ini
demi
menjaga
konsistensi
lembaga
keuangan
yang
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ...
pengertian mengenai Q.S. 2 :278-279, 2 : 275-276, 3:130, 4:29, dan 30:39. Apalagi setelah MUI, dalam Rakernas di Jakarta Desember 2004, menyatakan fatwanya bahwa bunga bank haram hukumnya sebab bunga bank adalah riba. Seiring dengan gagasan Islamisasi perbankan, maka BMT pun mempedomani prinsip bagi hasil sebagai pengganti sistim bunga.12 Selama ini demi menjaga konsistensi lembaga keuangan yang men gatasnamakan Islam di Indonesia terutama pada level BMT, saat ini ling kup lembaga keuangan Islam sangat mendesak untuk mengembangkan pertukaran pandangan mengenai kemampuan produk-produk keuangan mereka sebagai satu kesatuan dalam kerangka pengganti sistim bunga, yang seharusnya lebih mampu membentuk keadilan ekonomi. Upaya itu adalah kebutuhan dalam kerangka menghilangkan kelemahan lembaga keuangan Islam karena tidak nyangkutnya teori dengan praktik atau antara ilmu dengan kenyataan.13 Dalam pembiayaan, fungsi dan layanan BMT tidak berbeda dengan bank syari’ah. BMT juga menjadi penyandang dana bagi pengusaha yang datang kepadanya untuk mengajukan permohonan dana. Besar kecil dana dalam permohonan pengusaha itu pada akhirnya mendapatkan ketetapannya dari pihak BMT. Jenis-jenis layanan melalui produk BMT pun tidak berbeda dari jenis layanan bank syari’ah, yang dapat dibagi menjadi tiga: Sistim jual beli; se perti Ba’i Bitsaman Ajil, murabahah, Ba’i As-Salam, sistem bagi hasil, seperti musyarokah, mudharabah dan sistem jasa, seperti qard, wakalah, Al-Hawalah, Rahn, Kafalah Konsep Pembiayaan dalam Islam
Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembia yaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (12) adalah “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang dan tagihan tersebut. Setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.” Di antara jenis pembiayaan yang banyak dipakai oleh lembaga keuangan syari’ah adalah sebagai berikut: BBA) pembiayaan berakad jual beli. Adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan 90
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
anggotanya, di mana BMT menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang disepakati. 1. Pembiayaan murabahah (MBA). Pembiayaan berakad jual beli yang mana prinsip yang digunakan sama seperti pembiayaan Bai’u Bitsaman Ajil, ha nya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo. 2. Pembiayaan Mudârabah (MBA). Pembiayaan dengan akad Syirkah adalah perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota di mana BMT menyedia kan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya. 3. Pembiayaan Musyarakah (MSA). Pembiayaan dengan akad Syirkah. Ada lah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengan porsi penyertaan. 4. Pembiayaan al-Qordul Hasan. Pembiayaan dengan akad ibadah. Adalah perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggotanya. Hanya anggota yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman ini. 14 Perbedaan antara bunga dan bagi hasil
Antara bunga dan bagi hasil, keduanya sama-sama memberikan keun tungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut :15 BUNGA a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
BAGI HASIL a. Penentuan besarnya rasio /nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan ganti rugi b. Besarnya prosentase berdasarkan b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang pada jumlah keuntungan yang dipinjamkan. diperoleh. c. Pembayaran bunga tetap c. Bagi hasil bergantung pada keuntungan seperti yang dijanjikan tanpa proyek yang dijalankan. Bila usaha pertimbangan apakah proyek yang merugi, kerugian akan ditanggung dijalankan oleh pihak nasabah bersama oleh kedua belah pihak. untung atau rugi.
91
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ... d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”. e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam. f. Jika terjadi kerugian ditanggung nasabah saja.
d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. f. Jika terjadi kerugian ditanggung kedua belah pihak, nasabah dan lembaga.
Aqad Pembiayaan dalam Islam
Dalam kajian hukum muamallah, masalah akad (aqd) atau perjanjian menempati posisi sentral, karena ia merupakan cara paling penting yang digunakan untuk memperoleh suatu maksud, terutama yang berkenaan dengan harta atau manfaat sesuatu secara sah. Ada 2 (dua) istilah dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan perjan jian, yaitu al-aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.16 Menurut jumhur ulama akad didefinisikan sebagai “pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya”.17 Menurut Abdoerraoef mengemukakan terjadinya suatu perikatan (al-‘aqdu) melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut :18 Al-‘Ahdu (perjanjian), persetujuan, dan apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka terjadilah apa yang dinamakan ‘akdu’. Dalam KUH Perdata. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu “. 19 Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat suatu rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan”,20 sedangkan syarat adalah “ketentuan (pe raturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan”. 21 Dalam syari’ah, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi, rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau 92
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu”22 Definisi syarat adalah “ sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada”. Jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun akad adalah al-‘aqidain, mahallul ‘aqd, dan sighat al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa azZarqa menambah maudhu’ul ‘aqd (unsur-unsur penegak akad). Selain dilihat dari tahapan kedewasaan seseorang, dalam suatu akad kondisi psikologis perlu juga diperhatikanuntuk mencapai sahnya suatu akad. Ya’cub mengemukakan syarat-syarat subyek akad adalah sebagai berikut :23 Aqil (berakal), Tamyiz (dapat membedakan), Mukhtar (bebas dari paksaan), METODOLOGI Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berawal dari data dan bermuara pada kesimpulan. Sasaran atau objek dibatasi agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin. Penelitian ini juga menginterpretasikan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari informan di lapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada. Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada. Lokasi Penelitian
Ada beberapa hal yang mendasari pemilihan lokasi penelitian, pertama, adanya keinginan masyarakat Sumatera Barat menerapkan ajaran Islam secara komprehensif yang dimulai dari penerapan prinsip syariah dalam praktek ekonomi, kedua, melihat pendirian BMT Agam Madani di Kab. Agam, disebabkan BMT sebanyak 82 BMT atau masing-masing nagari, maka lokasi penelitian pada BMT gelombang pertama di Kabupaten Agam yang terdiri dari satu nagari untuk satu kecamatan. Tekhnik Pengumpulan data
Sebagai lazimnya penelitian kualitatif, dalam peneelitian ini akan digunakan tekhnik wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi Creswell menjelaskan langkah-langkah pengumpulan data melibatkan; (1) 93
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ...
menetapkan batas-batas penelitian, (2) mengmpulkan informasi melalui pengamatan, wawancara, dokumen, dan bahan visual, (3) menetapkan aturan untuk mencatat informasi. Data dikumpulkan dengan menggunkana wawancara, studi dokumentasi, dan observasi. Setelah data penelitian terkumpul, maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan tekhnik analisis seperti yang disarankan oleh Miles dan Huberman, yaitu (reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Dengan demikian, seluruh stakeholder di BMT Agam Madani dijadikan sumber data primer. HASIL PENELITIAN
Sebagai salah satu lembaga keungan mikro yang berada di setiap naagari di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, BMT Agam Madani merupakan salah satu program unggulan bagi pemerintah daerah dan menjadi Lembaga Keuangan primadona bagi masyarakat Agam. Di samping sebagai lembaga bisnis juga diharapkan mampu mewujudkan program pemberantasan kemiskinan secara bertahap. BMT Agam Madani yang telah berdiri di masing-masing nagari yang berjumlah 82 di Kabupaten Agam telah beroperasi sesuai dengan SOP yang dibentuk oleh Pinbuk Pusat. Dari sis manajement tentu nukan pekerjaan yang ringan untuk melakukan pembinaanya. Tidak saja karena terlalu banyaknya pengelola BMT yang tidak ber-basic kan pendidikan ekonomi Syariah (Islam), juga program ini terkesan dipaksakan untuk dioperasikan sehingga factor pendukungnya belum siap dan maksimal. Persoalan mendasar adalah apakah BMT yang diembel-embeli dengan prinsip “syari’ah” atau ekonomi Islam sebagai basis bagi Agam Madani sudah mampu dijalankan secara komprehensif oleh lembaga ini. Dalam “ruang” hasil penelitian ini penulis menemukan beberapa hal yang dipandang belum syar’I dan masih jauh dari nilai-nilai keislaman. Diantaranya adalah: Pembatasan Akad Pembiayaan
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa ada beberapa bentuk akad pembiayaan yang lazim dioperasionalkan di BMT Agam Madani; mudharabah dan murabahah. Sejatinya di kabupaten Agam, akad pembiayaan terbesar adalah akad mudharabah (bagi hasil), sebab masyarakat Agam yang dibiayai itu masyarakat yang kurang mampu. Tentu mereka bukanlah orang yang memiliki modal besar untuk mengembangkan usaha atau membuka usaha 94
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
baru. Akan tetapi berdasarkan wawancara penulis di berbagai BMT di Agam seperti BMT Sungai Pua, IV Koto, Malalak, dan BMT lainnya dengan pengelola dan pengurus (yang aktif) hanya sebagian kecil yang memberikan pembiayaan dengan akad di atas. Bahkan sebaliknya pada umumnya akad pembiayaan yang dipergunakan adalah murabahah (marjin) meskipun sebenarnya akad tersebut tidak cocok dengan metoda pembiayaan mura bahah. Pengelola BMT menyatakan bahwa masyarakat (nasabah) pada umumnya meminta akad pembiayaan dengan system yang mirip dengan bunga, hitungan jelas, dan laba atau rugi tidak perlu dipikirkan BMT, yang penting kami (kata nasabah) mengangsur hutang sesuai jatuh tempo. Ada hal yang lebih menyalahi prinsip murabahah dimana pihak BMT mengerahkan sepenuhnya ke pihak nasabah untuk mempergunakan uang sesuai dengan akad yang dituliskan. Salah seorang nasabah di Malalak Barat ketika penulis wawancarai ada yang menjawab uang yang dipinjam itu dipergunakannya untuk kebutuhan sehari-hari seperti beli rokok dan belanja isteri. Dalam konteks ini terkesan pengelola BMT “menghalalkan” akad walaupun tidak tepat pada sasaran yang dituntut. Tidak adanya keseragaman biaya Administrasi
Biaya administrasi merupakan biaya yang dukenakan untuk setiap akad pembiayaan yang disetujui oleh pihak BMT. Pada dasarnya setiap lembaga keuangan mempergunakan system ini sebagai penunjang dan pengganti biaya administrasi. Biaya administrasi di BMT Agam Madani sudah ditetapkan sedemikian rupa dengan jumlah yang sama untuk semua pembiayaan tanpa dipengaruhi oleh besar kecilnya pembiayaan atau cepat atau lamanya pembiayaan, Karena pada dasarnya besar atau kecilnya pembiayaan tidak akan mempengaruhi besar atau kecilnya biaya administrasi yang dibutuhkan. Meskipun biaya administrasi di BMT Agam Madani sudah ditetapkan, namun di lapangan (berbagai BMT) penulis temukan ketidakkonsistenan biaya administrasi pembiayaan. Ada dua penyebabnya; (1) besar atau kecilnya pinjaman, (2) lama atau sebenantarnya pembiayaan itu. Di salah satu BMT di Kecamatan IV Angkek penulis menemukan bahwa biaya administrasi tergantung besar atau kecilnya pinjaman. Biaya administrasi dimulai dari Rp 35.000 dan ditambah Rp 10.000, setiap penambahan Rp. 500.000,- hal yang sama juga penulis temukan di salah satu BMT di Kecamatan IV Koto, 95
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ...
dimana biaya administrasi peminjaman lebih besar dari peminjaman di Bank Konvensional. Salah seorang nasabah yang penulis wawancarai menyatakan bahwa BMT Agam Madani belum berpihak kepada masyarakat miskin seperti kami (peminjam), bahkan lebih kejam dari bank konvensional. Ketika penulis tanyakan tentang kesyariahannya kepada nasabah? Mereka menjawab “be lum ditemukan nilai-nilai keislaman di BMT Agam Madani ini”. Dari observasi penulis di BMT Agam Madani, hampir seluruh nasabah menyatakan hal serupa. Ini sebagai isyarat bahwa BMT Agam Madani belum mampu menjalankan prinsip-prinsip syariah dalam beroperasinya. SOP yang dibuat hanya sekedar panduan dalam lemari, sementara operasionalnya belum mengacu ke SOP yang dibuat. KESIMPULAN
BMT Agam Madani telah terkenal sampai ke tingkat nasional. Bah kan pernah mendapatkan rekor MURI sebagai lembaga keuangan Mikro yang mampu memberantas kemiskinan. Dari 16 BMT yang penulis teliti secara umum telah menjalankan prinsip-prinsip perbankan, namun belum menerapkan prinsip-prinsip syariah secara komprehensip, seperti memak sakan satu akad dalam pembiayaan dan belum mampunya BMT menerapkan administrasi yang sama di lingkungan BMT Agam Madani dan beraneka ragamnya akad pembiayaan. Dalam konteks ini penulis menyarankan kepada pihak pemerintah Kabupaten Agam agar melakukan pembinaan secara mendalam dan berkala sehingga prinsip-prinsip syariah dapat di tegakkan secara utuh. Kepada pengelola diharapkan mampu menjalankan SOP yang sudah dibuat oleh Pinbuk, dan kepada masyarakat agar belajar dan mau menerapkan akad sesuai dengan ketentuan yang berlaku. [ ] Endnotes Agustianto, Tonggak Kebangkitan EkonomiSyari’ah, http://ekisonline .com/index.php? option= com _content&task=view&id=45&Itemid=28, 23 maret 2013 2 Republika Online tanggal 14 Desember 2001; 3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 2, Yogyakarta Ekonisia, 2004, hal 96 4 PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT, (Jakarta, PT. Bina Usaha Indonesia, tt) hal 2-3. 1
96
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 Muhammad Ridwan, Manajemen,, hal 56-57. Ibid, hal 66 7 PINBUK, Modul Pelatihan Pengelola Baitut Tamwil (Jakarta, PINBUK, tt). Hal 2-3. 8 Ibid 9 Baihaqi Abd. Madjid (Ed), Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah : Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT, (Jakarta, PINBUK,2000), hal. 85-91. 10 Ibid, hal 92. 11 Tim Penyusun Pedoman BMT Jaringan Muamalat Center Indonesia, Yogyakarta, 2004. 12 Penegasan ini diketahui dari permulaan pendirian bank syari’ah dan kemudian BMT. Hingga sekarang ini penilaian bahwa bunga adalah riba mungkin cenderung berkembang kepada pandangan bahwa riba itu adalah bunga. “ Sistim bunga “ dinya takan mempunyai dampak buruk berupa pertentangan dengan nilai akidah oleh karena perolehan keuntungan yang ditetapkan dimuka tanpa mengindahkan untung atau rugi dari usaha yang dibiayai dengan uang pinjaman; pertentangan dengan nilai keadilan yang terjadi pada peminjaman baik produktif maupun konsumtif; penyebab kejahatan moral berupa terbentuknya sifat rakus kehartaan, egoisme atau individualisme, hilangnya persaudaraan sosial dan sifat saling mengasihi, dan melemahnya etos kerja di sektor riil oleh karena pembungaan uang; penyebab kebencian dan permusuhan sesama dan penyebab kejahatan ekonomi yaitu penciptaan tingginya harga jual dan ekonomi biaya tinggi untuk pinjaman produktif dan penurunan daya beli masyarakat gara-gara pinja man konsumtif dengan sistim bunga. Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul- Mal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta, UII Press, 2003), hal.33-34. 13 Lihat pencermatan Kuntowijoyo, seputar perkembangan sejarah umat dalam Muslim tanpaMasjid, (Bandung, Mizan,2001) hal 102 dan dalam keseuruhan gagasan ilmu sosial profetiknya. Disamping itu kelemahan mendasar sistim perbankan Islam adalah tidak tahan kritik baik dalam teori maupun praktik. 14 Muhammad, Lembaga-lembag Keuangan Umat Kontemporer, cet. I UII Press, Yogy akarta, 2000, h. 120 15 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Dari Teori ke Praktik, (Jakarta, Gema Insani, 2001) hal 61. 16 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamallah Konstekstual, Cet. 1 (Jakarta, Raja Grafindo Persada,2002), hal. 75. 17 Mas’adi, op.cit hal. 76. Lihat juga Djamil, op.cit hal.247. Ahmad Azhar Basyir, Asas asas Hukum Mu’amalat (Hukum Perdata Islam), ed Revisi, (Yogyakarta, UII Press, 2000) hal 65; dan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet 1, ed.2, (Semarang, Pustaka Rizki Putra,1997), hal.14. 18 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum: A Comparative Study, (Djakarta, Bulan Bintang,1970), hal.122-123. 19 Subekti, Hukum Perjanjian, cet 14, (Jakarta, Intermasa, 1992), hal 1 20 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002) hal. 966. 5 6
97
Mhd. Taufiq, Konsistensi BMT Agam Madani ... Ibid hal. 1114. Abdul Azis Dahlan, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve,1996) hal.1510 23 Hamzah Ya’cub, Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi, (Bandung, CV. Diponegoro, 1984) hal. 79. 21
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdoerraoef, 1970. Al-Qur’an dan Ilmu Hukum: A Comparative Study, Djakarta: Bulan Bintang Agustianto, Tonggak Kebangkitan EkonomiSyari’ah, http://ekisonline .com/index. php? option = com _content&task=view&id=45&Itemid=28 Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001 Bank Syari’ah, Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Ash Shiddiqiy, Teungku Muhammad Hasbi, 1997. Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet 1, ed.2, Semarang: Pustaka Rizki Putra Baihaqi Abd. Madjid (Ed), 2000. Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah: Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT, Jakarta: PINBUK Basyir, Ahmad Azhar, 2000 Asas asas Hukum Mu’amalat (Hukum Perdata Islam), ed Revisi, Yogyakarta: UII Press Dahlan, Abdul Azis, ed. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve Departemen Pendidikan Nasional, 2002 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Ghufron A. Mas’adi, 2002 Fiqh Muamallah Konstekstual, Cet. 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada Muhammad, 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, cet. I, Yogyakarta: UII Press PINBUK, tt Modul Pelatihan Pengelola Baitut Tamwil. Jakarta: PINBUK PINBUK, tt Pedoman Cara Pembentukan BMT, Jakarta: PT. Bina Usaha Indonesia Ridwan, Muhammad, 2003 Manajemen Baitul-Mal wa Tamwil (BMT), Yogya karta: UII Press Subekti, 1992 Hukum Perjanjian, cet 14, Jakarta: Intermasa Sudarsono, Heri, 2004 Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 2, Yogyakarta: Ekonisia Tim Penyusun. 2004. Pedoman BMT Jaringan Muamalat Center Indonesia, Yogyakarta Ya’kub, Hamzah, 1984. Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi, Bandung: CV. Diponegoro 98