BAB II
KONSEP PRESCHOOL DAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK A. Konsep Preschool di Indonesia Dewasa ini seiring dengan semakin tingginya tuntutan hidup, banyak kita jumpai orang tua, baik ayah maupun ibu, yang bekerja untuk membiayai keluarga. Apalagi dengan makin derasnya arus pengaruh feminisme yang menuntut emansipasi wanita, makin banyak kita temui wanita karier yang notabene sudah berkeluarga. Kesibukan para orang tua bekerja di luar rumah membuat mereka tidak bisa mengasuh dan mengawasi putra-putri mereka selama 24 jam. Alternatif yang diambil pun bervariasi, mulai menggaji pembantu, baby sitter (pengasuh anak), sampai dengan yang saat ini menjadi tren yaitu memasukkan putra-putri mereka ke tempat-tempat penitipan anak, baik yang sifatnya hanya penitipan maupun yang bersifat lembaga pendidikan atau lazim disebut dengan preschool. Alasan para orang tua memasukkan putra-putri mereka ke preschool ternyata tidak hanya kesibukan mereka bekerja di luar rumah. Lebih dari itu, sekarang ini makin banyak orang tua yang menyadari betapa pentingnya pendidikan prasekolah sebagai persiapan sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar. Apalagi sekarang ini makin banyak kita jumpai sekolahsekolah dasar yang mensyaratkan dalam penerimaan siswa baru untuk menyertakan rapor Taman Kanak-kanak (TK). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan prasekolah termasuk hal yang dipentingkan oleh penyelenggara pendidikan dasar. Mengapa demikian? Dalam sebuah penelitian dikemukakan bahwa anak-anak calon siswa kelas I SD yang berasal dari TK dibandingkan dengan yang belum pernah mengikuti TK akan jelas perbedaannya terutama pada semester awal. Perbedaan performa anak bisa dilihat dari ketrampilan membaca, menulis,
13
14
maupun kesiapan mental anak dalam mengikuti pelajaran di SD.1 Selain itu adanya batasan usia 7 tahun untuk masuk jenjang pendidikan dasar, membuat orang
tua
mencari
alternatif
untuk
mengisi
waktu
anak
dengan
memasukkannya ke preschool, dengan harapan dapat menyiapkan anak untuk lebih matang ketika dia harus mulai memasuki jenjang pendidikan dasar. 1. Pengertian preschool Berbicara mengenai pendidikan prasekolah atau yang lazim disebut dengan preschool, seringkali terdapat kerancuan dalam penggunaan istilah-istilah yang kebanyakan berbahasa Inggris dalam memberikan definisi dan batasan pendidikan prasekolah. Menurut the National Association for the Education of Young Children (NAEYC), pendidikan prasekolah dimasukkan dalam early childhood settings (tatanan masa kanak-kanak awal), yaitu layanan untuk anak-anak sejak lahir sampai dengan usia 8 tahun di suatu pusat penyelenggaraan, rumah, atau institusi, seperti Taman Kanak-kanak (TK), baik yang sifatnya full-day school (sekolah sehari penuh) maupun paruh waktu. Di dalamnya termasuk early childhood education (pendidikan masa kanak-kanak awal) yang terdiri dari pelayanan yang diberikan dalam tatanan masa kanak-kanak awal.2 Dari sini muncullah konsep nursery school dan preschool. Nursery school adalah program untuk pendidikan anak usia 2, 3 dan 4 tahun. Adapun preschool, dalam Webster’s Encyclopedic disebutkan mempunyai 2 arti, yaitu: a. adjective of pertaining to, or intended for a child between infancy and school age. Artinya: “Kata sifat yang dimaksudkan untuk seorang anak yang berada pada usia bayi dengan usia sekolah” b. a school or nursery for preschool children Artinya: “Sekolah untuk anak-anak prasekolah”.3 1
Reni Akbar Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta: PT Grasindo, 2003, hal. 2 George S. Morrison, Early Childhood Education Today, Merril Publishing Company, 1988, hal. 4. 3 Houston Miffling, Webster’s Encyclopedic Unabridged Dictionary of the English Language, New York : Portland House, 1989, hal. 304 2
15
Untuk di Indonesia, preschool dalam arti yang kedualah yang dipakai sebagai istilah lain untuk Taman Kanak-kanak (TK), sedangkan nursery school lebih dikenal dengan play group atau kelompok bermain. Kesemuanya itu termasuk dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sebagaimana diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 1 ayat (14) disebutkan bahwa: “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”4 Untuk memberikan batasan yang jelas, dalam pembahasan selanjutnya akan lebih difokuskan pada preschool yang identik dengan Taman Kanak-kanak (TK). Karena TK merupakan bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang berada pada jalur pendidikan formal, sebagaimana disebutkan dalam UU Sisdiknas pasal 28 ayat (3).5 Sedangkan mengenai batasan usia peserta didik di TK, di dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0486/ U/ 1992 Bab II pasal 4 dijelaskan bahwa peserta didik di TK adalah anak yang berusia 4-6 tahun.6 2. Program preschool Akhir-akhir ini berkembang kecenderungan, terutama di kalangan tertentu dalam masyarakat kota besar, untuk memperkenalkan berbagai cara kegiatan belajar sejak usia dini. Padahal model pendidikan anak prasekolah sesungguhnya merupakan upaya menyiapkan anak didik untuk menempuh pendidikan di sekolah dasar. Maka pendekatan yang digunakan pun bukan dengan model detail, melainkan sesederhana mungkin sesuai dengan karakteristik anak usia prasekolah. 4
Ali Aksun Widjaya, Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Semarang: CV Duta Nusindo, 2003, hal. 6 5 Ibid., hal. 16 6 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003, hal. 44
16
Dunia prasekolah adalah dunia bermain, sehingga satu hal yang salah kaprah adalah ketika preschool diidentikkan dengan tempat belajar membaca maupun berhitung. Preschool, yang di Indonesia identik dengan TK, bukanlah sekolah, namun merupakan tempat bermain sambil belajar, bukan sebaliknya. Sedangkan tempat belajar dimulai dari jenjang SD. Sebagai langkah awal penyiapan anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, pendidikan prasekolah hendaknya memperhatikan beberapa prinsip berikut ini :7 a
Perlu diciptakan situasi dan kondisi yang memberikan rasa aman dan menyenangkan. Sebagai salah satu bentuk awal pendidikan formal, maka dalam penyelenggaraan preschool perlu diciptakan situasi dan kondisi yang memberikan rasa aman dan menyenangkan bagi anak. Hal ini penting mengingat bahwa ini adalah pengalaman pertama bagi anak untuk mengikuti sesuatu yang baru, yang notabene tidak bersama orang tua atau anggota keluarga yang lain, melainkan bersama orang lain yang sama sekali asing baginya. Dengan situasi dan kondisi yang menyenangkan akan membuat anak merasa nyaman di sekolah, tanpa khawatir terpisah dari orang tuanya.
b Masing-masing anak perlu mendapat perhatian yang bersifat individual, sesuai dengan kebutuhan anak usia prasekolah Dasar
individualitas
ini
adalah
bahwa
meskipun
pola
perkembangannya sama bagi semua anak, setiap anak mengikuti pola perkembangan yang berbeda walaupun hanya dalam hal kecil. Seorang anak mungkin memberi tanggapan positif terhadap pengendalian yang sifatnya otoriter karena hal itu memberinya rasa aman, namun mungkin bagi anak lain hal itu ditanggapinya berbeda.8 Selain itu setiap anak mengalami perkembangan yang berbedabeda, sehingga pengalaman-pengalaman yang diciptakan harus 7
Ibid., hal. 69-70
17
fleksibel untuk memenuhi kebutuhan setiap anak. Marian Edelman Borden mengklasifikasikan proses perkembangan anak usia 3-5 tahun, yang berguna untuk memilih materi atau topik agar bisa diartikulasi oleh anak-anak untuk menuju ke arah pembentukan karakter anak yang sesuai.9 Pada usia 3 tahun, anak memiliki ciri khas intelektual, mereka belajar tentang warna dan bentuk, kemudian dilanjutkan pada dunia sekitarnya, seperti binatang atau tanaman. Mereka belajar tentang diri mereka sendiri, keluarga mereka, berinteraksi dengan orang dewasa berbagi dan bekerja sama. Pada usia 4 tahun, imajinasi anak bekerja dan penuh dengan pertanyaan “mengapa”. Pada aspek intelektual mereka mulai belajar mengurutkan, memilah dan mengelompokkan. Pada klasifikasi terakhir, yaitu pada usia 5 tahun, anak lebih terfokus dan terarah. Mereka kaya akan imajinasi, bahasa mereka lebih ekspresif dan terperinci. Pada aspek intelektual, mereka belajar tentang perbandingan ukuran dan jumlah, menggunakan pemikiran dan ketrampilan dalam menyelesaikan masalah dan penjelasan sederhana untuk fenomena sains. Dalam aspek sosial-emosional, anak belajar untuk bertanggung jawab, mengenali dan menyatakan emosi dan perasaan, menyatakan empati, individualitas, mengenali persamaan dan perbedaan tentang diri dan orang lain.
8
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Pent. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih, Jakarta: Erlangga, Edisi VI, 1995, hal. 261 9 Akhmad Efendi, “Pendidikan Prasekolah: Orientasikan pada Child Interest”, Quantum, Edisi 2 Th. I/ V/ 2003, hal. 15
18
c
Perkembangan adalah hasil proses kematangan dan belajar Proses kematangan dan proses belajar bagaikan dua sisi mata uang dalam perkembangan. Setiap anak mempunyai potensi masingmasing yang sangat perlu untuk dikembangkan. Sedangkan belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber-sumber potensi yang ada pada diri merseka. Kecenderungan-kecenderungan yang diwariskan, yang menjadi sumber-sumber potensi alami tidak akan dapat matang sepenuhnya tanpa dukungan lingkungan.
d Kegiatan belajar di preschool adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan dalam kegiatan sehari-hari Prinsip ini berlaku mengingat pada masa kanak-kanak awal, yaitu usia 2-6 tahun, anak belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak sebayanya. Dengan mengikuti program preschool diharapkan mereka mulai belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Karena dalam sebuah studi dijelaskan bahwa sikap dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia dini biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan sedikit. e
Bermain adalah metode terbaik Masa prasekolah merupakan masa-masa paling membahagiakan dari seluruh rentetan masa kehidupan anak. Anak-anak mulai bermain dengan imajinasi dan khayalannya dengan tidak takut melakukan apa saja sesuai dengan khayalannya itu. Hal ini perlu dijaga agar berjalan sebagaimana adanya agar menemukan tempat yang nyaman dan aman untuk berkembang. Dengan bermain anak bebas bereksplorasi , dan dengan bermain pula bisa menjadi media olah raga bagi anak, di mana anak bermain secara sporadic dan banyak menggunakan fisik dan ototototnya.
19
f
Mengikuti karakteristik perkembangan belajar anak usia prasekolah Pada
usia
prasekolah
anak
mempunyai
karakteristik
perkembangan belajar yang dikenal dengan sebutan global learning. Anak belajar dengan gaya mangkok terbuka. Semua yang dilihat, didengar dan dialami oleh seorang anak akan terekam jelas dalam benaknya. Satu contoh yang mudah, seorang anak yang normal, pada usia 4 atau 5 tahun sudah mampu mengingat dan mempraktekkan hampir 90 % kosa kata orang dewasa, tanpa harus duduk berjam-jam di kelas. Dengan mengetahui karakteristik ini, gaya belajar anak yang seperti mangkok terbuka dapat tetap terjaga, tidak berubah menjadi seperti botol. Seperti bentuk botol, hanya ada sebuah jalan sempit tempat informasi masuk dan keluar. Dengan gaya seperti ini, pengalaman yang diperoleh anak menjadi sangat terbatas.10 Prinsip-prinsip di atas sangat berguna sebagai landasan pemilihan program dalam penyelenggaraan sebuah preschool. Meskipun dunia kerja anak prasekolah adalah bermain, pemilihan program tetap mutlak diperlukan karena tujuan awal penyelenggaraan pendidikan prasekolah adalah penyiapan anak secara jasmani dan rohani untuk memasuki sekolah dasar. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Pokok Pendidikan No. 12 tahun 1957, pasal 7 ayat (1), yaitu: Pendidikan dan pengajaran Taman Kanak-kanak bermaksud menentukan tumbuhnya jasmani dan rohani kanak-kanak sebelum dia masuk sekolah dasar.11 Program dalam penyelenggaraan preschool sama artinya dengan kurikulum pendidikan pada umumnya, namun dalam arti yang luas. Yaitu bahwa kurikulum adalah usaha atau kegiatan sekolah untuk merangsang anak supaya belajar, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah, dalam rangka pengembangan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional anak. 10
26
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Bandung: Kaifa, 2001, hal.22-
20
Batasan kurikulum ini penting digunakan karena satu hal yang perlu ditekankan yaitu bahwa preschool adalah tempat bermain sekaligus belajar. Kurikulum untuk pendidikan prasekolah, yang disebut dengan Program Kegiatan Belajar, mencakup tiga bidang pengembangan, yaitu: a. Pengembangan moral dan nilai-nilai agama b. Pengembangan sosial dan emosional c. Pengembangan kemampuan dasar12 Dalam pemilihan program sebagai pengembangan ketiga bidang tersebut, hendaknya benar-benar diseleksi dengan seksama, sehingga setelah mengikuti program di TK, anak diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut: a. Menunjukkan pemahaman positif tentang diri dan percaya diri b. Menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan alam sekitar c. Menunjukkan kemampuan berpikir runtut d. Berkomunikasi secara efektif e. Terbiasa hidup sehat f. Menunjukkan kematangan fisik13 Selain itu, dalam pemilihan program selanjutnya, haruslah dikembalikan pada kepentingan anak menurut prinsip the best interest of the child (keinginan dan minat anak). Suasana bermain yang menyenangkan, memahami anak secara individual, menciptakan suasana kreatif yang memungkinkan anak berekspresi dan bereksplorasi akan memberikan suasana yang kondusif bagi proses tumbuh-kembang anak secara optimal. 3. Tujuan dan metode pengajaran preschool 11
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993, hal 104 12 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, hal. 76 13 Ibid., hal. 28
21
Keberhasilan tujuan pendidikan ditunjang oleh banyak faktor, seperti kurikulum yang sistematis dan relevan, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, materi yang proporsional, dan satu hal yang tak kalah pentingnya yaitu metode. Metode sebagai salah satu komponen proses pendidikan mempunyai kedudukan yang penting, sehingga penerapannya
sangat
mempengaruhi
keberhasilan
suatu
proses
pendidikan. Penerapan metode yang tidak tepat akan berakibat fatal dengan tidak tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Demikian juga dengan pendidikan prasekolah. Penyelenggaraan preschool di Indonesia mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah membentuk manusia Pancasila sejati, yang bertakwa kepada Tuhan YME, yang cakap, sehat dan terampil, serta bertanggung jawab terhadap Tuhan, masyarakat dan negara. Sedangkan tujuan khususnya yaitu: a
Memberi kesempatan pada anak untuk memenuhi kebutuhankebutuhan fisik dan psikisnya serta mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
b
Memberi bimbingan yang seksama agar anak memiliki sifat dan kebiasaan yang baik.
c
Mencapai kematangan mental dan fisik yang dibutuhkan agar dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.14 Selain itu, dewasa ini telah ditetapkan lima komponen sebagai
standar minimal bagi pendidikan prasekolah, yaitu daya cipta, daya bahasa, daya ingat, pendidikan jasmani dan ketrampilan. Dengan adanya hal-hal tersebut di atas, diperlukan metode yang tepat agar tujuan dan standar minimal yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam pemilihan metode yang tepat seorang guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak didik. Yang dimaksud dengan karakteristik tujuan
22
adalah pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, pengembangan nilai dan sikap.15 Selain karakteristik tujuan, karakteristik anak didik pun patut dijadikan bahan pertimbangan, karena penyelenggaraan preschool yang ideal adalah berorientasikan pada anak. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa anak usia prasekolah pada umumnya adalah anak yang selalu bergerak, mempunyai rasa ingin tahu dan daya imajinasi yang kuat. Anak prasekolah tidak dapat disuruh duduk diam selama jam kegiatan. Bagi mereka, duduk diam selama itu merupakan pekerjaan yang amat berat. Mereka lebih suka berlari, berjalan kesana- kemari atau segala hal yang melibatkan koordinasi otot kasar mereka. Dengan mengetahui karakteristik anak didik ini, guru akan mencari metode yang lebih sesuai, dengan tidak hanya memaksa anak untuk sekedar duduk manis mendengarkan. Metode yang dapat dipilih antara lain: 1. Metode bermain Bermain menjadi aktivitas wajib bagi anak usia prasekolah, dan merupakan hak asasi bagi setiap anak. Dengan bermain anak bisa menyalurkan keinginan yang terpendam dalam hatinya. Anak bebas mengekspresikan daya imajinasinya, mengeksplorasi segala hal yang ingin diketahuinya. Bagi seorang anak, bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada dengan sendirinya, yang tumbuh secara alamiah, yang seolah sudah menyatu dengan kehidupannya. Kegiatan bermain paling digemari oleh anak-anak, apalagi usia prasekolah, dan sebagian waktu anak digunakan untuk bermain, sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa usia prasekolah adalah usia bermain. Meski begitu, ada beberapa kalangan yang menganggap bahwa bermain hanyalah 14
Soemiarti Patmonodewo, op.cit., hal. 58-59 Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999, hal. 9 15
23
memboroskan
waktu.
Bahkan
pada
kalangan
tertentu
sudah
memperkenalkan berbagai cara kegiatan belajar sejak usia yang sangat dini. Padahal dari penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan, diperoleh temuan bahwa bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak, seperti belajar bersosialisasi, mengenal bentuk dan warna, dan lain-lain. Berikut ini beberapa manfaat bermain sesuai dengan aspek perkembangan anak : a. Perkembangan aspek motorik kasar Pada usia prasekolah, anak lebih suka bergerak dan tidak tahan untuk duduk diam. Mereka akan cepat merasa gelisah, bosan dan tidak nyaman. Namun hal ini akan berbeda bila anak akan mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat, otot-ototnya terkoordinasi dengan baik, tidak kaku. Salah satu contoh kegiatan bermain untuk sarana menunjang kekuatan otot tubuh, perkembangan motorik kasar antara lain dengan bermain perosotan. Di sini anak berlatih memanjat, meniti tangga perosotan, menjaga keseimbangan tubuh. Selain itu, ketika anak berhasil meluncur, rasa percaya dirinya akan tumbuh karena bisa melakukan gerakan-gerakan. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya, dengan berhasil bermain perosotan, dapat mencegah munculnya fobia ketinggian pada anak. b. Perkembangan aspek motorik halus Ketika masih bayi, seorang anak hanya bisa menangis dengan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, tanpa mampu mengkoordinasikan anggota tubuh lainnya. Namun seiring bertambahnya usia, dia sudah bisa mengkoordinasikan mata dan tangannya untuk meraih sesuatu. Pada usia prasekolah, anak mulai senang membuat coretan-coretan. Kegiatan ini bisa dikembangkan
24
untuk hal yang lebih positif, yaitu dengan mengajaknya dalam kegiatan menggambar atau mewarnai. Dengan demikian anak mulai belajar melakukan gerakan-gerakan motorik halus yang diperlukan dalam menulis. Selain itu, dia mulai belajar mengenali konsep bentuk dan warna. c. Perkembangan aspek kognitif Aspek kognitif di sini diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas (daya cipta), kemampuan berbahasa, serta daya ingat.16 Bentuk permainan untuk perkembangan aspek kognitif untuk saat ini mudah sekali kita temukan, seperti puzzle (permainan bongkar-pasang) atau scrabble. Dalam permainan puzzle, anak belajar merangkai kepingan-kepingan gambar agar menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal ini berarti dia harus mengerahkan daya nalar dan kreativitasnya. Sedangkan untuk permainan scrabble, anak diajak untuk menyusun huruf-huruf untuk menjadi sebuah kata tertentu, sehingga memperoleh score. Di sini anak belajar mengenal huruf, melatih kemampuan berbahasanya dengan mengasah daya ingatnya tentang kosa kata. d. Perkembangan aspek sosial Manusia ditakdirkan untuk menjadi makhluk monodualisme, yaitu sebagai makhluk individu dan sosial. Untuk menjadi makhluk sosial, manusia harus berhubungan dengan manusia lain. Hal ini bisa dipupuk sedari kecil melalui kegiatan bermain. Melalui kegiatan bermain dengan teman sebayanya, seorang anak belajar bersosialisasi, mengkomunikasikan apa yang dirasakannya. Mereka juga belajar berbagi, belajar mengendalikan diri dengan menggunakan aturan-aturan permainan yang sudah disepakati bersama, seperti bergiliran menggunakan mainan, dan sebagainya. e. Perkembangan aspek emosi dan kepribadian
25
Pada aspek ini, ada beberapa hal yang perlu dikembangkan, yaitu: 1. Kemampuan memahami perasaan, dengan cara menyebutkan nama perasaan, menerima perasaan, mengekspresikan secara tepat dan memahami perasaan orang lain 2. Kemampuan berlatih membuat pertimbangan 3. Kemampuan memahami perubahan 4. Menyenangi diri sendiri17 Melalui kegiatan bermain, seperti bermain peran dengan menggunakan boneka kertas ("bebe mini", dalam bahasa Jawa, pen.), anak belajar mengekspresikan apa yang dirasakannya, mencoba memahami keinginan orang lain, dan belajar memahami perubahan-perubahan yang mungkin terjadi di lingkungan sekitarnya. Uraian di atas menunjukkan bahwa meskipun setiap kegiatan dan alat permainan mempunyai kekhususan sendiri-sendiri dalam pengembangan aspek tertentu, namun sebenarnya dalam setiap kegiatan dan alat permainan juga bisa membantu pengembangan aspek-aspek yang lain. Misalnya dalam permainan LASY (permainan konstruksi),
anak
belajar
mengenali
bentuk,
warna,
melatih
kreativitasnya dengan membangun sesuatu, dan belajar bertanggung jawab dengan merapikan kembali kepingan-kepingan mainan LASY. 2. Metode bercerita Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita secara lisan. Pada usia prasekolah daya imajinasi anak berkembang dengan pesat. Dunia anak yang penuh fantasi dan khayalan biasanya tertarik dengan dongengdongeng dan cerita. Guru bisa memanfaatkan hal ini dengan memilih 16
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini, Jakarta: PT Gramedia, 2003, hal 42. 17 Moeslichatoen R., op.cit., hal. 56-57
26
dongeng dan cerita, yang di samping menarik bagi anak juga sarat dengan
pesan-pesan
moral
yang
berguna
untuk
membentuk
kepribadian anak. Namun demikian, tema bercerita tidak terbatas pada dongengdongeng dan cerita klasik saja. Tetapi bisa juga dengan memilih tematema yang lain, seperti tentang alat transportasi, dunia binatang, tumbuhan, dan lain-lain. Kegiatan bercerita memberikan sejumlah manfaat bagi aspek perkembangan kognitif dan afektif anak. Memberi pengalaman belajar dengan menggunakan metode bercerita sangat bermanfaat untuk mengajak anak berlatih mendengarkan. Bila anak terlatih untuk mendengarkan dengan baik, maka ia
akan terlatih untuk menjadi
pendengar yang kreatif dan kritis. Pendengar yang kreatif mampu melakukan
pemikiran-pemikiran
baru
berdasarkan
apa
yang
didengarnya. Sedangkan pendengar yang kritis mampu menemukan ketidaksesuaian antara apa yang didengar dengan apa yang dipahami, yang
dengan
demikian
memunculkan
keberanian
untuk
18
mengemukakan pendapat yang berbeda.
Dari tema-tema cerita yang disajikan guru dengan cara yang menarik, anak memperoleh bermacam informasi tentang pengetahuan, nilai dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan seharihari. Dalam cerita “Bawang Putih dan Bawang Merah” misalnya, anak akan memperoleh pengetahuan tentang nilai bahwa anak yang baik adalah anak yang selalu berbakti kepada orang tua, suka menolong, rajin bekerja, tidak pendendam, dan sebagainya, sebagaimana perilaku Bawang Putih, pasti akan memperoleh balasan yang baik pula. Sebaliknya, jika berperilaku seperti Bawang Merah, yaitu pemalas, suka curang, suka menjelek-jelekkan orang lain, selalu ingin menang sendiri, pasti juga akan membawa akibat buruk di kemudian hari. Hal
18
Moeslichatoen R., op. cit., hal. 168
27
ini akan membantu membentuk kepribadian anak menjadi pribadi yang baik dan menyenangkan. Selain pembentukan karakter, dari kegiatan bercerita anak memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru. Misalnya ketika guru memilih tema binatang kupu-kupu, anak menjadi tahu bahwa kupukupu termasuk dalam bangsa serangga, atau asal-usul terjadinya kupukupu yang melalui proses metamorfosis. Bermacam nilai sosial, moral dan agama dapat ditanamkan melalui kegiatan bercerita. Nilai-nilai sosial yang dapat ditanamkan kepada anak misalnya adalah bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam hidup bersama dengan orang lan, seperti saling menghormati, saling menolong, dan lain-lain. 3. Metode karyawisata Metode karyawisata merupakan salah satu metode pendidikan di taman Kanak-kanak (TK) dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung, yang meliputi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya. Dengan mengamati secara langsung anak memperoleh kesan yang sesuai dengan pengamatannya,
yang
diperoleh
melalui
panca
indera,
yaitu
penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan dan perabaan.19 Melalui
karyawisata
anak
mendapat
kesempatan
untuk
menumbuhkan minat tentang suatu hal, misalnya dunia binatang, maka anak diajak ke kebun binatang. Mereka mendapat kesempatan untuk mengamati jenis-jenis hewan yang beraneka
ragam, tidak
sekedar melihatnya di gambar. Di sini anak akan memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan bermacam binatang yang ada di kebun binatang, sehingga diharapkan akan memunculkan sikap menyayangi binatang, apalagi jika mereka mempunyai binatang peliharaan di rumah, seperti timbulnya keinginan untuk memberi
19
Ibid., hal. 68
28
makan, membersihkan kandang, tempat mereka memelihara binatang di rumah. Selain diajak mengamati dunia binatang, anak bisa juga diajak mengamati dunia tumbuhan. Kegiatan karyawisata ini mungkin akan lebih simpel, karena bisa dilakukan di sekitar sekolah, yaitu di taman atau kebun sekolah. Ketika anak diajak ke taman bunga, anak akan memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan aneka macam tanaman bunga, menimbulkan sikap menikmati keindahannya. Anak akan menjadi tahu agar tanaman bunga tumbuh segar, maka harus disiram, disiangi dan diberi pupuk. Maka dari sini akan timbul motivasi anak untuk merawat, menyirami, menyiangi dan memberi pupuk tanaman bunga yang ada di rumah masing-masing. Lebih jauh lagi, metode karyawisata berguna juga untuk mengembangkan aspek kognitif dan bahasa anak.20 Dengan diajak mengamati
berbagai
hal
secara
langsung,
anak
memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru yang tentunya lebih membekas dalam benaknya dan akan membentuk kekritisan daya berpikirnya. Dengan bertambahnya menambah
informasi-informasi
perbendaharaan
kosa
baru
yang
diperoleh
akan
kata
sebagai
bagian
aspek
kemampuan berbahasa anak. Ketiga metode di atas hanyalah beberapa di antara sekian banyak metode yang dapat dipilih oleh guru. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode adalah disesuaikan dengan karakteristik tujuan dan karakteristik anak didik sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
B. Konsep Pendidikan Prasekolah dalam Perspektif Pendidikan Islam Dalam Al-Qur’an, manusia menempati kedudukan istimewa dalam jagad raya ini, yaitu sebagai khalifah di atas bumi. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah : 30 :
20
Ibid., hal. 74
29
ﺍﻻﻳﺔ...ﺧﻠِﻴ ﹶﻔ ﹰﺔ ﺽ ِ ﺭ ﺎ ِﻋ ﹲﻞ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﻲ ﺟﻤﻠﹶﺎِﺋ ﹶﻜ ِﺔ ِﺇﻧ ﻚ ِﻟ ﹾﻠ ﺑﺭ ﻭِﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ Artinya : " Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”…..”21 Agar manusia mampu menjadi khalifah atau sebagai pengemban fungsi penciptaan dan rububiyah Allah terhadap alam semesta, maka Allah telah menciptakan manusia dan menyiapkannya dengan menganugerahkan berbagai potensi. Hal ini dibuktikan dengan firman Allah dalam Q.S. At-Tin: 4 yang menyatakan bahwa manusia telah diciptakan dalam bentuk yang sebaikbaiknya. Proses
penciptaan
dan
pembimbingan
manusia
agar
mampu
melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi ini, disebut sebagai proses dan fungsi rububiyah Allah terhadap manusia, yang ini merupakan hakikat dan sumber pendidikan menurut ajaran Islam. Jadi dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan Islam adalah keseluruhan dari proses dan fungsi rububiyah (kependidikan) Allah terhadap manusia, sejak dari proses penciptaan serta pertumbuhan dan perkembangannya secara bertahap dan berangsur-angsur, sampai dengan bimbingannya dalam pelaksanaan tugas kekhalifahan dengan sebaik-baiknya.22 1. Dasar dan prinsip pendidikan prasekolah Istilah pendidikan Islam dipahami berbagai kalangan dalam beragam pengertian. Dr. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.23 Pengertian ini selaras dengan hakikat pendidikan Islam sebagaimana telah disinggung di atas, yaitu bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses 21 22
28
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV Toha Putra, 1996, hal. 6 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hal.
30
pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Allah. Melalui proses inilah individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sebagaimana pendapat Ahmad D. Marimba tentang pengertian pendidikan Islam. Menurutnya pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuranukuran Islam.24 Dari dua pengertian pendidikan Islam di atas dapat dirumuskan bahwa pendidikan Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.25 Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses pendidikan yang berkelanjutan, sejak manusia dalam kandungan sampai meninggal dunia. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya terbatas pada menuntut ilmu di sekolah saja, namun pendidikan harus selalu ada kapanpun, di manapun manusia berada. Bahkan kita mengenal perintah untuk menuntut ilmu sejak dalam ayunan sampai ke liang lahat. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap fase kehidupan manusia ada aspek-aspek pendidikan yang wajib didapat. Salah satu fase dalam kehidupan manusia adalah masa prasekolah. Pendidikan prasekolah adalah sesuatu yang sangat penting diberikan. Karena masa prasekolah adalah masa di mana kekritisan anak meningkat dengan pesatnya. Sehingga apa yang anak dengar, lihat, rasa dan alami
23
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999, hal. 5 24 Hamdani Ihsan, dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1998, hal. 15 25 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993, hal. 136
31
membekas dalam ingatan anak, dan akan terlihat pengaruhnya saat dia dewasa. Hal ini menjadi kewajiban orang tua untuk memperhatikan pendidikan bagi anaknya. Dalam pendidikan Islam, pendidikan diberikan supaya anak mengerti akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Allah, yaitu untuk selalu mengabdi dan menyembah-Nya, sehingga tidak tersesat ke jalan neraka. Sebagaimana perintah Allah:
32
(6 : ﺍﻻ ﻳﺔ )ﺍﻟﺘﺤﺮ ﱘ...ﺍﺎﺭﻢ ﻧ ﻫﻠِﻴ ﹸﻜ ﻭﹶﺃ ﻢ ﺴﻜﹸ ﻧﻔﹸﻗﹸﻮﺍ ﹶﺃ... Artinya: “…peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”26 Memelihara dari api neraka di sini dimaksudkan dengan mengajar mereka hal-hal yang dapat menyelamatkan dari api neraka. Adapun keluarga di sini termasuk juga anak-anak. Mengajar anak-anak dengan memberi jalan petunjuk ke arah kebaikan dan menjauhkan dari keburukan hanya akan bisa terlaksana dengan pendidikan yang baik.27 Pendidikan yang baik akan tertanam dengan kuat jika dimulai sejak dini, dan masa prasekolah adalah saat yang paling tepat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Para pakar pendidikan Islam, seperti AlGhazali, Ibnu Khaldun dan Ibnu Maskawaih telah mengemukakan bahwa pada usia prasekolah merupakan saat-saat yang paling baik untuk menanamkan akhlak serta membina emosi, afektif dan kognitif (pikiran).28 Di antara pemikiran-pemikiran Ibnu Maskawaih dalam mendidik anak-anak, beliau menyatakan bahwa: Jiwa kanak-kanak itu sederhana belum ditulisi sesuatu, belum punya pendapat dan keputusan dari suatu kepada yang lain. Jika diukir suatu gambaran dan diterimanya, maka ia akan membawanya sampai besar dan menjadi kebiasaan baginya.29 Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan sangat penting diberikan sejak dini, karena akan membawa dampak yang sangat signifikan pada masa perkembangan selanjutnya. Penyelenggaraan pendidikan prasekolah menurut pendidikan Islam tidak terlepas dari prinsip-prinsip berikut ini : 1. Proses transformasi dan internalisasi 26
Depag RI, op. Cit., hal. 448 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995, hal. 382 28 Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, dkk., Pendidikan Anak Menurut Islam Sebuah Pendekatan Praktis, Pent. Abdullah Mahadi, Bandung: Sinar Baru Algensindo, t.th., hal. 77 27
33
Yaitu upaya pendidikan Islam dalam menanamkan nilai-nilai ajaran Islam tidaklah sekedar transfer of knowledge (transfer ilmu pengetahuan), tapi juga transfer of value (transfer nilai) yang melalui tahapan-tahapan yang berkesinambungan dan dilakukan dengan sistematis, terencana dan terstruktur. Sehingga apa yang berusaha dipindahkan merasuk ke dalam jiwa anak didik untuk menuju tujuan akhir pendidikan Islam. 2. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Yaitu materi-materi pendidikan Islam, yang berusaha ditransferkan melalui prinsip terdahulu. Hal ini yang membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan pada umumnya, yaitu bahwa bukan hanya ilmu pengetahuan yang diajarkan, namun juga penanaman nilai-nilai Ilahi dan insani, sehingga terbentuk kepribadian muslim seutuhnya. 3. Anak didik Yaitu bahwa pendidikan berorientasi pada anak didik. Dengan demikian, pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan anak didik, sehingga akan lebih mengena pada sasaran yang diharapkan, dan tujuan pun dapat tercapai dengan optimal. 4. Penumbuhan dan pengembangan potensi fitrah anak didik Yaitu bahwa seorang anak terlahir telah membawa fitrahnya masingmasing. Setiap anak terlahir dengan berbagai potensi yang dianugerahkan oleh Allah. Di sini tugas pendidikan Islam adalah menjaga, memelihara dan mengembangkan potensi-potensi tersebut dengan optimal sesuai dengan tingkat kemampuan, bakat dan minat anak didik, sehingga terbentuk dan terciptalah daya kreativitas pada diri anak didik. 5. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya Yaitu tujuan akhir dari proses pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil, yaitu manusia dengan kepribadian utuh, yang seimbang 29
Hasan Langgulung, op. Cit., hal. 378
34
aspek jasmani dan rohaninya, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi ini. Penyelenggaraan pendidikan prasekolah yang ideal menurut pendidikan Islam merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai pengetahuan dan ajaran agama yang melalui tahapan-tahapan yang berkesinambungan
secara
sistematis,
terencana
dan
terstruktur.
Keseluruhan proses itu mengacu dan berorientasi pada anak didik yang terlahir
dengan
fitrahnya
masing-masing,
sesuai
dengan
prinsip
individualitas. Dengan demikian, setiap anak akan memperoleh asupan pendidikan yang sesuai dengan porsi kebutuhannya guna membantunya menjadi insan kamil dalam rangka menjalankan fungsi utamanya sebagai khalifah di bumi.
2. Tujuan dan fungsi pendidikan prasekolah Hakikat dari pendidikan Islam adalah sebuah proses pembelajaran yang tiada akhir dan batas sampai datang maut menjemput memisahkan manusia dari kehidupannya di dunia. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses yang berkesinambungan sejak manusia dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan, sampai meninggal dunia, dan lazim disebut dengan long life education. Masa prasekolah adalah salah satu fase dalam rentang kehidupan manusia. Masa prasekolah, yang juga disebut dengan masa kanak-kanak awal dan merupakan periode awal pada kehidupan anak, merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Pembentukan pribadi seorang anak sangat berperan pada masa ini. Segala hal yang terekam dalam benak anak pada fase prasekolah, akan terlihat pengaruhnya pada saat dia dewasa.30
30
Yusuf Muhammad Al-Hasan, Pendidikan Anak dalam Islam, Pent. Muh. Yusuf Harun, Jakarta: Akafa Press, 1997, hal. 31
35
Pendidikan prasekolah (preschool) dewasa ini semakin dirasakan penting oleh banyak kalangan. Meskipun masih ada beberapa kalangan yang memandang remeh penyelenggaraan preschool-preschool yang banyak menjamur sekarang ini, namun semakin banyak pula pihak yang menyadari
betapa
penting
pendidikan
prasekolah
dalam
rangka
perkembangan anak, demi menyiapkan mereka dalam menghadapi tantangan zaman. Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam, ada beberapa fungsi fundamental pendidikan prasekolah melalui preschool, di antaranya yaitu: 1. Fungsi penyederhanaan dan penyimpulan Penyederhanaan pemahaman membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan tentang berbagai hal yang kemudian disarikan dalam bentuk hukum, kaidah atau prinsip-prinsip yang mudah dipahami anak-anak. Dengan mengikuti program preschool anak-anak belajar pengetahuan-pengetahuan baru, mentaati peraturan yang telah disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka. 2. Memperluas wawasan dan pengalaman Seiring dengan laju perkembangan zaman sekarang ini, penyelenggara-penyelenggara preschool pun mulai berbenah. Dalam penyusunan programnya, pihak pengelola benar-benar selektif, sehingga
anak
memperoleh
wawasan
baru
sesuai
dengan
perkembangan usia mereka. Pendidikan Islam dikemas sedemikian rupa, sehingga dapat dengan mudah dicerna oleh anak sebagai upaya penanaman nilai-nilai ajaran Islam sejak dini. 3. Mewujudkan keterikatan, integrasi, homogenitas dan keharmonisan antarsiswa Dengan mengikuti program preschool anak diajak belajar bersosialisasi.
Sosialisasi
di
sini
dimaksudkan
tidak
hanya
bersosialisasi antarpersonal, namun juga anak diperkenalkan dengan tata aturan, sebagai upaya mengajak anak belajar untuk bertanggung jawab dalam kehidupan sosialnya.
36
4. Penyempurna tugas keluarga Dalam pendidikan anak, peran keluarga sangatlah dominan, terutama pada usia prasekolah. Di sini preschool tidaklah mengambil alih seutuhnya peran keluarga, namun lebih pada membantu menyempurnakan tugas keluarga. Sangatlah tidak memungkinkan bagi orang tua untuk mengawasi dan mendidik anak selama 24 jam, dengan segala bentuk pendidikan. Dengan mengikuti preschool, anak diperkenalkan dengan berbagai pengetahuan baru yang mungkin saja tidak sempat diberikan oleh orang tua. 3. Kurikulum pendidikan prasekolah Masa prasekolah juga merupakan masa yang sangat tepat untuk pembentukan dan pembinaan kepribadian anak. Sebelum anak dapat berpikir logis dan memahami hal-hal yang bersifat abstrak, serta belum sanggup membedakan hal yang baik dan buruk, maka contoh-contoh, latihan dan pembiasaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penanaman nilai-nilai pendidikan, sehingga kepribadian anak mulai terbentuk dan akan matang pada waktunya. Beberapa aspek pendidikan untuk anak prasekolah adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan agama Bagi umat Islam, agama merupakan dasar utama dalam pendidikan. Karena dengan menanamkan nilai-nilai agama akan sangat membantu terbentuknya sikap dan kepribadian anak kelak pada masa dewasa.31 Anak terlahir bersama dengan fitrahnya. Lingkungan islami akan membentuk jiwa dan kepribadian Islami.
31
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal. 152
37
ﻡ ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﻮ.ﻋﻦ ﺍﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺍﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮ ﻝ ﺍﷲ ﺹ ﻟﻮ ﺩ ﺍﻻ ﻳﻮ ﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﺓ ﻓﺎ ﺑﻮﺍﻩ ﻳﻬﻮﺩ ﺍﻧﻪ ﻭﻳﻨﺼﺮ ﺍﻧﻪ (ﻭﳝﺠﺴﺎ ﻧﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa sesungguhnya dia berkata: Rasulullah bersabda: Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Muslim)32 Usia prasekolah adalah usia yang paling subur untuk menanamkan rasa agama pada anak, usia penumbuhan kebiasaankebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui permainan dan perlakuan orang-orang di sekitarnya. Apalagi jika anak mengikuti program preschool (TK) yang mengajarkan pendidikan agama Islam, akan lebih mewarnai pertumbuhan agama pada anak. 2. Pendidikan jasmani Aspek jasmani merupakan salah satu dasar pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Tujuan pendidikan jasmani ini adalah untuk menyelaraskan antara jiwa dan raga, antara jasmani dan rohani, bukan hanya kesehatan jasmani semata-mata. Al-Ghazali memandang bahwa aspek jasmani sebagai sarana untuk mencapai maksud manusia, dan sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Menurut beliau lagi bahwa aspek jasmani ini sebagai suatu amanat yang diberikan oleh Allah kepada manusia, sehingga diharapkan dapat melaksanakan amanat tersebut dengan sebaik-baiknya, yakni untuk menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. 3. Pendidikan akhlak Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa segala hal yang terekam dalam benak anak pada usia prasekolah akan membekas dan
32
Shahih Muslim, Juz II, hal. 458
38
terlihat pengaruhnya pada masa perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, pada fase ini sangat perlu diperhatikan pendidikan akhlaknya, agar pada usia baligh sudah tertanam nilai-nilai pendidikan akhlak yang baik sebagai bekal berperilaku sosial di lingkungan yang lebih luas dari lingkungan keluarganya. Pentingnya memberikan pendidikan akhlak sejak dini ini karena usia prasekolah merupakan masa paling efektif menanamkan nilai-nilai, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Al-Ghazali dan Ibnu Maskawaih. 4. Pendidikan aqliyah Dalam pandangan Islam, akal merupakan potensi manusiawi yang paling penting, karena akal jugalah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Aspek kognitif ini akan berkembang dengan optimal jika dimulai sejak dini. Sehingga pada usia kanak-kanak awal segala potensi anak yang terkait dengan aspek ini akan tergali, sehingga daya kreativitas anak akan mulai terbentuk sejak dini. Dalam pendidikan Islam, aspek intelektual berkembang dengan sehat dan optimal di jalan Allah. Dengan demikian anak akan terhindar dari sifat sombong dan hawa nafsu lainnya. 5. Pendidikan sosial Memasuki usia prasekolah, anak mulai bergaul dengan lingkunan yang lebih luas dari lingkungan keluarganya di rumah. Pada saat inilah pendidikan sosial sangat perlu diperhatikan, sehingga anak mengetahui perilaku mana yang diterima maupun yang ditolak secara sosial. Hal ini perlu, karena nantinya anak tidak hanya hidup dalam keluarganya saja, tapi juga bergaul dengan masyarakat luas. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk monodualisme, yaitu sebagai makhluk individu, dan juga sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, yang selalu membutuhkan untuk berinteraksi dengan manusia lain. 4. Metode pengajaran anak prasekolah
39
Adapun metode-metode dalam pengembangan aspek-aspek di atas dapat disarikan secara global sebagai berikut: 1. Metode keteladanan Metode keteladanan digunakan karena pada usia prasekolah adalah masa di mana anak suka meniru (imitasi). Pada usia ini pula segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya akan selalu terekam dalam benaknya dan meninggalkan bekas. Oleh karena itu, dengan memberikan teladan yang baik, akan membantu anak belajar hal-hal yang baik dalam periode awal kehidupannya. 2. Metode pembiasaan Anak dilahirkan dengan fitrah yang suci. Seorang anak bagaikan sebuah kanvas putih yang siap untuk diwarnai oleh lingkungannya. Ketika anak berada dalam fase pra-operasional, anak belum dapat berpikir dengan logika. Maka metode pendidikan yang tepat untuk masa ini adalah dengan pembiasaan-pembiasaan, sehingga anak akan selalu terbiasa dan akan memmbawa dampaknya seiring dengan bertambah usianya. Al-Ghazali mengemukakan metode mendidik anak dengan memberi contoh, latihan dan pembiasaan merupakan alat pendidikan dalam rangka membina kepribadian anak sesuai dengan ajaran Islam. Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur dan bertahap hingga menuju kematangan. 3. Metode bermain Masa prasekolah adalah masa bermain. Hampir sebagian waktu seorang anak dihabiskan untuk bermain. Bermain ini jika bisa disikapi sedemikian rupa dapat menjadi salah satu metode yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam rangka pengembangan aspek-aspek potensial pada diri anak. Di sini anak bermain sambil belajar, bukan sebaliknya, belajar sambil bermain. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa dalam membimbing anak, hendaknya
40
melalui tahapan-tahapan, sejalan dengan tingkat usia masing-masing, yaitu: a. Belajar dengan cara bermain pada jenjang usia 0-7 tahun b. Menanamkan sopan santun dan disiplin pada jenjang usia 7-14 tahun c. Belajar dengan tukar pikiran pada usia 14-21 tahun33 Dengan
bermain,
perkembangan
motorik
anak
akan
berkembang dengan semestinya. Karena dengan bergerak, otot-otot anak akan terkoordinasi dan tidak kaku. Permainan anak di sini hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu: a. Sesuai dengan norma-norma agama dan susila b. Sesuai
dengan
perkembangan
usia
anak,
sehingga
dapat
mengembangkan fungsi jasmani dan rohani secara optimal sesuai dengan minat dan bakat, mengembangkan daya imajinasi fantasi dan kreasi anak. Bahkan menurut Al-Ghazali: “Jika anak dilarang untuk bermain, maka anak itu pasti akan merasa tertekan hidupnya, sempit ruang geraknya dan bosan hatinya mengerjakan yang itu-itu yang sepanjang hari, akhirnya ia akan mencari-cari kesempatan yang tidak wajar, mencuri-curi waktu yang terluang dan membuat alasan-alasan yang bukanbukan untuk dapat bermain dan keluar dari rumah. Dan jika anak tersebut dipaksa untuk belajar, maka pastilah akan mematikan hati dan jiwanya, menumpulkan otak dan kecerdasannya.”34 Uraian di atas memperjelas bagi kita bahwa pendidikan prasekolah merupakan salah satu aspek yang sangat diperhatikan oleh pendidikan Islam. Karena masa prasekolah adalah masa yang potensial untuk pembinaan dan pembentukan kepribadian seorang anak. Dengan pendidikan yang baik, diharapkan anak akan menjadi generasi penerus Islam yang tangguh di tengah persaingan masyarakat global. 33
Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh: Telaah Pendidikan terhadap Sunnah Rasul Allah SAW, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, hal. 115-116 34 Hamdani Ihsan, dan A. Fuad Ihsan, op. Cit., hal. 264
41
C. Perkembangan Sosial Anak 1. Pengertian dan prinsip-prinsip perkembangan Istilah perkembangan seringkali penggunaannya rancu dengan istilah pertumbuhan. Meskipun dua istilah ini dalam kenyataannya mempunyai arti yang berbeda, namun sebenarnya keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis.35 Selain itu perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Adapun pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur secara fisik.36 Satu hal lagi yang membedakan antara perkembangan dan pertumbuhan adalah bahwa pertumbuhan aspek tertentu akan berakhir apabila telah mencapai kematangannya. Sedangkan perkembangan terus berlangsung sampai akhir kehidupan seseorang.37 Perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang progresif, koheren
dan
teratur,
memiliki
prinsip-prinsip
yang
menjadi
karakteristiknya. Di antara prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:38 a. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti Sebagaimana telah disebutkan dalam perbedaan perkembangan dengan pertumbuhan di atas, perkembangan terus berlangsung sejak manusia dalam kandungan sampai dengan akhir hayatnya. b. Terdapat korelasi positif di antara semua aspek perkembangan 35
Syamsu Yusuf L.N., Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000, hal. 15 36 Elizabeth B. Hurlock, op. Cit., hal. 23 37 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, hal. 112 38 Syamsu Yusuf L.N., op. Cit., hal 17
42
Setiap aspek perkembangan individu, seperti fisik, emosi, inteligensi, sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Satu contoh misalnya, apabila seorang anak dalam perkembangan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka kemungkinan besar dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti perkembangan aspek motoriknya, kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional. c. Perkembangan mengikuti pola tertentu Dalam salah satu pendapat, perkembangan diartikan sebagai proses perubahan yang progresif, koheren dan teratur. Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Perkembangan berlangsung secara bertahap, dimulai dari kemampuan yang bersifat umum menuju ke yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. d. Setiap
individu
yang
normal
akan
mengalami
setiap
fase
perkembangan Prinsip ini berarti bahwa setiap individu yang menjalani kehidupannya dengan normal dan berusia panjang, dia akan mengalami fase-fase perkembangan yaitu bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa dan masa tua. e. Terdapat perbedaan individu dalam perkembangan39 Walaupun bagi semua individu mengikuti pola perkembangan yang sama, setiap individu mengikuti pola tersebut dengan cara dan kecepatan yang berbeda. Ada yang berkembang dengan lancar dan bertahap, ada yang bergerak dengan cepat, bahkan ada pula yang menunjukkan penyimpangan dalam proses tersebut. 2. Tugas-tugas perkembangan anak usia prasekolah
39
Elizabeth B. Hurlock, op. Cit., hal. 30
43
Dalam setiap periode perkembangan dalam kehidupan, setiap individu dituntut untuk menuntaskan tugas-tugas tertentu yang merupakan ciri khas periode tersebut. Tugas-tugas tersebut berkaitan erat dengan aspek-aspek sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Tugas-tugas itulah yang disebut dengan tugas perkembangan, yang oleh Robert Havighurst diartikan secara rinci sebagai berikut: “A developmental task is a task which arises as or about a certain period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by society, and difficulty with later task.” 40 Artinya: “tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan individu, yang apabila tugas tersebut dapat berhasil dicapai akan membawa kebahagiaan dan keberhasilan individu dalam mencapai tugas berikutnya. Sedangkan apabila gagal, maka akan membawa ketidakbahagiaan bagi individu, tidak diterima oleh lingkungan dan kesulitan menuntaskan tugas perkembangan berikutnya.” Usia prasekolah merupakan periode kedua dalam rentang kehidupan seseorang setelah masa bayi, yang lazim disebut dengan masa kanak-kanak awal. Adapun tugas perkembangan pada periode ini, menurut Carolyn Triyon dan J.W. Lilienthal adalah sebagai berikut:41 a. Berkembang menjadi pribadi yang mandiri Yaitu berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab untuk melayani
dan
memenuhi
kebutuhan
sendiri
dengan
tingkat
kemandirian yang sesuai dengan usia prasekolah, seperti makan sendiri, memakai sepatu, dan lain-lain. b. Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang Yaitu kemampuan saling memberi dan berbagi kasih sayang di antara teman-temannya di sekolah untuk dapat hidup bermasyarakat secara c. Belajar bergaul dengan anak lain
40 41
Syamsu Yusuf L.N., op. Cit., hal 65 Moeslichatoen R., op. Cit., hal. 4-5
44
Yaitu belajar mengembangkan hubungan dengan anak lain dalam lingkungan sekolah yang lebih luas dari lingkungan keluarga. d. Mengembangkan pengendalian diri Di sini anak belajar untuk memahami bahwa setiap perbuatan itu mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri. Bila anak memahami hal ini dia akan mencoba bertingkah laku sesuai dengan apa yang diterima oleh masyarakatnya, sehingga tidak mengakibatkan konsekuensi yang tidak diharapkannya. e. Belajar berbagai peran orang dalam masyarakat Yaitu anak belajar bahwa ada banyak ragam pekerjaan dalam masyarakat, yang dapat membantu anak dalam mengembangkan daya imajinasinya. f. Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing Yakni mengenal organ-organ tubuh yang dimiliki serta fungsinya, kaitannya dengan kegiatan makan, melakukan kebersihan, memelihara kesehatan dan lain-lain. g. Belajar menguasai ketrampilan motorik halus dan kasar Maksudnya adalah bahwa anak belajar mengkoordinasi otot-otot halus, seperti belajar menggambar, menulis, melipat, dan lain-lain. Sedangkan untuk koordinasi otot kasar, misalnya dengan berlari, melompat, menangkap bola, dan sebagainya. h. Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan Maksudnya adalah pengenalan terhadap ciri-ciri benda yang ada di sekitarnya, membandingkan ciri benda satu dengan yang lain, menggunakannya secara tepat. Pengenalan ciri tersebut misalnya mengenal bentuk, ukuran dan warnanya. i. Belajar menguasai kosa kata baru Dengan menambah perbendaharaan kosa katanya diharapkan dapat membantu anak mengembangkan ketrampilan berkomunikasi anak dengan orang lain.
45
j. Mengembangkan
perasaan
positif
dalam
berhubungan
dengan
lingkungan Maksudnya adalah bahwa anak diajak belajar untuk selalu berpositive thinking dalam setiap interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Setidaknya ada sepuluh tugas perkembangan yang diharapkan dapat dicapai oleh seorang individu di awal rentang kehidupannya, yaitu masa kanak-kanak awal, yang apabila dapat berhasil dituntaskan dapat membawa kebahagiaan dan keberhasilan dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan pada rentang kehidupan selanjutnya. Dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan dapat membawa manfaat bagi keluarga sebagai pusat pendidikan awal seorang anak. Yaitu dapat memantau sejauh mana anak berhasil mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Selain itu juga bermanfaat bagi lembaga pendidikan prasekolah (preschool) yaitu dapat membantu pendidik dalam penyusunan program pendidikan prasekolah yang meliputi tujuan, materi dan metode, dalam rangka membantu mengembangkan kemampuan-kemampuan yang seharusnya dicapai oleh anak pada masa ini. 3. Dimensi perkembangan anak prasekolah Sebelum membahas dimensi perkembangan anak prasekolah, terlebih dahulu kita definisikan siapa sebenarnya anak prasekolah. Menurut Biechler dan Snowman, yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah (nursery school) dan kindergarten.42 Di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program play group (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak (TK). Karena pembahasan kali ini terfokus pada konsep preschool yang identik dengan TK, maka pembahasan dimensi perkembangan anak prasekolah lebih difokuskan pada usia 4-6 tahun, yang notabene adalah usia anak TK. Adapun dimensi perkembangan anak
42
Soemiarti Patmonodewo, op. Cit., hal. 19
46
prasekolah yang akan dibahas meliputi aspek fisik, motorik, kognitif, bahasa, emosi dan sosial. a. Perkembangan fisik Perkembangan
fisik
merupakan
dasar
bagi
kemajuan
perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya, memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan daya eksplorasinya dengan tanpa bantuan orang tuanya. Perkembangan sistem
syaraf
pusat
memberikannya
kesiapan
untuk
lebih
meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya. Pada awal usia 4 tahun umumnya kenaikan ukuran pertumbuhan fisiknya bersifat tetap. Proporsi tubuhnya rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm, dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun, tingginya sudah mencapai sekitar 100-110 cm. Setelah usia 3 tahun, pertumbuhan gigi susu sudah berhenti, lalu satu persatu akan tanggal dan digantikan oleh gigi tetap saat anak berusia 5 atau 6 tahun. 43 b. Perkembangan motorik Perkembangan motorik meliputi aspek motorik kasar dan motorik halus. Pada masa kanak-kanak awal, ketrampilan motorik kasar dan halus sangat pesat kemajuannya. Ketrampilan motorik kasar adalah koordinasi sebagian besar otot tubuh. Pada usia 4 tahun anakanak telah mampu berlari dengan cepat, melambungkan dan menangkap bola. Sedangkan untuk aspek motorik halus, pada usia antara 4-5 tahun anak mulai belajar menggambar bentuk-bentuk tertentu yang sifatnya tidak lagi abstrak. Selain itu mereka sudah mampu memanipulasi objek kecil seperti kepingan-kepingan puzzle. Pada saat anak berusia 5 tahun, belajar permainan lebih melibatkan ketrampilan motorik. Kemampuan menjaga keseimbangan membuat anak mencoba berbagai kegiatan dengan keyakinan yang
47
besar akan ketrampilan yang dimiliki. Mereka amat suka bergerak dan tidak betah duduk lama-lama. Untuk itu dalam penyelenggaraan preschool yang ideal perlu dirancang lingkungan pendidikan yang kondusif bagi perkembangan motorik anak secara optimal. Perlu disediakan ruang gerak dan perlengkapan bermain, yang memberikan peluang kepada mereka untuk dapat bergerak dan bermain dengan leluasa. c. Perkembangan kognitif Dalam perkembangan aspek kognitif ini, menurut pendapat Piaget, yang dikutip oleh George Morrison, anak berada pada tahapan pra-operasional, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:44 1. Anak sudah mampu menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda atau isyarat, benda, dan lain-lain) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda atau peristiwa. 2. Anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Operasi di sini adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental, bukan fisik. 3. Anak masih cenderung berpikir satu dimensi. Contohnya ketika anak ditunjukkan dua gelas yang tingginya sama berisi cairan, anak akan menjawab bahwa isinya sama. Namun ketika air dimasukkan ke dalam gelas lain yang lebih pendek, anak akan menjawab bahwa isinya lebih banyak pada gelas yang semula. Ini membuktikan bahwa anak masih terpusat pada satu dimensi, yaitu tinggi. 4. Egosentrisme. Yang dimaksud dengan egosentris di sini bukanlah egois (selfishness), tapi merujuk pada bahwa seorang anak usia prasekolah cenderung berasumsi, memahami dan menafsirkan segala sesuatu dengan sudut pandangnya sendiri. Dia beranggapan
43 44
Nakita, Menyiapkan Anak Milenium III, Cet. I, 2000, hal. 45 George Morrison, op. Cit., hal. 222
48
bahwa orang lain melihat apa yang dia lihat, berpikir sama dengan yang ia pikir. d. Perkembangan bahasa Pada usia prasekolah, perkembangan bahasa meningkat baik dalam kuantitas kosa kata, keluasan dan kerumitannya. Pada masa bayi misalnya, anak menggunakan satu kata untuk mewakili satu kalimat. Contohnya, anak hanya akan mengatakan “susu” untuk mewakili bahwa dia ingin minum susu. Namun pada usia prasekolah dia sudah bisa mengatakan, “Bu, aku ingin minum susu”. Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan ketrampilan bicara dan menggunakan bahasa dengan berbagai cara, seperti bertanya, menyanyi. Pada masa ini anak senang sekali menanyakan apapun yang belum pernak diketahuinya, “mengapa ini begini?, mengapa begitu?”, dan sebagainya.
49
e. Perkembangan emosi dan sosial Emosi didefinisikan sebagai pengalaman yang menyertai penyesuaian batin yang menyeluruh dan keadaan mental dan fisiologis yang meluap-luap pada diri individu dan yang memperlihatkan sendiri pada tingkah laku yang jelas dan nyata.45 Beberapa jenis emosi yang berkembang antara lain rasa takut, cemas, marah, rasa ingin tahu yang besar, cemburu dan kasih sayang. Perkembangan emosi yang sehat akan sangat membantu anak dalam perkembangan sosialnya. Memasuki usia prasekolah, anak tidak lagi hanya bergaul dengan orang tua dan keluarga dekatnya saja, tetapi pergaulannya sudah meluas dengan teman-teman sebayanya, baik yang ada di lingkungan rumahnya maupun di sekolahnya. Antara perkembangan emosi dan perkembangan sosial terdapat korelasi yang positif. Perkembangan emosi yang sehat akan sangat mempengaruhi perkembangan sosial seorang anak. Sedangkan intensitas sosialisasi yang tinggi akan membantu anak dalam memanage emosinya sehingga berkembang dengan sehat dan optimal. Adapun perkembangan sosial anak prasekolah akan dibahas lebih terperinci dalam item berikutnya. 4. Perkembangan sosial anak prasekolah Perkembangan sosial merupakan bagian dari berbagai bidang perkembangan lainnya, seperti perkembangan fisik, motorik, emosi, kognitif, dan sebagainya. Setiap individu pasti mengalaminya, tak terkecuali juga anak prasekolah. Perkembangan sosial merupakan suatu proses sosialisasi untuk memperoleh kemampuan berperilaku sosial yang sesuai dengan tuntutan sosial, atau untuk menjadi orang yang bermasyarakat. Setidaknya ada 3 proses yang harus dilalui anak untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat:46 45
Lestar D. Crow, dan Alice D. Crow, Psychologi Pendidikan, Pent. Abdurrahman Abror, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1989, hal. 98 46 Elizabeth B. Hurlock, op. Cit., hal 251
50
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial Setiap kelompok sosial mempunyai standar perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat, anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan standar tersebut. 2. Memahami peran sosial yang dapat diterima Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dan harus dipatuhi. Sebagai contoh misalnya, peran bagi orang tua dan anak. Tentunya masing-masing pihak harus memainkan peran sosial yang telah ditentukan secara tidak tertulis oleh suatu kelompok sosial. 3. Perkembangan sikap sosial Untuk bermasyarakat, mau tidak mau anak-anak harus bergaul dengan masyarakat yang mencakup orang-orang dengan segenap aktivitas sosialnya. Jika mereka dapat melakukannya, mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial. Dalam
periode
prasekolah,
anak
dituntut
untuk
mampu
menyesuaikan diri dengan berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah dan teman sebaya. Memasuki dunia prasekolah, seorang anak mulai bergaul dalam lingkungan yang lebih luas dari lingkungan keluarganya, baik itu di lingkungan sekolahnya (preschool), maupun lingkungan dekat tempat tinggalnya. Dalam penyesuaian diri dengan berbagai tatanan itulah, mau tidak mau anak perlu mengembangkan kemampuan bersosialisasinya. Pengembangan tersebut, menurut Coudry dan Siman, bergantung pada 4 faktor sebagai berikut:47 1. Kesempatan yang penuh untuk belajar bermasyarakat. 2. Dalam
keadaan
bersama-sama
anak
tidak
hanya
mampu
berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang 47
Arini Hidayati, Televisi dan Perkembangan Sosial Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal. 33
51
lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain. 3. Anak hanya akan belajar bersosialisasi hanya apabila mereka mempunyai motivasi untuk melakukannya. 4. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting. Empat faktor tersebut akan menjadi daya dorong tersendiri bagi anak untuk mengembangkan kemampuan sosialisasinya. Karena dengan bersosialisasi, seorang anak akan belajar beberapa hal, yaitu:48 1. Bagaimana melakukan penyesuaian diri agar dapat bergaul dengan orang lain. 2. Kepuasan dengan mengetahui bahwa orang lain menyukainya dan mau berteman dengannya. 3. Mencoba menyukai dan memahami orang lain berikut aktivitasaktivitas sosialnya. 4. Mengetahui hal-hal yang dapat diterima dan tidak oleh orang lain. 5. Bagaimana menyesuaikan diri, dengan cara meniru cara berbicara, berperilaku dan berpenampilan, sesuai dengan yang dapat diterima oleh masyarakat sosialnya. 6. Rasa aman dengan memiliki teman 7. Rasa percaya diri dengan mengetahui bahwa orang lain ternyata mau berteman dengannya. Perkembangan sosial anak sendiri tidak lepas dari berbagai rangkaian pola perkembangan lainnya, di antaranya adalah:49
48 49
Elizabeth B. Hurlock, Child Growth and Development, McGraw Hill, Inc., hal. 258 Arini Hidayati, op. Cit., hal. 37-39
52
1. Perkembangan fisik Perkembangan fisik secara langsung maupun tidak, sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan sosial anak. Apabila aspek fisik anak berkembang dengan baik, anak akan bebas bergerak sehingga dia dapat bermain dengan teman sebayanya sebagai salah satu jembatan sosialisasinya. 2. Perkembangan motorik Perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegaitan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi. Dengan perkembangan motorik yang baik, kemandirian anak dalam bermain akan terbentuk, sehingga semakin banyak anak melakukan sendiri, semakin besar rasa percaya dirinya. Dengan demikian anak tidak merasa canggung untuk bergabung dengan teman-teman sebayanya. 3. Perkembangan bicara Salah satu alat untuk bersosialisasi adalah dengan komunikasi. Dalam komunikasi tentu tidak hanya dengan bahasa isyarat, namun juga dengan bahasa lisan atau dengan kata lain ketrampilan berbicara. Dengan
mempunyai
ketrampilan
berbicara
anak
akan
dapat
mengkomunikasikan apa yang ada di pikirannya, sehingga orang lain akan paham. Dengan demikian apa yang diinginkan oleh kedua belah pihak dapat tersampaikan dan terjalinlah hubungan sosial yang baik. 4. Perkembangan emosi Sebagaimana telah disinggung dalam item sebelumnya, perkembangan emosi bertalian erat dengan perkembangan sosial anak. Perkembangan emosi yang sehat akan membantu anak dalam menyesuaikan diri dengan memahami perasaan dan keinginan orang lain.
53
5. Perkembangan bermain Kaitannya dengan perkembangan sosial anak, bermain merupakan suatu
rangsangan
kreativitas,
dorongan
berkomunikasi,
dan
merupakan penyaluran kebutuhan dan keinginan bagi anak. Perkembangan sosial anak, menurut Bridges, dapat diukur dengan mengamati sejauh mana anak melakukan dan tidak melakukan beberapa hal, yang secara global terangkum dalam indikator-indikator berikut ini:50 1. Ketrampilan berteman 2. Ketrampilan berkomunikasi 3. Kepedulian sosial 4. Menggunakan aturan yang ada 5. Kemampuan mengendalikan diri 6. Kemandirian Dari hasil pengamatan tersebut, akan dapat diketahui sejauh mana perkembangan sosial anak, apakah tinggi, sedang atau rendah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anak tetap mengalami perkembangan sosial, walaupun dengan sangat lambat, yang ditunjukkan dengan rendahnya tingkat perkembangan sosial yang diperoleh dari hasil pengamatan. Hal penting lainnya adalah bahwa meskipun usia prasekolah, yang pada pembahasan ini terfokus pada usia 4-6 tahun, mengikuti pola perkembangan sosial yang sama, namun pada aspek perkembangan sosial, pada dataran praktisnya menunjukkan perbedaan antara usia 4-5 tahun dengan usia 5-6 tahun.
50
Lestar D. Crow, dan Alice D. Crow, op. Cit., hal. 137-138