perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KONSEP MANUSIA SEMPURNA DALAM SERAT WEDHANGGA (SUATU TINJAUAN SEMIOTIKA C.S PEIRCE )
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas sebelas Maret Disusun Oleh Astiti Andayani C0108020
JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama : Astiti Andayani NIM
: C0108020
Menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang berjudul Konsep Manusia Sempurna Dalam Serat Wedhangga (Suatu Tinjauan Semiotika C.S. Peirce) adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta,
Juni 2012
Yang membuat pernyataan
Astiti Andayani
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Tidak ada manusia yang sempurna, namun semua manusia hendaknya berusaha untuk menjadi yang sempurna”
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Bapak Ibu dan seluruh keluarga tercinta yang telah Membimbing dan membiayai Hingga penulis mampu menyelesaikan kuliah hingga akhir Almameter.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat, taufik, hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar Skripsi yang berjudul Konsep Manusia Sempurna (Suatu Tinjauan Semiotika C.S. Peirce) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Proses penyususnan skripsi ini tidak dapat terselesaikan jika tidaka da bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Drs. Riyadi Santosa, M.ED, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi. 2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra daerah, dengan penuh perhatian dan kebijaksanaan. 3. Drs. Sujono, M.Hum., selaku pembimbing akademik terimakasih karena karena telah banyak membantu penulis dalam bidang akademik. 4. Dra. Sundari, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Drs. Christiana, D. W, M.Hum., selaku pembimbing kedua yang dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra daerah yang telah berkenan memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Kepala dan staf perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta serta perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah banyak membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada penyelesaian skripsi. 8. Bapak dan Ibu serta Mas Prex, Mbak Dian dan saudara-saudara tercinta yang telah memberi dukungan, doa, pengorbanan, kasih sayang, perhatian, serta sebuah kepercayaan sehingga penulis dapat menempuh kuliah sampai akhir. 9. Septyan Abdee yang dengan setia menemani dan memberikan dukungan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dari awal sampai akhir. 10. Sahid Teguh Widodo, S.S, M.Hum, Ph.D, Drs. Th. Widiyastuti,M.Sn beserta segenap keluarga besar Institut Javanologi yang selalu memberikan dukungan motivasi. 11. Bapak Wagiyo, Dessi, Funny, Ratna, Onyet, Bonno, Susi, Mas Etet, Mbak Bibi, Mbak Woro terima kasih atas segenap dukungan dan bantuannya selama proses pengerjaan skripsi.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Teman-teman KKTT Wiswakarman dan teman-teman KELON (Kelompok Lakon) Solo terimakasih atas segenap suka duka dan juga dukungan yang selama di berikan kepada penulis. 13. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2008, yang selalu mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih pula atas persahabatannya. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.
Surakarta, Juni 2012 Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............... ................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. iv HALAMAN MOTTO.............. ...................................................................v HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ vi KATA PENGANTAR.............. ............................................................... vii DAFTAR ISI......................... ......................................................................x DAFTAR SINGKATAN...........................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv ABSTRAK ....................................................................................................xv BAB. I PENDAHULUAN ............................................................................1 A. Latar Belakang ...........................................................................1 B. Batasan Masalah.........................................................................6 C. Rumusan Masalah ......................................................................7 D. Tujuan Penelitian .......................................................................7 E. Manfaat Penelitian .....................................................................8 1. Manfaat Teoretis .............................................................8 2. Manfaat Praktis ...............................................................8 E. Sistematika Penulisan ........................................................................9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10 commit to user A. Pendekatan Semiotika C.S Peirce....................................................10
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pendekatan Struktural.......................................................................15 C. Konsep Manusia Sempurna ............................................................. 18 BAB. III METODE PENELITIAN............................................................ 22 A. Bentuk Penelitian ................................................................... 23 B. Sumber Data dan Data ........................................................... 23 C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 24 1. Penelitian Pustaka ..................................................... 24 2. Teknik Content Analysis ........................................... 24 D. Teknik Analisis Data.............................................................. 24 1. Reduksi data ............................................................... 24 2. Sajian data .................................................................. 25 3. Verifikasi dan Kesimpulan ........................................ 25 BAB IV. PEMBAHASAN ......................................................................... 27 A. Analisis Bentuk dan Struktural Naskah ................................... 29 B. Analisis Semiotika C.S. Peirce .................................................. 59 a. Analisis Ikon ................................................................ 49 b. Analisis Indeks ............................................................. 65 c. Analisis Simbol ............................................................ 89 C. Konsep Manusia Sempurna ....................................................... 97 BAB. V. PENUTUP......................................................................................... 115 A. Kesimpulan ........................................................................... 116 B. Saran ...................................................................................... 118 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 120 commit to user LAMPIRAN ..................................................................................................... 122
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN SW
: Sêrat Wedhangga
Hlm
: Halaman
Brs
: Baris
SWT
: Subhanahu Wata’alla
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Sinopsis
Lampiran II
: Transliterasi, suntingan teks naskah SW dalam Skripsi Indah Novitasari
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Astiti Andayani. C 0108020. 2012. Konsep Manusia Sempurna dalam Sat Wedhangga (Suatu Pendekatan (Suatu Tinjauan Semiotika C.S. Peirce). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah bentuk dan struktur sastra dalam Serat Wedhangga? (2) Bagaimanakah Serat Wedhangga berdasarkan perspektif semiotika C.S Peirce yang meliputi tandatanda ikonis, indeksikal dan simbol? (3) Bagaimanakah konsep manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga salinan Sastra Surana? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk dan struktur dalam naskah Serat Wedhangga salinan dari Sastra Surana yang meliputi proses, bentuk dan fungsi. (2) Menemukan dan mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga menurut semiotika C.S Peirce. (3) Mendeskripsikan konsep manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga salinan Sastra Surana. Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra melalui deskriptif kualitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka (library research). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah yaitu teks karya skripsi Indah Novitasari tahun 2011 dengan judul Serat Wedhangga (Suatu Tinjauan Filologis) dari naskah Serat Wedhangga karya salinan Sastra Surana yang tersimpan di Sasana Pustaka. Sumber data sekunder yaitu buku-buku, referensi yang menunjang penelitian. Data primer dalam penelitian adalah teks Serat Wedhangga, khususnya data tentang unsur-unsur pembentuk manusia sempurna. Sedangkan data sekunder yaitu keterangan dari buku-buku dan referensi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan semiotika C.S. Peirce. Teknik pengumpulan data menggunakan tenik analisis struktural, analisis semiotika dan teknik kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini (1) Naskah SW berbentuk prosa namun bukan karya sastra fiksi. Naskah SW memiliki unsur struktur yang terjalin meliputi head(kepala), body(body), dan Foot(kaki). Maksudnya adalah, struktur naskah SW terdiri dari pembuka, isi, penutup. (2) ditinjau dari aspek semiotika sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui makna objek yang meliputi ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam naskah SW. (3) Naskah SW merupakan gambaran tentang diri manusia. Dimulai dari penjelasan tentang badan dan roh manusia sampai menuju manusia yang sempurna. Pada dasarnya manusia merupakan wewayangnya Tuhan. Karena sifat yang dimiliki Tuhan berada dalam diri manusia. Manusia yang sempurna adalah manusia yang telah mampu merasakan sifat dan keberadaan Tuhan dalam dirinya.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SARI PATHI 2012.Astiti Andayani. Konsep Manusia Sempurna dalam Serat Wèdhangga (Suatu Tinjauan Semiotika C.S.Peirce). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta Hadiningrat. Pêrkawis ingkang dipunrêmbag wontên ing panalitèn punika (1) kados pundi wujud lan undha usuking sastra wontên ing Sêrat Wedhangga? (2) kados pundi Sêrat Wedhangga miturut perspektif semiotika C.S Peirce ingkang ngêmot ikonis, indeksikal dan simbol? (3) kados pundi konsep tiyang sampurna wontên ing Sêrat Wèdhangga salinan Sastra Surana? Ancasipun panalitèn punika (1) gêgambaran wujud saha struktur sastra wontên ing naskah Sêrat Wedhangga saduran saking Sastra Surana, (2) mangêrtosi gêgambaran bageyan ingkang mujudaken tiyang ingkang sampurna wontên ing naskah Sêrat Wedhangga miturut semiotika C.S.Peirce, (3) gêgambaran tiyang ingkang sampurna wontên ing naskah Sêrat Wedhangga salinan Sastra Surana. Wujud panalitèn punika inggih panalitèn sastra asifat deskriptif kualitatif. jinis panalitèn inggih punika panalitèn kapustakan. ingkang minangka bakunipun wontên ing panalitèn punika teks skripsi Indah Novitasari taun 2011 kanthi judul Sêrat Wedhangga (suatu tinjauan filologis), saking naskah Sêrat Wedhangga salinan saking Sastra Surana ingkang kasimpên wontên ing Sasana Pustaka. saha dipuntambah buku-buku referensi ingkang mbiyantu panalitèn. data bakunipun panalitèn punika teks Sêrat Wedhangga, mliginipun data babagan bageyan ingkang mujudaken tiyang ingkang sampurna, parandênê data pangiringipun inggih punika katrangan saking buku-buku lan referensi. cara ingkang dipun ginakaken wontên ing panaliten punika struktural lan semiotika C.S.Peirce. cara pangêmpaling data migunakakên cara analisis struktural, analisis semiotika, lan cara kapustakan. Wontên panalitèn punika sagêd kapêndhêt tigang bab : (1) naskah Sêrat Wedhangga wujudipun prosa ananging sanès karya sastra fiksi. naskah Sêrat Wedhangga anggadhahi unsur struktur ingkang nyawiji ngêmot babagan head, body saha foot. Ingkang gadhahi têgês mènawi struktur wontên naskah SW ngêmot pambuka, isi, lan panutup. (2) dipuntingali saking aspek semiotika sastra, panalitèn punika dipunwontênaken kagêm mangêrtosi têgês objek ingkang ngêmot ikon, indeks, lan simbol ingkang wontên salêbêtipun naskah sêrat wedhangga. (3) naskah Sêrat Wèdhangga inggih punika gambaran babagan dhiri manungsa. saking pangêrtosan babagan badhan lan roh tiyang dumugi tiyang ingkang sampurna. dhasaripun tiyang punika wêwayanganipun Gusti. amargi sifat ingkang dipun-gadhahi Gusti wontên ing pribadinipun tiyang punika.tiyang ingkang sampurna inggih punika tiyang ingkang saged ngraosaken sifat Gusti wontên ing salèbèting gêsangipun
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Astiti Andayani. C 0108020. 2012. The concept of the Perfect Man Serat Wedhangga (An Approach (A Review Semiotics CS Peirce). Thesis: Java Literature Department of Literature and Fine Arts Faculty of Sebelas Maret University. The problems that are discussed in this study, namely (1) how form and structure of literature in Serat Wedhangga? (2) how does the Serat Wedhangga is based on the perspective of semiotics of c. s. Peirce, which includes the symbols of iconic indeksikal dan symbols? (3) How does the concept of a perfect man in a manuscript Serat Wedhangga copy of Sastra Surana? The purpose of this study were (1) Describe the shape and structure in manuscript of Serat Wedhangga copies of Sastra Surana which include process, form and function. (2) Find and describe the elements that formed perfect man in Serat Wedhangga according to the semiotics of c. s. Peirce. (3) describe the concept of a perfect man in manuscript Serat Wedhangga copies of Sasstra Surana. The form of this research is the research literature by qualitative descriptive. This type of research is a library research. The primary data source in this research is the text of thesis created by Indah Novitasari in 2011 with the title Serat Wedhangga (A Review philological) of the Serat Wedhangga manuscript copie of the Sastra Surana work are stored in Sasana Library. The Secondary data sources, namely , books,and references of research supporting. Primary Data in research is the text of Serat Wedhangga, particularly data about the elements that formed a perfect human being. While the secondary data is testimony of the the books and references. The approach used in this research are structural and C.S. Peirce semiotics. For the data collection using structural analysis, semiotic analysis and library techniques. The conclusions of this study (1) the manuscript of SW in prose form but not literary fiction. SW manuscript has elements of structure are interwoven which includes head, body, and feet. The point is, the structure of SW manuscript consists of the opening, contents, and cover. (2) viewed from the aspect of semiotics literature, this study intended to better know the meaning of objects including icons, indexes, and symbols contained in the SW manuscript. (3) The manuscript of SW is a picture of the human self. Starting from an explanation of the human body and spirit through to the perfect man. Basically, humans are like the puppets by God. Basically, humans are wayangnya God. Due to the nature of God has been in man. The perfect human being is a human who has been able to feel the nature and existence of God in him.
commit to user
xvi
KONSEP MANUSIA SEMPURNA DALAM SAT WEDHANGGA (SUATU PENDEKATAN SUATU TINJAUAN SEMIOTIKA C.S. PEIRCE) Astiti Andayani1 Dra. Sundari, M.Hum Drs. Christiana, D.W, M.Hum3 2
ABSTRAK 2012. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah bentuk dan struktur sastra dalam Serat Wedhangga? (2) Bagaimanakah Serat Wedhangga berdasarkan perspektif semiotika C.S Peirce yang meliputi tanda-tanda ikonis, indeksikal dan simbol? (3) Bagaimanakah konsep manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga salinan Sastra Surana? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk dan struktur dalam naskah Serat Wedhangga salinan dari Sastra Surana yang meliputi proses, bentuk dan fungsi. (2) Menemukan dan mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga menurut semiotika C.S Peirce. (3) Mendeskripsikan konsep manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga salinan Sastra Surana. Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra melalui deskriptif kualitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka (library research). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah yaitu teks karya skripsi Indah Novitasari tahun 2011 dengan judul Serat Wedhangga (Suatu Tinjauan Filologis) dari naskah Serat Wedhangga karya salinan Sastra Surana yang tersimpan di Sasana Pustaka. Sumber data sekunder yaitu buku-buku, referensi yang menunjang penelitian. Data primer dalam penelitian adalah teks Serat Wedhangga, khususnya data tentang unsur-unsur pembentuk 1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Dengan NIM C 0108020 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II 2
manusia sempurna. Sedangkan data sekunder yaitu keterangan dari buku-buku dan referensi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan semiotika C.S. Peirce. Teknik pengumpulan data menggunakan tenik analisis struktural, analisis semiotika dan teknik kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini (1) Naskah SW berbentuk prosa namun bukan karya sastra fiksi. Naskah SW memiliki unsur struktur yang terjalin meliputi head(kepala), body(body), dan Foot(kaki). Maksudnya adalah, struktur naskah SW terdiri dari pembuka, isi, penutup. (2) ditinjau dari aspek semiotika sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui makna objek yang meliputi ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam naskah SW. (3) Naskah SW merupakan gambaran tentang diri manusia. Dimulai dari penjelasan tentang badan dan roh manusia sampai menuju manusia yang sempurna. Pada dasarnya manusia merupakan wewayangnya Tuhan. Karena sifat yang dimiliki Tuhan berada dalam diri manusia. Manusia yang sempurna adalah manusia yang telah mampu merasakan sifat dan keberadaan Tuhan dalam dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra Jawa mengandung berbagai bentuk ajaran-ajaran, petunjuk, dan pendidikan adiluhung banyak terdapat dalam Kebudayaan Jawa (Suwardi Endraswara, 2006:6). Secara umum, pengertian karya sastra adalah karya manusia yang sifatnya rekaan dengan menggunakan medium bahasa yang baik secara implisit maupun eksplisit dianggap mempunyai nilai estetis atau keindahan (Teeuw, 1984 : 22). Karya sastra dapat juga membangun sebuah ruang moral dan etika dalam diri masyarakat. Karya sastra memiliki beberapa wujud, yaitu lisan, sebagian lisan, dan tulis (Dananjaya, 1989). Sebagian besar karya sastra tulis disimpan dalam bentuk naskah atau manuskrip (Edy Sedyawati, 2006). Naskah merupakan karya sastra yang juga merupakan peninggalan dari nenek moyang yang biasa berisi mengenai sejarah serta suatu ajaran. Nancy K. Florida (1991) menambahkan naskah Jawa menjadi beberapa bagian ditinjau dari segi isinya, yaitu : sejarah, adat istiadat, arsitektur, hukum, roman sejarah, ramalan, kesusastraan, piwulang, wayang, cerita wayang, dongeng puisi, roman Islam, ajaran Islam, sejarah Islam, mistik dan tari, linguistik, mistik kejawen, obat-obatan, dan lain-lain. Beberapa jenis naskah yang telah disebutkan di atas, naskah Jawa jenis piwulang menarik untuk dikaji sebagai objek penelitian. Indah Novitasari (2011) menyatakan bahwa naskah Jawa jenis piwulang sempat commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
mengalami masa keemasan setelah melewati masa-masa di zaman Surakarta awal (bandingkan Baried, 1994). Naskah-naskah jenis piwulang bermunculan salah satu sebabnya sebagai wujud reaksi atas kondisi sosial masyarakat saat itu (Karkono Kamajaya, 1985). Dari berbagai macam judul naskah piwulang, Sêrat Wedhangga menerangkan
tentang ilmu yang terdapat dalam tubuh atau diri
manusia sebagai konsep hidup manusia Jawa agar mampu mencapai kehidupan sempurna dengan kasidan jati. Oleh karena itu, ajaran tentang kesempurnaan hidup ini dipilih sebagai objek penelitian ini. Naskah Sêrat Wedhangga pernah dikaji secara filologis oleh Indah Novitasari (2011) dengan pendekatan filologis. Pada bagian akhir penelitiannya, Indah menyatakan bahwa Sêrat Wedhangga mengandung begitu banyak ajaran tentang kehidupan. Ajaran tersebut diekspresikan dalam bentuk simbol dan lambang-lambang sehingga diperlukan wawasan dan pengetahuan yang cukup dari pembacanya. Selain itu, Indah juga menambahkan akan arti pentingnya penelitian lanjut terhadap Sêrat Wedhangga. Oleh karena itu, dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis mengambil Sêrat Wedhangga sebagai objek penelitian dengan menggunakan pendekatan semiotika C.S Peirce (Panuti Sudjiman, 1992). Pendekatan semiotika C.S Peirce dipilih dan digunakan untuk mengungkapkan suatu makna yang terkandung pada isi yang terdapat dalam naskah tersebut. Pada kenyataannya, konsep semiotika C.S. Peirce mampu melihat unsur-unsur yang membentuk jiwa dan raga manusia, karena naskah tersebut juga menjelaskan
tentang
tahap-tahap proses pembentukan commit to user
manusia
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
menggunakan sautu perumpamaan maupun penggambaran dengan bentuk yang lain. Lebih dari pada itu Peirce berpendapat bahwa konsep semiotika merupakan bentuk lain dari logika, yakni doktrin formal bagi tanda-tanda. Tampaknya konsep semiotika Peirce sejalan dengan semiologi Saussure yang menitikberatkan semiotika berdasarkan prinsip diadik bahasa sebagai sistem tanda yang merupakan kesatuan antara signifiant dan signifie. Signifiant adalah penanda, yaitu citra akustik, aspek formal atau bentuk tanda itu. Sebaliknya, signifie adalah petanda, yaitu konsep atau citraan mental, aspek makna atau konseptual dari penanda. Pada dasarnya semiotika signifikasi memerlukan bantuan teori kode, sedangkan semiotika memerlukan bantuan teori produksi tanda (dalam Panuti Sudjiman, 1992:27). Kedua aspek ini bersifat tunggal dan tidak terpisah (Suwardi Endraswara, 2003:64) Sêrat Wedhangga yang merupakan satu dari sekian banyak koleksi yang terdapat dalam Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Naskah ini ditulis dalam bentuk gancaran atau prosa dan terdiri dari 123 halaman. Sêrat Wedhangga merupakan naskah tulis tangan (manuscript) dengan huruf Jawa, berbahasa Jawa Baru ragam krama, disisipi kata-kata dari bahasa Sansekerta dan bahasa Arab. Naskah ini merupakan naskah yang disalin oleh Sastra Surana pada hari senin tanggal 6 mulud, tahun Ehe, 1852. Informasi ini tercantum pada halaman terakhir naskah. Namun Sastra Surana tidak mencantumkan keterangan darimana ia menyalin (Indah Novitasari, 2011). Pemilihan Sêrat Wedhangga sebagai objek kajian penelitian dikarenakan naskah Sêrat Wedhangga banyak hal yang mengungkap tentang proses kehidupan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
manusia sehingga mampu menjadi manusia sempurna. Sêrat Wedhangga ini menerangkan ajaran tentang badan, bahwa tubuh manusia itu terdiri dari beberapa bagian yaitu adanya badan (wadhag) dan roh (badan halus). Badan itu sendiri masih dibagi lagi menjadi 6 bagian mulai dari lapisan yang paling dalam yang sifatnya sangat halus sampai bagian terluar yang dapat dilihat mata yang wujudnya kasar, serta bagaimana setiap bagian itu menjalankan fungsinya masing-masing. Naskah ini menerangkan tentang tiap-tiap bagian itu serta menerangkan pula cara kita untuk dapat memahami setiap bagian itu sehingga kita mampu menjalankan fungsi setiap bagian dengan semestinya. Jika manusia mampu memahami bagian-bagian tubuh yang ada pada dirinya, maka ia akan mampu menjalani hidup yang sempurna dengan kata lain manusia telah mampu mencapai kesempurnaannya dalam hidup. Bagian yang kedua yaitu roh (badan halus). Manusia hanya memiliki satu roh, hanya saja roh tersebut memiliki beberapa sebutan antara lain, roh jasmani, roh nabsani, roh robani, roh rokhani, roh ramani, serta roh ilapi, Dari beberapa roh tersebut dapat kita kendalikan dengan cara menenangkan diri hingga mencapai keadaan batin yang hening, tenang serta suci hingga kemudian manusia bisa mencapai tingkat kesempurnaan. Di dalam naskah ini juga diceritakan bahwa alam ini terdiri dari beberapa anasir dan beberapa bagian terdiri dari tujuh bagian mulai dari sap paling bawah yang paling buruk yang di dalam Islam disebut neraka dan sap paling atas atau yang sering kita sebut dengan surga. Surga dan neraka itu sendiri masih terbagi lagi menjadi masing – masing tujuh bagian. Orang hanya mampu melihat dunia sap ketujuh ini hanya jika ia sudah menyempurnakan jiwanya. Yaitu dengan cara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
mengendalikan dan mengorganisir hawa nafsu. Orang yang mencapai kondisi batin yang sempurna, yaitu dengan mengendalikan diri maupun nafsunya, maka ia bisa merasa dirinya seperti hidup tanpa raga. Ia bisa berada di bagian dunia yang sejati dan melihat apa yang terjadi di alam lain tanpa harus raga berpindah tempat. Tetapi, jika diri manusia tersebut belum bisa mencapai kesempurnaannya kembali maka diri manusia tersebut kembali ke raga dan menyelesaikan masalah keduniawiannya. Penelitian ini mengkaji Sêrat Wedhangga dengan menggunakan teori dan pendekatan sastra yaitu semiotika. Naskah Sêrat Wedhangga sarat akan suatu konsep manusia Jawa dan mistisisme keberadaan adanya Tuhan dalam diri manusia atau yang lebih sering dikatakan makro kosmos dan mikro kosmos. Secara khusus, Sêrat Wedhangga dipilih sebagai objek penelitian ini sesungguhnya dilatarbelakangi oleh beberapa alasan sebagai dasar pemikiran, ialah sebagai berikut. Pertama, berdasarkan data yang diperoleh penulis, Penelitian Sêrat Wedhangga yang terdahulu telah dilakukan penelitian secara filologi yaitu penelitian pada naskahnya yang meliputi deskripsi naskah,transliterasi teks, kritik teks, suntingan teks, dan telaah isi teks. Sedangkan dalam mengungkapan kajian isi penelitian yang terdahulu mengungkap isi secara garis besar, sehingga kajian isi masih dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut, maka dari pernyataan di atas menarik perhatian peneliti untuk mengkaji naskah tersebut, karena didalam naskah sang pengarang menggunakan simbol-simbol atau lambang dalam menuliskan karya sastranya. Dan hal tersebut belum diteliti pada penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
sebelumnya. Jika menurut pengamatan penulis naskah Sêrat Wedhangga ini dapat dikaji menggunakan pendekatan-pendekatan teori sastra. Sêrat Wedhangga sendiri mengandung makna tentang konsep manusia Jawa dan mistik kejawen, serta simbol-simbol anasir alam yang mampu dikaji secara analisa semiotika serta kajian sastra mistik yang dimana hal tersebut belum dilakukan pada penelitian sebelumnya. Kedua,
dalam
kajian
sebelumnya
mengungkapkan
bahwa
Sêrat
Wedhangga berisi tentang ajaran tentang ilmu badan serta suatu pemahaman yang menerangkan tentang terjadinya manusia di dunia hingga akhirnya manusia tersebut mampu mencapai tingkat sempurna, dalam Sêrat Wedhangga terdapat sembilan bagian tentang proses pembentukan manusia serta pengertian tentang roh manusia. Serta tujuan kehidupan manusia, hal-hal tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut.
B. Batasan Masalah Sêrat Wedhangga dapat dikaji dari beberapa segi atau sudut pandang. Hal itu disebabkan karena Sêrat Wedhangga mengandung berbagai macam ajaran, petunjuk, dan pendidikan, sehingga dapat dikaji dari segi pedagogis (pendidikan), sosiologis (sosial), antropologis (budaya), semiotika, estetis, dan bahkan secagai sebuah wacana discourse). Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka penelitian ini membatasi dirinya terhadap masalah pada unsur-unsur pembentuk manusia sehingga mampu menjadi manusia yang sempurna. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan sastra yaitu dengan semiotika C.S Peirce. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk dan struktur teks dalam naskah Serat Wedhangga? 2. Bagaimanakah Serat Wedhangga berdasarkan perspektif semiotika C.S Peirce yang meliputi tanda-tanda ikonis, indeksikal dan simbol? 3.
Bagaimanakah konsep ajaran manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga salinan Sastra Surana?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menemukan dan mendeskripsikan bentuk dan struktur sastra dalam naskah Serat Wedhangga. 2. Menemukan dan mendeskripsikan tanda-tanda ikonis, indeksikal dan simbolis dalam Serat Wedhangga menurut perspektif semiotika C.S. Peirce. 3. Mendeskripsikan konsep ajaran manusia sempurna dalam naskah Serat Wedhangga salinan Sastra Surana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoretis Secara teoretis, penelitian ini merupakan contoh penggunaan teori semiotika C.S Peirce dalam naskah Jawa. Mengungkapkan kandungan tanda dan makna yang terdapat dalam naskah Serat Wedhangga, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai isi, pengetahuan sastra Jawa terutama dalam teori semiotika serta proses kehidupan manusia terkhususnya pengetahuan Jawa. 2. Secara Praktis Penelitian ini akan menghasilkan sebuah deskripsi mengenai struktur teks dan konsep ajaran mengenai manusia sempurna dalam perspektif sastra Jawa. Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai data penelitian berikutnya baik untuk bidang yang sama maupun bidang yang lain. Mampu memberikan informasi
kepada masyarakat
umum
tentang ajaran
yang
terkandung didalam Serat Wedhangga khususnya tentang unsur pembentuk manusia yang sempurna.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
F. Sistematika Penelitian Pemaparan sistematika penulisan diperlukan untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan dari sebuah penelitian. Sistematika penulisan tersebut sebagai berikut : BAB I Pendahuluan : berisikan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan BAB II Kajian Pustaka : berisikan pendekatan struktural serta pendekatan semiotika C.S Peirce serta Konsep Manusia Jawa. BAB III Metode Penelitian : yang meliputi bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV Pembahasan : yang berisikan tentang deskripsi, serta analisis data yang meliputi; bentuk dan struktur, analisis semiotika yaitu tandatanda pembentuk, serta makna konsep manusia sempurna dalam naskah tersebut. BAB V Penutup : yang memuat tentang kesimpulan permasalahan yang telah dibahas serta saran-saran. Sebagai bagian akhir dari laporan ini adalah daftar pustaka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam melakukan suatu penelitian, diperlukan teori dan pendekatan yang tepat agar sesuai dengan objek yang akan diteliti. Teori dan konsep pendekatan yang sesuai dengan objek yang akan dikaji sangat diperlukan untuk membongkar, mengurai, dan merumuskan kembali berbagai macam persoalan penelitian Berikut akan dipaparkan konsep dan teori yang dipergunakan dalam melakukan penelitian. A. Pendekatan Semiotika C.S Peirce Charles Sanders Peirce telah menciptakan teori umum untuk tanda-tanda, Peirce menghendaki agar teorinya itu dapat diterapkan pada segala macam tanda. Pemikiran ini lalu dikembangkan oleh Umberto Eco (italia) yang mencoba menjabarkan kemungkinan penggunaan konsep-konsep C.S Peirce bagi penelitian diberbagai bidang. Eco (1975:15) berpendapat bahwa, definisi-definisi yang diberikan oleh C.S Peirce lebih luas dan secara semiotika lebih berhasil dibanding Saussure. Teori C.S Peirce menawarkan sesuatu yang lebih dibandingkan de Saussure yang terbatas pada masalah linguistik, maka dalam penelitian ini penulis bertumpu pada teori yang dikemukakan oleh C. S Peirce. Bagi Peirce (Pateda, 2011:44), tanda “ is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda merupakan kode, namun hal itu tidak mutlak. Kode sendiri merupakan suatu sistem peraturan yang bersifat commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
transindividual yang menjadi dasar dari semotika adalah konsep tanda itu sendiri (Zoest dan Soedjiman, 1992:9). Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretant. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Peirce menyatakan sebuah tanda bukanlah merupakan suatu entitas atau keberadaan tersendiri, melainkan terkait dengan objek dan penafsirnya. Jadi dalam sebuah tanda dapat kita bentuk sebuah segitiga. Yang pertama adalah tanda itu sendiri, yang kedua objek yang menjadi acuan bagi tanda, dan yang ketiga penafsir yang menjadi pengantara antara objek dengan tanda (Sobur, 2006: 29) Tanda
Objek
Penafsir
teori segitiga makna atau triangle meaning (dalam Sobur, 2006) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Cara pandang C.S Peirce demikian menjadikan tanda tidak hanya sebagai representative tetapi juga interpretative (Hoed, 2002:21). Maksudnya, tanda tidak hanya mewakili sesuatu tetapi juga membuka peluang bagi penafsiran kepada yang memakai dan menerimanya. Jadi, setiap tanda diberi makna oleh manusia dengan mengikuti proses yang disebut semiosis. Teori C.S Peirce memperlihatkan pemaknaan tanda yang bermula dari persepsi atas dasar, kemudian dasar merujuk pada objek, akhirnya terjadi proses interpretan. Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index(indeks) dan symbol (simbol). a. Ikon Ikon adalah tanda yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petandanya yang bersifat bersamaan secara alamiah. Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan (dalam Zoest,1993). Misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda sebagai petanda yang memaknai artinya. Ikon juga bermakna tanda yang memiliki kualitas objek yang didenotasikan (Sobur, 2006:36). b. Indeks Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks juga memiliki pemahaman tentang tanda yang mendenotasikan suatu objek melalui keterpengaruhannya pada objek itu (Sobur,2006:39). Contoh paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
c. Simbol Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya (Sobur, 2006:42). Hubungan diantaranya bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Misalnya rambu-rambu lalu lintas yang sangat sederhana, yang hanya berupa sebuah garis putih melintang diatas latar belakang merah. Rambu ini merupakan sebuah symbol yang menyatakan larangan masuk bagi semua kendaran ( Kris Budiman, 2004:33). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya.(Pradopo, 1995:120). Menurut C.S Peirce, tanda merupakan salah satu unsur dari dua unsur lainnya yang saling berkaitan menurut suatu segitiga. Dalam segita ini tanda mengacu pada referen (referent), suatu objek yang dapat bersifat konkret atau abstrak. Nyata atau imajiner dan kaitan antara tanda dan referen itu disimpulkan didalam interpretan. Maka tanda dan referennya “baru” memeperoleh makna melalui hubungan antara tanda dan referennya. Hal ini menjelaskan tanda sebagai bagian dari dunia ekstern dan interpretan sebagai bagian dari kehidupan inter. (E.K.M Masinambow, 2001:26). Pengertian tersebut di atas menjelaskan
bahwa symbol atau lambang
adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman terhadap objek. Tanda ialah sesuatu hal atau keadaan yang menerangkan atau memberitahukan objek kepada subjek, sedangkan simbol atau lambang sesuatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
hal atau keadaan yang memimpin pemahaman si subjek kepada objek. Tanda selalu menunjuk kepada sesuatu yang riil(nyata) benda, kejadian atau tindakan. Manusia merupakan homo creator, karena dalam setiap karyanya, setiap manusia memberi bentuk dan isi yang manusiawi secara pribadi. Oleh karena itu setiap benda budaya menandakan nilai tertentu, menunjukkan maksud serta gagasangagasan penciptanya.(Soerjanto Poespowardojo, 1978:11). Manusia harus terus menerus, manggali, menggiatkan dan mengembangkan semua bakat yang ada padanya,
bahkan
menciptakan
kemungkinan-kemungkinan
baru
dalam
kehidupannya yang berupa atau terdiri dari gagasan-gagasan, simbol-simbol dan nilai-nilai sebagai hasil karya dan perilaku manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa begitu eratnya kebudayaan manusia itu dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat pula disebut sebagai “makhluk bersimbol”. Artinya dunia kebudayaan adalah dunia penuh dengan simbol. Menurut Peirce (dalam Kris Budiman, 2005) tidak saja bahasan dan sistem komunikasi
yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan seluruh aspek yang
terlibat dalam kehidupan manusia terdiri dari tanda-tanda. Jikalau, manusia tidak akan dapat menjalin hubungan dengan realitas. Karya sastra memiliki elemenelemen tanda yang memiliki makna. Penelitian ini membatasi pada kajian semiotika teori C.S. Peirce dan terfokus pada objek, sedangkan tanda dan interpretan tidak dikaji dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
B. Pendekatan Struktural Langkah awal dalam meneliti suatu karya sastra adalah dengan pendekatan struktural. Pendekatan struktural juga dapat dikatakan sebagai pendekatan. Struktur merupakan komponen paling utama, yang membentuk karya sastra. Sebuah karya sastra merupakan struktur yang bersistem. Menurut Hawkes, struktur yang bersistem memiliki tiga gagasan dasar, yaitu gagasan kebulatan, gagasan transformasi, dan gagasan cukup diri (dalam Sangidu, 2004:172). Teori strukturalisme sastra merupakan juga teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parody. Dikatakan sebagai suatu struktur karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling berkoherensi dan membentuk seperangkat hukum intrinsik yang menentukan hakikat unsur-unsur itu sendiri. Transformasi diartikan bahwa struktur itu bukanlah sesuatu yang statis tetapi merupakan sesuatu yang dinamis. Gagasan cukup diri diartikan bahwa struktur itu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan transformasi. Teori struktural merupakan suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai satu kesatuan struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
berkaitan antara yang satu dengan lainnya. Teori struktural menggunakan prinsip bahwa kritik sastra harus berpusat pada karya sastra itu sendiri, lepas dari unsurunsur pembentukan di luar karya sastra itu sendiri, latar belakang sosial, sejarah, biografi, dan lain-lain (Teeuw, 2004:138). Karya sastra sebagai kebulatan makna, akibat perpaduan isi dengan pemanfaatan bahasa sebagai akibatnya. Dengan kata lain, teori struktural memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra (Atar Semi, 2007:54). Sasaran utama teori struktural adalah karya sastra atau teks itu sendiri namun tidak begitu saja meninggalkan unsur-unsur dari luar karya sastra karena bagaimanapun juga hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi dalam pembuatan karya sastra. Hal itu sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Levitt bahwa “struktur dalam ilmu sastra adalah bangunan, yang di dalamnya terdiri unsur-unsur, tersusun menjadi satu kerangka bangunan arsitektural” (dalam Setya, 2000:40) sehingga pemahaman unsur dari luar suatu karya sastra, bagaimanapun akan membantu dalam hal pemahaman makna karya itu. Oleh karena itu, pemahaman unsur-unsur yang terdapat dari luar karya sastra menopang unsurunsur dari dalam karya sastra itu sendiri sehingga setiap unsur yang ada saling melengkapi dalam penciptaan karya sastra. Analisis struktur tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu dalam sebuah karya sastra. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Burhan Nurgiyantoro, 2007:37).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Menurut Rahmat Djoko Pradopo ( 1995 : 108 ) bahwa usaha untuk memahami struktur sebagai suatu kesatuan yang utuh (tidak terpisah) seseorang harus mengetahui unsur-unsur pembentuknya yang saling berhubungan satu sama lain. Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah karya sastra secara utuh. Struktur naskah piwulang tidak memiliki unsur karya satsra pada seperti karya sastra fiksi, Secara garis besar penulis mencakup struktur di dalam tubuh naskah piwulang menjadi 3 (tiga) unsur yang mencakup beberapa unsur, yaitu; 1) Head (Kepala/Awal) Unsur awal meliputi pembuka yang diterangkan pada awal naskah piwulang . 2) Body (Badan/Tengah) Unsur tengah meliputi isi dari naskah piwulang yaitu adanya suatu ajaranajaran. 3) Foot (Kaki/Akhir) Unsur akhir terdapat penutup yang menerangkan suatu kesimpulan yang terdapat dalam naskah piwulang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
C. Konsep Manusia Sempurna Dalam berbagai bentuk dan cara kita dapatkan renungan-renungan tentang hubungan antara Tuhan dan manusia, antara wujud mutlak dan wujud, yang selalu dilatarbelakangi oleh pengalaman kesatuan abadi dan Tuhan, namun senantiasa merupakan usaha mencari keterangan pengertiannya dan untuk mendalami makna dari seluruh yang ada (Abdullah, 2000:12). “Konsep Manusia, Jawa” adalah sosok ciptaan yang memiliki tanggung jawab kepada Tuhan yang menguasai alam semesta. Aku Jawa memiliki tanggung jawab sebagai kawula sekaligus utusan (khalifah) Tuhan Sistem berpikir Jawa, menurut Dawami (2002:12) suka kepada mitis. Bahwa mayoritas masyarakat Jawa sulit untuk lepas dari suatu kepercayaan pada hal-hal tertentu. Itulah sebabnya sistem berpikir mistis akan selalu mendominasi perilaku hidup orang Jawa. Sistem berpikir mistis sering mempengaruhi pola-pola hidup yang bersandar pada nasib. Sistem berpikir mistis biasanya terpantul dalam tindakan nyata yang disebut laku. Kejawen juga merupakan jati diri Jawa. Seperangkat kejawen yang selalu hadir adalah dunia mistik. Tradisi mistik ini sangat misterius dan kompleks (Endraswara, 2006:15) Kehidupan kejawen akan mengikuti idealisme tertentu. Idealisme tersebut tercermin dalam sembilan bidang budaya spiritual Jawa, yaitu: (1) kapribaden “kperibadian” menghendaki orang Jawa sebagai satriya pinandhita, (2) sosial, menghendaki watak mistik manjing ajur ajer, bisa rumangsa dan bukan rumangsa bisa. Maksudnya, dapat bertindak hati-hati, (3) ekonomi, menghendaki roda ekonomi gangsar, artinya berjalan terus; (4) politik, menghendaki terciptanya kekuasaan yang mangku-mengku-hamang-koni. Maksudnya, dapat menjalankan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
tugas, mengayomi, dan menyelaraskan dengan keadaan yang dipimpin; (5) kagunan, yaitu seni yang adiluhung; (6) ngelmu, menghendaki sikap mumpuni sampai menjadi nimpuna, artinya tahu berbagai hal; (7) ketuhanan, menghendaki idealisme bener pener, artinya benar dan tepat; (9) mistik, menghendaki sampai tingkat ngraga suksma (Suwardi, 2006:10-11). Hal-hal tersebut yang menjadi suatu cerminan mistik kejawen, yang terkadang menjadi suatu pegangan hidup sekelompok masyarakat Jawa. Eksistenasi manusia dianggap dalam perjalanan, datang dari asalnya dan kembali pada asalnya, yang diistilahkan “ SANGKAN PARAN” yang berarti sangkan yang merupakan awalnya, atau asalnya sedangkan dumadi memiliki makna kembalinya kepada siapa. Pada dasarnya mistik kejawen terkadang menjadi suatu pegangan hidup masyrakat Jawa. Karena dalam ajaran perjalanan hidup dimana untuk mendekat diri kepada Sang Pencipta. Perkataan ma’rifat di dalam ilmu ma’rifat diambil dari tingkat terakhir dalam perjalanan manusi menuju Tuhan, yaitu: Syariat, Tariqat, Haqiqat, dan Ma’rifat.(Abdullah, 2000:48). Mistik – islam – kejawen atau yang sering disebut dengan tasawuf adalah ajaran mistik yang sering diusahakan oleh segolongan umat Islam dan disesuaikan dengan ajaran Islam. Ajaran tasawuf disebut dengan hakekat atau kasunyatan. Tasawuf dan mistik mempunyai titik temu yang sama yaitu sebagai upaya pendekatan diri kepada Tuhan. Tujuan utama mistik atau tasawuf adalah pencapaian tingkat yang paling tinggi yaitu makrifat dengan melalui tahapan : syari’at, tarekat, hakikat dan makrifat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
(Suwardi Endraswara, 2006:95) Konsep penciptaan manusia menurut mistik – Islam – kejawen yaitu: 1. Mula-mula adalah sajaratul yakin, adalah martabat ahadiyat disebut juga hayyu (hidup) dan atma. Hayyu yang dipersamakan dengan atma adalah inti yang terdalam bagi manusia dan terletak di luar dzat. 2. Nur muhammad merupakan martabat wahdat yang disebut juga nur dan dipersamakan dengan pranawa, letaknya di luar hayyu. 3. mir’atul haya’i adalah martabat wahidiyat. Disebut pula sir atau rahsa, letaknya di luar nur. 4. kandil, adalah martabat alam mitsal, dipersamakan dengan nafsu dan terletak di luar ruh. 5. darrah adalah martabat alam ajsam. Dipersamakan dengan budi, letaknya di luar nafsu. 6. hijab adalah martabat insan kamil, dipersamakan dengan jasad dan letaknya di luar budi. Perkembangan Keadaan Zat (Gelaran Kahananing Dat) ”Sesungguhnya manusia itu adalah rasa Kami dan Kami adalah rasa manusia, karena kami menciptakan Adam berasal dari 4 anasir: 1. Tanah, 2. Api, 3. Angin, 4. Air. Yang menjadi perwujudan sifat kami. Kemudian didalamnya kami isikan lima mudah: 1. Nur, 2. Rasa, 3. Roh, 4. Nafsu, 5. Budi, ialah sebagai tabir wajah Kami Yang Suci.(Abdullah, 2000: 55). Manusia adalah hayyu (atma) yang ada dalam jasad dan diresapi oleh lima macam mudah (nur, rahsa, ruh, nafsu dan budi). jasad dikuasai oleh budi, budi dikuasai oleh nafsu, nafsu dikuasai oleh sukma, sukma commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
dikuasai oleh rahsa, rahsa dikuasai oleh nur, dan nur dikuasai oleh hayyu. hayyu dikuasai oleh dzat yang Maha Suci. Perjalanan hidup manusia harus melewati tiga alam yaitu yang pertama, Alam Purwa yang merupakan sangkaning dumadi. Yaitu alam sebelum manusia ada, alam dimana manusia ada dalam ketiadaan, masih berada dalam anganangan. Kedua, Alam Madya atau yang disebut mayapada, yaitu alam hidup manusia di dunia. Dan Alam Wasana, yaitu alam setelah manusia mati. Alam ini selalu gaib dan tak jelas arah dan kiblatnya, namun selalu menjadi dambaan setiap manusia. (Suwardi Endraswara, 2006:100)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Bentuk penelitian yang dipilih adalah penelitian sastra melalui kualitatif deskriptif. Penelitian semacam ini sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, perilaku, atau datadata lain yang diamati oleh peneliti (Sangidu, 2004:7). Hal yang perlu ditekankan dalam penelitian kualitatif adalah mencerminkan perspektif fenomenologis. Artinya model penelitian bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.(dalam Moleong 2010:6). Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dinilai sesuai dengan teori yang diterapkan yakni semiotika sastra. makna karya sastra sebagai tanda adalah makna semiotiknya. Yaitu makna yang bertautan dengan dunia nyata. Bentuk penelitian deskriptif kualitatif diharapkan mampu memperoleh commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
deskripsi dari objek yang sedang diteliti yakni Serat Wedhangga Karya Salinan Sastra Surana. B. Sumber data dan data 1) Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teks dari suntingan karya Indah Novitasari dalam karya skripsi berjudul Sêrat Wedhangga yang berdasarkan naskah Serat Wedhangga karya salinan Sastra Surana yang tersimpan di Sasana Pustaka Keraton Surakarta dengan nomor katalog KS 519 241 Na SMP 153/11. Sumber data sekunder adalah sumber data yang sifatnya menunjang sumber data primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini antara lain adalah bukubuku referensi, artikel, foto naskah-naskah Sêrat Wedhangga. 2) Data Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini adalah teks Serat Wedhangga, khususnya data tentang unsur-unsur pembentuk manusia sempurna. Peneliti tidak mengambil langsung namun harus melalui teknik pengumpulan data tertentu untuk memperoleh data yang digunakan pada saat penelitian. Sedangkan, data sekunder dalam penelitian ini adalah data dari buku-buku referensi yang digunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Penelitian Pustaka Dalam penelitian ini diterapkan penelitian pustaka (library research) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan buku-buku, naskah-naskah, cetakan dan dokumen yang terdapat diperpustakaan. ( Kartono, 1976:44-45). Penelitian merupakan penelitian yang menggunakan kepustakaan, baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian terdahulu. 2. Kajian Isi ( Content Analysis ) Usaha untuk memanfaatkan dokumen yang padat biasanya digunakan teknik tertentu. Teknik yang paling umum digunakan yaitu content analysis atau yang dinamakan kajian isi. Holsti menyatakan bahwa kajian isi adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis (dalam Moleong, 2010:220). Teknik tersebut digunakan mendukung proses interprestasi dari setiap peristiwa yang diteliti. D. Teknik Analisis Data Ada tiga hal penting yang ada dalam analisis data yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasi data. 1. Reduksi data Merampingkan data dengan memilih data yang dipandang penting, menyederhanakan dan mengabstrasikannya. Dalam reduksi data seorang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
peneliti haruslah mampu untuk memilah-milah data untuk nantinya data itu akan dipakai jika dianggap penting ataukah dibuang jika dianggap tidak dibutuhkan dalam penelitian tersebut. Proses reduksi data merupakan suatu proses yang dilakukan dengan secara berkala atau dimulai sedikit demi sedikit sejak awal dilakukannya penelitian. 2. Sajian data Menyajikan data secara analitis dan sintetis dalam bentuk uraian dari data-data yang terangkat disertrai dengan bukti-bukti tekstual yang ada. Analisis artinya menguraikan satu per satu unsur-unsur yang lainnya sehingga dapat dibuat kesimpulan (Moleong, 2010:103). Tahapan ini dimulai dari membaca dan mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data, kemudian disajikan dalam analisis struktural yang membangun naskah Sêrat Wedhangga. Serta mengungkapkan makna semiotika dan konsep manusia sempurna. Dalam tahap ini semua data yang terkumpul dideskripsikan, diidentifikasikan dan diklasifikasikan. 3. Verifikasi dan kesimpulan Pengumpulan data selesai, penelitian mulai mengecek kembali (diverifikasi) pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat kesimpulan sementara (Sangidu, 2004:178). Pemeriksaan kembali merupakan hal yang penting agar meminimalisirkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Penarikan kesimpulan merumuskan apa yang sudah didapatkan dari reduksi ataupun kegiatan pengumpulan data. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Skema Model Analisis Interaktif
Pengumpulan data
Sajian data
Reduksi data
Penarikan kesimpulan / verifikasi
(Miles & Huberman, 1992, dalam Sutopo, 2002 hlm. 56)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengantar Sesuai perumusan masalah dan tujuan penelitian maka dala bab IV ini, akan disajikan hasil analisis teks terkait dengan (1) bentuk dan struktur dalam naskah SW, (2) kajian unsur-unsur pembentuk manusia yang sempurna menurut konsep semiotika C.S Peirce, dan (3) konsep manusia sempurna menurut Sêrat Wedhangga salinan Sastra Surana.
B. Bentuk dan Struktur Teks SW SW berbentuk prosa. Prosa dalam SW bukan fiksi sebagaimana konvensi sastra pada umumnya seperti novel, cerpen, cerbung, dan lain sebagainya. Karena dalam naskah SW tidak terdapat adanya tokoh utama, setting, alur, dan lainlainnya. Oleh karena itu teori-teori struktur sastra fiksi tidak dapat di terapkan dalam analisis struktur teks naskah SW. Teks naskah SW memiliki struktur tersendiri sebagai sebuah karya prosa sebagai naskah sastra piwulang. Naskah SW tidak terdapat alur cerita, karena teks SW berisi suatu piwulang ‟ajaran‟. Oleh karena itu, naskah SW memiliki struktur yang berbeda dengan struktur fiksi, yakni tersusun dari beberapa komponen pembangun yang terdiri dari awal, tengah dan akhir dari naskah tersebut. Berdasarkan unsur-unsur dan komponen-komponen pembentuk struktur commit to user dalam naskah SW, secara garis besar naskah SW dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
27
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Sembilan deskripsi pengertian mengenai badan dan roh 2. Ajaran-ajaran mengenai badan dan roh, piwulang tentang asal mula manusia, piwulang tentang keberadaan manusia, dan bab alam dunia. 3. Wujud, sifat, dan karakter manusia sempurna Ketiga bagian tersebut merupakan kesatuan yang tiada terpisahkan, walaupun bukan merupakan sebuah urutan prosedur yang tidak dapat disendirikan pengertiannya untuk masing-masing unsur pembangun di setiap bagiannya. Bagan 1
Badan dan Roh 9 Pengertian Dasar Manusia Sempurna
P-1
P-2
P-3
P-4
Keterangan : P = Piwulang (ajaran)
commit to user
Manusia Sempurna
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada bagian awal, naskah SW menjelaskan adanya unsur-unsur yang membangun dalam diri manusia sempurna. Unsur-unsur tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, pengetahuan dasar tentang manusia, keberadaan, posisi, dan fungsi dari ”Badan dan Roh” Manusia Sempurna. Kedua, merupakan unsur yang berwujud tiga piwulang (P) ‟ajaran‟ (1 hingga 3). Ketiga, adalah P-4 ”piwulang keempat‟ ialah mengenai alam manusia. Jumlah unsur pembentuk manusia sempurna dalam naskah SW berjumlah 3 (tiga) yang ketiganya merupakan keseluruhan yang menyatu. 1. Unsur Pertama Unsur pertama adalah sembilan deskripsi mengenai badan dan Roh. Sembilan deskripsi tersebut membentuk sedemikian rupa menjadi manusia yang berwujud dan berkarakter. Unsur dasar pembangun manusia yaitu adanya wujud manusia berupa bentuk tubuh atau raga, serta roh yang menjadi wujud nyawa manusia. Naskah SW masih membagi beberapa bagian yang membentuk badan dan roh. Badan masih terbagi dalam tiga bagian yaitu adanya badan kasar (jasat), badan buatan serta badan sejati. Sedangkan roh dibagi menjadi beberapa unsur yaitu roh robani, roh rohani, roh rahmani, roh nurani, serta roh ilafi. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bagan 2 berikut ini.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan 2 9 Pengertian Dasar Manusia Menurut Naskah SW Pengertian Badan dan Roh - Deskripsi - Pengertian - Perbedaan - Posisi - Fungsi
Hubungan Badan & Roh
Roh 1 -
Badan - kasar - Jasat
Roh Rohani Roh Robani
Roh 2 Roh Rohani Pengertian Wujud Proses Pembentuk watak manusia
Badan Buatan Pengertian Wujud
Roh Rahmani Pengertian Fungsi Wujud Pembentuk Pikiran Manusia
Badan Sejati Pengertian Wujud
Roh Nurani Sifat Perbedaan halus dan rohani
commit to user
Roh Ilafi Wujud
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada deskripsi awal dipaparkan pengertian dasar mengenai badan dan roh. Badan (wadhag) merupakan bentuk tubuh manusia yang mampu dilihat secara kasat mata. Bentuk badan kasar ini berupa daging. Sedangkan roh adalah isi dari badan kasar, dan roh ini bentuknya lebih lembut dan tak terlihat karena tempatnya yang di dalam badan. Ingatan serta keinginan manusia ini masuk kedalam pengertian roh. Badan dan roh memang berada di suatu tempat namun berbeda, orang awam selalu mengira bahwa badan dan roh adalah sama. Badan dan roh ini adalah bahan dasar pembentuk diri manusia. Penjelasan yang lebih lengkap mengenai perngrtian badan dan roh dalam naskah SW adalah: Kutipan : ” nyumêrêpana bedaning roh kaliyan badan, roh punika badan alus ingkang sipat gêsang, ingkang gadhah èngêtan tuwin pikajêngan, wondene badan inggih raganing manusa ingkang maujud daging punika, wasana roh wau lajêng manjing ing badan, dados ingkang dipun wastani tiyang sajati punika roh, inggih punika jisim.” (Indah, hlm:54, brs-12)
Terjemahan : ‟ketahuilah perbedaan antara roh dan badan, roh itu badan halus yang bersifat hidup, mempunyai ingatan dan keinginan, sedangkan badan yaitu raganya manusia yang berwujud daging, terakhir roh tadi masuk dalam badan, jadi yang dinamakan manusia sejati yaitu roh, jisim‟
Penjelasan unsur yang membentuk roh dan badan manusia sejati. Menurut naskah SW, badan manusia terbentuk dari sebuah badan kasar sebagai tempat roh hidup. badan hanya wadhah ‟tempat bersemayam‟ roh saja. Badan (raga) berada dibagian luar diri manusia, sedangkan roh berada didalam diri manusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
”Ingkang kawastanan badan kasar inggih badanipun tiyang ingkang katingal punika, ing basa Sangskrita kawastanan (anamayakosa (sêtulasasira) ing basa Arab, roh jasmani: kanggenipun badan kasar punika namung wonten ing donya kemawon, manawi tiyang pêjah, badan wau katilar, sarèhning sadaya tiyang sampun kulina dhatêng badan wau...” (Indah, hlm:56, brs-15) Terjemahan: „yang dinamakan badan kasar adalah badan yang kasat mata, dalam bahasa Sangskrita dinamakan (anamayakosa(setulasasira), dalam bahasa Arab disebut roh jasmani: adanya badan jasmani kasar itu hanya waktu manusia hidup didunia saja, jika manusia meninggal, badan jasmani ditinggalkan, berhubung semua manusia sudah mengetahui badan jasmani tersebut...‟
Badan kasar hanya sebagai wadah roh untuk hidup. Yang dimaksud badan kasar yaitu roh jasmani, raga manusia yang membentuk diri manusia. Jika roh dalam diri manusia ini mati, maka badan tadi akan ditinggalkan dan hancur. Jadi unsur yang membentuk manusia adalah roh serta badan (raga). Dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain saling berhubungan. Dijelaskan pula mengenai badan kasar terdiri dari tiga unsur yaitu, unsur jasat keras, jasat cair, serta jasat kumukus (udara). Jasat keras yang terdapat dalam diri manusia terdiri daging dan tulang, jasat cair terdiri darah dan air, serta jasat kumukus adalah udara atau suasana dalam tubuh manusia. Sehingga dalam tubuh manusia terdapat unsur-unsur yang membentuk raga manusia tersebut. Kutipan: ” Parincèning dad ingkang minangka tapêlipun adêging ngagêsang ingkang kangge tigang prakawis, sapisan jasat ingkang atos, kaping kalih jasat cuwèr, kaping tiga jasat kumukus, utawi awujud amunamun”(Indah, hlm:57, brs-3) commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: „Perincian dad yang berfungsi sebagai pembungkus keberadaan hidup yang berguna ada tiga macam satu jasat yang keras, dua jasat yang cair, tiga jasat menguap atau yang berwujud udara yang mengandung uap panas‟
Setelah penjelasan tentang badan, selanjutnya SW membahas serta menjabarkan tentang roh yang membentuk dalam diri manusia. Roh pertama yang dijelaskan yaitu Roh Robani. Roh Robani merupakan badan jasmani halus yang berasal dari tiga dad yang telah dijelaskan sebelumnya. Roh robani ini adalah wadahnya kehidupan. Kutipan : “Badan
angka
kalih
punika
ing
basa
Sangskrita
dipunwastani
(pranamayakosa) utawi (lingga sarira), ing basa Arab, Roh Robani, asalipun saking hawa (jisim), kawan prakawis, ingkang langkung dening alus.” (Indah, hlm:58, brs-1) Terjemahan: „Badan
angka
kedua
ini
dalam
bahasa
Sangskrita
dinamakan
(pranamayakosa) atau (lingga sarira), ing basa Arab, Roh Robani, asalnya dari hawa (jisim), empat hal, yang lebih halus‟
Hubungan antara roh robani dengan roh jasmani sangat erat, maka jika roh robani ini keluar dari raga manusia, maka jasmani manusia tersebut rusak dan hancur. Karena roh jasmani tidak dapat hidup tanpa adanya roh robani. Sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
badan pertama yaitu badan kasar dengan badan yang kedua yaitu roh ini tidak dapat terpisah. Kutipan : ” Roh Robani punika minangka ancuring tapêlipun jasmani, sabab manawi Roh Robani mêdal, tamtu jasmani lajêng ambur mawur, mila manawi kita pejah inggih punika Manungsa sajati, medal saking badan jasmani, ingkang lantaran ngangge badan Roh Robani, jasmaninipun lajêng bosok utawi risak, amargi ancuripun sampun oncat saking Jasmani” (Indah, hlm:58, brs-10)
Terjemahan: „Roh Robani ini adalah perekat pembungkus jasmani, sebab jika Roh Robani keluar, tentu jasmani akan hancur, jika kita mati manusia sejati, keluar dari badan jasmani, yang menggunakan sarana memakai badan roh robani, jasmaninya kemudian busuk atau rusak, karena perekatnya sudah pisah dari Jasmani‟
Bab badan yang ketiga ini adalah roh rohani, sifat roh rohani adalah jiwa manusia yang sejati, wujud roh rohani terjadi dari zat yang lebih halus yang tidak dapat dilihat indera mata. Roh rohani berada di alam kehalusan, alam yang diatas alam manusia. Jika manusia mampu menguasai serta mengendalikan perilakunya serta budinya yang halus maka watak roh rohani ini semakin halus. Jika manusia tersebut telah mencapai luhur budinya maka roh rohani tersebut sudah tidak memikirkan keduniawiannya dan manusia sejatinya telah mampu menitis kembali Kutipan : “Badaning Manusa ingkang kaping tiga, ing basa Sangskrita dipunwastani (madomayakosa) utawi (kamarupa), bilih ing basa Arab amastani roh rokani, utawi roh rohani, têgêsipun badan ingkang kawasa lampah sae, dene kadadosanipun roh rokani wau saking jasad (jisim) utawi hawa ingkang langkung lêmbat sarta alus, saking alusing hawa ngantos botên wujut, botên sinatmat.”(Indah, hlm:59,brs-1) commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: „Badannya Manusia yang ketiga, dalam bahasa Sangskrita dinamakan (madomayakosa) atau (kamarupa), dalam bahasa Arab dinamakan roh rokani, atau roh rohani, artinya badan yang lebih baik, terjadi roh rokani tadi berasal dari jisim atau hawa yang lebih lembut serta halus. Dari halusnya hawa sampai tidak berwujud, tidak terlihat‟
Jika diperhatikan dengan baik dan teliti dari kutipan-kutipan yang diambil, SW menyatakan bahwa hubungan antara badan 1, 2 serta 3 saling mempengaruhi karena jika tidak ada salah satu diantara ketiga bagian tersebut, maka manusia akan mati. Tetapi roh rohani lebih besar pengaruhnya. Jika dperhatikan sungguhsungguh kekuasaan dari badan roh rohani akan terlihat wujud cahaya yang terang yang sering disebut “aura”. Kutipan : “Badan roh rokani punika anartani badan, angka 2 lan 1, sêrêp-sinêrêpan dados satunggal, kados satu lan rimbagan, anangin roh rokani langkung ageng tinimbang badan roh robani lan badan roh jasmani, mila manawi dipunpramanêmakên ingkang sanyata saèstu kawistara asalira cahya kumilat gilar-gilar angawêngi saubênging badan wadhag”(Indah, hlm:60, brs-1)
Terjemahan: „Badan roh rokani berhubungan dengan badan angka 2 dan , saling mempengaruhi, roh rokani lebih besar pengaruhnya daripada roh robani dan roh jasmani, maka jika dirasakan akan nampak cahaya yang terang disekitar badan wadhag‟
Badan rohani sudah dipastikan untuk badannya manusia sejati, pada saat manusia sejati itu hidup di alam kehalusan. Manusia tersebut mampu menguasai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
alam kehalusan. Roh rohani digunakan untuk hidup kembali “nitis”. Serta wujud dan sifat roh rohani tergantung watak dan budinya manusia tersebut. Kutipan : ”...makatên ugi manawi wêwatêkaning manah sae, roh rohaninipun inggih dados alus, tur maya-maya, dene manawi tiyang ingkang manahipun awon sarta drêngki, punika roh rohaninipun butheg tanpa cahya, tamtu sarwa pêtêng ingkang linampahan, manggih cuwa ing wêkasan”(Indah, hlm 62, brs-18)
Terjemahan: „...begitu juga jika wewataknya hati baik, roh rohaninya jadi halus, dan terlihat cerah, tetapi jika orang yang hatinya buruk serta iri, ini roh rohaninya kotor tanpa cahaya, tentu semua menjadi gelap apa yang dikerjakan akan menemui kecewa dibelakang‟
Memasuki bagian roh rohani yang dapat hanya manusia yang luhur budinya, manusia yang masih lemah dalam budi dan pekertinya belum bisa mencapai bagian roh rohani. Dan roh dalam dirinya masih lemah dan bingung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa watak manusia terdapat dalam roh rohani. Baik buruk tindakan manusia menentukkan roh rohaninya, baik sifat manusia maka roh rohaninya semakin halus. Dapat mencapai roh rohani dengan mudah karena manusia telah mampu mencapai tingkat kepintaran yang lebih. Bab badan yang keempat yaitu penjelasan tentang roh rahmani. Roh commit usersuci”. Roh rahmani ini berfungsi rahmani yang berarti nyawa yang suci to “roh
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurut perintah Suksma. Tempat roh rahmani berada di kepala manusia tepatnya diotak manusia. Kutipan: ” dene badan wau kangge lantaran èngêtaning Manusa sajati, lajêng katampèn dhatêng roh rahmani, tumuntên kalajengaken badan roh rohani saurutipun ngantos dumugi ing utêg, sesampunipun dumugi ing utêg, sawêg tiyang wau gadhah panggrahita, sabab panggrahita ingkang linantarakên wau wiwinih saking ebah gêtêring tiyang sajati, ingkang manggen salebeting badan ngriku, mangka tiyang sajati punika manggen ing sirah (utêg)”.(Indah, hlm:65 brs-1) Terjemahan: „kalau badan tadi sebagai penghubung ingatan manusia sejati, lalu diterima ke roh rahmani, dilanjutkan ke badan roh rohani seterusnya sampai di otak, sesudahnya sampai diotak, lalu manusia tadi mempunyai pikiran, pikiran yang ada dari gerak getarnya manusia sejati, yang berada di dalam badan itu, maka manusia sejati berada diotak‟
Roh rahmani adalah tempat munculnya perasaan senang dan susah. Pikiran yang bening dan bagus membuat roh rahmani menjadi baik, jika pikirannya selalu memikirkan hal yang membuat diri resah maka roh rahmani menjadi tidak baik. Wujudnya roh rahmani ini lonjong seperti telur, dan menjadi satu didalam badan. Semakin pintar manusianya, maka semakin besar wujud roh rahmani yang ada didalamnya. Kutipan : ” Roh rahmani punika wangunipun botên kados roh rohani, manut wangunipun roh jasmani (badan kasar), wujudipun bundêr lonjong kados tigang, anartani sarta sêrêp-sinêrêpan, kaliyan badan kita sadaya, nanging langkung agêng tinimbang lan badan kita sanèsipun, dados roh rahmani punika katingal medal saking watesing badan sanèsipun, nanging botên pisah, limput-linimputan, manawi tiyangipun mindhak pintêr, roh rahmaninipun inggih sansaya mindhak agêng” (Indah, hlm:66, brs-12) commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: „Roh rahmani itu adalah bentuknya tidak sama dengan roh rohani, yang mengikuti bentuk daripada roh jasmani (badan kasar), bentuknya bundar lonjong seperti telur, merata saling mempengaruhi, dengan semua badan kita, tetapi lebih besar daripada badan kita yang lain, jadi badan rahmani terlihat keluar dari batas-batas badan yang lain tetapi tidak terpisah, saling meliputi, jika orang itu bertambah pandai, roh rahmaninya juga semakin besar‟
Bab badan kelima yaitu penjelasan tentang roh nurani. Roh nurani merupakan unsur badan yang menjadi tempatnya manusia sejati di surga yang dilapisan atas sendiri. Sehingga roh nurani ini yang bersifat kekal tidak dapat hancur. Roh nurani merupakan kumpulan dari baik buruknya angan-angan manusia. Roh nurani memiliki kesamaan dengan roh rahmani, dan roh nurani “hati nurani” rasa manusia yang sejati. Kutipan : ”...badan angka gansal punika mèh saèmpêr kados roh rahmani, ananging langkung alus sarta langkung prayogi manawi tiyang badhe marsudi sampurnaning badan wau, kedah tabêri ulah pambudi tuwin cipta ingkang utami sampun ngantos katèmpèlan manah awon,” (Indah, hlm 70, brs-15) Terjemahan: „badan yang kelima itu hampir seperti roh rahmani, tetapi lebih halus, tetapi lebih halus dan lebih utamanya jika orang mau mempelajari sempurnanya badan tadi harus rajin melatih budi dan cipta yang utama. Jangan sampai melekat atau terpengaruh hati yang buruk‟
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
Badan angka enam, dalam SW menjelaskan tentang roh ilafi. Roh ilafi merupakan percikan sinar Tuhan dalam diri manusia. Jika manusia sudah mampu mencapai titik kesempurnaan maka akan merasakan sifat roh ilafi. Roh ilafi adalah seorang manusia yang telah mencapai tingkatan budi luhur. Kutipan : ” roh ilafi, ingakên wujuding Pangeran, mila kawastanan makatên, sabab bilih tiyang sampun saget angrasuk badan punika, sampun kados èmpêring Gusti Alah” (Indah, hlm:71, brs-9)
Terjemahan : „roh ilafi, diakui sebagai wujud Tuhan, karena dikatakan demikian, sebab jika orang sudah mampu memakai badan ini, sudah seperti Tuhan‟
Pada bab penjelasan unsur roh dan badan, dua hal terakhir yaitu menjelaskan tentang unsur badan panyiptan unsur badan sejati. Unsur badan penciptaan yaitu badan buatan bukan merupakan badan manusia sejati. Badan Penciptaan adalah suatu badan diluar badan yang telah dijelaskan tadi, tetapi itu hanya merupakan ciptaan atau buatan dan bukan merupakan badan manusia yang sejati yang hanya digunakan jika ada perlunya. Terwujud dan hilangnya hanya dengan cara dicipta saja. Jika orang mampu menggunakan badan ini semasa hidupnya, manusia tersebut akan mampu menguasai semua kiblat “arah tujuan” yang jauh tiada bertepi. Bersifat awas dan bijaksana dalam segala hal. Sudah tidak samar atau ragu tentang sejatinya mati. Badan penciptaan berwujud suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
kekuatan gaib yang timbul dari jiwa manusia yang sejati. Yang mampu menciptakan segala perwujudan yang dikehendaki “sugesti”. Kutipan : ” anjawi badan ingkang sampun kajarwa wau, wontên badan satunggal malih, dipunwastani ing basa sangskrita, mayapirupa, ananging punika badan damêlan utawi ciptan, sanès badanipun tiyang sajati, namun kangge yèn wontên prêlunipun”( Indah, hlm:72, brs-1)
Terjemahan : „diluar badan yang sudah diterangkan tadi, ada satu badan lagi yang dinamakan dalam basa sangskrita, mayapirupa, tetapi ini hanya badan buatan atau ciptaan, bukan badannya manusia sejati, tetapi digunakan kalau ada perlunya‟
Bab badan yang terakhir dibahas yaitu Bab badan sejati. Badan manusia pada dasarnya digunakan sebagai fisik untuk hidup didunia. Serta dapat melakukan suatu pekerjaan. Badan dan roh memiliki suatu keinginan atau anganangan sendiri-sendiri. Jadi kadang membuat bingung badan sejati ini. Kutipan : ”... mila roh ingkang manggèn ing badan-badan punika anêmahi kawruh warni-warni lantaran saking badan wau, wasana dados bingung, amargi sabên badan gadhah pangraos utawi pikajêngan, inggih punika ingkang dipunwastani karêp, medal saking roh rahmani, brongta saking roh rohani, karaos ing gêsang saking roh robani, mila dados manusa sejati kêdah andunungakên wijang-wijangipun, ingkang dipunsumêrêpi, supados sagêta anggrahita wontên ing perangan donya punika.”( Indah, hlm: 73, brs-1) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Terjemahan : „maka roh yang berada dalam badan itu mengalami atau menemui pengetahuan yang bermacam-macam dengan perantara dari badan tadi akhirnya menjadi bingung karena setiap badan mempunyai perasaan atau kemauan yaitu yang disebut keinginan keluar dari roh rahman, keluar dari roh rohani merasa hidup dari roh robani, maka menjadi manusia sejati harus menempatkan meletakkan pokok-pokok yang diketahui, supaya bisa paham maksudnya dalam bagian hidup didunia ini‟
2.
Unsur Kedua
Unsur kedua berisi tiga piwulang ‟ajaran‟, yaitu (1) Piwulang tentang asal usul manusia, (2) Piwulang tentang sifat dan watak manusia, dan (3) Piwulang keberadaan manusia. Tiap-tiap ajaran memiliki komponen-komponen atau subunsur sendiri-sendiri. Di bawah ini akan dipaparkan struktur masing-masinmg ajaran. a.
Piwulang 1 Asal Mula Manusia Asal mula manusia menurut naskah SW berasal dari dua unsur, yaitu
unsure Luhur (kalanggengan) dan unsure andhap (keduniawian).Unsur Luhur (kalanggengan) terdiri atas tiga komponen pembentuknya yaitu: 1. Atma : roh yang berada dalam masing-masing diri manusia. Dalam bahasa Arab atma disebut dengan Dadtolah, Dadtolah atau Dzatullah merupakan dad Tuhan yang sudah meliputi alam semesta dan isinya, dan pikiran manusia tidak mungkin dapat mencapainya jika tingkatan manusia tersebut belum halusnya budinya. Atma bersifat halus. Kutipan : ” Atma: têgêsipun, roh ingkang sagêt manjing dhatêng saliring wujut, dados user atma, nanging saking alusipun ing pundi-pundi panggènancommit mêsthi tokisènan
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
ngantos tan kasat mata, atma punika ing têmbung Arap kawastanan dadtolah.” (Indah, hlm:75, brs-1)
Terjemahan : ‟Atma: artinya roh yang dapat menyatu dengan segala wujud, jadi disemua tempat tentu terisi oleh atma, tetapi karena halusnya tidak dapat terlihat dengan indera mata, atma dalam bahasa Arab disebut dadtolah‟
2. Budi : merupakan “terangnya hati”, alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Budi merupakan salah satu sifat daripada Utusan Tuhan yang sejati “Nur Muhammad”. Kutipan : ” Budi, punika wêwadhanhing Atma, sabab Atma punika botên sagêt wujut manawi botên sarana wêwadhah, ewadene saking alusing wêwadhah taksih dèrèng katawis bilih Atma sampun sinêngkêr ing bud, amujutakên manusa sajati ingkang sayêktos, ing têmbung Sangskrita Atma budi, ing têmbung Arap Nurrolah. ”( Indah, hlm:75, brs-4) Terjemahan: „Budi menjadi tempat Atma, sebab Atma ini tidak berwujud jika tidak ada tempatnya, Jika sampai halusnya tempat itu tetap saja tidak terlihat jika atma sudah disembunyikan di Budi, mewujudkan manusia sejati yang sebenarnya, dalam bahasa Sangskrita Atma Budi, dalam bahasa Arab, Nurrolah‟
3. Pramana : hati yang suci. Sarana untuk memperoleh pengetahuan. Jika ketiga hal atma, budi dan pramana menjadi satu, memiliki ingatan yang berwujud manusia sejati di jaman sekarang yang abadi. Adanya keadaan tiga hal tersebut disebut juga Tri Murti. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Unsur andhap (keduniawian) terdiri dari empat komponen pembentuknya yaitu: 1. Roh Hewani : ialah roh yang menjaga raga kita. Bila roh hewani keluar dari tubuh maka orang yang bersangkutan akan tidur. Bila kita sedang bermimpi maka Roh Hewani itulah yang menjumpainya. Jadi mimpi itu hasih kerja Roh Hewani yang mengendalikan otak manusia. Ini dibawah pengaruh Roh Ilafi. Jadi kepergian Roh Hewani Kepergian dan kehadirannya diatur oleh roh Idofi. Roh hewani merupakan hawa nafsu terutama nafsu pemalas “luamanah” 2. Gesang : merupakan hidup jiwa kita “hati”, sejatinya kehidupan kita. 3. Roh Rohani : Roh inipun juga dikuasai dan diperintah oleh Roh Ilafi. Alamnya roh ini ada didalam cahaya (nur) kuning diam tak bergerak 4. Badan Wadhag : badan kasar Bagan 3
P-1 Asal Mula Manusia Atma Budi
Luhur (Kelanggengan)
Pramana Roh hewani Gesang Roh Robani
Andhap (Keduniawian)
Badan Wadhag
Dalam bagan 3 menjelaskan tentang asal mula manusia yang tersusun dari unsur yang paling halus ke unsur nyata (wadhag) yang paling kasar. Unsur-unsur pembentuk manusia tersebut berbeda-beda namun secara substansial “ada” commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(being) sebagai satu kesatuan yang tidak merupakan sebuah urutan, namun memiliki fungsi, kategori, dan peran sendiri-sendiri: Penjelasan angka 1, 2 dan 3 merupakan bagian yang atas dari diri manusia.ketiga unsur tersebut merupakan watak budi luhur. Sedangkan empat unsur dibagian bawahnya merupakan watak yang rendah “asor”. Kutipan : “kumpulipun sakawan prakawis wau amujutakên badaning manusa ing donya punika, mila bageyan ingkang kaping kalih kawastanan bageyan andhap, dene amengku rasaning daya murka utawi kenging katêmbungakên kewaning manusa, warninipun manawi Manusa pinisahakên kaliyan Manusa Sajati ingkang manjing ing ngriku, saoncatipun Manusa Sajati, manusanipun lajeng glindhang-glindhung tanpa èngêtan, kados kewan, sabab wawatoning bageyanipun sami kaliyan kewan”(Indah, hlm:76, brs-3) Terjemahan „menyatunya empat macam tadi mewujudkan badan manusia didunia sekarang ini maka bagian kedua disebut bagian bawah yang mengandung rasa perasaan daya murka atau bisa dikatakan hewannya manusia warnanya jika manusia dipisahkan dengan manusia sejati yang menyatu didalamnya.selepasnya manusia sejati, manusia kemudian terombangambing tanpa ingatan seperti hewan sebab dasar kehidupannya seperti hewan‟ b. Piwulang 2 Sifat dan Watak Manusia Manusia mempunyai sifat dan watak yang menjadi ciri manusia tersebut. Manusia mempunyai sifat luhur “baik” serta sifat tidak baik “asor”. Sifat luhur merupakan watak manusia yang baik. Yang baik dilakukan manusia. Sifat tidak baik, merupakan sifat dan watak yang harus dihindari karena akan membawa suatu masalah atau kerugian dalam hidup manusia.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan 4
P- 2 Sifat dan Watak Manusia Deskripsi Budi Pramana Mana Kama Prana Roh Robani Roh Jasmani (badan wadhag “kasar”)
Bagan di atas menjelaskan pengerian masing-masing sifat manusia. Atma adalah Sifat Tuhan dalam bahasa sanskerta Brahman. Sehingga baik manusia maupun hewan akan terpancar sinar atma ini. Atma ini adalah jisim yang telah masuk kedalam rohul kudus. Kutipan : ” atma punika kenging kawastanan soroting Gusti ingkang murbèng jagad, ing tembung Sangskrita kawastanan Brahman, ing têmbung Arab Allah”(Indah, hlm:76, brs-10) Terjemahan : „atma itu bisa disebut sebagai sinar Tuhan yang menguasai dunia, dalam bahasa sangskrita Brahman, dalam bahasa Arab disebut Allah‟ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Budi adalah raganya atma. Jika atma telah mampu masuk kedalam budi maka akan mencapai nurrullah. Atma budi bisa disebut manusia sejati yang belum dewasa “masih kanak-kanak” yang harus penegtahuan. Menjelajah sap tujuh harus berwujud didunia kita ini. Kutipan : ”mênggah budi punika raganipun atma, manawi Atma sampun angrasuk budi, angwontênakên nurrullah.”(Indah, hlm:77, brs-1)
Terjemahan : „adapun budi adalah raganya atma, jika atma sudah merasuk atau memakai budi, mengadakan nurullah‟
Pramana dalam bahasa sanskerta dinamakan mana, bersifat baik. Mana merupakan hati yang suci “roh suci”. Pramana berasal dari atma dan budi. Mana luhur yaitu Pramana sedangkan mana asor yaitu nyawa. Dijelaskan pula tiga hal mengenai mana. Kutipan : ”1. mana sagêt minggah dhatêng asalipun, pramana ngêrdinipun tiyang sajati, sagêt dados sampurna têmahan sagêt dados karamat, sagêt dados dewa, malekat (prana suksma)” (Indah, hlm:83, brs-13)
Terjemahan : „1. Mana dapat naik pada asalnya, pramana artinya manusia sejati, bisa menjadi sempurna kemudian bisa menjadi keramat, bisa menjadi dewa, malaikat (prana suksma)‟ commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Roh suci dalam manusia tersebut dapat kembali keasalnya, asal yang dimaksud yaitu kembali kepada Tuhan. Jika manusia telah mampu kembali keasalnya mampu memanunggal, mana mampu menjadi dewa, atau malaikat. Kutipan : ” 2 mana, namung sagêt anumpaki kapalipun kemawon, têgêsipun manawi tiyang sajati botên sae botên awon, limrah kados tiyang ing dony ingkang kathah-kathah, anglajêngakên lampahipun, dumugi ing akèrat.”(Indah, hlm:83, brs-16)
Terjemahan : „2. Mana hanya bisa naik kendaraannya saja, artinya jika manusia sejati tidak baik dan tidak buruk umum seperti manusia kebanyakan didunia melanjutkan perjalanannya sampai diakhirat‟
Mana hanya mengikuti kodratnya memakai badan kasar “wadhag” dia akan melanjutkan perjalanan hidupnya menuju keakhirat. Kutipan : ”3 mana, sagêt kalaratakên tumpakaninipun, têgêsipun bilih tiyang sajati kêkah anglêstarèkakên lampah awon, ngantos kalêpasakên dening Pramana, anglajêngakên lampah awon wau dumugi sirnanipun”(Indah, hlm:84, brs-1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Terjemahan : „3. Mana bisa terbawa oleh kendaraannya, artinya jika manusia sejati bersikukuh melestarikan jalan yang tidak baik atau laku yang tidak baik, sampai dilepaskan oleh pramana, melanjutkan sifat buruk atau jalan buruk tadi, sampai meninggalnya‟ Artinya jika manusia itu terbawa roh hewaninya, tidak ingin merubah wataknya yang jelek dia akan terlepas dari pramananya sampai melanjutkan sifat buruknya sampai meninggal dunia. Kama merupakan sifat roh hewani. Roh yang asor atau tidak baik. Karena roh hewani ini merupakan sifat nafsu manusia. Kumpulnya mana dan kama dapat dikatakan sebagai lahirnya manusia. Jika seorang itu mati maka kama dan jiwanya akan keluar dari raga. Prana dalam bahasa jawa merupakan suatu kekuatan dalam kehidupan yang dapat ditangkap secara kasat mata. Orang cina menyebutnya ”Chi” sedangkan orang Yunani menyebutnya ”Mana”. Kekuatan kehidupan ini berasala dari matahari, bumi, dan udara. Prana adalah suatu energi yang berada dialam jagat raya ini yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan energi ini tidak dapat dipergunakan begitu saja tanpa pengolahan badan ataupun jiwa yang baik dan teratur, tetapi didalam prakteknya banyak sekali pengolahan yang tidak sesuai yang diinginkan oleh peraturan ataupun proses yang telah ditentukan oleh energi prana itu sendiri dan dalam hal pengolahan ini energi prana lebih mengarah pada olah jiwa yang sangat peka terhadap hal-hal yang bersifat gaib dan tidak pada halhal yang bersifat nyata. Prana terletak dir oh robani yang meliput roh jasmani. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan : “ Prana, ing tembung jawi, gêsang kita. Mênggah Prana wau salêrêsipun sanès gadhahanipun tiyang piyambak, naming nyambut kemawon, salaminipun wontên ing donya anggêsangakên badanipun wadhag, Prana punika daya panggêsangan ingkang sumorot, saking srêngenge, ingkang boten sagêd sirna,..”(SW, hlm 59, brs-4)
Terjemahan „Prana, dalam bahasa jawa, gesang kita. Adapun prana tadi sesungguhnya bukan kepunyaan orang itu sendiri, hanya meminjam saja selama berada didunia menghidupkan badan wadhagnya, prana itu daya kekuatan penghidupan yang bersinar dari matahari yang tidak bisa sirna,....‟
c.
Piwulang 3 Keberadaan Manusia Keberadaan manusia dijelaskan dalam SW berada di alam sap tujuh, alam
sap tujuh ini adalah alam dunia, manusia menempatinya untuk hidup. Bab alam sap tujuh ini dibagi menjadi enam sap atau enam lapis. Posisi alam sap tujuh ini berada didunia yang bersifat kasar. Bagan 5
Sap Tujuh Alam Jasat
BAGIAN ALAM SAP TUJUH
Sap Enam Sap Lima Alam Keinginan Alam Pambudi commit to user
Sap Empat Alam Suksma
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam bagan diterangkan lapisan yang berada dalam kehidupan manusia. SW membaginya dalam empat bagian yaitu sap tujuh sampai empat. Dimana sap tujuh itu merupakan tempat beradanya manusia, sap enam merupakan alam keinginan, pusatnya nafsu-nafsu keinginan dalam diri manusia muncul. Sap lima merupakan alam pambudi dan sap empat yaitu alam suksma merupakan alam kehalusan atau alam dewata. Alam sap tujuh adalah alam jasat, jasat ini merupakan raga manusia yang berada di dunia. Alam jasat, alam yang dapat dilihat alam wadhag “kasar”. Kutipan : ” Mênggah naminipun langit sap pitu wau ing kawruh wedhangga amanut osiking èngêtan, ingkang sagêt mêdal ing satunggal-satunggaling alam, mila donya kita saping alam kaping pitu, kawastanan, Alaming jasat,...” (Indah, hlm:100, brs-3)
Terjemahan : „Adapun namanya langit sap tujuh tadi didalam kawruh wedhangga menurut rasa dan ingatan, yang bisa keluar ditiap-tiap alam, maka dunia kita ini lapisan alam yang ketujuh, dinamakan Alaming jasat,...‟
Bab alam sap enam adalah bab alam keinginan. Sap keenam ini tempat keinginan manusia keluar, keinginan yang ada di alam dunia. Sap yang kelima yaitu sap alam pambudi, serta sap keempat dinamakan alam suksma.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan : ” Sap ingkang kaping gangsal, kawastanan alaming pambudi, sap ingkang kaping sakawan, kawastanan alaming suksma” (Indah, hlm:100, brs-9) Terjemahan „Sap yang kelima disebut alam budi, sap yang keempat disebut alam suksma‟ Alam budi adalah alam pikiran, jadi dalam alam budi ini munculnya pikiran manusia “dunia rasio”, alam suksma maksudnya alam rasa yang sejati “alam jiwa”. Setelah itu deskripsi selanjutnya mengenai alam sap tujuh, alam sap tujuh ini terdiri dari tujuh bagian. Adapun unsur yang ada dialam sap tujuh dijelaskan dalam bagan berikut:
Bagan 6
Jasat
Unsur Alam Sap Tujuh
Swabna
Sunupi
Turiya
Nirwana
Para Nirwana
Maha Para Nirwana
Lapisan alam ketujuh memiliki beberapa unsur yaitu adanya lapisan jasat, swabna, sunupi, turiya, Nirwana, para Nirwana, dan Maha para nirwana. Bagian alam sap tujuh itu tidak mampu dilihat mata. Karena alam tersebut terlalu halus sehingga mata tak mampu melihatnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Kutipan : “1 jasat, kawastanan, ngalam sahir 2 Swabna, kawastanan, ngalam rohkiyah 3 Sunupi, kawastanan, arupaloka alam siriyah 4 Turiya, kawastanan, ngalam wahidiyat 5 Nirwana, kawastanan, alam wahdad 6 Para nirwana, kawastanan alam akadiyat 7 Maha para nirwana, kawastanan alam huluwiyah”(Indah, hlm 100, brs12)
Terjemahan „1 jasat, dinamakan, ngalam sahir 2 Swabna, dinamakan, ngalam rohkiyah 3 Sunupi, dinamakan, arupaloka alam siriyah 4 Turiya, dinamakan ngalam wahidiyat 5 Nirwana, dinamakan, alam wahdad 6 Para nirwana, dinamakan alam akadiyat 7 Maha para nirwana dinamakan alam huluwiyah‟
Alam yang dijelaskan diatas merupakan alam dari kasar ke halus, alam kasar merupakan jasat. Dan alam halus yang paling tinggi tingkatannya adalah maha para nirwana, alam ini bisa dikatakan alam huluwiyah, alam kedewataan.
3.
Unsur Ketiga : Piwulang 4 Alam Dunia Manusia Pada unsur ketiga memiliki satu komponen pembangun yaitu Piwulang empat
tentang alam dunia disekitar manusia. Bab dunia berada dialam sap tujuh, sedangkan dalam bagian sap tujuh ini terdapat alam sahir (dunia) yang berarti sap ketujuh. Dalam P-4 ini bagian alam terdiri alam rokhiyah, alam siriyah, alam nuriyah dan alam lainnya. Dunia ini adalah tempat manusia hidup dan menjalankan semua tugasnya commit to sebagai manusia. Dunia terbagi menjadi duauser unsur yaitu alam siriyah serta alam
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rokhiyah. Masing-masing unsur-unsur tersebut mempunyai komponen yang berbeda-beda. Serta tingkat terakhir yang dijelaskan adalah Surga yang merupakan tempat manusia yang abadi. Bagan 7
P-4 Alam Dunia Manusia Bab dunia
Alam Siriyah
Gol. Satu Rupaloka
Alam rokhiyah
Golongan 1
Gol. Dua Musthikaning Surga
Golongan 2
Golongan 3
SURGA Alam Nuriyah
BAB 6
a.
BAB 5
BAB 4
BAB 3,2,1
Alam Siriyah Alam siriyah adalah bagian dilangit. Dalam bahasa sanskertanya dinamakan
Susupti. Alam siriyah dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan satu rupaloka, dan golongan dua musthikaning raga. Kutipan : “saping langit angka 3 kaperang dados kalih golongan, golongan sapisan pinerang dados tiga bageyan, golongan kakalih ugi pinerang dados kawan bageyan, gunggungipun dados pitung bageyan”(Indah, hlm:116,brs-5). commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan „lapisan atau sap langit yang angka tiga dibagi menjadi dua golongan, golongan pertama dibagi menjadi tiga bagian, golongan yang kedua juga dibagi menjadi empat bagian, jumlahnya menjadi tujuh bagian‟
Golongan pertama dinamakan alam alsiriyah. Golongan musthikaning swarga yang berarti bagian yang paling atas. Merupakan tempat manusia yang telah memiliki kepintaran dan mampu mengendalikan segala nafsunya. Sehingga manusia tersebut mampu berada di golongan kedua ini. Kutipan : “ Golongan kaping 2 inggih punika musthikaning Swarga, ing ngriku panggenanipun para mardi ngèlmi, ingkang pinunjul, inggih punika kang pinasthi ageming ngèlmi para Nabi, Pandhita”(Indah, hlm, 116, brs-9)
Terjemahan „Golongan yang kedua adalah lapisan surga yang paling atas, disitu tempatnya para pencari ilmu, yang terkenal, yaitu yang dipastikan sebagai ilmunya para Nabi, dan Pandhita‟ b. Alam Rokhiyah Alam rokhiyah yang berarti “roh” jiwa sehingga maksudnya yaitu alam jiwa kita. Alam yang berada didalam jiwa kita masing-masing atau alam angan-angan. Alam rokhiyah dibagi menjadi tiga golongan, dan terdiri dari tujuh bagian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
Kutipan : “têrangipun rêracutan ing nginggil, bageyan angka 1,2,3 dados golongan ing angka 1, bageyaning angka 4,5,6 dados golongan angka 2, dene bageyan angka 7 kaanggep dados golongan angka 3”(Indah, hlm 107, brs19) Terjemahan „penjelasan dari penjelasana diatas, bagian angka 1,2,3 merupakan golongan angka 1, bagian angka 4,5,6 menjadi golongan angka 2, sedangkan bagian angka 7 dianggap menjadi golongan angka 3‟
Setiap golongan serta bagian diatas memiliki watak dan sifat masing-masing yang terdapat dalam diri manusia. Golongan pertama merupakan golongan alam rokhiyah yang halus. Golongan kedua disebutkan bahwa merupakan alam rokhiyah kasar, sedangkan golongan yang ketiga lebih kasar yaitu alam rokhiyah yang berada dibumi ini. c. Alam Nuriyah dan Surga Alam nuriyah adalah alam surga. Tempat alam nuriyah ini dinamakan dhewacan. Kutipan : “...ing alam nuriyah wau panggènan dipunwastani dhewacan,..”(Indah, hlm:118,brs-13) Terjemahan „...dialam nuriyah tadi tempatnya dinamakan dhewacan‟ commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengertian Surga ini merupakan alam kelanggengan “alam keabadian”. Alam yang abadi, jika digambarkan adalah alam yang tiada pernah rusak serta tiada batasannya. Semakin sempurna jiwa kita, maka kita mendapat rahmatullah yang semakin besar. Kesempurnaan jiwanya yang masih kurang maka pengertiannya tentang surganya masih rendah. Karena sebenarnya surga tak mampu digambarkan. Kutipan : “ ... sami angraosakên rahmatullah, manut kawujutan kasamurnaning piyambak-piyambak, anggènipun angraosakên rahmating Alah ingatasipun satunggal-satunggaling manusa botên sami, jalaran kasampurnaning kawruh...”(Indah, hlm:118, brs-19)
Terjemahan “...masing-masing
merasakan
rahmat
Tuhan
menurut
terwujudnya
kesempurnaannya masing-masing, didalam merasakan rahmat Tuhan, didalam merasakan rahmat Tuhan, pada tiap satu-satunya manusia tidak sama, karena kesempurnaan ilmu...” Kesimpulan dari analisis struktural pada naskah SW mendapatkan hasil unsur-unsur yang membangun struktur SW. Struktur dalam naskah SW terdiri dari tiga unsur yang membangun. Ketiga unsur tersebut terdiri dari unsur deskripsi awal. Unsur tersebut menjelaskan kedudukan tentang adanya badan dan roh. Unsur awal menjadi unsur pembuka dalam naskah SW. Selanjutnya disebut unsur kepala memberikan pengertian dasar manusia. Unsur kedua menjelaskan commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang piwulang “ajaran” yang terdiri dari tiga piwulang tentang asal mula manusia, sifat dan watak manusia, serta keberadaan manusia. Unsur ini menjadi bagian unsur isi dalam naskah SW. Selanjutnya unsur ini disebut sebagai unsur tubuh. Unsur terakhir yaitu unsur penutup. Unsur ketiga merupakan suatu piwulang “ajaran” yang memberikan pengetahuan tentang alam dunia manusia. Selanjutnya unsur yang terakhir ini disebut unsur kaki. Pembongkar bentuk bangun naskah SW
dalam penelitian ini dengan
pengandaian rumah yang merupakan sebuah objek yang diam, telah dapat diuraikan komponen dan unsur pembangunnya. Namun setelah melihat fakta bahwa SW
itu hidup karena ada yang menghidupkan (mengamalkan) yaitu
manusia, penulis lebih cenderung menggambarkan struktur naskah SW sebagai organ tubuh manusia yang terdiri dari unsur kepala (head) terdiri dari wajah dan otak dsb, tubuh (body) terdiri dari hati, jantung, paru-paru dsb, dan kaki (foot). Head merupakan unsur awal yang terdiri dari deskripsi unsur manusia yang terdiri roh dan badan, Body
merupakan penjelasan tentang ajaran serta asal
muasal manusia, sedangkan Foot adalah akhir dari penjelasan isi naskah SW yang menjelaskan tentang alam dunia manusia. Struktur merupakan bentuk umum, unsur merupakan bagian yang membangun struktur, dan komponen merupakan bagian yang membangun unsur. Sehingga struktur, unsur serta komponen merupakan suatu satu kesatuan yang saling berkaitan dan berhubungan. Jadi, penulis merumuskan naskah SW atau bagan struktur pembangun bentuk naskah SW seperti bagan organ tubuh manusia. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pola stuktur piwulang pembangun naskah SW : Struktur naskah SW : Unsur; Kepala
Komponen
---------------------------------------
(1) Deskripsi roh dan badan
-------------------Tubuh ----------------------------------------------------------
(2) Piwulang Bakal Manusia (3) Piwulang Sifat dan Watak Manusia (4) Piwulang Keberadaan Manusia
Kaki ---------------------------------------
(5) Piwulang Alam Dunia Manusia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
B. Analisis Semiotika C.S. Peirce dalam Naskah SW Bagian ini memaparkan hasil analisis terhadap naskah SW berdasarkan konsepsi semiotika Peirce. Peirce beranggapan bahwa sebuah benda memiliki tiga elemen utama yaitu, tanda, objek dan interpretan (dalam Sobur, 2006) Sebagaimana terdapat dalam batasan masalah, penelitian ini membatasi diri dengan hanya melihat naskah SW sebagai objek penelitian. Makna naskah SW sebagai “objek” menurut konsep semiotika Peirce terdiri atas Ikon, Indeks, dan Simbol. Ikon adalah tanda yang dicirikan oleh persamaannya (resembles) dengan objek yang digambarkan (dalam Budiman, 2005). Sebuah foto bayi merupakan penanda dari konsep mengenai sosok bayi yang sesungguhnya (petanda), serta ikon dapat diamati dengan melihatnya. Berbeda dengan Ikon, sebuah Indeks memiliki hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya dihubungkan. Memiliki hubungan eksisitensialnya langsung dengan objeknya Seperti contoh runtuhnya rumahrumah adalah indeks dari gempa. Gempa yang menyebabkan runtuhnya rumah rumah tersebut. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Makna dari suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan bersama, atau diterima oleh umum sebagai suatu kebenaran. Lampu lalu lintas adalah simbol, warna merah berhenti, hijau berarti jalan. Selanjutnya penelitian ini memfokuskan diri pada elemen utama pembentuk manusia sempurna sebagaimana ada di dalam naskah SW. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
Penjabaran objek di dalam naskah SW yang meliputi ikon, indeks dan simbol secara berurut-urut akan dijabarkan sebagai berikut. 1. Analisis Ikon dalam Naskah SW Penjelasan Peirce (1931) mengenai Ikon dalam konsep relasi makna tampaknya memerlukan pemahaman ekstra. Konsep Ikon dalam teori semiotika Peirce mengarah kepada objek kasat mata yang dicirikan oleh persamaannya. Posisi antara penanda dan petanda adalah linier . Penanda adalah objek kasat mata (ikon) sedangkan petanda adalah makna atau konsep yang ditandakan (disebut petanda). Jadi, Ikon boleh jadi disebut sebagai tanda dari fisik . Berdasarkan pernyatan di atas, Ikon dalam naskah SW menurut teori Peirce adalah: 1. Badan wadhag “kasar” yang merupakan wujud fisik manusia 2. Jasad cuwer “cair” 3. Jasad atos “keras” 4. Jasad kumukus “udara” a. Ikon 1 : Badan wadhag ’kasar’ Badan wadhag ’kasar‟ digambarkan dalam naskah SW sebagai wujud bentuk manusia yang terindra. Bentuk manusia yang terdiri dari kepala, badan, tangan, dan kaki. Bagian-bagian tersebut yang menggambarkan fisik manusia yang sering disebut dengan badan kasar. Badan kasar dapat diraba, mengalami pertumbuhan, dan dapat menjadi rusak. Badan wadhag dimiliki manusia sepanjang hidupnya. Jika manusia sudah mati (meninggalkan dunia) maka badan wadhag menjadi rusak. Namun demikian, badan wadhag memiliki fungsi yang commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangat penting sebagai tempat bersemayam roh, nyawa yang memberikan daya hidup kepada badan wadhag untuk hidup dan berkekuatan hidup. Berikut cuplikan penjelasan di dalam naskah SW sebagai berikut. Kutipan : “Ingkang kawastanan badan kasar inggih badanipun tiyang ingkang katingal punika, ing basa sangskrita kawastanan (anamaya kosa (sêtulasasira) ing basa Arab, roh jasmani : kanggènipun badan kasar punika namung wontên ing donya ke mawon, manawi tiyang pêjah, badan wahu katilar, sarèhning sadaya tiyang sampun kulina dhatêng badan wahu,...” (Indah, hlm: 56, brs-16) Terjemahan: „yang dinamakan badan kasar adalah badan yang kasat mata, dalam bahasa Sangskrita dinamakan (anamayakosa(setulasasira), dalam bahasa Arab disebut roh jasmani: adanya badan jasmani kasar itu hanya waktu manusia hidup didunia saja, jika manusia meninggal, badan jasmani ditinggalkan, berhubung semua manusia sudah mengetahui badan jasmani tersebut...‟ b. Ikon 2 : Jasad cuwer “cair” SW menjelaskan juga bahwa badan manusia terdiri dari unsur jasad cair “cuwer”, jasad keras “atos‟, dan jasad udara “kumukus”. Jasad tersebut yang membentuk kehidupan manusia. Naskah SW menjelaskan bahwa manusia hidup terdiri dari dua hal yaitu badan dan roh, badan yang membentuk diri manusia memiliki beberapa unsur jasad yang membangun bentuk fisik badan tersebut. Ketiga jasad tersebut yang mengisi bagian dalam diri manusia. Jasad cair “cuwer” adalah bagian yang membangun badan manusia. Jasad tersebut merupakan bagian tubuh manusia yang berupa zat cair biasanya jasad cair berupa darah dan zat air yang berada didalam tubuh manusia. Darah merupakan cairan yang selalu ada dalam tubuh mahkluk hidup kecuali tumbuhan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Darah memiliki fungsi yang mengirimkan zat-zat serta oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh manusia. Tidak hanya darah yang sebagai zat cair dalam tubuh manusia namun juga terdapat air yang merupakan zat senyawa yang penting untuk tubuh manusia. Serta air juga bermanfaat untuk kehidupan manusia dan kelangsungan hidup manusia. Sehingga kedua unsur tersebut sangat dibutuhkan badan manusia yang penting untuk kehidupan manusia. Adapun kutipan yang menjelaskan tentang keberadaan ketiga jasad tersebut adalah sebagai berikut. Kutipan : “Parincèning dad ingkang minongka tapêlipun adêging ngagêsang ingkang kangge tigang prakawis, sapisan jasat ingkang atos, kaping kalih jasat cuwèr, kaping tiga jasat kumukus, utawi awujud amun-amun”(Indah, hlm:57, brs-3) Terjemahan: „Perincian dad yang berfungsi sebagai pembungkus keberadaan hidup yang berguna ada tiga macam satu jasad yang keras, dua jasad yang cair, tiga jasat menguap atau yang berwujud udara yang mengandung uap panas‟ c. Ikon 3: Jasad atos “keras” Jasad yang kedua yang membangun tubuh manusia yaitu jasad atos “keras”. Jasad keras yang memiliki pengertian jasad yang bersifat keras. Keras tersebut jika dipahami yaitu berupa tulang dan daging yang membentuk badan manusia. Tulang merupakan suatu bentuk kerangka tubuh manusia yang bersifat keras. Tulang merupakan kerangka badan manusia sebagai penopang tubuh commit to user manusia. Jika manusia tanpa tulang mampu dibayangkan bahwa manusia tidak
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan mampu bergerak. Tulang terbentuk mulai dari
manusia berada
dikandungan dan secara terus menerus tulang tersebut tumbuh didalam tubuh manusia. Dan disaat raga manusia mati tulang yang masih tersisa, karena sifat tulang yang keras sehingga tidak mudah hancur. Susunan badan selain tulang, jasad kasar juga terdapat daging. Daging inilah yang membungkus tulang manusia. Daging bersifat keras namun lunak. Daging ini dibungkus dengan kulit. Kulit yang nampak dari luar tubuh manusia. Oleh karena itu daging juga dapat dikatakan sebagai jasad keras. d. Ikon 4: Jasad kumukus “udara” Kumukus dalam bahasa Indonesia berarti udara atau gas. Dalam diri manusia terdiri dari nafas yaitu udara yang dihirup manusia setiap harinya. Udara merujuk kepada gas yang ada dipermukaan bumi. Pada prinsipnya manusia membutuhkan udara untuk bernafas. Manusia mendapatkan udara dengan cara pernafasan. Fungsi udara dalam diri manusia sebagai pertukaran zat di dalam tubuh. Udara juga sebagai pengontrol tubuh dari dalam melalui udara yang dihirupnya, dan dari luar melalui angin sepoi-sepoi yang bersentuhan dengannya. Jadi, tubuh manusia mengkonsumsi udara secara lahir dan batin. Udara tidak dapat dilihat, namun udara jika telah menjadi angin yang bertiup manusia dapat merasakan keberadaan udara. Udara terdiri dari susunan banyak gas. Udara sangat dibutuhkan manusia untuk bernafas dan melangsungkan kehidupannya. Jika manusia tidak bernafas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
dalam satu menit saja, maka yang terjadi manusia akan mati. Udara hanya mampu dirasakan. Menurut konsep ikon dalam semiotika Peirce, ikon yang terdapat dalam naskah SW empat ikon. Karena ikon adalah suatu gambaran yang dapat dilihat, jelas maksudnya serta memahami maknanya juga jelas. Naskah SW dalam menjelaskan manusia yang sempurna tidak dengan gambaran yang jelas. Sehingga dengan hal tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam nakah SW penelitia ini hanya menemukan ikon dengan jumlah yang sedikit. Jumlah ikon yang ditemukan dalam penelitian ini hanya sebanyak empat macam ikon. Karena Ikon adalah hal yang dapat dipahami dengan proses pengamatan. Sehingga penulis mampu menyimpulkan bahwa ikon dalam naskah SW berupa badan kasar, jasad cair, jasad keras serta jasad udara. Ikon tersebut yang membentuk fisik manusia. Badan kasar “wadhag” yaitu sesuatu yang dapat ditangkap jelas dengan mata. Sehingga mudah dipahami makna yang tertangkap dengan indera tersebut. Gambaran yang terlihat dapat dimaknai bahwa badan kasar adalah bentuk fisik manusia yang nampak. Bentuk fisik manusia yang terdiri dari bagian kepala, badan, tangan, kaki, dan lain sebagainya. Badan kasar manusia terbentuk dari tiga hal yaitu adanya jasad cair, jasad kasar dan jasad udara. Jasad cair “cuwer” merupakan jasad berbentuk cair dan terdapat dalam tubuh manusia, pemahaman penulis maksud dari jasad cair ini adalah adanya darah dan zat air yang terdapat dalam tubuh manusia. Lalu pemahaman ini yang disebut oleh petanda. Sehingga jasad cuwer merupakan ikon dari zat-zat cair dalam tubuh commit manusia. to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Badan kasar juga terbentuk karena adanya jasad keras “atos” ialah jasad yang merupakan raga manusia, dan yang dikatakan keras adalah bagian raga manusia yang bersifat keras. Sebagai contoh tulang dan daging. Jasad yang dapat dilihat dengan mata. Sebagai ikonnya merupakan bentuk wujud tulang dan daging. Jasad udara “kumukus”, pemahaman tentang udara yaitu udara yang dihirup manusia untuk tetap bertahan hidup. Udara bersifat gas. 2. Analisis Indeks dalam Naskah SW Indeks yang merupakan suatu hubungan yang bersifat kausalitas. Seperti yang sudah dijelaskan dalam pengantar diatas. Maka dalam penjelasan berikut akan diterangkan secara berurutan yang termasuk indeks dalam naskah SW adalah sebagai berikut: Jasmani yang dipakai manusia hidup didunia, hanya bersifat sementara pada saat didunia. Jika badan wadhag ”jasad” ini terlihat tua, maka jasad akan seperti rapuh dan lemah. Raga tersebut lama-lama akan hancur dan mati. Raga tadi akan ditinggal manusia sejatinya. Hal ini dikarenakan raga yang telah tua sudah tidak dapat lagi melakukan sesuatu pekerjaan karena manusia sejatinya mencari badan baru ”lahir kembali”. Kutipan : “awit raga wau amung kangge sawatawis mangsa kalanipun wontên ing donya, ananging samangsa raga wau sampun katingal sêpuh utawi risak, lajêng katilar dening manusanipun ingkang Sajati, pêrlu ngupados badan inggal”.(Indah, hlm:55, brs-4) commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan ‟Karena jasmani tadi hanya berguna sesaat saja pada waktu hidup didunia, tetapi pada saat jasmani atau raga tadi sudah kelihatan tua atau rusak terus ditinggal oleh manusianya yang sejati, perlu mencari badan baru‟ Roh yang keluar dari badan akan merasa nyaman. Karena bagi roh yang hidup diluar badan seperti terbebas dari penjara. Roh tersebut merasa lebih utama hidupnya di luar badan. Karena roh yang keluar dari badan sebenarnya roh akan merasa terbebas. Kutipan : “...roh mêdal saking raga, upami pêksi mêsad saking sangkêranipun, ing ngriku sawêg rumaos tiyang punika sagêt gêsang sajawining badan, punapa dene lajêng sumêrêp manawi raga punika dede tiyangipun sajati, malah angraosakên langkung utami gesang tanpa raga, sabab manawi ngangge raga (badaning manunsa) prasasat kinunjara”(Indah, hlm:55,brs-13) Terjemahan : „Roh keluar dari badan jasmani seandainya burung terbang dari sangkarnya, disitu baru akan merasa manusia itu bisa hidup diluar badan jasmani kemudian dapat melihat kalau raga atau jasmani itu bukan manusianya yang sejati, bahkan merasakan lebih baik hidup tanpa raga, sebab jika memakai raga atau jasmani seakan-akan dipenjara.”
Manusia sejati yang keluar dari badan dan menggunakan badan roh rohaninya maka manusia tersebut mengalami yang namanya tidur. Tetapi jika roh rohaninya itu belum sempurna, maka belum sempurna pula apa yang dikerjakan roh rohani diluar badan. Manusia tidur karena roh rohaninya sedangkan mengerjakan suatu hal diluar badan. Hasil dari roh tersebut keluar dari raga maka manusia yang tidur tersebut dalam tidurnya sedang bermimpi. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan : “manawi kita pinuju tilêm, punika tiyangipun sajati mêdal saking badan angangge badan roh rohani, ananging rèhning roh rohaninipun dèrèng sampurna, dados dèrèng sagêt sumêrêp utawi cêtha punapa ingkang dipunlampahi sasampunipun mêdal saking jasmani, lajêng dipunwastani tilêm, yèn roh rohani anglampahi punapa-punapa wonten salebeting perangan jagat ing sainggiling donya punika satanginipun saking tilêm lajêng amastani supêna”(Indah,hlm: 57, brs-10) Terjemahan : ‟Jika kita sedang tidur itu manusia yang sejati keluar dari badan memakai badan roh rohani, tetapi karena roh rohaninya belum sempurna jadi belum bisa melihat atau jelas apa yang akan dijalani sesudahnya keluar dari jasmani, selanjutnya disebut tidur, jika roh rohani menjalankan apa-apa didalam bagian dunia diatas dunia ini sebangunnya dari tidur lalu menyebut mimpi‟
Roh robani ini menyatu dengan roh jasmani. Jika manusia mati maka Roh robani ini jika keluar dari raga jasmani manusia, maka raga manusia tersebut akan rusak dan hancur dengan kata lain jika raga telah hancur maka manusia itu telah mati. Sehingga roh robani juga berperan penting dalam hidup manusia. Dan hancurnya raga dikarenakan roh robani yang keluar dari raga. Kutipan : “roh robani punika minangka ancuring tapêlipun jasmani, sabab manawi roh robani mêdal, tamtu jasmani lajêng ambur mawur, mila manawi kita pêjah inggih punika Manungsa sajati, mêdal saking badan jasmani, ingkang lantaran ngangge badan roh robani, jasmaninipun lajêng bosok utawi risak, amargi ancuripun sampun oncat saking Jasmani”(Indah, hlm:58,brs-11) Terjemahan : „Roh robani itu sebagai perekat pembalutnya jasmani, sebab jika roh robani keluar, tentu jasmani akan hancur, maka jika kita meninggal yaitu manusia sejati keluar dari badan jasmani yang sebagai perantara memakai badan roh robani, jasmaninya terus busuk atau rusak. Karena perekatnya sudah keluar dari jasmani‟ commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keluarnya roh rohani dari badan wadhag menjadikan manusia tersebut mati di alam dunia, karena roh sejatinya telah keluar dari raga “badan” manusia dan menyatu dengan roh rohani, lalu badan roh rohani tersebut menitis ”lahir kembali” kembali didunia. Karena roh rohani keluar dari diri manusia maka manusia tersebut akan mati. Kutipan : “…dene oncating badan roh rokani saking badan wadhag andadosakên pêjah ing tiyang utawi tilêm, inggih punika ingkang dipunwastani pêjah ing ngalam donya, sabab tiyangipun sajati sampun anilar badanipun wadhag ngrasuk badan roh rokani, ewadene badan roh rokani wau tansah rinasuk dhateng Manusa sajati badhe kangge anitis.”(Indah, hlm:59,brs-14). Terjemahan „maka keluarnya badan roh rohani dari jasmani membuat mati bagi manusia atau tidur, yaitu yang disebut mati dialam dunia, sebab manusia sejatinya sudah meninggalkan badan wadhag memakai badan roh rohani, adapun badan roh rohani tadi selalu dipakai oleh manusia sejati untuk akan menitis‟
Roh rohani manusia sudah mampu menggambarkan badannya manusia, hal
tersebut
menjadikan
manusia
didekati
kemuliaan
serta
memiliki
kepengetahuan tinggi. Serta mampu lebih bijaksana dalam bersikap. Manusia yang lebih bijaksana maka roh rohaninya lebih sempurna. Mempengaruhi badan jasmani pula lebih sempurna dan lengkap sedangkan cahaya bening seperti aura. Roh rohani yang telah mampu menjadi sempurna menandakan bahwa manusianya telah mampu menjadi bijaksana dalam bertindak. Kutipan : “…manawi roh rokaninipun tiyang ingkang sampurna, sampun kontha badaning manusa, punika anandhakakên bilih sampun rinakêtan ing kamulyan, kagunan utawi kabudayan, kawasa wicaksana dhatêng saliring to user kang sinêja, sabab roh rokanicommit wau mratandhani manawi tiyang langkung
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wicaksana, roh rokaninipun inggih mindhak sampurna jangkêp wijanging sarira, tur cahyanipun wêning gumilang maya – maya.”(Indah, hlm: 62, brs9) Terjemahan : „Jika roh rohaninya orang yang sempurna sudah membentuk badan manusia, itu menandakan jika sudah didekati oleh kemulyaan, pengetahuan atau kebudayaan, mampu bersifat bijaksana terhadap segala sesuatu yang dituju sebab roh rohani tadi pertanda jika orang lebih bijaksana, roh rohaninya juga tambah sempurna lengkap bagian-bagian badan, lagipula cahayanya jernih bening gemilang samar-samar.‟
Seorang manusia yang sudah memiliki kelebihan kepintaran dalam ilmu kesempurnaan sejati sudah mampu berkelana dialam semesta sesuai keinginan walaupun itu mustahil, akan mati didalamnya hidup dan mampu bertunggal di alam yang halus. Maka budi manusia tersebut sudah lebih baik. Sehingga hubungannya adalah manusia yang lebih pintar akan lebih mampu menjadi manusia yang unggul. Kutipan : “pramila tiyang ingkang saget ngangge rohipun rokani, tamtu kemawon kaconggahan don, nglangut ing sakajêng – kajêng, sanajan têbih atanpa wangenan saget dhateng sanalika, inggih punika tiyang ingkang sampun pinunjul ing budi sampurna ing kawruh sajati, sagêt pêjah salêbêting gêsang, manjing ajur ajèr, manuksma ing agal alus, sagêt ngupados kawignyan ingkang pinunjul sajatining badan wadhag.”(Indah, hlm:64,brs-8) Terjemahan „Maka orang yang bisa menggunakan rohnya rohani, tentu saja mampu berjalan, jauh yang sesuai dengan kemauannya, meskipun jauh tanpa batas bisa datang seketika yaitu orang yang sudah lebih dan berbudi sempurna terhadap ilmu sejati bisa mati didalam hidup, masuk menyatu menitis dan bertunggal dialam kasar dan halus, bisa mencari kepandaian yang lebih sejatinya badan jasmani‟ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
Roh rahmani akan muncul jika manusia tersebut memiliki suatu daya cipta atau daya tangkapnya angan-angan manusia itu lebih cerdas, jika manusia tersebut memiliki angan-angan yang tinggi dan berpikir terus menerus maka roh rahmaninya akan terus bertambah dan roh rahmaninya lebih baik. Namun sebaliknya jika manusia tersebut tidak kemauan apa-apa dan tidak mempunyai angan-angan roh rahmani tersebut menjadi kecil dan tidak berfungsi bahkan roh rahmani tidak akan nampak dan tidak berbentuk. Kutipan : “Roh rahmani punika inggih badan ugi, kados dening sanèsipun, manawi panggrahitaning tiyang langkung wantêr utawi majêng roh rahmaninipun inggih mindhak agêng sarta prayogi, dene manawi tiyangipun takih bodho, dèrèng gadhah kasagêdan punapa – punapa, roh rahmaninipun saèstu kalangkung alit, mèh botên katingal, punapa dene manawi pisah saking badan sanès kapetang tanpa wangun…”.(Indah, hlm: 65, brs-9) Terjemahan : „roh rahmani itu juga badan, seperti yang lain, jika daya cipta manusia lebih tajam roh rahmaninya juga bertambah besar dan baik, tetapi jika orangnya masih bodoh belum punya kemampuan apa-apa roh rahmaninya tentu lebih kecil, hamper tidak kelihatan, dan jika pisah dari badan yang lain terhitung tanpa bentuk…‟ Sifat kasar halusnya roh rahmani tergantung bagaimana hati manusia. Jika hati manusia memikirkan sesuatu maka roh rahmaninya pun akan menjadi sifat halus, tetapi jika hati dan pikirannya hanya memikirkan hal-hal yang kurang baik maka roh rahmaninya menjadi kasar. Oleh karena itu jika manusia sudah mampu mengendalikan roh rahmani, yang artinya roh rahmani sudah tidak mau memikirkan hal yang tidak baik, maka roh rahmani akan lebih baik dan selalu memikirkan atau mempunyai angan-angan commit toyang userbaik pula.
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan : “manawi manahipun resik, roh rahmaninipun inggih bening, manawi manah bangsa awon, roh rahmaninipun inggih dados kasar”(Indah,hlm:67,brs-15) Terjemahan „Jika hatinya bersih, roh rahmaninya pun juga jernih, jika hatinya serba buruk, roh rahmaninya juga menjadi kasar‟ Kutipan : “…manawi sampun lantih tuwin kulina dhateng manah sae andadosaken santosaning roh rahmani, saya lami sansaya boten purun rembag awon, roh rahmani
ingkang
sampun
santosa
lajeng
anggendeng
sawarnining
panggraita ingkang utami,…”(Indah,hlm:68,brs-8) Terjemahan ‟jika sudah terbiasa terhadap hati yang baik mengakibatkan sentosanya roh rahmani semakin lama semakin tidak mau menerima pembicaraan yang buruk, roh rahmani yang sudah kuat terus menarik segala pikiran yang utama…‟ Dinamakan roh rohani karena badan roh rohani ini yang akan digunakan manusia pada masa nanti di surga. Sehingga sifat roh rohani ini langgeng tidak dapat sirna. Sikap baik buruk manusia yang telah dilakukan akan dijadikan satu di badan roh rohani menjadi kekuatan badan manusia ini. Jika yang dilakukan manusia tersebut perbuatan yang baik, maka roh rohaninya akan menjadi lebih baik pula. Oleh karena itu perbuatan manusia didunia sangat berpengaruh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
dengan roh rohani di masa nanti. Terdapatnya hubungan antara sikap dan roh rohani dalam penjelasan tersebut. Kutipan : “…roh nurani inggih agesang salêbêting pêjah, kawastanan makatên sabab badan angka gangsal wau kangge badanipun tiyang sajati ing jaman samangke wontên ing swarga lapisan ingkang inggil piyambak, mila naming badan ingkang angka gangsal punika ingkang boten sirna, langgeng salaminipun, wiwitan wontening manungsa…”(Indah, hlm: 69,brs-16) Terjemahan : „Roh nurani juga hidup didalam mati, dikatakan demikian karena badan nomer lima tadi bagi badannya manusia sejati di jaman sekarang berada disurga dilapisan yang paling atas, maka hanya badan angka lima itu yang tidak bisa sirna, abadi selamanya, mulai adanya manusia…‟
Raga manusia yang masih bodoh tanpa pengetahuan apapun badan tadi hanya terlihat warna cahaya yang kurang jelas, serta keadaan roh nurani hanya sebagai tempat saja, tidak memiliki fungsi apapun. Namun sebaliknya, raga manusia yang telah pintar roh nuraninya Nampak bercahaya cerah. Dapat disimpulkan bahwa baik buruk sifat manusia akan membawa pengaruh warna cahaya roh nurani. Kutipan : “Manawi tiyangipun bodho tanpa kawruh, badan wau namung wujud kados dene ulês, kumêndha namung cêkap kangge wadhahing roh kemawon, dene manawi tiyangipun sugih kagunan, warnining badan wau gilang – gumilang mawa cahya angnêlahi tur dados agêng jangkêp wiwijanganing sarira, badan, angka gangsal punika mèh saèmpêr kados roh rahmani,”(Indah,hlm:70,brs-12) Terjemahan „Jika manusia bodoh tanpa pengetahuan, badannya tadi hanya berwujud seperti kain kafan hanya berguna cukup tempatnya roh saja, adapun jika commituntuk to user orangnya kaya ilmu warnanya badan tadi berkilauan mengandung cahaya yang
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
menyilaukan, dan lagi menjadi besar melekat bagian-bagiannya badan angka lima itu hampir seperti roh rahmani‟ Naskah SW menjelaskan bahwa manusia tidak hanya memiliki satu badan saja. Manusia memiliki badan lebih dari satu, jika manusia mampu mengendalikan salah satu diantara badan tadi maka manusia tersebut seharusnya memiliki kepintaran untuk mencapai kesempurnaan. Sehingga semakin pintar manusia tersebut dalam mengendallikan sifat maupun nafsu didunia maka semakin tinggi pula tingkat ilmu yang dimiliki. Kutipan : “ Manawi manusa sajati, sagêt ngangge utawi ngêrèh satunggaling badan ingkang dipunangge (37) inggih lajêng sagêd anyumêrêpi sadaya ingkang wontên ing lapis donya igkang nunggil jasat kaliyan badanipun, mila kêdah pêrlu kita sumêrêp, bilih kita punika gadhah badan langkung saking satunggal, sarta wajib amarsudi sagêdipun ngangge badan sadaya wau sapikajênganipun.”(Indah,hlm: 73,brs-8) Terjemahan „Jika manusia sejati bisa memakai atau memerintah salah satu badan yang dipakai juga langsung bisa mengetahui semua yang berada dilapisan dunia yang menyatu jasat dan badannya maka harus perlu kita ketahui jika kita ini mempunyai badan lebih dari satu serta wajib melatih suapaya bisa memakai semua badan tadi sekehendaknya‟
Manusia yang menginginkan dirinya sebagai manusia yang pintar ataupun untuk menjadi manusia lebih dapat mengendalikan semua rencana badan-badan tadi, maka manusia yang pandai seharusnya lebih sabar dan telaten “rajin” serta sungguh dalam mempelajari cara mengendalikan badan-badan tadi. Proses terjadinya manusia tercipta didunia ini adalah nyawa yang masuk kedalam roh kewani manusia, namun roh kewani masuk kedalam badan roh to user rohani menjadikan jiwa manusia, commit sedangkan yang membentuk badan jabang bayi
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
adalah roh jasmani. Roh jasmani ini diperoleh dari hasil benih antara perempuan dengan lelaki. Namun sebelum terbentuknya jabang bayi ini mendapatkan roh robani dari para dewa yang memerintahnya hidup didunia. Antara roh hewani, roh rohani, roh jasmani, serta roh robani merupakan suatu hubungan sebab akibat kausalitas. Hubungan sebab akibat tersebut mengahsilkan proses terbentuknya manusia. Kutipan : “ Mênggah nyawa punika ingkang nglampahi nitis ing donya lajêng manjing ing kewanipun manusa, roh kewani utawi kama ingkang angrasuk roh rokani, amujutakên jiwaning manusa, ingkang anitis ing garbanipun jabang bayi, inggih punika roh jasmani ingkang tuwuh saking pamoring wijinipun tiyang jalêr tuwin tiyang èstri, ananging sadèrèngipun mana asor manjing ing badanipun jabang bayi angsal badan Roh Robani, saking para hapsara, (46) sarta ingkang manakdirakên lampahipun ing donya punika.”(Indah,hlm:78,brs-5) Terjemahan : „Adapun nyawa itu yang menjalani menitis didunia terus menyatu pada nafsu hewani manusia roh hewani atau kama yang menggunakan roh rohani mewujudkan jiwa manusia yang menitis pada badannya bayi, yaitu roh jasmani yang tumbuh dari pamornya benih manusia laki-laki atau orang wanita tetapi sebelumnya kama masuk di badannya bayi mendapatkan badan roh robani, dari para bidadari serta yang menakdirkan berjalannya hidup didunia ini‟
Manusia yang telah mampu mengendalikan sikap dan perbuatannya, lalu dari perbuatan itu muncullah niat-niat yang baik. Jika pramana juga telah mampu mengendalikan sifatnya kearah yang baik dapat mencegah keinginan murkanya, maka akhirnya pramana yang merupakan cahaya Tuhan ini akan lebih baik dan menjadi sempurna jika kita lebih mendengarkan kata hati diri sendiri yang baik. Sehingga manusia yang lebih mendengarkan hati nurani dan commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mampu mengendalikan sikap-sikap buruknya maka Pramana yang merupakan cahaya Tuhan dalam diri manusia akan semakin baik. Kutipan : “Manawi tiyang sagêt angêrèh tumapakanipun, lajêng mêdal manahipun ingkang sae, kadosta, wêlasan dhatêng sasami, loma, rêmên tutulung, botên melik dhatêng barangipun tiyang sanès, sapanunggilanipun, manawi sang Pramana sagêd angêrèh tumpakanipun, inggih punika suminggah dhatêng daya murka, inggih lajêng manut pikajêngipun sang Pramana, dangu – dangu dados sae, sampurna, bilih kita purun amirêngakên dhatêng osiking manah kita, inggih punika wangsitipun sang pramana,”(Indah,hlm: 81,brs-5) Terjemahan : „Jika manusia bisa memerintah tindakannya, terus keluar hatinya yang baik, seperti cinta kasih terhadap sesama, dermawan, suka menolong, tidak ingin memiliki barang orang lain, dan sebagainya, jika sang Pramana dapat memerintah tindakannya yaitu menghindar dari keserakahan juga terus menurut sekehendak Sang Pramana lama kelamaan menjadi baik sempurna jika kita mau mendengarkan dari kata hati kita, yaitu ilham sang Pramana‟
Jika pramana telah menjalankan perbuatan yang baik maka pramana tersebut telah mampu menjadi sempurna, pramana telah mampu masuk kedalam garbanya manusia. Manusia tersebut akan terlihat berbeda dengan yang lain. Dan hal tersebut menandakan manusia telah menjadi seorang yang sempurna. Karena memiliki kelebihan seperti para nabi atau wali. Kutipan : “manawi tumpakanipun sang Pramana saget sampurna, Pramana lajeng saget manjing ing garbaning manusa piyambak, tiyangipun lajeng katingal sanes kaliyan sesamenipun, kasagetanipun anglakungi, manahipun sae, amarsudi tetulung dhateng sesaminipun, gadhah kalangkungan, tiyang ingkang mekaten wau lajeng dipunanggep tiyang kathah, kasebut ing nama Auliya, karamat utawi Nabi,wali”(Indah,hlm:81,brs-14)
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan : „Jika titihan sang Pramana bisa sempurna, pramana terus bisa masuk menyatu di dalam badan jasmaninya manusia sendiri orangnya terus kelihatan berbeda dengan manusia sesamanya, kemampuannya melebihi, hatinya baik, selalu berusaha menolong kepada sesamanya, mempunyai kelebihan orang yang demikian tadi terus dianggap oleh orang banyak disebut sebagai Auliya (suci), keramat atau nabi atau wali‟
Jika sifat pramana dalam diri manusia lemah, maka pramana akan bingung. Karena manusia melakukan suatu tindakan atau perbuatan yang salah. Tidak mau melakukan perbuatan yang baik. Maka diri manusia akan lepas dari sifat pramana dan itu merupakan kerugian yang sangat besar dalam diri manusia. Karena Pramana dikendalikan oleh nafsu kewani, yaitu orang itu akan selalu mempunyai watak yang buruk. Tidak mau berjalan di jalan yang baik. Sehingga sifat pramana dalam diri manusia hendaknya selalu mempelajari tindakan kebaikan. Antara pramana dengan manusia memiliki hubungan yang sangat erat, karena kepintaran pramana tergantung manusia bagaiman mengendalikan nafsu hewannya atau kendaraannya. Kutipan : “Bilih pramana kasasarakên ing tumpakanipun, inggih punika tiyangipun ing donya lêstantun anglampahi awon kemawon, botên purun lampah sae, amêsthi tumpakanipun wau têmahan kalêpasakên ing Sang Pramana,”(Indah, hlm:82,brs-16).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
Terjemahan “Jika pramana dijerumuskan dikendaraannya yaitu orangnya di dunia lestari menjalankan keburukkan saja tidak mau berjalan di jalan yang baik, pasti kendaraanya tadi mengalami dilepaskan oleh sang pramana…” Diri manusia terdapat dua watak yaitu Pramana “baik” dan Kama “buruk”. Sehingga manusia hidup didunia seharusnya dapat menyeimbangkan antara pikiran maupun tindakan baik dan buruk, untuk menyempurnakan hidupnya terlebih untuk menyempurnakan sifat Pramana di dalam diri manusia. Jika telah sempurna ilmunya, maka manusia tersebut juga mampu memisahkan mana tindakan yang baik dan tindakan yang buruk. Sehingga menemukan hubungan sebab dan akibat kausalitas jika manusia melakukan tindakan yang baik, maka manusianya akan menjadi lebih baik pula. Kutipan : “ Punika yuda brantanipun Pramana kaliyan kama, tumpakanipun ing ngalam donya, inggih punika pêrlunipun tiyang agêsang ing donya, pramila tiyang kêdah angatos – atos anggènipun anglampahi awon sae, supados sagêta amilih lampah ingkang adamêl sampurnaning Pramana, mila piwulangipun para Tapa, para Pandhita, inggih punika tiyang ingkang sampun sampurna tuwin karamat, sampun ngantos kita anglampahi awon.”(Indah,hlm:83,brs-3) Terjemahan : “ini adalah peperangan antara Pramana dengan kama. Kendaraannya di alam dunia, yaitu perlunya orang hidup di dunia maka manusia harus hati-hati dalam menjalani perbuatan baik dan buruk supaya bisa memilih jalan yang membuat sempurnanya pramana maka pelajaran dari para pertapa, para pendeta yaitu orang yaitu sudah sempurna atau keramat, jangan sampai kita melakukan perbuatan buruk.”
Naskah SW menerangkan suatu hubungan jika manusia memiliki pikiran, user manusia tersebut mampu untuk perbuatan, serta watak yang baik commit dan sucitomaka
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
menjadi seperti dewa. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu mengendalikan sifat dan wataknya serta mengasah kepintarannya sehingga manusia mampu menjadi manusia yang seperti dewa. Dijelaskan dalam kutipan berikut. Kutipan : “manawi tiyang ing donya lampahipun sae, suci, salamènipun lampah kautamèn, satilaripun, mana wangsul dhatêng purwangnipun, kaulêt kaliyan pramana anambahi kasagêtanipun, manawi rambah – rambah panitisan lampahipun sang mana lêstantun sae suci, dangu – dangu pramana sagêd dados karamat, têgêsipun tiyang sagêt dados dewa.”(Indah,hlm:84,brs-4) Terjemahan “jika manusia didunia sifatnya baik, suci, selamanya jalan keutamaan, sepeninggalnya mana kembali kepada asal hidupnya, menyatu dengan pramana menambah kemampuannya jika berulang kali penitisannya jalan sang mana lestari baik, suci, lama kelamaan pramana dapat menjadi keramat, artinya manusia dapat menjadi dewa.” Manusia melakukan sesuatu hal didunia, baik itu bekerja, berjalan, dan aktivitas yang lain pasti membutuhkan badan wadhag “kasar” jika tidak menggunakan wadhag “kasar”. Sama juga jika manusia telah masuk alam kehalusan secara otomatis manusia tersebut membutuhkan badan halus, sudah tidak lagi menggunakan badan kasarnya. Badan dengan roh memiliki hubungan. Karena roh tidak dapat hidup didunia tanpa badan. Manusia yang akan masuk alam halus atau alam badan halus, manusia juga harus menyesuaikan dengan alam tersebut. SW menerangkan jika manusia akan masuk alam maya “alam gaib” maka manusia harus mampu menyesuaikan menggunakan alam maya “alam gaib”. Dengan langkah manusia melakukan to user semedia “bertapa” tetapi manusiacommit yang akan ke alam gaib ini, manusia harus
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berhati-hati dalam bersemedi. Karena dengan semedi, meditasi atau berdoa ini adalah langkah manusia untuk mendekatkan diri pada sumber hidup. Jika kita tidak mengetahui sebenarnya jalan menuju sumber hidup maka kita akan terjerumus di alam kehalusan yang bukan semesti. Karena menurut SW alam gaib “alam dewa” adalah alam kehalusan yang baik. Kutipan : “…sarta badanipun manut dadting sap ingkang dipun ênggèni, mila kita yèn badhe ngambah satunggaling sap, kêdah angrasuk badan ingkang kenging kangge ing sap punika, bilih botên sagêt marangkani salah satunggaling badan, badhe botên sagêt kalampahan babar pisan...”(Indah, hlm: 102, brs14) Terjemahan : „...satu per satu lapisan alam tadi ditempati dengan makhluk halus sendirisendiri, dan badannya menurut dad lapisan yang ditempati, maka kita jika akan masuk kedalam salah satu sap atau lapisan harus memakai badan yang dapat dipakai dilapisan itu, jika tidak dapat menguasai salah satunya badan, akan tidak bisa terlaksana sama sekali, karena kita datang didunia ini harus memakai badan wadhag jasmani, jika tanpa badan wadhag pasti tidak bisa membuat segala sesuatu keinginan seperti umpamanya orang mati di alam kehalusan juga harus memakai badan halus...‟ Adapun kayu atau dad hidup itu maka bertunggal dengan keberadaan dad karena yang diberi kekuasaan dikehendaki menghidupi keberadaan cahaya, rasa, suksma, nafsu, budi, badan, menyeluruh dari awal sampai akhir, dan akhirnya manusia dapat hidup, adapun rinciannya sebagai berikut:
Kutipan : commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Ing nalika kayu anggesangi kahaning cahya, sumarambah ing netra, wahananipun dados saget aningali, inggih punika paningaling dad, angagem netra kita(Indah, hlm: 88, brs-5) Terjemahan : „pada saat kayu menghidupi keberadaan cahaya sampai di mata keberadaanya bisa menjadi melihat yaitu penglihatan dad, memakai mata kita‟ Kutipan : “Ing nalika kayu anggesangi kahananing rasa, sumarambah ing grana, wahananipun dados saget anggonda, inggih punika panggandaning dad angagem ing grana kita”(Indah, hlm: 88, brs-8). Terjemahan : „Pada saat kayu menghidupi keberadaan rasa sampai pada hidung keberadaannya menjadi bisa mencium yaitu berbaunya dad memakai hidung kita‟ Kutipan : “Ing nalika kayu anggesangi kahananing suksma, sumarambah ing cahya, wahananipun dados saget angandika, inggih punika pangandikaning dad, angagem ing lesan kita.” (Indah,hlm: 88,brs-11) Terjemahan „Pada saat kayu menghidupi keberadaan suksma, sampai pada cahaya keberadaanya menjadi bisa berbicara. Yaitu pembicaraan dad memakai mulut kita.‟ commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan : “Ing nalika kayu anggesangi kahananing napsu, sumarambah ing talingan, wahananipun dados saget miyarsa, innggih punika pamiyarsaning dad, angagem talingan kita”(Indah,hlm:88,brs-14). Terjemahan : „Pada
saat
kayu
menghidupi
keberadaan
nafsu
sampai
di
telinga,
keberadaannya menjadi bisa mendengarkan yaitu pendengaran dad, memakai telinga kita‟ Kutipan : “Ing nalika kayu anggesangi kahananing budi, sumarambah ing manah, wahananipun dados saged birahi, andarbeni karsa, inggih punika karsaning dad, angagem manah kita.(Indah,hlm:88,brs-17) Terjemahan : “Pada saat kayu menghidupi keberadaan budi sampai di hati, keberadaannya jadi bisa birahi, mempunyai kehendak yaitu kehendaknya dad memakai hati kita.” Kutipan : “Ing nalika kayu anggesangi kahananing jasad, sumarambah ing erah, wahananipun dados saget ambegan, lajeng anuwuhaken wulu kuku sasaminipun, inggih punika apngaling dad, angagem ing sasolah kita, saestu boten sae ing nalika mertandhani apngal salebeting ngalam, lajeng saget amolahaken surya wulan awin ing sapanunggilanipun, saisen-isenipun sadaya, sami dumunung wonten purba wisesaning dad….”(Indah,hlm:88,brs20) Terjemahan : „Pada saat kayu menghidupi keberadaan jasat sampai di darah keberadaannya commit to user menjadi bisa bernafas, kemudian menumbuhkan bulu kuku dan sesamanya
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu apngaling dad, memakai polah tingkah kita, sungguh tidak baik pada saat menandai apngal didalam alam terus bisa menggerakkan matahari bulan, angin, dan sebagainya, seisinya dunia semua‟ Kutipan : 1. Jasad kawisesa dening akal, tegesipun obahing badan punika, kaprabawa saking osiking budi, mila dipunbasakaken Alah tangala, dados tandhaning Hyang Maha Yekti, awit dene badan punika amertandhani Apgnaling budi.(Indah, hlm:90,brs-6) Terjemahan „1. Jasad atau jasmani diatur atau dikuasai oleh akal artinya bergeraknya badan ini dipengaruhi dari kemauan budi, maka disebut allah ta‟ala menjadi tandanya yang maha yekti “maha sesungguhnya nyata” alam kasunyatan jati. Karena badan ini mewujudkan apgnalnya budi” Kutipan : 2. Budi, kawisesa dening napsu, tegesipun osiking budi punika, kaprabawa saking hawaning napsu, mila dipunbasakaken Hyang Maha Yekti, dados kanyataaning Hyang Maha Agung, awit dene budi punika anartani Apgnaling napsu.(Indah,hlm:90,brs-9) Terjemahan „2. Budi dikuasai atau diatur oleh nafsu, artinya keinginan budi itu berpengaruh dari hawanafsu maka diibaratkan yang maha yekti menjadi kenyataan yang maha agung karena budi itu sebagai pertanda apgnalnya nafsu‟ commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan : 3. Napsu, kawisesa dening suksma tegesipun hawaning napsu punika kaprabawa saking wahananing nyawa, mila dipunbasakaken hyang maha agung, dados embaning hyang maha luhur, awit dene nepsu punika anerusi Apgnaling suksma.(Indah,hlm:90,brs-12) Terjemahan „3. Nafsu dikuasai oleh suksma artinya hawa nafsu itu dipengaruhi oleh keberadaan nyawa maka di sebut yang maha agung, jadi tiruan yang maha luhur karena nafsu itu meneruskan apgnalnya suksma.‟ Kutipan : 4. Suksma, kawisesa dening rasa, mila dipunbasakaken hyang maha luhur, dados sasandhaning hyang maha kawasa, awit dene suksma punika amimbuhi Apgnaling rasa.(Indah,hlm:90,brs-15) Terjemahan „4. Suksma dikuasai oleh rasa maka disebut yang maha luhur jadi keberadaan yang maha kuasa karena suksma itu menambahi apgnalnya rasa‟ Kutipan : 5. Rasa, kawisesa dening cahya, tegesipun Pramananing rasa punika, kaprabawa saking pranawaning cahya, mila dipunbasakaken hyang maha kawasa, dados sengkeraning hyang maha wisesa.(Indah,hlm:90,brs-18)
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan : „5. Rasa dikuasai oleh cahaya artinya pramananya rasa itu dipengaruhi oleh kekuatan cahaya itu, maka disebut yang maha kuasa menjadi kerahasiaan yang maha wisesa‟ Kutipan : 6. Cahya, kawisesadening kayu, tegesipun pranawaning cahya punika kaprabawan saking kawasaning gesang, mila dipunbasakaken hyang maha wisesa, dados warangkaning hyang maha mulya, awit dene cahya punika anglimputi Apgnaling Atma(Indah,hlm:91,brs-1) Terjemahan : „ 6. Cahaya, dikuasai oleh kayu artinya kekuatan cahaya itu dipengaruhi dari kekuasaan hidup maka disebut yang maha wisesa, menjadi bungkus atau kerangkanya yang maha mulia adapun cahaya itu meliputi apgnaling atma‟ Kutipan : 7. têgêsipun kawasaning gêsang punika kaprabawa saking purba wisesaning dad, mila dipun basakakên hyang maha mulya, dados susulihing hyang maha suci, awit dene Atma punika amumpuni apgnaling dad sadaya. (Indah,hlm:91,brs-5) Terjemahan : „7. Kayu dikuasai oleh dad, artinya kekuasaan hidup ini dikuasai dari kekuasaan dad, maka disebut yang maha mulia menjadi perwakilan yang maha suci adapun atma menguasai apgnalnya dad semua.‟ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
Apgnal yaitu suatu rasa dalam diri manusia, namun rasa ini merupakan rasa Tuhan yang berada dalam diri manusia. Sehingga manusia berada dalam kehidupan dunia mampu merasakan segala sesuatu hal. Apgnal terdiri dari tiga rasa. Yaitu apgnal nafsu, apgnal sifat yang berada dalam diri manusia, yang terakhir rasa yang terkadang manusia merasakannya dalam kehidupan. Naskah SW menjelaskan rasa-rasa tersebut, seperti ketika manusia merasa lapar maka manusia akan makan dan setelah makan manusia akan merasakan kenyang. Rasa sedih, sedih merupakan suasana susah dan tidak mengenakan dalam kehidupan manusia namun jika dapat membuat kenyaman dalam diri sendiri, dan mampu merasakan suatu kesenangan dalam diri sendiri, maka manusia tersebut akan merasakan bahagia. Kutipan : “1. Arib, timbangane, elek 2. Luwe, timbangane, tuwuk 3. Ngelak, timbangane, ayem 4. Sahwat, timbangane, rerem” (Indah,hlm:91,brs-14) Terjemahan „1. Baik imbangannya jelek 2. Lapar, imbangannya kenyang 3. Haus, imbangannya nyaman 4. Sahwat, imbangannya tenang‟ Apgnal “rasa” yang kedua adalah apgnal sifat manusia. Sifat manusia seperti sifat lupa, sifat bingung dan lain sebagainya. Namun sifat tersebut juga commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat ada hubungan alamiah yang berupa sifat manusia yang lupa akan suatu hal jika manusia akan mengingatnya kembali maka manusia tersebut akan ingat hal yang terlupakan sebelumnya. SW menjabarkannya kedalam banyak hal seperti dalam kutipan dibawah ini: Kutipan : “1. Sereng (marah), timbangane, sare 2. supe, timbangane, emut 3. bingung, timbangane, lana(lestari) 4. pangling, timbangane, waspada”(Indah, hlm:92,brs-2) Terjemahan „1. Marah, imbangannya tidur 2. lupa, imbangannya ingat 3. bingung imbangannya lestari 4. pangling, imbangannya, waspada‟ Apgnal “rasa” yang ketiga adalah rasa yang terkadang saja manusia tersebut merasakan. Dalam keadaan normal atau sehat terkadang manusia melupakan pentingnya kesehatan, misalnya pola hidup yang tidak teratur membuat manusia akan merasakan sakit. Sakit inilah yang terkadang saja dirasakan manusia. Penyebab sakit ini adalah akibat dari manusia yang tidak menjaga kesehatannya. Kutipan : “1. Uwas, timbangane, santosa 2. Susah, timbangane, bingah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
3. Sakit, timbangane, saras 4. bilahi, timbangane, raharja”(Indah, hlm:92,brs-9) Terjemahan : „1. khawatir, imbangannya santosa 2. Susah, imbangannya senang 3. Sakit, imbangannya sehat 4. celaka, imbangannya raharja‟ Semua apgnal yang dijelaskan diatas merupakan apgnal “rasa” nafsu serta sifat yang mampu dirasakan manusia. Pembahasan seperti diterangkan diatas menimbulkan suatu hubungan sebab akibat yang bersifat kausalitas. Karena terdapat suatu acuan hubungan yang alamiah antara tanda dengan petandanya. Roh dalam SW dijelaskan menjadi beberapa bagian. Namun yang namanya roh tetap saja satu hanya. Menurut SW roh memiliki tujuh nama bagian. Yang dimana bagian-bagian tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri. Roh tersebut ada roh jasmani, roh nabadi, roh nabsani, roh rokani, roh ramani, roh nurani dan roh ilafi. roh tersebut menciptakan suatu keadaan yang dialami manusia. Adanya kehidupan, nafsu dan sebagainya munculnya dari roh-roh tersebut. Kutipan : “1. Roh jasmani, tegesipun nyawaning jasat, inggih punika wewayanganing nyawa, ingkang anggesangaken anggotaning badan, dipun ibarataken roh kewani, tegesipun kaumpamekaken, nyawa ingkang gesangi sato kewan. 2. roh nabadi, tegesipun nyawaning tumuwuh, inggih punika nyawa kang gesangi wulu kuku, sapanunggilanipun, tumanem dados gesanging budi. commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. roh nabsani, tegesipun nyawaning napsu, inggih punika wewayanganing nyawa, ingkang anggesangaken hawaning napsu. 4. roh rokani, tegesipun nyawaning suksma, inggih punika wewayanganing nyawa, ingkang anggesangaken warananing suksma. 5. roh ramani, tegesipun nyawaning sipat murah, dipunwastani roh rabani, tegesipun nyawaning Pangeran, inggih punika wewayanganing nyawa ingkang anggesangaken kahananing rasa. 6. roh nurani, tegesipun nyawaning cahya, inggih punika wewayanganing nyawa ingkang anggesangaken wahananing cahya. 7. roh ilafi, tegesipun sesandhanganing nyawa, kang ngawenang, dipunwastani roh kudus, tegesipun nyawa kang suci, inggih punika wewayanganing nyawa ingkang anggesangaken ananing Atma, menggah garbanipun sadaya punika kasebut rohollah, tegesipun nyawaning Allah”(Indah, hlm: 95,brs-9) Terjemahan „1. Roh jasmani artinya nyawanya jasmani yaitu bayangannya nyawa yang menghidupkan anggotanya badan diibaratkan roh kewani artinya diumpamakan nyawa yang menghidupi binatang. 2. Roh nabadi artinya nyawa yang menumbuhkan yaitu nyawa yang menghidupi bulu, kuku dan lain sebagainya tertanam menjadi hidupnya budi. 3. Roh nabsani artinya nyawanya nafsu yaitu bayangan nyawa yang menghidupkan hawa nafsu. 4. Roh rohani artinya nyawa suksma yaitu bayangan nyawa yang menghidupkan tabir suksma. 5. roh ramani artinya nyawanya sifat murah disebut roh rabani artinya nyawanya Tuhan yaitu bayangan nyawa yang menghidupkan keadaannya rasa. 6. Roh nurani artinya nyawanya cahaya, yaitu bayangan nyawa yang menghidupkan keberadaan cahaya. 7. Roh ilafi artinya busananya nyawa yang berkuasa disebut roh kudus artinya nyawa yang suci yaitu bayangan nyawa yang menghidupkan adanya Atma. Adapun ringkasan semuanya itu disebut rohollah, artinya nyawanya Allah‟
Menurut SW roh ini berlapis-lapis dimulai dari roh yang paling kasar sampai roh yang paling dalam atau disebut roh kudus, roh yang paling suci. Semua itu hidup karena adanya Atma “dad Tuhan” yang menghidupi manusia seutuhnya. Dan masing-masihng roh memiliki tugas masing-masing. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terciptanya keadaan hidup manusia dapat dikatakan berasal dari roh yang membangun proses suasana-suasana tersebut. Maka dari penjelasan diatas ditemukan suatu hubungan antara roh dengan kehidupan manusia. Menjadi suatu hubungan sebab akibat. 3.
Analisis Simbol dalam naskah SW Simbol merupakan suatu tanda yang menunjukkan hubungan alamiah
antara penanda dengan petandanya (Sobur, 2006:42) memiliki hubungan yang bersifat arbiter dan hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Contohnya: rambu lalu lintas yang berupa garis putih melintang diatas, berlatar belakang merah menyatakan suatu larangan. Manusia sejati yang telah berada dalam kesempurnaan. Baik luhur budinya biasanya pada roh rohani manusia sejati muncul seperti aura yang berwarna terang dan berkilauan dengan bermacam-macam warna. Warna tersebut menyatu dengan roh rabani dan berada di kiri kanan roh rokani. Kutipan : “ …tiyangipun sajati ingkang manggèn wontên roh rokani wau, sansaya wêwah daya panggrahitanipun, ngantos panggrahita wau sagêt amujudakên cahya moncawarni, roh rokhaninipun pating pancurat mancur gumilang – gilang rumakêt ing kiwa têngêning roh robani,..”(Indah,hlm:63,brs-10) Terjemahan „Apalagi manusia sejati yang berada dalam roh rohani tadi semakin bertambah daya tangkap ciptanya sampai daya tangkap tadi mewujudkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
cahaya bermacam-macam warna, roh rohaninya semakin menyirat bersinar berkilauan menyatu di kanan kirinya roh robani…‟ Menurut SW, dalam diri dan kehidupan manusia terdapat beberapa simbol. Simbol ini yang melambangkan segala sesuatu yang ada dalam kehidupan manusia. Seperti kayu, kayu dalam SW bukan berarti kayu yang biasa digunakan untuk meja, kursi ataupun yang lain, namun kayu dalam SW adalah keberadaan dad. Kayu juga berarti lambang kehidupan manusia. Nur merupakan bahasa arab, dalam bahasa Indonesia nur berarti suatu cahaya. Cahaya kehidupan manusia yang berada diluarnya kehidupan manusia. Sir adalah lambang dari suatu rasa. Rasa yang berada dalam diri manusia. Roh merupakan nyawa. Nyawa kehidupan manusia sehingga manusia dapat hidup di dunia. Nafsu merupakan angkara, nafsu manusia adalah keinginan manusia selama di dunia, angkara merupakan hawa nafsu manusia. Akal yaitu berupa budi manusia. Budi adalah watak dan perbuatan manusia. Yang terakhir yang melambangkan badan adalah jasad. Jasad merupakan bentuk tubuh manusia sehingga manusia dapat bergerak, melihat dan lainnya. Jasad berada diluar budi, dan jasad merupakan lapisan terluar dalam diri manusia. Kutipan : 1. Kayu : têgêsipun gêsang , anunggil kahananing dad 2. Nur : têgêsipun cahya , dumunung sajawining gêsang 3. Sir : têgêsipun rasa , dumunung sajawining cahya 4. Roh : têgêsipun nyawa , dipun wastani suksma, dumunung sajawining rasa 5. Napsu : têgêsipun angkara , dumunung sajawining suksma 6. Ngakal : têgêsipun budi , dumunung sajawining napsu 7. Jasat : têgêsipun badan ,dumunung sajawining budi (Indah, hlm:87,brs-9) commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kayu : artinya kehidupan Nur : artinya cahaya Sir : artinya rasa Roh : artinya nyawa Napsu : artinya angkara Ngakal : artinya budi Jasat : artinya badan
, menyatu dengan keberadaan dad , berada diluar kehidupan , berada diluar cahaya , dinamakan suksma, berada diluar rasa , berada diluar suksma , berada diluar napsu , berada diluar budi
Simbol merupakan tanda konvesional. Adanya kewajaran antara lambang dengan maknanya. Dalam SW terdapat simbol keadaan Tuhan yang berupa dzat, sifat, asma dan apgnal. Namun dalam SW yang dijelaskan adalah asma dan apgnal yaitu adanya Roh, Malaikat, dan Setan. Ketiga hal tersebut merupakan suatu simbol yang berarti Roh adalah perwujudan Tuhan yang ada dalam diri manusia. Malaikat perwujudan Pramana yang dimaksud adalah pada saat manusia bermimpi sangat dipengaruhi oleh Pramana. Sedangkan Setan merupakan lambang nafsu atau keinginan yang muncul dari diri manusia. Serta setan meupakan goda manusia hidup di dunia. Kutipan : 1. Roh dipunwastani Atma, kadadosaning gêsang anglimputi ing dalêm sarira, amêngku jamaning Alam Akirat. 2. Malaekat, dipunwastani Pramana dados mahanani gêsang, angrêksa indhak lumungsuring dalêm sarira kita, amêngku jaman alaming supêna. 3. Setan, nanging dede iblis laknat, inggih punika nafsu, dipunwastani hawa, dados kahananing gêsang, anyolahakên karkatipun ing dalêm sarira, amêngku jamaning ngalam donya.(Indah, hlm:93,brs:3) Terjemahan : „1. Roh disebut Atma, kejadiannya hidup meliputi didalam badan menguasai zamannya alam akhirat. 2. Malaikat disebut Pramana, jadi mewujudkan hidup, menjaga peningkatan dalam badan kita menguasai zaman alam mimpi. commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Setan tetapi bukan Iblis lanat, yaitu ini adalah nafsu disebut hawa, jadi keberadaannya hidup menggerakkan keinginan didalam badan menguasai zamannya alam dunia.
Nur yang berarti cahaya. Dalam SW menjelaskan nur yang bermakna cahaya atau yang dalam arab disebut Nurrollah yang berarti cahaya Tuhan. Cahaya inilah yang terdapat dalam diri manusia. Menjadi sifat wewataknya manusia. Sebenarnya nur adalah satu, namun SW
membaginya kedalam
beberapa bagian atau beberapa sebutan yaitu: Kutipan : “1. Nuriyat, têgêsipun cahya sasar, warninipun cemeng 2. Nurani, têgêsipun cahya kalih, inggih punika cahya kaping 2, warninipun abrit. 3. Nurmahdi, têgêsipun cahya sumirat, warninipun jenar. 4. Nurbuwat, têgêsipun cahya kang santosa, warninipun ijem 5. Nur muhamad, têgêsipun cahya kang pinuji, warninipun pethak” (Indah, hlm:94,brs-6) Terjemahan ‟1. Nuriyat artinya cahaya yang buruk, warnanya hitam 2. Nurani artinya cahaya kedua, yaitu cahaya yang kedua, warnanya merah 3. Nurmahdi artinya cahaya yang menyirat, warnanya kuning 4. Nurbuwat artinya cahaya yang sentosa, warnanya hijau 5. Nur Muhammad artinya cahaya yang terpuji, warnanya putih‟
Penjelasan diatas merupakan simbol dari cahaya Tuhan yang berada dalam diri manusia. Cahaya tersebut memiliki simbol-simbol warna yang bermakna. adanya warna hitam, merah, hijau, kuning, dan putih. Suksma merupakan simbol nyawa. Perlambang nyawa manusia sehingga manusia dapat hidup didunia. SW menjabarkan suksma kedalam beberapa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
bagian. Yaitu adanya suksma lahir, suksma batin, suksma tetep, suksma mulus, suksma rasa, suksma wenang, serta suksma wekasan. Kutipan : “1. Patemoning jasat lan napas, iku denarani suksma wahya, tegese suksma lahir 2. Patemoning napas lan budi, iku denarani suksma dyatmika, tegese suksma batin. 3. Patemoning budi lan napsu, iku denarani suksma lana, tegese suksma tetep. 4. Patemoning napsu lan nyawa, iku denarani suksma mulya, tegese suksma mulus. 5. Patemoning nyawa lan raga, iku denarani Suksma jati, tegese suksma nyata, denarani maneh suksma rasa. 6. Patemoning rahsa lan cahya, iku denarani suksma wisesa, tegese suksma wenang 7. Patemoning cahya lan urip, iku denarani Suksma kawekas, tegese suksma wekasan. (Indah, hlm:97,brs-3) Terjemahan „1. Pertemuan jasat dan nafas itu disebut suksma wahya, artinya suksma yang lahir 2. Pertemuan nafas dan budi disebut suksma jatmika, yang artinya suksma batin 3. Pertemuan budi dan nafsu disebut suksma lana artinya suksma yang tetap 4. Pertemuan nafsu dan nyawa itu disebut suksma mulya artinya suksma yang mulus 5. Pertemuan nyawa dan raga disebut suksma jati artinya suksma nyata disebut lagi suksma rasa 6. Pertemuan rasa dan cahaya itu disebut suksma wisesa artinya suksma yang berkuasa 7. Pertemuan cahaya dan hidup disebut suksma kawekas, arttinya suksma yang terakhir.‟
Suksma lahir adalah suksma yang menampak dalam bentuk jasmani, suksma batin adalah suksma sebagai batin manusia, suksma yang menetap secara lestari dalam diri manusia, suksma mulus yang berarti suksma yang bersih dan suci, suksma rasa adalah suksma yang menjadi sumber perasaan commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manusia, suksma wisesa adalah suksma yang menguasai hidup manusia, suksma kawekas bisa dikatakan yang berkuasa atau yang paling atas diantara suksmasuksma yang lain, memiliki derajat dan kekuasaan yang paling tinggi. Sebuah karya sastra baik novel, cerpen, naskah jawa, dan lain sebagainya memang jarang ditemukan sebuah ikon, karena memang dalam karya sastra pengarang selalu menggambarkan cerita dengan simbol maupun hubungan sebab akibat. Berbeda dengan seni lukis, seni fotografi serta seni gambar lainnya. Gambar yang terlihat dan nampak oleh indera adalah yang disebut dengan ikon. Seseorang yang melihat gambar akan langsung memaknai gambar yang dilihat tersebu. Karena antara gambar dengan makna memiliki suatu kemiripan. Berdasarkan
penjelasan
tersebut
diatas,
dapat
ditarik
beberapa
pemahaman. Pertama, ikon dalam naskah SW memang tidak banyak ditemukan karena naskah SW lebih banyak menjelaskan bentuk manusia yang sempurna (tanda) sebagai hubungan sebab-akibat (indeks) dan simbol(lambang). Pengarang naskah SW menjelaskan berbagai bentuk kejadian dalam kehidupan dan bentuk manusia yang sempurna melalui hubungan yang saling mempengaruhi, berhubungan satu dengan yang lain dan saling berkait. Dijelaskan dalam kutipan sebagai berikut. Kutipan : ”Manawi kita anganggêp bilih roh : inggih punika kita, sami kaliyan raga kita, punika prasasat anyamèkakên badan kaliyan sandhanganipun, sabab badan punika minangka sandhanganing roh, dene panganggènipun badan wau manut ing sapêrlu sarta paedahipun, pramila kita sami rumaos nunggil kaliyan badan kita, jalaran botên sagêt misahakên kalih prakawis, inggih punika roh kaliyan badan”(Indah, hlm:55, brs-8) commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan : ‟ jika kita menanggap roh adalah diri kita, sama saja dengan raga kita, itu hanya saja menyamakan badan dengan busananya, sebab badan itu adalah busana roh, sehingga penggunaan badan itu menurut kebutuhan dan manfaatnya, jadi kita sama merasakan bersatunya dengan badan kita, karena tidak dapat dipisahkan kedua hal tersebut, yaitu roh dengan badan‟ Proses yang dilalui untuk mencapai kualitas manusia yang sempurna tidak dijabarkan secara langsung. Namun, melalui perlambangan sederhana sehingga mudah dipahami. Kedua, simbol-simbol banyak ditemukan dalam naskah SW. hal tersebut dapat dipahami karena naskah SW adalah naskah piwulang „ajaran‟. Hubungan antara penulis dan pembaca bersifat searah. Dengan kata lain, terdapat jarak antara pembaca dan penulis sehingga penggunaan simbol yang disepakati bersama oleh penulis dan pembacanya kemungkinan hal tersebut dapat dilakukan. Ketiga, dilihat dari penggunaan bahasanya, naskah SW merupakan satu dari sekian banyak naskah wulang Jawa yang ditulis dalam bahasa Jawa ragam krama. Namun, dilihat dari penggunaan kata-katanya di dalam naskah SW banyak sekali terdapat kosa kata bahasa Arab dan bahasa Sanskerta. Kutipan : “ Ingkang kawastanan badan kasar inggih badanipun tiyang ingkang katingal
punika,
ing
basa
Sangskrita
kawastanan
(anamayakosa(setulasasira) ing basa Arab, roh jasmani:...” (Indah, hlm:56, brs-16)
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan : “ Yang dinamakan badan kasar yaitu badannya manusia yang terlihat, dalam bahasa Sansekerta dinamakan (anamayakosa(setulasasira) dalam bahasa Arab, roh jasmani:..) Hal ini yang dapat dipahami bahwa penulis naskah SW telah dipengaruhi oleh budaya Islam. Namun, melihat kembali bahwa penulis dalam menulis naskah SW tidak dapat dilepaskan dari background budaya Jawa. Budaya Jawa yang dimaksud disini, bahwa penulis naskah SW menjelaskan suatu laku Jawa untuk dapat mencapai tingkat manusia yang sempurna.
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Konsep Manusia Sempurna menurut naskah SW Naskah SW adalah suatu karya sastra genre proses yang berisi ajaran „piwulang‟. Naskah SW memaparkan tentang bagian-bagian dari tubuh manusia, serta masing-masing fungsinya. Naskah SW juga menjelaskan tentang bagaimana manusia tersebut terbentuk sampai manusia menuju kesempurnaan. Pada awal naksah SW menjelaskan tentang bagian yang membentuk manusia yang terdiri dari badan dan roh. Roh tersebut dalam SW dibagi menjadi lima bagian atau lima roh yaitu roh robani, roh rohani, roh rahmani, roh nurani, serta roh ilafi. Roh tersebut merupakan gambaran akan sifat manusia. Naskah SW juga memaparkan asal mula manusia dan alam disekitar manusia. Naskah SW merupakan naskah yang menjelaskan konsep manusia sempurna. Dalam naskah SW setiap penjelasan suatu ajaran memiliki 3 background ajaran maupun budaya, yaitu ajaran Hindu, Islam, dan Jawa. Hal itu dijelaskan dalam kutipan berikut: Kutipan: “Atma : têgêsipun, roh ingkang sagêt manjing dhatêng saliring wujut, dados ing pundi – pundi panggènan mêsthi kisènan atma, nanging saking alusipun ngantos tan kasat mata, Atma punika ing têmbung Arap kawastanan dadtolah.” (Indah, hlm:75,brs-1)
Terjemahan: commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
„Atma: artinya, roh yang dapat masuk kedalam suatu wujud, sehingga di mana saja tempatnya pasti terdapat atma, tetapi karena halusnya sampai tidak terlihat oleh mata, Atma ini dalam bahasa Arab di namakan dadtolah‟ Kata „Atma‟ merupakan dari bahasa Sanskerta yang memiliki makna yaitu roh, „Atma‟ merupakan istilah dalam suatu ajaran maupun budaya hindu. Namun, dalam kutipan diatas nampaknya dalam menjelaskan kata roh pengarang menggunakan istilah dalam dua ajaran atau budaya yang berbeda. Kata „Atma‟ sering digunakan dalam suatu ajaran atau budaya masyarakat Hindu. Tetapi, dalam kutipan diatas juga terdapat kata „Dadtolah‟ yang dalam budaya Arab terutama ajaran agama Islam kata tersebut juga memiliki makna roh. Dalam naskah SW juga terdapat suatu istilah dalam budaya Jawa yaitu kata „Sir‟ jika dalam Arab atau Islam „Sir‟ merupakan Sirollah, sedangkan „Sir‟ dalam bahasa Jawa maksudnya “rasa”. Sebenarnya artinya sama atau satu, hanya penggunaan istilahnya saja yang berbeda. Sehingga nampak bahwa naskah SW merupakan suatu naskah mengalami suatu sinkretisme budaya. Maksudnya adalah adanya percampuran budaya dalam menjabarkan suatu ajaran. Naskah SW menjelaskan suatu konsep manusia sempurna yang terbagi menjadi beberapa penjelasan yaitu. 1. Konsep badan 2. Konsep roh 3. Konsep alam lingkungan manusia 4. Konsep illahiah (transenden) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
Manusia yang terbentuk dari badan kasar „wadhag‟ merupakan bentuk wujud manusia yang nampak kasat mata. Badan kasar terdiri dari unsur jasad cair yang berupa darah dan air, jasad keras berupa tulang dan daging dan jasad udara yang berupa nafas. Serta memiliki bagian tubuh yang terdiri kepala, badan, telinga, mata hidung, tangan, kaki dan lain sebagainya. Badan merupakan kekuatan hidup manusia. Badan sebagai media untuk menjalankan segala aktivitas kehidupan manusia. Manusia tidak dapat berjalan jika tidak memiliki kaki untuk berjalan. Selain badan, ada juga roh yang membentuk daya hidup manusia. Dalam naskah SW dipaparkan tentang adanya beberapa roh yang membangun hidup manusia. Adapun penjelasan tentang roh tersebut adalah sebagai berikut. Manusia yang telah tinggi ilmu kesempurnaanya akan mampu melihat warna cahaya roh robani. Roh robani berasal dari hawa (mayat). roh robani ini menjadi satu dengan roh jasmani. Karena jika roh robani meninggalkan roh jasmani maka manusia akan mati di dunia. Roh rokhani adalah badan yang berkuasa untuk menjalankan perintah yang baik. Roh rokhani bersifat lebih halus karena perilaku roh ini untuk mengerjakan segala sesuatu dengan baik. Namun sifat roh rokhani juga tergantung pada watak dan budi manusia masing-masing. Seseorang yang bermimpi dalam tidurnya dikarenakan roh manusia tersebut masuk ke dalam roh rokhani. Bagi manusia yang telah memiliki ilmu kesempurnaan yang tingkatannya tinggi wujud roh rokhani saat manusia itu mati seperti bayangan bahkan roh rokhani akan kekal tidak dapat hancur. Berbeda dengan manusia yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
belum sempurna, pada saat manusia mati wujud roh rokhani tidak akan berwujud. Dalam naskah SW menjelaskan roh rokhani merupakan wujud kesempurnaan manusia. Roh rahmani sangat berguna ketika manusia berada di alam surga. Apabila manusia memiliki ilmu yang tinggi maka roh rahmaninya mengikuti kepintaran manusia sejati. Tetapi jika manusia sejati masih bodoh maka roh rahmaninya tidak nampak. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu kesempurnaannya dan luhur budi manusia. Roh nurani adalah badan roh yang digunakan manusia sejati di alam kehalusan lapisan teratas. Maksudnya adalah roh nurani sebagai kehidupan dalam kematian. Roh nurani bersifat kekal tidak dapat hancur. Roh nurani adala rasa manusia sejati. Kutipan : “roh nurani, inggih agêsang salêbêting pêjah, kawastanan makatên sabab badan angka gangsal wau kangge badanipun tiyang sajati ing jaman samangke wontên ing swarga ing lapisan ingkang inggil piyambak, mila namung badan ingkang angka gangsal punika ingkang botên sagêt sirna,”(Indah,hlm:69,brs:15) Terjemahan : „roh nurani, yaitu kehidupan didalam kematian, dinamakan demikian karena badan angka loma ini digunakan badannya manusia sejati di jaman yang akan datang di surga di lapisan yang tinggi sendiri, sehingga hanya badan yang angka lima ini tidak dapat sirna‟ commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Roh ilafi adalah roh yang digunakan manusia sejati yang telah sempurna ilmunya dan baik luhur pekertinya. Roh ilafi adalah wujud dari Tuhan. Jika manusia sempurna yang telah mampu menggunakan roh ilafi sebenarnya manusia sejati sudah seperti Tuhan. Biasanya manusia sejati yang berada di roh ilafi memiliki sifat kasih sayang “welas asih”. Kutipan : “Sayêktosipun tiyang sajati punika, botên angêmungakên ngangge badan, karana sarira kemawon, taksih wontên badanipun malih, ananging ing jaman sapunika dèrèng dumados, ing basa Sangskrita badan wau dipun wastani, anandhamayakosa, ing basa Arap, roh elapi, ingakên wujuding Pangeran, mila kawastanan makatên, sabab bilih tiyang sampun sagêt angrasuk badan punika, sampun kados èmpêring Gusti Alah, bab saenipun manah tuwin kuwaosipun, punika badan ingkang langkung alus piyambak, yèn tiyang sagêt ngangge badan punika, sagêd mêdal sajatining Suwarga, manjing ing Nirwana.”(Indah, hlm:71,brs-5) Terjemahan : „Sejatinya manusia sejati itu, tidak hanya memakai badan karena badan wadhag saja masih ada badannya lagi. Tetapi dijaman sekarang belum terjadi dalam bahasan Sanskerta badan tadi disebut anandhamayakosa, dalam bahasa Arab roh ilafi, diakui sebagai wujud Tuhan, maka disebut demikian karena jika manusia sudah mampu memakai badan ini sudah seperti atau menyerupai sifat Tuhan, bab kebaikan hatinya dan kekuasaannya, itu badan yang paling halus sendiri, jika orang dapat menggunakan badan ini bisa keluar sejatinya surga, masuk ke dalam Nirwana‟ Menurut naskah SW, manusia tercipta dari badan wadhag „kasar‟, lalu didalamnya terdapat roh robani yang menciptakan adanya kehidupan, dan manusia memiliki sifat roh hewani “nafsu”. Empat hal tersebut menjadi satu dalam diri manusia menciptakan sifat manusia yang angkara murka. Oleh karena itu manusia sebenarnya harus memahami terlebih dahulu bahwa dirinya terdiri dari badan dan roh. commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut penjelasan diatas, manusia memiliki bagian-bagian pembentuk manusia. Roh-roh yang disebut diatas merupakan bagian diri manusia. Roh-roh tersebut yang menjadi sumber daya hidup manusia dan membentuk segala keinginan manusia. Roh bisa dikatakan nyawa dan nafsu manusia. Manusia yang mampu mengendalikan segala keinginan dan nafsunyayang muncul pada roh. Maka roh akan mengeluarkan energi yang positif untuk dilaksanakan badan kasar. Seperti manusia mempunyai sifat kasih sayang, pemaaf, bijaksana maka keluarnya dilaksanakan badan. Aktivitas manusianya pun juga positif. Manusia memiliki alam kehidupan. Alam kehidupan manusia di dunia, namun alam kehidupan manusia yang langgeng „abadi‟ berada di surga. Alam kehidupan manusia terdiri dari makro kosmos dan mikro kosmos. Alam manusia “jagat gedhe” meliputi alam semesta kehidupan manusia, sedangkan “jagat cilik” manusia berupa diri manusia itu sendiri. Tuhan adalah pencipta alam semesta serta pencipta manusia. Tuhan bersifat transenden. Tuhan tidak dapat digambarkan karena Tuhan tidak berwujud. Berdasarkan penjelasan diatas, konsep manusia sempurna adalah seorang manusia yang telah memiliki rasa takut pada Tuhan, ikhlas dalam menjalani semua masalah hidup, dan telah tenang dalam menjalani hidup. Hal tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut.
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ilahiah (TUHAN)
Badan
AKU
Roh
Macrocosmo s Microcosmos
Menurut skema diatas dapat dilihat susunan manusia sempurna. Manusia yang terdiri dari badan dan roh. Jiwa manusia terdiri dari makro kosmos, mikro kosmos dan Tuhan yang bersifat ilahiah. Aku „self’ adalah koordinat antara ikhwal badan (horisontal) dan ikhwal illahiah (vertikal). Badan dan roh. Badan memberikan kekuatan hidup sedangkan roh memberikan „daya hidup‟. Kekuatan hidup adalah kekuatan pada diri manusia. Kekuatan untuk melaksanakan segala aktivitas. Manusia mampu berjalan dengan kedua kaki karena adanya kekuatan dari badan. Sedangkan roh adalah daya hidup. Munculnya pemikiran, keinginan, kemauan untuk berbuat dan merasakan datang dari daya hidup. Manusia hidup di dunia pasti memiliki keinginan untuk mendapatkan maupun melakukan sesuatu. Keinginan dari roh akan dilaksanakan oleh badan. Jika roh memiliki keinginan commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bersifat kasih sayang antar sesama, maka badan yang akan melaksanakan. Sebagai contoh jika roh merasa iba terhadap seorang pengemis dan ingin memberi sesuatu kepada pengemis itu maka badan yang nampak fisik ini yang akan memberikannya kepada pengemis itu. Dapat dikatakan bahwa roh adalah penggerak badan. Manusia sejatinya memiliki sifat Tuhan dalam dirinya. Sifat Tuhan dalam diri manusia adanya atma, budi, dan pramana. Jika dalam ajaran islam adanya Allah SWT, Nur Muhammad, dan Muhammad. Sifat-sifat ini sebenarnya ada dalam diri setiap manusia, namun karena manusia pada umumnya masih lemah maka tidak mampu merasakan keberadaan sifat-sifat Tuhan tersebut. Berbeda dengan manusia yang telah sempurna ilmunya. Manusia yang sempurna ilmunya telah mampu merasakan keberadaan sifat-sifat Tuhan yang berada dalam dirinya. Manusia yang mampu merasakan keberadaan sifat Tuhan ini biasanya lebih tenang dalam menghadapi masalah di hidupnya. Pramana adalah jiwa manusia. jika manusia telah mampu mengendalikan segala hawa nafsu dan keinginan maka Pramana „jiwa manusia‟ menjadi lebih dewasa dan sempurna. Naskah SW menerangkan jika manusia ingin mencapai kesempurnaan dalam hidupnya lebih baik sering mendengarkan kata hatinya. Karena kata hati itu merupakan wangsit dari Pramana. Pramana yang telah dewasa dan sempurna memiliki kelebihan layaknya seperti dewa. Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam kutipan berikut.
Kutipan :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
“...manawi tiyang ing donya lampahipun sae, suci, salamènipun lampah kautamèn, satilaripun, mana wangsul dhatêng purwanipun, kaulêt kaliyan pramana anambahi kasagêtanipun, manawi rambah – rambah panitisan lampahipun sang mana lêstantun sae suci, dangu – dangu pramana sagêd dados karamat, têgêsipun tiyang sagêt dados dewa.”(Indah, hal: 84,brs-4) Terjemahan : „ ... jika manusia di dunia menjalankan hal yang baik, suci, selamanya hal keutamaan, sepeninggalannya, mana kembali ke asal mulanya, menjadi satu dengan pranama menambahkan kepintaraan, jika dalam kembalinya jalan sang mana sangat baik suci, lama kelamaan pramana bisa menjadi keramat, artinya manusia dapat menjadi seperti dewa’ Pada dasarnya yang dinamakan sebagai manusia sejati adalah roh itu sendiri. Sedangkan badan hanya tempat semayam roh saja. Jika roh meninggalkan badan maka manusia itu akan mati, sedangkan manusia sejati akan keluar dan hidup dialam yang lebih halus. Roh ini adalah tempat munculnya keinginan dan daya cipta manusia. Manusia sempurna adalah jika angan-angan manusia sudah mampu mengendalikan nafsu-nafsu untuk diarahkan berjalan dijalan keutamaan menuju kehidupan yang tentram dan abadi. dapat digambarkan seperti wujud kereta kuda yang ditarik empat ekor kuda serta dikendalikan satu kusir. Kusir sebagai pramana „hati atau jiwa‟, selain kusir ada yang naik kereta itu disebut rohullah “roh kudus” sedangkan kuda ibarat nafsu „roh kewani‟. Menurut gambaran tersebut, jika kusir mampu mengendalikan nafsu-nafsu roh kewaninya (kuda) sesuai dengan petunjuk atma atau jiwa manusia yang sejati menuju kehidupan yang langgeng “keabadian” Dikatakan manusia sempurna jika pengaruh atma yang menjadi jiwa manusia yang sejati, sudah mampu mengendalikan hati atau jiwanya. Sehingga commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
roh rahmani menjadi bersih dan suci yang membuat manusia sudah tidak lekat dan silau oleh gemerlap keduniawian. Dijelaskan dalam kutipan sebagai berikut. Kutipan : “manawi manahipun resik, roh rahmaninipun inggih bening, manawi manah bangsa awon, roh rahmaninipun inggih dados kasar”(SW, hal:26, brs-8) Terjemahan „Jika hati kita bersih roh rahmaninya pun juga bening, jika hatinya serba buruk, roh rahmaninya juga menjadi kasar‟ Roh rahmani adalah jiwa atau hati manusia. Maka manusia yang memiliki jiwa yang baik berpengaruh pula pada watak dan sifat manusia yang baik, sebaliknya jika manusia memiliki jiwa yang buruk maka sifat dan watak manusianya juga buruk. Manusia sempurna yang sebenarnya jika manusia sudah bersih dan suci, bahkan sudah serupa dengan sifat Tuhan. Karena kesucian hati manusia mampu memakai badan yang disebut badan roh ilafi. Sehingga mampu mendekati atau menyerupai sifat Tuhan.
Kutipan : “Wasana wasitanipun tiyang ingkang linuhung rèhning rêncananing sadaya badan wau sampun wiwit ing purwa – purwanipun, mila para sujana kêdah têlatos sarta mantêp têmên – têmên pamarsudinipun angêrèh badan wau.”(Indah, hlm:74, brs-11)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
Terjemahan „Akhirnya dari petunjuk orang yang luhur budinya, karena rencananya semua badan tadi sudah mulai sejak dulunya maka para sarjana harus tekun serta mantap dan sungguh-sungguh di dalam mempelajari memerintah badan tadi‟ Menurut petunjuk orang yang telah mencapai tataran budi luhur, kodrat badannya manusia sejak dahulu sudah seperti itu, maka jika manusia yang menginginkan mencapai ilmu kesempurnaan dan menjadi manusia sempurna, manusia tersebut harus mampu mengendalikan badan-badan yang telah dijelaskan diatas tadi secara sungguh-sungguh dan telaten. Mengendalikan badan-badan tadi dengan cara roh kewani diusahakan selalu tunduk atas kendali jiwa manusia. Wujud dalam kehidupan manusia seharihari, manusia seharusnya mampu mengendalikan diri dalam bahasa Jawa disebut Tapa Brata atau dalam ajaran agama sering disebut Puasa. Tujuan hakiki orang yang berpuasa adalah untuk menghaluskan budi pekerti. Manusia yang telah mampu mengendalikan dirinya, dan mampu mendekatkan diri kepada Tuhan akhirnya manusia mampu merasakan bahwa Tuhan senantiasa selalu bertunggal dalam pribadi manusia. Hal itulah yang disebut manusia mampu merasakan apa yang disebut Pamoring Kawula Gusti. Pamor adalah bertunggal dan menyatu, Kawula adalah hamba, sedangakan Gusti adalah Tuhan. Kalau dalam ajaran agama yang disebut orang yang sudah bisa merasakan sejatinya syahadat. Manusia yang telah mampu merasakan keberadaan Tuhan, atau telah mampu merasakan keadaan Tuhan dalam dirinya maka itulah yang dikatakan commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manusia sempurna yang pada akhirnya sudah tiba saatnya, manusia tersebut akan mampu mencapai kasidan jati „mati yang sempurna‟. Mati yang sempurna adalah manusia yang telah bertunggal dengan Tuhan. Bila manusia telah mampu memahami serta menyadari bagaimana mengendalikan bagian-bagian badan yang berada dalam dirinya. Dan manusia mampu memahami keadaan alam sekitarnya baik secara makrokosmos dan mikro kosmos. Maka manusia akan hidup dengan tenang dan tentram. Sebenarnya manusia dikendalikan oleh manusia sejati yang memberi perintah pada bagianbagian tadi. Sehingga manusia akan melakukan perintah dan bertindak yang baik. Namun jika manusia tersebut belum memahami bagian-bagian atas dirinya maka manusia tersebut tidak akan merasakan perintah dari manusia sejatinya dan akan bertindak yang buruk. Manusia adalah mahkluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Tuhan. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Kesempurnaan dapat dicapai manusia karena ia diciptakan Tuhan menurut gambar-Nya yang ada dalam potensialis. Manusia merupakan kesatuan tujuh unsur; jasad, budi, nafsu, ruh, sir (rahsa), nur dan hayyu (hidup). Ketujuhnya saling berhubungan merupakan kesatuan. Kutipan : 0. Kayu : têgêsipun gêsang
, anunggil kahananing dad
1. Nur
: têgêsipun cahya
, dumunung sajawining gêsang
2. Sir
: têgêsipun rasa
, dumunung sajawining cahya commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Roh : têgêsipun nyawa sajawining rasa
,
4. Napsu : têgêsipun angkara
, dumunung sajawining suksma
5. Ngakal : têgêsipun budi
, dumunung sajawining napsu
6. Jasat : têgêsipun badan hlm:87,brs-9)
,
dipun
wastani
dumunung
suksma,
sajawining
dumunung
budi”
(Indah,
Terjemahan: 8. Kayu 9. Nur 10. 11. rasa 12. 13. 14.
: artinya kehidupan , menyatu dengan keberadaan dad : artinya cahaya , berada diluar kehidupan Sir : artinya rasa , berada diluar cahaya Roh : artinya nyawa , dinamakan suksma, berada diluar Napsu : artinya angkara Ngakal : artinya budi Jasat : artinya badan
, berada diluar suksma , berada diluar napsu , berada diluar budi”
Gerakan badan dipengaruhi oleh budi, budi dipengaruhi oleh nafsu. Nafsu dipengaruhi oleh ruh atau suksma. Suksma mendapat pengaruh dari rahsa, dan rahsa menerima pengaruh dari nur. Nur menerima pengaruh dari hayyu, dan hayyu pelaksana dari af‟al Dzat dan merupakan tajlli Dzat. (Simuh, 1988:314) 7 1
6
2
5
3 4 Keterangan : 1. Hyun, kayun, ATMA 2. Nur, cahya, pranawa 3. Sir, rahsa, pramana
commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Roh, atau sukma 5. Nafsu, angkara 6. Akal, budi 7. Jasad, badan Kutipan : 8. Jasad kawisesa dening akal, têgêsipun obahing badan punika, kaprabawa saking osiking budi, mila dipunbasakakên Alah tangala, dados tandhaning Hyang Maha Yekti, awit dene badan punika amêrtandhani Apgnaling budi.(Indah, hlm:90,brs-6) Terjemahan „1. Jasad atau jasmani diatur atau dikuasai oleh akal artinya bergeraknya badan ini dipengaruhi dari kemauan budi, maka disebut allah ta‟ala menjadi tandanya yang maha yekti “maha sesungguhnya nyata” alam kasunyatan jati. Karena badan ini mewujudkan apgnalnya budi” Kutipan : 9. Budi, kawisesa dening napsu, têgêsipun osiking budi punika, kaprabawa saking hawaning napsu, mila dipunbasakaken Hyang Maha Yekti, dados kanyataaning Hyang Maha Agung, awit dene budi punika anartani Apgnaling napsu.(Indah,hlm:90,brs-9) Terjemahan „2. Budi dikuasai atau diatur oleh nafsu, artinya keinginan budi itu berpengaruh dari hawanafsu maka diibaratkan yang maha yekti menjadi commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kenyataan yang maha agung karena budi itu sebagai pertanda apgnalnya nafsu‟
Kutipan : 10.
Napsu, kawisesa dening suksma têgêsipun hawaning napsu
punika kaprabawa saking wahananing nyawa, mila dipunbasakakên hyang maha agung, dados embaning hyang maha luhur, awit dene nêpsu punika anêrusi Apgnaling suksma.(Indah,hlm:90,brs-12) Terjemahan „3. Nafsu dikuasai oleh suksma artinya hawa nafsu itu dipengaruhi oleh keberadaan nyawa maka di sebut yang maha agung, jadi tiruan yang maha luhur karena nafsu itu meneruskan apgnalnya suksma.‟
Kutipan : 11.
Suksma, kawisesa dening rasa, mila dipunbasakakên hyang maha
luhur, dados sasandhaning hyang maha kawasa, awit dene suksma punika amimbuhi Apgnaling rasa.(Indah,hlm:90,brs-15) Terjemahan „4. Suksma dikuasai oleh rasa maka disebut yang maha luhur jadi keberadaan yang maha kuasa karena suksma itu menambahi apgnalnya rasa‟ Kutipan : commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12.
Rasa, kawisesa dening cahya, tegesipun Pramananing rasa
punika, kaprabawa saking pranawaning cahya, mila dipunbasakaken hyang
maha
kawasa,
dados
sengkeraning
hyang
maha
wisesa.(Indah,hlm:90,brs-18) Terjemahan : „5. Rasa dikuasai oleh cahaya artinya pramananya rasa itu dipengaruhi oleh kekuatan cahaya itu, maka disebut yang maha kuasa menjadi kerahasiaan yang maha wisesa‟ Kutipan : 13. Cahya, kawisesadening kayu, têgêsipun pranawaning cahya punika kaprabawan saking kawasaning gêsang, mila dipunbasakakên hyang maha wisesa, dados warangkaning hyang maha mulya, awit dene cahya punika anglimputi Apgnaling Atma(Indah,hlm:91,brs-1)
Terjemahan : „ 6. Cahaya, dikuasai oleh kayu artinya kekuatan cahaya itu dipengaruhi dari kekuasaan hidup maka disebut yang maha wisesa, menjadi bungkus atau kerangkanya yang maha mulia adapun cahaya itu meliputi apgnaling atma‟ Kutipan : 14.
têgêsipun kawasaning gêsang punika kaprabawa saking purba
wisesaning dad, mila dipunbasakakên hyang maha mulya, dados commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
susulihing hyang maha suci, awit dene Atma punika amumpuni apgnaling dad sadaya. (Indah,hlm:91,brs-5) Terjemahan : „7. Kayu dikuasai oleh dad, artinya kekuasaan hidup ini dikuasai dari kekuasaan dad, maka disebut yang maha mulia menjadi perwakilan yang maha suci adapun atma menguasai apgnalnya dad semua.‟ Manusia yang dapat mengembangkan kehidupan rohaninya, akan dapat memperlihatkan ketujuh martabat di bawah ini, dan akan menjadi insan kamil (manusia yang sempurna), di mana kehidupan dan tindak-tanduknya merupakan pencerminan kehidupan dan af‟al (perbuatan) Tuhan di bumi. Dalam keadaan manunggal dengan Tuhan, maka manusia adalah rahsa Tuhan, dan Tuhan adalah rahsa manusia. (Simuh, 1988:320) 1. Martabat Ahadiyat, yaitu martabat la ta‟yun dan ithlag. Artinya masih dalam wujud mutlak, tidak bisa dikenal hakikatnya. Karena sunyi dari segala sifat, sandaran dan hubungan dengan yang lain. 2.
Martabat Wahdat, yaitu ibarat ilmu Tuhan terhadap Dzat dan sifatnya, serta terhadap segala perwujudan secara ijmal (keseluruhan) belum ada pemisahan antara satu dengan lainnya.
3. Mertabat Wahidiyat, yaitu kesatuan yang mengandung kejamakan, tiaptiap bagian telah jelas batas-batasnya. Sebagai hakekat manusia. Ibarat ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu secara terperinci, sebagian terpisah dengan yang lain. commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Martabat alam arwah. Merupakan aspek lahir yang dalam bentuk mujarad dan murni.
5. Martabat alam mitsal. Ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagianbagian, tetapi masih bersifat halus, tidak bisa dipisah-pisahkan. 6.
Martabat alam ajsam (tubuh) Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan tersusun secara materiil telah menerima pemisahan dan dapat dibagi-bagi. Yaitu telah terukur tebal-tipisnya.
7. Martabat insan. Mencakup segala martabat di atasnya, sehingga dalam manusia terkumpul enam martabat yang bersifat batin dan bersifat lahir. Kesempurnaan akan terwujud dalam diri manusia pada tingkat individual, apabila ia mampu mengubah gambar Tuhan dalam potensialitas yang telah ada dalam dirinya menjadi gambar Tuhan dalam aktualitas. Meskipun mencapai kesempurnaan, Manusia Sempurna tetap milik Tuhan dan akan Kembali kepada Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian terhadap naskah SW karya salinan sastra surana yang telah dianalisis, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai akhir dari penelitian ini. Dari hasil analisis baik secara struktural, semiotika, maupun konsep manusia sempurna, maka kesimpulan yang dapat dipaparkan sebagai berikut. 1. Naskah SW merupakan suatu naskah piwulang yang berbentuk prosa, namun bukan merupakan prosa fiksi, maka analisis struktur dalam naskah SW terdapat susunan unsur pembangun yang ideal yang terdiri: kepala, tubuh, dan kaki. Komponen unsur pembangun struktur piwulang dalam naskah SW yang ideal adalah: a. Kepala Unsur kepala meliputi komponen pembuka, deskripsi awal mengenai naskah SW. Penjelasan tentang deskripsi roh dan badan. b. Tubuh Unsur tubuh meliputi komponen piwulang. Piwulang bakal manusia yang menjelaskan tentang asal mula manusia, piwulang sifat dan watak manusia dijelaskan tentang sifat dan watak manusia, dan keberadaan manusia.
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
c. Kaki Unsur kaki terdapat penjelasan alam dunia manusia. Alam dunia manusia terdiri dari alam siriyah, alam rokhani dan alam nuriyah ‘surga’. Manusia yang terdiri dari badan kasar ‘wadhag’ dan roh. Naskah SW memberikan penjelasan mengenai roh-roh yang berada di dalam badan manusia. Diri manusia terbungkus oleh badan kasar ‘wadhag’. Badan yang membentuk bentuk fisik manusia. Bentuk fisik manusia terdiri dari kepala, tubuh, tangan, kaki dan sebagainya, dan setiap indovidu manusia memiliki semua bagian tersebut. 2. Teori semiotika C.S Peirce merupakan sebuah ilmu tanda. Tanda adalah alat sebagai komunikasi. Teori C.S. Peirce terdiri dari unsur pendukung yaitu tanda, objek dan penafsir. Namun dalam penelitian ini terfokus dalam kajian objek yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol. Tidak semua karya sastra memiliki ketiga unsur objek tersebut. Terlebih ikon memang jarang ditemui dalam karya sastra. Dalam naskah SW hanya ditemukan beberapa ikon saja. Hal tersebut juga terjadi dalam meneliti simbol yang terdapat dalam naskah SW karena hanya menemukan beberapa simbol saja. Ketiga unsur objek yang dikaji, banyak ditemui indeks dalam meneliti naskah SW. Karena dalam naskah SW semua penjelasan tentang konsep manusia dan unsur pembentuk manusia menggunakan proses hubungan sebab akibat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
Manusia yang baik adalah manusia yang mampu mengendalikan sifat dan wataknya serta mengasah kepintarannya sehingga manusia mampu menjadi manusia yang luhur budi seperti dewa 3. Roh dalam diri manusia terdapat lima roh yaitu roh robani, roh rohani, roh rahmani, roh nurani dan roh ilafi. Pada dasarnya roh-roh tersebut saling ada hubungannya. Namun memiliki fungsi masing-masing. Unsur roh dalam diri manusia sebenarnya satu yaitu roh dari Tuhan atau yang sering disebut rohullah ‘roh kudus’. Namun dalam naskah SW membaginya dalam beberapa roh dan itu hanya namanya saja yang berbeda. Kelima unsur roh yang terdapat dalam naskah SW dijelaskan begitu sangat terperinci, namun penjelasan tersebut menggunakan lambang dan suatu deskripsi yang panjang. Sehingga butuh waktu dan kesabaran dalam menganalisis naskah tersebut. Setiap personal manusia memiliki sifat dan watak masing-masing. Sifat dan watak tiap manusia berbeda. Perbedaan ini di karenakan bagaimana cara manusia mengendalikan diri. Manusia berada di alam sap tujuh. Di alam sap tujuh ini keberadaan kehidupan manusia. Diri manusia terdapat bagian alam manusia. Seperti alam pikiran, alam keinginan, alam budi, dan alam suksma ‘roh’. Masing-masing alam ini sumber muncul rasa dan budi manusia. Manusia memiliki sifat, rasa, roh dan budi Tuhan dalam diri. Namun dalam SW menjabarkannya ke dalam beberapa hal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia yang telah mampu merasakan keberadaan dan rasa Tuhan, atau telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
mampu merasakan keadaan Tuhan dalam dirinya serta manusia tersebut telah mampu mengendalikan semua angan dan nafsunya. Maka dikatakan manusia sempurna yang pada akhirnya sudah tiba saatnya, manusia tersebut akan mampu mencapai kasidan jati ‘mati yang sempurna’. Mati yang sempurna adalah manusia yang telah bertunggal dengan Tuhan. B. SARAN Pada umumnya naskah piwulang merupakan suatu karya sastra non fiksi. Naskah SW merupakan jenis naskah piwulang, namun tidak sebagai karya sastra fiksi. Naskah SW berisi tentang pengertian manusia, alam dunia manusia dan sifat watak manusia. Naskah SW berisi tentang ajaran manusia yang mampu mengendalikan segala hal yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri, sehingga mampu menjadi manusia yang sempurna. Naskah SW menjelaskan beberapa unsur bagian yang membentuk roh dan badan ’wadhag’. Ajaran yang disampaikan oleh penulis naskah SW sangat menarik dikaji, karena masih banyak yang belum mengetahui jati diri manusia itu seperti apa. Tiap-tiap unsur dijelaskan secara detail, sehingga naskah SW mudah untuk dipelajari dan dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Penjelasan yang terdapat dalam naskah SW mengarahkan kepada manusia untuk dapat menyelaraskan, menyeimbangkan antara rasa dan pikirannya. Karena segala hal yang terjadi dalam diri manusia berasal dari pikiran manusia, dan pikiran tersebut merupakan roh yang berada dalam diri manusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
Naskah SW tidak hanya berhenti pada penelitian yang menggunakan tinjauan Semiotika C.S Peirce, namun naskah tersebut masih bisa dikaji di bidang lain. Misal naskah SW masih dapat diteliti pada bidang filsafat terutama filsafat manusia, karena di dalam naskah SW mengandung unsur islam, sehingga saran peneliti naskah tersebut masih dapat dikaji unsur tataran sarekat, hakekat, tarekat, dan makrifat.
commit to user