KONSEP KECERDASAN MAJEMUK PERSPEKTIF HOWARD GARDNER DAN PENERAPANYA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Disusun oleh : ROS ARIANTI ABAS NIM 11112159 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
iii
iv
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan : 1. Untuk kedua orang tua saya Bapak Abbas Ahmad dan Ibu Maryam Hamzah yang senantiasa dan tidak lelah mendoakan dan memberikan semangat untuk saya. 2. Untuk kakak saya Zulfikar Abbas yang telah mendoakan dan memberikan semangat untuk saya. 3. Untuk seluruh keluarga , teman, sahabat saya yang sudah banyak mendukung saya dalam menyelesaikan Skripsi ini 4. Untuk Immawan dan Immawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kota Salatiga yang telah memberikan semangat. 5. Sivitas akademisi pada almamater tercinta IAIN Salatiga.
vi
ABSTRAK ROS Arianti Abas . 2016. Konsep Kecerdasan Majemuk Perspektif howard Gardner Dan Penerapanya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga, pembimbing Bapak Fatchurroham, S.Ag., M.Pd. Kata Kunci: Konsep kecerdasaan majemuk perspektif Howard Gardner dan penerapannya dalam pembelajaran pendidikan agama islam di sekolah. Selama ini pendidikan di Indonesia menilai kecerdasan manusia sempit, khususnya pada pendidikan formal, manusia hanya dianggap memiliki satu kecerdasan yang dapat diukur dengan nilai, angka maupun bilangan yang disebut dengan kecerdasan logikamatematika, sedangakan alat yang digunakan untuk mengukur kecerdasan tersebut adalah IQ. Kecenderungan pembelajaran yang selalu menekankan pada prestasi akademik ini akan menghasilkan generasi muda yang kurang berinisiatif seperti menunggu instruksi, takut salah, malu mendahului yang lain, hanya ikut-ikutan, salah tetapi masih berani bicara (tidak bertanggung jawab), mudah bingung karena kurang memiliki percaya diri, serta tidak peka terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dengan jelas tentang konsep kecerdasan majemuk perspektif Howard Gardner dan Penerapan Konsep kecerdasan majemuk perspektif Howard Gardner dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan library research yaitu suatu penelitian kepustakaan murni. Dengan demikian pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan seperti bukubuku, majalah, dokumen, artikel, perkataan-perkataan, notulen harian, catatan rapat dan sebagainya. Penulis menggunakan teknik analisis dekduktif induktif dengan cara menemukan pola, tema tertentu dan mencari hubungan yang logis antara pemikiran tersebut. Kemudian mengklasifikasikan pemikiran sang tokoh sehingga dapat dirumuskan dalam pendidikan Islam yang sesuai. Hasil penelitian ini bahwa Pertama, menurut Howard Gardner, inteligensi tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Di sisi lain, Gardner juga mencoba membantu pendidik untuk mengubah cara mengajar mereka menggunakan multiple Intelligences yang lebih bervariasi, dengan delapan cara dan disesuaikan dengan inteligensi peserta didik. Kedua, konsep Howard Gardner relevan untuk dijadikan acuan dan landasan berpikir bagi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, pengembangan inteligensi tidaklah hanya dititikberatkan pada akal (aspek kognitif) saja, akan tetapi juga pada akhlak (aspek afektif) dan amal (aspek psikomotorik). Tentunya, hal ini memiliki implikasi positif pada proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah. Oleh karenanya, pendidik harus mengetahui seluruh perubahan yang terjadi pada peserta didik baik secara biologis maupun psikologis. Informasi ini penting untuk mengetahui tingkat perkembangan inteligensi, pola pikir, ciri khas dan cara belajar peserta didik. Pendekatan berbasis multiple intelligences berarti mengembangkan kurikulum dan menggunakan pengajaran yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Adapun penyajian informasi pengajaran menggunakan pendekatan yang logis-rasional (aspek kognitif), psychological (aspek afektif) dan sosial-akomodatif (aspek psikomotorik).
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robil’alamin, segala curahan rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “KONSEP KECERDASAN MAJEMUK
PERSPEKTIF
HOWAR
GARDNER
DAN
PENERAPAN
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH ”. Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd.,selaku Rektor IAIN Salatiga.
2.
Kedua orang tua penulis, Ibu Maryam Hamzah dan Bapak Abbas Ahmad yang senantiasa membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang serta doa yang tak pernah luput untuk penulis.
3.
Bapak Fatchurrohman, S.Ag.,M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasehat, arahan, serta masukan-masukan yang sangat membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
viii
4.
Ibu Siti Rukhyati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.
5.
Seluruh dosen dan petugas admin Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.
6.
Untuk Kakakku Zulfikar yang selalu menjadi motivasi dan tak pernah putus menyemangati dan memberi doa.
7.
Sahabat-sahabat yang telah banyak melakukan hal terbaik kepada penulis, sebagai teman dalam susah maupun senang, yang tidak akan pernah bisa terbalaskan baik budinya untuk, Mas Muhammad Widodo, Istianah Lis Hikmatiwati, Anggih Ratna Sari dan sahabat seperantauan Visi Sofya H. Semuannya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Amin ya robbal ’alamin.
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................... iii HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.................................................................................
5
C. Tujuan dan Kegunaan ...........................................................................
5
1. TujuanPenelitian.............................................................................
5
2. Kegunaan Penelitian .......................................................................
6
E. Metode Penelitian .................................................................................
7
1. Jenis Penelitian ..................................... …………………………..
7
2. Pendekatan Penelitian ....................................................................
7
3. Metode pengumpulan data ............................................................
7
4. Teknik Analisis data ......................................................................
9
x
5. Defenisi operasional ......................................................................
10
F. SistematikPenulisan ..............................................................................
11
BAB II KONSEP KECERDASAN PERSPEKTIF HOWARD GARDNER A. Biografi Howard Gardner danKarya-Karyanya ...................................
13
1. Biografi Howard Gardner................................................................... 14 2. Karya-karya howard Gardner ............................................................. 23 3. Latar belakang teori kecerdasan howard Gardner .............................. 35 B. Kecerdasan Perspektif Howard Gardner .................................................. 43 1. Pengertian Kecerdasan perspektif Howard Gardner .................. …….43 2. Macam-macam kecerdasan majemuk ............................................
45
BAB III KONSEP KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN PAI A. Pengertian Kecerdasan .........................................................................
62
1. Kecerdasan menurut para ahli .......................................................
62
2. Teori-teori kecerdasan ........................................................................ 64 3. Faktor yang mempengaruhi kcerdasan majemuk ............................... 72 B. PengertianPembelajaran pendidikan agama islam ...............................
75
1. Pengertian pembelajaran .................................................................... 75 2. Pengertian pendidikan agama islam .................................................. 77 3. Dasarpembelajaran PAI ..................................................................... 81 4. Tujuan pembelajaran PAI .................................................................. 83 5. Karakteristik pendidikan agama islam ............................................... 87 xi
6. Fungsi pendidikan agama islam ......................................................... 89 7. Prinsip-prinsi pembelajaran PAI ........................................................ 91 8. RuangLingkup pendidikan agama islam ............................................ 93 9. Faktor-faktor yang mempengaruhi PAI.............................................. 93 BAB IV PENERAPAN KECERDASAN MAJEMUK PERSPEKIF HOWARD GARDNER DALAM PEMBELAJARAN PAI A. Mengenal intelligensi peserta didik....................................................... 103 1. Tes .................................................................................................... 104 2. Percobaanaplikasikecerdasanmajemuk di kelas ............................... 107 3. Mengamati kegiatan siswa di kelas .................................................. 107 4. Observasi kegiatan siswa di luar kelas ............................................. 108 5. Portofolio Peserta didik .................................................................... 108 B. Mempersiapkan Draf Pengajaran PAI................................................... 109 1. Fokus pada topik .............................................................................. 110 2. Mencari Gagasan Pendekatan Multiple Intelligences yang Cocok denganTopik.......................................................................... 111 3. Membuat Skema dan Kemungkinan Kegiatan yang dapat Dilakukan pendidik ............................................................................................ 111 4. Persiapan terhadap media pembantu (media pembelajaran) ............ 111 C. Strategi Pengajaran PAI berbasis Multiple Intelligences ...................... 112 D. Menentukan evaluasi ............................................................................. 116 E. Penerapan Multiple Intelligences Dalam Pembelajaran Pendidikan xii
Agama Islam di Sekolah ....................................................................... 118 BAB V PENUTUP .................................................................................................. 131 A. Kesimpulan ...........................................................................................
131
B. Saran ....................................................................................................
133
DAFTAR PUSTAKA
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah terindah yang dititipkan tuhan Yang Maha Esa kepada orangtuanya. Seharusnya kita bersyukur dan memelihara amanah yang diberikan Tuhan dengan baik. Masih banyak orang yang hidupnya kurang sempurna karena tidak adanya anak. Menurut Seto Mulyadi (2008) dalam Andrianto (2008), anak adalah sosok unik yang padanya melekat berbagai ciri yag berbeda dengan yang dimiliki manusia dewasa. Anak tumbuh secara fisik dan psikis. Ada fase-fase perkembangan pada anak yang dilaluinya. Perilaku yang ditampilkan anakanak akan sesuai dengan ciri-ciri psikologi anak sangat penting dalam mendidik dan mengasuh anak agar bisa sukses, termasuk dalam mengungkap kecerdasan anak (Purwa A. Prawira, 2013 :135). Di negara-negara yang telah maju, masalah kecerdasan amat penting diperhatikan dalam dunia pendidikan. Di negara-negara tersebut telah dibuat tes standar kecerdasan sehingga dapat untuk mengukur tingkat kecerdasan anak-anak maupun dewasa. Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. kecerdasannya,
manusia dapat terus
menerus
Dengan
mempertahankan
dan
meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus (Purwa A. Prawira, 2013 :136). Dan
14
dengan kecerdasan Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang mempunyai bentuk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain. Allah menegaskan didalam surat at-Tin ayat 4 :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-sebaiknya (Q.S at-tin :4) (Depertemen Agama RI, 1991 :597).
Bakat dan kecerdasan merupakan dua hal yang berbeda, namun saling terkait. Bakat adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang melekat dalam diri seseorang. Bakat peserta didik dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otaknya. Dan potensi bawaan sejak peserta didik sampai menjadi bakat berkaitan dengan kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik. Tingkat intelektualitas peserta didik berbakat biasanya di atas rata-rata. Namun, peserta didik berbakat. Bakat seni dan olahraga misalnya, keduanya memerlukan strategi, taktik, logika yang berhubungan dengan kecerdasan (Hamzah dkk, 2009: 7). Selama ini pendidikan di Indonesia menilai kecerdasan manusia terlalu sempit, manusia dianggap hanya memiliki satu kecerdasan yang dapat diukur yang disebut kecerdasan logika-matematika, sedangan alat yang digunakan untuk mengukur kecerdasan tersebut adalah tes IQ. Praktek-praktek pembelajaran di Indonesia yang masih mengandalkan pada cara-cara yang lama yang menganggap anak hanya perlu melaksanakn kewajiban yang telah digarisbawahkan oleh guru dan orang tua. Pembelajaran satu arah, berorentasi 15
pada keinginan guru dan kurikulum dan cenderung sangat mengutamakan prestasi akademik saja perlu dikaji ulang karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat (Asri B, 2005:111). Kecenderungan pembelajaran yang selalu menekankan pada prestasi akademik ini akan menghasilkan generasi muda yang kurang berinisiatif seperti menunggu instruksi takut salah malu mendahului yang lain, hanya ikut-ikutan, salah tetapi masih berani bicara(tidak bertanggung jawab), mudah bingung karena kurang memiliki percaya diri, serta tidak peka terhadap lingkungannya. Di samping itu generasi demikian akan memiliki sifat yang tidak sabar, ingin cepat berhasil walaupun melalui jalan pintas, kurang menghargai proses, mudah marah sehingga banyak menimbulkan kerusuhan dan tawuran (C. Asri B, 2005 :112). Keberhasilan pendidikan terkait dengan kemampuan orang tua dan guru dan memahami peserta didik sebagai individu yang unik. Peserta didik harus dilihat sebagai individu yang memiliki berbagai potensi yang berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi dan berharga (Hamzah, Dkk ,2009 :10-11). Pendekatan di dalam pembelajaran sangat mementingkan aspek-aspek akademik cenderung memberikan tekanan pada perkembangan intelegensi hanya terbatas pada aspek kognitif sehingga manusia telah dipersempit menjadi sekedar memiliki kecerdasan kognitif atau yang sering disebut IQ. Howard Gardner(1983) memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan dengan multiple intelligences (kecerdasan majemuk), dan menjelasakan bahwa intelegensi bukan merupakan suatu konstruk unit tunggal namun
16
merupakan konstruk sejumlah kemampuan yang masing-masing dapat berdiri sendiri (Monty P.S, 2003:5). Howard Gardner (1993) dalam buku multiple intelligences menuliskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Gambaran mengenai kecerdasan yang luas telah membuka mata para orangtua unggul maupun guru tentang adanya wilayah-wilayah yang secara spontan akan diminati oleh anak-anak dengan semangat tinggi. Dengan begitu, tiap anak merasa pas menguasai bidangnya masing-masing. Menurut Gardner, anak-anak tersebut tidak hanya menjadi cakap pada bidang-bidang tersebut yang memang sesuai dengan minatnya, tetapi juga anak-anak itu akan sangat menguasainya sehingga kelak menjadi sangat ahli. Lebih lanjut, untuk mendukung argumentasinya itu Gardner mengemukan bahwa kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur yaitu : (1) kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musical, (4) kecerdasan
visual
spasial,
(5)
kecerdasan
kinestetik,(6)
kecerdasan
interpersonal. (7) kecerdasan intrapersonal (Purwa A.Prawira, 2013:152-153). Dalam pendidikan, guru mengingikan siswanya berhasil. Seorang guru ketika memilih karir menjadi pendidik dan sebagai pendidik akan merasa puas jika dapat membuat perubahan dalam kehidupan generasi muda. Oleh karena itu sudah seharusnya para guru tidak hanya menggunakan satu metode dalam pengajaran, guru dapat menggunakan berbagai macam variasi model yang berlainan disesuaikan dengan intelegensi peserta didik, sebab para peserta
17
didik mempunyai intelegensi yang berbeda dan siswa akan lebih mudah belajar bila materi disajikan dengan cara yang sesuai dengan intelegensi mereka yang menonjol (Sunarto dan Hartono , 2002 :4). Teori Howard Gardner tentang multiple intelligences tersebut sangat bermanfaat jika diterapkan dalam memberikan pengajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Sehingga guru dapat menggunakan berbagai macam metode pembelajan. Agar guru dapat mengetahui serta memiliki kesadaran tentang multiple
intelligences
yang
dimiliki
oleh
anak
didiknya.
Dari pemaparan di atas penulis merasa pentingnya pengetahuan tentang multiple intelligences (kecerdasan dari sudut pandang Howard Gardner) kepada para pendidik untuk mengetahui bagaimana kondisi kecerdasan peserta didiknya, sehingga mereka bisa memberikan metode pengajaran yang bervariasi dalam pengajaran pendidikan agama Islam pada khususnya dan seluruh pembelajaran pada umumnya, maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul :KONSEP KECERDASAN MAJEMUK PERSPEKTIF HOWARD GARDNER DAN PENERAPANYA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tugas akhir kuliah ini,penulis merumuskan : 1. Bagaimana konsep kecerdasan majemuk prespektif Howard Gardner?
18
2. Bagaimana penerapan kecerdasan majemuk prespektif Howard Gardner dalam pembelajaran pendidikan agama islam di sekolah? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi atau gambaran pemikiran Howard Gardner mengenai konsep Kecerdasan yang telah dikemukakan oleh beliau. Namun sesuai dengan beberapa rumusan masalah maka ada beberapa tujuan yang menjadi penunjang dalam mencapai tujuan utama dalam penelitian ini, yaitu : Untuk mendapatkan gambaran mengenai tentang konsep kecerdasan perspektif Howard Gardner 1. Mendeskripsikan konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner. Melalui deskripsi ini, diharapkan para pembaca memahami dengan jelas mengenai konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner, sebagai pengetahuan awal untuk mengembangkan kecerdasan tersebut pada pembelajaran PAI 2. Merumuskan penerapan howard gardner dalam pembelajaran PAI di sekolah, Sehingga kecerdasan majemuk peserta didik bisa berkembang secara baik dan sesuai dengan perkembangan mereka. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan hasil penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi panduan kita atau masukan buat kita dalam bidang pendidikan dan pengajaran, terutama dalam pendidikan agama islam.
19
2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi para guru dan calon guru PAI agar senantiasa menggunakan metode-metode pembelajaran PAI yang mampu mengembangkan kecerdasan majemuk peserta didik dan sesuai dengan perkembangan mereka yang bersifat humanis dalam penyelenggaraan pendidikan agama islam di sekolah-sekolah pendidikan formal maupun nonformal dalam kehidupan sosial masyrakat. E. Metode Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari penelitian yaitu: Jenis penelitian, pendekatan penelitian, mtode pengumpulan data dan analisis data 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian dan empiris yang dikumpulkan lebih berbentuk kata-kata, kutipan, bahkan kutipan langsung pernyataana atau pemahaman tentang sesuatu, dan terkadang mengandung nuansa sikap,cita-cita dan lain sebagainya (H. Imam Bawani, MA, 2016 :108). Dan penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian pustaka (library research), yaitu jenis penelitian yang bersumber dari data-data atau sasaran yang diteliti berupa kumpulan dokumen dalam wujud bahan tertulis atau lainnya seperti buku, majalah, jurnal, surat kabar, dan aneka informasi yang bersumber dari internet (H. Imam, 2016 :109). 2. Pendekatan Penelitian
20
Karena penelitian ini tergolong sebagai penelitian pustaka maka penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitaif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan data secara kuantitatif yaitu suatu pendekatan yang hanya mengumpulkan sumber atau kata dan bukan deretan angka (H. Imam B, 2016 : 116). 3. Metode pengumpulan Data Berdasarkan jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu penelitian kepustakan, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi yang dilakukan dengan cara mencari, memilih ,menyajikan, dan menganalisis data-data dari literatur atau sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Arief F dan Agus M, 2005 :55). Terkait dengan hal tersebut , ada dua sumber yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, yaitu sumber primer dan sumber sakunder. Adapaun sumber-sumber tersebut adalah : a. sumber primer Sesuai dengan konsep awal bahwa variabel adalah suatu yang menjadi titik perhatian dalam sebuah penelitian ini, jadi yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini adalah Konsep Kecerdasan Perspektif Howard Gardner Dan Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dan adapun buku primer yang digunakan adalah Howard Gardner : Multiple Intelligences b. Sumber sekunder
21
Sumber sekunder adalah berupa buku yang berbicara mengenai kecerdasan yang pernah ditulis oleh para ahli, bisa berupa,jurnal, makalah, internet dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan tema atau judul penelitian di atas. Adapun yang menjadi buku sekunder dalam penulisan skripsi ini antara lain adalah : 1. Mestika Zed: Metode penelitian kepustakaan 2. Purwa Atma Prawira: Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru 3. Drs . H. M.A. Fattah Santoso, M.Ag :Studi Islam 4. Prof.D.
H.
Hamzah
dkk:
Mengelola
Kecerdasan
Dalam
Pembelajaran 5. Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu : Mendidik Kecerdasaan 6. Sutan Surya :Melijitkan multiple intelligence 7. Abdul Majid, S.Ag., M.Pd. : Belajar dan Pembelajran pendidikan agama islam. 8. Arif Furchan dan Agus Maimun : Metode penelitian mengenai tokoh. 9. Prof Dr. H. Imam Bawani, MA : Metodolgi peneltian pendidikan islam. 4. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bersifat kualitatif, jadi ada beberapa
22
metode yang dapat digunakan untuk menganalisa data-data yang ada, diantaranya adalah : a. Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau faktafakta untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisasi tersebut Dalam penelitian ini, metode deduktif digunakan untuk memperoleh gambaran secara detail tentang pemikiran Howard Gardner. b. Metode induktif, yaitu fakta-fakta diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan. Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta dan akhirnya ditemui pemecahan persoalan bersifat umum. Metode induktif ini digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh terhadap pemikiran Howard Gardner dari beberapa sumber buku. 5. Defenisi Operasional Agar dalam penulisan ini tidak terjadi keracuan makna atau salah presepsi, maka dipandang perlu dalam penulisan ini dicantumkan defenisi dari permasalaha yang akan diangkat : a.
Kecerdasan : kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan dan dapat menghasilkan produk atau jasa yang berguna dalam berbagai aspek kehidupan.
b.
Pembelajara PAI: Suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah perilaku yang baru secara keseluruha, serta untuk mengenal, memahami, , menghayati, hingga
23
mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran-ajaran islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan AlHadis (Abdul M, 2012 :11). Skripsi ini berisikan penyelidikan atau penganalisaan ide serta pendapat Howard Gardner tentang kecerdasan dan bagaimana menerapkan sudut pandangnya tentang kecerdasan tersebut dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Di skripsi ini, penulis ingin mencoba membuat teori tentang penerapan
konsep
kecerdasan
perspektif
Howard
Gardner
dengan
menggunakan pedoman buku-buku panduan tentang penerapan kecerdasan perspektif Howard Gardner dalam pembelajaran secara umum, kemudian penulis mencoba untuk membuat teori bagaimana cara menerapkan konsep tersebut dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. F. Sistematika Penulisan : Dalam penulisan skripsi ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN : yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi penelitian yang meliputi : jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisa data. Definisi operasional dan sistematika pembahasan. BAB II : KONSEP KECERDASAN PERSPEKTIF HOWARD GARDNER, yang meliputi: Biografi Howard Gardner, latar belakang,
24
pengertian kecerdasan perspektif Howard Gardner, dan macam- macam kecerdasan perspektif Howard Gardner. BAB III : KONSEP KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM, yang meliputi kecerdasan: pengertian kecerdasan, teori kecerdasan, faktor kecerdasan. Pembelajaran pendidikan agama islam yang meliputi: Pengertian pembelajaran, Pengertian pendidikan agama islam, Dasar pembelajaran agama islam ,tujuan pembelajaran pendidikan agama islam, karakteristik pendidikan agama islam, fungsi pendidikan agama islam, prinsip-prinsip pembelajarn pendidikan agama islam, ruang lingkup pendidikan agama islam, faktor-faktor yamg mempengaruhi pendidikan agama islam.. BAB IV: PENERAPAN KONSEP KECERDASAN MAJEMUK PERSPEKTIF
HOWARD
GARDNER
DALAM
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, yang meliputi : mengenal multiple intelligences siswa, mempersiapkan pengajaran, strategi pengajaran PAI berbasis Multiple intelligences, menentukan evaluasi, langkah-langkah pembelajaran pendidikan Agama islam berbasis Multiple Intelligences di sekolah dan penerapan Multiple Intelligences dalam pembelajara Pendidikan Agama Islam. BAB V : PENUTUP, yang berisi : simpulan dan saran-saran. BAB II KONSEP KECERDASAN PERSPEKTIF HOWARD GARDNER
25
A. Biografi Howard Gardner dan Karya-karyanya Konsep tentang Intelligence Quotient(IQ) memberi pengaruh besar terhadap imajinasi berjuta-juta orang (Thomas Armstrong, 2002 :11). Bakat peserta didik dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otaknya. Dan potensi bawaan peserta didik sampai menjadi bakat berkaitan dengan kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik. Tingkat intelektualitas peserta didik berbakat biasanya di atas rata-rata. Namun, peserta didik berbakat. Bakat seni dan olahraga misalnya, keduanya memerlukan strategi, taktik, logika yang berhubungan dengan kecerdasan (Hamzah dkk, 2009: 7). Padahal, tidak semua peserta didik dapat diidentifikasi mempunyai inteligensi tinggi dalam tes IQ standar. Hal ini cukup beralasan, karena tak ada seorang di dunia ini yang benar-benar sama dalam segala hal, sekalipun kembar. Selalu terdapat perbedaan diantara mereka disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan sehingga tiap peserta didik merupakan pribadi tersendiri dan memiliki kekuatan khusus dalam diri mereka (Nasution, 1988 :95).
1. Biografi Howard Gardner
26
Howard Gardner adalah seseorang ahli psikologi perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University Amerika Serikat. Howard Gardner dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1943 di Scaranton, Pennsylvania, Amerika Serikat. Gardner dan keluarganya tinggal di wilayah pertambangan batubara di timur laut Pennsylvania, Amerika Serikat. Kedua orang tuanya Ralph dan Hilde Gardner, termasuk pengungsi yang melarikan diri dari kekejaman Nazi Jerman dan kemudian menetap di Amerika Serikat pada tanggal 9 November 1938. Orang tuanya kehilangan anak pertama mereka yang saat itu berumur delapan tahun akibat kecelakaan kereta luncur (Joy A. Palmer, 2006 :483). Anak tersebut adalah Eric, kakak Gardner yang saat itu meninggal menjelang kelahiran Gardner. Kejadian tersebut tidak pernah diceritakan orang tuanya selama masa kanak-kanak Gardner. Tampaknya kecelakaan menewaskan Eric telah menimbulkan trauma bagi orang tua Gardner. Hal ini tampak dari sikap yang ditunjukan oleh orang tuanya terhadap Gardner kecil. Gardner selalu dilarang melakukan aktivitas yang membahayakan fisiknya, seperti bersepeda dan olahraga berat lainnya, sehingga kegemarannya pada musik, menulis, dan membacalah yang kemudian dikembangkan. Bahkan musik menjadi hal paling penting dalam hidupnya. Walaupun semua kejadian buruk menimpa keluarganya tidak pernah diceritakan kepada Gardner kecil, namun Gardner sendiri yang akhirnya menemukan bahwa mereka adalah keturunan Yahudi yang di kejar-kejar
27
Nazi (Ladislaus N, 2004: 158). Menurut Dia kejadian tesebut bahkan telah menjadikannya dewasa dan memahami bahwa sebagai anak sulung yang masih hidup dalam keluarga besar, Ia dituntut berbuat banyak di Negara baru (Amerika Serikat). Dia juga berpikir bahwa para pemikir keturunan Yahudi dari Jerman dan Austria seperti Einstein, Freud, Marx, dan Mahler, hidup dan telah belajar serta bersaing dengan pemikir-pemikir lainnya di pusat-pusat intelektual Eropa, sementara Dia sendiri terkungkung di lembah Pennsylvania yang tidak menarik. Akibatnya, ia mengalami kebuntuan intelektual serta depresi ekonomi (Joy A. Palmer, 2010 :483). Keinginan
yang
kuat
untuk
maju
dan
berkembang
serta
kegandrungannya terhadap musik menyebabkan Dia menolak keinginan orang tuanya untuk menyekolahkan di Philps Academy di Massachusetts, dia bahkan pergi sekolah ke Wyoming Seminary di Kingston. Di sekolah Dia banyak mendapatkan dukungan dan perhatian dari guru-gurunya sampai akhirnya dia sukses menyelesaikan studinya (Ladislaus Naisban, 2004: 158). Setelah menyelesaikan studinya di sekolah tersebut , pada tahun 1961 Dia melanjutkan studinya ke Harvard University, tempat dimana ia mengabadikan sekarang. Di universitas tersebut Dia mempelajari sejarah sebagai persiapan karier di bidang hukum, khususnya pengacara. Selain itu, Dia juga banyak belajar tentang sosiologi dan psikologi. Di Universitas itu juga Dia bertemu dengan orang-orang yang banyak memberinya inspirasi untuk membuat penelitian khusus tentang hukum alam manusia,
28
mereka adalah pakar psikoanalisa Eric Erikson (orang yang telah memperkuat ambisinya untuk menjadi akademikus), sosiolog David Reisman, dan psikolog kognisi Jeromer Bruner (Joy A. P, 2010 :484). Pada tahun 1965 Dia berhasil memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan ilmu pengetahuan sosial.
Dari sini Dia bekerja
bersama Jeromer bruner dalam MACOS (macintosh Operating System) project. Dalam
perjalanan kariernya di proyek tersebut, Dia banyak
membaca karya-karya Claude Levi –Staurss (salah seorang ahli Antropologi Struktural, seorang keturunan Yahudi berkebangsaan parancis yang lahir di Belgia pada tahun 1908), dan Jean Piaget ( salah seorang psikolog dalam bidang kognitif dan moral. Dia lahir di Neuchatel, Swis pada tanggal 9 Agustus 1896). Bahkan bangkitnya minat Gardner untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai “perkembangan” juga terinspirasi dari karya Jean Piaget mengenai tahap perkembangan kognisi manusia. Menurut Jean Piaget, contoh bentuk tertinggi kognisi manusia adalah kognisi yang dimilki oleh para ilmuawan. Oleh karena itu, Dia memandang bahwa anak iu dilahirkan sebagai “bakal ilmuwan”. Namun menurut Gardner
konsep Jean Piaget tentang perkembangan kognisi manusia
terutama konsepsi anak sebagai” bakal ilmuwan” tidak memadai untuk zaman sekarang ( Ladislau Nasiban, 2004: 159). Bagi gardner , ilmuwan tidaklah bisa dijadikan sebagai contoh bentuk tertinggi manusia. Kesadaran ini muncul manakala Dia menyadari ketertarikannya pada pendidikan musik dan bidang seni lainya. Bagi Dia
29
sebagaimana dikutip oleh Joy A. Palmer, bahwa orang-orang yang ahli dalam bidang- bidang lain, seperti pelukis, penulis, musikus, penari, dan seniman lainnya juga memiliki kemampuan kognitif yang tertinggi. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan “berkembang” perlu memperhatikan hal-hal tersebut. Dengan demikian, perlu adanya pengembangan dan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan perkembagan kognisi (Joy A. P, 2010 : 484). Kemudian , pada tahun 1996, Ia melanjutkan program doktornya di Harvard University dan selesai pada tahun 1971. Selama di Harvard University Dia dilatih menjadi seorang psikolog perkembangan kemudian menjadi seorang Neurolog (istilah yang digunakan untuk menyebut seorang ahli dalam ilmu pengetahuan mengenai struktur dan fungsi sistem syaraf), berdasarkan hasil penggodokan dari berbagai institusi tempat dia menuntut ilmu, terutama di Universitas Harvard, Akhirnya Dia menjadi seorang ahli dalam bidang psikologi, neurologi, bahkan pendidikan. Setelah memempuh perjalanan yang begitu panjang, akhirnya saat ini Dia telah menjadi seorang professor yang khusus mendalami kognisi dan pendidikan di Departemen Pendidikan Harvard University, professor psikologi di Harvard University, professor Neurolog di sekolah Kedokteran Universitas Boston, dan ketua tim (dierktur) senior proyek Zero (Joy A. P, 2010 :484). Proyek zero adalah kelompok penelitian yang bertujuan memperkuat pendidikan seni. Proyek ini didirikan Nelson Goodmen. Proyek ini pula,
30
sejak pendidikannya di Gruaduate School sampai sekarang, telah menjadi pusat kegiatan intelektual Gardner, tempat berkembangnya ide-ide sekaligus komunitas intelektualnya. Pada awalnya, di proyek tersebut kognisi dalam bidang seni menuju penelitian tentang proses belajar, pemikiran dan kreativitasnya pada berbagai displin ilmu, kelompok usia, serta lingkungan pendidikan ( Ladislaus Nasiban,2004 :159. Bahkan di proyek itulah Dia menemukan teori Multple Intelligences. Multiple intellignces adalah istilah yang digunakan oleh Howard Gardner untuk menunjukan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki banyak kecerdasan. Teori ini kemudian dikembangkan dan diperkenalkan pada tahun 1983 dalam bukunya yang berjudul Frame of mind, yang telah diterjemahkan ke dalam dua belas bahasa. Selanjutnya pada tahun 1993 Dia mempublikasikan bukunya yang berjudul Multiple intelligences: The theory ini pracitle, sebagai penyempurnaan atas buku yang terbit sebelumnya, setelah banyak melakukan penelitian tentang implikasi sekaligus aplikasi teori kecerdasan majemuk di dunia pendidikan di Amerika Serikat. Teori
tersebut disempurnakan lagi dengan terbitnya
buku Multiple Intelligences Reframed pada tahun 2000 ( Ladislaus Nasiban, 2004 :159). Bahkan wacana mengenai Multiple Intelligences di perluas kembali di dalam bukunya Multiple Intelligences: New Horizontal yang terbit pada tahun 2007. Sementara itu, pada tahun 1994, Dia bersama teman sejawatnya sesama ahli psikologi, Mihaly Csikszentmihalyi dan William Damon,
31
merancang Good Work Project, yaitu suatu proyek yang bertujuan untuk meneliti bagaimana individu-individu yang menonjol di setiap profesi dapat menghasilkan karya yang patut dicontoh sesuai standar profesi masing-masing, dan memberikan sumbangan besar bagi kejahteraan masyarakat ( Joy A. Palmer, 2010 :490). Terlepas dari semua itu, dalam perjalannya kariernya , Gardner bertemu dan menikah dengan Ellen Winner, seorang ahli psikologi perkembangan yang mangajar di kampus Boston. Dari pernikahan tersebut, Dia dikarunia empat orang anak, yaitu Kerith (1969), Jay (1971), Andrew (1976), dan Benyamin (1985), serta sorang cucu. Selain sibuk dengan berbagai kegiatan di proyek Zero, Dia juga mencurahkan seluruh perhatiannya pada keluarga, karena keinginan besarnya adalah keluarga dan pekerjaanya. Karena Dia seorang pakar yang banyak melakukan penelitian dan menyanyangi bidang seni, maka di Universitas Hardvard dia dipercaya untuk memberikan banyak mata kuliah, antar lain : mengenai inteligensi, kreativitas, kepemimpinan, tanggung jawab professional, kegiatan ilmiah antar disiplin ilmu, manajemen kerja yang baik, dan seni (Ladislaus N , 2004 : 159). Seperti yang telah dijelaskan bahwa Gardner adalah seorang yang aktif dalam bidang penelitian sekaligus ahli dalam bidang musik dan psikologi. Oleh karena itu tidak mengherakan jika Dia banyak
32
menyandang atau menduduki berbagai jabatan. Adapun jabatan-jabatan yang pernah disandang dan di pegang ole Gardner antar lain : a. Guru piano (1958-1969) ; b. Guru SD di Newton MA (1969) ; c. Peneliti klinis di kedokteran Universitas Boston (1975-1978) ; d. Psikolog peneliti di kedokteran University Veteran Boston (1978 1991) ; e. Konsultasi psikologi di Universitas Veteran Boston (1991-1993) f. Peneliti Proyek Zero Hovard (1972-2000) ; g. Professor ilmu kognisi dan pendidikan di Havaerd Graduate School of Education (1986-sekarang) ; h. Asisten professor penelitian dalam bidang Neurologi di kedokteran Boston University (1987-sekarang) ; i. Ketua tim (direktur) proyek Zero di Harvard Graduate School of Education (1995sekarang) ; j. Asisten professor dalam bidang psikologi di Harvard University (1991sekarang), dan k. Ketua dan anggota yayasan spencer “the spencer foundation” (2001sekarang) (Ladislaus N, 2004 : 169). Sebagai seorang psikolog dan ahli pendidikan
yang cukup
berpengaruh di dunia , terutama di Amerika Serikat, serta banyak melakukan penelitian ataupun kegiatan-kegiatan lainnya yang didukung
33
oleh semnagat untuk terus berkembangang, dia banyak mendapatkan penghrgaan. Adapun penghargaan-penghargaan tersebut antara lain : a. Claude Bernard Science Journalisan Award, pada tahun 1975 ; b. MacArtur Prize Fellowship, pada tahun 1981-1986 ; c. William James Award dari American Psychological Association, pada tahun 1990; d. Penghargaan pendidikan dari Louisville Garwemeyer Award , pada tahun 1990 ; e. Doctor Honoris Causa dalam bidang pendidikan dari Cury College ,pada tahun 1992; f. Penghargaan tertinggi dari pemerintah setempat, pensylvannia, pada tahun 1994; g. Medali penghargaan dalam bidang pendidikan dari Teachers College, Columbia University, pada tahun 1994; h. Doctors Honoris Causa dalam bidang kemanusiaan dari Moravian College , PA ,pada tahun 1996; i. Doctors honoris causa dalam bidang filsafat dari Tel Aviv University . pada bulan mei 1998; j. Penghargaan Samuel T. Orton dari “the international Society of Dyslexia, “pada bulan November tahun 1999; k. Penghargaan medali emas dari America Academy of Achievment Washington D.C, pada bualan juni 1999;
34
l. Doctors Honoris Causa dalam bidang sains dari McGill University, pada bulan juni tahun 1999; m. Doctor honoris Causa dalam bidang sains dari Connecticut College, pada b bulan mei mei 1999; n. Doctors Honoris Causa
dalam bidang music dari New England
Conservatory of Music, pada tahun 1993, Cleveland Instuet of Music OH pada tahun 1996, Ithaca College ,pada bualan mei 1999; o. Penghargaan dari Jhon S. Guggenheim Memorial Foundation pada tahun 2000-2001; p. Doctor honoris causa dalam bidang literature dari National University of Ireland ,Italy dan Israel pada bulan mei 2001; dan, q. Doctor honoris causa dalam bidang hukum dari Universty of Toronto pada bulan juni 2001 (Ladislaus Naisaban, 2004 : 162-163). Bahkan pada tahun 2004, Dia digelar sebagai professor Honorary di East China Normal University di Shanghai pada tahun 2005 Dia terpilih oleh plis (kebijakan) luar negeri sebagai salah satu dari seratus kalangan intelektual yang paling berpengaruh di dunia. Banyaknya penghargaan yang diperoleh Gardner dalam berbagai bidang, baik dari pemerintah atau Universitas-Universitas di Amerika serikat dan Negara-negara barat lainya menunjukan bahwa pada dasarnya Negara-negara maju memiliki perhatian dan memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap penemuan dan pengembangan baru dalam berbagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, semangat untuk menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
35
umum di Barat membawa mereka ke masa kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Karya-karya Howard Gardner Seperti yang telah dijelaskan bahwa Gardner adalah seseorang psikolog perkembangan, hal ini dapat dipahami karena latar belaknag pendidikan Gardner dan pelatihan-pelatihan yang perolehnya, selalu berkisar pada psikolog, bahkan dia banyak terpengaruh oleh psikolog kognisi Jerome Bruner dan Jean Piaget. Namun demikian , selain bidang psikologi, Gardner juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran sisolog David Reisman dan antropolog structural Claude Levi-Strauss. Sehingga pemikiranya dalam bidang psilokologipun banyak yang bernuansa sosiolog –antropologis, yang selanjutnya berpengaruh pada pendidikan. Hal ini nanti akan tampak dalam beberapa karyanya yang lain, baik berupa buku maupun paper. Berdasarkan pemparan di atas, maka karya-karya Howard Gardner dalam bidang psikologi dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu psikologi yang bernuansa sosiologis-antropologis dan karya psikologi yang bernuansa pendidikan. Adapun sosiologi itu sendiri, menurut Mayor Polak sebagaiman dikutip oleh Ary H. Gunawan, adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni berhubungan antara manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis ( Ari H.G, 2001 :3). Sedangkan antropologi adalah ilmu yang kajiannya sangat luas dan
36
mendalam mengenai system kekerabatan. Kajian kedua disiplin ilmu ini, terutama antropologi banyak berkenan dengan keunikan-keunikan atau budaya suatu individu atau masyarakat, seperti seni. Adapun karya-karya Howard Gardner dalam bidang psikologi dengan nuansa sosiologi-antropologis antara lain : a. karya yang berupa buku 1) To Open Minds: Chinese Clues to The Delema of Contemporary Education (Ladislaus Nasiban, 2004 : 164). buku ini Gardner menggambarkan tentang bagaimana pendidikan tardisional di Ameriaka saat dia masih kecil, tahun-tahun penelitiannya tantang kreatifitas di Universitas Harvard dan yang dia lihat tentang bagaiman ruang kelas- ruang kelas orang-orang china modern didesain untuk sebuah program kreatif yang menggambarkan tentang pendekatna tradisional dan progresif yang terbaik (Anonim, 2012 : 16). 2) Art Education and Human Dvelopment (Ladislaus Nasiban, 2004 :164). Dalam buku ini Gardner menggambarkan tentang perspektifprespektif perkembangan dalam seni, yang meliputi penemuanpenemuan empiric dari penelitian Proyek Zero. Dia memadukan penemuan-penemuan tersebuat dengan hasil observasi dari budayabudaya yang lain dengan memberikan pengertian yang mendalam tentang praktik pendidikan yang efektif untuk mengusulkan pendekatan berpeluang pada pendidikan seni (Anonim, 2012:16-17).
37
3) Creating Minds :An Anatomy of Creatifity Seen Through The Lives of Freud , Einstein, Picasso, Stravinsky, Eliot, Graham, and Gandhi (Ladislaus Nasiban, 2004 :164). Dalam buku ini Gardner memberikan suatu pandangan singkat tentang tujuh figure yang masing-masing
telah
kemanusiaan dengan
menemukan usaha
yang
kembali
bidang-bidang
begitu keras. Memahami
bermacam-macam prestasi mereka tidak hanya membuka hakikat kreatifitas tetapi juga membentangkan era
modern. Waktu yang
telah membentuk mereka dan merekalah yang telah membantu untuk memberi defenisi (Anonim, 2012 :17). 4) Extraordinary Minds: Potrailst of Execeptional Indviduals and an examination of Our Extraordinariness (Ladislaus Nasiban, 2004 : 164). Dalam buku ini Gardner mengungkapakan tentang sebuah misteri yang luar biasa yaitu persamaan kehidupan antara individuindividu luar biasa yang berbeda. Orang tersebut antara lain Wolf , Gandhi, Mozart, dan Freud. Dalam statisnya dia menyatakan bahwa kita semua memiliki kemampuan dan kekuatan-kekuatan mentah (belum dapat dipengaruh drai luar), yang belum membedakan keluarbiasaan tersebut. Namun, ada tiga karakteristik yang membedakannya yaitu kemampuan untuk menganaliasa peristiwaperistiwa dalam kehidupan mereka sendri, kepandaian khusus untuk mengidentifikasi serta memanfaatkan kekuatan mereka sendri, dan
38
perlengkapan yang diperlukan untuk mengembalikan kepastian hidup ke rah kesuksesan masa depan (Anonim, 2012 : 18). 5) Leanding Minds :An Anatomy of Leadership (Ladislaus Nasiban, 2004 : 164). Dalam buku ini Gardner menggambarkan tentang penerapan lensa kognitif dalam kepemimpinan. Menurut Gardner, pemimpin-pemimpin yang efektif mampu menciptakan riwayat baru dan bergemul sukses dengan riwayat yang sudah mendiami pikiranpikiran para pengikut mereka. Gardner menentukan kerangka originalitas yang tinggi dalam spectrum para pemimpin secara luas, yang bergerak dari politik,bisnis, dan pemimpin-pemimpin dalam bidang seni, sains, dan profesi lainnya (Anonim, 2012 :18). 6) Good Work: When Excellence and Ethcis Meet (Ladislaus Nasiban, 2004
:163).
Dalam
buku
ini
Gardner
dan
rekan-rekanya
menggambarkan tentang pekerjaan mereka dipandang dari sudut peristiwa baru-baru ini dan laporan tentang keberlangsungan studi strategis yang mengizinkan masyarakat untuk menegakan standarstandar moral dan etika dalam sudut waktu ketika kekuatan pasar memiliki kekuatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya (Anonim, 2012 :18-19). 7) Responsibility at Work. Buku
ini menggambarkan tentang
informasi-informasi yang dikumpulkan dari wawancara yang mendalam dengan lebih dari 1.200 oarang dari Sembilan profesi yang berbeda, yaitu jurnalistik, ilmu genetika, pendidikan tinggi,
39
filantropi, hukum kedokteran, bisnis, dan pendidikan di bawah Universitas. Buku tersebut mengungkapkan bagaimana motivasi budaya, dan norma-norma professional dapat saling berhubungan untuk menghasilkan pekerjaan yang bermanfaat baik secara pribadi, sosial,
maupun
ekonomi.
Adapun
kunci
dari
bagus
dan
bermanfaatnya suatu pekerjaan adalah bertanggung jawab (Jossey Bass, 2012 :369). 8) Howard Gardner Under Fire. buku berisi tiga belas krtikan terhadap pendapat
Gardner
mengenai
isu-isu
yang
spesifik.
Dia
mengungkapakan alasan-alasan mereka dengan jelas dan kemudian menjawabnya dengan argumen-argumen yang meyakinkan dan tajam ( Jeffrey Schaler,2012 :12). 9) Changing Minds: The Arts and Science of Changing Our Own and Other People’s Minds. Dalam buku ini Gardner menggambarkan tentang fenomena-fenomena perubahan pikiran-pikiran sebagaimana dalam buku-bukunya yang lain tentang intelligensi, kreativitas, dan kepempinan, buku ini juga menunjukkan ketidaksetujuan Gardner terhadap pemikiran-pemikiran tradasional. Dia menggambarkan beberapa decade dari penelitian kognitif untuk menunjukkan bahwa perubahan pikiran itu tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses
secara
berangsur-angsur.
Dia
mengidentifikasi
tujuh
penopang yang membantu atau menghalangi perubahan pikiran dan menyediakan kerangka-kerangka asli yang menunjukan bagaimana
40
individu-individu bisa meluruskan penopang-penopang tersebut untuk membawa pada perubahan perspektif dan tingkah laku yang signifikan (Anonim, 2012 :13). b. Karya yang berupa paper 1) The Project on good work :A Descripation. Dalam paper ini disebutkan bahwa sejak tahun 1995, tiga tim penyelidik di bawah pimpinan Howard Gardner dari Havard University, Mihaly Csiksezentmihalyi dari Stanford University telah melakukan penelitian tentang kepemimpinan tentang professional dalam bermacam-macam bidang pekerjaan yang bagus “pekerjaan yang bagus” digunakan dalam dua pengertian : (1) pekerjaan yang dianggap memiliki kualitas yang tinggi, (2) pekerjaan yang dianggap memiliki tanggung jawab sosial. Melalui penelitian secara intensif wawancara langsung secara face to face, penelitian ini menyelidiki beberapa bidang, antara lain jurnalistik, ilmu genetika, bisnis, music jazz, filantropi, dan pendidikan tinggi ( Howard Gardner, dkk, 2000 :90). 2) The Ethical Responsibilities of Profesionals. Dalam paper ini disebutkan
bahwa
sainsi
itu
normal
bersifat
netral.
Dia
menggambarkan usaha-usaha manusia untuk menyediakan jawabanjawaban yang dapat dipercaya atas pertanyaan-pertanyaan yang menarik bagi kita. Bagi para ilmuwan-ilmuwan professional untuk meneruskan pekerjaan mereka dengan membiayainya. Hasilnya para
41
ilmuwan harus menambah tugas mereka , mereka harus melepaskan satu klaim kebenaran yang mereka sendiri tidak bertanggug jawa untuk mengaplikasikannya, dan menjalankan usaha-usaha yang bagus untuk membuat suatu kebenaran yang membuahkan ilmu-ilmu yang diaplikasikan secra bijaksana. Menurut Gardner tanggung jawan etika itu harus ada pada para professional (Anonim, 2012 :21). 3) Good Work in Complex Worrld: Dalam paper ini disebutkan pada tahun 1996, terjadi kolaborasi secara tidak normal antara Proyek Zero di Havard University Graduate School of Education dan Royal Danish School of Education Studies. Kolaborasi ini memunculkan bermacam-macam, pengetahuan yang menarik dan sekarang diteliti secara lebih luas dan mendalam melalui kolaborasi secara formal antara institusi ini dengan institusi-institusi lain dalam proyek zero. Dan dalam paper ini juga hanya diungkapkan tentang refleksi terhadap nilai-nilai dalam perbandingan antar budaya dan bagaimana mereka harus memahami secara lebih dalam tentang Good Work ketika mereka membandingkan antara Denmark, Latvia, dan Amerika (Howrd Gardner dan Hans Henrik Knoop, 1990:96). 4) Getting kids, Parents, dan Coaches on The Same Page. Dalam paper ini disebutkan arena olahraga bisa dipandang sebagai dunia kecil komunitas mereka : ketika generasi-generasi muda berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan sendri, mereka mengembangakan harga diri , kebebasan dan rasa
42
keunggulan. Ketika secera objektif, anak-anak ,orang tua, dan para pelatih berada pada posisi yang sejajar, olahraga muda-mudi memberikan pengelaman fisik yang positif sama baiknya seperti kesempatan untuk praktik tingkah laku yang berpengaruh baik terhadap kelompok mereka (Howard Gardner dan Becca Solomon, 2000:104). 5) Assessing Interdiciplinary Work at the Frontier. Dalam paper ini menjelaskan tentang bagaimana menegaskan kualitas pekerjaan interdisipliner.
Membangun studi
empiric
tentang pekerjaan
interdisipliner oleh lembaga-lembaga yang patut dicontoh , yang menggambarkan tantangan bersama dan mengusulkan tiga kriteria epistemic bagi pekerjaan interdisipliner yang bisa dievaluasi, yaitu konsisten , keseimbangan , dan efektif (Howard Gardner dan Veronica Boix Mansilla, 2000:153). 6) The Collective Enterprise of Law ; There Types of Communities. Dalam paper ini disebutkan bahwa ada tiga tipe komunitas yang dimunculkan oleh Good Work dalam studi mengenai hukum, yaitu komunitas yang bagus bagi pengacara tetapi tidak diperlukan oleh masyarakat secara luas, komunitas yang tidak bagus bagi pengecara tetapi mencari jalan bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sementara itu, muncul juga hukum-hukum sibernetik., hukum criminal, fusi, dan pendapatan, dan praktik-praktik kota kecil. Dipaper ini mereka menguji apa dampak kumintas-komunitas
43
tersebut bagi para pengecara, dan apa dampak para pengecara bagi berbagai macam komunitas tersebut (Howard Gardner, 1993 :175). Sementara itu, pemikiran-pemikiran Gardner yang bercorak psikologi dengan nuansa pendidikan mencakup karya-karya yang berkenaan Multiple Intelligence, karena,seprti ini diungkapkan oleh Joy A. Palmer, pada dasarnya Gardner tidak pernah berniat terlihat dalam dunia pendidikan.
Namun,
terbitnya
teori
Multiple
Intelligences
justru
mengantarkan dia menjadi terkenal dalam percaturan teori dan praktik dunia pendidikan, terutama di Amerika Serikat ( Joy A. Palmer, 2006:482483). Oleh karena teori ini yang telah menyebabkan terkenalnya Gardner dalam dunia pendidikan sekaligus banyak dipraktikan di sekolah-sekolah, maka karya Gardner yang berkenaan dengan Multiple Intelligences ini dan karya-karya lain yang berhubungan dengan pendidikan di sekolah dimasukan dalam karya psikologi yang bercorak pendidikan. Adapun karya-karya tersebut antara lain : a.
Karya-karya berupa buku 1) Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Dalam buku ini Gardner mendeskripsikan tentang latar belakang timbulnya teori kecerdasan majemuk, pengertian, dan macam-macam kecerdasan majemuk, serta criteria-kriteria suatu kemampuan dianggap sebagai kecerdasan (Paul Suparno,2004:12-21).
44
2) Multiple Intelligences :The Theory in Practicle. Buku ini menyatukan antara karya Gardner dengan rekan-rekannya di Proyek Zero yang telah dipublikasikan sebelumnya dari karya asli untuk memberikan gambaran tentang keterkaitan logis yang kita pelajari mengenai aplikasi pendidikan dari teori multiple Intelligences dari berbagai proyek di sekolah dari riset formal dalam decade terakhir (howard Gardner, 1993:25). 3) Intelligences Refrmed: Multiple Intelligences for the 21 Century. Dalam buku ini Howard Gardner mendeskripsikan tentang bagaimana teori Multiple Intelligences disusun dan direvisi sejak diperkenalkan tahun 1983. Dia juga memperkenalkan kemungkinan tiga kecerdasan baru dan berargumen bahwa konsep kecerdasan itu harus diperluas. Dala buku tersebut dia juga merespon kritikankritikan terhadap teori yang telah diangkat olehnya sebelumnya, serta menawarkan bimbingan penggunaan teori tersebut dalam pendidikan
di
sekolah
dan
museum-museum,
serta
mempertimbangkan hubungan antara Mutiple Intelligences dengan dunia kerja ke depan ( howard Gardner, 1993 :164). 4) The Disciplined Mind: Beyond Facts and Standardized Tests, The k12 Education that Every Child Deserves. Dalam buku ini Gardner mengangankan sebuah sistem pendidikan yang akan membantu menerbitkan generasi-generasi muda yang mampu menantang masa depan, dengan tetap memelihara tujuan tradisional pendidikan
45
humanis. Dia beragumen bahwa kekontrasan yang berbasis fakta, model tes standar yang menggenggam para pengambil kebijakan dan masyarakat, dan pendidikan K12 harus mempertinggi pemahaman yang mendalam tentang tiga prinsip, yaitu kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Gardner mengungkapkan tentang bagaimana mengajarkan siswa-siswa tiga subjek-teori evolusi, music Mozart, dan pelajaran yang dapat diambil dari suatu bencana akan mengilhami sifat-sifat dasar dari kebenaran, keindahan, dan moralitas ( howard Gardner, 1993: 118). 5) Multiple Intelligences : New Horizons.dalam buku ini Gardner menjelaskan tentang perkembangan teori multiple intelligences sejak akhirnya Frames of Mind samapi laporan-laporan berkembang saat ini mengenai aplikasi teori tersebut dari berbagai tempat. Buku ini merupakan
revisi
dari
buku-buku
sebelumnya
yang
mengutamakanmateri-materi baru tentang aplikasi MI di dunia global, tempat-tempat kerja, penaksiran tentang praktek MI dalam iklim pendidikan konservatif, fakta-fakta baru tentang fungsi otak, dan sebagainya (Howard Gardner, 1993 :211). b.
Karya buku berupa paper Karya gardner yang bercorak pendidikan dapat dilihat dari salah satu papernya yang berjudul Contemplation and Implication for Good Work in Teaching. Dalam paper ini disebutkan bahwa mengajar, sebagaiman profesi lainnya, juga memperoleh upah atau bayaran
46
tersendiri. Melakukan pekerjaan ini selain memperoleh kegembiraan, juga akan melatih pertumbuhan pikiran, mempunyai kesemptan untuk mengikuti perkembangan generasi muda, dan peluang untuk berkreatifitas dan berinspirasi. Namun demikian, seperti kebanyakan profesi lainnya, profesi ini juga cepat mengalami perubahan, mengikuti kecepatan perubahan dunia. Dunia pendidikan akan mengalami serangkaian tekanan dan tantangan, yang meliputi keterbatasan waktu dan tuntunan persaingan dari profesi-profesi yang berbeda. Good Work dan Contemplation merupakan dari studi yang lebih luas tentang bagaimana para professional yang sukses dalam beberapa bidang mencakup jurnalistik, genetika, pendidikan tinggi, dan sebagainya membawa pada kualitas yang tinggi, pekerjaan kreatif, meskipun dengan berbagai tekanan dan tantangan. Paper ini menguji peran permainan praktis yang diyakini dan direfleksikan, memungkinkan para guru untuk mencapai tujuan mereka, bermanfaat, dengan studi yang lebih mudah dari para jurnalis (Howard Gardner, 1993 : 95). Sementara itu, kegandrungannya terhadap ilmu pengetahuan dapat dilihat dari minat yang begitu besar untuk dalam berbagai bidang seperti David Reisman dalam bidang sosiologi, Claude Levi Strauss dalam bidang antropologi, Jerome Brunner dan Jean Piaget dalam psikologi, bahkan dia memanfaatkan peluang yang baik untuk bekerja bersama Jerome Brunner dalam Major Project. Kegandrungan untuk
47
memahami pemikiran tokoh-tokoh besar tersebut akhirnya memberi pengaruh daya cukup signifikan bagi corak pemikirannya yang tampak pada karya-karyanya. Selain itu, minat yang begitu besar terhadap ilmu pengetahuan juga tampak dari perjalanan intelektualnya sejak pertama kali mengenyam pendidikan formal sampai menghantarkan dia menjadi orang sukses, khususnya dalam bidang psikologi. Sedangkan kemauan untuk bekerja keras guna melakukan berbagai penelitian, baik di Proyek Zero maupun Good Work yang telah menghasilkan banyak karya dan penghargaan. Sementara itu, keberanian untuk menentang pendapat-pendapat tradisional yang dianggapnya tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman salah satunya dapat dilihat dari karya-karyanya mengenai teori Multiple Intelligences, karena teori lahir sebagai bentuk tantangan terhadap tradisional yang cenderung memuja-muja IQ sebagai salah satu-satunya ukuran kecerdasan seseorang dan anggapan bahwa kecerdasan itu tidak bisa dikembangakan (bersifat statis).
3. Latar belakang munculnya kecerdasan majemuk Menurut Efendi, ketika menghantarka edisi ke-10 dari From of Minds (1983), Gardner menegaskan bahwa sembari menulis Frames of Minds, ia memandang karya tersebut sebagai kontribusinya terhadap disiplin psikologi perkembangan yang digelutinya. Dengan karya tersebut, Gardner
48
hendak memperluas konsepsi kecerdasan, dari hanya menyangkut the result of paper and pencil tets, menjadi pengertian yang lebih luas yang menyangkut pengetahuan tentang otak manusia dan kepakaannya terhadap ragam budayanya (sensitivity to the disersity of human cultures) (Agus Efendi, 2005:163-137). Di tahun 1979 sebuah tim kecil peneliti di Harvard Graduate School of Education diminta oleh Bernard Van Leer Foundation dari Den Haag untuk melakukan penelitian mengenai topik besar: “Sifat Alami dan Realisasi Potensi Manusia”. Sebagai anggota yunior dari kelompok riset tersebut, dia mendapat tugas yang mengecilkan hatinya tetapi menghibur. Tugasnya, tak kurang dari menulis monograf mengenai apa yang telah diterima dalam ilmu pengetahuan manusia mengenai sifat alami manusia belajar. Ketika ia mulai penelitian yang mencapai puncaknya dalam penerbitan Frames of Mind di tahun 1983, dia memandang usaha ini sebagai peluang untuk melakukan sintesis usaha risetnya sendiri dengan anak-anak dan orang dewasa yang cedera otaknya. Sasarannya adalah menghasilkan pandangan mengenai pemikiran manusia yang lebih luas dan lebih lengkap dari pada yang telah diterima dalam penelitian belajar. Target yang ia incar adalah Konsep pengaruh dari Jean Piaget, yang memandang semua pemikiran manusia sebagai usaha keras ke arah pemikiran ideal; dan pencetusan buah pemikiran lazim mengenai inteligensi yang mengkaitkannya dengan kemampuan menyediakan
49
jawaban singkat secara cepat pada masalah yang menyangkut keterampilan linguistik dan logika (Howard Gardner, 2003 :7-8). Dalam usaha ini, ilmu pengetahuan mencoba menemukan uraian yang tepat mengenai inteligensi. Untuk mencoba menjawab pertanyaan ini, ia bersama rekan-rekannya mengadakan penelitian yang belum pernah dipertimbangkan secara bersamaan sebelumnya. Yakni, sebuah sumber mengenai apa yang sudah kita ketahui menyangkut pengembangan jenis ketrampilan yang berbeda dalam diri anak-anak normal dan informasi mengenai cara kemampuan ini hilang atau menyusut karena adanya kerusakan otak. Riset yang menyangkut pasien dengan kerusakan otak ini menghasilkan semacam bukti yang amat kuat, karena mencerminkan cara sistem syaraf mengalami evolusi selama beberapa milenium untuk menghasilkan jenis inteligensi yang berdiri sendiri. Kelompok risetnya juga mengamati populasi khusus lain: orangorang yang luar biasa, orang yang amat cerdas dalam bidang tertentu tetapi nyaris tidak memahami bidang yang lain (idiot savant), anak-anak penderita autisme, anak-anak yang tidak mampu belajar, semua yang menunjukkan profil pemahaman dengan perbedaan amat tajam; profil yang amat sulit dijelaskan dalam arti pandangan inteligensi yang menggunakan unit. Mereka juga meneliti pemahaman pada berbagai jenis binatang dan dalam budaya yang amat berbeda. Akhirnya, mereka mempertimbangkan dua jenis bukti psikologi: hubungan di antara tes psikologi dari jenis yang
50
dihasilkan oleh analisis statistik secara seksama dari sederetan tes sejenis, dan hasil dari usaha pelatihan keterampilan (Howard Gardner, 2003 : 23). Di lain sisi, orang Barat selalu mengandalkan pada penilaian intuitif mengenai seberapa cerdik orang lain. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian ahli psikologi Prancis bernama Alfred Binet (1900), dengan penemuan monumentalnya yang disebut dengan “tes inteligensi”; ukurannya IQ. Tes IQ digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam berpikir. Tes ini berfungsi sebagai suplemen untuk mengukur kualitas-kualitas
inteligensi,seperti
karakter,
personalitas,
bakat,
ketekunan, dan aplikasi. Dalam hal ini, terdapat beberapa serangkaian tes yang meliputi klasifikasi, sinonim, antonim, analogi, kata ganda, gambar, diagram, kalkulasi dan logika (Terry Page, 2007 : 140). Inteligensi ini hanya mempunyai satu dimensi akan kemampuan mental manusia, dan dapat diukur serta dinyatakan dalam angka. Tentu saja, terdapat versi tes IQ dari versi yang lebih canggih. Salah satu diantaranya disebut Scholastic Aptitude Test (SAT) (Howard Gardner, 2003 : 20). Frames menarik perhatian yang amat besar pada khalayak pendidik professional (Howard Gardner, 2003 : 10). Ia menawarkan pemikiran bahwa disamping terdapat pandangan satu dimensi tentang cara menilai pikiran orang, terdapat pandangan berkaitan dengan sekolah, yakni sebuah “pandangan seragam”. Dalam sekolah seragam, terdapat kurikulum inti, sekumpulan fakta yang harus diketahui setiap orang, dan hanya terdapat
51
sedikit pilihan. Di sini, terdapat penilaian teratur, menggunakan peralatan kertas dan pensil, variasi dari IQ dan SAT. Gardner mempunyai visi alternatif yang didasarkan pada pandangan mengenai pikiran yang berbeda secara radikal dan visi yang menghasilkan pandangan mengenai sekolah yang amat berbeda. Ini adalah pandangan pluralistik mengenai pikiran, mengakui banyak segi pemahaman berbeda dan berdiri sendiri, menerima bahwa orang mempunyai kekuatan memahami
berbeda
dan
gaya
pemahaman
yang
kontras.
Dia
memperkenalkan konsep mengenai sekolah yang berpusat pada individual dan menerima pandangan multi dimensi dari inteligensi. Model untuk sekolah ini sebagian didasarkan pada penemuan dari ilmu pengetahuan yang bahkan belum ada di masa Binet, yakni ilmu pengetahuan kognitif (pengetahuan mengenai pikiran) dan neuroscience (pengetahuan mengenai otak). Hasilnya, penemuan mutakhir dalam neuroscience semakin membuktikan bahwa bagian-bagian tertentu otak bertanggung jawab dalam menata jenis inteligensi manusia (Howard Gardner, 2003 : 21). Menurut Gardner, memberikan pengaruh yang cukup besar bagi masa depan seseorang, mempengaruhi penilaian guru terhadapnya dan menentukan sifat elijibilitas untuk hak-hak istimewanya. Namun menurut Gardner, penilaian tersebut tidak semua salah, dalam artian bahwa skor yang diperoleh melalui tes intelligensi tersebut mampu memprediksi keberhasilan seseorang di sekolah. Namun demikian, hasil tes tersebut
52
tidak bisa meramalkan kesuksesan hidup seseorang di kemudian hari (howard Gardner, 1993 :3). Dengan demikian, tidak ada penghargaan yang memadai untuk kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki manusia bahkan sekedar untuk menganggap
kemampuan-kemampuan
tersebut
sebagai
kecerdasan.
Sehingga orang-orang yang memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa dalam bidang lain , seperti para navigator, atlet, dan ahli computer, tidak dianggap sebagai orang-orang yang cerdas karena lemahnya kemampuan mereka dalam bidang linguistic dan matematis-logis. Selanjutnay, menurut Gardner, sebuah refleksi menyatakan bahwa setiap individu akan mencapai level kemampuan yang tinggi dalam sebuah bidang tertentu. Oleh karena itu, sudah seharusnya kecerdasan memiliki defenisi istilah yang lebih layak, karena jelas bahwa metode penaksiran kecerdasan melalui tes-tes IQ tidak cukup baik untuk menghargai potensipotensi atau prestasi-prestasi seseorang. Dengan demikian, problemnya terletak pada teknologi pengujiannya, sehingga perlu adanya perluasan dan reformasi pandangan mengenai kecerdasan manusia sampai ditemukan cara yang lebih tepat untuk menaksir kecerdasan tersebut dan cara yang lebih efektif untuk mendidiknya (Agus Efendi,2005 :138). Dan selanjutnya menurut Gardner, kehadiran teori kecerdasan majemuk ini adalah untuk menentang pandangan-pandangan klasik mengenai kecerdasan yang secara eksplisit atau implisit telah menyihir manusia melalui psikologi dan teksteks pendidikan. Kemudian untuk mempermudah identifikasi sisi-sisi baru
53
dari teori ini, Gardner mencoba menunjukan beberapa fakta mengenai pandangan-pandangan tradisional tentang kecerdasan. Kemudian pada abad klasik dan renaissance, persoalan kecerdasan ini jarang ditentang. Mengenai awal abad pertengahan ini. St. Augistine sebagaiman dikutip Howard Gardner menegaskan bahwa kecerdasan manusia memiliki posisi yang sangat fundamental dalam peradaban umat manusia. Oleh karena itu kecerdasan harus harus dijunjung tinggi dan harus mampu membawa manusia pada hakikat itulah kebenaran dan kearifan. Karena dua hal yang mendasari kecerdasan itulah yang menyebabkan kecerdasan memiliki kedudukan yang tinggi dalam suatu peradaban. Seiring perkembangan zaman, hingga saat ini, sudah ada usaha untuk menjelaskan tetntang struktur kemampuan intelektualnya manusia. Terobosan ilmiah mengenai persoalan ini tidaklah tunggal, namun sudah ada banyak bukti dari berbagai sumber yang bisa dijadikan rujukan dan telah dikumpulkan dengan kekuatan yang lebih besar dalam beberapa dekade yang lalu, bahkan bukti-bukti tersebut tampaknya sudah diakui oleh orang-orang yang terkait dalam penelitian tentang kognisi manusia. Tetapi, di antara bukti-bukti yang diperoleh darai sumber-sumber tersebut jarang terjadi konvergensi, karena secara tidak langsung dan sistemati, biasanya bukti-bukti tersebuat lebih terfokuskan pada bidang tertentu dan diuji hanya dalam satu disiplin keilmuan saja serta tidak dipublikasikan di
54
wilayah public yang lebih luas, ungkap Gardner (Howard Gardner,1993 :139:140). Dari pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa penemuan-penemuan serta pemikiran-pemikiran mengenai manusi sebagai makhluk biologis, terutama penelitian tantang neurosains, dari masa ke masa memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi penelitian dan pembahasan mengenai kecerdasan manusia. Seperti yang telah dipaparkan bahwa pada mulanya teori yang dominan mengenai kecerdasan manusia adalah teori IQ, yang meyakini bahwa kecerdasan manusia itu bersifat bawaan dan tidak bisa diubah dan dikembangkan. Oleh karena itu, menurut Agus Efendi, jika membahas tentang kecerdsan manusia, maka ada dua isu yang akan muncul. Isu yang pertama adalah isu tentang fleksibilitas perkembangan kecerdasaan manusia.keteganganya berpusat pada sejauh mana potensi intelektual atau kecerdasan seseorang atau kelompok bisa diintervensi dan juga berkaitan dengan sejauh mana intervensi tersebut dipandang paling efektif dan tepat wajtu. Isu yang kedua dalah menyangkut sejauh mana identitas atau sifat dasar kemampuan intelektual manusia bisa berkembang. Hal ini dapat dipahami menurut Gardner, sebagaiman dikutip oleh Thomas Amstrong, masing-masing potensi kecerdasan manusi itu berada pada belahan otak tertentu yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini diperoleh dari penelitian Gardner mengenai orangorang yang mengalami cedera otak ( Thomas Amstrong, 2004 :5). B. Kecerdasan perspektif Howard Gardner
55
1. Pengertian kecerdasan perspektif Howard Gardner Selama bertahun-tahun, Gardner telah melakukan penelitian mengenai perkembangan kapasitas kognitif manusia. Dia telah mendobrak tradisi umum Konsep inteligensi yang menganut dua asumsi dasar, yakni, kognisi manusia itu bersifat satuan dan setiap individu dapat dijelaskan sebagai makhluk yang memiliki inteligensi yang dapat diukur dan tunggal (Howard Gardner , 2003 : hal 21). Gardner tidak memandang inteligensi manusia berdasarkan skor tes standar semata, namun memiliki (1) Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia; (2) Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan; (3) Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang, (Linda Campbell 2006 : 2). Jadi, inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (Paul Suparno, 2007 : 21). Secara umum, Gardner memberikan syarat kemampuan yang dapat dipertimbangkan sebagai inteligensi, yaitu bersifat universal, kemampuan dasarnya adalah unsur biologis dan haruslah memenuhi delapan kriteria, yakni: potential isolation by brain damage (isolasi potensi yang disebabkan oleh kerusakan otak); the existence of idiots’ savants, prodigies and other exceptional individuals (adanya savant, manusia ajaib, dan orang istimewa lainnya); an identifiable core operation or set of
56
operations (memuat operasi inti atau rangkaian operasi khusus yang dapat diidentifikasi); a distinctive development history, along with a definable set of 'end-state' performances (memiliki sejarah pola perkembangan tertentu dari setiap inteligensi dan rumusan tegas mengenai ‘keadaan akhir’ seseorang yang mencapai tingkat kemahiran dalam suatu kecerdasan); an evolutionary history and evolutionary plausibility (riwayat evolusioner); support from experimental psychological tasks (dukungan dari tugas psikologi eksperimental); support from psychometric findings (unsur penguat dari temuan psikometrik); susceptibility to encoding in a symbol system (kemampuan untuk membuat pengkodean dalam sebuah sistem simbol) (Howard Gardner, 2002: 27).
Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) dikembangkan Gardner berdasarkan pandangannya bahwa kecerdasan pada saat sebelumnya hanya dilihat dari segi linguistic dan logika. Padahal, ada berbagai kecerdasan dan orang-orang dengan kecerdasan tipe lain yang tidak diperhatikan. Kecerdasan jamak adalah sebuah penilaian yang dilihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat pikiran manusia mengopersikan lingkungannya, baik yang berhubungan dengan bendabenda konkret maupun abstrak (Gardner 2002: 123). Di awal penelitiannya, ia mengumpulkan banyak sekali kemampuan manusia yang kiranya dapat dimasukkan dalam pengertiannya tentang
57
inteligensi. Setelah kemampuan itu dianalisis secara teliti, akhirnya, ia menyusun daftar tujuh inteligensi yang dimiliki manusia dalam buku fenomenalnya, Frames of Mind (1993), yakni inteligensi linguistik (linguistic
intelligence),
inteligensi
(logical-
logis-matematis
mathematical intelligence), inteligensi spasial (spatial intelligence), inteligensi musikal (musical intelligence), inteligensi gerak-badani (bodily-kinesthetic intelligence), inteligensi interpersonal (interpersonal intelligence), inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence). Pada bukunya Intelligence Reframed (2000), ia menambahkan adanya dua inteligensi baru, yaitu inteligensi naturalis atau lingkungan (naturalist intelligence) dan inteligensi eksistensial (existential lintelligence) (Paul Suparno, 2007 : 19). 2. Macam –macam intellegensi menurut Howard Gardner Berdasarkan
catatan
dunia
pendidikan
dewasa
ini,
berkat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil diungkap rumpun kecerdasan manusia yang lebih luas dan telah melahirkan defenisi tentang konsep kecerdasan yang benar-benar pragmatis dan menyegarkan. Kecerdasan tidak lagi diukur pada skala waktu tertentu dan melalui tes standar semata.. tetapi, kecerdasan merupakan proses berkelanjutan yang bermuara pada tercapainya tujuan yang ditargetkan. Berdasarkan konfigurasinya, manusia mempunyai spectrum kecerdasan penuh dan setiap individu mampu mewujudkan ciri-ciri yang sanggup memunculakan
58
keunggulan-keunggulan sesuai dengan bakat dan karakternya (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :152). Sebelum orang tua menyusun strategi dalam membentuk anak cerdas, terlebih dahulu perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan dan apa saja macam kecerdasan yang ada dan perlu dikembangkan pada anak. Gambaran mengenai spectrum kecerdasan yang luas telah membuka mata orang tua unggul maupun guru tentang adanya wilayah-wilayah yang secara spontan akan diminati oleh anak-anak dengan semnagat yang tinggi. Dengan begitu, tiap anak merasa pas menguasai bidangnya masingmasing. Menurut Gardner, anak-anak tersebut tidak hanya menjadi cakep pada bidang-bidang tersebut yang memang sesuai dengan minatnya, tetapi juga anak-anak itu akan sangat menguasainya sehingga kelaka menjadi ahli. Lebih lanjut, untuk mendukung argumentasinya itu Gardner mengemukan bahwa kecerdasan seseorang meliputi, antara lain : a. Inteligensi Logis-Matematis (Logical-Mathematical Intelligence) Inteligensi logis-matematis melibatkan keterampilan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ini adalah inteligensi yang digunakan ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan dengan tekun mengujinya dengan data eksperimental. Hal ini merupakan inteligensi yang digunakan akuntan pajak, scientist, programmer komputer, dan ahli matematika dan memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola
59
angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Menurut Howard Gardner, ada dua fakta penting mengenai kecerdasan logika-matematika. Pertama, dalam diri orang berbakat, proses penyelesaian masalah sering berlangsung amat cepat. Ke dua , penyelesaian masalah dapat disusun sebelum penyelesaian itu diutarakan ( Howard Gardner, 1993:41). Dan adapun karakteristik akan yang memiliki kecerdasan ini antara lain sebagai berikut : 1) Senang bereksperimen, bertanya, menyusun atau merangkai teka-teki; 2) Senang dan pandai berhitung dan bermain angka; 3) Senang mengorganisasikan sesuatu, menyusun skenario; 4) Mampu berfikir logis, baik induktif maupun deduktif; 5) Senang silogisme; 6) Senang berfikir abstraksi dan simbolis serta mengoleksi bendabenda. Adapun hal-hal yang dapat mengembangkan anak-anak yang memiliki kecerdasan ini adalah ,sebagai berikut : 1) Menceritakan masalah yang dihadapi sehari. Masalah yang dihadapi
setiap
hari
dapat
diceritakan,
untuk
selanjutnya
dipecahkan dengan bantuan pemikiran matematis; 2) Menerjemahkan masalah-masalah ke dalam model matematika. Masalah yang diceritakan biasanya ditulis intinya terlebih dahulu
60
lalu dibuat model matematika, untuk selanjutnya dimasukan rumus matematika; 3) Menciptakan ketepatan waktu untuk memecahkan masalah; 4) Merencanakan dan melakukan suatu eksperimen; 5) Membuat suatu teknik, penyelesaian masalah secara matematis diperlukan penerapan atau penemuan teknik kerja yang lebih efisien; 6) Membuat diagram venn untuk penyelesaian masalah; 7) Merancang suatu pola, kode,atau simbol untuk berpikir sesuatu 8) Menggunakan ketrampilan dalam berpikir. Anak-anak memperlihatkan
dengan
kecerdasan
kecenderungan
matematika-logika
tinggi
menyenangi
tinggi kegiatan
menganilisis dan mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu. Anak dengan potensi kecerdasan ini menyenangi berpikir secara konseptual seperti menyusun hipotesis, mengadakan kategoris dan klarifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Anak memperlihatkan kecenderungan suka melakukan aktivitas berhitung dan memilki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan soal-soal atau problem matematika. Anak juga menyenangi permainan yang banyak melibatkan kegiatan berpikir aktif seperi catur, teka-teki, dan sebagainya. Anak ini juga suka bertanya apabila menghadapi persoalan-persoalan yang tidak atau kurang bisa dipahiminya (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :155).
61
Orang yang memiliki kecerdasan matematis-logis ini, menurut Paul Suparno, sangat mudah membuat klarifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja. Pola pemikiran orang seperti ini, biasanya induktif dan deduktif. Jalan pikirannya bernalar dan dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat ( Paul Suparno, 2004 :29). b. Inteligensi linguistic (Linguistik Intelligence) Memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Seorang anak dengan potensi kecerdasan bahasa tinggi umumnya ditandai dengan kesenangan pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa seperti membaca,menulis karangan,membuat puisi dan sebagainya. Anak- anak dengan potensi kecerdasan bahasa tinggi juga cenderung memiliki daya yang kuat,misalnya terhadap nama-nama seseorang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail (Purwa A. Prawira, 2013 :154). Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam intelegensi berbahasa tampak: 1) Senang
membaca
buku
atau
apa
saja,
bercerita
atau
mendongeng; 2) Senang berkomunikasi, berbicara, berdialog, berdiskusi, dan senang berbahasa asing;
62
3) Pandai menghubungkan atau merangkai kata-kata atau kalimat baik lisan maupun tulisan; 4) Senang mendengarkan musik dan pandai. Adapun cara mengembangkan anak yang memiliki kecerdasan ini adalah dengan cara, memberikan buku-buku cerita, mainan huruf alphabet, kertas untuk menulis, atau mainan yang berkaitan dengan huruf dan kata-kata yang bisa menstimulus. Paul suparno menjelaskan bahwa orang yang kecerdasan linguistic tidak tinggi tetap belajar dan menggunakan bahasa, namun hasilnya akan kurang lancar, tidak seperti orang yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi (Paul Suparno.2004:28). Gardner menjelaskan inteligensi linguistik sebagai kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis seperti dimiliki para pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain sandiwara, maupun orator. Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa secara umum. Dalam pengertian bahasa, orang itu mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap makna kata-kata (semantik), aturan diantara kata-kata (sintaksis), pada suara dan ritme ungkapan kata (fonologi), dan terhadap perbedaan fungsi bahasa (pragmatik). Berkaitan dengan hal ini, paul suparno menjelaskan bahwa orang yang kecerdasan linguistiknya tidak tinggi tetap bisa belajar dan menggunakan bahasa, namun hasilnya akan kurang lancar, tidak
63
seperti orang yang memiliki kecerdasan linguistic yang tinggi (Paul Suparno, 2007 : 26-28). Gardner mengungkapkan bahwa orang yang memiliki kerusakan otak , tetap dapat memahami kata-kata dan kalimat dengan cukup baik, namun mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat kecuali dalam bentuk yang paling sederhana. Sementara itu pada waktu yang sama, kemampuan atau proses pemikiran lain sama sekali tidak pernah berubah ( Howard Gardner, 1993:42). c. Inteligensi Musikal (Musical Intelligence) Peserta didik yang mempunyai inteligensi musikal tinggi kentara dalam penampilannya bila sedang bernyanyi di kelas, juga dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan musik. Mereka biasanya bernyanyi dengan baik, dapat memainkan suatu alat musik bila ada, mudah mempelajari not dan lagu. Dan yang menarik, peserta didik ini akan mudah mempelajari suatu mata pelajaran lain bila mata pelajaran itu diterangkan dengan suatu lagu atau musik. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik. Apabila pada anak terlihat cirri-ciri itu , orang tua harus segera tanggap bahwa si buah hati memiliki potensi kecerdasan musikal tinggi (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :155). Kecerdasan musik, menurut Gardner sebagaimana dikutip oleh Paul
Suparno,
adalah
kemampuan
untuk
mengembangkan,
mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara.
64
Oleh karena itu, sistem yang digunakan untuk menyajikan kecerdasan ini adalah sistem notasi dan kode morse (Paul Suparno, 2007 : 36). Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan intelegensi musikal, yakni: 1) Pandai mengubah dan menciptakan musik. 2) Senang bernyanyi, bersenandung, dan pandai memainkan alat musik; 3) Mudah menangkap musik dan peka terhadap suara dan musik; 4) Dapat membedakan bunyi berbagai alat musik dan bergerak sesuai irama. Menurut Gardner, sebagaimana dikutip oleh Paul Suparno, adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk
music
dan
suara.
Dan
adapun
cara
untuk
mengembangkan kecerdasan musik atau untuk mendukung minat anak di bidang music, dengan cara memberikan ia alat musik seperti, drum kecil, keyboard, piano, pianika, dan berbagai alat musik, dan ajak dia untuk bermain music bersama, bernyanyi, mendengarkan music, bahkan mengajaknya menonton konser music anak-anak (Paul Suparno,2004 :36). d. Inteligensi Spasial (Spatial Intelligence) Inteligensi spasial, terkadang disebut inteligensi visual atau visual spasial, adalah kemampuan untuk membentuk dan menggunakan model mental. Orang yang memiliki inteligensi ini cenderung berpikir
65
dalam atau dengan gambar dan cenderung mudah belajar melalui sajian-sajian visual seperti film, gambar, video dan peragaan yang menggunakan model dan slide. Kecerdasan ini memuat seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruangan. Anak- anak yang memiliki potensi kecerdasan visul spasial tinggi memperlihatkan kemampuan yang lebih dibandingkan dengan anak-anak yang lain dalam hal, misalnya menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya, atau kemampuan untuk menciptkan bentukbentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa sebagai pemahat patung atau arsitek suatu bangun (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :155-156). Thomas Amstrong, menekankan pada pentingnya kekuatan persepsi yang terfokus untuk mengungkapkan apa yang ada meskipun seolah tersembunyi bagi pengamat sambil lalu pada segala sesuatu yang tampak. Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan kecerdasan spasial karena menyangkut kecerdasan dalam melihat ( Thomas Amstrong,2002 :38). Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam intelegensi ini, ialah: 1) Senang merancang gambar, desain dan peka terhadap citra dan warna. 2) Pandai memvisualisasikan ide dan imajinasinya aktif
66
3) Mudah menemukan jalan dalam ruang, mempunyai persepsi yang tepat dari berbagai sudut dan senang membuat rumahrumahan dari balok. 4) Mengenal relasi benda-benda dalam ruang. Selanjutnya, menurut Agus Efendi, Gardner menegaskan bahwa kecerdasan spasial mencakup sejumlah kapasitas yang kurang berhubungan, kemampuan mengenai contoh-contoh dari unusur yang sama, kemampuan menstransformasikan atau mengenai transformasi dari satu elemen ke elemen yang lain, kemapuan menstransformasikan pencitraan tersebut, kemampuan memproduksi kesuksesan grafis dari informasi spasial, dan seterusnya (Agus Efendi,2005 :146). Dan untuk untuk mengembangakan kecerdasan anak yang memiliki kecerdasaan spasial ini dalah dengan cara berikan perlengkapan buku gambar , perlengkapan untuk mewarnai seprti, cat air, dan kamera. Dan seringlah
melakukan
kegiatan
menggambar
bersama
hingga
mengunjungi museum. e. Inteligensi Gerak-Badani (Bodily-Kinesthetic Intelligence) Inteligensi gerak-badani adalah kemampuan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti ada pada aktor, atlet,penari, pemahat, dan ahli bedah atau kemampuan mengendalikan dan
meningkatkan
fisiknya.
Dalam
inteligensi
keterampilan koordinasi dan fleksibilitas tubuh.
67
ini
termasuk
Beberapa tokoh tersebut sering dimasukkan dalam mereka yang berinteligensi gerak-badani tinggi, yaitu Taufik Hidayat, Ade Rai, Christine Hakim, Tiger Woods, Charlie Chaplin. Peserta didik yang mempunyai inteligensi gerak-badani biasanya suka menari, olahraga, dan suka bergerak. Peserta didik ini biasanya tidak suka diam. Ia selalu ingin menggerakkan tubuhnya, bila waktu luang dan tidak ada pelajaran, peserta didik ini langsung keluyuran. Dan kecerdasan kinestetik ini sangat memuat kemampuan seseorang untuk aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuh untuk berkomunikasi dan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai pada anak-anak yang unggul pada salah satu cabang olahraga (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :156). Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam intelegensi ini, ialah: 1) Senang menari dan acting, pandai dan aktif Mereka juga menikmati kegiatan fisik seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang atau berperahu. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.dalam olah raga tertentu, dan mudah berekspresi dengan tubuh; 2) Mampu
memainkan
mimik dan
cenderung
bahasa tubuh. 3) Koordinasi dan fleksibilitas tubuh tinggi.
68
menggunakan
4) Senang dan efektif berfikir sambil berjalan, berlari, dan olah raga. 5) Pandai merakit sesuatu menjadi produk. 6) Senang bergerak dan suka kegiatan di luar rumah. Thomas Amstrong dalam bukunya 7 kinds of smart. Menurut Amstrong, pada zaman kuno, tubuh dan pikiran dianggap sebagai satu kesatuan. Oring Yunani menghargai seni olahraga sebagai sarana yang penting untuk memupuk kekuatan pikiran. Bahkan, sesorang filosuf Prancis Rene Descrates mengatakan “saya berpikir, karena itualah saya ada”, melaui ungkapan tersebut menurut Thomas Amstrong, Descarates ingin mengungkapkan bahwa tidak ada pemisahan antara tubuh dan pikiran (Thomas Amstrong,2002 :68-69). f. Inteligensi Interpersonal (Interpersonal Intelligence) Kecerdasana interpersonal menurut Gardner, sebagaimana dikutip oleh Paul Suparno adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan intensif, motivasi,watak, dan tempramen orang lain, kepekaan akan ekspresi wajar,suara,serta isyarat orang lain. (Paul Suparno, 2007 :39). Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam intelegensi interpersonal, yakni: 1) Mampu berorgansasi, menjadi pemimpin dalam suatu organisasi 2) Mampu bersosialisasi dan menjadi moderator; 3) Senang permainan berkelompok daripada individu 4) Biasanya menjadi tempat mengadu orang lain dan mudah
69
mengenal; 5) Senang berkomunikasi verbal dan nonverbal. 6) Peka terhadap teman dan suka member feedback Anak-anak dengan kemampuan lebih dibidang ini cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga ia mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungan. Kecerdasan ini juga dinamakan kecerdasan sosial. Anak dengan kecerdasan ini tidak saja mampu menjalin persahabatan yang akrab dengan teman-temannya secara mudah, ia juga memilki kemampuan tinggi dalam memimpin, Mengorganisasi, menangani perselisihan antar teman, memperoleoh simpati dari anka-anak yang lain, dan sebagainya (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :156- 157). Dan cara mengembangkan anak yang memiliki kecerdasan ini berbanding terbalik dengan kecerdasan intrapersonal yang pertama ,memberikan kostum-kostum untuk bermain drama atau teater boneka, kedua mengajak mereka bermain bersama di luar rumah atau sering mengajak dia datang ke acara keluarga untuk bersosialisasi. Dan anak seperi ini memiliki percaya diri yang kuat tentang hal-hal yang kontarversi. Dia memilki rasa percya diri yang sangat besar dan yakin bahwa dia mampu menghadapi segala tantangan dengan kekuatannya dirinya sendri. Kecerdasan ini menurut Julia Jasmine biasanya dimiliki oleh orangorang introvert (Julia Jasmine, 2007 : 27-28).
70
g. Inteligensi Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence) Inteligensi intrapersonal adalah pengenalan diri. Seseorang dengan tingkat inteligensi intrapersonal yang tinggi mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, kehendak dan ketakutannya, dan bisa bertindak berdasarkan pengetahuannya mengenai ini dalam cara yang sesuai. Inteligensi adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptasi berdasar pengenalan diri itu. Termasuk dalam inteligensi ini adalah kemampuan berfleksi dan keseimbangan diri. Orang lain punya kesadaran diri akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat tenang. Salah seorang genius besar di wilayah ini adalah Sigmund Freud (psikoanalis), dan anak dengan kemampuan ini sangat peka terhadap persaan dirinya sendiri (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :157). Karakteristik
individu
yang
menunjukkan
kemampuan
dalam
intelegensi interpersonal, yakni: 1) Mampu menilai diri sendiri/intropeksi diri; 2) Mudah mengelola dan menguasai perasaannya dan sering mengamati dan mendengarkan. 3) Bisa bekerja sendirian dengan baik; 4) Mampu mencanangkan tujuan, menyusun cita-cita dan rencana
71
hidup; 5) Berjiwa
independen/bebas,
mudah
berkonsentrasi
dan
keseimbangan diri; 6) Senang mengekpresikan perasaan yang berbeda dan sadar akan realitas spiritual. Peserta didik yang menonjol dalam inteligensi ini, sering terlihat diam, lebih suka merenung di kelas. Ia lebih suka bekerja sendiri. Bila pendidik memberikan tugas bebas, peserta didik ini kadang diam lama merenungkan tugas itu sebelum mengerjakan sendiri. Pendidik yang tidak tahu, sering memarahi peserta didik ini karena ia nampak tidak mendengarkan dan hanya melamun. Padahal ia sebenarnya sedang berpikir dalam. Ada beberapa diantaranya yang menyukai kesunyian dan kesendrian. Dan cara mendukung seorang anak yang memiliki kecerdasan ini adalah dengan cara, memberikan atau menyediakan tempat yang nyaman untuk bermain sendiri, boneka, atau mainan untuk main peragaan. Mengajak dia berbicara tentang perasaanya dan menanyakan pendapat mereka tentang berbagai hal. Mengajak dia melakukan aktivitas yang bersifat reflektif seperti yoga. Kecerdasan intrapersonal sendiri menurut Paul Suparno adalah kemapuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri tersebut. Temasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan berefleksi dan berkeseimabang diri, memiliki kesadaran tinggi akan gagasan-
72
gagasanya, mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi, sadar akan tujuan hidupnya, bisa mengatur perasaan serta emosi dirinya sendiri (Paul Suparno, 2004 :39). h. Inteligensi Naturalis atau Lingkungan (Naturalist Intelligence) Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat
disting
konsekuensional
lain
dalam
alam
natural;
kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam (Paul Suparno,2007 :42). karakteristik yang dimiliki seorang anak dengan kecerdasan naturalis adalah, menyukai binatang, menyukai tumbuhan, suka berada di luar ruangan dan memiliki kepedulian terhadap binatang. Adapun cara mengembangkan anak yang memliki kecerdasan ini dengan cara, memberikan mereka binatang peliharaan, akuarium, sediakan kebun dan tanaman, hingga alat teropong untuk melihat burung-burung. Menurut Howard Gardner, sebagaimana yang di kutip oleh Thomas Amstrong, kecerdasan naturalis ini tidak hanya bisa berkembang pada orang-orang yang dekat flora dan fauna saja, namun orang yang jauh dari flora dan fauna, seperti orang-orang yang hidup di kota, juga bisa mengembangkan
kecerdasan
naturalisnya.
Karena
kecerdasan
naturalis itu tidak sekedar kemampuan untuk memahami flora dan
73
fauna saja tetapi bisa berupa kemampuan untuk membedakan jenisjenis benda yang di kota, seperti jenis sampil CD, sepatu karet, atu mobil (Thomas Amstrong, 2002 :42). Penjelasan Gardner melalui konsep kecerdasan ganda yang dimaksudkan untuk mengkoreksi keterbatasan cara berpikir orang tua dan guru yang masih konvesional mengenai kecerdasan. Melalui uraian Gardner ini sebetulnya ingin mengatakan bahwa kecerdasan tidak terbatas hanya pada apa yang diukur oleh beberapa tes inteligensi yang sempit atau sekedar melihat
prestasi yang
ditampilakan seseorang anak melalui ulangan maupun ujian di sekolah saja (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :158).
74
BAB III KONSEP KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. PENGERTIAN KECERDASAN 1. Pengertian kecerdasan menurut para ahli Kecerdasan(intelligence)
merupakan
kemampuan
untuk
menyelesaikan berbagai masalah kehidupan dan dapat menghasilkan produk atau jasa yang berguna dalam berbagai aspek kehidupan. Sejumlah pakar psikologi semakin giat meneliti kembali apa yang dimaksud dan bagaiman cara mengukur intellegensi, dan mereka bahwa intellegensi tidak dapat diukur melalui pengukuran kemampuan skolastik semata (Monty P.Satiadarma, Warumu E. Fidelis , 2003 :5). Masalah kecerdasan amat penting dalam dunia pendidikan.Bagi pendidik (guru) dan orang tua pada umumnya perlu mengetahui konsep-konsep kecerdasan yang jelas agar dapat menuntun perkembangan kecerdasan anak (siswa). Berikut ini dikemukan beberapa konsep kecerdasan yang telah dikemukan oleh para ahli (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :136). Menurut Vernon (1935) Vernon telah membuat sistematika dan defenisi-defenisi mengenai kecerdasan. Selanjutnya, ia menggolonggolongkan defenisi-defenisi kecerdasan menjadi tiga kategori, yaitu kecerdasan ditinjau secara biologi, keceradasan ditinjau secara psikologi, dan kecerdasan ditinjau secara operasional. (1) kecerdasan ditinjau secara
75
biologis, adalah kecerdasan ditafsirkan untuk kemampuan dasar manusia yang secara relative diperlukan untuk penyesuain diri pada alam sekitar yang baru. (2) kecerdasan ditinjau secara psikologis adalah merujuk adanya pengaruh-pengaruh relatif keturunan dan lingkungan sekitar terhadap perkembangan kecerdasan individu. (3) kecerdasan ditinjau secara
operasional
didefenisikan
dalam
pelaksanaan
atau
dalam
aplikasinya secara operasional dengan menggunakan istilah-istilah yang pasti. Misalnya untuk menetapkan nilai IQ seseorang , ia harus menjalani tes IQ (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :136-139). Menurut freeman, kecerdasan dipandang sebagai suatu kemampuan yang dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu (1) kemampuan adaptasi merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.Pendapat ini juga didukung oleh W.Sten yang mengatakan bahwa kecerdasan sebagai kemampuan umum seseorang secara sadaruntuk menyesuaikan pikirannya kepada alam yang baru. (2) kemampuan belajar merupakan kemampuan seseorang untuk belajar. Pendapat ini didukung oleh Buckingham mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk belajar. (3) kemampuan berpikir abstrak merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep-konsep dan simbolsimbol guna menghadapi situasi-situasi atau persoalan- persoalan yang memakai simbol-simbol verbal bilangan (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :139-140).
76
Menurut Alfred Binet (1916). Menurut Binet kecerdasan adalaha kecenderungan untuk mengambil dan mempertahankan pilihan tetap, kapasitas untuk beradaptasi dengan maksud
memperoleh tujuan yang
diinginkan dan kekuatan untuk autokritik (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :140). Pada tahun 1916 Lewis Madison Terman mendefenisikan kecerdasan sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak. Sedangkan H.H. Goddrard pada tahun 1946 mendefenisikan sebagai tibgkat kemampuan pengelaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang datang ( Syaifuddin A, 2002 : 5). Menurut D. Wechsler, mendefenisikan kecerdasan sebagai kumpulan totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu , berpikir secara rasional, dan menghadapu alam sekitar secara efektif (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :141). Howard Gardner (1983), menjelaskan bahwa intellegensi bukan merupak suatu kondtruk unit tunggal namun merupakan konstruk sejumlah kemampuan yang masing-masing dapat berdiri sendiri (Monty P.S, 2003 :5). 2. Teori-teori kecerdasan Kecerdasan dalam psikologi merupakan masalah yang kompleks.Teori kecerdasan itu muncul setelah ada usaha –usaha untuk menganalisis kemampuan mental individu.Para ahli psikologi melakukan analisis
77
kecerdan dengan maksud untuk menemukan faktor-faktor kecerdasan yang diperlukan untuk menyusun teori –teori kecerdasan, dapat disusun tes sebagai instrument untuk mengukur kemampuan individu. Teori –teori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Teori faktor kecerdasan (Factor Theories Of Inteliigences) 1) Teori daya Pada zaman kono di zaman Plato dan Aristoteles, sebetulnya orang telah mempersoalkan tentang jiwa.Jiwa mwmpunyai dayadaya kemampuan. Misalanya daya ingatan, daya mengenal satu sama yang lainya, daya merasakan. Daya berpikir, dan lain- lain. Dari pemikiran tersebut kemudian berkembang sampai muncul teori yang disebut Teori Psikologi Daya. Teori psikologi daya berkembangan dengan pesat pada abad ke-18 dan 19. Menurut teori daya untuk intelligence digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif menitiberatkan pada kebaikan-kebaikan tingkah laku yang cerdas, yang dinyatakan dalam aktivitas yang efektif
dan
efisien.
Sedangkan
pendekatan
kuantitafif
menitiberatkan pada kuantitas atau banyaknya perilaku yang dipunyai dan dikuasai oleh individu yang bersangkutan. Teori daya menganggap bahwa jiwa terdiri atas daya-daya yang terpisah.Teori belajar juga mengenal adanya teori daya.Padahal, belajar (abalitas belajar) oleh psikologi diklasifikasikan ke dalam kecerdasan seseorang, maka teori daya juga dipandang sebagai
78
teori kecerdasan. Perkembangan selanjutnya, muncul teori daya ini menimbulkan teori baru dalam pendidikan, yaitu teori belajar dengan displin formal. Misalnya, belajar dengan sistem drill dengan cara diualng-ulang sampai hafal betul. Berdasarkan asumsi ini, kecerdasan menurut teori psikologi daya ditentukan oleh adanya daya jiwa yang dapat dilatih (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :176-177). 2) Teori Dwi-Faktor (Two-Factor Theory) Teori dwi faktor pertama kali dicetuskan oleh Charles Spearman,psikolog dari Inggris dan penulis buku The Abilities Of Man. Ia meneliti abilitas manusia berupa kemampuan-kemampuan manusia dengan bermacam-macam tes kemampuan.Ia menganlisis hasil tes dengan melihat korelasi skornya menggunakan teknik analisi faktor. Dari hasil teknik analisis faktor, Spearman mengusulkan kemampuan intelektual mempunyai dua faktor, yaitu kemampuan- kemampuan umum(general abilities) yang disebut dengan faktor G dan kemampuan-kemampuan khusus (specific abilities) yang disebut faktor S (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :177). Teori Dwi-Faktor yang dikembangkan oleh ahli matematika bernama Charles Spearman. Ia mengembangkan teori inteligensi berdasarkan suatu faktor mental general atau umum yang diberi kode G, serta faktor spesifik yang diberi tanda S. Faktor G mewakili kekuatan mental general yang berfungsi dalam setiap
79
tingkah laku mental individu, sedangkan faktor S menentukan tindakan-tindakan mental khusus untuk mengatasi masalah (Wasty Soemanto, 1998 :144). 3) Teori multifactor (Multifactor –Theories) Louis Thurstone tidak sependapat dengan adanya faktor G. Ia menyatakan inteligensi terdiri dari tujuh kemampuan mental primer21 yang disebut grup faktor atau faktor C, meliputi (1)penalaran numerik (number facility); (2) ingatan (memory); (3) maknaverbal (ability in verbal relation), kemampuan menangkap hubunganpercakapan bahasa; (4) kemampuan spasial, tajam penglihatan; (5)penalaran induktif (ability to deduce from presented data), menarikkesimpulan dari data-data yang ada; (6) kecepatan perseptual(speedof perception) (7) pemecahan masalah (problem solving) (Mustaqim, 2001 :106). Teori multifaktor diajukan oleh ahli psikologi bernama E.L.Thorndike.ajli ini berpendapat bahwa kemmpuan mental atau kecerdasan seseorang tidak hanya diukur oleh dua faktor seprti dikemukan dalam toeri dwi faktor. Banyak faktor penentu kemampuan mentak seseorang yang kecil-kecil di sebut a minute mental ability oleh Thorndike membentuk hubungan stimulus (S) dan respon (R). Dengan demikian teori kecerdasan yang disusun oleh Thorndike ini bertentangan dengan teori kecerdasan dwi faktor.
80
Menurut teori multifactor, kecerdasan umum tidak ada, yang ada adalah kecerdasan khusus. Hubungan –hubungan khusus yang dibentuk oleh S dan R tersebut selanjutnya membentuk kemampuan manusi membentuk hubungan S dan R, hal ini akan menentukan orang semakin cerdas. Dengan begitu, seorang dengan hubungan S dan R yang kecil ia akan memiliki kecerdasan yang kurang. Sifat dari teori multifactor adalah otomatis (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :178-179). 4) Teori kelompok faktor Perkembangan
teori
dwi
faktor
dan
teori
multifactor
menimbulkan tendensi ekstrem yang kurang kondusif pada ilmu psikologi. Untuk mengatasi hal itu, muncul teori kecerdasan yang lebih
moderat
yang
disebut
Teori
Kelompok
Faktor
Kecerdsan.Teori ini merupakan gabungan antara teori kecerdasan yang dikemukan oleh Sperman dan Thorndike. Menurut teori kelompok faktor, kecerdasan seseorang tidak hanya ditentukan oleh satu faktor G, tetapi juga beberapa faktor G. setiap faktor G mendasari beberapa faktor S sehingga terdapat kelompok-kelompok faktor, yaitu dengan sejumlah S. Tiap-tiap kelompok faktor merupakan satu kelompok kemampuan mental primer atau PMA (primary mental ability). Dengan demikian, kecerdasan manusia terdiri dari sejumlah faktor mental primer memilki kesatuan psikologis dan fungsional tersendri yang
81
mendasari sekelompok operasi mental. Tiap-tiap faktor mental primer bebas dari beberapa mental primer lainnya (Purwa Atmaja Prawira, 2013 :179). Pendekatan pengukuran IQ selanjutnya mulai memperhitungkan
faktor
kontekstual
dimana
inteligensi
diperlihatkan (Aliah B. Purwakania Hasan,2006 :12). Beberapa teori inteligensi mendukung statement ini, diantaranya. : a) Teori Inteligensi Tritunggal (Triarchic Intelligence). Menurut Prof. Robert J. Stenberg seseorang yang berhasil mempunyai keseimbangan dalam inteligensi kreatif, analisis dan praktis. Inteligensi
kreatif
meliputi
kemampuan
mengenali
dan
merumuskan ide yang baik dan solusi untuk masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Inteligensi analisis digunakan saat secara sadar mengenali dan memecahkan masalah; merumuskan strategi; menyusun dan menyampaikan informasi secara akurat; mengalokasikan sumber daya dan memantau hasil yang dicapai. Inteligensi praktis adalah inteligensi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk bisa bertahan hidup, meliputi keberhasilan
mengatasi
perubahan
dan
kumpulan
dari
pengalaman dalam mengatasi berbagai masalah (Adi W. Gunawan , 2006: 221). b) Teori Inteligensi yang Dapat Dipelajari (Learnable Intelligence). Teori inteligensi ini dicetuskan oleh David Perkins dari Harvard. Inti teori ini adalah bahwa inteligensi dipengaruhi dan
82
dioperasikan oleh beberapa faktor dalam kehidupan manusia. Faktor tersebut adalah sistem otak, pengalaman hidup dan kapasitas untuk melakukan pengaturan diri (Adi W.G, 2006: 221). c) Teori Inteligensi Perilaku (Behaviour Intelligence). Profesor Arthur Costa dari Institute of Intelligence di Barkeley melakukan riset terhadap inteligensi sebagai suatu kumpulan dari kecenderungan perilaku. Inteligensi adalah keuletan, kemampuan mengatur perilaku impulsive, empati, fleksibilitas dalam berpikir, metakognisi, menguji akurasi dan ketepatan, kemampuan bertanya dan mengajukan pertanyaan, menerapkan pengetahuan
yang
didapatkan
sebelumnya,
ketepatan
penggunaan bahasa dan pikiran, mengumpulkan data melalui panca indera, kebijaksanaan, rasa ingin tahu dan kemampuan mengalihkan perasaan (Adi W.Gunawan,2006 :220-221). 2.
Teori Kecerdasan Berorentasi-proses (Process-Oriented Theories Of Intellligences) Menurut
kesimpulan Morgan dkk (1986), perhatian teori ini
terfokus pada bagian-bagaian komponen kecerdasan dan berusaha menjelaskan bagaimana masing-masing bagian komponen kecerdasan tersebut berjalan bersama-sama, meski hal ini tidak dimaksudkan oleh mereka sebagai sekedar untuk memahami kecerdasan. Kelompok terotisi kecerdasan ini menggunakan kosakata yang berbeda dengan
83
kelompok yang terotisi faktor. Ketimbang menggunakan istilah kecerdasan, mereka lebih suka menggunakan istilah kognisi dan proses
kognitif.
Demikian
juga,
kelompok
teori
kecerdasan
berorentasu-proses ini memperhatikan bagaimana orang memecahkan masalah dan memberikan jawaban-jawaban daripada memperhatikan beberapa banyak jawaban yang diberikan oleh orang tersebut ( Agus Effendi .2005 :89). Mereka lebih memperhatikan perkembangan proses intelektual. artinya,
bagaimana
proses-proses
tersebut
berubah
sebagai
kematangan individual. Diantara tokoh utama yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Piaget (1970).Piaget-lah yang menguraikan perkembangan kognitif dengan sangat mendetail dan komperhensif sehingga
pendekatannya
disebut
dengan
epitemologi
genetic.
Dikatakan epistemology genetic karena fokusnya pada sala-usul dan perkembangan ( kata asal-usul tersebut tidak merujuk kepada gen dan hereditas). Menurut biolog,filosof dan psikolog Swiss ini, kecerdasan merupakan
adaptif
yang
melibatkan
interplay
(pengaruh-
mempengaruhi) kematangan biologis (asimilasi dan akomodasi)dan melibatkan dengan lingkungan; asimilasi artinya memodifikasi lingkungan seseorang sehingga sejalan dengan cara berpikir dan bertindaknya yang sudah dikembangkan; dan akomodasi artinya memodifikasi seesoeang sehingga sesuai dengan karakteristik lingkungan yang ada (Agus Effendi ,2005:90).
84
3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Inteligensi Perkembangan struktur dan fungsi otak melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain) dan akhirnya ke neocortex (thought brain). Meski saling berkaitan, ketiganya memiliki fungsi masing-masing (Sutan Surya, 2007: 5). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan inteligensi adalah sebagai berikut : a.
Faktor Herediter atau Genotip Faktor genetik merupakan potensi dasar dalam perkembanan inteligensi (Sintha Ratnawati,2001:137). Gen sering disebut juga sebagai faktor bawaan dari keturunan- membawa kadar gen yang berbeda-beda pada setiap orang. Implementasi dari gen pembawa inteligensi ini terwujud pada pembentukan struktur otak. Pengaruh gen dalam pembentukan struktur adalah 50%, sedangkan 50% dibentuk oleh kondisi di luar gen ataudisebut lingkungan. Gen mempunyai pengaruh pada kewaspadaan dan kemampuan sensori, sedangkan lingkungan
berpengaruh
terhadap
respons
kognitif
(Adi
W.Gunawan,2006 :224).Faktor herediter atau genotip memilki peran dalam
menghasilakn
penampakn
jasmaniah.Sifat-sifat
perilaku
keinginan, menurut Ernest Mauman dalam bukunya “inttelligenze und Wille” mempunyai sistem saraf. Beberapa aspek yang didasari oleg sistem saraf ini meliputi :
85
1) Intesitas atau kekuatan kemauan dipengaruhi oleh konstitusi sraf yang kuat.semakin besar konstitusi saraf maka semakin besar kekuatan kemauan. Manusia memiliki berbagai variasi kekuatan konstitusi saraf sehingga tingakat kemaunnya juga berbeda-beda. 2) Waktu yang digunakan manusia dalam melakukan tindakan kemauannya. Menurut penyidikan beberapa ahli psikologi, didapatkan hasil yang menunjukan perbedaan-perbedaan kekuatan saraf. 3) Manusia dalam perkembangan kemauannya memiliki dasar-dasar fisologis untuk berbagai taraf perilaku dalam beberapa kondisi. Kondisi-kondisi tersebut diantaranya adalah disposisi (kondisi untuk segera mengambil tindakan), instingtif atau perilaku otomatis dalam menghadapi rangsangan yang datang dari luar diri. Kondisi disposisi adalah kondisi untuk menentukan suatu persetujuan dan untuk melakukan tindakan atau menurut kebiasaan atau secara mekanis (sutan surya 2006:10). b. Faktor Lingkungan Lingkungan yang kaya akan stimulus (enriched environment) dan tantangan, dengan kadar yang seimbang dan ditunjang dengan faktor dukungan dan pemberdayaan, akan menguatkan “otot” mental daninteligensi, karena sangat membantu pertumbuhan koneksi sel otak. Begitu pula dengan pilihan gaya hidup, kondisi perlakuan dan
86
pengalaman
hidup
akan
sangat
berpengaruh
terhadap
level
perkembangan kognitif (Adi W. Gunawan, 2006 :222). c.
Asupan Nutrisi pada Zat Makanan Hubungan linear antara nutrisi yang dapat diserap tubuh dan pembentukan organ sudah terkode secara otomatis pada setiap orang.Semakin tinggi asupan suplai makanan (gizi) semakin sempurna pembentukan organ tubuh.Sebaliknya, jika asupan gizi rendah, maka pembentukan struktur tubuh menjadi tidak kompak. Jika kondisi ini dikaitkan dengan organ inteligensi (otak), akan mengakibatkan menurunnya tingkat kapasitas memori dan koneksi sel saraf yang terbentuk tidak kuat. Maka, penyerapan informasi pendukung inteligensi terganggu, dan jumlah informasi yang dapat diserap dalam durasi waktu tertentu lebih kecil (Sutan Surya,2007 :13-14).
d. Faktor Kejiwaan Kondisi
emosional
bernilai
penting
dalam
menumbuhkan
kreativitas yang dikendalikan oleh kemauan diri.Kreativitas ini sebagian
besar muncul bukan
dari pembentukan,
melainkan
berdasarkan perilaku alamiah.Kejiwaan memiliki nilai tersendiri secara fisiologis.Kondisi emosional berpengaruh secara struktural dalam fungsi-fungsi organ kelenjar yang dipengaruhi oleh otak. Misalnya, terpacunya pengeluaran adrenalin dipengaruhi oleh kondisi emosional ( Sutan Surya,2007:15).
87
B. Pembelajaran pendidikan agama islam 1. Pengertian pembelajaran Menurut E. Mulyasa, pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut pendidik dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan( E. Mulyasa, 2004:117) pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Morgan berpendapat bahwa learning is of general interest and importance to warrant study, (pembelajaran adalah ketertarikan dan kepentingan secara umum untuk mengungkap mata pelajaran). Pembelajaran atau ungkapan yang lebih dikenal sebelumnya adalah “pengajaran” adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik (Muhaimin,2002 :183). Adapun definisi pendidikan menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal ayat (1) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya
pengendalian
untuk
diri,
memiliki
kepribadian,
kekuatan inteligensi,
spiritual akhlak
keagamaan, mulia,
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2003:9). Mohammad Surya memberiakan defenisi tentang pembelajaran yaitu, suatu proses yang dilkukan oleh individu untuk memperoleh suatu
88
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengelaman individ itu sendri dalam interaksi dengan lingkungan (Mohammad Surya,2004 :7).Beberapa prinsip yag meliputi landasan pengertian tersebut di atas adalah : a.
Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan sikap. Prinsip ini mengundang makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan berubah perilakunya. Tetapi tidak semua perubahan sebagai hasil dari pembelajaran.
b.
Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semau aspek perilaku bukan hanya satu atau dua aspek saja, kognitif, afektif dan motorik.
c.
Pembelajaran merupakan suatu proses, prinsip ini mengandung makna bahwa
pembelajaran
ini
merupakan
suatu
aktivitas
yang
berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapantahapan aktvitas yang sistematis dan terarah. Jadi, pemebelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan yang statis, melai nkan suatu rangkain aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. d.
Prose pembelajaran terjadi adanya suatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengundang makna bahwa aktivitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan
89
yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip itu, maka pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. e.
Pembelajaran merupakan
pengelaman. Pengelaman pada dasrnya
kehidupan melalui statis yang nyata dengan Pembelajaran
merupakan
bentuk
interaksi
tujuan tertentu. individu
dengan
lingkungannya, sehingga banyak memberikan pengelaman dar situasi nyata. Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses yang dilakukan oleh individu di mana terdapat unsure manusiawi, material, fasilitas,prosedur, dan perlengkapan yang saling mempengaruhi untuk mencapai tunjuan pembelajaran serat untuk memperoleh perubahan perilaku sebagai hasil pengelaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya agar tercipta suasana dan kondisi belajar yang kondusif bagi siswa sehingga siswa bergairah dan aktf belajar dalam rangka memperoleh hasil yang maksimal ( Mohammad Surya,2004:8-9). 2. Pengertian pendidikan Agama Islam Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, sehingga mengimani, bertakwa, dab berakhlaq mulia dalam mengamalkan ajaran islma dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dah Al-hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan. Disertai dengan tuntunan
90
untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyrakat sehingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangasa (Abdul M, 2012:11-12). Adapun Pendidikan Agama Islam merupakan sebutan yang diberikan kepada salah satu subyek mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik Muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu (Ibnu Hadjar, 1999 :4). Untuk menunjukan pendidikan, manusia mempergunakan istilah tertentu. Dalam bahasa inggris,penunjukan tersebut dengan menggunakn istilah education. Dalam bahsa Arab, pengertian kata pendidikan, sering digunakan pada beberapa istilah, antara lain, at-ta’lim, at-tarbiyah. Dan at-ta’dib. Namun demikian, ketiga kata tersebut memilki makna tersendiri dalam menunjukan pada pengertian pendidikan ; a.
Kata at-ta’lim yaitu kata yang menunjukan kata pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.
b.
Kata at-tarbiyah yaitu kata yang mempunyai arti mengasuh, mendidik dan memelihara.
c.
Kata at-ta’dib yaitu yang dapat diartika kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan peneyempurnaan akhlaq atau budi pekerti peserta didik. Orentasi kata at-dib lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadai yang berakhlaq mulia.
91
Abdul Munir Mulkan, mengartikan pendidikan agama islam sebagai suatu kegiatan insaniah, memberi atau menciptakan peluang untuk teraktualnya akal potensial menjadi akal actual, atau dipeolehnya pengetahuan yang baru ( Samsul Nizar, 2001:93). Azizy (2002) menegemukan bahwa esensi pendidikan, yaitu adanya proses transfer nilai, penegetahua, dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena itu, ketika kita menyebut pendidikan islam, maka akan mencakup dua hal, (a) mendidik siswa untuk berprilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlaq islam; (b) mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran islamsubjek berupa penegetahuan tentang ajaran islam (Abdul M,2012 :12). Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang pendidikan islam, seperti Islam diajarkan lebih pada hafalan, (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai) yang seharusnya dipraktikkan; pendidikan agama lebih ditekankan apda hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhan-Nya, penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapat penekanan dan masih terdapat sederet respon kritis terhadap pendidikan agama.hal ini disebabkan oleh penilaian kelulusan siswa dalam pelajarn agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis di kelas yang dapat didemontrasikan oleh siswa. Mata pelajaran pendidikan agama islam itu secara keseluruhannya terliput dalam lingkup Al-Quran dan Al-Hadis, keislaman, akhlaq, fiqih/ibadah, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup
92
pendidikan agama islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah Swt, diri sendri, sesame manusai, makhluk lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minnnas). Pendidikan agama islam adalah usaha untuk menyiapkan
siswa
dalam
meyakini,memahami,
menghayati,
dan
mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan memperlihatkan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarkat un tuk mewujudkan persatuan nasional. Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberap hal yang pelu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama islam : a.
Pendidikan agama islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang dilakukan secara berenacana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b.
Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengelaman terhadap ajaran agama islam.
c.
Pendidik atau guru pendidikan agama islam (GPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan secara sadar terhadap para peserta didiknya mencapai tujuan pendidikan agam islam.
93
d.
Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama islam dari peserta didik, yang disamping untuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial . Jadi pendidikan agama islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,memahami, dan mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah direncanakan untuk mancapai tujuan yang ditetapkan (Abdul Majid, 2012 :12-13). 3. Dasar pembelajaran pendidikan agama islam Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat oleh karena itu pendidikan agama islam sebagai usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan ke mana semua perumusan tujuan pendidikan agama islam itu dihubungkan landasan itu terdiri dari Al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah, al-mursal, istihasam, qiyas dan sebagainya ( Zakiyah Derajat, dkk, 2006 :20). Pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk (1983). Dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu sebagai berikut :
94
a.
Dasar yuridis /hukum Dasar yuridis , yakni dasar pelaksanaan pendidikan agam islam yang bersala dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam malaksanakan pendidikan agama disekolah secara formal.
b.
Dasar religious Dasar religious adalah dasar yang bersumber dari ajaran islam. Menurut ajaran islam pendidiakan agama adalah perintah dari Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya.
c.
Dasar pisikologis Dasar psikolgis adalah yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup (Abdul Majid,2012 :13-15). Berdasarkan uarain di atas, jelaslah bahwa yang membuat hati tenang
dan tentram adalah dengan jalan mendektakan diri kepada tuhan, hal ini sesuai firman Allah dalam surat Ar-Ra'd ayat 28 , yaitu
95
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingaTAllah-lah hati menjadi tenteram (Depertemen Agama RI, 1991 :597). 4. Tujuan pembelajaran pendidikan agama islam Tujuan pendidikan Agama Islam atau tujuan-tujuan pendidikan lainnya di dalamnya mengandung nilai-nilai tertentu sesuai dengan pandangan dasar masing-masing yang harus direalisasikan melaui proses yang terarah dan konsisten dengan menggunakan berbagai sarana fisik dan non fisik. Tujuan dalam proses kependidikan islam adalah identitas yag mengandung nilai-nilai islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikan islam berdasarkan ajara islam. Menurut Abdurahman Saleh Abdullah, tujuan pendidikan agamaislam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepadaNya (Abdurahman S. A, 2005 :133). Islam mengkehendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah tujuan hidup itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah (Ahmad Tafsir,1991:47). Seperti firman Allah dalam surat al-Dzariyat ayat 56:
96
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S al-Dzariyat ayat 56) ((Depertemen Agama RI, 1991 :597). Tujuan
pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
mengandung
pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialamioleh peserta didik di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuandan pemahaman terhadap nilai-nilai ajaran Islam, untuk selanjutnya menujuke tahapan sikap, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran nilai-nilai ajaranIslam ke dalam diri peserta didik, melalui tahapan afeksi ini diharapkan dapattumbuh motivasi dalam diri peserta didik dan bergerak
untuk
mengamalkanajaran
Islam
(tahapan
psikomotorik).Sedangkan Zakiyah Derajat dan kawan-kawan berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan tujuan ialah yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.Pendidikan adalah suatu tingkatan tertentu. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya (Zakiyah D,2006: 29). Dan tujuan utama pembelajaran agama islam antara lain : a.
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt. Yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Yang pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah
97
berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. b.
Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
c.
Penyesuain mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama islam.
d.
Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangankekurangan,
dan
kelemahan-kelemahan
keyakinan,pemahaman,
dan
pengelaman
peserta
didik
dalam
sesuai
ajaran
dalam
kehidupan sehari-hari. e.
Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f.
Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum.
g.
Penyaluran , yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memilki bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendri dan bagi orang lain (Abdul Majid,2012 :15-16).Nur Uhbiyati membagi tujuan pendidikan agama islam menjadi empat yaitu :
98
1) Tujuan umum Tujuan umum dari pendidikan agam islam ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum pendidikan agama islam harus dikaitkan dengan tujuan nasional negara tempat dimana pendidikan agama islam itu dilaksanakan, dan harud dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan. 2) tujuan akhir Pendidikan islam berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan akhir pendidika islam yaitu mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah SWT, inilah merupakan ujung dan akhir dari proses hidup. 2) Tujuan sementara Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengelaman tertentu yang direncankan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara membentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
99
3) Tujuan operasional Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan tercapai (Nur Ubhiyati dan Abu Ah, 1997 :64-68). Secara umum tujuan pendidikan agam islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengelaman peserta didik tentang ajaran islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlaq mulia dalam kehidupan
pribadi,
bermasyrakat,
berbangsa
dan
bernegara
(Muhaimin,2002 :78). Oleh karena itu, berbicara pendidikan agam islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilainilai islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (khasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hassanah) di akhirat (Abdul M,2012 :18) 5. Karakteristik Pendidikan Agama Islam Menurut Depdiknas, tujuan PAI adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik melalui pemberian dan pemumpukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, kepada Allah Swt. Serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyrakat, berbangsa, dan
100
bernegara (Abdul M, 2012 :18). Visi PAI di sekolah umum adalah terbentuknya sosok anak didik yang memiliki karakter, watak.Dan kepribadian dengan landasan iman dan ketakwaan serta nilai-nilai akhlaq atau budi pekerti yang kukuh, yang tercermin dalam keseluruhan sikap dan perilaku sehari-hari, untuk selanjutnya memberi corak bagi pembentukan watak bangsa. Sedangkan misi PAI, (Djamas, 2000:7) menyebutkan : a.
Melaksanakan
pendidikan agama sebagai bagian intergral dari
kesluruhan proses pendidikan di sekolah b.
Menyelenggarakan mengintegrasikan
pendidikan aspek
agama
pengajaran,
di
sekolah
pengalaman
serta
dengan aspek
pengalaman bahwa kegiatan belajar mengajar di depan kelas diikuti dengan pembiasaan pengalaman ibadah bersama di sekolah, kunjungan dan memperhatikan lingkungan sekitar serta penerapan nilai dan norma akhlaq dalam perilaku sehari-hari. c.
Melakukan upaya bersama antara guru agama dana kepala sekolah serta seluruh unsur pendukung pendidikan di sekolah untuk mewujudkan budaya sekolah yang dijiwai oleh suasana dan disiplin keagamaan dalam kesuruhan interaksi antar unsur pendidikan di sekolah dan luar sekolah.
d.
Melakukan pengutan posisi dan peran guru agama di sekolah secara terus-menerus baik sebagai pendidik maupun sebagai pembimbing dan penasihat, komunikator, serta penggerak bagi terciptanya suasana dan disiplin keagamaan di sekolah.
101
Dari tujuan visi dan misi PAI tersebut di atas, tampak bahwa secara implisit PAI memang lebih diarahkan ke “dalam” yakni peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan praktik atau ritual ajaran agama, sedangkan yang berkaitan dengan penyiapan peserta didik memasuki kehidupan sosial, terutama dalam kaitan dengan realitas kemajemukan beragama kurang mendapat perhatian (Abdul M. 2012 :19). Hal tersebut makin tampak jelas dari beberapa indikator yang menjadi karakteristik PAI, sebagaimana disebut Nasih (2006:15) sebagai berikut : 1) PAI mempunyai dua sisi kandungan , yakni sisi keyakinan dan sisi pengetahuan 2) PAI bersifat memihak, dan tidak netral 3) PAI merupakan pembentukan akhlaq yang menekankan pada pembentukan hati nurani dan penanaman sifat-sifat ilahiah yang jelas dan pasti. 4) PAI bersifat fungsional 5) PAI diarahkan untuk menyempurnakan bekal keagamaan peserta didik. 6) PAI diberikan secara komperhensif. 6. Fungsi Pendidikan Agama Islam Fungsi Pendidikan Agama Islam untuk sekolah adalah, sebgai berikut: a.
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt. Yang telah ditanamkan dalam kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang
102
tua
dalam
keluarga.
Dan
sekolah
berfungsi
untuk
menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran. b.
Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c.
Penyusaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama islam.
d.
Perbaikan,
yaitu
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengelaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. e.
Pencegahan,
yaitu
untuk
menangkal
hal-hal
negatif
dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya
dan
menghambat
perkembangannya
menuju
manusia
Indonesia seutuhnya. f.
Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum.
g.
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat terseut dapat berkembangan secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya (Abdul M,2012 :16)
103
7. Prinsip-prinsip Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dari konsep belajar dan pembelajaran dapat diidentifikasi prinsipprinsip belajar dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut: a.
Prinsip Kesiapan Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap situasi. Kondisi ini mencakup setidak-tidaknya tiga aspek, yaitu: (1) kondisi fisik, mental dan emosional; (2) kebutuhan, motif dan tujuan; (3) ketrampilan, pengetahuan dan pengertian lain yang telah dipelajari (Slameto, 1995 :113).
b.
Prinsip Motivasi Keadaan jiwa individu yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan disebut motivasi.Perwujudan interaksi antara pendidik dan peserta didik harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi, agar peserta didik merasa memiliki semangat, potensi dan kemampuan dapat dikembangkan sehingga akan meningkatkan harga dirinya (Mustaqim, 1995 :77).
c.
Prinsip Perhatian Perhatian terhadap mata pelajaran akan timbul ada peserta didik bila materi pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum, perhatian meliputi tiga aktivitas yaitu (1) Kesadaran (consciousness), (2) Seleksi (selection) yang dipengaruhi mood dan minat, (3) Pemberian arti (encoding) dimana informasi yang diterima oleh indera
104
ditafsirkan, dirubah dan dimodifikasi berdasarkan pengetahuan lama yang telah dimiliki. Kedalaman dan makna dari informasi baru bergantung pada tingkat pengetahuan dan persepsi seseorang. d.
Prinsip Persepsi Persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Semua proses belajar selalu dimulai dengan persepsi. Persepsi dianggap sebagai kegiatan awal struktur kognitif seseorang yang mempunyai sifat relatif, selektif, teratur serta dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan penerima rangsangan (Abdul M,1998 :100-101).
e.
Prinsip Retensi Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu. Karena itu, retensi sangat menentukan hasil yang diperoleh peserta didik dalam proses pembelajaran (Muhaimin 2002 :143).
f.
Prinsip Transfer Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian, transfer berarti ada kaitannya antara pengetahuan yang sudah dipelajari dengan yang baru dipelajari (Muhaimin,2002 :144).
105
8. Ruang lingkup pendidikan agama islam Ruang lingkup pendidikan agam islam meliputi antara lain : a.
Al-quran dan Hadits
b.
Aqidah
c.
Akhlaq
d.
Fiqih
e.
Tarikh dan kebudayaa islam Pendidikan agama islam menekankan keseimbangan, keselarasam dan
keserasian antara hubungan manusia dengan sesama manusia hubungan manusia dengan diri sendri, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Departmen agama ,2008:4). 9. Faktor-faktor yamg mempengaruhi pendidikan agama islam Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa adapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni : a.
Faktor internal, (faktor dari dalam siswa), yaitu kondisi lingukungan disekitar siswa.
b.
Faktor eksternal, (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingungan di sekitar siswa.
c.
Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa ynag meluputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Faktor diatas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan
mempengaruhi
satu
sama
lain.
106
Seorang
siswa
yang
bersikap
conservingterhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekssentrik (faktor eksternal umpannya, biasanya cendrung mengambil pendekatan belajar sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintelligensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Jadi pengaruh faktorfaktor tersebut, munculah siswa-siswa yang hingh-achievers (berprestasi tinggi), dan under-achievers(berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten dan professional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompokkelompok siswa yang menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar (Muhibbin Syah, 2006: 145). 1) Faktor internal siswa faktor yang berasal dari dalam diri manusia sendri meliputi dua aspek yaitu aspek fisiologis(yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis(bersifat ruhuniah), diantarannya : a) Aspek fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang memadai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intesitas siswa dalam mengikuti pelajaran.Kondisi organ tubuh yang lemag, apalagi jika serta pusing kepala berat misalnya dapat menurunkan kualitas ranah
107
cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu,siswa juga dianjurkan untuk memilih pola istirahat dan olahraga yang sedapat mungkin terjadwal secara tepat dan berkesinambungan ( Muhibbin, 2006 :145). b) Sikap siswa Sikap adalah gejala Internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara relaif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama kepada anak dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap anda dan mata pelajaran anda, apalagi jika diiringi kebencian kepada anda atau kepada mata pelajaran anda dpat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa seprti tersebut, guru dituntut un tuk terlebih dahulu menunjukan sikap positif terhadap dirinya sendri dan terhadap mata pelajaran yang menjadi keahliannya. Dalam hal ini bersikap positif terhadap mata pelajarannya, seorang guru sanagt dianjurkan
untuk
senantiasa
108
menghargai
dan
mencintai
profesinya. Guru yang demikian tidak hanya menguasai bahabahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetepi juga mampu meyakinkan kepada para siswa akan manfaat bidang studi itu bagi kehidupan mereka ( Muhibbin Syah, 2006:149). c) Bakat siswa Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensial untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masingmasing, jadi, secara global bakat dengan inteliligensi ( Muhibbin Syah, 2006 :150). d) Minat siswa Secara sederhana minat siswa berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber, minat tidak termasuk istilah popular di dalam psikologi karena ketergantungan yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan dan kebutuhan ( Muhibbin Syah, 2006:151). e) Motivasi siswa Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organism baik manusia ataupun hewan yang mendorongnnya untuk berbuat sesuatu.Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasuk daya
109
untuk bertingkah laku secara terarah. Dalam perkembangan selanjutnta motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendri yang
dapat
mendorongnya
melakukan
tindakan
belajar.
Termasuk dalam motivasi instrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaaan yang datang dari luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.Pujian dan hadia, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh kokret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah ( Muhibbin Syah, 2006 :152). 2) Faktor eksternal Selain faktor internal yang berpengaruh dalam proses belajar siswa, terdapa pula faktor eksternal yang berpengaruh terhadap proses belajar yaitu : a) Lingkungan sosial
110
Pendapat yang tak dapat disangkal adalah mereka yang mengatak bahwa manusia adalag makhluk homo socius. Semacam makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama satu sama
lainnya.
Hidup
dalam
kebersamaan
dan
saling
membutuhkan akan melahirkan interaksi sosial. Saling memberi dan saling menerima merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan sosial. Dalam lingkungan sosial siswa tidak hanya bisa terlepas dari lingkungan keluarga, dan lingkungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Ada beberapa hal yang mempengaruhi siswa di lingkungan keluarga yaitu : (a). cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya, (b). relasi antar anggota keluaraga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya, selain itu relasi anak dengan saudaranya atau anggota keluarga yang lain, (c). suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar, (d). pengertian orang tua, anak belajar perlu dorongan orang tua. Bila naka sedang
belajar
jangan
diganggu
dengan
tugas-tugas
dirumah.Kadang-kadang anak mengalami kurang semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, dan membantu sebisa mungkin kesulitan anak, (e).Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.Anak belajar
111
selain harus terpenuhi kebtuhan pokoknya juga memutuhkan fasilitas
belajar,
(f).
Latar
belakang
budaya,
tingkatan
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak belajar ( Slameto, 1995 :62-63). b) Lingukungan Non-Sosial Faktor –faktor yang termasuk lingkumgan non-sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.Pembangunan gedung sekolah yang jauh dari hirik pikuk lalu lintas menimbulkan keganduhan suasan kelas. Pabrik-pabrik
yang
didirikan
di
sekitar
sekolah
dapat
menimbulkan kebisingan di dalam kelas. Jangankan berbagai gangguan dari berbagai hal diluar sekolah, ada seseorang yang hilir mudik di sekitar anak yang sedang belajar, anak tersebut tidak mampu berkonsentrasi dengan baik (Muhibbin Syah, 2006:145). 3. Faktor pendekatan belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah-masalah atau mencapai tujuan tertentu (Muhibbin Syah, 2006 :155).
112
BAB IV PENERAPAN KONSEP KECERDASAN MAJEMUKPERSPEKTIF HOWARD GARDNER DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Inteligensi tidak terlepas dari proses berpikir manusia. Proses berpikir yang sangat terkait dengan kekuatan inteligensi setiap manusia dan pengoptimalan penggunaan fitrah manusia.Setiap anak memiliki kecerdasan dan kemampuan berbeda dalam memahami sebuah mata pelajaran. Seorang pendidik tidaklah boleh memaksakan siswanya untuk memahami setiap pelajaran dengan pemahaman yang sama dan sempurna dengan satu takaran kecerdasan, sebab keadaan anak dalam satu kelas berbeda-beda. Dengan segala macam keadaan siswa, kewajiban seorang pendidik adalah mengakui keberadaannya dengan segala kemampuan yang dimilikinya.Seorang pendidik harus mengakui dan harus menghargai bakat dan hasil karya siswa-siswanya.Teori kecerdasan majemuk mungkin lebih tepat digunakan oleh para pendidik untuk mendampingi siswasiswanya dalam belajar.Tetapi pada umumnya, batasan kurikulum pemerintah perlu diikuti.Buku-buku pedoman standar pembelajaran seringkali hanya menjadi peanduan kurikulum atau acuan yang kaku bagi guru, guru menerima dan merealisasikan secara mentah-mentah tanpa harus mengembangkannya kembali. Bagaiman pun, setiap guru memiliki kesempatan untuk bekerjasama memutuskan
113
cara terbaik demi mencapai tujuan dan target dalam pembelajaran. Dalam merencanakan kegiatan pembelajaran maupun mengembangkan atau memutuskan tema pada suatu materi pembelajaran, guru dapat menciptakan pengelamanpengelaman pada proses pembelajaran siswa dan menggunakan metode-metode yang dapat menghantarkan kepada tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai.Dengan kecerdasan perspektif Howard Gardner (multiple intelligences). Guru
dapat
merencanakan
rangkaian
pengelaman
dan
kegiatan
yang
memungkinkan semua anak menggunakan kecerdasaan terkuat mereka dalam belajar (Thomas R. Hoerr, 2007:52). Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah proses komunikasi dua arah antara pendidik dan peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran dengan pengenalan terhadap kecerdasan majemuk yang dimiliki peserta didik sebagai landasan dalam pemilihan strategi pembelajaran. hal ini didukung oleh pendapat Gardner bahwa aplikasi kecerdasan majemuk di dalam kelas dilakukan dengan penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi sehingga mampu menstimulasi semua kecerdasan peserta didik untuk berkembang dalam waktu yang bersamaan hingga peserta didik menemukan sendiri kecerdasan yang menonjol dalam dirinya. Pembelajaran ini berbeda dengan konsep pembelajaran lain karena mengedepankan aspek variasi pemakaian strategi penyampaian materi dengan tujuan menstimulasi perkembangan kecenderungan kecerdasan majemuk peserta didik (Paul Suparno 2004: 79). Ada beberapa asumsi dasar mengenai inteligensi, yang bermanfaat bagi pembelajaran. Diantaranya adalah: 114
1.
Setiap orang dilahirkan jenius dengan suatu kombinasi inteligensi yangberagam. Kondisi sosial dan budaya, serta sifat dan proses pembelajaran akanmenentukan seberapa cepat atau lambat proses perkembangan inteligensi initerjadi.
2.
Inteligensi
adalah suatu
fenomena
yang
unik.
Ada banyak cara
dimanaseseorang melihat dan mengerti dunia di sekelilingnya dan cara iamengungkapkan pengertian yang ia dapat 3.
IQ tinggi sangat membantu keberhasilan akademik, namun bukan satusatunyafaktor utama.
4.
Pendidik dapat mempengaruhi dan meningkatkan inteligensi peserta didik. Iamemainkan peran yang sangat penting dalam upaya menghilangkan berbagaihambatan yang menghalangi perkembangan inteligensi. Dalam hal ini, proses pembelajaran berbasis inteligensi berarti usaha
menjadikan proses belajar sebagai upaya untuk mengubah diri menuju ke arah yang lebih baik. Jelaslah kiranya, adanya beragam teori inteligensi berbanding lurus dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dimana pembelajaran merupakan suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan. Dengan metode dan teknik yang benar, maka sebuah pembelajaran ideal dapat berlangsung secara maksimal (Muhaimin, 2002 :183).
115
Islam menganjurkan manusia untuk memperhatikan realitas alam, seperti langit dan bumi, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Imron ayat 190 :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal(Q.S AlImran ayat 190)(Depertemen Agama RI, 1991 :597). Sesungguhnya strategi yang akan dirancang oleh guru sudah sesuai dengan kebutuhan matapelajarannya dan dikatakan baik, bila dilakukan secara benar dan berkesinambungan. Namun adakalanya guru
terjebak hanya pada upaya
mengahabiskan materi pelajaran semata saja dan mereka lupa pada tujuan yang sebenarnya dan pembelajaran dengan teori multiple intelligences
perlu
dipersiapkan sebaik-baiknya. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa teori kecerdasan majemuk bukan saja merupakan konsep kecerdasan yang ada pada diri masing-masing individu, tetapi juga merupakan strategi pembelajaran yang ampuh untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada jenis kecerdasan tertentudan sebagai seorang pendidik sangat diperlukan untukmerancang sebelum melakukan pengajaranagarpembelajaran bisa berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, sebab pada dasarnya setiap individu memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol dari delapan kecerdasan yang ada.Paul Suparno mengemukakan langkah-langkah pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk, sebagai berikut :(Paul Suparno,2004 :79).
116
A. Mengenal multiple intelligences siswa Langkah pertama yang harus ditempuh pendidik dalam menerapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah mengenal karateristik peserta didik, utamanya pada jenis kecerdasan mana yang mereka ungguli.(Paul Suparno,2004 :79), Cara untuk mengenal kecerdasan majemuk peserta didik dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
sebagai
berikut: 1. Tes Tes merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang pendidik agar dapat mengetahui kecenderungan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh peserta didik.Tes tersebut dapat berisi sejumlah pernyataan yang berisi karakteristik sejumlah kecerdasan majemuk.Peserta didik memberi tanda pada karakteristik yang sesuai dengan karakteristik keseharian mereka. Tes bukanlah satu-satunya cara untuk menentukan pada kecerdasan apa seorang peserta didik itu dikatakan unggul, namun penggunaan tes sebagai langkah pengenalan kecerdasan majemuk penting untuk menegaskan kecenderungan kecerdasan peserta didik, disamping langkah-langkah lain seperti percobaan aplikasi kecerdasan majemuk di kelas, observasi perilaku di dalam kelas, observasi perilaku di luar kelas, dan portofolio peserta didik.Beberapa contoh indikator itu dapat di lihat pada daftar berikut : a. Kecerdasan linguistic-verbal 1) Menulis lebih baik dari rata-rata kelas.
117
2) Mudah bercerita dan membuat lelucon. 3) Punya ingatan akan nama, tempat dan hari yang kuat. 4) Suka membaca buku 5) Menulis dengan ejaan yang benar dan teliti. 6) Suka mendengarkan kata-kata yang diucapakn. 7) Memiliki kemampuan kosa-kata yang baik. 8) Mampu berkomunikasi dengan kata-kata teratur. b. Kecerdasan Logis-Matematis 1) Suka menanyakan tentang bagaimana suatu benda bekerja. 2) Suka berpikir logika yang jelas. 3) Mampu menghitung dengan cepat. 4) Menyukai kelas IPA. 5) Menyukai permainan matematis dalam computer. 6) Suka mengatur berbagai hal dengan teratur, kategoris dan hieraekis. 7) Berpikir lebih abstrak dan konseptual. 8) Punya kepekaan dengan sebab-akibat dalam suatu persoalan. c. Kecerdasan Visual-Spasial 1) Mampu memberikan presentasi secara jelas suatu gambar visual 2) Membaca peta,grafik dan diagram lebih mudah daripada membaca teks. 3) Menyukai kegiatan-kegiatan seni. 4) Menggambar lebih baik daripda rata-rata yang lain. 5) Suka melihat film, slide dan presentasi visual lain.
118
6) Bila membaca lebih menyukai gambar daripada teks d. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani 1) Menonjol dalam salah satu bidang. 2) Selalu ingin bergerak bila duduk lama di suatu tempat. 3) Mudah menirukan gerak seseorang. 4) Senang menari. 5) Menyukai bekerja dengan tanah untuk membuat bangunan. e. Kecerdsan Musikal 1) Mampu mengingat melodi dengan music. 2) Punya suara yang bagus dalam menyanyi. 3) Mampu memainkan alat music. 4) Bernyanyi dengan baik. 5) Punya cara ritmik dalam bicara dengan bergerak. 6) Peka terhadap suara di sekitarnya. f. Kecerdasan Interpersonal 1) Memiliki kemampuan yang kuat dan percaya diri. 2) Kelihatan dapat menjadi pemimpin yang alami. 3) Suka memberikan nasihat pada teman yang dalam kesulitan termasuk dalam klub, komite, atau organisasi. 4) Mempunyai lebih dari dua teman dekat. 5) Mudah empati kepada orang lain. 6) Suka berteman dan kerjasma. g. Kecerdasan Intrapersonal
119
1) Memiliki kemauan yang kuat dan percaya diri. 2) Memliki rasayangrealistik tentang kemampuan dan kelemahannya. 3) Selalu mengerjakan pekerjaa dengan baik meski tidak ditunggui. 4) Punya kepekaan akan arah dirinya. 5) Cenderung bekerja sendri daripda dengan orang lain. 6) Dapat belajar dari kesuksesan dan kegagalannya. 7) Punya rasa percaya diri. 8) Punya daya refleksi yang tinggi. h. Kecerdasan Naturalis 1) Punya kemampuan klasifikasi. 2) Menyukai flora dan fauna serta alam semesta. 3) Suka berjalan-jalan di alam bebas menikmati alam. 4) Suka belajar biologi. 5) Menyukai kelestarian alam (Paul Suparno, 2004 :80-82). 2. Percobaan aplikasi kecerdasan majemuk di kelas Pendidik dapat mengetahui kecenderungan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh peserta didik dengan langsung mengajarkan materi menggunakan kecenderungan kecerdasan majemuk tertentu. Dari proses tersebut akan diketahui reaksi peserta didik, bosan atau justru perhatian. Misalnya, pada pembelajaran PAI, pendidik menyampaikan suatu konsep dengan cara membuat lagu berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Peserta didik dengan kecerdasan musikal yang tinggi dapat dipastikan akan terlihat menonjol selama pembelajaran.
120
3.
Mengamati kegiatan siswa di kelas Pendidik dapat mengetahui kecenderungan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh peserta didik dengan mengamati perilaku peserta didik di dalam kelas.Perilaku tersebut secara tidak sadar seringkali menunjukkan kecenderungan kecerdasan majemuk peserta didik.Guru dapat mengamati siswa selama di kelas, apa yang mereka buat dalam belajar dan mengerjakan tugas di kelas, apa yang mereka sukai dan tidak mereka sukai dalam mendalami suatu pelajaran yang sedang dihadapi, apa yang mereka ungkapkan dalam menjawab dan menanggapi uraian pendidik ( Paul Suparno, 2004 :84).
4. Observasi kegiatan siswa di luar kelas Selain melalui observasi perilaku di dalam kelas, pendidik juga dapat mengetahui kecenderungan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh peserta didik dengan mengamati perilaku peserta didik di luar kelas.Perilaku peserta didik sebelum masuk kelas, saat istirahat, dan usai kelas berakhir seringkali menunjukkan kecenderungan kecerdasan majemuk yang mereka milikiDengan mengamati tingkah laku selama di waktu bebas guru bisa mendapatkan masukan kira-kira kecerdasan mana yang menonjol pada siswa.Semua masukan ini akan disatukan dengan tes tertulis untuk lebih menyakinkan kecerdasam siswa ( Paul Suparno, 2004 :85). 5. Portofolio Peserta didik
121
Portofolio peserta didik Pendidik dapat mengetahui kecenderungan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh peserta didik dengan mengamati dokumen-dokumen yang dimiliki peserta didik dari pembelajaran sebelumnya.Dokumen yang dimaksud dapat berupa hasil pekerjaan atau prestasi yang dicapai peserta didik. Kelima langkah di atas, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Metode tes perlu ditindaklanjuti dengan observasi
dan
kecenderungan
percobaan kecerdasan
mengajar majemuk
agar peserta
pemahaman didik
tidak
terhadap bersifat
final.Demikian pula penggunaan metode portofolio tidak bisa dipisahkan dari metode tes dan observasi agar data yang diperolah pendidik bersifat valid dan objektif.Untuk membantu meneliti kecerdasan siswa, guru dapat juga mengumpulkan semua dokumen yang pernah dibuat siswa.Tentu saja dokumen yang paling penting adalah rapor nilai siswa, nilai apa saja yang menonjol dan nilai apa saja yang kurang. Dari nilai-nilai yang sangat bagus, kiranya dapat diketahui kecerdasaan apa yang kuat dalam diri siswa (Paul suparno,2004 :86). B. Mempersiapkan Draf Pengajaran PAI. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengacu pada kecenderungan kecerdasan majemuk peserta didik. Sebelum mulai mengajar, guru PAI mempersiapakan lebih dahulu melakukan persiapan, jika tidak melakukan persiapan bagaimana ia mengajar
122
dengan teori Multiple intelligences. Dalam persiapan itu guru akan meneliti kemungkinan-kemungkinan bentuk Multiple intelligences yang dapat digunakan untuk mengajar suatu topik dalam bidang yang ingin diajarkan.Munif Chatibmengemukakan bahwa perencanaan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk lebih mudah jika langkah awal difokuskan pada model aktivitas pembelajaran, kemudian dilakukan analisis terhadap aktivitas tersebut berkaitan dengan kecerdasan apa saja yang termuat di dalamnya. Format RPP dalam pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk tidak jauh berbeda dengan format RPP pada umumnya, yaitu identitas, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber serta media pembelajaran. Namun, dalam RPP pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk, pendidik perlu mencantumkan kecerdasan apa yang akan dikembangkan dalam pembelajaran. Kecerdasankecerdasan tersebut tertera dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian (Munif Chatib, 2012: 119). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan mengajar, yaitu : 1. Fokus pada topik Sangat baik bila guru memfokuskan diri pada topik-topik tertentu dalam bidang yang mau diajarkan ( Paul Suparno, 2004 :87). Misalnya, dalam pengajaran Fiqh: topik Mawaris, dalam pengajaran Akhlak: Topik imam kepada kitab-kitab Allah. Penfokuskan ini sangat penting, agar guru
123
PAI nantinya tidak bingung dalam persiapan. Pendekatan Multiple intelligences memang sangat bercocok dengan model pembelajaran yang berfokus pada topik, bukan pada keselurahan bab atau mata pelajaran. Dengan adanya fokus, topik dapat didekati dengan berbagai kecerdasan yang kesemuannya mengarah kepada topicktersebut.Maka, pelajaran menjadi sunguh-sunguh mendalam.Untuk lebih mudah, dapat dilihat dalam skema 1. 2. Mencari Gagasan Pendekatan Multiple Intelligences yang Cocok dengan Topik Selanjutnya,
pendidik
perlu
mencari
gagasan
tentang
bagaimanakedelapan inteligensi itu dapat digunakan dan diterapkan dalam topic pembelajaran yang akan diajarkan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam skema 2. 3. Membuat Skema dan Kemungkinan Kegiatan yang dapat Dilakukan Di
sini,
hanya
mungkindilakukan.Dalam
perlu
ditulis
memikirkan
semua
kegiatan
kegiatan-kegiatan
yang tersebut
perludipertimbangkan peralatan dan fasilitas yang dimiliki sekolah danmungkin diusahakan peserta didik.Untuk lebih detailnya, dapat dilihatdalam skema 3. 4. Persiapan terhadap media pembantu (media pembelajaran) Pengajaran menyangkut bidang kognitif (pengetahuan), maka alat yang dipilih adalah buku teks, Al Qur’an dan Hadits, atau skema. Bila tujuan ini menyangkut bidang psikomotor, misalnya peserta didik dapat
124
melakukan gerakan-gerakan dalam salat jenazah dengan baik, maka alat atau medianya adalah film, gambar peraga salat jenasah atau demonstrasi oleh pendidik sendiri. Bila tujuan itu mengacu pada bidang afektif, misalnya melakukan zakat, maka medianya adalah melaksanakan kegiatan sosial
keagamaan,
mengadakan
pengamatan
langsung
terhadap
pengelolaan zakat atau menyaksikan film tentang urgensi zakat dan fenomena masyarakat sekitar. Pendidik juga bisa mengkombinasikan ketiga jenis media pembelajaran ini untuk tiga tujuan pembelajaran yang berbeda.Media harus disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Peserta didik sudah memiliki kemampuan untuk berfikir kritis dan kemampuan untuk mencari dan menemukan sendiri, maka alat atau media pendidikan yang dipakai adalah sudah harus agak sophisticated, seperti modul, drama film dan film yang menyangkut berbagai kejadian alam. Media atau sumber belajar merupakan sarana untuk membantu proses belajar siswa. Pendidikan yang berkualitas menuntut dukungan pemilihan sumber belajar serta alat bantu yang memadai berupa buku yang memungkinkan siswa memperoleh bahan yang luas untuk mempermudah dalam penerimaan pelajaran. Sarana dan sumber belajar yang memadai akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk menunjang efektivitas dan kreativitas belajar siswa. Dalam proses belajar mengajar media sangat dibutuhkan karena bila dalam kegiatan pengajaran, ketidakjelasan
bahan
yang
disampaikan
dapat
dibantu
dengan
menghadirkan media sebagai perantara. Jadi dapat dipahami bahwa media
125
adalah alat bantu yang dapat disajikan sebagai penyalur pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya (Arbainyusran, 2012:12). C. Strategi Pengajaran PAI berbasis Multiple Intelligences Strategi pembelajaran kecerdasan majemuk
pada praktiknya adalah
memacu kecerdasan yang menonjol dari diri siswa seoptimal mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal yang ditentukan oleh lembaga atau mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap siswa untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh sebuah kurikulum. Dengan demikian penggunaan strategi pembelajaran kecerdasan majemuk tetap berada pada posisi yang menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. Satu hal yang pasti, siswa akan keluar sebagai individu yang memiliki jati diri, yang potensial pada salah satu atau lebih dari delapan jenis kecerdasan yang dimilikinya.Penggunaan strategi-strategi tersebut tidak dapat berdiri sendiri tetapi dikombinasikan satu sama lain agar dapat memfasilitasi kecenderungan kecerdasan majemuk peserta didik dan pada kegiatan inti pembelajaran, tidak mungkin termuat pengembangan 8 kecerdasan. Pendidik perlu membatasi minimal 3 kombinasi strategi kecerdasan yang disesuaikan dengan materi pelajaran agar lebih fokus dan terarah.Satu hal yang harus diingat adalah bahwa teori kecerdasan majemuk bukan saja merupakan konsep kecerdasan yang ada pada diri masing-masing
126
individu, tetapi juga merupakan strategi pembelajaran yang ampuh untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada jenis kecerdasan tertentu.
Ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan dalam pengajaran pendidikan
agama
islam
denga
menggunakan
teori
Multiple
intelligences.secra umun strategi yang dapat digunakan pada pengajaran PAI itu adalah : 1. Kecerdasan
linguistic-verbal,dapat
dilakukan
dengan
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bercerita, menuliskan kembali yang dipelajari, membuat jurnal tentang materi
yang dipelajari, atau
menerbitkan majalah dinding. Dengan kata lain, setelah mempelajari topik tertentu siswa perlu diberikan kesempatan mengungkapkan pemikirannya dengan menuliskan kembali lewat kata-kata mereka sendiri. Misalnya, bila topiknya tentang sedekah. Setelah siswa mempelajari tentang sedekah, siswa diberi kesempatan untuk menuliskan pengertian sedekah dengan kata-kata mereka sendiri dan atau mengungkapkan hikmah dan manfaat dari sedekah. 2. Kecerdasan logis-matematis dapat diwujudkan dalam bentuk menghitung, membuat kategoris atau penggolongan, membuat pikiran ilmiah dengan proses ilmiah, membuat analogi dan sebagainya. Misalnya dalam mempelajari tajwid tentang nun mati, siswa dapat diminta untuk mengelompokan hukum bacaan yang berbeda dari hukum bacaan nun mati tersebut. Setelah selesai mengelompokan hukum bacaan dari nun mati, maka siswa diminta untuk menghitung dan menulis huruf-huruf hijaiyah
127
apa saja yang ada di masing-masing hukum nun mati tersebut. Dan selanjutnya diminta membuat tabel untuk klasifikasikan hukum-hukum tersebut. 3. Kecerdasan visual-spasial dapat diungkapkan dengan visualisasi materi, dengan membuat sketsa, gambar, simbol grafik, mengadakan tour kelas dan sebagainya. Misalnya, tentang akhlaq kepada kedua orang tua, guru dapa menunjukan film tentang bagaiman orang yang menghormati orang tua dan orang yang durhaka kepada orang tua. 4. Kecerdasan kinestetis-jasmani dapat diungkapkan dengan bentuk eksperesi gerak badan. Bentuk-bentuk seperti mendramatisir, membuat teater dan sebagainya. Misalnya tentang jual beli, siswa dapat memberikan contoh drama bagaimana cara-cara dan macam-macam jual beli. 5. Kecerdasan musical dapat diungkapkan dengan memberiakan kesempatan dan tugas kepada siswa untuk menyanyi membuat lagu, atau mengungkapkan materi dalam bentuk suara. Misalnya dalam topik imam kepada Rasul-Rasul Allah, dapat dibuat lagu agar siswa tersebut mudah untuk menghafal bama-nama Rasul-Rasul Allah. 6. Kecerdasan interpersonal dapat dieksperesikan dalam bentuk kegiatan sharing, diskusi kelompok, kerjasama membuat proyek atau membuat permainan bersama maupun membuat simulasi bersama, yang perlu diperhatikan adalah bahwa siswa dalam kelompok bisa aktif dan bekerjasama sehingga kerjasama tidak dikuasai oleh siswa dan lainnya pasif.
128
7. Kecerdasan intrapersonaldapat dikembangkan dengan memberikan waktu sendiri kepada siswa untuk merefleksikan dan berpikir sejenak. Beberapa soal yang diberikan perlu persoalan terbuka di mana secara mandiri dapat mengungkapkan gagasannya. Guru sendiri perlu belajar untuk menyajikan materi dengan memasukan perasaan, humor dan juga keseriusannya. Dengan kata lain sikap guru pribadi perlu juga ditunjukan untuk membantu siswa yang intrapersonal. Pada akhir pelajaran, baik bila siswa diminta untuk merefleksikan kegunaan pelajaran ini bagi hidup mereka. 8. Kecerdasan naturalis dapat diungkapkan dengan mengajak siswa untuk melihat apakah topik yang dipelajari ada kaitannya dengan lingkungan hidup mereka, dengan alam tempat mereka hidup. Misalnya topik akhlaq kepada lingkungan, siswa dapat diajak melihat berbagai tanaman di sekitar lingkungan sekolah, bagaimana cara memperlakukan tanaman di sekitar lingkungan sekolah agar tanaman tersebut bisa kelihatan bagus indah dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya. Seperti untuk mengurangi polusi udara, untuk berteduh disiang hari jika matahari terik dan untuk memperindah lingkungan sekolah. D. Menentukan Evaluasi Salah satu unsur yang sangat penting dalam proses pembelajaran adalah evaluasi. Jelas evaluasi perlu disesuaikan dengan tujuan dan cara mengajar seorang guru. Bila dalam pembelajaran guru menggunakan multiple intelligensi, maka evaluasinya pun perlu disesuaiakan dengan kemampuan multiple intelligensi. Evaluasi yang hanya memungkinkan salah satu
129
kecerdasan, misalnya logis-matematis, kurang dapat mengukur seluruh kemampuan siswa (Paul Suparno, 2004 :93). Teori kecerdasan majemuk menganjurkan format penilaian autentik (penilaian sebenarnya).Penilaian tersebut diharapkan dapat memfasilitasi kecerdasan
yang
dikembangkan
pada
kegiatan
inti
pembelajaran.
Sebelumnya, pendidik perlu menegaskan kecerdasan apa yang terangkum dalam penilaian pada perencanaan (Munif Chatib, 2012: 155). Secara umum evaluasi perlu lebih luas dan menyeluruh, bahkan perlu mamasukan unsur lingkungan dan situasi nyata untuk dapat mengukur seluruh kemampuan siswa.Maka, berbagai bentuk evaluasi tertulis, lisan, dalam bentuk proyek, tugas bersama, refleksi pribadi, bentuk prestasi yang ditampilkan di depan umum, dalam kearifan proses pembelajaran, pemantauan guru selama pembelajaran dan sebaginya agar semua jenis kecerdasan tersebut dapat terukur dalam evaluasi. Alat evaluasi ada yang berbentuk tes dan ada yang berbentuk non-tes.Alat evaluasi berbentuk tes adalah semua alat evaluasi yang hasilnya dapat dikategorikan menjadi benar dan salah.Misalnya evaluasi untuk mengungkpakan aspek kognitif dan psikomotorik. Alat evaluasi non-tes tidak dikategorikan benar-salah dan umumnya dipakai untuk mengungkapkan aspek afektif (Sutrisno, 2005 :152). Munif Chatib menyebutkan keungggulan penggunaan penilaian autentik, yaitu
130
1. Penilaian autentik berpedoman pada aktivitas yang telah dijalani oleh peserta didik, bukan reduksi aktivitas yang disamaratakan melalui skor atau presentase. 2. Penilaian autentik menawarkan kondisi yang aktif dan menyenangkan. Hal ini karena proses penilaian didahului dengan aktivitas yang membuat kelas menjadi lebih hidup. 3. Penilaian autentik memberi kesempatan yang sama bagi semua peserta didik untuk berhasil, bukan hanya peserta didik yang mampu menjawab soal tertentu. 4. Penilaian autentik menunjukkan prestasi dan produk kreatif yang bermakna bagi peserta didik. 5. Penilaian autentik membandingkan prestasi peserta didik dengan pencapaian prestasi sebelumnya, bukan membandingkan prestasi antar peserta didik (Munif Chatib, 2012:152). Oleh sebab itu dalam pembelajaran sangat penting untuk menentukan evaluasi terhadap siswa, karena evaluasi itu sendiri merupakan penilaian terhadap
kegiatan
menafsirkan
atau
mendeskripsikan
hasil
belajar
siswa(Cangelosi, 1995 :21). E. Penerapan Kecerdasan Majemuk Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Kecerdasaan Perspektif Howard Gardner yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Telah memberikan kita penjelasan bahwa kecerdasan majemuk itu ada pada setiap individu dan pelu dikembangkan secara
131
maksimal sehingga anak yang dalam beberapa kecerdasan kurang menonjol dapat dibantu dan dibimbing untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan tersebut. Hal ini menurut Gardner sebagaimana dikutip oleh Paul Suparno, karena kecerdasan itu bukanlah kemampuan yang sudah mati sejak lahir dan tetap sepanjang hidup.Namun kecerdasan itu senantiasa berkembang sesuai dengan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan tersebut dan dalam hal ini melalui pendidikan (Paul Suparno,2004 :65). Dengan demikian kecerdasan itu pada dasarnya bisa di latih agar bisa berkembang maksimal. Berkenaan dengan hal tersebut, banyak upaya yang dapat dilakukan untuk membantu pengembangan kecerdasan majemuk siswa, baik di rumah maupun di sekolah dan sekaligus membantu para guru untuk mengenali dan menggembangkan kecerdasan mereka sendiri. Oleh karena itu, berbagai metode tersebut diterapkan dalam proses pembelajaran formal. Dan perlu dipahami bahwa pada prinsipnya ada dua cara yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan majemuk siswa pada metode pembelajaran. Pengembangan kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran melalui kegiatan delapan kali tatap muka (pertemuan).Hal ini dapat dipahami karena dari berbagai macam metode yang diterapkan dalam satu kali pertemuan tersebut hanya diarahkan pada pengembangan salah satu kecerdasan, sementara kecerdasan-kecerdasan yang lain dikembangkan pada pertemuanpertemuan selanjutnya.
132
Pengembangan kecerdasan majemuk melalui kegiatan ini sebenarnya sudah diusulkan serta diterapkan oleh Thomas Amstrong, seprti yang diungkapkan dalam bukunya sekolah para juara dengan bentuk rencana pelajaran kecerdasan majemuk delapn hari. Dalam buku tersebut, Thomas Amstrong mengemukan tentang rancangan kegiatan pembelajaran mengenai satu topik atau indikator tertentu yang telah dipilih. Rencana pembelajaran tersebut disusun atau di bentuk jika 35 sampai 45 menit dari jadwal pelajaran harian dialokasikan untuk satu indikator tersebut (Thomas Amstrong, 2004 : 89-90). Oleh karena itu, pengembangan delapan macam kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran PAI dilakukan secara bergiliran selama delapan kali pertmuan. Penggunaan cara ini dalam mengembangkan dapat dilakukan dengan dua model, yaitu : delapan kali pertemuan untuk mencapai satu indikator, dalam model yang ini, satu indikator pembelajaran PAI dicapai dengan menggunakan berbagai variasi metode yang mengarah pada pengembangan delapan kecerdasan. Dengan demikian siswa mampu menguasai satu indikator pembelajaran PAI dengan menggunakan delapan macam kecerdasan melalui delapan kali pertemuan. Oleh karena itu, satu indikator yang sama akan dicapai secara berulang-ulang dalam delapan kali pertemuan, sehingga cenderung kurang efisien jika diterapkan di sekolahsekolah yang harus menyelesaikan banyak indikator dengan waktu terbatas. Pengembangaan kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran PAI ini, penulis menggunakan materi-materi pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah (MTS). Materi-materi tersebut mencakup aspek Aqidah, Akhlaq, Al-Quran,
133
Hadist, Fiqih, dan sejarah kebudayaan Islam. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam menjelaskan pengembangan kecerdasan majemuk untuk anak, karena anak sekolah dasar atau madrasah Tsaniwiyah adalah dasar sadari sebuah proses bagi terbentuknya kecerdasan bagi siswa untuk tahap selanjutnya. Cara untuk mengembangkan kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran dari masing-masing rumpun materi pelajaran tersebut penulis menggunakan dua model, sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya yaitu dengan pengembangan kecerdasan majemuk melalui kegiatan delapan hari atau delapan kali pertemuan dengan contoh mata pelajaran Aqidah Akhlaq. Unit Sekolah
:Madrasah Tsanawiyah
Materi Pelajaran
:Aqidah Akhlak
Materi
:Iman kepada Allah
Indikator
:Siswa dapat menjelaskan sifat-sifat Allahyang wajib diketahui.
Pertemuan 1 ( kecerdasan Linguistik) Metode
: Membaca dan menghafal
Alat
:Buku tentang20 sifat Allahdan lembaran bertuliskan sifat20 sifat Allah
Kegiatan Pembelajaran :
134
1. Siswa diminta membuat kelompok –kelompok kecil yang terdiri dari tiga orang atau lebih, kemudian menyiapkan Buku tentang sifat-sifat Allah dan selembar kertas yang bertuliskan 20 sifat-sifat Allah. 2. Siswa pada masing-masing kelompok diminta untuk menunjuk satu orang temannya untuk memilih ketua bagi kelompoknya. Dan ketua pada masing-masing
kelompok
berfungsi
untuk
memimpin
kegiatan
kelompoknya sesuai instruksi yang diberikan guru. 3. Siswa pada masing-masing kelompok melafalkan sifat-sifat Allah yang dipimpin oleh ketua kelompoknya masing-masing tiga kali berulang. Kemudian setiap siswa diminta untuk memilih salah satu sifatAllah. 4. Setelah siswa pada masing-masing kelompok memilih salah satu sifatAllah pilihannya.Siswa diminta untuk membacakan Arti darisifat Allahyang dipilihnya. Kemudian menyampaikan di hadapan teman kelompoknya masing-masing secara bergiliran. Pertemuan II (kecerdasan Matematis-Logis) Metode
: Klasifikasi
Alat
: Pensil gambar, karton/kertas gambar,dan penggaris
Kegiatan Pembelajaran: 1. Siswa dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok memperoleh satu spidol, satu karton, dan satu penggaris. 2. Setiap kelompok diminta untuk mengklasifikasikan sifat-sifat dengan ketentuan :
135
Allah,
a.
KelompokI:mengklasifikasikan sifat-siatAllah berdasarkan urutannya.
b.
Kelompok II:mengklasifikasikan sifat-sifatAllah berdasarkan artinya.
c.
Kelompok III: mengklarifikasikan sifat-sifatAllah berdasarkan jumlah huruf paling banyak sifat-sifat Allah
3. Setiap kelompok membacakan hasil pekerjaan kelompoknya masingmasing. Pertemuan III (Kecerdasan Ruang-visual) Metode
:Mind Mapping
Alat
:Buku gambar dan pulpen warna-warna.
Kegiatan pembelajaran: 1. Siswa diminta membuat mind mapping (peta pikiran) tentang sifat-sifat Allah, dengan ketentuan : a.
Bentuk mind mapping bebas, sesuai kreativitas masing-masing.
b.
Mind mapping juga harus tercantum Arti dari sifat-sifat Allah.
c.
Mind mapping dibuat warna-warni sesuai keinginan masing-masing siswa.
2. Siswa diminta untuk menampilkan dan menjelaskan mind mapping yang telah dibuatnya di depan kelas. 3. Sebagai penghargaan terhadap karya siswanya, guru dapat memajang gambar dari hasil didalam kelas. Pertemuan IV (Kecerdasan Kinestetik-Badani)
136
Metode
:Make A-Match
Alat
: kartu-kartu yang bertuliskan sifat-siat Allah dan artinya.
Kegiatan pembelajaran : 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi macam-macam sifat Allah sebaliknya satu bagian kartu berisi arti-arti dari sifat-sifat Allah 2. Guru membagikan kartu kepada peserta didik dan setiap peserta didik mendapat kartu. 3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang mereka pegang. 4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartu (soal jawaban). 5. Setiap peserta didik
yang dapat mencocokan kartu sebelumnya batas
waktu diberi poin. 6. Setelah satu babak kartu dicocok lagi peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Pertemuan V (Kecerdasan Musikal) Metode
:Membuat lagu dan menyanyikan
Alat
: Alat-alat musik jika dibutukan, sperti tape recorder
Kegiatan Pembelajaran: 1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
137
2. Setiap kelompok membuat bait syair yang intinya menjelaskan tentang sifat-sifat Allah yang wajib diketahui. 3. Setiap kelompok diminta menampilkan syair yang telah dibuat dengan irama bebas sesuai dengan kesepakatan kelompoknya di depan kelas. 4. Kelompok yang mampu menampilakan kreasi paling bailk diberi hadiah. Pertemuan VI (Kecerdasan Interpersonal) Metode
:Talking Stick
Alat
:Daftar 20sifat-sifat Allah
Kegiatan Pembelajaran 1. Guru menyiapkan sebuah tongkat 2. Guru menyampaikan materi tentang 20 sifat-sifat Allah, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajarinya. 3. Setelah selesai membaca materi/ buku pelajaran dan mempelajarinya, peserta didik menutup bukunya. 4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya 5. Lakukan secara bergiliran seprti nomor 4. Pertemuan VII (Kecerdasan Intrapersonal) Metode
:Ayo kita menghafal
Alar
:Daftar sifat-sifat Allah dan Artinya
138
Kegiatan Pembelajaran : 1. Guru membagikan daftar sifat-sifat Allah beserta artinya kepada setiap siswa. 2. Masing-masing siswa diminta menghafal sifat-sifat Allah dan artinya tanpa bantuan teman. 3. Setiap siswa menampilakan hafalan sifat-sifat Allah dan arti di depan teman-temannya secar bergantian. 4. Siswa yang bagus dan lancar hafalanya mendapat hadiah. Pertemuan VIII (Kecerdasan Naturalis) Metode
:Mind mapping
Alat
: kertas asturo warna-warni yang bertuliskan sifatsifat Allah, double tip, dan gunting,
Kegiatan Pembelajaran 1. Pada pertemuan sebelumnya siswa diminta membawa alat yang dibutuhkan untuk pada pertemuan tersebut. 2. Siswa diminta menggunting kertas asturo warna-warni dengan bentuk sesuai keinganan masing-masing dan di atasnya ditulis macam sifat-sifat Allah kemudian ditempel di daun- daun pohon kreasi masing-masing. Satu daun satu sifat Allah yang disusun menurut kreasi masing-masing siswa. 3. Setiap siswa secara bergantian maju ke depan mempresentasikan hasil karyanya (menjelaskan alasan pemilihan pohon tersebut sebagai pohon kesayangannya, menyebutkan sifat-sifat Allah dengan menunjukan daun-
139
daun pohon kreasinya.Lakukan kegiatan nomor 3 sampai semua siswa mendapatkan giliran.
Skema 1 Fokus pada Topik
Logis Mtematis
Ruang
Lingustik
Tojuan / Topik Intrapersonal
Gerak-Badani
interpersonal
Musikal
140Naturalis
Skema II. Mencari Gagasan Pendekatan Multiple Intelligences yang Cocokdengan Topik
Logis-Matematis: Spasial: Bagaimana dapat
Bagaimana
memasukkan
pendidik dapat
bilangan,
menggunakan
perhitungan, logika,
Linguistik:
Gerak-Badani:
Bagaimana cara
Bagaimana cara
peserta didik
melibatkan
merumuskan isi
seluruh tubuh atau
Intrapersonal: Musikal:
Bagaimana Tujuan / topik menggerakkan
Bagaimana
perasaan pribadi,
melibatkan
ingatan atau
musik, suara
Interpersonal: 141
Bagaimana
Naturalis: Bagaimana
mengaktifkan caranya
Skema Skema III Skema dan Kemungkinan Kegiatan untuk Rukun Iman dan Islam Logis-Matematis:
Musikal:
• Membuat daftar
Menciptakan irama
urutan rukun iman dan islam
musik dan ketukan lagu dalam
Linguistik: menghafalkan
•Menghafal,dan mengartikan ayat-ayat
Gerak-Badani:
yang berkaitan dengan rukun iman dan islam
• Demonstrasi
• Membaca bukubuku
tatacara rukun islam
Tentangrukun islam Topik: Intrapersonal:
Rukun Iman dan Islam
Menggambarkan
Spasial: Menonton CD pembelajaran
perasaanpribadiketika tentang tata cara ibadah
selesai melakukan sholat Interpersonal:
Naturalis • Menganalisa arah kiblat yang benar
Berdiskusi secara kelompok tentang makna dan hikmah
142
• Menganalisa urgensi membayar zakat dan menyembelih
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam penejelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa : 1.
Kecerdasan konsep kecerdasan itu merupakan suatu teori yang digagas oleh Howard Gardner untuk mengungkapkan banyaknya kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu.Menurutnya, ada 8 jenis inteligensi, yakni
linguistik,
logis-matematis,
spasial,
musik,
gerak-badani,
interpersonal, intrapersonal, naturalis atau lingkungan. Dua inteligensi pertama, biasanya dianggap sebagai satu-satunya faktor serba mencakup (overall single factor) ukuran inteligensi konvensional yang biasa disebut IQ. Gardnerpun menyebut inteligensi intrapersonal dan interpersonal sebagai bentuk inteligensi yang populer disebut sebagai inteligensi emosional atau Emotional Quotient (EQ. Penggunaan istilah EQ dan SQ ini tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan latah mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Inteligensi manusia yang dinyatakan dalam bentuk quotient, dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan
143
Genius.Kedelapankecerdasantersebutperludikembangkansecaramaksimal sejakusiadini, minimal sejak usia sekolah dasar agar bermanfaat bagi individu yang bersangkutan. 2.
Ada beberapa hal yang pelu diperhatikan oleh guru PAI dalam tahap perencanaan dan penentuan metode untuk mengembangkan seluruh aspek kecerdasan yang dimiliki anak. Diantaranya yaitu pemahaman konsep mengenai kecerdasan majemuk, ketersediaan waktu dan kemampuan memanfaatkan sumber belajar. Serta kemampuan mtode yang dipilih. Ditinjau dari karakteristik pelajaran PAI, seluruh metode pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan kecerdasan majemuk pada suatu rumpun pelajaran PAI, pada dasarnya bisa digunakan untuk mengembangkan aspek-aspek kecerdasan pada rumpun pelajaran PAI lainnya, walaupun tetap diutamakan beberapa penekanan khusus pada masing-masing rumpun pelajaran tersebut, namun ketika mengetahui karakteristik siswa, biasanya akan melihat perbedaan dalam perencanaan dan penerapan metode-metode untuk mengembangkan kecerdasan majemuk siswa yang bervariasi. Sedang kan pada tahap pelaksanaannya, yang perlu diperhatikan oleh guru adalah kemampuan menerapkan teknik pembelajaran anak, karena penerapan metode untuk mengembangkan satu jenis kecerdasan akan berbeda pada tingkatan perkembangan yang berbeda.
144
B. Saran Sebelum mengakhiri penulis skripsi ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan , antara lain : 1. Kecerdasan majemuk masih merupak hal yang masih dikatakan baru dan menarik untuk dikaji lebih lanjut, baik mengenai konsepnya maupun aplikasinya di lapangan. 2. Pengembangan kecerdasan majemuk pada metode PAI hendaknya dilakukan secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran 3. Dalam
pembelajaran
dibutuhkan
strategi
yang
tepat
dengan
mengimplementasikan kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa, agar kecerdasan yang dimiliki siswa dapat diarahkan dengan benar. Karena setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Apabila seorang pendidik menayadari dan berusaha untuk mengembangkan kecerdasan yang telah dimiliki oleh anak didiknya, maka segala potensi yang ada pada diri anak didik dapat dimanfaatkan dengan baik dan kehadirannya tidak sia-sia. 4. Dengan memahami bahwa tiap individu terlahir dengan berbagai jenis kecerdasan, diharapkan para pendidik tidak hanya menganggap bahwa siswa yang cerdas dan berprestasi hanyalah siswa yang cerdas secara akademik. Karena ada berbagai potensi besar lainnya yang dimiliki siswa selain kemampuan dibidang akademik saja.
145
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Idi dan Toto Suharto, 2006, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: TiaraWacana. Abdurahman Saleh Abdullah, 2005, teori pendidikan berdasrkan Al-Quran, Jakarta : Bineka cipta. Adi W. Gunawan, 2006, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Adi W. Gunawan, 2006, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ahmad Syar’i, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus Aliah B. Purwakania Hasan, 2006, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Arief Farchan Dan agus Maimun, 2005, studi tokoh : Metode penelitian mengenai tokoh, Yogyakarta:pustaka pelajar, Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang, PT. Kumudasmoro Grafindo, 1991. E. Mulyasa, 2004, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, Bandung: Rosdakarya, Howard Gardner,2003, Kecerdasan Majemuk: Teori dalam Praktek, terj. Alexander Sindoro, Batam: Interaksa. Howard Gardner dan Hans Henrik Knoop, 1990, Good Work IN Complex Wordl ,Terj. Hermaya, Jakrta : Gramedia pustaka Hoerr, Thomas, 2007..Buku Kerja Multiple Intelligences: Pengalaman New City School diSt. Louis, Missouri, AS dalam Menghargai Aneka Kecerdasan Anak, terj. Ary Nailandari, Bandung: Kaifa Ibnu Hadjar, 1999 “Pendekatan Keberagaman dalam Pemilihan Metode Pengajaran Pendidikan Agama Islam”, dalam Chabib Thoha (eds.), Metodologi Pengajaran Agama,Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan IAIN Walisongo Semarang, Joy A. Palmer, 2006, “Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia Pendidikan Modern” Yogyakarta : IRCiSod Ladislaus Naisaban, 2004, Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan Karya, Jakarta: Grasindo, Linda Campbell, 2006, et.al., Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences, terj. Tim Intuisi, (Depok: Intuisi Press, Mestika Zed, 2004, Metode penelitian kepustkaan.jakarta :yayasan obor Indonesia, Mustaqim, 2001, Psikologi Belajar, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Munif Chatib. 2012, sekolahnya manusia. Jakarta : mizan. Mohammad Surya, 2004, psikologi pembelajaran dan pengajaran, Bandung :Bani Quraisy.
146
Muhaimin, 2002, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Paul suparno, 2004, teori intelligences ganda dan aplikasinya di sekolah,: yogyakrta , penerbit kanistius. Samsul Nizar, 2001, pengantar dasar- dasar pemikiran pendidikan islam, Jakarta:gaya media pratama. Sintha Ratnawati, 2001, Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Situmorang, Robinson, 2004. Strategi Pembelajaran Multiple Intellegence . Jakarta : Kencana. Sutan Surya, 2007, Melejitkan Multiple Intelligence Anak Sejak Dini, Yogyakarta: Andi pustaka. Sutrisno, 2005, revolusi pendidikan di Indonesia, jogyakarta : Ar-ruzz. Syaifuddin Azwar, 2002, pengantar Psikologi Intellegensi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2003, Himpunan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Undang-undang Ri No. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya, Yogyakarta: Media Wacana Press, Thomas Armstrong, 2002, 7 Kinds of Smart: Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Berdasarkan Teori Multiple Intelligences, terj. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, _______, 2004, sekolah para juar:menerapakan dan meningkatkan kecerdasan anda berdasarkan teori multiple intelligences, terjemahanya, Yudhi, murtanto, Bandung : kaifa . _______, 2005, setiap anak cerdas, panduan membantu anak belajar dengan memanfaatkan multiple intelligences , Jakarta, Gramedia :pustka utama. Thomas R. Hoerr, 2007, multiple intelligences, bandung: kaifa Wasty Soemanto, 1998, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta Wikipedia, diakses dari Howard Gardner http: www.pz.Havrd. Edu/hg. Htm tanggal 25 juli 2016. _______diakses dari Howard Garner. Http:/Wikipedia.Org/wiki Thory Of Multiple Intellegences pada tanggal 25 juni 2016. _______ diakses dari “Howard Gardner, Multiple Intelegences and education,” Http: //Www. Infed. Org/Thinkers/Gardner.Htm. pada tanggal 21 juli 2016. Zakiah Daradjat, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. Zakiyah Derajat, dkk, 2006, ilmu pendidikan islam, Jakarta :bumi aksara,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Data Pribadi 147
Nama
: ROS ARIANTI ABAS
Tempat/Tanggal Lahir
: Maundai, 9 september 1992
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Rt 06/01 DesaPabelan , KecamatanPabelan, Kabupaten Semarang
B. Riwayat Pendidikan 1.
SDN 1 Keotengah, lulus Tahun 2005
2.
SMPN 1 Keo Tengah, lulus Tahun 2008
3.
SMAN 1 Keo Tengah,lulus Tahun 2011
4.
IAIN Salatiga, lulus Tahun 2016.
C. Data Orang Tua Nama Ayah
: Abbas Ahmad
Nama Ibu
: Maryam
Alamat
: Desakeotengah,kec. Keotengah kab
Nagekeo
Nusa Tenggara Timur Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 13 Agustus 2016 Penulis
Ros Arianti Abas
DAFTAR NILAI SKK
Nama : ROS ARIANTI ABAS
Jurusan
NIM
Dosen P.A. : Dr. Winarno, S.Si., M.Pd
: 11112159
148
: PAI
NO 1 2
3
4
Nama Kegiatan
Pelaksanaan
Keterangan
Nilai
05-07 September 2012
Peserta
3
Piagam penghargaan opak jurusan
8-9 September 2012
Peserta
3
Sertifikat Orentasi Dasar Keislaman (ODK) “Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional di Era Globalisasi Bahasa”
10 september 2012
Peserta
2
Piagam penghargaan “Explore Your Entrepreneurship Talent” Achievement Motivation Training (AMT) “Bangun Karakter Raih Prestasi”.
12 September 2012
Peserta
2
Sertifkat UPT PERPUSTAKAAN
13 September 2012
Peserta
2
Seminar Nasional “ Urgensi Media Dalam Pergaulatan Politik”
29 September 2012
Peserta
8
Sertifikat Opak STAIN Salatiga
5
6
7
Sertifikat dalam Pembuatan Makalah
acara
Training
13 Oktober 2012
Peserta
2
17 Oktober 2012
Peserta
2
8
Piagam Musabaqoh Lughoh ‘Arobiyah’ (MLA) “Dalam mewujudkan berbahasa dengan Musabaqoh lughoh ‘Arobiyah’ (MLA)
1
9
10 11 12 13
14
15
16
17
18
19 20
21 22
Sertifikat dalam acara Islamic Public Speaking Training (IPST)
25 Oktober 2012
Peserta
2
Sertifikat Pelatiahan Karya Tulis Ilmiah (PKTI) HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga Sertifikat seminar Nasional dan dialog“ Minimnya Pasokan Energi Dalam Negeri” Sertifikat Sosialisasi dan Silaturahim Nasional Sertifikat nasional “ Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Menghadapi Pasar Bebas Asean “ Serifikat Masa Ta’aruf (MASTA) “ Membentuk Pribadi , Kembangkan Diri, Lahirkan Potensi”
16 Maret 2013
Panitia
3
20April 2013
Panitia
8
30 September 2013
Sertifikat seminar nasional “Perbaikan Mutu Pendidikan Melalui Profesionalitas Pendidikan” Piagam penghargaan “Mempertegas Peran Pendidikan dalam Mencerahkan Masa Depan Anak Bangsa” Syahadah Darul Arqom Dasar(DAD) “Cipta Kader Islam Banggakan Negeri Dengan Prestasi” Serifikat Latihan Administrasi Manajemen Organisasi (LAMO) “Memupuk Budaya Musyawarah Demi Imm Kota Salatiga Berkemajuan Sertifikat masta dan seminar nasional “ Membumikan Gerakan Mahasiswa Berilmu Amaliyah, Amalan Ilmiah Sertifikat Nasional Kewirausahaan” Jiwa Muda, Berani Berwirausaha”. Sertifikat Rapat Koordinasi daerah (RAKORDA) “ Ejawantah Aktualisasi Keilmuan Menuju Jawa Tengah Berkemajuan Sertifikat Nobar
8
11 September 2014
Peserta
8
26 September 2014
Peserta
3
13 November 2014
Peserta 8
19 November2014
Peserta
2
26 November 2014
Peserta
2
14 Desember 2014
Panitia
3
10 September 2015
panitia
6
30 Oktober 2015
Panitia
3
10 Desember 2015
24 Desember 2015
2
8
Peserta
3
3
4