KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT 100904069 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi, sebuah studi kasus tentang peran konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota Language and Cultural Exchange Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis konsep diri, bentuk komunikasi antarpribadi, dan peran konsep diri dalam komunikasi antarpribadi anggota Language and Cultural Exchange Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang menguraikan serta menjelaskan secara menyeluruh dan mendalam suatu peristiwa secara sistematis dengan memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Teori-teori yang digunakan adalah Psikologi Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, dan Konsep Diri. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ditemukan bahwa tujuh informan anggota Language and Cultural Exchange Medan memiliki konsep diri dominan positif dan satu orang informan memiliki konsep diri dominan negatif. Penelitian juga menemukan bahwa delapan informan anggota Language and Cultural Exchange Medan memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif. Konsep diri yang dominan positif ini memiliki peran dalam menghasilkan komunikasi antarpribadi yang efektif anggota Language and Cultural Exchange Medan. Kata Kunci: Komunikasi Antarpribadi, Konsep Diri, Psikologi Komunikasi, Studi Kasus PENDAHULUAN Konteks Masalah Komunikasi merupakan suatu hal yang penting bagi manusia dalam menjalani kehidupan sosialnya. Manusia memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal dalam membangun hubungan antara sesama manusia, maupun membangun hubungan sosial dengan masyarakat dalam lingkungan interaksi masing-masing. Individu dapat membuat dirinya tidak merasa terasing atau terisolasi dari lingkungan di sekitarnya dengan berkomunikasi. Melalui komunikasi, individu juga dapat menyampaikan apa yang ada di dalam benak pikirannya dan perasaan hati nuraninya kepada individu lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi antar individu dalam kehidupan sosial ini kita kenal sebagai komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989:4) sebagai: “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.” Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah
1
sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga (Mulyana, 2005:73). Peneliti dalam penelitian ini mengambil sebuah kasus pada lembaga LCE (Language and Cultural Exchange) Medan. LCE Medan adalah sebuah lembaga kursus bahasa inggris non formal yang beralamat di Jl. Sei Batang Serangan 17/76 Pringgan Medan. Lembaga ini didirikan oleh Yayasan Nexus. LCE telah aktif beroperasi sebagai salah satu lembaga kursus bahasa inggris sejak Juni 2009. Salah satu yang paling menarik di sini adalah adanya kelas student leads discuss. Ini adalah kelas dimana pengajar memberi kesempatan kepada para anggota (bergantian setiap minggunya) untuk memimpin kelas sebagai fasilitator dan menentukan sendiri tema yang akan dibahas dalam diskusi saat itu. Selama berlangsungnya kelas, fasilitator ini dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anggota lain guna mengakomodir setiap diskusi yang akan berlangsung sehingga kelas dapat berjalan dengan baik. Kegiatan yang dilaksanakan di LCE bersifat non formal sehingga terkesan lebih akrab dan interaktif, baik saat kegiatan di dalam kelas maupun kegiatankegiatan di luar kelas. Para pengajar beserta anggota biasanya akan berbaur menjadi kelompok-kelompok diskusi kecil, bermain game berbahasa inggris, atau bahkan sekedar sharing satu sama lain saat sedang tidak mengikuti kelas sehingga bisa dikatakan ada banyak komunikasi interpersonal secara akrab dan hangat yang terjadi di LCE Medan. Bahkan, komunikasi interpersonal mereka tidak hanya sampai di sini, para anggota LCE Medan tidak jarang menunjukkan kedekatan mereka lewat kegiatan hang out di luar lokasi LCE Medan, seperti makan bersama atau menonton bersama. Berdasarkan pada fenomena-fenomena yang terlihat, bisa dikatakan para anggota LCE Medan memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif. Berangkat dari asumsi awal bahwa para anggota LCE Medan memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif, ditambah hampir semua kegiatan yang mereka lakukan mengutamakan komunikasi dengan bahasa inggris yang membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi, kemudian apakah yang menyebabkan hal ini bisa terjadi? Apakah ini ada kaitannya dengan pemahaman akan diri (konsep diri) yang dimiliki oleh masing-masing anggota LCE Medan?. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Komunikasi” (2005:105) mengatakan, “sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri Anda; positif atau negatif”. Konsep diri positif akan menciptakan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan kita dengan cermat pula. Mengacu pada sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri menurut D.E. Hamacek (Jalaluddin Rakhmat: 2005,106), dan Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Komunikasi” ( 2005,107) yang mengatakan bahwa: “pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita”, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimanakah konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota LCE Medan?
2
Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota LCE Medan?”. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui jenis konsep diri yang dimiliki anggota LCE Medan. 2. Untuk mengetahui komunikasi antarpribadi anggota LCE Medan. 3. Untuk mengetahui peran konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota LCE Medan. URAIAN TEORITIS Psikologi Komunikasi Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi dalam sejarah perkembangannya. Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana psikologi. Psikologi menukik ke dalam proses yang mempengaruhi perilaku dalam komunikasi, membuka ”topeng-topeng”, dan menjawab pertanyaan ”mengapa”. Psikologi melihat komunikasi sebagai prilaku manusiawi, menarik, dan melibatkan siapa saja dan di mana saja. Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, dalam proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Meskipun setiap orang dalam komunikasi interpersonal bebas mengubah topik pembicarannya, kenyataannya komunikasi interpersonal bisa didominasi oleh suatu pihak kapanpun. Komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya, komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya (Mulyana, 2005:81). Komunikasi antarpribadi juga tidak terlepas dari upaya pembukaan diri. Menurut Devito (1989:231), teori self disclosure atau pembukaan diri merupakan proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan individu terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan individu terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja disaksikan.
3
Teori Self Disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain dan seterusnya. Josep Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada modal interaksi model interaksi manusia yang di sebut Johari Window. Ada 4 ruang yakni terbuka, buta, tersembunyi, dan tidak dikenal. Konsep Diri Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Konsep diri tidak lebih dari rencana tindakan terhadap diri sendiri, identitas, minat, keengganan, cita-cita, ideologi, dan penilaiain diri. Konsep diri memberikan sikap-sikap yang menguatkan karena hal tersebut bertindak sebagai kerangka referensi yang paling umum untuk menilai objek lain. Semua rencana tindakan selanjutnya berasal dari konsep diri. Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar” (2007:8) mengatakan, konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa diri kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Kerangka Pemikiran: Objek Penelitian Konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota LCE Medan
Tujuan Penelitian - Jenis konsep diri yang dimiliki anggota LCE Medan - Komunikasi antarpribadi anggota LCE Medan - Peran konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota LCE Medan
Teori yang dipakai sebagai indikator dalam penelitian -
Konsep diri Komunikasi antarpribadi
4
Objek Penelitian Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian ini adalah konsep diri dalam komunikasi antarpribadi pada anggota LCE Medan. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun kriteria informan dalam penelitian ini, yaitu anggota yang telah terdaftar resmi di LCE Medan lebih dari 1 tahun dan yang sudah pernah menjadi fasilitator dalam kelas student leads discuss. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi 2. Metode wawancara 3. Studi Kepustakaan Lokasi dalam penelitian ini adalah lembaga Language and Cultural Exchange Medan yang terletak di Jl. Sei Batang Serangan 17/76 Pringgan Medan dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli. Teknik Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mendeteksinya, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005:248). Methew B. Milles dan Michael Huberman membagi tiga alur dalam proses analisis data kualitatif, yaitu: 1. Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan di lapangan. 2. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengamatan tindakan. 3. Penarikan kesimpulan, kesimpulan tergantung pada besarnya kumpulan catatan lapangan (Patilima, 2005). PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap delapan informan di LCE yang pernah menjadi fasilitator dalam kelas student leads discuss, peneliti menemukan dan mengelompokkan informan ke dalam dua jenis konsep diri, yaitu orang yang memiliki konsep diri dominan positif dan orang yang memiliki konsep diri dominan negatif. Ciri- ciri orang berkonsep diri dominan positif dalam penelitian ini beberapa diantaranya adalah mau merubah prinsip apabila salah, tidak merasa bersalah berlebihan, merasa setara dengan orang lain, mengungkapkan perasaan secara jujur, dan mau menerima kritikan. Di sisi lain, ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri dominan negatif dalam penelitian ini
5
beberapa diantaranya adalah merasa bersalah yang berlebihan, kurang yakin dengan kemampuan diri sendiri, merasa tidak setara dengan orang lain, berpurapura saat menerima pujian, tidak mengungkapkan perasaan secara jujur, dan tidak tahan terhadap kritikan dari orang lain. Dari temuan peneliti tidak ada seorang informan pun yang ciri-cirinya memenuhi semua kriteria konsep diri positif secara total, begitu juga tidak ada seorang informan pun yang secara total memenuhi kriteria konsep diri negatif. Penelitian menemukan bahwa tujuh orang informan di LCE memiliki konsep diri yang dominan positif. Mereka adalah Okta, Guruh, Josephine, Karina, Roulina, Mayliska, dan Rifanny. Okta termasuk orang yang memiliki konsep diri dominan positif karena Ia adalah orang yang memiliki prinsip dan bersedia untuk mengubahnya apabila salah, tidak merasa bersalah berlebihan, yakin dengan kemampuan sendiri, merasa setara dengan orang lain, merasa penting keberadaannya bagi orang lain, mampu menerima pujian, menikmati kegiatan secara utuh, peka pada kebutuhan orang lain, menerima kritikan, tidak hiperkritis terhadap orang lain, merasa disenangi orang lain, dan Ia juga optimis terhadap kompetisi. Guruh termasuk konsep diri yang dominan positif karena Ia yakin dengan kemampuannya sendiri, merasa setara dengan orang lain, merasa penting keberadaannya bagi orang lain, menolak dominasi orang lain, menikmati kegiatan secara utuh, peka pada kebutuhan orang lain, tidak hiperkritis terhadap orang lain, merasa disenangi orang lain, dan Ia juga optimis terhadap kompetisi. Josephine juga termasuk orang yang memiliki konsep diri dominan positif karena Ia memiliki prinsip dan bersedia mengubah prinsip tersebut apabila salah, tidak merasa bersalah berlebihan, yakin dengan kemampuan diri sendiri, merasa penting keberadaannya bagi orang lain, mampu menerima pujian, menikmati kegiatan secara utuh, peka pada kebutuhan orang lain, menerima kritikan, tidak hiperkritis terhadap orang lain, dan bersikap optimis terhadap kompetisi. Karina juga memiliki konsep diri dominan positif karena Ia tidak merasa bersalah yang berlebihan, yakin akan kemampuannya sendiri, merasa setara dengan orang lain, merasa penting keberadaannya bagi orang lain, menolak dominasi orang lain, menikmati kegiatan secara utuh, peka pada kebutuhan orang lain, menerima kritikan, tidak hiperkritis terhadap orang lain, merasa disenangi orang lain, dan Ia juga optimis terhadap kompetisi. Roulina sendiri termasuk orang yang berkonsep diri dominan positif karena Ia bersedia mengubah prinsipnya apabila ternyata Ia salah, tidak merasa bersalah berlebihan, yakin dengan kemampuan sendiri, merasa setara dengan orang lain, merasa keberadaannya penting bagi orang lain, mampu menerima pujian, menolak dominasi orang lain, mengungkaplan perasaan secara jujur, peka pada kebutuhan orang lain, menerima kritikan, tidak hiperkritis terhadap orang lain, merasa disenangi orang lain, serta optimis terhadap kompetisi yang diikutinya. Mayliska adalah orang yang memiliki konsep diri dominan positif karena Ia bersedia mengubah prinsipnya apabila salah, tidak merasa bersalah berlebihan, yakin dengan kemampuan sendiri, merasa keberadaannya penting bagi orang lain, mampu menerima pujian, menikmati kegiatan secara utuh, mau menerima kritikan, tidak hiperkritis terhadap orang lain, merasa disenangi orang lain, dan
6
optimis terhadap kompetisi. Sedangkan Rifanny termasuk juga dalam orang yang berkonsep diri dominan positif karena Ia bersedia untuk merubah prinsipnya apabila salah, tidak mengingat masa lalu dan mencemaskan masa depan, yakin dengan kemampuan sendiri, merasa keberadaannya penting bagi orang lain, mampu menerima pujian, peka pada pada kebutuhan orang lain, mau menerima kritikan, tidak hiperkritis terhadap orang lain, merasa disenangi orang lain, dan bersikap optimis terhadap kompetisi. Sementara itu, satu-satunya informan yang memiliki konsep diri dominan negatif adalah Ramadhani. Ramadhani adalah orang yang memiliki konsep diri dominan negatif karena Ia merasa bersalah yang berlebihan, sering mengingat masa lalu dan mencemaskan masa depan, kurang yakin dengan kemampuan sendiri, merasa tidak setara dengan orang lain, berpura-pura saat menerima pujian, tidak menolak dominasi orang lain, tidak mengungkapkan perasaan secara jujur, dan tidak mampu menerima kritikan. Penelitian yang dilakukan terhadap delapan informan di LCE juga menemukan bahwa meskipun informan terdiri dari dua jenis konsep diri yang berbeda, namun komunikasi antarpribadi semua informan yang diteliti di LCE adalah efektif. Okta, meskipun memiliki komunikasi antarpribadi yang kurang terbuka, namun dalam komunikasinya dengan teman di LCE terdapat empati, ada dukungan, merasa mendapat tanggapan positif, dan merasa memiliki banyak kesamaan. Guruh, meskipun komunikasi antarpribadinya tidak terbuka dan tidak merasa mendapat tanggapan yang positif, tetapi komunikasinya dengan teman di LCE memiliki empati, ada dukungan, dan mereka merasa memiliki banyak kesamaan. Penemuan yang sama juga terhadap Josephine, meskipun komunikasi antarpribadinya di LCE kurang terbuka dan kurang memiliki empati, namum dalam komunikasi yang terjadi tersebut terdapat dukungan, tanggapan yang positif dan merasa memiliki banyak kesamaan. Begitu juga dengan Karina dan Roulina yang komunikasi antarpribadinya dengan teman di LCE kurang terbuka, namun memiliki empati, mendapat dukungan, mendapat tanggapan yang positif dan merasa memiliki banyak kesamaan. Mayliska sendiri memiliki komunikasi antarpribadi dengan teman di LCE yang terbuka, mendapat respon positif, dan memiliki banyak kesamaan, meskipun Ia kurang memiliki empati dan kurang mendapat dukungan. Sementara Rifanny, Ia memiliki komunikasi antarpribadi dengan teman di LCE yang terbuka, memiliki empati, mendapat dukungan, dan mendapat tanggapan yang positif, tetapi tidak memiliki kesamaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tambahan saudara Dean, peneliti menemukan secara umum ada kesamaan antara jawaban Dean dengan hasil wawancara mendalam terhadap Guruh sebelumnya. Dean juga mengakui bahwa Guruh adalah orang yang yakin dengan kemampuannya sendiri, merasa setara dengan orang lain, penting bagi orang lain termasuk dirinya, tidak mengungkapkan perasaan secara jujur, menikmati kegiatan secara utuh, peka pada kebutuhan orang lain, tidak hiperkritis terhadap orang lain, disenangi orang lain termasuk dirinya, dan optimis terhadap kompetisi. Sementara dalam komunikasi dengan Guruh, Dean mengaku mereka tidak terbuka, namun memiliki empati, Ia memberikan dukungan kepada guruh, dan mereka memiliki banyak kesamaan.
7
Hasil penelitian ini adalah semua informan di LCE yang berkonsep diri dominan positif ternyata memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif tentunya sesuai dengan pendapat Jalaluddin Rakhmat yang menyatakan bahwa sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri; positif atau negatif. Konsep diri positif akan menciptakan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan kita dengan cermat pula. Meskipun, harus diakui peneliti bahwa tidak ada bukti yang kuat dari penelitian ini yang bisa menarik hubungan antara semakin kuat atau semakin lemah sifat positif konsep diri seseorang terhadap semakin efektif atau tidaknya komunikasi antarpribadi orang tersebut. Penelitian menemukan bahwa oleh karena Okta adalah orang yang merasa setara dengan orang lain dan peka pada kebutuhan orang lain, maka Ia memiliki empati dan merasa memiliki kesamaan dalam komunikasi dengan orang lain. Ia juga adalah orang yang merasa penting keberadaannya bagi orang lain, merasa disenangi orang lain, dan tidak hiperkritis terhadap orang lain, sehingga dalam komunikasinya dengan orang lain Ia memiliki rasa positif terhadap lawan komunikasinya. Selain itu, Ia mampu menerima pujian secara jujur ketika ada dukungan dalam komunikasinya dengan teman di LCE. Penelitian ini juga menemukan bahwa oleh karena Guruh adalah orang yang merasa penting keberadannya bagi orang lain dan merasa disenangi orang lain membuat komunikasi antarpribadinya memiliki rasa positif. Ia juga merasa setara dengan orang lain sehingga merasa memiliki banyak kesamaan dengan teman komunikasinya di LCE. Selain itu, Ia adalah orang yang peka pada kebutuhan orang lain sehingga Ia memiliki empati ketika berkomunikasi dengan teman dekatnya di LCE. Penelitian menemukan bahwa oleh karena Josephine adalah orang yang merasa penting keberadaannya bagi orang lain maka komunikasi antarpribadinya memiliki rasa positif. Ia adalah orang yang mampu menerima pujian ketika ada dukungan dalam komunikasi antarpribadinya dengan teman di LCE. Selain itu, Ia adalah orang yang peka pada kebutuhan orang lain sehingga memiliki empati dalam komunikasi antarpribadinya. Penelitian menemukan bahwa oleh karena Karina adalah orang yang merasa setara dengan orang lain maka komunikasi antarpribadinya dengan teman di LCE memiliki kesamaan. Ia adalah orang yang merasa penting keberadaannya bagi orang lain dan merasa disenangi orang lain sehingga memiliki rasa positif dalam komunikasi antarpribadinya. Selain itu, Ia adalah orang yang peka pada kebutuhan orang lain dan tidak hiperkritis terhadap orang lain sehingga komunikasi antarpribadinya memiliki empati. Penelitian juga menemukan bahwa Roulina adalah orang yang merasa setara dengan orang lain sehingga merasa memiliki kesamaan dalam komunikasi antarpribadinya. Ia juga merasa keberadaannya penting bagi orang lain dan merasa disenangi orang lain sehingga komunikasi antarpribadinya memiliki rasa positif. Ia juga mampu menerima pujian dan menunjukkan perasaan secara jujur ketika ada dukungan dalam komunikasi antarpribadinya. Selain itu, Ia peka pada
8
kebutuhan orang lain sehingga memiliki empati dalam komunikasi antarpribadinya di LCE. Penelitian menemukan bahwa Mayliska adalah orang yang merasa penting keberadaannya bagi orang lain dan merasa disenangi orang lain sehingga memiliki rasa positif dalam komunikasi antarpribadinya dengan teman dekat di LCE. Selain itu, Ia juga tidak hiperkritis terhadap orang lain sehingga merasa memiliki kesamaan dengan lawan komunikasi antarpribadinya. Penelitian juga menemukan bahwa oleh karena Rifannya adalah orang yang merasa penting keberadaannya bagi orang lain dan merasa disenangi orang lain maka dalam komunikasi antarpribadinya dengan teman di LCE memiliki rasa positif. Ia mampu menerima pujian ketika ada dukungan dalam komunikasi antarpribadinya. Ia juga peka pada kebutuhan orang lain sehingga memiliki empati terhadap lawan komunikasi antarpribadinya. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah munculnya fakta bahwa Ramadhani, meskipun Ia memiliki konsep diri yang dominan negatif, tetapi ternyata memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif pula. Hal ini mungkin terjadi karena jenis konsep diri meskipun cukup kuat namun bukan satu-satunya yang mempengaruhi efektifitas komunikasi antarpribadi. Berdasarkan hasil observasi peneliti, fenomena ini mungkin disebabkan oleh Ramadhani yang telah berpengalaman dalam menjalin hubungan dengan orang lain dalam kapasitasnya sebagai ketua salah satu organisasi di kampusnya sehingga Ia menjadi orang yang lebih mudah berinteraksi dengan orang lain dan berpengalaman dalam upaya menjalin hubungan dengan orang lain. Pengalaman ini mungkin membuatnya merasa tidak kesulitan lagi dalam memulai suatu hubungan pertemanan dan melanjutkannya secara kontinyu ke hubungan yang lebih dekat lagi. Selain itu, sifat Ramadhani yang suka berpura-pura dan memendam perasaannya yang sebenarnya, membuatnya tidak kesulitan dalam menjalin komunikasi antarpribadi dengan orang lain.Hal ini diperkuat oleh pengakuan Kak Healthy yang menganggap Ramdhani sebagai orang yang sulit ditebak perasaannya. Oleh karena itu, hasil dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari delapan informan, yaitu anggota LCE Medan yang pernah menjadi fasilitator dalam kelas student leads discuss, tujuh diantaranya memiliki konsep diri dominan positif sedangkan satu informan lainnya memiliki konsep diri dominan negatif. Konsep diri yang sebagian besar positif ini lah yang membuat para anggota LCE terlihat percaya diri, termasuk ketika menjadi fasilitator dalam kelas student leads discuss. Penelitian juga menemukan bahwa semua informan dalam penelitian ini memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif. Di samping itu, konsep diri yang dominan positif para informan anggota LCE Medan berperan dalam berperilaku yaitu menghasilkan komunikasi antarpribadi yang efektif para informan angota di LCE Medan, meskipun tentunya ada kemungkinan hal ini juga dipengaruhi oleh sistem belajar di LCE yang tidak formal sehingga memberikan kesempatan yang lebih besar bagi anggotanya untuk melakukan komunikasi. Penelitian juga menemukan bahwa ada kesamaan alasan para informan bergabung dengan LCE Medan, yaitu karena harganya yang terjangkau.
9
KESIMPULAN 1. Dari delapan informan ditemukan tujuh orang informan berkonsep diri dominan positif dan satu orang informan berkonsep diri dominan negatif. 2. Semua informan memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif. 3. Konsep diri dominan positif para informan memiliki peran menghasilkan komunikasi antarpribadi yang efektif para informan, tetapi bukan menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarpribadi. SARAN 1. Penelitian ini kiranya mendorong pihak akademis untuk bisa membantu mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi melakukan penelitian serupa sehingga bisa menambah kekurangan-kekurangan yang masih didapati dalam penelitian ini atau bahkan memperluas kajian penelitian. 2. Saran penelitian, penelitian selanjutnya disarankan untuk lebih memperhatikan kondisi dan situasi saat proses wawancara. Usahakan untuk mencari tempat yang nyaman dan tenang, sehingga dapat lebih menjaga konsentrasi responden saat di wawancarai. Peneliti juga harus dapat memahami teknik wawancara dengan baik, sehingga dapat menggali lebih dalam dinamika dalam masalah yang digali. 3. Saran dalam kaitan akademis, peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan metode kuantitatif dalam mengukur dan membandingkan pengaruh konsep diri terhadap efektivitas komunikasi antarpribadi. 4. Saran dalam kaitan praktis, individu-individu yang menginginkan komunikasi antarpribadi yang efektif dapat terlebih dahulu mengenali jenis konsep diri mereka dan kemudian berusaha memperbaiki diri. DAFTAR REFERENSI DeVito, Joseph A. 1989. The Interpersonal Communication Book. Jakarta: Professional Book. Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
10