Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR DIDIH TANPA PENGISIAN BAHAN BAKAR DI LOKASI Ferhat Aziz*, Suharno* dan Zaki Su’ud**
ABSTRAK KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR DIDIH TANPA PENGISIAN BAHAN BAKAR DI LOKASI. Desain reaktor daya tanpa pengisian bahan bakar di lokasi semakin diminati dan telah menjadi salah satu program riset yang dikoordinasi IAEA. Desain neutronik reaktor daya ini dilakukan dengan tujuan memperoleh suatu konsep desain reaktor daya kecil menengah yang cocok dibangun di daerah terpencil, misalnya di negara-negara berkembang. LBWR (Long-cycle Boling Water Reactor) merupakan salah satu tipe reaktor tanpa pengisian bahan bakar dilokasi, yang memiliki ciri keselamatan melekat dengan sirkulasi pendingin alamiah. Ada tiga desain LBWR yang dipelajari, masing-masing dengan daya termal 150, 300 and 450 MW. Ketiganya secara umum memiliki tipe desain teras seimbang (balanced). Bahan bakar yang digunakan ialah uranium oksida yang sedikit diperkaya. Untuk meningkatkan margin keselamatan dan siklus operasi panjang digunakan rapat daya rendah, yaitu berkisar antara 30 hingga 40 kW/liter. Dalam desain ini, teras reaktor tersusun dalam geometri heksagaonal dan dibagi atas daerah teras dalam (inner) dan teras luar (outer). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa konsep desain LBWR memiliki siklus operasi 15 tahun dengan menerapkan kisi teras yang lebih rapat. Analisis fisika teras terhadap LBWR ini menunjukkan reaktivitas lebih yang dibutuhkan di awal operasi kurang dari 20% dk/k.
ABSTRACT NEUTRONIC DESIGN CONCEPT OF BOILING WATER REACTOR WITHOUT ONSITE REFUELING. Interests in the design of nuclear power plant without onsite refueling has grown recently that it is now included in a research coordination of IAEA. Neutronic design of nuclear power plant under study was performed with the goal of obtaining a conceptual design of small medium design that is suitable for remote area such as that in the developing economies. LBWR (Long-cycle Boling Water Reactor) is a reactor without onsite refueling that is inherently safe and uses natural circulation. There are three designs under study, each with thermal power of 150, 300 and 450 MW. All of them has balanced type of core. Fuel used was slightly enriched uranium oxide. To improve safety margin and long operating cycle, low power density was employed ranging between 30 to 40 W/cc. In the design, the core was configured in hexagonal geometry and consisted of inner and outer regions. Results of calculation showed that LBWR can achieve 15 years of refueling cycle by employing a tight lattice configuration. Core physics analysis on LBWR showed that excess reactivity required at BOC was less than 20% dk/k.
*
Pusat Pengembangan Sistem Reaktor Maju - BATAN Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Email ;
[email protected]
**
335
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
PENDAHULUAN Pengembangan desain konseptual reaktor daya kecil dan menengah (small and medium reactor) tanpa pengisian bahan bakar di lokasi semakin menarik perhatian banyak peneliti akhir-akhir ini. Bahkan IAEA telah memasukkan desain konsep reaktor ini sebagai salah satu topik untuk Coordinated Research Project (CRP) yang diikuti banyak negara. Ketertarikan banyak pihak terhadap reaktor ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena reaktor ini cocok untuk jaringan kecil di daerah terpencil dan pulau yang terisolasi. Selain itu, reaktor kecil-menengah juga menarik dari segi investasi, karena risiko finansialnya menjadi kecil pula. Dengan ukuran yang kecil dan rapat daya yang rendah, risiko keselamatan pun dapat diminimalkan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang mulai menghadapi krisis kelangkaan energi semestinya giat mempelahari berbagai kemungkinaan penggunaan sumber energi alternatif, misalnya energi nuklir. PLTN tipe daya kecil dan menengah selayaknya menjadi alternatif penyuplai energi masa depan. Arnold Soetrisnanto, et al., 2003, menyimpulkan bahwa pengkajian LWR daya kecil perlu dilakukan di Indonesia guna memenuhi kebutuhan energi di daerah terpencil. Konsep desain PLTN yang diajukan di sini ialah reaktor air didih tanpa pengisian bahan bakar di lokasi disebut LBWR (Long-cycle Boiling Water Reactor) merupakan salah satu tipe reaktor yang memiliki ciri keselamatan melekat (inherent) dengan sirkulasi pendingin secara alamiah. Desain ini cocok untuk negara kepulauan dengan jaringan listrik relatif kecil seperti Indonesia. Dengan desain secara modular dan tanpa pengisian bahan bakar di lokasi (without on-site refueling) reaktor ini lebih menguntungkan, baik dari segi pembangunan untuk di daerah yang tertinggal dengan sarana prasarana terbatas, maupun dari segi pengisian bahan bakar. Reaktor dapat dibangun di daerah yang tidak memerlukan tenaga terampil terlalu banyak karena kesederhanaan sistem yang digunakan. Penggunaan bahan bakar secara ekstensif dalam periode yang panjang dapat memperbaiki daya tahan terhadap proliferasi (penyebarluasan senjata nuklir), karena teras akan jarang dibuka untuk pengisian ulang bahan bakar. Dengan desain reaktor yang memiliki kebutuhan reaktivitas lebih (excess reactivity) lebih kecil daripada PLTN konvensional, operabilitasnya menjadi lebih mudah. Dalam penelitian sebelumnya telah dilakukan analisis BWR daya 150 MWt dengan panjang siklus operasi satu tahun dan satu zona bahan bakar (Ferhat Aziz, et al, 2002). Dalam penelitian ini teras di atas dimodifikasi dan dikembangkkan sehingga memiliki dua zona pengayaan bahan bakar dan panjang siklus operasi 15 tahun. Ada tiga jenis daya reaktor yang dipelajari di sini, masing-masing 450, 300 dan 150 MWt.
336
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Penelitian ini bertujuan mendapatkan desain neutronik LBWR yang dapat dioperasikan dengan aman, memiliki ciri keselamatan melekat yang baik dan dapat dioperasikan dengan siklus pemuatan bahan bakar yang panjang, yaitu hingga sekitar 15 tahun. Tabel 1. Parameter teras diinginkan Daya (MWt)
150, 300 dan 450
Rapat Daya
30 hingga 40 W/cc
Bentuk teras
Seimbang (balanced), sirkulasi alam
Panjang siklus
15 tahun
Bahan bakar
Uranium Oksida
Gambar 1. Tampang lintang bejana LBWR
METODE PERHITUNGAN Dalam perhitungan desain reaktor LBWR ini, ingin dicari desain teras yang memungkinkan reaktor tipe air didih ini beroperasi dengan siklus yang lebih panjang daripada reaktor konvensional. Selain itu perlu dicari ciri-ciri fisika teras, misalnya reaktivitas teras, efek doppler, distribusi fluks dan rapat daya, yang bagus dan dapat menjamin pengoperasian secara aman. Tampang melintang bejana LBWR ditampilkan pada Gambar 1. Ciri-ciri reaktor LBWR yang diinginkan memenuhi parameter yang ditampilkan pada Tabel 1. Untuk mendapatkan desain yang memenuhi kriteria pada Tabel 1 dilakukan perhitungan-perhitungan tingkat sel dan teras menggunakan sistem kode SRAC (K. Tsuchihashi,et al., 1983). Paket program ini telah dikompilasi-ulang di P2SRM sehingga dapat dioperasikan pada PC berbasis Windows XP. Kode komputer yang digunakan ini terdiri atas modul-modul CELL dan CITATION. Data nuklir yang digunakan adalah JENDL3.2 dari Jepang. Dalam menyelesaikan masalah reaktivitas teras reaktor, pertama-tama dilakukan perhitungan homogenisasi sel bahan bakar, moderator, pendingin dan struktur, untuk mendapatkan konstanta makroskopik multigrup efektif. Perhitungan
337
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
sel disini menggunakan metode probabilitas tumbukan (collision probability) untuk menyelesaikan masalah fixed source transport neutron pada daerah energi cepat dan termal. Pada tahap ini perhitungan dilakukan dengan modul CELL pada sistem SRAC yang membutuhkan geometri sel sesuai model yang dipilih. Tampang lintang yang diperoleh disatukan dan dikondensasikan ke dalam struktur few group menggunakan fluks neutron dari tahap perhitungan sel di atas. Pada perhitungan eigenvalue tingkat teras, konstanta multi-kelompok yang dihasilkan dari perhitungan sel digunakan untuk menyelesaikan persamaan difusi neutron dengan modul CITATION. Dalam modul ini persamaan tersebut dipecahkan dengan metode numerik beda hingga [T.B.Fowler,1969]. 1. Persamaan difusi keseimbangan neutron dalam teras secara matematis dapat ditulis sebagai [James J Duderstadt, et al., 1976] G 1 ∂φ g = ∇.D g ∇φ g − ∑ ag + S g − ∑ sg φ g + ∑ ∑ sg ' g φ g ' v g ∂t g ' =1
(1)
dengan suku sumber neutron Sg = χg
∑v
g'
∑ fg ' φ g '
(2)
dimana χg adalah peluang munculnya neutron fisi pada grup g. Perubahan neutron yang hilang karena peristiwa absorpsi dan hamburan dapat digabungkan menjadi suku removal, ∑ Rg φ g = ∑ ag φ g + ∑ sg φ g .
(3)
Jika diasumsikan bahwa sistem berada dalam keadaan tunak, maka persamaan (1) menjadi
− ∇.Dg ∇φ g + ∑ Rg φ g =
χg keff
G
∑ vg 'Σ fg 'φg ' + ∑ ∑ sg 'g φg g'
(4)
g '=1
Pers. (4) secara sederhana bisa ditulis-ulang sebagai persoalan eigenvalue,
Aφ =
1 Fφ ke
(5)
dimana A adalah operator transport, hamburan dan bocoran (loss), sedangkan F adalah operator sumber neutron fisi dan distribusinya, φ adalah vektor fluks dan ke adalah faktor multiplikasi efektif. Solusi pers. (5) adalah
338
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
φ=
1 −1 A Fφ ke
(6)
yang melibatkan inversi matriks A yang biasanya berukuran sangat besar. Nilai reaktivitas reaktivitas lebih (excess reactivity) dihitung sebagai berikut,
ρex=(keo −1)/ keo,
(7)
yaitu reaktivitas yang terdapat dalam teras ketika seluruh EK ditarik ke atas, dengan keo faktor multiplikasi teras ketika EK diangkat penuh (fully out). Perhitungan sifat-sifat fisika teras reaktor dimulai dengan perhitungan tingkat sel untuk membangkitkan data tampang lintang. Untuk itu diperlukan densitas atom masing-masing nuklida penyusun komponen teras. Dalam seluruh perhitungan sel tersebut, konsentrasi atom, N, dapat dihitung langsung sebagai berikut, N = ρ × A / M,
(8)
di mana dalam hal ini ρ adalah densitas nukida, A bilangan Avogadro (0.6022045x1024/mol) dan M berat molekul.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sel dilakukan dengan mengambil model bahan bakar yang tersusun dalam kisi yang rapat. Perhitungan tampang lintang multi-kelompok makroskopik bahan bakar dilakukan dengan metode probabilitas tumbukan (collision probability methode). Dalam perhitungan sel dan eigenvalue digunakan model bahan bakar dan geometri teras yang ditampilkan pada Gambar 2. Dalam Gambar 3 ditampilkan hasil perhitungan sepektrum neutron LBWR dibandingkan dengan berbagai reaktor PWR dan BWR konvensional. Tampak di sini bahwa spektrum neutron di dalam teras LBWR mengalami pengerasan atau pergeseran ke arah energi lebih tinggi. Hal ini disebabkan penggunaan kisi bahan bakar yang lebih rapat, sehingga sistem menjadi agak under modearted dan berakibat mengerasnya spektrum neutron.
339
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Energy spectrum comparison
1.E+04
PWR
S p e c tru m /le th a rg y
1.E+03
BWR 1.E+02
Long-cycle BWR
1.E+01 1.E+00 1.E-01 1.E-02 1.E-03 1.E-05
1.E-03
1.E-01
1.E+01
1.E+03
1.E+05
1.E+07
Energy (eV)
Gambar 2. Diagram teras LBWR
Gambar 3. Perbandingan spektrum LBWR dengan beberapa tipe reaktor lain
Distribusi Fluks dan Daya Perhitungan distribusi fluks merupakan salah satu cara mengetahui unjuk kerja fisika teras reaktor. Fluks neutron merupakan cacah neutron pada daerah tertentu persatuan luas persatuan waktu yang bergantung pada probabilitas terjadinya reaksi fisi, νΣf. Distribusi fluks neutron di teras reaktor dipengaruhi oleh densitas atom tiap bahan yang berhubungan erat dengan penampang lintang fisi makroskopik, Σf, dimana Σf = Nσf. Distribusi fluks merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena hal ini berkaitan erat dengan distribusi daya, yaitu distribusi fluks yang tidak merata dapat mengakibatkan nilai pemuncakan daya (power-peaking) yang tidak diinginkan. Distribusi fluks neutron dalam 3-grup ke arah aksial untuk reaktor daya 450 MWt ditampilkan pada Gambar 4. Tampak bahwa fluks neutron tersebar relatif merata ke arah aksial. Profil yang sama juga terjadi pada LBWR 300 dan 150 MWt yang gambarnya tidak ditampilkan di sini. Di bagian tepi teras tampak ada lonjakan fluks neutron, hal ini terjadi karena keberadaan reflektor dan bahan moderator di dareah ini yang berfungsi menurunkan energi neutron cepat sehingga berkontribusi bagi peningkatanm populasi neutron thermal dan epithermal. Selain distribusi fluks, telah pula dilakukan perhitungan distribusi daya. Hasil perhitungan distribusi daya yang diperoleh untuk LBWR daya 450 MWt ditunjukkan pada Gambar 5. Hasil yang serupa juga telah diperoleh untuk LBWR daya 300 dan 150 MWt, namun tidak ditampilkan di sini.
340
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Gambar 4. Distribusi fluks neutron 3 kelompok arah radial.
100 Daya Rel. (-)
10 -107 -69 -40 60 Jarak Aksial (cm)
1 183 133 92
40
Jarak Aksial (cm) Jarak Rad. (cm)
Gambar 5. Distribusi daya pada LBWR 450 MW Dari Gambar 5 tampak bahwa sebaran daya dalam LBWR cukup merata. Tampak daya teras sedikit turun di bagian tengah yang terkait dengan daerah teras dalam (inner core region). Hal ini terjadi karena daerah ini menggunakan pengayaan yang lebih rendah daripada daerah teras luar, yaitu masing-masing dengan pengayaan 10 dan 12,5%. Penggunaan dua daerah pengayaan bahan bakar ini dilakukan agar pemuncakan daya yang biasanya terjadi di daerah tengah teras dapat dikurangi,
341
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
sehingga sebaran daya menjadi lebih rata dari sisi dalam hingga sisi luar teras. Dari gambar sebaran daya ke dua arah aksial dan radial tersebut tampak bahwa daya di bagian tengah sedikit lebih rendah daripada di bagian luar teras dan daya ini terus menurun ke arah tepi teras. Di bagian tepi ini daya tersebut sedikit naik, sejalan dengan naiknya fluks neutron termal di bagian tepi ini akibat moderasi oleh bahan reflektor.
Efek Doppler Efek Doppler terjadi akibat berubahnya tampang lintang resonansi material karena dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur naik, gerakan termal inti material bertambah, kemudian merubah tampang lintang efektif material tersebut. Pada saat kenaikan daya abnormal pada teras reaktor, maka sangat diperlukan adanya fenomena yang dapat menurunkan daya reaktor. Fenomena ini disebut negative reactivity feedback. Pada saat terjadi kenaikan daya, kelebihan energi fisi membuat temperatur bahan bakar cepat bertambah. Kenaikan temperatur mengakibatkan melebarnya tampang lintang resonansi yang disebut Doppler broadening, sehingga neutron fisi yang dalam proses slowing down banyak yang terserap dan berakibat turunnya populasi neutron thermal. Hal ini mengakibatkan terjadi pembalikan daya karena peningkatan temperatur, yang disebut efek Doppler. Tabel 2. Faktor perlipatan neutron dalam LBWR 150 MWt Temp (K)
BOL
EOL
300
1.29201
1.07759
350
1.28473
1.07229
400
1.27346
1.06456
450
1.26026
1.05568
500
1.24397
1.04548
550
1.22233
1.03284
600
1.19204
1.01691
-25,8 pcm/k
-18,8 pcm/k
Koef. Doppler*)
Koefisien Doppler didefinisikan sebagai, αFT =1/k.dk/dT
*)
342
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Pada desain reaktor ini dianalisis efek Doppler berbagai jenis teras pada temperatur 300 K hingga temperatur 900 K. Data hasil perhitungan faktor multiplikasi dan koefisien Doppler dapat dilihat pada Tabel 2. Penyumbang utama efek Doppler ialah isotop fertil, yang terpenting dalam hal ini ialah 238U. Pada isotop fisil, efek δΣc dan δΣf hampir dapat diabaikan. Sebagai sistem yang menggunakan sebagian besar uranium-238, efek doppler senantiasa penting diketahui. Hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa koefisien Doppler adalah -25,8 pcm/k pada awal siklus (BOC) dan -18,8 pcm/k pada akhir siklus (EOC). Nilai ini cukup baik dan sebanding dengan nilainya pada reaktor LWR konvensional lainnya.
Reaktivitas teras Teras reaktor pada penelitian ini didesain agar dapat beroperasi dengan siklus selama lima belas tahun tanpa refueling bahan bakar. Ayunan reaktivitas berbagai tipe teras dapat dilihat pada Gambar 5.
Reaktivitas (dk/k)
Ayunan reaktivitas LBWR 0.20 0.15
150 MWt
0.10
300 MWt
0.05
450 MWt
0.00 0
5
10
15
Waktu (tahun)
Gambar 5. Perubahan reaktivitas teras berbagai tipe LBWR. Dapat diperhatikan bahwa pada desain ini untuk semua tipe teras selama operasi berlangsung memiliki nilai-nilai reaktivitas awal 0,13, 0,12 dan 0,15 masing-masing untuk 450, 300 dan 150 MWt. Kesemua nilai reaktivitas lebih ini masih di bawah reaktivitas lebih yang biasanya dimiliki oleh reaktor air ringan konvensional (sekitar 0,25), sehingga diharapkan pengoperasian LBWR dapat lebih mudah. Tampak bahwa reaktivitas teras cukup rendah pada awal siklus (BOC, beginning of cycle) dan terus menurun hingga menjelang akhir siklus (EOC, end of cycle), yaitu setelah (15 tahun).
343
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Distribusi Daya Relatif Dalam perhitungan desain ini telah pula dihitung distribusi daya relatif dalam tiap-tiap tipe teras LBWR. Hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam Gambar 6, 7 dan 8, masing-masing untuk daya 450, 300 dan 150 MWt.
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Daya relatif sepanjang arah radial LBWR 450 MWt 1.50 Daya relatif (-)
Daya relatif (-)
Daya relatif sepanjang kanal terpanas, LBWR 450 MWt
P=450 MWt
1.00 P=450MWt 0.50 0.00
0
20
40
60
80
0
100
50
100
150
200
Jarak radial (cm)
Jarak aksial
Gambar 6. Distribusi daya relatif ke arah aksial dan radial 100 10 R1 50 MWt.
Daya relatif sepanjang arah radial LBWR 300 MWt
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1 300 MWt
0.8 0.6
Daya relatif (-)
Daya relatif (-)
Daya relatif sepanjang kanal terpanas, LBWR 300 MWt
1 300 MWt
0.8 0.6 0.4
0.4
0.2
0.2 0
0
0
10
20
30
40 Rel. power (-)
50
60
70
80
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Radial distance (cm)
Gambar 7. Distribusi daya relatif ke arah aksial dan radial pada LBWR 300 MWt
344
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Daya relatif sepanjang arah radial LBWR 150 MWt
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
EOL BOL
0
10
20
30
40
50
Daya relatif (-)
Daya relatif (-)
Daya relatif sepanjang kanal terpanas LBWR150 MWt 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
EOL BOL
0
60
20
40
60
80
100
120
Jarak radiial (cm)
Jarak aksial (cm)
Gambar 8. Distribusi daya relatif ke arah aksial dan radial pada LBWR 150 MWt. Tampak pada Gambar 6 hingga 8 bahwa distribusi daya relatif ke arah aksial di kanal terpanas menunjukkan penurunan sedikit dari pusat menuju ke tepi teras. Kecenderungan yang berbeda tampak di arah radial. Dalam hal ini daya relatif bergerak naik menuju ke perbatasan antara daerah teras dalam dan teras luar, mencapai puncaknya kira-kira di tengah daerah teras luar, kemudian nilainya turun di arah tepi teras. Pada LBWR 450 MWt dan LBWR 300 MWt Gambar 6 dan 7, daya relatif dihitung hanya pada BOL sedangkan pada LBWR 150 MWt (Gambar 8) daya relatif dihitung selain pada BOL juga pada EOL. Tampak pada Gambar 8 bahwa ada pengaruh burnup bahan bakar terhadap nilai daya relatif, walaupun tidak signifikan.
Parameter Teras yang Diperoleh Dari hasil perhitungan dan optimasi yang dilakukan, akhirnya didapat desain teras LBWR yang memiliki kriteria seperti ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter teras yang diperoleh Daya (MWt) Volume (liters) Tinggi (cm) Inner fuel zone OR (cm) Outer fuel zone OR (cm) Reaktivitas lebih awal (%)
450 13600 164 80 162.5 12.82
300 10000 158 80 142 11.81
150 5365 135 60 112.5 10.44
Pengayaan Bahan-bakar % (inner/outer) Rapat daya (kw/l)
10/12.5
10/12.5
10/12.5
33
30
28
345
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
Dalam Tabel 3 tampak ada tiga macam daya LBWR yang berhasil dihitung, yaitu 450, 300 dan 150 MWt, dengan volume teras masing-masing 13600, 10000 dan 5365 liter. Perbandingan antara diameter dan tinggi tiap-tiap teras dijaga kira-kira 1 banding 2, sedangkan zona bahan bakar dalam dan teras dioptimalkan sedemikian rupa agar mendapatkan distribusi fluks neutron dan daya relatif rata. Pengayaan bahan bakar dalam tiap-tiap teras didapat 10% untuk bagian dalam dan 12,5% untuk bagian luar teras. Rapat daya yang dihasilkan untuk teras 450, 300 dan 150 MWt masingmasing adalah 33, 30 dan 28 kw/l.
346
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
KESIMPULAN Telah dilakukan analisis desain reaktor daya kecil menengah modular tipe air didih dengan siklus operasi panjang. Perhitungan desain fisika teras diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mennetukan keamanan dan kelayakan desain reaktor ini. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa, Konsep desain LBWR tanpa pengisian bahan bakar di lokasi akan memiliki siklus operasi yang lebih panjang dengan menerapkan kisi teras yang lebih rapat (Vm/Vf rendah). Analisis fisika teras terhadap LBWR dengan bahan oksida ini menunjukkan reaktivitas lebih yang dibutuhkan di awal operasi kurang dari 20% dk/k, dan hal ini sudah mencukupi untuk mendukung siklus operasi 15 tahun. Desain teras ini memiliki distribusi fluks dan daya yang cukup merata dengan menerapkan dua zona pemuatan bahan bakar, yaitu bagian dalam dan bagian luar teras dengan perkayaan masing-masing kurang dari 10 dan 12,5%.
347
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
DAFTAR PUSTAKA 1. ARNOLD SOETRISNANTO, et al., Prospect of Small Sized Light Water Reactor in Indonesia, Proceedings of the 2nd Asian Specialist Meeting on Future SmallSized LWR Development, Hanoi, 2003. 2. FERHAT AZIZ, et al., Desain neutronik BWR Modular dengan Siklus Operasi Panjang, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Jakarta, 2002. 3. JAMES J. DUDERSTADT et al., Nuclear Reactor Analysis, John Wiley & Sons, 1976. 4. K. TSUCHIHASHI, et al., Revised SRAC Code System, JAERI 1302, 1983. 5. T.B. FOWLER, et al.,. Nuclear Reactor Core Anaysis Code: CITATION, ORNLTM-2496, 1969.
348
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
DISKUSI
HUDI HASTOWO Diluar aspek yang disampaikan oleh penyaji dalam makalah tersebut, pertanyaannya adalah 1. Apakah dari aspek “Engineering”sudah dipikirkan bagaimana dengan penanganan bahan bakar/teras reaktor adalah 15 tahun operasi : apakah waktu didekomisioning, atau terasnya diganti. Bila teras diganti bagaimana aspek penanganan El bakar bekas? 2. Bagaimana menekan reaktivitas awal, apakah tidak lebih baik menggunakan burn-able poisson.
FERHAT AZIZ 1.
2.
Aspek yang dikaji baru dari aspek neutronik dan belum mempertimbangkan aspek engineering. Sehingga titik salahnya adalah hanya dari segi neutronik. Kalau ternyata dari aspek engineering sukar dipenuhi maka disain ini mungkin tidak diteruskan. Atau bahan bakar bekas diproses/didinginkan di lokasi karena sudah 15 tahunan akan sangat aktif dan jadi kendala untuk diangkut. Penggunaan burn able poisson akan diperhitungkan dan evaluasi selanjutnya.
349
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVI, Agustus 2005 (335-348)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: Ferhat Aziz
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Curup Bengkulu, 10 November 1958
3. Instansi
: P2SRM-BATAN
4. Pekerjaan / Jabatan
: Ka. Bid. Teknologi Reaktor Maju/Peneliti Madya
5. Riwayat Pendidikan
:
• Dept.. Fisika Universitas Indonesia • Dept. of Physics QAIDI AZAM Univ Pakistan (MS) • Dept. of Nuclear Engineering,NC State Univ (MSc) • Dept. of Nuclear Engineering, Tokyo Institute of Technology (Doktor) 6. Pengalaman Kerja
:
• 1981-sekarang, BATAN 7. Organisasi Profesional
:
• HFI • HIMNI 8. Makalah yang pernah disajikan: Beberapa makalah, umumnya dalam bidang Teknologi, Desain dan Analisis Reaktor
350