Reka Lingkungan
Jurnal Online Institut Teknologi Nasional
©Teknik Lingkungan Itenas | No.1 | Vol. 3 Februari 2015
Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot-Nanjung MUTIARA RACHMANINGRUM, EKA WARDHANI, KANCITRA PHARMAWATI Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional (Itenas), Bandung Email :
[email protected] ABSTRAK Sungai Citarum hulu kini telah mengalami penurunan kualitas air, salah satunya akibat logam berat yang berasal dari limbah industri yang masuk ke perairan. Kadmium merupakan logam berat berbahaya berdasarkan PP No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi logam berat Cd di perairan segmen Dayeuhkolot sampai Nanjung, pada bulan Mei 2014. Metode pengambilan sampel menggunakan SNI 6989.57:2008 dan analisis Cd menggunakan SNI 066989.16-2004. Berdasarkan penelitian bulan Mei 2014, nilai Cd Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung sama yaitu < 0,006 mg/L, nilai tersebut berada di bawah baku mutu PP 82 tahun 2001 yaitu 0,01 mg/L. Sedangkan parameter fisika dan kimia yang diteliti adalah pH, suhu, DO, TSS, dan kekeruhan, dari parameter tersebut yang melebihi baku mutu hanya DO di Dayeuhkolot dan Cisirung serta pH di ketiga lokasi. Kata Kunci : Sungai Citarum Hulu, logam berat kadmium, perairan. ABSTRACT
In the Upstream Citarum River has been decreasing of the water quality, which caused by the contamination of heavy metal from industrial waste. Cd is very dangerous heavy metal based on the PP 85 of 1999 concerned with the waste disposal B3. This study is aimed to determine the content of heavy metals Cd in waters segment Dayeuhkolot-Nanjung, which was done on May 2014. Methods of sampling using SNI 6989.57:2008 and analysis Cd SNI 06-6989.16-2004. Based on the research in May 2014, the value of Cd Dayeuhkolot, Cisirung, and Nanjung is <0,006 mg/L, the scores fall below the standards of PP 82 of 2001 of 0.01 mg / L. While the physical and chemical parameters studied were pH, temperature, DO, TSS, and turbidity of the parameters that exceeded the quality standard only in Dayeuhkolot and Cisirung DO and pH in all three locations. Key words: Upstream Citarum River, Heavy metal of cadmium, waters JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN – 1
Mutiara Rachmaningrum, Eka Wardhani, Kancitra Pharmawati
1. PENDAHULUAN Sungai Citarum berhulu di Gunung Wayang Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, serta bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Karawang. Secara geografis Sungai Citarum terletak pada 5°52’30”-7°20’00”LS dan 106°15’00”-106°52’30” BT. Sungai Citarum melintasi 7 Kabupaten dan 2 Kota yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi serta kota Bandung dan Kota Cimahi (Abdillah, 2013). Sungai Citarum ini dijadikan sebagai sumber air baku untuk berbagai kegiatan yaitu kebutuhan suplai air irigasi dan perikanan, penyedia air baku untuk kebutuhan domestik dan industri, dan kebutuhan sumberdaya PLTA yaitu waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur dengan kapasitas produksi listrik masing-masing 750 MW, 1000 MW dan 187,5 MW (Anonim, 2012). Pada bagian hulu Sungai Citarum, limbah yang masuk ke dalam badan sungai berasal dari Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung. Untuk ke tiga wilayah tersebut industri paling dominan adalah industri tekstil dengan persentase masing-masing 54%, 68%, dan 50%. Sedangkan untuk industri pelapisan logam di Kota Bandung sebesar 16,13%, Kabupaten Bandung 1,17%, dan kota Cimahi 7,14% (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2013). Kegiatan lain yang mendukung pencemaran adalah peternakan dan pertanian. Perindustrian yang semakin maju beberapa diantaranya menggunakan logam berat kadmium sebagai bahan pembantu seperti industri pelapisan logam, PVC/plastik, dan baterai/aki. Kadmium juga dapat berasal dari pupuk phospat, endapan sampah, limbah dari penggunaan batu bara dan minyak (Darmono, 1995). Kadmium sendiri termasuk dalam logam berat berbahaya berdasarkan PP Nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.Kadmium dapat membahayakan kesehatan manusia.Penyakit yang paling terkenal akibat keracunan Cd ini adalah itai-itai desease di sepanjang Sungai Jinzu, Jepang (Agustina, 2010). Kadmium dapat menyebabkan dampak pada pertanian, jika air untuk irigasi tercemar Cd akibatnya padi yang di panen dapat mengakumulasikan kadmium. Sedangkan pada besi secara umum logam berat dapat meningkatkan laju korosi yang dapat mengganggu operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Saguling, sehingga dapat meningkatkan biaya pemeliharaan peralatannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, logam berat kadmium di perairan untuk kelas II tidak boleh melebihi 0,01 mg/L. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd) pada perairan Sungai Citarum hulu yaitu segmen Dayeuhkolot, Cisirung dan Nanjung. Mengetahui hubungan parameter fisik dan kimia pendukung lainnya meliputi DO, kekeruhan, TSS, pH, dan suhu, terhadap perilaku logam berat di perairan. 2. METODOLOGI Penelitian ini terlebih dahulu mengkaji studi pustaka untuk menunjang penelitian yang dilakukan kemudian dilakukan pengambilan sampel air dengan menggunakan metode pengambilan sampel air sungai berdasarkan SNI 6989.57:2008 dengan beberapa pertimbangan kondisi dilapangan. Pengambilan sampel di setiap lokasi dilakukan dengan menggunakan sistem grab sample dan menggunakan alat water sampler, pengukuran koordinat menggunakan GPS. Sedangkan untuk analisis kadmium serta parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN– 2
Konsentrasi Logam Berat Kadmium pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot-Nanjung Tabel 1. Metode analisis sampel parameter fisika dan kimia No 1 2 3 4 5 6
Parameter DO TSS Kekeruhan pH Suhu Kadmium
Metode Analisis SNI 06-2425-1991Elektrokimia (on site) SNI 06-6989-2004 Gravimetri SNI 06-6989.25-2005 Nefelometer SNI 06-6989-11-2004 (on site)* SNI 03-6989.23-2005 (on site)* SNI 06-6989.16-2004 AAS dengan destruksi asam
* Sumber : SNI 6989.57-2008
Adapun bagan alir dari penelitian logam berat di Sungai Citarum Hulu ini, dapat dilihat pada Gambar 1. Mulai Proses persiapan
‐ ‐ ‐ ‐
Proses administrasi Survey pendahuluan Penentuan metode sampling Persiapan peralatan
Pengumpulan data
Data primer: ‐ Pengukuran fisik sungai, meliputi kedalaman dan lebar sungai, serta kecepatan aliran sungai ‐ Pengukuran parameter fisika dan kimia air, seperti DO, H TSS, pH, suhu, dan kekeruhan ‐ Pengukuran logam berat kadmium (Cd) di air
Data sekunder: ‐ Sumber pencemar air Sungai Citarum ‐ Debit air Sungai Citarum hulu
Analisis data : ‐ Pengukuran fisik Sungai Citarum ‐ Parameter fisika dan kimia air ‐ Analisis pencemaran logam berat kadmium (Cd) di perairan Sungai Citarum hulu
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian
Pengukuran parameter pendukung seperti DO, pH, dan suhu serta pengukuran fisik sungai meliputi kecepatan arus sungai, kedalaman, dan lebar sungai dimana pengukurannya JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN – 3
Mu utiara Rachma aningrum, Ekka Wardhani, Kancitra Pharrmawati
dilakukan n secara lan ngsung di te empat. Peng gawetan sam mpel air dilakukan untuk parameter yang tidak dapat langsung dianalisis di lapangan seperti s loga am berat Cd, C TSS, da an kekeruha an. Pengawe etan ini bertujuan untukk memperlam mbat prosess perubahan n fisika, kimia, dan biolo ogis yang tidak dapat dihindarkan. d . Pengaweta an sampel a air untuk pe engukuran Cd C menggun nakan HNO3 hingga pH air menjadii ≤ 2, kemu udian sampe el disimpan dalam cooller box padaa suhu kuran ng lebih 4oC. C Sedangkan n pengaweta an sampel air a untuk pen ngukuran TS SS dan keke eruhan hanya disimpan dalam coole er box (Hadi, 2005). Sam mpel air unttuk parameter TSS dan kekeruhan dianalisis di Laborato orium Lingku ungan Itena as, Bandung g. Sedangka an sampel lo ogam beratt kadmium dianalisis di Laboratoriium Pengujiian tekMIRA A Jalan Jend. Sudirman n 623, Bandu ung. 3. ISI bilan sampel air dilakukkan pada b bulan Mei ta ahun 2014 di Sungai Citarum Hu ulu Pengamb dengan cuaca c yang cerah. Analisis kualitas air meliputi DO, TSS, suhu, s pH, ke ekeruhan, da an Cd. Perun ntukan Sung gai Citarum berdasarkan b n PP No. 82 tahun t 2001 adalah kelas II, sehingg ga setiap parameter fisik ka dan kimia a akan di bandingkan de engan baku mutu terseb but. Lokasi Pengambila P an Sampel Lokasi pe engambilan sampel berrada di Sungai Citarum hulu denga an segmen Dayeuhkolo ot, Cisirung, dan Nanju ung. Dayeuhkolot dan Cisirung sendiri s bera ada di lokasi Kabupate en Bandung,, serta Nanjung termasu uk dalam Ko ota Cimahi. Sketsa anakk Sungai Cita arum segme en Jembatan n Dayeuhkolot sampai Waduk Saguling dapat dilihat pada Gambar 2. 2 Sedangka an pengamb bilan sampel di Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung dapat d dilihat pada Gambar G 3.
Gambarr 2. Sketsa anak a Sungai Citarum se egmen Jemb batan Dayeu uhkolot-Wad duk Saguling g (Sumber : BPLHD, 201 11)
JUR RNAL REKAYA ASA LINGKUN NGAN– 4
Konsentra asi Logam Be erat Kadmium pada Peraira an Sungai Cita arum Hulu Se egmen Dayeu uhkolot-Nanjung
(a)
(b)
(c) Gambar3. Pengambilan P n sampel : a a) Dayeuhko olot, b) Cisirung, c) Nanjjung
Parametter Fisik Su ungai Pengukurran fisik sun ngai dilakuk kan saat pengambilan sampel s air, meliputi ke edalaman da an lebar sun ngai, kecepattan dan deb bit air sungai. Data tersebut dapat diilihat pada Tabel T 2. Tabe el 2. Penguk kuran param meter fisik Sungai S Citarum Hulu Titiik pengam mbilan samp pel Dayeuhkkolot Cisirung g g Nanjung
K Koordinat
Kecepata an aliran sung gai (m/detikk)
S 06o59’28,5” E 107o37’35,3” S 06o58’30,0” E 107o36’30,0” S 06o56’32,3” E 107o32’09,7”
0,2 213
Kedallaman rata--rata sun ngai (me eter) 1,90
0,0 069
1,80
1,9 961
7,33
Su umber : Hasil Pengukuran,, 2014 * Sumber : BPLLHD, 2013
JU URNAL REKAYA YASA LINGKUN NGAN – 5
ebar sungai Le (meter)
Debit sungai (m3/detik)*
36 6 (L.basah) 4 (L.kering) 9 (L.basah & L.kering) 40 (LL.basah)1,5 (L.kering)
10,37 7 14,94 4 9,72 2
Mu utiara Rachma aningrum, Ekka Wardhani, Kancitra Pharrmawati
(Mason, 1981 dalam m Tuwo, 201 13), mengkla asifikasi arus berdasarkkan kecepata annya diman na arus sang gat cepat > 1 m/detik, arus cepat sekitar 0,5-1 m/detik, a arus sedang sekitar 0,250,5 m/de etik, arus la ambat 0,01-0,25 m/de etik, dan arrus sangat lambat < 0,01 0 m/detiik. Sehingga a jika dilihatt berdasarka an data fisikk sungai terrsebut kecepatan arus sungai untu uk Dayeuhko olot termasu uk arus sed dang, Cisirung arus lam mbat, dan N Nanjung termasuk dalam klasifikasi arus sungai yang sangat s cepa at. Kecepattan arus in ni dapat mempengaru m uhi konsentra asi oksigen terlarut, t kekkeruhan, dan n TSS. Konsenttrasi Parem meter Fisik dan Kimia Analisis kualitas k air berupa DO O, TSS, kekkeruhan, pH H, dan suhu u dapat me enggambarka an kondisi di d Sungai Cittarum hulu yaitu Dayeu uhkolot, Cisirung, dan N Nanjung. Konsentrasi da ari paramete er fisika dan kimia terseb but dapat dilihat pada Tabel T 3. Tabe el 3. Konsenttrasi parame eter fisika k kimia pada titik t sampel Sungai Cita arum hulu Titik k Pen ngambilan Sam mpel Dayyeuhkolot Cisirung Nan njung Bakku mutu
Kadmium (mg/L) < 0,006 < 0,006 < 0,006 0,01
DO (mg/L) 2,56* 2,11* 5,30 4
Parame eter Suhu pH (o) 26,8 5,72* 24,2 5,30* 25,6 5,60* Deviasi 3 6-9
TSS ((mg/L) 26 20 36 50
Ke ekeruhan (NTU) 38,43 30,93 47,50 -
Sumb ber : Hasil Pe enelitian, 2014 4 * Tid dak memenuh hi baku mutu Baku u mutu berdassarkan PP No. 82 tahun 20 001 untuk kela as II
•
Disso olved Oxygen n (DO)
Berdasa arkan Gamba ar 4 untuk konsentrasi k oksigen terlarut di tiga a titik, terdapat beberap pa lokasi ya ang tidak memenuhi baku mutu berrdasarkan PP 82 tahun 2001 untuk kelas II yaittu 4 mg/L. Pada daera ah hulu, Dayyeuhkolot m memiliki konssentrasi DO 2,56 mg/L, Cisirung 2,1 11 mg/L, dan d Nanjung g 5,3 mg/L. Dari ke 3 lo okasi pengam matan tersebut hanya Nanjung N yan ng memenu uhi baku mu utu. 6..00 5..00 Bakku mutu 4 mg/L m
4..00 3..00 2..00 1..00 0..00
Konssentrasi DO (m mg/L)
Dayeuh hkolot
Cisirung
Nanjung
2.5 56
2.11
5.30
Ga ambar 4. Gra afik konsenttrasi oksigen terlarut DayeuhkolotD -Cisirung-Nanjung
Oksigen terlarut yan ng tinggi di Nanjung da apat disebab bkan karena a kecepatan aliran sung gai yang leb bih kuat dib bandingkan ke dua lokkasi lainnya yaitu 1,961 m/detik. Pada daera ah JUR RNAL REKAYA ASA LINGKUN NGAN– 6
Konsentrasi Logam Berat Kadmium pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot-Nanjung
Dayeuhkolot, konsentrasi DO yang tidak memenuhi ini dapat diakibatkan karena kecepatan aliran sungai yang lambat yaitu 0,213 m/detik, sungai yang cukup dangkal akibat sedimentasi ini menyebabkan pendangkalan di sungai. Sedimentasi dapat menimbulkan kekeruhan air yang menghalangi penetrasi cahaya matahari sehingga mengganggu proses fotosintesis fitoplankton yang berarti pula berkurangnya pasokan oksigen dalam air. Dalam kondisi oksigen terlarut yang tidak memenuhi baku mutu ini hanya terdapat beberapa jenis spesies ikan yang dapat hidup. Oksigen terlarut mempengaruhi kelarutan logam di perairan. Kandungan oksigen terlarut yang rendah akan menyebabkan daya larut logam lebih rendah dan mudah mengendap (Ramlal, 1987 dalam Maslukah, 2006). Adanya proses self purification sangat berhubungan erat dengan kandungan oksigen terlarut, sumber dan masuknya oksigen ke dalam sungai. Sehingga dimungkinkan pada daerah Nanjung terjadi recovery oksigen yang dapat meningkatkan konsentrasi DO di wilayah tersebut. •
Suhu
Menurut (Barus, 2002 dalam Rina, 2012), kisaran suhu air yang baik dalam perairan dan kehidupan ikan yaitu berkisar antara 23-32ºC. Suhu udara saat pengambilan sampel yaitu 27oC, sehingga suhu yang masih berada dalam rentang baku mutu menurut PP 82 tahun 2001 untuk kelas II yaitu 24-30oC pada kondisi tersebut. Sedangkan suhu di perairan sekitar Sungai Dayeuhkolot sendiri adalah 26,8oC, Cisirung 24,2oC, dan Nanjung 25,6oC. Suhu di perairan tersebut masih dalam batas baku mutu yang ada. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan senyawa logam berat akan larut dalam air karena adanya penurunan laju adsorpsi ke dalam partikulat (Afriansyah, 2009). •
pH
Nilai pH dapat dipengaruhi anatara lain buangan industri dan rumah tangga. Pada ketiga daerah tersebut yaitu Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung ketiganya tidak memenuhi baku mutu PP 82 tahun 2001 yakni 6-9, ke tiga lokasi tersebut memiliki nilai pH masing-masing yaitu 5,72, 5,30, dan 5,60. Berikut dapat dilihat pada Gambar 5, grafik pH pada ke tiga titik sampling tersebut. 5.80 5.70 5.60 5.50 5.40 5.30 5.20 5.10 5.00 Nilai pH
Dayeuhkolot
Cisirung
Nanjung
5.72
5.30
5.60
Gambar 5. Grafik pH untuk Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung
pH asam ini dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari pengolahan hasil ternak dan limbah industri. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. pH yang rendah dapat mempengaruhi kelarutan logam berat di perairan. Kenaikan pH menurunkan kelarutan logam JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN – 7
Mutiara Rachmaningrum, Eka Wardhani, Kancitra Pharmawati
dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Sedangkan pH yang rendah dapat menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air semakin besar (Palar, 2004 dalam Afriansyah, 2009). Jika dibandingkan data kadmium dari hasil penelitian dengan pH yang rendah di ke tiga lokasi tidak dapat dilihat perbedannya. •
TSS (Total Suspended Solid) dan Kekeruhan
50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
Kekeruhan (NTU) TSS (mg/L)
40 35 30 25 20 15
TSS (mg/L)
Kekeruhan (NTU)
Kadar TSS dalam air sangat erat hubungannya dengan kekeruhan. Meningkatnya padatan tersuspensi ini akan diikuti pula dengan meningkatnya kekeruhan dan begitupun sebaliknya. Menurut (Chanson, 2004 dalam Oktaviana, 2008), peningkatan turbulensi akibat perubahan kecepatan menyebabkan partikel yang terangkut aliran akan bertambah dan tingkat kekeruhan meningkat. Kondisi ini akan terjadi pada aliran dengan kecepatan (v≥ 0,6 m/s). Pada kecepatan ini, kekuatan air akan mampu mengangkut partikel tersuspensi yang tergolong partikel diskrit. Berdasarkan hasil analisis kandungan TSS pada daerah Dayeuhkolot hingga Nanjung memiliki rentang 20-36 mg/L. Konsentrasi tersebut masih berada di bawah baku mutu yang diperbolehkan yaitu 50 mg/L. Konsentrasi TSS dan kekeruhan dapat dilihat pada Gambar 6.
10 5 0
Dayeuhkol ot
Cisirung
Nanjung
38.43
30.93
47.50
26
20
36
Gambar 6. Konsentrasi TSS dan kekeruhan di Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hubungan antara kecepatan dan TSS di masingmasing lokasi. Kecepatan arus sungai di Dayeuhkolot termasuk arus sedang sehingga nilai TSS nya 26 mg/L, Cisirung memiliki arus yang lambat dan kadar TSS nya 20 mg/L, sedangkan Nanjung termasuk arus sungai yang cepat sehingga konsentrasi TSS nya paling tinggi yaitu 36 mg/L. Terjadi kenaikan dan penurunan konsentrasi TSS di setiap lokasi yang diikuti dengan peningkatan atau penurunan kecepatan arus sungai. Berdasarkan Gambar 6 kekeruhan di Dayeuhkolot cukup tinggi yaitu 38,43 NTU, Cisirung 30,93 NTU, dan Nanjung memiliki konsentrasi kekeruhan tertinggi yaitu 47,50 NTU. Kekeruhan yang tinggi di Nanjung tersebut dapat diakibatkan karena erosi yang terbawa dari bagian hulu sungai yang terbawa ke bagian hilir yang dapat menyebabkan kekeruhan di bagian hilir sungai lebih tinggi. Hal ini dikarenakan saat pengambilan sampel, masih dalam kondisi setelah hujan sehingga air akan sangat keruh karena debit air sungai yang meningkat. JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN– 8
Konsentrasi Logam Berat Kadmium pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot-Nanjung
Konsentrasi TSS dalam perairan dapat mempengaruhi kandungan logam berat, nilai TSS yang tinggi atau mengalami kenaikan dapat menyebabkan nilai konsentrasi logam berat menurun. TSS ini mempengaruhi proses adsorpsi logam berat terlarut. Logam berat yang di adsorpsi oleh partikel tersuspensi akan menuju dasar perairan, menyebabkan kandungan logam di air menjadi lebih rendah (Rachmawatie, 2009). Konsentrasi Logam Berat Kadmium di Sungai Citarum Hulu Terdapat dua sumber utama kontaminasi logam berat kadmium pada lingkungan yaitu melalui lapisan bumi dan aktivitas manusia (antropogenik). Logam berat kadmium dalam aktivitas manusia sering digunakan sebagai pewarna cat dan PVC/plastik, sebagai katoda nikel. Sumber utama kontaminasi logam kadmium adalah daerah industri. Kadmium selalu bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan Zn dan Pb dengan kadar 0,20,4 % sebagai hasil dari proses pemurnian Zn dan Pb (Darmono, 1995). Logam berat kadmium ini jumlahnya relatif kecil pada perairan namun konsentrasinya dapat meningkat karena proses dari pembuangan limbah industri. Parameter fisika dan kimia dalam perairan secara umum dapat mempengaruhi kelarutan logam berat. Hasil pemeriksaan parameter fisika dan kimia di ketiga lokasi tersebut untuk masing-masing parameter memiliki rentang nilai yang tidak begitu jauh seperti nilai pH yaitu 5,3-5,72 dan TSS dengan rentang 20-36 NTU. Ternyata rentang nilai ini jika dibandingkan dengan kelarutan logam berat Cd di air tidak memiliki pengaruh yang signifikan di ketiga lokasi sampling tersebut. Konsentrasi kadmium di segmen Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung masih berada pada nilai < 0,006 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP 82 tahun 2001 untuk kelas II yaitu 0,01 mg/L, maka konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik dari kelarutan Cd yang cenderung mudah mengendap di sedimen (Afriansyah, 2009). Meskipun konsentrasi logam berat kadmium rendah, ini tidak menandakan tidak adanya sumber kadmium di perairan tersebut. Berdasarkan data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) tahun 2013, di Kabupaten Bandung terdapat 5 industri plastik dan 4 industri pelapisan logam, Kota Bandung terdapat 13 industri pelapisan logam (elektroplating) dan 2 industri elektronik, sedangkan Kota Cimahi terdapat 10 industri cat dan pelapisan logam. Berdasarkan literatur industri tersebut merupakan industri yang dalam proses pengerjaannya menggunakan kadmium sebagai bahan baku. Diduga dalam hasil pengolahannya industri tersebut menghasilkan kadmium dalam limbahnya yang dibuang ke sungai. 4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pada bulan Mei 2014, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi logam berat kadmium di tiga titik sampling yaitu Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung sebesar < 0,006 mg/L nilai tersebut masih berada di bawah baku mutu menurut PP 82 tahun 2001 untuk kelas II yaitu 0,01 mg/L. Konsentrasi kadmium yang sangat kecil ini dapat disebabkan dari sumber kadmium tersebut, yang berasal dari pelapis logam, PVC/plastik, pupuk phospat, endapan sampah. Dimana hanya terdapat beberapa industri tersebut di ketiga lokasi. Selain itu konsentrasi oksigen terlarut di Dayeuhkolot dan Cisirung, keduanya belum memenuhi baku mutu PP 82 tahun 2001 yaitu 4 mg/L. Nilai pH di setiap segmen tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan yaitu masih berada di bawah 6-9. Sedangkan konsentrasi TSS dan kekeruhan di Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung ketiganya masih berada di bawah baku JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN – 9
Mutiara Rachmaningrum, Eka Wardhani, Kancitra Pharmawati
mutu yang ditentukan. Parameter fisika dan kimia yang diteliti tidak terlihat pengaruhnya terhadap kelarutan logam berat kadmium di segmen Dayeuhkolot, Cisirung, dan Nanjung. Hal ini dikarenakan konsentrasi kadmium di ketiga lokasi tersebut sangat rendah dan memiliki nilai yang sama yaitu < 0,006 mg/L. 5. DAFTAR RUJUKAN Abdillah, F. M. (2013). Evaluasi Pemantauan Pencemaran Air DAS Cisadane, Citarum, Ciliwung, dan Citanduy Jawa Barat. Afriansyah, Ardi. (2009). Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Dipetik 18 Juni 2014, dari https://www.academia.edu/3493867/ Agustina, Fahrianti. (2010). Penyakit Itai-Itai Akibat Polusi Kadmium (Cd). Dipetik 2 September 2014, dari http:// penyakit-itai-itai-akibat-polusi.html Anonim. (2011). Laporan Pemantauan Kualitas Lingkungan Kabupaten Bandung 2011. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung. Anonim. (2012). Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air : Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Citarum. Dipetik 2 September 2014, dari http://sda.pu.go.id:8181/sda/ Citarum.pdf Anonim. (2013). Data SLHD Kota Bandung. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung. Badan Standarisasi Nasional. (2008). SNI 6989.57:2008 Air dan Air Limbah-Bagian 57: Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan. Badan Standarisasi Nasional. (2005). SNI 06-6989.25-2005 Air dan Air Limbah-Bagian 25: Cara Uji Kekeruhan dengan Nefelometer. Badan Standarisasi Nasional. (2004). SNI 06-6989.3-2004 Air dan Air Limbah-Bagian 3: Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS) Secara Gravimetri. Badan Standarisasi Nasional. (2004). SNI 06-6989.16-2004 Air dan Air Limbah-Bagian 16: Cara Uji Kadmium (Cd) dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-Nyala Badan Standarisasi Nasional. (1991). SNI 06-2425-1991 Metode Pengujian Oksigen Terlarut Dalam Air Dengan Elektrokimia. Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Hadi, Anwar. (2005). Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Maslukah, Lilik. (2006). Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya Di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Dipetik 20 Agustus 2014, dari http://KONSENTRASI-LOGAM-BERAT-Pb,-Cd,-Cu,-Zn.pdf Oktaviana, Heryna. (2008). Pengaruh Kontraksi Penampang. Dipetik 8 Juni 2014, dari http://lontar.ui.ac.id/file-Pengaruhkontraksi-Literatur.pdf Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001.Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia. Rachmawatie. (2009). Analisis Konsentrasi Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) di Muara Sungai Porong Sebagai Area Buangan Limbah Lumpur Lapindo. Dipetik 20 Agustus 2014, dari http://ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/file/1/Rahma_42.pdf Rina. (2012). Kajian Ekosistem Telaga di Dieng untuk Budidaya Ikan. Dipetik 8 Juni 2014, dari http://rinirabeea.blogspot.com/2012/12/kajianekosistem-telaga-di-dieng-untuk.html Tuwo, A. F. (2013). Inventarisasi Plankton yang Berada di Sungai Pami. Dipetik 19 Juni 2014, dari http://eprints.unipa.ac.id/Tuwo,AndreFirlando.pdf
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN– 10
Tuliskan judul artikel sebagai header halaman ganjil
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN – 11