KONSELING BAGI REMAJA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM PACARAN (Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Disusun oleh: Sri Hanifah NIM 10220021
Pembimbing: Drs. Abror Sodik, M.Si. NIP 19580213 198903 1 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya persembahkan untuk: Bapa’-Mama’ saya tercinta (Mas Bekel Sepuh Bujo Muh Sarjiono dan Ny. Suwartiyah) terima kasih atas semua doa, kasih sayang dan
pengorbanannya
selama
ini
semoga
saya
dapat
membahagiakan, membanggakan, dan mengangkat drajat kedua orang tua saya. Aamiin Yra.
v
MOTTO
“Justru karena hidup ini tidak mudah, kita membutuhkan Motivator! Ibu dan Ayah adalah Motivator pertama kita, kemudian saudara, teman, guru, dan semua penasihat yang ada di sekitar kita.”* -Mario Teguh –
*http//:www.redmario.com, diakses tanggal 01 September 2014, jam 09.00.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirohim Assalamu’alikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam penyusunan skripsi yang berjudul: “Konseling Bagi Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran (Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta)”. Sholawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa kita nantikan syafa’atnya di hari akhir. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana (S. Sos I) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu diharapkaan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam skripsi ini kiranya tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut memberi andil dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada : 1. Bpk. Prof. Dr. Musa Asy’ari, M.A., selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bpk. Dr. H. Waryono, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bpk. Muhsin, S.Ag, M.A., selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
ix
4. Bpk. Drs. Abor Sodik, M. Si., selaku dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini, terima kasih banyak atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. 5. Bpk. Drs. H. Abdullah, M. Si., selaku dosen Penasehat Akademik di Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. 6. Bapak Ibu Dosen yang telah membagi ilmunya dan memperkaya khazanah keilmuan bagi penulis selama berproses di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam. 7. Segenap staff TU Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam dan staff TU Fakultas bidang Akademik yang memudahkan administrasi bagi penulis selama kegiatan perkuliahan sampai akhir masa studi. 8. Kepada Ibu Suharti Muklas selaku Direktur atau pimpinan Rifka Annisa WCC Yogyakarta. 9. Kepada mbak Fitri Indra Harjanti selaku pembimbing selama saya melakukan penelitian dan selaku pengurus devisi RTC, mbak Rina Eko Widarsih, S. Psi. selaku konselor psikologi, mbak Budi Wulandari S. Psi. selaku konselor psikologi, mas Agung Wisnubroto, S.Psi selaku konselor laki-laki dan mbak Nurul SH.CN selaku konselor hukum di Rifka Annisa WCC Yogyakarta, terima kasih atas informasi, data, pengarahan dan pendampingaan yang diberikan selama ini. 10. Mas Kandung, Mbak Ipar, dan Ponakan saya tersayang (Mas Haryadi, Mbak Tania Destira, De’ Anindya Rachma Wijayanti) terimakasih selalu memberikan senyum penyemangat, support dan perhatiannya untuk saya. 11. Seluruh keluargaku yang telah memberikan doa’ dukungan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat selesei dengan baik dan lancar. 12. Sahabat-sahabatku, teman-teman BKI angkatan 2010 yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka.
ix
ABSTRAK Sri Hanifah. Konseling Bagi Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran (Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta). Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang upaya pemberian bantuan dalam menyelesaikan masalah bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana upaya bantuan dalam menyelesaikan masalah bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan dengan kasus. Yaitu tentang konseling bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran di Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Subyek penelitiannya adalah 4 orang konselor (3 konselor psikologis, 1 konselor hukum) dan 1 orang pengurus di Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Adapun analisis datanya menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, upaya bantuan penyelesaian masalah bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta yaitu, pertama, konseling individu melalui konseling psikologis untuk perempuan korban kekerasan, meliputi penguatan psikologis dan pemberdayaan psikologis untuk kasus IM, E, dan ER yang dilakukan oleh konselor psikologi. Kedua, konseling individu melalui konseling untuk laki-laki pelaku kekerasan meliputi konseling perubahan perilaku untuk pacar kasus E yang dilakukan oleh konselor laki-laki. Ketiga, konseling individu melalui konseling hukum untuk perempuan korban kekerasan, meliputi pendampingan melalui jalur non litigasi untuk kasus IM yang dilakukan oleh konselor hukum.
Kata Kunci: Konseling, Remaja Perempuan, Korban Kekerasan dalam Pacaran
x
ABSTRACT Sri Hanifah. Counseling For Young Women Victims of Violence in Dating (Study in Rifka Annisa WCC Yogyakarta). Skripsi.Yogyakarta: Faculty of Da'wa and Communication State Islamic University Sunan Kalijaga, 2014. This study aims to identify and describe the relief effort in solving the problem for women victims of violence in teen dating conducted by Rifka Annisa WCC Yogyakarta. The formulation of the problem is how the relief effort in solving the problem for women victims of violence in teen dating conducted by Rifka Annisa WCC Yogyakarta. This research is a kind of field research with the case. That is about counseling for women victims of violence in teen dating Rifka Annisa WCC in Yogyakarta. Subjects of the study were four counselors (3 psychological counselors, legal counselors 1) and one of the managers at the WCC Rifka Annisa in Yogyakarta. While the method of data collection using interviews and documentation. The analysis of data using descriptive qualitative method. The results of this study indicate that, efforts troubleshooting help for young women victims of violence in dating by Rifka Annisa WCC Yogyakarta, namely, first, individual counseling through psychological counseling for women victims of violence, including strengthening the psychological and psychological empowerment for the case of IM, E, and ER conducted by psychology counselor. Second, individual counseling through the counseling for male perpetrators of violence include counseling for behavior change boyfriends case E is performed by the male counselor. Third, individual counseling through legal counseling for women victims of violence, including through non-litigation assistance in cases of IM were conducted by legal counselors.
Keywords: Counseling, Young Women, Victims of Dating Violence
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….……
i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...…………………………………….……...
ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI …………………………………………………
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI …………………………………....
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………........
v
MOTTO …………………………………………………………………………...…..
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..….....
vii
ABSTRAK ……………………………………………………………………..….......
x
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….….........
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………..
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ………………………………………………..…..
1
B. Latar Belakang Masalah …………………………………………....
6
C. Rumusan Masalah …………………………………………….........
11
D. Tujuan Penelitian …………………………………………...……...
11
E. Kegunaan Penelitian ……………………………….…………........
11
F. Kajian Pustaka ………………………………………………...…...
12
G. Kerangka Teori ……………………………………………...……..
17
H. Metode Penelitian ……………………………………………….....
50
GAMBARAN UMUM KONSELING BAGI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DI RIFKA ANNISA WCC YOGYAKARTA A. Latar Belakang Berdirinya Rifka Annisa WCC Yogyakarta ..……...
55
B. Struktur Organisasi Rifka Annisa WCC Yogyakarta.……………....
57
C. Prinsip Dasar Konseling di Rifka Annisa WCC Yogyakarta…..…...
58
D. Upaya Bantuan Konseling dalam Menangani Perempuan Korban Kekerasan di Rifka Annisa WCC Yogyakarta ………………...…....
xii
62
E. Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran Yang Ditangani Oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta …...........................
64
F. Data Konselor di Rifka Annisa WCC Yogyakarta …....…………....
68
G. Data Kasus Kekerasan yang Ditangani Oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta …………………………………………………...……..
71
H. Deskripsi 3 Kasus Remaja Perempuan yang Mengalami Kekerasan dalam Pacaran yang Ditangani Oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta..………………………………………………………...
BAB III
75
UPAYA BANTUAN DALAM MENANGANI REMAJA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM PACARAN DI RIFKA ANNISA WCC YOGYAKARTA 1. Konseling Individu Melalui Konseling Psikologis Untuk Perempuan Korban Kekerasan …………………….………………..
79
2. Konseling Individu Melalui Konseling Psikologis Untuk Laki-Laki Pelaku Kekerasan ………………………………………..
84
3. Konseling Individu Melalui Konseling Hukum Untuk Perempuan Korban Kekerasan ...…………………………………...
BAB IV
87
PENUTUP A.
Kesimpulan ………………………………………………………
93
B.
Saran-saran …………………………………...………………….
94
C.
Kata Penutup …………………………………………………….
96
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………
97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Data Konselor di Rifka Annisa WCC Yogyakarta ……………………..
Tabel 2
Data Kasus Kekerasan yang Ditangani Oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta dari tahun 2010-2013 ……….………………………
xiii
68
72
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami skripsi yang berjudul “Koseling Bagi Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran (Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta)”, maka penulis memandang perlu memberikan penegasan terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam judul tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Konseling Konseling adalah upaya pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.1 Berdasarkan
pengertian
tersebut,
maka
yang
dimaksud
konseling di sini adalah upaya pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor Rifka Annisa WCC Yogyakarta terhadap remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran (klien) agar klien bisa menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dengan baik.
1
Prayitno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 105.
1
2
2. Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran Remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak menuju dewasa, bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.2 Batasan umur remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu umur remaja ini biasa dibedakan atas tiga, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), masa remaja akhir (18-21 tahun).3 Remaja yang dimaksud di sini adalah remaja akhir yakni remaja perempuan yang berumur 18-21 tahun, belum menikah dan melakukan konseling di Rifka Annisa WCC Yogyakarta karena di Rifka Annisa umur untuk yang bisa dikatakan sebagai usia remaja adalah 18-21 tahun sedangkan dibawah umur 18 tahun masuk usia anak lalu umur 21 tahun keatas masuk usia dewasa. Korban di sini adalah orang yang dirugikan akibat kekerasan dalam pacaran.4 Sedangkan kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah kekerasan yang dilakukan di luar hubungan pernikahan yang sah yang dilakukan oleh pacar atau mantan pacar, dalam bentuk: kekerasan fisik, seperti ditampar, dipukul, ditendang, dijambak rambutnya, melukai
tt).
2
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT.Gunung Agung, 1975), hlm. 106.
3
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2010), hlm. 190.
4
Leaflet, Kekerasan dalam Pacaran, (Yogyakarta:Rifka Annisa Women’s Crisis Center,
3
dengan alat, dicekik, dibenturkan ketembok, disulut rokok, dan lain sebagainya;
kekerasan
psikis,
seperti
difitnah,
dikucilkan,
dipermalukan didepan umum, terlalu obsesif (ingin memiliki sepenuhnya), dihina, dikekang, posesif, cemburu berlebihan sehingga membatasi ruang gerak korban, dilarang melakukan hal-hal positif misalnya tidak boleh kegiatan sekolah dengan alasan sayang atau perhatian dan lain sebagainya; kekerasan seksual, seperti sentuhansentuhan yang bermakna seksual, meraba-raba, mencium, mencolek, menepuk, meremas-remas, dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, biasanya dengan bujuk rayu atau diiming-imingi sesuatu dan lain sebagainya; kekerasan ekonomi, seperti, dimanfaatkan namanya sebagai jaminan utang, memaksa diberi uang, pulsa atau barang, menggunakan, memanfaatkan harta pacar secara berlebihan dan lain sebagainya, sehingga mengakibatkan kesengsaraan baik fisik, psikis, seksual dan ekonomi bagi korban.5 Berdasarkam pengertian tersebut, maka yang dimaksudkan dengan remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran dalam di sini adalah remaja perempuan yang berumur 18-21 tahun dan belum menikah yang mengalami kekerasan dalam pacaran berbentuk: kekerasan fisik, seperti ditampar, dipukul, ditendang, dijambak rambutnya, melukai dengan alat, dicekik, dibenturkan tembok, disulut rokok dan lain-lain; kekerasan psikis, seperti difitnah, dukucilkan, 5
Wawancara dengan Mbak Wulan, Konselor Psikologi Rifka Annisa WCC Yogyakarta, tanggal 02 Juli 2014.
4
dipermalukan didepan
umum, terlalu obsesif (ingin
memilki
sepenuhnya), dihina, dikekang, posesif, cemburu berlebihan sehingga membatasi ruang gerak korban, dilarang melakukan hal-hal positif dengan alasan sayang atau perhatian dan lain sebagainya ;kekerasan seksual, seperti dipaksa untu melakukan hubungan seksual, biasanya dengan bujuk rayu atau diiming-imingi sesuatu dan lain sebagainya sehingga mengakibatkan kesengsaraan baik fisik, psikis, dan seksual bagi korban, yang kemudian korban meminta bantuan penyelesaiannya kepada Rifka Annisa WCC Yogyakarta. 3. Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta Yang dimaksud studi di Rifka Annisa WCC (Women’s Crisis Center) Yogyakarta adalah suatu penelitian yang memfokuskan bantuan dalam menyelesaikan masalah bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran yang diberikan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Rifka Annisa WCC Yogyakarta sendiri adalah sebuah organisasi non pemerintah
yang berarti “teman perempuan” yang
berkomitmen pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan berusaha
mengadakan
pendampingan
terhadap
korban
tindak
kekerasan, antara lain: kekerasan terhadap istri (wife abuse), kekerasan dalam pacaran (dating violence), perkosaan (rape), pelecehan seksual (sexual harassment), kekerasan dalam keluarga (family violence) maupun perdagangan (trafficking). Saat ini Rifka Annisa memiliki
5
kantor yang beralamat di Jl. Jambon IV, Kompleks Jatimulyo Indah, Yogyakarta. 6 Berdasarkan penegasan istilah di atas, maka yang dimaksud secara keseluruhan dengan judul “Konseling Bagi Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran (Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta)” adalah suatu penelitian tentang upaya pemberian bantuan dalam menyelesaikan masalah bagi remaja perempuan yang berumur 18-21 tahun dan belum menikah yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran berbentuk: kekerasan fisik, seperti ditampar, dipukul, ditendang, dijambak rambutnya, melukai dengan alat, dicekik, dibenturkan tembok, disulut rokok dan lain-lain; kekerasan psikis, seperti difitnah, dukucilkan, dipermalukan didepan umum, terlalu obsesif (ingin memilki sepenuhnya), dihina, dikekang, posesif, cemburu berlebihan sehingga membatasi ruang gerak korban, dilarang melakukan hal-hal positif dengan alasan sayang atau perhatian dan lain sebagainya ;kekerasan seksual, seperti dipaksa untu melakukan hubungan seksual, biasanya dengan bujuk rayu atau diiming-imingi sesuatu dan lain sebagainya sehingga mengakibatkan kesengsaraan baik fisik, psikis, dan seksual bagi korban, yang dilakukan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta.
6
Profil Lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta 2012, dokumen tidak diterbitkan.
6
B. Latar Belakang Masalah Fenomena kekerasan “atas nama cinta” yang ditampilkan di berbagai media akhir-akhir ini setidaknya menunjukkan bahwa hal tersebut menjadi sebuah persoalan yang memang layak menjadi perhatian bersama bagi semua pihak. Aksi kekerasan masih terus mewarnai kehidupan bangsa dan negara serta masyarakat, baik berupa kekerasan verbal, fisik, maupun psikis. Kekerasan telah menjadi sebuah lingkaran yang sulit diputus, terus berlangsung dan cederung dilindungi di balik tabir agama maupun budaya. Pengabaian terhadap kekerasan membuat semakin banyak korban dan semakin meluasnya perilaku kekerasan yang menjadi tabiat masyarakat.7 Pacaran di kalangan remaja sudah sangat umum namun kekerasan dalam pacaran ini, masih belum begitu mendapat sorotan jika dibandingkan kekerasan dalam rumah tangga sehingga terkadang masih terabaikan oleh korban dan pelakunya. Banyak media memberitakan berita yang sangat mengejutkan dan tragis yang dialami seorang pacar maupun mantan pacar yang tidak hanya mengalami sebuah tindak kekerasan bahkan sampai terjadi pembunuhan yang sangat tidak masuk akal karena besarnya rasa ingin memiliki dan rasa sakit hati dan diketahui banyak pelaku yang melakukan tindak kekerasan ini adalah orang terdekat korban sendiri dan kebayakan perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Seperti contohnya belum lama ini mahasiswi cantik bernama Ade 7
Leksono, Stop Kekerasan Mulai Dari Kata-Kata, (Semarang: PT Sarana Pariwara, 2000), hlm. 1.
7
Sarah Angelina Suroto yang mengalami sebuah tindak kekerasan yang berakhir dengan kematian yang dilakukan oleh mantan kekasihnya sendiri dan pacar barunya yang ternyata teman dekat korban dari sejak SMA. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana pada masa ini para remaja bingung mencari dan menemukan jati dirinya dan cenderung menjadikan idolanya sebagai figure atau panutan. Ungkapan yang membuat masa remaja menjadi masa yang paling indah itu tetap jaya sepanjang masa.8 Masa ini ditandai dengan perubahan fisik maupun psikologis. Perubahan dalam berbagai aspek tersebut juga mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku seperti: mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta yang kemudian akan muncul dorongan seksual. Munculnya dorongan seksual karena pada masa remaja cenderung memiliki tingkat seksual yang tinggi sehubungan dengan mulai matangnya hormon seksual dan organ-organ reproduksi. Perasaan suka terhadap lawan jenis atau tertarik dengan lawan jenis merupakan proses perkembangan sosial remaja, yang sering diungkapkan dengan istilah berpacaran. 9 Pacaran atau dating merupakan salah satu bentuk pergaulan manusia yang ditawarkan oleh masyarakat dan kebudayaan barat pada kaum muslimin di seluruh dunia. Pacaran menghantarkan remaja mendekati perbuatan dosa karena
8
Rahmi Namirotulmma, Kekerasan dalam Pacaran, (Yogyakarta: SMU MUH II, 2001),
hlm. 36. 9
Hurlock, E. B., Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), hlm. 210.
8
sangat membahayakan iman dan moralitas yang sehat dan luhur.10 Dalam suatu hubungan pacaran yang buruk ditandai dengan kebersamaan yang buruk pula. Hubungan seperti ini adalah hubungan yang dilandasi perasaan memiliki yang begitu kuat, sehingga menimbulkan perasaan ingin menguasai. Perasaan menguasai ini sebagai penyebab munculnya kekerasan dalam pacaran.11 Salah satu bentuk kekerasan yang banyak diangkat saat ini adalah kekerasan terhadap perempuan yaitu kekerasan yang membuat perempuan inferior dan berada pada posisi subordinat dari laki-laki baik secara politik, sosial dan ekonomi. Keadaan perempuan yang selalu ditempatkan dalam posisi yang lemah baik secara cultural melalui ideologi gender kebijakan Negara yang cenderung merugikan perempuan maupun interpretasi ajaran agama yang kurang tepat, semua itu menjadikan perempuan rawan terhadap kekerasan.12 Perempuan sering dianggap lemah sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakadilan bagi kaum perempuan, bahkan ketidakadilan tersebut juga telah melahirkan berbagai tindakan yang merugikan kaum perempuan yaitu tindakan kekerasan. Kekerasan adalah segala bentuk serangan terhadap fisik maupun mental psikologis seseorang. Kekerasan 10
Hasan Basri, Remaja Berkualitas Problematika dan Solusinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 133-134. 11
Reprutawati A., Janji Gombal, (Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center, 2000), hlm. 1. 12
Poerwandari, E. K., Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Jender UI, 2004), hlm. 13.
9
lahir karena adanya otoritas kekuasaan dimana kelompok masyarakat yang dalam posisi subordinat akan selalu menjadi korban kekerasan.13 Kekerasan dalam pacaran memang kebanyakan dialami oleh perempuan namun laki-laki juga bisa demikian, bentuk kekerasan dalam pacaran bukan saja berupa kekerasan fisik tetapi juga bisa berupa non fisik. Semua tindak kekerasan akan berdampak buruk bagi setiap korban kekerasan bukan saja berakibat luka fisik pada perempuan maupun laki-laki, serta adanya berbagai perilaku maladaptif atau ketidakmampuan beradapsi di lingkungan sosial.14 Islam lahir sebagai agama yang memberdayakan perempuan, sehingga dengan tegas Islam menghargai beban yang diderita oleh peran reproduksi kaum perempuan. Penghargaan tersebut dilukiskan oleh Rasulullah dalam hadisnya bahwa “surga dibawah telapak kaki ibu”.15 Perempuan yang dianggap lemah dan rendah ternyata sama sekali tidak berperilaku seperti kaum lemah, mereka sanggup dan mampu melakukan banyak pekerjaan berat yang dilakukan laki-laki. Sentuhan khas perempuan dapat membawa nilai positif yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki. Inilah yang tidak bisa diingkari akan martabat perempuan yang
13
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), hlm. 5.
14
Mufidah CH , Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan?, (Malang: Pusat Studi Gender UIN Malang Kerjasama Pilar Media Yogyakarta, 2006), hlm. 88. 15
Mansour Fakih, Membincangkan Feminis Dikursus Gender Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hlm. 60.
10
juga terhormat sebagaimana laki-laki.16 Islam menganggap semua manusia dihadapan Allah SWT sama dan sejajar keunggulan individual oleh Allah SWT hanya bisa diukur dengan kualitas ketaqwaannya. Sebagaimana misi utama Al-Qur’an adalah untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk anarkhi, ketimpangan dan ketidakadilan.17 Dalam kasus kekerasan terhadap perempuan, kekerasan dalam pacaran menempati urutan kedua setelah kekerasan dalam rumah tangga. Penyebab tingginya angka kekerasan dalam pacaran terjadi akibat banyaknya perempuan yang tidak paham bentuk kekerasan fisik maupun psikis dalam suatu hubungan dan tidak berani melaporkan kekerasan yang dialami. Korban sering tidak menyadari meski telah menjadi korban kekerasan oleh pacar, dalam kasus ini remaja yang paling rentan menjadi korban kekerasan, karena remaja sering mengartikan kasih sayang pada hal-hal yang salah, menimbulkan hubungan yang tidak sehat di dalamnya, bahkan sampai melakukan tindak kekerasan yang dapat menimbulkan risiko fatal. Oleh karena itu supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan bagi korban, diharap korban berani melawan dalam arti berani untuk bercerita kepada orang tua atau siapa saja yang dipercaya untuk menceritakan permasalahannya sehingga bisa mendapatkan solusi terbaik dan jangan menutup diri kalau memang kekerasan itu terjadi.
16
Moh. Roqib, Kependidikan Perempuan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hlm. 40-
41. 17
Ibid., hlm. 109.
11
Inilah yang menjadi tugas bagi Lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta sebagai lembaga yang bertujuan untuk menghapus berbagai kasus kekerasan demi terciptanya kehidupan yang aman dan sejahtera. Yang membedakan lembaga Rifka Annisa dengan lembaga sejenisnya adalah Rifka Annisa merupakan pelopor atau trendsetter lembaga yang bergerak dibidang perempuan sebagai Woman Crisis Center pertama di Indonesia sejak tahun 1993 yang secara konsisten membantu perempuan korban kekerasan dengan melakukan pendampingan langsung maupun melalui kampanye, pelatihan dan penelitian ke berbagai daerah baik di dalam kota maupun luar kota serta memiliki kerjasama jaringan, jangkauan dan sosialisasi yang luas baik melalui program-program dan kegiatan. Selain itu Rifka Annisa sebagai bentuk upaya bantuan dalam menangani korban kekerasan, juga merangkul laki-laki untuk turut mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, melibatkan laki-laki dalam gerakan perempuan melalui man’s program.18 Untuk itulah skripsi yang berjudul “Konseling Bagi Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran (Studi di Rifka Annisa WCC Yogyakarta)” menjadi menarik untuk diteliti dan menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta dalam menangani berbagai kasus tindak kekerasan khususnya remaja perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran supaya dapat mengantisipasi tindak kekerasan yang berikutnya dan terselesaikan secara preventif dan kuratif. 18
Juli 2014.
Wawancara dengan Mbak Fitri Pengurus Rifka Annisa WCC Yogyakarta, tanggal 07
12
C. Rumusan Masalah Berdasarkan penegasan judul dan latar belakang masalah tersebut, maka masalah penelitiannya dapat dirumuskan yaitu: Bagaimana upaya bantuan dalam menyelesaikan masalah bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang upaya pemberian bantuan dalam menyelesaikan masalah bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta. E. Kegunaan Penelitian 1. Teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan tentang Bimbingan dan Konseling Islam terhadap remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran. 2. Praktis, dapat digunakan sebagai upaya dalam meningkatkan mutu konselor Rifka Annisa WCC Yogyakarta serta lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pendampingan remaja, tentang bagaimana konseling yang sesuai untuk menangani remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran.
13
F. Kajian Pustaka Banyak penelitian yang berkaitan dengan kekerasan terutama kekerasan terhadap perempuan baik kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap istri, kekerasan dalam rumah tangga, maupun kekerasan seksual, namun hanya ada beberapa penelitian yang berkaitan mengenai kekerasan dalam pacaran berikut beberapa penelitian tersebut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Triana Hastutiningsih, mahasiswa Fakultas Ushuluddin jurusan Sosiologi Agama pada tahun 2006, yang berjudul “Persepsi Pacaran Remaja dalam Pergaulan Masyarakat Muslim (Studi pada Siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta)”. Penelitian ini berisi tentang pandangan remaja mengenai seksualitas dan perilaku seks serta pengaruh teman untuk membentuk persepsi yang keliru tentang pacaran di kalangan remaja muslim siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Beberapa faktor yang berperan dalam pembentukan pandangan remaja tentang seksualitas adalah semakin gencarnya ekspose seks di media masa, cetak maupun media elektronik, semakin canggihnya teknologi informasi,
semakin
mudah
dan
murahnya
pornografi,
arus
kebudayaan Barat dan faktor emosi yang masih labil. Aktifitas pacaran merupakan hal biasa dikarenakan kuatnya pengaruh pergaulan baik teman maupun lingkungan sekitar dan perubahan kearah modernisasi telah melunturkan nilai dan norma, sehingga
14
mempengaruhi perilaku remaja khususnya berkaitan dengan perilaku seksual dalam pergaulan.19 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nuryani, mahasiswa Fakultas Ushuluddin jurusan Sosiologi Agama pada tahun 2009 yang berjudul “Dating Violence di Kalangan Remaja Muslim (Studi Perilaku pada Siswa-siswi
MAN
Maguwoharjo
Kab.
Sleman
Yogyakarta)”.
Penelitian ini berisi tentang bentuk-bentuk perilaku dating violence dan faktor-faktor penyebab terjadinya dating violence di kalangan remaja muslim pada siswa-siswi MAN Maguwoharjo. Perilaku dating violence di kalangan siswa-siswi MAN Maguwoharjo, bentuknya bermacam-macam seperti: pacar melakukan kekerasan selama kencan, pertengkaran yang didalamnya terjadi kekerasan kelompok umur seusia, kekerasan fisik, dan kekerasan psikologis. Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya dating violence seperti kesalahpahaman, ada orang ketiga, ketidakcocokan, beda pendapat, dan rasa cemburu secara berlebihan terhadap pasangan disebabkan komunikasi yang kurang efektif. Dating violence tidak hanya dialami oleh perempuan saja, melainkan juga dialami laki-laki sehingga akan berdampak pada fisik, psikologis dan sosial.20
19
Triana Hastutiningsih , Persepsi Pacaran Remaja dalam Pergaulan Masyarakat Muslim (Studi pada Siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta), Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, 2006). 20
Wahyu Nuryani, Dating Violence di Kalangan Remaja Muslim (Studi Perilaku pada Siswa-siswi MAN Maguwoharjo Kab. Sleman Yogyakarta), Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, 2009).
15
3. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Wachid, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora jurusan Psikologi pada tahun 2013 yang berjudul “Pengalaman Korban Perempuan Menghadapi Kekerasan dalam Pacaran”. Penelitian ini merangkum beberapa pengalaman para korban menghadapi kekerasan dalam pacaran, antara lain: para korban mengalami semua jenis kekerasan baik kekerasan verbal emosional, fisik maupun seksual. Kekerasan yang terjadi tersebut berpengaruh dan merubah cara pandang korban akan pasangan dan hubungan
yeng
mereka
jalani.
Para
korban
secara
umum
menggunakan jenis koping berbasis emosi dalam mengahadapi kekerasan dalam pacaran, seperti ngambek atau cuek pada pasangan, menangis saat atau usai terjadi pertengkaran, diam dan menganggap tidak terjadi apa-apa, bercerita akan persoalan yang dialami pada orang lain dan atau menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi. Hal itu dapat menghentikan perlakukan berkekerasan yang dilakukan pasangan sementara waktu namun hal itu tidak berlangsung lama sehingga terjadi kekerasan dalam pacaran kembali pada korban. Digunakannya jenis koping antara lain adalah karena ketergantungan pada pasangan, rasa inferior, takut sekaligus cinta pada pasangan, serta pengalaman berkekerasan yang pernah terjadi sebelumnya. Bertahannya para korban dalam hubungan berkekerasan yang dijalani dipengaruhi oleh rasa cinta pada pasangan, ketergantungan pada pasangan, takut pada dampak sosial yang akan ditemui bila putus,
16
serta mempertahankan komitmen yang telah disepakati bersama. Berakhirnya hubungan kekerasan para korban adalah karena tidak tahan lagi menghadapi kekerasan pasangan dan ketidak setujuan orang tua dan teman-teman.21 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Humaidi, mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum jurusan Ilmu Hukum Islam pada tahun 2011 yang berjudul “Peran Perlindungan Keluarga terhadap Bahaya Dating Violence di Kalangan Remaja”. Penelitian ini berisi tentang dampak persoalan dating violence bagi masa depan anak dan keluarga dan peran orang tua atau keluarga dalam melindungi anak dari kemungkinan terjadinya dating violence. Dating violence adalah fenomena yang sangat rawan terjadi di kalangan remaja dan merupakan masalah sosial yang akut dan dapat terjadi pada siapa saja, dengan usia, orientasi seksual, status sosial-ekonomi, serta lokasi tempat tinggal dimana saja. Dating violence juga tidak hanya dapat membahayakan dari segi fisik tetapi juga mental, seperti dapat mengakibatkan luka dan rendah self esteem (harga diri), ironisnya lagi bisa mengakibatkan kematian. Selain itu dating violence juga berdampak pada ketentraman dan tatanan hidup masyarakat dan negara secara luas. Fungsi peranan orang tua atau keluarga yang harmonis dapat membendung kemungkinan dating violence, tidak hanya membentengi anak dari bahaya dating violence yang
21
Abdul Wachid, Pengalaman Korban Perempuan Menghadapi Kekerasan dalam Pacaran, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, 2013).
17
mengancam, tetapi juga memberikan perlindungan dan pemulihan trauma pada anak korban dating violence. Selain itu revitalisasi peran masyarakat dan pemerintah juga dibutuhkan untuk membuka “mata” dan mengkampanyekan “perang” melawan perilaku dating violence. Bentuk strategi pencegahannya salah satunya dengan merubah paradigma pacaran sebelum ke jenjang pernikahan yang terbukti mengarahkan kepergaulan bebas ke konsep ta’aruf dalam islam dengan memperhatikan pola pergaulan masyarakat Indonesia.22 Dari beberapa penelitian diatas terdapat titik kesamaan yakni pada pembahasan kekerasan dalam pacaran (dating violence) dan remaja. Kemudian yang membedakan yakni pada beberapa penelitian tersebut membahas tentang: pertama, pandangan remaja mengenai seksualitas dan perilaku seks serta pengaruh teman membentuk persepsi yang dikeliru tentang pacaran di kalangan remaja muslim siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Kedua, membahas tentang bentuk-bentuk perilaku dan faktor-faktor penyebab terjadinya dating violence di kalangan remaja muslim pada siswa-siswi MAN Maguwoharjo. Ketiga, membahas tentang pengalaman korban menghadapi kekerasan dalam pacaran. Keempat, membahas tentang dampak persoalan dating violence bagi masa depan anak dan keluarga serta peran orang tua atau keluarga dalam melindungi anak dari kemungkinan terjadinya dating violence.
22
Humaidi, Peran Perlindungan Keluarga terhadap Bahaya Dating Violence di Kalangan Remaja, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum, 2011).
18
Sedangkan pada penelitian ini membahas terkait dengan upaya pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor bagi remaja perempuan yang mengalami atau menjadi korban berbagai bentuk tindak kekerasan dalam pacaran baik fisik, psikis, seksual sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi korban yang ditangani oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Inilah yang menjadi pembeda penelitian ini dengan beberapa penelitian di atas, dan perbedaan tersebut kemudian memotivasi peneliti untuk membahas serta mengkaji tentang bagaimana konseling terhadap remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran di Rifka Annisa WCC Yogyakarta sehingga dapat memberikan gambaran baru praktik bimbingan dan konseling dalam menangani suatu permasalahan. G. Kerangka Teori 1.
Konseling a. Pengertian Konseling Konseling secara bahasa berasal dari bahasa Latin, yaitu consilium yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai “menerima”
atau
“memahami”.23
Sedangkan
secara
istilah,
konseling sebagai suatu proses antar-pribadi, di mana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan, serta menemukan alternatif pemecahan masalahnya. Konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara 23
Prayitno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, hlm. 99.
19
konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangannya tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai tujuannya.24 Sementara menurut W. S Ginkel, konseling berasal dari bahasa Inggris, yaitu counselling yang dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel).25 Menurut Dewa Ketut Sukardi, yang mengutip dari Pepinsky, konseling adalah proses interaksi: pertama, terjadi antara dua orang individu yang disebut konselor dan klien, kedua,
terjadi dalam
situasi yang bersifat pribadi, ketiga, diciptakan dan dibina sebagai salah satu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien, sehingga klien memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya.26 Konseling Islam adalah aktifitas yang bersifat membantu, karena pada hakikatnya individu sendirilah yang perlu hidup sesuai
24
Mohammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy ,2003),
hlm. 1. 25
W. S. Ginkel dan M. M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), hlm. 34. 26
hlm. 14.
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985),
20
tuntunan Allah.27 Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky, konseling islam adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang
klien
mengembangkan
potensi
akal
pikirannya,
kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah saw.28 Al-Qur’an adalah sumber bimbingan, nasehat dan obat untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan.29 Dalam QS. Yunus ayat 57 Allah SWT berfirman:
Artinya: “Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran dari Tuhanmu dan obat terhadap masalah-masalah yang ada, petunjuk, dan rahmat bagi orangorang yang beriman”.30 Allah SWT adalah Maha Konselor dan Maha terapis, tidak ada kemampuan siapapun dan apapun dalam membantu manusia
27
Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islam (Teori dan Praktik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 22. 28
Erham Wilda, Konseling Islami, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 99.
29
Ibid., hlm. 97.
30
QS. Yunus (10): 57
21
lain memecahkan masalahnya yang akan melebihi bantuan yang diberikan Allah kepada Qalbu manusia yang diberi-Nya petunjuk. Dan salah satu cara bagi seorang muslim adalah kewajiban mencari jalan menuju kepada perbaikan dan perubahan dengan bertanya kepada ahlinya.31 Dalam QS. An-Nahl, ayat 43 Allah
SWT
berfirman:
Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu, melaikan para lelaki yang Kami beri Wahyu kepada mereka, maka bertanyalah
kamu
sekalian
ahli
ilmu
jika
kamu
tidak
mengetahui”.32 Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor (seorang ahli) kepada klien agar klien tersebut dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya
serta
agar
klien mampu memecahkan masalah-
masalahnya sendiri dengan cara-cara yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an. Menurut pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan konseling di sini yaitu upaya yang dilakukan oleh konselor Rifka 31
Erham Wilda, Konseling Islami , hlm. 98.
32
QS. An-Nahl (16):43.
22
Annisa WCC Yogyakarta untuk memberikan bantuan dalam mengatasi permasalahan klien dan mengatasi ketimpangan dalam kehidupan sosialnya, yang di dalamnya terdapat hubungan interaksi atau timbal balik antara konselor dan klien terutama pada remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran dengan mengajak klien menyadari akan eksistensinya sebagai makhluk sosial, dalam rangka membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. b. Tujuan Konseling Menurut Krumboltz tujuan konseling dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Mengubah perilaku yang salah penyesuaian Konseling
diselenggarakan
untuk
membantu
klien
mengenali perilaku yang salah dalam melakukan penyesuaian. Jika klien tidak menyadari adanya perilaku yang salah penyesuaian itu maka klien tidak kesulitan melakukan perubahan menuju ke keadaan yang lebih baik. Bantuan konselor dibutuhkan agar klien mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya dan bagaimana klien harus keluar dari kondisinya. Oleh karena itu perilaku yang salah harus diketahui terlebih dahulu oleh klien, dipahami dan secara suka rela mengubah perilakunya untuk mendapatkan cara kehidupan yang lebih baik.
23
2) Belajar membuat keputusan Membuat keputusan bagi klien melalui proses belajar, yaitu mulai belajar mengidentifikasi alternatif, memiliki alternatif, menetapkan alternatif serta memprediksi berbagai konsekuensi dari setiap keputusan. Pada dasarnya setiap keputusan memiliki resiko atau konsekuensi positif dan negatif, yang menguntungkan dan merugikan, yang menunjang maupun yang menghambat. 3) Mencegah timbulnya masalah Mencegah
munculnya
masalah
mengandung
tiga
pengertian, yaitu: mencegah jangan sampai mengalami masalah dikemudian hari, mencegah jangan sampai masalah yang dialami bertambah berat atau berkepanjangan, dan mencegah jangan sampai masalah
yang dihadapi
berakibat
gangguan
yang
menetap.33 2.
Remaja Perempuan a. Pengertian Remaja Perempuan Remaja menurut bahasa, adalah “mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin.”34 Wulyo mengatakan bahwa jika digolongkan menurut masa, maka remaja masuk dalam kategori
33
34
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2010), hlm. 31-33.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1983), hlm. 813.
24
masa setengah jadi. Artinya remaja bukanlah kanak-kanak juga bukan tergolong dewasa.35 Zakiah Darajat mengemukakan bahwa remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak dan dewasa, di mana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.36 Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasa dibedakan atas tiga, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), masa remaja akhir (18-21 tahun). Tetapi Monks, Knoers & Haditono, masa remaja dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: masa pra remaja atau pra pubertas (10-12 tahun), masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).37 Jadi remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa dimana remaja tersebut mengalami perubahan diberbagai aspek baik bentuk badan, sikap, cara berfikir dan bertindak.
35
Wulyo, Gejolak Jiwa Remaja, (Gresik: CV. Bintang Pelajar, tt), hlm. 6.
36
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, hlm. 106.
37
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 190.
25
Remaja yang di maksud di sini adalah remaja perempuan yang berumur 18-21 tahun, belum menikah dan tercatat sebagai orang yang melakukan konseling di Rifka Annisa WCC Yogyakarta. b. Ciri-ciri Masa Remaja Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki cirri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut juga dimiliki oleh remaja, sebagai berikut: 1) Masa Penting Semua periode dalam rentang kehidupan memang penting, tetapi ada perbedaan dalam tingkat kepentingannya. Adanya akibat langsung terhadap sikap dan tingkah laku serta akibat-akibat jangka panjangnya menjadikan periode remaja lebih penting daripada periode lainnya. Baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang sama pentingnya bagi remaja karena adanya akibat fisik dan akibat psikologis. Cepat dan pentingnya perkembangan fisik remaja diiringi oleh cepatnya perkembangan mental, khususnya pada awal masa remaja. Atas semua perkembangan itu diperlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap yang kuat serta nilai dan minat baru.
26
2) Masa Trasisi Transisi merupakan tahap peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Jika seorang anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dia harus meninggalkan segala hal yang bersifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola tingkah laku dan sikap baru. Apa
yang
telah
terjadi
akan
membekas
dan
mempengaruhi pola tingkah laku dan sikap yang baru. Osterrieth menjelaskan, “Struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak cirri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja sudah pada akhir masa kanak-kanak.” Perubahan fisik yang terjadi selama tahun masa remaja akan berpengaruh pada masa selanjutnya. Pada setiap periode transisi, tampak ketidakjelasan status individu dan muncul keraguan terhadap peran yang harus dimainkannya. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Bila remaja bertingkah laku seperti anak-anak, maka dia akan diajari untuk bertindak sesuai dengan usianya. Disisi lain, ketidakjelasan status itu juga menguntungkan karena memberi peluang kepadanya untuk
27
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola tingkah-laku, nilai, dan sifat yang paling relevan dengannya. 3) Masa Perubahan Selama masa remaja, tingkat perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat semala masa awal remaja, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Bila terjadi penurunan dalam perubahan fisik, penurunan juga akan terjadi pada perubahan sikap dan tingkah laku. Perubahan yang terjadi pada masa remaja memang beragam, tetapi ada lima perubahan yang terjadi pada semua remaja: a) Emosi yang tinggi. Intensitas emosi bergantung pada tingakat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, sebab pada masa awal remaja, perubahan emosi terjadi lebih cepat. b) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah baru. Dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya, remaja muda tampaknya mengalami masalah yang lebih banyak dan lebih sulit diseleseikan. Sebelum mampu menyelesaikan menurut kepuasannya, dia akan terus merasa dijejali berbagai masalah.
28
c) Perubahan nilai-nilai sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola tingkah laku. Setelah hampir dewasa, remaja tidak lagi menganggap penting segala apa yang dianggapnya penting pada masa anak-anak. Contohnya, dia mulai mengerti bahwa kualitas lebih penting dari pada kuantitas, dan tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih penting dari pada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh temanteman sebaya. d) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menghendaki dan menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggungjawab
akan
resiko
dan
meragukan
kemampuannya untuk mengatasinya. 4) Masa Bermasalah Meskipun setiap periode memiliki masalah sendiri, masalah masa remaja termasuk masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun permpuan. Alasannya pertama, sebagian masalah yang terjadi pada masa kanak-kanak diseleseikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga mayoritas remaja tidak berpengalaman mengatasinya. Kedua, karena sebagian remaja sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Dan dia ingin mengatasi masalahnya sendirian.
29
Banyak remaja yang menyadari bahwa penyelesaian yang ditempuhnya sendiri
tidak selalu sesuai dengan
harapannya. Hal ini relevan dengan pendapat Anna Freud, “banyak kegagalan, yang sering disertai akibat yang tragis, bukan karena ketidakmampuan individu, tapi kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya justru saat semua tenaganya telah dia habiskan untuk mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.” 5) Masa Pencarian Identitas Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting bagi remaja daripada individualitas. Contohnya, dalam hal pakaian, berbicara, dan tingkah laku, remaja ingin seperti teman-teman gengnya. Apabila tidak demikian ia akan terusir dari kelompoknya. Bagi remaja, penyesuaian diri dengan kelompok pada tahun-tahun awal masa remaja adalah penting. Secara bertahap ,mereka mulai mengharapkan identitas diri dan tidak lagi merasa puas dengan adanya kesamaan dalam segala hal dengan teman-teman sebayanya. Banyak cara yang dilakukan remaja untuk menunjuknan identitasnya anatara lain penggunaan simbol-simbol status dalam bentuk kendaraan, pakaian dan pemilikan barang-barang
30
lain yang mudah dilihat. Melalui cara seperti itu, remaja berusaha
menarik
perhatian
orang
lain
agar
mereka
memandangnya sebagai individu. Disamping itu, dia juga berusaha mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. 6) Masa Munculnya Ketakutan Majares berpendapat, “banyak yang beranggapan bahwa popularitas mempunyai
arti
yang bernilai
dan
sayangnya, banyak diantaranya bersifat negatif.” Persepsi negatif terhadap remaja seperti tidak dapat dipercaya, cenderung merusak dan berperilaku merusak, mengindikasikan pentingnya
bimbingan
dan
pengawasan
orang dewasa.
Demikian pula terhadap kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik dan takut bertanggungjawab. Konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri juga dipengaruhi oleh stereotip popular, seperti pendapat Anthony, “Stereotip juga berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri, yang lambat laun dianggap sebagai gambaran asli dan remaja membentuk perilaku yang sesuai dengan gambaran ini.” Hal ini juga mengakibatkan munculya banyak konflik antara orang tua remaja, serta adanya
31
penghalang untuk saling membantu antara keduanya dalam mengatasi beragam maslah. 7) Masa yang Tidak Realistik Pandangan subyektif cenderung mewarnai remaja. Mereka memandang diri sendiri dan orang lain berdasarkan keinginannya, dan bukan lagi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, apalagi dalam hal cita-cita. Tidak hanya berakibat bagi dirinya sendri, bahkan bagi keluarga dan teman-temannya, cita-cita yang tidak realistic ini berakibat pada tingginya emosi yang merupakan cirri awal masa remaja.semakin tidak realistic cita-citanya, semakin tinggi kemarahannya. Bila orang lain mengecewakannya atau kalau dia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya dia akan sakit hati dan kecewa. Selanjutnya, dia akan memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan pada umumnya secara realistik, sejalan dengan pengalaman pribadi dan sosial yang semakin meningkat serta kemampuan untuk berfikir rasional. Segi positifnya, dia tidak lagi banyak kecewa seperti saat sebelumnya. Kondisi inilah yang menimbulkan kebahagiaan bagi remaja. Mendekati masa remaja akhir, biasanya remaja laki-laki dan perempuan seringkali merasa terganggu oleh berlebihannya idealisme dan asumsi bahawa bila telah mencapai status orang
32
dewasa, mereka harus segera menuju kehidupan yang bebas. Akan tetapi, bila telah mencapai usia dewasa, dia malah merasa bahwa periode remaja lebih membahagiakan dari pada periode masa dewasa. Asumsi yang kontradiktif ini muncul karena pada masa dewasa ada tuntutan dan tanggungjawab, sehingga masa-masa remaja yang indah dan penuh kebebasan yang membahagiakan ternyata menjadi hilang saat dewasa. 8) Masa Menuju Dewasa Saat usia kematangan kian dekat, para remaja merasa gelisah untuk meninggalkan stereotip usia belasan tahun yang indah disatu sisi dan harus bersiap-siap menuju usia dewasa disisi lainnya. Kegelisahan itu timbul akibat kebimbangan tentang bagaimana meninggalkan masa remaja dan bagaimana pula memasuki masa dewasa. Mereka mencari-cari sikap yang dipandangnya pantas untuk itu. Bila kurang arahan atau bimbingan, tingkah laku mereka akan menajdi ganjil, seperti berpakaian dan bertingkah laku meniru-niru orang dewasa, merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat perilaku seks. Hal ini dikarenakan disatu sisi mereka ingin segera menyesuaikan diri dengan tipe orang
33
dewasa yang sudah matang, tetapi di sisi lain mereka masih belum lepas dari tipe remajanya yang belum matang.38 c. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Karl C. Garrison, membagi tugas perkembangan remaja menjadi enam kelompok sebagai berikut: 1) Menerima Kondisi Jasmani Pada periode pra remaja (periode pubertas), anak tumbuh cepat yang mengarahkannya pada bentuk orang dewasa. Pertumbuhan ini diriringi juga oleh perkembangan sikap dan citra diri. Mereka memiliki gambaran diri seolah-olah sebagai model pujaannya. Remaja wanita sering mendambakan wajahnya secantik bintang film pujaannya, semengtara remaja laki-laki sering berkhayal menjadi seorang pahlawan pujaanya. Mereka sering membandingkan dirinya dengan teman-teman sebayanya, sehingga akan cemas bila kondisinya tidak seperti model pujaannya atau teman-teman sebayanya. Pada masa remaja, hal itu semakin berkurang dan mereka mulai menerima kondisi jasmaninya, serta memelihara dan memanfaatkan seoptimal mungkin.
38
63-68.
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, (CV Pustaka Setia: Bandung, 2006), hlm.
34
2) Mendapatkan Hubungan Baru dengan Teman-teman Sebaya yang Berlainan Jenis Kematangan seksual yang dicapai sejak awal masa remaja mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial terutama dengan lawan jenis. Remaja diharapkan bisa mencari dan mendapatkan teman baru yang berlaianan jenis. Mereka ingin mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya lawan jenis, ataupun sesama jenis agar merasa dibutuhkan dan dihargai. Kematangan fisik dan psikis banyak mempengaruhi penerimaan
teman-teman
sekelompok
remaja
dalam
pergaulannya. Tanpa penerimaan teman sebaya, dia akan mengalami berbagai gangguan perkembangan psikis dan sosial, seperti membentuk geng sendiri yang berperilaku menggangu orang lain. 3) Menerima Kondisi dan Belajar Hidup Sesuai Jenis Kelaminnya Sejak masa puber, perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan tampak jelas lalu berkembang matang pada masa dewasa. Apabla bentuk tubuhnya tida memuaskan, mereka menyesali diri sebagai laki-laki atau perempuan. Padahal mereka seharusnya menerima kondisinya dengan penuh tanggungjawab. Remaja laki-laki harus bersifat maskulin, lebih banyak
memikirkan
soal
pekerjaan
sedangkan
remaja
35
perempuan harus bersifat feminine, memikirkan pekerjaan yang berkaiatan dengan urusan rumah tangga dan pola asuh anak. 4) Mendapatkan Kebebasan Emosional dari Orang Tua dan Orang Dewasa lainnya Bebas dari ketergantungan emosional merupakan tugas perkembangan penting yang dihadapi remaja. Apabila tidak meliliki kebebasan emosional, mereka akan menemui berbagai hambatan atau kesukaran dalam masa dewasa, tidak bisa membuat keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas pilihan yang ditempuhnya. 5) Mendapatkan Kesanggupan Bediri Sendiri dalam Hal-hal yang Berkaitan dengan Masalah Ekonomi Tugas lainnya adalah kesanggupan berdiri sendiri dalam masalah ekonomi karena kelak mereka akan hidup sebagai orang dewasa. Kesanggupan di sisni mencakup dua tugas, pertama, mencari sumber keuangan atau pemasukan. Dalam hal ini, remaja diharapkan belajar untuk lepas dari bantuan orang tua dengan ,mendapatkan pekerjaan (jangka pendek) dan mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja tetap pada masa depan (jangka panjang). Kedua, pengelolaan keuangan. Dalam
hal
ini,
pengeluarannya.
remaja
diharapkan
mampu
mengatur
36
6) Memperoleh Nilai-nilai dan Filsafat Hidup Sejumlah penelitian membuktikan bahwa masalah yang berkaitan dengan kehidupan dan falsafah hidup seprti tujuan hidup, perilaku dirinya, keluarganya dan orang lain, serta soal keagamaan menjadi daya tarik tersendiri bagi remaja. Para remaja memang diharapkan memiliki pola pikir, sikap, perasaan, dan perilaku yang menuntun dan mawarnai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa kelak. Dengan demikian mereka memiliki kepastian diri, tidak mudah bingung, tidak mudah terbawa arus kehidupan yang terus berubah yang pada akhirnya tidak mendapatkan kebhagian. Remaja seringkali sulit menerima kondisi fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep tentang penampilan diri pada waktu dewasa. Bagi anak laki-laki menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah terlalu sulit karena sejak awal mereka telah didorong dan diarahkan kesana. Berbeda halnya dengan perempuan yang hanya diperbolehkan bahkan didorong untuk memainkan peran sebagai ibu rumah tangga. Tidak sedikit lembaga pendidikan yang menekankan perkembanagn ketrampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial, tetapi tidak banyak remaja yang menggunakan ketrampilan dan konsep ini dalam situasi praktis,
37
terkecuali yang aktif dalam berbagai aktivitas ekstrakurikuler. Banyak juga lembaga pendidikan dengan bantuan orang tua yang mencoba membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilainilai dewasa tetapi banyak juga remaja yang tetap tidak mampu bersikap dewasa bila nilai-nilai tersebut kontradiktif dengan nilai-nilai teman sebaya. Tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggungjawab
berkaitan
erat
dengan
masalah
pengembangan nilai-nilai ang selaras dengan dunia orang dewasa yang akan dimasuki. Mayoritas remaja ingin diterima oleh teman-teman sabayanya tetapi orang dewasa malah menganggapnya belum bisa bertanggungjawab. Fenomena pernikahan dini juga berbengaruh dalam tahun-tahun remaja. Masalah ini menyangkut tugas dan tanggungjawab keluarga yang bila kurang dikuasai akan menjadi masalah serius dan berkepanjangan.39 3.
Korban Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) a. Pengertian Korban Kekerasan dalam Pacaran Korban adalah orang yang dirugikan akibat kekerasan dalam pacaran. Kekerasan pada masa pacaran atau biasa disebut kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah kekerasan yang
39
Ibid., hlm. 152-154.
38
dilakukan diluar hubungan pernikahan yang sah yang dilakukan oleh pacar atau mantan pacar, dalam bentuk .40 Kekerasan dalam pacaran atau dating violence yang lebih dikenal oleh masyarakat termasuk juga oleh para remaja adalah segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pasangan diluar hubungan pernikahan yang sah, termasuk kekerasan yang dilakukan oleh pacar maupun mantan pacar atau pasangan, dalam bentuk: kekerasan fisik, seperti ditampar, dipukul, ditendang, dijambak rambutnya, melukai dengan alat, dicekik, dibenturkan tembok, disulut rokok, dan lain sebagainya; kekerasan psikis, seperti difitnah, dikucilkan, dipermalukan didepan umum, terlalu obsesif (ingin memiliki sepenuhnya), dihina, dikekang, posesif, cemburu berlebihan sehingga membatasi ruang gerak korban, dilarang melakukan hal-hal postif misalnya tidak boleh ikut kegiatan sekolah dengan alasan sayang atau perhatian dan lain sebagainya; kekerasan seksual, seperti sentuhan-sentuhan yang bermakna seksual, meraba-raba, mencium, mencolek, menepuk, meremas-remas, dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, biasanya dengan bujuk rayu atau diiming-imingi sesuatu dan lain sebagainya; kekerasan ekonomi, seperti diporoti, dimanfaatkan namanya sebagai jaminan utang, memaksa diberi uang, pulsa atau barang, menggunakan, 40
Leaflet, Kekerasan dalam Pacaran. . .
39
memanfaatkan
harta
pacar
secara
berlebihan
dan
lain
sebagainya, sehingga mengakibatkan kesengsaraan baik fisik, psikis, seksual dan ekonomi bagi korban.41 Selanjutnya kekerasan dalam pacaran baik terhadap perempuan maupun laki-laki adalah tindakan seseorang yang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam pacaran bila salah satu pihak merasa tepaksa, tersinggung, dan disakiti oleh pasangannya selain itu pacar terlalu menjaga secara berlebihan dan membatasi pergaulan.42 Jadi yang dimaksud dengan korban kekerasan dalam pacaran di sini adalah seseorang yang mengalami kekerasan dalam sebuah pacaran baik dalam bentuk kekerasan fisik, seperti ditampar, dipukul, ditendang, dijambak rambutnya, melukai dengan alat, dicekik, dibenturkan tembok, disulut rokok dan lain-lain;
kekerasan
psikis,
seperti
difitnah,
dukucilkan,
dipermalukan didepan umum, terlalu obsesif (ingin memilki sepenuhnya), dihina, dikekang, posesif, cemburu berlebihan sehingga membatasi ruang gerak korban, dilarang melakukan hal-hal positif dengan alasan sayang atau perhatian dan lain sebagainya ;kekerasan seksual, seperti dipaksa untu melakukan hubungan seksual, biasanya dengan bujuk rayu atau diiming41
Wawancara dengan Mbak Wulan, Konselor Psikologi Rifka Annisa WCC Yogyakarta, tanggal 02 Juli 2014. 42
Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Kekerasan terhadap Perempuan, (Yogyakarta: tnp, 2008), hlm. 11-12.
40
imingi sesuatu dan lain sebagainya sehingga mengakibatkan kesengsaraan baik fisik, psikis, dan seksual bagi korban, yang tercatat sebagai orang yang melakukan konseling di Rifka Annisa WCC Yogyakarta. b. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Pacaran yang ditangani Rifka Annisa WCC Yogyakarta Berikut beberapa bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang selama ini ditangani oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta: 1) Kekerasan Fisik Adalah kekerasan yang dilakukan dengan anggota badan oleh pelaku kekerasan atau dengan alat bantuan tertentu kepada korban sehingga karena tindakan pelaku kekerasan tersebut dapat mengakibatkan rasa sakit, luka berat maupun kematian terhadap korban. Kekerasan fisik yang dilakukan ini seperti: dipukul, ditampar, ditendang, dijambak rabutnya, melukai dengan alat seperti balok, kayu, alat kejut listrik dan lain sebagainya. 2) Kekerasan Psikis Adalah kekerasan yang cenderung tidak terlalu nyata atau jelas seperti kekerasan fisik. Segala perbuatan yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada korban, seperti: stress maupun
41
depresi akibat kekerasan yang dialami. Kekerasan secara psikis ini lebih dirasakan atau berdampak pada perasaan sakit hati, tertekan, marah, perasaan terkekang, minder, dan berbagai macam perasaan yang tidak enak yang lain yang dialami korban. Kekerasan psikis yang dilakukan ini seperti: dikucilkan, difitnah, dipermalukan depan umum, obsesif (perasaan terlalu memiliki), di hina, dikekang, cemburu berlebihan sehingga ruang gerak korban untuk melakukan hal-hal positif menjadi dibatasi oleh pelaku, seperti dilarang untuk ikut kegiatan disekolah dengan alasan sayang atau perhatian dan lain sebagainya. 3) Kekerasan Seksual Adalah
kekerasan
yang
berkaitan
dengan
pemaksaan hubungan seksual atau agresifitas seksual pelaku kekerasan kepada korban dengan cara yang tidak disukai. Kekerasan seksual yang dilakukan ini seperti: awalnya berupa sentuhan yang bermakna seksual, seperti merabaraba, mencium, mencolek, menepuk, meremas-remas, dan lain sebagainya. Kemudian berlanjut dengan rayuan dan janji-janji manis dari sang pacar. Terkadang sang pacar juga memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual (HUS).
42
Jika HUS sudah pernah dilakukan maka posisi perempuan sangat lemah dan dirugikan karena masyarakat masih menilai bahwa keperawanan merupakan hal yang penting. Jika terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki, maka perempuanlah yang akan menanggung akibatnya. Ditinggal semena-mena oleh laki-laki atau dipaksa untuk aborsi. 4) Kekerasan Ekonomi Adalah kekerasan yang berhubungan dengan materi baik itu uang maupun barang, atau segala perbuatan yang mengakibatkan kerugian ekonomi bagi korban. Kekerasan ini terjadi apabila ada tindakan pemerasan, seperti: diporoti, dimanfaatkan namanya sebagai jaminan utang, memaksa diberi uang atau barang, menggunakan harta pacar secara berlebihan atau menguasai uang atau harta pacar dan lain sebagainya.43 c. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan dalam Pacaran Berikut beberapa faktor peyebab yang mendorong terjadinya kekerasan dalam pacaran: 1) Ideologi Gender dan Budaya Patriarki Ideologi gender telah menempatkan wanita pada posisi-posisi tertentu yang menyebabkan wanita lemah dan
43
Leaflet, Kekerasan dalam Pacaran. . .
43
cenderung untuk tergantung pada pasangan sehingga tidak adanya keseimbangan sisi feminine dan maskulin. Studi jender lebih menekankan pada perkembangan aspek maskulinitas dan feminitas seseorang. Sadli, mengatakan bahwa gender adalah hasil sosialisasi dan enkulturasi seseorang. Sifat-sifat seperti feminitas bagi wanita dan maskulinitas bagi laki-laki. Mendatu, memaparkan bahwa sifat-sifat yang terdapat pada wanita (feminitas) memicu adanya kekerasan dalam pacaran antara lain adanya perasaan bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, ketidakmampuan dalam hal ekonomi maupun kejiwaan serta ketidakmampuan untuk bersikap dan berkomunikasi secara terbuka (asertif). Budaya partiarki adalah budaya yang selalu mengutamakan dan mengunggulkan kaum pria. 2) Pengertian yang Salah Mengenai Makna Pacaran Pacaran sering dianggap sebagai bentuk pemilihan atau penguasaan atas diri pasangan. Tidak salah jika berpacaran dengan seseorang berarti ada semacam ikatan tetapi harus diingat, ikatan itu bukan berarti memiliki atau menguasai. Seperti yang diungkapkan Sierra, mencintai seseorang berarti dapat diartikan mau menerima kelemahan dan kelebihan seseorang, tetapi juga harus berarti membuat
44
hidup bahagia.44 Orang sering menilai salah tentang makna pacaran yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya berbagai masalah.45 3) Adanya Upaya Untuk Mengendalikan Wanita Wanita dibatasi hak dan wewenangnya untuk mengembangkan diri. Ada anggapan bahwa wanita harus dikendalikan sebab jika tidak maka akan “nglunjak” terhadap pria. Disini kesetaraan gender sangat diperlukan agar wanita lebih dapat menentukan sikap sesuai keinginan dan harapan sesuai hak dan wewenangnya sebagai wanita. 4) Mitos-mitos yang Berkembang Seputar Pacaran Mitos adalah keyakinan yang salah mengenai sesuatu hal yang disebabkan kurangnya informasi ataupun kesalahan pengertian, misalnya: a) Pria memiliki dorongan seks yang lebih besar daripada wanita, sehinggga bisa dimaklumi kalau pria bersifat agresif. Dorongan seks tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Baik pria maupun wanita jika telah memasuki masa puber dorongan seksnya cenderung meningkat, tergantung dapat mengendalikan atau tidak.
44
Siera, S., Love Your Self! , (Jakarta: PT Higina Alhdin, 2000), hlm. 26.
45
Tambunan, N. R, Remaja Mandiri 2, (Jakarta: Arcan, 1995), hlm. 76.
45
b) Perasaan cinta harus dibuktikan dengan berhubungan seksual. Sebaiknya jangan mencampuradukkan cinta dengan hubungan seksual pada masa pacaran. c) Tidak mau diajak berhubungan seksual berarati akan kehilangan pacar. Bila wanita menolak ajakan hubungan seksual berarti mempunyai pendirian yang teguh. Jadi tidak perlu takut untuk menolak. Seorang pendamping yang baik pasti tidak akan membuat penderitaan bagi pasangannya. d) Pria yang mengajak hubungan seksual pasti akan menikahi. Tidak ada jaminan untuk itu. Pria yang mengajak
hubungan
seksual
sering
hanya
ingin
melampiaskan hasrat dafsu sesaat. e) Cinta butuh pengorbanan. Benar jika cinta demikian, tetapi tidak harus melakukan hubungan seksual, cukup berupa perhatian dan kasih sayang. Lagipula sebagai wanita dapat membalik logika: “kalau memang pasangan mencintai, mengapa tidak mau berkorban dengan menahan hasrat hubungan seksualnya.”46
46
Hadi, M. S. dan Aminah, S., Kekerasan Dibalik Cinta, (Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center, 2000), hlm. 3-4.
46
4.
Upaya Bantuan dalam Menangani Remaja Perempuan Korban Kekerasan Berikut upaya bantuan yang digunakan dalam menangani remaja perempuan korban kekerasan adalah melalui: a. Konseling Individu Konseling
indidual
dadalah
proses
belajar
melalui
hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan seorang klien. Klien mengalami kesukaran pribadi baik pendidikan, pekerjaan dan sosial yang tidak dapat klien pecahkan sendiri, kemudian klien meminta bantuan konselor sebagai petugas profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan ketrampilan psikologi. Konseling ini ditujukan kepada individu-individu yang sudah menyadari kehidupan pribadinya. Terdapat hubungan yang dinamis dan khusus karena dalam interaksi tersebut klien merasa diterima dan dimengerti oleh konselor. Dalam hubungan ini konselor dapat menerima kondisi klien secara pribadi dan tidak memberikan penilaian. Klien merasa ada orang lain yang dapat mengerti maslaah pribadinya dan mau membantu memecahkannya. Konselor dan klien saling belajar dalam pengalaman hubungan yang bersifat khusus dan pribadi ini. Konseling individu merupakan proses belajar
yang
bertujuan agar klien dapat mengenali diri sendiri, menerima diri sendiri
serta
realistis
dalam
proses
penyesuaian
dengan
47
lingkungannya. Suatu hubungan pribadi yang unik dalam konseling dapat membantu individu membuat keputusan, pemilihan dan rencana yang bijaksana serta dapat berkembang dan berperanan lebih baik dilingkungannya. Sehingga dapat membantu klien untuk mengerti diri sendiri, mengeksplorasi diri sendiri, dan
dapat
memimpin diri sendiri dalam suatu masyarakat. Diharapkan klien dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga klien dapat lebih baik menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memberikan kesejahteraan pada dirinya senidir dan masyarakat sekitar. Pemilihan dan penyesuaian yan tepat dapat memberikan perkembangan yang optimal kepada individu dan dengan dengan perkembangan ini individu dapat lebih baik menymbangkan dirinya atau ambil bagian yang lebih baik dalam lingkungannya. Konseling bertujuan membantu individu untuk memecahkan masalah-masalah pribadi, bail sosial maupun emosional yang dialami saat sekarang dan yang akan datang. Konseling individu bertujuan membantu individu untuk mengadakan interpretasi fakta-fakta, mendalami arti nilai hidup pribadi, kini dan mendatang. Konseling individu memberikan bantuan kepada individu untuk mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap dan tingkah laku. Konseling individu ini juga menjadi strategi utama dalam proses pemberian bantuan dan
48
merupakan teknik standar serta merupakan tugas pokok seorang konselor.47 b. Konseling Kelompok Konseling kelompok merupakan upaya bantuan konselor kepada klien dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya, selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan. Konseling kelompok adalah suatu upaya bantuan kepada klien dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dala rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat
pencegahan
dalam
arti
bahwa
klien-klien
yang
bersangkutan mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi mungkin emiliki suatu titik lemah dalam kehidupannya sehingga menggau kelancaran berkomunikasi denga orang lain. Konseling kelompok bersifat pemberian kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan klien, dalam artian
bahwa
menmberikan
konseling
kelompok
dorongan
kepada
itu
menyajikan
individu-individu
dan yang
bersangkutan untuk mengubah dirinya selaras dengan minatnya sendiri. Dalam hal ini, individu-individu tersebut didorong untuk
47
Dadang Hamdun, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2013), hlm. 41-43.
49
melakukan
tindakan
yang
selaras
dengan
kemampuannya
semaksiamal mungkin melalui perilaku perwujudan diri. Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan perikau yang sadar dan melibatkan fungsi-fungsi terapi seperti sifat permisif, orientasi pada
kenyataan,
memperlakukan
katarsis,
dengan
saling
mesra,
mempercayai,
salaing
pengertian,
saling daling
menerima dan saling mendukung. Fungsi-fungsi terapi iti diciptakan dan dikembangkan dalam suatu kelompok kecil memlaui cara saling memedulikan diantara para peserta konseling kelompok. Klien-klien dalam konseling kelompok pdda dasarnya adalah individu-individu normal yang memilki berbagai kepedulian dan perosalan yang tidak memerlukan perubahan kepribadian dalam penanganannya. Klien dalam konseling kelompok dapat menggunakan interaksi dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu, untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan perilaku tertentu.48
48
Ibid., hlm. 47.
50
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dari perilaku orang yang diamati.49 2. Subyek dan Obyek Penelitian a. Subyek Subyek penelitian dapat ditemukan dengan cara memilih informan untuk dijadikan “key informan” di dalam pengambilan data dilapangan.50 Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah 4 orang konselor yang terdiri dari: 3 orang konselor psikologis (Mbak Rina Eko Widarsih, Mbak Budi Wulandari, dan Mas Agung Wisnubroto), 1 orang konselor hukum (Mbak Nurul Kurniati), dan 1 orang pengurus (Mbak Fitri Indra Harjanti) Rifka Annisa WCC Yogyakarta Rifka Annisa WCC Yogyakarta, yang menjadi informan dalam proses interview untuk menggali data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
49
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1994),
50
Sukardi, Penelitian Subyek Penelitian, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP, 1995),
hlm. 3.
hlm. 7-8.
51
b. Obyek Sedangkan yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah upaya bantuan yang diterapkan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta dalam menangani remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran. 3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara atau interview adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, sedangkan yang diwawancara disebut interviewee. Pada proses wawancara, peneliti menggunakan jenis wawancara tak terpimpin, ialah wawancara yang tidak terarah.51 Artinya dalam proses wawancara peneliti bebas menanyakan segala sesuatu hal kepada pengurus dan konselor Rifka Annisa WCC Yogyakarta, dengan
didasari
pedoman
wawancara
yang
telah
dibuat
sebelumnya, sebagai garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada informan. Namun untuk wawancara dengan korban atau klien yang mengalami kekerasan dalam pacaran tidak dapat dilakukan oleh penulis karena merupakan kode etik konseling
yang
sangat
dirahasiakan
Rifka
Annisa
WCC
Yogyakarta.
51
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 57-59.
52
Pertanyaan yang akan diajukan kepada pengurus dan konselor Rifka Annisa WCC Yogyakarta adalah seputar gambaran umum lembaga, sejarah berdirinya, visi dan misi, prinsip layanan konseling, tujuan, prosedur administrasi, kepengurusan, program kerja, keadaan remaja, serta pola/model yang diterapkan dalam menangani remaja yang mengalami kekerasan dalam pacaran, dan masih banyak lagi yang tentunya berkaitan dengan penelitian ini. Wawancara yang dilakukan di Rifka Annisa WCC Yogyakarta yaitu pertama dengan mbak Fitri Indra Harjanti selaku pengurus di Devisi Riset & Training Center, kedua dengan dua orang
Konselor Psikologi perempuan yaitu mbak Rina Eko
Widarsih sekaligus Manajer Devisi Pendampingan dan mbak Budi Wulandari, ketiga dengan seorang Konselor Psikologi Laki-laki yaitu mas Agung Wisnubroto, serta keempat dengan seorang Konselor Hukum yaitu mbak Nurul Kurniati yang dipilih sebagai informan
kunci.
Untuk
wawancara
dengan
klien
karena
keterbatasan penulis dan kendala terkait dengan prinsip dan asas kerahasiaan data klien yang sangat dirahasiakan oleh lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta jadi penulis tidak dapat wawancara langsung dengan klien dari ke tiga kasus kekerasan dalam pacaran. Informan yang dapat penulis wawancarai tersebut sudah ditentukan dan dipilih langsung oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta.
53
b. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.52 Peneliti menggunakan metode ini dengan tujuan mencari dan menyimpan data-data yang sangat penting dalam mendukung validitas penelitian, yaitu berupa leaflet, buku, dan profil lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Dari dokumentasi kita dapat mengetahui data tentang; keadaan geografis, jumlah remaja maupun keadaan remaja perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran. 4. Analisis Data Analisis data merupakan analisis terhadap data yang diperoleh di lapangan dengan proses–proses penyederhanaan data agar lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.53 Teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu setelah data yang berkaitan dengan penelitian terkumpul, lalu disusun dan diklasifikasikan dengan menggunakan data–data yang diperoleh untuk menggambarkan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan.54
52
Ibid., hlm. 73.
53
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 265. 54
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1985), hlm. 139.
54
Dengan demikian secara sistematis langkah–langkah analisis data tersebut adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan data–data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi. b. Menyusun seluruh data yang diperoleh sesuai dengan urutan yang telah direncanakan. c. Melakukan interpretasi secukupnya terhadap data yang telah tersusun untuk menjawab rumusan masalah sebagai kesimpulan.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisis pada BAB III maka, dapat disimpulkan Upaya Bantuan Bagi Remaja Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Rifka Annisa WCC Yogyakarta yaitu sebagai berikut: Pertama, konseling individu melalui konseling psikologis untuk perempuan korban kekerasan kepada tiga kasus kekerasan dalam pacaran kepada IM, E, dan ER meliputi: penguatan psikologis dan pemberdayaan psikologis untuk ketiga kasus kekerasan dalam pacaran yang dialami remaja perempuan IM, E, dan ER, yang diberikan oleh konselor psikologi. Kedua, konseling individu melalui konseling untuk laki-laki pelaku kekerasan kepada pacar atau pasangan kasus E meliputi: konseling perubahan perilaku di Rifka Annisa WCC Yogyakarta, yang diberikan oleh konselor laki-laki. Ketiga, konseling individu melalui konseling hukum untuk perempuan korban kekerasan kepada kasus IM, meliputi: pedampingan melalui jalur non litigasi yakni IM tidak memutuskan untuk meneruskan proses hukumnya dan memilih untuk fokus membesarkan anak yang dikandungnya, yang diberikan oleh konselor hukum. Kemudian sebagai bentuk tindak lanjut dari upaya yang telah konselor lakukan di Rifka Annisa WCC Yogyakarta melakukan monitoring dan evaluasi, yaitu sebagai berikut: 93
adalah dengan
94
1.
Melakukan pemantauan melalui telefon atau surat.
2.
Melakukan kunjungan kerumah klien (home visit).
3.
Memberikan support lanjutan agar klien mampu memecahkan dan menghadapi masalahnya.
B. Saran-saran Setelah melihat kesimpulan diatas maka penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut: 1.
Untuk Lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta: a) Perlu ditingkatkan lagi upaya-upaya yang dilakukan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta dalam menjalankan kontribusinya khususnya untuk membantu remaja korban kekerasan dalam pacaran sehingga dapat membantu remaja yang mengalami kekerasan dalam pacaran dengan lebih baik dan efektif. b) Rifka Annisa WCC Yogyakarta harus lebih aktif dalam melakukan monitoring terhadap kasus-kasus kekerasan dalam pacaran yang belum terselesaikan dengan optimal dan yang belum terungkap karena korban takut untuk melapor. Termasuk mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terutama yang mengalami kekerasan dalam pacaran agar jangan ragu lagi untuk berani melaporkan kekerasan dalam pacaran yang dialami.
2.
Untuk Remaja Korban Kekerasan dalam Pacaran maupun Pelaku Kekerasan:
95
a) Bagi para remaja di luar sana yang sedang menjalin hubungan pacaran baik yang menjadi korban maupun pelaku kekerasan diharap dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari pengalaman yang telah terjadi, diharap juga supaya cepat-cepat menyadari telah menjadi korban maupun pelaku kekerasan, berani menolak semua hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam atau agama yang dianut, berani bercerita kepada orang terdekat atau orang yang ahli dibidangnya, lebih bisa mawas diri, menjaga diri, menghargai, menyayangi, memahami, mencintai, menyayangi diri sendiri maupun pasangan dan dalam menyelesaikan apapun permasalahan yang sedang dihadapi bukan dengan cara kekerasan lagi namun dengan hal yang lebih positif. 3.
Untuk Peneliti selanjutnya: a) Penelitian mengenai konseling bagi remaja perempuan korban kekerasan dalam pacaran masih belum banyak dilakukan, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk para peneliti selanjutnya. b) Karena keterbatasan penulis, untuk penelitian mendatang juga diharap lebih jeli dalam menentukan subyek penelitian supaya mendapatkan data yang lebih bagus lagi mengetahui profil konseli dan lain-lain yang berkaitan dengan konseli secara lengkap, akutrat, rinci dan terpecaya serta lebih bagus lagi apalagi dapat bertemu langsung mewawancari konseli sehingga mendapatkan data bukan hanya dari satu sumber.
96
C. Kata Penutup Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan bagi penulis bahwa pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Bagaimanapun, penulis merasa telah belajar banyak dari pengalaman selama proses penyelesaian penyusunan skripsi ini, yang tentu saja akan sangat berguna dan bemanfaat bagi perkembangan kehidupan intelektual penulis dimasa depan. Skripsi ini merupakan hasil optimal yang dapat penulis usahakan dengan penuh perjuangan, pengorbanan dan usaha keras sendiri, penulis telah mencurahkan segenap kemampuan untuk menghasilkan yang terbaik. Namun penulis juga menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis terlebih lagi untuk skripsi ini yang ditulis oleh seorang yang dalam proses berlatih dan belajar. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, sebagai manusia biasa tentu masih banyak kesalahan, kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi usaha-usaha perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya sekali lagi penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu proses penyelesaian penyusunan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya maupun bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wachid, Pengalaman Korban Perempuan Menghadapi Kekerasan dalam Pacaran, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora, 2013. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islam (Teori dan Praktik), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Dadang Hamdun, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2013. Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Rosdakarya, 2010. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985. Erham Wilda, Konseling Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Hadi, M. S. dan Aminah, S., Kekerasan Dibalik Cinta, Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center, 2000. Hasan Basri, Remaja Berkualitas Problematika dan Solusinya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. http//:www.redmario.com, diakses tanggal 01 September 2014, jam.09.00. Humaidi, Peran Perlindungan Keluarga terhadap Bahaya DatingViolence di Kalangan Remaja, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum, 2011. Hurlock, E. B., Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1980. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press,2010. Leaflet, Kekerasan dalam Pacaran: Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center,tt. Leksono, Stop Kekerasan Mulai Dari Kata-Kata, Semarang: PT Sarana Pariwara, 2000. Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya, 1994. 97
98
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989. Mansour Fakih, Membincangkan Feminis Dikursus Gender Presfektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2000. Moh. Roqib, Kependidikan Perempuan, Yogyakarta: Gama Media, 2003. Mohammad Surya, Psikologi Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisy ,2003.
Mufidah CH , Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan?, Malang: Pusat Studi Gender UIN Malang Kerjasama Pilar Media Yogyakarta, 2006. Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006. Poerwandari, E. K., Kekerasan terhadap Perempuan, Jakarta: Pusat kajian Wanita dan Jender UI, 2004. Prayitno dan Erman Anti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Profil lembaga Rifka Annisa WCC Yogyakarta 2012, dokumen tidak diterbitkan. Rahmi Namirotulmma, Kekerasan Dalam Pacaran, Yogyakarta: SMU MUH II, 2001. Reprutawati A., Janji Gombal, Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center, 2000. Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006. Rifka Annisa Women’s Crisis Center,Annual Report Data Kasus terhadap Perempuan, Yogyakarta: tnp, 2007. Rifka Annisa, Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Gender, Yogyakarta: tnp, 2008. Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Kekerasan terhadap Perempuan, Yogyakarta: tnp, 2008. Rifka Annisa, “Membangun Layanan yang Berpihak: Pengalaman Rifka Annisa, dalam Belajar dari Akar Rumput: Merajut Aksi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan” Yogyakarta; Circle Indonesia, tt. Siera, S., Love Your Self! , Jakarta: PT Higina Alhdin, 2000..
99
Sukardi, Penelitian Subyek Penelitian, Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP, 1995. Tambunan, N. R, Remaja Mandiri 2, Jakarta: Arcan, 1995. Team Penyusun Read, “Menuju Gerakan Sosial untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan: Refleksi 10 Tahun Rifka Annisa”, Yogyakarta: tnp, 2003. Triana Hastutiningsih ,Persepsi Pacaran Remaja dalam Pergaulan Masyrakat Muslim (Studi Pada Siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta), Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, 2006. Wahyu Nuryani, Dating Violence di Kalangan Remaja Muslim (Studi Perilaku pada Siswa-siswi MAN Maguwoharjo Kab. Sleman Yogyakarta), Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, 2009. Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1985. WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka,1983. W. S. Ginkel dan M. M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2004. Wulyo, Gejolak Jiwa Remaja, Gresik: CV. Bintang Pelajar, tt.
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta: PT.Gunung Agung, 1975.
LAMPIRAN-LAMPIRAN Halaman depan Kantor Rifka Annisa WCC Yogyakarta
Wawancara dengan mbak fitri salah satu pengurus Rifka Annisa WCC Yogyakarta
Wawancara dengan mbak Rina selaku Konselor psikologis Rifka Annissa WCC Yogyakarta
Wawancara dengan mbak Wulan selaku Konselor Psikologis Rifka Annisa WCC Yogyakarta
Wawancara dengan Mas Agung selaku Konselor Laki-laki Rifka Annisa WCC Yogyakarta
Wawancara dengan Mbak Nurul selaku Konselor Hukum Rifka Annisa WCC Yogyakarta
Pedoman Wawancara
Untuk Pengurus: 1.
Sejak kapan berdirinya atau sejarah berdirinya Rifka Annisa WCC Yogyakarta?
2.
Apa visi, misi Rifka Annisa WCC Yogyakarta?
3.
Apa prinsip layanan konseling yang diberikan Rifka Annisa WCC Yogyakarta?
4.
Apakah yang menjadi dasar dan tujuan didirikannya Rifka Annisa WCC Yogyakarta?
5.
Bagaimana struktur organisasi kepengurusannya?
6.
Berapa jumlah pengurus dan konselor, siapa saja dan bagaimana proses pengangkatannya?
7.
Apakah kualifikasi atau kriteria yang perlu konselor miliki di Rifka Annisa WCC Yogyakarta?
8.
Bagaimana prosedur penerimaan klien?
9.
Bagaimana proses konseling berlangsung?
10. Fasilitas apa saja yang disediakan di Rifka Annisa WCC Yogyakarta ini? 11. Kapan sajakah jadwal kegiatan konseling? Dan dimana konseling dilakukan? 12. Apa saja program yang diselenggarakan oleh Rifka Annisa? 13. Jenis-jenis konseling apa saja yang digunakan oleh Rifka Annisa WCC Yogyakarta? 14. Hambatan apa saja yang selama ini ditemui? 15. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut?
Untuk Konselor Kasus Kekerasan Dalam Pacaran (KDP):
1. Siapa saja yang umumnya terkena KDP? Seperti apa gambaran umum remaja korban kekerasan dalam pacaran di Rifka Annisa WCC Yogyakarta? 2. Bagaimana proses penerimaan (acceptance) klien? 3. Hal-hal apa saja yang harus di persiapkan konselor? 4. Fasilitas atau sarana apa saja yang dibutuhkan dalam menangani kasus KDP? 5. Apa saja jenis konseling yang digunakan dalam menangani kasus KDP? 6. Bagaimana proses konseling dalam menangani kasus KDP? 7. Teknik apa saja yang diterapkan konselor dalam menangani kasus KDP? 8. Apa saja faktor-faktor penyebab KDP? 9. Apa saja jenis-jenis KDP yang pernah ditangani? 10. Apa saja dampak KDP bagi remaja itu sendiri? 11. Apa saja metode konseling yang digunakan dalam proses konseling? 12. Bagaimana konseling yang digunakan untuk mendampingi remaja korban KDP?+ data kasus KDP 13. Apakah dalam konseling konselor menggunakan layananan islami? Apa saja kalau ada? jelaskan! 14. Berapa lama intensitas klien untuk berkonsultasi dengan konselor Rifka Annisa WCC Yogyakarta? 15. Hambatan apa saja yang ditemui selama proses konseling berlangsung atau dalam melaksanakan kegiatan konseling? 16. Bagaimana upaya konselor mengatasi hambatan tersebut? 17. Fenomena menarik apa saja yang ditemui selama menangani kasus KDP?
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri Nama
: Sri Hanifah
Tempat Tanggal Lahir
: Sleman, 24 April 1992
Alamat
: Jati, RT003/RW017, Margorejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta (Jl. Magelang km 16)
Nama Ayah
: Muh Sarjiono
Nama Ibu
: Suwartiyah
B. Riwayat Pendidikan 1.
Pendidikan Formal a. TK Al-Mu’in Kemiri, Margorejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta lulus tahun 1998 b. MI Al-Islam Ngosit, Margorejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta lulus tahun 2004 c. SMP N 1 Tempel, Sleman, Yogyakarta lulus tahun 2007 d. SMK YPKK 2 Sleman, Yogyakarta lulus tahun 2010