Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Konfigurasi Geologi Bawah Permukaan Untuk Menelusuri Zona Kontaminasi di Daerah Jatinangor dan Rancaekek, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung Undang Mardiana1), Febriwan Mohamad1), M. Kurniawan Alfadli1) 1)
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
[email protected]
Abstrak Daerah Jatinangor dan Rancaekek, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, adalah salah satu contoh daerah vulkanik yang memiliki sumber daya air yang berpotensi baik. Bentuk bentang alamnya yang berupa lembah dan perbukitan merupakan suatu wilayah yang cukup baik bagi keterdapatan zona resapan (recharge zones) dan zona luahan (discharge zones) airtanah. Daerah Jatinangor dan Rancaekek termasuk ke dalam Kecamatan Cikeruh dan Kecamatan Rancaekek yang merupakan wilayah berkembang dengan instansi pendidikan beserta kapasitas mahasiswa dan masyarakat umum yang juga terus berkembang. Kampus UNPAD Jatinangor berada di bagian Utara daerah penelitian, sedangkan di bagian Selatan berkembang kawasan industri. Baik bagian Utara (hulu) maupun Selatan (hilir) menghasilkan berbagai macam limbah, yang kemungkinan akan berpengaruh terhadap kualitas air permukaan maupun air tanah dangkal. Pendekatan jenis batuan di bawah permukaan dapat didekati dengan sifat kelistrikan batuan atau tahanan jenisnya, sehingga diperoleh gambaran bentuk wadah atau geometri cekungan air tanah. Pendugaan geolistrik dua dimensi (2-D) mempunyai penetrasi kedalaman yang dangkal dengan informasi yang detil, lintasan pengukuran geolistrik 2-D dibuat tegak lurus dengan arah aliran air tanah (arah Barat-Timur) di sekitar daerah penelitian, diharapkan zona-zona kontaminasi dan sumber kontaminasinya dapat dipetakan. Kata kunci : geolistrik, sistem akifer, batuan vulkanik, kontaminasi 1. PENDAHULUAN Daerah Jatinangor dan sekitarnya, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, adalah salah satu contoh daerah vulkanik yang memiliki sumber daya air yang kemungkinan berpotensi baik. Bentuk bentang alamnya yang berupa lembah dan perbukitan merupakan suatu wilayah yang cukup baik bagi keterdapatan zona resapan (recharge zones) dan zona luahan (discharge zones) airtanah. Namun demikian, karakteristik geologi endapan vulkanik yang selalu berubah dalam jarak yang cukup dekat dan struktur geologinya yang kompleks cukup berpengaruh pada sistem aliran airtanah di wilayah tersebut. Keluarnya
airtanah ke permukaan dapat diakibatkan oleh pemotongan muka airtanah akibat kontak antara batuan permeabel dengan batuan impermeabel, dan adanya kehadiran sesar. Dalam konsep hidrogeologi, airtanah adalah salah satu komponen dalam siklus hidrologi yang berkaitan erat dengan ketersediaan air di bawah permukaan, presipitasi, infiltrasi, perkolasi, evapotranspirasi, dan aliran air di permukaan (surface run-off). Secara konseptual, kondisi kawasan resapan dan luahan dapat diidentifikasi melalui penelitian sebaran mata air pada suatu wilayah. Dalam hal ini pemahaman tentang kondisi potensi kawasan resapan 45
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
dan sifat aliran airtanahnya, terutama dari kawasan resapan menuju daerah luahan, sangat dibutuhkan. Informasi keberadaan akifer dapat didekati melalui studi terintegrasi bidang keilmuan hidrogeologi dan geofisika. Cara ini adalah merupakan salah satu metode yang umum digunakan dalam eksplorasi mencari lapisan pembawa airtanah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai susunan dan keberadaan batuan akifer berdasarkan informasi geologi, nilai tahanan jenis batuan, serta parameter kimia dan fisika air tanah bawah permukaan, dan dapat digunakan untuk menelusuri keberadaan 2. DASAR TEORI P.H Silitonga (1973), dalam Peta Geologi Lembar Bandung, telah menguraikan geologi wilayah studi dan sekitarnya secara regional. Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa batuan yang tersingkap di wilayah studi hanya terdiri dari satu satuan geologi yaitu produk gunungapi muda / young Volcanic product (Qyu) yang merupakan endapan gunungapi muda yang tak teruraikan satuan ini terdiri atas pasir tufaan, lapilli, breksi, lava, dan aglomerat. Sebagian berasal dari Gunung Tangkubanparahu dan sebagian dari Gunung Tampomas. Dapat terlihat antara Sumedang dan Bandung, batuan ini membentuk datarandataran kecil dan bagian-bagian yang rata dengan bukit-bukit rendah yang tertutup oleh tanah yang berwarna abu-abu kuning dan kemerah-merahan, batuan-batuan ini termasuk ke dalam Batuan Gunungapi yang berumur Kuarter. Secara umum daerah Jatinangor memperlihatkan topografi perbukitan dengan elevasi terendah sekitar 700 mdl dan elevasi tertinggi sekitar 1812,5 mdpl. Titik puncak elevasi tertinggi berada di
Gunung Manglayang yang berada di baratlaut daerah penelitian. Sementara elevasi terendah terdapat di Selatan daerah penelitian yaitu pada daerah Cikeruh. Berdasarkan kondisi topografi, sifat litologi, analisis morfometri, morfografi, dan morfogenetik di daerah penelitian, maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi yaitu: 1. Satuan geomorfologi kaki gunungapi. 2. Satuan geomorfologi lereng gunungapi. 3. Satuan geomorfologi puncak gunungapi
Gambar 1. Peta geologi regional daerah penelitian, sebagian dari Peta Geologi Lembar Bandung (modifikasi dari P.H. Silitonga, 1973) Secara stratigrafi daerah Jatinangor dibagi ke dalam lima satuan dengan kemunculan paleo soil sebagai kontak ketidakselarasan serta terhentinya suatu hubungan stratigrafi yang khas dan terjadi perubahan sifat fisik litologi. Hubungan stratigrafi antar masing-masing satuan bersifat menjemari. Pada awalnya satuan breksi jatuhan piroklastik di kala Pleistosen Tengah terendapkan paling bawah dan pada bagian timur dibatasi oleh sesar Cikeruh. Hampir bersamaan 46
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
terendapkan pula satuan breksi sisipan lava di bagian timur satuan breksi jatuhan piroklastik yang dibatasi oleh sesar Cikeruh. Pada kala Pleistosen atas terendapkan satuan breksi jatuhan piroklastik 1 yang menindih satuan breksi jatuhan piroklastik 2. Hampir secara bersamaan pula pada bagian timur satuan breksi jatuhan piroklastik 1 terendapkan satuan aglomerat dan dibatasi oleh sesar Cikeruh. Pada kala Pleistosen atas sampai holosen terendapkan satuan breksi aliran piroklastik. Satuan ini merupakan satuan termuda dalam daerah penelitian. Dalam posisi stratigrafinya satuan ini terdapat pada elevasi teratas dan menindih satuan breksi jatuhan piroklastik 1. Berdasarkan Peta Hidrogeologi Regional Indonesia Lembar Bandung, yang disusun oleh Soetrisno S (1983), cekungan airtanah daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 (dua) wilayah, yaitu wilayah airtanah dengan luah sumur kurang dari 5 liter/detik dengan keterdapatan akifer produktifitas sedang serta penyebaranya yang cukup luas, akifer dengan keterusan sangat beragam, kedalaman muka airtanah pada umunya dalam, debit sumur umumnya kurang dari 5 liter/detik.
Gambar 2. Peta Hidrogeologi Regional Daerah Penelitian, sebagian dari Lembar Bandung (modifikasi dari Soetrisno S., 1983) Wilayah ini menempati bagian Selatan daerah studi dengan luasan ± 60% Wilayah kedua adalah wilayah airtanah yang pada beberapa tempat merupakan akifer produktif, akifer dengan keterusan sangat beragam pada umumnya airtanah dangkal di wilayah ini tidak dimanfaatkan karena kedudukan muka airtanahnya cukup dalam, wilayah ini pada beberapa tempat ditemui mataair, wilayah ini menempati bagian Utara daerah studi dengan luasan ± 40%. Kedua wilayah ini tersusun dari endapan volkanik tak teruraikan yang merupakan endapan gunung api muda terdiri dari campuran endapan gunungapi lepas dan padu dengan permeabilitas batuan rendah sampai sedang. Metoda geolistrik adalah pengukuran arus bawah permukaan sepanjang lintasan elektroda, sehingga memungkinkan untuk untuk menggambarkan nilai efektif 47
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
resistivitas di bawah permukaan (Telford, Geldart, dan Sheriff, 1996). Pendugaan geolistrik dilakukan dengan mempertimbangkan aspek morfologi, geologi serta hidrologi sebagai hasil dari studi yang telah dilakukan sebelumnya pada tahap persiapan. Parameter data yang diperoleh dari hasil pengukuran geolistrik berupa harga arus (mA) dan harga potensial (mV), dengan menggunakan hukum Ohm maka akan diperoleh harga tahanan jenis () setelah terlebih dahulu dikoreksi oleh faktor jarak (k). Survei geolistrik dilakukan pada 15 lintasan menggunakan teknik dua dimensi (2-D), dengan konfigurasi Dipole-dipole dan Wenner-Sclumberger. Panjang lintasan pengukuran adalah 155 meter, dengan jumlah elektroda (channel) yang digunakan adalah 32 elektroda dan spasi antar elektroda 5 meter.
mengandung banyak butiran lempung dan jika tanah mepunyai (PI), rendah ,seperti lanau , sedikit penurangan kadar air berakibat tanah menjadi kering. 3. HASIL PENELITIAN Analisis Geologi Pengumpulan data primer untuk mengetahui gambaran geologi di daerah penelitian meliputi penelitian jenis batuan, kontak litologi, dan struktur geologi.. Secara Morfologi daerah penelitian merupakan bagian dari kaki gunung Manglayang yang merupakan perbukitan bergelombang yang memanjang relatif Utara Selatan, dengan aliran sungai Cibeusi bagian Barat, Sungai Cileles dengan anak Sungai Cikeuyeup berada di bagian tengah, dan Sungai Cikeruh dibagian Timur. Secara statigrafi, lingkungan Jatinangor disusun oleh material vulkanik yang berumur Pleistosen Tengah hingga Pleistosen Akhir yang merupakan hasil erupsi Gunung Tangkuban Perahu (Qot, Qmt, Qyt) dan hasil erupsi Gunung Tampomas (Qts, Qys).
Gambar 3. Skema pengukuran tahanan jenis 2- Dimensi dengan metoda WennerSchlumberger Plastisitas tanah adalah kemampuan butir-butir tanah halus untuk mengalami perubahan bentuk tanpa terjadi perubahan volume atau pecah. Tidak semua jenis tanah mempunyai sifat plastis. Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika tanah mempunyai (PI) tinggi, maka tanah
Gambar 4. Penampang tiga dimensi daerah penelitian (tanpa skala)
48
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Batuan ini dapat dikelompokan ke dalam 5 satuan batuan yang tersusun dari tua ke muda : Satuan Breksi Sisipan Lava (Qot) berumur plistosen tengah menjemari dengan satuan Aglomerat (Qts); Satuan Aglomerat (Qts) berumur Plistosen Tengah. Satuan Breksi Piroklastik 2 (Qmt) berumur Plistosen Akhir yang menjemari dengan breksi jatuhan piroklastik (Qmt); Satuan Breksi jatuhan Piroklastik 1 (Qys) berumur Pleistosen Akhir, dan Satuan breksi aliran piroklastik (Qyt) berumur Pleistosen Akhir. Struktur Geologi yang berkembang berupa sesar normal mendatar yang berarah relatif berarah Utara - Selatan dan Barat Laut - Tenggara. Pada daerah penelitian hanya terdapat beberapa struktur kekar yang nampak di lapangan. Analisis struktur geologi pada daerah penelitian dilakukan berdasarkan interpretasi kenampakan peta DEM, rekonstruksi penampang geologi x-y, analisis kekar, dan intepretasi blok diagram dari hasil pengukuran pendugaan geolistrik. Intepretasi kenampakan peta DEM daerah penelitian dilakukan dengan menganalisis kelurusan lembah, kelurusan sungai, rekonstruksi penampang vertikal serta pengolahan data kekar dari lapangan. Beberapa struktur geologi yang berkembang meliputi sesar Cikeruh, sesar Hegarmanah, sesar Cikeuyeup, dan sesar Cileles.
Gambar 5. Kenampakan kelurusan pada Peta DEM di daerah penelitian. Analisis Data Geolistrik Pengukuran geolistrik 2-D dilakukan dengan melihat posisi buangan air dari tiap gedung fakultas serta arah aliran air buangan di kampus UNPAD Jatinangor. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka pengukuran dilakukan pada tiga blok di daerah penelitian yaitu: a. Blok Barat atau sebelah Barat dari gedung-gedung yang ada dengan arah lintasan Barat - Timur dan arah aliran air buangan umumnya kearah Barat daya atau kearah lembah yang bermuara ke cek-dam UNPAD. b. Blok Timur dimana buangan air limbah mengalir ke arah tenggara yang masuk ke lembah aliran Sungai Cileles, arah lintasan pengukuran Barat – Timur. c. Blok Tengah yang merupakan punggungan dan batas antara blok Barat dan blok Timur , lintasan pengukuran geolistrik dibuat berarah Utara – Selatan.
49
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
rendah serta menengah ditemukan sejak permukaan hingga kedalaman dangkal. Sementara batuan dengan resistivitas tinggi ditemukan pada kedalaman lebih dari 30 meter di bawah permukaan setempat.
Gambar 6. Sebaran lintasan pengukuran geolistrik di daerah penelitian Hasil pengolahan data lapangan serta penampang tahanan jenis dikorelasikan dengan keadaan geologi setempat, menunjukkan bahwa lapisan batuan di daerah penyelidikan umumnya berasal dari endapan vulkanik dan dapat dikelompokan berdasarkan kisaran nilai tahanan jenis. Secara umum daerah penelitian menunjukkan kisaran nilai tahanan jenis antara 5 Ωm hingga 450 Ωm.
Gambar 7. Salah satu penampang tahanan jenis (Line-1) setelah dikoreksi topografi
Penampang-penampang pada blok daerah penelitian menunjukkan sebaran batuan yang berkembang di daerah penelitian. Batuan dengan tahanan jenis
Gambar 8. Penampang tahanan jenis pada blok Barat daerah penelitian Intepretasi dari penampang tahanan jenis pada beberapa kedalaman menunjukkan pengelompokan paket batuan berdasar keseragaman pola persebaran tahanan jenis serta adanya hubungan persebaran lapisan-lapisan batuan yang cenderung menerus baik ke arah permukaan maupun ke bawah permukaan. Pada daerah penelitian ditemukan adanya perbedaan populasi nilai tahanan jenis. Perbedaan masing-masing populasi tersebut memperlihatkan posisi penyebaran batuan yang unik. Populasi yang diapatkan adalah sebanyak empat kelompok dengan karakter masingmasing. Ke-empat kelompok tersebut adalah: 1. Paket ke-1 merupakan batuan yang memiliki tahanan jenis lebih dari 200 Ωm (permukaan). Ditemukan secara sporadis di permukaan. Diinterpretasikan sebagai breksi jatuhan piroklastik butiran dan keras, bersifat kedap terhadap air.
50
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
2. Paket-2 merupakan batuan yang memiliki tahanan jenis antara 1-60 Ωm. Diinterpretasikan sebagai batuan atau lapisan tanah yang berbutir kasar dan dapat menyerap air. Mendominasi bagian permukaan di daerah penelitian, diperkirakan berupa Tufa kasar. 3. Paket-3 merupakan batuan yang memiliki tahanan jenis 61-90 Ωm. Diinterpretasikan sebagai batuan atau yang berbutir kasar dan dapat menyerap air. Diperkirakan memiliki litologi Tufa lapilli. 4. Paket-4 merupakan batuan yang memiliki tahanan jenis lebih dari 91 Ωm. Diperkirakan merupakan batuan yang berbutir halus dan bersifat kedap air.
Gambar 9. Kelompok batuan berdasar nilai tahanan jenis pada Line-1 Berdasar beberapa penampang kelompok paket batuan tersebut dapat ditarik suatu penampang gabungan berarah relatif Barat Laut - Tenggara (AB) yang menggambarkan bentuk dan tebal perlapisan batuan (Gambar 10). Selain itu juga ditarik suatu garis bidang patahan yang diperkirakan berada di daerah penelitian. Kawasan kampus Unpad Jatinangor berada pada segmen tengah hingga Selatan pada penampang tersebut.
Gambar 10. Penampang interpretasi paket batuan berarah Barat Laut - Tenggara di Jatinangor Penampang tahanan jenis dan kelompok batuan memperlihatkan bahwa paket batuan 2 (1-60 Ωm) mendominasi tipe tanah dan batuan pada kedalaman dangkal di daerah penelitian. Paket batuan 2 dengan litologi berupa berbagai jenis tanah dan tufa kasar diperkirakan dapat menjadi wadah bagi penyebaran kontaminasi di daerah penelitian. Hal ini diprediksi dari nilai tahanan jenis dan hubungannya dengan porositas serta sebaran paket tersebut. Pengukuran nilai tahanan jenis dari sampel tanah pada beberapa titik yang berdekatan dengan sungai maupun sumur air dangkal di daerah penelitian turut dilakukan. Berdasar peta zonasi tanah (soil) kawasan Jatinangor dan sekitarnya (Irvan Sophian, dkk, 2015), jenis tanah di daerah penelitian terdiri atas Tanah lempung plastisitas rendah, Tanah lempung-lanau plastisitas tinggi dan Tanah lanau plastisitas rendah. Kelompok tanah di daerah penelitian berdasarkan nilai tahanan jenisnya dibagi menjadi : 1. Tanah lempung plastisitas rendah dengan nilai tahanan jenis antara 1- 30 Ωm. 2. Tanah lempung-lanau plastisitas tinggi dengan nilai tahanan jenis antara 31-55 Ωm. 51
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
3. Tanah lanau plastisitas rendah dengan nilai tahanan jenis lebih dari 55 Ωm.
Gambar 11. Penampang sebaran tanah blok Barat daerah penelitian dengan arah Barat Laut – Tenggara (A-A‟). Gambar 10. Peta sebaran tanah bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis di daerah penelitian.
Gambar 10 menunjukkan peta sebaran tanah di daerah penelitian dari permukaan hingga kedalaman 6 meter berdasarkan nilai tahanan jenis. Peta sebaran tanah tersebut menunjukan bahwa ketiga jenis tanah dapat ditemukan pada berbagai kedalaman, dengan dominasi tanah lempung plastisitas rendah. Arah penyebaran relatif tipe tanah lempung tersebut adalah Barat Laut – Tenggara. Tanah lempung plastisitas rendah mendominasi bagian Barat penelitian pada berbagai kedalaman. Tanah lempung lanau plastisitas tinggi ditemukan mendominasi di bagian Utara- dan Selatan pada permukaan hingga kedalaman 6 meter. sedangkan tanah lanau plastisitas tinggi ditemukan di bagian Selatan daerah penelitian (Gambar 11).
Blok Barat daerah penelitian secara umum ditutupi oleh lapisan tanah dengan indeks plastisitas rendah. Tanah lempung plastisitas rendah ini disusun oleh mineral lempung illite. Jenis tanah ini bersifat meloloskan air dan tidak dapat menyimpan air untuk periode waktu yang lama. Nilai tahanan jenis yang rendah menunjukkan bahwa blok Barat didominasi oleh tanah dan batuan yang cenderung bersifat porus dan permeabel. Dengan demikian, pada blok Barat lapisan tanah dapat menyerap air yang terkontaminasi dan meneruskannya mengikuti pola aliran akifer dangkal yang dipengaruhi kondisi topografi.
Gambar 12. Penampang sebaran tanah blok Timur daerah penelitian dengan arah Barat Laut – Tenggara (A-A‟). 52
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Blok Timur daerah penelitian ditutupi oleh lapisan tanah lempung-lanau dengan indeks plastisitas tinggi. Jenis tanah lempung ini disusun memiliki kandungan mineral montmorillonite yang tinggi. Jenis tanah ini bersifat menyerap air dan memiliki kemampuan untuk mengembang (swelling) yang tinggi. Nilai tahanan jenisnya menunjukkan bahwa blok Timur didominasi oleh tanah dan batuan yang cenderung bersifat lebih padu dan impermeabel dibandingkan blok Barat. Dengan demikian, pada blok Timur lapisan tanah dapat menyerap air yang terkontaminasi dan menyimpannya dalam periode waktu yang lama. PENUTUP Pengumpulan data primer berupa informasi geologi, tahanan jenis dan sifat tanah telah dilakukan pada daerah penelitian di kawasan Kampus UNPAD Jatinangor dan sekitarnya. Analisis geofisika dengan metode geolistrik tahanan jenis 2 Dimensi menunjukkan bahwa secara umum batuan di daerah penelitian memiliki kisaran nilai tahanan jenis antara 5 Ωm hingga 450 Ωm yang dapat dibagi ke dalam 4 paket batuan Paket batuan 1 ( > 200 Ωm) dan 4 (1 << 60 Ωm) merupakan kelompok yang mendominasi permukaan dan lapisan kedalaman dangkal di daerah penelitian. Tahapan selanjutnya dalam penelitian menunjukkan hubungan antara jenis tanah dan sifat plastisitasnya dengan nilai tahanan jenis. Tiga kelompok jenis tanah yaitu Tanah lempung plastisitas rendah (130 Ωm), Tanah lempung-lanau plastisitas tinggi (31-55 Ωm) dan Tanah lanau plastisitas rendah (>55 Ωm) dapat ditemui di daerah Jatinangor dan sekitarnya. Kelompok tanah lempung dengan indeks plastisitas tinggi mendominasi blok Timur daerah penelitian. Jenis tanah ini
mampu menyerap dan berinteraksi dengan air serta dapat mengembang (swelling) apabila terisi oleh air. Air yang terkontaminasi dapat terserap dan tersimpan dalam akifer dangkal yang di permukaannya ditutupi oleh jenis tanah ini. Blok Timur daerah penelitian perlu menjadi perhatian dalam kaitannya dengan pembangunan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) kampus UNPAD Jatinangor. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam program pengembangan kampus Jatinangor menjadi kawasan EcoCampus UNPAD. DAFTAR PUSTAKA [1]. Fetter, Jr. C.W., 1980. Applied hydrogeology. Bell and Howell Company, Colombus, Ohio, p.488 [2]. Karanth, A., 1987. General Range of Electrical Resistivities of Common Rock and Water. [3]. Koefoed, O., 1982. Geosounding Principles 1 – Resistivity sounding Measurements (Methods in Geochemistry and Geophysics, 14 A), Elsevier Science Publishing Company Inc., New York, Second Impression, [4]. Loke, M.H., 2004, Tutorial 2D-3D Electrical Imaging Surveys, www.geoelectrical.com [5]. Panjie Wiranegara, 2011, Karateristik Akifer Daerah Jatinangor, Skripsi FTG tidak dipublikasikan, UNPAD. [6]. Reynolds, J. M., 1997, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley and Sons, New York.
53
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
[7]. Silitonga, P.H., 1973, Peta gelogi regional lembar Bandung, Badan Geologi Bandung.
[8]. Soetrisno, S., 1983, Peta hidrogelogi regional lembar Bandung, Badan Geologi Bandung.
54