Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
KONDISI TUBUH KERBAU DALAM MASA PACEKLIK PAKAN DI KABUPATEN ROTE NDAO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (Buffalo Body Condition During Drought Periode in Rote Ndao, NTT) RIDHWAN A.B. TALIB Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur
ABSTRACT A reseach was done in Rote Ndao district, NTT to obtain the information of buffalo body condition during drought condition in October – November 2009. This information will be used by government to improve the body condition. The survey was done in Busalangga since buffalo population here is quite high. Some group of buffalo in the grazing area were observed, and their body condition were made based on the range of 1 (very lean) – 9 (very fat). Some of them were photographed for documentation purpose. Other observation was done on grazing area condition and feed additive given in the barn. Data obtained was analyzed descripyively. Result showed that body condition of buffalo observed (150 heads) both male and female were in the range of 1 – 3, which was very lean up to lean. In October, water was very scarse and in November was even worse, and standing hay was the only forage available. The belly of all the existing buffalo were swollen since they drank a lot. Forage from trees was only given once in a while. It is recommended that concentrate should be given during drought condition to prevent body weight lost. Keys Words: Buffalo, Drought Periode, Body Condition Score ABSTRAK Suatu penelitian telah dilaksanakan di Kabupaten Rote Ndao, NTT, untuk memperoleh gambaran kondisi tubuh ternak kerbau dalam masa paceklik pakan, bulan Oktober – November 2009. Gambaran kondisi tubuh tersebut akan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah maupun peternak dalam upaya intervensi pakan padat gizi agar paling tidak memperlambat perubahan kondisi tubuh. Survei ini telah dilaksanakan dalam Kecamatan Rote Barat Laut (Busalangga) yang terpilih secara purposive dengan pertimbangan merupakan salah satu kecamatan dengan populasi kerbau terbanyak. Beberapa kelompok kerbau (digembalakan) menjadi target pengamatan, kemudian dibuat skor kondisi tubuh berdasarkan standar pada sapi betina dengan kisaran 1 (sangat kurus) – 9 (sangat gemuk) yang diadaptasi serta sebagian diambil gambarnya untuk kepentingan dokumentasi. Data pendukung lainnya adalah kondisi padang gembala saat itu serta pakan tambahan yang diberikan pada kerbau-kerbau tersebut ketika kembali kekandang pada malam hari. Analisis data menggunakan analisis deskriptis statistika sederhana yaitu persentase. Hasil penelitian menunjukan bahwa skor kondisi tubuh semua kerbau yang diamati (150 ekor), baik jantan maupun betina, berada pada kisaran skor 3-2- dan 1 (100%). Skor kondisi tubuh ini adalah skor untuk kondisi tubuh kurus sampai sangat kurus. Pada bulan Oktober air sangat kurang dan pada bulan November semua embung dan danau buatan kering (puncak musim panas), yang tersisa hanya mata air, semua rumput mengering dan yang tersisa hanya standinghay. Semua perut ternak kerbau (dewasa maupun anak) kelihatan mengembung (seperti ternak bunting tua) karena diisi air minum yang banyak. Ternak hanya sesekali diberikan pakan tambahan berupa dedaunan dari pepohonan yang telah biasa dimakan oleh ternak. Disarankan untuk mengintervensi pakan padat gizi pada masa paceklik agar dapat memperlambat penurunan skor kondisi tubuh. Kata Kunci: Kerbau, Masa Paceklik, Kondisi Tubuh
65
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
PENDAHULUAN Peternak di Kabupaten Rote Ndao umumnya memelihara ternaknya masih menganut pola ekstensif tradisional dan bersifat subsisten. Oleh karenanya sebagian besar kebutuhan pakan ternak (khususnya ruminansia) pada umumnya masih tergantung pada alam, dengan memanfaatkan berbagai lahan yang ada. Sementara itu, yang menggunakan hijauan hasil penanaman dan konsentrat masih sangat terbatas, karena petani belum serius mengembangkan tanaman pakan ternak. Jenis ternak yang diusahakan di Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2007 adalah ruminansia besar, yaitu sapi, kerbau dan kuda, masingmasing 15.107, 10.727 dan 4.492 ekor. Ruminansia kecil terdiri dari kambing, domba dan babi berturut-turut 32.748, 20.208 dan 64.773 ekor. Disamping itu juga diusahakan ternak unggas yakni ayam buras dan itik sebesar 113.797 dan 278 ekor. Padang penggembalaan merupakan sumber hijauan yang paling utama bagi usaha peternakan kerbau (ruminansia) di Rote Ndao. Beberapa lokasi lain diantaranya adalah lahan usaha tani (persawahan/tegalan/ladang/ perkebunan), lahan pekarangan, pinggir jalan, lahan tidur dan semak belukar, serta kawasan hutan. Padang rumput alam yang biasa digunakan untuk menggembalakan ternak di Kabupaten Rote Ndao seluas 17.556 ha. Lahan ini umumnya merupakan lahan komunal dengan daya dukung yang rendah karena ketersediaan pakan yang sangat terbatas dan bahkan tidak ada sama sekali pada musim kemarau (Mei – Desember). Bulan Oktober – November merupakan puncak musim kemarau dan merupakan masa paceklik pakan. Biasanya dalam bulan Desember sudah mulai hujan 1 – 2 kali. Kekurangan pakan, terutama dalam masa paceklik akan mempengaruhi kondisi tubuh kerbau. Kondisi tubuh akan mengalami perubahan sepanjang tahun. Perubahan sangat besar terjadi terutama dalam masa paceklik pakan menjelang akhir musim kemarau. Variasi kondisi tubuh memiliki beberapa implikasi yang harus diperhatikan dalam manajemen karena kondisi tubuh berhubungan sangat erat dengan tampilan reproduksi. Lama estrus dan produksi susu berhubungan kondisi
66
tubuh induk saat beranak. Services per conception dan interval beranak berhubungan dengan kondisi tubuh pada saat kawin. Persentase masa kosong, interval beranak hingga kawin lagi, produksi susu induk dan bobot sapih anak berhubungan erat dengan kondisi tubuh induk pada saat beranak dan perkawinan. Hubungan kondisi tubuh dengan berbagai sifat reproduksi yang sangat erat itulah yang menjadi pendorong dilaksanakannya penelitian tentang Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui skor kondisi tubuh kerbau selama masa paceklik pakan, bulan Oktober – November, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan oleh stake holder guna intervensi dengan pakan padat gizi. Manfaat penelitian, jika kondisi tubuh ternak – ternak cukup gemuk, maka intervensi dengan pakan padat gizi akan lebih murah karena hanya membutuhkan high-protein suplement plus mineral dan vitamin dalam jumlah yang tidak terlalu banyak; jika ternak kurus, maka intervensi pakan padat gizi akan lebih mahal karena membutuhkan high-energy suplement dengan 12 – 16% protein plus mineral dan vitamin dalam jumlah yang cukup banyak untuk paling tidak memperlambat reduksi kondisi tubuh dan pregnancy rates. MATERI DAN METODE Penelitian berupa survei ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2009 untuk mempelajari skor kondisi tubuh kerbau di Kabupaten Rote Ndao. Kecamatan Rote Barat Laut (Busalangga) terpilih secara purposif sebagai lokasi pengambilan data karena memiliki ternak kerbau yang cukup banyak serta kemudahan. Jumlah ternak yang diamati dalam penelitian ini sebanyak 150 ekor yang terdiri dari 120 ekor betina dan 30 ekor jantan. Skor kondisi tubuh ditetapkan berdasarkan adaptasi skor kondisi tubuh sapi betina dari HERD dan SPROT, (1986). Kriteria skor kondisi tubuh tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Skor 1: Tulang pundak, rusuk, punggung, hooks dan pins nampak jelas. Hanya sedikit jaringan otot dan lemak. (sangat – sangat kurus/emaciated)
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
Skor 2: Ada sedikit jaringan otot di bagian hindquarters. Nampak jaringan lemak tapi tidak banyak. Ruang antar spinous process dengan mudah terlihat. (sangat kurus/very thin) Skor 3: Lemak mulai menutup loin, punggung dan foreribs. Spinous process dengan mudah teridentifikasi. (kurus/thin) Skor 4: Foreribs mulai tidak terlihat. Transverse spinous process hanya dapat diidentifikasi dengan palpasi. Jaringan lemak dan otot tidak begitu banyak tapi bertambah padat. (agak gemuk/borderline) Skor 5: Rusuk masih dapat dilihat tapi sudah hapir tidak nampak. Tiap sisi dari pangkal ekor mulai berisi tapi belum tertutup rapat. (gemuk/optimal/moderate) Skor 6: Rusuk sudah tidak dapat dilihat. Perototan di Hindquarters sudah penuh. Lemak menutupi pangkal ekor dan menutup foreribs pula. (gemuk/good) Skor 7: Spinous process hanya dapat diketahui dengan cukup keras menekan. Jaringan lemak sekitar pangkal ekor semakin luas. (gemuk/very good) Skor 8: Tampilan ternak nampak halus dan padat (blocky); struktur tulang sulit diidentifikasi. Jaringan lemak menutup secara merata. (sangat gemuk/fat) Skor 9: Struktur tulang sulit diidentifikasi dan jaringan lemak sangat luas dan tebal (sangat gemuk/very fat)
Data skor kondisi tubuh yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif nilai persentase (%). HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya ternak Populasi Berdasarkan kondisi populasi menurut jenis ternak, dapat dijelaskan bahwa pengembangan peternakan di Kabupaten Rote Ndao
seyogianya diarahkan kepada jenis ternak yang telah beradaptasi dengan kondisi masyarakat serta disesuaikan dengan ketersediaan potensi sumberdaya alam wilayah tanpa melupakan aspek keamanan lingkungan dan estetika. Struktur populasi Struktur populasi ternak di Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 2 dan 2a dan struktur populasi dan sex rasio pada Tabel 3. Nampak bahwa terdapat kecenderungan ternak dewasa berkelamin betina memiliki porsi lebih besar. Hal ini terjadi karena ternak jantan kebanyakan dijual sebagai ternak potong lokal, pedagangan antar pulau atau kegiatan adat seperti perkawinan dan kematian. Rasio populasi ternak ruminansia muda: dewasa umumnya adalah sekitar 30 : 70, dimana sex rasio jantan betina ternak muda sekitar 1 : 1 dan dewasa 1 : > 3. Sementara itu rasio populasi kerbau muda dan dewasa adalah 30 : 70 dengan sex rasio kerbau jantan betina muda 1 : 1,15 dan dewasa 1 : 3,75. Sex rasio ternak dewasa ini sangat baik dan memungkinkan semua ternak betina dapat kawin. Kepadatan Teknis dan Kepadatan Ekonomis Ternak di Kabupaten Rote Ndao Tahun 2007 berdasarkan jumlah penduduk sebayak 110.617 orang dan luas padang penggembalaan seluas 17556 ha ditampilkan pada Tabel 4. Dari tingkat kepadatan teknis dan ekonomis diatas nampak bahwa tingkat kepadatan per km sangat rendah sehingga perlu upaya peningkatan populasi secara simultan dengan meningkatkan daya dukung lahan pakan terutama padang gembala dan tanaman pakan ternak. Dari informasi kepadatan ekonomis ini nampak bahwa ternak ruminansia, babi dan ayam dipelihara oleh banyak petani peternak karena dapat memberikan tambahan penghasilan bagi mereka.
67
68 *
2389
*
Rote Barat Laut 10727
351
1966
4492
*
2043
546
646
367
262
628
Kuda
32748
*
9118
2723
4498
6002
2240
8168
Kambing
20208
*
3570
3587
1789
4308
3440
3513
Domba
4283 10824
*)
1882
1245
2097
3002
1600
998
Dewasa
Sapi
3221
*)
462
128
594
695
160
1182
Muda
1178
*)
476
164
181
98
55
214
Muda
3315
*)
1578
382
465
269
207
413
Dewasa
Kuda
*) Data masih tergabung dengan kecamatan induk (Rote Barat Daya dan Rote Barat Laut)
7506
*)
1525
223
1373
1429
495
2461
Dewasa
Kerbau
Sumber: BIRO PUSAT STATISTIK NUSA TENGGARA TIMUR (2007)
Kabupaten Rote Ndao
*)
507
Rote Barat Laut
Rote Barat
591
Rote Timur
857
Lobalain
1141
653
Pantai Baru
Rote Tengah
534
Muda
Rote Barat Daya
Kecamatan
Tabel 2. Struktur populasi ternak di Kabupaten Rote Ndao tahun 2007 (ekor)
11057
*)
3000
834
1497
1770
772
3183
Muda
21691
*)
6118
1888
3001
4231
1468
4984
Dewasa
Kambing
- = Tidak ada data, * = Data masih tergabung dengan kecamatan induk (Rote Barat Daya dan Rote Barat Laut) Sumber: BIRO PUSAT STATISTIK NUSA TENGGARA TIMUR (2007)
Kabupaten Rote Ndao
15107
1836
Rote Barat
1987
3238
Rote Tengah
Rote Timur
655 2123
2253
3859
3644
Pantai Baru
1532
Rote Barat Daya
Kerbau
Lobalain
Sapi
Kecamatan
Tabel 1. Populasi ternak di Kabupaten Rote Ndao menurut Kecamatan Tahun 2007
5832
*)
1029
1038
601
957
942
1266
Muda
64773
*
11766
2845
10184
11272
4407
24299
Babi
14375
*)
2541
2548
1188
3352
2498
2248
Dewasa
Domba
28721
*)
4526
1309
4777
4459
2012
11639
Muda
113797
-
-
-
-
-
-
-
AyamBuras
36052
*)
7240
1536
5408
6813
2395
12661
Dewasa
Babi
278
-
-
-
-
-
-
-
Itik
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
35 32 21 *) 28
Rote Tengah
Rote Timur
Rote Barat Laut
Rote Barat
Kabupaten Rote Ndao 72
*)
79
68
65
78
71
65
Dewasa
Sapi
30
*)
23
36
30
33
24
32
70
*)
77
64
70
67
76
68
Dewasa
Kerbau Muda
26
*)
23
30
28
27
21
34
Muda
74
*)
77
70
72
73
79
66
Dewasa
Kuda
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN PROPINSI NTT, 2007 (diolah kembali) *) Data masih tergabung dengan kecamatan induk (Rote Barat Daya dan Rote Barat Laut)
29 22
Pantai Baru
Lobalain
35
Muda
Rote Barat Daya
Kecamatan
Tabel 2a. Struktur populasi ternak di Kabupaten Rote Ndao tahun 2007 (%)
34
*)
33
31
33
29
34
39
66
*)
67
69
67
71
66
61
Dewasa
Kambing Muda
29
*)
29
29
34
22
27
36
71
*)
71
71
66
78
73
64
Dewasa
Domba Muda
44
*)
38
46
47
40
46
48
Muda
56
*)
62
54
53
60
54
52
Dewasa
Babi
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
69
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
Tabel 3. Struktur populasi dan sex ratio ternak di Kabupaten Rote Ndao Tahun 2007
Sex Ratio
Struktur populasi
Jenis ternak
Muda
Dewasa
Muda
Dewasa
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Sapi
1878
2405
2538
8286
1,28
3,26
Kerbau
1496
1725
1581
5925
1,15
3,75
Domba
2549
3283
3484
10891
1,29
3,13
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN PROPINSI NTT, 2007 (diolah kembali)
Tabel 4. Kepadatan teknis dan kepadatan ekonomis ternak di Kabupaten Rote Ndao 2007 Jenis ternak
Kepadatan teknis*)
Kepadatan ekonomis**)
Sapi
0,86
136,57
Kerbau
0,61
96,97
Kuda
0,26
40,61
Kambing
1,87
296,05
Domba
1,15
182,66
Babi
3,69
585,56
Ayam Buras
6,48
1028,75
Itik
0,02
2,51
*) Kepadatan teknis (ekor/km): Perbandingan antara populasi ternak dengan luas padang penggembalaan **) Kepadatan ekonomis (ekor/1000 jiwa penduduk): Perbandingan antara populasi ternak dengan jumlah penduduk setiap tahun per 1000 jiwa Sumber: STATISTIK PETERNAKAN PROPINSI NTT, (2007)
Sumberdaya pakan Padang rumput alam yang biasa digunakan untuk menggembalakan ternak di Kabupaten Rote Ndao adalah seluas 17.556 Ha. Padang rumput alam di wilayah ini tidak berbeda dengan padang rumput pada umumnya, yakni merupakan hamparan rumput yang tidak jarang diselingi oleh cukup banyak atau sedikit pohon-pohon dan perdu. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, padang rumput alam yang ada pada lokasilokasi tertentu diselingi tegakan Zizipus mauritiana, sementara di lokasi lain diselingi tegakan Schleichera oleosa, Borassus flabellifer dan Corypha gebanga. Lahan ini umumnya merupakan lahan komunal dengan daya dukung yang rendah baik oleh karena persediaan pakan yang sangat terbatas dan
70
bahkan dapat dikatakan tidak ada sama sekali pada musim kemarau (Mei – Desember). Adapun beberapa jenis rumput yang mendominasi diantaranya adalah Paspalum longifolium, Tephrosia noctiflora, Imperata cylindrica, Eragrostis sp, Paspalum sp, Themeda sp dan Cynodon dactilon. Selain itu, Alysicarpus sp dan Crotalaria sp. merupakan diantara legum yang ada, sedangkan untuk spesies gulma diantaranya adalah Chromolaena odorata, Lantana camara dan Jatropha gossypiifolia. Dari pengamatan yang telah dilaksanakan, potensi produksi padang rumput alam yang ada tidak berbeda dengan padang rumput alam di NTT pada umumnya, yakni memiliki kapasitas tampung tidak sampai 1 UT per ha. Oleh karenanya kontinuitas ketersediaan pakan yang bersumberkan padang rumput merupakan
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
masalah krusial yang selalu muncul di wilayah ini. Selain hal tersebut permasalahan lain adalah rendahnya kualitas padang rumput, yang ini tampak dari relatif rendahnya proporsi golongan leguminosa yang ada. Seharusnya, imbangan antara rumput dan leguminosa di padang rumput yang dianggap ideal adalah 60 : 40. Jenis pakan ruminansia lain yang biasa diberikan diantaranya adalah 1) jenis-jenis leguminosa pohon seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), turi (Sesbania sesban) dan gamal (Gliricidia sepium); 2) jenis-jenis pakan yang dikategorikan sebagai dedaunan seperti kayu ende (Lannea grandis), beringin (Ficus sp), “kekak” (sejenis beringin?) dan kapuk (Ceiba petandar). Limbah pertanian sebagai pakan ternak di wilayah ini bervariasi tergantung pada usaha tani dan pola tanam yang ada pada wilayah bersangkutan. Limbah dimaksudkan diantaranya adalah daun dan jerami jagung (Zea mays), jerami padi (Oryza sativa), daun dan jerami kacang tanah (Arachis sp), buah saboak (Borassus flabellifer) dan limbah usaha tani tanaman pangan lainnya. Data luas panen dan produksi pertanian tanaman pangan di Kabupaten Rote Ndao tahun 2007 disajikan pada Tabel 5 dan estimasi sebagai bahan pakan di Tabel 6. . Potensi jerami padi, jagung dan sorghum yang ada boleh dinyatakan belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani peternak sebagai pakan, karena membutuhkan sentuhan teknologi. Dilain pihak, jerami tanaman pangan lainnya telah dimanfaatkan dengan baik oleh petani peternak. Dedak padi juga telah dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan babi dan ayam serta itik. Dilain pihak, jerami tanaman pangan lainnya telah dimanfaatkan dengan baik oleh petani peternak. Dedak padi juga telah dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan babi, ayam dan itik. Skor kondisi tubuh Kondisi tubuh adalah ukuran atau indikator yang lebih baik dibandingkan dengan berat
badan atau dalam hubungannya dengan status nutrisi ternak. Ternak dengan skor kondisi tubuh tinggi pasti memiliki berat badan yang baik pula. Tapi, berat badan sendiri bukan ukuran yang baik bagi kondisi tubuh, sebab berat badan dipengaruhi oleh isi saluran pencernaan serta kebuntingan. Pada saat kondisi paceklik biasanya kondisi tubuh merosot lebih tajam daripada penurunan berat badan. Dari Tabel 7 nampak bahwa sekitar 54% kerbau baik muda maupun dewasa mengalami kemerosotan kondisi tubuhnya hingga menjadi kurus dan sangat-sangat kurus, dan sisanya (48%) kondisinya sangat kurus. Hal ini terjadi karena kondisi pakan saat itu sangat kurang, pada padang gembala baik yang tetap maupun temporer juga dapat dikatakan hanya tersisa tegakan hay saja (Gambar 1). Pada bulan-bulan ini tidak ada hujan sama sekali sehingga sumber air seperti embung dan mata air yang kecil mengering (Gambar 1). Dari 10 kelompok kerbau yang diamati, hanya 2 kelompok saja yang masih memberikan pakan tambahan berupa dedaunan seadanya pada sore hari saat kerbau-kerbau tersebut kembali kekandangnya. Hal ini juga tidak banyak menolong kemerosotan kondisi tubuh karena kekurangan enersi, protein, vitamin dan mineral. Kondisi tubuh induk yang menyusui lebih buruk daripada yang tidak menyusui kebanyakan berada dalam skor 1 dan 2, sementara kondisi anak yang disusui maupun anak lepas sapih juga tidak berbeda jauh dari kondisi tubuh ternak muda maupun dewasa. Dalam dua bulan tersebut tidak ada induk yang beranak maupun yang kawin. Hal ini disebabkan oleh kondisi tubuh yang tidak baik karena kurang gizi sehingga jantan tidak mampu menaiki betina untuk kawin serta penurunan suplai hormon reproduksi. Dalam bulan Oktober – November sulit dibedakan antara betina bunting dengan betina yang berperut kembung karena minum terlalu banyak (Gambar 2). Oleh karena itu tidak dapat diinformasikan berapa ekor betina yang sedang bunting saat itu karena data menjadi kurang akurat tanpa perabaan.
71
72 545 383
1043
1947
1367
190
662
1046
7279
Rote Barat Laut
Lobalain
Rote Tengah
Rote Selatan
Pantai baru
Rote Timur
Kabupaten 4210
292
185
58
292
37
133
Rote Barat
2419
Produksi
891
Luas
Padi
Rote Barat Daya
Kecamatan
2293
570
120
63
614
32
476
328
150
Luas
685
171
36
18
184
9
124
98
45
Produksi
Jagung
393
25
55
-
51
81
131
-
50
Luas
301
27
60
-
56
89
14
-
55
Produks i
Kacang tanah
15
4
1
-
-
-
10
-
-
Luas
44
32
8
-
-
-
4
-
-
Produksi
Kacang hijau
Luas panen (ha) dan produksi (ton)*
Tabel 5. Luas panen (ha) dan produksi (ton) pertanian tanaman pangan di Kabupaten Rote Ndao tahun 2007
18
5
4
-
7
-
1
-
1
Luas
144
40
32
-
56
-
8
-
8
Produksi
Sorghum
69
-
2
-
26
13
18
-
10
Luas
175
-
12
-
15
78
10
-
60
Produksi
Ubi jalar
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
3.620,6
2.080,34 31,82 251,12 468,7 329,38 49,88 159,1 251,12
Jerami padi
815,15
53,55 116,62 147,56 10,71 218,96 21,42 42,84 203,49
Jerami jagung
Konversi potensi limbah mengacu pada TABRANI (2006)
Kabupaten
Rote Barat Daya Rote Barat Rote Barat Laut Lobalain Rote Tengah Rote Selatan Pantai baru Rote Timur
Kecamatan
328,09
59,95 15,26 97,01 61,04 65,4 29,43
Jerami kacang tanah
54,56
4,96 9,92 39,68
Jerami kacang hijau
Potensi jenis limbah pertanian (ton)*
Tabel 6. Potensi limbah pertanian tanaman pangan di Kabupaten Rote Ndao tahun 2007
171,36
9,52 9,52 66,64 38,08 47,6
Jerami sorghum
38,50
13,20 2,20 17,16 3,3 2,64 -
Jerami ubi jalar
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
73
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
Tabel 7. Skor kondisi tubuh kerbau di Kabupaten Rote Ndao bulan Oktober – November 2010 Skor kondisi tubuh
Betina
Jantan
Muda
Dewasa
Muda
Dewasa
1
10 (7%)
23 (15%)
3 (2%)
5 (3%)
2
10 (7%)
38 (25%)
10 (7%)
11 (7%)
3
5 (3%)
22 (15%)
7 (5%)
6 (4%)
Skor kondisi tubuh 4 – 9 tidak ditemukan lagi dalam masa paceklik tersebut
Gambar 1. Kondisi Embung dan Padang Gembala Bulan Oktober – November 2009
Gambar 2. Induk - anak yang berperut kembung karena terlalu banyak minum air
Selama penelitian ini dicatat dua kali insiden kematian anak karena tidak mampu keluar dari lumpur embung yang hampir kering. Anak kerbau tersebut dibiarkan saja karena lumpur yang dalam sehingga para kekurangan enersi, protein, vitamin dan mineral. Mengkaji kondisi tubuh kerbau yang buruk sebagai akibat dari kekurangan pakan dan kekurangan air minum yang disebabkan oleh karena musim kemarau yang panjang dan kurangnya sumber air untuk tanaman pakan
74
maka perlu langkah penanganan yang terpadu. Perubahan kondisi tubuh menjadi buruk ini terjadi sepanjang musim kemarau dan pasti semakin cepat sejak pertengahan hingga akhir musim. Ini Nampak pada skor kondisi tubuh kerbau yang diamati yang hanya berkisar 1-2-3 pada akhir musim kemarau. Kerbau baru dapat bereproduksi dengan baik pada skor kondisi tubuh 4-5-6 (skor 5 yang paling baik). Akibat lanjut dari kondisi ini berimbas pada masalah reproduksi yang luas seperti rendahnya tingkat kebuntingan dan panen anak yang akhirnya
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
bermuara pada pendapatan petani peternak serta semua yang terlibat didalamnya. Langkah-langkah penangan terpadu yang perlu dilakukan untuk perbaikan antara lain: 1. Intervensi pakan padat gizi untuk menekan penurunan kondisi tersebut atau paling tidak memperlambat penurunan tersebut. 2. Jangka menengah adalah mencari sumber mata air baru, pembuatan embung baru, dan atau lubang serapan air hujan baik dipadang gembala maupun lahan pertanian lainnya serta perumahan. 3. Jangka panjang perlu upaya perbaikan padang gembala dan padang rumput temporer (sawah dan ladang bero) serta penanaman hijauan pakan ternak yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. 4. Perlu perencanaan yang matang dalam pengembangan peternakan terpadu dengan berbagai subsektor maupun sektor lain sehingga dapat meningkatkan nilai tambah, nilai guna serta dapat mensejahterakan masyarakat yang terlibat serta sekitarnya. KESIMPULAN Skor kondisi tubuh kerbau, dalam masa paceklik bulan Oktober – November, sangat kurus hingga kurus (skor 1 – 3).
Kegiatan reproduksi tidak terjadi dalam kondisi tubuh buruk seperti itu sangat merugikan secara finansial sehingga perlu upaya perbaikan. Kondisi air minum dan untuk ternak dan pakan sangat kurang sehingga perlu upaya perbaikan yang baik. Perlu informasi lengkap perubahan kondisi tubuh kerbau sepanjang musim kemarau untuk kepentingan manajemen pemeliharaan yang luas. DAFTAR PUSTAKA BIRO PUSAT STATISTIK NUSA TENGGARA TIMUR. 2007. Statistik Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang HERD, D.B. and L.R. SPROTT. 1986. Body Condition, Nutrition, and Reproduction of Beef Cows. Texas Agric. Ext. Ser. Bull. No.B – 1526. KUNKLE, WILLIAM E. and ROBERT S. SAND, 2003. Effect of Body Condition on Rebreeding. Anim. Sci. Dep., Florida Coop. Ext. Ser. Bull. No. AS51, Inst. of Food and Agric. Sci. (IFAS), Univ. of Florida, USA. TABRANI, H., 2006. Kajian Potensi Pakan dari Hasil Sampingan Pertanian dan Industri Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia di Wilayah Jawa Tengah. SPS, Institutr Pertanian Bogor, Bogor.
75