Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Provinsi Nusa Tenggara Timur1 1
1
1
1
2
2
Munasik , H. Adri , ATP. Wibowo , R. Kiswantoro , Y. Fajariyanto , H. Sofyanto 1
Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Energi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro, Semarang 2 The Nature Conservancy (TNC) Savu Project, Kupang
Abstrak Penilaian kondisi terumbu karang di TNP Laut Sawu telah dilakukan dengan metode Manta Tow meliputi 8 (delapan) wilayah kabupaten yaitu Kab. Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Tengah, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat pada bulan Mei-Juli 2011. Hasil menunjukkan kondisi terumbu karang bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali. Kondisi terumbu karang dalam kategori buruk mencapai 55,8% sedangkan kondisi terumbu berkategori sedang mencapai 39,2%, kondisi baik 4,6% dan kondisi baik sekali 0,4%. Kondisi terumbu karang yang baik umumnya terdapat di Kab. Rote Ndao seperti di Desa Tesabela Kec. Pantai Baru, Desa Onatali Kec. Rote Tengah dan Pulau Ndo’o Kec. Rote Barat. Kondisi terumbu karang terburuk di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat. Tingkat kerusakan terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu bervariasi dari rendah hingga tinggi. Kerusakan terumbu karang umumnya diakibatkan oleh sedimentasi (termasuk resuspensi), penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom, racun dan pembuangan jangkar.
Pendahuluan Perairan Laut Sawu bermakna strategis bagi pembangunan Provinsi NTT karena hampir sebagian besar Kabupaten/kota di NTT sangat tergantung pada Laut Sawu karena lebih dari 65 % potensi lestari sumberdaya ikan disumbang oleh Laut sawu. Laut Sawu juga memiliki sumberdaya terumbu karang yang luas dengan keanekaragaman spesies yang sangat tinggi di dunia serta merupakan habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 18 jenis paus, termasuk 2 spesies paus yang langka dan karismatik yaitu Paus Biru dan Paus Sperma. Beberapa pulau di wilayah tersebut teridentifikasi sebagai lokasi peneluran penyu yang termasuk dalam daftar jenis langka dan terancam punah. Menyadari akan peranan strategis perairan Laut Sawu sebagai kawasan yang penting maka atas dukungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah daerah NTT dan pemangku kepentingan terkait, telah di deklarasikan pencanangan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu pada World Ocean Conference, 13 Mei 2009 di Manado melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. KEP. 38/MEN/2009. Namun demikian informasi tentang kondisi terumbu karang, biota laut langka dan ancaman perusakan terumbu karang sangat kurang. Sebagai upaya pengembangan kawasan Taman 1
Disampaikan pada Workshop Sosialisasi Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Terumbu Karang COREMAP II Provinsi NTT, Kupang 25 Juli 2011
1
Nasional Perairan Laut Sawu maka perlu dilakukan studi kondisi terumbu karang sebagai bahan penyusunan rencana pengelolaan. Untuk keperluan tersebut dan mengingat luasnya kawasan TNP Laut Sawu yang mencapai 3,5 juta ha maka dalam studi penilaian kondisi terumbu karang dipilih metode Manta Tow. Metode ini telah digunakan sejak 1976 oleh para ahli kelautan di Great Barrier Reef (Australia) karena dapat memberikan gambaran secara tepat dimana daerah terumbu karang yang masih baik dan daerah terumbu karang yang telah rusak. Untuk itu dalam studi ini penilaian kondisi terumbu karang skala luas di Taman Nasional Perairan Laut Sawu dilakukan dengan metode Manta Tow. Makalah ini akan membahas kondisi terumbu karang yang dilakukan di 8 (delapan) kabupaten yang masuk dalam kawasan TNP Laut Sawu.
Materi dan Metode Metode manta tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara menarik pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat. Pengamat yang ditarik oleh perahu akan mengamati tutupan substrat dasar yang terlintas serta nilai persentase penutupan (karang keras hidup, karang keras mati, karang lunak, pasir, rubble, makro alga, dan lain-lain), reef slope, dan kerusakan karang. Data tutupan substrat dasar yang diamati dicatat pada lembar data berbahan kertas anti air dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai persentase bilangan bulat (Tabel 3.5). Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan ini, juga diamati bentuk pertumbuhan karang hidup dominan (Hard Coral Growth), Bulu Seribu/CoTS (Acanthaster sp), Penyu, Mamalia Laut (Lumba-Lumba dan Paus) dan biota laut yang berukuran besar/ large fauna seperti: ikan napoleon, hiu dan Pari Manta. Penilaian kondisi terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow dilakukan 20 Mei – 1 Juli 2011 dengan mengamati lintasan survey sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu (Gambar 1). Penentuan rute lintasan manta tow ini dilakukan mengoverlay dari hasil analisis data pemetaan partisipatif dan analisis citra satelit resolusi tinggi yang telah dilakukan sebelumnya yang kemudian didapatkan lokasi-lokasi terumbu karang di TNP Laut Sawu. Kabupaten yang menjadi lokasi survey adalah Kabupaten Kupang, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Rote Ndao, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Tengah dan Kab. Sumba Barat Daya. Pengamatan kondisi terumbu karang dilakukan oleh tim yang terdiri dari 3 (tiga) orang. Dua orang sebagai pengamat kondisi terumbu, 1 orang bertugas sebagai pengamat yang ditarik perahu secara bergantian. Selain mengamati surveyor yang ditarik perahu juga bertugas sebagai penentu jalur pengamatan agar lintasan survey yang dijalankan sebisa mungkin berada di atas reef crest. Pengamat yang berada di atas perahu bertugas menjaga komunikasi dengan pengamat yang ditarik perahu, apabila ada permintaan/sinyal dari rekannya bertugas untuk menyampaikan kepada pengemudi perahu. Pengamat yang berada di atas perahu juga bertugas untuk mencatat titik lokasi dan mengawasi kecepatan perahu (maksimal 5 km/jam) menggunakan GPS. Tugas ini dijalankan bergantian / dirotasi setiap 10 tarikan. Satu orang lainnya sebagai koordinator yang bertugas sebagai penentu waktu penarikan, mencatat koordinat lokasi dan waktu pengamatan. Koordinator juga bertugas untuk mencatat dan mengidentifikasi penyu dan mamalia laut (paus, lumba-lumba dan dugong) yang terlihat saat pengamatan berlangsung.
2
Gambar 1. Peta Lokasi Survey Kondisi Terumbu Karang dengan Metode Manta Tow di Taman Nasional Perairan Laut Sawu.
Kondisi terumbu karang ditentukan berdasarkan nilai persentase tutupan karang keras hidup hasil pengamatan Manta Tow. Kondisi terumbu karang terbagi dalam 5 (lima) tingkat kategori hasil modifikasi dari parameter kriteria baku kerusakan terumbu karang sesuai SK. Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001.
Tabel 1. Parameter kriteria baku kerusakan terumbu karang sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 4 tahun 2001 (dimodifikasi).
Kategori Buruk Sekali Buruk Sedang Baik Baik sekali
Persentase (%) 0-10 11-25 26-50 51-75 76-100
3
Hasil dan Pembahasan Terumbu karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu ditemukan tersebar di perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Tengah, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat dan sebarannya terkonsentrasi terutama di Kab. Rote Ndao. Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%, kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4% dan kondisi buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang hidup ≤ 25%). Untuk mengetahui kondisi eksisting dan sebaran terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu berikut tingkat kerusakannya serta sebaran biota laut lainnya akan dijelaskan pada setiap kabupaten berikut ini. 1. Kabupaten Kupang Kondisi terumbu karang di Kab. Kupang bervariasi dari kondisi baik sekali hingga buruk sekali (Gambar 1 pada Lampiran Peta) yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup tertinggi 80% hingga tidak ditemukan karang hidup. Hampir sepanjang lintasan survey di Desa Soliu tidak ditemukan karang hidup dan substrat dasar perairan didominasi oleh pasir dan batu dengan persentase tutupan masing-masing dalam kisaran 30-100% dan 5-40% sehingga kondisi terumbu karang termasuk kategori buruk sekali. Kondisi terumbu yang buruk sekali di Desa Soliu ini bukan karena kerusakan terumbu karang tetapi akibat substrat dasar dan perairan yang kurang mendukung pertumbuhan karang. Kondisi terumbu di Kab. Kupang yang termasuk baik sekali hingga baik ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Afoan dan Lifuleo, sedangkan kondisi terumbu kategori sedang ditemukan dalam lintasan survey yang panjang meliputi Desa Kuanheum, Oematnunu, Tesabela, Lifuleo, dan Akle. Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kab. Kupang umumnya tersusun atas karang massive dan encrusting terutama lintasan survey dari Desa Soliu hingga Naikliu selanjutnya bentuk pertumbuhan bervariasi dengan adanya karang tabulate, branching, sub massive dan foliose di desa-desa seperti di Kuanheum, Oematnunu, Tesabela, Lifuleo dan Uitiuhana. Kondisi terumbu karang di sepanjang lintasan survey dari Desa Soliu hingga Naikliu Kab. Kupang dalam kondisi buruk sekali. Kondisi terumbu karang yang buruk di Afoan kemungkinan akibat sedimentasi dari daratan yang ditandai oleh kekeruhan perairan dan munculnya penyakit karang (coral disease). Kondisi terumbu yang buruk di Desa Uitiuhana dan Teluk Akle dengan tingkat kerusakan yang tinggi kemungkinan diakibatkan oleh aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom. Paus Biru Kerdil (Balaenoptera musculus brevicauda) ditemukan berenang menuju Selat Tablolong sedangkan Paus (tidak teridentifikasi) lainnya ditemukan di Tanjung Akle. Mamalia laut lainnya, Lumba – lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris) juga ditemukan di Tanjung Kurus Desa Tuakao dan Desa Soliu. Large fauna yang ditemukan di Kab. 4
Kupang paling banyak adalah ikan kakap/ Snapper, Humphead (Napoleon) dan keluarga Ikan Pari di sepanjang lintasan Desa Soliu-Naiklu. 2. Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat Terumbu karang di Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat tersebar di pesisir Desa Sataruwuk, Desa Cekaluju (Kab. Manggarai) dan Desa Nangabere (Kab. Manggarai Barat) serta di P. Nuca Molas Desa Satarlenda (Kab. Manggarai). Kondisi terumbu karang di dua kabupaten tersebut bervariasi dari sedang hingga buruk sekali (Gambar 2 pada Lampiran Peta), ditunjukkan dari persen tutupan karang hidup 10-50%. Terumbu karang di desa-desa pesisir tersebut umumnya dalam kategori buruk hingga buruk sekali dengan persen tutupan karang ≤ 25%, sedangkan kondisi terumbu di Pulau Nuca Molas bervariasi dari sedang hingga buruk sekali. Bentuk pertumbuhan karang hidup umumnya di Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat berupa karang massive dan encrusting. Bentuk pertumbuhan karang tabulate hanya ditemukan di Desa Sataruwuk sedangkan karang branching dan foliose terdapat di P. Nuca Molas. Rendahnya tutupan karang hidup di Desa Cekaluju karena substrat dasar umumnya tersusun dari pasir dan batu sehingga karang tidak dapat tumbuh dengan baik sedangkan di Desa Sataruwuk, selain tertutup pasir dan batu substrat tersusun oleh karang lunak. Kondisi yang berbeda terjadi di P. Nuca Molas, meskipun tutupan karang hidup di P. Nuca Molas mencapai 50% akan tetapi rata-rata persen tutupan karang hidup hanya 15%, karena umumnya substrat dasar di pulau tersebut juga tersusun oleh pecahan karang dan karang lunak. Hal ini mengindikasikan bahwa di Pulau Nuca Molas telah terjadi kerusakan tingkat sedang oleh aktivitas penangkapan ikan dengan bom. Meskipun ancaman perusakan telah terjadi di pulau ini namun P. Nuca Molas masih ditemukan Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Kelompok Large Fauna yaitu Napoleon ditemukan di perairan di dua sisi P. Nuca Molas. 3. Kabupaten Rote Ndao Kondisi terumbu karang di Kab. Rote Ndao bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali (Gambar 3 pada Lampiran Peta) yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup dari 80% hingga 5%. Kategori baik sekali ditemukan di Desa Tesabela (Rote Timur), Desa Onatali (Lobalaen) dan P. Ndo’o (Rote Barat) sedangkan kategori baik (51-75%) selain ditemukan di desa-desa tersebut juga ditemukan dalam lintasan yang pendek di Desa Sotimori, Bolatena, Nggodimeda, Maubesi, Netenaen, Oelua, Oeseli, Oebou, Oeteffu dan P. Nuse. Kondisi terumbu karang kategori sedang (26-50%) umumnya ditemukan dalam lintasan yang panjang di desa-desa pesisir Kab Rote Ndao. Kondisi buruk hingga buruk sekali (≤ 25%) umumnya dijumpai di Desa Daiama, Mulut Seribu Kec. Rote Timur. Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kab. Rote Ndao meliputi massive, sub-massive, tabulate, branching, encrusting dan foliose. Beberapa desa dominasi oleh bentuk pertumbuhan tertentu seperti massive dan mushroom di Desa Daiama, bentuk massive di Desa Londalusi, bentuk branching dan tabulate di Desa Oelua dan Boni, bentuk tabulate dan encrusting di P. Ndo’o dan bentuk encrusting saja ditemukan di P. Ndao dan desa Mbueain. 5
Tingkat kerusakan terumbu karang di perairan Kab. Rote Ndao tergolong sedang hingga tinggi. Secara umum penyebabnya adalah aktivitas penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan seperti yang ditemukan di Kecamatan Rote Timur. Beberapa kerusakan juga terjadi di dataran terumbu akibat aktivitas makameting, seperti terjadi di Desa Londalusi, Teluk Papela. Rendahnya tutupan karang hidup di Desa Daiama, Mulut Seribu Kec. Rote Timur selain akibat penggunaan bom juga karena kekeruhan dan aktivitas budidaya rumput laut. Penyakit karang (coral disease) umumnya ditemukan di perairan yang mengalami kekeruhan. Meskipun ancaman kerusakan dari sedang hingga tinggi, Kab. Rote Ndao adalah lokasi yang memiliki banyak ragam jenis large fauna yang ditemukan. Terdapat lima jenis large fauna yang ditemukan yaitu Bumphead parrotfish, Snapper, Sweetlips, Hiu, Giant Trevally dan Platax. Lokasi ditemukan large fauna tersebar di beberapa lokasi di Rote Timur, Onatali, Bo’a, Mbueain, Pulau Ndo’o dan Pulau Ndana. Selain itu biota lainnya seperti Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu Lekang (Lepydochelys olivachea) juga ditemukan di beberapa desa, seperti Tanjung Bo’a, Bolatena, Oelua dan P. Ndo’o. Bahkan mamalia laut jenis Lumba-lumba Abu-abu (Grampus griseus) ditemukan di perairan Desa Dolasi hingga Oebou. 4. Kabupaten Sabu Raijua Kondisi terumbu karang di Kab. Sabu Raijua bervariasi dari baik hingga buruk sekali (Gambar 4 pada Lampiran Peta) yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 10-60%. Kategori baik hanya ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Menia Kec. Sabu Barat dan Desa Molie, Kec. Hawu Mehara, sedangkan kategori sedang umum ditemukan di Kab. Sabu Raijua. Kondisi terumbu karang sedang selain dijumpai di Desa Molie juga terdapat di desa-desa di kecamatan yang sama seperti Lobohede, Daeiko, Raedewa, Kecamatan Sabu Barat (Desa Mebba dan Menia), Kecamatan Raijua (Desa Ledeke, Ledeunu, Ballu dan Kolare). Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kab. Sabu Raijua meliputi massive, sub-massive, tabulate, branching, encrusting dan foliose. Kelompok Large fauna yang ditemukan di Kab. Sabu Raijua adalah Humphead (Napoleon) di Desa Menia dan Meba. Penyu Hijau (Chelonia mydas) juga ditemukan di Kab. Sabu Raijua yakni di Mebba, Daeiko, Ledeunu dan Ballu. Meskipun kondisi terumbu karang buruk sekali ditemukan dalam lintasan survey cukup panjang utamanya di Desa Menia namun tingkat kerusakan terumbu tergolong rendah. Kerusakan umumnya diakibatkan oleh adanya pengadukan sedimen dasar dan resuspensi akan tetapi beberapa diantaranya akibat aktivitas nelayan membuang jangkar untuk berlabuh seperti terjadi di Desa Ledeke. 5. Kab. Sumba Timur Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Timur menunjukkan kondisi bervariasi dari kategori baik hingga buruk sekali (Gambar 5 pada Lampiran Peta). Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup yang berkisar antara 5-70%. Kondisi terumbu karang kategori baik hingga sedang (40-70%) ditemukan di Desa Napu, Kec. Haharu, kategori 6
sedang hingga buruk (20-40%) ditemukan di Desa Kayuri (Kec. Rindi) dan kategori sedang hingga buruk sekali (10-50%) terdapat di Desa Heikatapu (Kec. Rindi) dan Desa Rindi, Kec. Rindi. Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kab. Sumba Timur meliputi massive, submassive, tabulate, branching, encrusting dan foliose. Keberadaan ekosistem pesisir secara bersama, yaitu terumbu karang, mangrove dan lamun di perairan Kecamatan Rindi telah mendukung biodiversitas kawasan. Hal ini ditunjukkan oleh temuan biota berukuran besar (Large Fauna) di Kayuri, Rindi dan Heikatapu. Beberapa biota laut seperti Penyu Hijau dan kelompok large fauna ditemukan di kawasan tersebut yaitu, ikan Kerapu (Grouper), Kakap (Snapper), Gergahing (Carangidae), dan Pari (Eagle ray). Namun demikian ekosistem terumbu karang di Kec. Rindi memiliki tingkat kerusakan yang tinggi akibat aktivitas penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan racun ikan. Ancaman penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom juga terajdi di Desa Napu (Kec. Haharu) serta aktivitas nelayan berupa pembuangan jangkar di Desa Rindi. Pantai sepanjang Tanjung Sasar Desa Napu, Kab. Sumba Timur hingga Pantai Kapolit Desa Watu Asa, Kab. Sumba Tengah diduga memiliki potensi sebagai habitat peneluran Penyu. Hal ini ditunjukkan dengan banyak ditemukan Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Desa Napu. 6. Kabupaten Sumba Tengah Kondisi terumbu karang di Kab. Sumba Tengah bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali (Gambar 6 pada Lampiran Peta) yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5-80%. Kondisi baik sekali ditemukan di Desa Lenang Kec. Katikutana, kondisi baik (51-75%) ditemukan di Desa Lenang dan Tanambanas, kondisi sedang umumnya ditemukan di semua desa (Desa Lenang, Tanambanas, Wendewa Timur dan Wendewa Utara) sedangkan kondisi buruk dan buruk sekali juga ditemukan dalam lintasan yang pendek di semua desa. Bentuk pertumbuhan karang hidup umumnya massive, branching, foliose, tabulate dan encrusting. Bentuk pertumbuhan karang di Desa Lenang umumnya didominasi oleh karang branching. Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) ditemukan melimpah di Desa Lenang dan Wendewa Utara Kab. Sumba Tengah sedangkan Large Fauna yang ditemukan adalah Snapper dan Naso di Desa Wendewa Utara Kec. Laratama. Tingkat kerusakan terumbu karang di Kab. Sumba Tengah tergolong tinggi kecuali Desa Tanambanas Kec. Katikutana dengan tingkat kerusakan rendah hingga sedang. Secara umum, ancaman kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan. 7. Kabupaten Sumba Barat Daya Kondisi terumbu karang di Kab. Sumba Barat Daya bervariasi dari baik hingga buruk sekali (Gambar 7 pada Lampiran Peta) yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 560%. Kondisi terumbu kategori baik ditemukan di Desa Weelonda, Kec. Kodi Utara dengan 7
penyusun utama karang tabulate dan branching. Kondisi terumbu karang yang umum ditemukan di Kab, Sumba Barat Daya adalah kategori sedang (26-50%) berpadu dengan kondisi buruk (10-25%) yang ditemukan di semua desa-desa pesisir Kab. Sumba Barat Daya, yaitu Bukambero, Weelonda, Kori, Weepangali, Karuni, Letekonda. Bentuk pertumbuhan karang umumnya massive, submassive, branching, foliose, tabulate dan encrusting. Kelompok large fauna yang ditemukan di perairan ini adalah Snapper, Blue Spot Sting Ray, Bumphead Parrotfish yang tersebar di Weepangali, Weelonda, Karuni dan Bukambero. Sedangkan jenis penyu yang ditemukan di Weelonda yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Tempayan (Carreta caretta). Tingkat kerusakan terumbu karang di Kab. Sumba Barat Daya bervariasi dari rendah hingga tinggi. Penyebab kerusakan umumnya adalah akibat badai yang mengakibatkan karang tabulate terbalik serta aktivitas nelayan membuang jangkar.
Kesimpulan 1. Kondisi terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu bervariasi dari buruk sekali hingga baik sekali. Kondisi terumbu karang dalam kategori buruk mencapai 55,8% sedangkan kondisi terumbu berkategori sedang mencapai 39,2%, dalam kondisi baik 4,6% dan kondisi baik sekali 0,4%. 2. Kondisi terumbu karang yang baik umumnya ditemukan di desa-desa Kab. Rote Ndao seperti di Desa Tesabela Kec. Pantai baru, Desa Onatali Kec. Rote tengah dan Pulau Ndo’o Kec. Rote Barat. Kondisi terumbu karang terburuk ditemukan di desa-desa di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 15%. 3. Tingkat kerusakan terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu bervariasi dari rendah hingga tinggi. Kerusakan terumbu karang umumnya diakibatkan oleh sedimentasi (termasuk resuspensi), penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom, racun dan pembuangan jangkar. 4. Large Fauna dan Penyu ditemukan tersebar di perairan Kab. Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Kab. Manggarai sedangkan Mamalia Laut (Paus dan Lumba-lumba) hanya ditemukan di Kab. Kupang dan Kab. Rote Ndao.
Rekomendasi 1. Kawasan perairan yang memiliki kondisi terumbu karang yang baik dan baik sekali, seperti di Desa Bolatena, Desa Tesabela dan P. Ndo’o Kabupaten Rote Ndao seharusnya dikembangkan menjadi Daerah Perlindungan pada rencana pengelolaan selanjutnya dan berperan sebagai pemasok benih karang bagi kawasan terumbu karang yang rusak. 2. Kawasan terumbu karang yang berpotensi terjadinya pemulihan alami yang diindikasikan oleh adanya juvenil karang dan bentuk pertumbuhan encrusting, seperti di Kab. Sumba 8
3.
4.
5.
6.
7.
Tengah, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai dan Kab. Kupang dalam rencana pengelolaan TNP Laut Sawu disarankan untuk dilindungi dengan cara menutup kawasan secara musiman. Untuk penetapan waktunya perlu dilakukan studi musim spawning karang dan didukung oleh kajian pola arus untuk mengetahui sebaran gamet/larva karang. Kawasan terumbu karang yang telah rusak perlu direhabilitasi dengan teknik restorasi yang sesuai dengan sumber kerusakan. Perbaikan kawasan rusak akibat bom dapat dilakukan dengan menempatkan substrat keras alami yang stabil yang berfungsi sebagai “larval trap”, namun dalam penempatannya memerlukan studi lanjut. Pemanfaatan kawasan terumbu karang untuk budidaya rumput laut, seperti di Pantai Namoina Desa Sotimori Kab. Rote Ndao telah mengganggu kelestarian terumbu karang. Sebagai bahan penyusunan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu, pemanfaatan perairan untuk budidaya rumput laut perlu diatur dan ditempatkan dalam zona pemanfaatan dan perlu ada pembinaan teknis budidaya ramah lingkungan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Tingginya tingkat kerusakan terumbu karang yang diindikasikan akibat aktivitas penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan menunjukkan lemahnya efektivitas pengawasan aparat dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam melestarikan terumbu karang. Untuk itu diperlukan upaya bersama secara serius dan seksama untuk menurunkan praktek penangkapan ikan merusak baik melalui sosialisasi, penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat nelayan setempat. Terjadinya sedimentasi di kawasan terumbu karang, seperti di Afoan Kab. Kupang, Maubesi Kab. Rote Ndao menunjukkan kurang efektifnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan lahan atas. Untuk mengurangi sedimentasi dan kekeruhan di kawasan terumbu karang perlu adanya koordinasi instansi terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kelautan Perikanan dan Dinas Kehutanan. Kekeruhan di lingkungan terumbu karang biasanya akan meningkatkan prevalensi penyakit karang dan selanjutnya akan menurunkan biodiversitas terumbu karang dan pada akhirnya mengurangi luas terumbu karang yang awalnya sehat. Hasil monitoring terumbu karang dengan metode Manta Tow telah dapat menggambarkan sebaran dan kondisi terumbu karang eksisting di TNP Laut Sawu dalam skala luas namun belum dapat menginformasikan biodiversitasnya. Untuk itu kajian penilaian skala menengah dapat dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis karang pada kawasan yang memiliki kondisi sedang hingga baik sekali.
Ucapan Terimakasih Makalah ini adalah intisari hasil studi monitoring terumbu karang dengan metode Manta Tow di TNP Laut Sawu Provinsi NTT melalui kerjasama antara TNC Savu Sea Mpa Development Project, Tim P4KKP Laut Sawu dan LPPM Universitas Diponegoro. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, BKKPN Kupang, Tim P4KKP Laut Sawu dan semua instansi yang terkait yang ikut mendukung dalam kegiatan ini. Terimakasih pula untuk seluruh anggota Tim Manta Tow atas kerja kerasnya selama di
9
lapangan Galdi Ariyanto, Eko P. Hartono, Erta A. Kusuma, Juwita Agung P., Andi Achmad R. dan Yusuf Budiman M.
Daftar Pustaka Bass.D.K., I.R. Miller. 1996. Crown-of-thorns Starfish and Coral Surveys using the Manta Tow and Scuba search techniques. AIMS. Townsville. Australia Sukmara, A., A.J. Siahainenia., C. Rotinsulu. 2001. Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Dengan Metode Manta Tow. Proyek Pesisir CRMP. Jakarta. Indonesia. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001. Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta. Indonesia Tim P4KKP Laut Sawu.2010. Protokol Monitoring Terumbu Karang Dengan Metode Manta Tow di TNP Laut Sawu. Kupang. Indonesia
10