KONDISI FUNGSIONAL BAHASA JAWA (Pendekatan Sosiolinguistik) Dra. Sri Mulyati, M.Hum.* Abstract In this article, I try to describe the functional condition of Javanese. My approach is sociolinguistic view so I connected it to the temporary condition of Javanese. We find many sociolinguistic problems on Javanese due to fulfill its mission in the new era. We don’t know how Javanese will be. Keywords: functional, Javanese langage, sociolinguistic
1. PENDAHULUAN Newmark (1988:39-42) mensitir pendapat Bűhler yang menyatakan bahwa fungsi bahasa digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu fungsi ekspresif, informatif, dan vokatif. Ia juga mensitir pendapat Jakobson‟s yang membagi fungsi bahasa ke dalam tiga jenis, yaitu fungsi estetik, fatis, dan metalingual (1988:42-44). Ketiga fungsi tersebut akan mencerminkan kondisi fungsional suatu bahasa dan dapat disusun suatu peta strategis bahasa (Suwito. 1985 ). Peta strategis bahasa tersebut sangat penting bagi pengembangan bahasa. Dengan melihat peta fungsinal tersebut, sebuah bahasa akan dapat diketahui kekuatan dan kelemahannya. Para linguis struktural pada mulanya tidak terlalu ambil pusing dengan kondisi fungsional bahasa yang dihubungkan dengan kondisi sosial. Mereka terjebak dalam usaha deskripsi bahasa universal sehingga seringkali mereka harus terjun bertahun-tahun ke daerah terpencil untuk mempelajari bahasa-bahasa suku terisolir untuk mengetahui sruktur dan asal-usul bahasa. Namun, dewasa ini di kalangan pada ahli sosiolinguistik tumbuh pandangan pentingnya memahami kondisi fungsional bahasa. Bahasa ternyata seperti makhluk hidup, ada yang kuat dan ada yang lemah. Kekuatan dan kelemahan tersebut seringkali berkaitan dengan kekuatan sosial politik penuturnya. Bahasa China dari segi penutur jumlahnya paling besar sedunia. Tetapi kondisi fungsional bahasa China jauh di bawah bahasa Inggris karena *
Penulis adalah alumnus S2 Penerjemahan Pascasarjana UNS, 2006. Saat ini menjadi guru bahasa Inggris SMP 26 Surakarta. 1
persebaran bahasa China yang terbatas. Namun, seiring menguatnya politik ekonomi China, bahasa ini saat ini menjadi salah satu bahasa yang memiliki kondisi fungsional kuat (Trudgill, 1977). Arus kekuatan fungsi suatu bahasa dapat dilihat dari betapa seringnya teks suatu bahasa diterjemahkan dan kompetensi penerjemahan. Teks-teks bahasa Inggris banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kompetensi “pengalihan ilmu dan teknologi”. Hal ini tidak terjadi pada teks-teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Kondisi fungsional bahasa Jawa lebih menyedihkan lagi karena sedikit sekali arus penerjemahan baik dari bahasa Inggris ke Jawa maupun bahasa Jawa ke Inggris. Penerjemahan Inggris ke Jawa pada
umumnya
berkaitan
dengan
kompetensi
keagamaan,
khususnya
penerjemahan teks Injil dan saduran lagu-lagu rohani. Artikel ini berusaha membahas kondisi fungsional bahasa Jawa. Tujuan analisis ini untuk mengindikasikan kondisi fungsional bahasa Jawa.
2. KONDISI FUNGSIONAL BAHASA JAWA 2.1. Fungsi Ekspresif Fungsi ekspresif ialah fungsi yang menekankan pada pembicara atau penulis ketika mengekspresikan hal-hal yang disampaikan. Yang dipentingkan pada fungsi ekspresif ialah perasaan penulis, bukan pembaca atau penerima berita. Karakteristik tipe teks yang berfungsi ekspresif ialah: a. Serious imaginative literature. Yang dapat digolongkan ke dalam jenis ini misalnya novel, puisi, drama, dan cerita pendek. Pada kondisi ini bahasa Jawa memiliki kondisi yang cukup baik dengan ditemukannya karya-karya pujangga. Namun, pada abad 19-20, hampir tidak ada karya sastra Jawa monumental. Yang muncul adalah roman-roman popular seperti Tanpa Daksa, Kumpule Balung Pisah, dan sebagainya yang dapat dikategorikan sebagai roman picisan yang dalam konteks sastra sering disebut sebagai karya sastra murahan. b. Authoritative statements. Yang termasuk dalam authoritative statements adalah pidato-pidato politik atau dokumen-dokumen penting yang dikeluarkan oleh menteri atau pemimpin partai atau pejabat yang berwenang; undang-
2
undang dan dokumen resmi; karya-karya ilmiah, filosofis, dan akademik yang ditulis oleh orang yang berwenang yang diakui. Authoritative statements berasal dari orang-orang yang berwenang yang mempunyai status atau kedudukan tinggi dan dapat dipercaya. Pada
bidang ini bahasa Jawa
mengalami penurunan yang drastis. Hampir tak ada authoritative statements dewasa ini dalam bahasa Jawa, kecuali insidental. Dewasa ini, pidato politik, khutbah Jumat, rapat RT, dan sebagainya seringkali menggunakan bahasa Indonesia, walaupun diadakan di masyarakat Jawa di pedesaan. Remajaremaja Jawa tidak mampu lagi berkomunikasi formal dengan dengan menggunakan bahasa Jawa. c. Autobiography, essays, personal correspondence. Teks tipe ini ekspresif jika emosi personal tak terkendali dan pembaca hanya memiliki pengetahuan yang sedikit tentang teks tersebut. Teks ini biasanya memiliki ciri-ciri seperti kolokasi yang tidak lazim (tapi hal ini jarang terjadi), metafora, kata-kata yang tak dapat diterjemahkan (untranslatable words), sintaksis yang di luar peraturan, pembentukan kata baru, dan kata-kata asing seperti dialek atau idiolek. Jumlah jenis teks ekspresif dalam bentuk ini dewasa ini sangat sedikit. Autobiografi, essasy, dan korespondesni pribadi dalam bahasa Jawa dewasa ini sangat sedikit. Beberapa essay muncul dalam surat kabar berbahasa Jawa, tetapi fungsi tulisan tersebut sekedar konservasi bahasa Jawa. Yang tragis, konggres bahasa Jawa pun ternyata diadakan dengan makalah yang didominasi bahasa Indonesia. Orang hampir tak tertarik lagi menulis autobiografi dalam bahasa Jawa.
2.2. Fungsi Informatif Fungsi informatif ialah fungsi yang menekankan pada situasi eksternal, fakta suatu topik, dan aspek realitas yang disampaikan suatu teks. Teks informatif berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Format teks ini standar. Termasuk dalam teks ini ialah buku teks, laporan teknis, artikel di sebuah koran atau majalah, naskah ilmiah, tesis, dan agenda rapat. Ciri-ciri teks yang memiliki fungsi informatif dilihat dari segi gaya bahasanya ada empat, yaitu:
3
a. Formal atau resmi, tak beremosi. Teks ini menggunakan kalimat pasif, present dan perfect tenses, bahasanya literal (harfiah), kosa katanya dari bahasa Latin, jargon, tidak ada metafora. Contoh teks ini ialah makalah akademik. b. Netral atau tidak resmi. Teks ini menggunakan istilah-istilah teknis yang sudah ditetapkan, present tense, kata kerja aktif yang dinamis, metafora yang berhubungan dengan konsepsi/pengertian dasar. c. Informal atau tidak resmi. Contoh jenis ini ialah tulisan ilmiah populer atau buku-buku seni. Teks ini menggunakan struktur gramatikal dan kosakata yang sederhana serta penggunaan metafora sehari-hari. d. Akrab, nonteknis, dan populer. Contoh jenis ini biasanya dalam dunia jurnalistik. Ciri-cirinya ialah kalimatnya pendek, tanda bacanya tidak konvensional, metaforanya menakjubkan, kata sifat sebelum nama diri, dan penggunaan kata-kata sehari-hari. Pada fungsi ini dapat dikatakan bahwa dewasa ini bahasa Jawa dalam kedudukan paling rendah. Transfomasi iptek hampir tidak pernah dalam bahasa Jawa. Kondsi ini akan menjadi peta fungsional bahasa Jawa akan semakin menyempit sampai suatu saat bahasa Jawa hanya ditemukan sebagai akan ditinggalkan penuturnya karena merasa tidak ada kompetensi apa pun mempelajarai bahasa Jawa. Secara sosiologis, kekuatan sebuah bahasa terletak pada fungsi informative. Dewasa ini, para umumnya pada remaja di Surakarta menganggap bahwa mempelajarai bahasa Jawa tidak penting dan tidak perlu karena bahasa Jawa hanya berfungsi untuk pergaulan sehari-hari. Yang dianggap penting adalah mempelajari bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dianggap penting karena berfungsi sebagai bahasa internasional sementara bahasa Indonesia
dianggap
penting
sebatas
digunakan
sebagai
bahasa
dalam
pembelajaran di sekolah (Mulyati, 2007:30).
2.3. Fungsi Vokatif Fungsi vokatif ialah fungsi yang mengajak pembaca atau penerima berita untuk merespons teks. Contohnya adalah perintah, pemberitaan, permohonan, tesis, propaganda, dan fiksi populer yang bertujuan menjual buku atau menghibur
4
pembaca. Dalam teks ini terjalin hubungan antara penulis dan pembaca. Ciri-ciri teks jenis ini ialah: a. Penggunaan kata Anda/kamu, infinitif, imperatif (perintah), pengandaian, indikatif (waktu sekarang), impersonal (tidak mengenai orang tertentu), kalimat pasif, gelar, nama keluarga, dan lain-lain. b. Mudah dipahami. Fungsi vokatif bahasa Jawa masih rendah kuat. Penggunaan fungsi ini terutama pada penggunaan bahasa Jawa dalam undangan dalam bahasa Jawa. Penggunaan fungsi ini dalam propaganda tertulis sedikit saja.
2.4. Fungsi Estetik Fungsi estetik ialah suatu fungsi yang bertujuan untuk memberikan rasa senang, baik melalui irama (misalnya bunyi bersajak) maupun metafora. Permainan kata, kalimat, atau klausa baik yang seimbang atau bertentangan juga memainkan peranan dalam fungsi ini. Efek suara terdiri dari pembentukan kata yang meniru sesuatu bunyi, pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya, sajak, irama, intonasi, tekanan, dan lain-lain. Fungsi ini bertujuan menimbulkan efek estetis bagi para pembacanya (Riyadi Santosa, 2003). Sebagai contoh, karya sastra yang dibaca akan menimbulkan katarsis (penyucian jiwa) atau menghilangkan pikiran-pikiran buruk pembaca karena terpuaskan melalui karya sastra. Perbedaan fungsi ini dengan fungsi ekspresif, bahwa fungsi ekspresif menekankan pada pengungkapan perasaan jiwa penulis/ pengarang sementara fungsi estetis menekankan pada efek-efek estetis yang ditimbulkan suatu karangan pada pembaca. Fungsi estetis bahasa Jawa kuat pada teks-teks klasik seperti tembang, serat, macapat, dan sebagainya. Fungsi ini juga masih muncul dalam tembangtembang Jawa popular dalam keroncong, campur sari, dolanan bocah. Namun, jumlah tembang-tembang baru tidaklah menggembirakan. Beberapa tembang baru ternyata juga mengandung muatan-muatan klasik, sebagai misal lagu “Anoman Obong” yang bermuatan kisah Ramayana dan berbasis tembang macapat.
5
2.5. Fungsi Fatis Fungsi fatis dipakai sebagai alat berakrab-akrab antar para pemakai bahasa. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kita sering mendengar
ungkapan-
ungkapan fatis seperti: „Have a nice week-end‟, „Isn’t hot today!‟, ‘How are you?’, ‘You know’, ‘Are you well?’, ‘See you tomorrow’, ‘Lovely to see you’, ‘Did you have a good Christmas?’, ‘What an awful day’, ‘Nasty weather we’re having’, dan lain-lain. Beberapa ungkapan fatis universal dan yang lainnya bersifat budaya. Dalam tulisan, ungkapan fatis bertujuan untuk meyakinkan pembaca,
seperti:
‘of
course’,
‘naturally’,
‘undoubtedly’,
‘it
is
interesting/important to note that’, atau memuji/menyanjung pembaca, seperti: ‘it is well known that’. Fungsi fatis bahasa Jawa masih sangat kuat dalam komunikasi lisan. Selama bahasa Jawa masih digunakan untuk komunikasi, maka unsur fatis akan selalu ada karena fungsi ini berguna membangun keakraban.
2.6. Fungsi Metalingual Fungsi metalingual ialah penggunaan bahasa untuk kepentingan bahasa itu sendiri. Misalnya, bahasa untuk menjelaskan, memberi nama atau mendefinisikan. Ungkapan-ungkapan yang biasa ditemukan pada teks yang mempunyai fungsi metalingual ialah ‘strictly speaking’, ‘in the true (or full) sense of the word’, ‘literally’, ‘so called’, ‘so to speak’, ‘by definition’, ‘sometimes known as’, ’as another generation put it’, ‘can also mean’, dan lain-lain. Fungsi metalingual bahasa Jawa hanya menonjol pada bahasa Jawa klasik. Dewasa ini hampir tidak ditemukan tata bahasa Jawa yang ditulis dalam bahasa Jawa. Hal ini merupakan suatu ironi terhadap kondisi bahasa Jawa. Salah satu aspek metalingual yang menonjol dalam bahasa Jawa adalah kiratabasa, yakni usaha menjelaskan makna suatu kata dengan menggunakan kata lain yang sebenarnya tidak berhubungan, tetapi dibuat berhubungan karena sesuai situasinya. Sebagai misal, kata gelas yang berasal dari bahasa Inggris glass dikiratabasakan menjadi “yen tugel ora bisa dilas”, kalau patah tidak bisa disambung dengan las.
6
3. PENUTUP Demikian uraian kondisi fungsional bahasa Jawa. Uraian ni merupakan suatu peta kecil tentang bahasa Jawa yang dewasa ini mengalami masa transisi yang hebat, khususnya di Surakarta yang merupakan pusat kebudayaan Jawa. Namun, hal ini merupakan kondisi yang alamiah bagi bahasa karena secara historis bahasa Jawa Purba (Austronesia), Jawa Kuna, Jawa Tengahan, dan Jawa Baru juga telah mengalami masa-masa transisi dan kondisi fungsional yang hebat. Kita tidak tahu secara pasti arah bahasa Jawa di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA James, Carl. 1998. Contrastive Analysis. London: Longman Group Limited. Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. Singapore: Prentice Hall International (UK) Ltd. Riyadi Santoso. 2003. Semiotika Sosial. Surabaya: Pustaka Eureka. Bell, Roger T. 1976. Sociolinguistics: Goals, Approaches and Problems. London: B.T. Batsford LTD. Mulyati, Sri. 2007. “Persepsi Siswa SLTP dan SMA Surakarta terhadap Bahasa”. (Hasil Penelitian). Surakarta. Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar. Suwito. 1985. Sosiolinguistik: Pengantar Awal. Surakarta: Henary Offset. Trudgill, Peter. 1977. Socioliguistics: An Introduction. Harmondsworth: Penguin Books. Williams, Glyn. 1992. Sociolinguistics: A Sociological Critique. London and New York: Routledge.
7