KOMUNITAS COLLEMBOLA PERMUKAAN TANAH PADA LIMA TIPE HABITAT DI KAWASAN TELAGA WARNA KABUPATEN BOGOR DAN CIANJUR
INA TIANA WIDYAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Komunitas Collembola Permukaan Tanah pada Lima Tipe Habitat di Kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Ina Tiana Widyawati NIM G351060281
ABSTRACT INA TIANA WIDYAWATI. Soil Surface Collembolan Communities of Five Habitats in Telaga Warna Area (Bogor and Cianjur Regency). Supervised by RIKA RAFFIUDIN and YAYUK R. SUHARDJONO. Collembola (Springtails) is a highly diverse group of Arthropods having important function in soil ecosystem. However, Collembola diversity and abundance in Indonesian is poorly studied. This research was aimed to study the Collembola communities of five habitats in Telaga Warna area in Bogor and Cianjur Regency, West Java. The Collembola were collected from Agathis and Calliandra forest, forest surrounding the Lake Telaga Warna, nature conservation forest, Pinus forest, and border of forest and tea plantation. Samples were collected in November 2007 to May 2008. Pitfall traps and litter-humus samples were used to collect the Collembola. Each habitat had twenty pitfall traps that were set along 100 in length two transects and were kept for three days. Five litter-humus samples were collected from each habitats type and a modification of Berlese funnel was used to sort out Collembola from humus and litter for two weeks. Data was analysed by using Hill index to determine Collembola dominance and abundance in each type of habitat. Result showed a number of 17 569 Collembola were collected from the five habitats. They consisted of 3 orders, 10 families, and 29 genera. Dominant order, family and genera in all habitats were Entomobryomorpha, Isotomidae, and Isotoma, respectively, except in nature conservation forest. Hence, Isotoma could be an indicator as Collembola existed in the open areas. The highest abundance and dominance values of genera Collembola was found in Agathis and Calliandra forest. This was due to density of under growth (Calliandra), soil humidity, organic C, C:N ratio, total of N, potassium, high water content, and low of pH. The lowest one was found in Pinus forest, having less diversity under growth and less soil and air humidity. Based on Hill index, pitfall traps method performed higher values of species abundance and dominance compared to litter-humus samples. Isotoma and Lepidocyrtus were dominant and abundant in pitfall traps method. In litter-humus samples method, Folsomia (Isotomidae) and Isotoma (Isotomidae) were found dominance and abudance. Keywords: Collembola, communities, pitfall traps, berlese funnel
RINGKASAN INA TIANA WIDYAWATI. Komunitas Collembola Permukaan Tanah pada Lima Tipe Habitat di Kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan YAYUK R. SUHARDJONO. Collembola (Ekorpegas) merupakan kelas terbesar dari filum Artropoda. Collembola yang ada di Indonesia sebanyak 124 genus, 225 spesies, ditambah 52 spesies yang belum dideskripsi. Collembola berukuran kecil antara 0.25-8 mm beberapa dapat mencapai 10 mm. Jumlah Collembola sangat banyak sehingga peranan Collembola di dalam ekosistem tidak dapat diabaikan. Collembola berperan di dalam siklus makanan sebagai perombak bahan organik atau detritivor. Selain itu Collembola banyak digunakan sebagai indikator hayati dan pemantauan ekosistem. Penelitian ini dilakukan di kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur karena merupakan daerah yang dikonservasi baik biota maupun fisiknya. Di kawasan Telaga Warna terdapat lima tipe habitat yang sangat menarik untuk diamati komunitas Collembola permukaan tanahnya. Kelima habitat itu adalah hutan cagar alam, Taman Wisata Alam danau Telaga Warna, Taman Wisata Alam Jember yang didominasi tumbuhan pinus dan damar, serta adanya kebun teh di sekitar kawasan Telaga Warna. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mempelajari komunitas Collembola permukaan tanah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna, Kabupaten Bogor dan Cianjur 2) membandingkan komunitas Collembola permukaan tanah yang diperoleh antara metode perangkap sumuran (PSM) dengan pencuplikan contoh serasah dan humus (PCSH), dan 3) mempelajari hubungan antara Collembola permukaan tanah dengan faktor lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan pengelolaan kawasan Telaga Warna sebagai daerah konservasi yang berwawasan lingkungan. Lokasi pengamatan dilakukan di lima tipe habitat, yaitu hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, hutan cagar alam, hutan pinus, dan daerah perbatasan hutan dengan kebun teh. Pada setiap lokasi pengamatan dibuat dua garis transek berjarak 10 m dengan panjang 100 m. Perangkap sumuran dipasang setiap 10 m dengan menggunakan gelas plastik berisi alkohol 95% yang disimpan selama 3 hari. Pengambilan contoh serasah dan humus dilakukan sebanyak lima titik untuk setiap lokasi dengan ukuran 25 x 25 cm dan kedalaman 5 cm. Serasah dan humus diekstraksi dengan modifikasi corong Berlese selama 14 hari. Hasil Collembola yang diperoleh diidentifikasi sampai tingkat genus. Nilai keanekaragaman genus Collembola permukaan tanah dihitung berdasarkan indeks Hill dengan menggunakan program analisis BioDAP for Window v. 1988. Collembola permukaan tanah yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebanyak 17 569 individu yang terdiri dari 3 ordo, 10 famili, dan 29 genus. Jumlah genus Collembola yang berhasil dikumpulkan hanya sekitar 25% dari jumlah genus yang diketahui di Indonesia. Ordo yang berhasil diperoleh adalah Poduromorpha,
Entomobryomorpha, dan Symphypleona, sedangkan ordo Neelipleona tidak diperoleh pada penelitian ini. Famili Neanuridae, Odontellidae, Isotomidae, Entomobryidae, Parronellidae, Dicyrtomidae, Sminthuridae, dan Sminthurididae terdapat di kelima habitat di kawasan Telaga Warna. Sedangkan famili Hypogastruridae dan Bourletiellidae hanya terdapat di habitat hutan damar dan kaliandra. Entomobryidae merupakan famili yang paling banyak ditemukan dengan menggunakan metode PSM di kelima tipe habitat. Genus Bourletiella dan Ceratophysella hanya terdapat di hutan damar dan kaliandra sedangkan Lepidosinella hanya ditemukan di sekitar danau Telaga Warna. Habitat hutan damar dan kaliandra mempunyai nilai kelimpahan dan dominansi genus Collembola paling tinggi dengan keragaman genus paling tinggi. Hal tersebut disebabkan vegetasi bawah (kaliandra) rapat, kelembaban tanah, C organik, C:N, N total, kalium, dan kadar air tinggi, serta pH rendah. Keragaman famili, genus, dan individu Collembola di habitat sekitar danau Telaga Warna pada metode PSM mempunyai nilai tertinggi kedua setelah hutan damar dan kaliandra,walaupun habitat ini sering terganggu aktivitas manusia. Tingginya keragaman famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah di habitat sekitar danau Telaga Warna karena mempunyai vegetasi bawah paling bervariasi. Curah hujan yang rendah pada saat koleksi Collembola di cagar alam mengakibatkan rendahnya kandungan bahan organik, kelembaban dan suhu udara serta tanah. Akibatnya Collembola dari atas permukaan tanah bermigrasi ke lapisan dalam. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah famili, genus, dan individu Collembola di hutan cagar alam yang didapat pada metode PCSH dibandingkan PSM. Nilai kelimpahan dan dominansi genus Collembola terendah terdapat di habitat hutan pinus karena mempunyai keragaman genus yang paling sedikit. Vegetasi bawah yang kurang beragam serta kelembaban tanah dan udara rendah menyebabkan sedikitnya keragaman genus Collembola. Sedikitnya keragaman genus dan ketebalan serasah menyebabkan tingginya jumlah individu Collembola di hutan pinus. Habitat perbatasan hutan dan kebun teh pada metode PSM dan PCSH mempunyai keragaman famili dan genus Collembola paling rendah. Serasah yang tipis mengakibatkan rendahnya keragaman Collembola di daerah perbatasan hutan dan kebun teh. Berdasarkan penghitungan indeks Hill metode PSM memberikan hasil lebih baik dibandingkan PCSH dalam hal jumlah dan keragaman takson Collembola. Banyaknya keragaman Collembola yang didapat metode PSM dibanding PCSH berkaitan dengan cara penggunaan metode. Isotoma, Lepidocyrtus, Homidia, Acrocyrtus, Ptenothrix, Callyntrura, Superodontella, Pseudachorutes, dan Hypogastrura merupakan genus yang melimpah dan dominan pada metode PSM di kelima tipe habitat. Genus-genus tersebut merupakan genus yang umum terdapat di pulau Jawa, sebaran yang kosmopolit, dan berjumlah banyak. Genus-genus tersebut mempunyai karakteristik hidup di permukaan tanah dicirikan dengan tubuh berpigmen, tertutup rambut atau sisik, antena dan furka berkembang baik, dan oseli 8+8. Genus Isotoma dan Lepidocyrtus paling banyak ditemukan dengan metode PSM. Karakteristik morfologi Isotoma dan Lepidocyrtus mendukung untuk hidup di
permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian ini genus Isotoma dan Lepidocyrtus mempunyai ciri-ciri tubuh berpigmen, antena dan furka berkembang baik, serta oseli 8+8. Pada hutan cagar alam Isotoma bukan merupakan genus yang melimpah dan dominan. Hal ini dapat terjadi karena hutan cagar alam merupakan habitat yang mempunyai kanopi tertutup rapat oleh pohon. Selain itu hutan cagar alam mempunyai kelembaban yang rendah akibat rendahnya curah hujan. Kanopi yang rapat dan kelembaban yang rendah kurang cocok untuk kehidupan genus Isotoma. Sehingga Isotoma dapat dijadikan sebagai indikator tempat terbuka. Pada metode PCSH Isotomidae merupakan famili yang paling banyak ditemukan jumlah individunya di kelima tipe habitat. Jumlah genus dan individu Collembola di serasah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan di humus. Isotoma juga merupakan genus yang melimpah dan dominan di habitat perbatasan hutan dan kebun teh dengan menggunakan metode PCSH. Sedangkan genus yang melimpah dan dominan di habitat hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, Hutan Cagar alam, dan hutan pinus adalah sama yaitu Folsomia. Karakteristik morfologi Folsomia mendukung untuk hidup di lapisan humus seperti furka pendek, tubuh tidak berpigmen, antena pendek, serta oseli 0+0. Kata kunci: Collembola, komunitas, perangkap sumuran, corong barlese
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KOMUNITAS COLLEMBOLA PERMUKAAN TANAH PADA LIMA TIPE HABITAT DI KAWASAN TELAGA WARNA KABUPATEN BOGOR DAN CIANJUR
INA TIANA WIDYAWATI
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NIM
: Komunitas Collembola Permukaan Tanah pada Lima Tipe Habitat di Kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur : Ina Tiana Widyawati : G351060281
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Yayuk R. Suhardjono Anggota
Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si. Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 7 Agustus 2008
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 September 1966 dari pasangan H. A. Marzuki dan Hj. Etty Haryati. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Asep Saefullah dan memiliki seorang putri yang bernama Annalia Alfia Rahma. Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Bandung dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan (IKIP) Bandung, Jurusan Pendidikan Biologi. Sekarang penulis bekerja sebagai PNS Departemen Agama di Madrasah Aliyah Negeri Cililin Kabupaten Bandung, sebagai guru bidang studi biologi. Pada bulan Juli 2006 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, Departemen Biologi, Program Studi Zoologi. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Agama.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala Puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan berkah dan rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Komunitas Collembola Permukaan Tanah pada Lima Tipe Habitat di Kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur”. Penulis menyadari akanlah sulit untuk dapat menyelesaikan mulai dari penelitian sampai penulisan tesis tanpa bantuan moril dan semangat dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si. dan Prof. Dr. Yayuk R. Suhardjono selaku dosen pembimbing, yang selalu memberi bimbingan dan semangat untuk penulisan tesis ini; Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku dosen penguji, yang telah memberi kritik dan saran demi perbaikan tesis ini; Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA selaku ketua Program Studi Biologi dan seluruh staf pengajar Departemen Biologi, khususnya bagian Zoologi. Ucapan terimakasih juga kepada Departemen Agama RI, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program S2 di IPB melalui Beasiswa Utusan Daerah; Uyung Darmawan, Fatimah, dan Tini, selaku laboran yang telah banyak membantu penelitian penulis; Mamah, Papap, Umi, dan keluarga yang telah memberikan dorongan moril dan doa restu dalam menyelesaikan studi ini; Suami dan putri tercinta yang dengan setia mendampingi dan memberikan motivasi kepada penulis dengan penuh kasih sayang dan pengertian; rekan-rekan mahasiswa S2 BUD angkatan 2006; serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT. melimpahkan hidayahNya bagi penulis untuk dapat mengaplikasikan di masyarakat, terutama kepada anak didik penulis. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008
Ina Tiana Widyawati
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Collembola ....................................................................... Cara Hidup Collembola .......................................................................... Distribusi Collembola ............................................................................ Faktor Abiotik dan Biotik yang Mempengaruhi Keberadaan Collembola Peranan Collembola di dalam Ekosistem................................................ Klasifikasi Collembola ........................................................................... Kawasan Telaga Warna...........................................................................
4 6 6 7 8 10 11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. Penempatan Plot Pengamatan ................................................................. Koleksi Collembola Permukaan Tanah................................................... Pembuatan Preparat Kaca ....................................................................... Identifikasi .............................................................................................. Analisis Lingkungan Fisik dan Kimia ................................................... Analisis Data ...........................................................................................
13 13 15 18 19 19 20
HASIL Lokasi Penelitian .................................................................................... Vegetasi .................................................................................................. Serasah ................................................................................................... Lingkungan Fisik dan Kimia ................................................................. Curah Hujan ........................................................................................... Komunitas Collembola Permukaan Tanah di Kawasan Telaga Warna .. Perbandingan Komunitas Collembola Permukaan Tanah Antara Metode PSM dan PCSH ......................................................................... Kelimpahan dan Dominansi Collembola Permukaan Tanah di Kawasan Telaga Warna .......................................................................... PEMBAHASAN Komunitas Collembola Permukaan Tanah .............................................
22 22 26 27 29 29 37 45
48
Habitat Hutan Damar dan Kaliandra....................................................... Habitat Sekitar Danau Telaga Warna ..................................................... Habitat Hutan Cagar Alam ..................................................................... Habitat Hutan Pinus ............................................................................... Daerah Perbatasan Hutan dan Kebun Teh ............................................. Perbandingan Komunitas Collembola Permukaan Tanah Antara Metode PSM dan PCSH .........................................................................
50 51 53 54 55 56
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................ Saran .......................................................................................................
59 60
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
61
LAMPIRAN ....................................................................................................
66
DAFTAR TABEL Halaman 1 Koordinat dan ketinggian pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna ..........................................................................................................
22
2 Vegetasi bagian atas dan bawah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna ..............................................................................................
25
3 Rataan ketebalan serasah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna ..............................................................................................
27
4 Sifat fisik dan kimia tanah serta udara pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna ...............................................................................
28
5 Data curah hujan (mm/hari) di kawasan Telaga Warna (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofísika (BMG), stasiun klimatologi Darmaga Bogor) ..........................................................................................
29
6 Jumlah ordo, famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna ...............................
31
7 Perbandingan jumlah ordo, famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah antara metode PSM dan PCSH .......................................
38
8 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PSM ............................................................
40
9 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PCSH..........................................................
41
10 Perbandingan jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan metode PCSH ...................................................
42
11 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PCSH yang berasal dari bagian serasah .......................................................................................................
43
12 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PCSH yang berasal dari bagian humus ....
44
13 Perbandingan jumlah (N0), nilai kelimpahan (N1), dan nilai dominansi (N2) genus Collembola permukaan tanah antara metode PSM dan PCSH .........................................................................................
46
14 Nilai kelimpahan (N1) dan nilai dominansi (N2) genus Collembola permukaan tanah di kelima habitat dengan metode PSM .........................
46
15 Nilai kelimpahan (N1) dan nilai dominansi (N2) genus Collembola permukaan tanah di kelima habitat dengan metode PCSH .......................
47
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Morfologi Collembola .................................................................................
5
2 Peranan Collembola di dalam perombakan bahan organik ........................
10
3 Peta lokasi penelitian di kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur. A= Hutan damar dan kaliandra, B= Sekitar danau Telaga Warna, C= Hutan cagar alam, D= Hutan pinus, E= Daerah perbatasan hutan dengan kebun teh ........................................
14
4 Skema transek dan penempatan plot untuk koleksi Collembola Permukaan Tanah ........................................................................................
15
5 Perangkap sumuran (PSM) .........................................................................
16
6 Pengambilan contoh serasah dan humus (PCSH) .......................................
17
7 Proses penyaringan Collembola pada serasah dan humus dengan menggunakan modifikasi corong Berlese ...................................................
17
8 Peralatan untuk pengukuran lingkungan fisik dan kimia ............................
19
9 Lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna ...............................................
23
10 Habitus Collembola permukaan tanah ordo Poduromorpha; (1) Famili Hypogastruridae, (2) Famili Neanuridae, (3) Famili Odontellidae; skala 0.5 mm .....................................................................
32
11 Habitus Collembola permukaan tanah ordo Entomobryomorpha; (1) Famili Isotomidae, (2) Famili Entomobryidae, (3) Famili Paronellidae ..............................................................................................
35
12 Habitus Collembola permukaan tanah ordo Symphypleona; (1) Famili Bourletiellidae, (2) Famili Dicyrtomidae, (3) Famili Sminthuridae .............................................................................................
36
DAFTAR LAMPIRAN 1. DESKRIPSI COLLEMBOLA ...........................................................
67
PENDAHULUAN
Latar Belakang Collembola merupakan kelas terbesar dari filum Artropoda (Hopkin 1997). Collembola mempunyai ukuran tubuh antara 0.25 dan 8 mm (Suhardjono 1992), beberapa dapat mencapai 10 mm (Greenslade 1996). Collembola disebut ekorpegas (Springtails) karena mempunyai alat loncat yang disebut furkula atau furka pada bagian ventral ruas abdomen keempat. Collembola yang terdapat di dunia sekitar 7500 spesies dari 581 genus yang diketahui. Collembola di Indonesia ada 124 genus, 225 spesies, ditambah 52 spesies yang belum dideskripsi (Greenslade et al. 2000). Populasi Collembola sangat besar, bisa mencapai 100.000 tiap meter3 permukaan tanah atau jutaan tiap hektar (Greenslade et al. 2000; Triplehorn & Johnson 2005). Peranan Collembola di dalam ekosistem tidak dapat diabaikan mengingat jumlahnya yang sangat besar. Collembola berperan di dalam siklus makanan sebagai perombak bahan organik atau detritivor (Greenslade 1996; Hopkin 1997; Triplehorn & Johnson 2005). Selain itu Collembola banyak digunakan sebagai indikator hayati (bioindikator) atau pemantauan (monitoring) suatu ekosistem (Hopkin 1997; Saosa et al. 2004; Migliorini 2005). Penelitian mengenai Collembola dan peranannya belum banyak dilakukan di Indonesia. Faktor penyebab kurang populernya Collembola di Indonesia antara lain ukuran tubuh kecil, habitat berada di dalam tanah, dan peranan yang tidak langsung dirasakan manusia. Akibatnya Collembola menjadi kurang dikenal keragaman spesies, habitat, daerah sebaran, dan sifat biologinya (Suhardjono 2006). Daerah yang pernah dikoleksi Collembolanya di Indonesia adalah beberapa tempat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Sumatera Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat (Suhardjono 2006). Mengingat jumlah Collembola banyak dan peranannya sebagai bioindikator dan monitoring suatu ekosistem, maka menarik sekali untuk dilakukan penelitian mengenai komunitas Collembola, khususnya Collembola permukaan tanah di
2 kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur. Kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur merupakan daerah yang dikonservasi baik biota maupun fisiknya (Dephutbun 1998). Kawasan Telaga Warna terdiri dari cagar alam, taman wisata alam Telaga Warna, dan taman wisata alam Jember. Taman wisata alam Telaga Warna mempunyai keunikan dengan adanya danau Telaga Warna di tengahtengah pegunungan. Taman wisata alam Jember didominasi tanaman monokultur pinus dan damar. Selain itu kawasan Telaga Warna dikelilingi oleh perkebunan teh. Kawasan Telaga Warna banyak dikunjungi wisatawan karena terdapat taman wisata alam dan perkebunan teh. Adanya aktivitas manusia dapat menimbulkan gangguan di kawasan Telaga Warna. Sehingga menarik untuk diteliti sejauh mana pengaruh gangguan aktivitas manusia di kawasan Telaga Warna dilihat dari komunitas Collembola. Inventarisasi Collembola permukaan tanah pada berbagai macam tipe habitat di kawasan Telaga Warna sangat diperlukan untuk dapat mendayagunakan peranannya. Pengenalan spesies Collembola permukaan tanah merupakan langkah awal untuk memanfaatkan keberadaan Collembola. Habitat, sebaran geografi, ekologi, dan perilaku Collembola permukaan tanah dapat dipelajari lebih lanjut setelah dikenal spesiesnya.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari komunitas Collembola permukaan tanah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna, Kabupaten Bogor dan Cianjur. 2. Membandingkan komunitas Collembola permukaan tanah yang diperoleh antara metode perangkap sumuran (PSM) dengan pencuplikan contoh serasah dan humus (PCSH). 3. Mempelajari hubungan antara Collembola permukaan tanah dengan faktor lingkungan.
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang komunitas Collembola permukaan tanah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna, Kabupaten Bogor dan Cianjur. Hasil yang diperoleh dapat memberi gambaran penyebab perbedaan keanekaragaman Collembola permukaan tanah pada lima tipe habitat dihubungkan dengan faktor biotik dan abiotik. Selain itu dapat diketahui keragaman komunitas Collembola permukaan tanah yang diperoleh dengan metode PSM dan PCSH. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan pengelolaan kawasan Telaga Warna sebagai daerah konservasi yang berwawasan lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Collembola Collembola berasal dari bahasa Yunani, yaitu colle (= lem) dan embolon (= piston). Penamaan ini berdasarkan adanya tabung ventral (kolofor) pada sisi ventral ruas abdomen pertama yang menghasilkan perekat (Hopkin 1997). Kolofor memungkinkan Collembola menempel pada permukaan di tempat ia berjalan (Hopkin 1997; Triplehorn & Johnson 2005). Fungsi lain kolofor adalah sebagai alat osmoregulasi, pengangkutan kotoran yang menempel di badan, berisi hemolimfe, dan pada Sminthuridae sebagai pelindung setelah meloncat (Greenslade 1996; Hopkin 1997; Triplehorn & Johnson 2005). Collembola dikenal juga dengan istilah Springtails (Ekorpegas) karena mempunyai struktur bercabang (furka) pada bagian ventral ruas abdomen keempat. Saat istirahat furka terlipat ke depan dan dijepit oleh gigi retinakulum. Retinakulum atau tenakulum merupakan embelan berbentuk capit yang terdapat pada bagian ventral abdomen ketiga. Ketika otot berkontraksi, furka kembali ke posisi tidak lentur kemudian akan memukul substrat sehingga mendorong Collembola ke udara (Greenslade 1996). Menurut Wallwork (1970) Collembola termasuk kelompok mesofauna (200 µm sampai dengan 1 cm) karena mempunyai ukuran tubuh berkisar antara 0.25 mm dan 8.00 mm. Warna tubuh bervariasi, putih, hitam, abu-abu, warna lain, dan bercorak. Tubuh dilengkapi seta tetapi tidak bersayap (Apterygota). Tubuh Collembola terbagi atas tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen (Gambar 1). Antena empat ruas dengan panjang bervariasi. Antena jantan kadangkadang mengalami modifikasi sebagai organ penjepit. Antena mempunyai seta kemosensorik. Ujung antena bentuknya bervariasi, berfungsi sebagai olfaktori. Oseli maksimum 8+8. Bagian mulut tersembunyi di dalam kepala (entognathus), lonjong, dan menonjol. Mulut beradaptasi untuk menggigit-mengunyah atau untuk menghisap cairan. Mandibula kadang-kadang tidak ada. Labium dan palpus maksila berkembang baik, kadang-kadang ada yang tereduksi atau tidak punya (Greenslade 1996).
5
mukro
Gambar 1 Morfologi Collembola (Greenslade 1996)
Toraks dibagi menjadi tiga ruas. Ruas toraks jelas terlihat pada ordo Poduromorpha dan Entomobryomorpha dibandingkan pada ordo Symphypleona dan Neelipleona. Ordo Symphypleona dan Neelipleona mempunyai ruas toraks yang bersatu sampai dengan abdomen. Pada toraks terdapat tiga pasang kaki. Masingmasing kaki dibagi menjadi dua subkoksa, koksa, trokanter, femur, tibiotarsus, dan pretarsus. Tibiotarsus ditunjang oleh rambut yang panjang, seringkali bagian ujung membulat (klavata), menghasilkan sekresi dari kelenjar basal epidermis yang berfungsi untuk menempel pada permukaan yang licin. Pretarsus ditunjang cakar tunggal dan imbuhan empodial (unguiculus) (Greenslade 1996). Abdomen terdiri dari enam ruas. Pada bagian ventral ruas pertama terdapat tabung ventral (kolofor), ruas ketiga terdapat retinakulum, dan ruas keempat terdapat furka. Furka terdiri dari bagian basal, manubrium, sepasang dens, dan mukro berduri atau berlamela. Celah genital jantan atau betina terdapat pada abdomen kelima. Celah anal berada pada abdomen keenam (Greenslade 1996).
6 Cara Hidup Collembola Collembola termasuk hewan yang tidak mengalami metamorfosis (Ametabola) tetapi hanya mengalami pergantian kulit sebanyak lima sampai dengan enam kali. Bentuk pradewasa dengan dewasa mirip satu dengan lainnya. Kedua bentuk stadia tersebut dibedakan dari ukuran, jumlah seta, dan pada stadia pradewasa belum ada organ genitalia. Persamaan bentuk pradewasa dengan dewasa mempermudah pengenalan sampai dengan taraf takson tertentu (Suhardjono 1992). Collembola secara umum berumur pendek sekitar satu sampai tiga bulan, akan tetapi beberapa Collembola dapat hidup sampai dengan dewasa lebih dari satu sampai dengan dua tahun. Pseudosinella decipiens Denis bahkan dapat mencapai umur 5 tahun 7 bulan. (Greenslade 1996; Hopkin 1997; Greenslade et al. 2000). Kebanyakan Collembola hidup di dalam tanah dan serasah (Suhardjono 1998). Akan tetapi Collembola dapat juga hidup di tempat tersembunyi seperti di dalam tanah, jamur, reruntuhan pohon, di bawah kulit kayu, kayu-kayu yang membusuk, vegetasi tanaman, kanopi, gua, guano kelelawar, laut, pesisir pantai, dan air tawar (Greenslade et al. 2000; Deharveng & Suhardjono 2004; Triplehorn & Johnson 2005; Rahmadi & Suhardjono 2007). Kebanyakan Collembola penghuni tanah memakan bahan tumbuh-tumbuhan yang sedang membusuk, jamur, dan bakteri. Collembola ada juga yang memakan tinja Artropoda atau serbuk sari ganggang (Triplehorn & Johnson 2005).
Distribusi Collembola Distribusi Collembola sangat luas karena dapat ditemukan di berbagai macam habitat seperti daerah kutub, gurun, sub tropis, dan daerah tropis (Greenslade 1996). Distribusi Collembola bisa dengan bantuan partikel tanah dan bahan organik, bisa juga dengan bantuan angin atau air (Dunger et al. 2002). Famili Hypogastruridae dapat ditemukan baik di daerah tropis maupun sub tropis. Genus Chrematocephalus, spesies C. celebensis mempunyai sebaran yang kosmopolitan, meliputi Jepang, China, Srilangka, Indonesia, Papua, Britania baru, dan Australia (Suhardjono 1992).
7 Akan tetapi ada beberapa spesies Collembola terrestrial yang bersifat endemik, bahkan dikenal mempunyai tingkat endemisme yang tinggi (Hopkin 1997). Contoh Xenylla orientalis Handschin yang hanya terdapat di pulau Jawa (Handschin 1932 dalam Suhardjono 1992). Endemisme dapat terjadi salah satunya karena seleksi alam, seperti adanya pembatas alam berupa laut, sifat tanah, dan cara penyebaran (Suhardjono 1992).
Faktor Abiotik dan Biotik yang Mempengaruhi Keberadaan Collembola Keberadaan Collembola dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik dapat berupa faktor fisik dan kimia seperti pH, suhu, kelembaban, keberadaan zat pencemar di dalam tanah, kedalaman tanah, serta iklim atau musim. Suhu dan penguapan dapat mempengaruhi komunitas Collembola. Setiap kenaikan suhu lebih dari 4 oC di hutan pinus Latvia Utara kekayaan spesies Collembola eudaphic mengalami penurunan (Jucevica & Meleis 2005). Collembola menunjukkan perbedaan keanekaragaman vertikal berdasarkan kedalaman tanah. Collembola banyak terdapat di lapisan serasah dan lapisan tanah bagian atas 0-2.5 cm. Pada saat kelembaban rendah Collembola akan bermigrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam (Detsis 2000). Di hutan basah Collembola banyak terdapat pada lapisan tanah dengan sedikit lapisan serasah pada kedalaman 0 - 4 cm (53-75%). Collembola juga memperlihatkan migrasi vertikal musiman antara serasah dan tanah sampai dengan 8 cm (Holt 1985). Perpindahan Collembola ke lapisan tanah disebabkan oleh tingkat kekeringan tanah. Jumlah Collembola serasah di hutan basah paling sedikit terjadi pada musim kering sedangkan paling banyak pada musim hujan dengan curah hujan 73% per tahun. Kelembaban merupakan penyebab utama rendahnya tingkat populasi Collembola pada bulan-bulan kering (Holt 1985). Beberapa spesies Collembola yang peka terhadap kelembaban tanah sehingga variasi komposisi spesies dan populasi berbeda (Irmler 2004). Misalnya Isotomurus palustris Muller dan Tomocerus minor Lubbock banyak terdapat dalam keaadan
8 kelembaban tinggi (basah) sedangkan Hypogastrura armata Nicolet dan Folsomia quadrioculata Tullberg lebih menyukai keadaan kering. Selain faktor fisik dan kimia, faktor biotik juga berpengaruh terhadap keberadaan Collembola. Vegetasi penutup merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan karena dapat mempengaruhi sifat keadaan tanah. Keanekaragaman vegetasi mempengaruhi keanekaragaman Collembola (Rahmadi et al. 2004). Pada hutan Sungai Tabalong Kalimantan Selatan yang didominasi tanaman Dipterocarpaceae seperti Shorea sp. komposisi Collembola yang mendominasi adalah Paronellidae, Dicyrtomidae, dan Hypogastruridae. Sedangkan di hutan monokultur yang hanya di tanami Acasia mangium Collembola yang mendominasinya adalah famili Paronellidae dan Isotomidae. Komunitas Collembola di Tam Dao Vietnam berhubungan dengan kerusakan hutan. Perubahan komunitas Collembola sangat menarik karena mengalami kenaikan secara gradual. Collembola yang terdapat pada hutan yang terganggu aktivitas manusia sebanyak 12 spesies, kebun teh 20 spesies, semak 21 spesies, dan lahan pertanian 24 spesies. Jadi ada hubungan antara keanekaragaman spesies dan perubahan tipe penutupan hutan (Vu & Nguyen 2000). Predator dapat juga mengendalikan populasi Collembola. Tungau (Mite) merupakan kelompok predator yang penting dalam menentukan ukuran populasi Collembola. Kelompok predator kedua adalah Pseudoscorpion, Staphylinidae, Carabidae, dan Centipedes, sedangkan kelompok predator ketiga adalah semut, labalaba, dan hemiptera predator (Hopkin 1997). Collembola menghasilkan zat kimia (methyl asetat) yang dapat dipergunakan sebagai alat pertahanan terhadap serangan predator (Pfander & Zettel 2004; Negri 2004).
Peranan Collembola di dalam Ekosistem Di dalam ekosistem Collembola merupakan salah satu taraf dalam piramida makanan. Collembola merupakan sumber pakan bagi kelompok predator, misalnya Acarina. Acarina merupakan sumber makanan bagi kelompok pemangsa lainnya. Besar kecilnya populasi Collembola akan berpengaruh terhadap populasi kelompok
9 fauna lainnya, sehingga Collembola berperan dalam menyeimbangkan fauna tanah. Collembola juga berperan sebagai pemangsa bagi kelompok Diatomae dan Nematoda (Suhardjono 1992). Collembola berperan di dalam siklus makanan sebagai perombak bahan organik atau detritivor (Brown 1980; Greenslade 1996; Hopkin 1997; Triplehorn & Johnson 2005) (Gambar 2). Collembola juga dapat menjadi mata rantai antara pH, kandungan nutrisi atau bahan organik parameter kimia tanah seperti C:N, K, Ca, dan Mg (Cassagne et al. 2003). Di dalam tanah Collembola tumbuh pada mikoriza dan sebagai kontrol penyakit fungi pada beberapa tanaman. Pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, pemakanan mikoriza akar dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan petumbuhan tanaman. Collembola penting dalam merangsang atau menekan simbiosis mikrobial di sekitar akar tanaman (Hopkin 1997). Collembola dapat meningkatkan sumber makanan secara langsung di dalam pembusukan akar atau secara tidak langsung di dalam pembentukan hifa fungi dekomposer (Sinka et al. 2007). Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang ditimbulkan oleh jamur atau fungi. Protaphorura armata Tullberg dapat berperan sebagai pengendali penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur Fusarium culmorum dan Gaeumannomyces graminis var tritici (Sabatini et al. 2004). Sminthurus viridis Lubbock dianggap sebagai hama tumbuhan karena mengambil makanan dari tumbuhan yang masih hidup (Greenslade et al. 2000). Tetapi spesies Collembola tersebut belum pernah ditemukan di Indonesia (Suhardjono 1992).
10
Collembola
Collembola
Gambar 2 Peranan Collembola di dalam perombakan bahan organik (Brown 1980). Klasifikasi Collembola Collembola mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi sehingga terjadi perbedaan
pengklasifikasian
Collembola.
Beberapa
pakar
mengelompokkan
Collembola sebagai ordo dari kelas Hexapoda atau Insecta (Triplehorn & Johnson 2005). Sedangkan kelompok pakar lain mengelompokkan Collembola sebagai takson kelas yang terpisah dari kelas Insecta (Suhardjono 1992; Hopkins 1997; Greenslade 1996; Jordana & Arbea 1989; Deharveng 2004). Penentuan karakter morfologi antara Collembola dan Insecta menunjukkan adanya perbedaan prinsip yang dapat memisahkan Collembola dari kelas Insecta. Karakter-karakter tersebut adalah adanya perbedaan ruas pada kaki, toraks, dan abdomen. Selain itu Collembola mempunyai tabung ventral, furkula, tenakulum, dan hanya mempunyai oseli (Suhardjono 1992). Berdasarkan perbedaan karakter tersebut maka Collembola di dalam tesis ini tidak termasuk ke dalam kelas Insecta.
11 Menurut Greenslade (1996) Collembola dibagi menjadi tiga ordo, yaitu Arthropleona, Symphypleona, dan Neelipleona. Ordo Arthropleona meliputi spesies yang mempunyai tubuh memanjang, batas antara toraks dan abdomen jelas. Sedangkan ordo Symphypleona dan Neelipleona berbentuk bulat dengan batas antar ruas tubuh kurang jelas. Akan tetapi klasifikasi yang dipergunakan dalam tesis ini adalah menurut Jordana & Arbea (1989) dan Deharveng (2004) yang membagi Collembola menjadi empat ordo, yaitu Poduromorpha, Entomobryomorpha, Symphypleona, dan Neelipleona. Alasan pemilihan klasifikasi yang dipergunakan oleh Deharveng (2004) karena pengklasifikasiannya sudah dikaitkan antara pendekatan morfologi, ketotaksi, dan molekuler. Ketotaksi adalah susunan dan tata nama seta atau modifikasi seta seperti seta mikro, seta makro, botriotrika, sisik, dan spina pada setiap bagian tubuh Collembola (Suhardjono 1992). Ordo Poduromorpha mempunyai bentuk tubuh bulat konveks; silindris; ruas toraks dan abdomen mudah dibedakan; prognatus; tergit toraks I jelas dan berseta; segmen tubuh I sampai dengan IV sama panjang. Ordo Entomobryomorpha mempunyai tubuh pipih silindris; ruas toraks dan abdomen mudah dibedakan; prognatus; tergit toraks I tidak berkembang dan tidak berseta; segmen tubuh I sampai dengan IV panjangnya tidak selalu sama. Ordo Neelipleona dan Symphypleona mempunyai bentuk tubuh bulat. Ordo Neelipleona dan Symphypleona dapat dibedakan dari keberadaan mata; peruasan toraks dan abdomen; bentuk kepala; serta ukuran antena (Greenslade et al. 2000).
Kawasan Telaga Warna Kawasan Telaga Warna terletak di daerah kabupaten Bogor dan Cianjur. Kawasan ini terdiri dari Cagar Alam Telaga Warna Cianjur seluas 358.31 Ha, Cagar Alam Telaga Warna Bogor 134.74 Ha, Taman Wisata Alam Telaga Warna Bogor 4.60 Ha, dan Taman Wisata Alam Jember seluas 52.01 Ha. Jadi jumlah total luas kawasan Telaga Warna 549.66 Ha (Dephutbun 1998).
12 Kawasan hutan Telaga Warna ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4881/Kpts/Um/1981 tanggal 9 Juni 1981. Secara administratif kawasan Telaga Warna terletak di kaki gunung Gede Pangrango, Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis kawasan Telaga Warna terletak antara 6o42’23’’ – 6o43’24’’ Lintang Selatan dan 106o50’12’’ – 107o59’00’’ Bujur Timur (Dephutbun 1998). Kawasan Telaga Warna memiliki ketinggian antara 1400 dan 1800 m dpl. Hutan pegunungan dengan danau di tengahnya menjadi keunikan sebagai daerah konservasi dan dijadikan taman wisata untuk komersil (Dephutbun 1998). Kawasan Telaga Warna termasuk ke dalam kategori hutan hujan pegunungan. Curah hujan rata-rata 3.380 mm/tahun, kelembaban udara 91.95%, suhu minimal 0 sampai dengan 10 oC, suhu maksimal 24 sampai dengan 27 oC, dan suhu udara rata-rata 18.3 oC. Flora yang terdapat di kawasan ini berupa tumbuhan tingkat rendah seperti paku-pakuan, liana, dan lainnya yang merupakan ciri khas hutan hujan pegunungan. Tumbuhan tingkat tinggi yang paling banyak terdapat adalah Rasamala (Altingia excelsa), Saninten (Castanopsis argentea BI,.), Puspa (Schima wallichii), Hiur (Castanopsis javanica), Huru (Litsea sp.), Jamuju (Podocarpus sp.), Pasang (Quercus sp.), dan Jambu-jambuan (Eugenia spp.).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur Propinsi Jawa Barat. Penyaringan dan pemilahan spesimen dilakukan di laboratorium Entomologi bidang Zoologi, Pusat Penelitian (Puslit) Biologi, LIPI Cibinong, Bogor. Pembuatan preparat kaca dan identifikasi Collembola dilakukan di bagian Fungsi dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB. Verifikasi hasil identifikasi Collembola dilakukan di laboratorium Entomologi bidang Zoologi, Pusat Penelitian (Puslit) Biologi, LIPI Cibinong, Bogor. Analisis sifat abiotik seperti tekstur, bahan organik, phosphor, kalium, dan kadar air tanah dilakukan di Pusat Penelitian (Puslit) Tanah dan Agroklimat Bogor dan di
Laboratorium Kimia Tanah Departemen Ilmu Tanah IPB. Analisis sifat
abiotik lain seperti suhu tanah dan udara, kelembaban tanah dan udara, serta pH tanah dilakukan langsung di lokasi bersamaan dengan pengamatan vegetasi dan pengukuran ketebalan serasah. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2007 sampai dengan Mei 2008.
Penempatan Plot Pengamatan Penempatan plot dilakukan di lima tipe habitat, yaitu hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, hutan cagar alam, hutan pinus, dan daerah perbatasan antara hutan cagar alam dengan kebun teh (Gambar 3). Pada setiap lokasi pengamatan dibuat dua garis transek berjarak 10 m dengan panjang 100 m. Setiap jarak 10 m dipasang perangkap sumuran (PSM). Pengambilan contoh serasah dan humus (PCSH) dilakukan sebanyak lima titik untuk setiap lokasi (Gambar 4). Ketinggian tempat di setiap lokasi pengamatan diukur dengan menggunakan Global Position System (GPS). Pengamatan vegetasi tumbuhan yang dominan dilakukan di setiap jalur transek.
14
PETA JAWA BARAT
BOGOR
E C
B D A
Gambar 3
Peta lokasi penelitian di Kawasan Telaga Warna Kabupaten Bogor dan Cianjur. A= Hutan damar dan kaliandra, B= Sekitar danau Telaga Warna, C= Hutan cagar alam, D= Hutan pinus, E= Daerah perbatasan hutan dengan kebun teh.
15 100 meter 10 m 10 m
A
10 m
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 B
Gambar 4 Skema transek dan penempatan plot untuk koleksi Collembola permukaan tanah. Keterangan: = = A-B = 1-10 =
Perangkap sumuran Pengambilan contoh serasah dan humus ukuran 25x25 cm kedalaman 5 cm Garis transek Jumlah plot setiap transek
Koleksi Collembola Permukaan Tanah Koleksi Collembola permukaan tanah dilakukan dengan dua cara, yaitu metode perangkap sumuran (PSM) dan metode pengambilan contoh serasah dan humus (PCSH). Metode PSM digunakan dengan pertimbangan praktis, murah, mudah digunakan dan dibawa. Metode ini dapat menangkap Collembola permukaan tanah yang aktif di atas permukaan tanah baik yang nokturnal maupun diurnal (Marshall et al. 1994; Greenslade et al. 2000; Santos 2007). Perangkap sumuran telah digunakan secara ekstensif untuk laba-laba, Collembola, Myriapoda, semut, dan kumbang (Nakashizuka & Stork 2002). Perangkap yang digunakan berupa gelas plastik dengan diameter mulut 6,5 cm, dasar 4,5 cm dan tinggi 10 cm (Gambar 5). Kemudian perangkap diisi alkohol 95%
16
Gambar 5 Perangkap Sumuran (PSM).
sampai dengan sepertiga tinggi gelas dan diberi setetes gliserin untuk mengurangi penguapan alkohol (Rahmadi & Suhardjono 2003; Rahmadi et al. 2004). Perangkap dipasang di permukaan tanah yang telah dilubangi sesuai ukuran gelas plastik tersebut. Permukaan tanah di dekat bibir gelas diratakan. Di atas perangkap dipasang atap plastik dengan tinggi kira-kira 10 sampai dengan 15 cm supaya air hujan tidak masuk. Perangkap diambil setelah dipasang selama 72 jam. Hewan yang tertangkap dipindahkan ke dalam botol koleksi dengan alkoholnya dan diberi label berdasarkan nomor contoh dan letak perangkap. Selanjutnya botol-botol koleksi dibawa ke laboratorium. Hewan yang tertangkap dengan metode PCSH dan PSM dipilah antara Collembola dan yang bukan Collembola seperti Acarina, Insecta, Arachnida, Nematoda, dan tikus. Metode PCSH dilakukan dengan ukuran 25 x 25 cm kedalaman 5 cm (Gambar 6). Serasah yang diambil adalah serasah yang sudah terfermentasi karena banyak terdapat Collembola (Suhardjono 1992). Kemudian dilakukan pengukuran ketebalan serasah.
17
25 cm 25 cm
Gambar 6 Pengambilan contoh serasah dan humus (PCSH).
Serasah dan humus dimasukkan ke dalam kantung kain belacu secara terpisah untuk dibawa ke laboratorium. Selanjutnya serasah dan humus dimasukkan ke dalam modifikasi corong Berlese tanpa menggunakan lampu tapi dibiarkan di dalam suhu kamar (Gambar 7). Corong Berlese bertujuan untuk menyaring dan mengkoleksi Collembola. Collembola akan bergerak ke bawah dan jatuh ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 95% (Suhardjono 1992). Proses penyaringan Collembola dilakukan selama empat belas hari (Rahmadi et al. 2004). Setiap tiga hari tanah diperciki air agar tidak kering. Setelah satu minggu dilakukan pembalikan tanah.
Gambar 7 Proses penyaringan Collembola pada serasah dan humus dengan menggunakan modifikasi corong Berlese.
18 Pembuatan Preparat Kaca Collembola memiliki tubuh lunak, beberapa Collembola memiliki lapisan lemak yang cukup tebal dan berwarna gelap. Identifikasi dapat dilakukan dengan baik jika dikurangi lapisan lemak dan warna tubuh dengan cara direndam di dalam larutan Nesbitt (Suhardjono 1992; Greenslade et al. 2000). Komposisi larutan Nesbitt adalah 40 gram khloral hidrat, 2.5 ml asam khlorida pekat, dan 37 ml air destilata. Lama perendaman tergantung pada ukuran tubuh, ketebalan lapisan lemak, kutikula, dan warna spesimen. Makin besar ukuran dan makin tebal lapisan lemak, kutikula, dan warna spesimen akan semakin lama waktu yang diperlukan. Periode ini dapat berlangsung lima menit sampai dengan dua hari. Famili Hypogastruridae, Odontellidae, dan Isotomidae direndam selama kurang lebih 5 menit; famili Entomobryidae yang berukuran kecil (> 1mm) direndam selama 10 menit sedangkan Entomobryidae berukuran besar (+ 2 mm) dan gemuk direndam antara 10-30 menit; famili Paronellidae direndam sekitar 3 jam; famili Neanuridae, Sminthuridae, dan Sminthurididae yang berukuran kecil (> 1 mm) direndam sekitar 3-5 jam; dan famili Neanuridae, Paronellidae, Dicyrtomidae, dan Sminthuridae yang berukuran besar (< 1mm) direndam kurang lebih 24 jam. Pemeriksaan kejernihan spesimen dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop. Setelah spesimen jernih dilakukan penempelan (mounting) menggunakan larutan Berlese dengan komposisi adalah 20 ml air destilata, 15 gram lem arab, 50 gram khloral hidrat, 5 ml gliserin, dan 5 ml asam glasial. Pemindahan spesimen dilakukan dengan bantuan jarum mikro. Pengaturan posisi spesimen pada gelas obyek sangat penting untuk proses identifikasi. Spesimen ditutup dengan gelas penutup secara hati-hati. Gelembung udara dapat dihilangkan dengan menghangatkan preparat yang masih basah di atas papan pemanas suhu 40o C. Kemudian dilakukan pengeringan pada suhu kamar. Jika ingin cepat kering preparat dapat disimpan di dalam oven dengan suhu 70o C selama 2 sampai dengan 7 hari.
19 Identifikasi Collembola yang didapat dihitung, diukur, dan diidentifikasi sampai dengan tingkat famili. Pengukuran Collembola dilakukan dengan menggunakan program Image J. Identifikasi sampai dengan tingkat genus dilakukan setelah Collembola dibuat preparat kaca. Kunci determinasi yang dipergunakan sampai dengan tingkat genus adalah Handschin (1925, 1926, 1928); Yoshii (1959, 1982a, 1982b 1983); Suhardjono (1989, 1991, 1992); Jordana & Arbea (1989); Yoshii & Suhardjono (1989, 1992a, 1992b); Greenslade et al. (2000).
Analisis Lingkungan Fisik dan Kimia Analisis lingkungan meliputi sifat kimia dan fisik tanah, udara, dan curah hujan. Sifat kimia tanah meliputi ratio C:N, C-organik, pH tanah, N, P, dan K. Sifat fisik tanah meliputi kadar air tanah, tekstur, suhu permukaan tanah, dan kelembaban permukaan tanah. Pengambilan contoh tanah untuk setiap habitat disatukan (contoh tanah komposit) sebanyak lima titik. Pengukuran suhu dan kelembaban permukaan tanah, suhu dan kelembaban udara dilakukan saat pagi hari hingga menjelang siang. Data curah hujan diambil tujuh hari sebelum pengambilan contoh dan empat hari saat pengambilan contoh.
Termometer tanah Termometer dan RH udara PSM pH dan RH tanah
Gambar 8 Peralatan untuk pengukuran lingkungan fisik dan kimia.
20 Analisis Data Nilai keanekaragaman Collembola permukaan tanah dihitung berdasarkan nilai keanekaragaman yang dikemukakan oleh Hill (Ludwig and Reynolds 1988). Nilai keanekaragaman tersebut memiliki kemudahan karena dihitung dengan menggunakan ordo nol, satu, dan dua. Nilai ordo satu dan dua dapat digunakan untuk menentukan jumlah genus yang melimpah dan mendominasi untuk setiap tipe habitat yang diamati. Nilai keanekaragaman Hill adalah sebagai berikut : NA
s = -∑ (Pi)1/(1-λ) i=1
Ordo Nol
: N0 = s
Ordo Satu
: N1 = eH’
Ordo Dua
: N2 = 1 λ
N0 merupakan jumlah genus yang terdapat di dalam contoh. Nilai N0 ini sama dengan nilai s. Untuk mengetahui nilai keragaman Hill dibutuhkan dua indeks keragaman lain. Indeks yang sering digunakan adalah indeks Shannon and Wiener (H’) dan indeks Simpson (λ). Indeks Shannon-Wiener (1949) diacu dalam Cox (2002) adalah : H’
=
s -∑ (Pi ln Pi) i=1
Indeks Simpson (1949) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) adalah sebagai berikut: λ
s = -∑ ni (ni – 1) i=1 N (N – 1)
21 Keterangan: H’
: Indeks Keragaman Shannon-Wiener
λ
: Indeks Simpson
N0
: Jumlah genus dalam contoh
N1
: Jumlah kelimpahan genus
N2
: Jumlah genus yang dominan
Pi
: ni/N
ni
: jumlah individu genus ke- i
N
: total jumlah individu
s
: total jumlah genus dalam contoh
Nilai indeks Hill, termasuk indeks Shannon-Wiener (H’) dan indeks Simpson (λ) dihitung dengan menggunakan program analisis BioDAP for Window v. 1988.
HASIL
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di lima habitat mulai dari ketinggian 1 244 m sampai dengan 1 461 m dpl. Habitat hutan damar dan kaliandra mempunyai ketinggian rataan terendah yaitu 1 278.75 m dpl, sedangkan hutan cagar alam merupakan habitat tertinggi 1 518.80 m dpl (Tabel 1, Gambar 9).
Tabel 1 Koordinat dan ketinggian pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna No 1 2 3 4 5
Habitat
Kode
Koordinat
Hutan damar dan kaliandra
A
S 06 42' 44.1" - S 06 42' 45.7"
Sekitar danau Telaga Warna
B
E 107o 59' 0' 20.5" - E 107o 59' 0' 23.6" S 06 42' 07.8" - S 06 42' 10.0"
Hutan cagar alam
C
E 106º 59' 0' 49.3" - E 106o 59' 0' 50.2" S 06 42' 11.6" - S 06 42' 13.5"
Hutan pinus
D
E 106º 59' 0' 43.1" - E 106o 59' 0' 4.7" S 06 42' 37.6" - S 06 42' 40.4"
E
E 107o 59' 0' 10.9" - E 107o 59' 0' 14.1" S 06 42' 58.6" - S 06 42' 02.1"
Batas hutan dengan kebun teh
E 106º 59' 0' 48.4" - E 106o 59' 0' 49.1"
Ketinggian (m dpl)
Ketinggian rataan (m dpl)
1 244-1 299
1 278.75
1 426-1 479
1 452.60
1 506-1 536
1 518.80
1 293-1 326
1 309.95
1 450-1 461
1 454.37
Vegetasi Pengamatan vegetasi dilakukan untuk melihat tumbuhan yang mendominasi di sekitar tempat pengambilan contoh. Spesies vegetasi yang terdapat di lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna beraneka ragam (Tabel 2).
23
A. Hutan damar dan kaliandra
B. Sekitar danau Telaga Warna
C. Hutan Cagar Alam
C. Hutan cagar alam
D. Hutan pinus
E. Daerah perbatasan hutan dengan kebun teh Gambar 9 Lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna.
24 Vegetasi di bagian atas hutan damar dan kaliandra didominasi oleh pohon damar (Agathis alba) sedangkan vegetasi di bagian bawah didominasi oleh tumbuhan kaliandra (Calliandra hematocephala) yang rapat. Habitat hutan pinus vegetasi bagian atas didominasi oleh tumbuhan pinus (Pinus merkusii) dan vegetasi bagian bawah ditumbuhi oleh beberapa spesies tumbuhan seperti kaliandra (Calliandra hematocephala), kirinyu (Eupatorium inulifolium), rumput-rumputan, dan pakupakuan. Vegetasi bagian atas habitat hutan cagar alam, sekitar danau Telaga Warna, dan perbatasan hutan dan kebun teh umumnya hampir sama. Pohon yang mendominasi vegetasi bagian atas antara lain, puspa (Schima walichii), ganitri (Elaeocarpus sphaericus), ki leho (Saurauia pendula), nangsi (Villebrunea pubescens), riung anak (Castanopsis javanica), beleketebe (Sloanea sigun), saninten (Castanopsis argentea), walen (Ficus ribes), seuhang (Ficus grossularioides), ki se’er (Antidesma tetrandrum), dan pandan hutan (Pandanus lautifolius). Vegetasi bagian bawah daerah perbatasan hutan dan kebun teh dan sekitar danau Telaga Warna
lebih bervariasi dibandingkan dengan hutan cagar alam.
Vegetasi bawah sekitar danau Telaga Warna paling banyak yaitu 25 spesies. Vegetasi bawah habitat perbatasan hutan dan kebun teh dan habitat sekitar danau Telaga Warna didominasi oleh teklan (Eupatorium riparium), kirinyu (Eupatorium inulifolium), bubukuan (Strobilanthus cernua), kecubung (Brugmansia suaveolens), Caring beureum (Begonia isoptera), harendong (Melastoma malabahtricum), pacing (Costus speciatus), cariang (Begonia muricata), cariang asri (Homalonema cordata), canar (Smilax zeylanica), lumut, paku-pakuan, dan rumput-rumputan. Vegetasi bawah hutan cagar alam lebih didominasi oleh tumbuhan bubukuan (Strobilanthus cernua), cariang (Begonia muricata), pacing (Costus speciatus), lumut, dan paku-pakuan.
25 Tabel 2 Vegetasi bagian atas dan bawah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna Habitat
Vegetasi Atas
No
Nama Latin A
Nama Latin
Nama Daerah
1
Agathis alba
Damar
1
Calliandra hematocephala
Kaliandra
1
Castanopsis argentea
Saninten
1
Adiantum
Paku adiantum
2
Castanopsis javanica
Riung anak
2
Ficus recurva
Areuy gondang
3
Cerbera manghans
3
Strobilanthus cernua
Bubukuan
4
Elaeocarpus sphaericus
Ganitri
4
Lobelia numulari
Cacabean
5
Ficus grossulariodes
Seuhang
5
Smilax zeylanica
Canar
6
Ficus ribes
Walen
6
Begonia muricata
Cariang
7
Musa acuminata
Pisang kole
7
Begonia isoptera
Caring beureum
8
Pinanga coronata
Palem bingbin
8
Clerodendron
Clerodendron
9
Saurauria pendula
Ki Leho
9
Cyathea
Cyathea
10
Schima walichii
Puspa
10
Rubus crisopilus
Hareueus
11
Sloanea sigun
Beleketebe
11
Melastoma malabathricum
Harendong
12
Villebrunea pubescens
Nangsi
12
Laportea stimulant
Huru leksa
13
Brugmantia suaveolens
Kecubung
14
Medinila veriukosa
Harendong koneng
15
Passiflora suberosa
Konyal
16
Musci
Lumut
17
Lycopodium
Lycopodium
18
Costus speciatus
Pacing
19
Pandanus lantifolius
Pandan
20
Trepesia sundaica
Panggang cucuk
21
Paspalum repens
Rumput
22
Pilea trinervia
Pohpohan
23
Laportea stimulant
Pulus
24
Drymaria cordata
Rumput ibun
25
Eupatorium riparium
Teklan
_
B
C
Vegetasi Bawah
No Nama Daerah
1
Antidesma tetrandum
Ki se'er
1
Asplenium zolongeri
Pakis
2
Callamus adspersus
Rotan hijau
2
Costus speciatus
Pacing
3
Castanopsis argentea
Saninten
3
Ficus recurva
Areuy gondang
4
Castanopsis javanica
Riung anak
4
Strobilanthus cernua
Bubukuan
5
Ficus grossulariodes
Seuhang
5
Begonia muricata
Cariang
6
Ficus ribes
Walen
6
Homalonema cordata
Cariang asri
7
Musa acuminata
Pisang kole
7
Cyathea
Cyathea
8
Pandanus lautifolius
Pandan
8
Brugmantia suaveolens
Kecubung
9
Pinanga coronata
Palem bingbin
9
Melastoma malabathricum
Harendong
10
Saurauria pendula
Ki Leho
10
Litsea resinosa
Huru leksa
11
Schima walichii
Puspa
11
Neprolepis
Paku neprolepis
12
Sloanea sigun
Beleketebe
12
13
Villebrunea pubescens
Nangsi
13
14
Athryrium repandum
Paku tiang
Eupatorium riparium
Tapak kuya Teklan
26 Habitat
No
Nama Latin
Vegetasi Bawah
No
Vegetasi Atas Nama Daerah
1
Pinus merkusii
Pinus
2
Castanopsis javanica
Riung anak
D
Nama Latin
Nama Daerah
1
Cerbera manghas
_ Cyathea
2
Cyathea
3
Leersia hexandra
Jukut lameta
4
Axonopus compressus
Jukut pait
5
Calliandra hematocephala
Kaliandra
6
Eupatorium inulifolium
Kirinyu
1
Strobilanthus cernua
Bubukuan
1
D. costulata
2
Ficus grossulariodes
Seuhang
2
Smilax zeylanica
Canar
3
Elaeocarpus sphaericus
Ganitri
3
Begonia muricata
Cariang
4
Villebrunea pubescens
Nangsi
4
Homalonema cordata
Cariang asri
5
Castanopsis javanica
Riung anak
5
Begonia isoptera
Caring beureum
6
Castanopsis argentea
Saninten
6
Cyathea
Cyathea
7
Ficus ribes
Walen
7
Axonopus compressus
Jukut pait
8
Brugmantia suaveolens
Kecubung
E
9
Eupatorium inulifolium
Kirinyu
10
Neprolepis sp.
Paku Neprolepis
11
Costus speciatus
Pacing
12
Dyopterixsp.
Paku
13
Pandanus hirtus
Pandan hutan
14
Pogonatum sp.
Rumput
15
Callamus adspersus
Rotan hijau
16
Zallacca edualis
Salak
17
Marselea crenata
Semanggi
18
-
Tapak kuya
19
Forestia javanica
Tali said
20
Eupatorium riparium
Teklan
21
Pilea trinervia
Pohpohan
Keterangan habitat mengacu pada Tabel 1.
Serasah Serasah berasal dari pelapukan daun, ranting, dan kayu yang jatuh ke tanah. Serasah merupakan salah satu penyusun bahan organik yang semakin lama akan terakumulasi dan menjadi tebal. Serasah merupakan sumber makanan dan tempat hidup bagi Collembola permukaan tanah. Pengukuran tebal serasah di lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 3). Habitat perbatasan hutan dan kebun teh mempunyai rataan ketebalan serasah paling kecil yaitu 1.8 + 0.84 cm. Sedangkan hutan pinus rataan ketebalan serasahnya paling tinggi yaitu 7.2 + 1.30 cm.
27 Tabel 3 Rataan ketebalan serasah pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna No Habitat Rataan & SD Ketebalan Serasah (cm) 1 A 4.2 + 1.10 2 B 2.4 + 1.34 3 C 3.0 + 1.22 4 D 7.2 + 1.30 5 E 1.8 + 0.84 Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1. Lingkungan Fisik dan Kimia Faktor lingkungan yang diamati meliputi sifat fisik dan kimia tanah serta udara (Tabel 4). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara secara umum tidak jauh berbeda. Suhu udara di keempat habitat berkisar antara 22.93 dan 25.56 oC, sedang kelembaban udara berkisar antara 86.75 dan 96.45%. Suhu udara di hutan cagar alam paling rendah yaitu 20.41 oC. Kelembaban udara di hutan pinus mempunyai angka terkecil yaitu 80.70%. Suhu dan kelembaban tanah secara umum juga tidak memperlihatkan perbedaan pada keempat habitat yaitu berkisar antara 20.50 dan 21.50 oC, 72.80% dan 77.30%. Hutan cagar alam mempunyai suhu dan kelembaban tanah paling rendah yaitu 18.05 oC dan 58.80%. Kelembaban tanah di hutan pinus juga rendah sekitar 62.50%. Intensitas keasaman suatu sistem tanah diperlihatkan oleh nilai pH. Secara umum kelima tipe habitat mempunyai pH yang asam. Hasil pengukuran pH tanah paling rendah terdapat di habitat hutan damar dan kaliandra yaitu 5.58. Analisis kandungan bahan organik tanah untuk C-organik paling tinggi di daerah sekitar danau telaga warna yaitu 16.14% sedangkan paling rendah di hutan cagar alam yaitu 4.55%. Nilai N-Total paling tinggi di daerah sekitar danau yaitu 1.34% dan paling rendah di hutan cagar alam 0.43%. Nilai C/N ratio di kelima habitat hampir sama yaitu berkisar antara 10 dan 12%.
28 Tabel 4 Sifat fisik dan kimia tanah serta udara pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna No
Variabel o
A
B
Habitat C
D
E
1 2
Suhu Udara ( C) Kelembaban Udara (%)
23.15 92.50
22.93 96.45
20.41 86.75
25.56 80.70
23.34 89.00
3 4
Suhu Tanah (oC) Kelembaban Tanah (%)
21.30 77.30
21.20 73.00
18.05 58.80
21.50 62.50
20.50 72.80
5 6
pH Tanah (oC) Kelas Tekstur
5.58 lempung berliat 38 34 28
5.76 lempung
6.01 lempung
6.36 lempung
44 35 21
46 33 21
41 36 23
5.64 lempung berpasir 64 25 12
12.94 1.24 10 5 0.52 10.40
16.14 1.34 12 13 0.08 8.50
4.55 0.43 10 6 0.48 7.40
10.99 0.88 12 8 0.10 9.50
12.13 1.05 12 20 0.52 6.60
7
8 9 10
Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Bahan Organik C-Organik (%) N-Total (%) C/N Ratio (%) Phospor (P2O5)/ppm Kalium (K)/me/100g Kadar Air (%)
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1. Kandungan Phospor (P2O5) paling tinggi terdapat di perbatasan antara hutan dan kebun teh yaitu 20 ppm sedangkan habitat lainnya berkisar 5-13 ppm. Kandungan Kalium (K) tertinggi terdapat di habitat perbatasan antara hutan dankebun teh serta di hutan damar dan kaliandra yaitu sebesar 0.52 me/100g. Habitat sekitar danau Telaga Warna mempunyai kandungan Kalium paling rendah yaitu 0.08 me/100g. Kelas tekstur tanah ditentukan dari perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat. Berdasarkan segitiga tekstur tanah hutan damar dan kaliandra termasuk lempung berliat, daerah perbatasan hutan dan kebun teh lempung berpasir, sedangkan tiga habitat yang lain mempunyai kelas tekstur lempung. Kadar air berhubungan dengan kondisi tekstur tanah. Habitat perbatasan antara hutan dan kebun teh yang mempunyai kandungan pasir tinggi dengan kadar air paling rendah. Sebaliknya habitat hutan damar dan kaliandra mempunyai kandungan pasir rendah dan kadar air paling tinggi yaitu 10.40%.
29 Curah hujan Pengambilan contoh pada penelitian ini dilaksanakan selang waktu DesemberJanuari. Habitat sekitar danau Telaga Warna, daerah perbatasan hutan dan kebun teh, hutan damar dan kaliandra, dan hutan pinus dilaksanakan pada tanggal 12-15 Desember 2007. Curah hujan rataan 7 hari sebelum pengambilan contoh adalah 10.86 + 8.88 mm/hari dan empat hari saat pengambilan contoh adalah 26.50 + 11.12 mm/hari (Tabel 5). Pengambilan contoh di habitat hutan cagar alam dilaksanakan pada tanggal 10 sampai dengan 13 Januari 2008. Curah hujan rataan seminggu sebelum pengambilan contoh adalah 12.14 + 25.06 mm/hari dan empat hari saat pengambilan contoh adalah 0.38 + 0.75 mm/hari. Tabel 5 Data curah hujan (mm/hari) di kawasan Telaga Warna (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), stasiun klimatologi Darmaga Bogor) C
A, B, D, E Waktu
Lokasi
7 hari sebelum penelitian
Saat penelitian
Tgl-Des 2007 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Curah hujan 20 9 6 0 3 24 14 19 21 23 43
Rataan
10.86 + 8.88
26.50 + 1.12
Tgl-Jan 2008 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Curah hujan 68 13 2 2 0 0 0 0 0 0 1.5
Rataan
12.14 + 25.06
0.38 + 0.75
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1. Komunitas Collembola Permukaan Tanah di Kawasan Telaga Warna Collembola permukaan tanah yang ditemukan pada penelitian ini seluruhnya berjumlah 17 569 individu, yang terdiri dari 3 ordo, 10 famili, dan 29 genus (Tabel 6). Ordo Neelipleona tidak ditemukan pada penelitian ini. Ordo Poduromorpha dari 3 famili ditemukan sebanyak 1 101 individu. Famili Hypogastruridae (164 individu) terdiri dari genus Ceratophysella (2 individu) dan
30 Hypogastrura (162 individu); famili Neanuridae, Ceratrimeria (83 individu) dan Pseudachorutes (519 individu); famili Odontellidae, Superodontella (335 individu) (Tabel 6, Gambar 10). Ordo Entomobryomorpha dari 3 famili ditemukan paling banyak yaitu 15 754 individu. Famili Isotomidae terdiri dari 4 genus dengan jumlah individu terbanyak yaitu 10 020. Genus yang dominan adalah Isotoma (6 251 individu) dan Folsomia (3 712 individu). Famili Entomobryidae diperoleh 11 genus dan 5 436 individu dengan genus yang dominan adalah Lepidocyrtus (3 978 individu). Famili Paronellidae dari 4 genus dan 298 individu yang didapat, didominasi oleh genus Callyntrura (260 individu) (Tabel 6, Gambar 11). Ordo Symphypleona terdiri dari 4 famili dan 714 individu. Famili Bourletiellidae genus Bourletiella (1 individu); Dicyrtomidae, Ptenothrix (270 individu); Sminthuridae, Neosphyrotheca (27 individu) dan Sphyrotheca (96 individu); famili Sminthurididae, Sphaeridia (320 individu) (Tabel 6, Gambar 12). Pada habitat hutan damar dan kaliandra ditemukan Collembola permukaan tanah sebanyak 3 ordo, 10 famili, 26 genus, dan 3 388 individu (Tabel 6). Jumlah individu terbanyak diperoleh ordo Entomobryomorpha (2 882), terutama dari famili Isotomidae (1 464) atau Isotoma (1 055). Genus Ceratophysella (2 individu) dan Bourletiella (1 individu) hanya ditemukan di hutan damar dan kaliandra. Genus Hypogastrura ditemukan di dua habitat yaitu habitat hutan damar dan kaliandra (150 individu) dan habitat sekitar danau Telaga Warna (14 individu). Habitat sekitar danau Telaga Warna terdiri dari 3 ordo, 9 famili, 25 genus, dan 3 188 individu. Jumlah individu terbanyak diperoleh ordo Entomobryomorpha (2 759), famili Isotomidae (1 917), dan genus Isotoma (1 358). Genus Lepidosinella hanya ditemukan di sekitar danau Telaga Warna sebanyak empat individu. Genus Seira ditemukan di sekitar danau Telaga Warna (2 individu) dan daerah perbatasan hutan dengan kebun teh (2 individu).
31 Tabel 6 Jumlah ordo, famili, genus, dan individu Collembola pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna No
Ordo
Famili
1
Poduromorpha
Hypogastruridae
Neanuridae
Odontellidae
Genus
A
Entomobryomorpha
Entomobryidae
Paronellidae
Symphypleona
3
Sminthuridae
Sminthurididae Jumlah Jumlah Famili Jumlah Genus
E
∑ Indv
0 14 14 20 218
0 0 0 13 9
0 0 0 37 65
0 0 0 5 106
2 162 164 83 519
Jumlah Superodontella Jumlah
129 155 155 434 6 399 4 1 055 1 464 18 275 171 39 745 38 32 6 0 8 0 1 332 81 2 3 0 86 2 882 1 28 4 7
238 72 72 324 5 544 10 1 358 1 917 7 28 51 12 652 0 3 0 4 17 2 776 46 9 8 3 66 2 759 0 61 1 35
22 3 3 25 0 1 276 2 704 1 982 3 13 138 5 284 4 7 4 0 37 0 495 29 3 3 1 36 2 513 0 33 1 19
102 50 50 152 9 997 5 1 594 2 605 13 141 150 29 1 718 14 70 13 0 0 0 2 148 70 0 0 0 70 4 823 0 45 6 25
111 55 55 166 7 496 9 1 540 2 052 6 28 52 8 579 3 2 1 0 4 2 685 34 6 0 0 40 2 777 0 103 15 10
602 335 335 1 101 27
11 32 72 10 26 3 388
36 8 105 9 25 3 188
20 55 108 8 23 2 646
31 158 234 8 20 5 209
25 67 195 8 23 3 138
Folsomia Folsomides Isotoma Jumlah Entomobrya Homidia Acrocyrtus Ascocyrtus Lepidocyrtus Pseudosinella Rambutsinella Lepidocyrtoides Lepidosinella Lepidosira Seira Jumlah Callyntrura Mikroparonella Pseudoparonella Salina Jumlah
Jumlah Bourletiellidae Dicyrtomidae
D
2 148 150 8 121
Cryptopygus
2
Habitat C
Ceratophysella Hypogastrura Jumlah Ceratrimeria Pseudachorutes
Jumlah
Isotomidae
B
Bourletiella Ptenothrix Neosphyrotheca Sphyrotheca Jumlah Sphaeridia
Jumlah Individu
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
10 29
3 712 30 6 251 10 020 47 485 562 93 3 978 59 114 24 4 66 4 5 436 260 20 14 4 298 15 754 1 270 27 96 123 320 714
17 569
32 1. Famili Hypogastruridae
Ceratophysella
Hypogastrura
2. Famili Neanuridae
Ceratimeria
Pseudachorutes
3. Famili Odontellidae
Superodontella
Gambar 10 Habitus Collembola permukaan tanah ordo Poduromorpha; (1) famili Hypogastruridae, (2) Famili Neanuridae, (3) Famili Odontellidae; skala 0.5 mm.
33 1. Famili Isotomidae
Cryptopygus
Folsomides
Folsomia
Isotoma
2. Famili Entomobryidae
Entomobrya Homidia
Ascocyrtus
Acrocyrtus
34
Lepidocyrtus
Pseudosinella
Rambutsinella
Lepidocyrtoides
Lepidosinella
Lepidosira
Seira
35 3. Famili Paronellidae
Mikroparonella Callyntrura
Pseudoparonella
Salina
Gambar 11 Habitus Collembola permukaan tanah ordo Entomobryomorpha; (1) Famili Isotomidae, (2) Famili Entomobryidae, (3) Famili Paronellidae; skala 0.5 mm. .
36 1. Famili Bourletiellidae
2. Famili Dicyrtomidae
Bourletiella
Ptenothrix
3. Famili Sminthuridae
Neosphyrotheca
Sphyrotheca
4. Famili Sminthurididae
Sphaeridia
Gambar 12 Habitus Collembola permukaan tanah ordo Symphypleona; (1) Famili Bourletiella, (2) Famili Dycyrtomidae, (3) Famili Sminthuridae, (4) Famili Sminthurididae; skala 0.5 mm.
37 Hutan cagar alam terdiri dari 3 ordo, 8 famili, 23 genus, dan 2 646 individu. Jumlah individu terbanyak diperoleh ordo Entomobryomorpha (2 513), famili Isotomidae (1 982) dan genus Folsomia (1 276). Genus Salina ditemukan di hutan cagar alam (1 individu) dan sekitar danau Telaga Warna (3 individu). Hutan pinus terdiri dari 3 ordo, 8 famili, 20 genus, dan 5 209 individu. Jumlah individu terbanyak diperoleh ordo Entomobryomorpha (4 823), famili Isotomidae (2 605) dan genus Lepidocyrtus (1 718). Habitat daerah perbatasan hutan dengan kebun teh terdiri dari 3 ordo, 8 famili, 23 genus, dan 3 138 individu. Jumlah individu terbanyak diperoleh ordo Entomobryomorpha (2 777), famili Isotomidae (2 052) dan genus Isotoma (1 540). Perbandingan Komunitas Collembola Permukaan Tanah Antara Metode PSM dan PCSH Komunitas Collembola permukaan tanah yang didapat dengan penggunaan metode perangkap sumuran (PSM) lebih banyak dibandingkan metode pencuplikan contoh serasah dan humus (PCSH). Pada metode PSM didapatkan Collembola permukaan tanah sebanyak 10 famili, 26 genus, dan 10 536 individu sedangkan pada metode PCSH terdiri dari 8 famili, 23 genus, dan 7 033 individu (Tabel 7). Famili Entomobryidae paling banyak ditemukan dengan menggunakan metode PSM, terdiri dari 9 genus dan 4 699 individu. Urutan kedua adalah famili Isotomidae yang terdiri dari 3 genus dan 4 229 individu. Famili Hypogastruridae dan Bourletiellidae hanya ditemukan pada metode PSM (Tabel 7). Pada metode PCSH genus dari famili Entomobryidae paling banyak ditemukan (9 genus) dari 737 individu. Sedangkan jumlah individu famili Isotomidae dari tiga genus paling banyak ditemukan (5 791) (Tabel 7). Genus Isotoma (Isotomidae) dan Lepidocyrtus (Entomobryidae) merupakan genus yang paling banyak ditemukan pada metode PSM yaitu 4 184 dan 3 564 individu. Genus Ceratophysella, Hypogastrura (Hypogastruridae), Cryptopygus (Isotomidae), Lepidocyrtoides (Entomobryidae), Salina (Entomobryidae), dan Bourletiella (Bourletiellidae) hanya ditemukan pada metode PSM.
38 Tabel 7 No
Perbandingan jumlah ordo, famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah antara metode PSM dan PCSH
Ordo
Famili
Genus
PSM
Ceratophysella
1
Poduromorpha
Hypogastruridae
Neanuridae
Odontellidae
Hypogastrura Jumlah
162
Ceratrimeria Pseudachorutes Jumlah Superodontella Jumlah
78 404
Cryptopygus
Entomobryomorpha
2
Entomobryidae
Paronellidae
Folsomia Folsomides Isotoma Jumlah Entomobrya Homidia Acrocyrtus Ascocyrtus Lepidocyrtus Pseudosinella Rambutsinella Lepidocyrtoides Lepidosinella Lepidosira Seira Jumlah Callyntrura Mikroparonella Pseudoparonella Salina Jumlah
Symphypleona
3
Dicyrtomidae
Sminthuridae
Sminthurididae Jumlah Jumlah Famili Jumlah Genus Jumlah Individu
Bourletiella Jumlah Ptenothrix Jumlah Neosphyrotheca Sphyrotheca Jumlah Sphaeridia Jumlah 10 29
∑ Ind/ Genus
∑
0
162 0
5 115 482
332
83 519
3
27 18 0 4 184 4 229
335
5 791
4 699
737
267 9 195 0
1
88
102
270 270 27 96 21
242 78 363
26
1
88 5 16
78
298 15 754
0
182 22 80
5 436 260 20 14 4
31 6 559
1 182
10 020 47 485 562 93 3 978 59 114 24 4 66 4
28 1 2 0
1
335 1 101 27 3 712 30 6 251
24 55 87 5 414 23 62 0 4 59 4
232 19 12 4
602
3 123 0 3 694 30 2 067
23 430 475 88 3 564 36 52 24 0 7 0
164
120
332 978
∑ Ind /Fam
2
0 164
Jumlah Bourletiellidae
Metode PCSH
2
Jumlah
Isotomidae
∑
123 320
242 351
320 714
7 033
17 569
23 10 536
39 Pada metode PCSH genus Folsomia (Isotomidae) dan Isotoma mempunyai jumlah individu paling banyak yaitu sebesar 3 694 dan 2 067. Genus Folsomides (Isotomidae), Lepidosinella (Entomobryidae), dan Seira (Entomobryidae) hanya ditemukan pada metode PCSH (Tabel 7). Habitat hutan damar dan kaliandra dengan metode PSM memiliki jumlah famili dan genus paling besar dibandingkan dengan habitat lainnya (Tabel 8). Sedangkan jumlah individu paling besar pada metode PSM terdapat di habitat hutan pinus (3 788). Habitat hutan cagar alam dengan metode PSM memiliki jumlah individu paling sedikit yaitu 416. Secara umum jumlah individu famili Entomobryidae dan Isotomidae dengan metode PSM hampir mendominasi kelima habitat di kawasan Telaga Warna, kecuali di hutan cagar alam famili Isotomidae paling sedikit. Famili Entomobryidae dan Isotomidae pada habitat hutan pinus jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan habitat yang lainnya. Famili Entomobryidae mempunyai keanekaragaman genus paling banyak yaitu sembilan genus. Lepidocyrtus (1 599 individu) dan Isotoma (1 508 individu) di habitat hutan pinus merupakan genus yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan yang lainnya (Tabel 8). Jumlah famili di kelima habitat dengan menggunakan metode PCSH berkisar 7- 8 dan genus berkisar 17-18 (Tabel 9). Habitat hutan cagar alam dengan metode PCSH memiliki jumlah individu paling banyak (2 230). Habitat hutan damar dan kaliandra dengan metode PCSH mempunyai jumlah individu terkecil yaitu 839. Habitat hutan pinus dengan kedua metode memperoleh jumlah total individu paling banyak (5 209). Famili Isotomidae pada metode PCSH mendominasi (82%) di kelima habitat di kawasan Telaga Warna. Famili ini paling banyak terdapat di habitat hutan cagar alam (1 970 individu), dan didominasi oleh genus Folsomia (1 272 individu).
40 Tabel 8 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PSM No 1
2 3
4
5
6
7 8 9 10
Famili
Genus
Ceratophysella Hypogastruridae Hypogastrura Jumlah Ceratrimeria Neanuridae Pseudachorutes Jumlah Superodontella Odontellidae Jumlah Cryptopygus Folsomia Isotomidae Isotoma Jumlah Entomobrya Homidia Acrocyrtus Ascocyrtus Lepidocyrtus Entomobryidae Pseudosinella Rambutsinella Lepidocyrtoides Lepidosira Jumlah Callyntrura Mikroparonella Paronellidae Pseudoparonella Salina Jumlah Bourletiella Bourletiellidae Jumlah Ptenothrix Dicyrtomidae Jumlah Neosphyrotheca Sminthuridae Sphyrotheca Jumlah Sphaeridia Sminthurididae Jumlah Jumlah Famili Jumlah Genus Jumlah Individu
A
B
2 148 150 8 22 30 155 155 6 7 991 1 004 9 246 148 35 602 23 21 6 6 1 096 76 2 3 0 81 1 1 21 21 3 6 9 2 2 9 23 2 549
0 14 14 19 215 234 71 71 5 3 1 116 1 124 0 23 48 12 598 0 3 0 1 685 42 8 8 3 61 0 0 30 30 1 34 35 7 7 9 21 2 261
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
Habitat C 0 0 0 10 7 17 2 2 0 4 8 12 1 5 104 5 209 0 2 4 0 330 20 3 1 1 25 0 0 16 16 1 12 13 1 1 8 20 416
D
E
0 0 0 36 56 92 49 49 9 4 1 508 1 521 12 130 139 28 1 599 12 26 13 0 1 959 62 0 0 0 62 0 0 36 36 4 20 24 45 45 8 19 3 788
0 0 0 5 104 109 55 55 7 0 561 568 1 26 36 8 556 1 0 1 0 629 32 6 0 0 38 0 0 79 79 13 8 21 23 23 8 18 1 522
Jumlah Individu 2 162 164 78 404 482 332 332 27 18 4 184 4 229 23 430 475 88 3 564 36 52 24 7 4 699 232 19 12 4 267 1 1 182 182 22 80 102 78 78
10 536
41 Tabel 9 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PCSH No 1 2
3
4
5
6 7 8
Famili
Genus
Ceratrimeria Neanuridae Pseudachorutes Jumlah Superodontella Odontellidae Jumlah Folsomia Folsomides Isotomidae Isotoma Jumlah Entomobrya Homidia Acrocyrtus Ascocyrtus Lepidocyrtus Entomobryinae Pseudosinella Rambutsinella Lepidosinella Lepidosira Seira Jumlah Callyntrura Mikroparonella Paronellidae Pseudoparonella Jumlah Ptenothrix Dicyrtomidae Jumlah Neosphyrotheca Sminthuridae Sphyrotheca Jumlah Sphaeridia Sminthurididae Jumlah Jumlah Famili Jumlah Genus Jumlah Individu
A
B
0 99 99 0 0 392 4 64 460 9 29 23 4 143 15 11 0 2 0 236 5 0 0 5 7 7 1 1 2 30 30 7 17 839
1 3 4 1 1 541 10 242 793 7 5 3 0 54 0 0 4 16 2 91 4 1 0 5 31 31 0 1 1 1 1 8 18 927
Habitat C 3 2 5 1 1 1 272 2 696 1 970 2 8 34 0 75 4 5 0 37 0 165 9 0 2 11 17 17 0 7 7 54 54 8 18 2 230
D
E
1 9 10 1 1 993 5 86 1084 1 11 11 1 119 2 44 0 0 0 189 8 0 0 8 9 9 2 5 7 113 113 8 18 1 421
0 2 2 0 0 496 9 979 1 484 5 2 16 0 23 2 2 0 4 2 56 2 0 0 2 24 24 2 2 4 44 44 7 17 1 616
Jumlah Individu 5 115 120 3 3 3 694 30 2 067 5 791 24 55 87 5 414 23 62 4 59 4 737 28 1 2 31 88 88 5 16 21 242 242
7 033
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1. Jumlah famili yang didapat di kelima tipe habitat dengan metode PCSH dari bagian serasah dan humus berkisar antara 6 dan 8 famili (Tabel 10). Jumlah genus di serasah lebih banyak dibandingkan dengan humus kecuali di perbatasan hutan dengan
42 kebun teh. Habitat hutan cagar alam mempunyai jumlah genus di serasah paling tinggi (16), sedangkan di bagian humus paling sedikit (12). Jumlah komunitas Collembola permukaan tanah yang didapat dari serasah (4 694 individu) lebih banyak dibandingkan dari humus (2 339 individu). Habitat hutan cagar alam memiliki jumlah individu paling banyak baik yang berasal dari bagian serasah (1 468) maupun humus (762). Jumlah individu terkecil yang berasal dari serasah terdapat di habitat sekitar danau Telaga Warna (483) sedangkan di bagian humus jumlah terkecil di hutan damar dan kaliandra (230) (Tabel 10). Jumlah individu famili Isotomidae di serasah terdapat paling banyak yaitu 3847 individu (Tabel 11). Famili ini mendominasi (82%) serasah di kelima habitat kawasan Telaga Warna. Habitat hutan cagar alam mempunyai jumlah famili Isotomidae terbanyak yaitu 1 276 individu. Keragaman genus di serasah berjumlah 23 genus dari 29 genus yang didapat di kawasan Telaga Warna. Famili Entomobryidae mempunyai keragaman paling tinggi yaitu sepuluh genus. Genus Folsomia paling banyak terdapat di bagian serasah (2 566 individu) kemudian Isotoma (1 254 individu) (Tabel 11). Jumlah individu famili Isotomidae pada metode PCSH yang berasal dari humus paling banyak yaitu 1 944 individu. Habitat hutan cagar alam mempunyai jumlah famili Isotomidae paling banyak yaitu 694 individu (Tabel 12).
Tabel 10 Perbandingan jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan metode PCSH Famili No
Habitat
1 2 3 4 5
A B C D E
Genus
Serasah Humus Serasah Humus 7 7 15 13 6 7 15 14 7 8 16 12 7 8 16 14 7 6 13 15 Jumlah
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
Jumlah Individu Serasah 609 483 1 468 1 069 1 065 4 694
Jumlah Individu Humus 230 444 762 352 551 2 339
Total Individu 839 927 2 230 1 421 1 616 7 033
43 Tabel 11 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PCSH yang berasal dari bagian serasah No 1 2
3
4
5
6 7 8
Famili
Genus
Ceratrimeria Neanuridae Pseudachorutes Jumlah Superodontella Odontellidae Jumlah Folsomia Folsomides Isotomidae Isotoma Jumlah Entomobrya Homidia Acrocyrtus Ascocyrtus Lepidocyrtus Entomobryidae Pseudosinella Rambutsinella Lepidosinella Lepidosira Seira Jumlah Callyntrura Mikroparonella Paronellidae Pseudoparonella Jumlah Ptenothrix Dicyrtomidae Jumlah Neosphyrotheca Sminthuridae Sphyrotheca Jumlah Sphaeridia Sminthurididae Jumlah Jumlah Genus 23 Jumlah Individu
A
B
0 84 84 0 0 281 4 45 330 9 29 9 1 101 2 6 0 0 0 157 2 0 0 2 6 6 1 0 1 29 29 15 609
0 3 3 1 1 336 8 92 436 5 2 1 0 11 0 0 1 6 2 28 1 1 0 2 13 13 0 0 0 0 0 15 483
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
Habitat C 0 2 2 0 0 882 2 392 1 276 2 8 29 0 60 4 3 0 35 0 141 5 0 2 7 9 9 0 6 6 27 27 16 1 468
D
E
1 6 7 0 0 737 4 69 810 1 9 3 0 82 2 36 0 0 0 133 6 0 0 6 6 6 2 4 6 101 101 16 1 069
0 2 2 0 0 330 9 656 995 4 0 11 0 7 0 0 0 2 0 24 1 0 0 1 15 15 1 1 2 26 26 13 1 065
Jumlah Individu 1 97 98 1 1 2 566 27 1 254 3 847 21 48 53 1 261 8 45 1 43 2 483 15 1 2 18 49 49 4 11 15 183 183 4 694
44 Tabel 12 Jumlah famili, genus, dan individu Collembola permukaan tanah dengan menggunakan metode PCSH yang berasal dari bagian humus No 1 2
3
4
5 6 7 8
Famili
Genus
Ceratrimeria Neanuridae Pseudachorutes Jumlah Superodontella Odontellidae Jumlah Folsomia Folsomides Isotomidae Isotoma Jumlah Entomobrya Homidia Acrocyrtus Ascocyrtus Lepidocyrtus Entomobryidae Pseudosinella Rambutsinella Lepidosinella Lepidosira Seira Jumlah Callyntrura Paronellidae Jumlah Ptenothrix Dicyrtomidae Jumlah Neosphyrotheca Sminthuridae Sphyrotheca Jumlah Sphaeridia Sminthurididae Jumlah Jumlah Genus 21 Jumlah Individu
A
B
0 15 15 0 0 111 0 19 130 0 0 14 3 42 13 5 0 2 0 79 3 3 1 1 0 1 1 1 1 13 230
1 0 1 0 0 205 2 150 357 2 3 2 0 43 0 0 3 10 0 63 3 3 18 18 0 1 1 1 1 14 444
Habitat C 3 0 3 1 1 390 0 304 694 0 0 5 0 15 0 2 0 2 0 24 4 4 8 8 0 1 1 27 27 12 762
D
E
0 3 3 1 1 256 1 17 274 0 2 8 1 37 0 8 0 0 0 56 2 2 3 3 0 1 1 12 12 14 352
0 0 0 0 0 166 0 323 489 1 2 5 0 16 2 2 0 2 2 32 1 1 9 9 1 1 2 18 18 15 551
Jumlah Individu 4 18 22 2 2 1 128 3 813 1 944 3 7 34 4 153 15 17 3 16 2 254 13 13 39 39 1 5 6 59 59 2 339
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1. Keragaman genus dari humus lebih sedikit dibandingkan dari serasah yaitu 21 dari 29
yang didapat pada lima tipe habitat di kawasan Telaga Warna. Famili
Entomobryidae mempunyai keragaman genus terbanyak yaitu 10 genus. Folsomia umumnya mendominasi kelima tipe habitat yaitu sebanyak 1 128 individu, sedang Isotoma dengan jumlah kedua terbanyak (813) (Tabel 12).
45 Kelimpahan dan Dominansi Collembola Permukaan Tanah di Kawasan Telaga Warna Keanekaragaman tingkat genus dihitung dengan menggunakan Indeks Hill, yang menunjukkan jumlah genus (N0), kelimpahan genus (N1), dan genus yang dominan (N2) (Tabel 13). Jumlah genus Collembola permukaan tanah (N0) paling tinggi terdapat dengan metode PSM di habitat hutan damar dan kaliandra paling besar (23) dan paling rendah di perbatasan hutan dengan kebun teh (18). Nilai N0 pada metode PCSH hampir sama yaitu berkisar antara 17 dan 18 genus. Jumlah nilai kelimpahan (N1) pada metode PSM lebih besar (26.38) dibandingkan PCSH (18.79). Nilai dominansi (N2) pada metode PSM juga lebih besar (17.10) dibandingkan pada PCSH (12.61). Nilai kelimpahan (N1) dan nilai dominansi (N2) tertinggi terdapat pada habitat hutan damar dan kaliandra yaitu 6.75 dan 4.39. Hal ini berarti, genus yang melimpah di hutan damar dan kaliandra ada tujuh yaitu Isotoma, Lepidocyrtus, Homidia, Superodontella, Hypogastrura, Acrocyrtus, dan Callyntrura. Sedangkan genus yang paling dominan di hutan damar dan kaliandra ada empat yaitu Isotoma, Lepidocyrtus, Homidia, dan Superodontella (Tabel 14). Habitat hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, dan daerah perbatasan hutan dan kebun teh mempunyai genus yang paling dominan dan melimpah sama, yaitu Isotoma. Sedangkan habitat hutan cagar alam dan hutan pinus genus yang paling melimpah dan paling dominan adalah Lepidocyrtus. Habitat hutan damar dan kaliandra mempunyai nilai kelimpahan (N1) dan nilai dominansi (N2) paling tinggi dibandingkan dengan habitat lainnya yaitu 5.87 dan 3.70 (Tabel 15). Berarti, genus yang melimpah di habitat hutan damar dan kaliandra ada enam genus yaitu Folsomia, Lepidocyrtus, Pseudachorutes, Isotoma, Sphaeridia, dan Homidia. Genus yang melimpah dan yang paling dominan untuk habitat hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, Hutan cagar alam, dan hutan pinus adalah sama yaitu Folsomia. Tetapi pada habitat perbatasan hutan dan kebun teh genus yang melimpah dan paling dominan adalah Isotoma.
46 Tabel 13 Perbandingan jumlah (N0), nilai kelimpahan (N1), dan nilai dominansi (N2) genus Collembola permukaan tanah antara metode PSM dan PCSH No 1 2 3 4 5
Habitat
N0 23 21 20 19 18
A B C D E Jumlah
PSM N1 6.75 4.76 5.21 4.35 5.31 26.38
N2 4.39 3.08 3.11 2.94 3.58 17.10
N0 17 18 18 18 17
PCSH N1 5.87 3.53 3.25 3.25 2.89 18.79
N2 3.70 2.42 2.35 1.98 2.16 12.61
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
Tabel 14 Nilai kelimpahan (N1) dan nilai dominansi (N2) genus Collembola permukaan tanah di kelima habitat dengan metode PSM Habitat A
N1 6.75
B
4.76
C
5.21
D
4.35
E
5.31
No 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Genus N1 Isotoma Lepidocyrtus Homidia Superodontella Hypogastrura Acrocyrtus Callyntrura Isotoma Lepidocyrtus Pseudachorutes Superodontella Acrocyrtus Lepidocyrtus Acrocyrtus Callyntrura Ptenothrix Sphyrotheca Lepidocyrtus Isotoma Acrocyrtus Homidia Isotoma Lepidocyrtus Pseudachorutes Ptenothrix Superodontella
N2 4.39
No 1 2 3 4
Genus N2 Isotoma Lepidocyrtus Homidia Superodontella
3.08
1 2 3
Isotoma Lepidocyrtus Pseudachorutes
3.11
1 2 3
Lepidocyrtus Acrocyrtus Callyntrura
2.94
1 2 3
Lepidocyrtus Isotoma Acrocyrtus
3.58
1 2 3 4
Isotoma Lepidocyrtus Pseudachorutes Ptenothrix
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
Jumlah 991 602 246 155 150 148 76 1 116 598 215 71 48 209 104 20 16 12 1 599 1 508 139 130 561 556 104 79 55
47 Tabel 15 Nilai kelimpahan (N1) dan nilai dominansi (N2) genus Collembola permukaan tanah pada lima tipe habitat dengan metode PCSH Habitat
N1
A
5.87
B
3.53
C
3.25
D
3.25
E
2.89
No 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Genus N1 Folsomia Lepidocyrtus Pseudachorutes Isotoma Sphaeridia Homidia Folsomia Isotoma Lepidocyrtus Ptenothrix Folsomia Isotoma Lepidocyrtus Folsomia Lepidocyrtus Sphaeridia Isotoma Folsomia Sphaeridia
N2
3.70
No 1 2 3 4
Genus N2 Folsomia Lepidocyrtus Pseudachorutes Isotoma
1 2
Folsomia Isotoma
2.35
1 2
Folsomia Isotoma
1.98
1 2
Folsomia Lepidocyrtus
2.16
1 2
Isotoma Folsomia
2.42
Keterangan tipe habitat mengacu pada Tabel 1.
Jumlah 392 143 99 64 30 29 541 242 54 31 1 272 696 75 993 119 113 979 496 44
PEMBAHASAN Komunitas Collembola Permukaan Tanah Collembola permukaan tanah yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebanyak 17 569 individu terdiri dari 3 ordo, 10 famili, dan 29 genus (Tabel 2). Jumlah genus Collembola yang berhasil dikumpulkan sekitar 25% dari jumlah genus yang diketahui di Indonesia yaitu 124 genus (Greenslade et al. 2000). Ordo yang berhasil diperoleh adalah Poduromorpha, Entomobryomorpha, dan Symphypleona, sedangkan ordo Neelipleona tidak diperoleh pada penelitian ini. Hal ini kemungkinan karena ordo Neelipleona mempunyai ukuran tubuh kecil dan keragaman spesies rendah. (Suhardjono 1992). Neelipleona di dunia hanya terdiri dari 1 famili yaitu Neelidae, di Indonesia hanya terdapat 2 genus (Neelus dan Megalothorax) (Suhardjono 1992; Hopkin 1997; Greenslade et al. 2000). Kedua genus tersebut ditemukan di gua (Greenslade et al. 2000), jadi kemungkinan untuk mendapatkan ordo Neelipleona sangat kecil. Entomobryomorpha merupakan ordo yang paling banyak jumlah individunya yaitu 15 754 individu. Banyaknya individu dan keragaman genus yang diperoleh ordo Entomobryomorpha karena ordo ini dapat bergerak aktif (Hopkin 1997). Bentuk tubuh ramping, tergit toraks I tidak berkembang, dan furka yang panjang sangat mendukung pergerakan ordo Entomobryomorpha (Hopkin 1997). Ordo Poduromorpha ditemukan sebanyak 1 101 individu dan ordo Symphypleona ditemukan sebanyak 714. Jika dibandingkan dengan ordo Entomobryomorpha (15 754 individu) kedua ordo ini tidak terlalu banyak ditemukan jumlah individunya. Bentuk tubuh ordo Poduromorpha silindris dan pada umumnya mempunyai furka pendek. Ordo Symphypleona mempunyai bentuk tubuh bulat dan furka umumnya pendek, kecuali genus Ptenothrix mempunyai furka yang panjang. Famili Neanuridae, Odontellidae, Isotomidae, Entomobryidae, Paronellidae, Dicyrtomidae, Sminthuridae, dan Sminthurididae terdapat di kelima habitat di kawasan Telaga Warna. Kedelapan famili di atas merupakan famili Collembola yang mampu beradaptasi pada berbagai habitat seperti tanah, serasah, humus, di bawah
49 kulit kayu, di atas tanaman, di rumput, lahan pertanian, sarang rayap, guano, di dalam gua, epifit, lingkungan lembab, di air, pesisir pantai, batu-batuan, pasir, lahan gersang, dan daerah dingin (Greenslade 1996; Greenslade et al. 2000). Famili-famili tersebut juga mempunyai sebaran yang kosmopolit (Greenslade 1996; Greenslade et al. 2000). Famili Entomobryidae paling banyak ditemukan dengan menggunakan metode PSM di kelima habitat. Di antara famili-famili Collembola, Entomobryidae merupakan famili terbesar (Suhardjono 1989; Greenslade 1996; Hopkin 1997; Broza et al. 2004; Agus 2007). Famili Entomobryidae hidup aktif di permukaan tanah ( Rahmadi et al. 2004). Hal ini dapat dilihat dari ciri morfologi yang khas untuk kelompok yang hidup di permukaan tanah yaitu berpigmen, antena dan furka berkembang baik (Hopkin 1997; Rahmadi et al. 2004). Banyaknya famili Entomobryidae juga dapat terjadi karena saat pengambilan contoh di habitat hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, hutan pinus, dan perbatasan hutan dengan kebun teh dilakukan pada musim hujan. Famili Entomobryidae paling banyak ditemukan pada saat musim hujan sedangkan pada musim kemarau ditemukan sedikit (Holt 1985). Pada metode PCSH Isotomidae merupakan famili yang paling banyak ditemukan jumlah individunya di kelima tipe habitat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Saosa et al. (2004) yang menggunakan metode penculikan tanah bahwa famili Isotomidae mendominasi lebih dari 50% di berbagai penutupan lahan Mediteranian. Famili Isotomidae kebanyakan hidup di dalam tanah dan serasah (Greenslade et al. 2000; Rahmadi et al. 2004), mempunyai genus yang banyak, dan sebaran yang kosmopolit (Greenslade 1996). Keragaman genus banyak, sebaran yang kosmopolit, serta habitat di serasah dan tanah, maka kemungkinan untuk mendapatkan jumlah individu famili Isotomidae tinggi. Genus Ceratophysella dan Bourletiella hanya terdapat di habitat hutan damar dan kaliandra, sedangkan genus Lepidosinella hanya terdapat di habitat sekitar danau Telaga Warna. Kemungkinan ketiga genus tersebut memang cocok dengan mikrohabitat di hutan damar dan kaliandra serta sekitar danau Telaga Warna.
50 Genus Ceratophysella, Hypogastrura, Cryptopygus, Lepidocyrtoides, Salina, dan Bourletiella hanya ditemukan pada metode PSM. Genus Ceratophysella, Hypogastrura, dan Cryptopygus merupakan genus yang umumnya terdapat di serasah, Bourletiella biasanya hidup di rumput, sayuran, taman, dan hortikultura, dan Salina biasanya hidup secara arboreal (Greenslade et al. 2000). Diduga kelima genus tersebut masuk kedalam perangkap karena tertarik bau alkohol yang bersifat sebagai daya tarik dan preservasi (Upton1991). Genus Folsomides, Lepidosinella, dan Seira hanya ditemukan pada metode PCSH. Menurut Greenslade et al. (2000) Folsomides hidup di humus dan tanah, Lepidosinella di sarang rayap, dan Seira di serasah.
Habitat Hutan Damar dan Kaliandra Habitat hutan damar dan kaliandra memiliki 10 famili dan 26 genus Collembola, jumlah ini paling banyak jika dibandingkan dengan habitat lainnya, tetapi jumlah individu (3 388) tidak paling banyak. Demikian juga pada metode PSM jumlah famili dan genus di hutan damar dan kaliandra paling banyak dibandingkan habitat yang lainnya. Tingginya keragaman famili dan genus di habitat ini tidak diimbangi oleh banyaknya jumlah individu Collembola permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadi et al. (2004) bahwa semakin rendah keragaman spesies semakin tinggi jumlah individunya. Berarti semakin tinggi keragaman famili dan genus akan mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah individu. Keanekaragaman famili dan genus Collembola di hutan damar dan kaliandra paling tinggi, karena vegetasi bagian bawah tertutup tanaman kaliandra yang mempunyai tajuk sangat rapat. Kerapatan pohon sangat menguntungkan bagi kepadatan serangga, karena pohon merupakan tunjangan yang sangat berarti bagi kehidupan serangga. Tegakan dan tajuk pohon mampu berperan sebagai penghalang langsung dari sinar matahari sehingga menjadi naungan bagi serangga (Szujecki 1987).
51 Kerapatan vegetasi akan menyebabkan jatuhan dan ketebalan serasah lebih tinggi, sehingga menyediakan ketersediaan sumber pakan yang lebih baik bagi artropoda tanah dan dapat mempertinggi kandungan organik tanah (Sebayang et al. 2000). Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian di hutan damar dan kaliandra yang mempunyai rata-rata ketebalan serasah (4.2 + 1.10 cm) dan kandungan bahan organik tinggi. Jadi ketebalan serasah di hutan damar dan kaliandra dapat mengakibatkan tingginya kandungan organik. Faktor lingkungan abiotik di hutan damar dan kaliandra juga mendukung banyaknya Collembola permukaan tanah yang ditemukan. Kelembaban tanah, C organik, rasio C dan N, N total, kalium, dan kadar air di hutan damar dan kaliandra, lebih tinggi jika dibandingkan dengan habitat lainnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kaneda & Kaneko (2004) yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan Collembola meningkat sejalan dengan naiknya proporsi tanah dan pasir di hutan dilihat dari jumlah N biomassa, total C, dan total N, respirasi tanah dan bahan C organik. Kandungan pH di hutan damar dan kaliandra paling rendah, kemungkinan hal ini juga yang mempengaruhi kelimpahan dari jumlah individu Collembola permukaan tanah di hutan damar dan kaliandra. Collembola merupakan mesofauna tanah yang populasinya paling menonjol pada lahan dengan pH tanah yang bersifat masam (Wallwork 1970; Coleman et al. 2004). Hutan damar dan kaliandra merupakan tempat yang mempunyai jumlah individu Collembola paling sedikit untuk metode PCSH dari humus. Diduga karena mikroklimat di atas permukaan tanah, seperti kerapatan vegetasi dan lingkungan abiotik, lebih mendukung untuk kehidupan Collembola di bagian permukaan di bandingkan di bagian humus. Sehingga jumlah Collembola yang berada di serasah lebih banyak daripada di humus.
Habitat Sekitar Danau Telaga Warna Keragaman famili, genus, dan jumlah individu Collembola di habitat sekitar danau Telaga Warna dengan metode PSM mempunyai nilai tertinggi kedua setelah
52 hutan damar dan kaliandra. Padahal habitat tersebut sering terganggu aktivitas manusia, karena merupakan taman wisata alam. Banyaknya Collembola yang berhasil dikoleksi di sekitar danau Telaga Warna berkaitan dengan banyaknya keragaman vegetasi bawah (25 spesies). Keragaman vegetasi bawah di habitat sekitar danau Telaga Warna tinggi karena merupakan habitat yang terbuka sehingga sinar matahari dapat langsung masuk. Keanekaragaman
vegetasi
secara
tidak
langsung
berpengaruh
pada
keanekaragaman Collembola (Driessen & Greenslade 2004; Materna 2004; Rahmadi et al. 2004). Semakin tinggi keanekaragaman vegetasi akan semakin bervariasi serasah yang diuraikan sebagai sumber pakan Collembola. Semakin bervariasi sumber pakan akan semakin beragam hewan yang mengkonsumsinya. Tingginya pakan yang tersedia di sekitar danau Telaga Warna dibandingkan habitat lainnya dapat dilihat dari tingginya nilai C-organik dan N-total. Agus (2007) melaporkan bahwa famili-famili Collembola yang dikumpulkan di hutan kawasan Bogor-PuncakCianjur ada korelasi positif terhadap kandungan C organik, rasio C dan N, kandungan air, dan pH tanah. Semakin tinggi kandungan organik semakin banyak jumlah individu Collembola. Keanekaragaman dan kerapatan vegetasi penutup permukaan tanah dapat mengurangi terjadinya fluktuasi suhu dan kelembaban tanah yang ekstrim sehingga secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap keberadaan Collembola (Materna 2004). Hal ini sesuai dengan data suhu dan kelembaban tanah dan udara di sekitar danau Telaga Warna yang menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan dengan habitat yang lainnya. Jumlah individu Collembola pada metode PCSH bagian serasah paling sedikit. Hal ini dapat terjadi karena serasah di habitat sekitar danau Telaga Warna tipis. Serasah yang tipis dapat mengakibatkan sedikitnya pelapukan bahan mineral. Hal ini sesuai dengan rendahnya kandungan kalium di habitat sekitar danau Telaga Warna. Serasah merupakan makanan bagi artropoda kelompok pengurai (Collembola), sekaligus merupakan tempat mencari mangsa bagi kelompok karnivor (Wallwork 1970; Sebayang et al. 2000).
53 Habitat Hutan Cagar Alam Jumlah individu Collembola di hutan cagar alam dengan metode PSM paling sedikit. Padahal diharapkan di habitat ini kelimpahan dan keragaman Collembola tinggi, karena merupakan hutan alami yang masih terlindungi dan jarang terganggu aktivitas manusia. Sedikitnya jumlah individu Collembola di hutan cagar alam dapat terjadi karena waktu pengambilan contoh di habitat hutan cagar alam berbeda dengan keempat habitat lainnya. Pengambilan contoh di hutan cagar alam dilakukan pada tanggal 10-13 Januari 2008. Kondisi cuaca saat itu sedang tidak ada hujan sehingga rata-rata curah hujan rendah (0.38 + 0.75 mm/hari). Sedangkan pengambilan contoh di hutan damar dan kaliandra, hutan pinus, sekitar danau Telaga Warna, dan daerah perbatasan hutan dengan kebun teh dilakukan pada tanggal 12-15 Desember 2007. Kondisi cuaca saat itu sedang banyak hujan sehingga rata-rata curah hujan tinggi (26.50+11.12 mm/hari). Jadi diduga sedikitnya jumlah individu yang didapat dengan metode PSM di hutan cagar alam karena faktor curah hujan. Jumlah Collembola di bagian serasah paling sedikit terjadi pada musim kering sedangkan paling banyak terdapat pada musim hujan (Holt 1985). Hasil penelitian di hutan cagar alam yang rendah didukung juga oleh hasil penelitian Suhardjono (1998) bahwa salah satu faktor penyebab turunnya jumlah Collembola di Kebun Raya Bogor adalah curah hujan. Curah hujan diketahui berpengaruh langsung terhadap dinamika populasi Collembola karena menimbulkan kelembaban yang bervariasi (Shahabuddin 1998; Petersen et al. 2004). Pada penelitian ini terlihat bahwa sedikitnya curah hujan di hutan cagar alam dapat mengakibatkan rendahnya suhu dan kelembaban tanah. Akibatnya komunitas Collembola di hutan cagar alam menjadi rendah. Kelembaban yang rendah merupakan penyebab utama menurunnya tingkat populasi artropoda serasah, seperti Collembola, pada bulan-bulan kering (Holt 1985). Suhu udara dan tanah yang rendah di hutan cagar alam juga berpengaruh terhadap kelimpahan Collembola permukaan tanah. Collembola yang ada dipermukaan tanah akan masuk ke dalam tanah untuk mencari tempat yang suhunya cocok bagi kelangsungan hidupnya. Perpindahan Collembola dari permukaan ke
54 lapisan bawah tanah disebabkan oleh tingkat kekeringan tanah dan suhu lapisan permukaan (Detsis 2000). Dalam periode kering, Collembola secara normal akan mencari habitat yang lebih menguntungkan. Mereka akan masuk ke lapisan yang lebih dalam agar dapat bertahan hidup hingga turun hujan lagi (Hopkin 1997). Akibatnya Collembola yang beraktivitas di atas permukaan tanah akan masuk ke dalam serasah dan tanah. Hal ini sesuai dengan tingginya jumlah famili, genus, dan individu Collembola di hutan cagar alam dengan menggunakan metode PCSH karena terjadi migrasi Collembola permukaan tanah. Bahan organik, suhu dan kelembaban udara serta tanah di hutan cagar alam rendah. Kemungkinan ketiga faktor ini juga dapat mengakibatkan rendahnya jumlah individu Collembola di hutan cagar alam. Bahan organik, suhu, dan kelembaban dapat mempengaruhi kelimpahan Collembola (Eaton et al. 2004). Karena ada beberapa spesies Collembola yang peka terhadap kelembaban tanah sehingga variasi komposisi spesies dan populasi berbeda (Irmler 2004).
Habitat Hutan Pinus Jumlah total individu Collembola yang didapat dengan menggunakan kedua metode paling banyak di habitat hutan pinus walaupun jumlah famili dan genusnya paling sedikit. Akibat melimpahnya populasi Collembola karena ketebalan serasah di hutan pinus paling tinggi dibandingkan habitat yang lain (7.2 + 1.30 cm). Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kelimpahan Collembola berhubungan dengan meningkatnya kuantitas serasah (Henegan 1999; Rahmadi et al. 2004). Kondisi serasah yang tebal dan lembab akan menyediakan kondisi mikrohabitat yang cocok untuk Collembola permukaan tanah (Rahmadi et al. 2004). Serasah yang tebal akan menyebabkan meningkatnya kandungan organik. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kandungan organik di hutan pinus yang tinggi. Keragaman famili dan genus Collembola di hutan pinus rendah, tetapi jumlah individu yang didapat dengan metode PSM tinggi. Jumlah individu yang besar akan mengakibatkan keragaman takson Collembola rendah. Hal ini bertentangan dengan hasil yang diperoleh di hutan damar dan kaliandra yaitu keragaman famili dan genus
55 tinggi sehingga jumlah individu menjadi rendah. Semakin sedikit jumlah spesies semakin tinggi jumlah individu Collembola (Rahmadi et al. 2004). Rendahnya keragaman famili dan genus Collembola diduga juga berhubungan dengan keragaman vegetasi penyumbang serasah di hutan pinus. Hutan pinus mempunyai vegetasi atas dan bawah kurang bervariasi (Tabel 15), karena pohon pinus mengeluarkan zat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan individu lain. Keragaman vegetasi yang rendah dapat menyebabkan sedikitnya variasi pakan, sehingga keragaman Collembola permukaan tanah di hutan pinus menjadi rendah. Selain kurang beragamnya vegetasi, hutan pinus juga mempunyai kelembaban tanah dan udara rendah. Jadi faktor kelembaban juga dapat mempengaruhi rendahnya keragaman famili dan genus di hutan pinus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Eaton et al. (2004) bahwa kelembaban mempengaruhi kelimpahan Collembola.
Daerah Perbatasan Hutan dan Kebun Teh Daerah perbatasan hutan dan kebun teh pada metode PSM mempunyai keragaman genus dan jumlah individu Collembola yang tidak banyak. Sedikitnya jumlah individu Collembola di habitat ini karena mempunyai serasah yang tipis (Tabel 14). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmadi & Suhardjono (2003) bahwa hutan yang mempunyai serasah tipis mengandung spesies dan kelimpahan individu artropoda tanah yang rendah. Serasah yang tipis di daerah perbatasan hutan dan kebun teh dapat mengakibatkan sedikitnya sumber pakan bagi Collembola sehingga kelimpahan Collembola permukaan tanah juga sedikit. Akumulasi serasah di permukaan tanah merupakan sumber makanan untuk berbagai organisme, terutama organisme yang berperan dalam mendegradasi serasah (Wallwork 1970). Tekstur tanah di kebun teh termasuk kelas lempung berpasir dengan kadar air yang rendah. Kadar air dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi fauna tanah (Brown 1980). Akibatnya kelimpahan Collembola yang tertangkap di daerah perbatasan hutan dan kebun teh sedikit karena aktivitas dan distribusi Collembola kurang.
56 Famili yang banyak terdapat di perbatasan hutan dengan kebun teh adalah Isotomidae, terutama pada metode PCSH. Famili Isotomidae cocok hidup di habitat yang lembab dan sedikit terbuka atau belukar (Suhardjono 2002). Habitat daerah perbatasan hutan dan kebun teh merupakan habitat yang terbuka, berupa belukar, dan mempunyai kelembaban udara dan tanah tinggi.
Perbandingan Komunitas Collembola Permukaan Tanah Antara Metode PSM dan PCSH Metode PSM merupakan metode yang memberikan hasil lebih baik dibandingkan metode PCSH baik dalam hal jumlah maupun keragaman takson. Pada metode PSM nilai kelimpahan (N1) sebesar 26.38 dan nilai dominansi (N2) sebesar 17.10 sedangkan pada PCSH nilai N1 (5.87) dan nilai N2 (12.62). Perbedaan jumlah hasil yang didapat antara kedua metode berhubungan dengan cara penggunaan metode PSM dan PCSH. Pada metode PCSH volume contoh serasah dan humus yang diambil dibatasi pada ukuran petak 25 cm x 25 cm, kedalaman 5 cm dengan waktu pengambilan contoh hanya sekali (waktu terbatas). Pada metode PSM waktu pengumpulan Collembola permukaan tanah relatif lama, karena perangkap dipasang selama 3x24 jam, sehingga kemungkinan diperoleh Collembola permukaan tanah lebih banyak. Pada metode PSM dapat diperoleh Collembola permukaan tanah yang aktif secara nokturnal maupun diurnal, sedangkan metode PCSH hanya diperoleh Collembola permukaan tanah diurnal yang ada di petak saat pengambilan contoh. Berdasarkan hasil penghitungan Indeks Hills dapat dilihat genus yang melimpah dan yang dominan. Isotoma, Lepidocyrtus, Homidia, Acrocyrtus, Ptenothrix, Callyntrura, Superodontella, Pseudachorutes, dan
Hypogastrura
merupakan genus yang melimpah dan dominan pada metode PSM di kelima tipe habitat. Genus-genus tersebut merupakan genus yang umum terdapat di pulau Jawa, sebaran yang kosmopolit, dan berjumlah banyak (Greenslade et. al 2000). Habitat hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, hutan pinus, dan daerah perbatasan hutan dan kebun teh dengan metode PSM mempunyai genus yang melimpah dan dominan sama, yaitu Isotoma dan Lepidocyrtus. Sedangkan di
57 hutan cagar alam genus yang melimpah dan dominan adalah Lepidocyrtus dan Acrocyrtus. Isotoma di hutan cagar alam juga ditemukan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Hal ini dapat terjadi karena hutan cagar alam merupakan habitat yang memiliki kanopi tertutup rapat. Selain itu hutan cagar alam mempunyai kelembaban yang rendah akibat rendahnya curah hujan. Isotoma (Isotomidae) cocok hidup di habitat yang lembab dan sedikit terbuka atau belukar (Suhardjono 2002). Banyaknya genus Isotoma dan Lepidocyrtus pada metode PSM karena kedua genus tersebut hidup di permukaan tanah sekitar kedalaman 1.5-3 cm dan kebanyakan hidup di serasah (Hopkin 1997). Karakteristik morfologi genus Isotoma dan Lepidocyrtus juga mendukung untuk hidup di permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian ini genus Isotoma dan Lepidocyrtus mempunyai ciri-ciri tubuh berpigmen, antena dan furka berkembang baik, serta oseli 8+8. Tubuh genus Lepidocyrtus ditutupi sisik sedangkan Isotoma ditutupi oleh seta halus. Genus Isotoma juga merupakan genus yang melimpah dan dominan di habitat perbatasan hutan dan kebun teh dengan menggunakan metode PCSH. Sedangkan genus yang melimpah dan dominan pada metode PCSH di habitat hutan damar dan kaliandra, sekitar danau Telaga Warna, Hutan cagar alam, dan hutan pinus adalah sama yaitu Folsomia. Genus Isotoma dan Folsomia mempunyai habitat di serasah dan tanah, sebaran yang kosmopolit, dan banyak terdapat di pulau Jawa (Nosek 1967; Greenslade et al. 2000). Melimpahnya genus Folsomia pada metode PCSH terutama di bagian humus karena hidup di permukaan tanah sekitar 1.5-3.5 cm (Hopkin 1997). Pada penelitian ini pengambilan contoh serasah dan humus dilakukan sampai kedalaman 5 cm. Berdasarkan keberadaannya Folsomia lebih banyak hidup di humus (kurang lebih 60%), di serasah (kurang lebih 30%), dan sisanya di tanah (Poole 1961 dalam Hopkin 1997). Karakteristik morfologi genus Folsomia mendukung untuk hidup di lapisan humus, seperti furka pendek, tidak berpigmen, antena pendek serta oseli 0+0. Menurut Hopkin (1997) Collembola yang hidup di lapisan dalam tanah mempunyai ciri-ciri tidak berpigmen, antena, furka, dan oseli tereduksi.
58 Selain morfologi dan habitat, pH tanah juga berpengaruh terhadap kelimpahan Folsomia pada metode PCSH. Menurut Kaneda dan Kaneko (2004) pH optimum untuk pertumbuhan Folsomia candida (famili Isotomidae) adalah 5-6. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis pH tanah di kelima habitat menunjukkan kisaran pH 5.58-6.01 yang berarti pH masam.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Collembola permukaan tanah yang diperoleh di seluruh habitat yaitu hutan damar, sekitar danau Telaga Warna, hutan cagar alam, hutan pinus, dan perbatasan hutan dengan kebun teh terdapat sejumlah 17 569 individu. Collembola tersebut terdiri dari 3 ordo, 10 famili, dan 29 genus. Ordo Entomobryomorpha (famili Isotomidae; genus Isotoma) mendominasi pada kelima tipe habitat di kawasan Telaga Warna kecuali di hutan cagar alam. Dengan demikian Isotoma dapat dijadikan sebagai indikator daerah terbuka. Habitat hutan damar dan kaliandra mempunyai nilai kelimpahan dan dominansi genus Collembola paling tinggi dengan keragaman genus paling tinggi. Hal tersebut disebabkan vegetasi bawah (kaliandra) rapat, kelembaban tanah, C organik, C:N, N total, kalium, dan kadar air tinggi, serta pH rendah. Nilai kelimpahan dan dominansi genus Collembola terendah terdapat di habitat hutan pinus karena mempunyai keragaman genus yang paling sedikit. Vegetasi bawah yang kurang beragam serta kelembaban tanah dan udara rendah menyebabkan sedikitnya keragaman genus. Sedikitnya keragaman genus dan ketebalan serasah menyebabkan tingginya jumlah individu Collembola di hutan pinus. Curah hujan yang rendah pada saat koleksi Collembola di cagar alam mengakibatkan rendahnya kandungan bahan organik, kelembaban dan suhu udara serta tanah. Dengan demikian, jumlah individu Collembola di hutan cagar alam menjadi rendah. Keragaman vegetasi bawah di sekitar danau Telaga Warna paling tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tingginya keragaman famili, genus, dan individu Collembola di sekitar danau Telaga Warna. Habitat perbatasan hutan dengan kebun teh mempunyai keragaman genus rendah. Hal ini disebabkan ketebalan serasah yang tipis. Metode PSM yang mengkoleksi Collembola di permukaan tanah memperoleh jumlah famili, genus, dan individu Collembola yang lebih banyak dibandingkan dengan metode PCSH. Genus Isotoma (Isotomidae) dan Lepidocyrtus (Entomobry-
60 idae) paling banyak ditemukan dengan menggunakan metode PSM. Karakteristik morfologi genus Isotoma dan Lepidocyrtus mendukung untuk hidup di permukaan tanah. Isotoma dan Lepidocyrtus mempunyai ciri-ciri tubuh berpigmen, antena dan furka berkembang baik, serta oseli 8+8. Genus Folsomia (Isotomidae) dan Isotoma (Isotomidae) paling banyak ditemukan pada metode PCSH. Karakteristik morfologi genus Folsomia mendukung untuk hidup di lapisan humus, seperti furka pendek, tidak berpigmen, antena pendek serta oseli 0+0.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini jumlah individu Collembola yang diperoleh pada habitat hutan cagar alam sedikit. Hal ini terjadi akibat rendahnya curah hujan pada saat tujuh hari sebelum dan empat hari saat pengamatan. Kondisi lingkungan ini berbeda dengan koleksi Collembola pada keempat habitat lainnya. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian komunitas Collembola dengan pengambilan contoh pada saat curah hujan tinggi. Genus Isotoma di hutan cagar alam ditemukan sedikit karena habitat tersebut mempunyai penutupan kanopi yang rapat. Hal yang berbeda, Isotoma melimpah pada keempat habitat lainnya yang penutupan kanopi terbuka. Dengan demikian faktor intensitas cahaya perlu diukur secara kuantitatif. Disarankan untuk dilakukan pengukuran intensitas cahaya pada penelitian topik ini berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA Agus YH. 2007. Keanekaragaman Collembola, Semut, dan Laba-laba Permukaan Tanah pada Empat Tipe Penggunaan Lahan. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. Brown AL.1980. Ecology of Soil Organism. London: Heinemann Educational Books. Broza M, Poliakov D, Gruia M, Bretfeld G. 2004. Soil collembolan communities on north- and south-facing slopes of an eastern Mediterranean valley. Pedobiologia 48:537-543. Cassagne N, Gers C, Gauquelin T. 2003. Relationships between Collembola, soil chemistry, and humus type in forest stands (France). Biol Fertil Soils 37:355-361. Coleman DC, Crossley DA, Hendrix PF. 2004. Fundamental of Soil Ecology. USA: Elsevier Academic Pr. Cox GW. 2002. Laboratory Manual of General Ecology. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill. Deharveng L. 2004. Recent advances in Collembola systematics. Pedobiologia 48:415-433. Deharveng L, Suhardjono YR. 2004. Pseudosinella maros sp.n., a troglobitic Entomobryidae (Collembola) from Sulawesi Selatan, Indonesia. Rev Suisse de Zoologie 111: 979-984. [Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Mengenal Kawasan Konservasi di Propinsi Jawa Barat. Bandung: Dephutbun. Detsis V. 2000. Vertical distribution of Collembola in decidous forest under Mediterranean climatic conditions. Belg J Zool 130:55-59. Driessen MM, Greenslade P. 2004. Effect of season, location and fire on Collembola communities in buttongrass moorlands, Tasmania. Pedobiologia 48:631-642. Dunger W, Schulz, HZ, Zinidars B. 2002. Colonization behavior of Collembola under different conditions of dispersal. Pedobiologia 46:316-327. Eaton RJ, Barberchek M, Buford M, Smith W. 2004. Effect of organic matter removal, soil compaction, and vegetation control on Collembola population. Pedobiologia 48:121-128.
62
Greenslade PJ. 1996. Collembola Di dalam: Naumann ID, ed The Insect of Australia: A Textbook for Students and Research Workers vol 1 2nd ed. CSIRO. Melbourne: Melbourne Univ Pr. Greenslade P, Deharveng L, Bedos A, Suhardjono YR. 2000. Handbook to Collembola of Indonesia. Cibinong: Fauna Malesiana (Draft final). Handschin E. 1925. Beitrage zur Collembolenfauna der Sundainsen. De Treubia VI:225-270. Handschin E. 1926. Ost-Indische Collembolen III Beitrag zur Collembolenfauna von Java und Sumatra. De Treubia VIII:446-461. Handschin E. 1928. Collembolen aus Java, nebst einem beitrag zu einer monographie der gattung Crematocephalus schtt. De Treubia X:245-270. Henegan L, Coleman DC, Zou X, Crossley Jr DA, Haines BL. 1999. Soil microarthropod contributions to decomposition dynamic: tropical-temperate comparisons of a single substrate. Ecol 80:1873-1882. Holt J.A. 1985. Acari and Collembola in the litter and soil of three North Queensland rainforest. Austr J Ecol 10:57-65. Hopkin SP. 1997. Biology of The Springtails (Insecta: Collembola). Oxford: Oxford Univ Pr. Imler U. 2004. Long-term fluctuation of soil fauna (Collembola and Orabatida) at ground water-near site in an alder wood. Pedobiologia 48:349-363. Jordana R, Arbea JI. 1989. Clave de identification de los generos de Colembolos de Espana (Insecta: Collembola). Serie Zoologica 19:1-16. Juceviva E, Melecis V. 2005. Long-term effect of climate warning on forest soil Collembola. Acta Zool Lituanica vol 15:124-126. Kaneda S, Kaneko N. 2004. Growth of the Collembolan Folsomia candida Willem in soil supplemented with glucose. Pedobiologia 48:165-170. Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A Primer Methods and Computing. New York: John Wiley and Sons Inc. Marshall SA, Anderson RS, Roughley RE, Pelleter B, Dankis. 1994. Terrestrial arthropod biodiversity: planning a study and recommended sampling techniques. Entomol Soc of Can 26:1-17.
63 Materna J. 2004. Does forest type and vegetation patchiness influence horizontal distribution of soil Collembola in two neighboring forest site? Pedobiologia 48:339-347. Migliorini M, Pigino G, Caruso T, Fanciulli PP, Leonzio C, Bernini F. 2005. Soil communities (Acari Oribatida; Hexapoda Collembola) in a clay pigeon shooting range. Pedobiologia 49: 1-13. Nakashizuka T, Stork N. 2002. Biodiversity Research Methods : IBOY in Western Pasific and Asia. Merlbourne: Kyoto Univ Pr dan Trans Pasific Pr. Negri I. 2004. Spatial distribution of Collembola in presence and absence of a predator. Pedobiologia 48:585-588 Nosek J. 1967. The investigation on the apterygotan fauna of the low tatras. Acta Univ. Carolinae-Biologica:349-528. Pfander I, Zettel J. 2004. Chemichal communication in Ceratophysella sigillata (Collembola:Hypogastruridae): intraspecific reaction to alarm substances. Pedobiologia 48:575-580. Rahmadi C, Suhardjono YR. 2003. Keanekaragaman arthropoda tanah di lantai hutan kawasan hulu Sungai Katingan Kalimantan Tengah. Berita Biologi 6:549-554. Rahmadi C, Suhardjono YR. 2007. Arthropoda gua di Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah. Zoo Indones 16:21-29. Rahmadi C, Suhardjono YR, Andayani I. 2004. Collembola lantai hutan di kawasan hulu Sungai Tabalong Kalimantan Selatan. Biota IX:179-185. Richards WR. 1968. Generic classifications evolution, and biogeography of the Sminthuridae of the world. Di dalam Pielou DP (ed). Memoirs of the Entomological Society of Canada No 153. Ottawa: Entomological Soc Canada. Sabatini MA, Ventura M, Innocenti G. 2004. Do Collembola affect the competitive relationships among soil-borne plant pathogenic fungi? Pedobiologia 48:603-608. Shahabuddin. 1998. Keanekaragaman dan Distribusi Artropoda Tanah pada Empat Komunitas Tumbuhan Gunung Tangkuban Perahu Jawa Barat. [Tesis]. Bandung: Institut Teknologi Bandung, Program Pasca Sarjana. Santos SAP, Cabanas JE, Pereira JA. 2007. Abudance and diversity of soil arthropods in olive grove ecosystem (Portugal): Effect of pitfall trap type. Eur J Soil Biol 43:77-83.
64 Sebayang D, Suryati T, Adianto. 2000. Keanekaragaman dan kelimpahan Artropoda tanah di hutan alami, hutan pinus, kebun sayur, dan lahan terbuka di gunung Tangkuban Perahu. Pros. Simposium Keanekaragaman Hayati Artropoda pada Sistem Reproduksi Pertanian; Cipayung, 15-18 Okt 2000. PEI. hlm 75-79 Sinka M, Jones TH, Hartley SE. 2007. The indirect effect of above-ground herbivory in Collembola populations is not mediated by changes in soil water content. Appl Soil Ecol 36:92-99. Sousa JP et al. 2004. Effect of land-use on Collembola diversity patterns in a Mediterranean landscape. Pedobiologia 48:609-622. Suhardjono YR. 1989. Revised check list of Collembola from Indonesia and its adjacent regions. AZAO 1:1-22. Suhardjono YR. 1991. Geographical distribution of the genus Callyntrura (Collembola). Di dalam Veeresh et al. (ed). Advances in Management and Conservation of Soil Fauna. New Delhi: Oxford & IBM. Suhardjono YR. 1992. Fauna Collembola Tanah di Pulau Bali dan Pulau Lombok. [Disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia. Suhardjono YR. 1998. Serangga serasah: Keanekaragaman takson dan perannya di Kebun Raya Bogor. Biota III:16-2. Suhardjono YR. 2002. Keanekaragaman fauna tanah di Cikaniki, Taman Nasional gunung Halimun. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia vol. 9. Biodiversity of The Last Submontane Tropical Rain Forest in Java: Gunung Halimun National Park Part I. 34-43. Suhardjono YR. 2006. Status taksonomi fauna di Indonesia dengan tinjauan khusus pada Collembola. Zoo Indonesia 15: 67-86. Szujecki A. 1987. Ecology of Forest Insect. Warzawa: PWN-Polish Scientific. Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study of Insects 7 ed. USA: Brooks Cole. Upton MS. 1991. Methods for Collecting, Preserving, and Studying Insect and allied forms. Brisbane: The Australian Entomological Society. Vu QM, Nguyen TT. 2000. Microarthropod community structures (Oribatei and Collembola) in Tam Dao National Park, Vietnam. J Biosci 25:379-386. Wallwork JA. 1970. Ecology of Soil Animal. London: Mc Graw-Hill.
65 Wallwork JA. 1976. The Diversity and Distribution of Soil Fauna. London: Academic Pr. Wallwork JA. 1982. Desert Soil Fauna. New York: Pralger. Yoshii R. 1959. Studies on the Collembolan Fauna of Malay and Singapore with special reference to the genera: Lobella, Lepidocyrtus, and Callyntrura. Kyoto: Lab. Kyoto Univ. Yoshii R. 1982a. Entomological Report from the Sabah Forest Research Centre No. 3 Paronellid Collembola of Sabah No. 4 Neanurid Collembola of Sabah. Tokyo: JICA. Yoshii R. 1982b. Entomological Report from the Sabah Forest Research Centre No. 5 Lepidocyrtid Collembola of Sabah. Tokyo: JICA. Yoshii R. 1983. Entomological Report from the Sabah Forest Research Centre No. 7 Studies on Paronellid Collembola of East Asia. Tokyo: JICA. Yoshii R, Suhardjono YR. 1989. Notes on the fauna of Indonesia and its vicinities I: Miscellaneous notes with special references to Seirini and Lepidocyrtini AZAO 1:23-90. Yoshii R, Suhardjono YR. 1992a. Notes on the fauna of Indonesia and its vicinities II: Collembola of Irian Jaya and Maluku Island. AZAO 2:1-52. Yoshii R, Suhardjono YR. 1992b. Notes on the fauna of Indonesia and its vicinities III: Collembola of Timor Island. AZAO 2:75-96.
LAMPIRAN
DESKRIPSI COLLEMBOLA Tubuh Collembola terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada bagian kepala terdapat empat ruas antena; kadang-kadang ada organ pasca antena; oseli maksimal 8+8; dan mulut entognathus. Toraks terbagi menjadi tiga ruas dengan masing-masing ruas terdapat sepasang kaki. Abdomen terdiri dari enam ruas, pada ruas pertama terdapat kolofor, ruas ketiga terdapat retinakulum atau tenakulum, ruas keempat terdapat furka, ruas kelima terdapat celah genital jantan atau betina, dan ruas keenam terdapat celah anal. Collembola terdiri dari empat ordo yaitu Poduromorpha, Entomobryomorpha, Symphypleona, dan Neelipleona. Pada penelitian ini hanya ditemukan tiga ordo yaitu Poduromorpha, Entomobryomorpha, dan Symphypleona.
I. Ordo Poduromorpha Tubuh bulat cembung atau silindris; ruas toraks dan abdomen mudah dibedakan; bagian mulut prognatus; ruas dorsal toraks I jelas dan berseta; ruas abdomen I sampai IV sama panjang. Ordo Poduromorpha di Indonesia ada lima famili yaitu Hypogastruridae, Neanuridae, Brachystomellidae, Odontellidae, dan Onychiuridae. Pada penelitian ini hanya ditemukan tiga famili.
1.1 Famili Hypogastruridae Tubuh silindris; antena pendek; ruas abdomen I sampai VI jelas dan sama panjang. 1. Genus Ceratophysella Tubuh berwarna biru tua; panjang kurang lebih 1 mm; oseli 8+8; organ pasca antena berbentuk roset dengan empat vesikel; nisbah antena I:II:III:IV = 1:1:1:1; furka pendek dan terlihat jelas; ujung mukro membulat; ruas abdomen I-IV melebar; ruas abdomen VI mempunyai dua spina dorsal yang pendek.
68 2. Genus Hypogastrura Tubuh berwarna biru tua; panjang tubuh kurang lebih 0.95 mm; oseli 8+8; organ pasca antena berbentuk roset dengan empat vesikel; nisbah antena I:II:III:IV = 1:1:1:1; furka pendek; ujung mukro tajam; ruas abdomen I-IV melebar; ujung abdomen VI terlihat membelah.
1.2 Famili Neanuridae Tubuh bulat gemuk; warna tubuh biru; antena pendek; mukro berbentuk perahu. 1. Genus Ceratrimeria Tubuh berbentuk bulat cembung; berwarna biru gelap; panjang tubuh kurang lebih 3.56 mm; pinggiran tubuh melebar dan berlekuk-lekuk; permukaan tubuh bergranular; berseta halus; antena IV silindris; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:3; oseli 8+8 berkelompok membentuk segitiga; organ pasca antena berbentuk lingkaran dengan banyak gelang; kerucut mulut tajam; furka berkembang baik; dens 3 kali mukro; ujung abdomen membulat. 2. Genus Pseudachorutes Tubuh bulat cembung; berwarna abu-abu muda; panjang tubuh kurang lebih 1.98 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2; oseli 8+8 berkelompok lonjong; furka berkembang baik, ruas antena berukuran sama; organ pasca antena berbentuk lingkaran dengan banyak gelang; kerucut mulut tajam; ujung abdomen lancip.
1.3 Famili Odontellidae Tubuh silindris; antena kerucut; mukro berlamela. 1. Genus Superodontella Tubuh berwarna biru tua; panjang tubuh kurang lebih 0.65 mm; oseli 8+8 berkelompok membentuk bulatan; organ pasca antena berbentuk roset; antena berbentuk kerucut; berwarna lebih gelap; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1; ruas abdomen III membesar; ruas abdomen V-VI mengecil; furkula berkembang baik; mukro mempunyai dua lamela.
69 Ordo Entomobryomorpha Tubuh silindris; ruas toraks dan abdomen mudah dibedakan; prognatus; ruas dorsal toraks I tidak berkembang dan tidak berseta; ruas abdomen I sampai IV tidak selalu sama panjang. Ordo Entomobryomorpha di Indonesia ada tujuh famili, yaitu Isotomidae, Oncopoduridae, Tomoceridae, Chyphoderidae, Entomobryidae, Paronellidae, dan Coenaletidae. Pada penelitian ini hanya ditemukan tiga famili.
2.1 Famili Isotomidae Tubuh silindris; ruas abdomen III pendek atau sama dengan abdomen IV; mempunyai organ pasca antena, antena IV lebih panjang dibandingkan antena I-III; tubuh ditutupi seta. 1. Genus Cryptopygus Tubuh silindris dan berseta halus; warna tubuh abu-abu muda; panjang tubuh 0.8 mm; oseli 8+8; organ pasca antena sederhana (lonjong); antena sedang; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:3; ruas abdomen V-VI menyatu; furka berkembang baik; manubrium dengan sepasang seta anterior; mukro bergigi dua (bidentata). 2. Genus Folsomia Tubuh berbentuk silindris dan berseta halus; berwarna putih; panjang tubuh 1.04 mm; abdomen IV-VI menyatu; antena pendek; nisbah antena I:II:III:IV=1:2:2:3; oseli 0+0; mempunyai organ pasca antena lonjong tanpa lekukan di tengah; furka pendek; mukro bidentata. 3. Genus Folsomides Tubuh tubular, berseta halus; warna tubuh putih; panjang tubuh 0.95 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1; abdomen IV,V, dan VI terpisah dengan panjang yang sama; abdomen V-VI mengecil dan melengkung ke arah ventral; oseli 0+0; organ pasca antena lonjong; antena pendek; furka pendek. 4. Genus Isotoma Tubuh silindris dan tertutup seta; warna tubuh abu-abu tua; panjang tubuh 1.24 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2; abdomen IV, V, dan VI terpisah; oseli 8+8;
70 organ pasca antena lonjong dan berlekuk; antena panjang; furka panjang; mukro dengan dua gigi.
2.2 Famili Entomobryidae Tubuh silindris; panjang abdomen IV hampir dua kali panjang abdomen III; furka melengkung; mukro seperti kait dengan dua gigi. 1. Genus Entomobrya Tubuh berseta panjang; berwana coklat muda dengan belang hitam; panjang tubuh kurang lebih 2.40 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:2:2:3; oseli 8+8 dengan ukuran tidak sama; antena panjang; furka panjang dan melengkung; mukro bidentata; dens tidak berspina. 2. Genus Homidia Tubuh berseta panjang; berwarna coklat muda dengan belang hitam; panjang tubuh kurang lebih 2.02 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2; oseli 8+8 dengan ukuran tidak sama; antena panjang; furka panjang dan melengkung; nisbah manubrium:dens=1:1; dens berspina; mukro bidentata. 3. Genus Acrocyrtus Tubuh bersisik; bentuk sisik bulat hialin (transparan) dengan permukaan halus; warna tubuh bagian bawah putih kekuningan seperti berlemak, bagian atas abu-abu tua; panjang tubuh kurang lebih 2.68 mm; bentuk tubuh bungkuk; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1.5; kepala segitiga; oseli 8+8; antena panjang berwarna abu-abu; furka panjang; mukro bidentata dengan spina basal; tuberkula basal dens kerucut. 4. Genus Ascocyrtus Tubuh bersisik; bentuk sisik bulat hialin (transparan) dengan permukaan halus; warna tubuh putih; panjang tubuh kurang lebih 2.68 mm; antena panjang; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1.5; kepala bulat; furka panjang; oseli 8+8; mukro bidentata; spina basal dengan spinula; dens mempunyai tuberkula basal bulat. 5. Genus Lepidocyrtus Tubuh bersisik; bentuk sisik bulat hialin (transparan) dengan permukaan halus; warna tubuh putih kekuningan; panjang tubuh kurang lebih 2.02 mm; nisbah antena
71 I:II:III:IV=1:1:1:2; oseli 8+8; antena panjang; kepala bulat; furka panjang; mukro bidentata dengan spina basal. 6. Genus Pseudosinella Tubuh bersisik; bentuk sisik bulat hialin (transparan) dengan permukaan halus; warna tubuh abu-abu muda; panjang tubuh kurang lebih 0.76 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2; oseli 3+3; antena panjang; furka panjang, mukro bidentata dengan spina basal. 7. Genus Rambutsinella Tubuh bersisik; bentuk sisik bulat hialin (transparan) dengan permukaan halus; warna tubuh abu-abu muda belang biru; panjang tubuh kurang lebih 0.83 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2; oseli 4+4; antena panjang dengan antena IV membesar; furka panjang, mukro bidentata; mempunyai spina basal. 8. Genus Lepidocyrtoides Tubuh bersisik; permukaan sisik bergaris jelas; warna tubuh coklat muda; panjang tubuh kurang lebih 2.24 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1; oseli 8+8; antena panjang; toraks II menonjol di atas kepala, furka panjang; mukro bidentata. 9. Genus Lepidosinella Tubuh bersisik; permukaan sisik bergaris jelas; seta tubuh panjang; warna tubuh abu-abu
muda;
panjang
tubuh
kurang
lebih
2.30
mm;
nisbah
antena
I:II:III:IV=1:1:1:1.5; oseli 0+0; mukro berbentuk kait, dens tidak berspina. 10. Genus Lepidosira Tubuh bersisik banyak; permukaan sisik bergaris jelas; warna tubuh abu-abu muda; panjang tubuh kurang lebih 1.06 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1; oseli 8+8; antena berseta panjang sehingga ruas antena tidak jelas; mukro bidentata. 11. Genus Seira Tubuh bersisik banyak; permukaan sisik bergaris jelas; warna tubuh coklat muda; panjang tubuh kurang lebih 1.95 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1.5; oseli 8+8; antena panjang; bagian torak dan kaki belang; furka panjang; mukro berbentuk kait.
72 2.3 Famili Paronellidae Tubuh silindris; panjang ruas abdomen IV hampir dua kali ruas abdomen III; oseli dan pigmen selalu ada; dens lurus; mukro melebar. 1. Genus Salina Tubuh tidak bersisik; warna tubuh coklat muda; panjang tubuh kurang lebih 1.87 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1; oseli 8+8 dalam dua deret; antena panjang; furka panjang; mukro lebar; tridentata; dens mempunyai vesikel apikal. 2. Genus Pseudoparonella Tubuh bersisik; permukaan sisik bergaris-garis halus; bentuk sisik lonjong; warna tubuh coklat muda; panjang tubuh kurang lebih 2.31 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1.5; oseli 6+6; antena hampir sama dengan panjang tubuh; mukro mempunyai dua lamela yang berbentuk segitiga. 3. Genus Callyntrura Tubuh bersisik; permukaan sisik bergaris-garis halus; bentuk sisik lonjong; warna tubuh coklat muda; panjang tubuh kurang lebih 3.11 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2; oseli 8+8 dengan ukuran tidak sama; antena panjang sekitar dua kali panjang tubuh; antena berseta banyak; kaki dan antena belang-belang; mukro jelas terpisah dari dens; mukro terdiri dari empat gigi. 4. Genus Mikroparonella Tubuh bersisik; permukaan sisik bergaris-garis halus; bentuk sisik lonjong; tubuh berwarna abu abu muda belang-belang biru; panjang tubuh kurang lebih 1.65 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:1; oseli 6+6; antena panjang; furka panjang; mukro dengan empat gigi yang tajam dan ujung mukro meruncing.
III. Ordo Symphypleona Tubuh bulat; ruas toraks II-III dan abdomen I-IV bersatu; mulut hipognatus; antena lebih panjang daripada diameter kepala; oseli selalu ada; tubuh berpigmen. Ordo Symphypleona di Indonesia terdiri dari enam famili, yaitu Arrhopalitidae, Bourletiellidae, Dicyrtomidae, Katiannidae, Sminthuridae, dan Sminthurididae. Pada penelitian ini ditemukan empat famili.
73 3.1 Famili Bourletiellidae Tubuh bulat; ruas antena IV lebih panjang daripada antena III; antena lebih panjang daripada diagonal kepala; ruas abdomen V-VI terpisah. 1. Genus Bourletiella Tubuh berwarna abu-abu bercorak; panjang tubuh kurang lebih 0.79 mm; antena IV beruas-ruas seperti gelang; oseli 8+8; furka panjang; nisbah manubrium:dens=1:1.5; mukro berbentuk perahu.
3.2 Famili Dicyrtomidae Tubuh bulat; ruas antena IV lebih pendek daripada ruas III; antara ruas antena II dan III membengkok. 1. Genus Ptenothrix Tubuh bulat dengan permukaan tidak rata; warna tubuh abu-abu bercorak; panjang tubuh kurang lebih 1.74 mm; pada kepala terdapat dua garis belang biru; seta sedikit tapi panjang dan tebal; nisbah antena I:II:III:IV=2:7:7:1; antena panjang; antena IV sederhana dengan panjang kurang dari setengah antena III; antena III beruas-ruas; oseli 8+8; mulut prognathus berwarna kuning; ruas abdomen V-VI jelas terlihat;
furka
panjang;
dens
berduri;
mukro
berbentuk
perahu;
nisbah
man:dens:mukro=2:5:1.
3.3 Famili Sminthuridae Ruas antena IV lebih panjang daripada ruas III; antena membengkok antara ruas III dan IV; antena lebih panjang daripada diagonal kepala; oseli kadang ada atau tidak; ruas abdomen V-VI terpisah. 1. Genus Neosphyrotheca Tubuh berwarna abu-abu muda bagian atas bercorak hitam; panjang tubuh kurang lebih 1.27 mm; bentuk tubuh bulat lonjong; seta panjang tipis menutupi tubuh; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:3; antena IV panjang, beruas-ruas dan berseta; oseli 8+8; furka panjang; mukro berbentuk perahu.
74 2. Genus Sphyrotheca Tubuh berwarna abu-abu bercorak abu-abu muda; panjang tubuh kurang lebih 0.69 mm; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2.5; antena IV beruas-ruas; antena relatif pendek; oseli 8+8; furka panjang; dens terdiri dari satu baris seta; mukro berbentuk perahu.
3.4 Famili Sminthurididae Tubuh bulat; ruas antena IV lebih panjang daripada ruas III; antena membengkok antara ruas III dan IV; antena lebih panjang daripada diagonal kepala; ruas abdomen V-VI selalu bersatu. 1. Genus Sphaeridia Tubuh bulat berwarna abu-abu muda; panjang tubuh kurang lebih 0.43 mm; bagian posterior abdomen tertutup rambut halus panjang; nisbah antena I:II:III:IV=1:1:1:2.5; oseli 8+8;
antena panjang; ruas antena IV lebih besar
dibandingkan ruas antena lain; furka panjang.