KOMPOSISI BAHAN KANTONG MEDIA TANAM BERBAHAN LIMBAH ORGANIK PADA PRODUKSI BIBIT MPTS (Multi Purposes Tree Species) Mochamad Chanan1, Aniek Iriany2 2
1 Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Peternakan UMM, Malang Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Peternakan UMM, Malang
Alamat Korespondensi : Jl. Raya Tlogomas 246 Malang, Tlp/Fax. 0341-464318/460435 E-mail: 1)
[email protected], 2)
[email protected]
Abstrak Material organik baik berupa limbah organik dan tanaman disekitar masyarakat cukup banyak tersedia dan selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahan-bahan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kantong media tanam untuk produksi bibit yang memiliki keunggulan antara lain harga murah karena memanfaatkan limbah, pemanfaatannya lebih praktis dan efektif, serta teknologi pembuatannya sederhana, dan rama lingkungan. Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk menghasilkan formulasi bahan pembuatan kantong media tanam bibit yang lebih efisien dan efektif dan menghasilkan paket teknologi pembibitan dengan penggunaan kantong media tanam organik yang ramah lingkungan. Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak lengkap diulang 3 kali. Peubah yang diamati Kandungan kimia bahan meliputi C org, C/N, BO, dan N total. Peubah kualitas bahan meliputi rendemen, kuat Tarik dan uji vilensky. Hasil penelitian menunjukkan komposisi bahan 50 % Eceng gondok : 25% Jerami : 25% Pelepah pisang menghasilkan kualitas bahan dengan nilai kuat tarik lebih tinggi (33N). Komposisi bahan 25 % Eceng gondok : 25% Jerami : 50% Pelepah pisang menghasilkan nilai rendemen lebih tinggi (80%). Ditinjau dari proporsi eceng gondok yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah, peningkatan maupun penurunan proporsi eceng gondok berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Pada saat bahan dalam kondisi kering peningkatan proporsi eceng gondok berdampak pada peningkatan intensitas cahaya. Ditinjau dari proporsi jerami yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah, peningkatan maupun penurunan proporsi jerami berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Pada kondisi kering peningkatan proporsi jerami akan berakibat menurunnya intensitas cahaya. Proporsi kandungan pelepah pisang yang digunakan dalam bahan kantong media tanam pada kondisi basah, peningkatan proporsi pelepah pisang berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Sedangkan bahan pada kondisi kering, peningkatan proporsi pelepah pisang akan mengakibatkan pada peningkatan intensitas cahaya. Kata kunci: Komposisi, kantong media, bibit, organik 1. PENDAHULUAN Program penanaman pohon sangat ditentukan oleh awal penanaman, dimana tersedianya bibit yang bermutu dan dalam jumlah yang cukup sesuai standard mutu bibit yang telah ditentukan. Bibit yang berkualitas akan menentukan tingkat keberhasilan pertumbuhan di lapangan. Selama ini produksi bibit yang dilakukan oleh para penangkar bibit masih menggunakan media kantong plastik (polybag) sebagai tempat media tanamnya. Penggunaan media tanam kantong plastik (polybag) masih banyak kelemahan antara lain dari unsur bahan masih banyak menggunakan bahan plastik sisntetis yang sulit terdegradasi sehingga tidak ramah lingkungan; dari sisi harga bahanbahan tersebut masih tergolong mahal yang akan menjadi kendala bagi petani penangkar bibit dimana biaya produksi menjadi lebih tinggi. Dari sisi teknis penggunaan media plastik kurang praktis karena bibit seringkali mengalami stagnasi pada saat ditanam di lapang, karena masih harus melepas media tempat tanam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dikaji alternatif 312
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
pemanfaatan bahan organik yang ada disekitar masyarakat dan mudah dicari untuk bahan pembuatan kantong media tanam bibit kehutanan. Material organik baik berupa limbah organik dan tanaman disekitar masyarakat cukup banyak tersedia dan selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahan-bahan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kantong media tanam untuk produksi bibit dari hasil rekayasa teknologi yang sederhana yang memiliki keunggulan antara lain harga murah karena memanfaatkan limbah, pemanfaatannya lebih praktis dan efektif, serta teknologi pembuatannya sederhana, dan ramah lingkungan. Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk menghasilkan formulasi bahan pembuatan kantong media tanam bibit yang lebih efisien dan efektif dan menghasilkan paket teknologi pembibitan dengan penggunaan kantong media tanam organik yang ramah lingkungan. 2. METODE Percobaan dilakukan di laboratorium dan rumah kaca di kebun percobaan Universitas Muhammadiyah Malang. Percobaan dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli 2015. Peralatan yang digunakan: timbangan digital, gunting, gelas ukur, blender, stereoform, saringan, Brazilliant test (untuk mengukur ketahanan penetrasi dan tegangan tarik mulsa) dan cetakan media tanam. Bahan yang diperlukan untuk pembuatan lembar kantong organik meliputi: eceng gondok, jerami, pelepah pisang, NaOH dan UREA. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang dicoba adalah komposisi bahan penyusun kantong media tanam bibit organik yang terdiri dari 6 perlakuan diulang 3 kali, yaitu M1 = 50% Eceng gondok: 25% Jerami: 25% Pelepah Pisang; M2 = 25% Eceng gondok: 50% Jerami: 25% Pelepah Pisang; M3 = 25% Eceng gondok: 25% Jerami: 50% Pelepah Pisang; M4 = 100% Eceng gondok; M5 = 100% Jerami M6 = 100% Pelepah Pisang. Variabel yang diukur adalah kekuatan dan ketahanan bahan melalui uji tegangan normal menggunakan Brazilliant test (N/cm2), daya serap bahan terhadap air (%), uji vilensky dan rendemen bahan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa kimia bahan kantong media tanam pada berbagai perlakuan seperti disajikan pada Tabel 1. Hasil pengukuran nilai kekuatan Tarik disajikan pada Tabel 2, sedangkan hasil pengukuran rendemen bahan disajikan pada Tabel 3. Hubungan Proporsi Bahan (%) terhadap kekuatan tarik (N) dan Hubungan Proporsi Bahan (%) terhadap Rendemen (%) disajikan pada Gambar 1 dan 2. Tabel 1. Kandungan Kimia Bahan Organik Penyusun Bahan Perlakuan
C-Organik
N-total
C/N
M1 (50:25:25) M2 (25:50:25) M3 (25:25:50) M4 (100:0:0) M5 (0:100:0) M6 (0:0:100)
27.07 b 32.43 a 31.47 a 26.00 b 32.53 a 34.00 a
8.74 d 13.36 a 10.78 bcd 9.33 cd 11.34 abc 12.22 ab
3.33 a 4.00 a 4.67 a 4.67 a 5.33 a 6.33 a
Bahan Organik 42.48 c 51.65 a 43.47 bc 43.84 bc 48.27 ab 44.52 bc
Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%.
Berdasarkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa proporsi jerami 100% memiliki kandungan C organik lebih tinggi yaitu sebesar 34% yang tidak berbeda dengan proporsi jerami 100% (M5), M2 (25:50:25) dan M3 (25:25:50). Terhadap nilai N total komposisi M2 (25:50:25) menghasilkan nilai yang lebih tinggi (13,36%) namun tidak berbeda dengan komposisi M5 (0:100:0) dan M6
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
313
(0:0:100). Kandungan C/N rasio menunjukkan bahwa semua proporsi pada semua komposisi tidak berbeda nyata. Terhadap kandungan bahan organik proporsi pada komposisi M2 (25:50:25) memiliki nilai BO yang lebih tinggi (51.653%) namun tidak berbeda nyta dengan komposisi M5 (0:100:0). Tabel 2. Kekuatan Tarik (N) bahan kantong media Perlakuan M1 (50:25:25) M2 (25:50:25) M3 (25:25:50) M4 (100:0:0) M5 (0:100:0) M6 (0:0:100)
Kuat Tarik (N) 33.303 a 30.513 bc 32.000 ab 28.650 c 25.293 d 28.680 c
Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi komposisi M1 (50:25:25) memiliki nilai kuat Tarik lebih tinggi yaitu sebesar 33.303 N. Nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai pada proporsi komposisi M3 (25:25:50) sebesar 32 N, namun berbeda dengan proporsi-proporsi yang lain yaitu komposisi M2 (25:50:25), komposisi M4 (100:0:0), komposisi M5 (0:100:0) dan komposisi M6 (0:0:100). Tabel 3. Rendemen (%) bahan kantong media Perlakuan M1 (50:25:25) M2 (25:50:25) M3 (25:25:50) M4 (100:0:0) M5 (0:100:0) M6 (0:0:100)
Rendemen (%) 73.663 b 76.543 ab 80.190 a 66.673 c 63.733 c 62.493 c
Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%.
Pada Tabel 3 menunjukan proporsi komposisi eceng gondok 25% jerami 25% dan pelepah pisang 50% (25:25:50) menghasilkan nilai rendemen lebih tinggi yaitu sebesar 80,19% namun tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen pada proporsi komposisi eceng gondok 25% jerami 50% dan pelepah pisang 25% yaitu sebesar 76,54%. 35.0
33 32
32.5
Kuat Tarik (N)
Kekuatan Tarik (N)
31 30 29
Y = 28.98 + 0.1259 x - 0.001640 x2 R-Sq
28
88.2%
30.0
Y = 26.84 + 0.2438 X - 0.002276 X2 R-Sq
69.2%
27.5
27 26 25.0
25 24
0
0
20
40
60
80
100
20
40 60 80 Proporsi Pelepah Pisang (%)
100
Proporsi jerami (%)
Gambar 1. Hubungan Proporsi Bahan (%) terhadap kekuatan tarik (N)
Pada Gambar 1 di atas, menunjukkan bahwa hubungan proporsi jerami dan proporsi eceng gondok dengan kekuatan tarik didapatkan R2 yang relatif tinggi yaitu masing-masing sebesar 314
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
88,2% dan 83,8%. Hal ini menunjukkan pada proporsi bahan tersebut memiliki variabilitas kekuatan tarik yang rendah. Berbeda dengan hubungan antara proporsi pelepah pisang dengan kekuatan Tarik didapatkan nilai R2 yang lebih rendah yaitu sebesar 69,2%, hal ini menunjukkan variabilitas kekuatan Tarik pada proporsi pelepah pisang lebih besar. Dari uraian tersebut, menggambarkan bahwa penggunaan eceng gondok dan jerami sebagai salah satu komposisi bahan kantong media sudah sesuai karena menghasilkan kekuatan tarik dengan variabilitas yang rendah. Kekuatan tarik maksimum didapatkan pada proporsi jerami sebesar 25% dan proporsi eceng gondok sebesar 50%. Sedangkan penggunaan pelepah pisang, menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level proporsi masih belum menghasilkan kekuatan tarik yang maksimum karena masih mengandung variabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi proporsi eceng gondok dan bahan lain yang lebih tepat. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga upaya menambahkan bahan lain untuk memaksimalkan kekuatan tarik mulsa. 80
80
85
80
Y = 64.98 + 0.4345 X -0.004217 X2
70
R-Sq
77.5%
Rendemen (%)
75
Rendemen (%)
Rendemen (%)
75
75 Y = 65.87 + 0.5398 X - 0.005709 X2
70
R-Sq
91.6%
65
65
Y = 66.50 + 0.4151 X - 0.004423 X2
70
R-Sq
94.1%
65
60 0
20
40
60
80
100
Proporsi Eceng gondok (%)
0
20
40
60
80
0
100
20
40
60
80
100
Proporsi Jerami (%)
Proporsi Pelepah Pisang (%)
Gambar 2. Hubungan Proporsi Bahan (%) terhadap Rendemen (%)
Pada Gambar 2 di atas, ditunjukkan bahwa hubungan proporsi jerami dan proporsi pelepah pisang dengan rendemen didapatkan R2 yang relatif tinggi yaitu masing-masing sebesar 91,6% dan 94,1%. Hal ini menunjukkan proporsi tersebut memiliki variabilitas nilai rendemen yang rendah. Berbeda dengan hubungan antara proporsi eceng gondok dengan kekuatan Tarik didapatkan nilai R2 yang lebih rendah yaitu sebesar 77,5%, hal ini menunjukkan variabilitas kekuatan Tarik pada proporsi eceng gondok lebih besar. Dari uraian tersebut, menggambarkan bahwa penggunaan pelepah pisang dan jerami sebagai salah satu komposisi bahan kantong media sudah sesuai karena menghasilkan nilai rendemen dengan variabilitas yang rendah. Nilai rendemen maksimum didapatkan pada proporsi pelepah pisang sebesar 50% dan proporsi jerami sebesar 50%. Sedangkan penggunaan eceng gondok, menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level proporsi masih belum menghasilkan nilai rendemen yang maksimum karena masih memiliki variabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi proporsi eceng gondok dan bahan lain yang lebih tepat. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga upaya menambahkan bahan lain untuk memaksimalkan nilai rendemen bahan. 26
160
Intensitas Cahaya (kering)
Intensitas Cahaya (basah)
24 150 140 Y = 109.5 + 1.696 X - 0.01517 X2 130
R-Sq
89.7%
120 110
22 20 18
Y = 15.33 + 0.09710 X 16
R-Sq
65.1%
14 12 10
100 0
20
40
60
Proporsi Eceng Gondok
80
100
0
20
40
60
80
100
Proporsi Eceng gondok
Gambar 3. Hubungan Intensitas cahaya dengan proporsi kandungan eceng gondok pada Bahan Tempat Media Tanam dalam kondisi basah dan kering
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
315
Ditinjau dari proporsi eceng gondok yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah (Gambar 3), terlihat bahwa terbentuk kurva kuadratik dengan titik puncak/maksimum berada pada proporsi 50%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan maupun penurunan proporsi eceng gondok berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Pada saat bahan dalam kondisi kering terbentuk pola hubungan yang linier, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan proporsi eceng gondok berdampak pada peningkatan intensitas cahaya. 26
160
24
Intsitas Cahaya (kering)
Intsitas Cahaya (basah)
150 140 Y = 129.3 + 1.092 X - 0.01316 X2 130
R-Sq
92.6%
120 110
22 20 18 Y = 23.42 - 0.03928 X - 0.000647 X2
16
R-Sq
80.7%
14 12 10
100 0
20
40
60
80
0
100
20
40
60
80
100
Proporsi Jerami
Proporsi Jerami
Gambar 4. Hubungan Intensitas cahaya dengan proporsi kandungan jerami pada Bahan Tempat Media Tanam dalam kondisi basah dan kering
Ditinjau dari proporsi jerami yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah (Gambar 4), terlihat bahwa terbentuk kurva kuadratik dengan titik puncak/maksimum berada pada proporsi 50%. Pada saat bahan dalam kondisi kering titik puncaknya berada pada saat proporsi jerami 0%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan maupun penurunan proporsi jerami berdampak pada penurunan intensitas cahaya bada bahan dalam kondisi basah. Pada kondisi kering peningkatan proporsi jerami akan berakibat menurunnya intensitas cahaya. 26
200
25
Intensitas Cahaya (kering)
Intensitas Cahaya (basah)
190 180 170 Y = 122.5 + 2.366 X - 0.02393
160
R-Sq
86.9%
150 140 130
24
Y = 23.96 - 0.1836 X + 0.001937 X2
23
R-Sq
82.2%
22 21 20 19
120
18
110 0
20
40
60
80
100
0
Proporsi Pelepah Pisang (%)
20
40
60
80
100
Proporsi Pelepah Pisang (%)
Gambar 5. Hubungan Intensitas cahaya dengan proporsi kandungan pelepah pisang pada Bahan Tempat Media Tanam dalam kondisi basah dan kering
Gambar 5 menunjukkan proporsi kandungan pelepah pisang yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah terlihat bahwa terbentuk kurva kuadratik menurun. Artinya bahwa dalam kondisi basah, peningkatan proporsi pelepah pisang berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Sedangkan pada kondisi kering, ditunjukkan bahwa kurva yang terbentuk merupakan kurva kuadratik terbuka ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat titik minimum intensitas cahaya yang berada pada proporsi 50%. Peningkatan proporsi pelepah pisang akan mengakibatkan pada peningkatan intensitas cahaya.
316
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
4. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan komposisi bahan 50 % Eceng gondok : 25% Jerami : 25% Pelepah pisang menghasilkan kualitas bahan dengan nilai kuat tarik lebih tinggi (33N). Komposisi bahan 25 % Eceng gondok : 25% Jerami : 50% pelepah pisang menghasilkan nilai rendemen lebih tinggi (80%).Ditinjau dari proporsi eceng gondok yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah, peningkatan maupun penurunan proporsi eceng gondok berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Pada saat bahan dalam kondisi keringpeningkatan proporsi eceng gondok berdampak pada peningkatan intensitas cahaya.Ditinjau dari proporsi jerami yang digunakan dalam bahan kantong media tanam, pada saat bahan dalam kondisi basah, peningkatan maupun penurunan proporsi jerami berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Pada kondisi kering peningkatan proporsi jerami akan berakibat menurunnya intensitas cahaya. Proporsi kandungan pelepah pisang yang digunakan dalam bahan kantong media tanam pada kondisi basah, peningkatan proporsi pelepah pisang berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Sedangkan bahan pada kondisi kering, peningkatan proporsi pelepah pisangakan mengakibatkan pada peningkatan intensitas cahaya DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6] [7] [8]
[9] [10] [11] [12] [13]
Aldrete, A., Mexal, J. G., Phillips, R., & Vallotton, A. D. (2002). Copper coated polybags improve seedling morphology for two nursery-grown Mexican pine species. Forest Ecology and Management, 163(1-3), 197–204. Balasubramanian, D., K. Arunachalam, A. K. Das, and A. Arunachalam. (2012). “Decomposition and Nutrient Release of Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms. under Different Trophic Conditions in Wetlands of Eastern Himalayan Foothills.” Ecological Engineering, 44:111–22. Barnes, D. K. A., Galgani, F., Thompson, R. C., & Barlaz, M. (2009). Accumulation and fragmentation of plastic debris in global environments. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B, Biological Sciences, 364(1526), 1985–1998. Church. M. J.. Hutchins. D. A.. & Ducklow. H. W. (2000). Limitation of Bacterial Growth by Dissolved Organic Matter and Iron in the Southern Ocean. Applied and Environmental Microbiology. 66(2). 455-466. American Society for Microbiology. Hronich, Jessica E., Lealon Martin, Joel Plawsky, and Henry R. Bungay. (2008). “Potential of Eichhornia Crassipes for Biomass Refining.” Journal of industrial microbiology & biotechnology, 35(5):393–402. Jiang, Wei-jun, You-ping Yan, and Ping. Li. (2010). “Progress in Resources Utilization of Eichhornia Crassipes.” Shuiziyuan Baohu 26(6):79–83. Kyrikou, I., & Briassoulis, D. (2007). Biodegradation of Agricultural Plastic Films: A Critical Review. Journal of Polymers and the Environment. Lehmann, J., Cravo, M.S. and Zech, W. (2001) Organic matter stabilization in a Xanthic Ferralsol of the central Amazon as affected by single trees: chemical characterization of density, aggregate, and particle size fractions. Geoderma 99, 147–168. Mediastika, C. E. (2009). Jerami Sebagai Bahan Baku Panel Akustik Pelapis Dinding. Jurnal Teknik Arsitektur. doi:10.9744/dimensi.36.1.pp. 20-27 Nauli, A. (2007). Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni. Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, (September), 111–118. O'Brine, T., & Thompson, R. C. (2010). Degradation of plastic carrier bags in the marine environment. Marine Pollution Bulletin, 60(12), 2279–2283. Oppong, F., Ofori-Frimpong, K., & Fiakpornu, R. (2008). Effect of polybag size and foliar application of urea on cocoa seedling growth. Ghana Journal of Agricultural Science. Oorts, K., Vanlauwe, B., Cofie, O.O., Sanginga, N. and Merckx, R. (2000) Charge characteristics of soil organic matter fractions in a Ferric Lixisol under some multipurpose trees. Agroforestry Systems 48, 169–188.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
317
[14]
[15]
[16]
[17] [18] [19]
[20]
318
Palm, C.A., Giller, K.E., Mafongoya, P.L. and Swift, M.J. (2001) Management of organic matter in the tropics: translating theory into practice. Nutrient Cycling in Agroecosystems 61, 63–75. Pinto, F., Costa, P., Gulyurtlu, I., & Cabrita, I. (1999). Pyrolysis of plastic wastes. 1. Effect of plastic waste composition on product yield. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, 51(1), 39–55. Raviv. M.. Medina. S.. Krasnovsky. A.. & Ziadna. H. (2004). Organic matter and nitrogen conservation in manure compost for organic agriculture. Compost Science Utilization. 12(1). 6-10. Sain, M., & Panthapulakkal, S. (2006). Bioprocess preparation of wheat straw fibers and their characterization. Industrial Crops and Products, 23(1), 1–8. Sivan, A. (2011). New perspectives in plastic biodegradation. Current Opinion in Biotechnology. South, D. B., Harris, S. W., Barnett, J. P., Hainds, M. J., & Gjerstad, D. H. (2005). Effect of container type and seedling size on survival and early height growth of Pinus palustris seedlings in Alabama, U.S.A. Forest Ecology and Management, 204(2-3), 385–398. Thiripura Sundari, Marimuthu, and Atmakuru Ramesh. 2012. “Isolation and Characterization of Cellulose Nanofibers from the Aquatic Weed Water Hyacinth Eichhornia Crassipes.” Carbohydrate Polymers, 87(2):1701–5.
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk