KOMPARASI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN ISSUER DAN NONISSUER DI BURSA EFEK INDONESIA
Paskah Ika Nugroho1 Elisabeth Penti Kurniawati2 Rizky Fauzi Rossiladewi3 1
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga E-mail :
[email protected]
2
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga E-mail :
[email protected]
3
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Right issue is a policy to get more funds for go public companies. The aim of this research is to test the financial performance differences between issuer companies and nonissuer companies. The ratio to assess financial performance used in this study are Current Ratio, Leverage Ratio, Asset Turn Over, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Investment, Return on Equity, Price Earning Ratio and Price to Book Value Ratio. Analytical technique used in this study were descriptive statistics and Mann-Whitney U Test. The result of this study showed that there were significant differences in activity ratio; ATO and profitability ratio; ROI and ROE. Keywords : right issue, financial performance
1
PENDAHULUAN Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan perekonomian, maka peran pasar modal menjadi sangat penting sebagai sarana untuk menghimpun dana. Salah satu alternatif bagi perusahaan untuk mendapatkan dana adalah dengan menawarkan saham pada investor melalui pasar modal. Dengan menjadi go public perusahaan dapat memperoleh tambahan dana segar untuk membiayai berbagai kegiatan perusahaan. Jika perusahaan masih membutuhkan dana tambahan, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan penawaran saham terbatas atau disebut juga right issue. Right issue adalah penawaran sekuritas baru kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru tersebut dengan harga yang tertentu dan pada saat tertentu pula (Harto, 2001). Perusahaan menerbitkan right issue dengan tujuan untuk tidak mengubah proporsi kepemilikan pemegang saham dan mengurangi biaya emisi akibat penerbitan saham baru. Kurniasari dan Nugraheni (2003) menyatakan bahwa perolehan dana melalui right issue dianggap sebagai alternatif yang menguntungkan karena perusahaan memperoleh dana segar tanpa terbebani oleh suku bunga bank. Dengan right issue investor lama memiliki hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh emiten dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Dalam penelitian yang dilakukan Oktavia dan Nugroho (2010), menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2008, perusahaan yang menerbitkan Initial Public Offering (IPO) di BEI tercatat sebanyak 18 emiten dengan total dana IPO sebesar Rp 24,39 triliun dan perusahaan yang menerbitkan right issue di BEI tercatat sebanyak 21 emiten dengan total dana right issue sebesar Rp 56,07 triliun. Sedangkan secara keseluruhan sepanjang 2008 total dana segar yang dihimpun oleh perusahaan go public mencapai Rp82,45 triliun yang terdiri dari IPO Rp24,39 triliun, rights issue Rp56,07 triliun, dan penerbitan warrant Rp1,98 triliun. Hal ini
2
mengindikasikan bahwa right issue merupakan salah satu cara perusahaan yang masih banyak dilakukan untuk mendapatkan dana segar. Reaksi beragam akan ditunjukkan oleh para investor terhadap kegiatan right issue yang dilakukan perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Oktavia dan Nugroho (2010) yang menyatakan bahwa right issue dapat mengirimkan sinyal positif dan negatif ke pasar. Right issue akan berdampak positif jika dana yang diperoleh diinvestasikan untuk ekspansi usaha, baik proyek baru atau peningkatan modal kerja. Oleh karenanya, setelah melakukan right issue, investor tentu sangat berharap kinerja yang dimiliki oleh perusahaan menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, jika kinerja perusahaan tidak membaik setelah melakukan right issue, tentu saja akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut. Misalnya jika dana yang diperoleh dipergunakan untuk membayar hutang yang jatuh tempo, maka hal tersebut dapat menjadi berita buruk bagi investor karena dianggap bahwa perusahaan kesulitan untuk membayar hutang ataupun terbebani dengan bunga yang tinggi. Meskipun pengumuman right issue cenderung merupakan berita buruk bagi para pelaku pasar namun informasi right issue tersebut mempengaruhi perilaku harga dan return saham serta tingkat likuiditas saham. Hal ini tampak pada sejumlah penelitian sebelumnya, baik di pasar modal yang sudah maju maupun yang masih berkembang menunjukkan bahwa pengumuman right issue mempengaruhi reaksi pasar yang tercermin dari perubahan harga saham dan tingkat likuiditas saham diseputar pengumuman right issue (Kurniawati dan Winarso, 2005). Dengan adanya tambahan dana yang diperoleh perusahaan setelah melakukan right issue, maka akan menyebabkan perubahan posisi keuangan perusahaan baik pada sisi likuiditas, leverage, aktivitas, profitabilitas, maupun harga saham perusahaan tersebut (Oktavia dan Nugroho, 2010). Apabila pemanfaatan hasil right issue tersebut dilakukan dengan benar dan
3
tepat maka akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, dan juga sebaliknya. Maka menjadi penting bagi perusahaan untuk mengetahui apakah setelah melakukan right issue kinerja keuangan perusahan mengalami peningkatan atau penurunan. Beberapa penelitian dilakukan untuk meneliti kinerja keuangan perusahan baik di Indonesia maupun di luar negeri sebelum dan sesudah dilakukannya right issue, dan menunjukkan hasil yang beragam. Loughran dan Ritter (1997) meneliti perbedaan kinerja keuangan perusahaan pada perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue dalam horison waktu lima tahun sebelum dan lima tahun sesudah right issue. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kinerja keuangan perusahaan yang melakukan right issue mengalami penurunan. Pada kasus yang sama, Harto (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kinerja operasi, profitabilitas, dan saham perusahaan mengalami penurunan kecuali kinerja likuiditas yang justru meningkat setelah melakukan right issue. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Nugroho (2005), yang melakukan penelitian mengenai kinerja perusahaan manufaktur yang melakukan right issue di Indonesia tahun 1997-2000 menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja pada rasio EPS, ROE, ROI, PER, PBV, DER meskipun terdapat penurunan namun tidak signifikan. Selain itu, Oktavia dan Nugroho (2010) juga melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan yang melakukan right issue di BEI tahun 2003-2006, yang menunjukkan hasil bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan antara sebelum dan sesudah perusahaan melakukan right issue kecuali pada kinerja likuiditas perusahaan yang menjadi lebih baik setelah melakukan right issue. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan Oktavia dan Nugroho (2010). Hasil penelitian Oktavia dan Nugroho (2010) menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan antara sebelum dan sesudah
4
perusahaan melakukan right issue kecuali pada kinerja likuiditas perusahaan yang menjadi lebih baik setelah melakukan right issue. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang terdahulu yaitu sama-sama menggunakan alat ukur rasio. Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah periode right issue dan juga dalam penelitian ini menggunakan sampel non issuer sebagai pembanding. Penelitian yang dilakukan Oktavia dan Nugroho (2010) menggunakan periode tahun 2003-2006 (jangka waktu dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah right issue), sedangkan dalam penelitian ini menggunakan periode 2004-2007 (jangka waktu dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah right issue). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi persoalan penelitian adalah apakah kinerja keuangan akan berbeda pada perusahaan yang melakukan right issue dengan yang tidak melakukan right issue. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kinerja keuangan pada perusahaan yang melakukan right issue dengan perusahaan yang tidak melakukan right issue.
TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN Kinerja Keuangan Menurut Kaplan dan Norton (1996) dalam Nugrahanti (2010), kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Pengukuran kinerja merupakan hal sangat penting dalam perusahaan karena merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari alur perencanaan dan pengendalian. Analisis terhadap kinerja keuangan dapat menunjukkan posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang akan berlanjut.
5
Analisis kinerja keuangan dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Widayanti, et al. (2006) menyatakan bahwa tujuan dari analisis laporan keuangan adalah untuk mengetahui performance perusahaan, memprediksi kegiatan masa yang akan datang dan merumuskan kebijakan yang tepat bagi perusahaan. Informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan ini merupakan hal penting baik bagi pihak intern maupun ekstern perusahaan. Dari sudut pandang seorang investor, meramalkan masa depan adalah hakikat dari analisis laporan keuangan, sedangkan dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan akan bermanfaat baik untuk membantu mengantisipasi kondisi-kondisi dimasa depan maupun yang lebih penting lagi sebagai titik awal untuk melakukan perencanaan langkah-langkah yang akan meningkatkan kinerja perusahaan dimasa mendatang (Eugene dan Joel, 2006). Salah satu alat yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan adalah analisis rasio. Horne (1997) mengemukakan bahwa rasio keuangan merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Perhitungan rasio-rasio tersebut dilakukan untuk memperoleh perbandingan yang dapat lebih berguna dibandingkan angkaangka yang berdiri sendiri.
Right Issue atau Penawaran Terbatas Budiarto dan Baridwan (1999) mendefinisikan right issue adalah hak bagi pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh emiten, biasanya ditawarkan dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Menurut pendapat Sari (2001) bahwa dengan right issue, artinya saham-saham yang akan diterbitkan ke calon investor, harus ditawarkan terlebih dahulu ke pemegang saham lama. Investor lama memiliki preemptive right atau hak membeli efek terlebih dahulu agar dapat mempertahankan proporsi kepemilikannya di perusahaan tersebut. Karena merupakan hak, maka investor tidak terikat
6
untuk harus membelinya. Apabila investor tidak mau menggunakan haknya, maka dia dapat menjual right tersebut. Oleh karenanya, bukti right hanya dibatasi kepada pemegang saham lama sebelum ditawarkan pada umum. Harga saham perusahaan setelah right issue secara teoritis akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan harga pelaksanaan right issue selalu lebih rendah dari harga pasar. Right issue akan berdampak terhadap meningkatnya penawaran jumlah saham yang beredar, yang selanjutnya secara temporer akan menurunkan harga saham (Udayana dan Sulistyanto, 2004). Menurut pendapat yang dikemukakan Healey dan Palepu (1990) bahwa pengumuman right issue hanya akan memberikan informasi mengenai resiko perusahaan di masa yang akan datang. Investor yang sudah memiliki informasi mengenai perusahaan yang akan melakukan right issue menganggap bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek yang kurang menguntungkan, sehingga hal ini menyebabkan adanya reaksi pasar yang negatif. Perolehan dana melalui right issue dianggap sebagai alternatif yang menguntungkan dibandingkan melalui bank karena perusahaan memperoleh dana segar tanpa harus terbeban oleh suku bunga bank (Kurniasari dan Nugraheni, 2003). Tujuan dari penerbitan right issue adalah untuk tidak merubah proporsi kepemilikan pemegang saham dan menekan biaya emisi. Adapun dana yang diperoleh dari right issue dapat digunakan untuk ekspansi usaha, memperkuat struktur permodalan, ataupun dipergunakan untuk membayar hutang yang sudah jatuh tempo.
Pengembangan Hipotesis Kinerja suatu perusahaan dapat diketahui setelah laporan keuangannya dianalisis. Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan, analisis laporan keuangan dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan adalah analisis rasio (Widayanti, et al., 2006).
7
Evaluasi kinerja keuangan perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis rasio.Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi lima kelompok rasio yaitu rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio pasar. 1. Rasio Likuiditas Pada umumnya perhatian pertama dari analisis keuangan adalah rasio likuiditas. Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kehidupan perusahaan untuk membayar semua kewajiban keuangan jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aset lancar yang tersedia (Budi, 2003). Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio (rasio lancar) yaitu perbandingan antara aset lancar dan hutang lancar. Biasanya aset lancar terdiri dari kas, surat berharga, piutang dagang dan persediaan. Dalam penelitian ini current ratio digunakan untuk mengetahui apakah dana yang diperoleh dari right issue mempengaruhi peningkatan likuiditas pada perusahaan yang melakukan right issue dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan right issue. Ketika perusahaan melakukan right issue, tambahan dana baru akan diperoleh perusahaan sehingga menyebabkan aset lancar perusahaan menjadi bertambah yang berdampak pada posisi likuiditas perusahaan yang menjadi lebih baik. Pada penelitian sebelumnya oleh Harto (2001) menunjukkkan bahwa pada periode saat melakukan right issue terdapat perbedaan rasio likuiditas. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Budi (2003) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan likuiditas pada dua tahun sebelum sampai periode right issue, yang berarti perusahaan non issuer lebih likuid dibanding dengan perusahaan issuer. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
8
H1 = Terdapat perbedaan likuiditas perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue.
2. Rasio Leverage Rasio leverage merupakan perbandingan antara total hutang terhadap total aset. Terdapat empat cara untuk menghitung rasio leverage (Widayanti, et. al.,2006) : leverage ratio, times interest earned, debt equity ratio, dan fixed charge coverage ratio. Jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage ratio (rasio hutang) yang merupakan perbandingan antara total hutang terhadap total aset (Harto, 2001). Rasio leverage digunakan untuk mengetahui apakah tambahan dana yang diperoleh dari right issue digunakan untuk melunasi hutang atau diinvestasikan ke perluasan usaha. Rasio leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan terlalu banyak dibebani oleh hutang, sehingga diperlukan tambahan dana untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Hal tersebut dapat diterima apabila dana yang diperoleh dari penerbitan right issue dimanfaatkan secara benar. Menurut Kurniawati (2004) dalam (Oktavia dan Nugroho, 2010) apabila rasio leverage sebelum right issue lebih tinggi dibandingkan setelah right issue memberikan indikasikan bahwa tambahan dana yang diperoleh dari right issue digunakan untuk melunasi hutang perusahaan tetapi apabila leverage ratio lebih kecil mengindikasikan dugaan adanya earning management yang dilakukan perusahaan pada saat sebelum melakukan right issue. Hal ini dilakukan agar kinerja keuangan pada saat right issue terlihat baik sehingga penawaran right issue berjalan sukses. Dalam penelitian Harto (2001) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rasio leverage pada perusahaan issuer dan non issuer, yaitu pada dua periode sebelum melakukan right
9
issue. Pada periode setelah right issue tingkat leverage perusahaan issuer lebih kecil dibanding perusahaan non issuer, meskipun hasilnya tidak signifikan. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H2 = Terdapat perbedaan leverage perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue.
3. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur perputaran semua aset perusahaan. Terdapat empat macam rasio yang digunakan untuk mengukur kecepatan dari setiap rekening dikonversikan menjadi penjualan atau kas. Keempat rasio tersebut menurut Widayanti, et. al., 2006, yaitu: perputaran persediaan, rata-rata periode pengumpulan piutang, perputaran aset tetap, dan perputaran aset. Jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah asset turn over ratio yang digunakan untuk menjelaskan sejauh mana efisiensi penggunaan aset dalam menghasilkan pendapatan perusahaan (Harto,2001). Menurut Budi (2003), semakin tinggi rasio aktivitas perusahaan semakin baik keadaan perusahaan tersebut. Asset turn over ratio ini digunakan untuk mengetahui apakah tambahan dana yang diperoleh dari right issue dapat mempengaruhi perputaran aset menjadi lebih baik atau tambahan dana yang diperoleh dari right issue hanya digunakan untuk melunasi hutang perusahaan. Pada penelitian Harto (2001) menunjukkan adanya perbedaan signifikan rasio asset turn over ratio untuk seluruh periode antara perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue, dimana hal tersebut menunjukkan kinerja perusahaan issuer lebih redah dibanding kinerja perusahaan non issuer.
10
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H3 = Terdapat perbedaan rasio aktivitas perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue.
4. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aset atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Menurut Eugene dan Joel (2006), rasio profitabilitas merupakan sekumpulan rasio yang menunjukan gabungan efek-efek dari likuiditas, manajemen aset, dan hutang pada hasil-hasil operasi. Terdapat lima rasio untuk menghitung rasio profitabilitas yaitu Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin (NPM), Return On Investment (ROI), dan Return On Equity (ROE). Namun dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah OPM, NPM, ROI, dan ROE. Rasio OPM digunakan untuk menggambarkan laba bersih yang diperoleh dari hasil operasi perusahaan. Rasio NPM digunakan untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan membaik atau memburuk antara sebelum dan sesudah right issue. Rasio ROI untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya, sedangkan rasio ROE digunakan untuk mengukur pendapatan yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan dalam perusahaan (Oktavia dan Nugroho, 2010). Hasil penelitian Harto (2001)
menunjukkan bahwa rasio NPM secara statistik
signifikan dan nilai mean difference yang positif menunjukkan bahwa rasio NPM cenderung mengalami penurunan setelah melakukan right issue sedangkan untuk OPM
11
menunjukkan tidak ada nilai signifikan pada rasio OPM selama periode penelitian, namun nilai mean difference yang positif menunjukkan bahwa rasio OPM cenderung mengalami penurunan setelah melakukan right issue. Untuk rasio ROI mempunyai nilai mean difference yang positif yang artinya terjadi penurunan tingkat kembalian investasi dan tingkat kembalian ekuitas dari jangka waktu satu tahun sebelum right issue hingga dua tahun setelah right issue dilakukan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Budi (2003) menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan-perusahaan yang melakukan right issue lebih rendah pada periode sebelum melakukan right issue. Profitabilitas perusahaan yang melakukan right issue ikut terganggu oleh rendahnya likuiditas dan besarnya utang jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H4 = Terdapat perbedaan profitabilitas perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue.
5. Rasio Pasar Rasio pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah price earning ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV). Rasio PER merupakan suatu indikator yang digunakan untuk melihat prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. PER mengukur perbandingan antara harga saham dengan laba bersihnya. Semakin besar rasio ini berarti semakin besar jumlah rupiah yang dibayarkan oleh pemegang saham dari laba yang dilaporkan (Harto, 2001). Para investor menggunakan PER untuk melihat pertumbuhan perusahaan di masa depan sehingga membatu dalam pengambilan keputusan investasi. Dengan rasio PER yang tinggi menggambarkan perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang kuat. Sedangkan pada rasio PBV adalah
12
perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku ekuitasnya (Eugene dan Joel, 2006). Jika dana tambahan dari right issue yang diperoleh perusahaan digunakan untuk pembayaran hutang yang jatuh tempo ataupun mendanai investasi yang kurang menguntungkan, maka right issue yang dilakukan oleh perusahaan kemungkinan akan menyebabkan nilai PER dan PBV menjadi menurun. Oleh karenanya, dengan adanya kebijakan right issue yang dilakukan oleh perusahaan maka kebanyakan investor akan memandang right issue dari sisi negatif yang memberikan kemungkinan perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang kurang bagus ataupun perusahaan mengalami kesulitan dalam hal keuangan (Harto, 2001). Dalam penelitian Harto (2001) untuk rasio PER dan PBV menunjukkan hasil yang secara statistik signifikan yaitu kebijakan right issue yang dilakukan perusahaan dipandang investor secara negatif yang kemungkinan perusahaan memiliki pertumbuhan yang kurang bagus dimasa yang akan datang. Sedangkan pada penelitian Budi (2003) menunjukkan hasil yang secara statistik cukup signifikan pada periode setelah right issue. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H5 = Terdapat perbedaan rasio pasar pada perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah event study. Penelitian event study merupakan metode penelitian untuk mendeteksi dampak dari suatu peristiwa (Supramono dan Utami, 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi peristiwa adalah right issue dan dampak dari right issue ini dapat dilihat dari kinerja keuangan yang dapat diketahui melalui analisis rasio.
13
Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan melakukan right issue periode tahun 2004-2007, berupa rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data keuangan selama dua tahun sebelum (2002-2003) dan dua tahun sesudah right issue (2008-2009). Data tersebut diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia yang melakukan right issue tahun 2004-2007. Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengambil sampel perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia yang melakukan right issue dengan pengambilan sampel secara purposive sampling, artinya bahwa populasi yang akan dijadikan sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu. Kriteria yang diterapkan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah: 1. Perusahaan melakukan right issue antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. 2. Data penerbitan laporan keuangan tersedia selama lima tahun berturut-turut mulai dua tahun sebelum sampai dua tahun sesudah peristiwa right issue. Sehingga total data laporan keuangan yang tersedia antara tahun 2002 sampai dengan tahun 2009. Selain kriteria tersebut dilakukan pengecualian untuk perusahaan perbankan dan pembiayaan, karena perusahaan jenis ini mempunyai regulasi yang kuat mengenai permodalan sehingga biasanya mempunyai leverage yang tinggi. Untuk sampel pembanding (non issuers) dipilih perusahaan yang sesuai dengan sampel berdasarkan beberapa kriteria yang telah ditentukan. Kriteria tersebut adalah perusahaan yang
14
tidak melakukan kegiatan right issue selama jangka waktu 2004 sampai 2007. Kriteria lain adalah perusahaan memiliki karakteristik industri yang sejenis dengan perusahaan sampel. Jika tidak tersedia perusahaan dalam satu industri maka diambil sampel dalam industri berdekatan.
Pengukuran Variabel Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui analisis rasio. Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dan operasi perusahaan sebelum dan setelah right issue meliputi: a. Rasio Likuiditas CR =
Aset Lancar Hutang lancar
b. Rasio Leverage Total hutang Leverage = Total aset c. Rasio Aktivitas Penjualan Total Aset d. Rasio Profitabilitas ATO =
OPM =
Laba bersih operasi Penjualan
NPM =
Laba setelah pajak Penjualan
ROI =
Laba setelah pajak Total Aset
Laba setelah pajak Ekuitas e. Rasio Pasar ROE =
Harga pasar per lembar saham biasa EPS Harga pasar per lembar saham PBV = Nilai buku per lembar saham
PER =
15
Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif. Seluruh data yang dikumpulkan akan diuji dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji hipotesis. Statistik deskriptif digunakan untuk mempermudah dalam menguraikan karekteristik dari sebuah data, sedangkan pengujian hipotesis dilakukan melalui uji t sampel independen (independent t test) atau uji Mann-Whitney U Test. Pada langkah pertama yang dilakukan adalah uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Jika data terdistribusi normal, dapat diuji dengan pengujian parametrik menggunakan uji t sampel bebas (independent sample t-test) dan apabila data tidak berdistribusi normal maka dapat diuji dengan pengujian non parametrik. Seperti yang terdapat dalam Singgih (2001), jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah data sangat sedikit serta level data adalah nominal atau ordinal, maka perlu digunakan alternatif metode-metode statistik yang tidak harus memakai suatu parameter tertentu, seperti keharusan adanya Mean, Standar Deviasi, Varians dan lainnya, metode tersebut disebut metode statistik non parametrik. Dalam penelitian ini pengujian non parametrik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney U Test. Pengujian dilakukan dengan uji t bebas (independent sample t-test) atau uji Mann-Whitney U Test dengan melihat signifikansi perbedaan rasio antara perusahaan yang melakukan right issue dengan perusahaan yang tidak melakukan right issue. Analisis statistik dilakukan pada tingkat keyakinan 95% yang berarti apabila tingkat signifikansi t
16
ANALISIS DATA Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan kriteria yang ditentukan sebelumnya, terdapat 41 perusahaan yang melakukan right issue di BEI pada tahun 2004-2007 dan terdapat 24 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel untuk menjadi sampel akhir dalam penelitian. Untuk sampel pembanding dipilih perusahaan yang matched dengan sampel issuer berdasarkan beberapa kriteria yang telah ditentukan dan terpilih sebanyak 24 perusahaan pembanding.
Tabel 1: Distribusi Sampel Sampel Issuer Tahun
2004
Sampel Penelitian Awal Akhir
12
7
Alasan 4 perusahaan merupakan perusahaan perbankan & lembaga pembiayaan. 1 perusahaan tidak tersedia laporan keuangan tahun 2002 & 2003.
Sampel Pembanding (Non Issuer)
7
2005
6
3
3 perusahaan merupakan perusahaan perbankan & lembaga pembiayaan.
2006
11
5
6 perusahaan merupakan perusahaan perbankan & lembaga pembiayaan.
5
3 perusahaan merupakan perusahaan perbankan & lembaga pembiayaan.
9
2007
12
9
Total
41
24
3
24
Sumber : ICMD, diolah (Keterangan data perusahaan lihat lampiran 1)
Statistik Deskriptif Dalam penelitian ini, statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue dengan melihat peningkatan dan penurunan yang terjadi pada rata-rata 17
rasio CR, leverage, ATO, OPM, NPM, ROI, ROE, PER dan PBV selama periode right issue. Untuk mempermudah dalam penggambaran data mengenai perbedaan kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dalam grafik di bawah ini:
35.00
40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 T-2
T-1
T0
T+1
T+2
T-2
Gambar 1: Mean rasio CR Issuer Sumber : data olah
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 2: Mean rasio CR Non Issuer Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 1 dapat dilihat bahwa nilai mean pada rasio CR issuer saat t-2 ke t-1 mengalami penurunan yang cukup tajam dan kemudian mengalami peningkatan dari t-1 sampai t+2. Penurunan yang terjadi dari t-2 ke t-1 kemungkinan disebabkan oleh aktivitas operasi perusahaan. Sedangkan dari t-1 sampai dengan t+2 terjadi peningkatan yang kemungkinan disebabkan oleh adanya tambahan dana yang diperoleh dari right issue sehingga menyebabkan rasio CR tinggi. Nilai maksimal pada rasio CR issuer adalah sebesar 39.62 yaitu pada perusahaan Inti Kapuas Arowana pada saat t+2, sedangkan nilai minimal pada rasio CR issuer adalah sebesar 0.12 yaitu pada perusahaan Ades Alfindo Putrasetia juga pada saat t+2. Sedangkan pada Grafik 2 menunjukkan bahwa nilai mean pada rasio CR non issuer terjadi peningkatan dari t-2 sampai t0, namun saat t0 ke t+1 justru mengalami penurunan dan selanjutnya menigkat kembali pada saat t+2. Peningkatan dan penurunan yang terjadi pada nilai mean pada rasio CR non issuer ini dimungkinkan terjadi karena aktivitas normal operasi
18
perusahaan. Nilai maksimal pada rasio CR non issuer adalah sebesar 15.12 yaitu pada perusahaan Inti Agri Resources pada saat t+2, sedangkan nilai minimal adalah sebesar 0.45 yaitu pada perusahaan Bumi Resources pada saat t-2.
0.60
0.51
0.50
0.50
0.40
0.49
0.30
0.48
0.20
0.47
0.10
0.46
0.00
0.45
T-2
T-1
T0
T+1
T+2
T-2
Gambar 3: Mean rasio Leverage Issuer Sumber : data olah
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 4: Mean rasio Leverage Non Issuer
Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 3 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai mean pada rasio leverage issuer yaitu saat t-2 sampai t0 yang kemudian mengalami peningkatan dari t0 sampai t+2. Seperti yang terdapat dalam Oktavia dan Nugroho (2010), hal ini mungkin disebabkan oleh adanya indikasi earning management yang dilakukan oleh perusahaan issuer dari t-2 sampai t0 yaitu dengan memperlihatkan nilai rasio leverage yang semakin menurun. Tujuan dengan menunjukkan rasio leverage yang semakin kecil sebelum right issue adalah agar kinerja perusahaan terlihat baik sehingga penawaran right issue yang ditawarkan pada pemegang saham lama terjual habis. Nilai maksimal pada rasio leverage issuer adalah sebesar 1.93 yaitu pada perusahaan Ades Alfindo Putrasetia pada saat t+2, sedangkan nilai minimal rasio leverage issuer adalah sebesar 0.00 yaitu pada perusahaan Inti Kapuas Arowana juga pada saat t+2. Sedangkan pada Grafik 4 menunjukkan bahwa nilai mean rasio leverage non issuer mengalami penurunan pada t-2 sampai t0. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan semakin
19
sedikit hutang perusahaan yang digunakan untuk memperoleh aset. Namun terjadi peningkatan nilai mean pada t+1 dan kembali menurun pada t+2. Nilai maksimal pada rasio leverage non issuer adalah sebesar 1.09 yaitu pada perusahaan Karwell Indonesia pada saat t+2, sedangkan nilai minimal rasio leverage non issuer adalah sebesar 0.02 yaitu pada perusahaan Inti Agri Resources saat t+2.
1.00
12.00
0.80
10.00 8.00
0.60
6.00 0.40
4.00
0.20
2.00
0.00
0.00 T-2
T-1
T0
T+1
T+2
T-2
Gambar 5: Mean rasio ATO Issuer Sumber : data olah
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 6: Mean rasio ATO Non issuer Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 5 dapat dilihat bahwa nilai mean rasio ATO issuer dari t-2 ke t-1 sedikit mengalami peningkatan dan terjadi penurunan sebelum melakukan right issue yaitu dari t-1 ke t0. Penurunan yang terjadi memberi indikasi bahwa kemungkinan efisiensi dari perputaran aset perusahaan sedang dalam kondisi yang kurang baik, sehingga hal ini yang menjadi salah satu faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan right issue. Sedangkan pada t0 sampai t+2 terjadi peningkatan dan penurunan yang bisa dikatakan cukup stabil. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan tambahan dana yang diperoleh dari right issue dikelola oleh manajemen dengan baik, yang tidak hanya digunakan untuk melunasi hutang tapi juga digunakan untuk menambah aset yang dapat meningkatkan volume penjualan perusahaan. Nilai maksimal pada rasio ATO issuer adalah sebesar 2.82 yaitu pada perusahaan Pan Brothers saat t0, sedangkan nilai minimal rasio ATO issuer adalah sebesar 0.00 yaitu pada perusahaan ATPK Resources pada saat t+2. 20
Sedangkan pada Grafik 6 menunjukkan bahwa nilai mean rasio ATO non issuer terjadi penurunan pada t-2 ke t-1, namun mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari t-1 ke t0 sampai t+1. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik keadaan perusahaan dalam mengelola aset perusahaan. Selanjutnya, dari t+1 ke t+2 nilai mean rasio ATO kembali mengalami penurunan. Pada rasio ATO non issuer, nilai maksimalnya adalah 2.49 yaitu pada perusahaan Ciputra Development pada saat t+1, sedangkan nilai minimalnya adalah sebesar 0.05, yaitu pada perusahaan Colorpak Indonesia pada saat t-1.
30.00
0.50
25.00
0.40
20.00
0.30
15.00
0.20
10.00
0.10
5.00
0.00
0.00 -5.00
T-2
T-1
T0
T+1
-0.10
T+2
-10.00
-0.20
-15.00
-0.30
Gambar 7: Mean rasio OPM Issuer Sumber : data olah
T-2
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 8: Mean rasio OPM Non issuer Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 7 dapat dilihat bahwa mean rasio OPM issuer mengalami peningkatan pada periode sebelum melakukan right issue sampai pada satu tahun setelah melakukan right issue yaitu dari t-2 sampai pada t+1. Namun terlihat pada t+1 ke t+2 terjadi penurunan yang cukup tajam. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang, right issue tidak dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang ditunjukkan dengan penurunan OPM pada dua tahun setelah right issue. Nilai maksimal rasio OPM issuer adalah sebesar 22.88 yaitu pada perusahaan Mitra Rajasa saat t+1, sedangkan nilai minimal rasio OPM issuer adalah sebesar -87.84 yaitu pada perusahaan ATPK Resources pada saat t+2.
21
Sedangkan pada Grafik 8 menunjukkan bahwa nilai mean rasio OPM non issuer justru mengalami penurunan pada t-2 sampai pada t0. Hal ini dapat menunjukkan bahwa keadaan perusahaan yang semakin memburuk selama periode t-2 sampai t0. Selanjutnya pada t0 ke t+1 terlihat terjadi peningkatan yang cukup tinggi, namun pada t+1 ke t+2 kembali mengalami penurunan. Nilai maksimal pada rasio OPM non issuer adalah sebesar 6.91 yaitu pada perusahaan Inti Agri Resources pada saat t-2, sedangkan nilai minimalnya adalah sebesar -14.95 yang juga terdapat pada perusahaan Inti Agri Resources pada saat t0.
0.30
0.00 -10.00
T-2
T-1
T0
T+1
0.20
T+2
0.10
-20.00
0.00
-30.00
-0.10
-40.00
-0.20
T-2
T-1
T0
T+1
T+2
-0.30
-50.00
-0.40
-60.00
-0.50
Gambar 9: Mean rasio NPM Issuer Sumber : data olah
Gambar 10: Mean rasio NPM Non issuer Sumber : data olah
Pada Grafik 9 dapat dilihat bahwa nilai mean rasio NPM issuer mengalami peningkatan dari t-2 sampai periode right issue, dan terus meningkat sampai pada t+1 walaupun hanya kecil tingkat kenaikannya. Namun dari t+1 ke t+2 terlihat penurunan yang cukup tajam, yang menunjukkan bahwa kondisi perusahaan yang memburuk. Hal tersebut juga dapat menunjukkan bahwa keefektifan dana yang berasal dari right issue hanya bertahan satu tahun setelah periode right issue. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena kurang tepatnya keputusan yang diambil oleh manajemen dalam mengelola dana yang diperoleh dari right issue sehingga menyebabkan net profit margin perusahaan mengalami penurunan yang cukup tajam. Pada rasio NPM issuer, nilai maksimal adalah sebesar 8.22 yaitu pada perusahaan
22
Budi Acid Jaya saat t+2, sedangkan nilai minimal adalah sebesar -126.08 yaitu pada perusahaan ATPK Resources pada saat t+2. Sedangkan pada Grafik 10 menunjukkan bahwa nilai mean rasio NPM non issuer yang tidak jauh berbeda dengan nilai mean rasio OPM non issuer. Dimana terjadi penurunan pada t-2 sampai pada t0 yang menunjukkan kondisi perusahaan yang memburuk. Selanjutnya, dari t0 ke t+1 terjadi peningkatan, namun kembali mengalami penurunan pada t+1 ke t+2. Nilai maksimal pada rasio NPM non issuer adalah sebesar 3.87 pada t-2 dan nilai minimal adalah sebesar -11.62 pada saat t0, di mana kedua nilai tersebut terdapat pada perusahaan Inti Agri Resources.
30.00
100.00
20.00
80.00
10.00
60.00
0.00 -10.00
T-2
T-1
T0
T+1
40.00
T+2
20.00
-20.00
0.00
-30.00
T-2
-40.00
Gambar 11: Mean rasio ROI Issuer Sumber : data olah
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 12: Mean rasio ROI Non issuer Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 11 dapat dilihat bahwa nilai mean rasio ROI issuer sedikit mengalami peningkatan dari t-2 ke t-1 dan dari t-1 ke t0 mengalami penurunan yang cukup tajam. Kemudian mengalami peningkatan dari t0 ke t+1 namun kembali menurun pada t+2. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya tambahan aset melalui dana yang diperoleh dari right issue dapat dipergunakan dengan baik oleh perusahaan dalam menghasilkan laba. Namun penurunan yang terjadi pada t+2, mengindikasikan bahwa kemungkinan proyek perusahaan untuk menghasilkan laba tersebut digunakan melalui investasi jangka panjang, sehingga belum bisa memperlihatkan hasil investasi tersebut jika hanya dilihat dari dua tahun setelah 23
melakukan right issue. Nilai maksimal rasio ROI issuer adalah sebesar 30.15 yaitu pada perusahaan Charoen Pokphand Indonesia saat t+2, sedangkan nilai minimal adalah sebesar 126.18 yaitu pada perusahaan Ades Alfindo Putrasetia saat t0. Sedangkan pada Grafik 12 memperlihatkan bahwa nilai mean rasio ROI pada non issuer dari t-2 ke t-1 mengalami penurunan dan dari t-1 ke t0 terjadi peningkatan, selanjutnya mengalami penurunan kembali dari t0 sampai pada t+2. Hal ini menunjukkan bahwa dari t-2 ke t-1 dan dari t0 sampai t+2, perusahaan tidak mampu memaksimalkan seluruh aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba sehingga ROI mengalami penurunan. Nilai maksimal pada rasio ROI non issuer adalah sebesar 62.16 yaitu pada perusahaan International Nickel indonesia saat t0, sedangkan nilai minimal rasio ROI non issuer adalah sebesar -23.17 yaitu pada perusahaan Karwell Indonesia pada saat t+2.
200.00
250.00
100.00
200.00 150.00
0.00 -100.00
T-2
T-1
T0
T+1
100.00
T+2
50.00
-200.00
0.00 T-2
-300.00
Gambar 13: Mean rasio ROE Issuer Sumber : data olah
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 14: Mean rasio ROE Non issuer Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 13 dapat dilihat bahwa nilai mean rasio ROE issuer terjadi peningkatan dari t-2 ke t-1 dan selanjutnya menurun pada saat t0. Namun pada dua tahun setelah periode right issue, rasio ROE kembali mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya tambahan dana yang diperoleh dari right issue menyebabkan perbaikan dalam struktur modal perusahaan. Pada rasio ROE issuer, nilai maksimalnya adalah sebesar
24
179.55 yaitu pada perusahaan Mitra Rajasa saat t+2, sedangkan nilai minimal adalah sebesar -428.81 yaitu pada perusahaan Ades Alfindo Putrasetia pada saat t0. Sedangkan pada Grafik 14 memperlihatkan bahwa nilai mean rasio ROE non issuer pada saat t-1 dan t+1 mengalami penurunan dan pada saat t0 dan t+2 mengalami peningkatan. Melalui grafik tersebut dapat menunjukkan bahwa pada saat t-1 dan t+1 keadaan perusahaan sedang memburuk sehingga pendapatan yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan cukup rendah. Sedangkan pada t0 dan t+2 adalah kondisi sebaliknya, yang ditunjukkan dengan ROE yang cukup tinggi. Nilai maksimal pada rasio ROE non issuer adalah sebesar 266.14 yaitu pada perusahaan Karwell Indonesia saat t+2, sedangkan nilai minimal adalah -86.69 yaitu pada perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line juga pada saat t+2.
450.00 400.00 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00
2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 T-2
T-1
T0
T+1
T-2
T+2
Gambar 15: Mean rasio PER Issuer Sumber : data olah
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 16: Mean rasio PER Non issuer Sumber : data olah
Berdasarkan Grafik 15 terlihat bahwa mean rasio PER issuer pada saat t-1 mengalami kenaikan dan kembali menurun pada t0.
Sedangkan pada periode satu tahun setelah right
issue terjadi kenaikan yaitu pada t+1. Hal ini menggambarkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang kuat sebagai akibat dari penerbitan right issue, yang dapat menyebabkan harga saham mengalami peningkatan. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, yang ditunjukkan dengan penurunan kembali rasio PER pada t+2. Nilai PER yang 25
menurun kemungkinan disebabkan karena dana yang diperoleh dari right issue digunakan untuk pembayaran hutang yang jatuh tempo atau mendanai investasi yang kurang menguntungkan. Nilai maksimal pada PER issuer adalah sebesar 3145.82 yaitu pada perusahaan Centra Corporindo Internasional pada saat t+1, sedangkan nilai minimal pada PER issuer adalah sebesar -548.18 yang juga terdapat pada perusahaan Centra Corporindo Internasional pada saat t0. Sedangkan pada Grafik 16 memperlihatkan nilai mean rasio PER non issuer yang mengalami peningkatan dari t-2 sampai pada t0 dan selanjutnya menurun sampai pada t+2. Dengan rasio PER yang meningkat memperlihatkan bahwa pertumbuhan perusahaan dimasa depan akan membaik, namun penurunan yang terjadi pada t+1 dan t+2 menggambarkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang melemah. Pada rasio PER non issuer, nilai maksimalnya adalah sebesar 537.35 yaitu pada perusahaan Karwell Indonesia pada saat t0, dan nilai minimalnya adalah sebesar -99.95 yang juga terdapat pada perusahaan Karwell Indonesia pada saat t-2.
25.00
60.00
20.00
50.00 40.00
15.00
30.00 10.00
20.00
5.00
10.00
0.00
0.00 T-2
T-1
T0
T+1
T+2
T-2
T-1
T0
T+1
T+2
Gambar 17: Mean rasio PBV Issuer Gambar 18: Mean rasio PBV Non issuer Sumber : data olah Sumber : data olah Terlihat pada Grafik 17 bahwa mean rasio PBV issuer pada saat t-1 menurun dan selanjutnya mengalami peningkatan pada saat t0. Namun selama dua tahun setelah melakukan right issue yaitu t+1 dan t+2 rasio PBV mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
26
nilai buku per lembar saham pada perusahaan yang melakukan right issue dinilai terlalu tinggi (over value) sehingga menyebabkan nilai PBV menurun. Pada rasio PBV issuer, nilai maksimalnya adalah sebesar 9.01 yaitu pada perusahaan Ades Alfindo Putrasetia pada saat t0, sedangkan nilai minimalnya adalah -5.02 yaitu pada perusahaan Ciputra Development pada saat t-1. Pada Grafik 18 memperlihatkan bahwa mean rasio PBV non issuer mengalami peningkatan pada t-1 dan t0 dan selanjutnya terjadi penurunan sampai pada t+2. Nilai maksimal pada rasio PBV non issuer adalah sebesar 73.24 yaitu pada perusahaan International Nickel Indonesia saat t0, sedangkan nilai minimal adalah sebesar -5.02 yaitu pada perusahaan Ciputra Development pada saat t-2.
Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil
uji normalitas menunjukkan bahwa sebagian besar data tidak
berdistribusi normal baik data untuk sampel issuer maupun sampel pembanding. Sesuai dengan teknik analisis yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian non parametrik yaitu uji Mann-Whitney U Test. Dalam uji Mann-Whitney U Test digunakan data asli dengan tidak dilakukan penormalan data, sehingga dimungkinkan hasil yang diperoleh lebih menunjukkan hasil olah data dengan nilai yang sebenarnya. Ringkasan hasil uji Mann-Whitney U Test dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada rasio ATO menunjukkan perbedaan yang secara statis signifikan antara perusahaan issuer dan perusahaan non issuer, untuk periode t0 dan t+1. Hal ini membuktikan bahwa dengan melakukan right issue perusahaan akan memperoleh tambahan dana, yang jika dana tersebut dikelola oleh manajemen dengan baik maka dapat meningkatkan efisiensi penggunaan aset untuk menghasilkan pendapatan. Hal ini sesuai
27
dengan peneliitian yang dilakukan Harto (2001) yang membuktikan bahwa rasio ATO menunjukkan perbedaan yang secara statis signifikan untuk seluruh periode.
Tabel 2: Ringkasan Uji Mann-Whitney U Test T
Current Ratio
Leverage
ATO
OPM
NPM
ROI
ROE
PER
PBV
-268.154 56.454 -125.013 95.417 156.038
69.946 562.996 152.938 1.842.379 435.029
10.262 0.9908 22.246 13.392 11.975
174.871 108.179 183.596 145.829 191.200
126.592 161.937 427.987 273.579 265.742
12.508 22.096 53.883 16.671 16.412
0.001 0.155 0.011 0.103 0.773
0.398 0.853 0.635 0.578 0.571
0.143 0.155 0.893 0.643 0.650
Nilai Mean Issuer -2 -1 0 1 2
27.825 17.833 31.004 32.146 35.583
0.55 0.5492 0.445 0.5217 0.5512
-2 -1 0 1 2
21.775 26.283 27.383 26.829 30.821
0.5004 0.475 0.4717 0.4742 0.4692
0.837 0.464 -2 0.161 0.279 -1 0.621 0.942 0 0.665 0.657 1 0.265 0.578 2 Sumber : Output SPSS
0.9013 0.9088 0.7146 0.7904 0.7454
0.6075 -0.7767 23.438 0.8433 -0.5208 23.954 17.113 -0.4725 -28.858 25.417 -0.1688 0.1817 -11.763 -49.183 -0.1 Nilai Mean Non Issuer 0.8975 0.4375 0.2479 76.221 0.86 0.2192 0.2238 72.971 10.625 -0.24 -0.3858 89.021 11.117 0.3079 0.0883 72.508 10.550 0.135 0.055 60.663 Nilai Asyimp. Sig. (2-tailed) 0.621 0.099 0.034 0.009 0.975 0.073 0.057 0.022 0.934 0.556 0.025 0.023 0.591 0.489 0.032 0.035 0.063 0.457 1.000 0.095
Pada rasio NPM terdapat perbedaan signifikan namun hanya terjadi pada saat t-2, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio NPM. Perbedaan yang signifikan juga terjadi pada rasio ROI yaitu pada periode t-2 sampai pada periode t+1. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa mulai periode dua tahun sebelum, sampai pada saat melakukan right issue, kondisi profitabilitas perusahaan issuer berada pada kondisi yang kurang baik, sehingga hal ini menjadi salah satu alasan yang mendorong perusahaan issuer untuk melakukan perolehan dana melalui right issue. Demikian juga pada rasio ROE terdapat perbedaan signifikan antara perusahaan issuer dan perusahaan non issuer yaitu pada saat t-2 dan pada saat t0. Hal ini dapat menunjukan bahwa 28
dengan melakukan right issue, perusahaan issuer akan memperoleh tambahan dana yang selanjutnya dapat menyebabkan perbaikan dalam struktur modal perusahaan. Sedangkan pada rasio keuangan yang lain seperti Current Ratio, Leverage, OPM, PER, dan PBV tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perusahaan issuer dan non issuer, artinya keputusan untuk melakukan right issue tidak membuat perbedaan signifikan tetapi hanya berpengaruh pada peningkatan dan penurunan kinerja pada periode sebelum dan sesudah melakukan right issue.
KESIMPULAN Dari keseluruhan analisis kinerja keuangan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan pada perusahaan yang melakukan right issue dan yang tidak melakukan right issue, terdapat perbedaan yang signifikan hanya pada rasio aktivitas yaitu rasio ATO dan rasio profitabilitas yaitu pada rasio ROI dan ROE. Rasio ATO menunjukkan perbedaan signifikan pada periode right issue dan satu tahun sesudah perusahaan melakukan right issue. Sedangkan rasio ROI menunjukkan perbedaan signifikan pada dua tahun sebelum sampai satu tahun setelah melakukan right issue dan pada rasio ROE menunjukkan hasil yang signifikan pada periode dua tahun sebelum right issue dan pada periode right issue. Penelitian ini tidak dapat terlepas dari berbagai keterbatasan. Diantaranya, pemilihan sampel pembanding yang hanya memperhatikan karakteristik industri yang sejenis tanpa memperhatikan ukuran perusahaan, hendaknya pada penelitian selanjutnya memperhatikan hal tersebut agar perusahaan pembanding benar-benar sebanding dengan perusahaan issuer. Keterbatasan berikutnya, penelitian ini hanya melakukan analisis terhadap kinerja keuangan perusahaan saja, diharapkan dalam penelitian selanjutnya juga dilakukan analisis kinerja saham perusahaan untuk lebih dapat memperoleh gambaran yang tepat mengenai pengaruh right issue terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Arif dan Zaki Baridwan. 1999. Pengaruh Pengumuman Right Issue terhadap Tingkat Keuntungan dan Likuiditas Saham di Bursa Efek Jakarta periode 1994-1996. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2, No. 1. Januari. Budi, Ichan Setyo.2003. Pengaruh Right Issue Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.IX No.2. Sept 2003 Eugene, F.Brigham dan F. Houston Joel, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesepuluh, Jakarta, Salemba Empat. Healey, Paul dan Khrisna G. Palepu. 1990. Earning and Risk Charges Surrounding Primary Stock Offer. Journal of Accounting Research. Vol. 28. Spring. Horne, James, 1997, Fundamentals of Financial Management, Prentice Hall. Indonesian Capital Market Directory, PT. Bursa Efek Jakarta. Kurniasari, Ninik dan Linggar Yekti Nugraheni. 2003. Reaksi Pasar terhadap Right issuePada Saat Ex Date. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.IX No.2 Sept 2003. Kurniawati, Indah dan Beni Suhendra Winarso. 2005. Analisis Empiris Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Right Issue dan Tingkat Likuiditas Saham: Pengujian The Negative Information Effect Huphothesis. KOMPAK. No.2 Juli-Desember 2005. Loughran, Tim and Jay R. Ritter. 1997. The Operating Performance of Firms Conducting Seasoned Equity Offering, Journal of Finance. Vol LII, No. 5 December 1997. Nugrahanti, Yeterina, W. 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure terhadap Kinerja Perusahaan. Dipresentasikan dalam Seminar dan Konferensi Nasional “Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan menuju Ketahanan Ekonomi dan Bisnis” 25-26 Mei 2010. Unika Atmajaya Jakarta. Nugroho.2005. Analisis Kinerja Perusahaan Yang Melakukan Right issueDi Indonesia. Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (Tidak dipublikasikan). Oktavia, Siti Chintia dan Paskah Ika Nugroho. 2010. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Yang Melakukan Right Issue di Bursa Efek Jakarta. Dipresentasikan dalam Seminar Akbar Forum Manajemen Indonesia. “Management: Future Challenges” 02-03 November 2010. Universitas Airlangga Surabaya. Puji Harto. 2001. Analisis Kinerja Perusahaan Yang Melakukan Right issueDi Indonesia. SNA IV. Semarang. Hal : 307-322. Rita Widayanti,et.al. 2006. Manajemen Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional, PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sari, Y. Prima. 2001. Analisis Right Issue Terhadap Return Saham Setelah Cum Date. Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung. Supramono dan Utami. 2003. Desain Proposal Penelitian Studi Akuntansi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Udayana, Made Ayu Swesty dan Sri Sulistyanto. 2003. Pengaruh Pengumuman Right issue Terhadap Reaksi Pasar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.III No.5 Sept 2004.
30
Lampiran 1: Data Sampel Perusahaan No. 1 2 3 4 5 6 7
Sampel Perusahaan Issuer PT. Central Corporindo Internasional Tbk PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk PT. Ades Alfindo Putrasetia Tbk PT. Ricky Putra Globalindo Tbk PT. Aneka Kimia Raya Tbk PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk PT. Delta Dunia Petroindo Tbk
8 9 10 11 12 13
PT. Lippo Karawaci Tbk PT. Pan Brothers Tbk PT. Apexindo Pratama Tbk PT. Inti Kapuas Arowana Tbk PT. Mandom Indonesia Tbk PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
PT.Tunas Baru Lampung Tbk PT. Ciputra Development Tbk PT. Multipolar Corporation Tbk PT. Matahari Putra Prima Tbk PT. Bakrieland Development Tbk PT. Multi Strada Arah Sarana Tbk PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk PT. Budi Acid Jaya Tbk PT. ATPK Resources Tbk PT. Bakri Sumatra Plantations Tbk PT. Mitra Rajasa Tbk
31
Listing date 19 Januari 2004 29 April 2004 11 Juni 2004 28 Juli 2004 07 Oktober 2004 27 Desember 2004 23 Juli 2004 27 Juli 2004 08 Agustus 2004 03 September 2004 01 Februari 2005 16 Agustus 2005 03 Oktober 2005 01 Februari 2006 10 Februari 2006 24 Juli 2006 09 Agustus 2006 26 Juli 2006 27 Desember 2006 03 Februari 2007 16 Februari 2007 04 Juni 2007 26 Juni 2007 01 Agustus 2007 01 Agustus 2007 27 Agustus 2007 26 September 2007 03 Desember 2007
Trading Date 19 Januari 2004 29 April 2004 11 Juni 2004 28 Juli 2004 07 Oktober 2004 27 Desember 2004 23 Juli 2004 27 Juli 2004 08 Agustus 2004 03 September 2004 01 Februari 2005 16 Agustus 2005 03 Oktober 2005 01 Februari 2006 10 Februari 2006 31 Juli 2006 23 Agustus 2006 26 Juli 2006 27 Desember 2006 03 Februari 2007 16 Februari 2007 04 Juni 2007 26 Juni 2007 01 Agustus 2007 01 Agustus 2007 27 Agustus 2007 26 September 2007 03 Desember 2007
No.
Sampel Pembanding Perusahaan Non Issuer Tahun 2004
1
PT. Bumi Resources Tbk
2
PT. Aqua Golden Mississippi Tbk
3
PT. Mayora Indah Tbk
4
PT. Sepatu Bata Tbk
5
PT. Colorpak Indonesia Tbk
6
PT. Inti Agri Resources Tbk
7
PT. Karwell Indonesia Tbk Tahun 2005
8
PT. Lippo Cikarang Tbk
9
PT. Indorama Syntetics Tbk
10
PT. Medco Energi International Tbk Tahun 2006
11
PT. Astra Agro Lestari Tbk
12
PT. Mustika Ratu Tbk
13
PT. Tirta Mahakam Resources Tbk
14
PT. Delta Djakarta Tbk
15
PT. Duta Pertiwi Tbk Tahun 2007
16
PT. Astra Graphia Tbk
17
PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk
18
PT. Ciputra Development Tbk
19
PT. Astra Internasional Tbk
20
PT. JAPFATbk
21
PT. Lautan Luas Tbk
22
PT. International Nickel Indonesia Tbk
23
PT. PP London Sumatera Tbk
24
PT. Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
32