Komoditas Syari’ah …
KOMODITAS SYARIAH (Kajian Perkembangan Produk Syariah) Oleh: Nurul Setianingrum Dosen Tetap Jurusan Syariah STAIN Jember
[email protected] Abstrak Komoditas Syariah merupakan perdagangan komoditas berbasis syariah di Jakarta Futures Exchange (JFX). Ide Komoditas Syariah ini diprakarsai Dewan Syariah Nasional dengan mencoba men-jembatani kebutuhan perbankan syariah atas instrument-instrumen manajemen likuiditas melalui pembiayaan untuk mendukung sector rill. Secara umum, Komoditas Syariah dirancang unuk me-mudahkan perbankan syariah dalam menjalankan aktivitasnya. Hal ini sangat dimungkinkan karena perkembangan Bank Syariah itu sendiri saat ini sangat signifikan sesuai dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Kata kunci: komoditas syariah, Perbankan Syariah, likuiditas. PENDAHULUAN Komoditas syariah menjadi kajian aktual saat ini, seiring dengan kehadiran Perbankan Syariah yang semakin marak. Perbankan syariah di Indonesia mencoba menawarkan produk-produk perbankan yang memiliki ciri dan sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional. Sebab, “syariah” yang menjadi embel-embel di belakang perbankan jangan sampai hanya menjadi simbol belaka, tetapi benar-benar teraplikasikan secara akad dan prinsip ke dalam produk-produk riil yang akan ditawarkan ke masyarakat/ nasabah. Realita yang terjadi saat ini, ternyata masyarakat sudah cukup jeli untuk mempertanyakan apakah produk atau komoditas yang ditawarkan tersebut sudah benar-benar mencerminkan “syariah” ataukah hanya sekedar ikut-ikutan memberi label “syariah” padahal tidak mencerminkan syariah itu sendiri. Menanggapi hal itu, perbankan syariah lambat laun mulai berbenah diri. Tentu saja, pembenahan ini berawal dari semakin dilegalkannya keberadaan bank Syariah di Indonesia.1 Legalisasi ini 1
Seperti hadirnya UU No. 08 tahun 2008
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
111
Nurul Setianingrum
tentu saja membawa implikasi bahwa perbankan syariah di Indonesia harus menjual produk yang memang berlandaskan pada al Qur‟an dan al Hadits, bukan asal produk yang akhirnya tidak ada bedanya dengan perbankan konvensional. Kehadiran komoditas Syariah memberikan peluang bagi perbankan Syariah untuk selalu memperbaiki sistem dan produk-produknya agar nasabah tetap memberikan kepercayaannya kepada bank syariah. Tulisan ini mencoba untuk memaparkan mengenai pemahaman komoditas Syariah mulai dari dasar hukum sampai pada jenis-jenis dari komoditas Syariah. Penulis berharap bisa memberikan gambaran bagaimana seharusnya perbankan Syariah menjalankan komoditas Syariah yang sudah diidekan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dasar Hukum Komoditas Syariah Bank Indonesia (BI) memberikan dukungan terhadap kehadiran komoditas Syariah dengan mengeluarkan peraturan mengenai Sertifikat Perdagangan Komoditas Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank (SIKA). SIKA digunakan dalam Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) sebagaimana SIMA. Peraturan ini menjadi dasar acuan perbakan Syariah menggunakan SIKA dalam transaksi interbank. Dalam kerangka PUAS ini, komoditas Syariah berpotensi digunakan sebagai sarana profit rate swap dalam transaksi antarbank syariah untuk tujuan lindung nilai. Dasar hukum komoditas syariah selain peraturan Bank Indonesia adalah mengacu pada peraturan BAPPEBTI, UU No. 32 tahun 1997, lalu UU No. 10 tahun 2011, FATWA MUI No. 82/2011 tentang Mekanisme Bursa Berjangka Komoditi Berdasarkan Prinsip Islam. Sebagaimana dikatakan dalam al-Qur‟an; QS. al-Nisa‟ [4]: 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan hukum dengan adil....” Selain itu di dalam hadist Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari „Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu „Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya, mengatakan bahwa : “Rasulullah s.a.w. menetapkan: Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).” (HR. Ibnu Majah). Atau diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jangan kamu sekalian menghadang para pengendara
112 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Komoditas Syari’ah …
(pembawa barang dagangan, pen.) dan jangan melakukan bai’ hadhir li-bad (orang kota menjual kepada orang desa). ” Ia (periwayat) berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: Apa arti: “Jangan melakukan bai’ hadhir libad?” Ia menjawab: Orang kota tidak boleh menjadi perantara (calo) bagi orang desa. (HR. Bukhari) Di samping hadist Nabi Muhammad, s.a.w, tersebut diatas ada beberapa kaidah fikih yang melandasi komoditas Syariah, yaitu : 1. Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya. 2. Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkan sedapat mungkin 3. Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihilangkan. 4. Tindakan atau kebijakan (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus berorientasi pada mashlahat. 5. Mencegah mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. 6. Apa saja yang menjadi perantara (media) terhadap perbuatan haram, maka haram pula hukumnya. Komoditas Berbasis Syariah Seiring dengan perkembangan perbankan syariah akhir-akhir ini terus menunjukkan angka yang positif, produk-produk baru diharapkan terus bermunculan seiring dengan tingginya permintaan pasar. DSN-MUI sebagai lembaga independen pemberi fatwa terus diharapkan memberikan respon-respon yang positif sesuai dengan kemajuan perbankan syariah yang terus membaik. Meskipun Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara maju pencetus perbankan syariah, akan tetapi ada harapan yang besar disana bahwa DSN-MUI dan BI sangat berhati-hati dalam penetapan sebuah produk sehingga nantinya tidak terjadi produk-produk yang bermasalah dari segi syariah. Salah satu yang menjadi topik hangat baru-baru ini adalah pengesahan Fatwa DSN-MUI No.82 mengenai bursa komoditi syariah. Dimana produk ini diharapkan menjadi pioneer dalam pengembangan produk di pasar bursa. Komoditas Syariah merupakan perdagangan komoditas berbasis syariah di Jakarta Futures Exchange (JFX). Ide Komoditas Syariah ini diprakarsai Dewan Syariah Nasional dengan mencoba menjembatani kebutuhan perbankan syariah atas instrumen-instrumen manajemen likuiditas melalui
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
113
Nurul Setianingrum
pembiayaan untuk mendukung sektor rill. Komoditas Syariah ini memungkinkan perbankan syariah melakukan pembiayaan dengan akad murabahah dengan komoditaskomoditas yang tersedia di JFX. Dengan produk ini, nasabah bank bisa mengembangkan usaha riil melalui pembiayaan untuk mendapatkan komoditas yang menjadi sumber usahanya. Atau dalam skema transaksi antarbank, maka bank juga bisa menjual komoditas melalui system yang dibangun oleh JFX ini. Komoditi Murabahah Konsep komoditi murabahah2 pada dasarnya sudah banyak dipraktekkan oleh negara-negara yang menggunakan sistem perbankan syariah. Negara tetangga Malaysia misalnya, mereka telah dulu menetapkan konsep ini3 untuk merespon kebutuhan pasar lokal mereka maupun internasional. Sehingga pasaran luar bisa mengacu pada mereka dalam konsep komoditi murabahah. Sampai pada puncaknya, tahun 2010, Bursa Malaysia meluncurkan sebuah produk yang sangat dinanti-nanti oleh pasar yaitu Bursa Suq Al-Sila’. Produk ini diharapkan bisa menjadi instrumen yang menarik di industri keuangan syariah dalam pengelolaan risiko mereka terutama masalah likuiditas. Sampai-sampai produk ini telah diapprove oleh Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dan menyatakan bahwa produk ini adalah shariah compliant. Tidak hanya AAOIFI saja, produk ini telah diterima juga oleh pasar Timur Tengah yang notabene sangat strict dalam hal syariah. Jikalau produk ini bermasalah, tidak mungkin AAOIFI dan pasar perbankan syariah Timur Tengah menerimanya sebagai produk yang sesuai dengan syariah. Oleh sebab itu, mungkin pelajaran di Bursa Suq Al-Sila‟ bisa menjadi pelajaran penting bagi Bursa Komoditi Syariah dalam menerapkan transaksi. Meskipun ada permintaan di tahun kemarin dari Bursa Malaysia untuk menjual asset (CPO) yang ada di pasar Syafi‟I Antonio, Islamic Banking (Bank Syariah dari Teori Ke Praktek), (Jakarta: Gema Insani Pers, 2001) 3 Merupakan konsep jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dimana penjual memberi tahu harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati antara penjual dan pembeli 2
114 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Komoditas Syari’ah …
Bursa Malaysia tidak sesuai dengan persediaan stock yang ada, akan tetapi hal ini tidak di izinkan oleh Shariah Advisory Council. Tawarruq Pada dasarnya, konsep perdagangan komoditi syariah yang diterapkan di BBJ ini adalah surplus mendapatkan pesanan dari bank defisit untuk membeli barang, sehingga bank surplus akan membeli komoditas dari market dengan tunai menggunakan akad al-bai’, lalu menjualnya kepada bank defisit dengan cara murabahah dengan bayaran tangguh atau cicilan. Lalu bank defisit akan menjual asset ini ke pasar komoditas dengan tujuan untuk mendapatkan tunai. Inilah akad tawarruq4 yang biasa dikenal di industri perbankan syariah Timur Tengah, yang bisa mereka praktikkan tidak hanya untuk pengelolaan likuditas akan tetapi bisa juga ditargetkan kepada individual untuk keperluan konsumtif. Akan tetapi, tawarruq yang dipakai di Timur Tengah banyak sekali menuai kecaman karena sudah diatur oleh pihak bank atau dikenal dengan organized tawarruq. Yang lebih parah lagi, dari research yang pernah dilakukan di Eropa khususnya United Kingdom, menerapkan konsep tawarruq dengan memakai asset China Metal, yang sebenarnya ini tidak bernilai, akan tetapi China Metal ini berharga sangat tinggi dikarenakan dipakai untuk transaksi tawarruq. Dari aspek Fikih, sebenarnya ulama banyak menjelaskan berbagai macam konsep tawarruq. Di mana tidak semua tawarruq diharamkan, akan tetapi ada beberapa yang disepakati oleh ulama bahwa itu shariah compliant. Ulama kontemporer membagi tawarruq menjadi dua macam, pertama tawarruq munazzhom atau disebut dengan organized tawarruq, kedua adalah tawarruq fiqhi atau haqiqi. Konsep tawarruq pertama adalah akad tawarruq dikarenakan bank syariah ambil andil di dalam menentukan lini penjualannya. Bank syariah menetapkan siapa broker pembelian dan kepada siapa si pembeli menjual kembali barang tersebut. Hal inilah yang dilarang Akad jual beli yang melibatkan tiga pihak, dimana pemilik barang menjual barangnya kepada pihak pertama dengan pembayaran tunda, kemudian pembeli pertama menjual barangnya lagi kepada pembeli akhir dengan harga dan pembayaran tunai, dimana harga tunda lebih tinggi dari harga tunai sehingga pembeli pertama seperti mendapat pinjaman uang dengan pembayaran tunda. Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (RajawaliPers: Jakarta, 2011). 4
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
115
Nurul Setianingrum
dalam syariah. Konsep tawarruq yang kedua adalah bank syariah (surplus unit) betul–betul membeli barang itu dari market, dan menjualnya kepada konsumen yang memerlukan tanpa ada embel-embel untuk dijual kepada pihak manapun. Sehingga konsumen bebas dan punya hak dalam menentukan kepada siapa dia mau menjual asset tersebut. Sehingga tidak terjadi hilah ghairu syar’iyyah didalamnya yang menyebabkan produk ini tidak shariah compliance. Jikalau hal ini yang ditetapkan oleh BBJ, maka kita sudah bisa disebut dengan shariah compliance product. Bai’ Al-Inah Bai’ Al-inah adalah sebuah akad dimana defisit unit memerlukan dana, lalu menjual aset yang dia miliki kepada surplus unit dengan cara cash, lalu surplus unit akan menjual kembali aset tersebut kepada pihak defisit unit dengan cara tangguh atau cicilan5. Tujuannya adalah sama seperti tawarruq, dimana pihak defisit unit memerlukan dana tunai. Bisa jadi aset yang dipakai adalah asset defisit unit, atau aset yang dimiliki oleh surplus unit dalam hal ini bank syariah. Meskipun kita sudah keluar dari bai’ al-inah dan menciptakan sebuah produk yang baru yang shariah compliant. Akan tetapi masih ada muncul usulan dari para praktisi untuk disahkannya bai’ al-inah. Padahal negara tetangga kita Malaysia lambat laun telah meninggalkan akad ini karena telah mendapatkan tentangan dari berbagai pihak. Apakah Indonesia mau dicap negara tidak shariah compliance di industri perbankan syariah padahal kita selalu membanggakan bahwasanya kita sangat hati-hati dalam pembuatan fatwa? Tentunya tidak dan jangan sampai predikat shariah compliance ini terlepas dari kita. Fatwa DSN MUI No. 82 Lebih jauh, bila komoditas syariah di Malaysia hanya menggunakan dua akad, komoditas syariah BBJ (Bursa Berjangka Jakarta) memiliki 5 akad, seperti dalam Fatwa DSN MUI no. 82 yaitu : Dengan ilustrasi dimana ketika penjual menjual asetnya kepada pembeli dengan janji bahwa barangnya akan dibeli kembali (sale and buy back) dengan pihak yang sama – penjualan tunai (cash sale) dilanjutkan dengan pembelian kembali dengan tangguh (deferred payment sale) 5
116 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Komoditas Syari’ah …
1. Akad bai’ al musawamah, di mana terjadi transaksi jual beli antara bank dengan penjual komoditas secara tunai, karena penjual tidak memiliki kewajiban menjelaskan harga pokok dan keuntungan yang diperoleh. 2. Akad murabahah atau jual beli antara sesama bank syariah. Bila bank syariah ingin menjual lagi komoditas ke bursa yang merupakan wakil dari peserta pedagang komoditas, maka muncul lagi akad bai’ al musawamah yang menjadi akad ketiga. 3. Akad bai’ al muqayyadah atau barter antara bursa dan pedagang komoditas. Dari seluruh rangkaian itu muncul pula akad kelima, yaitu wakalah atau penyerahan kekuasaan. 5. Akad bagi hasil yang ditentukan bagi bank syariah dengan nasabah, tergantung dari masing-masing internal perjanjian bank Syariah dengan nasabah yang bersangkutan. Dari lima akad ini, sebenarnya ada satu akad lagi yang harus diperhatikan, yaitu al-wa’du. Atas perjanjian di mana ketika konsumen komoditi menginginkan komoditas kepada peserta komersial dengan tujuan mendapatkan uang tunai maupun menahan asset tersebut untuk dijual dimasa yang akan datang atau dijual ke selain peserta supplier dari Bursa komoditi syariah, konsumen komoditi harus berjanji membeli barang yang dibeli oleh peserta komersial. Jikalau tidak, maka ketika komoditas tersebut sudah dibeli oleh peserta komersial lalu konsumen komoditi membatalkan transaksi tersebut. Maka akan terjadi permasalahan disana, bisa jadi asset yang dibeli oleh peserta komersial turun harga, pertanyaannya adalah, siapakah yang mau menanggung kerugian dari pembatalan transaksi ini? Oleh sebab itu, haruslah ada akad al-wa’du di sana sehingga konsumen komoditi berjanji akan membeli komoditi tersebut dari peserta komersial. Sejalan dengan hal tersebut Sebagai dukungan Bank Indonesia atas Komoditas Syariah ini, BI mengeluarkan peraturan mengenai Sertifikat Perdagangan Komoditas Berdasarkan Prinsip Syariah Antar Bank (SIKA). Seperti SIMA, SIKA digunakan dalam Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Peraturan ini menjadi dasar acuan perbakan syariah menggunakan SIKA dalam transaksi interbank. Dalam kerangka PUAS ini, Komoditas Syariah berpotensi digunakan sebagai sarana profit rate swap dalam transaksi antarbank syariah untuk tujuan lindung nilai. Hingga saat ini terdapat lima komoditas yang akan di-transaksikan. Komoditas yang sudah siap
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
117
Nurul Setianingrum
ditransaksikan diantara-nya coklat (kakao), biji mete (kulit ari), biji mete (gelondongan), kopi grade arabika, dan kopi arabika asalan dan grade A. Komoditas akan bertambah secara bertahap nantinya. Komoditas yang mungkin akan ditambah adalah CPO, olein, dan batubara, serta rumput laut juga bisa melalui mekanisme ini. Mekanisme Komoditas Syariah Keberadaan komoditas Syariah bisa memudahkan distributor besar bisa menggunakan fasilitas komoditas Syariah sebagai jalur pembayarannya. Agen atau pedagang retail melakukan pemesanan melalui web based application secara tunai langsung ke distributordistributor tersebut. Agen atau pedagang ritel bisa membayar secara tunda (atau sesuai kesepakatan dengan pihak bank) dengan akad murabahah. Distributor dibayar tunai, sementara pedagang ritel atau agen dapat mengembangkan usahanya. Mekanisme ini dibenarkan dalam Islam dengan catatan karena menjadi kebutuhan. “Namun, syarat yang ditentukan ketat,” menurut Agustianto Mingka anggota DSN MUI. Barang yang ditransaksikan haruslah nyata dan dapat diserah terimakan. Misalnya Crude Palm Oil (CPO), kelapa sawit atau batu bara. Ia hanya boleh dilakukan untuk treasury produk atau pem-bendaharaan pasar uang antara bank syariah. Jadi, bukan untuk produk pembiayaan (funding) ke para nasabah. Parameter Komoditas Syariah Ketika fatwa DSN MUI dikeluarkan, maka harus ada parameter yang membatasi transaksi komoditi Syariah. Supaya tidak terjadi misuse (penyalah gunaan) dalam penggunaan produk yang menyebabkan produk ini menjadi tidak Shariah Compliance (kepatuhan Syariah), maka parameternya6 adalah sebagai berikut: 1. Hanya boleh digunakan untuk Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah. Sehingga produk ini tidak lari kepada produk konsumen dan bahkan untuk keperluan spekulasi dan mencari keuntungan. 2. Harus benar-benar terjadi transaksi barang pada umumnya, keinginan seller untuk menjual, dan keinginan buyer untuk membeli dengan barang yang sudah jelas wujudnya. Parameter Komoditas Syariah BAPPEBTI, M. Iman Sastra Mihajat, Pemerhati Ekonomi Syariah. 6
118 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Komoditas Syari’ah …
3.
Harus ada perpindahan kepemilikan (transfer of ownership). Hal ini juga menjadi perhatian penting ketika terjadi sebuah transaksi terutama transaksi komoditi syariah, komoditi yang menjadi objek perdagangan harus betul-betul berpindah kepemilikan dari penjual kepada pembeli tanpa ada embel-embel apa pun. 4. Bisa dikirim ke pembeli jika diinginkan. Hal ini untuk menyatakan bahwasanya komoditi yang ditransaksikan dikomoditi syariah ini adalah barangnya riil dan berwujud, ada perpindahan kepemilikan yang jelas. Maka ketika terjadi permintaan dari pembeli untuk mengirimkan komoditi tersebut ke tempat yang dia inginkan, kewajiban penjual adalah mengantarkan komoditi tersebut ke pembeli dengan ketentuan yang berlaku, baik itu berapa hari komoditi ini bisa sampai ke tangan pembeli, dan berapa cost yang dikenakan kepada pembeli. 5. Barangnya harus bernilai sesuai dengan harga pasar, karena kita tidak menginginkan konsep tawarruq yang ada di luar diterapkan di negara kita tercinta ini yang notabene paling syariah dari aspek shariah compliance sebuah produk. 6. Lokasi komoditinya harus diketahui, karena kita tidak mungkin memperdagangkan sesuatu yang kita tidak tahu di mana letak barangnya. Hal ini mungkin harus diawasi oleh DSN dan memastikan bahwasanya barang tersebut berada di tempat tertentu. 7. Barangnya harus halal dan boleh diperdagangkan menurut undang-undang yang berlaku. 8. Harus jelas jenis, kualitas dan kuantitas yang diperdagangkan, karena untuk menghilangkan gharar dari sebuah transaski. Jikalau jenis, kualitas dan kuantitasnya diketahui, maka gharar ini akan berpindah dari gharar fakhish (gharar yang besar) menjadi gharar yasir (gharar yang kecil) yang diperbolehkan dalam syariah. Seperti layaknya pembolehan bai’ salam yang awalnya tidak boleh, akan tetapi dibolehkan dengan syarat sebagaimana disebutkan dalam hadis, salam dibolehkan asal jenis, kualitas dan kuantitasnya diketahui dan waktu pengirimannya ditetapkan. 9. Tidak boleh dipergunakan untuk keperluan individual. Hal ini untuk menghindari masuknya komoditi syariah ini kepada produk konsumen yang mana akan menyebabkan produk ini tidak dipakai sesuai pada kepentingannya. 10. Komoditi yang diperdagangkan harus siap guna, bukan yang masih diolah. ketentuan ini adalah untuk memastikan
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
119
Nurul Setianingrum
bahwasanya kita tidak memperdagangkan sesuatu yang tidak bisa digunakan oleh pembeli. Jangan sampai dalam transaksi komoditi syariah ini menjual sesuatu yang masih diolah sehingga akan menghambat pengiriman ketika sang pembeli menginginkan supaya komoditi ini dikirimkan kepadanya. Perkembangan Komoditas Syariah Perkembangan bisnis syariah global tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan ini ditandai dengan berbagai macam inovasi-inovasi produk untuk menguatkan akselerasi (percepatan) bisnis. Diantaranya adalah pengembangan produk komoditi syariah. Komoditi syariah berkembang pesat di beberapa negara, khususnya Malaysia. Hal ini dikarenakan di komoditi syariah tersebut, bisa dimanfaatkan oleh lembaga keuangan terutama bank syariah sebagai alternatif dalam manajemen likuiditas. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) Nomor 82 Tahun 2011 tentang Mekanisme Bursa Berjangka Komoditi berdasarkan prinsip Islam belum dimanfaatkan oleh industri keuangan syariah di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Islamic Banking dan Finance Institute (IBFI) Universitas Trisakti7, dimana lembaga keuangan syariah dalam negeri memilih bertransaksi komoditi ke luar negeri. Hal itu disebabkan belum optimalnya bisnis komoditi syariah di Indonesia. (Muhammad Nadrattuzaman Hosen : Metrotvnews.com). Hal ini disebabkan faktor regulator yang lamban yaitu Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan ijin keleluasaan praktek bisnis komoditi syariah. Padahal Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX) telah berdiri pada tanggal 19 Agustus 1999, memiliki sistem perdagangan berjangka, lelang komoditi fisik, dan komoditi syariah. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 yang sudah didepan mata, ada kemungkinan lembaga keuangan syariah Indonesia bertransaksi dengan Bursa Suq Al-Sila‟ Malaysia yang selama ini telah mengembangkan komoditi syariah, apalagi Disajikan dalam seminar “Peluang dan Tantangan Pengembangan Komoditi Syariah di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” oleh Islamic Banking and Finance Institute (IBFI) Universitas Trisakti pada 19 Juni 2014 7
120 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Komoditas Syari’ah …
persoalan komoditas syariah merupakan isu yang sangat urgent bagi akselerasi perbankan syariah dalam menghadapi pasar bebas ASEAN apabila peran regulator yakni BI dan OJK masih lamban dalam menyikapi pengembangan bisnis komoditas syariah tersebut. (Islamic Banking and Finance Institute (IBFI) Universitas Trisakti, 19 Juni 2014). KESIMPULAN Adanya fatwa Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 82 tahun 2011 Tentang Mekanisme Bursa Berjangka Komoditi berdasarkan prinsip Islam, yang membantu perbankan syariah untuk mengelola likuiditas dan memberikan lindung nilai dengan swapping. Memungkinkan perkembangan bisnis yang berbasis syariah berkembang cukup pesat, salah satunya adalah komoditas syariah yang saat ini menjadi isu yang sangat urgent bagi akselerasi atau percepatan perbankan syariah menghadapi pasar bebas ASEAN (MEA 2015). Komoditi syariah banyak berkembang pesat di beberapa negara, khususnya Malaysia. Hal ini dikarenakan di komoditi Syariah tersebut, bisa dimanfaatkan oleh lembaga keuangan terutama bank syariah sebagai alternatif dalam manajemen likuiditas. Selain itu komoditas bukan hanya meningkat secara kuantitas, namun juga bagi entrepreneur atau wirausaha bermanfaat untuk menumbuhkan perekonomian yang lebih baik Di Indonesia komoditi syariah yang dalam perkembangannya masih mengalami kendala seperti belum dimanfaatkan oleh industri keuangan syariah dan dalam hal faktor regulasi, tidak menutup kemungkinan larinya lembaga keuangan syariah ke luar negeri. Kemungkinan tersebut bisa terjadi apalagi menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 yang sudah didepan mata. Peran pemerintah (Bank Indonesia/BI dan Otoritas Jasa Keuangan /OJK) selaku regulator diharapkan memberikan kemudahan terhadap komoditi syariah yang market friendly agar semua urusan dengan BBJ (Bursa Berjangka Jakarta) dapat dilakukan melalui infra yang sama jadi tidak saling merepotkan, jadi nasabah dapat bertransaksi dengan BBJ menggunakan mesin dan fasilitas transaksi yang tersedia di bank. Namun ini masih butuh pembahasan lebih lanjut.
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
121
Nurul Setianingrum
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (BAPPEBTI), 2014. Islamic Banking and Finance Institute (IBFI) Trisakti Jakarta, 2014. Karim, Adiwarman, 2007, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, Edisi Ketiga, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Macroeconomic Dashboard FEB UGM, 2014. Najmudin, 2011, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern, Yogyakarta: Penerbit Andi. Republika, Kelola Komoditas Syariah Rendah, Edisi Jumat, 20 Juni 2014. Roy Sembel, 2011Komoditas Syariah di JFX. Soemitra, Andri, 2009, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana. Syafi‟I, Antonio Muhammad, 2001, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,. Yogie Respati, “My Sharing” Inspirasi dan Berita Ekonomi Syariah, 2014, Bank Syariah Belum Manfaatkan Komoditi Syariah. Yudi Suharso, “My Sharing” Inspirasi dan Berita Ekonomi Syariah, 2014, Industri Perbankan Syariah Indonesia Tumbuh Positif,. Fatwa DSN MUI Nomor 82 Tahun 2011 tentang Mekanisme Bursa Berjangka Komoditi Berdasarkan Prinsip Islam. IBFI Trisakti, Seminar Peluang dan Tantangan Pengembangan Komoditi Syariah di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN, 09 Juni 2014.
122 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014