KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea)
AWANIS
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Awanis NIM F14090061
ABSTRAK AWANIS. Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea). Dibimbing oleh Emmy Darmawati. Sawi hijau merupakan sayuran yang rentan terkena panas sehingga mudah menjadi layu. Perlakuan hydrocooling merupakan salah satu upaya untuk menjaga kesegaran sawi hijau. Hydrocooling bertujuan untuk menurunkan panas lapang bahan setelah panen. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui kombinasi suhu air dan lama perendaman pada perlakuan hydrocooling yang memberikan pengaruh terbaik dalam mempertahankan mutu sawi hijau. Metode yang digunakan adalah menentukan suhu bahan optimal berdasarkan laju respirasi dan perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan. Kemudian, penentuan kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk hydrocooling dilakukan berdasarkan suhu optimal bahan serta mengamati pengaruh hydrocooling terhadap perubahan mutu sawi hijau. Suhu bahan optimal untuk sawi hijau adalah 13oC. Hasil kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk mencapai suhu 13oC, yaitu hydrocooling 5 oC dengan waktu 3.1 detik dan hydrocooling 10oC dengan waktu 3.9 detik. Hydrocooling berpengaruh baik terhadap semua parameter mutu sawi hijau. Kata kunci : Sawi hijau, hydrocooling, mutu, penyimpanan
ABSTRACT AWANIS. Combination of water temperature and immersion time in hydrocooling to preserve the freshness of green cabbage (Brassica juncea). Supervised by Emmy Darmawati. Green cabbage is a vegetable which is susceptible to heat and easy to wilt. Hydrocooling treatment is an effort to preserve the freshness of green cabbage. The objective of hydrocooling treatment is to reduce field heat of material after harvesting. Based on that fact, this research was conducted to determine the combination of water temperature and immersion time in hydrocooling treatment which gives the best influence to preserving the quality of green cabbage. The method was to determine the optimal temperature of material based on the respiration rate and quality changes of green cabbage during storage. Then, the determination of the combination between water temperature and immersion time for hydrocooling conducted based on the optimal temperature and observes the hydrocooling effect in changes quality of green cabbage. The optimal temperature for green cabbage is 13oC. The result of water temperature and immersion time combination for reach the temperature of 13oC is: the hydrocooling on 5oC during 3.1 seconds and hydrocooling on 10°C during 3.9 seconds. Hydrocooling have a good influence on all quality parameters of green cabbage. Keywords: Green cabbage, hydrocooling, quality, storage
KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea)
AWANIS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassicajuncea) : Awanis Nama : F14090061 NIM
Disetujui oleh
M.Si
Tanggal Lulus:
\1 5 OCT 2013
Judul Skripsi: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea) Nama : Awanis NIM : F14090061
Disetujui oleh
Dr Ir Emmy Darmawati, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea) yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Maret sampai Juni 2013. Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku pembimbing terimakasih atas saran dan kritik bagi penulis. 2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penulis. 3. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, dan Mbak Sugih terima kasih atas bantuannya selama penelitian berlangsung 4. Abah, mama, Zata Amani, Nusaibah dan Ahmad atas doa, dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini. 5. Teman-teman Muhammad Sigit, Nur Rahma R, Faizur Rohman, Irvan AP, Aditya Nugraha, Ni Made Citta Iswari, Eti Supriati, Tiara Etika, Ni Putu Dian, Yetti Ariani, Raisa Oktaviani, Gina Lupita, Kristen Natashia, Vina Rondang Magdalena, Sueritah Sianipar, Risqi Maydia, Monalysa Harianja, Selviana, Sandro, Pahlevi, Ririn, Nur, Tetih dan Ivan terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian berlangsung 6. Teman satu bimbingan Gina Annisa YF dan Sujarwedi terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung 7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 46 terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis 8. Kakak-kakak S2: Mbak Nur, Mbak Merry, dan Ka Adhit terima kasih atas motivasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung. 9. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penulis selama penelitian. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2013
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE PENELITIAN
6
Waktu dan Lokasi Penelitian
6
Bahan Penelitian
6
Peralatan Penelitian
7
Prosedur Penelitian
7
Pengamatan dan Analisa
11
Analisa Data
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Pengaruh Suhu Bahan Terhadap Laju Respirasi Dan Perubahan Mutu Selama Periode Simpan 14 Menentukan Kombinasi Suhu Air Hydrocooling dan Waktu Perendaman Untuk Menghasilkan Suhu Bahan Yang Diharapkan Serta Mengetahui Penurunan Mutu Bahan Selama Penyimpanan 25 SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
33
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL 1 Kandungan gizi 100 gram Sawi 2 Perbandingan metode precooling (pra pendinginan) 3 Pengaruh nyata terhadap interaksi perlakuan pada uji DMRT
4 5 32
DAFTAR GAMBAR 1 Sawi hijau (Brassica juncea) 3 2 Cara pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau menggunakan termocouple pada bagian batang dan daun 7 3 Penempatan termocouple pada bagian batang dan daun sawi hijau untuk mengukur suhu tumpukan bahannya (a), proses hydrocooling tumpukan sawi hijau (b) 8 4 Diagram penelitian Tahap 1 untuk menentukan suhu bahan terbaik 9 5 Diagram alir penelitian Tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman terbaik 10 6 Proses pengukuran kekerasan batang sawi hijau dengan rheometer 11 7 Proses pengukuran warna daun sawi hijau dengan chromameter 12 8 Proses pengukuran uji tarik daun sawi hijau menggunakan universal testing machine 12 9 Proses pengukuran laju respirasi CO2 dan O2 menggunakan cosmotector 13 10 Penurunan suhu bahan sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 15 11 Grafik perbandingan laju respirasi CO2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 16 12 Grafik perbandingan laju respirasi O2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 16 13 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 17 14 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 18 15 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 18 16 Pengujian organoleptik untuk parameter kesegaran daun & batang sawi selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 19 17 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 20 18 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 20 19 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 21 20 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 22 21 Diagram Hunter 22 22 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 23
23 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 23 24 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 24 25 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 24 26 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 26 27 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 26 28 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 27 29 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 27 30 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 28 31 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 29 o 32 Perbandingan sawi yang di-hydrocooling suhu 5 C (a) dengan hydrocooling dengan suhu 10oC (b) 29 33 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 30 34 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 30 35 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan pendugaan waktu perambatan suhu dengan menggunakan Chart Gurney Lurie 2 Peralatan penelitian 3 Tabel pengukuran lama perendaman untuk mencapai suhu optimal (13oC) 4 Analisa statistik kandungan klorofil daun sawi hijau (umol/100cm2) 5 Analisa statistik nilai L daun sawi hijau 6 Analisa statistik nilai a daun sawi hijau 7 Analisa statistik nilai b daun sawi hijau 8 Analisa statistik kadar air daun sawi hijau (%) 9 Analisa statistik kadar air batang sawi hijau (%) 10 Analisa statistik susut bobot sawi hijau (%) 11 Analisa statistik uji tarik daun sawi hijau (kN) 12 Analisa statistik kekerasan batang sawi hijau (kPa)
36 38 41 42 42 42 43 43 43 44 44 44
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Kebutuhan sayuran tersebut semakin meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk. Jika melihat kebutuhan terhadap sayuran yang kontinu maka nilai komersial produk hortikultura ini cukup tinggi. Selain itu, sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan kualitas pendidikan masyarakat, maka meningkat pula kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat dan bergizi melalui konsumsi sayuran dan buah-buahan yang memadai. Sawi hijau merupakan salah satu jenis sayuran popular yang dikonsumsi untuk berbagai jenis masakan. Sayuran ini secara luas mudah dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Hal itu dapat dilihat dari semakin banyaknya sawi hijau dalam berbagai jenis makanan, baik makanan lokal maupun asing. Jenis sayuran ini juga disediakan diberbagai macam pasar, seperti pasar tradisional maupun pasar swalayan. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dalam sebuah makanan, namun permintaan masyarakat akan sawi hijau cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Namun perlu diingat, bahwa sawi hijau ini termasuk jenis sayur yang mudah rusak, mudah layu, menguning dan busuk sehingga perlu penanganan yang lebih cepat setelah panen karena sayuran ini mempunyai umur simpan yang pendek. Mutu menjadi sangat penting untuk dapat mencitrakan produk sayuran tersebut seperti diinginkan oleh konsumen. Mutu dari produk yang akan dijual sangat tergantung pada kondisi produk tersebut saat penerimaan dan pengelolaan pascapanennya di pusat-pusat penjualan. Parameter warna, kesegaran dan aroma serta pemajangan yang menarik sering dijadikan indiktor kelayakan produk tersebut untuk dibeli oleh konsumen. Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat (Ness & Powles 1996; Salunkhe et al. 1974 dalam Utama et.al 2007). Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan rasio yang tinggi antara luas permukaan dengan berat produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat (Van Den Berg & Lenz 1973 dalam Utama 2007). Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara juga berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Seperti yang diketahui, buah dan sayuran pascapanen seperti sawi hijau merupakan produk hidup yang masih aktif melakukan aktivitas metabolismenya. Hal ini dicirikan dengan adanya proses respirasi yang masih berjalan seperti halnya sebelum produk tersebut dipanen. Laju respirasi pascapanen ini sering dijadikan sebagai indikator tingkat laju kerusakan bahan. Semakin tinggi tingkat laju respirasinya maka semakin cepat laju kerusakan bahan yang terjadi. Banyak cara yang dapat diaplikasikan untuk menghambat laju kerusakan pascapanen komoditas
2 sayur-sayuran, seperti menggunakan teknik pengemasan yang baik, melakukan precooling dan penyimpanan dingin. Teknik pengemasan yang baik diharapkan dapat mengurangi terjadinya kontak langsung antara bahan dengan uap air, CO2 dan O2, sedangkan perlakuan precooling dimaksudkan untuk menghilangkan panas lapang (field heat) dengan cepat dan sesegera mungkin untuk mengurangi laju respirasi dan reaksi metabolisme lain, serta mengurangi beban pendinginan selama penyimpanan. Hal tersebut diharapkan dapat menekan kehilangan dan dapat memperpanjang masa simpan serta mempertahankan mutu sayuran segar dalam waktu yang cukup lama. Banyak cara precooling yang dapat dilakukan untuk menurunkan panas lapang bahan, salah satunya dengan cara hydrocooling (perendaman dengan air es). Teknik precooling ini diaplikasikan pada sawi hijau untuk mempertahankan kesegaran dalam proses distribusinya, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kombinasi suhu dan lama perendaman yang memberikan pengaruh terbaik dalam memperthankan mutu sawi. Pada tahun 2008, Anolita Dewi sudah pernah melakukan penelitian mengenai hydrocooling sayuran dengan obyek pak choi dengan perlakuan suhu dan lama perendaman.
Perumusan Masalah Sawi hijau didinginkan dengan menggunakan dua variasi suhu air yaitu 50C dan 100C, kemudian dilakukan penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 130C. Penentuan suhu hydrocooling dan suhu penyimpanan optimum dilakukan dengan pengujian parameter mutu dan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan setelah perlakuan hydrocooling. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji hubungan antara penuruan suhu bahan dengan laju respirasi sawi hijau 2. Mengetahui pengaruh penurunan suhu bahan terhadap mutu sawi hijau 3. Menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman yang dibutuhkan untuk mencapai suhu bahan optimal pada perlakuan hydrocooling yang dapat mempertahankan kesegaran sawi hijau
TINJAUAN PUSTAKA Sawi Hijau Tanaman sawi (Brassica juncea) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem
3 perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi adalah sekelompok tumbuhan yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan sayuran. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk olahan diberbagai macam masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003). Klasifikasi tanaman sawi sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Divisi : Spermatophyta Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Papavorales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea L.
Gambar 1 Sawi hijau (Brassica juncea) Sawi hijau juga dikenal oleh petani sebagai sawi bakso. Jenis sayuran ini mempunyai bentuk mirip caisin, tetapi memiliki perbedaan tangkai daun panjang, daun tanaman lebar berwarna hijau tua, dan tidak berbulu. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi setiap 100 g bahan yang dapat dimakan pada sawi hijau ditunjukkan oleh Tabel 1:
4
Tabel 1 Kandungan gizi 100 gram Sawi No Komposisi Jumlah 1 Kalori 22,00 k 2 Protein 2,30 g 3 Lemak 0,30 g 4 Karbohidrat 4,00 g 5 Serat 1,20 g 6 Kalsium (Ca) 220,50 mg 7 Fosfor (P) 38,40 mg 8 Besi (Fe) 2,90 mg 9 Vitamin A 969,00 SI 10 Vitamin B1 0,09 mg 11 Vitamin B2 0,10 mg 12 Vitamin B3 0,70 mg 13 Vitamin C 102,00 mg Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI
Precooling Rantai pendinginan terdiri atas precooling, cooling dan cooling freezing. Precooling dilakukan sesaat setelah panen. Precooling atau prapendinginan adalah cara pemindahan cepat panas lapang (field heat) ke suhu yang mendekati suhu penyimpanan yang tepat dan merupakan garis awal untuk memperlambat proses biologis yang dapat mengurangi kualitas produk. Precooling, dalam hubungannya dengan pendinginan selama proses penanganan, menyediakan rantai dingin untuk memaksimalkan penyimpanan dan pengendalian penyakit dan hama (Sargent et al 1988). Selain itu, precooling berfungsi untuk memperlambat laju respirasi, menurunkan kepekaan terhadap mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang (wilting), memudahkan pemindahan ke ruang pendingin, dan mengurangi produksi etilen. Precooling dapat mempertahankan mutu maksimum sayuran dan buahbuahan yang telah dipanen melalui: a) pengurangan panas laten, b) penurunan laju respirasi, c) penghambatan laju pematangan akibat penurunan produksi etilen, d) pencegahan pengkerutan dan pelayuan akibat kehilangan kadar air yang berlebihan, serta e) pencegahan meluasnya proses pembusukan. Precooling dilakukan dengan berbagai metode yaitu antara lain: Pendinginan paksa (Forced air cooling), hydrocooling, pendinginan vakum (vacuum cooling) dan penyemprotan air vakum (water spray vacuum), pengemasan es (Package icing), pendinginan kamar (room cooling). Berikut perbandingan metode precooling (Tabel 2).
5
Tabel 2 Perbandingan metode precooling (pra pendinginan)
* Tidak diinformasikan Sumber: Thompson et al 1998 Pemilihan cara precooling biasanya ditentukan oleh : a) sifat-sifat daya hantar panas komoditi, b) perbandingan permukaan terhadap isi, c) mudah tidaknya rusak komoditi tersebut, d) biaya operasi, dan e) mudah tidaknya metode tersebut sesuai dengan ketersediaan fasilitas (Pantastico, 1989). Hydrocooling adalah metode precooling dengan menuangkan produk ke dalam air dengan suhu sekitar 0oC. Metode ini dianggap metode yang paling efektif guna membuang panas sensible. Produk yang diberi perlakuan hydrocooling harus toleran terhadap air. Becker and Fricke (2001) menyebutkan bahwa hydrocooling adalah salah satu metode precooling dimana produk disemprot dengan air atau dengan memasukkan produk kedalam suatu bak. Hal yang sama juga dikemukakan oleh DeEll J (2003), bahwa metode precooling dengan hydrocooling efektif untuk pendinginan sayur-sayuran dalam kemasan atau curah secara cepat. Jobling (2000) menambahkan bahwa metode hydrocooling mempunyai keuntungan bila dibandingkan metode precooling lainnya yaitu dapat membantu membersihkan produk. Metode ini sesuai untuk produk seperti tomat, melon dan sayuran daun.
Pendugaan Waktu Perambatan Suhu Pendinginan dapat dianggap sebagai proses penurunan suhu bahan dari suhu awal ke suhu tertentu di atas titik beku, yang merupakan proses tak-mantap (unsteady-state). Salah satu faktor yang penting dalam analisa pindah panas takmantap adalah perbandingan antara tahanan di dalam dengan di luar bahan terhadap perpindahan panas tersebut, yang dalam bilangan tak-berdimensi dikenal dengan bilangan Biot (NBi = hcl/k). Berdasarkan faktor kunci tersebut, waktu pendinginan dapat diduga dengan menggunakan rumus berikut: t=
𝐹𝑜 𝑥 L2 𝛼
dimana: t Fo L
= Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan (s) = bilangan fourier = Jarak terpendek dari permukaan (m)
6 α
= difusivitas panas (m2/s), yang didapatkan melalui rumus:
α=
𝑘 𝜌 𝑥 𝐶𝑝
,
dimana : k = Konduktivitas bahan (J/m.s.oC) ρ = Massa jenis (kg/m3) Cp = Panas spesifik (kJ/kg. oC) Bilangan fourier (Fo) ditentukan menggunakan Chart Gurney-Lurie yang ditunjukkan pada Lampiran 1. Untuk mendapatkan Fo dalam chart tersebut, harus memplotkan variabel Y, m, dan n yang didapatkan menggunakan rumus-rumus berikut: Y=
𝑇− 𝑇𝑚 𝑇𝑜−𝑇𝑚
m=
𝑘 ℎ𝑥𝐿
Dimana: Y T Tm To m h
= Dimensionless temperature = Suhu yang ingin dicapai (oC) = Suhu media pendingin (oC) = Suhu awal bahan (oC) = Reciprocal of Biot number = Koefisien pindah panas konveksi (J/s.m2C)
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Juni 2013.
Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sawi hijau (Brassica juncea) yang didapatkan dari petani di daerah Cikupa, Bogor dan dipanen pada umur 18 hari setelah tanam. Bahan lain yang digunakan adalah Keranjang, air bersih, es batu sebagai bahan untuk melakukan hydrocooling dan plastik kemasan PP.
7
Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan terdiri dari Cosmotecor, Respiration chamber, Spectrophotometer, Chromameter, Rheometer, Universal Testing Machine, timbangan digital dan analitik, oven, desikator, lemari pendingin (Refrigator), Hybrid Recorder dan Termocouple serta peralatan penunjang lainnya. Gambar peralatan dapat dilihat di Lampiran 2.
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu: Tahap 1: Pengaruh suhu bahan terhadap laju respirasi dan perubahan mutu selama periode simpan Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menentukan suhu penyimpanan optimal untuk sawi hijau berdasarkan laju respirasi dan perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan. Sawi hijau yang dipanen pada umur 18 hari setelah tanam, disortasi untuk memilih sayur yang sehat dan seragam. Selanjutnya diberi perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda (suhu ruang, suhu 20oC dan suhu 13 oC) untuk mengukur perubahan suhu bahan sampai mencapai suhu lingkungan. Proses pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau ditunjukkan pada Gambar 2.
Peletakkan termocouple untuk mengukur suhu bahan pada tumpukan daun sawi hijau Peletakkan termocouple untuk mengukur suhu bahan pada tumpukan batang sawi hijau
Gambar 2 Cara pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau menggunakan termocouple pada bagian batang dan daun Setelah itu, dievaluasi mutu awal sayuran (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, uji organoleptik dan kadar air) dan uji laju respirasi untuk masingmasing perlakuan. Pengukuran parameter mutu dilakukan setiap 2 hari sekali, sedangkan untuk pengukuran laju respirasi dilakukan setiap hari. Untuk setiap pengukuran parameter dilakukan 3 kali ulangan/perlakuan. Diagram alir penelitian tahap 1 seperti pada Gambar 4.
8 Tahap 2: Menentukan kombinasi suhu air hydrocooling dan waktu perendaman untuk menghasilkan suhu bahan yang diharapkan serta mengetahui penurunan mutu bahan selama penyimpanan Penelitian tahap 2 adalah untuk menentukan lama waktu perendaman optimal untuk sawi hijau. Sawi yang digunakan pada penelitian adalah sawi hijau yang dipanen pada umur 18 hari. Penelitian ini disusun secara faktorial dengan 2 faktor, faktor pertama yaitu suhu hydrocooling dengan 2 taraf yaitu H1 = hydrocooling 5oC; H2 = hydrocooling 10oC. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan dengan 2 taraf yaitu S1 = suhu ruang; dan S2 = suhu 13oC. Sawi yang dihydrocooling menggunakan air es di ukur lama waktu perendamannya sampai suhu bahannya mencapai suhu bahan terbaik yang dicapai pada penelitian Tahap 1. Proses pengukuran suhu bahan tumpuksan sawi hijau saat hydrocooling ditunjukkan oleh Gambar 3.
Titik termocouple
Titik termocouple
(a)
(b)
Gambar 3 Penempatan termocouple pada bagian batang dan daun sawi hijau untuk mengukur suhu tumpukan bahannya (a), proses hydrocooling tumpukan sawi hijau (b) Setelah dikenakan perlakuan hydrocooling, sawi diikemas dalam plastik PP kemudian disimpan. Pada masing-masing perlakuan diambil sampel secara acak untuk dievaluasi mutu awal sayuran (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, kadar air). Untuk mengetahui perubahan mutu selama penyimpanan dilakukan beberapa pengujian fisik (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, kadar air) yang dilakukan setiap hari sampai sayuran menunjukkan tanda pembusukkan. Prosedur penelitian tahap 2 dapat dilihat pada Gambar 5.
9 Pemanenan
Sortasi dan trimming
Penimbangan bahan (@100 gram, 3 ulangan)
Penyimpanan bahan dalam suhu ruang (27-30oC)
Penyimpanan bahan dalam lemari pendingin (20oC, 13oC)
Perekaman data dan pengamatan
- Kandungan klorofil daun - Warna daun - Uji tarik daun - Kekerasan batang - Susut bobot - Kadar air - Organoleptik (warna, kekerasan dan kesegaran)
-T
bahan -Konsentrasi CO2 dan O2 - RH
Analisis data Suhu bahan optimum
A Gambar 4 Diagram penelitian Tahap 1 untuk menentukan suhu bahan terbaik
10 Pemanenan
Sortasi dan trimming
Penimbangan bahan (@250 gram, 3 ulangan)
Perlakuan hydrocooling untuk mencapai suhu bahan optimum
A
Suhu air 100 C
Suhu air 50 C
- T bahan - Waktu
Perekaman data Penyimpanan bahan
Suhu130 C
Suhu ruang
Pengukuran parameter kesegaran
Analisis hasil penelitian
- Kandungan klorofil - Warna Daun - Kekerasan petiol - Uji tarik daun - Susut bobot - Kadar air
Selesai
Gambar 5 Diagram alir penelitian Tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman terbaik
11 Pengamatan dan Analisa 1. Kadar Air Kadar air dihitung dengan cara menimbang bahan yang telah dioven dengan timbangan analitik dan membandingkannya dengan bobot awal sebelum dimasukkan kedalam oven. Bagian sawi yang diukur kadar airnya adalah bagian daun dan batang (petiol). Pertama-tama cawan kosong dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sejumlah sampel dimasukkan dalam cawan, kemudian ditimbang, cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (1): Kadar air (%bb) =
Berat air (g) Berat total sample(g)
x 100%
(1)
2. Kekerasan Batang Kekerasan sawi hijau diukur pada petiolnya dengan menggunakan Rheometer yang diset dengan mode 20, beban maksimum 2 kg, dalam penekanan 30 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plunger jarum 5 mm. Bahan ditekan pada 3 bagian (pangkal, tengah dan ujung petiol) dan hasil pengukuran dari ketiga bagian dirata-rata. Pengukuran kekerasan ini dilakukan setiap hari selama pengamatan. Proses pengukuran dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Proses pengukuran kekerasan batang sawi hijau dengan rheometer 3. Warna Pengukuran dilakukan pada daun sawi hijau yang berwarna hijau (daun) dengan 5 kali ulangan. Pengukuran pada bagian daun digunakan untuk melihat kecenderungan terjadinya pemudaran warna hijau selama penyimpanan. Sistem notasi warnanya dinyatakan dengan menggunakan system Hunter. Komponen warna yang diukur adalah L (kecerahan), a (warna merah/positif, warna hijau/negatif), dan b (warna kuning/positif, warna biru/negatif). Cara mengukurnya, alat sensor Chromameter diletakkan dipermukaan daun sawi hijau sehingga tidak terdapat celah diantara alat sensor Chromameter dengan daun yang mengakibatkan cahaya dapat masuk dan keluar permukaan sensor ke lingkungan. Setelah siap, tombol pengaktif pengukuran ditekan sehingga lampu sumber cahaya menyala dan reflektannya terukur (Gambar 7).
12
Gambar 7 Proses pengukuran warna daun sawi hijau dengan chromameter 4. Uji Tarik Daun Pengukuran tingkat kelayuan daun sawi hijau dilakukan dengan uji tarik. Alat yang digunakan yaitu universal testing machine dengan beban maksimal 0.25 kN dan kecepatan tarik 20mm/menit dengan ukuran daun sawi yang ditarik adalah (8 x 3) cm, Uji tarik ini dilakukan pada setiap hari selama pengamatan. Setiap pengujian, digunakan 3 buah sampel daun/perlakuan. Proses pengukuran uji tarik dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Proses pengukuran uji tarik daun sawi hijau menggunakan universal testing machine 5. Uji Kandungan Klorofil Pengukuran kadar klorofil menggunakan Spectrophotometer yang dilakukan di Laboratorium Analysis and Chromatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Untuk sawi yang disimpan disuhu ruang, pengukuran kadar klorofil dilakukan setiap hari, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada lemari pendingin, pengukuran dilakukan pada hari ke 0, 3, 6 dan 9, dimana pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Pengukuran kadar klorofil sawi hijau dilakukan dengan menetapkan klorofil a dan b dengan mengukur absorbansi dari filtrat menggunakan spectrophotometer. Pertama spectrophotometer dipanaskan selama 10-15 menit. Tempat sampel dikosongkan untuk penyesuaian angka nol, dan memilih panjang
13 gelombang. Sampel berisi larutan dimasukkan kedalam tempat yang sudah diadjust, dan dilakukan pembacaan kadar klorofil. 6. Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali ulangan selama proses penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus persamaan 2 sebagai berikut: Susut bobot (%) =
𝑊−𝑊𝑎 𝑊
x 100%
(2)
Dimana: W = Bobot bahan pada awal penyimpanan (g) Wa = Bobot bahan pada akhir penyimpanan (g) 7. Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi dilakukan untuk menentukan konsumsi O2 dan produksi CO2 pada sawi hijau setelah penyimpanan. Sawi hijau yang telah dipanen ditimbang (100 ± 10 gr) dan dimasukkan kedalam jar gelas dengan volume 3310 ml. Jar gelas ditutup dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara gelas, ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk jar gelas. Selanjutnya, pipa plastik ditutup dengan menggunakan penjepit, kemudian jar gelas yang berisi sawi hijau disimpan pada suhu ruang, suhu 20oC dan suhu 13oC. Pada saat pengukuran respirasi, kedua selang tersebut dihubungkan ke Cosmotector untuk mengukur CO2 dan O2 (Gambar 9).
Gambar 9 Proses pengukuran laju respirasi CO2 dan O2 menggunakan cosmotector Pengukuran gas didalam jar gelas dilakukan 2 jam sekali setiap hari selama 6 jam, sampai sawi menunjukkan tanda pembusukkan. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989): R = 𝑉⁄𝑊 ×𝑑𝑥⁄𝑑𝑡 Dimana:
R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas wadah (ml) W = berat sampel (kg) 𝑑𝑥⁄ = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam) 𝑑𝑡
(3)
14 8. Uji Organolepetik Uji organoleptik yang akan digunakan adalah uji hedonik yang menyangkut penilaian 10 orang panelis terhadap sifat produk. Dalam uji ini, panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan atau ketidaksukaannya. Pengujian ini menggunakan skor dengan tujuh skala kesukaan (1-7). Parameter yang diuji secara organoleptik dari sawi hijau adalah warna, kesegaran batang dan daun, serta kekerasan batang. Skor 3 merupakan batas penerimaan konsumen terhadap parameter yang diujikan. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua factor dan tiga kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah: H : Suhu hydrocooling (0C) H1 : 50 C H2 : 100C S : Suhu penyimpanan (0C) S1 : ruang (25-300C) S2 : 130C
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1 Pengaruh Suhu Bahan Terhadap Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Selama Periode Simpan Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghambat laju penurunan produk sayur-sayuran seperti sawi hijau, salah satunya dengan memberi perlakuan precooling setelah pemanenan. Namun, sebelum mendapatkan suhu precooling yang optimal, diperlukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan suhu bahan optimal. Penelitian pendahuluan tersebut dilakukan dengan memberikan perlakuan penyimpanan terhadap sawi hijau kemudian mengukur laju respirasi dan parameter mutunya. Untuk mendapatkan suhu bahan optimal pada sawi hijau, dilakukan penyimpanan pada beberapa perlakuan suhu, yaitu suhu ruang, suhu 20oC dan suhu 13oC. Penurunan suhu bahan sawi hijau sampai mendekati suhu lingkungannya ditunjukkan oleh Gambar 10. Sawi hijau dapat mencapai suhu 13oC setelah 50 menit. Sementara itu, untuk mencapai suhu bahan 20oC juga dibutuhkan waktu 50 menit, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu ruang, suhu bahannya sudah stabil sejak awal penyimpanan. Suhu yang dicapai oleh bahan ini berpengaruh pada laju respirasi sawi hijau.
15
Suhu Bahan (OC)
30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 0
20
40
60
80
100
Menit KePerlakuan suhu penyimpanan 13°C
Perlakuan suhu penyimpanan 20°C
Perlakuan suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 20°C)
Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 10 Penurunan suhu bahan sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Sawi hijau adalah komoditi yang masih hidup. Komoditi tersebut tetap bernafas, mengambil O2 dan menghasilkan CO2, uap air dan panas. Pantastico (1986) mengatakan bahwa laju respirasi dianggap sebagai indikator aktivitas metabolisme yang masih berjalan, oleh karena itu sering dianggap sebagai potensi daya simpan sayuran setelah panen. Komoditas dengan laju respirasi lebih tinggi cenderung memiliki waktu penyimpanan lebih pendek dibandingkan komoditas dengan laju respirasi rendah (Saltveit 2004). Laju respirasi sawi hijau pada berbagai suhu penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 11. Pengukuran respirasi dilakukan selama penyimpanan sampai sawi hijau mengalami pembusukkan. Seperti yang terlihat pada gambar, sawi yang disimpan pada suhu ruang mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi dari pada sawi yang disimpan pada suhu 200C dan 130C. Hal ini terjadi akibat pengaruh suhu bahan yang dicapai oleh sawi hijau selama dilakukan penyimpanan. Rata-rata laju pengeluaran CO2 sawi pada suhu 130C adalah 6.37 ml/kg.jam, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada suhu 200C, laju respirasi rata-rata adalah 7.33 ml/kg.jam dan untuk penyimpanan disuhu ruang, laju respirasi rata-rata 12.07 ml/kg.jam. Sawi yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu 200C dan 130C bertahan sampai hari ke-8. Untuk sawi disuhu ruang, puncak respirasi CO2 terjadi pada hari ke-3, sedangkan untuk sawi disuhu 200C dan 130C, puncak peningkatan respirasi terjadi pada hari ke-7. Peningkatan laju respirasi ini menandakan terjadinya kemunduran kualitas sawi hijau yang mengarah pada pembusukkan. Utama (2001) mengatakan bahwa semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.
Laju respirasi (ml/kg.jam)
16 20
y = 0,7151x2 - 0,8599x + 9,4992 R² = 0,8628
y = -0,0564x2 + 0,8908x + 5,0459 R² = 0,1215
15 10
y = 0,0031x2 + 0,2433x + 5,0465 R² = 0,1208
5 0 0
2
4
6
8
10
12
Hari kesuhu penyimpanan 13°C suhu penyimpanan 27°C Poly. (suhu penyimpanan 20°C)
suhu penyimpanan 20°C Poly. (suhu penyimpanan 13°C) Poly. (suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 11 Grafik perbandingan laju respirasi CO2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Laju respirasi (ml/kg.jam)
Grafik laju konsumsi O2 yang ditunjukkan oleh Gambar 12 menunjukkan konsumsi O2 sawi hijau pada suhu ruang tertinggi dibandingkan dengan suhu penyimpanan lainnya. Konsumsi O2 pada sawi yang disimpan disuhu ruang bersifat fluktuatif, sedangkan untuk suhu 200C dan 130C, konsumsi berkecenderungan menurun diawal penyimpanan dan naik diakhir penyimpanan dengan perubahan konsumsi relatif rendah per harinya. Rata-rata laju konsumsi O2 sawi pada suhu 130C adalah 3.72 ml/kg.jam, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada suhu 200C, laju respirasi rata-rata adalah 6.59 ml/kg.jam dan untuk penyimpanan disuhu ruang, laju respirasi rata-rata 11.90 ml/kg.jam. Berdasarkan laju respirasi CO2 dan laju konsumsi O2 tersebut, penyimpanan dengan suhu 13oC merupakan perlakuan terbaik karena dapat menurunkan laju respirasi sehingga dapat mempertahankan masa simpannya. Penurunan suhu mampu menghambat reaksi kimiawi dan kegiatan enzim yang berpengaruh pada laju respirasinya. 20
y = 0,6075x2 - 0,9525x + 10,159 R² = 0,5729
15
y = 0,0943x2 - 0,6717x + 7,1358 R² = 0,3324
10 5
y = 0,0789x2 - 0,7883x + 4,9015 R² = 0,6523
0 0
2
4
6
8
10
12
Hari kesuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 20°C
suhu penyimpanan 27°C
Poly. (suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
Poly. (suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 12 Grafik perbandingan laju respirasi O2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
17 Selama proses respirasi tersebut, sawi hijau kehilangan air dan karbon hasil respirasi. Selain itu, respirasi juga menghasilkan panas yang akan meningkatkan proses transpirasi sehingga terjadi kehilangan air selama penyimpanan. Kehilangan air pada bahan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan tekstur yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas. Akibatnya, bahan terlihat layu dan mengurangi tingkat penerimaan konsumen. Susut bobot sawi hijau dapat dilihat pada Gambar 13. y = -0,9893x2 + 18,603x + 0,1454 R² = 0,9997
Susut Bobot (%)
100,00 80,00
y = -1,7122x2 + 23,536x + 3E-14 R² = 1
60,00
y = -0,2812x2 + 9,8317x - 0,3327 R² = 0,9996
40,00 20,00 0,00 0
2
4
Hari ke-
Suhu penyimpanan 13°C Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
6
8
10
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 13 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Penurunan bobot sawi hijau sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan. Sawi hijau yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sawi yang disimpan disuhu 200C dan 130C. Seperti yang terlihat Gambar 13, grafik peningkatan susut bobot sawi yang disimpan pada suhu ruang terlihat lebih curam dibandingkan dengan dua suhu lainnya. Artinya, penyimpanan disuhu dingin menghambat terjadinya penurunan bobot karena suhu dingin dapat menghambat proses respirasi dan mengurangi proses transpirasi yang terjadi pada sawi hijau. Menurut Kays (1991) suhu mempengaruhi mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata. Saat kondisi suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami mengalami penutupan. Susut bobot sangat berkaitan dengan kehilangan air. Jumlah kehilangan air akibat transpirasi dan respirasi direpresentasikan dalam grafik kadar air pada Gambar 14 dan 15. Air yang terkandung dalam batang lebih banyak dibandingkan dengan kadar air pada daun sawi. Rata-rata kadar air batang awal sebesar 94.32%, sedangkan rata-rata kadar air daun awal sebesar 89.30%. Gambar 14 dan 15 menunjukkan bahwa kadar air batang dan daun mengalami fluktuasi selama penyimpanan, namun secara umum selama penyimpanan, kadar air batang dan daun mengalami penurunan. Fluktuasi nilai ini terjadi karena penggunaan sampel yang berbeda saat dilakukan pengukuran. Seperti yang ditunjukkan Gambar 14, pada hari ke-4 terjadi penurunan signifikan kadar air batang sawi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 200C, sedangkan penurunan signifikan kadar air batang sawi hijau terjadi pada hari ke-10. Kadar air daun sawi hijau juga cenderung mengalami
18
Kadar Air (%)
penurunan selama penyimpanan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15. Penurunan tertinggi terjadi pada sawi yang disimpan pada suhu ruang, sedangkan penurunan terendah terjadi pada sawi yang disimpan pada suhu 130C. Penyimpanan dingin mampu mempertahankan kadar air yang terkandung dalam batang sawi hijau. Menurut Utama (2001), penyimpanan dengan menggunakan suhu rendah mampu mengurangi proses transpirasi akibat panas yang dihasilkan dari proses respirasi. y = 0,0783x2 - 0,6691x + 95,79 R² = 0,5278
97,00 94,00 91,00 88,00 85,00 82,00 79,00 76,00
y = -0,1482x2 + 0,132x + 96,303 R² = 1
0
2
y = -0,0471x2 + 0,1622x + 95,728 R² = 0,9053
4
Hari ke-
6
Suhu penyimpanan 13°C Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
8
10
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Kadar Air (%)
Gambar 14 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 97,00 94,00 91,00 88,00 85,00 82,00 79,00 76,00
y = 0,0036x2 - 0,2891x + 89,229 R² = 0,4564 y = -0,0782x2 + 0,0495x + 88,959 R² = 0,7256
y = -1,7151x2 + 3,6827x + 89,328 R² = 1
0
2
4
6
8
10
Hari keSuhu penyimpanan 13°C Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 15 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Penurunan kadar air batang dan daun sawi hijau mempengaruhi nilai kesukaan konsumen terhadap kesegaran sawi hijau pada uji organoleptik (Gambar 16). Pengamatan organoleptik dengan parameter kesegaran batang dan daun dimaksudkan untuk mendapatkan penilaian konsumen mengenai tingkat kelayuan sawi hijau selama penyimpanan.
19
Nilai Organoleptik
7 6
5,9
5,4 5,2
5
4,7 4,9
4
3,6
3,3
2,8
3
2,4
2,1 2,3
2 1 0 0
2
4
6
Hari keSuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 20°C
Suhu penyimpanan 27°C
Gambar 16 Pengujian organoleptik untuk parameter kesegaran daun dan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis perlakuan suhu penyimpanan Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 16, penurunan tingkat kesukaan yang cukup tinggi terjadi pada hari ke-4. Sawi yang disimpan pada suhu 13oC menunjukkan nilai kesukaan yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan sawi yang disimpan pada dua suhu penyimpanan lainnya. Jika dikaitkan dengan grafik penurunan kadar air batang dan daun (Gambar 14 & 15), kadar air sawi yang disimpan pada suhu 13 oC dihari ke-4 masih lebih tinggi dibandingkan dengan dua suhu penyimpanan lainnya. Konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 20oC pada hari ke-4, sedangkan dihari ke-6, konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu 13oC. Selain berpengaruh terhadap kesukaan konsumen, kehilangan air yang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi juga berpengaruh terhadap tekstur produk. Bila air yang ditranspirasikan tidak dikendalikan, maka produk akan cepat menjadi layu. Pengukuran kekerasan adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas tekstural produk segar hortikultura. Ketegaran (kekerasan) sayuran berpengaruh terhadap tampilan kesegaran yang menjadi tolak ukur konsumen saat memilih produk. Selama penyimpanan, nilai kekerasan berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai kekerasan pada sawi bersifat fluktuatif karena sampel pengamatan yang digunakan untuk mengukur kekerasan tidak sama sampai akhir penyimpanan (pengamatan destruktif). Secara umum, kekerasan batang sawi hijau cenderung menurun selama penyimpanan. Cenderung menurunnya kekerasan pada sawi menunjukkan batang mengalami pelayuan selama disimpan. Pelayuan ini disebabkan oleh hilangnya air yang terkandung di dalam batang. Penurunan kekerasan ini seiring dengan penurunan kadar air yang terkandung dalam batang, yang ditunjukkan pada Gambar 13. Suhu penyimpanan yang tinggi mengakibatkan sayuran menjadi kehilangan cairan sehingga sayuran layu dan mengering. Kekerasan batang sawi hijau yang disimpan pada suhu 130C lebih tinggi dibandingkan sawi yang disimpan pada kedua suhu lainnya. Hal ini dikarenakan terjaganya kadar air pada batang sawi hijau selama penyimpanan pada suhu 130C.
20
Tekanan (kPa)
600,00
y = -7,9536x2 + 40,004x + 371 R² = 1
500,00 400,00 300,00
y = 0,6078x2 - 22,11x + 435,07 R² = 0,5184
200,00
y = -4,328x2 + 27,982x + 391,35 R² = 0,3446
100,00 0,00 0
2
4
Hari ke-
6
Suhu penyimpanan 13°C Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
8
10
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 17 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Perubahan kekerasan batang selama penyimpanan memepengaruhi nilai kesukaan konsumen pada uji organoleptik. Pengujian organoleptik batang dinilai konsumen dari kemudahannya mematahkan batang sawi hijau. Berdasarkan skor penilaian konsumen terhadap kekerasan batang yang ditunjukkan oleh Gambar 18, waktu kritis terjadi pada hari ke-4. Nilai kesukaan tertinggi ditunjukkan pada sawi yang disimpan disuhu 13 oC. Nilai kesukaan terhadap kekerasan batang sawi ini berhubungan dengan parameter pengukuran kekerasan batang sawi (Gambar 17). Pada hari ke-4, parameter kekerasan batang sawi hijau menunjukkan bahwa sawi yang disimpan disuhu 13 oC lebih tinggi nilai kekerasannya dibanding sawi yang disimpan di dua suhu lainnya. Konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu ruang Pada hari ke-4. Pada hari ke-6, konsumen juga sudah tidak menyukai sawi hijau yang disimpan pada suhu 20oC dan 13oC. 7
Nilai Organoleptik
6
6
5,7 5,7 4,3 4,5 4,4
5
3,7
4
3,2
3
2
2
1,9 2,1
1 0 0
2
4
6
Hari keSuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 20°C
Suhu penyimpanan 27°C
Gambar 18 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Selain pengujian kekerasan batang, pengujian tarik juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran daun sawi selama penyimpanan. Tekstur daun
21
Beban tarik (kN)
merupakan hal yang paling penting dalam menentukan kualitas sawi hijau (Kohyama,2008). Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 19, tren uji tarik cenderung menurun pada akhir masa penyimpanan. Uji tarik ini menggambarkan kerenyahan daun. Menurut hasil penilitian Fatima (2013), penurunan kerenyahan daun terjadi karena air pada daun terus menguap. Penurunan tersebut ditandai dengan kondisi daun sawi hijau yang layu dan mudah sobek. Muchtadi (1992) menjelaskan bahwa komoditi yang berupa daun mempunyai tendensi untuk menguapkan air lebih cepat karena luas permukaannya yang tinggi. 0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0
y = -7E-05x2 - 3E-06x + 0,0053 R² = 1
y = -4E-05x2 + 0,0006x + 0,0028 R² = 0,4654
y = 2E-05x2 - 0,0001x + 0,0037 R² = 0,0955
0
2
4
6
8
10
Hari keSuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 20°C
Suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 19 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Klorofil merupakan salah satu zat warna (pigmen) pembentuk warna hijau dalam daun sayur-sayuran. Klorofil sangat mudah mengalami degradasi setelah tanaman dipanen dan selama dilakukan penyimpanan, hal ini dibuktikan oleh Gambar 20. Pendegradasian klorofil ini mengakibatkan perubahan warna yang terjadi pada daun sawi, sehingga klorofil dapat dijadikan sebagai indikator kesegaran sayur-sayuran berdaun khususnya sawi hijau. Secara umum, kandungan klorofil cenderung menurun pada hari terakhir penyimpanan sawi hijau. Peningkatan klorofil pada sawi hijau yang disimpan pada suhu 130C di hari ke-4 terjadi karena sampel yang digunakan tidak sama. Sawi yang disimpan pada suhu 130C lebih dapat mempertahankan kandungan klorofilnya. Menurut Roiyana et all (2011), sayuran yang disimpan pada suhu rendah akan mengalami penurunan laju respirasi yang mengakibatkan aktivitas enzim klorofilase terhambat sehingga menghambat pendegradasian senyawa klorofil. Hal ini membuktikan bahwa suhu rendah dapat mempertahankan kandungan klorofil dalam daun.
Kandungan klorofil (umol/100cm2)
22 6,00 y = -0,0677x2 + 0,4844x + 3,965 R² = 1
5,00 4,00 3,00
y = 0,0348x2 - 0,5381x + 4,625 R² = 1
y = -0,6275x + 5,105 R² = 1
2,00 1,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Hari keSuhu penyimpanan 13°C Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 20 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Pendegradasian kandungan klorofil berpengaruh pada perubahan warna daun. Warna daun merupakan salah satu indikator yang paling mudah dilihat untuk mengetahui kesegaran sawi hijau. Gambar 22 menunjukkan tren penurunan nilai a daun sawi hijau. Nilai a menunjukkan perubahan warna hijau pada daun. Artinya, semakin berkurang nilai a pada daun yang diukur, semakin pudar warna hijau pada daun dan cenderung menuju ke hitam seperti yang ditunjukkan diagram Hunter pada Gambar 21.
Gambar 21 Diagram Hunter Gambar 22 menunjukkan bahwa penurunan nilai a paling cepat terjadi pada sawi yang disimpan disuhu ruang. Hal ini dikarenakan, penyimpanan pada suhu ruang dapat mempercepat degradasi pigmen klorofil pada daun sawi, sedangkan penyimpanan pada suhu dingin dapat menghambat terjadinya pendegradasian tersebut. Pada suhu ruang, kegiatan metabolisme respirasi meningkat yang mengakibatkan proses degradasi klorofil berjalan cepat (Roiyana et all, 2011).
23 0,00
Nilai a
-3,00
0
2
4
6
-12,00
10
y = 0,1224x2 - 0,3059x - 12,857 R² = 0,907
-6,00 -9,00
8
y = 0,0532x2 + 0,4635x - 13,351 R² = 1
-15,00
y = 0,0517x2 - 0,1151x - 12,977 R² = 0,9859
Hari keSuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 20°C
Suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 22 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Perubahan nilai a daun sawi hijau berakibat pada nilai kesukaan konsumen pada uji organoleptik. Berdasarkan rata-rata penilaian 10 orang panelis terhadap warna daun sawi hijau, semua konsumen masih menyukai sawi hijau pada hari ke0 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 23. Nilai kesukaan terhadap warna daun sawi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 20 oC menurun drastis pada hari ke4. Hal ini seiring dengan penurunan nilai a yang cukup tinggi pada hari ke-4 yang ditunjukkan oleh Gambar 22. Konsumen sangat tidak menyukai warna daun sawi setelah masa simpan mencapai hari ke-4 karena sawi hijau sudah mengalami pembusukkan. Untuk sawi yang disimpan pada suhu 20oC dan 13oC, konsumen mulai merasa tidak suka pada hari ke-6. 6
Nilai Organoleptik
5
4,8
5,1 5,3
4,8
4,5
4
3,5
3,4
2,6
3 2
2,5 1,5
1,9
1 0 0
2
4
6
Hari keSuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 20°C
Suhu penyimpanan 27°C
Gambar 23 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Seiring dengan itu, nilai b mengalami tren peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 24. Peningkatan nilai b ini menunjukkan bahwa daun
24 sawi hijau semakin kuning. Peningkatan nilai b pada daun sawi yang disimpan pada suhu ruang adalah peningkatan yang paling tajam dibandingkan dengan daun yang disimpan pada dua suhu lainnya. Suhu rendah dianggap mampu menjaga warna daun sehingga tidak mempercepat terjadinya penguningan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, aktivitas enzim klorofilase semakin meningkat untuk mendegradasi senyawa klorofil menjadi warna kuning (Roiyana et all, 2011) 30,00 25,00
Nilai b
y = -0,1493x2 + 1,8964x + 17,066 R² = 0,595
y = -0,4439x2 + 3,6398x + 17,454 R² = 1
20,00
y = 0,0166x2 + 0,191x + 17,905 R² = 0,5575
15,00 10,00 5,00 0,00 0
2
4
Hari ke-
6
8
Suhu penyimpanan 13°C) Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
10
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 24 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Nilai L
Selama penyimpanan, nilai L juga cenderung meningkat (Gambar 25). Meningkatnya nilai L ini berkaitan dengan meningkatnya kecerahan daun sawi hijau selama penyimpanan. Semakin tinggi perubahan kecerahan semakin cepat sawi menuju kelayuan atau kerusakan. Daun sawi yang disimpan pada suhu ruang, lebih cepat mengalami peningkatan kecerahan daun dibandingkan daun yang disimpan pada suhu 20oC dan 13oC. Artinya, suhu rendah lebih dapat mempertahankan warna hijau daun sawi hijau. 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
y = -0,2072x2 + 2,6696x + 40,167 R² = 0,6586
y = -0,5457x2 + 4,1195x + 41,208 R² = 1
y = 0,0764x2 - 0,3011x + 41,941 R² = 0,6181
0
2
4
6
8
10
Hari keSuhu penyimpanan 13°C Suhu penyimpanan 27°C Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)
Suhu penyimpanan 20°C Poly. (Suhu penyimpanan 13°C) Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)
Gambar 25 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
25 Dari pengukuran parameter-parameter mutu dan kesegaran sawi hijau, dapat disimpulkan bahwa suhu bahan optimal untuk sawi hijau adalah 13 oC. Hasil tersebut digunakan untuk melakukan penelitian tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan waktu perendaman dalam mencapai suhu bahan optimal.
Tahap 2 Menentukan Kombinasi Suhu Air Hydrocooling dan Waktu Perendaman Untuk Menghasilkan Suhu Bahan Yang Diharapkan Serta Mengetahui Penurunan Mutu Bahan Selama Penyimpanan Tahap hydrocooling ini dimaksudkan untuk mendapatkan kombinasi suhu air dan waktu yang optimum untuk penanganan pascapanen sawi hijau. Menurut Kays (1991), hydrocooling merupakan metode yang biasa dimanfaatkan untuk sayuran berdaun, seperti sawi hijau. Hydrocooling diharapkan dapat menghambat penurunan mutu sawi hijau. Pada metode hydrocooling ini, suhu air yang digunakan sebagai pendingin adalah 5oC dan 10oC. Hydrocooling ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu bahan (25oC) agar mencapai suhu optimal, yaitu 13oC. Berdasarkan hasil pengukuran, kombinasi yang dilakukan untuk menurunkan suhu tumpukan bahan sampai mencapai optimum (13oC) menggunakan suhu pendingin 5oC rata-rata dengan waktu 3.1 detik, sedangkan bila menggunakan suhu 10oC ratarata membutuhkan waktu 3.9 detik, seperti yang ditunjukkan oleh Lampiran 3. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan chart Gurney Lurie yang ditunjukkan oleh Lampiran 1, terdapat perbedaan antara waktu perendaman yang didapat dari hasil pendugaan dengan waktu perendaman yang didapat dari pengukuran sebenarnya. Hal ini dikarenakan, pada saat dilakukan pengukuran sebenarnya, termocouple hanya mampu mengukur suhu permukaan bahan. Untuk mengetahui keefektifan kombinasi suhu air dan lama perendaman tersebut dalam mempertahankan kesegaran sawi hijau, dilakukan penyimpanan dan pengukuran beberapa parameter mutu selama penyimpanan. Kandungan klorofil Berdasarkan analisa sidik ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 4, perlakuan hydrocooling berpengaruh nyata pada perubahan kandungan klorofil daun sawi hijau hanya dihari kedua, sedangkan pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terjadi pada hari ketiga. Tidak ada interaksi yang berpengaruh nyata sampai hari terakhir penyimpanan. Secara umum, kandungan klorofil cenderung mengalami penurunan (Gambar 26).
Kandungan Klorofil (umol/100cm2)
26 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 26 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Warna Berkurangnya kandungan klorofil berpengaruh langsung pada perubahan warna daun. Nilai L dan b akan cenderung meningkat, sedangkan nilai a akan cenderung menurun seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 27 sampai 29. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 5, pengaruh hydrocooling terhadap perubahan nilai L daun sawi terjadi pada hari pertama dan hari kedua, sedangkan pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terjadi pada hari kedua dan ketiga. Interaksi antara hydrocooling dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh sampai hari terakhir penyimpanan. Gambar 27 menunjukkan bahwa selama penyimpan , nilai L cenderung meningkat. 60
Nilai L
50 40 30 20 0
2
4
6
8
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 27 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
27 Berdasarkan uji statistik yang ditunjukkan oleh Lampiran 6, terdapat pengaruh nyata perlakuan hydrocooling terhadap perubahan nilai a daun sawi pada hari pertama setelah penyimpanan, sedangkan pengaruh nyata perlakuan suhu terhadap nilai a terjadi pada hari kedua dan ketiga. Interaksi antara hydrocooling dan suhu penyimpanan terjadi pada hari pertama. Interaksi yang berpengaruh adalah H2S1. Berdasarkan tren yang ditunjukkan Gambar 28, terjadi penurunan nilai a daun sawi selama penyimpanan. 0
Nilai a
-4
0
2
4
6
8
10
-8 -12 -16 -20
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 28 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Dari hasil analisa sidik ragam yang ditunjukkan Lampiran 7, pengaruh hydrocooling terhadap nilai b daun sawi hijau terlihat pada hari pertama setelah penyimpanan, sedangkan pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terlihat sejak hari pertama hingga hari ketiga. Interaksi hydrocooling dan suhu penyimpanan terjadi pada hari pertama setelah penyimpanan. Pengaruh nyata terjadi pada interaksi perlakuan H1S1, H1S2 dan H2S2. Gambar 29 menunjukkan terjadinya peningkatan nilai b daun sawi hijau selama penyimpanan karena adanya pendegradasian kandungan klorofil. 35
Nilai b
28 21 14 7 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 29 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
28 Kadar air Kadar air pada penelitian ini diukur pada bagian daun dan batang. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kadar air daun menurun selama penyimpanan, sedangkan kadar air batang meningkat seperti yang ditunjukkan Gambar 30 dan 31. Sidik ragam yang ditunjukkan oleh Lampiran 8, menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling mempunyai pengaruh terhadap kadar air daun yang terjadi pada hari ke-3 dan ke-9, sedangkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar air daun hanya terlihat pada hari ke-3. Pada hari pertama setelah penyimpanan, terdapat pengaruh nyata antara interaksi perlakuan hydrocooling dan suhu penyimpanan terhadap kadar air daun. Interaksi yang berpengaruh adalah perlakuan H2S2. Gambar 30 menunjukkan tren penurunan kadar air daun sawi hijau selama penyimpanan. 100,00 Kadar Air (%)
95,00 90,00 85,00 80,00 75,00 0
2
4
6
8
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 30 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Untuk kadar air batang sawi hijau, hasil statistik pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa hydrocooling berpengaruh nyata pada hari ke-2, ke-4 dan ke9. Pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terlihat pada hari ke-3. Interaksi antara perlakuan hydrocooling dan suhu penyimpanan juga terlihat pada hari ke-3 saja sementara dihari lainnya tidak ada perbedaan. Interaksi yang berpengaruh adalah H2S2. Dari Gambar 31 terlihat bahwa, kadar air batang sawi cenderung meningkat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh perlakuan hydrocooling dan penggunaan kemasan yang cenderung menyebabkan penyerapan air di bagian batang sawi.
29 97,00
Kadar Air (%)
95,00 93,00 91,00 89,00 87,00 0
2
4
6
8
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 31 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau dala berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Perlakuan hydrocooling menggunakan suhu 10oC mampu mempertahankan kadar air batang, hal ini juga didukung oleh Gambar 32. a
b Gambar 32 Perbandingan sawi yang dihydrocooling suhu 5oC (a) dengan hydrocooling dengan suhu 10oC (b) Dari Gambar 32 di atas, menunjukkan bahwa sawi yang di-hydrocooling menggunakan suhu 5oC terlihat lebih layu dibandingkan dengan sawi yang dihydrocooling dengan suhu 10oC. Hal ini mungkin disebabkan suhu hydrocooling 5oC mengakibatkan rusaknya sel dan jaringan bahan sehingga berdampak pada kelayuan bahan. Susut bobot Hasil sidik ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 10 mengungkapkan bahwa susut bobot tidak dipengaruhi oleh perlakuan hydrocooling dan suhu penyimpanan. Selama penyimpanan, susut bobot mengalami tren peningkatan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 33.
30 45
Susut Bobot (%)
36 27 18 9 0 0
2
4
6
8
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 33 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Uji tarik daun Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa pengaruh nyata akibat hydrocooling terhadap uji tarik hanya terjadi pada hari pertama setelah penyimpanan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34, nilai beban tarik sangat berfluktuatif, namun secara umum sawi yang dihydrocooling dengan suhu 5oC memiliki kecenderungan meningkat, sedangkan sawi yang dihydrocooling dengan suhu 10oC cenderung menurun. 0,006
Beban Tarik (kN)
0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 0
2
4
6
8
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 34 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
31 Kekerasan batang sawi Secara statistik yang ditunjukkan oleh Lampiran 12, pengaruh hydrocooling terhadap perubahan kekerasan terjadi pada hari ke3 dan ke 4 serta hari ke 8. Secara umum hydrocooling mampu mempertahankan kekerasan batang sawi. Interaksi antar suhu dan perlakuan hidrocooling terlihat hari ke 2 saja sementara dihari yang lainnya secara statistik tidak berbeda untuk setiap interaksi perlakuan. Interaksi yang berpengaruh adalah H1S1 dan H2S2. Secara umum, tren kekerasan menunjukkan penurunan selama penyimpanan sepert yang ditunjukkan oleh Gambar 35. 700
Tekanan (kPa)
600 500 400 300 200 100 0 0
2
4
6
8
10
Hari KeH1S1
H2S1
H1S2
H2S2
Poly. (H1S1)
Poly. (H2S1)
Poly. (H1S2)
Poly. (H2S2)
Gambar 35 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Uji Statistik DMRT Dari uji statistik DMRT yang dilakukan pada semua parameter mutu kesegaran, hasil interaksi hydrocooling dan suhu penyimpanan yang berpengaruh nyata terhadap parameter mutu dirangkum pada Tabel 3. Bagian yang diberi tanda menunjukkan pengaruh nyata terbaik yang dihasilkan oleh interaksi hydrocooling dan suhu penyimpanan. Hasil interaksi yang terbaik ditentukan oleh banyaknya pengaruh nyata yang diakibatkan oleh perlakuan interaksi tersebut. Berdasarkan Tabel 3, sawi yang disimpan disuhu ruang, pengaruh nyata terbaik dihasilkan oleh interaksi H1S1, sedangkan untuk penyimpanan dingin, pengaruh nyata terbaik dihasilkan oleh interaksi H2S2.
32
Tabel 3 Pengharuh nyata terhadap interaksi perlakuan pada uji DMRT Hari 1 Perlakuan H1S1 H2S1 H1S2 H2S2
Kadar air daun Ab B B A
Hari 2
Nilai a
Nilai b
Kekerasan
a b a a
b a b b
a b ab a
Hari 3 Kadar air batang ab b ab a
Ket: aaaaa : Pengaruh nyata terbaik Kombinasi suhu air dan lama perendaman terbaik untuk penyimpanan pada suhu ruang adalah kombinasi suhu 5oC dengan lama perendaman 3.1 detik. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan suhu 5oC, suhu bahan lebih cepat diturunkan sehingga dapat lebih cepat menurunkan laju respirasi. Namun, jika dibandingkan dengan kontrol, penanganan dengan hydrocooling ini hanya mampu mempertahankan sawi hijau sampai hari ke-3 dikarenakan penggunaan plastik kemasan yang mengakibatkan uap air dan air hydrocooling terperangkap dan mempercepat kebusukan sawi hijau. Selain itu, RH rendah dan air yang digunakan untuk hydrocooling tidak menggunakan anti mikroba mengakibatkan pembusukkan yang lebih cepat. Menurut Dewi (2010) penggunaan zat kimia sebagai antimikroba adalah cara yang sering dipakai untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari air yang digunakan selama penanganan pascapanen produk sayuran dan buah-buahan, yaitu dengan menambahkannya kedalam air. Untuk penyimpanan pada suhu 13oC, kombinasi terbaik adalah suhu perendaman menggunakan 10oC dengan lama perendaman 3.9 detik. Hal ini dikarenakan penyerapan air lebih banyak dan lebih dapat mempertahankan kadar air sawi hijau. Selain itu, dengan melakukan penyimpanan dingin, laju respirasi dapat diperlambat dan aktivitas mikroba dapat terhambat, sehingga dapat lebih lama mempertahankan kesegaran sawi hijau. Dibandingkan dengan kontrol, perlakuan hydrocooling dapat lebih lama mempertahankan masa simpan sawi hijau pada suhu 13oC yaitu 9 hari.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Waktu yang dibutuhkan sawi hijau untuk mencapai suhu lingkungan (13 dan 20oC) rata-rata 50 menit, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu ruang sudah stabil sejak awal penyimpanan. Suhu bahan berpengaruh pada laju respirasi CO2 dan O2. Laju respirasi CO2 dan O2 pada sawi yang disimpan pada suhu ruang ratarata 12.07 dan 11.90 ml/kg.jam. Suhu bahan yang rendah mampu menurunkan laju
33 respirasi yang ditunjukkan oleh respirasi CO2 dan O2 sawi pada suhu 20 oC yaitu rata-rata 7.33 dan 6.59 ml/kg.jam dan sawi pada suhu 13oC dengan laju respirasi CO2 dan O2 rata-rata 6.37 dan 3.72 ml/kg.jam. Penyimpanan sawi hijau menggunakan suhu 13oC mampu mengurangi susut bobot, mempertahankan kadar air daun dan batang, menjaga kekerasan batang dan kerenyahan daun, mempertahankan kandungan klorofil daun, serta mampu memperlambat peningkatan kecerahan, peningkatan nilai b, dan penurunan nilai a daun sawi hijau. Berdasarkan penilaian konsumen terhadap warna daun, kekerasan batang dan kesegaran sawi hijau, konsumen menyukai sawi hijau yang disimpan disuhu ruang sampai hari ke-4, sedangkan untuk sawi hijau yang disimpan pada suhu 13oC, konsumen menyukainya hingga hari ke-6. Dalam penelitian pendahuluan, suhu 13oC dianggap mampu mempertahankan mutu sawi hijau. Hasil kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk mencapai suhu optimum (13oC) yang didapat dari penelitian, yaitu hydrocooling 5 oC dengan waktu 3.1 detik dan hydrocooling 10oC dengan waktu 3.9 detik. Parameter mutu sawi hijau setelah dilakukan hydrocooling berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil, nilai L, nilai a, nilai b, kadar air daun dan batang, serta kekerasan batang selama penyimpanan, sedangkan perlakuan suhu penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap hampir semua parameter kecuali uji tarik daun dan susut bobot. Untuk interaksi dari kedua perlakuan (hydrocooling dan suhu penyimpanan) hanya berpengaruh nyata terhadap nilai a, nilai b, kadar air daun dan batang sawi hijau serta kekerasan batang. Untuk penyimpanan pada suhu ruang, kombinasi terbaik adalah menggunakan suhu perendaman 5oC dengan waktu 3.1 detik, sedangkan kombinasi terbaik untuk sawi yang disimpan pada suhu 13oC adalah suhu perendaman 10oC dengan waktu 3.9 detik. Saran 1. Perlu dilakukan perbaikan pengukuran suhu bahan pada bagian batang, untuk mendapatkan suhu bahan yang sebenarnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan penambahan antimikroba pada air yang digunakan untuk hydrocooling. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh hydrocooling terhadap perubahan mutu sawi hijau yang disimpan pada suhu lingkungan sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Becker BR and Fricke BA. 2001. Hydrocooling Time Estimation Methods. Mechanical Engineering. University of Msissouri-Kansas City.
34 Cahyono B. 2003. Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau (PaiTsai).Yogyakarta (ID); Yayasan Pustaka Nusantara DeEll J. 2003. Cooling of Fresh Vegetables. Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs. Ontario. Dewi A. 2008. Pengaruh hydrocooling dan pengemasan terhadap mutu pak choi (Brassica rapa var. Chinensis) selama transportasi darat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Fatima GAY. 2013. Kajian Penggunaan Ice Gel Sebagai Media Dingin Pada Kemasan Untuk Distribusi Sawi Hijau (Brassica juncea L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Jobling J. 2000. Practical solution for temperature management. Sydney Postharvest Laboratory Information Sheet. www.postharvest.com.au. 6 Juli 2013. Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York : An AVI Book. Kohyama, K, Atshuhi T, Naoki S, Fumiyo H, Hitoshi Y. 2008. Tensile Test of Cabbage Leaves For Quality Evaluation of Shredded Cabbage. Ishikawa Agricultural Research Center 295-1 Bo, saida, kanzawa. Ishikawa 9203198, Japan. Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penangangan dan Pemamfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan. UGM Press. Yogyakarta. Roiyana M, Prihastanti E, Kasiyati. 2011. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Daun Stephania hernandifolia Walp. terhadap Kualitas Bahan Baku Cincau dan Penerimaan Konsumen. Hayati. Universitas Diponegoro Saltveit ME.2004.Respiratory metabolism.Mann Laboratory, Department of Vegetable Crops,University of California, Davis, CA Sargent SA, Talbot MT, dan Brecht JK.1988.Evaluating precooling methods for vegetable packing house operations.University of Florida, IFAS: Proc. Fla. State Hort. Soc. 101: 175-182 Thompson JF.1998.Pre-cooling and Storage Facilities.Department of Biological & Agricultural Engineering,University of California, Davis, CA 1998
35
Utama IMS. 2001. Penanganan pascapanen buah dan sayuran segar. Forum Konsultasi Teknologi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (21 November 2001) Utama IMS, Nocianitri KA, Pudja IARP. 2007.Pengaruh suhu air dan lama waktu perendaman beberapa jenis sayuran daun pada proses crisping. Agritrop, 26 (3): 117 -123
36 Lampiran 1 Perhitungan pendugaan waktu perambatan suhu dengan menggunakan Chart Gurney Lurie Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu pusat bahan sawi hijau dengan perlakuan hydrocooling menggunakan 5oC dan 10oC dapat diduga dengan parameter – paremeter berikut: k sawi hijau = 0.5335 J/m.s.oC ρ sawi hijau = 881 kg/m3 Cp sawi hijau = 3999 J/kg.oC Tm = 5 oC dan 10 oC To = 25 oC T = 13 oC L = 5 mm h = 250 J/s.m2C 𝑘
0.5335
α
=
Y5
=
m
=
n
= 0, karena pendugaan dilakukan untuk pusat bahan
𝜌 𝑥 𝐶𝑝
=
𝑇− 𝑇𝑚 𝑇𝑜−𝑇𝑚 𝑘 ℎ𝑥𝐿
=
=
881 𝑥 3999 13−5 25−5
= 0.4 , Y10 =
0.5335 250 𝑥 (
= 1.51 x 10-7 m2/s
0.005 ) 2
𝑇− 𝑇𝑚 𝑇𝑜−𝑇𝑚
=
13−10 25−10
= 0.2
= 0.85
Dari grafik, untuk suhu hydrocooling 5 oC, Fo = 0.4, sehingga pendugaan waktu yang dibutuhkan adalah: t=
𝐹𝑜 𝑥 L2 𝛼
=
0.4 𝑥 0.00252 1.51 x 10-7
= 16.51 s = 0.28 menit
Untuk suhu hydrocooling 10 oC, Fo = 0.85, sehingga pendugaan waktu yang dibutuhkan adalah: t=
𝐹𝑜 𝑥 L2 𝛼
=
0.85 𝑥 0.00252 1.51 x 10-7
= 35.08 s = 0.58 menit
37
38 Lampiran 2. Peralatan yang digunakan untuk penelitian 1. Cosmotector Alat ini digunakan mengukur laju respirasi sawi hijau.
2. Peralatan analisis kadar air Peralatan analisis kadar air ini meliputi cawan alumunium, oven dan desikator.
3. Timbangan analitik Timbangan analitik ini digunakan untuk menimbang cawan sebelum dan sesudah dimasukkan kedalam oven.
39 4. Timbangan Digital Timbangan digital digunakan mengukur bobot sawi hijau.
5. Rheometer CR-500 DX Rheometer CR-500DX digunakan untuk mengukur kekerasan batang sawi hijau dengan mode 20, beban maksimum 2 kg, dalam penekanan 30 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plunger jarum 5 mm.
6. Chromameter minolta tipe CR-400 Alat ini digunakan untuk mengukur warna daun sawi hijau.
40 7. Universal Testing Machine Universal Testing Machine ini digunakan untuk melakukan uji tarik terhadap daun sawi dengan beban maksimal 0.25 kN dan kecepatan tarik 20mm/menit. Alat ini dikendalikan melalui seperangkat komputer.
8. Hybrid recorder dan thermocouple Alat-alat ini digunakan untuk mengukur perubahan suhu air selama dilakukan hydrocooling.
9. Refrigerator Refrigerator ini digunakan untuk selama penyimpanan dingin.
41 10. Spectrophotometer Alat ini digunakan untuk mengukur kandungan klorofil dalam daun.
11. Alat-alat penunjang Ada beberapa alat penunjang pada penelitian ini seperti gelas ukur dan baskom
Lampiran 3 Tabel pengukuran lama perendaman untuk mencapai suhu optimal (13oC)
Waktu untuk mencapai suhu 13oC
Ulangan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
H suhu 5oC 3 3.2 2.8 3.1 2.9 3.1 3.1 2.9 3.3 2.7 3.5 3.5 3.3 3.1 3.5 3.13
H suhu 10oC 4.2 3.7 4.3 3.6 3.7 3.9 3.7 4.4 3.1 4.4 3.5 4.4 4.5 3.7 4 3.94
42 Lampiran 4 Analisa statistik kandungan klorofil daun sawi hijau (umol/100cm2) Hari keH1
1
2
3
3.805a
3.883a
2.438a
2.971a
0.792a
H2
3.83a
3.119b
2.752a
1.689a
1.168a
S1
3.818
3.501
0.831b 2.33
0.98
S2
4
5
6
4.359a
H1*S1
3.8
3.883
0.884a
H2*S1
3.83
3.119
0.778a
7
8
9
H1*S2
3.992a
2.971
0.792
H2*S2
4.726a
1.689
1.168
Lampiran 5 Analisa statistik nilai L daun sawi hijau Hari keH1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
38.65b
40.52b
44.69a
38.95a
42.47a
45.86a
49.07a
47.39a
47.16a
H2
42.13a
44.80a
45.84a
41.25a
42.89a
45.45a
49.32a
47.98a
48.57a
S1
41.57a
46.84a
51.57a
S2
39.22a
38.48b
38.96b
40.10
42.68
45.66
49.20
47.68
47.87
H1*S1
38.67a
44.11a
51.99a
H2*S1
44.48a
49.57a
51.15a
H1*S2
38.64a
36.93a
37.38a
38.95
42.47
45.86
49.07
47.39
47.16
H2*S2
39.79a
40.03a
40.53a
41.25
42.89
45.45
49.32
47.98
48.57
Lampiran 6 Analisa statistik nilai a daun sawi hijau Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
-12.70a
-13.01a
-10.55a
-13.69a
-13.60a
-11.69a
-10.75a
-8.34a
-7.7a
H2
-14.02b
-13.59a
-11.19a
-13.45a
-12.86a
-12.08a
-10.02a
-8.61a
-5.20a
S1
-13.85a
-13.98b
-8.63a
S2
-12.87a
-12.62a
-13.12b
-13.57
-13.23
-11.89
-10.38
-8.48
-6.45
H1*S1
-12.39a
-13.58a
-8.05a
H2*S1
-15.31b
-14.38a
-9.2a
H1*S2
-13.00ab
-12.43a
-13.04a
-13.69
-13.60
-11.69
-10.75
-8.34
-7.70
H2*S2
-12.73a
-12.80a
-13.19a
-13.45
-12.86
-12.08
-10.02
-8.61
-5.20
43 Lampiran 7 Analisa statistik nilai b daun sawi hijau Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
16.06b
20.09a
24.28a
20.08a
23.79a
27.93a
28.12a
30.41a
29.54a
H2
20.30a
23.64a
24.45a
20.18a
21.48a
24.01a
29.41a
30.28a
30.05a
S1
19.85a
27.04a
S2
16.52b
16.69b
31.05a 17.68b
20.13
22.64
25.97
28.76
30.35
29.79
H1*S1
15.66b
24.06a
31.31a
H2*S1
24.04a
30.02a
30.79a
H1*S2
16.47b
16.12a
17.24a
20.08
23.79
27.93
28.12
30.41
29.54
H2*S2
16.57b
17.27a
18.11a
20.18
21.48
24.01
29.41
30.28
30.05
Lampiran 8 Analisa statistik kadar air daun sawi hijau (%) Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
80.07a
88.72a
85.44b
89.10a
89.67a
88.40a
91.07a
88.87a
88.92b
H2
83.38a
88.73a
88.34a
89.88a
89.69a
89.68a
89.68a
90.30a
90.19a
S1
80.13a
88.20a
84.47b
S2
83.32a
89.25a
89.32a
89.49
89.68
89.04
90.37
89.59
89.55
H1*S1
82.96ab
87.80a
82.46a
H2*S1
77.30b
89.63a
86.47a
H1*S2
77.17b
88.59a
88.42a
89.1
89.67
88.4
91.07
88.87
88.92
H2*S2
89.46a
88.87a
90.21a
89.88
89.69
89.68
89.67
90.3
90.19
Lampiran 9 Analisa statistik kadar air batang sawi hijau (%) Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
94.16a
95.53b
96.09a
95.40b
94.92a
95.41a
95.12a
94.91a
95.01b
H2
94.52a
96.06a
96.11a
96.24a
95.75a
95.70a
95.06a
95.18a
95.80a
S1
93.31a
95.69a
95.94b 95.82
95.33
95.55
95.09
95.04
95.38
S2
95.37a
95.91a
96.27a
H1*S1
93.59a
95.52a
96.08ab
H2*S1
93.03a
95.85a
96.10b
H1*S2
94.73a
95.54a
95.79ab
95.40
94.92
95.41
95.12
94.91
95.01
H2*S2
96.00a
96.28a
96.43a
96.24
95.75
95.70
95.06
95.18
95.76
44 Lampiran 10 Analisa statistik susut bobot sawi hijau (%) Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
6.05a
12.98a
19.09a
21.57a
24.95a
28.55a
32.38a
34.93a
37.76a
H2
5.68a
11.38a
17.53a
21.34a
23.58a
27.33a
34.50a
37.44a
39.01a
S1
4.18a
9.69a
18.74a
S2
7.55a
14.68a
17.88a
21.45
24.27
27.94
33.44
36.18
38.38
H1*S1
3.62a
9.73a
20.09a
H2*S1
4.74a
9.65a
18.08a
H1*S2
8.48a
16.24a
17.38a
21.57
24.95
28.55
32.38
34.93
37.76
H2*S2
6.62a
13.12a
17.68a
21.34
23.58
27.33
34.50
37.44
39.01
Lampiran 11 Analisa statistik uji tarik daun sawi hijau (kN) Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
0.0046a
0.0038a
0.0031a
0.0031a
0.0041a
0.0043a
0.0043a
0.0043a
0.0047a
H2
0.0030b
0.0031a
0.0026a
0.0044a
0.0038a
0.0049a
0.0040a
0.0044a
0.0031a
S1
0.0035a
0.0034a
0.0025a
S2
0.0041a
0.0035a
0.0031a
0.0038
0.0040
0.0046
0.0042
0.0044
0.0039
H1*S1
0.0039a
0.0040a
0.0031a
H2*S1
0.0031a
0.0028a
0.0020a
H1*S2
0.0053a
0.0036a
0.0030a
0.0031
0.0041
0.0043
0.0043
0.0043
0.0047
H2*S2
0.0029a
0.0034a
0.0031a
0.0044
0.0038
0.0049
0.0040
0.0044
0.0031
Lampiran 12 Analisa statistik kekerasan batang sawi hijau (kPa) Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H1
478,98a
443,31a
402,55a
494,27a
275,16a
315,92a
341,40a
331,21a
433,12a
H2
540,13a
397,45a
295,54b
315,92b
259,87a
514,65a
458,60a
494,27b
468,79a
S1
387,26b
387,26a
382,17a
S2
631,85a
453,50a
315,92a
405,31
267,34
415,03
400,04
411,42
450,56
H1*S1
326,11a
509,55a
438,22a
H2*S1
448,41a
264,97b
326,11a
H1*S2
626,75a
377,07ab
366,88a
494,15
274,28
316,48
343,13
330,36
430,85
H2*S2
631,85a
529,94a
259,87a
316,48
260,40
513,58
456,97
492,48
470,27
45
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 10 September 1991 dari ayah Ir. Wardani, Msi dan Ibu Siti Bulkis. Penulis adalah Putri pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Loktabat 7, SMPN 2 Banjarbaru, SMAN I Banjarbaru, dan diterima di IPB pada tahun 2009 melalui jalur USMI di Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian yang sekarang menjadi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Lingkungan Bangunan Pertanian dan Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik pada tahun ajaran 2012/2013. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Kegiatan tersebut diantaranya adalah organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai staff Riset dan Teknologi periode 2010-2011. Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan pada tahun 2012 di PTPN VIII Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat.