Intermezo RESENSI Kiat BUKU dan Tips
ARTIKEL ARTIKEL Judul
KOLEKSI REFERENSI NYAMUK Anopheles DI BEBERAPA KABUPATEN DENGAN MASALAH MALARIA DI PULAU JAWA
: Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya
Pengarang
: Dr. Widoyono, MPH
Penerbit
: Erlangga
Kota Terbit
: Jakarta
Tahun Terbit : 2008
Dewi Puspita Ningsih*
Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang, termasuk Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini masih diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugiaan yang besar. Buku Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya membahas mengenai penyakit tropis yang lebih mengarah pada aspek kesehatan masyarakat, diantaranya cara penularan, pencegahan penyakit dan upaya pemberantasannya. Buku ini didahului dengan uraian mengenai segitiga epidemiologi yang menjelaskan hubungan antara lingkungan, agen penyebab penyakit dan pejamu terhadap terjadinya penyakit menular. Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agen penyebab pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya. Dijelaskan juga mengenai metode penularan penyakit serta pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Buku ini juga membahas 25 jenis penyakit tropis baik yang disebabkan oleh infeksi bakteri (TB paru, difteria, pertusis, tetanus neonatum, demam tifoid, kusta, pes, antraks, leptospirosis), virus (DBD, chikungunya, campak, hepatitis, rabies, HIV AIDS, varisela, flu burung SARS, dan polio) maupun parasit (malaria, cacing dan filariasis). Selain itu, dibahas pula mengenai sindrom penyakit menular yaitu penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan penyakit menular seksual (PMS). Dalam pembahasannya buku ini menggunakan bahasa yang lugas, mudah dipahami dan dimengerti sehingga bisa bermanfaat bagi pelajar, mahasiswa, profesional kesehatan dan masyarakat yang berkepentingan lainnya.
Nur Ika Hariastuti* ABSTRACT Malaria has continued to be the health problem in Central Java, East Java and Special Region Yogyakarta (DIY) provinces. Various efforts of prevention and control have been carried out, but the results were still not promising. One of the causes is the lack of understanding about the species and various aspects of vector bionomics. Reference collection were conducted to identify the Anopheles species in the district where malaria was endemic (Central Java, East Java and DIY Province). Samples were collected with purposive sampling method. The results indicated that in Central Java Province there were 8 Anopheles species; An. indefinitus, An. barbirostris, An. vagus, An. subpictus in Cilacap District. An. aconitus, An. maculatus, An. kochi, An. barbirostris, An. vagus, An. annularis in Pemalang District. An. maculatus, An. barbirostris, An. vagus in Kendal District. In East Java there was six Anopheles species; An. aconitus, An. maculatus, An. barbirostris, An. kochi in Trenggalek District. An. aconitus, An. maculatus, An. barbirostris, An. vagus, An. annularis in Pacitan District. In DIY, Sleman District there was six Anopheles species; An. aconitus, An. barbirostris, An. vagus in Mlati SubDistrict and An. aconitus, An. maculatus, An. balabacensis, An. barbirostris, An. vagus, An. annularis in Turi SubDistrict. Keyword : Anopheles, malaria, Central Java, East Java, Daerah Istimewa Yogyakarta
PENDAHULUAN Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Pulau Jawa. Di wilayah Jawa Tengah pada tahun 2001 terdapat 13 kabupaten yang mempunyai masalah malaria. Kabupaten yang memiliki masalah malaria antara lain kabupaten - kabupaten Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, Kebumen, Pekalongan, Jepara, Cilacap, Pemalang, Kendal, Pati, Purbalingga dan Banyumas. Sedangkan Provinsi Jawa Timur kabupaten - kabupaten dengan masalah malaria adalah Trenggalek dan Pacitan, untuk Provinsi DIY kabupaten – kabupaten dengan masalah malaria adalah Kulon Progo dan Sleman (Pengelola P2M DinKesProv, Komunikasi pribadi tahun 2005). Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi malaria, namun hasilnya masih belum menggembirakan, salah satu sebabnya adalah kurangnya pengertian masyarakat terhadap malaria. Kurangnya pemahaman tentang spesies dan berbagai aspek bionomik vektor telah menghambat keberhasilan program pemberantasan malaria sehingga malaria masih tetap merupakan masalah kesehatan di banyak wilayah di Indonesia. Untuk menunjang program pemberantasan malaria melalui pengendalian vektornya diperlukan kegiatan entomologi malaria yang mempelajari spesies vektor yang ada di suatu daerah, termasuk ekologi dan bionomiknya (Sinta, dkk., 2003).
* Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
32 BALABA Vol. 7, No. 01, Jun 2011 : 32
Hasil survei longitudinal di kabupaten endemic malaria di Jawa Tengah menunjukkan bahwa ditemukan sembilan spesies Anophheles yaitu An.aconitus, An.maculatus, An.balabacensis, An.kochi, An.barbirostris, An.vagus, An.annularis, An.sundaicus dan An.subpictus. Survei dilaksanakan sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 di kabupaten – kabupaten Banjarnegara, Pekalongan, Kebumen, Jepara (SLPV, 1999; SLPV, 2000; UPF_PVRP, 2001; UPF_PVRP, 2002; Loka Litbang P2B2, 2003). An.balabacensis pertama kali ditemukan di Kabupaten Kebumen oleh petugas SLPV pada tahun 2000, sedangkan An. maculatus baru diketahui keberadaannya di Kabupaten Jepara pada tahun 2001. Berbagai jenis Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor diantaranya adalah An.aconitus, An.maculatus, An.balabacensis dan An.sundaicus (DepKesRI, 1985). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies Anopheles pada beberapa kabupaten dengan masalah Malaria di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY. BAHAN DAN METODE Penelitian koleksi referensi Anopheles dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2005. Penangkapan nyamuk dan observasi tempat perkembangbiakan Anopheles dilakukan di Jawa Tengah (Cilacap, Pemalang, Kendal), di Jawa Timur (Trenggalek, Pacitan), di DIY (Sleman, Kecamatan Mlati dan
*Peneliti Pusat I Badan Litbangkes
1
Kecamatan Turi), masing-masing satu kali kegiatan. Penangkapan Nyamuk Penangkapan nyamuk dewasa di masing-masing lokasi penelitian dilakukan oleh 4 orang kolektor. Penangkapan nyamuk yang menggigit pada malam hari pukul 18.00 – 06.00, dilakukan di luar maupun di dalam rumah dengan cara menangkap nyamuk yang hinggap pada kaki dengan cara membuka bagian tangan dan kaki (celana digulung dsampai ke lutut) selama 40 menit per jam. Selain itu juga dilakukan penangkapan nyamuk istirahat di dinding rumah dan sekitar kandang ternak dengan periode penangkapan 10 menit. Penangkapan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan aspirator dan nyamuk yang tertangkap dikumpulkan ke dalam paper cup yang di atasnya ditutup dengan kain kasa. Penangkapan nyamuk dengan pemasangan light trap (4,725 watt) di kandang dilakukan sepanjang malam. Selama periode penangkapan nyamuk dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban udara masingmasing menggunakan thermometer max-min dan sling hygrometer tiap jam penangkapan (DepKes, 1999). Identifikasi dan Penghitungan Kepadatan Semua nyamuk yang tertangkap diidentifikasi dengan cara dibius menggunakan etil asetat, kemudian diamati di bawah mikroskop dan dicocokkan dengan kunci identifikasi (O'Connor dan Supanto, 1994). Kepadatan nyamuk yang menggigit di luar atau di dalam rumah (Man Biting Rate (MBR) outdoor / indoor) diukur dengan rumus berikut (Depkes RI, 1999) :
Kepadatan nyamuk istirahat di dinding atau kandang (Man Hour Density (MHD) dinding/kandang) diukur dengan rumus ;
Observasi Tempat Perkembangbiakan Dilakukan pencidukan pada tempat-tempat perkembangbiakan dengan kemiringan 45° ke arah kumpulan larva nyamuk. Jumlah jentik yang diciduk dihitung setiap cidukannya. Kemudian larva nyamuk dipindahkan ke dalam vial dengan menggunakan pipet. Setiap vial dibedakan menurut tempat
2
BALABA Vol. 7, No. 01, Jun 2011 : 1-6
perkembangbiakannya (DepKes RI, 1999). Larva nyamuk Anopheles disimpan dan dibawa ke laboratorium untuk dipelihara sehingga mencapai instar tiga atau nyamuk dewasa dan diidentifikasi dengan Kunci identifikasi (DepKes RI,1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten. Sebagian besar dari daerah terjangkit malaria adalah daerah pedesaan dengan kondisi geografis yang sulit. Hal ini merupakan salah satu faktor penghambat upaya pengendalian malaria. Umumnya lokasi penelitian adalah daerah pegunungan yang memiliki temperature relative rendah dan kelembaban yang tinggi. Temperatur dan kelembaban rata-rata pada masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara total ada sembilan jenis Anopheles yang diperoleh yaitu; An. aconitus, An. maculatus, An. balabacensis, An. indefinitus, An. barbirostris, An. vagus, An. subpictus, An. kochi , An. annularis (Tabel 2). P r o v i n s i J a w a Te n g a h m e m i l i k i keanekaragaman nyamuk Anopheles tertinggi yaitu delapan spesies. Di provinsi Jawa Timur dan DIY masing-masing ditemukan enam spesies Anopheles, tetapi jumlah vektor tertinggi dijumpai di Provinsi DIY. Tiga dari enam spesies yang ditemukan di DIY merupakan vektor malaria yaitu An. aconitus, An. maculatus dan An. balabacensis, ketiganya ditemukan pada ekosistem perkebunan salak dekat hutan. Spesies Anopheles potensial menjadi vektor malaria memiliki kebiasaan menggigit manusia. Kepadatan An. aconitus menggigit manusia di luar rumah di Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang dan Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman 5,71 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepadatan nyamuk Anopheles lain (Gambar 1). Oleh karena itu, untuk mencegah terjadimya penularan malaria diharapkan masyarakat tidak banyak melakukan aktivitas di luar rumah pada malam hari atau menggunakan pelindung seperti pakaian yang tertutup rapat atau menggunakan lotion anti nyamuk sewaktu akan keluar rumah. Hasil koleksi nyamuk Anopheles di Desa Cakul, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek diperoleh pada saat penelitian adalah An. aconitus, An. maculatus, An. barbirostris, An. kochi. Dua spesies diantaranya yaitu An. aconitus dan An. maculatus merupakan spesies
PROF!L
Drs. Ondri Dwi Sampurno MSi., Apt
Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan saat ini dijabat oleh Drs. Ondri Dwi Sampurno MSi., Apt. Jabatan ini telah diduduki beliau mulai tahun 2011. Bapak Ondri yang dilahirkan di Mojokerto tanggal 19 November 1962 ini adalah putra kedua Bapak Soetardjo dan Ibu Loekijati (dari enam bersaudara). Beliau menyelesaikan pendidikan dasar di Ambengan dalam kurun waktu 1968 – 1977, kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Surabaya pada tahun 1981. Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya dengan mengambil jurusan Farmasi Apoteker pada tahun 1987. Pendidikan S2 telah diselesaikan dengan mengambil jurusan Teknologi Farmasi di Institut Teknologi Bandung. Suami dari Dra. Sri Hidayati, Apt. dan ayah dari Dian Serilda, Lukman Sampurno, dan Harun Kurniawan, ini bekerja sebagai Peneliti Kepakaran Farmasi sejak tahun 1988 hingga sekarang. Beliau pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Perencanaan Puslitbang Farmasi dan OT tahun 1993 – 2000, Kepala Bidang Program dan Kerjasama Puslitbang Farmasi dan OT tahun 2001 – 2003, Kepala Bidang Program dan Kerjasama Puslitbang Biomedis dan Farmasi tahun 2004 – 2006, Kepala Bagian Program dan Anggaran, Sekretariat Badan Litbangkes, tahun 2007 – 2009, serta Kepala Pusat Litbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes, tahun 2009 – 2010. Pelatihan yang pernah diikuti beliau adalah Design and Construction of BSL-3 Facilities, Safe BSL-3 Work Practices and Procedures, Eagleson Institute, Scottsdale Arizona, USA tahun 2007 serta Biorisk Management, DNV Singapore pada tahun yang sama. Sedangkan organisasi atau kegiatan lain yang diikuti beliau antara lain yaitu Asosiasi Biorisk Indonesia (ABI),
sebagai Wakil Ketua 2; anggota Tim Penelaah MTA; Sekretaris Komnas Pengkajian Penyakit Infeksi, serta Wakil Ketua Tim Persiapan WHO CC Human Animal Interface on Influenza. Karya ilmiah yang telah dihasilkan diantaranya adalah Formularium Obat Haji Indonesia pada tahun 2000. Di sela-sela kesibukannya tersebut, beliau masih menyempatkan untuk menyalurkan hobynya berolah raga berupa jogging dan bersepeda. Semboyan beliau yaitu “Semua aktivitas hendaknya dilakukan dengan niat Ibadah kepada Allah SWT”. Beliau berpesan untuk seluruh pembaca BALABA : “Jadilah Pembaca yang kritis”. Sedangkan pesan beliau untuk Majalah BALABA agar dapat terus menjadi majalah yang komunikatif dan informatif serta berbasis ilmiah dan beretika sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat. Bagi pembaca yang ingin berdiskusi atau kontak dengan beliau dapat berkirim email di alamat
[email protected], atau bertemu langsung dengan beliau di rumahnya di Jl. Wijaya I N-56 Graha Taman Keboyoran, Bekasi atau di kantornya Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Jl. Percetakan Negara 23, Jakarta, telepon 021-42881745.
31
Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian Vektor Pengobatan untuk penyakit rickettsial menggunakan chloramphenicol, tetracycline, dan 2 derivate doxycycline. Pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan melalui penggunaan insektisida N,N diethylmetatoluamide (DEET) untuk menurunkan populasi tungau,caplak dan pinjal; permethrin untuk mencegah gigitan caplak dan kutu; Repellent aerosol DEET mencegah gigitan pinjal, praktek personal higiene yang baik, serta pengendalian rodent dengan umpan racun, trapping, dan sanitasi di luar rumah. 6
DAFTAR PUSTAKA 1. Todar K. Rickettsial Disease, including Typhus and Rocky Mountain Spotted Fever. [http://www.textbookofbacteriology.net/Ricket tsia.html, diakses tanggal 2 Maret 2011]
tersangka vektor malaria. Hal ini berarti daerah tersebut lebih potensial terjadi malaria dibanding dengan Desa Sawahan, Kecamatan Watulimo karena hanya satu spesies vektor malaria (An. maculatus, An. flavirostris, An. barbirostris dan An. kochi). Sedangkan daerah paling potensial adalah Desa Damas, Kecamatan Watulimo dengan tiga spesies Anopheles tersangka vektor An. aconitus, An. maculatus, An. tesselatus, An. barbirostris, dan An. subpictus (Mardiana, et.al., 2002).
2. Anonim. Rickettsia, Chlamydia, Mycoplasma. [http://www.cartage.org.lb/en/themes/sciences/li fescience/generalbiology/microbiology/Rickettsia/ Rickettsia.htm, diakses tanggal 2 Maret 2011]
3. Allen L, et al. Evidence of Rickettsia typhi and The Potential for Murine Typhus in Jayapura, Irian Jaya, Indonesia. Am J Med Hyg 2006;66(4):431-434. 4. Oberoi A, Singh N. Rickettsiae InfectionClassification. Jkscience. 2010; 12(2).
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi
5. Parola P. Vectorborne Bacterial Zoonoses : Rickettsia and maybe Anaplasma and Ehrlichia. Austria : International Meeting on Imerging Disease and Surveillance; 2007.
Tabel 1. Rata-rata temperatur dan kelembaban udara di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005
6. Kelly DJ, Richards AL, Temenak J, Strickman D, and Dasch GA. The Past and Present Threat
A
N
O
penelitian Kabupaten Kendal, masih banyak penduduk menempatkan kandang menempel rumah. Nyamuk tersangka vektor malaria An. maculatus dapat dijumpai di sekitar kandang (Gambar 2). Kondisi tersebut apabila terdapat host (penderita) di lokasi sama maka sangat memungkinkan terjadi penularan malaria baru. Menurut Ramadhani (2004), Di Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan 51,47% penderita malaria mempunyai kebiasaan menempatkan kandang ternak di dalam rumah.
No 1 2 3 4 5 6 7 P
H
Lokasi Cilacap Pemalang Kendal Trenggalek Pacitan Mlati - Sleman Turi - Sleman
Temperatur (°C) 28 ,9 23 ,3 22 ,9 23 ,7 24 ,8 25 ,0 22 ,8
Kelembaban ( %) 88 ,5 91 ,2 88 ,3 82 ,8 89 ,2 90 ,3 72 ,5
E
Tabel 2. Distribusi spesies Anopheles di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2005
Jawa Tengah Jawa Timur DIY
A + + +
B + + +
C
D
E
F
G
H
I
+
+ -
-
+ +
+ +
-
+ +
Jumlah 8 6 6
Jumlah Vektor 2 2 3
Keterangan : A: An. aconitus, B: An. maculatus, C: An. balabacensis, D: An. indefinitus, E: An. barbirostris, F: An. vagus, G: An. subpictus, H: An. kochi, I: An. annularis
Nyamuk An. barbirostris di daerah penelitian umumnya lebih banyak dijumpai di sekitar kandang karena bersifat zoofilik (lebih suka menghisap darah hewan). Penemuan An. barbirostris istirahat di dinding mungkin disebabkan oleh lokasi kandang yang masih menempel dengan rumah pemilik. Hal ini meningkatkan potensi kontak antara vektor dengan manusia. Letak kandang yang menempel dan di dalam rumah akan meningkatkan
30 BALABA Vol. 7, No. 01, Jun 2011 : 29-30
nyamuk menggigit manusia masing-masing sebesar 3,70 dan 6,10 kali dibandingkan dengan yang di dalam rumah tanpa kandang (Buwono, 1990). Jika nyamuk mempunyai kecenderungan untuk beristirahat di dinding (dalam rumah), maka upaya pengendalian malaria yang dapat dilakukan adalah dengan cara IRS (Indoor Residual Spraying).
Koleksi Referensi Nyamuk Anopheles................(Hariastuti)
3
ARTIKEL ARTIKEL
RICKETTSIA Nova Pramestuti*
Gambar 1. MBR setiap spesies Anopheles pada penangkapan umpan badan di luar (outdoor) dan di dalam (indoor) rumah di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005 A
N
O
P
H
Pendahuluan Mungkin sebagian orang belum mengetahui bahkan baru mendengar tentang Rickettsia. Di Indonesia, skrining terhadap kasus Rickettsia ini masih jarang dan belum banyak dilakukan penelitian. Rickettsia sebenarnya merupakan bakteri yang mempunyai sifat parasit obligat intraseluler, berukuran kecil (0,3-0,5 x 0,8-2,0 µm), mempunyai bentuk coccobacilli, gram negatif, tidak berflagel (kecuali Rickettsia prowazekii), dan mengalami pembelahan ganda dalam sel pejamu.. Rickettsia dianggap sebagai kelompok bakteri yang terpisah karena mempunyai ciri sebagai agent penyakit yang ditularkan oleh vektor arthropoda (tungau, pinjal, caplak, dan kutu)., Penyakit rickettsial yang pernah ditemukan di Indonesia salah satunya adalah murine typhus yang disebabkan oleh Rickettsia typhi. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai prevalensi tinggi untuk antibodi terhadap R.typhi. Prevalensi tinggi (42%) E ditemukan pada masyarakat di Malang, Jawa Timur. Sedangkan, di Jakarta mempunyai prevalensi antibodi lebih rendah (6.5-17%) terhadap R.typhi. Penelitian di Jayapura ditemukan Xenopsylla cheopis pada Rattus norvegicus dan R. rattus positif mengandung R.typhi. Patogenesis Penyakit rickettsial berkembang setelah menginfeksi melalui kulit atau sistem pernapasan. Caplak dan tungau menularkan agent penyebab spott fever dan scrub typhus melalui gigitan secara langsung ke dalam kulit. Kutu dan pinjal menularkan epidemic dan murine typhus melalui feses yang terinfeksi kemudian masuk ke kulit. Rickettsiae dari Q- fever masuk melalui sistem pernapasan ketika debu yang terinfeksi terhirup. Rickettsiae memperbanyak diri dalam sel endotel pembuluh darah kecil dan menghasilkan vaskulitis. Sel menjadi bengkak dan nekrosis. Luka vascular menonjol di kulit tetapi vaskulitis terjadi pada banyak organ seperti otot, jantung, paru, dan otak. Kematian dapat terjadi karena kerusakan sel endotel, menghasilkan kebocoran plasma, menurunnya volume darah, dan shock. 2,
Penyakit Rickettsial 1,, Penyakit rickettsial dibagi menjadi 3 kelompok: 1. Spotted fever group Termasuk dalam kelompok ini adalah Rocky Mountain spotted fever ditularkan melalui gigitan caplak (Dermacentor, Amblyomma cajennense), rickettsialpox melalui gigitan tungau (Allodermanyssus sanguineus), North Asian tick typhus melalui gigitan caplak (Dermacentor, Hyalomma, Haemaphyasalis), African tick bite fever melalui gigitan caplak (Amblyomma variegatum), dll. Rocky Mountain spotted fever ditemukan di Amerika dan Rickettsia spotted fever ditemukan pada setiap benua, kecuali Antartika. 2. Typhus group Termasuk dalam kelompok ini adalah epidemic typhus ditularkan melalui feses kutu yang terinfeksi dan murine typhus melalui feses pinjal yang terinfeksi. Penyakit typhus group ditemukan di Texas dan California bagian selatan. 3. Scrub typhus group Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan tungau trombicullid (chiggers). Termasuk dalam kelompok ini adalah scrub typhus. Biasanya scrub typhus ditemukan di Asia dan Australia. Penyakit rickettsial lain yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut adalah Q-fever, Ehrlichioses dan Bartonelloses. Q-fever ditularkan melalui aerosol yang terinfeksi dan gigitan caplak. Ehrlichioses ditularkan melalui gigitan caplak. Sementara, Bartonelloses melalui feses kutu yang terinfeksi masuk ke dalam kulit. 6 Diagnosis Laboratorium Penegakan diagnosis laboratorium berdasarkan pada penemuan rickettsial pada jaringan atau darah. Pengecatan jaringan yang terinfeksi dapat dilakukan dengan pengecatan Macchiavello, Castaneda atau Giemsa. Diagnosis konfirmasi dilakukan berdasarkan reaksi serologi (reaksi Weil-Felix). Tes antibodi secara tidak langsung menggunakan fluorescent untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG terhadap rickettsia. 2
Gambar 2. MHD per spesies Anopheles pada penangkapan istirahat di dinding dan kandang di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005 *) Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
4 BALABA Vol. 7, No. 01, Jun 2011 : 1-6
Pentingnya.................(Yuniarto)
29
anak-anak. b. Infeksi pada kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma. c. Penyakit melalui cairan kemih binatang pengerat, seperti leptospirosis. 3. Water Based Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus kehidupannya berhubungan dengan air. Contoh penyakit ini adalah Schistosomiasis. 4. Water Related Vectors Adalah penyakit yang disebabkan oleh vektor penyakit yang sebagian atau seluruh perindukannya berada di air. Termasuk dalam kategori ini adalah demam berdarah, malaria, filariasis, dsb. Beberapa upaya yang dilakukan dalam pengendalian penyakit menulardengan media air sebagai salah satu faktornya, adalah: 1. Penyakit infeksi saluran pencernaan, dengan cara Sanitation Barrier yaitu memutus rantai penularan, seperti menyediakan air bersih, menutup makanan agar tidak terkontaminasi debu dan lalat, buang air besar dan membuang sampah tidak di sembarang tempat. 2. Penyakit infeksi pada kulit dan mata, dapat dicegah dengan higiene personal yang baik dan tidak memakai peralatan orang lain seperti sapu tangan, handuk dan lainnya secara sembarangan.
3. Penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan air melalui vektor seperti malaria dan demam berdarah dengue (DBD) dapat dicegah dengan pengendalian vektor. DAFTAR PUSTAKA 1.
Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009. 2. Juli Soemirat, Epidemiologi Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2010. 3 . htt p : / /a r t i ke l te r b a r u . co m / ke s e h ata n / i l m u kedokteran/cara-penyebaran-penyakit-menular2011187.html 4. Umar Fachmi Ahmadi, Peranan Air dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat.Diunduh dari http://www.respati.ac.id/web/artikel/3.pdf
Penangkapan nyamuk Anopheles menggunakan Light trap tidak seluruhnya memperoleh hasil (Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa di lokasi kepadatan nyamuk di sekitar kandang tinggi, maka nyamuk cenderung bersifat zoofilik. Jika nyamuk memiliki kecenderungan zoofilik sebenarnya dapat dialihkan dengan membuat cattle barrier agar nyamuk tidak sampai menggigit manusia. Kandang diletakkan sekitar sepuluh meter dari rumah atau dibuat berkelompok di luar daerah pemukiman. Hasil observasi habitat nyamuk Anopheles di Dukuh Klesem, desa Tlagasana, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang memperoleh habitat yang pertama berupa sebuah kolam rendaman kayu yang semula akan dibangun sebagai kolam renang Perhutani. Spesies Anopheles yang ditemukan adalah A. vagus dan
A. kochi jantan. Sedangkan pada habitat kedua yang berupa parit di sekitar kebun nilam ditemukan An. annularis. Jenis habitat nyamuk Anopheles dapat dilihat pada Tabel 4. Observasi tempat perkembangbiakkan nyamuk di Desa Cakul, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek dan Desa Ngreco, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan menjumpai banyak tempat perkembangbiakkan nyamuk yang positif jentik An. maculatus yang berpotensi sebagai vektor malaria. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa tempat perkembangbiakkan yang berupa sungai lebih potensial untuk mendukung terjadinya malaria dibanding dengan tempat perkembangbiakkan yang berupa kolam atau parit.
Tabel 3. Jumlah nyamuk per spesies yang tertangkap menggunakan Light trap di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005 No 1 2
Lokasi Cilacap Pemalang
3 4
Kendal Trenggalek
5
Pacitan
6 7
Mlati - Sleman Turi - Sleman
Spesies An An An An An An An An An An
aconitus maculatus annularis vagus
Jumlah (ekor) 3 7 3 2 1 1 1
. aconitus . maculatus . balabacensis
22 4 2
. aconitus . maculatus . barbirostris . . . .
Tabel 4. Jenis tempat perkembangbiakkan nyamuk Anopheles di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005
28 BALABA Vol. 7, No. 01, Jun 2011 : 27-28
No 1 2
Lokasi Cilacap Pemalang
3 4 5 6 7
Kendal Trenggalek Pacitan Mlati - Sleman Turi - Sleman
Jenis TP Kolam Parit di kebun nilam Sungai Sungai -
Spesies A . kochi ,A . vagus A . annularis A . maculatus A . maculatus -
Jumlah per Cidukan 1/2 1/2 3 5 -
Koleksi Referensi Nyamuk Anopheles................(Hariastuti)
5
KESIMPULAN Ditemukan delapan spesies nyamuk Anopheles di Pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta) yaitu An. aconitus, An. maculatus, An. balabacensis, An. kochi, An. indefinites, An. barbirostris, An. vagus, An. annularis. Tiga spesies adalah tersangka vektor yaitu An. aconitus, An. maculatus, dan An. balabacensis . Jumlah Anopheles vektor tertinggi dijumpai di Provinsi DIY yaitu An. aconitus, An. maculatus dan An. balabacensis, ketiganya ditemukan pada ekosistem perkebunan salak dekat hutan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Gono Semiadi, APU atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. Demikian juga ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala dan Staf Loka Litbang P2B2 Banjarnegara serta keluargaku atas dukungan pelaksanaan studi ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Boewono, D.T. 1990. Penempatan Kandang Ternak (Sapi, Kerbau) Pengaruhnya pada Kepadatan Vektor Malaria. Laporan penelitian. Salatiga. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral PPM & PL, Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. 1985. Vektor Malaria di Indonesia. Jakarta. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral PPM & PL, Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. 1989. Kunci Bergambar Identifikasi Jentik Anopheles. Jakarta. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
6 BALABA Vol. 7, No. 01, Jun 2011 : 1-6
Direktorat Jendral PPM & PL, Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. 1999. Modul Entomologi Malaria 3. Jakarta.
Serba Serbi Lingkungan
ARTIKEL ARTIKEL
PERAN AIR DALAM PENYEBARAN PENYAKIT Dwi Priyanto*
5. Loka litbang P2B2. 2003. Laporan Kegiatan Tahun 2003. 6. Mardiana, Shinta, Wigati, Enny W.L. dan Sukijo. 2002. Berbagai Jenis Nyamuk Anopheles dan Tempat Perindukkannya Yang Ditemukan di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. XII No. 4 p:30-36 7. O'Connor C.T & Soepanto, A. 1994. Kunci Bergambar untuk Anopheles Betina dari Indonesia. Direktorat Jendral P2M & PLP, Departemen Kesehatan, Jakarta. 8. Ramadhani, T. 2004. Hubungan Penempatan Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria di kec. Paninggaran Kab. Pekalongan. Skripsi. UNDIP, Semarang. 9. Shinta, Supratman Sukowati, Mardiana. 2003. Komposisi Spesies dan Dormansi Nyamuk Anopheles di Daerah Pantai Banyuwangi, Jawa Timur. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. XIII No. 3 p:1-8.
Air merupakan komponen penting dalam kehidupan, semua jenis makhluk hidup memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Untuk kepentingan manusia, air tidak saja digunakan untuk minum, masak dan cuci, tetapi juga untuk keperluan agrikultur, industri, transportasi, perikanan dan pembuangan limbah cair domestik dan industri. Dalam bidang kesehatan, beberapa jenis penyakit melibatkan media air dalam proses penyebarannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran penyakit secara tidak langsung oleh air disebabkan oleh kandungan bahan kimia terlarut dalam badan air yang bersifat toxic bagi tubuh manusia. Adanya bahan-bahan ini dalam air disebabkan aktifitas industri, pertanian maupun limbah domestik rumah tangga yang dibuang dan mencemari air. Berbagai agen penyakit yang menular melalui air meliputi virus, bakteri, protozoa, maupun vektor
yang menjadikan lingkungan air sebagai tempat tinggalnya. Beberapa contoh penyakit menular bawaan air diantaranya seperti dalam tabel 1. Schistosomiasis Menurut cara penyebarannya, ada empat macam penyakit yang penularannya melibatkan air: 1. Water Borne Disease Yaitu penyakit yang ditularkan langsung melalui air minum, dimana air yang diminum mengandung kuman pathogen sehingga menyebabkan yang bersangkutan menjadi sakit. Termasuk dalam kategori ini adalah penyakit kolera, tipus, disentri dll. 2. Water Washed Disease Merupakan penyakit yang disebabkan oleh higienitas air yang buruk. Cara penularannya dapat berupa: a. Infeksi pada saluran pencernaan, seperti diare pada
Tabel. 1 Beberapa contoh penyakit menular bawaan air
10. SLPV. 1999. Laporan Kegiatan Pemberantasan Vektor. 11. SLPV. 2000. Laporan Kegiatan Pemberantasan Vektor. 12. U P F - P V R P. 2 0 0 1 . L a p o r a n K e g i a t a n Pemberantasan Vektor. 13. U P F - P V R P. 2 0 0 2 . L a p o r a n K e g i a t a n Pemberantasan Vektor.
Agent Virus : Rotavirus V . HepatitisA V .Poliomyelitis Bakteri : Vibrio cholerae EColi enteropatogenik . Salmonella typhi Salmonella paratyphi Shigella dysenteriae Protozoa : Entamoeba histolytica Balantidia coli Giardia lamblia Metazoa : Ascaris lumbricoides Chlonorchis sinensis Diphyllobothrium latum Taenia saginata/solium Schistosoma
Penyakit Diare pada anak Hepatitis A Polio (myelitis anterior acuta) Cholera Diare/Dysenterie Typhus abdominalis Paratyphus Dysenterie Dysentrie amoeba Balantidiasis Giardiasis Ascariasis Chlonorchiasis Diphylobothriasis Taeniasis Schistosomiasis
27