KOLABORASI ‘DUAL SYSTEM’ DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM BIPA: MODEL KERJA SAMA PROGRAM INDONESIA-JEPANG Kyoko Funada Ketua Prodi Bahasa Indonesia Universitas Bahasa Asing Kanda, Jepang, Suyoto, Direktur ISP MCE Malang ABSTRACT: As a Japan-based higher education organizing the learning program of Indonesian for Non-native Speaker (BIPA), Kanda University of International Studies (KUIS) has obsession to give as good as possible service to the students to optimize the effectiveness learning process and learning achievement. The learning target as stated in the Learning Program Direction (LDP) at the BIPA Program – KUIS will be provide the students with the ability of Indonesian better and appropriately, either in oral and written communication, to prepare students for Indonesian Language Competence Test (UKBI). Therefore, the learning focused on educated Indonesian, precisely the acceptable Indonesian, grammatically and contextually. In addition to program planning and organizing, BIPA Program – KUIS also considers the innovation in the learning management and empowerment. A way for this innovation evolves through collaboration in ‘dual system’ with Indonesian Studies Program at Malangkuçeçwara School of Economics (ISP MCE) of Malang. ‘Dual system’ approach concept becomes an underlying to initiate the collaboration program. It refers to the dual system of simultaneous program order making covers the following aspects: (1) learning setting; (2) learning targets or objectives; (3) learning content; (4) learning model; and (5) learning result empowerment. Instead of giving institutional benefit, 1
‘dual system’ collaborative program provides very positive psychological benefits for students, including giving enthusiasm and motivation and developing students’ interest to acknowledge, to approach, and to comprehend the Indonesian language, culture, and community. Moreover, the achievement of students’ learning can be acknowledged either in operational and academic. Keywords: collaboration, dual system, BIPA. 1. Pendahuluan Program pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) setakat kini sudah banyak diselenggarakan di lembaga pendidikan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk di Jepang. Di Jepang ada lebih kurang 600 buah universitas. Di antaranya terdapat lebih kurang 30 perguruan tinggi di Jepang yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia. BIPA di perguruan tinggi di Jepang ada yang diakomodasi sebagai jurusan, dan ada pula yang ditetapkan sebagai program studi atau bahasa asing pilihan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, penyelenggaraan BIPA, baik di dalam maupun luar negeri masih belum memiliki acuan yang baku atau standar, baik perangkat sistem maupun penatalaksanaan pembelajarannya, sehingga terkesan berjalan sendiri-sendiri. Dampaknya, di samping menimbulkan arogansi institusional (lantaran masing-masing lembaga penyelenggara merasa yang paling baik, paling besar, paling benar, atau paling hebat) juga menyebabkan sulit dibuahkannya kesepakatan standar sebagai acuan penyelenggaraan program BIPA secara bersama dan menyeluruh. Kondisi demikian tentu saja berimplikasi pada keberagaman orientasi dalam pengelolaan dan/atau penyelenggaraan program, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian; termasuk penyelenggaraan proses pembelajaran. Di samping itu, ditinjau dari karakteristik pembelajaran, terdapat fenomena umum dalam praktik penyelenggaraan BIPA, 2
khususnya dalam pembelajaran. Pembelajaran BIPA pada umumnya masih berorientasi pada pendekatan pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing sehingga perolehan belajar cenderung berupa pengetahuan atau pemahaman teoritis tentang bahasa Indonesia (BI) tanpa didukung oleh kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk kepentingan komunikasi, baik lisan maupun tulis. Meskipun pengetahuan atau pemahaman tentang kaidah BI juga merupakan wujud perolehan belajar, tetapi perlu dipahami bahwa dalam pembelajaran bahasa, penguasaan kaidah merupakan hasil belajar antara. Hasil belajar yang sebenarbenarnya adalah kemampuan dan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Meskipun tidak diperuntukkan meneliti bidang kebahasaindonesiaan, dipahami dan disadari bahwa bahasa Indonesia sangat diperlukan untuk berkomunikasi guna mencari ataupun menggali informasi yang terkait dengan seluk-beluk Indonesia, misalnya untuk kepentingan bertanya-jawab atau wawancara dengan orang-orang atau masyarakat Indonesia. Pemandangan tersebut didasari oleh pendekatan bahwa bahasa Indonesia adalah pintu masuk utama untuk mempelajari Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini lantaran bahasa merupakan produk dan fakta sosial. Dan, karenanya pembelajaran BIPA seyogianya juga difokuskan pada pemberdayaan bentukbentuk riil alat bahasa dan pemakaiannya dalam masyarakat. Terinspirasi oleh uraian faktual di atas, Universitas Bahasa Asing Kanda (Kanda University of International Studies) sebagai salah satu perguruan tinggi yang menyelenggarakan pembelajaran BIPA di Jepang berinisiatif untuk melakukan inovasi dalam pengelolaan dan pemberdayaan pembelajaran. Tujuan utamanya adalah agar pembelajaran BIPA dapat lebih optimal, baik dari segi proses maupun hasilnya. Upaya tersebut dilakukan secara saksama dan bertahap, yaitu (1) melibatkan unsur budaya dalam pembelajaran dengan cara memfasilitasi program dengan gamelan Bali yang selain diberdayakan sebagai wahana pembelajaran, juga difungsikan sebagai ”Club” atau kelompok unit kegiatan mahasiswa (UKM) dengan nama ”Merdeka”, (2) memfasilitasi pajanan model dengan mendatangkan pengajar tamu (visiting lecturer) dari Indonesia, dan (3) menjalin kerja sama dengan salah satu institusi 3
penyelenggara BIPA di Indonesia, yaitu Indonesian Studies Program di Malangkuçeçwara School of Economics (ISP MCE) Malang. 2. Dasar Empirik BIPA di Universitas Bahasa Asing Kanda (KUIS) dikukuhkan pada tahun 2000 sebagai salah satu program studi di jurusan Bahasa dan Kebudayaan Internasional (International Language and Culture) bersama-sama dengan bahasa Thailand, Vietnam, dan Brasil-Portugal. Di program studi ini, selain bahasa Indonesia, para mahasiswa juga harus mempelajari sastra, sejarah, politik, ekonomi, sosial-kemasyarakatan, dan kebudayaan Indonesia. Target pembelajaran yang ditetapkan dalam garis besar program pembelajaran (GBPP) di prodi BIPA Universitas Bahasa Asing Kanda adalah pembelajar memiliki kemampuan berbahasa Indonesia secara baik dan benar, baik dalam komunikasi lisan maupun tulis. Target tersebut diorientasikan pada penyiapan mahasiswa untuk mengikuti Ujian Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI) yang diselenggarakan oleh Himpunan Pengelola Ujian Bahasa Indonesia (HIPUBI) di Tokyo. Oleh karena itu, pembelajaran difokuskan pada bahasa Indonesia yang terdidik (educated), yakni bahasa Indonesia yang berterima, baik secara gramatikal maupun kontekstual. Dalam rangka mencapai target pembelajaran di atas, program dirancang dan ditatalaksanakan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan muatan isi dan frekuensi pembelajaran. Jumlah jam dan frekuensi pembelajaran disusun secara menyusutterfokus berdasarkan tingkat tahun. Para mahasiswa tingkat I diwajibkan mengambil mata kuliah bahasa Indonesia sebanyak 5 kali seminggu (durasi per wawan muka adalah 90 menit) sehingga jumlah keseluruhan pembelajaran bahasa Indonesia sebanyak 225 jam setahun. Jumlah pembelajaran untuk tingkat II sebanyak 180 jam, tingkat III adalah 90 jam , dan untuk tingkat IV adalah 45 jam setahun. Dalam upaya memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan mengeksploatasi kemampuan ber-BI, kepada mahasiswa tingkat III dan IV ditawarkan mata kuliah bahasa Indonesia Lanjut pilihan (5 atau 6 kali seminggu) di luar 4
jam pembelajaran bahasa Indonesia wajib yang tersebut di atas. Namun demikian, hasil capaian belajar mahasiswa, khususnya peningkatan kompetensi praktis berbahasa Indonesia kurang begitu kentara secara maksimal. Sehubungan dengan hal di atas, sejak tahun 2003 dilakukan program pertukaran mahasiswa dengan menggandeng salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Dalam program pertukaran ini setiap tahun 2 orang mahasiswa Indonesia diberi peluang belajar di KUIS, dan 2 orang mahasiswa KUIS diberi kesempatan belajar di Indonesia selama satu tahun. Dengan program ini setiap tahunnya 2 orang mahasiswa KUIS mulai berkesempatan untuk belajar dan berkomunikasi langsung dengan komunitas asli Indonesia. Program pertukaran ini sangat baik dan efektif, tetapi jumlah mahasiswa yang bisa mengikuti sangat terbatas karena biayanya cukup tinggi dan ditanggung oleh universitas. Menyadari bahwa pada hakikatnya bahasa merupakan fenomena sosial sekaligus fakta budaya, kemudian diupayakan perangkat pelingkung budaya, yaitu kesenian, khususnya gamelan Bali. Keberadaan gamelan Bali memang mampu memberikan muatan positif, khususnya dalam penuansaan “citra keindonesiaan” dan peningkatan motivasi belajar mahasiswa. Akan tetapi, ternyata juga belum mampu memberikan dampak positif terhadap kinerja belajarnya. Setelah diidentifikasi dan dianalisis secara saksama, akhirnya diketahui bahwa kendala pokoknya adalah kurangnya aktivitas “pemraktikan” dalam konteks tutur yang sebenarnya. Hal ini bisa dipahami karena, baik di lingkungan sekitar kampus maupun tempat tinggal mahasiswa, tidak terdapat pajanan (exposure) penutur aseli bahasa Indonesia yang memadai. Oleh karena itu, pada 2004 diusulkan untuk mengundang pengajar tamu dari Indonesia. Dan, sejak April 2005 didatangkanlah seorang pengajar tamu dari Indonesia tersebut. Kehadiran pengajar tamu dari Indonesia mampu memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap motivasi dan kinerja belajar mahasiswa, tetapi juga belum mampu mengakomodasi harapan perolehan belajar mahasiswa sebagaimana yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh sejumlah 5
keterbatasan, baik yang bersumber dari pengajar tamu (yang hanya satu orang) maupun dari mahasiswa, khususnya faktor waktu. Di samping itu, faktor konteks dan tata nilai budaya, khususnya yang berhubungan dengan pola komunikasi juga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan. Menyadari akan pentingnya pemberdayaan pajanan penutur aseli dalam pembentukan kompetensi dan pemahaman tutur bahasa Indonesia, sejak 2005 dilakukan eksplorasi model pembelajaran intensif yang dilaksanakan di Indonesia, tepatnya di Kota Malang, bekerja sama dengan Indonesian Studies Program Malangkuçeçwara School of Economics (ISP MCE). Model pembelajaran tersebut diperuntukkan mahasiswa tahun pertama (tingkat I) pascaujian semester genap dan dilaksanakan pada masa liburan musim bunga (Februari~Maret). Program tersebut dirancang secara kolaboratif dengan menggunakan pendekatan ’dual system’. 3. Konsep Kolaborasi ’Dual System’ Konsep pendekatan ’dual system’ yang dijadikan landasan dalam pemolaan program kolaborasi antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang merujuk pada model sistem ganda, yaitu penatalaksanaan dan penyelenggaraan program secara bersama-sama antara kedua institusi. Penatalaksanaan bersama tersebut meliputi sejumlah aspek berikut ini: (1) setting atau latar pembelajaran; (2) tujuan atau sasaran pembelajaran; (3) muatan isi pembelajaran; (4) model pembelajaran; dan (5) pemberdayaan hasil pembelajaran. Setting atau latar pembelajaran ditetapkan di kampus ISP MCE Malang dengan penyertaan kontrol dari Universitas Bahasa Asing Kanda. Penyertaan kontrol yang dimaksudkan adalah dengan mengirimsertakan dosen sebagai pendamping dan supervisor program. Tujuan atau sasaran pembelajaran yang ditargetkan dirumuskan secara spesifik berdasarkan kondisi objektif kemampuan mahasiswa. Penetapan tujuan didasarkan pada 6
informasi keadaan awal mahasiswa yang diidentifikasi oleh tim pengajar di Universitas Bahasa Asing Kanda berdasarkan hasil penilaian yang dilengkapi dengan informasi umum tentang karakteristik dan minat para mahasiswa. Informasi tentang kemampuan dasar dan kecenderungan minat dan sifat mahasiswa tersebut disampaikan ke ISP MCE sekitar tiga bulan sebelum program. Muatan isi pembelajaran juga dirancang secara koordinatif. Hal ini dimaksudkan agar terjadi kesinambungan antara materi yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari oleh mahasiswa selama mengikuti program. Secara garis besar, pihak Universitas Bahasa Asing Kanda menyampaikan daftar tema dan cakupan isi materi pembelajaran yang sudah diberikan kepada para mahasiswa disertai dengan uraian tentang tingkat ketuntasan dan kesulitan masing-masing. Dengan demikian, materi pembelajaran yang diterima oleh mahasiswa di ISP MCE tidak asing atau baru sama sekali bagi mahasiswa. Selain itu, informasi tentang cakupan dan muatan isi materi tersebut juga sangat penting agar tidak terjadi pembelajaran ulang (re-teaching). Jika dipilahkan secara fungsional, tata laksana kolaborasi pemolaan muatan isi materi dalam program ini sebagai berikut: (1) muatan isi materi yang diberikan di Universitas Bahasa Asing Kanda berfungsi sebagai pembentukan pemahaman konseptual dan kompetensi dasar BI; sedangkan (2) muatan isi materi yang diberikan di ISP MCE Malang berfungsi untuk memantapkan, meluaskan, mengembangkan, dan melanjutkan. Model pembelajaran yang dirancang dalam pembelajaran program khusus ini adalah model pencelupan penuh (total immersion). Penetapan model pencelupan penuh tersebut dimaksudkan agar program yang diformulasikan hanya berlangsung selama lebih kurang satu bulan efektif tersebut benar-benar dapat mengondisikan mahasiswa untuk ”menggauli” bahasa Indonesia secara total. Untuk itu, ISP MCE memberdayakan metode 7-K, yaitu suatu metode pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan unit-unit tindakan instruksional yang harus dilakukan instruktur (pengajar) secara prosedural, antara lain: (1) kenali kondisi awal mahasiswa sebaik-baiknya; (2) 7
kuasai isi materi pembelajaran; (3) kembangkan materi pembelajaran berdasarkan kompetensi, karakteristik, serta minat dan kebutuhan mahasiswa; (4) kinerjakan proses belajar dalam kegiatan komunikasi sealamiah mungkin; (5) kayakan dan kreasikan isi pembelajaran secara tematik; (6) kuatkan capaian hasil belajar secara berasa dan bermakna; dan (7) karyakan secara atraktif dan kompetitif (Suyoto, 2004). Hal lain yang secara teknis dipandang sangat penting sehingga perlu dipahamkan dan dipolakan secara saksama, sistemis, dan sistematis dalam pemberdayaan model pencelupan penuh di ISP MCE adalah sebagai berikut: (1) bahasa yang dipergunakan dalam buku ajar pokok, materi penunjang (suplemen), dan pengantar pembelajaran hanya bahasa Indonesia; (2) untuk menumbuhkan kepekaan, kesertaan, dan kebermaknaan dalam tindak tutur BI secara nyata setiap mahasiswa ditempatkan di keluarga asuh (homestay): satu keluarga asuh hanya diberi satu orang mahasiswa; dan (3) setiap mahasiswa didampingi oleh guru sebaya (peer-tutor), yaitu mahasiswa Indonesia yang telah diseleksi dari berbagai kampus di sekitar ISP MCE. Agar proses pembelajaran efektif dan hasil belajar yang dicapai optimal, pembelajaran klasikal diakomodasi dalam kelompok-kelompok kecil (1~5 orang) sesuai dengan kesetaraan kemampuan awal dan diampu oleh team teaching. Di samping itu, dalam upaya memberikan pemahaman dan pengalaman dalam pemakaian BI secara sosio-kultural, mahasiswa juga didekatkan dengan berbagai objek, lingkungan, serta sejumlah kegiatan atau fenomena sosial selingkung, seperti mengikuti upacara tradisional, praktik membuat batik tradisional, mengunjungi masyarakat perdesaan, tempat bersejarah, objek wisata, dan lainlain. Semua unit kegiatan yang dirancang dalam program dilengkapi dengan pemolaan kebahasaan yang berkonsekuensi dengan penugasan praktik. Aspek kolaborasi yang tidak kalah pentingnya adalah dalam hal pemberdayaan hasil pembelajaran. Secara akademik, hasil pembelajaran yang diselenggarakan dalam program kolaborasi yang berdurasi 125 jam belajar efektif tersebut diakui 8
sebagai salah satu mata kuliah di Universitas Bahasa Asing Kanda dengan bobot 2 sks. Artinya, nilai akhir program yang diperoleh mahasiswa akan ditransfer ke dalam transkrip akademik mahasiswa. Secara praktis, dalam upaya memberikan apresiasi terhadap kinerja belajar mahasiswa, sekembalinya ke Jepang mereka dipercaya untuk menyusun skenario sandiwara berbahasa Indonesia, merancang pemeranan, dan menampilkannya dalam acara Dies Natalis Universitas Bahasa Asing Kanda lengkap dengan iringan gamelan dan tarian Bali. Acara yang digelar kolosal di Balairung Millenium tersebut selalu mendapat sambutan hangat dari segenap Civitas Akademika dan masyarakat umum. 4. Kinerja Kolaborasi dan Pemeranan Institusional Kolaborasi penyelenggaraan pembelajaran BIPA antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang hingga saat ini bisa berjalan dengan baik, lancar, dan efektif berkat koordinasi yang intensif dan apik serta pemeranan institusional yang proporsional. Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Bahasa Asing Kanda berperan pokok pada praprogram dan pascaprogram. Pada praprogram, dilakukan analisis kebutuhan mahasiswa dan orientasi program. Hasil analisis kebutuhan mahasiswa kemudian dilengkapi dengan garis besar cakupan dan/atau muatan isi materi pembelajaran yang sudah diajarkan untuk diinformasikan ke ISP MCE. Hal ini dimaksudkan agar terjadi kecocokan dan kesinambungan materi ajar yang akan diberikan kepada mahasiswa ketika belajar di Malang. Orientasi program dititiktekankan pada pemberian informasi dan/atau halhal pokok yang berhubungan dengan model belajar serta polapola budaya masyarakat Indonesia agar tidak terjadi gegar budaya (culture shock). Dan, pada pascaprogram dilakukan evaluasi dan rekomendasi terhadap unit-unit kegiatan selama program berdasarkan hasil isian angket penilaian mahasiswa serta akumulasi pemetaan kesan, saran, dan masukan mahasiswa yang dikoordinasikan oleh ketua program studi. Sementara, ISP MCE bertanggung jawab penuh terhadap keseluruhan tata kelola dan tata laksana program, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik. Secara garis besar, 9
sejumlah tanggung jawab yang harus dipersiapkan secara saksama pada praprogram, antara lain: penyusunan time-line program, pemilihan dan pelatihan peer-tutor, pengondisian dan pemantapan keluarga asuh, pembentukan dan pemantapan team teaching, penyempurnaan buku ajar dan pengembangan materi penunjang, serta pengondisian sejumlah unsur dan pihak eksternal terkait. Pada saat program berlangsung, ISP MCE bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kinerja komponen program, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik, serta keberadaan mahasiswa, termasuk mengupayakan kenyamanan, keamanan, dan kesehatan mahasiswa. Semua unit aktivitas yang melibatkan mahasiswa dibingkai dalam kemasan pembelajaran komunikasi dengan bahasa Indonesia dengan maksud agar mahasiswa mengalami proses pelatihan, pemraktikan, dan pemajanan sebanyak-banyaknya. Sebagai contoh, untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, proses penukaran uang diakomodasi di ISP MCE bekerja sama dengan salah satu lembaga perbankan. Secara bergantian ISP MCE menunjuk instruktur atau staf untuk melayani proses penukaran uang dari dan kepada mahasiswa dengan alur atau tata cara yang menyerupai proses di bank atau money changer. Begitu juga dengan antisipasi terhadap kesehatan mahasiswa. Untuk menghindari terjadinya keliru gagas ataupun kilaf tindak ketika mahasiswa terpaksa harus dibawa ke dokter karena sakit, ISP MCE telah melakukan pendekatan khusus dengan sebuah rumah sakit swasta terkemuka, sebuah klinik umum, dan sebuah klinik mata. Rujukan dokter untuk ketiga institusi kesehatan tersebut juga sudah dipastikan berikut jadwal praktik yang bersangkutan. Penatalaksanaan program kolaborasi sebagaimana yang diselenggarakan di ISP MCE tersebut memiliki konsekuensi terhadap pemeranan ganda dari seluruh komponen program. Selain harus menanggungjawabi tugas yang sesuai dengan status fungsionalnya, setiap instruktur, staf, dan peer-tutor juga harus memerani sejumlah urusan yang dipolakan dengan model kepanitiaan. Untuk mengidentifikasi dan mengakomodasi hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan pemeranan, secara periodik dilakukan koordinasi evaluatif. 10
Jika diidentifikasi dari pemetaan tata laksana penyelenggaraan program dan pembelajaran menurut Model De Corte, kinerja dan pemeranan institusional antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang dapat dilihat dalam bagan berikut ini. Pemeranan dan kinerja Universitas Bahasa Asing Kanda dikodekan dengan KUIS, sedangkan pemeranan dan kinerja ISP MCE Malang dikodekan dengan ISP. Dan, untuk periode atau tahapan proses pemeranan dan kinerja dikodekan dengan PRA untuk tahap praprogram, PRO untuk tahap penyelenggaraan program, dan PAS untuk tahap pascaprogram. Dengan demikian, kode yang disematkan pada slot-slot komponen program dan pembelajaran adalah kode ganda, misalnya KUISPRA, ISP-PRO, KUIS-PAS, dan lain-lain.
11
KUIS PRA
ISP PRA
ISP PRO
Tujuan Pembelajar an
ISP PAS
PROSE Prosedur Didaktik Media (Metode/ PROS ES Pembelajaran Teknik)
PROSES
Evalu asi:
PEMBELAJ
Materi Keadaan/K PengelomondisiAwal Aj
KUI S PRA
ISP PRA
PEMBELAJARAN
12
• Prose s • Hasil
KUIS PAS
Dari bagan di atas diketahui bahwa perencanaan dan penatalaksanaan komponen-komponen program dan pembelajaran, kecuali komponen inti proses pembelajaran, dilakukan secara koordinatif antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang. 5. Manfaat Penyelenggaraan program kolaborasi dalam pembelajaran BIPA sebagaimana dilakukan antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang dapat memberikan manfaat yang sangat penting bagi sejumlah pihak. Bagi mahasiswa, manfaat yang paling kentara adalah mampu membangkitkan semangat dan motivasi belajar bahasa Indonesia lebih lanjut. Di samping itu, juga berimplikasi pada minat positif mahasiswa terhadap Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya. Dengan perkataan lain, model program kolaborasi antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang dapat menjadi pintu pembuka dan penggugah mahasiswa untuk lebih mengenali, mendekati, dan menggauli bahasa, budaya, dan masyarakat Indonesia. Bagi institusi dan program, sejumlah manfaat yang dapat dipetik dari model program kolaborasi tersebut, di antaranya sebagai berikut: 1) terjalinnya hubungan antarinstitusi yang dapat berimplikasi pada pengembangan ranah dan jenis program, misalnya Area Studies Program; 2) perbaikan, pengembangan, dan penyempurnaan struktur dan isi program secara terus-menerus; 3) maksimalisasi proses dan hasil pembelajaran: intensif, impresif, akseleratif, dan progresif; 4) efisiensi waktu capaian pembelajaran; dan secara lebih makro 5) terjalinnya hubungan antarbangsa dan sosiobudaya secara lebih mesra. Di samping manfaat di atas, satu hal mendasar yang perlu digarisbawahi dari penyelenggaraan program secara kolaboratif tersebut adalah hasil pembelajaran yang diperoleh mahasiswa dapat dipertanggungjawabkan, baik secara operasional maupun akademik. 13
6. Penutup Penyelenggaraan program BIPA secara kolaborasi antara Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang hanyalah salah satu model yang didasari oleh suatu harapan untuk memberikan capaian hasil pembelajaran seoptimal mungkin kepada mahasiswa. Model tersebut ternyata bisa memberikan salah satu solusi untuk menghindari kesenjangan antara program BIPA di dalam dan di luar negeri. Model ini juga telah memberikan bukti bahwa kita bisa menjalin hubungan yang harmonis dan sinergis. Mudah-mudahan, apa yang telah dicoba dilakukan oleh Universitas Bahasa Asing Kanda dan ISP MCE Malang tersebut dapat menjadi inspirasi bagi para penyelenggara dan pengelola program BIPA, baik di dalam maupun di luar negeri untuk bersama-sama meningkatkan kinerja secara timbal-balik. Dengan cara demikian, kami yakin bahwa standardisasi program BIPA, baik struktur dan pola penyelenggaraan maupun muatan isi dan model pembelajarannya akan dapat terwujud. Masih sangat banyak aspek ke-BIPA-an yang menurut hemat kami perlu dikolaborasikan, di antaranya menyangkut kurikulum BIPA, buku ajar BIPA, metode pembelajaran BIPA, ujian kompetensi BIPA, dan lain-lain. DAFTAR RUJUKAN Alwasilah, A.C. (Ed.s.). 2000. Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira. Huda, Nuril. 1999. Language Learning and Teaching: Issues and Trends. Malang: Universitas Negeri Malang Publisher. Rosidi, A.2001. Bahasa Indonesia Bahasa Kita: Sekumpulan Karangan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sneddon, J. 1994. Pengajaran Bahasa Indonesia dengan Metode Imersi di SMP/SMA Park Ridge, Brisbane Australia. Brisbane: Park Ridge Foundation.
14
Suyoto. 1996. Ancangan Didaktik dan Metodik Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Malang: Yayasan Chatulistiwa. Suyoto. 2004. Kiat Sukses Membelajarkan BIPA dengan Metode Celup Total. Malang: ISP MCE Malang. Widodo Hs., dkk. 1996. Profil Program Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Malang. Laporan Hasil Penelitian. Malang: IKIP Malang. Widodo Hs. 2004. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial: Studi Kasus di Program Center for Indonesian Studies (CIS) Universitas Negeri Malang. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
15
BIODATA PENULIS Kyoko Funada Kyoko Funada lahir di Tokyo, Jepang. Pendidikan: Fakultas Bahasa Asing, Universitas Bahasa Asing Tokyo (Tokyo University of Foreign Studies), BA Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Sarjana Muda Akademi Pengajian Melayu, Universiti Malaya, MA Universitas Waseda (Waseda University), Ph.D Pekerjaan: Dosen Bahasa Indonesia di Nihon University, Mishima Dosen Bahasa Indonesia di Asia University, Tokyo Dosen Bahasa Indonesia di Keio University, Kanagawa Dosen Bahasa Indonesia di Waseda University, Tokyo Dosen Bahasa Indonesia di Kanda University of International Studies, Chiba Sekarang mengajar bahasa Indonesia, sejarah Indonesia, sastra Indonesia dsb. di Kanda University of International Studies sebagai Profesor Madya. Setiap tahun mengikuti Seminar MABBIM untuk mendapat informasi terbaru di bidang bahasa Indonesia. Suyoto Suyoto lahir di Banyuwangi pada 17 Agustus 1966. Pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP & SPG) ditempuh di Banyuwangi. Tahun 1986 masuk Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (JPBSI) IKIP Malang dan lulus pada 1990. Magister Manajemen Pendidikan ditempuh pada 2002 dan lulus pada 2004. Mulai tertarik dengan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) tahun 1988 dengan menjadi tutor pada Program Consortium for Teaching Indonesian (COTI) di Program Pascasarjana IKIP Malang. Setelah menamatkan S-1, menjadi instruktur BIPA pada Program COTI dan Cooperative Southeast Asian Studies Program (CSASP) di Pascasarjana IKIP Malang sampai dengan 1992. Tertantang untuk mengukuhkan eksistensi BIPA, pada 1992 mendirikan Yayasan Pengkajian Bahasa dan Budaya
16
Indonesia. Bekerja sama dengan Kopma Language Center Universitas Brawijaya Malang pada 1992 mendirikan Program Modern Indonesian Language and Culture Courses (MILACC). Pada 1993 bekerja sama dengan Pusat Bahasa Universitas Merdeka Malang mengembangkan Program Indonesian Language Intensive Courses for Overseas Students (ILICOS); dan sejak 2002 bekerja sama dengan STIE Malangkuçeçwara Malang mengukuhkan Indonesian Studies Program – Malangkuçeçwara School of Economics (ISP MCE). Pernah menjadi dosen tetap di JPBSI STKIP PGRI Pasuruan (1991~1993); dosen paruh waktu di JPBSI Universitas Wisnuwardhana Malang, IKIP PGRI Malang, dan STKIP PGRI Blitar (1990~1993); serta dosen tetap di Universitas Merdeka Malang (1994~2002). Pengalaman manajerial di bidang BIPA dan kebahasaan, di antaranya sebagai Ketua Program MILACC, KLC Universitas Brawijaya Malang (1993~1994), Ketua Program ILICOS, Pusat Bahasa Universitas Merdeka Malang (1994~1996), Kepala Pusat Bahasa Universitas Merdeka Malang (1996~1998), dan Direktur ISP MCE (2002~sekarang). Telah tiga kali bertugas sebagai dosen tamu (visiting lecturer) BIPA di perguruan tinggi luar negeri, yaitu (1) sebagai Scholar in Residence Fulbright Program di Universitas Wisconsin, Madison, USA pada 1994; (2) sebagai Visiting Lecturer BIPA di Program Malay-Indonesia, Universitas Keio at Shonan Fujisawa Campus, Jepang (1998~2000); dan (3) menjadi Visiting Lecturer BIPA di Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Bahasa Asing Kanda, Jepang (2005~2008). Suyoto berobsesi untuk memperjuangkan dan memantapkan keberadaan Program BIPA, khususnya di Indonesia serta ingin mengembangkan institusi BIPA yang andal, profesional, tepercaya, dan mendapatkan pengakuan internasional.
17