KODE ETIK PEMERIKSA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. 3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. 4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/ atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara. 5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK. 7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman. 8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman. 9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai. 10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. 11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas. 12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara. Pasal 3 Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya. BAB III KODE ETIK Pasal 4 (1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari. (2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme. Pasal 5 Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara. BAB IV IMPLEMENTASI KODE ETIK Bagian Kesatu Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat Pasal 6 (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib: a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia; b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat; c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
2
AGUSTUS 2012
2-3 kode etik terbaru.indd 2
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis; b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat; c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung. Bagian Kedua Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara Pasal 7 (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib: a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang: a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah. Bagian Ketiga Anggota BPK selaku Pejabat Negara Pasal 8 (1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib: a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya; b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan; c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. menghindari terjadinya benturan kepentingan; e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan; f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. (2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang: a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK; e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK; f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan; g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif. Bagian Keempat Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara Pasal 9 (1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib: a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan; b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan; c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas; d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan; e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK; f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan; g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan; h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan. (2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
Warta BPK
10/18/2012 12:41:33 PM
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan; b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya; c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa; f. menjadi anggota/pengurus partai politik; g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatan nya dibiayai anggaran negara; h. memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa; j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga; k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir; l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan; m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK; n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan. BAB V HUKUMAN KODE ETIK Bagian Kesatu Tingkat dan Jenis Hukuman Pasal 10 (1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa: a. peringatan tertulis; atau b. pemberhentian dari keanggotaan BPK. (2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK. (3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa: a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP); b. hukuman sedang yang terdiri dari: 1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; 2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau 3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; c. hukuman berat yang terdiri dari: 1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau 2. diberhentikan sebagai Pemeriksa. (4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima. (5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang. (3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat. Pasal 13 Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal 14 Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut: a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/ pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 (1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini. (2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang terjadi sebelum Peraturan ini ditetapkan dan sedang dalam proses oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, penyelesaiannya berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 17 Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK Pasal 11 (1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis. (2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/ atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK. Bagian Ketiga Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98
Pasal 12 (1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis. (2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
Warta BPK
2-3 kode etik terbaru.indd 3
AGUSTUS 2012
3
10/18/2012 12:41:36 PM
dari kami
Olah Dana Yang Tak Sportif Sportivitas dan fair play yang dijunjung tinggi dalam dunia olahraga ternyata tidak berlaku bagi para pengelola dana. Kalau tidak sportif dalam satu cabang olahraga paling-paling kena skorsing tidak boleh main beberapa kali pertandingan. Lain jika tak sportif dalam pengelolaan dana. Jelas, ujung-ujungnya berbuntut pada kerugian negara. Jika diusut tuntas berdasarkan hukum yang berlaku, bisa-bisa ‘atlit’ pengelola dana itu meringkuk dalam bui. Agaknya, itu bisa digunakan untuk menggambarkan betapa tidak sportifnya para penyelenggara proyek SEA Games XXVII di JakartaSumatra Selatan beberapa waktu lalu. Pasalnya, BPK menemukan banyak kejanggalan dalam proyek SEA Games XXVI, yang berakibat pada dugaan adanya kerugian negara. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penggunaan anggaran, serta pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran. Memang itu baru hasil pemeriksaan BPK yang secara legal tidak memiliki kekuatan hukum. Namun, temuan-temuan yang nilainya ratusan miliaran rupiah bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk mendalaminya. Masalah ini, menjadi sorotan utama dengan narasumber Anggota BPK Agung
Firman Sampurna. Untuk laporan khusus, kami sajikan pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) se-Indonesia tahun anggaran 2011. Hasil pemeriksaannya telah diserahkan kepada lembaga perwakilan dan pimpinan daerah tingkat I provinsi maupun daerah tingkat II kabupaten/kota di masing-masing daerah. Masing-masing BPK Perwakilan di tiap provinsi telah mencatat adanya perkembangan fluktuatif atas tingkat kewajaran penyajian laporan keuangan auditee. Selanjutnya, untuk rubrik antarlembaga, kita ulas mengenai korupsi yang makin menggurita, hampir di semua lini terjadi korupsi. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012 untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga. Presiden pun sempat menginstruksikan agar para penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih ketat mengawasi dan menindak segala bentuk tindak pidana korupsi. Selamat membaca selengkapnya edisi Agustus ini.
Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah. ISI MAJALAH INI TIDAK BERARTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANDANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4
4 - dari kamii.indd 4
AGUSTUS 2012
INDEPENDENSI - INTEGRITAS - PROFESIONALISME
PENGARAH : Hendar Ristriawan Daeng M. Nazier Nizam Burhanuddin PENANGGUNG JAWAB : Bahtiar Arif SUPERVISI PENERBITAN : Gunarwanto Yudi Ramdan KETUA DEWAN REDAKSI : Parwito STAF REDAKSI : Andy Akbar Krisnandy Bambang Dwi Bambang Widodo Dian Rustri Teguh Siswanto (Desain Grafis) KEPALA SEKRETARIAT : Sri Haryati STAF SEKRETARIAT : Sumunar Mahanani Sutriono Rianto Prawoto (fotografer) Indah Lestari Enda Nurhenti Werdiningsih ALAMAT REDAKSI: Gedung BPK-RI Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta Telepon : 021-25549000 Pesawat 1188/1187 Faksimili : 021-57854096 E-mail :
[email protected] [email protected]
Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Majalah Warta BPK tidak pernah meminta sumbangan/sponsor dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan Warta BPK Warta BPK
11/6/2012 8:22:20 PM
daftar isi
6 - 12
LAPORAN UTAMA Penggunaan Dana SEA Games XXVI Banyak ‘Lobang’
13 - 19 LAPORAN KHUSUS Opini BPK atas Pemeriksaan LKPD TA 2011 24- 25 REFORMASI BIROKRASI Pakta Integritas, Terobosan Reformasi Birokrasi 26 - 33 ANTAR LEMBAGA SBY: Korupsi Harus Dikikis Habis 34 - 35 BPK DAERAH BPK Padang Gandeng RS Optimalkan Layanan 36 - 39 (67 TAHUN MERDEKA) PIDATO KETUA BPK RI 42 - 43 TEMPO DOELOE
ICW Melandasi Perjalanan BPK
44 - 46 AKSENTUASI BPK Diskusikan Hasil Putusan MK 47 - 49 ROAD TO WTP Dari WTP Menuju Bangka Idaman Warta BPK
5 - daftar isi agustus.indd 5
20 - 23 AGENDA Itama Gelar Forum Pembahasan Tindak Lanjut 50 - 51 PROFESI Perang Tarif Jasa Akuntan 52 - 54 INTERNASIONAL INTOSAI TFSID Sepakati Perubahan Timetable Survei 55 - 56 PANTAU Lima Area Prioritas Pencegahan Korupsi 57 - 65 HUKUM Auditor BPK Jateng Berikan Keterangan Ahli 66 - 68 UMUM Kemenkes Bentuk Tim Kajian Proyek Flu Burung 69 - LINTAS PERISTIWA Presiden: Anggaran Pertahanan Meningkat 70 - 71 RESENSI BUKU Mencoba Mendudukan Posisi SMI dalam Kasus Century AGUSTUS 2012
5
11/6/2012 8:22:42 PM
LAPORAN UTAMA
Penggunaan Dana SEA Games XXVI Banyak ‘Lobang’
Stadion Gelora Sriwijaya Palembang
BPK menemukan banyak kejanggalan dalam proyek SEA Games XXVI Jakarta-Sumatra Selatan, yang berakibat pada dugaan adanya kerugian negara. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penggunaan anggaran, serta pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
S
impulan itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dalam rangka SEA Games XXVI Tahun Anggaran 2010 dan 2011 pada Kementerian Pemuda dan Olah Raga di Jakarta dan Sumatra
6
AGUSTUS 2012
6 - 12 laporan UTAMA.indd 6
Selatan yang ditandatangani oleh Anggota BPK Agung Firman Sampurna. Laporan itu merupakan hasil dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam rangka SEA Games XXVI Tahun Anggaran 2010 dan
2011 pada Kemenpora di Jakarta dan Palembang. Pemeriksaan berpedoman pada SPKN tahun 2007 dan dilakukan dalam dua tahap yaitu Tahap I selama 40 hari (8 Agustus-10 Oktober 2011) dan Tahap II selama 30 hari (13 Desember 2011-13 Januari 2012). Pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah perencanaan dan anggaran SEA Games XXVI dilaksanakan secara memadai, pengelolaan dana bantuan persiapan SEA Games XXVI telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan sejalan dengan tujuan penyaluran
Warta BPK
11/9/2012 8:23:55 PM
LAPORAN UTAMA dana bantuan. Atau dana bantuan telah diterima dan telah digunakan oleh penerima yang berhak sesuai ketentuan perundangan (tepat jumlah, tepat jenis, tepat waktu dan tepat sasaran bantuan). “Juga mengenai pelaporan dan pertanggungjawaban dana bantuan persiapan SEA Games XXVI telah sesuai dengan ketentuan dan standar yang telah ditetapkan,” papar Agung Firman. Persiapan untuk pelaksanaan SEA Games XXVI yang berlangsung dari 11-22 November 2012, dilakukan sejak 2010 sampai menjelang hari H dengan alokasi anggaran yang berasal dari APBN Kemenpora dan APBD Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Sumatra Selatan. Dengan rincian, alokasi anggaran dari APBN Kemenpora total mencapai Rp1,88 triliun, yang terdiri dari: 1. Alokasi APBN-P 2010 sebesar Rp480,50 miliar 2. Alokasi APBN Murni 2011 sebesar Rp702,51 miliar 3. Alokasi APBN-P 2011 sebesar Rp700 miliar Di samping alokasi anggaran melalui APBN Kemenpora, pemerintah daerah setempat juga mengalokasikan APBD untuk mendukung kegiatan persiapan SEA Games XXVI. Total keseluruhan APBD sebesar Rp493,28 miliar terdiri dari Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp293,61 miliar dan Pemprov Sumatra Selatan sebesar Rp199,66 miliar. Alokasi anggaran, di antaranya disalurkan dalam bentuk block grant kepada Komite Persiapan SEA Games XXVI di daerah penyelenggara, yaitu Rp412,72 miliar, terdiri dari : 1. Komite Renovasi Prasarana dan Sarana Olah Raga Provinsi DKI Jakarta untuk Penyelenggaraan SEA Games XXVI Tahun 2011 sebesar Rp70,79 miliar. 2. Komite Promosi SEA Games XXVI DKI Jakarta sebesar Rp7,49 miliar. 3. Komite Pembangunan Wisma Atlet Palembang sebesar
Warta BPK
6 - 12 laporan UTAMA.indd 7
Rp199,63 miliar. 4. Komite Renovasi Venues Palembang sebesar Rp124,81 miliar. 5. Komite Promosi SEA Games XXVI Palembang sebesar Rp9,98 miliar. Pemeriksaan BPK menyimpulkan, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam rangka SEA Games tahun anggaran 2010 dan 2011 yang meliputi, proses pe rencanaan, pelaksanaan dan penggunaan anggaran serta pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran, sebagaimana dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku, yaitu, tidak sesuai dengan Kepres No. 80 Tahun 2003 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga
Agung Firman Sampurna.
mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara, kemahalan harga, dan kelebihan pembayaran harga kepada penyedia jasa.
Temuan Pemeriksaan BPK menemukan sejumlah temuan yang dikelompokkan dalam lima pokok temuan yakni: 1. Pembangunan Wisma Atlet 2. Pembangunan venues dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) 3. Pembangunan dan renovasi venues SEA Games XXVI di
Palembang 4. Pembangunan dan renovasi venues SEA Games XXVI di Jakarta 5. Pengadaan peralatan olahraga SEA Games XXVI. Tentang Pembangunan Wisma Atlet, dalam laporan terungkap, bahwa pengelolaan dana untuk pembangunan Wisma Atlet, pembangunan Venues dan renovasi SEA Games 2011 oleh Komite tidak sesuai ketentuan. Sebagaimana diketahui, dalam rangka menunjang dan menyukseskan pelaksanaan SEA Games XXVI tahun 2011, Kemenpora menganggarkan dana untuk pembangunan Wisma Atlet, pembangunan dan renovasi venues pada mata anggaran kegiatan (MAK) Belanja Barang NonOperasional 521219 Tahun anggaran 2010 dan 2011. Realisasi Belanja Barang NonOperasional dilaksanakan dengan cara pemberian kas (block grant) dari Kemenpora kepada tiga Komite— Komite Pembangunan Wisma Atlet, Komite Pembangunan Venues, dan Komite Renovasi Venues--berdasarkan surat perjanjian kerja. Hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban menunjukkan bahwa pengeluaran dana ke pihak ketiga tidak dilakukan sesuai mekanisme APBN, yaitu Bendahara Komite memberikan cek atau bukti transfer dengan persetujuan Ketua Komite. Selain itu, sampai dengan 16 Desember 2011, Bendahara Komite belum menyetor pendapatan bunga ke rekening kas negara sebesar Rp2,48 miliar. Pengeluaran dana dari Komite kepada pihak ketiga belum diatur dalam suatu aturan/petunjuk/ sistem yang dapat mengendalikan pengeluaran dana tersebut. Sementara itu, pengeluaran dana dari negara (KPPN) kepada Komite dilakukan sebelum barang dan jasa diterima. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No 318/KMK.02/2004 tentang AGUSTUS 2012
7
11/9/2012 8:23:56 PM
LAPORAN UTAMA Penyimpanan Uang Negara pada BankBank Pemerintah pasal 2 menyatakan, “Terhadap rekening Bendaharawan Umum/ Bendaharawan/ Pemegang Rekening atas nama Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah pada Bank Umum yang merupakan Persero dan atau Bank Pembangunan Daerah, dikenakan jasa giro dan disetor ke rekening Kas Negara/Kas Daerah sebagai penerimaan Negara/Daerah.” Hal tersebut mengakibatkan, terbukanya peluang penyalahgunaan keuangan negara dan penerimaan jasa giro dari sisi dana bantuan belum diterima oleh negara minimal sebesar Rp2,48 miliar. Selain masalah pengelolaan dana yang tidak sesuai ketentuan, dalam laporan pemeriksaan juga terungkap, proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI tidak dikelola dengan baik sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawabannya. Hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta sebagai berikut : 1. Konstruksi pembangunan Wisma Atlet tidak direncanakan dengan baik yaitu, perencanaan pembangunan Wisma Atlet tidak menggunakan konsultan perencana, tidak ada pengalokasian anggaran untuk kegiatan perencanaan, terdapat ketidaksesuaian dan ketidakpastian lingkup pekerjaan serta perhitungan volume pekerjaan dalam HPS dan dalam dokumen lelang ditetapkan lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan volume pekerjaan menurut gambar detail desain sehingga hasil perencanaan tidak memadai ditinjau dari segi desain struktur, gambar perencanaan, serta rencana anggaran dan biaya, terjadi pekerjaan tambah kurang yang signifikan pada saat pelaksanaan pekerjaan, adanya penambahan nilai kontrak, serta pekerjaan tidak dapat diselesaikan sesuai kontrak.
8
AGUSTUS 2012
6 - 12 laporan UTAMA.indd 8
dengan harga tidak wajar dan adanya upaya rekanan pelaksana pekerjaan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Andi Mallarangeng
2. Kepastian PT DGI sebagai pelaksana pembangunan Wisma Atlet diduga sudah ditetapkan sebelum proses pelelangan dimulai, sehingga kewajaran harga kontrak dan kebenaran volume pelaksanaan pekerjaan diragukan serta membuka peluang terjadinya penyelewengan dan kecurangan dalam pelaksanaan pekerjaan yang dapat merugikan negara. Hal ini terjadi karena adanya dugaan kolusi antara pihak Kemenpora dan Komite Pembangunan Wisma Atlet (KPWA) dengan PT DGI, yang mana PT DGI diduga telah memberikan sejumlah uang di antaranya kepada KPWA agar ditetapkan sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet serta PPK tidak melakukan pengawasan dengan optimal dan tidak cepat dalam mengambil keputusan yang tepat saat adanya dugaan penyalahgunaan dana bantuan. 3. Harga yang ditetapkan dalam kontrak pembangunan Wisma Atlet terlalu mahal atau melebihi dari harga yang sebenarnya, sehingga mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp19,37 miliar. Hal ini terjadi karena KPWA dan/atau panitia pengadaan kurang cermat dalam membuat EE dan HPS
4. Terdapat kelebihan pembayaran dan atau kekurangan volume pekerjaan atas pekerjaan pembangunan Wisma Atlet dan gedung serba guna minimal senilai Rp7,81 miliar, sehingga diduga merugikan keuangan negara. Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan Konsultan Pengawas yaitu PT DS dan KPWA selalu pemberi kerja dan lemahnya perencanaan pekerjaan. Sementara itu, temuan lainnya adalah tentang Pembangunan Venues dengan dana CSR. 1. Proyek pembangunan tiga venues SEA Games XXVI dilaksanakan tanpa ada dukungan anggaran sehingga mengakibatkan lemahnya posisi tawar pemprov dalam bernegosiasi dengan rekanan pelaksana untuk menyepakati harga pekerjaan. Hal ini terjadi karena Pemprov Sumsel beranggapan bahwa pembangunan venues ini adalah kebutuhan mendesak, yang tidak bisa ditunda serta Gubernur Sumsel terlalu yakin akan mampu memperoleh dana sumbangan dari pihak ketiga, meskipun tanpa ada komitmen tertulis. 2. Proses pemilihan rekanan pelaksana pembangunan venues yang didukung dengan dana CSR dilakukan tidak sesuai ketentuan sehingga berpotensi tidak ekonomis dan membuka peluang terjadinya penyelewengan dan kecurangan dalam pelaksanaan kontrak. Hal ini terjadi karena panitia pengadaan beranggapan, kalau sumber dana berasal dari CSR maka proses pemilihan rekanan
Warta BPK
11/9/2012 8:23:57 PM
LAPORAN UTAMA tidak harus berpedoman pada Keppres 80 Tahun 2003 jo Keppres 54 Tahun 2010 dan pada saat proses pengadaan berjalan, dana hibah pihak ketiga yang direncanakan untuk mendukung pembangunan venues tersebut, belum diterima serta menjadi aset pemprov. 3. Rekanan pelaksana pembangunan Aquatic Center membuat Contract Changes Order terhadap item pekerjaan yang telah dibayar sehingga pembayaran sebesar Rp7,96 miliar, tidak sah dan ada kelebihan pembayaran kepada rekanan sebesar Rp1,90 miliar. Hal ini terjadi karena Komite Pembangunan Aquatic Center, tidak cermat dan teliti dalam membayar pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh rekanan dan konsultan pengawas dan Direksi Teknis Dinas Pekerjaan Umum Karya, lalai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tentang Pembangunan dan renovasi venues SEA Games XXVI Palembang. Dari laporan terungkap terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan kepada rekanan sebesar Rp1,57 miliar pada beberapa pekerjaan pembangunan venues SEA Games di Palembang, sehingga menimbulkan adanya dugaan kerugian negara. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pekerjaan lalai dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya untuk melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak serta Ketua Komite, Direksi Teknis Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Konsultan Pengawas lalai dalam melaksanakan tugas untuk memeriksa, meneliti dan mencermati yang dilaksanakan oleh rekanan. Tentang Pembangunan dan renovasi venues SEA Games XXVI di Jakarta, laporan pemeriksaan mengungkap, terdapat kelebihan pembayaran kepada rekanan
Warta BPK
6 - 12 laporan UTAMA.indd 9
Rekomendasi
BPK memberi waktu kepada Kemenpora selama 60 hari terhitung sejak diterimanya hasil laporan, untuk memberi jawaban dan menjelaskan tindaklanjut yang dilakukan atas penyelesaian masalah tersebut.
sebesar Rp1,15 miliar pada beberapa pekerjaan rehabilitasi sarana dan prasarana SEA Games di Jakarta, sehingga menimbulkan adanya dugaan kerugian negara. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pekerjaan lalai dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya untuk melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak serta PPK dan Pengawas lalai dalam melaksanakan tugas untuk memeriksa, meneliti dan mencermati pekerjaan yang dilaksanakan rekanan. Temuan lainnya adalah tentang pengadaan peralatan olah raga SEA Games XXVI. Fakta-fakta yang terungkap adalah : a. Biaya sewa mobil operasional untuk Panitia Inasoc 2011 senilai Rp1,29 miliar belum dapat dipertanggungjawabkan dan sewa mesin fotocopy sebesar Rp662,02 juta, diduga tidak dilaksanakan. Hal ini terjadi karena pengendalian dan pengawasan dari atasan langsung terhadap kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah dimaksud belum optimal. b. Harga peralatan olahraga layar SEA Games XXVI lebih mahal sebesar Rp233,12 juta. Hal ini terjadi karena Panitia Pengadaan kurang cermat dan berindikasi adanya dugaan kolusi dalam menyusun HPS yang dibuat tidak secara keahlian.
Berdasarkan semua temuan pemeriksaan itu, BPK merekomendasikan yakni : 1. Kepada Menteri Pemuda dan Olah Raga agar meningkatkan fungsi perencanaan, pengendalian dan penilaian atas pengelolaan dan pertanggung jawaban dana bantuan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Berkoordinasi dengan Gubernur Sumsel dan Gubernur DKI Jakarta, memberikan sanksi baik administratif maupun hukum sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pihakpihak yang terbukti lalai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. 3. Meminta pertangungjawaban Ketua KPWA, Tim Perencana, Panitia Pengadaan dan Konsultan Pengawas atas terjadinya kemahalan harga dan pembayaran yang tidak sah. 4. Memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen terkait, menarik kelebihan pembayaran dari rekanan dan menyetorkan ke kas negara serta menyampaikan copy bukti setor kepada BPK. 5. Meminta pertangungjawaban Gubernur Provinsi Sumsel menyelesaikan pembayaran tagihan rekanan atas pembangunan venues sesuai kesepakatan yang dibuat dengan Pengurus Besar Cabang Olah Raga (Perbakin, PASI, dan PRSI) serta janjinya untuk mencarikan dana tanpa menggunakan biaya dari APBN dan APBD. BPK memberi waktu kepada Kemenpora selama 60 hari terhitung sejak diterimanya hasil laporan, untuk memberi jawaban dan menjelaskan tindaklanjut yang dilakukan atas penyelesaian masalah tersebut. dr/bw AGUSTUS 2012
9
11/9/2012 8:23:57 PM
LAPORAN UTAMA
“Kemenpora Bertanggungjawab Atas Penyelenggaraan Sea Games”
Agung Firman Sampurna
BPK telah melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap pelaksanaan Sea Games. BPK menyimpulkan pelaksanaan Sea Games yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penggunaan anggaran tidak sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah sehingga mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara. Temuan apa saja yang telah ditemukan BPK? Berikut petikan wawancara Warta BPK dengan Anggota BPK Agung
10
AGUSTUS 2012
6 - 12 laporan UTAMA.indd 10
Firman Sampurna : Ada anggapan bahwa BPK melakukan audit terhadap proyek Sea Games karena terungkapnya kasus Wisma Atlet oleh KPK? Selama ini ada opini yang mengatakan seakan-akan BPK melakukan PDTT itu karena ada Operasi Tangkap Tangan penyidik KPK soal Wisma Atlet. Namun, sebenarnya tidak begitu. Pasalnya, BPK sudah mencanangkan sejak lama. Kebetulan setelah BPK melakukan pemeriksaan terhadap proyek Sea Games terungkaplah
kasus Wisma Atlet oleh KPK. Apa yang melatarbelangi BPK melakukan audit terhadap proyek Sea Games? Sebenarnya BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu utamanya soal anggaran yang digunakan karena anggarannya cukup besar. Tentu saja kondisi itu sangat rawan terjadi penyimpangan pengelolaan keuangan negara. Apalagi sebelumnya dalam pembahasan tim menemukan ada perdebatan soal anggaran tersebut. Seperti kita ketahui, pada Warta BPK
11/9/2012 8:24:01 PM
LAPORAN UTAMA saat pembahasan, anggota DPR dari Komisi X itu membandingkan penyelenggaraan Sea Games di Laos. Penyelenggaraan Sea Games di sana ternyata biaya yang digunakan hanya sekitar Rp50 miliar. Dengan anggaran tersebut ternyata pelaksaannya berjalan dengan sukses. Komisi X mengatakan kalau Sea Games di sana dapat dilakukan dengan biaya relatif murah. Lantas kenapa tidak kita lakukan hal yang serupa. Mengenai adanya dua tempat pelaksaaan Sea Games apakah itu menjadi bagian pemeriksaan dengan tujuan tertentu BPK? Selain itu anggaran, ternyata dalam penyelenggaraan Sea Games ada dua tempat penyelenggaraan, Yakni di Provinsi Sumatra Selatan dan DKI Jakarta. Dengan adanya dua tempat penyelenggaraan tersebut praktis dana yang digunakan akan lebih besar. Selain pertimbangan lain, sumber dana yang digunakan juga tidak hanya APBN yang cukup besar tetapi ada dana dari APBD. Bahkan, sebelumnya Provinsi Sumatra Selatan akan menggunakan dana di luar APBN dan APBD, yang mereka sebut dana CSR yang jumlahnya cukup besar. Namun setelah ada Operasi Tangkap Tangan oleh penyidik KPK, ternyata dana tersebut gagal dicairkan. Dan itu menjadi masalah, bahkan sampai saat ini. Bagaimana dengan proses pembangunan fisik Sea Games? Itu juga menjadi salah satu yang ruang lingkup pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap proyek Sea Games. Seperti diketahui dalam event olahraga itu ada dua tahapan, yakni pembangunan fisik dan penyelenggaraan. Tahap penyelenggaraan itu berkaitan dengan honor, transportasi, operasional kegiatan pembukaan dan penutupan. Biasanya yang rawan penyelewengan dana untuk persiapan, karena dananya besar.
Warta BPK
6 - 12 laporan UTAMA.indd 11
Bagaimana dengan adanya inisiatif dari Provinsi Sumatra Selatan untuk menjadi penyelenggara Sea Games? Seperti diketahui, Provinsi Sumatra Selatan adalah daerah yang mengajukan diri untuk menjadi calon penyelenggara. Mereka cukup agresif. Dengan mengajukan diri tersebut sudah barang tentu seharusnya daerah tersebut siap untuk melaksanakan Sea Games. Siap dalam pengertian pelaksanaan sesuai dengan ketentuan perudang -undangan. Namun, kita melakukan itu bukan karena ada masalah tersebut. Namun, memang sudah direncanakan. Entitas mana saja yang diperiksa BPK dalam audit PDTT tersebut ? Dalam pemeriksaan ini ada tiga entitas yang kita periksa, yakni Kementerian Pemuda dan Olahraga, Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan, dan Pemerintah Provinsi DKI jakarta. Adapun, dari segi jumlah temuan di Provinsi Sumatra Selatan itu ada 21 temuan.Temuan itu dibagi dalam pembangunan Wisma Atlet, pembangunan venue, dan pembangunan renovasi venue dari CSR. Adapun, di DKI Jakarta ada satu yakni renovasi venue Sea Game. Sementara di Kementerian Olahraga ada lima temuan. Bagaimana hasil pemeriksaan BPK ? Pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara dalam pelaksanaan Sea Games yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penggunaan anggaran serta pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran, tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Yakni tidak sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Temuan BPK memperlihatkan masalah itu terjadi mulai dari perencanaan, yakni perencanaan tidak memadai, pelaksanaan tidak memadai, penerapan penggunaan kontrak lumsum juga tidak tepat, dan juga ada temuan terjadi mark up.
Barang / Jasa Pemerintah sehingga mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara, kemahalan harga dan kelebihan pembayaran harga kepada penyedia jasa. Apa ada indikasi yang merugikan negara? Temuan-temuan indikasi perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara di Sumatera Selatan, itu cukup banyak. Temuan BPK memperlihatkan masalah itu terjadi mulai dari perencanaan, yakni perencanaan tidak memadai, pelaksanaan tidak memadai, penerapan penggunaan kontrak lumpsum juga tidak tepat, dan juga ada temuan terjadi mark up. Bagaimana temuan BPK terhadap pembangunan Wisma Atlet ? Proyek pembangunan Wisma Atlet tidak dikelola dengan baik sejak tahap perencanaan, maupun pertanggungjawaban. Buktinya konstruksi pembangunan tidak direncanakan dengan baik yaitu perencanaan pembangunan tidak menggunakan konsultan perencana. Selain itu, juga tidak ada pengalokasian anggaran untuk kegiatan perencanaan. Selain itu, kepastian PT DGI sebagai pelaksana pembangunan diduga ditetapkan sebelum proses lelang sehingga kewajaran kontrak dan kebenaran AGUSTUS 2012
11
11/9/2012 8:24:01 PM
LAPORAN UTAMA volume pelaksanaan pekerjaan diragukan, serta membuka peluang terjadinya penyelewengan dan kecurangan dalam pelaksanaan yang dapat merugikan negara. Hal ini terjadi karena adanya dugaan kolusi antara pihak Kemenpora dan Komite Pembangunan Wisma Atlet dan PT DGI. Diduga PT DGI telah memberikan sejumlah uang kepada komite pembangunan agar ditetapkan sebagai pelaksana proyek. Bagaimana dengan temuan mengenai harga dalam kontrak pembangunan? Harga yang ditetapkan dalam kontrak pembangunan Wisma Atlet terlalu mahal dan melebihi harga yang sebenarnya sehingga mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara . Hal ini terjadi karena panitia pengadaan kurang cermat dan adanya dugaan upaya rekanan pelaksanaan pekerjaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Bagaimana dengan temuan pembanguan venue Sea Games di Palembang dan Jakarta? Dalam pembangunan venue di Palembang, BPK menemukan ada kelebihan pembayaran pekerjaan kepada rekanan di beberapa pekerjaan pembangunan venue yang menimbulkan kerugian negara. Adapun, pembangunan venue di Jakarta, juga ada kelebihan pembayaran kepada rekanan pada pekerjaan rehabilitasi sarana dan prasarana Sea Games di Jakarta. Bagaimana dengan pembangunan venue yang menggunakan dana CSR? Dana pembangunan venue yang menggunakan dana CSR itu gagal cair. Setelah sebelumnya Pemrov Sumsel meminta dukungan izin untuk bisa mendanai pembangunan venue yang telah selesai dilaksanakan. Padahal, sama-sama kita ketahui entry point
12
AGUSTUS 2012
6 - 12 laporan UTAMA.indd 12
Agung Firman Sampurna
penggunaan dana APBD hanya dengan Keppres Tahun 2003 yang kini menjadi Perppes No. 54 Tahun 2010 . Mekanisme itu kalau berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah peraturan itu harus diikuti. Kalau tidak diikuti tentu saja kita tidak bisa membenarkan hal tersebut. Dana yang mencapai sekitar Rp354 miliar karena tidak mendapat dukungan digunakan untuk dana candangan. Dana cadangan ini kalau peruntukkannya untuk mendanai venue tadi. BPK memandang itu potensi kerugian negara, kalau digunakan terjadi kerugian negara karena digunakan tidak sesuai dengan perundang-undangan. Kalau temuan kita itu senilai Rp292 miliar. Rinciannya proyek lapangan tembak kurang bayar Rp97,5 miliar proyek aquatic center
kurang bayar Rp115,069 miliar dan proyek lapangan atletik kurang bayar Rp79,8 M. Jadi Rp292 miliar itu merupakan utang dari Provinsi Sumsel kepada kontraktor yang melakukan revonasi sejumlah venue menggunakan dana CSR. Karena sampai saat ini masalah itu belum selesai. Mohon dijelaskan mengenai rekomendasi BPK ? Ada sejumlah rekomendasi yang diberikan BPK. Salah satunya meminta pertanggungjawaban Gubernur Sumatera Selatan untuk menyelesaikan pembayaran tagihan rekanan atas pembangunan venues sesuai kesepakatan yang dibuat dengan Pengurus Besar Cabang Olahraga seperti Perbakin, PASI dan PRSI serta janjinya untuk mencarikan dana tanpa menggunakan biaya dari APBN dan APBD. bw Warta BPK
11/9/2012 8:24:03 PM
LAPORAN KHUSUS
Opini BPK atas Pemeriksaan LKPD TA 2011
P
ada pertengahan 2012, pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) se-Indonesia tahun anggaran 2011 telah selesai dilakukan. Hasil pemeriksaannya telah diserahkan kepada lembaga perwakilan dan pimpinan daerah tingkat I provinsi maupun daerah tingkat II kabupaten/kota di masing-masing daerah. Masing-masing BPK Perwakilan di tiap provinsi telah mencatat adanya perkembangan fluktuatif atas tingkat kewajaran penyajian laporan keuangan auditee.
Provinsi Aceh Tercatat BPK Perwakilan Provinsi Aceh telah memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah dan menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pemeriksaan tersebut sebanyak 11 entitas dari 24 entitas yang berada di wilayah kerjanya. Dari penyajian laporan keuangan pemerintah daerah di wilayah Provinsi Aceh, ada dua entitas yang mendapat Opini WTP, yaitu Pemerintah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Nagan Raya. Sementara yang memperoleh Opini WDP ada sembilan entitas, yaitu Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Singkil, Kota Sabang, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Selatan dan Kota Subulussalam.
Provinsi Sumatra Utara LKPD Provinsi Sumatra Utara
Warta BPK
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 13
Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Provinsi Sumatera Barat.
tahun anggaran 2011 mendapat opini WDP. Secara keseluruhan, ada satu entitas yang mendapat Opini WTP, yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan. Dua LKPD mendapatkan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan, yaitu Kota Medan dan Kota Sibolga. Selain itu, 16 LKPD mendapatkan opini WDP dan tiga LKPD mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat atau disclaimer.
Pasaman Barat juga mendapat Opini WDP atas laporan keuangannya. Opini tersebut tidak berubah dari opini tiga tahun terakhir yang diterima Kabupaten Pasaman Barat. Opini yang sama juga didapat Pemerintah Kabupaten Pasaman.
Provinsi Riau BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf
Provinsi Sumatra Barat Laporan keuangan Provinsi Sumatra Barat tahun anggaran 2011 masih mendapat opini WDP. Opini yang sama didapat pada tahun anggaran sebelumnya, tahun 2010. Selain Pemprov Sumatra Barat, Pemerintah Kabupaten
Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Kabupaten Kuansing (Riau). AGUSTUS 2012
13
11/9/2012 8:24:27 PM
LAPORAN KHUSUS Penjelasan (WTP DPP) atas LKPD Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2011. Opini ini meningkat dibandingkan dengan opini yang diberikan pada 2010. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Kuansing termasuk pemerintah daerah yang menyerahkan LKPD Tahun 2011 unaudited tepat waktu yaitu pada tanggal 14 Maret 2012. Opini WTP DPP juga diberikan BPK pada laporan keuangan pemerintah Kabupaten Siak tahun anggaran 2011. Opini ini meningkat dibandingkan dengan opini yang diberikan BPK RI atas LKPD Tahun 2010 lalu dimana mendapat Opini WDP. Entitas lain di Provinsi Riau adalah Kabupaten Pelalawan yang mendapat Opini WDP atas laporan keuangannya tahun anggaran 2011. Opini ini sama dengan opini yang diberikan BPK atas LKPD Tahun 2010 lalu. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Pelalawan termasuk pemerintah daerah yang menyerahkan LKPD Tahun 2011 unaudited tepat waktu yaitu pada tanggal 27 Maret 2012. Opini WDP juga diberikan pada laporan keuangan Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kabupaten Rokan Hilir. Sementara Kabupaten Bengkalis LKPD-nya mendapat Opini Disclaimer.
Provinsi Jambi LKPD Kabupaten Kerinci tahun anggaran 2011 mendapat Opini WDP. Opini yang sama juga didapat Kota Sungai Penuh, Kota Jambi, Kabupaten Merangin, Kabupaten Kerinci.
Provinsi Bengkulu Ada tiga entitas yang mendapat opini WTP. Ketiga entitas tersebut, yaitu Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Kaur. Sedangkan LKPD tahun anggaran 2011 pada Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Bengkulu Selatan
14
AGUSTUS 2012
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 14
mengungkapkan terdapat 69 temuan yang ditemukan pada saat pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2011 sebagaimana termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Kabupaten Mukomuko (Bengkulu). Temuan tersebut antara mendapat Opini WDP. lain terdiri atas temuan yang berindikasi kerugian Provinsi Lampung daerah sebesar Rp4,82miliar, temuan Provinsi ini merupakan salah potensi kerugian daerah sebesar satu provinsi -khususnya di SumatraRp2,44miliar, dan kekurangan dimana sejumlah entitas di sana penerimaan daerah sebesar cukup banyak yang mendapat Rp7,02miliar. opini WTP. Tercatat, Provinsi Atas temuan-temuan tersebut, Lampung, Kota Bandar Lampung, telah dilakukan penyetoran selama Kota Metro, Kabupaten Lampung penyusunan LHP masing-masing Barat, Kabupaten Way Kanan, dan indikasi kerugian daerah sebesar Kabupaten Tulang Bawang Barat, Rp2,24miliar, potensi kerugian LKPD tahun anggaran 2011-nya sebesar Rp2,02miliar, dan kekurangan memperoleh Opini WDP. Tujuh entitas penerimaan sebesar Rp532,86 juta. lainnya mendapat Opini WDP. Dua Selain itu, terdapat temuan atas entitas lainnya mendapat disclaimer. masalah administrasi, aset-aset yang belum dimanfaatkan, serta masih
Provinsi DKI Jakarta
LKPD tahun anggaran 2011 mendapat opini WTP dengan Paragraf Penjelas. Namun, hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Provinsi DKI Jakarta.
Warta BPK
11/9/2012 8:24:28 PM
LAPORAN KHUSUS Opini Bpk atas Lkpd Propinsi/Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2011
Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Kota Tangerang Selatan.
belum terintegrasinya data penerimaan kas dengan data SKPD penerima pajak dan retribusi.
Provinsi Banten Ada entitas yang mengalami perbaikan dalam laporan keuangannya. Seperti Kota Cilegon. Tahun sebelumnya, tahun anggaran 2010, mendapat Opini Disclaimer. Sedangkan tahun anggaran 2011 laporan keuangannya mendapat WDP. Opini yang sama juga pada LKPD Provinsi Banten, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Serang. Sementara Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang mendapat Opini WTP.
Provinsi Jawa Tengah Opini WTP dengan Paragraf Penjelas diberikan pada LKPD Provinsi Jawa Tengah. Paragraf penjelasnya terkait dengan inventarisasi dan penilaian atas aset tetap. Dalam hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2011, BPK memandang perlu menjelaskan terkait
No Entitas
Opini
1
Propinsi Jawa Tengah
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Kota Semarang Kota Salatiga Kabupaten Semarang Kabupaten Demak Kabupaten Kudus Kabupaten Pati Kabupaten Rembang Kabupaten Jepara Kota Surakarta Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kota Magelang Kabupaten Magelang Kabupaten Temanggung Kabupaten Wonosobo Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Purbalingga Kabupaten Purworejo Kabupaten Kebumen Kabupaten Cilacap Kota Pekalongan Kota Tegal Kabupaten Banyumas Kabupaten Pekalongan Kabupaten Tegal Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pemalang Kabupaten Brebes
Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar Tanpa Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian Wajar dengan Pengecualian
kegiatan inventarisasi dan penilaian atas aset tetap yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan BPKP pada tahun 2011. Selain LKPD Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2011, LKPD Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara, Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Kebumen, Kota Tegal, dan Kabupaten Banyumas juga mendapat Opini WTP atas LKPD-nya tahun anggaran 2011. Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Semarang (Jateng).
Warta BPK
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 15
AGUSTUS 2012
15
11/9/2012 8:24:30 PM
LAPORAN KHUSUS
Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Sleman (DIY).
Provinsi Yogyakarta LKPD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011 juga mendapat Opini WTP dengan Paragraf Penjelasan. Paragraf Penjelasannya ditekankan pada masalah aset berupa konstruksi dalam pengerjaan yang dilakukan pada lokasi yang sama dengan instansi lain tetapi belum ada perjanjian pembagian lokasi. Selain LKPD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, di provinsi ini juga, LKPD Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta mendapat opini yang sama: WTP dengan paragraf penjelasan. Sementara untuk Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul mendapatkan opini WDP.
Provinsi Jawa Timur Opini WTP dengan paragraf penjelasan juga didapat Provinsi Jawa Timur pada LKPD-nya. Paragraf penjelasan yang mendapatkan perhatian, di antaranya terdapat aset berupa tanah yang belum bersertifikat dan belum adanya kebijakan akuntansi terkait kriteria dan metode penyusutan aset tetap.
Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Provinsi Jatim.
tersebut, yaitu: Kota Denpasar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Bangli.
Provinsi Nusa Tenggara Barat LKPD Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk tahun anggaran 2011 mendapatkan opini WTP. Padahal, pada tahun sebelumnya mendapat disclaimer. Salah satu yang dilakukan adalah upaya yang fokus terhadap usaha inventarisasi semua asetnya. Sementara enam daerah yang berada di provinsi ini: Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, Sumbawa, Lombok Barat, Lombok Utara dan Kota Mataram, mendapat opini WDP.
Provinsi Nusa Tenggara Timur Di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Kabupaten Nagekeo, LKPD tahun anggaran 2011-nya mendapat opini WDP. Opini yang sama juga diberikan pada LKPD pemerintah Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Ende, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Manggarai Barat. Sementara Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Rote Ndao mendapat disclaimer.
Provinsi Sulawesi Selatan LKPD di entitas Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu Timur mendapat Opini WTP. Opini WTP dengan paragraf penjelasan didapat Kabupaten Gowa, Sementara Kabupaten Maros, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Barru, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Toraja Utara. Sementara Kabupaten
Provinsi Bali Di Bali, delapan LKPD entitas tahun anggaran 2011 memperoleh Opini WDP. Kedelapan entitas Perolehan opini WTP-DPP Kabupaten Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
16
AGUSTUS 2012
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 16
Warta BPK
11/9/2012 8:24:34 PM
LAPORAN KHUSUS Kepulauan Selayar, Kota Palopo dan Kabupaten Jeneponto mendapat disclaimer.
Provinsi Sulawesi Tengah Di Sulawesi Tengah, terdapat tiga entitas yang LKPD-nya mendapat Opini WTP dengan Paragraf Penjelasan dari BPK. Ketiga entitas tersebut, yaitu: Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala. Meskipun telah berhasil mendapatkan opini WTP DPP, masih banyak yang harus segera diselesaikan ketiga kabupaten tersebut sebagaimana diungkapkan dalam paragraf penjelas terhadap opini LKPD tersebut. Untuk Kabupaten Banggai Kepulauan terdapat saldo persediaan obat-obatan pada 15 puskesmas belum dilakukan stock opname per 31 Desember 2011 dan hanya berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh pengelola barang persediaan. Pekerjaan rumah untuk Kabupaten Sigi serupa dengan yang dihadapi oleh Kabupaten Banggai Kepulauan yaitu pengungkapan saldo persediaan pada 21 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) per 31 Desember 2011 belum didukung dengan pencatatan yang memadai, berupa catatan mutasi persediaan dan kartu persediaan per jenis barang. Selain itu, terdapat barang persediaan yang belum dilakukan penilaian. Untuk Kabupaten Donggala pengungkapan saldo nilai aset tetap peralatan dan mesin per 31 Desember 2011. Diantaranya meliputi nilai kendaraan dinas darat bermotor sebanyak 175 unit pada sembilan SKPD tidak dalam penguasaan SKPD yang mencatat aset tetap kendaraan dinas dimaksud. Secara keseluruhan, berdasarkan LHP atas LKPD TA 2011 pada 12 entitas yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, 10 Kabupaten dan satu kota se-Provinsi Sulawesi Tengah, BPK memberikan Opini WTP-DPP untuk tiga laporan
Warta BPK
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 17
Provinsi Sulawesi Tenggara atas laporan keuangan tahun anggaran 2011 adalah: Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan perkiraan Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2011 sebesar Rp5,63 miliar, diantaranya sebesar Rp1,42 miliar merupakan saldo Kas di Bendahara Pengeluaran Tahun Anggaran 2004 Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Kabupaten Mamuju (Sulawesi Barat). s.d. 2010 yang belum dikembalikan ke Kas keuangan Kabupaten dan Opini WDP Daerah. Atas permasalahan sisa Kas untuk laporan keuangan Provinsi di Bendahara Pengeluaran tersebut, Sulawesi Tengah dan tujuh Kabupaten Pemerintah Provinsi Sulawesi serta Kota Palu. Tenggara belum melakukan upaya Opini LKPD TA 2011 tersebut hukum lebih lanjut, termasuk menunjukkan kenaikan proporsi WTP mengajukan kepada BPK RI untuk dan WDP dibandingkan Opini Tahun proses Tuntutan Perbendaharaan (TP). sebelumnya (TA 2010). Pada tahun Pemerintah Provinsi Sulawesi anggaran 2010, terdapat 10 entitas Tenggara menyajikan perkiraan Aset yang laporan keuangannya mendapat Tetap per 31 Desember 2011 sebesar opini WDP dan dua entitas lainnya Rp2,09 triliun, diantaranya diketahui mendapat opini disclaimer terdapat 1.297 item Aset Tetap yang tidak memiliki nilai dan sebesar Provinsi Sulawesi Barat Rp43,27 miliar Aset Tetap berupa Untuk LKPD Provinsi Sulawesi Tanah, Gedung dan Bangunan serta Barat, BPK memberikan Opini WDP. Jalan, Jaringan dan Instalasi yang Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat tidak didukung dengan informasi masih menghadapi permasalahan spesifikasi kondisi aset yang memadai. mendasar dan belum mampu Selain itu, jumlah Aset Tetap sebesar melakukan peningkatan pengelolaan Rp2,09 triliun tersebut juga termasuk keuangan daerah dalam bidang Kas permasalahan Aset Tetap tahun di Bendahara Pengeluaran, Investasi sebelumnya sebesar Rp23,06 miliar Jangka Panjang Non Permanen Dana berupa Aset Tetap eks APBN yang Bergulir, Pencatatan Aset Tetap SKPD, tidak diketahui kejelasan dokumen Pengelolaan Pendapatan Retribusi penyerahannya dan Aset Tetap yang Daerah, dan Pengadaan Belanja dimanfaatkan/dikuasai oleh nonBarang dan Jasa. Masih di Sulawesi SKPD tanpa perikatan yang jelas, Barat, Opini WDP juga didapat yang belum dilakukan pemeriksaan Kabupaten Mamuju, Kabupaten dokumen/administrasi dan aspek Mamuju Utara, dan Kabupaten legalitas dokumen penyerahannya Majene. (proses hibahnya) dari Pemerintah Pusat dan/atau status pinjam Provinsi Sulawesi Tenggara pakainya. LKPD Provinsi Sulawesi Tenggara Pemerintah Provinsi Sulawesi tahun anggaran 2011 juga mendapat Tenggara menyajikan perkiraan Opini WDP. Permasalahan yang perlu aset-aset lainnya per 31 Desember mendapat perhatian Pemerintah AGUSTUS 2012
17
11/9/2012 8:24:34 PM
LAPORAN KHUSUS 2011 sebesar Rp91,74 miliar, di antaranya merupakan Peralatan dan Mesin sebesar Rp79,74 miliar yang dinyatakan hilang/tidak diketahui keberadaannya tanpa dukungan bukti-bukti yang memadai. Ketiga kondisi tersebut tidak memungkinkan BPK RI untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk memperoleh keyakinan memadai.
Provinsi Sulawesi Utara Di Sulawesi Utara, Kabupaten Kepulauan Sitaro mendapat Opini WDP. Sementara Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan Kota Sangihe mendapat opini disclaimer.
Provinsi Gorontalo Provinsi lainnya di Sulawesi adalah Provinsi Gorontalo. LKPD Provinsi Gorontalo tahun anggaran 2011 mendapat opini WDP. Opini WDP juga didapat pemerintah Kabupaten Pohuwato, Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo
No. Entitas
Tanggal Penyerahan 7 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
1.
Provinsi Kalimantan Selatan
2.
5 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
3.
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kabupaten Tapin
5 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
4.
Kabupaten Tanah Laut
5Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
5.
Kabupaten Barito Kuala
5 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
6.
Kota Banjarmasin
5 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
7.
Kabupaten Hulu Sungai Utara
22 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
8.
Kabupaten Balangan
26 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
9.
Kabupaten Hulu Sungai Tengah
28 Juni 2012
Wajar Dengan Pengecualian
10. Kabupaten Tanah Bumbu
13 Juli 2012
Wajar Dengan Pengecualian
11. Kabupaten Kotabaru
13 Juli 2012
Wajar Dengan Pengecualian
Kabupaten Paser, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kota Bontang, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, dan Kabupaten Berau.
Provinsi Kalimantan Tengah Di Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya mendapat opini WDP atas laporan keuangan tahun anggaran 2011-nya. Opini yang sama juga didapat Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Lamandau, Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Kabupaten Bone Bolango Kabupaten Kapuas, Kabupaten (Gorontalo). Gunung Mas . Sementara LKPD Utara, Kabupaten Bone Bolango, dan Kabupaten Barito Selatan, BPK tidak Kabupaten Boalemo. memberikan pendapat (disclaimer) dan Kabupaten Pulau Pisang Provinsi Kalimantan Timur mendapat opini Tidak Wajar. Pada LKPD entitas di Provinsi Kalimantan Timur, LKPD Kabupaten Provinsi Kalimantan Selatan Penajam Paser Utara mendapat Opini Hal yang menarik terdapat di WDP. Opini yang sama juga didapat Provinsi Kalimantan Selatan. Dimana,
18
AGUSTUS 2012
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 18
Opini yang Diberikan
seluruh entitas yang berjumlah 11 entitas mendapat Opini WDP. Kabupaten Hulu Sungai Selatan menjadi entitas yang kesekian kalinya mendapatkan opini WDP atas laporan keuangannya.
Provinsi Maluku Utara Di Provinsi Maluku Utara, LKPD Provinsi Maluku Utara tahun anggaran 2011 mendapat opini disclaimer. Selain itu, Dua LKPD mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan empat LKPD mendapatkan disclaimer. Sementara pada Provinsi Maluku, Kota Tual mendapat disclaimer.
Provinsi Papua Sementara pada Provinsi Papua, Kota Jayapura dan Kabupaten Mimika, LKPD-nya mendapatkan opini WDP. Sementara Kabupaten Pegunungan Bintang mendapatkan Opini Disclaimer. Opini Disclaimer juga didapat Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mappi. and
Warta BPK
11/9/2012 8:24:35 PM
LAPORAN KHUSUS
Temuan Atas Pelaksanaan PON Riau
Stadion Utama Pekanbaru, Riau
Opini WDP juga diberikan pada LKPD Provinsi Riau tahun 2011. Hal-hal yang mempengaruhi kewajaran Laporan Keuangan tersebut adalah Belanja Modal untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011 dan 2010 disajikan masing-masing sebesar Rp1,34 triliun dan Rp1,23 triliun. Dari nilai realisasi Belanja Modal sebesar Rp1,3 triliun, di antaranya sebesar Rp21,81 miliar untuk pengadaan peralatan/perlengkapan olahraga POPNAS XI Tahun 2011 tidak dapat diidentifikasi hasil pengadaannya dan sebesar Rp16,74 miliar untuk pengadaan peralatan venue dan peralatan tanding 39 cabang olahraga PON XVIII Tahun 2012 tidak diketahui hasil pengadaannya. Belanja Modal tersebut mempengaruhi keberadaan Aset Tetap Lainnya sebesar Rp38,55 miliar (Rp21,81 miliar + Rp16,74 miliar). BPK RI juga menemukan permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern, antara lain Prosedur Penyusunan Ranperda APBD Tidak Tertib dan Tidak Tepat Waktu, Penatausahaan pengeluaran pada Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD tidak memadai, Penetapan Uang Persediaan (UP) Sekretariat DPRD tidak didasarkan kepada perhitungan yang obyektif, Pengajuan Permintaan Beserta Persetujuan
Warta BPK
13 - 19 laporan KHUSUS.indd 19
atas Dana Tambahan Uang (TU) Tidak Sesuai Ketentuan; dan terdapat pengembalian dana TU melebihi batas waktu yang diperkenankan. Permasalahan lain terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, antara lain : (1) Barang Hasil Pengadaan Peralatan/Perlengkapan Olahraga Tidak Dapat Diidentifikasi. (2) Realisasi Pembayaran Kegiatan Tahun Jamak Untuk Pembangunan Venue Cabang Olahraga Menembak pada Tahun 2011 Tidak Sesuai Dengan Alokasi Anggaran Menurut Peraturan Daerah No 6 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Tentang Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun Jamak Untuk Pembangunan Stadion Utama Pada Kegiatan PON XVIII Telah Habis Masa Berlakunya. (3) Beberapa Klausul Perjanjian Bangun Guna Serah antara Pemerintah Provinsi Riau Dengan Pihak Ketiga Tidak Sesuai Ketentuan Yang Berlaku. (4) Pembayaran Atas Pekerjaan Yang Tidak Dilaksanakan Pada Pengadaan Peralatan Venues dan Peralatan Tanding 39 Cabang Olahraga PON XVIII Berindikasi Merugikan Keuangan Daerah. and
AGUSTUS 2012
19
11/9/2012 8:24:35 PM
AGENDA
Itama Gelar Forum Pembahasan Tindak Lanjut
Mahendro Sumardjo.
I
nspektorat Utama (Itama) BPK untuk pertama kalinya menyelenggarakan pembahasan dengan pimpinan satuan-satuan kerja di lingkungan BPK. Pembahasan ini dalam rangka memantau dan menilai sampai sejauh mana hasil pengawasan Itama
20
20 - 23 agenda.indd 20
AGUSTUS 2012
ditindaklanjuti satuan-satuan kerja. Kegiatan pembahasan ini dinamakan forum pembahasan tindak lanjut hasil pengawasan Itama. Tema yang diangkat adalah tindak lanjut hasil pengawasan Itama dalam rangka meningkatkan kualitas pemeriksaan BPK yang berorientasi
pada pencegahan kecurangan. Kecurangan di sini maksudnya fraud. Pembahasan tindak lanjut hasil pengawasan Itama tersebut diselenggarakan selama tiga hari, 6-8 Agustus 2012. Tempat pembahasannya dipusatkan di Gedung BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Dibuka oleh Wakil Ketua BPK Hasan Bisri. Didahului laporan dari Inspektur Utama Mahendro Sumardjo. Dalam forum ini dibahas beberapa hal. Pertama, tindak lanjut pemeriksaan internal mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi oleh satuan kerja. Kedua, pemeriksaan atas pelaksanaan perencanaan strategis (Renstra), reformasi birokrasi, sistem pengendalian internal yang dilaksanakan oleh satuan kerja eselon I, evaluasi SPM kelembagaan serta hasil peer review dari ANZ Selandia Baru dan ARK Belanda. Pembahasan tindak lanjut hasil pengawasan Itama ini diikuti para pejabat eselon I, II, III di lingkungan kantor pusat dan daerah. Selain itu, pada hari pertama, hadir akuntan senior yang juga pernah mengabdi di BPK, Theodorus Tuanakotta yang menyampaikan paparannya mengenai risiko audit laporan keuangan. Dalam sambutannya, pada saat pembukaan forum pembahasan, Wakil Ketua Hasan Bisri mengakui bahwa ada perubahan peran dan paradigma dari pengawasan internal, seperti halnya yang dialami Itama BPK yang mengalami perubahan paradigma secara luar biasa.
Warta BPK
11/9/2012 8:25:19 PM
AGENDA
Wakil Ketua BPK RI Hasan Bisri tengah memberikan sambutan dalam acara forum pembahasan tindak lanjut hasil pengawasan Itama.
“Kalau pada masa lalu Itama selalu diidentifikasikan orang yang selalu memata-matai kesalahan pegawai, berdiri di pintu masuk, siapa yang datang terlambat, siapa yang pulang duluan, dan sebagainya, sekarang sudah berubah sama sekali, Anda adalah garda terakhir filter terakhir untuk menjamin kualitas sebuah laporan pemeriksaan,” ungkap Hasan. Dengan kedudukan seperti itu, sumber daya manusia di Itama dituntut harus memiliki, minimal pengetahuan yang sama dengan pemeriksa BPK. Bahkan, kalau perlu punya pengetahuan yang lebih tinggi lagi. Sebab, dalam me-review pekerjaan satuan kerja yang ada di BPK perlu orang yang memahaminya. Oleh karena itu, orang-orang yang ditempatkan di Itama adalah auditor-auditor yang menguasai persoalan, pengetahuan, background teori, filosofi, dan sebagainya.
Warta BPK
20 - 23 agenda.indd 21
Hal ini penting karena bisa jadi nantinya akan ada konflik dengan satuan-satuan kerja di BPK lainnya, yang di-review, karena ada perbedaan pendapat. Dengan pemahaman yang baik terhadap audit maupun hal-hal lainnya, maka akan ada cara pandang atau cara pikir yang sama antara yang mereview maupun yang dievaluasi. Sehingga rekomendasirekomendasi yang dikeluarkan Itama tepat sasaran. Lebih lanjut, Hasan Bisri berharap agar berbagai masalah yang diungkapkan oleh Itama BPK, dirumuskan solusinya. Tidak hanya bagaimana menindaklanjuti saran yang tertulis di dalam laporan pengawasan Itama. Tapi, ia berharap ada semacam usulan tentang bagaimana solusi berikutnya agar persoalan-persoalan seperti itu tidak terjadi lagi. “Dan, itulah saya kira hakekat dari pengawasan internal yaitu
terus memberikan rekomendasi dan masukan kepada pimpinan untuk melakukan improvement terhadap sistem sehingga kita semakin hari akan semakin baik,” tegas Hasan. and
Sumber daya manusia di Itama dituntut harus memiliki, minimal pengetahuan yang sama dengan pemeriksa BPK. Bahkan, kalau perlu punya pengetahuan yang lebih tinggi lagi. Sebab, dalam me-review pekerjaan satuan kerja yang ada di BPK perlu orang yang memahaminya.
AGUSTUS 2012
21
11/9/2012 8:25:22 PM
AGENDA
BPK Dorong Bank Pemerintah Lebih Efisien dan Efektif
I
ndustri Perbankan BUMN harus terus meningkatkan kemampuan daya saing usaha dan dilaksanakan secara akuntabel dan professional serta dapat menjadi contoh industry-industri yang dikelola Negara oleh BUMN. Selain itu bank-bank plat merah harus lebih efisien dan lebih ramping serta tidak mudah untuk di intervensi. Demikian terungkap dalam diskusi panel Audit and Banking Efficiency yang berlangsung di gedung BPK-RI, baru-baru ini. Bertindak sebagai keynote speaker dalam acara tersebut adalah Bahrullah Akbar Anggota BPK Bahrullah Akbar. Adapun, pembicara lainnya adalah Meryem Duygun Fethi (President Of The International Finance And Banking Society),Mohamed Shaban (University of Leicester). Hadir dalam acara tersebut , Auditor Utama KN VII BPK Abdul latief, Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN Parikesit Suprapto, Direktur Departemen Audit Internal Bank Indonesia Nina K Aziz, Executiv Vice President Audit Internal Bank Mandiri Riyani Tirtoso, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia Ahmad Baiquni, Direktur Kepatuhan Bank BNI AHDI JUMHARI LUDDIN, Wakil Pimpinan SPI Bank Nasional Indonesia Anang Basuki, Audit Superintendant Bank Tabungan
22
20 - 23 agenda.indd 22
AGUSTUS 2012
Negara Dadang Jatnika, serta para pejabat di lingkungan BPK dan Bank Plat Merah. Bahrullah Akbar yang membawakan makalah berjudul Peran BPK Terhadap Pemeriksaan Pada BUMN Sektor Perbankan menjelaskan, BPK menjalankan fungsi manajemen pengawasan, melalui pemeriksaan atau audit dalam rangka tata tertib kelola keuangan Negara. Dalam menjalankan fungsinya, BPK memberikan rekomendasi agar bank pemerintah bisa lebih efisien. “Dalam kebijakan saya kedepan, bagaimana sebaiknya kita mendorong bank-bank pemerintah dapat berjalan lebih efisien dan efektif dan mempunyai nilai tambah terhadap pembangunan
bangsa, BPK memahami betul bahwa bank-bank BUMN harus di dorong daya saing dan usahanya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil” papar beliau seraya berharap agar Tortama VII BPK bisa lebih Perform dalam mengaudit dan memberikan rekomendasi di masa mendatang. Dalam situasi krisis global saat ini , tambahnya, ternyata perbankan Indonesia, terutama BUMN, masih bisa memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Secara umum kondisi ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan ketika krisis global tahun 2008. GDP per kapita dan penghasilan kelas menengah terus tumbuh untuk mendukung konsumsi domestik. Factor-faktor tersebut member keyakinan lebih tinggi dalam menghadapi krisis utang yang terjadi di wilayah Eropa. “Industri perbankan Indonesia, menunjukan kinerja positif selama kuartal IV tahun 2011(sampai November 2011), meskipun terjadi perlambatan ekonomi global akibat krisis utang di Eropa dan melemahnya ekonomi AS. Kinerja positif terjadi berkat dukungan permodalan Perbankan yang relatif tinggi. Total asset industry perbankan di Indonesia pada kuartal IV 2011 meningkat 6,7% atau Rp 3.471.5 triliun, sehingga selama 2011, total asset meningkat sebesar 21,5%” jelas Bahrullah. Dalam kesempatan itu beliau mencoba membandingkan antara bank swasta dan bank-bank pemerintah, baik dari NIM, CAR, ROA, BOPO. Dari hasil perbandingan itu terlihat bahwa bank pemerintah
Warta BPK
11/9/2012 8:25:24 PM
AGENDA menunjukan performa lebih baik dari bank lainnya, dengan NIM lebih tinggi, karenanya produktifitas asset menjadi lebih baik, juga lebih effisien. ROA bank-bank pemerintah meningkat menjadi 3,6% di atas industri perbankan, ini menunjukan bahwa asset bank-bank pemerintah tumbuh kuat.
Pemeriksaan BPK Beliau juga memaparkan tentang apa yang dilakukan BPK terkait dengan pemeriksaan di sektor perbankan. Pada 2009, BPK melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap kualitas kredit untuk melihat sejauh mana dampak krisis global tahun 2008 terhadap kualitas kredit bank BUMN. Dari hasil pemeriksaan menunjukan pada 2009 tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kualitas kredit debitur Bank BUMN. Rekomendasi yang diberikan adalah menerapkan evaluasi tiga pilar penilaian kualitas kredit sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Lalu, pada 2010, BPK melakukan PDTT SPI. Pengendalian intern merupakan faktor Signifikan dalam meningkatkan kinerja BUMN. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk mengetahui seberapa kuat pengendalian intern di bank BUMN dengan menggunakan pendekatan COSO. Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa SPI pada BUMN sektor perbankan menempati skor yang paling tinggi. Rekomendasi yang diberikan adalah, menyusun desain kebijakan, menyosialisasikan dan menerapkannya. “Ada yang perlu saya sampaikan disini, ternyata empat bank pemerintah (Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN) berada teratas di 10 besar dalam pengendalian intern di lingkungan Kementerian BUMN. Ini bagus sekali. Mudahmudahan bisa diikuti oleh sektor lainnya,” Ujar Bahrullah. Pada 2001, lanjutnya, BPK
Warta BPK
20 - 23 agenda.indd 23
melakukan pemeriksaan kinerja Kantor Cabang Luar Negeri (KCLN) untuk melihat efektivitas pengelolaan cabang luar negeri serta kontribusinya pada kantor pusat. Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa pengelolaan KCLN belum efektif. Rekomendasinya adalah KCLN melakukan refocusing bisnis sesuai dengan potensinya. Ke depan, BPK akan meningkatkan porsi audit kinerja, PDTT pengelolaan asset, meminimalisasi duplikasi pekerjaan berupa audit laporan keuangan dengan melaksanakan evaluasi KAP, serta sinergi antara BPK dan Kementerian BUMN untuk diskusi, identifikasi, dan mengusulkan solusi atas isu-isu strategis pada BUMN
Industri perbankan Indonesia, menunjukan kinerja positif selama kuartal IV tahun 2011(sampai November 2011), meskipun terjadi perlambatan ekonomi global akibat krisis utang di Eropa dan melemahnya ekonomi AS. Kinerja positif terjadi berkat dukungan permodalan Perbankan yang relatif tinggi. yang berkaitan dengan laporan Audit BPK,” ungkap beliau. Namun demikian ada beberapa hot issue yang harus dicermati. Diantaranya, penyampaian LK yang merupakan lampiran SPT. Kebijakan intern beberapa bank BUMN belum mengacu pada SK DIR BI No.27/121. KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 berkaitan dengan kewajiban debitur untuk menyampaikan LK dalam permohonan kreditnya, yaitu LK yang merupakan lampiran SPT tahunan PPh tahun pajak terakhir. Bertanda terima KPP setempat. “ Penyampaian LK yang merupakan lampiran SPT tahunan ini berulang terus. Dalam rapat, saya
sering mendorong, LK debitur yang meminta pinjaman diminta sebagai persyaratan SPTnya dan dilaporkan. Hal ini untuk menjaga agar Laporan untuk Bank, untuk Pajak, untuk Bapepam tidak berbeda, untuk itu perlu cross cut untuk memulai, kenapa kita tidak coba untuk memulai.” Hal penting lainnya adalah terdapat perbedaan penafsiran perlakuan pajak atas cadangan piutang tak tertagih antara instansi perpajakan dengan pihak BUMN perbankan. Dampaknya, setiap melakukan hapus buku, bank harus membalik cadangan pembiayaan atas kredit sehingga mengurangi biaya dan menjadi obyek pajak. Meryem Duygun Fethi memaparkan tentang audit kinerja dan efisiensi bank yang menjadi isu penting bagi stakeholders. Dari hasil penelitian, menurutnya, dalam konteks bank secara keseluruhan, efisiensi biaya dan keuntungan mendapat perhatian yang lebih sedikit dalam studi efisiensi kantor cabang. “Selanjutnya, area penelitian yang nanti layak mendapat perhatian adalah estimasi dari efisiensi kantor cabang dalam periode yang teratur,” jelasnya. Mohamed Shaban mengajak pengelola perbankan untuk mencermati instrumen efesiensi seperti Data Envelopment Analysis menjadi kajian kebijakan untuk meningkatkan efesiensi cabang-cabang. Intinya, bahwa industri perbankan ke depan menghadapi persaingan usaha terletak, bagaimana bank-bank dapat mengatur tingkat efesiensi yang ketat. Bahrullah mengungkapkan, Panel diskusi yang baru dimulai di AKN VII ini, selanjutnya akan menjadi bagian dari pendidikan berkelanjutan bagi Auditor AKN VII khususnya dengan memilih dan menindak topik dan isu yang terkait atas peningkatan industri-industri yang dikelola oleh BUMN. dr AGUSTUS 2012
23
11/9/2012 8:25:24 PM
REFORMASI BIROKRASI
Pakta Integritas, Terobosan Reformasi Birokrasi
Azwar Abubakar
E
ra reformasi menandai sebuah harapan baru akan tatanan birokrasi negara yang lebih baik. Namun, harapan itu masih jauh panggang dari api. Pada kenyataannya, struktur organisasi masih gemuk dan kurang tepat dari sisi fungsi. Dari penataan hukum dan peraturan perundangundangan masih banyak yang kontradiktif dan ambigu. Komposisi sumberdaya aparaturnya pun masih belum mencerminkan ‘the right man at the right place’. Banyak sumber daya manusia yang direkrut justru bukan untuk mengisi bidang-bidang yang sangat dibutuhkan pada suatu instansi.
24
AGUSTUS 2012
24 - 25 reformasi birokrasi.indd 24
Bisnis proses dalam pelayanan publik pun masih membutuhkan biaya besar dan waktu yang tidak pasti. Belum lagi prosedur yang juga masih kurang berbelit-belit. Tanpa kepastian yang jelas. Itulah setumpuk permasalahan yang masih ada sampai saat ini. Masalah lainnya adalah budaya korupsi yang masih menjamur di birokrasi. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam seluruh bidang birokrasi masih menjadi masalah yang serius. Transparansi dan akuntabilitas juga masih perlu ditekankan lagi. Masalah korupsi di birokrasi inilah yang sangat fundamental. Tak heran jika tujuan digerakkannya reformasi
birokrasi adalah mewujudkan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani. Kata ‘bersih’ ditempatkan pada tujuan pertama. Setelah itu baru kata ‘kompeten’ dan ‘melayani’. Sebagai salah satu masalah yang sangat penting untuk diselesaikan, dalam kerangka reformasi birokrasi, pencegahan korupsi pun dilakukan. Satu terobosannya adalah pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi dalam menuju birokrasi clean government. Dalam konteks ini, langkah pertama yang dilakukan adalah penandatanganan Pakta Integritas. pelaksanaannya merupakan amanat Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Penandatanganan Pakta integritas dilakukan oleh aparatur negara, baik pada satuan kerja di lingkungan suatu instansi, maupun seluruh aparatur pada tingkat instansi sendiri. Tujuan dari penandatanganan Pakta Integritas ini merupakan wujud pernyataan komitmen dari aparatur untuk berupaya dalam setiap tugasnya bebas dari praktek KKN. Hal yang lumrah jika penandatanganan Pakta Integritas ini dilakukan dengan suatu hal seperti syarat walau tidak berkekuatan hukum. Suatu instansi yang aparaturnya akan melakukan penandatangan integritas, seyogyanya harus melihat pengelolaan keuangan di instansinya sendiri. Apakah dalam mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangannya sudah benar atau tidak. Dalam hal ini, peran BPK menjadi penting dalam ikut serta berpartisipasi mendorong instansi melakukan
Warta BPK
11/6/2012 8:24:42 PM
REFORMASI BIROKRASI penandatanganan Pakta Integritas dalam kerangka reformasi birokrasi. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK seperti syarat, walau tidak ditetapkan seperti itu, jika instansi akan menandatangani Pakta Integritas. Hal ini sebuah hal yang bisa diterima. Adalah sebuah pondasi yang bagus jika suatu entitas yang dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangannya dilakukan secara benar. Dengan begitu transparansi dan akuntabilitas dapat dilakukan. Dan, Opini WTP adalah bukti pentahbisannya. Alangkah indahnya, jika sebuah instansi yang mendapat Opini WTP kemudian melakukan penandatanganan Pakta Integritas. WTP memang bukan bukti bahwa instansi tersebut tidak ada korupsi. Namun, secara over all, instansi tersebut telah melakukan langkahlangkah menuju transparansi dan akuntabilitas yang benar dari sisi pengelolaan keuangannya. Untuk mendapat opini WTP bukan hal yang mudah. Sementara pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan & RB) perlu melakukan percepatan reformasi birokrasi. Atas dasar ini, jika suatu instansi, minimal mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), maka jika ada keinginan kuat untuk ‘bersih’, maka bisa melakukan penandatanganan Pakta Integritas.
Wilayah Bebas Korupsi Dalam skema pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi ada beberapa tahapan sampai pada berhasilnya sebuah instansi masuk dalam wilayah bebas korupsi. Tahap Pertama adalah penandatanganan Pakta Integritas. Dengan penandatanganan Pakta Integritas ini maka masuk dalam pencanangan pembangunan zona integritas secara terbuka.
Warta BPK
24 - 25 reformasi birokrasi.indd 25
Adapun proses pembangunan zona integritas ini berupa program pencegahan korupsi yang meliputi: Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), penegakan kode etik pegawai, pembangunan system whistle blowing, penerapan PIAK (Penilaian Inisiatif Anti Korupsi), pengendalian gratifikasi, penanganan conflict of interest, dan lain-lain. Sebagai entitas yang menggerakkan Pakta Integritas dan mengawal menuju wilayah bebas korupsi ini adalah aparat pemeriksa intern pemerintah (APIP). APIP inilah sebagai unit penggerak integritas. Setelah proses pembangunan zona integritas berjalan dengan baik, lalu instansi tersebut diidentifikasi apakah layak atau tidak untuk masuk dalam calon unit kerja wilayah bebas korupsi. Pengajuan identifikasi ini kepada Menteri PAN dan RB. Setelah itu, dilakukan monitoring dan penilaian oleh tim independen yang dibentuk Kemenpan dan RB, KPK, dan ORI (Ombudsman Republik Indonesia). Monitoring dan penilaiannya menggunakan indikator mutlak, indikator operasional, indikator utama, dan penunjang yang telah ditetapkan Kemenpan dan RB. Jika dalam monitoring dan penilaiannya baik, Menteri PAN dan RB akan menetapkan instansi tersebut sebagai wilayah bebas korupsi. Penetapannya berdasarkan usulan tim independen yang memonitoring dan melakukan penilaian tadi. Selain itu, instansi tersebut juga bisa ditetapkan sebagai Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Penetapannya dilakukan oleh Presiden berdasarkan usulan Tim Independen kepada Presiden melalui Menpan dan RB. and
Alangkah indahnya, jika sebuah instansi yang mendapat Opini WTP kemudian melakukan penandatanganan Pakta Integritas. WTP memang bukan bukti bahwa instansi tersebut tidak ada korupsi. Namun, secara over all, instansi tersebut telah melakukan langkahlangkah menuju transparansi dan akuntabilitas.
AGUSTUS 2012
25
11/6/2012 8:24:42 PM
ANTAR LEMBAGA
SBY: Korupsi Harus Dikikis Habis
Presiden menegaskan antara penegak hukum harus menjalin kebersamaan, bukan malah bersaing secara tidak sehat dan saling melemahkan.
P
residen Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan menegakkan hukum tanpa pandang bulu, adalah kuncinya. Jika terjadi perbedaan
26
AGUSTUS 2012
26 - 33 antarlembaga.indd 26
pandangan, lanjutnya, proses hukum harus tetap berjalan lurus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang mengaturnya. Oleh karena itu, menegakkan hukum
terletak pada keberpihakan untuk mengungkap penyimpangan, bukan untuk menutup-nutupi. Hal tersebut ditegaskan Presiden dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-67 Proklamasi Kemerdekaan, di depan sidang bersama DPR dan DPD, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Dalam kaitan ini, papar Presiden, peran KPK sangat penting. “Kita
Warta BPK
11/6/2012 8:25:04 PM
ANTAR LEMBGA berterima kasih pada KPK atas ketegasan dan kerja kerasnya.Tentu saja, kita juga mendorong jajaran Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan jajaran Mahkamah Agung, untuk juga melakukan hal yang sama,” katanya. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang telah merusak sendisendi penopang pembangunan. Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang seharusnya meningkat pesat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara luas, menjadi terhambat karena praktek tak terpuji ini. “Dalam bahasa terang dan gamblang, pernah saya katakan, tidak boleh terjadi kongkalikong antara pemerintah, DPR, aparat penegak hukum, dan dunia usaha yang menguras uang negara, baik APBN maupun APBD,” kata Presiden. Harus diakui pula, tambahnya, dominasi tindak pindana korupsi cenderung meluas dan melebar ke daerah-daerah. “Mulai dari rekrutmen pegawai di kalangan birokrasi, proses pengadaan barang dan jasa, hingga di sejumlah pelayanan publik. Modusnya pun beragam, mulai dari yang sederhana berupa suap dan gratifikasi, hingga yang paling kompleks dan mengarah pada tindak pidana pencucian uang.” Oleh karena itulah, pemberantasan tindak pidana korupsi harus terus dijalankan. Jajaran Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK sebagai institusi penegak hukum, harus benar-benar saling mendukung dan menguatkan. Terhadap masalah ini, tutur Presiden, sikapnya jelas dan tegas, hukum harus ditegakkan, tidak boleh tebang pilih, tidak boleh pandang bulu, dan harus memberi efek jera serta menjamin keadilan dan kesetaraan di depan hukum. Diberbagai kesempatan, jelasnya, pihaknya telah meminta BPK, KPK, Polri, Kejaksaan Agung dan BPKP, untuk benar benar bisa
Warta BPK
26 - 33 antarlembaga.indd 27
mencegah praktek korupsi yang menyimpangkan dana APBN dan APBD. “Negara kita bekerja keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan , agar kita memiliki anggaran yang makin besar untuk membiayai pembangunan. Bayangkan jika dana yang dengan segala keringat dapat kita sediakan dalam APBN dan APBD itu, harus dikorupsi,” ucapnya. Presiden menegaskan genderang perang terhadap korupsi, tidak
boleh kendur. Korupsi harus dikikis habis. Memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa, harus dilakukan dengan cara-cara luar biasa pula. “Tidak boleh ada intervensi terhadap instansi penegak hukum dalam memberantas korupsi. Intervensi seperti ini, justru akan menimbulkan rasa ketidakadilan. Biarkanlah hukum bekerja dengan mekanisme dan caranya sendiri, dalam menemukan keadilan.”
Reformasi Birokrasi Presiden juga menyinggung soal pentingnya reformasi birokrasi dan good governance. “Mengelola negara yang besar dan luas ini, memerlukan kesungguhan dan keseriusan dari
segenap aparatur pemerintahan dari pusat sampai ke daerah. Kita semua berbagi peran dan tanggung jawab. Apa yang kita putuskan di Jakarta, keberhasilannya ditentukan pula oleh pemerintahan di daerahdaerah,” jelasnya. Pemerintahan di daerah, paparnya, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan, hingga desa dan kelurahan, menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air. “Mereka melayani pagi dan sore, siang dan malam, adalah pahlawan pembangunan yang mengabdi tanpa pamrih. Saya bangga perjuangan saudara-saudara yang tidak kenal lelah,” tandasnya. Dalam mengelola pemerintahan, pihaknya mewajibkan seluruh jajaran birokrasi dapat lebih meningkatkan peran dan fungsinya secara optimal dan maksimal. Pelayanan publik harus menjadi salah satu bagian mendasar dalam reformasi. Percepatan reformasi birokrasi, tidak dapat ditawar-tawar. Percepatan reformasi birokrasi sangat penting, agar tercipta jajaran aparatur negara yang handal, profesional, dan bersih, berdasarkan kaidah-kaidah good governance and clean government. Pengelola pemerintahan, diiringi dengan perluasan peran publik, mulai dari partisipasi pada perencanaan pembangunan, hingga membuka akses publik untuk ikut mengawasi kegiatan pengelolaan pemerintahan. Inilah bagian penting dari pemerintahan yang melibatkan partisipasi publik. “Inilah esensi dari sebuah pemerintahan ‘open government’,” tambahnya. Namun demikian, kata Presiden, sekalipun reformasi birokrasi terus digalakkan, tetapi masih dijumpai jajaran birokrasi yang belum responsif, cenderung lalai, bahkan menghambat jalannya pembangunan. “Tabiat dan perilaku seperti ini, harus kita ubah dan akhiri,” tegasnya. dr AGUSTUS 2012
27
11/6/2012 8:25:05 PM
ANTAR LEMBAGA
Suasana Sidang Paripurna
Masih Banyak Menuai Kritik di Usia 67 tahun Di usianya yang ke-67 tahun, DPR menuai banyak kritikan. Mulai dari target legislasi yang tidak terpenuhi, pembahasan anggaran yang kerap mencuatkan kasus, hingga banyaknya anggota DPR yang tersandung kasus korupsi.
S
uasana rapat paripurna DPR pada 29 Agustus 2012 berbeda dari rapat sebelumnya. Bayangkan sebelum rapat paripurna sebuah pesta di gelar. Lantunan musik dan aneka menu lengkap berjajar rapi
28
AGUSTUS 2012
26 - 33 antarlembaga.indd 28
di ruang sidang. Sementara di luar ruang sidang juga digelar pameran dan pagelaran wayang. Maklum, rapat paripurna kali ini bertepatan dengan HUT Ke-67 DPR. Tak heran bila kemeriahan terasa di seluruh sudut Gedung DPR. Tak hanya
itu, perayaan HUT DPR ini juga dihadiri sejumlah mantan Ketua MPR/DPR, mantan Sekjen/Wasekjen DPR, dan pejabat eselon I MPR/DPR serta DPD. Hadir pula Persatuan Istri Anggota (PIA), perwakilan Pos Indonesia, BNI, dan Bank Mandiri. Namun sayangnya, kemeriahan HUT ini tak sebanding dengan jumlah anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna. Bayangkan, dari 560 anggota, hanya 284 anggota DPR saja yang hadir. Padahal kehadiran anggota DPR menjadi syarat utama berlangsungnnya paripurna. Seperti yang sudah-sudah, meski belum kuorum, rapat tetap digelar. Akibatnya, pemandangan di dalam ruang rapat terlihat beberapa deretan kursi melompong. Oleh karena itu, bertepatan dengan hari jadinya itu, rapat paripurna kali ini juga mengagendakan evaluasi
Warta BPK
11/6/2012 8:25:05 PM
ANTAR LEMBGA kinerja DPR. Saat menyampaikan executive summary Laporan Kinerja DPR Agustus 2011-Agustus 2012, Ketua DPR Marzuki Alie mengakui terdapat sejumlah tantangan dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Salah satunya yakni mengenai penjadwalan yang belum jelas. Padahal, setiap kegiatan atau program kerja terkait fungsi pengawasan harus dijadwalkan secara kontinyu. “Hanya saja penjadwalan mengalami penyesuaian dengan kegiatankegiatan DPR yang lain,” kata Marzuki. Tantangan lainnya, tambahnya, yakni koordinasi dengan lembaga terkait. Menurut dia, komunikasi dan koordinasi DPR dengan lembagalembaga terkait dengan isu yang sedang ditangani menjadi syarat mutlak tercapainya kelancaran proses pengawasan atas suatu isu. Begitu juga perlunya komunikasi yang berkelanjutan dengan masyarakat. Hal ini tidak boleh terlupakan karena menyangkut tingkat kepercayaan masyarakat kepada DPR dalam melaksanakan pengawasan atas suatu obyek atau kasus. Semakin baik kontinuitas Marzuki Alie komunikasi Tim-Tim Pengawas DPR dengan masyarakat akan semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat tersebut kepada DPR. Oleh karena itu, lanjut Marzuki, DPR harus meningkatkan kinerjanya sesuai tugas dan wewenang agar dapat bersikap proaktif dan sungguh-sungguh dalam menyerap dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Sejak reformasi, tambahnya, penyampaian aspirasi dan
Warta BPK
26 - 33 antarlembaga.indd 29
pengaduan dari masyarakat kepada DPR mengalami peningkatan, baik secara langsung datang ke gedung DPR maupun tidak langsung melalui surat dan email. Pengaduan dan aspirasi masyarakat yang menonjol terkait masalah politik dan hukum. Pengaduan bidang lain terkait masalah pertanahan, aparatur negara, ekonomi, dan pendidikan. ‘Total surat pengaduan yang masuk ke pimpinan DPR dalam masa persidangan pertama dan kedua, sebanyak 1.499 surat,” kata Marzuki.
DPR juga menerima pengaduan melalui website. Pengaduan ini sebanyak 325 pengaduan. Adapun, melalui pesan pendek sebanyak 13.606 aspirasi. Sementara surat pengaduan yang ditujukan kepada Pimpinan DPR pada masa persidangan ketiga tahun sidang 2011-2012 berjumlah 1.829 surat. Adapun, masa persidangan IV surat yang ditembuskan kepada Pimpinan DPR berjumlah 1.137 surat. Terkait besarnya jumlah
pengaduan masyarakat tersebut, Marzuki berjanji DPR berkomitmen untuk meningkatkan kecepatan dalam memberikan tanggapan atas surat pengaduan masyarakat tersebut. Hanya saja, lanjutnya, yang perlu disempurnakan adalah sistem pengelolaan dan media komunikasi yang digunakan. Sistem pengelolaan dan media komunikasi pengaduan masyarakat, harus sejalan dengan dinamika perkembangan permasalahan yang dihadapi serta kemajuan teknologi yang terjadi di masyarakat. Menyangkut citra dan wibawa DPR, Marzuki mengharapkan Badan Kehormatan DPR akan menjadi garda terdepan penjaga citra dan wibawa DPR. Badan ini menjadi lokomotif dalam mewujudkan grand design wajah DPR di masa depan yang sesuai harapan publik. Tegaknya citra dan wibawa merupakan ekspektasi terhadap sebuah lembaga. Dengan begitu, produk kelembagaan akan memiliki legitimasi yang kuat dan diterima oleh publik. Hanya saja untuk mewujudkan ekspektasi tersebut bukanlah perkara mudah. Apalagi di tengah sorotan publik, berbagai kasus korupsi yang melibatkan beberapa oknum anggota DPR juga kerap terjadi. Seperti polemik seputar Ruang Banggar, penyalahgunaan wewenang, kunjungan kerja ke luar negeri yang dipandang negatif, hingga pelanggaran etika yang tidak mencerminkan kualitas, kapasitas dan kredibilitas anggota DPR . Karena itu penindakan etika merupakan penindakan yang memang perlu disempurnakan. AGUSTUS 2012
29
11/6/2012 8:25:06 PM
ANTAR LEMBAGA Menyangkut citra dan wibawa DPR, Marzuki mengharapkan Badan Kehormatan DPR akan menjadi garda terdepan penjaga citra dan wibawa DPR. Badan ini menjadi lokomotif dalam mewujudkan grand design wajah DPR di masa depan.
Menyinggung mengenai beberapa kasus yang melibatkan anggota DPR tersebut, lanjut Marzuki, Badan Kehormatan DPR telah melakukan penyelidikan dan verifikasi serta mengadakan sidang. Hanya saja, setelah melalui verifikasi terdapat beberapa kasus yang tidak bisa ditindaklanjuti karena bukan merupakan pelanggaran etika, tidak memenuhi syarat administrasi, dan tidak cukup bukti. Sekalipun begitu, tambah Marzuki, ada beberapa kasus yang ditindaklanjuti. Seperti pemberhentian sementara terhadap dua orang anggota yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 16 Desember 2011 lalu dan pemberhentian sementara satu orang anggota berdasarkan keputusan BK yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna pada 13 Juli 2012. Selain itu, di tubuh anggota juga perlu dilakukan reformasi. Reformasi keanggotaan Dewan dilakukannya dengan memperbaiki rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik. Artinya, parpol harus melakukan rekrutmen calon anggota
30
AGUSTUS 2012
26 - 33 antarlembaga.indd 30
legislasi melalui proses kaderisasi yang terstruktur sistematik. Dengan begitu mereka yang dikirim ke DPR adalah orang-orang amanah dan aspiratif memperjuangkan aspirasi masyarakat. Di depan sidang paripurna menyambut HUT ke-67 DPR, Marzuki juga mengungkapkan, dalam pelaksanaan fungsi anggaran, walaupun DPR telah melaksanakan hak politiknya melalui hak budget, tetapi masih ada beberapa kendala yang bersifat teknis seperti relatif sedikitnya waktu dalam pembahasan RAPBN. Menurut dia, sejak RUU APBN disampaikan Presiden kepada DPR hanya dibahas dalam waktu kurang lebih 55 hari kerja. Idealnya, dalam proses pembahasan RUU APBN, DPR sebenarnya membutuhkan waktu yang cukup banyak. Dengan demikian Dewan mengetahui secara utuh dan lengkap berbagai hal yang berkaitan dengan rencana kebijakan fiskal satu tahun ke depan. Adapun terkait dengan pelaksanaan anggaran negara, Marzuki menyoroti masih lemahnya sistem dan mekanisme pelaksanaan anggaran negara oleh pemerintah. Akibatnya tidak tercapainya sasaran atau target yang direncanakan. Oleh karena itu, kata Marzuki, DPR mengusulkan kepada pemerintah segera mengkaji dan menciptakan suatu sistem dan mekanisme pelaksanaan anggaran negara yang efektif, agar apa yang direncanakan dapat dilaksanakan tepat waktu dan tepat sasaran. Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, khususnya penetapan besaran APBN, menurut Marzuki, Dewan senantiasa mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak terutama untuk sektor migas dan BUMN. DPR juga mendorong dilakukannya optimalisasi penerimaan negara agar pemerintah berusaha lebih keras
mencari potensi-potensi penerimaan negara yang belum tergali secara maksimal. Marzuki juga mengakui masih lemahnya fungsi legislasi DPR yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun anggota DPR sudah bekerja keras mencapai target legislasi, hingga kini fungsi legislasi belum berjalan maksimal. Namun Marzuki berdalih ada sejumlah kendala yang membuat lambannya proses legislasi di Senayan. Kendalanya antara lain sering terjadi perbedaan pandangan tajam mengenai substansi RUU. Baik antar sesama anggota DPR, maupun antara DPR dan Pemerintah. Untuk itu Marzuki meminta perhatian khusus dari pemerintah, khususnya Presiden untuk meminimalkan hambatan.
Menuai Kritik Sekalipun begitu, sejumlah kritikan juga datang dari sejumlah kalangan. Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri, berpandangan persepsi negatif masyarakat terhadap DPR bukan tanpa alasan. Kinerja tiga fungsi yang masih payah. Selain itu tingkat kedisplinan juga dinilai masih rendah. Kondisi itu diperparah dengan adanya penyalahgunaan kuasa dalam fungsi anggaran. Sementara inisiatif perbaikan kinerja yang coba digulirkan melalui pembentukan Tim Kajian Peningkatan Kinerja, terobosan regulasi oleh UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Tata Tertib, hingga penyusunan Rencana Strategis (Renstra) DPR 2010-2014, belum mendongkrak wujud DPR yang akuntabel dan representatif secara signifikan. Dia memandang perubahan kinerja sudah dirintis, tetapi hanya dijalankan oleh segelintir individu anggota DPR. Selain itu respon lebih besar yang seharusnya diperankan oleh fraksi terkadang terbatabata dan tak mendapatkan
Warta BPK
11/6/2012 8:25:06 PM
ANTAR LEMBGA tidak memuaskan dan jauh dari dukungan yang memadai. harapan rakyat banyak. Apa yang Akibatnya, perubahan kinerja dilakukan anggota DPR hanya belum melembaga, cenderung rutinitas semata. Tak ada yang reaksioner, dan tidak berlangsung signifikan dan penting. Lebih banyak lama. Untuk itu, lanjut Ronald, ramai di publik untuk berwacana, intervensi publik harus diperkuat tetapi sangat miskin hasil yang agar mampu memberikan resonansi konkret. guna mempertahankan dan Hal itu terjadi karena kepentingan memperbesar skala perubahan partai sangat dominan, ketimbang tersebut. Perubahan harus menjalar kepentingan rakyat. Akibatnya, ke seluruh alat kelengkapan dan banyak kasus besar yang mereka Sekretariat Jenderal DPR. bahas tak selesai, tetapi hilang begitu Ronald juga memandang tahun saja tanpa tindak lanjut yang konkret. 2012 adalah tahun legislasi bagi DPR juga tidak berjalan. Pasalnya, capaian masa sidang III DPR tahun sidang 2011-2012 yang resmi ditutup pada 12 April 2012 sangat minim. Selain itu, dia juga menilai adanya ketimpangan beban legislasi yang signifikan dari satu alat kelengkapan dengan alat kelengkapan lain. Sebagai contoh, beban legislasi pada Komisi II masih menyisakan sejumlah RUU. Seperti RUU DIY dan RUU Tentang Aparatur Sipil Negara. Akibatnya, kata Ronald, pembahasan beberapa RUU DIY dan RUU Aparatur Sipil Negara, menjadi Ronald Rofiandri lama mengendap dan sudah beberapa kali diperpanjang masa pembahasannya. “Rakyat terus mereka bohongi Dia menilai masih ada RUU dengan wacana yang mereka yang pembahasannya mengalami ciptakan di publik agar terlihat deadlock karena ada perbedaan seolah-olah mereka bekerja. Padahal pendapat yang mendasar antara semuanya hanya fatamorgana. DPR dan pemerintah, bahkan sampai Semua hanya bagian dari upaya saat ini tidak diketahui bagaimana pencitraan,” katanya. status terakhir pembahasannya. Jeirry juga menilai regulasi Contohnya RUU tentang Pencegahan yang dihasilkan DPR kualitasnya dan Pemberantasan Pembalakan Liar tidak memadai. Banyak sekali yang oleh Komisi IV. Selain itu, terdapat tak sinkron dan harmonis, baik di pembahasan RUU yang memiliki antara pasal-pasal dan ayat-ayat di potensi ketersinggungan yang tinggi, dalamnya, maupun dengan regulasi bahkan tidak tertutup kemungkinan lain yang berkaitan. Kondisi itu saling tumpang tindih. Contohnya terjadi karena kepentingan partai RUU tentang Koperasi dan RUU lebih dominan dalam hal pembuatan tentang Lembaga Keuangan Mikro. regulasi, tetapi juga karena kualitas Koordinator Komite Pemilih individu anggota DPR banyak yang Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow undercapacity. mengemukakan kinerja DPR sangat
Warta BPK
26 - 33 antarlembaga.indd 31
“Saya kira DPR kita tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang merupakan pergumulan rakyat banyak. Laporan-laporan masyarakat juga agak minim yang diadvokasi oleh DPR. Kecuali yang berkaitan langsung dengan kepentingan mereka untuk masuk lagi sebagai anggota DPR dalam periode berikutnya,” kata Jeirry. Menurut Jeirry, salah satu indikator buruknya kinerja regulasi DPR adalah banyaknya gugatan di MK yang kemudian dikabulkan. Belum lagi ada komentar sejumlah anggota DPR di publik yang banyak tak sesuai dan tak konsisten. Ketidakkonsistenan ini membuat rakyat muak dengan DPR. Dia menyarankan DPR sebaiknya lebih fokus dalam tugas pokoknya. “Jangan terlalu sibuk dengan urusan wacana publik dan pencitraan. Kondisi itu untuk menciptakan kualitas output yang lebih baik, khususnya berkaitan dengan regulasi yang dihasilkan,” tegasnya. bw
perubahan kinerja sudah dirintis, tetapi hanya dijalankan oleh segelintir individu anggota DPR. Selain itu respon lebih besar yang seharusnya diperankan oleh fraksi terkadang terbata-bata dan tak mendapatkan dukungan yang memadai. AGUSTUS 2012
31
11/6/2012 8:25:06 PM
ANTAR LEMBAGA
Menangkal Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012. Upaya untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga. Efektifkah ?
Johan Budi SP
K
orupsi di negeri ini sepertinya sudah menggurita. Hampir di setiap lini, terjadi praktek korupsi. Oleh karena itu, saat memimpin rapat sidang kabinet pada akhir Juli lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat menginstruksikan agar para penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih ketat mengawasi dan menindak segala bentuk tindak pidana korupsi. Bahkan, Presiden meminta pengawasan ditingkatkan terutama pada lima area yang dianggapnya paling rawan terjadi
32
AGUSTUS 2012
26 - 33 antarlembaga.indd 32
korupsi. Salah satu area yang dianggap rawan korupsi yakni sektor pengadaan barang dan jasa. Menurut Presiden, pada sektor ini, banyak koruptor yang mencari keuntungan pribadi dengan menggelembungkan anggaran. Bahkan modus ini, sering melibatkan lebih dari satu pelaku. Termasuk melibatkan pengusaha yang me-mark-up apa yang dibeli oleh negara. Hasil laporan tahunan KPK, juga menyebutkan bahwa sebagian besar kasus korupsi di negeri ini terjadi pada bidang pengadaan barang/ jasa pemerintah. Laporan itu juga
menyebutkan penyelewengan dalam proyek pengadaan barang dan jasa merupakan kasus yang paling banyak diadukan dan ditangani oleh KPK. Bentuk penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa antara lain adalah penggelembungan harga, penunjukan langsung, pembuatan syarat tender yang dapat membatasi peserta lelang, pengadaan fiktif atau penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang terlalu tinggi. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan proyek pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah adalah sektor yang rawan terjadinya praktik tindak pidana korupsi. Terbukti, mayoritas kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari pengadaan barang dan jasa. Dia mencatat kasus yang ditangani KPK, 60% sampai 70% terkait dengan pengadaan barang dan jasa. “Jadi, pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadinya korupsi," katanya. Sekadar untuk diketahui, ada beberapa kasus yang ditangani KPK terkait pengadaan barang dan jasa di Kementerian Kesehatan. Seperti kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pembekalan terkait flu burung tahun 2006. Ada juga kasus dugaan korupsi pengadaan medis sisa dana pengadaan flu burung di Ditjen Pelayanan Medis tahun 2006. Terakhir, kasus dugaan korupsi pengadan alkes untuk pengadaan pusat krisis di Depkes tahun 2007. Selain itu juga ada beberapa kasus pembangunan sarana olahraga. Seperti, pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan pembangunan sport center
Warta BPK
11/6/2012 8:25:06 PM
ANTAR LEMBGA Hambalang. Serta yang terbaru adalah kasus dugaan suap perubahan Peraturan Daerah (Perda) terkait pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Pekanbaru, Riau yang terkait pembangunan sarana olahraga menembak.
Perpres Pencegah Korupsi Untuk mengurangi praktik korupsi di pengadaan barang dan jasa, pada awal Agustus lalu, Presiden mengeluarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Rahardjo mengungkapkan perubahan perpres ini bertujuan untuk menghilangkan bottlenecking dan multitafsir yang membuat penyerapan anggaran terlambat serta memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan. Selain itu, lanjutnya, terbitnya perpres itu juga diyakini menjadi salah satu langkah untuk melakukan pencegahan korupsi dalam Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Agus mengungkapkan dalam Perpres No. 70 Tahun 2012, setiap kementerian dan lembaga (K/L) wajib untuk membuat rencana umum pengadaan dan rencana penarikan. Dengan demikian jika penggunaan anggaran tidak sesuai dengan rencana umum tetapi dana tidak dapat dikembalikan, hal ini mempermudah untuk mendeteksi adanya praktik korupsi. Selain itu, tambahnya, perpres ini juga mewajibkan K/L melaksanakan pengadaan di awal tahun anggaran sebelum Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/ Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), memperluas jaringan e-katalog untuk barang-barang yang spesifikasi dan harganya jelas di pasaran serta menaikkan nilai pengadaan langsung
Warta BPK
26 - 33 antarlembaga.indd 33
untuk barang atau pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya hingga Rp200 juta, yang semula hanya Rp100 juta. Dia menjelaskan masingmasing K/L wajib mengumumkan hasil pengadaan langsung ini di website masing-masing. “Naiknya nilai pengadaan barang atau jasa ini karena nilai sebelumnya terlalu kecil. Perpres ini juga mengatur penambahan metode pelelangan terbatas untuk pengadaan barang, serta mengubah persyaratan konsultan internasional,” kata Agus.
Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai pencegahan korupsi di tubuh pemerintah dengan cara mengeluarkan sejumlah peraturan bukanlah suatu tindakan yang efektif. Dia yakin peraturan ini nantinya akan dimandulkan oleh aparat pemerintah sendiri, sehingga tidak berfungsi sesuai dengan semangat dari peraturan tersebut. Berdasarkan penilain Ucok, pemandulan peraturan yang dilakukan oleh aparat dikarenakan
Agus Rahardjo
Dia melanjutkan dalam rangka memperjelas dan menghilangkan ketentuan yang multitafsir, perpres ini memperjelas keberadaan Unit Layanan Pengadaan (ULP), memperjelas tugas dan kewenangan Ketua dan Pokja ULP, memperjelas adanya penyetaraan teknis untuk pelelangan serta memperjelas bahwa yang berhak menyanggah adalah peserta yang memasukkan penawaran. Koordinator Investigasi dan
pemerintah hanya berorientasi pada uang. Sehingga apa pun aturan yang dikeluarkan guna mencegah praktik korupsi tidak akan berjalan dengan benar di Indonesia. “Tidak efektif karena nanti peraturan tersebut juga mandul akibat aparat pemerintah itu sendiri,” kata Ucok. Lantas efektifkah peraturan presiden itu untuk menangkal praktik korupsi pengadaan barang dan jasa? Kita tunggu saja. bw AGUSTUS 2012
33
11/6/2012 8:25:07 PM