Knowledge Management Sharing: Paradigma Baru dalam Memenangkan Persaingan Global
Mardiana Purwaningsih
* Penulis adalah Dosen ABFII Perbanas
20
Digital Potpourri, Vol. 10, No. 1 Maret 2011:20-27
Knowledge Management Sharing: Paradigma Baru dalam Memenangkan Persaingan Global Mardiana Purwaningsih Sistem Komputer, Institute Perbanas, Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta, email:
[email protected]
Abstract. Knowledge can be said to be the only key to competitive advantage. To be able to survive in a business gobal competition, the company should be able to consistently generate new knowledges, and then spread this knowledge in all lines of business, and implement them in the form of technologies or new products (both goods and services). Basic problems in the implementation of knowledge management within the company is employee in a company often do not have a habit or a willingness to share their knowledge in written form, so it will easily be shared. The concept of Knowledge Management Sharing (KMS), can be used as a tool for companies both in industries and services, including education to collect and manage all elements of its knowledge, both explicit and tacit. Knowledge management is designed by the company so it can be easily accessed by all the human resources by various media companies. This step will help them build a good human resources, quality, and ready to compete in global competition Kata kunci: knowledge, knowledge management, keunggulan kompetitif, knowledge management sharing, knowledge capital Pendahuluan The basic economic resource is no longer capital, nor natural resources, not labor. It is and will be knowledge (Peter F. Drucker, The Coming of the New Organization, 1988). Ungkapan Peter F. Drucker yang sangat terkenal ini menginspirasi penulis untuk mengangkat tema “knowledge” dalam artikel kali ini. Artikel ini memuat kajian secara deskriptif mengenai pentingnya mengelola knowledge atau pengetahuan yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau organisasi. Tujuan kajian ini adalah memberikan gambaran bagaimana knowledge diciptakan dan kemudian ditransfer atau dibagi (sharing) ke orang melalui berbagai macam media, melalui konsep knowledge management. Diharapkan kajian ini dapat menjadi referensi bagi Institut Perbanas untuk mulai membangun knowledge management. Sebagai salah satu institusi dalam bidang pendidikan, dengan adanya knowledge management ini diharapkan Institut Perbanas dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang siap menghadapi persaingan global. Knowledge sebagai kunci dalam keunggulan kompetitif Knowledge menjadi suatu kekuatan baru bagi sumber daya ekonomi suatu negara, bukan lagi sumber daya alam yang dapat hilang karena eksplorasi yang berlebihan, atau juga sumber daya manusia yang suatu saat akan memasuki masa pensiun. Era ini kemudian dikenal dengan istilah era ekonomi pengetahuan. Dimana pengetahuan menjadi modal dalam suatu perusahaan atau organisasi (knowledge capital). Knowledge yang terkelola dengan baik akan menjadi salah satu roda yang menggerakkan perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Perubahan ke arah era pengetahuan
Knowledge Management Sharing (Mardiana Purwaningsih)
21
ini pun mengubah suatu perusahaan atau organisasi dalam menjalankan usahanya. “Knowledge” atau “pengetahuan” mencakup informasi, fakta, deskripsi, atau keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman atau pendidikan, pengetahuan dapat merujuk pada pemahaman teoritis atau praktis dari subjek, dapat pula implisit (seperti dengan keterampilan praktis atau keahlian) atau eksplisit (seperti dengan pemahaman teoritis dari subjek), dapat bersifat formal atau non formal dan sistematis (Wikipedia, 2012 merujuk pada http://oxforddictionaries.com). Dengan demikian dikenal ada 2 (dua) tipe knowledge yaitu: explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit knowledge dapat ditemui dalam berbagai media, merupakan pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar baik dalam bentuk media cetak maupun elektronik, dan dapat dengan mudah dijadikan referensi bagi orang lain. Sedangkan tacit knowledge berupa skill, pengalaman, pemahaman, atau pengetahuan how-know yang biasanya tersimpan dalam kepala orang yang memilikinya. Bagaimana 2 (dua) tipe pengetahuan tersebut dapat menjadi kekuatan, maka kemudian muncul konsep “knowledge management” atau KM terdiri dari berbagai strategi dan praktek yang digunakan dalam suatu organisasi untuk mengidentifikasi, menciptakan, mewakili, mendistribusikan, dan memungkinkan penerapan wawasan dan pengalaman dalam suatu perusahaan atau organisasi. Wawasan dan pengalaman tersebut terdiri dari pengetahuan, baik yang diwujudkan dalam individu atau tertanam dalam organisasi sebagai proses atau praktek. Tidak berbeda dengan definisi di atas, Krogh, Ichiyo, dan Nonaka (2000) dalam tulisan Setiarso (2003), menyampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian mengenai “pengetahuan” yaitu: 1) pengetahuan merupakan justified true believe; 2) pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terbatinkan (tacit); 3) penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaaan tersebut; dan 4) penciptaaan pengetahuan melibatkan 5 (lima) langkah utama meliputi: berbagi pengetahuan terbatinkan (tacit); menciptakan konsep, membenarkan konsep; membangun prototype; dan melakukan penyebaran pengetahuan. Lalu bagaimana mengelola pengetahuan yang eksplisit sekaligus tacit tersebut? Maka diperlukan suatu pengembangan KM untuk membangun database pengetahuan eksplisit, membangun database pengetahuan tacit, dan selanjutnya kombinasi antara pengetahuan eksplisit dan tacit sebagai upaya untuk mengumpulkan pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan dan dapat digunakan untuk menemukan solusi bagi persoalanpersoalan yang muncul dalam perusahaan. Saat ini knowledge dapat dikatakan sebagai satu-satunya kunci dalam keunggulan kompetitif. Bicara mengenai keunggulan kompetitif, untuk dapat bertahan dalam persaingan gobal suatu usaha bisnis harus dapat menghasilkan pengetahuan baru secara konsisten, kemudian menyebarkan pengetahuan tersebut dalam semua lini usahanya, serta mengimplemetasikannya dalam bentuk teknologi atau produk baru (baik barang maupun jasa). Masih lanjut mengenai keunggulan kompetitif, beberapa hal yang menjadi “driving force” atau “kekuatan yang mendorong” perusahaan untuk mengubah aturan bisnisnya adalah globalisasi, teknologi informasi, media baru, serta konektivitas dan jaringan komputer. Globalisasi meliputi pasar yang lebih luas dan produk yang dapat diterima oleh pasar yang lebih luas, misal dalam cakupan Asia, atau bahkan internasional. Keunggulan kompetitif mengacu pada penggunaan teknologi untuk mendapatkan pengaruh (leverage) di pasaran. Perusahaan tidak dapat selamanya mengandalkan usahanya pada sumber daya fisik, tetapi juga pada sumber daya konseptual yang unggul – data, informasi, dan pengetahuan, yang dapat digunakan sama baiknya. Bahkan produksi barang atau jasa yang efisien pun bergantung pada informasi 22
Digital Potpourri, Vol. 10, No. 1 Maret 2011:20-27
dan pengetahuan. Munculnya media baru yang interaktif ternyata sangat meningkatkan produksi dan distribusi pengetahuan yang lebih mudah. Pengetahuan yang sudah dikumpulkan menjadi lebih mudah diakses dengan adanya jaringan database, sehingga mempermudah interaksi online antara pengguna dan produsen. Perkembangan internet yang sangat pesat, menjadikan media yang kuat bagi produsen untuk menjangkau pasar. Sehingga semua produk baik barang dan jasa dapat dikembangkan, dibeli, dijual, dan dalam banyak kasus bahkan disampaikan melalui jaringan elektronik (e-business, ecommerce, m-commerce, dan lainnya). Baik dari sisi bisnis maupun pelanggan menginginkan adanya pendekatan yang lebih terintegrasi. Produsen menyediakan berbagai delivery channel bagi calon konsumen dan konsumennya, menyediakan umpan balik, dan semuanya akan dikumpulkan dan menjadi bagian dari knowledge capital perusahaan tersebut. Jelas di sini bahwa pengetahuan telah menjadi asset dan memainkan peran yang penting dalam mencapai keunggulan kompetitif. Sehingga perlu untuk dikembangkan dan dikelola dengan efektif agar kinerja perusahaan meningkat. Tidak hanya pengetahuan, tetapi juga informasi, ketrampilan yang tinggi, dan ketersediaan asset-asset lain yang intangible yang dimiliki perusahaan. Perubahan mendasar dalam era pengetahuan ini dapat dilihat dari beberapa hal, misal pengelolaan perusahaan yang awalnya dititik beratkan pada asset tangible (money, human resource, etc) yang kemudian beralih ke pengelolaan asset intangible (data, informasi, dan pengetahuan). Seperti yang telah diungkapkan di atas, knowledge menjadi satu-satunya keunggulan kompetitif bagi perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan yang ketat, yang diwujudkan dalam bentuk knowledge management sharing (KMS). Akan tetapi, pada kenyataannya, implementasi KMS mendapat cukup banyak hambatan dan tantangan. Hambatan bagi introduksi dan implementasi KMS menurut Yu (2002) diantaranya adalah tidak adanya suatu budaya yang mengatasi resistensi para anggota dalam sebuah organisasi untuk berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan belum menjadi suatu budaya, kebiasaan, atau kemauan yang didasari atas inisiatif pribadi individu dalam suatu perusahaan atau organisasi. Dalam suatu organisasi yang menerapkan manajemen pengetahuan diharapkan ada perubahan budaya dari “knowledge is power (Pengetahuan adalah sumber kekuatan)” berubah menjadi “knowledge sharing is power (Berbagi pengetahuan adalah sumber kekuatan)” (Sykrme, 2003). Ada kalanya justru hambatan ini disebabkan oleh struktur organisasi yang sangat birokratif, sehingga justru menghalangi transfer pengetahuan internal Hambatan lainnya adalah waktu yang dibutuhkan dalam menerapkan konsep manajemen pengetahuan dan kurangnya atau tidak cukupnya komunikasi kepada para karyawan mengenai konsep KM dan manfaatnya. Komunikasi ini memang perlu dilakukan secara terus menerus dan membutuhkan waktu, sampai semua individu dalam perusahaan atau organisasi menyadari bahwa KMS adalah suatu cara untuk meningkatkan kompetensi pribadi yang berujung pada peningkatan kompetensi perusahaan secara keseluruhan. Selain itu muncul juga hambatan dari ketidakdisiplinan individu. Padahal manajemen pengetahuan sangat menuntut adanya kedisiplinan dari individu yang menerapkan manajemen pengetahuan. Knowledge Management Sharing (KMS) Knowledge sharing sepertinya menjadi suatu permasalahan yang mendasar dalam implementasi knowledge management dalam perusahaan. Pegawai (employee) dalam suatu perusahaan seringkali tidak memiliki kebiasaan ataupun kemauan untuk
Knowledge Management Sharing (Mardiana Purwaningsih)
23
menuangkan pengetahuannya dalam bentuk tulisan, sehingga akan mudah dibagi (sharing). Konsep Knowledge Management Sharing selanjutnya disebut dengan KMS, dapat digunakan sebagai alat bantu bagi perusahaan baik dalam bidang industri maupun jasa, termasuk pendidikan dengan mengumpulkan serta mengelola semua unsur pengetahuan yang dimilikinya, baik yang bersifat eksplisit maupun tacit. Semua pengetahuan, pengalaman, dan informasi dalam berbagai bentuk (eksplisit dan tacit), yang terkumpul kemudian akan dibagi (share) kepada semua sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan infrastruktur teknologi informasi. Menjadikannya tempat atau sarana untuk belajar dan memperoleh pengetahuan bagi semua SDM dengan mudah. Begitu banyaknya pengetahuan yang masih dalam bentuk tacit yang dimiliki perusahaan, perlu ditansformasikan dalam bentuk eksplisit. Pengetahuan tacit umumnya belum terdokumentasi karena pengetahuan ini masih ada pada keahlian atau pengalaman seseorang atau pakar, dan biasanya berhubungan dengan hal-hal yang bersifat praktek. Pada umumnya transfer knowledge untuk pengetahuan tacit masih dilakukan dengan cara sosialisasi langsung, di mana pemilik pengetahuan tersebut menceritakan atau membagi pengalamannya secara lisan. Untuk mendokumentasikan pengetahuan tacit ini dibutuhkan penjelasan rinci agar tidak terjadi kesalahpahaman kepada orang yang membaca dokumentasi dari pengetahuan tersebut. Berbeda dengan explicit knowledge adalah pengetahuan yang formal, sistematis, dan mudah untuk ditransfer atau dibagikan ke orang lain dalam bentuk dokumentasi (Dewi, 2011). Untuk mengumpulkan beragam informasi dan pengetahuan ini perlu dilakukan akuisisi informasi dan pengetahuan (information and knowledge acquisition), atau dikenal dengan istilah proses pengadaan informasi dan pengetahuan. Beragam informasi dari berbagai sumber yang dianggap relevan dengan kebutuhan perusahaan atau organisasi akan dikumpulkan, berdasarkan survei kebutuhan yang telah dilakukan terlebih dahulu. Sumber informasi berbagai macam yaitu internet, sumber informasi yang didistribusikan dalam bentuk offline, seperti buku, dokumen-dokumen perusahaan, laporan, jurnal ilmiah, literatur, manual book, SOP, instruksi kerja, baik dalam bentuk kertas atau file yang tersimpan dalam beragam media, harddisk, CD, DVD, dan lain sebagainya. Sedangkan akuisisi pengetahuan dari pakar adalah pengumpulan data-data dari seorang pakar ke dalam suatu sistem yang terprogram, dapat berupa program komputer (database). Bahan pengetahuan dapat diperoleh melalui wawancara atau interview dengan pakar yang direkam atau ditulis ulang. Berbagai sumber informasi dan pengetahuan ini dijadikan dokumentasi untuk dipelajari, diolah, dan dikumpulkan dengan terstruktur menjadi basis pengetahuan (knowledge base), dan suatu saat dapat digunakan oleh perusahaan dalam mengambil solusi yang efisien terhadap permasalah yang dihadapi perusahaan di kemudian hari. Proses penciptaan pengetahuan dapat melewati berbagai proses, yaitu antara lain: 1. Unstructured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan yang tidak Terstruktur), yaitu suatu proses pembelajaran yang cenderung tidak terstruktur, dalam arti pengetahuan yang dihasilkan belum mendalam dan belum fokus pada suatu topik interes tertentu atau kebutuhan pengetahuan dalam perusahaan atau organisasi tersebut. Tujuan proses ini yang paling penting adalah agar semua SDM atau anggota komunitas dalam perusahaan atau organisasi memiliki kemauan, 24
Digital Potpourri, Vol. 10, No. 1 Maret 2011:20-27
keberanian, dan terus termotivasi untuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing), serta terbiasa dengan sistem manajemen pengetahuan yang akan digunakan. 2. Discussion Forum (Forum Diskusi, Semi-structured Knowledge Creation) Setelah diperoleh topik interes atau kebutuhan pengetahuan dalam perusahaan atau organisasi tersebut, maka tahap berikutnya adalah mengajak anggota komunitas untuk mendiskusikannya secara lebih spesifik dan terstruktur pada Discussion Forum. Forum Diskusi dapat pula didorong untuk langsung masuk ke proses Structured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan yang Terstruktur). Akan tetapi hal ini sulit dilakukan karena untuk menghasilkan pengetahuan yang terstruktur relatif butuh waktu dan proses yang tidak sebentar. Hal yang paling mudah adalah membuat pengetahuan yang tidak terstruktur menjadi lebih terstruktur dalam Discussion Forum. Dalam diskusi ini hal-hal yang menjadi topik intens akan didiskusikan lanjut sehingga memungkinkan akan muncul pengetahuan baru. 3. Structured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan yang Terstruktur) Dalam Discussion Forum, apabila pengetahuan yang tercipta dirasa telah cukup detail dan terstruktur, maka proses pembelajaran berikutnya diarahkan pada proses Structured Knowledge Creation. Proses penciptaan pengetahuan merupakan proses yang sangat penting, dan dapat dianggap sebagai puncak proses penciptaan pengetahuan. Proses ini tidak lagi melibatkan semua anggota komunitas karena memiliki kesulitan yang cukup tinggi. Untuk mengatasi kesulitan biasanya dibuat suatu kerangka struktur pengetahuan dan pengetahuan yang diperoleh dari proses Forum Diskusi dan referensi sebelumnya akan dikemas ulang. 4. Sistem Repositori (Digital Library). Digital Library berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan Structured Information yang dikumpulkan dari berbagai sumber informasi; sebagai sumber referensi bagi proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation; serta sebagai tempat untuk menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation. Ketika pengetahuan sudah mulai dikumpulkan maka akan terjadi transfer pengetahuan antara tacit knowledge dan explicit knowledge kepada orang-orang (sumber daya manusia) yang ada di dalam suatu organisasi atau perusahaan, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: (Hidayanto, 2006) 1. Socialization (tacit to tacit): tacit knowledge dibagikan kepada orang lain dengan cara mengamati, mencontoh, dan melatih tanpa mendokumentasikan dan mempublikasikan knowledge tersebut. 2. Externalization (tacit to explicit): tacit knowledge dibagi (share) dengan cara mendokumentasikan secara logis dan konseptual, sehingga mudah untuk dimengerti orang lain. 3. Combination (explicit to explicit): explicit knowledge yang sudah dimiliki dan eksternal knowledge dikombinasikan untuk mengembangkan explicit knowledge yang sudah ada. 4. Internalization (explicit to tacit): explicit knowledge yang sudah ada dipelajari dan dipraktekkan untuk mendapatkan tacit knowledge yang baru dan bermanfaat. Pembangunan KMS ini, selain sebagai media untuk berbagi pengetahuan, dapat digunakan juga sebagai social networking yang dibangun dengan konsep knowledge mangement. Hal ini yang dapat memfasilitasi adanya knowledge sharing yang dilakukan secara realtime. Perkembangan internet dan teknologinya yang luar biasa mampu
Knowledge Management Sharing (Mardiana Purwaningsih)
25
mewujudkan konsep ini dengan baik. Knowledge management tools yang dapat dikembangkan oleh perusahaan untuk berbagi pengetahuan dalam lingkungan internal mau eksternal ini antara lain: portal, wiki, blog, forum (board), e-learning system, documentation management system, atau sistem-sistem lain yang dikembangkan khusus oleh perusahaan. Sistem ini akan dengan mudah diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam menciptakan pengetahuan dalam perusahaan atau organisasi tersebut. Penutup Agar implementasi KM ini dapat berjalan seperti yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor penting yang sangat berpengaruh pada keberhasilan implementasi KM. Faktor tersebut adalah SDM perusahaan atau organisasi itu sendiri, dalam arti adanya kemauan, kemampuan atau kebiasaan untuk selalu membagi (sharing/transfer) baik berupa tacit knowledge maupun explisit knowledge. Selain itu SDM juga memiliki kemauan untuk terus belajar sehingga muncul ide, inovasi, dan knowledge baru, yang makin memperkaya KM yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Faktor leadership juga ikut mendukung keberhasilan KM, karena implementasi KM membutuhkan peran pemimpin dalam membangun visi yang kuat dan mampu mengarahkan partisipasi semua anggota organisasi dalam mewujudkan visinya. Selain partisipasi SDM dan leadership yang kuat, perlu ada pengaturan yang jelas mengenai reward bagi partisipan penyebaran pengetahuan tersebut. Hal ini harus dimengerti oleh semua SDM untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi SDM dalam proses transfer knowledge yang terus berkelanjutan. Hal ini yang akan mendorong perilaku learning organization yang berkelanjutan pula di semua lini perusahaan atau organisasi. Dari sisi teknologi hal ini dapat menjadi faktor pendukung sekaligus penghambat. Dukungan teknologi informasi dapat membantu penyebaran pengetahuan menjadi lebih mudah, dengan berbagai media melalui intranet maupun internet. Akan tetapi tools atau alat yang digunakan juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan belum semua orang dapat menggunakannya. Pembuatan database (program komputer) membutuhkan waktu, SDM yang menguasai, juga biaya yang cukup mahal. Penetrasi jaringan internet yang belum merata di seluruh pelosok Indonesia juga menjadi hambatan tersendiri untuk implementasi KM. Pada akhirnya diharapkan dengan implementasi KM ini memungkinkan terjadinya penyebaran pengetahuan yang cepat dan mudah dan akhirnya menwujudkan inovasi yang berkelanjutan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Inovasi yang berkelanjutan ini yang akan menjadikan suatu perusahaan untuk tetap mampu berkompetisi dengan baik dalam persaingan global, dan menjadi perusahaan terdepan di bidangnya. Daftar Pustaka Anonim, 2012. Manajemen Pengetahuan dan Daya Saing Organisasi: Sebuah Review Era Persaingan Berbasis Pengetahuan, http://majour.maranatha.edu, diakses 10 Januari 2012. Hidayanto, Akhmad. 2006. Bahan Kuliah Knowledge Management Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia. Karl, A. K. 2003. “Human Resource Management in the Knowledge Economy. The Academy of Management Executive. Vol. 17, Iss. 2, p.137-139 Setiarso, Bambang, “Knowledge Sharing in Organizations: Models and Mechanism”, 26
Digital Potpourri, Vol. 10, No. 1 Maret 2011:20-27
Special Library Conference May 15-17, 2005.p 14, Kuala Lumpur, 2005. Suryani, Dewi. Penerapan Knowledge Management dalam Industri BioteknologiPertanian. http://blogstudent.mb.ipb.ac.id/. Diakses 27 September 2011. Skyrme, D.J. (2003) Knowledge Management: Making Sense of an Oxymoron, http://www.skyrme.com/insights/22km.htm, diakses tanggal 10 Januari 2012. Widayanti, Riya. 2012. Penerapan Knowledge Management dalam Organisasi, http://sisteminformasi.blog.esaunggul.ac.id/2010/10/12/enerapan-knowledgemanagement-dalam-organisasi/. Diakses tanggal 10 Januari 2012
Knowledge Management Sharing (Mardiana Purwaningsih)
27