Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli 2009 09:12 -
Awalnya, ketika penulis atas nama lembaga Fatayat Kabupaten Magelang mengajukan kerjasama program berupa Seminar Perempuan dan Politik: Membangun Kualitas Politisi yang Adil gender. Jaringan itu semakin kukuh dengan keaktifan Ibu Nyai Hj. Sintho‘ Nabilah, pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Hidayat, Kedunglumpang, Salaman, Magelang sebagai tokoh perjuangan. Penulis kemudian menjadi peserta Pelatihan Ulama Perempuan (PUP) yang diadakan Rahima sejak Mei 2005 lalu. Walhasil, sebagai bentuk realisasi tindak lanjut PUP tersebut, kami mempunyai beberapa kegiatan di tingkat grass root. Kami membentuk Forum Selapanan yang kegiatannya meliputi: pengajian selapanan, konsultasi keluarga, siaran radio, dan pelatihan. Yang paling unik dari beberapa bentuk kegiatan tersebut adalah selapanan. Mungkin kata ini terasa asing bagi mayoritas aktivis perempuan, tetapi istilah selapanan telah mengakar di masyarakat Jawa, khususnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan baik dari tingkat dusun, desa, kecamatan, dan kabupaten di Magelang. Kegiatan ini dilakukan dengan menggandeng lembaga Fatayat NU. Setiap tingkatan selapanan mempunyai kekhasan tersendiri karena perbedaan tempat, jenjang pendidikan, dan materi yang dibahas. Keunikan ini tampak ketika saya bersama teman-teman melakukan sosialisasi tentang relasi perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Dalam mengawali kajian, kami memancing pengetahuan anggota. Kami menanyakan pembagian tugas dan kewenangan dalam rumah tangga. Lalu para peserta menyebutkan apa yang selama ini dialami. Berbekal dari perincian ini, kami melibatkan para anggota untuk memilah-milah tugas (pekerjaan) yang sesungguhnya dapat dilakukan oleh perempuan dan juga laki-laki, di satu sisi dan tugas atau (pekerjaan) yang hanya dapat dilakukan oleh perempuan atau laki-laki saja, di sisi lain. Dengan bahasa sederhana, yang penting pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Contoh penggunaan istilah yang dimaksud adalah ketika saya mensosialisasikan derivasi (turunan) dari kata seks seperti penis, vagina, dan klitoris. Hampir semua anggota (mayoritas) tidak kenal dengan istilah tersebut. Yang mereka kenal selama ini dalam masyarakat adalah thithit, gembus, dan cenil. Namun, dalam
1/5
Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli 2009 09:12 -
pengertian mereka, thithit sama dengan penis, vagina sama dengan gembus, dan klitoris disebut dengan kata cenil karena bentuk-bentuknya yang mirip dengan makanan tersebut. Untuk kegiatan siaran radio, kami bermitra dengan Radio Fast 94.6 FM Magelang. Program ini dikemas dalam sebuah nama “Untukmu Perempuan”. Siaran berlangsung setiap hari Jum`at mulai pukul 12.00-13.00 WIB secara live. Tema yang diangkat adalah seputar topik perempuan seperti, haid, kehamilan, KB, aborsi, kekerasan dalam rumah tangga, poligami, dan kithan perempuan. Adapun kegiatan Pelatihan Keadilan dan Kesetaraan Relasi dilaksanakan untuk para santri, ustadz, dan ustadzah di Pesantren Al-Hidayat, Magelang. Bahkan di pesantren ini, sudah ada materi khusus tentang Keadilan dan Kesetaraan Relasi laki-laki dan perempuan. Demikian kegiatan Forum Selapanan. Diharapkan ini menjadi sumbangan bagi upaya bersama membangun masyarakat adil dan antikekerasan, walupun masih perlu penyempurnaan. Karenanya, saran dan masukan dari para aktivis sangat dibutuhkan demi meningkatkan kualitas perjuangan di masa depan. ] (Titik Rahmawati)
Diskusi
Buku “Memilih Monogami”
Kegiatan Baru untuk Ramaikan Perpustakaan Siang itu tanggal 28 Desember 2005 Rahima mengadakan launching kegiatan Diskusi Buku yang diagendakan menjadi kegiatan rutin bulanan. Kegiatan ini diadakan untuk membahas buku menarik tentang perempuan dan Islam. Kegiatan seru tersebut bertujuan menggalakkan tradisi intelektual, berpikir kritis dan kreatif, berdiskusi tentang suatu topik aktual, serta menguatkan budaya baca. Melaluinya diharapkan Perpustakaan Rahima sebagai salah satu fasilitas utama pengembangan keilmuan dapat lebih berperan bagi masyarakat luas, terutama bagi para aktivis dan pemerhati perempuan dan Islam.
2/5
Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli 2009 09:12 -
Diskusi perdana kali ini membedah buku “Memilih Monogami” hasil refleksi Ustadz Faqihuddin Abdul Kodir (penulis buku) yang diterbitkan oleh Pustaka Pesantren. Dengan banyak memaparkan hadis dan ayat Alquran, serta ijtihad istimbathi (menjadikan realitas sebagai ukuran utama) yang selama ini jarang dipaparkan oleh penulis lain yang pro poligami. Dalam buku tersebut, penulis banyak mengangkat isu poligami dari sisi ushul fiqh dan fiqh yang akrab di kalangan pesantren, di samping menggunakan kacamata yang lebih memperhatikan perempuan. Buku tersebut sangat penting untuk dibaca masyarakat yang ingin melihat secara jernih permasalahan poligami yang selama ini hanya dipahami dari sudut kepentingan laki-laki. Selain itu, yang menjadi nilai lebih buku ini adalah karena ditulis oleh sosok laki-laki yang menyatakan keberpihakannya secara tegas pada pernikahan monogami. Diakui oleh penulis bahwa perjalanan beliau dalam mensosialisasikan pemikiran ini penuh dengan tantangan. Beliau harus menghadapi pihak-pihak yang antiperubahan. Sebagai pembahas, Lely Nurrohmah yang pernah menulis tesis berjudul “Pengalaman Perempuan dalam Menjalani Perkawinan Poligami: Studi Kasus di Komunitas Betawi Cinere” ikut bicara seputar pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dari ibu-ibu yang bersuami poligami. Menurutnya, isu poligami dari zaman para nabi sampai sekarang menjadi isu aktual karena selalu menjadi perdebatan antara yang pro dan kontra. Paparan Lely lebih banyak pada pengalaman-pengalaman
3/5
Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli 2009 09:12 -
para istri yang dipoligami, juga beberapa pengalaman dari mitra-mitra Rahima, sehubungan dengan kasus poligami yang mereka hadapi. Lely juga menambahkan bahwa praktik poligami bukan hanya muncul di kalangan Islam, tetapi juga dalam ajaran keagamaan selain Islam, seperti di Papua yang notabene mayoritas nonmuslim, praktik poligami sangat kuat. Ia juga menegaskan bahwa poligami seringkali menimbulkan kekerasan, fisik dan nonfisik, terutama pada perempuan dan anak. Ia mengakhiri paparannya dengan mengetengahkan cerita dari mitra Rahima di Cianjur bahwa banyak kasus poligami yang berakhir dengan tidak harmonisnya kehidupan rumah tangga. Diskusi buku tersebut berjalan sangat menarik dan lancar. Undangan yang hadir sekitar 30 orang. Suasana diskusi cukup santai dan banyak input yang diberikan oleh kedua narasumber. Peserta pun banyak menyampaikan informasi berarti sehubungan dengan isu poligami berikut masalah-masalahnya. Seorang peserta juga mempertanyakan data statistik yang sering digunakan oleh pihak pro poligami yang menyatakan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Sesungguhnya pernyataan ini sudah terbantahkan dengan statistik terbaru dari BPS (Badan Pusat Statistik) bahwa perbedaan statistik perempuan dan laki-laki yang berumur produktif tidak berbeda jauh. Lebih banyaknya jumlah perempuan itupun berada pada perempuan berstatus janda dan lansia yang daya tahan hidupnya lebih tinggi daripada umumnya laki-laki. Diskusi berakhir pukul 17.00 WIB. Peserta puas karena
4/5
Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli 2009 09:12 -
memperoleh jawaban yang tepat dari persoalan yang selama ini dinilai menggelisahkan dan menimbulkan pro-kontra. ](ulfah)
5/5