Bandung,
Proceedings Seminar Reaktor Nllklir dalam Penelitian Sa-ins dan Tekrwlogi Menllju Ern Tinggnl Landas
8 -10
Oktober 1991 PPTN - BATAN
KINETIKA PENATAAN ATOM DALAM LOGAM-PADUAN NiO,765FeO,235DIAMATI DENGAN CARA PENGUKURAN RESISTIVITAS LISTRIK. Zuharli AMILIUS Pusat Penelitian Teknik Nuklir - Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK KINETIKA PENATAAN ATOM DALAM LOGAM-PADUANNio.765Feo,235DIAMATI DENGAN CARA PENGUKURAN RESISTIVITAS LISTRIK. Diagram-fase logam-paduan yang dekat pada komposisi Ni3Fe, yang dikenal dengan nama permalloy dan Bupermalloy, telah diketahui. Logam-paduan ini menunjukkan adanya peralihan dari tertata ke tak tertata di sekitar suhu 770 K dan adanya zona histeresis dengan penataan atom yang tidak sempurna di dalamnya, Tataan-jangkau- panjang maupun tataan-jangkau-pendek tercermin dalam sifat-sifat fisika bahan, di antaranya pada resistivitas bahan. Dalam makalah ini dilaporkan evolusi resistivitas dengan pengukuran secara isoterm pada berbagai suhu di sekitar suhu peralihan tertata ke tak tertata. Pengukuran resistivitas (pada prakteknya hambatan listrik) dilakukan pada suhu kamar dengan alat yang direkayasa sendiri dari bagian-bagian yang sederhana. Untuk bahan Nio,765Feo,235kenaikan tataan-jarak-pendek tercermin dalam penurunan resistivitas. Jika suhu peralihan didekati dari arah suhu tinggi, waktu-waktu relaksasi pada berbagai suhu anil menunjukkan kenaikan, dengan perkataan lain kinetika penataan lokal diperlambat. Dari pengukuran pada suhu kamar tampak histeresis di dalam transformasi tertata ke tak tertata: tataan- jangkau-panjang muncul di sekitar suhu 753 K dan lenyap pada suhu 780 K, yaitu daerah histeresis sebesar 27° .
ABSTRACT ATOMICORDERING KINETICS IN Nio.765FeO.235 ALLOYOBSERVED BYMEANS OF ELECTRICAL RESISTIVITY MEASUREMENT. The phase-diagram of alloys close to the composition of Nio.765FeO.235,known as permalloy and supermalloy, has been known. These alloys show order-disorder transformation around 773 K and hysteresis zone within which ordering is not perfect. The state oflong-range order as well as short-range order in a material would be reflected in its physical properties, such as the electrical resistivity. The evolution of resistivity by means of isothermal measurements at several annealing temperatures is reported in this article. Resistivity measurements were carried out at room temperature using own designed apparatus out of simple components. In the case of Nio.765FeO,235the increase of short- range order is reflected in the decrease of resistivity. Approaching the transition temperature from above, it was found that the closer the annealing temperature to the transition. temperature, the higher the ordering relaxation time, i.e. ordering kinetics were slowed down. Room temperature measurements showed a hysteresis in the order-disorder transtion: long-range order first appeared at 753 K and disapperead at 780 K,i.e. a hysteresis zone width of 27°. PENDAHULUAN.
Logam-paduan berkomposisi di sekitar Ni3Fe secara teknik dinamai permalloy dan ::upermalloy. Paduan ini banyak dipakai dalam transformator listrik, relai peka, amplifikator magnetik,tra!18ducer, kepala magnetik pembaea dan sebagainya. Diagram fasenya telah diketahui dan parameter tataan-jarak-pendeknya pada keadaan seimbang sebagai fungsi suhu telah diketahuijuga. Dalam penelitian ini dikaji peristiwa penataan atom-atom untuk sampai pada keadaan seimbang ini. Di dalam makalah ini dilaporkan kinetika penataan jangkau-pendek logam- paduan NiO,765FeO.235 di dekat suhu
peralihan penataan, yang diamati dengan perantaraan resistivitas listrik. Dalam bab ini pertama-tama akan disajikan beberapa data dan penelitian Ni3Fe yang telah dilakukan sampai sekarang. Thoritentang transformasi tertata ke tak tertata, kinetika penataan dan hubungan antara resistivitas listrik dan tataan-jangkaupendek akan disinggung sedikit. Dalam babbab selanjutnya berturut-turut diuraikan penyediaan cuplikan,. peralatan yang dipakai, tatakerja dan percobaan. Logam-logam paduan nikel-besi mempunyai sifat fisika yang istimewa, yang sangat berbeda dengan sifat- sifat
362
Ban-dung,
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitian Sains dan Tekrwlogi MenuJu Era Tinggal Landas
kedua logam pemadunya. Karakteristiknya yang penting adalah permeabilitas magnetik yang tinggi. Beberapa gejala menarik telah diamati orang tentang sifat-sifat fisika logam-paduan ini, yaitu variasi tiba-tiba bagi kebanyakan sifat fisikanya segera setelah melintasi suhu peralihan tertata ke tak tertata. Semua anomali ini disebabkan oleh gejala struktural tertata ke tak tertata. Struktur kubik-berpusat-di-sisi pada besi tetap dipertahankan pada paduan yang kaya akan nikel ini. Transformasi feromagnetik- paramagnetik hanya terjadi setelah melewati titik Curie. Di bawah suhu peralihan tertata ke tak tertata, paduan ini berubah menjadi berstruktur tipe Cu~u (LI2). Atom nikel berada di pusat sisisisi kubus sedangkan atom besi di sudutsudutnya. Diagram fase logam paduan ini telah ditentukan oleh beberapa peneliti [1,2,3,4,5,6]. Suhu peralihan tertata ke tak tertata berada di sekitar 773 K [7,8,9],tetapi Behot dkk.[10] mendapat nilai 793 K. Wakelin dan Yates [7] dan Behot dkk. [10] mengamati adanya histeresis pada diagram fase logam paduan ini. Calvayrac [9] juga telah menentukan daerah histeresis yang lebarnya kira-kiral0o ; yang memisahkan daerah tertata dari daerah tak tertata. Zona ini terdiri atas dua bagian. Jika kita berjalan dari suhu rendah ke suhu tinggi, terdapat zona fase tunggal yang tertata di antara suhu T1 dan T2' serta zona dwi fase tertata dan tak tertata di antara T2 dan T3' Perubahan keadaan tertata jangkau panjang dan tertata jangkau-pendek oleh perlakuan panas akan tercermin pada perubahan sifat logam-paduan, diantaranya hambatan jenis listriknya. Hambatanjenis listrik pada berbagai logam-paduan menunjukkan anomali pada suhu peralihan menurut suhu dan perlakuan. Tercatatjuga perbedaan kelakuan menurut perlakuan panas yang diterapkan. Bergantung pada bahannya, resistivitas listrik itu dapat menurun atau meningkatjika ketertataan meningkat. Penelitian resistivitas listrik sebagai fungsi suhu-perlakuan merupakan salah satu cara untuk mempelajari transformasi dari tertata ke tak tertata dan kinetika penataan. Sepertijuga penataan atom-atom, sifat- sifat fisika suatu logam-paduan pada suatu suhu tertentu setelah waktu yang tak terhingga lamanya akan mencapai harga kesimbangan. Dengan mengamati ketergantungan resistivitas pada waktu selama anil isoterm, dapat ditarik kesimpulan tentang laju penataan dan masa pencapaian penataan lengkap. Untuk sifat
8 -10
Oktober 1991 PPTN - BATAN
fisika yang berbeda, waktu relaksasinya dapat. sangat berbeda. Hal ini disebabkan oleh tahap-tahap penataan yang berbeda. Menurut hukum Matthiesen resistivitaf, suatu bahan adalah jumlah resistivitas yang disebabkan oleh fonon dan oleh cacat struktur. Keadaan ketertataan memberikan sumbangan .. nya pada resistivitas-sisa, yaitu resistivitas se.. lain yang disebabkan oleh fonon. Jika dalam pengkajian kinetika penataan dipakai metode resistivitas untuk mengikuti ki.. netika penataan, harus dimasukkan suatu fako· tor yang menghubungkan variasi resistivitafl dengan variasi derajat ketertataan a Warren· Cowley [11], yaitu p= K a. Jadi variasi resis· tivitas sebanding dengan variasi derajat ketertataan dan berlakujuga ( P - Poo )/(
Po - Poo )
=(
1
untuk dengan
i=(
( P - Poo )/(
y -
1 ) K 1- y
Po - Poo )
=
( Po -
+ i-1 t y = 1
) 1/( 1 - y ) (1)
Poo ) y -
1 't -1(2)
exp ( - t/'t) untuk
y =
1
(3)
dan p, Poo dan Po berturut-turut adalah resistivitas pada saat t, resistivitas pada keadaan setimbang dan resistivitas awal (pada saat t :: 0).
Beberapa peneliti telah mempelajari pengaruh ketertataan terhadap resistivitas-sisa. Gibson [12] membuktikan kelinieran hubungan antara resistivitas dan derajat tataan-jangkau-pendek pada larutan monovalen. Hubungan ini mungkin linier meningkat atau menurun bergantung pada posisi relatif permukaan Fermi terhadap batas zona Brillouin. Rossiter dan Wells [13] telah menghitung resistivitas sisa suatu logam-paduan biner yang disebabkan oleh difusi elektron konduksi dan menyatakannya dalam waktu relaksasi. Dengan memakai potensial hamburan tertabir (screened) ia tiba pada kelinieran hubungan antara resistivitas P dengan derajat tataanjangkau- pendek Warren-Cowley a [11]. Meskipun kelinieran hubungan antara derajat tataanjangkau-pendek dengan resistivitas masih diperdebatkan, sesuai dengan kesimpulall Pfeiler dkk. [14],kelinieran tersebut di sini diterima sebagai aproksimasi yang baik, terutama untuk logam-logam paduan yang berkelakuall sesuai dengan interpretasi statistik jangkaupendek.
363
Bandung,
Proceedings Seminal' Realttor Nuklir dalam Penelitian Sains dan Tekrwlogi Menuju Era Tinggal Landas
TATAKERJADAN PERCOBAAN. Cuplikan yang dipergunakan dibuat dal'i ingot logam-paduan Nio 765FeO235' bahan yang sarna seperti yang diper'gunak:in oleh Lefebvre dkk. [15,16] dalam penelitian dengan percobaan hamburan baur neutron. Suhu kritik penataan J.ogam-paduan ini telah ditentukan dengan difraksi sinar-X, yaitu 771 ± 2 K. Cuplikan dibuat dalam bentuk pita dari pelat tercanai dingin, Behingga berukuran panjang 3,8 cm, lebaI' 0,1 em dan tebal 6 !-tm.Analisis spektrometrik menunjukkan adanya zat pengotor aluminium dan mangan berkadar rendah sekali dan karbon berkadar 0,013%. Percobaan dilakukan di Laboratoire de 'rhermodynamique et Physico-chimie Metallurgique, ENSEEG, Grenoble. Alatyangdipakai adalah alat yang direkayasa sendiri, dengan I~ara merakit alat-alat yang sedel'hana. Evolusi resistivitas pada berbagai suhu tinggi yang tetap (isoterm), telah diamati untuk selang ma;sa yang cukup. Resistivitas pada suhu kamaI' juga diamati tiap setelah di que~h. Untuk mak,sud tersebut telah dirakit sebuah alat yang tel'diri atas sistem hampa, tungku, pemegang cuplikan dengan sistem pengukuran hambatan listrik, sistem pendingin oleh udara tertekan dan wadah air. Sistem hampa, tungku dan pemegang cuplikan diperlihatkan pada GambaI' 1.
!
r:5
GambaI' 1. Skema alat anil, quenching dan pengukur hambatan jenis pada suhu kamaI'. serta sistem vakum dan pemegang cuplikan. Sistem hampa terdiri atas pompa mekanik dan pompa difusi Alcatel, dilengkapi dengan tabung silika pada ujung sistem. Tekanan dari 1,5 x 10-6 sampai 3 x 10-7 dapat dicapai. 'l\mgku yang dipakai adalah tungku horisontal yang dapat diatur otomatik Adamel-
8 - 10 Oktober
1991 PPTN - BATAN
Lhomargy yanb dapat mencapai suhu maksimum 1250 DC. Suhu di dalam tungku tidak begitu mantap, dan terdapat gradien suhu sebesar l°/cm di pusat tungku. Untuk que~hing telah dibuat suatu sistem pendingin oleh udara tel'tekan melalui tabung silika tersebut, untuk mempercepat pendinginan cuplikan. Pengukuran resistivitas pada suhu kamaI' (sekitar 298 K) setelah que~h dilakukan dengan cara mencelupkan tabung ke dalam air dingin, setelah dihembuskan udara tertekan. Resistivitas pada suhu 298 K diperoleh dengan interpolasi hasil pengukuran itu. Cuplikan yang diamati berbentuk pita. Untuk mengurangi efek gradien suhu di dalam tungku, yang dapat menyebabkan gaya termo-listrik, pita itu digulung menjadi spiral. Efek hambatan kontak dikurangi dengan memakai kawat nikel dilas-titik pada cuplikan sebagai kawat potensial. Sebagai penghantar arus dipakai kawat tembaga. Cuplikan dipegang oleh tabungtabung halus dari alumin, yang sekaligus merupakan penyalur bagi kawat-kawat arus, potensial dan termokopel. Termokopel yang dipakai adalah nikel khl'om-paduan khrom. Pengukuran hambatan dilakukan dengan cara empat titik. Tegangan diukur dengan voltmeter digital dengan memakai arus kontinyu sebesar 100 mA. Dengan mengul'angi tegangan yang diukur pada saat arus mengalir oleh tegangan yang timbul tanpa arus, dan dengan mengukur tegangan untuk dua al'us yang berlawanan, dapat dieliminasi efek gaya termolistrik dan efek hambatan kontak. Efek parasit ini besarnya sekitar 0,2% pada suhu tinggi dan sekitar 0,1% pada suhu l'endah. Dalam makalah ini dilaporkan pengukul'an l'esistivitas pada suhu-suhu tel'tentu selama anil. Sebelum memulai pengukuran, cuplikan dipanaskan di dalam hampa pada suhu-suhu yang meningkat untuk menghapuskan gas yang kemungkinan terperangkap di dalam cuplikan, kemudian dianil pada suhu 1123 K selama 5 jam untuk merekristalisasikannya. Setelah tiap anil dilakukan quench. Laju awal quench sekitar 150 °C/menit menurut pengukuran yang dilakukan dengan termokopel, dengan mengamati penurunan suhu 2000• Mungkin laju ini sebenarnya lebih besar lagi, jika diingat bahwa cuplikan sangat tipis dan bahwa pendinginan lebih besar untuk cuplikan dari pada untuk termokopel pengukur, yang tidak menyentuh cuplikan. Setelah meletakkan cuplikan di dalam tungku, dibutuhkan waktu bagi suhu untuk
364
Proceedings Seminar Reakwr Nuklir dalam Penelitian Sains clan Tekrwlagi Menuju Era Tinggal Landas
mencapai keadaan seimbang (biasanya sekitar 10 menit). Selama periode ini sukar melakukan pengukuran yang sangat dapat dipercaya, karena alasan di atas (perubahan suhu termokopel mungkin lebih lambat dari pada perubahan suhu cuplikan). Akhirnya, kestabilan tungku adalah sekitar 2°Cdan perlu dilakukan koreksi atas pengukuran, untuk memperhitungkan perubahan resistivitas yang cukup cepat terhadap suhu. Taksiran koefisien suhu ini cukup rumit karena harus dipisahkan pengaruh suhu pada resistivitas dari pengaruh keadaan tertata (yang berubah menurut suhu). Koefisien suhu ini ditaksir dengan memakai nilai hambatan jenis pada akhir anil pada suhu T1 dan nilai resistivitas di awal anil berikutnya pada suhu
Randung,
8 -10
Okwber 19£>'1 PPTN - RATAV
en
r--;, : 1'91
7~3
1-:.,
-'"t.. __"\.. _
GambaI' 2. Skema prosedur anil, quenchin.g dan pengukuran hambatanjenis.
Tl' HASIL-HASIL. • "",,\a Jr.cnt.&'.
Telah dilakukan satu deret pengukuran pada suhu ani (isoterm) dengan suhu anil meningkat dan dua deret dengan suhu anil menurun. Deret pengukuran anil ini dipaparkan pada Tabell dan secara skematik pada Gambar 2. Tabell. Suhu anil dan waktu anil (menit) 5400 358 480 476 240 450 720 120 60 masa anil 2784 1758 240 740 419 menurun suhu anil (K)
UIY'~
I
821 798 780 747 793 777 770 757 783
• ,""\•• l.rl~or~ . ..-. "
0, )500
~\I
..1. •
869 Gambar 3a. Evolusi hambatan selama anil 1758 menit pada suhu 774 Ksetelah quenching dari 755 K.
Evolusi hambatan selama anil diikuti dalam selang-selang waktu tertentu. Beberapa hasil diperlihatkan pada GambaI' 3a sampai 3e. Pada gambaI' tersebut dicantumkan data mentah hambatan, nilai hambatan terkoreksi dan f1uktuasi suhu cuplikan. Kecenderungan umum tiap evolusi hambatan terkoreksi sesuai benar dengan apa yang diharapkan, kecuali pada awal kinetika.
Gambar 3b. Evolusi hambatan selama anil 740 menit pada suhu 783 K setelah quenching dari 774K. Dalam hal Ni3Fe, resistivitas bahan menurun dengan meningkatnya tataan-jangkau-pendek, berlainan dengan hasil penelitian Heidsiek dkk. [17] pada Ni 11,4%Cr dan Lucke
365
.~••• ,; ~<
8 - 10 Oktober
Bandung,
Proceedings Seminar Reakto" Nuklir dalam Penelitian Sains dan Tekrwlogi Menlljll Era Tinggal Landas
1991 PPTN - BATAN
Dari hasil· ~1asilpengukuran yang diantaranya diperlihatkan GambaI' 3 tampak bahwa keseimbangan hanya tercapai dalam beberapa anil saja: anil pada suhu 774 K, 777 K, 780 K, 783 K, 793 K, 798 K, 821 K dan 873 K. Untuk menentukan waktu relaksasi resistivitas, nilainilai log I R - Roo I diplot pada GambaI' 4a sampai
....
.-t::I •••••••••
.,
••••..J.-
"
4e, '\
",..JVJ'Jooo ot>OO"''' .tf'
00
II)
_~... __..A-_._..L---'--~_~_ (I
)!c
~tJ'I
I;'\')
_6 floe "
0 ]B13 lfo1~ wMt\I (m~n.1t}1B71 ..t. ••-.J
.
"
"
(R -
.It'
........
-1
~--'--~-~-•••~\u
GambaI' 3c. Evolusi hambatan selama anil 419 menit pada 873 K setelah quenchinJ; dari 783 K. ~
c.:..t4.
GambaI' 4a. Evolusi log I Roo - R I selama anil pada 774 K setelah quenching dari 755 K.
roan.' e.h c!'ck ~
•. ~.a1.'" ~on
" ~.~,,~
:.:•.r;::,
.
'f_
,'
1:
.-
(' "
t:o<~~
0 •
f'lo b"
(.
Q
.~"
"
I'\ ,.
"LO'TR::"> _~
__
'20
' -~~-~~-~--~~-
"~':~1
~I.",
"' ..••,11,
,
•••••••••••
,
_'I
"j<{'if.:; 1*:1;'
J
.
_t
,,{i,Fr.':J.~
(lIIo,11t)
L~ _4 __ ~_._
'.
wak1.\1 (Q.~t) ••__ • __••..·_ •.•• _
24)
" "'~f,
1
Gambar 3d, Evolusi hambatan selama anil480 menit pada 7833K setelah quenching dari 793 K.
GambaI' 4b. Evolusi log I Roo - R I selama anil pada 783 K setelah quenching dari 774 K.
r-·--··-· .. --···· '''l': . •
·00
."
I~U
•••• I)
•
.'
.
')
.'
....
'
.•.
:.
...
•
_~_,_~
no
_40
__ '~
••••
__
~::~~~_ }Jf"
GambaI' 4c. Evolusi log I Roo - R I selama anil pada 873 K setelah quenching dari 783 K.
., GambaI' 3e. Evolusi hambatan selama anil476 menit pada 777 K setelah quenching dari 783 K.
dkk. [18] pada Au 15%Ag, Penyimpangan yang terjadi di awal kinetika disebabkan karena respon termokopel terhadap kenaikan/ penurunan :3Uhuagak kurang cepat dibandingkan dengan I'espon cuplikan pada waktu perubahan tibatiba pada suhu, seperti yang telah disebutkan di atas.
GambaI' 4d. Evolusi log I R - Roo I selama anil pada 783 K setelah quenching dari 793 K. Dari plot ini telah ditaksir waktu relaksasi penataan-jangkau- pendek, yang hasilnya didaftarkan pada Tabel 2, Pada tabel ini ditunjukkan juga sifat tataan yang mungkin (jangkau-pendek atau jang-
366
Bandung, -
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Peneliticm Sains dan Teknologi Menuju Era TinggaJ Landas
,_
"••.
'
8 ..10 Oktober
1991 PPTN - BATAN
Hasil-hasil pengukuran pada suhu kamar sesudah quench dari suhu anil diperlihatkan pada Gambar 6 (lihat halaman berikut). Nilai-nilai hambatan pada suhu 298 K di· interpolasi dari pengukuran sebelumnya diplot sebagai fungsi suhu anil pada Gambar 7.
:~~ (It _ ~)
Gambar 4e. Evolusi log I R - Roo I selama anil pada 777 K setelah quenching dari 783 K. Tabel 2. Waktu relaksasi pada suhu ani!. tataan
90 21 10 15 678 750 Waktu Macam relaksasi (menit) 187,5 37,5 TJp Suhu anilTJPtTJp (K)
.If
*
.' .
...•on
0,'.
..
-
• -..10
n,
'11
Gambar 7. Hambatan, dibawa ke suhu kamar, sebagai fungsi suhu ani!.
TJP : tataan-jangkau-panjang TJp : tataan-jangkau-pendek * : keseimbangan tak tercapai. kau-panjang), sesuai dengan diagram fase yang ditentukan oleh Calvayrac [9](Gambar 5). 793
suhu
(x)
TT
Meskipun jumlah anil yang dilaksanakan tidak terlalu banyak, tampak sangat jela:::, adanya zona histeresis di sekitar 760 K. Untuk menetapkan posisi suhu ini dan untuk memi .. sahkan histeresis sebenarnya dari histeresi:::l yang berkaitan dengan kelambatan transforma·· si ini, diperlukan pengukuran yang jauh lebih besar di daerah ini, demikianjuga pengukuran .. pengukuran setelah anil yang sangat lama. Hal ini penting dijelaskan, karena kita harm; mengetahui apakah keadaan tertata itu jang .. kau-pendek. Misalnya untuk anil pada 757 K jelas menurut pengukuran pada suhu, bahwal sesudah 12 jam keadaan keseimbangan tidak tercapai, dan mungkin suhu ini berada di bawah suhu peralihan tertata ke tak tertata. KESIMPULAN.
77 J>i
25
27
Gambar 5. Diagram fase logam paduan dekat komposisi Ni3Fe dengan 4 daerah; T tertata, H histeresis, D dwifase, TT tak tertata.
Perubahan tataan-jangkau-pendek dan jangkau-panjang dalam logam-paduan Nio 765FeO235telah diikuti dengan cara peng· am~tan perubahan resistivitasnya dengan alat yang sederhana yang direkayasa sendiri. Pengamatan dilakukan pada keadaan hampa sekunder dan pada suhu kamar di sekitar 293 K. Hasil-hasil terpenting menunjukkan bahwa: . kenaikan tataan-jangkau-pendek tercermin dalam penurunan resistivitas, - waktu relaksasi 1: meningkat jika suhu peralihan tertata ke tak tertata didekati dari
367
Proceedings Seminar Reakto,. Nukli,. dalam PenelitiuJL Sains dun Tekrwlogi MenuJu Era Tinggal Landas
0-* ~----
.------------
13andung,
- .. .
.'
~
1Q)._ 1,%)~.
.".
,
I
i!
.••
~.p ••••
j
~
,.,,"
~p.'tIt
0-,"
I~..
:
o
1
; i
I ~
.'
•••
~'.
.
I
I. __
In
J
; O."'~
~-~-
1991 PPTN - BATAN
~:.c~T--·----... ------ - ------i
..~'.... -.~<> j '-:.:::,;...;,;/ ',01:1
8 - 10 Oktobe,.
:
I
I C,o1o
,.-J
t
I I
,
..
.....•
,.;
Gambar 6. Deretan pengukuran hambatan pada suhu-suhu di sekitar 298 K sebagai fungsi suhu anil (yang meningkat dan menurun). arah suhu tinggi, yang berarti: kinetika penataan-Iokal diperlambat jika suhu peralihan penataan didekati, - pengukuran pada suhu kamar menunjukkan adanya histeresis dalam transformasi terta-
ta ke tak tertata: awal pemunculan tataanjangkau-panjang pada 753 K dan akhir lenyapnya pada 783 K.
DAFTAR PUSTAKA 1. Osmond, F., Castaud,G., Rev. Metallurgie 1(1904) 69. 2. Hansen, M., Constitution of Binary Alloys, Mc Graw-Hill Book Co., London (1958) 677. 3. Heumann, T., Karsten, G., Arch. Eisenhuttenw. 34 (1963) 781. 4. Ananthanarayan, N.L, Peavler, R.J., Adv. X-Ray Ana1.10 (1967) 240. 5. Josso, E., J. Phys. Suppi. 2-3, 32 (1971) Cl-380. 6. Chamberod, A., Tesis Ph. D Universitas Grenoble (1968). 7. Wakelin, R., Yates, E.L., Proc. Soc. B66 (1953) 221. 8. Josso, E., C.R. Acad. Sci. Paris 230 (1950) 1467. 9. Calvayrac, Y., Tesis Ph. D Universitas Paris (1972). 10. Behot, F., Fayard, M., Calvayrac, Y, Mem. Scient. Rev. Mat. LXIII 3 (1966) 249. 11. Cowley, J.M., J. Appi. Phys. 21 (1950) 24. 12. Gibson, J.B., J. Phys. Chern. Solids 1 (1959) 27. 13. Rossiter, P.L., Wells, P., J.Phys. C: Solid State Phys. 4 (1971) 354 14. Pfeiler, W., Meisterle, P., Zehetbauer, M., Acta metal I. 32 (1989) 1053. 15. Lefebvre, S., Bley, F., Fayard, M., Roth, M., Acta Met. 29 (1981). 16. Lefebvre, S., Bley, F., Cenedese, P., Mat. Res. Soc. Symp. Proc. 21 (1984) 369. 17. Heidsiek, H., Scheffel, R., Lucke, K., J. de Phys. ColI. 7, Supp1.12, 38 (1977) C7. 18. Lucke, K., Haas, H., Schulze, H., J. Phys. Chern. Solids, 37 (1976) 979.
368