JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7
1
Kinetika Oksidasi Fotokatalitik Metilen Biru dengan Katalis Semikonduktor TiO2 Frida Ayu Malini dan Endah Mutiara Marhaeni Putri Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak — Pada penelitian ini telah dilakukan proses degradasi fotokatalitik terhadap metilen biru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinetika degradasi metilen biru yang meliputi kecepatan reaksi, orde, dan konstanta laju reaksi secara oksidasi fotokatalitik menggunakan katalis semikonduktor TiO 2 dan O 2 /UV. Aktivitas degradasi oksidasi fotokatalitik metilen biru diamati pada λ = 665 nm dengan waktu degradasi yang berbeda selama 150 menit dan penyinaran lampu UV 6 watt. Konsentrasi awal 1 mg/L menunjukkan prosentase degradasi maksimum sebesar 64,33%. Derajat keasaman (pH) awal larutan 7 memberikan pengaruh tertinggi terhadap prosentase degradasi sebesar 82,86% ketika konsentrasi larutan adalah 1 mg/L. Kinetika oksidasi fotokatalitik metilen biru mengikuti pseudo orde 1,073 dengan konstanta laju reaksi 0,002 menit-1. Laju reaksi degradasi metilen biru berturut-turut adalah sebesar 5,463 x 10-3 mg/L∙menit, 15,956 x 10-3 mg/L∙menit, dan 19,617 x 10-3 mg/L∙menit untuk konsentrasi awal 1, 3, dan 5 mg/L pada pH 7. Kata Kunci— metilen biru, kinetika, degradasi oksidasi fotokatalitik, TiO 2 , O 2 /UV
I. PENDAHULUAN
I
ndustri tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya yang tinggi, limbah industri batik dan tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair dari zat warna yang digunakan. Limbah zat warna ini memiliki karakterisitik berwana keruh dan pekat, bau yang menyengat, serta range pH yang berbeda-beda [1]. Limbah cair yang berasal dari pewarnaan tekstil ini yang menyebabkan masalah terhadap lingkungan [2]. Adapun pewarna golongan kationik tiazin, metilen biru, sering digunakan dalam pewarnaan tekstil, produksi cat, dan pewarna wool. Metilen biru juga digunakan dalam mikrobiologi, operasi, diagnosis dan sebagai indikator dalam fotooksidasi polutan organik [3]. Zat warna ini sering digunakan karena harganya yang ekonomis dan mudah diperoleh. Metilen biru (MB) merupakan salah satu pewarna polutan yang tidak diinginkan karena bersifat karsinogenik dan toksik. Zat warna ini juga dapat menimbulkan beberapa efek seperti iritasi saluran pencernaan jika tertelan, menimbulkan sianosis jika terhirup [4], dapat menyebabkan hipertensi pada dosis 20 mg/L dan akan menyebabkan warna
kebiruan yang sukar hilang jika terkena kulit pada dosis 80 mg/L [5]. Senyawa ini juga cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat membahayakan lingkungan karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand) [6]. Selain itu Permen LH RI No. 14 tahun 2013 [7] dan SK Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 [8] juga menyatakan bahwa jumlah metilen biru yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan hanya sebesar 0,5 mg/L. Maka dari itu standar lingkungan internasional menjadi lebih ketat (ISO 14001), khususnya mengenai sistem teknologi untuk menghilangkan polutan organik seperti pada limbah zat warna [9]. Beberapa teknologi untuk mengolah dan mendegradasi limbah zat warna telah dikembangkan, salah satu teknologi yang menjanjikan adalah teknologi fotokatalisis menggunakan semikonduktor TiO 2 . Degradasi fotokatalitik menggunakan TiO 2 memiliki beberapa keuntungan yaitu aktivitas fotokatalitiknya yang tinggi, bersifat stabil, tidak beracun, ketersediaan yang melimpah di alam, dan harganya yang relatif murah [10]. Degradasi fotokatalitik zat warna menggunakan TiO 2 dan O 2 /UV mengikuti mekanisme berikut [11]: 1. Absorbsi foton (hv≥E G = 3,2 eV) oleh titanium + (1.1) (TiO 2 ) + hv → 𝐞𝐞− 𝐂𝐂𝐂𝐂 + 𝐡𝐡𝐕𝐕𝐕𝐕
2.
Penyerapan ion oksigen (tahap pertama reduksi oksigen; bilangan oksidasi oksigen berubah menjadi 0 menjadi -½) •− (1.2) O 2 + 𝐞𝐞− 𝐂𝐂𝐂𝐂 → 𝐎𝐎𝟐𝟐 R
3.
4.
5.
6.
7.
Netralisasi 𝐎𝐎𝐎𝐎 − oleh hole positif yang menghasilkan 𝐎𝐎𝐎𝐎 • radikal + • (1.3) (H 2 O ↔ 𝐇𝐇 + + 𝐎𝐎𝐎𝐎 − ) + 𝐡𝐡+ 𝐕𝐕𝐕𝐕 → 𝐇𝐇 + 𝐎𝐎𝐎𝐎 Netralisasi 𝐎𝐎•− 𝟐𝟐 oleh proton • + 𝐎𝐎•− 𝟐𝟐 + 𝐇𝐇 → 𝐇𝐇𝐇𝐇𝟐𝟐
Pembentukan hidrogen dismutasi oksigen 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐•𝟐𝟐 → H 2 O 2 + O 2
(1.4) peroksida
sementara
dan
(1.5)
Dekomposisi H 2 O 2 dan reduksi oksigen tahap kedua (1.6) H 2 O 2 + 𝐞𝐞− → 𝐎𝐎𝐎𝐎 • + 𝐎𝐎𝐎𝐎 −
Oksidasi reaktan organik melalui serangan berturut-turut dari radikal 𝐎𝐎𝐎𝐎 • (1.7) R + 𝐎𝐎𝐎𝐎 • → 𝐑𝐑′ • + H 2 O
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7 8.
Oksidasi secara langsung melalui reaksi dengan hole (1.8) R + 𝐡𝐡+ → 𝐑𝐑+• → produk degradasi
9. Reduksi secara langsung melalui reaksi dengan elektron R + 𝐞𝐞− → 𝐑𝐑•− → produk degradasi + CO 2 (1.9)
10. Oksidasi secara langsung melalui reaksi dengan radikal anion superoksida •− R + 𝐎𝐎•− → produk degradasi + CO 2 (1.10) 𝟐𝟐 → 𝐑𝐑
Sebagai contoh proses terakhir, hole akan bereaksi secara langsung dengan asam karboksilat menghasilkan CO 2 (1.11) 𝐑𝐑𝐑𝐑𝐑𝐑𝐑𝐑− + 𝐡𝐡+ → 𝐑𝐑• + CO 2
Beberapa agen pengoksidasi pada degradasi fotokatalitik seperti hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) telah digunakan untuk mengoksidasi zat warna seperti pada penelitian Setyowati [12] yang mendegradasi zat warna azo, serta pada penelitian Banat dkk. [13] yang mendegradasi pewarna metilen biru. Selain H 2 O 2 , oksigen (O 2 ) juga dapat digunakan sebagai oksidator yang akan menangkap elektron bebas dan menghambat proses rekombinasi pasangan hole-elektron, seperti yang dilakukan oleh Tang dan Chen [14] dalam mendegradasi zat warna reactive black 5. Oleh karena itu, pada penelitian ini TiO 2 dan O 2 akan digunakan sebagai katalis semikonduktor dan oksidator untuk mendegradasi senyawa metilen biru secara oksidasi fotokatalitik. Selain itu kondisi pH larutan juga akan diatur untuk mengetahui kinetika reaksi degradasi yang meliputi laju, konstanta, dan orde reaksi. Kinetika yang tepat akan menentukan kondisi optimum dari proses degradasi fotokatalitik zat warna metilen biru.
2 pH larutan menjadi 4 untuk mewakili keadaan asam, 7 untuk mewakili keadaan netral, dan 10 untuk mewakili keadaan basa, dengan menambahkan NaOH atau CH 3 COOH, selain itu digunakan pula larutan tanpa pengaturan pH. Selanjutnya dialirkan gas O 2 ke dalam larutan dengan kecepatan konstan 5L/menit dan diiradiasi larutan menggunakan sinar UV 6 Watt (λ=254 nm) sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 150 menit. Hasil degradasi diambil sebanyak 10 mL pada setiap selang waktu 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Hasil degradasi pada setiap selang waktu tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Tabung sentrifuse yang mengandung campuran MB dan katalis semikonduktor TiO 2 kemudian dimasukkan ke dalam sentrifuse untuk memisahkan larutan MB dengan TiO 2 . Larutan MB yang sudah terpisah dengan TiO 2 selanjutnya dianalisis absorbansinya menggunakan spektrofotometer Genesys 10S UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi sisa dengan kurva standar MB.
Gambar 3.1 Ilustrasi alat untuk degradasi pewarna metilen biru
II. URAIAN PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain: reaktor pyrex 3000 mL yang dilengkapi dengan buffle, lampu UV 6 Watt, tabung gas oksigen beserta regulatornya, selang gas oksigen, diffuser, botol semprot, gelas beker, pipet volume, pipet ukur, pipet tetes, labu ukur, pengaduk kaca, kaca arloji, corong pisah, hot plate dengan pengaduk magnetik, neraca analitik, digital pH meter, sentrifuse, spektrofotometer Genesys 10S UV-Vis, serta GC-MS 6890N Agilent. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: Metilen Biru (MB) atau 3,7-bis(dimethylamino)-chloride (C 16 H 18 ClN 3 S 2H 2 O), titanium dioksida Degussa P25 (79% Anatase : 21% Rutile, ukuran kristal = 22 nm, S BET = 51 m2 g1 , diameter pori = 31,5 nm), gas oksigen, asam asetat (CH 3 COOH), natrium hidroksida (NaOH), diklorometan (CH 2 Cl 2 ), serta aqua demineralisasi (aqua DM). Keseluruhan bahan merupakan bahan dengan grade pro analite. B. Prosedur Kerja Sebanyak variasi konsentrasi reaktor. Kemudian dan diaduk dengan
1000 mL larutan sampel MB dengan 1, 3, dan 5 mg/L dimasukkan ke dalam ditambahkan 100 mg TiO 2 Degussa P25 magnetic stirrer hingga homogen. Diatur
C. Penentuan Prosentase Degradasi dan Kinetika Degradasi Penentuan prosentase degradasi dari pewarna metilen biru dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: % degradasi fotokatalitik = �
C awal −C akhir C awal
� x100
(2.1)
Sedangkan penentuan kinetika degradasi yang meliputi laju, orde, dan konstanta reaksi dapat diketahui melalui persamaan berikut: −
d𝐶𝐶 d𝑡𝑡 ∆𝐶𝐶
= 𝑘𝑘 𝐶𝐶 𝑛𝑛 𝑛𝑛
− = 𝑘𝑘 𝐶𝐶 ∆𝑡𝑡 𝑣𝑣 = 𝑘𝑘 𝐶𝐶 𝑛𝑛 log 𝑣𝑣 = log𝑘𝑘 + 𝑛𝑛 log𝐶𝐶
(2.2) (2.3) (2.4) (2.5)
D. Analisis Analisis instrumen yang digunakan pada percobaan ini antara lain spektrofotometer Genesys 10S UV-Vis yaitu dengan cara memindai absorbansi larutan sampel dari panjang gelombang 450-900 nm. GC-MS 6890N Agilent yang dilengkapi kolom HP-5 dengan program injeksi sebagai
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7
3
berikut: suhu oven awal adalah 60°C (holding selama 4 menit) yang kemudian dinaikkan menjadi 260°C dengan kecepatan 4°C/menit. Sedangkan injektor dan detektor diset pada suhu 280°C dan 300°C. Volume sampel MB yang diijeksi ke dalam GC-MS adalah sebanyak 1 μL.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Degradasi Oksidasi Fotokatalitik dari Pewarna Metilen Biru Aktivitas degradasi fotokatalitik pewarna MB menggunakan sinar UV 6 watt, katalis semikonduktor TiO 2 , dan oksidator O 2 diamati melalui perubahan intensitas absorbansi pada panjang gelombang 665 nm dengan waktu degradasi yang berbeda, Perubahan intensitas absorbansi dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.2
Perubahan Warna yang Terjadi Pada Degradasi Fotokatalitik Pewarna MB. Kondisi eksperimen: [MB] = 5 mg/L, TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit, dan tanpa pengaturan pH larutan.
Selain itu, radikal anion superoksida yang terbentuk akibat reaksi antara oksigen terlarut dengan e− (Persamaan 1.2) pada pita konduksi juga dapat mengoksidasi zat warna secara langsung sehingga dapat menghasilkan intermediat aktif yang akan mengarah kepada produk degradasi seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 1.10.
Gambar 3.1 Perubahan intensitas absorbansi pewarna MB setelah didegradasi selama 150 menit. Selama 150 menit. Kondisi eksperimen: [MB] = 5 mg/L, massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit, dan tanpa pengaturan pH larutan.
Terlihat dari gambar 3.1 bahwa absorbansi maksimum dari pewarna MB semakin menurun seiring bertambahnya waktu degradasi yang mengindikasikan bahwa pewarna MB telah terdegradasi. Warna dari larutan MB berubah dari biru menjadi semakin tidak berwarna seiring dengan bertambahnya waktu degradasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Degradasi terjadi karena semikonduktor TiO 2 menyerap photon (hv) dari sinar UV atau sinar tampak yang selanjutnya akan menyebabkan elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi dan meregenerasi 𝐞𝐞− dan 𝐡𝐡+ .
Elektron (𝐞𝐞−) yang memiliki potensial reduksi tinggi akan mereduksi zat warna secara langsung dan menghasilkan intermediat yang reaktif seperti ditunjukkan pada Persamaan 1.9. Intermediat aktif lain yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi adalah radikal hidroksil (𝐎𝐎𝐎𝐎 • ). Radikal hidroksil dapat terbentuk dari netralisasi 𝐎𝐎𝐎𝐎 − oleh hole positif (Persamaan 1.3) atau akibat adanya dekomposisi dari H 2 O 2 yang ditunjukkan pada Persamaan 1.6.
% Degradasi
B. Pengaruh Konsentrasi Awal Larutan Metilen Biru Pengaruh konsentrasi awal larutan MB diamati melalui besarnya prosentase degradasi fotokatalitik larutan MB selama 150 menit. Hasil percobaan dapat dilihat dari grafik pada Gambar 3.3. 70 60 50 40 30 20 10 0
1 mg/L 3 mg/L 5 mg/L 0
30
60 90 120 t (menit)
150
Gambar 3.3 Plot Antara Prosentase Degradasi Terhadap t (menit) Dengan Konsentrasi Awal MB yang Berbeda. Kondisi eksperimen: Massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit, dan tanpa pengaturan pH larutan.
Terlihat bahwa konsentrasi awal larutan MB 1 mg/L menunjukkan hasil degradasi yang paling baik dengan prosentase degradasi sebesar 64,33%, pada konsentrasi awal 3 mg/L menunjukan prosentase degradasi sebesar 52,57%, sedangkan larutan MB dengan konsentrasi awal 5 mg/L menunjukkan prosentase degradasi yang paling rendah sebesar 35,96%. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Shamali [9] yang mengungkapkan bahwa prosentase degradasi menurun seiring meningkatnya konsentrasi awal larutan MB.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7
C. Pengaruh pH Awal Larutan Metilen Biru Derajat keasaman atau pH suatu larutan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi fotokatalitik [15]. Selain itu limbah zat warna yang dibuang ke lingkungan biasanya memiliki kondisi pH yang berbeda-beda [1]. Maka dari itu dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap degradasi pewarna MB. Kondisi pH larutan yang digunakan adalah 4 untuk mewakili kondisi asam, 7 untuk mewakili kondisi netral, dan 10 untuk mewakili kondisi basa. Percobaan dilakukan dengan variasi konsentrasi awal 1, 3 dan 5 mg/L. Hasil percobaan dapat dilihat dari grafik pada Gambar 3.3, 3.4, dan 3.5. Ketiga grafik menunjukkan bahwa larutan MB dengan pH 7 memiliki prosentase degradasi yang paling tinggi yaitu 82,86% pada konsentrasi 1 mg/L, 80,13% pada konsentrasi 3 mg/L serta 59,39% pada konsentrasi 5 mg/L. Hasil ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sen dkk. [16] yang menunjukkan bahwa degradasi maksimal dapat tercapai pada kondisi pH 7. Derajat keasaman atau pH memiliki peranan penting dalam menghasilkan radikal hidroksil pada proses degradasi fotokatalitik [4]. Umumnya terdapat tiga mekanisme, yaitu serangan hidroksil, oksidasi oleh holes (h+ ) pada pita valensi dan reduksi oleh elektron (e− ) pada pita konduksi, yang dapat berkontribusi pada degradasi pewarna tergantung pada sifat substrat dan pH larutan [15]. Radikal hidroksil dibentuk oleh reaksi antara ion hidroksida dan holes (h+ ) sehingga holes (h+ ) dianggap sebagai spesies oksidator utama pada pH kondisi netral atau tinggi.
% Degradasi
TiOH + H + → TiOH2+ (kondisi asam) TiOH + OH − → TiO− + H2 O (kondisi basa) 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
(3.1) (3.2)
82,86% 73,97% 63,80%
4
7 pH
10
Gambar 3.3 Plot Antara Prosentase Degradasi Terhadap pH Awal Larutan. Kondisi eksperimen: [MB] = 1 mg/L, massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit.
% Degradasi
100.00
80,13% 73,05%
80.00 60.00
52,46%
40.00 20.00 0.00 4
7 pH
10
Gambar 3.4 Plot Antara Prosentase Degradasi Terhadap pH Awal Larutan. Kondisi eksperimen: [MB] = 3 mg/L, massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit.
% Degradasi
Pada konsentrasi yang lebih tinggi, terdapat banyak molekul MB yang akan terabsorp pada permukaan TiO 2 , sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan OH • (h+ + OH − → OH • ). Hal ini secara tidak langsung menurunkan aktivitas dari reaksi fotodegradasi. Oleh karena itu diperlukan waktu yang lebih lama (>150 menit) untuk mencapai degradasi yang maksimal.
4
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
59,39%
36,03%
25,78%
4
7 pH
10
. Gambar 3.5 Plot Antara Prosentase Degradasi Terhadap pH Awal Larutan. Kondisi eksperimen: [MB] = 5 mg/L, massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit.
Pada kondisi basa, OH • lebih mudah untuk dihasilkan dengan mengoksidasi lebih banyak OH − pada permukaan semikonduktor TiO 2 . Sehingga efisiensi dari proses degradasi pewarna dapat ditingkatkan karena semakin banyak serangan radikal hidroksil yang terjadi. Namun perlu diketahui bahwa semakin basa kondisi suatu larutan akan menyebabkan tolakan coulumbic antara permukaan fotokatalis bermuatan negatif dengan ion hidroksida [17]. Fakta ini dapat mencegah pembentukan OH • dan menurunkan reaksi oksidasi fotokatalitik pewarna MB. Di lain pihak, pH rendah akan meningkatkan ion H + dalam sistem sehingga lebih banyak ion H + yang akan terabsorp di permukaan semikonduktor TiO 2 . Hal ini menyebakan semikonduktor TiO 2 bermuatan positif sehingga semakin sedikit MB yang berstruktur kationik terabsorp pada permuakaan TiO 2 . Oleh karena itu, pada percobaan ini kondisi optimum untuk mencapai prosentase degradasi tertinggi tercapai pada kondisi pH larutan 7. E. Kinetika Reasksi Degradasi Oksidasi Fotokatalitik Pewarna Metilen Biru Kinetika reaksi dari degradasi oksidasi fotokatalitik pewarna MB diidentifikasi melalui reaksi degradasi pewarna MB sebagai berikut: [MB] + O•− 2 → produk degradasi
(3.3)
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7 Melalui persamaan reaksi tersebut, dilakukan pendekatan untuk mengetahui kinetika reaksi oksidasi fotokatalitik pewarna MB berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Madhu dkk [15] menggunakan persamaan berikut: −
d[MB ]
−
d[MB ]
d𝑡𝑡
𝑚𝑚 = 𝑘𝑘 [MB]𝑛𝑛 [O•− 2 ]
(3.4)
Konsentrasi dari O2•− dapat dianggap konstan karena O 2 yang dialirkan ke dalam larutan sampel MB diberikan secara berlebih, sehingga k [O2•−]𝑚𝑚 adalah konstan, maka Persamaan 3.4 dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut: d𝑡𝑡 Δ[MB ]
= 𝑘𝑘 [MB]𝑛𝑛
𝑛𝑛
(3.5)
− = 𝑘𝑘 [MB] Δ𝑡𝑡 𝑣𝑣 = 𝑘𝑘 [MB]𝑛𝑛
(3.6) (3.7)
log 𝑣𝑣 = log 𝑘𝑘 + 𝑛𝑛 log [MB]
(3.8)
Sehingga,
Plot antara log v dengan log [MB’] yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 akan menghasilkan sebuah garis lurus dengan konstanta relasi (R2) sebesar 0,995 yang seanalog dengan Persamaan 3.8. Dari persamaan garis ini akan diperoleh gradien n yang menunjukkan orde reaksi dari degradasi fotokatalitik pewarna MB. Terlihat bahwa gradien n dari persamaan garis lurus pada Gambar 4.7 bernilai 1,073. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi degradasi fotokatalitik pewarna MB menggunakan oksidator O 2 mengikuti pseudo orde 1,073. Melalui persamaan garis yang diperoleh dari grafik pada Gambar 3.6 juga dapat diketahui konstanta laju reaksi k untuk reaksi degradasi fotokatalitik pewarna MB. Diperoleh konstanta laju reaksi untuk pseudo orde 1,073 adalah sebesar 0,002 menit −1 untuk larutan MB dengan konsentrasi 5 mg/L dan tanpa pengaturan pH.
5 Sedangkan laju reaksi (v) MB dapat diketahui dengan membagi konsentrasi MB rata-rata dengan waktu degradasi. Tabel 3.1 Laju Reaksi Pseudo Orde 1,073 dari Degradasi Pewarna Metilen Biru Menggunakan pH Awal dan Konsentrasi Awal yang Berbeda. Kondisi eksperimen: massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit. v x 103 v x 103 v x 103 (mg/L∙menit) (mg/L∙menit) (mg/L∙menit) pH awal pada pada pada larutan konsentrasi konsentrasi konsentrasi MB 1 mg/L MB 3 mg/L MB 5 mg/L 4
4,223
10,634
11,937
Tanpa Pengaturan (6)
4,194
10,292
8,422
7
5,463
15,956
19,617
10
4,719
14,284
11,780
Hasil rekapitulasi nilai laju reaksi degradasi pewarna MB pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa kondisi optimum laju degradasi fotokatalitik pewarna MB tercapai pada kondisi pH 7. F. Hasil Analisis Sampel Degradasi Analisis sampel menggunakan GC-MS bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terbentuk setelah dilakukannya degradasi pewarna MB. Kromatogram dari pewarna MB pada saat t awal dan t akhir ditunjukkan pada Gambar 3.9 dan 3.10.
Gambar 3.9 Kromatogram saat t awal Kromatogram hasil analisis pada saat t awal (sebelum didegradasi) menunjukkan waktu retensi pada 13,40 menit dengan m/z 284 milik metilen biru. Kromatogram hasil
Gambar 3.6 Plot log v terhadap log [MB’]. Kondisi eksperimen: [MB] = 5 mg/L, massa TiO 2 = 100 mg/L, kecepatan alir O 2 = 5L/menit, dan tanpa pengaturan pH larutan.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7
6 semikonduktor TiO 2 dan oksidator O 2 mengikuti pseudo orde 1,073 dengan konstanta laju reaksi adalah sebesar 0,002 menit −1 serta laju reaksi tertinggi sebesar 5,463 x 10-3 mg/L∙menit pada konsentrasi awal MB 1 mg/L, 15,956 x 10-3 mg/L∙menit pada konsentrasi awal MB 3 mg/L, dan 19,617 x 10-3 mg/L∙menit pada konsentrasi awal MB 5 mg/L. Kondisi optimum degradasi pewarna metilen biru tercapai pada kondisi larutan pH 7 yang diiradiasi selama 150 menit menggunakan lampu UV 6 watt. Prosentase degradasi pada kondisi maksimum ini tercapai hingga 82,86%.
Gambar 3.10 Kromatogram saat t akhir analisis pada saat t akhir (setelah didegradasi) menunjukkan 2 waktu retensi yaitu 45,41 menit dan 51,83 menit. Waktu retensi 45,41 menit memiliki m/z 370 yang menunjukkan senyawa di (2-etilheksil) adipat. Senyawa ini muncul akibat adanya rekombinasi dari senyawa-senyawa yang sudah terdegradasi menjadi senyawa baru yang memiliki rantai panjang. Sedangkan pada waktu retensi 51,83 menit menunjukkan senyawa 1-(o-asetilheksilfenil)-1-etanon dengan m/z 279. Senyawa ini memiliki gugus keton yang disebabkan karena adanya penjenuhan dari gas oksigen terlarut ke dalam larutan sampel. Oksigen terlarut akan meningkatkan jumlah OH • yang mengarah kepada pembentukan gugus keton. Pada kromatogram saat t akhir tidak terdeteksi adanya produk yang memiliki gugus –N maupun –S dikarenakan telah terdegradasi menjadi anion-anionnya seperti anion nitrat dan sulfat. Anionanion ini tidak dapat terekstrak ke dalam diklorometan karena anion-anion tersebut merupakan anion anorganik yang hanya dapat terlarut dalam air (fasa aquos). Persamaan reaksi degradasi dari pewarna metilen biru secara singkat ditunjukkan pada Gambar 3.11.
+
N
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endah Mutiara Marhaeni Putri, M.Si selaku dosen pembimbing sekaligus dosen wali yang telah berkenan membimbing, memberikan pengetahuan, saran dan nasihat, rekan-rekan di kelompok riset degradasi serta semua pihak yang telah berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
m/z 284
N H3C
UCAPAN TERIMA KASIH
N
S
CH3
[6]
CH3
CH3
[7]
O2/UV H3C
[8]
m/z 370
O O
H3C
CH3
O
[9]
O
CH3
+
[10]
O CH3 CH3
m/z 279
H2O, CO2, Cl-, NO3- , SO42-
[11] [12]
O
Gambar 3.11 Persamaan reaksi degradasi metilen biru [13]
IV. KESIMPULAN Degradasi fotokatalitik metilen biru menggunakan katalis semikonduktor TiO 2 dan O 2 /UV serta pengaturan pH larutan telah berhasil dilakukan. Degradasi pewarna metilen biru secara oksidasi fotokatalitik menggunakan katalis
[14]
[15]
Mohabansi N. P., Patil V. B. Yenkie N. (2011) A comparative study on photo degradation of methylene blue dye effluent by advanced oxidation process by using TiO 2 /ZnO photo catalyst. Rayasan J. Chem 4(4), 814819. Dae-Hee A., Won-Seok C. dan Tai-Il Y. 1999. Dyestuff wastewater treatment using chemical oxidation, physical adsorption and fixed bed biofilm process, Process Biochemistry 34: 429–439. Rahman M., Amin S. M. and Alam A. M., 2012. Removal of Methylene Blue from Waste Water Using Activated Carbon Prepared from Rice Husk. Department of Chemistry, University of Dhaka, Bangladesh. 60(2), 185-189. Widihati I., Diantariani N. and Nikmah Y., 2011. Fotodegradasi Metilen Biru dengan Sinar UV dan Katalis Al 2 O 3 . Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. ISBN 1907-9850. 31-42. Miclescu A. dan Wiklund L., 2010. Methylene Blue, an Old Drug with New Indication? Jurnalul Roman de Anestezie Terapie intensiva 17, 3541. Riyanto dan Julianto T., 2009. Degradasi Senyawa Metilen Biru dengan Metode Elektrolisis Menggunakan Elektroda Platinum. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur. Gubernur Jawa Timur. Al-Shamali S., 2013. Photocatalytic Degradation of Methylene Blue in the Presence of TiO 2 Catalyst Assisted Solar Radiation. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 7 (4), 172-176. Radecka-Paryzek, W., Patroniak, V. & Lisowski, J., 2008. Coord. Chem. Rev. 249, 2156-2175. Houas A., Lachheb H., Ksibi M., Elaloui E., Guillard C. and Herrmann J., 2000. Applied Catalysis B: Environmental 31, 145-157. Setyowati M., 2014. Kientika Degradasi Fotokatalitik Pewarna Azoic Dalam Limbah Industri Batik dengan Katalis TiO 2 . Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Banat F., Al-Asheh S., Al-Rawashdeh M. and Nusair M., 2005. Photodegradation of methylene blue dye by the UV/H 2 O 2 and UV/acetone oxidation process. Desalination 181: 225-232. Tang C. and Chen V., 2004. The Photocatalytic Degradation of Reactive Black 5 Using TiO 2 /UV in An Annular Photoreactor. Water Research 38, 2775-2781. Madhu G. M., Raj M. A. and Pai K., 2007. Titanium oxide (TiO 2 ) assisted photocatalytic degradation of methylene blue. J. Environ. Biol. 30(2), 259-264.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7 [16] Sen T., Afroze S. dan Ang H. M., 2010. Equilibrium, Kinetics and Mechanism of Removal of Methylene Blue from Aqueous Solution by Adsorption onto Pine Cone Biomass of Pinus radiata. Water Air Soil Pollut 218, 499-515. [17] Phoacharern P., 2006. Photocatalytic degradation of trypane blue using gold/titanium dioxide. Graduate School, Kasetsart University. ISBand 974-16-1885-9. [18] Hand D., Perram D., Crittenden J., 1995. Destruction of DBP Precursors with Catalytic Oxidation. Journal AWWA 84. [19] Vijayaraghavan S., 2000. The Effect oh pH, UV Intensity, and Dissolved Oxygen Content oh the Photocatalytic Destruction of Toluene in Water. University of Florida. [20] Holmes, Frederick., 2003. The Performance of Reactor Using Photocatalysis to Degrade a Mixture of Organic Contaminants in Aqueous Solution. A Thesis Presented to The Graduate School of The University of Florida in Partial Fullfillment of The Requirements for The Degree of Master of Engineering. University of Florida. [21] Zuo R., Du G., Zhang W., Liu L., Liu Y., Mei L. and Li Z., 2014. Photocatalytic degradation of methylene blue using TiO 2 impregnated Diatomite. Advances in Materials Science and Engineering. [22] Yao J. dan Wang C., 2010. Decolorization of Methylene Blue with TiO 2 Sol Irradiation Photocatalytic Degradation. International Journal of Photoenergy.
7