Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.6, Desember 2005 ISSN 1693-248X
FOTODEGRADASI LIMBAH DETERGEN DALAM SUSPENSI SEMIKONDUKTOR TiO2 Saifudin*)
ABSTRAK Fotodegradasi limbah detergen dalam air buangan telah dilakukan melalui fotolisis detergen ABS dalam katalis TiO2. Studi ini dilakukan dalam reaktor curah dengan volume 750 ml. Sinar UV dengan bantuan katalisator TiO2 ternyata mampu meningkatkan kereaktifan oksigen sehingga membentuk ion superoksida O2-2. Degradasi optimum terjadi pada pH sekitar 5 dan kecepatan fotolisis menurun mendekati pH 9 atau lebih. Pada penentuan pengaruh UV dengan konsentrasi awal ABS adalah 109 mg/l dan 40 mg/l dengan konsentrasi TiO2 1% dengan variabel uji adalah konsentrasi akhir ABS, DHL dan pH akhir. Efisiensi maksimum terjadi pada konsentrasi awal ABS 39,68 mg/l. Orde reaksi diperoleh adalah pseudo first orde dengan persamaan kecepatan reaksi sebagai berikut: -rA = 5,9677 x 10-3 [ABSo]1,1716. Kata kunci: ABS, Detergen, Fotodegradasi, TiO2 dan UV
PENDAHULUAN
Perumusan Masalah
Latar Belakang
Pengolahan air limbah yang mengandung surfaktan detergen yang disarankan oleh beberapa buku teks adalah proses koagulasi dan sedimentasi, flotasi dan adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif. Jarang yang menganjurkan pengolahan menggunakan teknologi pengolahan biologi, karena surfaktan jenis LAS dan ABS sulit ter"biodegradasi", walaupun ada beberapa hasil penelitian menunjukkan pengolahan air limbah yang mengadung LAS di bawah kondisi anaerobik dapat diturunkan sampai 60% dengan waktu yang relatif lebih lambat dari sabun. Pengolahan air limbah detergen dengan sistem koagulasi diikuti sedimentasi atau flotasi diikuti koagulasi dan sedimentasi banyak menggunakan zat kimia tambahan dan menimbulkan problem baru, yakni berupa lumpur yang mengandung bahan kimia dan detergen. Pengolahan limbah secara fotokimia dapat dijadikan sebagai salah satu pengolahan alternatif untuk mengolah air limbah. Proses tersebut banyak keunggulan antara lain: 1. Lahan yang dibutuhkan tidak terlalu luas. 2. Waktu yang dibutuhkan untuk degradasi lebih singkat dibandingkan dengan proses biologi. 3. Dapat mendegradasi senyawa yang sulit terbiodegradasi.
Surfaktan merupakan komponen utama detergen, senyawa ini berfungsi sebagai bahan pembersih, karena mudah larut dalam air dan mengemulsi lemak. Detergen dalam air berbentuk terlarut atau tersuspensi. Berdasarkan tingkat resistensi, surfaktan merupakan bahan baku utama detergen, yang dapat dikelompokkan. sebagai detergen lunak dan keras. Detergen lunak, relatif mudah diuraikan oleh mikroba menjadi senyawa sederhana, sedangkan detergen keras sulit diuraikan. Surfaktan jenis anionik merupakan bahan yang paling banyak dipergunakan karena biaya produksinya murah. Bahan utama jenis surfaktan tersebut adalah Alkil Benzen Sulfonat (ABS) yang pertama kali diproduksi tahun 1940 di Amerika Serikat. Setelah diterapkan pemakaian ABS, ternyata beberapa tahun kemudian timbul masalah lingkungan, yakni terjadinya akumulasi detergen di perairan. Pada tahun 1965 ditemukan dan diproduksi jenis detergen pengganti ABS yakni LAS (Linier Alkibenzen Sulfonat), yang relatif lebih mudah diuraikan oleh mikroba, ABS tidak diperbolehkan lagi untuk dipakai di Amerika Serikat, akan tetapi di Indonesia ABS masih digunakan.
*)
Staf Pengajar Politeknik Negeri Lhokseumawe 9
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.6, Desember 2005 ISSN 1693-248X
4.
Menggunakan katalis padatan TiO2 yang tidak larut dalam air sehingga mudah dipisahkan.
minyak, maka detergen bisa berada dalam kondisi “micelle” artinya, ujung hidrokarbon hidrofobik (ekor) akan berkumpul dan bersama-sama mengikat partikel minyak atau koloid dengan ikatan Van Der Waals, gambar 1a berada dalam posisi “admicellar” atau “hemimicellar” jika ujung hidrofilik (kepala) mengikat suatu suspensi atau koloid padat seperti silika atau titan dioksida, gambar-1b. Dengan sifat seperti inilah pula maka detergen bisa digunakan sebagai senyawa yang berfungsi menurunkan tegangan minyak-air dalam proses pencucian. Mikroorganisme dalam tangki septik atau instalasi pengolahan sewage dapat memecah gugus alkil rantai lurus suatu senyawa detergen menjadi molekul yang lebih kecil, namun mikroorganisme tersebut tidak dapat mendegrasi alkil rantai cabang. Hal ini dapat diterangkan dengan kemampuan biodegradasi rantai panjang gugus alkil menjadi senyawa dua karbon yang mekanisme ketoester
Pengolahan air limbah secara fotokimia merupakan prisip penyinaran katalis semikonduktor dengan cahaya yang mempunyai energi > Eo celah pita (band gap) katalis semikonduktor, sehingga katalis tersebut mempunyai kemampuan menghancurkan banyak komponen dalam air buangan. Katalis TiO2 selain fungsinya sebagai katalis semikonduktor, juga berfungsi sebagai adsorban elektron karena terbentuknya pasangan electron-hole pada permukaannya. Bila detergen berada dalam keadaan bebas dengan kosentrasi sangat encer maka detergen akan berada sebagai monomer-monomernya, namun jika konsentrasi detergen berada pada konsentrasi kritis (critical micelle concentration) dan terdapat partikel koloid atau suspensi seperti
spherical micelle
Below CMC (monomers)
Above CMC (monomers and micelles) Hemimicelle
Liquid Admicelle Gambar. 1. Contoh micellisasi surfaktan. Posisi micell speris (a)Posisi hemimicellar dan (b) admicellar. (West and Harwell) FAD/-2H RCH2CH2COSCoA
H2O RCH = CHCO SCoA
NAD+/-2H RCHOHCH2COSCoA
HSCoA RCO CH2CO ScoA
RCOScoA + CH3CO SCoA Dua karbon tersisihkan 10
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.6, Desember 2005 ISSN 1693-248X
Permasalahan lain, jika air yang mengandung zat organik terutama yang mengandung gugus aromatis, bila diklorinasi (seperti dalam proses desinfeksi pada air minum), kemungkinan besar akan membentuk senyawa hidrokarbon terklorinasi yang cukup membahayakan kesehatan; karena toksisitasnya sebagai penyebab kanker. Selain itu, senyawa organik yang terklorinasi ada dalam air minum, bila dimasak bisa menimbulkan gas fosgen yang diketahui bersifat racun.
pengendapan, telah berhasil menurunkan ABS dari 63 mg/l menjadi 0,1 mg/l. Fotolisis tak langsung dan Fotokatalitik TiO 2 Penguraian senyawa kimia oleh cahaya UV lewat buatan fotokatalis atau fotosensitizer, digolongkan sebagai fotolisis tak langsung. Senyawa kimia yang dapat dimasukkan dalam kelompok fotosensitizer, adalah semua senyawa kimia yang mampu menyerap sumber energi cahaya dan melepaskannya kembali ke senyawa lain lewat tumbukan atau pelepasan energi cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang ke molekul lain tanpa merubah strukturnya. Sebagai contoh: teknik fotokatalitik untuk mempercepat proses oksigenasi senyawa organik yang dipelajari oleh Acher dan Rosenthal dalam Eilbeck, W.J. dan Mattock, (1992) yang menggunakan metilen blue sebagai fotosensitizer dan sinar matahari sebagai sumber energi cahaya. Senyawa organik poliaromatis seperti asam humat, tannat, oksida logam yang bersifat semikonduktor atau mempunyai pita konduksi seperti TiO2, ZnO2, dan SiO2; Fe(II); dan ion nitrat, merupakan senyawa-senyawa yang dapat digunakan sebagai fotokatalis didaerah serapan panjang gelombang ultraviolet (200 nm – 400 nm). Salah satu mekanisme penguraian pencemar organik oleh proses fotokatalitik adalah lewat reaksi radikal hidroksil. Pembentukan hidrogen peroksida dalam system senyawa semikonduktor dapat dilakukan dengan mentransfer 2 elektron ke molekul oksigen atau oksidasi air oleh lubang elektron yang ada dipita konduksi. Persamaan 1, 2 dan 3 menjelaskan proses pembentukan hidrogen peroksida.
Teknologi Pengolahan Air Buangan Detergen Sampai saaat ini masih sedikit teknologi yang dapat mengolah limbah detergen secara efektif dan murah. Penelitian menunjukkan hanya 60% LAS dapat terurai dalam kondisi pengolahan anaerobik. Hasil pengolahan secara biologi ini sulit untuk mencapai optimal, yakni mendekati 90%, diperkirakan karena surfaktan sintetis cenderung bersifat ”nonbiodegrable”, seperti yang telah dibuktikan oleh Bogan dalam Nemerrow (1978), yang menguji nilai BOD untuk beberapa jenis surfaktan dan disajikan pada Tabel 1. Adsorpsi ABS menggunakan karbon aktif tipe GAC F400, dengan kadar mula-mula 3 mg/l, dapat mencapai 2000 bed volume sebelum mencapai titik “breakthrought”, dan konsumsi effluent dibawah 0,1 mg/l pada proses antara 2000-6000 bed volume. Eckenfelder (1989), melaporkan, industri “Loundry” yang banyak mengandung anionik surfaktan yang mengolah air limbahnya menggunakan H2SO4, diikuti penambahan kapur dan alum, dengan dosis 1400 mg/l H2SO4, 1500 mg/l kapur, dan 300 mg/l alum, telah berhasil menurunkan COD dari 1620 mg/l menjadi 105 mg/l. Pengolahan air limbah pada tempat pencucian mobil, dengan penambahan surfaktan kationik sebagai koagulan dan kalsium sebagai pembantu flokulasi dan mempercepat
h TiO2
ecb- + hvb+
O2 + 2 ecb- + 2H+(aq) 2 H2O + 2Hvb+
(1) H2O2
(2)
H2O2 + 2 H+(aq)
(3)
Tabel 1. Oksidasi biokimia beberapa jenis detergen dasar. Bibit Sewage Bibit adaptasi, Jumlah C Jenis Rantai ppm BOD2 %b ppm BOD2 %b x103 x103 n-C12-LAS n-dodecyl 237 10 1046 44,2 keryl 0 0 535 21,6 4-C3-ABS Tetropone 0 0 81 3,4 a Ditentukan pada 20o selama 5 hari. b Didasarkan pada jumlah oksigen teoritis yang diperlukan untuk oksidasi sempurna jadi CO2 dan H2O ( Bogan dalam Nemerrow) 11
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.6, Desember 2005 ISSN 1693-248X
Di bawah kondisi fotokatalitik reaksi pembentukan H2O2 telah dibuktikan, oleh Baretto, R, dkk, 1995. Konsentrasi H2O2 mulamula bertambah dan kemudian secara perlahan berkurang dan telah ditunjukkan bahwa kereaktifan H2O2 bersama e cb- dan hvb+ mencapai keadaan tunak sekitar 40 menit. Mekanisme lain penguraian pencemaran organik dapat diterangkan berdasarkan tingkat energi potensial redoks yang terjadi dalam fotokatalisis semikonduktor TiO2 (antara terhadap elektroda hidrogen normal, pH 7). Adanya illuminisasi “gappita” sebuah partikel semikonduktor yang tersuspensi dalam air menyebabkan terjadinya transisi elektronik dari pita valensi ke pita konduksi, sehingga terbentuk lubang-lubang pada pita konduksi.
jernih hasil penyaringan ini kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi ABS menggunakan metode spektrofotometer, nilai DHL (daya hantar listrik) dan pH. Gambar 2 memperlihatkan skema kerja penanganan sampel dan Gambar 3 memperlihatkan detail tangki reaktor.
Lampu Pompa
UV Reaktor
Botol Polietilen
METODE PENELITIAN Tangki
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi penentuan kondisi reaksi fotolisis dan metodelogi parameter fotolisis. Kondisi meliputi: pemakaian lampu, volume reaktor dan pemakaian TiO2. Terjadinya penguraian ABS atau tidak ditentukan pengukuran daya hantar listrik dan pengukuran pH pada setiap akhir waktu fotolisis.
Penampungan Gambar 3. Detail Tangki Reaktor
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi ABS Awal pada Fotokatalisis Penurunan konsentrasi ABS dengan konsentrasi awal 93,68 mg/l, 65,5 mg/l, 41,4 mg/l dan 23, 8 mg/l terhadap waktu penyinaran dapat dilihat pada gambar 4 – 7, memperlihatkan secara jelas penurunan kadar detergen ABS sebagai fungsi waktu penyinaran.
Cara Kerja Penanganan Sampel Setelah selang waktu tertentu sesuai dengan variabel yang telah ditentukan, sampel diambil dari setiap akhir waktu fotolisis, dikumpulkan dulu dalam botol polietilen 100 ml. Selanjutnya sebanyak kira-kira 15 ml sampel disaring dengan kertas saring watchman. Cairan Limbah
Reaktor Sampel
Cair
Padat
Analisa (ABS, DHL, pH)
Gambar 4. Kurva hasil fotolisis ABS pada 220 nm dengan berbagai konsentrasi awal dan katalisator 1% TiO2
Gambar 2. Skema kerja penanganan sampel.
12
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.6, Desember 2005 ISSN 1693-248X
bertambah dengan bertambahnya waktu penyinaran. Kecenderungan bertambahnya nilai daya hantar listrik terhadap waktu penyinaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Kurva dalam Gambar 6 diperoleh dari hasil studi fotokatalisis dengan variasi konsentrasi awal, dan diukur dalam reaktor curah dengan volume 2500 ml, lampu UV 10 watt.
Gambar 5. Efisiensi Penyisihan ABS pada 220 nm dengan berbagai konsentrasi awal dan katalisator 1% TiO2 Efisiensi cenderung menurun untuk konsentrasi awal makin besar, kecenderungan makin jelas terlihat pada konsentrasi lebih besar dari 65,58 mg/1. Bila fenomena ini dikaitkan dengan efisiensi fotokimia maka dapat disimpulkan : jika waktu penyinaran, luas paparan permukaan dan konsentrasi katalisator sama maka massa ABS yang terkonversi relatif sama ; konsekuensinya efisiensi penyisihan = (Co-C)/Co, cenderung menurun untuk konsentrasi awal makin besar. Pernyataan ini berlaku jika kuantum foton sinar bukan menjadi pembatas dalam reaksi fotokatalisis ini. Hasil persamaan regresi pada akhir penyinaran 180 menit dengan lampu UV 2 x 30 watt, diameter terluas tabung lampu terletak tepat diatas permukaan cairan menghasilkan persamaan : E (%) = -0,4046 [ABSo] + 96,433
Gambar 6. Hasil pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL) unatuk berbagai konsentarsi awal ABS pada 220 nm dengan berbagai konsentrasi awal dan katalisator 1% TiO2
(4)
Dengan nilai r2 = 0,8932. [ABSo] = 23 mg/1 - 94 mg/1 Oksidasi atau pemutusan ikatan karbon dalam proses fotokatalisis, yakni lewat reaksi radikal hidroksil atau penyisipan oksigen aktif seperti radikal. O2 dan O22-, sebagai akibat pemutusan rantai karbon dalam senyawa ABS Untuk membuktikan lebih lanjut apakah senyawa detergen ABS betul terurai menjadi senyawa sederhana maka telah dilakukan pengukuran daya hantar listrik (DHL) dan pH pada beberapa set sampel dengan konsentrasi awal yang sama.
Gambar 7. Hasil pengukuran pH untuk berbagai konsentarsi awal ABS 220 nm dengan berbagai konsentrasi awal dan katalis 1% TiO2 Peningkatan daya hantar listrik dalam fotokatalisis terhadap waktu penyinaran hanya mungkin jika senyawa ABS terurai menjadi senyawa ABS yang lebih kecil dan dalam bentuk senyawa ion. Bentuk senyawa yang terpecah tersebut, haruslah mengandung spesies karbon bilangan oksidasi tinggi. Oleh karena tidak ada gugus nitrogen dalam senyawa ABS, maka
Daya Hantar Listrik dan pH Dari data hasil pengukuran yang tercantum dalam gambar terlihat bahwa daya hantar listrik 13
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.6, Desember 2005 ISSN 1693-248X
kemungkinan besar adalah terbentuknya asamasam organik rantai pendek. Keadaan ini diperkuat dengan adanya indikasi perubahan pH selama fotokatalisis yang cenderung turun naik. Perubahan pH terhadap waktu penyinaran selama fotokatalisis dengan cara mengukur sampel yang sama seperti pada pengukuran daya hantar listrik, dapat dilihat pada Gambar 7. Penurunan pH diperkirakan karena terjadinya reaksi dan terbentuknya asam-asam organik rantai pendek, sedangkan kenaikan pH diperkirakan karena teroksidasinya asam-asam organik sederhana oleh hidrogen peroksida menjadi CO2 dan molekul air.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan fotokatalisis detergen ABS pada seksi terdahulu, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut : Sinar UV dengan bantuan katalisator TiO2 mampu meningkatkan kereaktifan oksigen untuk menguraikan detergen ABS. Kecepatan fotokatalisis yang dihitung berdasarkan penyisihan mg ABS/l berbanding lurus dengan konsentrasi ABS pangkat orde reaksinya Orde reaksinya adalah pseudo orde satu.
DAFTAR PUSTAKA. Cheng D and Ray,ak, Photodegradation Kinetic of 4-Nitrofenol in TiO2 Suspentions, Water Research 1998.3223-3234. Gunzuluardi J dan Sunardi, Proses fotokatalitik sebagai alternative untuk Detoksifikasi dalam pengolahan limbah, Alami,1996. Kolthoff IM and Miller.K The Chemistry of persulfat, JM Am.Chem.Soc.73,3055-3059. M.C Cheng JN and TU.MF, Photocatalitic Oxidation of Propoxur in Aqueos Titanium Dioksida Suspension. J Environ.Sci.Health 1999, 859-872. Weavers L.K. Hua I and Hoffman MR, Degradation of triethanolamine and Chemical Oxygen demand reduction in wastewater by photoactivated periodate. Water Envi. Res 69, 112-119.
14