KINERJA PEMASARAN UKM (Telaah Teoritis Terhadap Orientasi Pembelajaran)
Dr. Sulistiyani, MM
PENERBIT PUSTAKA MAGISTER SEMARANG
i
Kinerja Pemasaran(Telaah Teoritis Terhadap Orientasi Pembelajaran) Sulistiyani Semarang; Penerbit Pustaka Magister, 2015 xxviii + 176 hlm; 23 cm ISBN: 978-602-0952-27-7
I
Kinerja Pemasaran(Telaah Teoritis Terhadap Orientasi Pembelajaran) Desain Isi: Elangtuo Desain Sampul: Elangtuo
PENERBIT PUSTAKA MAGISTER SEMARANG Jalan Pucangsari Timur IV/19 Pucanggading Mranggen - Demak
ii
PRAKATA Penelitian bertujuan untuk mengembangkan suatu ilmu, khususnya bidang pemasaran, karena pemasaran merupakan proses kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan melalui proses pertukaran dengan mengedepankan kepuasan pada pelanggan, diharapkan dengan adanya pemasaran ini akan dapat meningkatkan kinerja pemasaran. Usaha kecil dan Menengah / UKM merupakan tumpuan utama pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru terutama setelah krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun terakhir. Usaha kecil dan usaha rumah tangga mampu bertahan hidup dalam mempertahankan usahanya. di Indonesia UKM memainkan peranan penting dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan bagi pemerintah. Dengan demikian UKM dapat bersaing dalam pasar, sehingga UKM merupakan salah satu kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Variable orientasi pembelajaran adalah suatu proses belajar dengan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, sehingga pengetahuan yang ada dan adanya pengalaman akan semakin baik perkembangan pengetahuan tersebut. Sedangkan pembelajaran generative adalah pembelajaran yang menekankan pada integrasi atau perpaduan pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, sehingga pengetahuan baru dapat menjawab persoalan yang muncul, dengan demikian perusahaaan yang menitikberatkan pada pembelajaran generative diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemasaran. Variabel lain dalam meningkatkan kinerja pemasaran adalah inovasi, dimana inovasi merupakan kegiatan menuju perubahan kearah yang lebih baik dan perubahan tersebut menyangkut bidang teknis dan administrasi, oleh karena itu iii
perusahaan yang menitikberatkan pada pembelajaran generative dimungkinkan akan dapat meningkatkan kinerja pemasaran Semarang, Mei 2014 penulis
iv
DAFTAR ISI PRAKATA ............................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................ v DAFTAR TABEL ................................................................................... vii PROLOG .................................................................................................. ix BAB I......................................................................................................... 1 UKM SEBAGAI BASIS PEREKONOMIAN RAKYAT INDONESIA .. 1 BAB II ..................................................................................................... 17 ORIENTASI PEMBELAJARAN, KETRAMPILAN, DAN INOVASI DALAM KINERJA PERUSAHAAN ..................................................... 17 A. Orientasi Pembelajaran .......................................................... 21 B. Ketrampilan/Skill ................................................................... 47 C. Inovasi ................................................................................... 50 BAB III .................................................................................................... 78 KAPABILITAS
SUMBER
DAYA
BISNIS
DAN
BUDAYA
ORIENTASI PASAR .............................................................................. 78 A. Kapabilitas Sumber Daya ...................................................... 78 B. Hubungan Kapabilitas Dengan Ketrampilan Dan Pengetahuan Manajerial Yang Diperoleh Dari Orientasi Pembelajaran ..... 89 C. Hubungan Ketrampilan, Inovasi Radical, Adapta-bilitas Dengan Kinerja ...................................................................... 90 v
BAB IV ................................................................................................. 110 FAKTOR KOMUNIKASI, KEPERCAYAAN, DAN CUSTOMER RETENTION DALAM PEMASARAN ................................................ 110 A. Komunikasi ......................................................................... 111 B. Kepercayaan ........................................................................ 112 C. Customer Retention/Mempertahankan pelanggan............... 114 BAB V ................................................................................................... 119 FAKTOR KEUNGGULAN BERSAING, ADAPTABILITAS DAN KINERJA DALAM PEMASARAN ..................................................... 119 A. Keunggulan Bersaing .......................................................... 119 B. Kinerja ................................................................................. 121 C. Adaptabilitas ....................................................................... 128 BAB VI ................................................................................................. 130 FAKTOR
LINGKUNGAN
DAN
KOMITMENT
DALAM
PEMASARAN ...................................................................................... 130 A. Lingkungan ......................................................................... 130 B. Komitmen ............................................................................ 132 BAB VII ................................................................................................ 135 PENUTUP ............................................................................................. 135 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 139 BIODATA ............................................................................................. 170
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1.3Perubahan laba kotor sentra bisnis UKM pada 5 sektor ............................................................... 12 Tabel 1.4 Banyaknya barang, Nilai output dan Biaya input perusahaan roti skala besar dan kecil di propinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2006 (dalam Rp) ....................... 15 Tabel 2.1 Rangkuman Beberapa Penelitian Tentang Orientasi Pembelajaran .............................................. 42 Tabel Sumber daya dan Kapabilitas ................................... 81 Tabel Indikator orientasi pembelajaran berbasis pasar ..... 107 Tabel Indikator ketrampilan.............................................. 107 Tabel Indikator Kepercayaan ............................................ 108 Tabel Indikator Komunikasi ............................................. 108 Tabel Indikator Inovasi ..................................................... 108 Tabel Indikator Adaptabilitas ........................................... 109 Tabel Indikator Customer Retention................................. 115
vii
viii
PROLOG Pada dasarnya, setiap masyarakat, atau kelompok masyarakat, atau bagian dari kelompok masyarakat selalu melakukan proses pembelajaran dari satu generasi ke generasi berikutnya. Enkulturasi atau pembudayaan adalah
“proses
pembelajaran”
dengan
cara
mempelajari
dan
menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Pada masyarakat proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat istiadat, dan kinerja pemasaran, serta hasil-hasil budaya masyarakat. Orientasi maupun intensi adalah kecenderungan sikap pada suatu saat atau keadaan. Orientasi pembelajaran adalah salah satu konsep dalam meningkatkan nilai organisasi (Baker and Sinkula, 1999), dengan cara memberi kepuasan pada karyawan (Argyris and Schon, 1978), melalui perbaikan mental (Geus, 1998) dan menggunakan logika (Bettis and Prahald, 1995), dengan demikian diperlukan orientasi pembelajaran dalam meningkatkan pekerjaan. Kemudian orientasi pembelajaran juga sebagai mekanisme kegiatan yang berdampak pada kemampuan perusahaan yang berfokus pada teknologi lama berubah dengan teknologi baru dan metodologi baru. Selanjutnya Hardley and Mavondo (2000) meyakinkan bahwa pembelajaran adalah tersedianya sumber daya perusahaan yang dapat diamanfaatkan dalam menghasilkan ix
produk, sehingga perusahaan yang dapat memanfaatkan sumber daya dengan tepat, maka perusahaan akan memiliki keunggulan bersaing dibanding perusahaan lain. Konsep
orientasi
pembelajaran
telah
dikembangkan
dan
didefinisikan dalam literatur antara lain (Daft and Weick, 1984; Argyris and Schon, 1978; Senge, 1990; Wang and Ahmed, 2003), menyatakan bahwa orentasi pembelajaran menyangkut beberapa disiplin, dimana pendapat Senge (1990) mengidentifikasi ada lima faktor dalam pembelajaran organisasi yaitu : 1)system berpikir, 2)penguasaan pribadi; 3)model mental; 4)membangun visi bersama ; 5)kelompok/team belajar. Orientasi pembelajaran sudah lama menjadi subyek yang menarik (Baker dan Sinkula, 1999; Calantone; Sinkula, Baker dan Noordewier, 1997; Cavusgil dan Zhoa, 2002). Dalam orientasi pembelajaran merupakan konsep tentang dorongan nilai-nilai individu/ organisasional yang
mempengaruhi
perusahaan
untuk
menggunakan
dan
mengembangkan pengetahuan (Baker dan Sinkula, 1999; Sinkula, Baker dan Noordewier, 1997). Perusahaan-perusahaan dengan orientasi pembelajaran yang kuat akan mendorong atau mengharuskan karyawan untuk secara terus menerus mempelajari norma-norma, nilai-nilai dan praktik perusahaan yang mengarahkan tindakan individu/organisasi untuk memiliki suatu pandangan kritis terhadap perbaikan (Paparoidamis, 2005). Dalam orientasi pembelajaran mengajak karyawan untuk ‘berpikir kritis, karena orientasi pembelajaran memiliki pengaruh langsung terhadap pengembangan pengetahuan (Baker dan Sinkula, 1999). Dalam konteks organisasional, orientasi pembelajaran adalah suatu faktor penting yang terkait dengan keberhasilan di pasar. Sebagai contoh: Calantone, Cavusgil, dan Zhao (2002) menyarankan perusahaan/ x
organisasi memerlukan orientasi pembelajaran yang kuat, karena dalam orientasi pembelajaran merupakan proses belajar yang harus dilakukan oleh
perusahaan
untuk
mengembangkan
pengetahuan,
sehingga
pengembangan pengetahuan dalam menghasilkan produk akan lebih baik dibanding produk sebelumnya, dengan demikian perusahaan akan memiliki
keunggulan
bersaing,
sehingga
keunggulan
bersaing
membutuhkan karyawan untuk bekerja lebih baik, yang pada gilirannya akan memiliki daya inovatif, kreatifitas, menghasilkan produk, yang pada akhirnya akan memiliki keunggulan bersaing. Selanjuthya hasil penelitian Hurley
dan
Knight
(2004)
menyatakan
orientasi
pembelajaran
berhubungan dengan keberhasilan bisnis dan menyatakan bahwa orientasi pembelajaran merupakan prasyarat atau langkah awal bagi daya inovatif. Baker dan Sinkula (1999) menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran akan memperbaiki kualitas perilaku seseorang, sehingga orang yang terus belajar akan mengetahui apa yang dibutuhkan pasar. Kemudian Jones, Chonko dan Roberts (2004) menjelaskan bahwa orientasi pembelajaran membantu dalam mendeteksi gejala-gejala lemahnya tenaga penjualan, dalam
memasarkan
produknya,
sehingga
perusahaan
dapat
menyimpulkan bahwa suatu orientasi pembelajaran dapat membantu perusahaan agar berhasil dalam meningkatkan penjualan pada tenaga penjual. Menurut Tippin dan Sohi (2003) ada tiga dimensi pada proses pembelajaran yaitu : 1)pencarian pengetahuan yang berasal dari sumber internal dan sumber exsternal, 2) penyebaran dalam arti menyebarkan pengetahuan yang diperoleh kepada semua bagian, 3)interpretasi yaitu individu yang mendapat informasi melakukan penelaah pada informasi xi
yang mereka dapatkan dan melakukan koordinasi dalam proses pengambilan keputusan. Proses pembelajaran mencakup semua tingkatan dalam organisasi, baik tingkatan paling rendah maupun tingkatan paling tinggi dan pembelajaran tidak akan terwujud, jika tidak didukung oleh ketrampilan (skill) yang memadai, oleh karena itu faktor ketrampilan (skill) mencerminkan pola pikir konseptual (system thingking), model-model mental (mental model), penguasaan pribadi (personal mastery), tingkat pembelajaran tim (team learning), tingkat visi bersama (shared vision) dan dialog (dialoge), dengan kata lain, dalam pembelajaran akan membuahkan hasil, jika dikemas dengan ketrampilan (skill) yang memadai, karena ketrampilan (skill) merupakan profesinaliasme dari kegiatan yang dilakukan oleh semua karyawan maupun tingkatan manajer. Orientasi pembelajaran merupakan kegiatan dasar atau orientasi pembelajaran sebagai sumber kegiatan pada tingkat pengulangan yang lebih baik (Argrys and Schon, 1978 ; Senge, 1990; Sinkula, 1994, Slater and Narver, 1995), dengan demikian perlunya pengulangan yang terus dilakukan oleh karyawan maupuan manajer, agar karyawan maupun manajer dapat meningkatkan kegiatan pekerjaan yang lebih baik Sedangkan Sinkula et al, (1994) menyatakan bahwa kemampuan belajar merupakan dasar bagi organisasi untuk mengumpulkan informasi yang akurat, hasil dari pembelajaran organisasi adalah peningkatan ketrampilan/skills, (Fiol dan Lyles, 1985), serta pembelajaran organisasi akan meningkatkan kompetensi (Prahalat dan Hamel, 1990). Kemudian kompetensi pengetahuan pemasaran terbukti memberikan pengaruh positip pada kemampuan perusahaan (Tsai dan Shih, 2004), orientasi pembelajaran juga merupakan paradigma yang memerlukan adanya xii
penggantian pengulangan kerja baik secara individu maupun kelompok, yang berasal dari pengembangan pengetahuan, yaitu dengan adanya perubahan perkembangan pengetahuan dan kontuinitas, sehingga individu/kelompok berusaha untuk selalu memperbaiki kreativitas. Banyak
penelitian
yang
telah
menghubungkan
orientasi
pembelajaran dengan kinerja perusahaan (Zahra et al, 2000; Hult et al, 1999; Baker dan Sinkula, 1999), Kemampuan perusahaan untuk belajar dari pengalamannya merupakan determinan penting dari performansinya (Argyris dan Schon, 1978; Farrell, 2001; Nevis et al, 1995; Slater dan Narver, 1995). Performansi
yang diperbaiki memerlukan
suatu
pemahaman dan memberi kepuasan kepada pelanggan (Day, 1994; Narver dan Slater, 1990). Pembelajaran juga memungkinkan perusahaan untuk menargetkan dan memasuki pasar-pasar baru, dan meningkatkan performansi (McCann, 1991; Zahra et al, 2000). Orientasi pembelajaran pada dasarnya menekankan pada budaya perusahaan dan budaya perusahaan sebagai faktor mediasi antara orientasi pembelajaran dengan kinerja bisnis (Hult et al. 2004), karena dalam budaya memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kinrja. Sementara itu orientasi pembelajaran akan menghasilkan perilaku baru, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. (Argyris and Schon, 1978 and Fiol and Lyles, 1985). Pembelajaran juga sebagai pengembangan pengetahuan menuju pada pengembangan pengetahuan yang lebih luas, (Sinkula, 1994). Selanjutnya Calantone et al. (2002) juga menjelaskan adanya kaitan antara orientasi pembelajaran, dengan kinerja, sedang inovasi sebagai variabel intervening Orientasi Pembelajaran dengan mempertimbangkan suatu konstruk dari Sinkula, Baker, and Noordewier, (1997) yaitu organisasi yang xiii
mempunyai kapabilitas untuk mengembangkan kreativitas dan memiliki keunggulan bersaing (Day, 1991; Dickson, 1996) dengan demikian organisasi harus memiiki kemampuan/kapabilitas untuk dapat mengelola sumber daya yang dimiliki, sehingga perusahaan yang dapat mengelola sumber daya dengan baik akan mampu untuk bertahan, meskipun diluar adanya perubahan lingkungan (Baker and Sinkula, 1999). Kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan lingkungan adalah merupakan salah satu pengaruh yang besar terhadap keberadaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, oleh karena itu perusahaan harus mampu mengatasi perubahan lingkungan tersebut, jika perusahaan mampu meredam gejolak yang terjadi diluar organisasi, maka perusahaan akan tetap eksis, dengan demikian perusahaan harus berusaha keras untuk tetap bertahan
yaitu
dengan
menghasilkan
produk
yang
mempunyai
keunggulan pada produknya dibanding produk pesaing. Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing harus memiliki kompetensi dalam bidangnya, karena kompetensi sangat diperlukan agar membuat produk yang lebih berkualitas, dengan demikian organisasi harus mengembangkan dan memelihara dalam mencapai keunggulan bersaing, dengan keunggulan bersaing diharapkan akan meningkatkan kinerja (Slater and Narver, 1996, Sinkula, Baker and Noordewier, 1997), tetapi dalam pembelajaran juga memerlukan pelayanan, karena pelayanan merupakan salah satu faktor yang penting dalam kompetensi. (Sinkula, Baker, Noordwier, 1997; Baker and Sinkula, 1999) Wang and Ahmed (2003) memberi keyakinan bahwa strategi managemen tradisional berorientasi membangun keunggulan produk/jasa atas pesaing, tetapi dalam managemen tradisional dalam menghadapi perubahan lingkungan memerlukan strategi managemen baru supaya xiv
dapat mengatasi gejolak lingkungan yang muncul. Menurut Garvin (1993) pembelajaran adalah proses dimana organisasi belajar untuk memiliki keahlian dalam menciptakan, mempelajari, dan mentranfer pengetahuan serta menyesuikan sikap dalam bertindak, sehingga perusahaan dapat merefleksikan hasil belajar untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Sedangkan menurut Goldman Lynda (2002) pembelajaran adalah system yang terdiri dari langkah-langkah tindakan, pelaku dan proses-proses yang memungkinkan sebuah organisasi untuk mengubah informasi menjadi pengetahuan yang berharga, yang mana pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan menyesuikan diri dengan perubahan lingkungan dalam jangka panjang. Kim (1993) mengembangkan suatu model adanya hubungan individu dengan organisasi dengan menggabungkan teori organisasi dan aspek tingkah laku, meningkatkan perilaku yang lebih baik, yang mana perilaku ini dapat dilakukan melalui tiga jenis kegiatan yang bersifat individu, kelompok dan organisasi, inovasi yang dilakukan oleh Hurley and Hult (1998) menyatakan bahwa ada hubungan positif dengan kinerja, tetapi penelitian lanjutan dengan : 1)untuk dapat mengevaluasi dengan lebih banyak menguraikan konsep tentang kewirausahaan, 2)perlu melakukan adaptasi dengan lingkungan, 3)perlu melakukan pendekatan proses dalam mengkaji perusahaan yang melakukan inovasi melalui produk, design serta kualitas dengan perbaikan technologi, prosesing, distribusi, culture, pesaing, pelanggan, management, karyawan/tenaga keja, penjualan serta material (Ulrich and Eppinger, 2000; Hoygard and Hansen, 2004), 4)serta perlu dilakukan pada penelitian nirlaba Kemampuan seseorang akan tergantung kepada pengalamanpangalaman masa lalu, semakin banyak pengalaman seseorang dalam xv
menghadapi dan menyelesaikan masalah, maka akan semakin tinggi kemampuan seseorang . Proses pembelajaran organisasi merupakan akumulasi dari pembelajaran yang dilakukan oleh individu dalam organisasi. Kemampuan organisasi lebih menekankan pada bagaimana sebuah organisasi mengelola proses operasionalnya bukan menekankan pada apa yang diproses. Kompetensi adalah pengetahuan dan ketrampilan nyata yang tercermin dalam keahlian tehnologi (Prahalad, 1994). Organisasi yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengelola organisasi berarti organisasi tersebut memiliki berbagai kemampuan dan keahlian yang diperoleh dari pembelajaran dan pengalaman masa lalu, karena kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan tugas, dengan demikian organisasi yang memiliki kemampuan yang tinggi akan lebih memiliki keahlian dan penguasaan tehnologi, sehingga organisasi akan lebih maju dibanding pesaingnya. Sedang Aaker (1993) menyatakan bahwa asset dan skill atau asset dan kompetensi merupakan instrument yang paling dasar untuk menghasilkan daya saing. Heidy, (2002) dalam penelitiannya ”The Relation betwen Learning Orientation, Market Orientation and Innovation and Their Effect on Organizational Performance”, adanya hubungan antara inovasi dengan kinerja, kemudian Lee and Chang, (2006) mengatakan bahwa ide-ide dalam inovasi direalisasikan dalam organisasi , sehingga meningkatkan pekerjaan. Selanjutnya Pablo Javier Crespell, (2007) adanya hubungan antara inovasi dengan kinerja pada industri kehutanan di Amerika. Namun demikian penelitian lain justru memberikan hasil yang berkontradiksi yaitu Mavondo et al, (2005) dalam penelitiannya ”Learning orientation and Market Orientation Relationship with Innovation, Human Resource xvi
Practise and Performance”, menyatakan bahwa inovasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja atas efektivitas pemasaran. Isu globalisasi telah mengubah wajah dunia dan karakteristik lingkungan bisnis. Menurut Peter, pada saat ini lingkungan bisnis berkembang sangat cepat sehingga sulit diprediksi. Drucker menyebut era sekarang sebagai era turbulensi, karena perubahan sangat cepat, mendasar dan revolusiner Menurut Gidden (2001) globalisasi telah menjadikan dunia lepas kendali (runway word) . Dalam situasi turbulen dan lepas kendali, setiap organisasi pada semua skala baik besar maupun kecil dituntut mengembangkan diri dan memilki daya saing agar mampu bertahan dan memenangi persaingan yang semakin kompetetif. Dalam suatu penelitian berusaha untuk mengemukakan teori yang konsisten dan data empirik yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dominan dalam mempengaruhi ketertinggalan organisasi dalam mencapai prestasi pada kinerja bisnis, yang mana banyak literatur menyatakan, perusahaan menghasilkan produk/jasa dengan keunggulan, tidak hanya mencapai keunggulan bersaing dengan beberapa strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan perusahaan, tapi juga keunggulan bersaing yang berkelanjutan, yang diwujudkan dari kapabilitas yang dikembangkan perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan untuk mencari peluang dan kesempatan dari perubahan lingkungan bisnis, karena lingkungan bisnis dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus mengatasi perubahan lingkungan bisnis dengan baik, sehingga perusahaan yang dapat mengurangi resiko atas perubahan lingkungan akan tetap eksis keberadaannya, dengan demikian perusahaan berusaha memiliki keunggulan atas produk yang dihasilkan, xvii
perusahaan yang telah memiliki keunggulan bersaing harus tetap dipertahankan dalam jangka panjang, dengan memiliki keunggulan bersaing maka perusahaan dalam mencapai kinerja lebih baik dari pada pesaing (Hunt , 1997) Edith Penrose (1959) yang menjelaskan kemampuan internal yang dimiliki perusahaan dalam mempengaruhi kemampuan organisasiorganisasi untuk bersaing secara sukses dalam pasar. Kemampuan internal yang dimiliki perusahaan terdiri dari sumber daya baik sumber daya fisik (antara lain: keuangan, sumber daya manusia, peralatan, mesin, property, dll) maupun sumber daya non fisik (antara lain : infomasi, reputasi, jaringan organisasi, hak paten, hak cipta, dll). Beberapa fakta menunjukkan masing-masing individu dalam perusahaan mempunyai keunikan dalam proses menjalankan kegiatan dengan perbedaan kemampuan yang dimiliki, seperti ditunjukkan dalam konsep yang dilakukan oleh perusahaan pesaing, misal tentang keunggulan bersaing yang dilakukan oleh perusahaan (Hofer and Schendel, 1978, Rumelt, 1984, Porter, 1985, Reed and DeFillippi, 1990). Pendekatan keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter (1990 ) menyebutkan faktor penentu keunggulan bersaing suatu perusahaan adalah :a). Faktor-faktor kondisi ( skill, tenaga kerja; aksesibilitas dalam alam suatu negara, ketersediaan sumber daya pengetahuan, jumlah dan biaya dari sumber modal dalam struktur industri keuangan, dan ketersediaan serta kualitas infrastruktur fisik), b). Kondisi permintaan (komposisi permintaan pasar, ukuran dan pertumbuhan pasar. c.) Industri yang terkait dan industri penunjang (keberadaan dan kualitas industri penunjang dan hubungan antara industri lokal dalam koordinasi dan pembagian aktivitas dalam rantai nilai). Sedang dua faktor ekternal xviii
yaitu :a) Penemuan baru antara lain produk-produk baru yang muncul di pasar dan b) Faktor-faktor dari pemerintah antara lain pengaruh politik, sosial, ekonomi, keamanan Dalam persaingan membutuhkan strategi yang tepat pada produk yang dihasilkan, sehingga produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen atau pasar, yang pada akhirnya mempunyai keunggulan dibanding produk pesaing. Persaingan itu sendiri disebabkan adanya faktor ketidakpastian lingkungan (Mahoney and Pandian, 1992). Persaingan dalam pasar akan mendorong perusahaan untuk berinovasi dan inovasi bagi perusahaan akan menjadi kunci dalam pembelajaran organisasi (Nonaka, 1994). Schumpeter menjelaskan dengan adanya perubahan lingkungan akan menunjang kreativitas untuk menimbulkan beberapa pioner/wiraswasta yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi (antara lain : cara berproduksi baru, produk baru ), bagi wiraswasta yang berhasil melakukan inovasi maka akan menimbulkan posisi yang baik dipasar, artinya produk hasil inovasi merupakan produk yang didinginkan pasar, sehingga produk tersebut belum ada yang menyaingi, dengan demikian produk inovasi memiliki keunggulan daya saing dibanding produk pesaing. Dalam resource based theory juga mengenal dan mengakui adanya perbedaan antara sumber daya dan kapabilitas (Aaker,1989: Dierickx & Cool, 1989; Amit & Schoemaker, 1993; Mahoney, 1995), dimana sumber daya terdiri dari : informasi, hak paten, aset keuangan, aset fisik, human capital, sedang kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi dapat bersifat tangibel maupun intangibel yang bersifat khas perusahaan sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang, dengan demikian xix
perusahaan yang dapat melakukan proses interaksi dari berbagai sumber daya akan dapat meningkatkan kinerja (Augusty, 2006) Pandangan market based theory mengawali pemikirannya dengan melihat pasar terlebih dahulu yaitu dengan menganalisis lingkungan eksternal dan dengan melihat organisasi yang sangat dinamis khususnya terhadap pesaing, pelanggan-pelanggan, supplier, produk substitusi. Menurut Porter (1980) dalam menyusun strategi bersaing dengan market based theory yaitu dengan memfokuskan bagaimana memproteksi pasar dengan cara membuat rintangan bagi pesaing agar mengalami kesulitan untuk dapat memasuki pasar atau dengan kata lain membuat produk yang memiliki keunggulan bersaing, sehingga pesaing akan sulit untuk meniru terhadap produk kita. Pembelajaran organisasi adalah sebagai pengembangan sumber daya dengan membandingkan kapabilitas yang dimiliki perusahaan dan sumber daya yang ada pada organisasi, di mana perusahaan mengembangkan sumber daya secara berlebih /diluar batas kemampuan perusahaan, akan berpengaruh pada perusahaan dalam menjalankan usahanya. Farrel (2000) menyatakan bahwa pembelajaran sebagai sumber keunggulan bersaing, karena pembelajaran merupakan proses belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, dengan demikian perusahaan akan memberi fasilitas pada karyawan untuk belajar dalam meningkatkan kemampuannya, oleh karena ltu perlunya organisasi meningkatkan
pengelolaan
dalam
praktek
manajemen,
sehingga
pengelolaan bagi perusahaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hardley and Mavondo (2000) menyatakan bahwa orientasi pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja bisnis. xx
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mullen and Lyles (1993) memberi keyakinan bahwa kontuinitas yang berorientasi pada pembelajaran akan memperbaiki efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam melakukan aktivitas inovasi, karena perusahaan akan mendorong karyawan untuk menambah pengetahuan baru maupun pengetahuan yang sudah dimiliki, karena pengetahuan sebagai salah satu faktor dalam mengkombinasikan pembelajaran organisasi dengan kegiatan inovasi (Peter Drucker, 1993) Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hurley and Hult (1998) menyatakan kegiatan bisnis akan mempunyai pengaruh besar pada orientasi pembelajaran dan kapasitas berinovasi, dimana dalam kegiatan bisnis diukur dengan tingkat keterbukaan dan pengamblilan keputusan, sehingga akan membantu manager dalam berkomitmen untuk melakukan inovasi Penelitian yang dilakukan oleh Calantone (2002) juga menyatakan inovasi berhubungan positif dengan kinerja, hal mana dalam hasil penelitian indikator inovasi yang mendapat dukungan dari teori dan hasil studi empiris dalam pengembangan produk baru, adopsi, penyerapan teknologi, proses perbaikan dan kapasitas berinovasi. Pada kepentingan tertentu kapasitas inovasi yang dilakukan pada usaha kecil dan menengah mengalami hambatan yaitu disebabkan faktor ketidakpastian lingkungan dan kurang majunya dalam bidang teknologi dalam mengembangkan produk baru, efektivitas, efisiensi, dan proses inovasi (Appiah-adu and Sigh , 1998), dengan sumber daya yang terbatas usaha kecil dan menengah yang melakukan inovasi memerlukan keunggulan kompetetif, sedangkan perusahaan dalam mencapai tujuan yang positip salah satunya dengan kepemimpinan yang benar, dengan kepemimpinan berarti xxi
memerlukan strategi inovasi yang agresif dalam industry, teknologi yang tinggi untuk terjadinya perbaikan kinerja memasuki pasar baru, sehingga perusahaan akan berhasil dalam melakukan inovasi (Romijn and Albaladejo, 2002) Kinerja atau performance adalah segala sistem yang berhubungan dengan aktifitas dengan hasil (outcome) yang diperoleh. Perusahaan yang berorientasi pasar memberikan dampak positif pada kinerja perusahanperusahan besar (Kohli dan Jaworski, 1993) dan perusahaan-perushaan kecil (Pelhant dan Wilson, 1996 ). Augusty (2000) menempatkan ukuran kinerja dalam model marketing system ke dalam output sales dan market share, cost profit models. Sedangkan Keats et all (1988) menyatakan bahwa kinerja pasar merupakan kemampuan organisasi mentransformasi diri dalam menghadapi tantangan dari lingkungan dengan perspektif jangka panjang. Kinerja pemasaran (marketing performance) merupakan usaha pengukuran tingkat kinerja yaitu kinerja strategi yang dihasilkan perusahaan dengan keseluruhan kinerja yang diharapkan, seperti penjualan, dan keuntungan (Menon, Bharadwaj, dan Howell, 1996). Dalam pengertian yang lain Augusty (2000) menyatakan bahwa kinerja pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu produk sebagai hasil dari sebuah strategi perusahaan. Selanjutnya Voss dan Voss, (2000) mendefinisikannya sebagai usaha pengukuran tingkat kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan. Hurley and Hult (1998) mengatakan dengan orientasi pembelajaran akan menuju pada pengembangan perusahaan dan pencapaian kinerja yang superior, yang selanjutnya orientasi pembelajaran berpengaruh pada xxii
kinerja superior. Dengan demikian orientasi pembelajaran akan berpengaruh pada kinerja bisnis secara langsung maupun tidak langsung melalui inovasi Menurut Tien Shang Lee (2006) dengan topik ”The effect of business operation on market orientation, learning operation and innovativeness” menyatakan terdapatnya hubungan positif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, serta pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis pada industri barang dan jasa di Taiwan. Selanjutnya Heidy (2002) mengemukakan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya perbedaan hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, sehingga ada kontradiksi atas hubungan tersebut, karena dari hasil hipotesis yang diuji menghasilkan hubungan yang negatif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi pada anggota perkumpulan pemasaran di Amerika. Kemudian juga hasil penelitian Mavondo (2002) menyatakan terdapatnya hubungan antara inovasi dengan kinerja, dimana hasil penelitian menunjukkan hipotesis yang ditolak, pada usaha rumah sakit dan jasa profesional di Australia. Perbedaan hasil penelitian tersebut mendasari research gap dalam penelitian ini Dalam isu globalisasi telah mengubah wajah dunia dan karakteristik lingkungan bisnis. Peter. Pada saat ini lingkungan bisnis berkembang sangat cepat sehingga sulit diprediksi. Drucker menyebut era sekarang sebagai era turbulensi, karena perubahan sangat cepat, mendasar dan revolusiner Menurut Gidden (2001) globalisasi telah menjadikan dunia lepas kendali (runway word) . Dalam situasi turbulen dan lepas kendali, setiap organisasi pada semua skala baik besar maupun kecil dituntut xxiii
mengembangkan diri dan memilki daya saing agar mampu bertahan dan memenangi persaingan yang semakin kompetetif. Dalam suatu penelitian berusaha untuk mengemukakan teori yang konsisten dan data empirik yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dominan dalam mempengaruhi ketertinggalan organisasi dalam mencapai prestasi pada kinerja bisnis, yang mana banyak literatur menyatakan, perusahaan menghasilkan produk/jasa dengan keunggulan, tidak hanya mencapai keunggulan bersaing dengan beberapa strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan perusahaan, tapi juga keunggulan bersaing yang berkelanjutan, yang diwujudkan dari kapabilitas yang dikembangkan perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan untuk mencari peluang dan kesempatan dari perubahan lingkungan bisnis, karena lingkungan bisnis dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus mengatasi perubahan lingkungan bisnis dengan baik, sehingga perusahaan yang dapat mengurangi resiko atas perubahan lingkungan akan tetap eksis keberadaannya, dengan demikian perusahaan berusaha memiliki keunggulan atas produk yang dihasilkan, perusahaan yang telah memiliki keunggulan bersaing harus tetap dipertahankan dalam jangka panjang, dengan memiliki keunggulan bersaing maka perusahaan dalam mencapai kinerja lebih baik dari pada pesaing (Hunt , 1997) Premis dasar dari penelitian ini adalah konsep teori sumber daya dari Edith Penrose (1959) yang menjelaskan kemampuan internal yang dimiliki perusahaan dalam mempengaruhi kemampuan organisasiorganisasi untuk bersaing secara sukses dalam pasar. Kemampuan internal yang dimiliki perusahaan terdiri dari sumber daya baik sumber daya fisik (antara lain: keuangan, sumber daya manusia, peralatan, mesin, xxiv
property, dll) maupun sumber daya non fisik (antara lain : infomasi, reputasi, jaringan organisasi, hak paten, hak cipta, dll). Beberapa fakta menunjukkan masing-masing individu dalam perusahaan mempunyai keunikan dalam proses menjalankan kegiatan dengan perbedaan kemampuan yang dimiliki, seperti ditunjukkan dalam konsep yang dilakukan oleh perusahaan pesaing, misal tentang keunggulan bersaing yang dilakukan oleh perusahaan (Hofer and Schendel, 1978, Rumelt, 1984, Porter, 1985, Reed and DeFillippi, 1990). Pendekatan keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter (1990 ) menyebutkan faktor penentu keunggulan bersaing suatu perusahaan adalah :a). Faktor-faktor kondisi ( skill, tenaga kerja; aksesibilitas dalam alam suatu negara, ketersediaan sumber daya pengetahuan, jumlah dan biaya dari sumber modal dalam struktur industri keuangan, dan ketersediaan serta kualitas infrastruktur fisik), b). Kondisi permintaan (komposisi permintaan pasar, ukuran dan pertumbuhan pasar. c.) Industri yang terkait dan industri penunjang (keberadaan dan kualitas industri penunjang dan hubungan antara industri lokal dalam koordinasi dan pembagian aktivitas dalam rantai nilai). Sedang dua faktor ekternal yaitu :a) Penemuan baru antara lain produk-produk baru yang muncul di pasar dan b) Faktor-faktor dari pemerintah antara lain pengaruh politik, sosial, ekonomi, keamanan Dalam persaingan membutuhkan strategi yang tepat pada produk yang dihasilkan, sehingga produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen atau pasar, yang pada akhirnya mempunyai keunggulan dibanding produk pesaing. Persaingan itu sendiri disebabkan adanya faktor ketidakpastian lingkungan (Mahoney and Pandian, 1992). Persaingan dalam pasar akan mendorong perusahaan untuk berinovasi dan inovasi bagi perusahaan xxv
akan menjadi kunci dalam pembelajaran organisasi (Nonaka, 1994). Schumpeter menjelaskan dengan adanya perubahan lingkungan akan
menunjang
kreativitas
untuk
menimbulkan
beberapa
pioner/wiraswasta yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi (antara lain : cara berproduksi baru, produk baru ), bagi wiraswasta yang berhasil melakukan inovasi maka akan menimbulkan posisi yang baik dipasar, artinya produk hasil inovasi merupakan produk yang didinginkan pasar, sehingga produk tersebut belum ada yang menyaingi, dengan demikian produk inovasi memiliki keunggulan daya saing dibanding produk pesaing. Dalam resource based theory juga mengenal dan mengakui adanya perbedaan antara sumber daya dan kapabilitas (Aaker,1989: Dierickx & Cool, 1989; Amit & Schoemaker, 1993; Mahoney, 1995), dimana sumber daya terdiri dari : informasi, hak paten, aset keuangan, aset fisik, human capital, sedang kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi dapat bersifat tangibel maupun intangibel yang bersifat khas perusahaan sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang, dengan demikian perusahaan yang dapat melakukan proses interaksi dari berbagai sumber daya akan dapat meningkatkan kinerja (Augusty, 2006) Pandangan market based theory mengawali pemikirannya dengan melihat pasar terlebih dahulu yaitu dengan menganalisis lingkungan eksternal dan dengan melihat organisasi yang sangat dinamis khususnya terhadap pesaing, pelanggan-pelanggan, supplier, produk substitusi. Menurut Porter (1980) dalam menyusun strategi bersaing dengan market based theory yaitu dengan memfokuskan bagaimana memproteksi pasar dengan cara membuat rintangan bagi pesaing agar mengalami kesulitan untuk dapat memasuki pasar atau dengan kata lain membuat produk yang xxvi
memiliki keunggulan bersaing, sehingga pesaing akan sulit untuk meniru terhadap produk kita. Pembelajaran organisasi adalah sebagai pengembangan sumber daya dengan membandingkan kapabilitas yang dimiliki perusahaan dan sumber daya yang ada pada organisasi, di mana perusahaan mengembangkan sumber daya secara berlebih /diluar batas kemampuan perusahaan, akan berpengaruh pada perusahaan dalam menjalankan usahanya. Farrel (2000) menyatakan bahwa pembelajaran sebagai sumber keunggulan bersaing, karena pembelajaran merupakan proses belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, dengan demikian perusahaan akan memberi fasilitas pada karyawan untuk belajar dalam meningkatkan kemampuannya, oleh karena ltu perlunya organisasi meningkatkan
pengelolaan
dalam
praktek
manajemen,
sehingga
pengelolaan bagi perusahaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hardley and Mavondo (2000) menyatakan bahwa orientasi pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja bisnis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mullen and Lyles (1993) memberi keyakinan bahwa kontuinitas yang berorientasi pada pembelajaran akan memperbaiki efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam melakukan aktivitas inovasi, karena perusahaan akan mendorong karyawan untuk menambah pengetahuan baru maupun pengetahuan yang sudah dimiliki, karena pengetahuan sebagai salah satu faktor dalam mengkombinasikan pembelajaran organisasi dengan kegiatan inovasi (Peter Drucker, 1993) Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hurley and Hult (1998) menyatakan kegiatan bisnis akan mempunyai pengaruh besar pada orientasi pembelajaran dan kapasitas berinovasi, dimana dalam kegiatan xxvii
bisnis diukur dengan tingkat keterbukaan dan pengamblilan keputusan, sehingga akan membantu manager dalam berkomitmen untuk melakukan inovasi Penelitian yang dilakukan oleh Calantone (2002) juga menyatakan inovasi berhubungan positif dengan kinerja, hal mana dalam hasil penelitian indikator inovasi yang mendapat dukungan dari teori dan hasil studi empiris dalam pengembangan produk baru, adopsi, penyerapan teknologi, proses perbaikan dan kapasitas berinovasi. Pada kepentingan tertentu kapasitas inovasi yang dilakukan pada usaha kecil dan menengah mengalami hambatan yaitu disebabkan faktor ketidakpastian lingkungan dan kurang majunya dalam bidang teknologi dalam mengembangkan produk baru, efektivitas, efisiensi, dan proses inovasi (Appiah-adu and Sigh , 1998), dengan sumber daya yang terbatas usaha kecil dan menengah yang melakukan inovasi memerlukan keunggulan kompetetif, sedangkan perusahaan dalam mencapai tujuan yang positip salah satunya dengan kepemimpinan yang benar, dengan kepemimpinan berarti memerlukan strategi inovasi yang agresif dalam industry, teknologi yang tinggi untuk terjadinya perbaikan kinerja memasuki pasar baru, sehingga perusahaan akan berhasil dalam melakukan inovasi (Romijn and Albaladejo, 2002) Kinerja atau performance adalah segala sistem yang berhubungan dengan aktifitas dengan hasil (outcome) yang diperoleh. Perusahaan yang berorientasi pasar memberikan dampak positif pada kinerja perusahanperusahan besar (Kohli dan Jaworski, 1993) dan perusahaan-perushaan kecil (Pelhant dan Wilson, 1996 ). Augusty (2000) menempatkan ukuran kinerja dalam model marketing system ke dalam output sales dan market share, cost profit models. Sedangkan Keats et all (1988) menyatakan xxviii
bahwa kinerja pasar merupakan kemampuan organisasi mentransformasi diri dalam menghadapi tantangan dari lingkungan dengan perspektif jangka panjang. Kinerja pemasaran (marketing performance) merupakan usaha pengukuran tingkat kinerja yaitu kinerja strategi yang dihasilkan perusahaan dengan keseluruhan kinerja yang diharapkan, seperti penjualan, dan keuntungan (Menon, Bharadwaj, dan Howell, 1996). Dalam pengertian yang lain Augusty (2000) menyatakan bahwa kinerja pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu produk sebagai hasil dari sebuah strategi perusahaan. Selanjutnya Voss dan Voss, (2000) mendefinisikannya sebagai usaha pengukuran tingkat kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan. Hurley and Hult (1998) mengatakan dengan orientasi pembelajaran akan menuju pada pengembangan perusahaan dan pencapaian kinerja yang superior, yang selanjutnya orientasi pembelajaran berpengaruh pada kinerja superior. Dengan demikian orientasi pembelajaran akan berpengaruh pada kinerja bisnis secara langsung maupun tidak langsung melalui inovasi Menurut Tien Shang Lee (2006) dengan topik ”The effect of business operation on market orientation, learning operation and innovativeness” menyatakan terdapatnya hubungan positif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, serta pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis pada industri barang dan jasa di Taiwan. Selanjutnya Heidy (2002) mengemukakan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya perbedaan hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, sehingga ada kontradiksi atas hubungan tersebut, karena dari hasil hipotesis yang diuji xxix
menghasilkan hubungan yang negatif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi pada anggota perkumpulan pemasaran di Amerika. Kemudian juga hasil penelitian Mavondo (2002) menyatakan terdapatnya hubungan antara inovasi dengan kinerja, dimana hasil penelitian menunjukkan hipotesis yang ditolak, pada usaha rumah sakit dan jasa profesional di Australia. Perbedaan hasil penelitian tersebut mendasari research gap dalam penelitian ini
xxx
BAB I UKM SEBAGAI BASIS PEREKONOMIAN RAKYAT INDONESIA Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu pendorong dan pembangunan ekonomi. Sektor UKM amat penting untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Usaha kecil dan menengah juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, dan UKM juga memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Usaha kecil dan menengah (UKM) mempunyai peran penting dalam perekonomian suatu negara, karena dengan modal yang terbatas UKM dapat menciptakan peluang kerja bagi masyarakat disekitarnya dan sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah setempat. Dalam penelitian Megginson (1994) diketahui bahwa kebanyakan orang tertarik menekuni UKM karena UKM memberikan kebebasan individu dalam pengambilan keputusan, berinisiatif dan tidak memerlukan perijinan yang rumit. Disamping itu ketertarikan menekuni sektor UKM juga disebabkan karena tuntutan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan tidak tersedianya peluang kerja yang sesuai dengan keinginanya. (M Kreiser, Louis D. Marino, K. Mark Weaver 2002) berdasarkan pengertian dari Bank Dunia (1978). UKM adalah suatu usaha yang mempekerjakan antara 5 hingga 199 orang pekerja yang bekerja penuh. Mulhern (1995) dan Smallbone (1995) mendefenisikan UKM sebagai suatu usaha yang 1
mempekerjakan kurang dari 500 orang pekerja., sedang komisi Eropa membagi UKM dalam tiga kategori, yaitu (i) microenterprises, yang mempekerjakan kurang dari 10 orang pekerja, (ii) small enterprises, yang mempekerjakan antara 10 hingga 99 orang pekerja, dan (iii) medium enterprises, yang mempekerjakan antara 100 hinngga 499 orang pekerja. Undang –undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan
anak
perusahaan
atau
bukan
cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaanatau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil 2
penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Di Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada sektor UKM. Kebanyakan usaha kecil ini berkonsentrasi pada sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu dan produk kayu, serta produksi mineral non-logam. Mereka bergerak dalam kondisi yang amat kompetitif dan ketidakpastian; juga UKM amat dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro. Lingkungan usaha yang buruk lebih banyak merugikan UKM daripada usaha besar. Secara keseluruhan, sektor UKM diperkirakan menyumbang sekitar lebih dari 50% PDB (kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian) dan sekitar 10 % dari ekspor. Meski tidak tersedia data yang terpercaya, ada indikasi bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari sebesar 10 % dari keseluruhan pekerja pada pertengahan tahun 1980an menjadi sekitar 5 % di akhir tahun 1990an. Dibandingkan dengan negara maju, Indonesia kehilangan kelompok industri menengah dalam struktur industrinya, akibatnya disatu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan besar dan di sisi lain melimpahnya usaha kecil UKM diperkirakan akan tumbuh lebih cepat setelah krisis ekonomi. Sayangnya hasil studi menunjukkan bahwa usaha kecil tumbuh lebih cepat sebelum tahun 1998 dari pada sesudah tahun 1998. Zulkieflimansyah dan Banu (2003) menyatakan bahwa UKM memiliki keunggulan dibidang keluwesan kapasitas, penggunaann teknologi tepatguna yang sesuai kebutuhan dengan harga murah dan 3
tenaga trampil untuk mennghasilkan produk dengan biaya rendah. Peran dan semangat kerja yang tinggi dari pemilik/manajer UKM tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah khususnya dibidang peningkatan jiwa kewiraswastaan (entrepreneur), tidak seperti yang dilakukan di negara Singapura, dimana peningkatan jiwa kewiraswastaan yang disertai dengan peningkatan kemampuan individu terbukti berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja bisnis (Lee et al. 2001). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah dimulai pada akhir tahun 1997 dan mengakibatkan ekonomi Indonesia turun 13,7 persen pada tahun 1998. Dalam krisis ekonomi tersebut membuktikan bisnis besar tidak tahan banting dan kurang berdaya menghadapi perubahan perekonomian yang besar dan bersifat mendadak dibandingkan dengan UKM. Dengan peristiwa tersebut membuka peluang untuk berpaling pada UKM dengan pengembangan jiwa entrepreneurship. Peter Drucker (1984) mengatakan bahwa UKM menjadi motor penggerak perbaikan perekonomian negara Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan lain-lain. Sebaiknnya pemerintah dan rakyat Indonesia bersama-sama membangun perekonomian
melalui
pemberdayaan
ekonomi
rakyat
meskipun
pertumbuhannya relative lambat tapi hasilnya dapat dinikmati masyarakat Kesuksesan UKM di Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi dapat dilihat dari survey dan analisis tim ekonomi majalah Swa. Bukti adanya UKM yang sukses dalam usahanya, dari hasil survey yang dilakukan swa terhadap 300 pengusaha sukses di Indonesia yang dievaluasi melalui kinerja keuangan dan manajemen. Saat ini, UKM memiliki peluang yang didapat dari dukungan sektor politik, dimana banyak lembaga legislative dan elit politik yang peduli dengan eksistensi 4
kehidupan UKM, karena dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dari sektor sosial budaya, system sosial budaya yang ada sangat mendukung berkembangnya jiwa kewirausahaan, serta melimpahnya sumber daya manusia (tenaga kerja). Masyarakat internasional kini juga semakin membuka peluang bagi UKM untuk masuk ke pasar internasional. Sementara ancaman yang dihadapi oleh UKM antara lain terbatasnya pendidikan dan keahlian tenaga kerja dan kurangnya penguasan teknologi (Sjaifudian et al. 1995). Kadin membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah yang bergerak di bidang perdagangan, petanian dan industri, dimana yang dimaksud usaha kecil untuk kelompok ini adalah usaha yang memiliki modal kerja kurang dari Rp. 150 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari Rp. 600 juta. Kelompok kedua adalah usaha yang bergerak dalam bidang konstruksi. Adapun untuk kelompok kedua yang dimaksud usaha kecil adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp. 250 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari 1 miliar. Biro Pusat Statistik mendefinnisikan UKM sebagai industri yang memiliki kurang dari 100 karyawan. BPS mengelompokkan industri ke dalam
4
golongan,
yaitu:
(a)
industri
kerajinan:
1
–
4
karyawan/perusahaan, (b) industri kecil: 5 – 19 karyawan/perusahaan, (c) industri sedang: 20 – 99 karyawan/perusahaan dan (d) industri besar: lebih dari 100 karyawan/perusahaan. Departemen Perindustrian dan Bank Indonesia mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya, yaitu usaha yang asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunan) bernilai kurang dari Rp. 600 juta. Departemen Perdagangan membatasi usaha kecil
5
berdasarkan modal kerjanya, yaitu usaha (dagang) yang modal kerjanya bernilai kurang dari Rp. 25 juta. Jumlah usaha kecil pada tahun 2008 mencapai 520 ribu unit naik dari 498 ribu unit tahun 2007. Sedangkan usaha menengah menjadi 40 ribu unit dari 38 ribu unit tahun 2007. Secara keseluruhan, jumlah unit usaha di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 51,262 juta unit (termasuk unit usaha-usaha besar), naik dibanding 49,824 juta unit tahun 2007 Usaha kecil dan menengah berkaitan dengan teori kewiraswastaan yang banyak didukung oleh teori (motivasi: need of achievement) yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), dimana dalam teori ini menyatakan bahwa need of achievement merupakan kemauan seseorang untuk menyelesaikan masalah sendiri, menyiapkan target dan berusaha memenuhi target melalui usaha sendiri. Maslow (1954) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu ketrampilan dalam memadukan kepentingan
karyawan
kepentingan-kepentingan
dan
kepentingan
karyawan
dipuaskan
organisasi, bersamaan
sehingga dengan
tercapainya sarana-sarana organisasi. Dalam berbagai literature resource based ( Christensen, 1996), disebutkan tiga tipe umum sumber daya perusahaan yaitu, sumber daya fisik, sumber daya keuangan, dan sumber daya tidak berwujud. Andrews, (1971) menyatakan pengkategorian sumber daya adalah: fisik (persediaan dan pabrik), moneter (uang, kredit), dan manusia(Ansoff, 1965), uang, teknik dan manajerial Ada dua sumber daya yang langka yang dimiliki oleh UKM dan tidak dimiliki oleh bisnis, yaitu kewiraswastaan dan struktur modal (Tony Fu-Lai Yu, 2001). Dalam kebanyakan kasus, pemilik UKM juga berperan 6
sebagai manjer yang handal, Kemandirian dan kepercayaan diri pada UKM yang tinggi membuat para wiraswasta tidak mau tergantung kepada orang lain untuk memproses informasi yang kompleks dan pengambilan keputusan berdasarkan intuisi, dimana hal ini sangat sulit untuk dilakukan oleh UKM (Langlois, 1995). Teori kontingensi menyatakan bahwa kemampuan pemilik/manajer dengan sumber daya bisnis yang dimiliki dapat menyesuaikan dengan lingkungan akan berpengaruh positif terhadap kelangsungan hidup dan kinerja bisnis UKM (Lao, 1999). Dalam menjalankan bisnis perusahaan harus memperhatikan pelanggan, karena permintaan pelanggan merupakan tujuan utama, untuk keberhasilan dipasar, dengan demikian perusahaan harus mengamati terjadinya perubahan pada lingkungan. Slater dan Narver (1995) menyatakan outcomes atau hasil kegiatan bisnis berujud kepuasan pada pelanggan, kesuksesan produk baru, peningkatan penjualan, dan profitabilitas, dengan demikian perusahaan yang sukses memberi kepuasan pada pelanggan akan dapat meningkatkan kinerja, khususnya kinerja pemasaran yaitu merupakan ukuran prestasi yang diperoleh dari proses aktivitas pemasaran secara menyeluruh dari sebuah organisasi. Augusty (2000) menetapkan ukuran kinerja ini dalam model marketing system kedalam output sales dan market share, cost profit models. Sedangkan Keats et al. (1988) menyatakan bahwa kinerja pasar merupakan
kemampuan
organisasi
mentransformasi
diri
dalam
menghadapi tantangan dari lingkungan dalam jangka panjang. Berbagai kriteria kuantitatif yang digunakan untuk mengukur besarnya suatu bisnis adalah: (i) jumlah pekerja, (ii) volume penjualan, (iii) nilai asset keseluruhan, (iv) besarnya nilai asuransi dan (v) besarnya 7
simpanan yang dimiliki di bank. Dari criteria tersebut, jumlah pekerja sebagaimana yang ditekankan oleh Longenecker et al (1994), adalah kriteria yang paling dijadikan acuan untuk mengukur besarnya suatu bisnis di Amerika Serikat. Hashim dan Wafa (2002) mengemukakan bahwa kriteria terbaik dalam pengukuran besarnya suatu bisnis tergantung dengan tujuan masing-masing pemakai. Kriteria yang pertama kali digunakan oleh Small Business Administration (SBA) di Amerika Serikat untuk mengklasifikasikan UKM adalah jumlah pekerja dan volume penjualan (Longenecker et al. 1991 dan 1994). Sebagai contoh, dalam usaha manufaktur dan pertambangan, SBA mengklasifikasikan bisnis yang memiliki pekerja dibawah 500 orang masuk dalam criteria “small”. Dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), PDB UKM Indonesia tahun 2008 mencapai Rp 2.609 trilun, di mana sebesar Rp 1.505 triliun di antaranya disumbangkan oleh unit-unit usaha mikro. PDB UKM ini lebih besar dibanding PDB yang dihasilkan unit-unit usaha besar secara kumulatif yang mencapai Rp 2.087 triliun. Jadi pantas saja sektor UKM menjadi primadona. (Den Setiawan,
[email protected] ). Pelham dkk, (1988) menyatakan bahwa para manajer/pemilik usaha lebih banyak menekankan strategi manufaktur dari pada strategi pemasaran. Siiu dan Kirby (1991) menyatakan bahwa kunci keberhasilan UKM di China tidak ditentukan oleh pemasaran tetapi lebih pada operasi. Sousa (2003) menemukan hubungan antara dimensi kualitas dengan fokus konsumen yang berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis. Kemandirian seseorang dapat diukur melalui bagaimana seseorang itu mampu berdiri sendiri dan tidak terlalu tergantung pada orang lain (De 8
Carlo dan Lyons, 1979), dengan demikian seseorang yang mandiri akan lebih berhasil mencapai tujuan, dibanding orang yang belum bisa mandiri. Selain mandiri juga membutuhkan ciri-ciri pribadi yang kuat dalam mengatasi persoalan, kemudian faktor peluang usaha juga berpengaruh terhadap kesuksesaan bisnis (Vesper, 1990). Selanjutnya faktor lain yang mempengaruhi tingkat kesuksesan bisnis diantaranya tingkat pendidikan, pengalaman kerja, modal usaha yang disediakan, linkungan ekonomi, model peran, dan pelayanan (Birley, 1989), dan orientasi kewiraswastaan para pemilik/manajer (Covin dan Slevin, 1989, M. Kreiser dkk, 2002). Di Indonesia sendiri perhatian terhadap UKM telah menjadi agenda penting dalam rangka
bukan
saja
untuk memperkuat
struktur
perekonomian nasional, tetapi juga untuk penyerapan tenaga kerja dan sebagai wahana yang sangat strategis untuk distribusi barang dan jasa. Kehadiran UKM ini semakin dirasakan dampaknya di Indonesia selama terkena krisis moneter yang akhirnya berkembang menjadi krisis multi dimensi. Beberapa hal penting yang memberikan indikasi posisi penting UKM adalah :
1) Ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen tahun 2000 dimana
Usaha
besar
belum
bangkit,
banyak
pakar
memperkirakan kontribusi UKM lebih besar, termasuk konsumsi. 2) Hasil survei pada tahun 1998 ketika awal krisis terhadap 225 ribu UKM diseluruh Indonesia menunjukkan bahwa hanya 4 persen saja UKM menghentikan bisnisnya, 64 persen tidak mengalami perubahan omzet, 31 persen omzetnya menurun, dan bahkan 1 persen justru berkembang. 9
3) Technical Assistant ADB pada tahun 2001 juga melakukan survei terhadap 500 UKM di Medan dan Semarang. Hasilnya, 78 persen UKM menjawab tidak terkena dampak dari adanya krisis moneter. Ada tiga alasan yang mendasari mengapa negara berkembang belakangan ini memberikan perhatian yang lebih tentang keberadaan UKM (Berry dkk, 2001), pertama, kinerja UKM cenderung lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamika. Ketiga, UKM diyakini memiliki keunggulan dalam fleksibitas dibandingkan usaha besar. Kuncoro (2000) menyebutkan bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peranan penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga Peneltian Ana Christina, (2008) menyatakan bahwa produk inovasi berpengaruh pada keunggulan bersaing pada usaha kecil dan menengah dari yang tradisional sampai dengan menggunakan tehnologi tinggi dengan menggunakan sampel sebesar 300 pengusaha kecil dan menengah di UK Halit Keskin, (2006), dalam penelitian dengan judul Market orientation, learning orientation and innovation capabilities in SME menyatakan adanya hubungan antara orientasi pembelajaran dengan kinerja usaha kecil dan menengah di Turki Cemal Zahir et al, 2007, dengan judul Field research on impact of some Organizational Factors of Corporate Enterpreneurship and Business performance in the Turkey menyatakan adanya hubungan antara
10
orientasi pembelajaran dengan inovasi pada usaha kecil dan menengah di Turki Colon Gray, (2006) dalam penelitian dengan judul Absorptive capacity, Knowledge Management and Innovation in Entrepreneurial Small Firms menyatakan adanya hubungan antara inovasi dengan perbaikan proses usaha kecil dan menengah yang dipublikasikan di surat kabar di Midwestern State Ardiana (2010) dalam penelitian dengan judul Kompetensi Sumber Daya Manusia UKM dan Pengaruhnya terhadap Kinerja UKM di Surabaya menyatakan semakin tinggi pengetahuan SDM UKM maka semakin tinggi pula kinerja UKM di kota Surabaya” tidak diterima atau ditolak, karena tidak terbukt kebenarannya. Dengan hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan sumber daya manusia pada usaha kecil dan menengah belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan kinerja UKM, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan dalam
pembelajaran
organisasi
masih
sangat
diperlukan
untuk
meningkatkan kinerja. Fenomena yang menarik dibeberapa tahun ini yaitu makin tumbuh suburnya bisnis makanan. Saat ini banyak sekali usaha baru yang sangat kreatif menawarkan berbagai jenis produk dan jasa, misalnya usaha makanan Industri makanan merupakan salah satu sektor bisnis yang relatif menguntungkan. Hal ini disebabkan pada tingkat perolehan keuntungan yang relatif besar. Pola yang tergambar dari sentra makanan adalah masih terpola pada makanan khas masing masing daerah. Ada beberapa 11
kelemahan yang dapat dilihat pada industri pada sentra makanan yaitu pelaku usaha masih sangat lemah di packing, sehingga kemasan yang ditampilkan kurang menarik. Strategi yang dilakukan oleh pelaku bisnis pada sentra bisnis makanan UKM mengarah pada perbaikan kualitas. Dari data kementrian koperasi dan UKM, (2009) menyatakan bahwa usaha makanan sekitar 13% sampai 47% sudah melakukan perbaikan mutu terhadap produkproduk yang dihasilkan , berarti yang lain sisanya belum melakukan perbaikan mutu, sehingga perlu perbaikan mutu bagi usaha makanan. Kinerja keuangan merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui bagaimana kondisi kapasitas bisnis dari sisi keuangan. Pengukuran kinerja keuangan dilihat dari kapasitas bisnis sentra UKM pada 5 sektor (Kementrian koperasi, 2009 ), hal ini dapat dilihat tabel sebagai berikut : Tabel 1.3 Perubahan laba kotor sentra bisnis UKM pada 5 sektor No
5 sektor
Sebelum Rata-
Sesudah Rata-
Rata-rata perubahan laba
rata
rata
kotor
perubahan laba
Perubahan laba
%
kotor
kotor
1
Kayu
38.684.00
44.320.00
38.684/44.320x100%=15
2
Perkebunan
51.383.00
58.660.00
51.383/58.660x100%=14
3
Tekstil
47.449.00
52.600.00
47.449/52.600x100%=11
4
Makanan
34.050.00
42.000.00
34.050/42.000x100%=23
5
Peternakan
68.115.00
74.133.00
68.115/74.133x100%=9
Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM, 2009 Kinerja keuangan yang direpresentasikan oleh perubahan laba kotor menunjukkan kinerja positif yaitu peningkatan sebesar 9% sampai 12
dengan 23% pada sentra bisnis UKM, dan ternyata sektor makanan mempunyai laba kotor yang paling besar dibanding sektor bisnis lain yaitu sebesar 23%. Produksi roti skala besar maupun kecil dipropinsi Jawa Tengah semakin berkembang dan tumbuh pesat seiring dengan permintaan yang meningkat, baik desain, corak maupun rasanya, sebagian bahannya terbuat dari tepung terigu, telor, gula pasir, mertega, dan lain-lain dan saat ini makin bervariasi, tetapi juga mulai banyak menggunakan sari buahbuahan dan jenis lainnya. Perusahaan roti merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pemenuhan kebutuhan makanan sehari-hari, utamanya makanan ringan dan kue-kue siap saji. Di Indonesia roti bukan merupakan makanan produk seperti halnya didunia barat, meskipun demikian roti memiliki arti yang penting bagi masyarakat di Indonesia. Roti dijadikan sebagai makanan tambahan, baik itu untuk bekal bepergian maupun hanya sekedar sebagai oleh-oleh untuk sanak keluarga Setiap perusahaan roti memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh perusahaan-perusahaan lainnya, karena ada keunggulan tersebut, maka sekarang mulai banyak berdiri perusahaan-perusahaan roti yang baru dan bertujuan untuk menyaingi perusahaan roti yang telah ada dan berdiri cukup lama. Dengan banyaknya perusahaan roti tersebut, maka akan membuat masing-masing perusahaan roti tersebut saling bersaing untuk memperebutkan konsumen. Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan roti untuk mempertahankan dan memperluas proses konsumennya mulai dari pemotongan harga sampai dengan upaya meningkatkan citra merk perusahaan 13
Penelitian Mila Faila Sufa, (2006), dengan topik strategi peningkatan kerja perusahaan sebagai upaya menjamin kepuasan pelanggan usaha roti, menyatakan terdapat 14 atribut yang dianggap penting dalam menentukan kepuaasan pelanggan perusahaan roti yaitu : 1)bahan baku yang berkualitas; 2)roti yang dibungkus kemasan; 3)menambah kombinasi dari variasi dan roti; 4)merk roti dalam produk; 5)roti yang tahan lama; 6)adanya penggantian bahan baku; 7)alamat roti terdapat dalam kemasan; 8)harga yang relatif murah; 9)adanya pelayanan yang baik dari pegawai; 10)kebersihan dari tempat penyimpanan roti; 11)suasana pabrik yang nyaman;
12)pengiriman
roti
yang
tepat
waktu
ke
konsumen;
13)bersertifikat halal yang ada dikemasan; 14)kesegaran dari roti, kemudian dalam penilaian kinerja produk terdapat pelanggan tidak puas atas pelayanan yang diberikan, merk roti dalam produk yang tidak dikenal, terdapat roti yang belum bersertifikat halal, serta kesegaran roti, sehingga pelanggan tidak puas dalam memenuhi harapan yang diinginkan, oleh karena itu dibutuhkan komunikasi dalam pemasaran untuk penelitian selanjutnya. Penelitian Gary Aromdhana, (2009), dengan topik Analisis Strategi Pengembangan usaha roti menyatakan adanya faktor intenal perusahaan yang menyangkut kelemahan dan kekuatan yang dimliki perusahaan, sehingga faktor internal ditunjukkan dengan kemampuan menjalankan pengawasan mutu produk, sedangkan hasil evaluasi terlihat faktor internal yang menjadi kelemahan adalah kemampuan berinovasi dalam produk roti, kemudian perusahaan harus memperhatikan kondisi external/luar perusahaan antara lain tingkat pendapatan masyarakat dan konsumsi masyarakat terhadap roti, hasil penelitian menyarankan 14
perusahaan roti perlu memperhatikan : 1) meningkatkan produksi dalam melakukan pengawasan terhadap mutu produk; 2) melakukan inovasi produk/differensiasi;
3)
melakukan
pelatihan
tenaga
kerja,
4)
meningkatkan mutu produk dengan melakukan pengawasan terhadap pemakaian bahan baku; 5) memberikan label merk, label halal, dalam kemasan produk; 6) melakukan komunikasi dengan asosiasi perusahaan roti untuk mendapatkan informasi mengenai SDM, produksi dan pemasaran; 7) memastikan pasar yang akan dimasuki /perluasan pasar Jumlah usaha roti mengalami kenaikan dan penurunan, demikian juga biaya dan banyaknya barang yang dihasilkan, biaya input yang dikeluarkan, dan nilai output juga mengalami fluktuatif dalam memasarkan roti di Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 1.4 sebagai berikut ; Tabel 1.4 Banyaknya barang, Nilai output dan Biaya input perusahaan roti skala besar dan kecil di propinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2006 (dalam Rp) keterangan
Tahun 2002 Tahun 2003
Banyaknya
Banyaknya
Biaya
Biaya
Nilai
Nilai
barang
barang
input
input
output
output
(Value of
(Value of
(input cost)
(input
(Value of
(Value of
good
good
Ush
cost)
gross
gross
product)
product)
Besar
Ush
output)
output)
Ush
Ush
besar
sedang
387.270.115 278.257.100
sedang
Ush
Ush
besar
sedang
98.137.012
297.427.954
68.176.651
387.881.374
100.240.977
79.846.894
227.427.55
53.272.543
278.247.158
80.076.720 94.818.217
Tahun 2004
355.916.549
94.558.285
278.343.439
62.398.848
355.988.886
Tahun 2005
1.018.721.224
102.714.955
280.345.450
65.390.800
1.218.721.224
96.800.217
Tahun 2006
686.431.899
518.958.119
511.981.286
397.399.285
691.350.703
519.522.461
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun , 2006
Dari tahun ke tahun terjadi penurunan banyaknya barang perusahan roti untuk usaha besar (value of good product ) dari tahun 2002 sebesar 15
Rp. 387.270.115 (79,79%) turun menjadi sebesar Rp. 278.257.100 (77,71 %) pada tahun 2003, sedang usaha kecil (value of good product ) dari tahun 2002 sebesar Rp. 98.137.115 (20,22%), pada tahun 2003 naik menjadi sebesar Rp. 79.846.894,- (22,28%), kemudian (value of gross output ) dari tahun 2002 sebesar Rp. 387.881.374,- (79,46%), turun menjadi sebesar Rp. 278.247.158,- (77,64%) pada tahun 2003. Data pada tahun 2005 menunjukkan bahwa banyaknya barang (value of good product ) sebesar Rp. 1.018.721.224,- (90,84%), turun menjadi sebesar Rp. 686.431.899 (56,94%) pada tahun 2006 untuk usaha besar, sedang pada usaha kecil (value of good product ) dari tahun 2005 sebesar Rp. 102.714.955 (9,16%), naik menjadi sebesar Rp. 518.958.119 (43,06%) pada tahun 2006. Beberapa alasan yang mungkin bisa dikemukakan adalah semakin berkurang banyaknya barang yang dihasilkan (value of good product ) dan berkurangnya nilai output yang dihasilkan (value of gross output ) Sedangkan jumlah perusahaan roti dari tahun ketahun mengalami perubahan, ini disebabkan banyak hal antara lain roti merupakan makanan tambahan bukan makanan utama, harga yang agak tinggi sehingga mahal bagi orang berpenghasilan rendah, kualitas roti yang kurang baik serta rasa roti yang kurang lembut dan sebagainya. Dalam data yang didapat dari Dinperindag tahun 2005-2008 tertera tahun 2005 sebesar 358 buah usaha roti atau 35,16%, tahun 2006 sebesar 117 buah atau 11,49 %, tahun 2007 sebesar 210 buah atau 20,62 %, tahun 2008 sebesar 333 buah atau 32,71 % Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa jumlah perusahaan roti mengalami fluktuatif, tahun 2005 sebesar 35,16%, tahun 2006 turun menjadi 11,49%, tapi tahun 2008 naik menjadi 32,71%, ini menunjukkan perusahaan roti semakin tidak menentu dalam perkembanganya
16
BAB II ORIENTASI PEMBELAJARAN, KETRAMPILAN, DAN INOVASI DALAM KINERJA PERUSAHAAN Studi ini membangun sebuah model teoritikal dasar yang dikembangkan atas dasar telaah pustaka dari pembelajaran yang dapat meningkatkan inovasi dan kinerja pemasaran. Kemudian model ini telah diuji secara empirik pada usaha roti di jawa Tengah. Inovasi akulturatif akan berjalan dengan baik, apabila mendapat dukungan dari orientasi pasar, pembelajaran generatif berbasis budaya dan kompetensi formasi produk akulturatif, orientasi pasar juga akan meningkatkan keunggulan bersaing. Kemudian inovasi akulturatif akan meningkatkan keunggulan bersaing, pada akhirnya keunggulan bersaing akan meningkatkan kinerja pemasaran Ketidakpastian lingkungan menunjukkan sebagai barometer dalam mencapai potensi profit bagi perusahaan, yang berarti sama dengan perusahaan yang survival, dalam parameter kesuksesan ekonomi, suatu perusahaan dengan adanya profit yang positif, berarti sama dengan perusahaan yang survival ( Alchian 1951). Kesuksesan suatu perusahaan diperlihatkan sebagai indicator kompetitif superior dalam mengambil keputusan yang mungkin dicapai secara kebetulan dalam keadaan ketidakpastian . Ada beberapa pernyataan dalam literature bahwa keputusan perusahaan yang sewenang-wenang dapat menumbuhkan ‘Ricardian rents’ berdasar pada keuntungan dan kesempatan ( Liesbeskind 1996, Alchian 1951). Ricardian rents berasal dari beberapa ‘factor produksi ‘yang berkontribusi dalam sumberdaya produktif yang 17
menyediakan nilai dalam scarcity (Mahoney, 1995, Liesbeskind 1996). Kelebihan
pengembalian
financial
dalam
perusahaan
memberi
kesempatan biaya absorbed dari pemilik sebuah sumberdaya tertentu ( Mahoney and Pandian 1992); tetapi pencapaian yang konsisten dari excess financial returns bagi perusahaan adalah dasar pemikiran dari keuntungan kompetitif ( Porter 1985). Ricardian rents berasal dari sumberdaya yang bernilai, ini sangat penting bagi perusahaan, karena merupakan bagian daripada kemampuan perusahaan (De Gregori 1987) dan sebagai sumber daya yang bernilai langka/ jarang (Ricardo 1817), dan sangat penting bagi perusahaan , jikalau keuntungan kompetitif bisa bertahan dapat terlaksana. Ketika konsep ini dibuat, dengan menyewakan produksi sumberdaya, sehingga merupakan bukti kekuatan perusahaan, seperti tanah subur dibanding dengan tanah yang berkualitas buruk, yang pada akhirnya bisa memberi output bagi perusahaan ( Mahoney and Pandian 1992). Perusahaan dengan ide menyewakan sumberdaya sehingga dapat meningkatkan persaingan, dalam memproduksi berdasarkan factor akumulasi yang tersedia dari sumberdaya dengan menumbuhkan kekayaan / property bagi perusahaan dan kemudian perusahaan berpotensi untuk kesuksesan Schoemaker 1993) menyatakan bahwa adanya korelasi dari kemampuan sumberdaya dan lingkungan yang berasal dari lingkungan eksternal (Mahoney 1993). Lingkungan bukan hanya sebagai sumberdaya yang memberikan perusahaan dengan input yang produktif, tetapi juga apa yang berasal dari service/pelayanan yang diberikan oleh perusahaan , sehingga perusahaan akan menggunakan metode yang tepat dalam melakukan kegiatan ( Penrose 1959). 18
Konsep yang diajukan sebagai teori dari pertumbuhan perusahaan yang ditunjukkan oleh Penrose (1959) ,tetapi faktanya bahwa sumberdaya kolektif perusahaan digunakan sama dengan kebutuhan dan efektif untuk digunakan dalam kesempatan di lingkungan eksternal dan mendorong kemampuan perusahaan agar memberikan keuntungan. Ini semua memerlukan kemampuan managerial dalam menyebarkan sumberdaya dalam memproduksi barang kolektif ( Mahoney 1993, Penrose 1959, Aaker 1989), sumberdaya internal membantu dalam semua strategi perusahaan, tapi sumberdaya itu sendiri adalah sumber penting yang dimiliki perusahaan, yang dapat menguntungkan perusahaan (Grant 1991) Dalam mengelola sumber daya diperlukan strategi organisasi, sedang strategi organisasi didefinisikan sebagai pencarian lanjutan untuk mencari keuntungan ( Bowman 1974). keuntungan untuk “pengembalian sebagai akibat/excess dari pemilik sumber daya dalam menggunakan ‘kesempatan biaya (Tollison 1982) dan penyebaran ekuitas sumberdaya organisasi untuk mendukung strategi yang dipilih yang menjadi focus utama dalam literature bisnis, berdasarkan keuntungan kompetitif ( Wernerfelt 1984, Barney1986). Sebuah factor yang berkontribusi bagi tingkat kesuksesan perusahaan atau profit merupakan perbandingan bagi kompetitor -kompetitor dalam produk pasar , dengan mana faktor lingkungan perusahaan sangat berpengaruh dan kesuksesan perusahaan akan berdampak pada persaingan yang tinggi ( Alchian 1951), bagaimanapun juga, meskipun perusahaan ada kekurangan pada kesuksesan yang kompetitif seharusnya perusahaan tidak hanya bergantung pada kesuksesan dengan strategi perusahaan saja : tetapi 19
perusahaan perlu sebuah strategi yang dipilih/yang tepat dan melakukan kegiatan
untuk
meneruskan
tingkat
pengembalian
biaya
yang
diikeluarkan berdasarkan sumber daya yang ada pada perusahaan (Mahoney and Pandian 1992). Ketahanan keuntungan yang kompetitif adalah kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan yang mempunyai mekanisme untuk sukses dan lebih sukses lagi, apabila perusahaan melakukan kerja lembur yang konsisten (Porter 1985). Perusahaan dengan kemampuan internal dan kerjasamanya
dalam
implementasi
strategi
akan
menghasilkan
kesuksesan produksi (Reed and De Filippi 1990), karena posisi pasar yang kompetitif, berkaitan dengan pelaksaaan strategi, yang berasal dari sumber daya yang dimiliki (Direcx and Cool 1989). Dalam penelitian lain yang berfokus pada bagaimana kemampuan internal atau sumberdaya bisa bertahan dan tumbuh dalam waktu yang panjang untuk mempertahankan keuntungan yang kompetitif, maka elemen penting dari spesifikasi perusahaan atas kemampuannya, berasal dari kegiatan apa saja yang mendukung perusahaan (Lippman & Rumelet 1982) atau meniru perusahaan lain ( Reed and De Filippi 1990). Basis/dasar untuk perspektif mekanisme internal memodernkan tingkatan kinerja perusahaan atau kesuksesan perusahaan diperkenalkan di dalam sumberdaya berdasar perspektif yang ada bahwa perluasan sumberdaya sangat menguntungkan bagi kompetensi perusahaan itu sendiri ( Penrose, 1959) Banyak definisi pembelajaran yang berkontribusi dalam keuntungan kompetitif, yang berasal dari perbedaan bahasa, sehingga dalam terminology konstitusi keuntungan kompetitif, khususnya evolusi konsep dari pembelajaran organisasi dan efek mendasar dari keuntungan kompetitif perusahaan. 20
Adanya perbedaan pengetahuan yang berasal dari pembelajaran organisasi dari teori ekonomi yang berasal dari reaksi dalam mengubah lingkungan sebagai pengetahuan yang rasional, sehingga menimbulkan sebuah solusi optimal (Alchian 1951, Simon 1955). Sebuah pilihan yang rasional dan bertanggungjawab, yang kemudian menjadi standard prosedur kegiatan perusahaan dan merupakan referensi masa depan, ketika situasi perusahaan akan sama dengan dorongan beberapa factor yang ada pada perusahaan, sehingga perusahaan akan fleksibel untuk memperbaiki proses yang kurang berhasil, tetapi standar kegiatan yang dilakukan perusahaan masih baik ( McGill and Slocum 1992).
A. Orientasi Pembelajaran Konsep dari pembelajaran organisasi adalah merupakan subyek dalam mengembangkan pertumbuhan ilmu dengan akar teori menjangkau disiplin ilmu lain termasuk didalamnya disiplin ilmu psikologi (Nonaka dan Takeuchi, 1995; Dixon, 1994; Schein, 1983), management (misal, Stata, 1992; Huber, 1991; March, 1991; Senge, 1990; Levit and March, 1988; Fiol and Lyles, 1985; Argyis and Schon, 1978; Cyer and March, 1963) dan management strategic (Misal: Inpen and Crosnan, 1995; Whittington and Whipp, 1992; Dickson, 1992). Sosiologi dan teori organisasi memberi kontribuasi pada system sosial dan struktur organisasi, seperti issu-issu bagaimana kemungkinan organisasi belajar (Misal ; Coopey, 1995; Law, 1994; Hedberg, 1981), suatu ketidaktentuan lingkungan (Shrivastava, 1983) dan suatu sumber organisasi yang konstruktif (Nicoloni & Meznar, 1995; Brown & Duguid, 1991) Konsep pembelajaran organisasi pada akhirnya merupakan aplikasi 21
dalam pemasaran pengembangan produk baru (Mc Kee & Conant, 1992), melalui hubungan pemasaran (Lukas, 1996), strategi pemasaran (Franwick et al, 1994) dan managemen pemasaran (Baker & Sinkula, 1999). Perusahaan adalah sepenuhnya memberikan pengenalan dengan kemungkinan
belajar,
karena
dengan
belajar
sebagai
sumber
pembelajaran maka perusahaan mempunyai sesuatu dalam keunggulan bersaing atau sebagai sumber keunggulan bersaing yang dilakukan secara terus-menerus, seperti Lukas (1996), menyatakan bahwa adanya pembelajaran organisasi yang dikembangkan dari beberapa peneliti, bahwa organisasi pembelajaran sebagai kunci untuk kesuksesan organisasi dimasa yang akan datang Orientasi pembelajaran organisasi adalah fungsi dari suatu proses akumulasi dan tingkat kepuasan dari ketergantungan pada pengetahuan, tetapi pembelajaran yang baik harus tetap eksis dalam mengembangkan pengetahuan (Powel, Koput, and Smith-Doerr, 1960). Pembelajaran Organisasi memberi kontribusi pada perusahaan dalam keunggulan bersaing dengan pendekatan yang tepat dalam kegiatan bisnis serta organisasi yang lain (Snow and Hrebiniak, 1980). Suatu penentuan dalam kompetensi yang baru dalam perusahaan adalah dirancang dan dievaluasi dengan suatu kemampuan dari kepercayaan dan konsistensi serta tetap eksis dalam mencapai sasaran /tujuan (Mc Grath, Mc Millan and Venkataraman, 1995) serta menunjukkan bahwa pembelajaran organisasi merupakan sasaran menuju hasil yang lebih baik, jika perusahaan menggunakan strategic yang tepat sebagai sasaran, maka perusahaan perlu suatu cara yang konsisten yaitu dengan mengembangkan sumber daya yang sesuai dengan kemampuan perusahaan. Dengan demikian 22
kinerja hasil dapat diidentifikasi dengan factor-faktor keberuntungan dalam jangka panjang, sehingga memberikan landasan bagi perusahaan untuk mengelola sumber daya dalam menciptakan keunggulan bersaing ( Hofer and Schendel, 1978 ) Model
Tim
Pembelajaran
dari
Watkins
dan
Marsick
menggambarkan hubungan dan pembelajaran antara individu, tim, dan organisasi. Model ini menunjukkan bahwa organisasi pembelajar sebagai gabungan dari individu-individu (segitiga bawah) dan organisasi (segitiga atas). Kunci dari model ini adalah tumpang tindih (overlap), dimana fungsi tim dan manfaat organisasi pembelajar. Pemanfaatan dari penggabungan sumber daya dan energi dari individu-individu, tim-tim dan organisasi itulah yang menciptakan organisasi pembelajar. Pembelajaran organisasi mencari untuk menciptakan suatu rentangan penuh
tim-tim,
termasuk
penyempurnaan
tim-tim
yang
berkesinambungan, tim-tim lintas fungsional, tim-tim manajemen kualitas, dan bahkan tim-tim organisasi pembelajar. Tim-tim ini memerlukan
waktu
untuk
merefleksikan,
untuk
melaksanakan
pembelajaran. Mereka menyajikan sebagai kendaraan bagi penyebab perubahan dan pembaharuan organisasi yang fundamental. Tim-tim didorong tidak hanya untuk memecahkan masalah, tetapi sesuai dengan Redding, (1996 ) untuk menimbulkan pemahaman baru yang fundamental terhadap organisasi/perusahaan melalui suatu proses pembelajaran kolektif. Tim pembelajaran akan berlangsung lebih cepat dan penuh, jika timtim diberikan imbalan untuk pembelajaran yang mereka sumbangkan kepada organisasi. Pembelajar pada tingkat tim memerlukan praktik dan 23
refleksi, Tim pada tingkat tinggi pembelajaran memampukan pemikiran kolektif dan komunikasi pada tingkat yang tinggi, dan juga kemampuan untuk bekerja secara kreatif dan konstruktif sebagai suatu kesatuan yang utuh. Menurut Dickson (1996) memberi keyakinan bahwa keutamaan lingkungan organisasi dalam menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, termasuk didalamnya kegiatan inovasi. Kemudian Mulen and Lyles (1993) juga meyakinkan bahwa kontuinitas yang berorientasi pada pembelajaran organisasi akan memperbaiki kegiatan inovasi secara efisien dan efektif. Perusahaan harus menjamin bahwa tenaga kerja dapat menyerap pengetahuan baru dan memelihara pengetahuan secara internal dalam system manajemen yang lebih baik, dengan demikian pengetahuan sebagai kunci dalam menghubungkan pembelajaran organisasi dan aktivitas inovasi (Drucker, 1993) Orientasi pembelajaran menunjukkan bahwa kapabilitas organisasi yang mendasarkan pada asumsi lama di pasar yaitu perusahaan yang berfokus pada kejadian/perubahan lingkungan, yang mana akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan (Hardley and Mavondo, 2000). Adanya perbedaan antara dua konsep orientasi pembelajaran yaitu orientasi pembelajaran tidak hanya mendasarkan pengetahuan pasar tapi juga memberi kepuasan pada pelanggan. Sedang Dodgson (1993) menyatakan bahwa orientasi pembelajaran dapat memudahkan suatu perusahaan untuk melakukan perubahan external secara efektif, misalnya pilihan pelanggan terhadap produk dan tehnologi. Pengembangan kapabilitas perusahaan akan mencakup organisasi untuk menyerap dan menggabungkan ide-ide baru 24
(Cohen and Levintal, 1990). Kemudian Hurley and Hult (1998) mengingat kembali bahwa orientasi pembelajaran sebagai precursor dalam menjelaskan budaya perusahaan kedalam inovasi Sebagai tambahan, perusahaan-perusahaan dengan memokuskan pada orientasi pembelajaran berarti perusahaan belajar dari keberhasilan dan kesalahan mereka melalui pengalaman, sehingga akan menjadi lebih berhasil (Zahra et al, 2000; Hult et al,1999; Baker dan Sinkula,1999). Beberapa artikel konseptual terbaru telah membahas pentingnya orientasi pembelajaran bagi kinerja usaha bisnis Internasional ( Harrison dan Leitch, 2005; Lumpkin dan Lichtenstein, 2005). Adanya penelitian empiris pengaruh orientasi pembelajaran terhadap keberhasilan kinerja usaha bisnis Internasional. Menurut Perin and Sampaio, (2003) memberi pendapat bahwa perusahaan dengan tingkat tinggi dalam orientasi pembelajaran akan mencakup karyawan dalam menghadapi tantangan yang permanent pada aturan organisasi dengan demikian perusahaan perlu mengembangkan informasi pasar serta kegiatan organisasi. Sedang Hurley and Hult (1998) memulai
dengan
orientasi
pembelajaran
akan
menuju
pada
pengembangan perusahaan dan pencapaian kinerja yang superior, dengan demikian orientasi pembelajaran mungkin berpengaruh pada kinerja superior. Dengan demikian orientasi pembelajaran akan berpengaruh pada kinerja bisnis secara langsung maupun tidak langsung melalui inovasi Menurut Tien Shang Lee (2006) dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan positif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, begitu juga hubungan antara orintasi pembelajaran dengan kinerja bisnis, 25
serta pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis . Kemudian masih dalam penelitian Tien Shang Lee (2005) mengemukakan bahwa adanya hubungan yang lebih baik dari oreintasi pembelajaran, inovasi dan kinerja bisnis ketika perusahaan mengoperasikan bisnis, dimana dalam operasi bisnis dilakukan dengan gaya komunikasi yang baik dari partisipasi karyawan, pembagian kekuasaan , serta kolaborasi dari para karyawan . Kemudian pernyataan yang dikemukakan oleh Schumpeter yaitu perlunya “penemuan dan perubahan” melalui inovasi yang berlanjut, sehingga perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran yang baru bagi organisasi (Mc Gill and Slocum, 1992), yang mana pembelajaran menjadi sumber kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi. (Mahoney, 1995). Dengan demikian perusahaan yang belajar inovasi berarti perusahaan mengamati melalui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pesaing (Hayek, 1935; Hunt, 1997). Persyaratan kemampuan dari perusahaan
yang
baik/mempunyai
melakukan
nilai
lebih
inovasi dari
berusaha
pesaing,
untuk
sehingga
lebih
merupakan
premis/dasar dari keunggulan bersaing, yaitu ditunjukkan dengan kinerja. Dengan demikian perusahaan yang belajar
inovasi berarti
perusahaan mengamati melalui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pesaing (Hayek, 1935; Hunt, 1997). Dalam orientasi pembelajaran merupakan kegiatan dasar atau orientasi
pembelajaran
sebagai
sumber
kegiatan
pada
tingkat
pengulangan pekerjaan yang lebih baik (Argrys and Schon, 1978 ; Senge, 1990; Sinkula, 1994, Slater and Narver, 1995)
26
Aaker ( 1989 ) menulis bahwa mengelola sumber daya dan ketrampilan-kompetensi
adalah
kunci
bagi
pencapaian
sebuah
keunggulan bersaing . Berbagai
macam sumber
daya
perusahaan
yang
memiliki
kompleksitas sosial yang tinggi seperti hubungan interpersonal antar manajer, budaya perusahaan, reputasi perusahaan, jaringan pelanggan, latar belakang historis yang unik dapat menjadi sumber bagi keunggulan bersaing ( Barney 1991; Aharoni 1993; Bharadwaj, Varadarajan et al. 1993; Barney 1995; Oliver 1997 ). Elemen-elemen social ini dihasilkan, dikembangkan dan dibudidayakan dalam lingkungan internal perusahaan dan mempunyai potensi untuk membentuk suatu tingkatan tertentu ( Rumelt, 1984, dalam Bharadwaj et al., 1993 ) Pembelajaran adalah komponen dari keunggulan bersaing (Pisano, 1994) dengan menjelaskan bahwa pembelajaran adalah tidak mengamati dari para pesaing ( Barney , 1991), Menurut Bharadway, Varadarajan and Fahy (1993) memposisikan bahwa lingkungan persaingan sebagai pengaruh yang signifikan pada ketahanan dan kelanjutan dari keunggulan sumber daya. Dengan demikian Pembelajaran merupakan yang sesuatu yang harus dianalisis untuk yang akan datang. Dengan sumber perbedaan dari jenis/tipe pembelajaran dapat dipertimbangkan untuk mengejar keunggulan bersaing. Lingkungan yang stabil akan membuat perusahan bertahan dalam mencari kesempatan untuk mencari kebenaran dalam pembelajaran organisasi. Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari pembelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai 27
kemampuan untuk mengenalkan pembelajaran (gagasan) dari organisasi, dengan pembelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja (Performance). Sedangkan Hurber (1991) menegaskan pembelajaran pengorganisasian adalah sebagai pengetahuan yang baru terhadap hal-hal yang potensial, yang dapat mempengaruhi tingkah laku. Pembelajaran organisasional adalah perkembangan dari pengetahuan atau wawasan baru yang secara potensial dapat mempengaruhi perilaku (Slater dan Narver, 1995; Hult et al., 1999). Suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi ‘yang terampil dalam menciptakan, mendapatkan, dan memindahkan pengetahuan, dan memodifikasi perilakunya untuk mencerminkan pengetahuan dan wawasan baru’ (Garvin, 1993, ). Organisasi di mana pembelajaran individual dipermudah dan didorong dengan suatu tekanan yang ditambahkan terhadap pembagian pembelajaran tersebut di seluruh unit organisasional yang berlainan (Breman dan Dalgic, 1998), mengarah pada banyak keuntungan. Pertama, suatu orientasi pembelajaran dapat memainkan suatu peranan dalam perpanjangan strategis (Lumpkin dan Lichtenstein, 2005). Kedua, pembelajaran organisasional bertindak sebagai penyangga antara perusahaan dan lingkungannya (Day, 1994; Sinkula, 1994), yang amat sangat penting bagi kinerja usaha bisnis Internasional. Ketiga, pembelajaran adalah pemandangan ke depan; dia mengurangi dampak pukulan
utama
lingkungan
(Day,
1994).
Keempat,
organisasi
pembelajaran mempertahankan hubungan erat dengan para stakeholder termasuk pelanggan, supplier, dan pembuat undang-undang untuk meningkatkan lingkungan 28
kemampuan
yang
tidak
mereka diharapkan
berurusan (Webster,
dengan 1992).
perubahan Terakhir,
pembelajaran organisasional dapat memainkan suatu peranan utama dalam pengenalan peluang (Lumpkin dan Lichtenstein, 2005). Banyak
penelitian
yang
telah
menghubungkan
orientasi
pembelajaran dengan performansi perusahaan (Zahra et al, 2000; Hult et al, 1999; Baker dan Sinkula, 1999). Bagaimanapun, ini mengabaikan hubungan dalam penelitian kinerja usaha bisnis internasional sebelumnya (Harrison dan Leitch, 2005). Kemampuan perusahaan untuk belajar dari pengalamannya merupakan determinan penting dari performansinya (Argyris dan Schon, 1978; Farrell, 2001; Nevis et al., 1995; Slater dan Narver, 1995).
Performansi
yang diperbaiki memerlukan
suatu
pemahaman dan kepuasan dari kebutuhan pelanggan yang diekspresikan (Day, 1994; Narver dan Slater, 1990). Pembelajaran memungkinkan perusahaan untuk menargetkan dan memasuki pasar-pasar baru, dan meningkatkan performansi (McCann, 1991; Zahra et al., 2000). Suatu karakteristik dari kinerja usaha bisnis adalah pintu masuk baru ke pasar dengan barang/ layanan baru atau yang sudah ada (Lumpkin dan Dess, 1996) dan pelajar yang luar biasa seringkali menjadi wirausahawan yang efektif (Harrison dan Leitch, 2005). Dalam penelitian pembelajaran organisasi usaha kecil dan menengah, misalnya usaha kecil dan menengah yang berhubungan langsung dengan konsumen dimana konsumen mempunyai rasa sensitive, usaha
kecil
dan
kerja
secara
alami,
bersikap
pasif,
serta
mengoperasionalkan pekerjaan dalam jangka pendek , ini semua menunjukkan kekurangan yang dimiliki usaha kecil dan menengah dibanding perusahaan besar yang berperilaku inovatif (Badger et al, 2001). Akan tetapi pembelajaran ditunjukkan dengan perilaku kognitif 29
yaitu perilaku yang dilakukan dengan kemampuan yang dimiliki, dengan menjelaskan dari masing-masing informasi yang diterima karyawan dan informasi dalam melakukan pekerjaan pada kegiatan opersional secara praktis dengan lebih baru, yaitu dengan cara pemikiran baru dan pengembangan pengetahuan (Hurley and Hult, 1998), sehingga karyawan dapat menyesuaikan diri dengan munculnya perbedaan dalam prosedur, ide-ide serta bersikap proaktif dalam mengembangkan kualitas pekerjaan dan mengoperasionalkan pekerjaan perusahaan, serta memberi kepuasaan pada pelanggan (Chaston, et al, 2001, Anderson and Boocock, 2002, Matlay, 2000) Orientasi Pembelajaran diadopsi dari penelitian Calantone et al, (2002), yaitu suatu kegiatan organisasi dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahan untuk meningkatkan keunggulan bersaing termasuk didalamnya empat komponen yaitu : 1. Berkomitmen dalam pembelajaran, berarti tingkat pembelajaran dalam organisasi disesuaikan dengan budaya 2. Pembagian visi, yaitu suatu organisasi dengan memfokuskan pada pembelajaran atau petunjuk dari organisasi 3. Keterbukaan, suatu keinginan dalam mengevaluasi kegiatan operasional rutin organisasi, serta mencari ide-ide baru 4. Pembagian pengetahuan antar fungsi organisasi, yaitu dengan kepercayaan
secara
kolektif
atau
perilaku
rutin
yang
berhubungan dengan kecepatan dalam belajar dengan unit lain yang berbeda dalam organisasi Orientasi pembelajaran berhubungan positip dengan inovasi (Halit Kenskin, 2006), dimana orientasi pembelajaran terdiri dari dimensi 30
keterbukaan, pembagian visi, komitmen, pembagian pengetahuan, fasilitas perusahaan dengan mencoba ide-ide baru, mencari cara-cara baru untuk berpikir, berkembang untuk produk/jasa, serta mengembangkan dalam kegiatan operasionalnya, dengan demikian orientasi pembelajaran memerlukan antara lain : 1. memeliharan organisasi dengan kepercayaan, yaitu dengan pembelajaran merupakan suatu kunci untuk perbaikan dan keunggulan bersaing 2. Suatu totalitas persetujuan dengan visi organisasi melalui semua tingkatan dari karyawan 3. kebijakan yang terus-menerus dalam mempertahankan kualitas dari karyawan 4. adanya mekanisme dalam pembagian pembelajaran dalam organisasi dari masing-masing unit, maupun antar team yang berkaitan dengan inovasi Perusahaan yang dapat beradaptasi dengan pembelajaran berarti merupakan refleksi perusahaan dengan menggunakan biaya yang efisien ,dengan demikian perusahaan melakukan kegiatan inovasi dengan mencari pasar baru dan menggunakan tehnologi baru. Dengan orientasi pembelajaran berarti organisasi melakukan suatu kegiatan dengan mengawasi kinerja karyawan dan mempelajari management learning melalui pendidikan (training dan seminar ) yang dibutuhkan
untuk
berinovasi,
sehingga
organisasi
memerlukan
persetujuan dan sosialisasi bagi karyawan dan management learning bagi organisasi , dengan demikian organisasi harus menyesuikan dengan factor lingkungan dan social, serta adanya fasilitas untuk mengembangkan 31
pembelajaran, dimana perusahaan mempunyai kemampuan untuk ;1)perbaikan dan penggunaan tehnologi yang efektif; 2)mengembangkan pengetahuan dari beberapa karyawan yang efektif dalam struktur organisasi; 3)mencari pasar baru; 4)perusahaan menjadi lebih unggul (Baker and Sinkula, 1999) Pembelajaran organisasi ditunjukkan dengan pemecahan masalah dengan kegiatan yang diterapkan perusahaan, ketika timbul perbedaan antara tujuan bisnis dengan kinerja bisnis yang sesungguhnya , sehingga menjadi proses kegiatan yang saling terkait (Lant and Mezias, 1990, Pisano, 1994). Hubungan yang saling terkait antara pengaruh lingkungan external dan internal dari kapabilitas perusahaan dan sumber daya perusahaan dalam mencapai kinerja, ini semua merupakan inti dari pembelajaran organisasi (Saint Onge, 1996). Akan tetapi pemecahan masalah dan aplikasi untuk mendefinisikan pembelajaran adalah penting. Oleh karena itu ada dua jenis yaitu pembelajaran dan pemecahan masalah yang digunakan organisasi (Cohen and Levintal, 1990), organisasi yang berkreativitas yang berarti mengembangkan pengetahuan baru dalam menanggapi
problem,
maka
organisasi
dapat
mengidentifikasi
permasalahan dan mencari solusi problem utama adalah dengan mengartikan inovasi tersebut, karena inovasi dapat menyatukan dalam mengejar keunggulan bersaing dan kinerja bisnis yang lebih baik ( Nonaka, 1994), beradaptasi dan inovasi menjadi keterkaitan kedalam perubahan kearah yang lebih baik (Eigen, 1971 , Lant and Mezias, 1990) Pembelajaran yang bersifat eksploratif akan menghasilakan ide-ide baru yang baru yang dapat menciptakan market disruption yang mampu
32
mempertahankan yang dibangun oleh pesaing. Pengembangan produk melalui inovasi tersebut akan memperbaiki kinerja perusahaan. Pembelajaran organisasional oleh Frank T Rothaermel dan David L Deeds
(2004)
dibagi menjadi
dua
macam yaitu pembelajaran
organisasional ekploratif dan pembelajaran eksploitatif. Pembelajaran eksploratif bersifat eksternal yang dilakukan untuk menggali gagasan produk baru, sedangkan pembelajaran eksploitatif bersifat internal untuk memasarkan produk tersebut, guna memperbaiki kinerja perusahaan. Pada
umumnya
pembelajaran
Organisasi
adalah
merupakan
turunan/derivatif dari pendekatan yang biasa dilakukan yaitu dengan perubahan lingkungan (Cyert and March, 1963 ; Levitt and March, 1988). Dalam anggapan suatu paradigma internal bahwa organisasi melakukan kegiatan dengan menggunakan seluruh strategi yang dimiliki perusahaan pada masa yang akan datang agar menjadi lebih baik (Spender, 1989 ). Demikian juga organisasi yang cepat merespon perubahan lingkungan yaitu beradaptasi dengan lingkungan, sehingga organisasi dapat mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang berpengaruh, maka organisasi akan tetap eksis (DeGeus, 1988; Dickson, 1992, Schein, 1993). Kemampuan organisasi untuk menggerakkan dalam beradaptasi adalah merupakan komponen yang cepat dan effektif dalam pembelajaran (Peter and Waterman, 1982). Sumber adaptasi dalam pembelajaran juga merupakan kontradiksi yang ditujukkan dalam literature yang lain. Yaitu adanya perbedaaan adaptasi pembelajaran dalam organisasi , sehingga organisasi memerlukan evolusi pemecahan masalah bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan perlu memepertanyakan kembali “bagaimana belajar yang baik “(Harlow, 1948).
Perusahaan dalam beradaptasi 33
dengan perubahan lingkungan dapat dilakukan dengan cara pendekatan coba-coba yaitu dengan langkah sebagai berikut: adanya perubahan lingkungan, perusahaan dengan kreativitas sebagai pendekatan baru sebagai kegiatan pembelajaran (Harlow, 1948, Garvin, 1993) Penelitian
terdahulu
mengatakan
bahwa
kreativitas
sebagai
kapabilitas organisasi baru merupakan landasan bagi prisip-prinsip untuk keunggulan bersaing dan pembelajaran yang baru merupakan hasil dari kapabilitas berikutnya (Mahoney, 1995). Adaptasi sebagai pembelajaran merupakan hubungan sebab akibat antara pembelajaran dengan kinerja Adaptasi
juga
merupakan
sumber
perubahan
organisasi
dalam
mengakomodasi struktur organisasi secara keseluruhan dan perusahaan tidak hanya cukup merespon dengan perubahan pasar (Mc Gill and Slocum, 1992). Adaptasi bagi perusahaan merupakan subyek keadaan yang menempatkan organisasi dalam merespon perubahan dengan beberapa cara/strategi yang digunakan (Hedberg, 1992). Secara singkat adaptasi dan pembelajaran bagi perusahaan dapat ditanggapi sebagai sumber pendekatan reaktif dan proaktif dalam menghadapi perubahan lingkungan (Hedgberg, 1981). Dalam perspektif/pandangan perusahaan melihat pembelajaran sebagai evolusi, proses multidimensi yang dimulai dengan memfokuskan dalam belajar dan memberikan kontribusi pada organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing melalui perbaikan kinerja (Slatet and Narver, 1994) Menurut Senge (1990) pembelajaran yang sebenarnya akan menyentuh perasaan yang berhubungan dengan apa arti menjadi manusia. Dengan demikian kita, akan mampu menciptakan kembali jati diri kita. Hal tersebut berlaku bagi perorangan, dan bagi organisasi pembelajar. 34
Jadi sebagai suatu pembelajar, tidak cukup hanya mampu bertahan saja. Belajar untuk bertahan hidup atau biasa disebut belajar adaptif (adaptif learning), memang berguna dan sangat diperlukan, akan tetapi untuk pembelajar organisasi, belajar adaptif saja tidak cukup, harus digabung dengan belajar generatif (generatif learning), yaitu belajar dengan menggabungkan kapasitas kita dan untuk mencipta. Menurut Senge (1990) mengatakan bahwa perusahaan sering menyederhanakan
system
yang
sebenarnya
komplek,
cenderung
memfokuskan diri pada bagian-bagian, ketimbang melihat secara menyeluruh, sehingga kita gagal melihat organisasi sebagai proses yang dinamis. Kemudian masih menurut Senge (1990) bahwa belajar terbaik melalui pengalaman, tetapi kita tidak pernah secara langsung mengalami konsekuensi dari kepitisan-keputusan itu.
Senge
mengemukakan
bahwa didalam pembelajaran yang efektif sangat diperlukan lima faktor disiplin pembelajaran yang harus diwujudkan dan dikembangkan dalam terciptanya organisasi pembelajar, yaitu: 1. Disiplin personal mastery, antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan
energi,
mengembangkan
kesabaran
dan
memandang realitas secara objektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita, untuk menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkan diri ke arah sasaran dan tujuan organisasi.
35
2.
Disiplin berbagi visi, menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat anggotanya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati. Dengan disiplin berbagi visi, organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen bersama dengan menetapkan gambaran-gambaran tentang masa depan yang diciptakan bersama, dan sekaligus menetapkan prinsipprinsip serta rencana-rencana jangka panjang sebagai arahan bertindak para anggotanya.
3.
Disiplin model mental, menggambarkan kemampuan para anggota
organisasi
mengklarifikasikan
dan
untuk
melakukan
memperbaiki
perenungan,
gambaran-gambaran
internal (pemahaman) tentang dunia yang dilandasi oleh prinsipprinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika. Disiplin model mental berpengaruh pada kemampuan seseorang atau organisasi saat memahami permasalahan yang dihadapinya. Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana seseorang berpikir, sehingga dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan atau melakukan tindakan. 4.
Disiplin berpikir sistematik, menggambarkan kemampuan untuk melihat organisasi sebagai satu kesatuan dari seluruh komponen yang membentuk atau mempengaruhinya. Dengan berpikir sistematik kita dapat: 1) Melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis, sehingga mampu memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi.
36
5. Disiplin pembelajaran merupakan suatu keahlian para anggota untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergi sehingga mampu mengembangkan kecerdasan Pembelajaran organisasi akan terjadi jika individu-individu dalam organisasi melakukan proses pembelajaran. Menurut Tippin dan Sohi (2003) membagi proses pembelajaran organisasi dalam empat kegiatan yaitu : 1)pencarian pengetahuan yang berasal dari sumber internal dan sumber exsternal, 2) penyebaran dalam arti menyebarkan pengetahuan yang diperoleh kepada semua bagian, 3)interpretasi yaitu individu yang mendapat informasi melakukan penelaah pada informasi yang mereka dapatkan dan melakukan koordinasi dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan Sinkula et al, (1997) menyatakan bahwa kemampuan
belajar
merupakan
dasar
bagi
organisasi
untuk
mengumpulkan informasi yang akurat, kemudian Fiol dan Lyles (1985) menyatakan bahwa hasil dari pembelajaran organisasi adalah peningkatan ketrampilan/skills, sedang Prahalat dan Hamel (1990) menyatakan bahwa pembelajaran organisasi akan meningkatkan kompetensi. Selanjutnya menurut Tsai dan Shih (2004) mengatakan bahwa kompetensi pengetahuan pemasaran terbukti memberikan pengaruh positip pada kemampuan perusahaan. Pembelajaran organisasi dikembangkan dari pengetahuan baru/buah pikiran yang berpengaruh pada perilaku seseorang (Fiol dan Lyles, 1985; Huber, 1991; Simon, 1969; Sinkula, 1994), dengan asumsi pembelajaran memudahkan perubahan perilaku, dengan menuju pada perbaikan kinerja ( (Fiol dan Lyles, 1985; Garvin, 1993; Senge, 1990; Sinkula, 1994). Semua bisnis yang bersaing dinamis dan dalam perilaku dan perbaikan kinerjanya, kemudian proses 37
pembelajaran melalui informasi, diseminasi informasi, serta interpretasi, ini semua sebagai dasar dalam mempelajari pembelajaran organisasi, dan merupakan perubahan menjalankan aktvitas organisasi. Perusahaan perlu memperhatikan budaya organisasi dan iklim orgnisasi , karena budaya organisasi adalah akar atau sumber kegiatan organisasi dalam memberikan nilai dan kepercayaan kepada anggota dalam berperilaku pada suatu organisasi (Desphande dan Webster, 1989), sedang
iklim
organisasi
menjelaskan
bagaimana
organisasi
mengoperasionalkan budaya organisasi, struktur organisasi dan proses organisasi, sehingga memudahkan dalam mencapai prestasi dari pengembangan perilaku ( Desphande dan Webster, 1989). Dalam menguji keunggulan bersaing yang berkelanjutan bagi perusahaan menurut (Illiam, 1992; Achroll, 1991) menjelaskan bahwa semua industri memiliki dasar dalam perubahan dengan memperhatikan pelanggan, pesaing dan perubahan tehnologi. Perubahan ini akan berkembang secara terus-menerus dalam menghasilkan produk maupun pelayanan, serta mengembangkan nilai bagi pelanggan ( Levit, 1980), karena tidak ada pelanggan yang mau dirugikan dari sejumlah biaya yang telah dikeluarkan (Bhide, 1986; Ghemawat, 1986; William, 1982). Dengan demikian perusahaan harus mempunyai kemampuan yang lebih dibanding pesaing yaitu dengan memilki keunggulan yang lebih baik dari pada pesaingnya. (De Geus, 1988). Dengan kondisi yang berubah maka memaksa perusahaan untuk memperhatikan budaya dan iklim usaha dalam menghasilkan produk dengan mempunyai keunggulan bersaing dan kinerja yang superior , karena organisasi harus mempunyai dasar keahlian dalam mengelola sumber daya yaitu ;1)memberikan nilai 38
superior bagi pelanggan; 2)memiliki perbedaan khas yang sulit untuk ditiru;
3)perusahaan
memiliki
kapabilitas
dalam
berbagai
kegiatan/aplikasi (Barney, 1991; Day, 1994). Oleh karena itu 1)organisasi memberikan nilai superior pada pelanggan ketika terjadi perubahan budaya dan perubahan iklim usaha, sehingga perusahaan akan tetap memelihara efektivitas dan efisien dalam kinerjanya, misalnya dalam menetapkan harga yang lebih rendah ( Day dan Wensley, 1988); 2)kesempurnaan dalam membuat barang, yang bisa menghasilkan produk yang unik/khas dalam lingkungan organisasi, maka akan berbeda dengan yang dimiliki pesaing (Barney, 1986). Akhirnya perusahaan yang memiliki keunggulan yang unik/khas akan memiliki peluang untuk tetap eksis dalam pasarnya, serta mempunyai kemampuan dalam aplikasinya. (Hamel dan Prahald, 1994) Pembelajaran organisasi adalah proses pembelajaran dengan memfokuskan pada pelanggan, berarti organisasi tersebut mengerti apa yang diinginkan pelanggan yaitu dengan memberi kepuasan pada pelanggan melalui produk baru maupun service/pelayanan yang lebih baik (Day, 1994; Dickson, 1992; Sinkula, 1994), dengan demikian perusahaan tersebut secara langsung memiliki keunggulan dalam kinerjanya yaitu kesuksesan yang besar dalam produk baru, kepekaan dalam keluhan pelanggan, kualitas yang lebih baik yang dirasakan pelanggan serta utamamya keuntungan yang semakin besar. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (1995) mengatakan bahwa pembelajaran organisasi adalah suatu organisasi yang anggotanya
konsisten
kepekaan,
keyakinan
mengembangkan dan
sikap
ketrampilan,
dasar
yang
kemampuan, baru
secara 39
berkesinambungan. Demikian juga pendapatan George Freedman (1988) yang mengatakan bahwa suatu organisasi perlu mendukung adanya kegiatan inovasi, karena perusahaan yang menerapkan kebijakan akan dapat memberikan arahan pada aktivitas inovasi. Menurut Slater dan Nerver (1995) yang mengemukakan bahwa untuk bertindak dan merespon pasar diperlukan pengenalan gagasan dari pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam mengenalkan pelajaran organisasi dengan inovasi, karena akan dapat meningkatkan kinerja Organisasi yang efektif berarti dapat meyesuikan diri dengan perubahan
lingkungan
,
dengan
demikian
dalam
mempelajari
pembelajaran organisasi perlu memperhatikan budaya organisasi yaitu dengan :1)pembelajaran khususnya menciptakan belajar yang pada umumnya melihat langsung dengan mengurangi kesulitan yang sering muncul dari goncangan yang ada. (Day, 1994; Sinkula, 1994) Pembelajaran organisasi adalah sebagai pengembangan sumber daya dengan membandingkan kapabilitas yang dimiliki perusahaan dan sumber daya yang ada dikembangkan secara berlebihan /diluar batas kemampuan perusahaan, sehingga perusahaan mempunyai kasus dalam memenuhi kebutuhan, para peneliti dalam mendefinisikan kembali pembelajaran organisasi adalah kegiatan apa saja yang menjadi sumber dari pembelajaran, dengan kata lain bahwa pembelajaran terletak pada kapabilitas/kemampuan dari sumber daya yang saling mengikat dalam perusahaan (Dodgson 1993, collis, 1994). Kemampuan seseorang akan tergantung kepada pengalamanpangalaman masa lalu, semakin banyak pengalaman seseorang dalam 40
menghadapi dan menyelasaikan masalah, maka akan semakin tinggi kemampuan seseorang . Proses pembelajaran organisasi merupakan akumulasi dari pembelajaran yang dilakukan oleh individu dalam organisasi. Kemampuan organisasi lebih menekankan pada bagaimana sebuah organisasi mengelola proses operasionalnya bukan menekankan pada apa yang diproses. Kompetensi adalah pengetahuan dan ketrampilan nyata yang tercermin dalam keahlian tehnologi (Prahalad, 1994). Organisasi yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengelola organisasi berarti organisasi tersebut memiliki berbagai kemampuan dan keahlian yang diperoleh dari pembelajaran dan pengalaman masa lalu, karena kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan tugas, dengan demikian organisasi yang memiliki kemampuan yang tinggi akan lebih memiliki keahlian dan penguasaan tehnologi, sehingga organisasi akan lebih maju dibanding pesaingnya. Sedang Aaker (1993) menyatakan bahwa asset dan skil atau asset dan kompetensi merupakan instrument yang paling dasar untuk menghasilkan daya saing Efektivitas dan kualitas dari pembelajaran organisasi adalah tergantung pada seberapa besar perusahaan belajar tapi juga bagaimana perusahaaan bekerja. Dua tipe pembelajaran yaitu pembelajaran adaptif dan pembelajaran generatif berhubungan dengan dua tipe inovasi yaitu inovasi radical dan inovasi incremental (Baker & Sinkula, 2002; Slater & Naver, 1995). Dalam penelitian Baker & Sinkula, (2007) menyatakan bahwa pembelajaran adaptive merupakan inspirasi bagi inovasi incremental, begitu juga perusahaan yang menempatkan pembelajaran generatif merupakan inspirasi bagi inovasi radikal yang akan membentuk 41
inovasi, dimana inovasi secara langsung berkaitan dengan program pembuatan produk baru Dengan demikian tenaga pemasar yang memfokuskan pada orientasi pembelajaran akan memiliki motivasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya dan memandang bahwa pekerjaan yang mereka lakukan merupakan sarana belajar serta sebagai upaya meningkatkan kualitas dan profesional kerja. Dengan demikian orientasi pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan dan potensi diri , sehingga dalam melakukan pekerjaan para pemasar memiliki motivasi yang kuat untuk dapat berhasil melalui pengembangan potensi yang ada dalam dirinya. Rangkuman beberapa penelitian tentang orientasi pembelajaran secara lebih detail dapat disajikan tabel sebagai berikut : Tabel 2.1 Rangkuman Beberapa Penelitian Tentang Orientasi Pembelajaran N o
Peneliti/Tahun/ Judul/Alat Analisis
1.
Revati Subramania/ 2005 A Multivariat Study of The Relationship betwen Organizational Learning, Organizational Innovation and Organizational Climate/mengguna kan SPSS versi 10
2.
42
William Baker and James M.Sinkula/ 2007 Does Market OrientationFacilitat e Balanced Innovation ProgramS? An Organization Learning Perspektif
Ukuran Orientasi Pembelajaran pertanyaan yang dikembangkan oleh Pace et, al (1998) Pertanyaan dikembangkan oleh Baker and Sinkula , 1999
Pertanyaan dikembangkan oleh Kale et al ,2000,and Edmondson,19 99
Hasil
Orientasi pembelajaran dalam organisasi dengan inovasi mempunyai korelasi yang tinggi (r=0,76) Pembelajaran generatif berpengaruh pada inovasi radikal sebesar β=0,592 Pembelajaran adaptif berpengaruh pada inovasi incremantal sebesar β=0,619
Variabel independen
Variabel dependen
Orientasi pembelajaran : 1. pembelajaran - praktis 2. pola berbagiinformasi 3. pola pikirprestasi
Inovasi: a. Inovasiorganisasi b. Iklimorganisasi c. Team inovasi d. Inovasi individu
Orientasi pembelajaran : 1. pembelajaran -generatif/ proaktif 2. pembelajaran - adaptif 3. mengumpulk an informasi
Inovasi a. Inovasiincremantal b. InovasiRadikal
N o
Peneliti/Tahun/ Judul/Alat Analisis
Ukuran Orientasi Pembelajaran
Victor J GarciaMarales, Antonia Ruis-Moreno & Fransisco Javier Llorens-Montes, 2007
Ukuran Orientasi Pembelajaran Pertanyaan dikembangkan oleh Kale et al ,2000,and Edmondson,19 99 Pertanyaan dikembangkan oleh Calantone et al, 2002
Hasil
3.
4.
5.
Victor J GarciaMarales, Antonia Ruis-Moreno & Fransisco Javier Llorens-Montes, 2007 Effectsof Technology absorptive capacity and technology Proactivity on Organiational learning, Innovation and Performance : An Empirical Examination Halit Keskin/ 2006 Market orientation, Learning orientation, and Innovation capabilitas in SMEs
Pembelajaran berpengaruh pada inovasi sebesar β=0,38
Pembelajaran berpengaruh pada inovasi sebesar β=0,38
Variabel independen
Variabel dependen
Orientasi pembelajaran : 1. Pembelajaran adaptif 2. Pembelajaran generatif 3. Pembelajaran berdasar pengalaman
Inovasi a.Inovasi-incremantal b.Inovasi-Radikal
Orientasi pembelajaran : 4. Pembelajaran adaptif 5. Pembelajaran generatif 6. Pembelajaran berdasar
Inovasi a.Inovasi-incremantal b.Inovasi-Radikal
pengalaman
Pertanyaan dikembangkan oleh Baker and Sinkula, 1999
Pembelajaran berpengaruh pada inovasi sebesar β=0,60 Pembelajaran
Orientasi pembelajaran : 1. Pembelajara n adaptif 2. Pembelajara n generatif 3. .Pembelajara n berdasar pengalaman
Inovasi a.Inovasi-incremantal b Inovasi-Radikal
Oreintasi pembelajaran : 1.Komitmen 2.Pembagian visi 3.Keterbukaan 4.Pembagian pngetahuan antar organisasi
6.
Chaterine L Wang/ 2006/ Entrepreneueral orientation, Learning orientation, and firm Performance
Pertanyaan dikembangkan oleh Sinkula, Baker, Noordewier, 1997
Pembelajaran berpengaruh pada kinerja sebesar β=0,53
Orientasi pembelajaran : 1. komitmen pada pembelajaran 2. visi bersama 3. keterbukaan pemikiran
Inovasi : a. Menerima ideide b. Mencari caracara bertindak bekerja c. Mengembangka n dan memperbesar
43
N o
Peneliti/Tahun/ Judul/Alat Analisis
Ukuran Orientasi Pembelajaran
Hasil
Variabel independen
Variabel dependen
pelayanan d. Mengembangka n metode-metod dalam beroperasi 7.
8.
9.
Cemal Zehir et al/ 2007/ Field Research on Impact of some Organiational Factors on Corporate Entrepreneurship and Business Perforrmance in the Turkish Automotive Fredric Kropp/ 2006/ Entrepreunership, market, and learning and international entrepreunership business venture performance in South African firm/menggunakan Struktur model Two Stage Least Square (2SLS) Mark Antony Farrel/2008/ Market Orientation, Learning Orientation and Organisational performance in internasional joint venture/ menggunakan struktur model AMOS
10.
44
Lawrence S. Silver, Sean Dwyer, and Bruce Alford/2006/
Pertanyaan dikembangkan oleh Zahra et al, 2000
Pembelajaran berpengaruh pada kinerja sebesar β= 0,336
Pertanyaan dikembangkan oleh Baker and Sinkula, 1999
1. Pembelajara n berpengaruh pada kinerja obyektif sebesar β= 0,18 2. Pembelajara n berpengaruh pada kinerja subyektif sebesar β=0,22
Pertanyaan dikembangkan oleh Kohli, Shervani, and Challagalla, 1989
1. Pembelajaran 2. berpengaruh pada kinerja sebesar β= 0,372 3. Pembelajaran berpengaruh pada kinerja (retensi pelanggan) sebesar β= 0,390 4. Pembelajaran berpengaruh pada kinerja (kesuksesan produk) sebesar β= 0,989
Pertanyaan dikembangkan oleh Sinkula,
1.Pembelajaran berpengaruh pada kinerja
oreintasi pembelajaran: 1. Kemampuan mengembangk an 2. Penyebaran Informasi 3. Pemanfaatan Pengetahuan
Orientasi pembelajaran ; 1. orientasi sistem 2. orientasi team 3. orientasi Pelanggan 4. orientasi pembelajaran
Kinerja antara lain a. return of capital b. pertumbuhan Penjualan c.keuntungan
tingkat inovasi Kinerja; a.Kinerja subyektif b. kinerja obyektif
Orientasi pembelajaran ; 1. komitmen pada pembelajaran 2. keterbukaan pemikiran 3. visi bersama
Kinerja : a. retensi pelanggan b. kesuksesan produk
Oreintasi pembelajaran 1. belajar
Kinerja antara lain a. return of capital
N o
Peneliti/Tahun/ Judul/Alat Analisis Learning and Performance Goal Orientation of SalesPeople Revisited : The Role of Performance – Approach and PerformanceAvoidane Orientation Menggunakan Struktur Model dengan Lisrel versi 8.51
11.
12.
William Baker, James F Sinkula / 1999/ Learning orientation, Market Orientation, and Innovation: Integrating and Extending Models of Organizational Perforrmance Howard J.Klein, Sunhee Lee/2006/ The Effects of Personality on Learning : The Mediating Role of Goal Setting
Ukuran Orientasi Pembelajaran Baker, Noordewier, 1997
Hasil
Variabel independen
sebesar β= 0,25 (Model Kontempore r) 2.Pembelajaran berpengaruh pada kinerja sebesar β= 0,372(Mode l klasik)
dengan mengembang kan pemikiran baru 2. belajar dengan pendekatan baru 3. Perbaikan yang terusmenerus dng pelanggan 4. belajar dari Pengalaman belajar dengan lebih baik dari sebelumnya
Pertanyaan dikembangkan oleh Button, 1996
Pembelajaran berpengaruh pada kinerja sebesar β= 0,23
Orientasi pembelajaran ; 1. komitmen pada pembelajaran 2. keterbukaan pemikiran 3. visi bersama
Pertanyaan dikembangkan oleh Sinkula, Baker, Noordewier, 1997
Pembelajaran berpengaruh pada komitmen sebesar β= 0,23
Orientasi tujuan pembelajaran antara lain : 1.pengembangan ketrampilan baru 2.belajar dari pengalaman 3.berkompeten pada pembelajaran
Variabel dependen
b. c.
pertumbuhan Penjualan keuntungan
Komitmen antara lain : a.keinginan yang sesuai b.kesepakatan bersama
Kinerja antara lain a. pendapatan penjualan b. market share c. keuntungan
4. 13. Mark Antony Farrel/2002/ Are Market Orientation, and Learning Orientation Necessary for Superior Organizationes performance / menggunakan struktur model AMOS
Pertanyaan dikembangkan oleh Sujan et al, 1994
Pembelajaran berpengaruh pada kinerja sebesar β= 0,3072
Orientasi pembelajaran ; 1.komitmen pada pembelajaran 2.keterbukaan pemikiran 3.visi bersama
Komitmen antara lain : a.keinginan yang sesuai b.kesepakatan bersama
45
N o
Peneliti/Tahun/ Judul/Alat Analisis
14.
Jie Yang/2008/ Antecedents and consequences of Knowledge management Strategy:The case of Chinese high Technology Firm
15.
46
George D.Kuh and Shouping HU/2001/ Learning Prudukivity at Rsearch Universities
Ukuran Orientasi Pembelajaran
Hasil
Variabel independen
Variabel dependen
Pertanyaan dikembangkan oleh Sujan et al, 1994
Pembelajaran berpengaruh pada Strategi managemen pengetahuan /KMS/Knowled ge Managemnet Strategy sebesar β= 0,07
Orientasi pembelajaran : 1.pendekatan baru kepada pelanggan 2.perbaikan yang terus menerus dalam keahlian 3.berusaha mencari ksepakatan dalam perintah yang kadangkadang baru dalam belajar 4.belajar dari pngalaman masa lalu
Kinerja antara lain a.retensi pelanggan b.keberhasilan produk baru c.pertumbuhan penjualan d.keuntungan atas investasi e.performance secara keseluruhan
Pertanyaan dikembangkan oleh Kuh et al, 1997
Aktivitas pembelajaran berpengauh positip pada produktivitas pembelajaran sebesar β=0.88
aktivitas pembelajaran : 1. pengalaman 2. kursus 3. kelompok studi 4. pengalaman menulis 5. ilmu pengetahuan 6. topik pembicaraan 7. informasi pembicaraan 8. pengalaman pribadi 9. keamanan
Strategi managemen pengetahuan/KM S: a.ketertarikan pada berbagai pengalaman melalui sumner daya keuangan b.mengembangkan suatu variasi lebih besar yang mudah diakses c.mengembangkan tingkat kebaruan tempat penyimpanan sebagai kontribusi pada karyawan
N o
Peneliti/Tahun/ Judul/Alat Analisis
16.
Angelo Paladino/2007/ Investigating the Driver of Innovation and New Product Success : A Comparison of Strategic Orientations/ Dengan tehnik analisis SEM
Ukuran Orientasi Pembelajaran Pertanyaan dikembangkan oleh Kumar, Subramanian, and Yauger (1998)
Hasil
Pembelajaran organisasi berpengaruh pada orientasi pasar
Variabel independen
pembelajaran organisasi terdiri dari : 1. promosi budaya Pembelajaran 2. berpikir dan bertindak dengan akrab 3. Keterbukaan 4. proaktif dalam kepercayaan, asumsi, kegiatan rutin 5. menanggapi perubahan lingkungan baik external dan internal 6. komitmen pada pembelajaran
Variabel dependen
produktivitas pembelajaran : a. keahlian bekerja c. latar belakan g pendidikan kedepan d. informasi karir e. pengetahuan sejarah f. keahlian team work g. nilai dan etika h. kebiasaan hidup sehat i. mengerti diri sendiri
Orintasi pasar terdiri dari : a. orientasi pesaing b. orientasi pelanggan c. koordinasi antar fungsi
Sumber : Dari berbagai penelitian yang diolah kembali (2009)
B. Ketrampilan/Skill Manajemen perusahaan sebaiknya merespon keinginan tenaga pemasar
dengan
memberikan
perhatian
terhadap
upaya-upaya
pengembangan kemampuan/ketrampilan, misalnya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan, studi banding, seminar lainnya. Salah satu metode yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan tenaga pemasar adalah dengan menawarkan insentif-insentif lain untuk mengembangkan serangkaian ketrampilan tertentu terkait dengan penjualan. Organisasi pemasar dapat menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan dengan menawarkan insentif bagi tenaga pemasar 47
untuk mengembangkan serangkaian ketrampilan yang terkait dengan perencanaan, negosiasi, dan orientasi konsumen yang mungkin dapat memberikan keuntungan bagi peningkatan kinerja jangka panjang dan kepuasan karyawan . Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahan yang lebih baik akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan kemampuan yang lebih tinggi , maka hal ini akan menunjang peningkatan kinerja Metode pembelajaran ketrampilan proses merupakan salah satu cara / strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal mungkin. Hal ini bertujuan agar siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Pendekatan pembelajaran ini sangat menekankan pada proses pembentukan pengetahuan siswa secara langsung, artinya siswa dilibatkan dalam pengamatan, pengklasifikasian dan mengkomunikasikan hasil belajarnya. (Darliana,1991) Pendekatan ketrampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. (Conny Semiawan dalam Oemar Hamalik, 2003) Kemampuan – kemampuan fisik dan mental tersebut pada dasarnya telah dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar menunjukkan jatidirinya. Dengan mengembangkan ketrampilan memproses perolehan, seeorang akan mampu menemukan serta mengembangkan sendiri fakta dan konep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut 48
Sedangkan ketrampilan
proses
menurut diartikan
Oemar
Hamalik (2003), pendekatan
sebagai
pendekatan
dalam
proses
pembelajaran yang menitik beratkan pada aktivitas dan kreativitas seseorang untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang sudah dimiliki ke tingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajarnya. Pendapat senada diungkapkan oleh Gagne dalam Oemar Hamalik (2003:149) yang merumuskan pendekatan ketrampilan proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam ( sains): pengetahuan tentang konsep – konsep dan prinsip – prinsip dapat diperoleh seseorang bila dia memiliki kemampuan – kemampuan dasar tertentu. Dalam bidang sains, ketrampilan itu meliputi: mengamati, menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal, dan menggunakan hubungan ruang dan waktu, menarik kesimpulan, menyusun definisi operasional, menentukan hipotesis, mengendalikan variabel, menafsirkan data, dan bereksperimen. Pendekatan proses ketrampilan dapat juga diartikan sebagai pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan fisik, mental dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu, Menurut Moh.Uzer Usman, (1993), hal ini bertujuan agar seseorang mampu memproses informasi mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal baru yang bermanfaat baik berupa fakta, , konsep maupun pengembangan sikap. Menurut Heidjrahman & Suad Husnan 1998 peningkatan ketrampilan adalah sebaga berikut : 1. Motivasi 49
Semakin tinggi motiasi seorang karyawan, semakin cepat karyawan dalam mempelajari ketrampilan 2. Laporan kemajuan Laporan kemajuan diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh karyawan telah memahami pengetahuan yang baru 3. Reinforcement/perlakuan Suatu ketrampilan yang dipelajari memerlukan proses belajar yaitu denganmemberi hadiah atau hukuman 4. Praktek 5. Perbedaan individual
C. Inovasi Perusahaan yang melakukan inovasi/ melakukan perubahan kearah yang lebih baik, karena inovasi merupakan topik yang menarik pada penjelasan managemen dalam era sekarang (Husher, 1994). Teori yang berbasis sumber daya sebagai suatu perspektif untuk menguji peran dari sumber daya yang internal perusahaan, studi-studi empiris terbaru menyatakan adanya hubungan antara inovasi dan kinerja, pengujian pendekatan berbasis sumber daya secara tegas/eksplisit menunjukkan
akan
pentingnya
kemampuan
perusahaan
dalam
menjalankan kegiatan, dengan demikian akan mengetahui hubungan antara kemampuan organisasi dan keunggulan bersaing dalam konteks inovasi (Cainelli et al, 2006) Evolusi inovasi merupakan pemikiran dari Joseph Schumpeter tahun 1934 dan menunjukkan perkembangan dari pemikiran Ricardian yang memfokuskan pada teori dasar sumber daya begitu juga dikemukakan 50
oleh Penrose, (1959). Menurut perspektif Ricardian kejadian dalam resource based theory adalah saling melengkapi antara sumber daya dengan
kemampuan
untuk
melakukan
kegiatan
sehingga
akan
memberikan nilai dari penggunaan keterbatasan sumber daya yang ada, dengan demikian perusahaan yang dapat mengeloal sumber daya yang ada, akan mendapat keuntungan yang lebih baik dibanding pesaing (Ricardo, 1817) Inovasi secara berkelanjutan sering diletakkan sebagai sumber pertumbuhan dalam pasar bebas (Getz dan Robinson, 2003), inovasi juga merupakan faktor kritikal kesuksesan organisasi (Aliaga, 2004), dan inovasi merupakan bentuk keunggulan bersaing yang dimilki perusahaan (Hamel, 2000, Peter, 1999), oleh karena itu perusahaan yang berhasil melakukan inovasi berarti telah sukses menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pasar Penelitian proses inovasi melalui beberapa tahapan proses, karena banyak model tahapan, tapi model yang dikemukakan oleh Zaltman et al (1973), adalah dengan mengembangkan teori proses inovasi berdasarkan titik pandang unit adopsi individual, yaitu terdiri dari dua tahap, sebagai berikut: tahap pertama: inisiasi terdiri dari a) knowledge-awareness, b) formasi sikap terhadap inovasi, c) keputusan, sedang tahap kedua implementasi terdiri dari a) inisial implementasi; b) keberlanjutan Inovasi menurut King (1990) terdapat tiga faktor yang bisa menjadi anteseden inovasi dalam organisasi yaitu 1) karakteristik pemimpin dan resistensi faktor-faktor psikologis individu dalam melakukan inovasi ; 2) faktor-faktor
organisasi
seperti
:
kompleksitas
lingkungan
dan
persaingan; 3) karakteristik organisasi, seperti : ukuran organisasi, 51
struktur organisasi, sumber daya, umur organisasi, kemampuan organisasi untuk melakukan inovasi, strategi, iklim, dan budaya organisasi. Menurut West and Farr (1990) mengatakan inovasi didefinisikan sebagai permulaan dan implementasi yang dilakukan oleh suatu kelompok, organisasi dan masyarakat social, dalam melakukan proses kegiatan, memproduksi, pelayanan/service atau prosedur baru dalam mengadopsi unit kegiatan dan menuju tercapainya perbaikan kinerja. Penelitian yang berkaitan dengan inovasi akan melihat pekerjaan dari pada kelompok ataupun berpikir, bagaimana bagian /fungsi melakukan pekerjaan atau tugas untuk mencapai kinerja yang lebih baik seperti ; kegiatan sumber daya manusia, atau kegiatan pelayanan maupun, kegiatan yang sudah ada/statis (Scott and Einstein, 2001), sedang Levit and Blumen (1995) mencatat bahwa selama organisasi mencapai profit/untung, yang dilakukan oleh kelompok yaitu dengan memperbaiki kreativitas dan melakukan inovasi. Penelitian yang terkait dengan inovasi memberi kepentingan, bahwa dalam jangka panjang mempelajari inovasi memerlukan karakteristik, struktur proses, yang mana struktur proses dapat meningkatkan kinerja dari kelompok tersebut (Galdstein, 1984, Cohenn and Bailey, 1997), akan tetapi dalam inovasi membutuhkan waktu yang lama agar kegiatan inovasi berlangsung, dengan lamanya waktu yang dibutuhkan maka individu atau kelompok dapat memperbaiki kinerjanya, pada penelitian terdahulu menyatakan adanya kegiatan pada inovasi dalam lintas fungsi / berbagai kegiatan ataupun team akan mengembangan produk baru, sehingga produk baru ini sesuai dengan keinginan pasar
52
Perusahaan-perusahaan dengan kapasitas besar untuk melakukan inovasi akan lebih sukses dalam memberikan respon terhadap lingkungan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan baru yang menghasilkan keunggulan kompetetif dan kinerja unggul. Dengan memasukkan pengetahuan
kedalam
inovasi
akan
memberi
keuntungan
bagi
perusahaan, karena pengetahuan akan muncul dalam perilaku baru (Argyris dan Schon, 1978; Fiol dan Lyles, 1985), maka pengetahuan organisasi merupakan salah satu faktor untuk melakukan inovasi, dengan demikian pengetahuan akan berdampak pada perubahan didalam organisasi.
Sinkula
pengetahuan,
maka
(1994)
menjelaskan
perusahaan
dengan
mempunyai
bertambahnya
kemampuan
untuk
menerapkan pengetahuan sehingga pengetahuan akan berkembang yang berkaitan dengan pembuatan produk. Sedang menurut (Kimberly, 1981; Roger, 1983) menyatakan inovasi sebagai salah satu kegiatan dalam menyesuikan diri dengan lingkungan atau adaptasi terhadap lingkungan Inovasi merupakan kegiatan individu yang berbeda dan melakukan perubahan dengan demikian inovasi merupakan tanggapan dari sikap positip dari perubahan sikap yang negative, karena inovasi merupakan kegiatan yang berbeda dari sebelumnya menuju kearah yang lebih baik, menyangkut kegiatan dalam menghasilkan produk (See Clark and Watson, 1995), Popkins, 1998, Hurt et al. (1977) menyatakan inovasi merupakan salah satu ciri dari kepribadian seseorang untuk melakukan perubahan, contoh ada beberapa faktor dari kepribadian yang berinovasi misal terbuka menerima masukan, yaitu dengan menjelaskan bagaimana
53
seseorang yang akan menetapkan tujuan dan kegiatan dengan menerima ide-ide baru dalam situasi yang berbeda Dowling, (1999) menyatakan inovasi diartikan sebagai tingkatan yang tertunda dari perubahan individu kepada perubahan yang lebih baik, dengan demikian perusahaan yang melakukan inovasi akan mengubah perilaku untuk selalu mengerti produk atau jasa apa yang diinginkan konsumen, sehingga perilaku konsumen akan selalu dimonitor apa yang berubah terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, sedang Goldsmith et al. (1996) menunjukkan tingkatan organisasi berhubungan dengan hirarki, dimana masing-masing tingkatan organisasi melakukan inovasi, sehingga hasil melakukan inovasi akan berpengaruh pada perilaku, dengan demikian perilaku inovasi mempunyai pengaruh yang kuat pada penawaran dengan kategori produk yang khusus. Inovasi pada konsumen mempunyai akan berdampak pada hubungan tipe karakteristik dan perilaku, sehingga konsumen sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial ekonomi, kepribadian dan komunikasi dalam mengkomsumsi barang atau jasa. Zalman, Duncan dan Holbek (1973) menyatakan bahwa terdapat dua tahap yang berbeda dari proses inovasi yaitu permulaan dan implementasi, bagian penting dari tahap permulaan inovasi adalah adanya keterbukaan, kemudian masih menurut Zalman, Duncan dan Holbek (1973) yang diukur dalam inovasi adalah anggota organisasi bersedia mempertimbangkan adopsi atau menolak adanya inovasi, karena Van de Van (1986) menyatakan bahwa perusahaan yang memperhatikan kegiatan pekerjaan, maka organisasi tersebut memerlukan atau mengelola kebutuhan akan ide-ide serta perilaku baru dalam organisasi. Berdasarkan 54
differensiasi yang dibuat oleh Zalman, Duncan dan Holbek (1973) tentang tahap permulaan dan implementasi dari inovasi, maka dalam konsep inovasi dapat dilakukan dengan 1) Keinovatifan yaitu gagasan tentang keterbukaan terhadap ide-ide baru sebagai sebuah aspek dari budaya perusahaan seperti penekanan pada pengetahuan, pengambilan keputusan, dukungan dan kolaborasi serta pembagian kekuasan akan menentukan keberhasilan kinerja perusahaan. 2) Kapasitas untuk melakukan inovasi, menurut Burns dan Staker (1961) kapasitas adalah kemampuan organisasi untuk mengadopsi atau mengimplementasikan ide-ide, proses, atau produk baru dengan berhasil. Organisasi dapat lebih inovatif, harus terdapat kelompok- kelompok yang respon terhadap perubahan dan kreativitas di dalam organisasi. Untuk itu perlu diciptakan lingkungan organisasi yang bersifat inovatif dan mendorong timbulnya inovasi ( I Gede Raka, 1992) Menurut Peter Drucker (1985) organisasi perlu membuat kebijakan yang dapat membuat inovasi menjadi suatu hal yang menarik dan bermanfaat bagi perkembangan, sedangkan menurut George Freedman (1988) perusahaan perlu kegiatan inovasi, karena dengan inovasi, perusahaan perlu kebijakan yang diterapkan untuk dapat memberikan arahan pada aktivitas inovasi. Inovasi didefinisikan sebagai proses kreatif yang melibatkan implementasi gagasan yang ada untuk menciptakan solusi yang terbaik (Nasution, 2005). Namun demikian Knox (2002) membedakan antara pengertian inovasi dengan penemuan (invention), menurut Knox (2002) inovasi memiliki definisi yang lebih luas dibandingkan dengan
penemuan.
Dalam
hal
ini
penemuan
(invention) 55
didefinisikan sebagai penciptaan produk dan teknologi baru ke pasar, sedangkan inovasi didefinisikan sebagai pemberian solusi baru yang dapat memberikan nilai bagi pelanggan (customer value). Secara konvensional inovasi diartikan sebagai terobosan yang terkait dengan produk-produk baru (Han et al. 1998). Dalam organisasi inovasi memiliki berbagai peran yaitu: pembaharuan dan pengembangan produk, jasa dan pasar, pengembangan metode produksi baru, suplai dan distribusi, pengenalan perubahan dalam manajemen, organisasi kerja dan kondisi kerja maupun ketrampilan tenaga kerja (McAdam et al. 1998). Menurut Gana (2003) menyatakan bahwa inovasi merupakan cara untuk terus menerus membangun dan mengembangkan organisasi yang dapat dicapai melalui introduksi teknologi baru, aplikasi baru dalam bentuk-bentuk baru organisasi. Inovasi dibedakan dengan kreatifitas,
kreatifitas
merupakan
pemikiran-pemikiran
baru,
sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru tersebut atau mengalihkan gagasan-gagasan yang baru tersebut bagi keberhasilan bisnis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh O'Reilly (1997) dalam Gorat (2003) yang Menyatakan
banwa
inovasi
berarti
membicarakan
tentang
pelaksanaan ( about doing) tentang membuat sesuatu terjadi (about getting it done). Menurut Thompson dalam Hurley dan Hult (1998) inovasi didefinisikan sebagai penerapan gasasan, produk atau proses yang lebih baru. Sedang Hurley dan Hult (1998) sendiri mendefinisikan inovasi sebagai sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam 56
lingkungan yang dinamis. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menciptakan gagasan baru, proses yang baru untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam kaitannya dengan organisasi konsep inovasi menurut Damanpour (1991) dibedakan menjadi tiga yaitu: inovasi
organisasi
(organisational
innovation),
tingkat
inovasi
(innovativeness) dan kemampuan untuk inovasi (capacity to innovate). Tingkat inovasi organisasi (organisational innovativeness) adalah tingkat dimana pengembangan dan implementasi gagasan yang mewakili kapabilitas
perusahaan
Damanpour
(1991)
(Avlonitis
et
mendefinisikan
al,
1994), inovasi
sedangkan organisasi
(organizational innovation) sebagai adaptasi gagasan atau perilaku baru dalam organisasi. Tingkat inovasi (innovationess) didefinisikan sebagai tingkat dimana individu atau unit adopsi lebih awal dalam mengadopsi gagasan baru dibanding anggota lainnya dalam sistem organisasi (Avlonitis et al. 1994). Menurut Gopalakrishnan dan Damanpor (1997) menyatakan bahwa tahapan inovasi dalam organisasi terdiri dari dua tahapan, yaitu: (1) fase penciptaan inovasi, dalam fase ini termasuk didalamnya adalah kreasi gagasan dan pemecahan produk atau solusi proses, (2) fase adopsi adalah akuisisi dan atau implementasi dari inovasi. Organisasi dapat menjalankan salah satu fase dari inovasi ataupun terlibat dalam dua fase inovasi sekaligus. Menurut Slater (1997) menjelaskan bahwa inovasi yang sukses adalah produk dari persaingan antara pasar yang berorientasi kebudayaan dengan nilai-nilai golongan pengusaha, oleh karena itu nilai-nilai ini dapat berujud penilaian terhadap kerja karyawan. Dari definisi ini konsep 57
inovasi menggambarkan suatu kegiatan seseorang (perusahaan) yang menyangkut mengenai informasi, ide-ide baru untuk mengembangkan kearah yang lebih baik, oleh karena itu inovasi memberikan tanggapan yang positif terhadap pelaksanaan ide-ide yang kreatif yang relevan dengan perkembangan pasar, sebagai sumber inovasi akan memberikan gagasan baru didalam operasionalnya. Menurut Slater (1997) menjelaskan adanya ide-ide, gagasan, pendapat dari kegiatan inovasi yang sukses yaitu timbulnya kreativitas yang dibangun dari pasar, yang berorientasi pada budaya perusahaan .Inovasi yang dilakukan oleh organisasi akan memunculkan tingkah lakutingkah laku baru, oleh karena itu sikap atau tingkah laku yang baru menunjukan adanya kreativitas atau pengembangan yang lebih baik. Kompetisi dalam pemasaran global menjadi intensif, karena adanya informasi tentang pengembangan inovasi, kegiatan organisaization, (Kotha, 1996), akuisisi informasi dan distribusi (Howard, 1997). Inovasi organisasi adalah penting untuk bersaing secara dinamis dengan lingkungan bisnis yang berkembang (Dooley and Sulivan, 2003), seperti diungkapkan oleh beberapa peneliti bahwa inovasi merupakan salah satu alat untuk mempertahankan pertumbuhan dan mencapai kinerja bisnis (Cottam et al, 2001). Inovasi juga merupakan elemen penting dalam persaingan dan inovasi menjadi potensial dalam menjamin organisasi dimasa yang akan datang Managemen inovasi telah didiskusikan dan banyak literatur yang menjelaskan, antara lain Huergo, (2006 ), yang mengatakan bahwa managemen inovasi dalam organisasi memiliki perbedaan, sehingga perlu mendapatkan definisi yang sesuai, seperti yang diungkapkan oleh Keegan 58
dan Turner, (2002) juga menjelaskan bahwa ide-ide inovasi dalam managemen adalah penting dalam setiap kegiatan, karena inovasi akan berpengaruh pada perubahan organisasi yang efektif, sebagai tujuan dari perusahaan/organisasi tersebut. Dalam penelitian managemen inovasi menunjukkan penggunaan bermacam metode managerial, yang mana memberikan organisasi dengan momentum inovasi, mendorong dan memudahkan dalam mengembanghkan ide inovasi dalam perusahaan. Dalam managemen inovasi internasioanal dikenal secara umum merupakan referensi kerangka kerja managemen, yang dibangun dari : 1)Konsep dan dasar pemberian nilai organisasi; 2)kritik terhadap faktor isu-isu dari managemen; 3) penerapan sistem pada organisasi, yang selanjutnya kritik terhadap faktor-faktor isu management akan dijelaskan dengan melengkapi informasi yang berkaitan dengan bidang organisasi tertentu, dengan melihat beberapa faktor yang berhubungan dengan variabel tertentu dalam mempengaruhi kegiatan organisasi , seperti yang diungkapkan oleh ( Wong, 2005) Kritik terhadap managemen inovasi, pertama kali dikembangkan konsep dengan menentukan nilai perusahaan, yang mana sebagai dasar pada managemen inovasi praktis . Konsep dan nilai adalah wujud dari perilaku untuk mendapatkan inovasi organisasi. Ada tujuh penilaian dan konsep inovasi organisasi yaitu antara lain: 1. Inovasi yang terus-menerus salah satu dasar falsafah managemen inovasi organisasi adalah dalam keberlangsungan dalam meningkatkan dan mencapai keberadaan organisasi adalah hal-hal atau fakor-faktor yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi (Ahmed, 1998). 59
Keberlangsungan inovasi yang melebar dengan adanya perubahan , termasuk didalamnya perusahaan yang melakukan inovasi yang terus-menerus dalam mencapai tujuan organisasi atau dalam sistem organisasi yaitu dengan menetapkan petunjuk yang tepat dalam menjalankan organisasi (Tang, 1998). Pengembangan inovasi dengan menata pola pikir bagi manager-manager, juga karyawan adalah memberi keuntungan pada pertumbuhan perusahaan dan supaya perusahaan tetap eksis. Konsep dan kemajuan organisasi dengan mekanisme yang baik akan mendukung sebagai dasar keberlangsungan inovasi dalam memasuki organisasi yang semakin baik (Tang, 1998; Chanal, 2004) 2. Sistem adaptibilitas Kesesuaian organisasi dengan faktor lingkungan yang dinamis dan merupakan perubahan, karena kemampuan organisasi untuk
menyesuikan
diri
dengan
perubahan
adalah
menunjukkan kesuksesan managemen dalam melakukan inovasi. Sistem adaptabilitas menjelaskan bahwa perusahaan yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi perubahan dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai perubahan dengan pengembangan dan penerapan ide-ide inovasi. Perusahaan yang mempunyai tujuan yang flesikbel adalah berdasarkan team/kelompok yang sudah terstruktur (Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang dinamis (Guan dan Ma, 2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris, 2002) 60
3. Kepemimpinan perusahaan/organisasi
memerlukan
kerja
sama
dengan
karyawan dalam menangani pekerjaan yaitu perlu melibatkan anggota organisasi dalam melakukan kegiatan pekerjaan (Borgel
dan
Falk,
2007).
Asumsi
yang
kuat
dalam
merealisasikan ide-ide inovasi dan managemen dalam inovasi organisasi (Lee dan Chang, 2006). Inovasi mulai dengan top managemen yang meyakini bahwa inovasi organisasi adalah cara yang tepat agar perusahaan tetap survival, dengan contoh seorang
manajer
harus
bisa
menata
organisasi
,
mengembangkan nilai organisasi dan menetapkan harapan bagi perusahaan untuk mencapai keuntungan (Tang, 1999) 4. Prestasi perseorangan perusahaan yang mempunyai perhatian terhadap sumber daya manusia , karena sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menggerakkan aturan-aturan perusahaan agar perusahaan sukses dalam menjalankan usahanya, karena sumber daya manusia menunjukkan sumber dari ide-ide inovasi , sebagai hasilnya kompetensi sumber daya manusia dalam inovasi organisasi akan menarik dan terfokus dalam pekerjaan. Sumber daya manusia adalah aset dalam managemen inovasi organisasi, karena sumber daya manusia merupakan pilihan dan sumber ide-ide dan dapat merespon kegiatan melalui kemahiran karyawan, sehinggga dapat mengatasi permasalahan organisasi (Martin dan Terblanche, 2003), selanjutanya kepercayaan antara karyawan dengan perusahaan akan saling 61
membutuhkan dalam mengelola organisasi (Tang, 1999) 5. Fokus pada pelanggan Setiap keuntungan membuat perusahaan mengutamakan tujuan , karena keuntungan merupakan penjualan produk yang bersaing secara kompetetif. Dalam visi pasar yang kuat organisasi menjamin mengetahui kekuatan yang dimiliki perusahaan tersebut (Ong et al, 2003) 6. Pembelajaran yang terus-menerus pembelajaran adalah merupakan aturan yang penting dalam inovasi, karena sejak awal manusia mempunyai kreativitas untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kapabilitas dalam inovasi organisasi akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan
pembelajaran
yang
terus-menerus
.
Organisasi
memerlukan perluasan, pengembangan pengetahuan , dan komunikasi, melalui proses pembelajaran yang terus-menerus , sehingga perusahaan dapat meningkatkan karyawan melalui pelatihan dari pengalaman pembelajaran tersebut. 7. Penggunaan pengetahuan Dalam
proses
memerlukan
penggunaan
kreativitas,
pengetahuan
akuisisi,
dan
dan
praktek
pencarian,
dan
pembagian pengetahuan dan aplikasi dari pengetahuan serta keahlian (Swan et al, 1999), faktanya kapabilitas/kemampuan pengetahuan dalam perusahaan berasal dari penyerapan pengetahuan,
penggabungan
pengetahuan.
Managemen
pengetahuan inovasi
dan
organisasi
aplikasi dapat
dikembangkan oleh pengetahuan yang baik dari sistem 62
managemen, karena pengetahuan tentang sistem managemen yang baik akan memudahkan untuk menangkap informasi baru dan dapat menginterpretasikan kedalam perilaku organisasi (Chanal, 2004) Perusahaan harus meningkatkan dalam mengerahkan pasar dan memfokuskan pelayanana pada pelanggan, karena banyak perusahan merancang dan membuat produk yang sesuai dalam kebutuhan konsumen, sehingga perusahaan akan tetap memperoleh keuntungan dalam jangka panjang. Dalam perusahaan yang melakukan inovasi berarti perusahaan tersebut memfokuskan pada pelanggan, selanjutnya akan lebih baik , jika pelanggan telah mengenal merk produk yang digunakan, serta mengetahui manfaat yang dirasakan pelanggan secara lengkap, misal dengan menggunakan tehnologi yang mudah digunakan sehingga memberikan keunikan tersendiri bagi pelanggan. Dari pengalaman konsumen akan memberikan efek yang baik bagi perusahaan, yang berarti perusahaan telah mampu melakukan inovasi
dan
managemen
perusahaan,
juga
perusahaan
harus
memperhatikan faktor budaya masyarakat, kebijakan pemerintah dan sistem pendukung dalam menata perusahaan Inovasi organisasi harus memperhatikan lingkungan sekitar dan budaya dalam perusahaan, berarti karyawan harus mengetahui dan melakukan kegiatan operasional organisasi, sesuai dengan budaya yang dianut berdasarkan lingkungan setempat, sehingga bila ada informasi dari pimpinan harus dapat dikomunikasikan pada orang lain dan memberikan petunjuk pada semua karyawan dalam organisasi, informasi dari pemimpin sebaiknya diberikan dengan keterbukaan, dan adanya kerja sama antar karyawan, partisipasi 63
dari semua anggota, serta perbaikan yang terus-menerus dalam mengerjakan pekerjaan dalam suatu perusahaan Inovasi berdasarkan tingkat intensitasnya dapat dikelompokan menjadi inovasi radikal dan inovasi inkremental. Penjelasan mengenai inkremental dan inovasi radikal menurut beberapa ahli dalam bidang pemasaran (Chandy dan Tellis, 1998; Varadarajan dan Jayachandran (1999) adalah sebagai berikut: 1) Inovasi Inkremental Inovasi inkremental didefinisikan sebagai inovasi yang memerlukan sedikit perubahan dalam teknologi (Chandy dan Tellis, 1998). 2) Inovasi Radikal Inovasi radikal didefinisikan sebagai produk yang banyak menggunakan sejumlah pengetahuan teknis yang baru. Inovasi radikal memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi inkremental Top managemen dalam perusahaan haruslah merespon karyawan yang bekerja dan mengembangkan kreativitas karyawan serta memberikan kesempatan pada karyawan untuk memberikan ide-idenya, sehingga
managemen
akan
mendengarkan
ide-ide
yang
dapat
mengembangkan perusahaan, karena karyawan yang berkompeten dan mempunyai sikap yang positip akan berpengaruh pada pekerjaaannya, dikarenakan karyawan mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga karyawan yang mempunyai keahlian dan profesional dalam bidang tertentu akan didapatkan perusahaan, yang pada akhirnya perpaduan dari keahlian dan profesional akan memudahkan perusahaan melakukan inovasi. Dalam faktanya pencapaian inovasi yang sukses tidaklah mudah untuk beberapa organisasi, kenyataannya inovasi tidak dapat dengan mudah untuk diwujudkan (Dougherty and Hardy, 1996). Kemudian 64
peneliti lain mengatakan bahwa inovasi yang baik merupakan suatu kombinasi dari inovasi dan manajemen inovasi (Ahmed, 1998; Adam et al, 2006), meskipun munculnya inovasi merupakan kejadian yang membawa perubahan dan mungkin akan berbeda dari perusahaan satu dengan perusahaan yang lain .
Perusahaan
dapat melakukan
antara
inovasi tehnik dan inovasi administrasi, dimana inovasi teknis adalah inovasi yang berkaitan dengan produk, jasa, teknologi proses produksi (Han et al, 1998), inovasi ini berhubungan langsung dengan aktivitas pekerjaan dasar dalam organisasi dan menentukan proses dan hasil produksi, sedangkan menurut Gana (2003) inovasi teknis adalah inovasi yang berlangsung dalam aktivitas organisasi, sedangkan inovasi administrasi adalah inovasi yang berkaitan dengan struktur
organisasi
dan proses administrasi. Inovasi ini tidak
berhubungan langsung dengan aktivitas pekerjaan dasar dalam organisasi (Han et al, 1998). Inovasi administratif berkaitan dengan perubahan dalam metode operasi bisnis yang dapat memanfaatkan perubahan tersebut secara efektif dalam struktur dan dan kebijakan organisasi, metode kerja dan prosedur lainnya untuk memproduksi, membiayai dan memasarkan produk atau jasa. Pendapat Cooper (1998) menyatakan bahwa inovasi teknologi dan inovasi administratif dapat dikaitkan dengan keterlibatan dengan tingkat perubahan yang berkaitan dengan kegiatan inti perusahaan Dari
hasil
penelitian
ini,
Hurley
(1998)
memberi
rekomendasi untuk memasukkan konsep-konsep yang berhubungan dengan inovasi kedalam riset tentang pengetahuan organisasi, kemudian
masih
pendapat
Hurley
(1998)
tingkat
inovasi/ 65
innovativeness lebih merupakan aspek budaya organisasi yang mencerminkan tingkat keterbukaan terhadap gagasan baru, yang selanjutnya
tingkat
perusahaan
untuk
kemampuan
inovasi
akan
berinovasi
/
perusahaan
mempengaruhi capasity
/organisasi
untuk
to
kemampuan
innovate
yaitu
mengadopsi
atau
mengimplementasikan gagasan baru, proses dan produk baru Beberapa teori orientasi pembelajaran dan inovasi sebagai dasar dalam penelitian empiric yang diterapkan pada perusahaan besar ternyata lebih banyak dibanding usaha kecil dan menengah, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa adanya gap/kesenjangan antara investigasi empirik orientasi pembelajaran dan kapasitas perusahaan yang melakukan inovasi pada usaha kecil dan menengah (Badger et al, 2001). Perusahaan yang melakukan inovasi berusaha untuk lebih baik/mempunyai
nilai
lebih
dari
pesaing,
sehingga
merupakan
premis/landasan dari keunggulan bersaing, yaitu ditunjukkan dengan kinerja keuangan yang lebih baik (Hunt, 1997). Menurut Gopalakrishnan dan Damanpor (1997) menyatakan bahwa tahapan inovasi dalam organisasi terdiri dari dua tahapan, yaitu: (1) fase penciptaan inovasi, dalam fase ini termasuk didalamnya adalah kreasi gagasan dan pemecahan produk atau solusi proses, (2) fase adopsi adalah akuisisi dan atau implementasi dari inovasi. Organisasi dapat menjalankan salah satu fase dari inovasi ataupun terlibat dalam dua fase inovasi sekaligus. Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai 66
kemampuan untuk mengenalkan pelajaran (gagasan) dari organisasi, dengan pelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja (Performance). Sedangkan Hurber
(1991)
menegaskan
pelajaran
pengorganisasian adalah sebagai pengetahuan yang baru terhadap hal-hal yang potensial, yang dapat mempengaruhi tingkah laku. Menurut Kohli dan Jaworski (1996) menyatakan bahwa inovasi sebagai faktor ketepatan yang dapat digunakan dalam berorientasi pasar, selanjutnya oleh Desphande dan Farley dan Webster (1993), serta Dee meno dan Faradarajan (1990) mengatakan adanya hubungan antara orientasi pasar dengan inovasi. Pendapat Slater dan Narver (1995) mengambil beberapa pendekatan yang berbeda untuk bersikap dan bertindak dalam merespon pasar dengan mengenalkan gagasan dari pelajaran
pengorganisasian,
mereka
menyarankan
bahwa
tanpa
kemampuan untuk bertindak dalam realitasnya akan sulit dicapai. Menurut Porter (1980) menyatakan bahwa terdapat dua factor dari keunggulan bersaing yaitu : 1)keunggulan yang berbeda yaitu perusahaan yang menekankan pada pelanggan, pesaing atau pada inovasi, 2)keunggulan biaya dengan cara perusahaan menitik beratkan pada factor internal dengan maksud perusahaan melakukan efisiensi pada semua bagian (Porter, 1985). Perusahaan berusaha mengurangi biaya dalam aktivitasnya seperti : bagian logistic, operasional dan bagian penjualan maupun pemasaran, termasuk juga kegiatan bagian persediaan, R and D dan fungsi administrasi. Dengan demikian perusahaan bermaksud mengoperasionalkan kegiatan yang utama dari penjualan yang lebih tinggi dengan cara menetapkan harga yang lebih rendah (Treacy and Wiersema
,
1993).
Perusahaan
melakukan
experiment
dengan 67
berorientasi pada inovasi, penjelasan ini sebagai tanda bahwa perusahaan memfokuskan pada kegiatan internal (March, 1991). Penjelasan ini mengharapkan perusahaan untuk memperbaiki kegiatan diperlukan aktivitas pembelajaran (Albert, 1989), akan tetapi perusahaan perlu kegiatan untuk beradaptasi ,karena adanya perubahan dalam perbaikan kondisi pasar, sedangkan berorientasi pada pengetahuan menunjukkan apresiasi dan keinginan untuk mnerima ide-ide baru. aspek budaya organisasi ini telah dikonseptulasikan sebagai langkah awal menuju inovasi. Pengetahuan organisasi atau wawasan yang mempengaruhi perilaku dan inovasi saling melengkapi, dalam definisi klasik Thompson (1965 ) tentang inovasi, menyatakan bahwa munculya, penerimaan dan implementasi ide, proses, produk atau pelayanan baru. pernyataan lain yang senada juga muncul dalam definisi Zalman, Duncan dan Holbek (1973) mengenai inovasi, yaitu : sebuah ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh unit adopsi yang relevan. Kita juga menemukan overlap antara pengetahuan organisasi dan inovasi dalam definisi Amabile dan rekan (1996) mengenai inovasi, yaitu : Implementasi ide-ide kreatif yang berhasil didalam suatu organisasi.” Karena adanya kesalingterkaitan ini, adalah mengherankan bahwa konsep menenai inovasi tidak muncul dalam model tentang orientasi pasar dan pengetahuan. Bahasan tentang tahap-tahap proses inovasi memberikan sedikit pemahaman tentang bagaimana budaya organisasi mempengaruhi inovasi dan kinerja dan bagaimana pengetahuan organisasi merupakan langkah awal menuju ke budaya inovatif. Zaltman, Duncan dan Holbek (1973) menyatakan bahwa dua tahap yang berbeda dari proses inovasi adalah permulaan dan 68
implementasi. Bagian penting dari tahap permulaan adalah keterbukaan terhadap inovasi (Zaltman , Duncan dan Holbek 1973, hal.64) yang diukur
dari
apakah
anggota
sebuah
organisasi
bersedia
mempertimbangkan adopsi atau menolak inovasi. Van de Ven (1986) menyatakan sebagai pengelolaan perhatian perusahaan dengan maksud untuk mengetahui adanya kebutuhan akan ide-ide dan perilaku baru dalam organisasi. Berdasarkan diferensiasi yang dibuat oleh Zaltman, Duncan, dan Holbek (1973) tentang tahap permulaan dan implementasi dari inovasi, kita akan memperkenalkan dua konsep inovasi kedalam model orientasi pasar yakni, (1) Keinovatifan dan (2) kapasitas untuk melakuakan inovasi. Keinovatifan adalah gagasan tentang keterbukaan terhadap ide-ide baru sebagai sebuah aspek dari budaya perusahaan. Keinovatifan budaya merupakan sebuah indicator dari orientasi perusahaan terhadap inoasi. Kita menyatakan bahwa terhadap sejumlah indicator yang menentukan keinovatifan, yaitu bahwa berbagai karakteristik budaya perusahaan, seperti penekanan pada pengetahuan, pengambilan keputusan yang partisipatif, dukungan dan kolaborasi, dan pembagian kekuasaan, mempengaruhi (menentukan) apakah suatu perusahaan memiliki orientasi inovasi. Kapasitas
untuk
melakukan
inovasi, suatu istilah yang pertama kali digunakan oleh Burns dan Staiker (1961),
adalah
kemampuan
organisasi
untuk
mengadopsi
atau
mengimplementasikan ide-ide, proses, atau produk baru dengan berhasil. Definisi ini menggarisbawahi focus bahasan kita tentang apa yang disebut Roger (1983) sebagai aspek predifusi dari inovasi, yaitu, produksi atau adopsi awal dari inovasi oleh sebuah organisasi, dan bukan difusi inovasi diantara para pembeli setelah adopsi pertama. Keinovatifan budaya 69
perusahaan ditambah dengan berbagai sifat structural perusahaan berperan
dalam
mempengaruhi
kapasitas
inovatif
organisasi.
Kapasitas inovatif terkait dengan apa yang disebut Cohen dan Levinthal (1990) sebagai kapasitas absorptive. Kapasitas ini bias diukur dengan jumlah inovasi yang bias diadopsi atau diimplementasikan dengan sukses oleh sebuah perusahaan. Keinovatifan budaya perusahaan, jika dikombinasikan dengan sumber daya dan karakteristik organisasional lainnya, akan menciptakan kapaitas yang lebih besar untuk berinovasi. Perusahaan yang memiliki kapasitas yang lebih besar untuk berinovasi mampu mengembangkan keunggulan kompetitif dan mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi. Dalam keinovatifan (budaya Organisasi) dan kapasitas inovatif (hasil organisasional) sebagai variable dengan melihat bagaimana perusahaan beradaptasi, mengembangkan kapabilitas, dan mendapatkan keunggulan kompetitif. Dalam konseptualisasi ini, inovasi menggantikan pengetahuan organisasi sebagai mekanisme sentral dimana organisasi
mengembangkan
kapabilitas
dan
beradaptasi
dengan
lingkungan mereka. Orientasi pengetahuan, bersama-sama dengan aspek lain dari budaya organisasi, berfungsi sebagai anteseden(= langkah awal) menuju orientasi inovasi . Orientasi inovasi dan kapasitas untuk menerapkan inovasi akan menentukan pasar organisasi dan orientasi pengetahuan akan mengarah kepada perkembangan perusahaan dan pencapaian kinerja yang unggul. Pernyataan ini memperjelas keruwetan yang terdapat dalam model Slater dan Narver (1995). Orientasi pengetahuan, keinovatifan, dan kapasitas inovatif adalah sifat-sifat organisasional yang mempengaruhi proses inovasi. Budaya yang berorientasi pada pasar dan pengetahuan, bersama-sama dengan factor 70
lain, akan menunjang penerimaan ide-ide baru dan inovasi sebagai bagian dari budaya organisasi (keinovatifan). Keinovatifan dalam budaya organisasi, adalah jika sumber-sumber daya yang tersedia mencukupi, akan memudahkan implementasi inovasi (kapasitas inovatif). Perusahaan-perusahaan dengan kapasitas besar untuk melakukan inovasi akan lebih sukses dalam memberikan respons terhadap lingkungan mereka dan mengembangkan kemampuan-kemampuan baru yang menghasilkan keunggulan kompetitif dan kinerja yang unggul. Karakteristik
organisasi
merupakan
variable
yang
menentukan
keinovatifan dan kapasitas untuk berinovasi, banyak literature mengenai karakteristik organisasi yang inovatif. Brown dan Eisenhardt (1995); Damanpour
(1991).
menjelaskan
beberapa
pengertian
tentang
karakteristik budaya, dengan merujuk pada berbagai perilaku yang dianggap
baik
dan
mendapatkan
dukungan
dalam
suatu
organisasi.Karakteristik structural, menurut Aiken, Bacharach, dan French (1980), adalah aspek-aspek objektif dari organisasi yang tidak bisa ditentukan dengan karakteristik anggota orgnisasi. Hal inilah yang membedakan karakteristik structural dari budaya, dimana karakteristik structural dikembangkan oleh anggota-anggota suatu organsasi. Proses organisasi adalah kombinasi dari berbagai tugas atau aktivitas yang menghasilkan sejumlah output (Day 1994). Hasil penelitian inovasi menurut Hurley and Hult, (1998) menunjukkan bahwa dengan melakukan kontrol atas ukuran kelompok, keinovatifan budaya suatu kelompok memiliki sebuah pengaruh signifikan dan positif terhadap kapasitas inovatif. Ketika budaya kelompok ditandai dengan kemampuannya menerima ide-ide baru dan inovasi, maka dia diasosiasikan memiliki 71
tingkat inovasi yang tinggi. Dengan menempatkan jumlah penghargaan atas masukan sebagai variable terikat yang mengukur kapasitas inovatif, varian khas yang menunjukkan keinovatifan kelompok adalah 10,9 %. Variabel terikat dalam penelitian ini yakni kapasitas inovatif, jelas merupakan sebuah indikator keberhasilan kelompok dalam melakukan perubahan adaptasi. Pengaruh signifikan dari keinovatifan organisasi terhadap kapasitas inovatif menyatakan bahwa budaya organisasi dan inovasi merupakan konsep yang penting. Konsep ini harus dikaji lebih mendalam dalam riset mengenai orientasi pasar dan pengetahuan, dimana fokus utamanya adalah memahami proses adaptasi organisasi, kemampuan merespon, dan kinerja. Dengan demikian, terbukti bahwa pernyataan Deshpande, Farley, dan Webster (1993) adalah benar, yakni bahwa keinovatifan organisasi adalah pentinng untuk memahami orientasi pasar dan pengetahuan organisasi, dan hubungan ini perlu dikaji dalam konteks budaya. Menurut Haim (Creativity, 1998), dalam inovasi merupakan salah satu produk berpikir kreatif dalam proses pem belajaran (learning loop). Sebuah model berpikir kreatif – yang disebut the real-world model, menurut Haim, dapat menjelaskan seberapa kreatif orang atau organisasi itu sesungguhnya. Menurut Haim, model-model formal dan linier (idealized models) yang banyak digunakan dalam bidang kreativitas, haruslah logis dan rasional.
Menurut Haim ada beberapa tahap dalam
pemikiran kreatif. Tahap pertama, pemikiran kreatif selalu diawali dengan insigh tyang diperkuat oleh sense of possibility. Insight muncul ketika pengalaman seseorang atau sebuah organisasi menunjukkan adanya ketidaklengkapan, yang dipertanyakan atau dinyatakan. 72
Mungkin saja yang dipertanyakan atau dinyatakan itu sudah sangat dikenal,
bahkan bagian
dari
kegiatan sehari-hari. Sedang
possibility, adalah memancarkan cahaya lebih terang, seperti menemukan sesuatu yang potensial atau terobosan. Ada kekuatan yang mengalir dan meningkat secara tibatiba, sebuah kemampuan melihat sesuatu lebih dalam. Insight yang diperkuat
(precipitating
insight)
sangat
penting
karena
dapat
menyemburkan pemikiran kreatif dan memberi tanda bahwa inovasi mungkin dan tepat dengan situasi yang dihadapi. Insight memberi arah, visi, harapan dan bahkan kenyakinan, bahwa ada sesuatu yang lain dan mungkin
dilakukan.
Sekalipun
sebuah
insight
sangat
sederhana, seperti hanya melihat persamaan dari dua benda yang berbeda, dapat mengarah pada inovasi.
Oleh karena itu, semua bentuk
insight harus segera ditangkap, diberi pengakuan dan pemikiran lebih lanjut. Sayangnya, kita sering tidak mengakui atau menyadari sebuah insight. Kita hanya mendapatkan pancaran yang sangat kecil, kemudian mengabaikan dan menguapkannya ke udara. Kita tidak berusaha memperkuat sebuah insight meskipun segalanya mengharuskan kita untuk tetap membuka mata dan pikiran terhadap peluang-peluang yang ada. Padahal, jika kita sungguh-sungguh melihat apa yang ada di sekitar kita dan menangguhkan asumsi-asumsi keseharian kita, pancaran tersebut dapat benar-benar nyata. Tahap kedua menghasilkan alternatif-altematif. Alternatif dapat berupa cara berpikir atau Cara pandang yang berbeda mengenai apa saja yakni mengenai apa yang dipikirkan atau apa yang ingin dicapai melalui proses kreatif. Pada kasus Leung misalnya, Leung melihat sampah- sampah di Hongkong sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan (berguna). Salah 73
satu alternatif adalah membuatnya menjadi bahan bangunan ramah lingkungan (wood-plastic compositlum). Apa yang dilakukan Leung kemudian hanyalah mengumpulkan dan memilih sampah-sampah secara sistematis. Apapun alternatifnya, yang penting menghasilkan sebanyak mungkin. Cara alamiah menumbuhkan alternatif- alternatif adalah melalui pencabangan (branching). Seperti halnya menyemai- kan sejenis tanaman baru pada lahan pikiran kita, kemudian mendorong setiap cabang untuk bertunas dan bertumbuh. Tahap
ketiga
adalah
memilih
alternatif
(selection). Pertumbuhan alternatif yang ruwet dapat membingungkan, jika tidak diseleksi lebuh dulu yakni memilih alternatif yang ingin dikembangkan dan memangkas sisanya. Proses seleksi ini secara umum melibatkan pemilihan di antara solusi- solusi alternatif untuk masalah atau tujuan yang telah didefinisikan dengan jelas. Melalui siklus pertumbuhan dan pemangkasan yang berulang inilah dapat diperoleh pilihan terbaik yang akan dikembangkan. Tahap keempat adalah pengulangan tahap kedua dan ketiga. Model berpikir kreatif sesungguhnya (real-worldmodel) sangat rumit, oleh karena itu, satu putaran untuk menghasilkan dan memilih alternative terbaik jarang sekali memadai. Kembali ke tahap pertumbuhan dan seleksi, mungkin untuk beberapa kali, kita dapat melihat perbedaanperbedaan yang sangat kecil. Adanya proses seleksi melalui pemangkasan yang penuh pertimbangan, memungkinkan kita untuk mengevaluasi secara kritis gagasan-gagasan yang telah berkembang. Ini untuk menghindari kemungkinan melewatkan sebuah cabang pemikiran (alternatif) yang menarik dan pantas mendapat perhatian. Atau sebaliknya, perlu mendefinisikan kembali pandangan awal kitaterhadap sebuah masalah atau tujuan. Dinamika take and give antara pertumbuhan dan seleksi alternatif 74
merupakan kunci utama bagi inovasi. Hanya melalui pengujian yang kritis akan terlihat kekuatan dan kelemahan sebuah alternatif sering kali kelemahan sebuah alternative merangsang insight lebih jauh dan mengarah pada hasil yang lebih inovatif. Perlu diperhatikan, bahwa berpikir kreatif tidak dapat berkembang di bawah kungkungan aturan-aturan umum sebuah pandangan atau praktek. Seperti dikatakan Levitt (dalam HBR, 2002), konfirmasi dapat mengurangi animasi kreatif. Apabila seseorang atau sebuah organisasi semata-mata
dipandang
sebagai
models
produksi
sistem
yang
menghasilkan barang dan jasa, maka pandangan atau praktek yang ada tidak banyak berbicara tentang pembelajaran yang memungkinkan lahirnya proses kreatif.
Dalam sesi berpikir kreatif misalnya, dimana peserta tidak
dimungkinkan mengemukakan pendapat kritis terhadap gagasan orang lain, tidak akan ada dinamika yang bermanfaat antara kreasi dan evaluasi menuju inovasi. Baik dalam berpikir bebas individual maupun kelompok (collective), dibutuhkan waktu untuk berpikir generatif dan selektif. Tanya itu, sulit dicapai siklus kreatif yang diperlukan untuk menumbuhkan gagasan cukup matang, khususnya dalam dunia bisnis. Pada siklus pertumbuhan dan seleksi ini tidak ada solusi karena tidak ada pemisahan waktu yang nyata ketika proses berpikir kreatif berhenti. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah kita tetap melakukan siklus alternatif dan selektif sampai kita merasakan bahwa waktunya untuk berhenti meskipun proses kreatif sesungguhnya tidak pernah berakhir. Kita hanya memutuskan untuk keluar dan menerima apapun hasilnya. Dalam jangka panjang, selalu ada kemungkinan mengembangkan gagasangagasan baru yang lebih baik.Pada dasarnya, kreativitas dan inovasi merupakan hal yang manusiawi, proses yang terus-menerus, dan selalu ada 75
potensi lebih lanjut yang dapat ditemukan. Dengan demikian, adanya pengakhiran terhadap proses kreatif semata-mata alasan pragmatis, sebuah keputusan intuitif dan rasional untuk mengalihkan dunia pemikiran ke dunia pelaksanaan. Tahap kelima adalah menjelmahkan gagasan kreatif menjadi produk yang berguna (translation) dalam arti inovasi. Dalam dunia bisnis misalnya, harapan seseorang atau organisasi adalah untuk mendapatkan pengembalian yang menguntungkan atas investasinya. Beberapa inovasi yang paling umum adalah menciptakan metode atau proses baru (new methods or process), menciptakan pasar barn atau pengguna baru (new market or user) atau menghasilkan produk baru (new product).Tahap keenam adalah belajar dari proses. Salah satu yang tetap menjadi teka-teki pada model-model kreativitas baku adalah tidak adanya proses pembelajaran. Banyak orang atau organisasi menemukan nilai sebuah pembelajaran dalam proses disain ketika mereka mengadopsi metodetotalquality management atau business process reengineering. Perlunya
sebuah
proses
pembelajaran
adalah
untuk
mendorong
pengembangan di masa depan, bukan kemungkinan untuk membakukan (fossillize) sesuatu di akhir sebuah proses perubahan. Dalam model kreativitas dan inovasi yang sesungguhnya, proses pembelajaran yang berkelanjutan harus tetap didorong. Dalam proses kreatif akan diperoleh 1) dapat dan harus terus menguji subyek pekerjaan-pekerjaan inovatif. Perlu kita ingat, apapun inovasi yang ada, apapun pilihan yang diambil ketika menghentikan siklus pertumbuhan dan seleksi bukanlah merupakan solusi akhir (ultimate solution). Suatu hari, kita harus melihatnya kembali ( revisit ) dan mencoba menumbuhkan sesuatu yang baru dan lebih baik. 2) sebelum mengakhiri sebuah proses inovasi, pastikan bahwa kita merencanakannya untuk masa 76
depan. Misalnya, dengan menciptakan sebuah arsip (memory) yang baik dari gagasan-gagasan kreatif kita, dengan demikian, kita atau orang lain dapat melihatnya kembali di kemudian hari. pastikan, bahwa pihak lain akan mendapatkan informasi tentang inovasi tersebut, apakah berupa produk atau proses. Hal ini berlaku, baik untuk individu mapun organisasi sebagai kumpulan individu. Variabel inovasi terdiri dari indikator-indikator partisipasi dalam pengambilan keputusan, support / dukungan, pembagian tugas serta pengembangan diri. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Zalman, Dunca & Nolbile’s (1975) bahwa inovasi adalah sebagai ide, latihan atau materi yang dirasakan, sebagai unit yang relevan dalam pembelajaran organisasi
77
BAB III KAPABILITAS SUMBER DAYA BISNIS DAN BUDAYA ORIENTASI PASAR
A. Kapabilitas Sumber Daya Pada dasarnya teori ekonomi menyatakan bahwa keberadaan perusahaan adalah untuk menciptakan nilai dan kegunaan, untuk melayani baik konsumen maupun prodUsen. Titik keselarasan dalam proses penyeimbangan ini adalah nilai dan kegunaan yang disediakan dan diciptakan oleh kedua belah pihak Dalam istilah ekonomi, suatu perusahaan akan mengeksploitasi sumber-sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh sejumlah pertumbuhan
kinerja
yang
diindikasikan
dengan
pangsa
pasar,
profitabilitas dan kontinuitas. Perusahaan cenderung untuk mengatur sumber-sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pengertian sumber daya pandang perusahaan adalah semua aset nyata dan tidak nyata yang diikatkan
pada
perusahaan
yang
bersifat
relatif
permanen
(Mosakowski,1993), hal ini membuktikan bahwa sumber daya heterogen (bermacam-macam) yang dikontrol perusahaan adalah secara relatif mungkin tidak akan berubah (Barney, 1991) dan bersifat nyata dan tidak nyata. Kombinasi dari sumber daya (Penrose, 1959) dan pengurutannya atas dasar waktu (Emit & Schoemaker, 1993) memungkinkan adanya 78
evolusi kemampuan yang spesifik, sehingga dapat diperoleh suatu keunggulan kompetetif Konsep nilai berarti memancarkan kegiatan yang berasal dari kemampuan perusahaan, dimana sumber kemampuan dikembangkan dari sumber daya yang dikuasai perusahaan tersebut (Barney, 1991; Colin, 1991). Perusahaan kecil dalam pencapaian keunggulan bersaing bukanlah tujuan yang harus segra dilakukan, sebab tujuan primer/dasar yang sebenarnya bagi UKM adalah kemampuan untuk bisa bertahan hidup dan kesuksesan sumber-sumber daya (Churcill & Lewis, 1993) Sumberdaya yang bisa memberikan keuntungan kompetitif yang berkelanjutan, maka perusahaan harus melakukan kegiatan dengan ketidakpastian lingkungan agar organisasi dapat bertahan, dalam kinerja superior jangka panjang (Bharadawaj, Varadarajan dan Fahy 1993). Banyak literature mendefinisikandi banyak variasi , salah satunya dengan mencakup produksi yang berkurang, sehingga memberikan kontribusi khusus dalam keuntungan yang kompetitif. Sebelum menganalisis bagaimana ‘ sumberdaya’ ini berkontribusi pada keuntungan kompetitif, kita mengetahui bahwa sumberdaya perusahaan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam mencapai pelayanan yang produktif. Tetapi sumberdaya ini harus dikelola dengan baik, karena sumber daya tanpa pengelolaan akan mengakibatkan ketidakgunaan bagi perusahaan, yang justru menyulitkan dalam pelayanan yang diinginkan ( Penrose 1959). Sumberdaya mewakili sebagai factor dinamis untuk survive, berdasarkan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan terhadap respon dengan keadaan lingkungannya. Hal penting ini bagi perusahaan, karena 79
perusahaan berusaha untuk mengedepankan pemeliharaan dan akuisisi sumberdaya yang tepat untuk bertahannya survive organisasi (Pfeffer and Salancik 1978). Kondisi perusahaan yang sehat akan berguna dalam mengaplikasikan biologis sebagai control sumberdaya (Van Valen 1973), dimana perusahaan yang sehat dapat sebagai paralel aplikasi kedalam tujuan survive (Penrose 1959, Wernerfelt 1984, Prahlahad dan Hamel 1990, Amit & Schoemaker 1993, Peteraf 1993, Mahoney and Pandian 1992). Perusahaan dalam akumulasi dan penyebaran sumberdaya adalah untuk mengejar pertumbuhan, efek waktu, kompetisi dan lingkungan eksternal dalam keefektifan sumberdaya, kebenaran nilai dari strategi managerial bagi perusahaan yang menyebutkan, bukan hanya ketepatan sumberdaya saja tapi juga akuisisi yang dinamis, perlengkapan dan pengembangan serta sumberdaya baru untuk mengembangkan sumber daya dengan keunggulan yang kompetitif (McGrath, McMillan and Venkataraman, 1995). Sebagai tambahan, nilai sumberdaya bagi perusahaan adalah sebagai fundamental dalam mengaplikasikan, dan perusahaan menyesuaikan dengan lingkungan eksternal ( Black and Boal, 1994) dan produk organisasi menawarkan kompetisi superior melalui kemampuannya untuk mengantisipasi aksi competitor (Slater, 1996). Strategi yang digunakan perusahaan, ketika ketidaksamaan dalam implementasi
sekarang
atau
potensi
competitor.
Untuk
sebuah
keuntungan kompetitif yang bertahan bagi perusahaan, maka pihak perusahaan mempunyai kriterianya juga perusahaan harus melihat ketidakmampuan sekarang atau potensi competitor untuk memperbanyak manfaat dari strategi. Ini adalah eksploitasi dari kekuatan internal perusahaam 80
dalam
kesempatan
merespon
lingkungannya
yang
menetralkan ancaman eksternal sebagai kontribusi factor-faktor dan membawa
keuntungan
kompetitif
yang
bertahan
sebagai
basis
sumberdaya – dan merupakan teori dasar (Black and Boal 199). Kemudian, ketika keunggulan perusahaan yang tidak dapat ditiru yang berasal dari sumberdaya, maka ini merupakan kunci dari keuntungan kompetitif yang bertahan. Kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi, dapat bersifat tangibel dan intangibel yang bersifat khas perusahaan sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang melalui proses interaksi yang rumit dari berbagai sumber daya tersebut (Amit &Schoemaker, 1993 dalam Augusty, 2006) Perbedaan antara sumber daya dan kapabilitas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel sebagai berikut : Tabel Sumber daya dan Kapabilitas
Sumber daya Informasi Reputasi Jaringan organisasional Data base Rahasia dagang Paten, hak cipta, Lisessi Property Pabrik , peralatan Modal insani Modal keuangan Sumber :Grant (1991), Hall (1994)
Kapabilitas know-how Persepsi baku mutu Persepsi pelayanan pelanggan Kemampuan mngelola perubahan Kemampuan berinovasi Kemampan untuk belajar Kemampuan kerja kelompok
Kapabilitas mengacu pada kapasitas perusahaan untuk menyalurkan sumber daya, umumnya dalam kombinasi dengan menggunakan prosesproses organisasional untuk mencapai sasaran akhir 81
Sejumlah peneliti telah mengembangkan daftar sumber daya perusahaan dan penciptaan nilai. Sumber daya perusahaan dapat digolongkan secara tepat kedalam kategori yaitu : sumber daya fisik (William, 1975), sumber daya manusia (Becker, 1964), sumber daya organiasi (Hpmer, 1987), dimana sumber daya fisik termasuk tehnologi fisik yang digunakan dalam suatu perusahaan, lokasi pabrik dan peralatan, lokasi, geografis, dan akses bahan mentah, yang termasuk dalam sumber daya manusia adalah pelatihan, pengalaman, penilaian dan pendidikan Sementara yang termasuk dalam sumber daya organisasi adalah struktur laporan formal perusahaan, perencanaan formal dan informal, sistem pengendalian dan koordinasi, informasi seperti juga hubungan informal antara kelompok dengan lingkungannya. Akhir-akhir ini ada suatu pemikiran baru tentang peran sumber daya organisasi sebagai dasar dalam menetapkan strategi perusahaan Pada strategi tingkat perusahaan perhatian teori ekonomi mengenai lingkup dan transaksi biaya telah memfokuskan perhatiannya pada peranan sumber daya perusahaan dalam menentukan batasan industri dan geografi dari kegiatan-kegiatan perusahaan (Treece, 1980; Chatterju dan Wennerfelt, 1991) Pada strategi tingkat bisnis eksploitasi hubungan antara eksplorasi hubungan antara sumber daya, kompetensi dan profitabilitas (Rumelt, 1982; Reed & Fillipi, 1991), pertalian ketidaksempurnaan informasi dalam penciptaan perbedaaan profitabilitas antara perusahaanperusahaan bersaing (Barney, 1986) dan peralatan dimana akumulasi
82
proses sumber daya bisa mempertahankan keunggulan bersaing (Dierick & Cool, 1989) Grand (1991) merumuskan pendekatan sumber daya dengan mengusulkan suatu kerangka kerja untuk suatu pendekatan yang berbasis pada sumber daya dalam memformulasikan strategi. Kerangka berbasis pendekatan sumber daya mempunyai lima tahap prosedur untuk memformulasikan strategi yaitu 1)menganalisis basis sumber daya perusahaan; 2)menaksir kapabilitas perusahaan; 3)memilih suatu strategi; 4)perluasan; 5) peningkatan kelompok sumber daya dan kapabilitas perusahaan Persaingan
internasional
telah
menyebabkan
perusahaan
manufaktur untuk mengidentifikasi dan menggolongkan sumber daya dan kapabilitas perusahaan, apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk bisa lebih efektif dari pada pesaingnya. Perusahaan manufaktur harus menetapkan tujuan strategi berasarkan pada permintaan pasar saat ini dan yang akan datang dan mengembangkan sistem pengukuran kinerja yang konsisten permintaan tersebut Hasil kinerja harus dikomunikasikan dan dievaluasi oleh tiap tingkatan dalam kinerja yang efektif' harus mengandung kriteria yaitu kinerja pengukuran dan standar. Dalam operasi bisnis manajer dihadapkan pada penetapan strategi yang akan digunakan bisnis dalam beberapa waktu kedepan, tentunya tipe strategi yang nantinya akan dipakai juga tergantung pada orientasi perusahaan. Dalam tahap-tahap proses inovasi memberikan pemahaman tentang bagaimana budaya organisasi mempengaruhi inovasi dan kinerja, serta bagaimana pengetahuan organisasi merupakan langkah awal menuju pada budaya inovatif (Hurley & Hult, 1998) 83
Budaya
organisasi
merupakan
culture
fondation
dari
pembelajaran organisasional, sedang komptensi yang berhubungan dengan pengetahan pasar menduduki urutan kompetensi pertama dalam usaha untuk memperoleh keunggulan kompetitive (Nirmala Kumar, 2004), disamping budaya organisasi merupakan norma perilaku dalam pengembangan organisasi dan norma tanggung jawab dalam perolehan informasi pasar (Naver & Slater, 1995), dengan demikian budaya organisasi merupakan sistem nilai yang memberikan norma yang mendasar ketika manajemen melakukan koordinasi dan kontrol antar fungsi dalam implementasi konsep marketing untuk memperoleh keunggulan kompetetif (Desphande & Webster, 1989) Setiap perusahaan yang memiliki budaya perusahaan dan dalam budaya perusahaan terdiri dari beberapa sub budaya, seperti budaya manajerial, budaya pekerjaan dan budaya kelompok (Schein, 1985), masih menurunit Schein (1985) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat berfungsi sebagai perekat yang membentuk kohesivitas (Sircich, 1989), serta budaya organisas juga dapat berfungsi sebagai sosial kontrol yang mendorong semua anggota organisasi mempunyai komitmen terhadap kemajuan organisasi (O Realliley, 1989) Menurut Deal & Kennedy (1982) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia yang tergantung pada kemampuan orang untuk mempelajari dan kemudian menyebarkan pengetahuan kegenerasi-generasi berikutnya, oleh karena itu budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi bersama yang dipelajari oleh sebuah kelompok berkaitan dengan masalah penyesuaian atau intregrasi kondisi internal dan external 84
Menurut Kerin, Mahajan dan Varadarajan (1999) dimensi budaya organisasi mencakup : 1) arti adalah kepercayaan secara bersama antar kelompok yang berbeda; 2)komunikasi yaitu menunjukkan pada kodekode atau ketentuan perilaku formal maupun non formal yang bersifat menguatkan arti; 3)share adalah menunjuk pada usaha melakukan hal-hal bersama Budaya organisasi merujuk pada seperangkat nilai (value), kepercayaan (beliefs), dan pola perilaku yang merupakan bentuk identitas inti organisasi dan membantu membentuk perilaku anggota. Secara elaboratif menurut Schein (2004) mendefinisikan budaya organisasi sebagai asumsi dasar yang dibagikan (pattren shared basic assumptions) , yang dipelajari oleh kelompok sebagai hasil belajar untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan integrasi internal dan adaptasi eksternal. Ada tiga tingkatan budaya dalam pengertian Schein, yakni asumsi dasar (underlying assumption), nilai-nilai dan kepercayaan (espoused belief and value), dan benda-benda (artifacts). Asumsi dasar sebagai lapisan paling dalam suatu budaya sangat mempengaruhi nilai-nilai yang dianut dan perilaku anggota organisasi. Ada enam dimensi /asumsi dasar dalam organisasi , yakni : 1)sifat dasar dari realitas dan kebenaran, 2)sifat dasar tentang waktu, 3)sifat dasar tentang jarak-tempat (space); 4)sifat dasar dari manusia, 5)sifat dasar aktifitas manusia; 6)sifat dasar hubungan manusia dan alam. Dalam budaya entrepreuner menekankan nilai inovasi, mengambil resiko (risktaking), dinamika tinggi dan kreativitas..Sedangkan budaya kompetitif berorientasi pada tuntutan ujian, keunggulan bersaing, superioritas dalam 85
pemasaran dan keuntungan. Menurut penelitian Rashid et al (20003) terhadap perusahaan-perusahaan di Malaysia menunjukkan adanya korelasi antara budaya perusahaan dengan kinerja keuangan perusahaan; Menurut
Budihardjo,
(2003)
budaya
perusahaan
yang
memungkinkan promosi inovasi organisasi adalah task culture yang menekankan keahlian daripada karisma atau posisi, karena budaya tersebut berorientasi pada kinerja, minimalisasi perbedaan gaya dan status dalam tim, fleksibel, adaptif, dan sensitif terhadap lingkungan. Penelitian Kotter dan Heskett (1992) mengkonfirmasi sekaligus membuktikan bahwa budaya adaptif merupakan faktor penting dalam upaya melahirkan inovasi suatu perusahaan, karena itu budaya perusahaan yang memperhatikan konstituen seperti konsumen, pelanggan, stakeholder, dan karyawan sebagai perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi, karena perusahaan dengan karakteristik lingkungan bisnis yang berubah sangat cepat mensyaratkan perusahaan dikelola dengan profesional dan mengaplikasikan nilai dan strategi inovatif agar perusahaan berhasil menciptakan dan menawarkan produk-produk baru (Budiharjo, 2003) Menurut Deshpande dan Farley (1999) menjelaskann adanya empat jenis budaya perusahaan ; 1)budaya kompetetif (competitive culture) ; 2)budaya entrepreuner (entreperuner culture); 3)budaya birokratik (bureauacratik culture); dan 4)budaya konsensual (consensual culture). Budaya organisasi adalah penting, karena budaya organisasi sebagai alat untuk menerapkan mengembangkan organisasi ((Yeung, Brockbank, and Ulrich, 1991). Perusahaan tidak berpikir bahwa semua organisasi berusaha melakukan inovasi, karena semua organisasi 86
memerlukan perubahan dalam inovasi (King, 1990). Banyak peneliti mempunyai eksistensi bahwa adanya kaitan antara budaya organisasi dengan inovasi organisasi (Kotter and Hesket, 1992). Banyak penelitian mengemukakan bahwa budaya organisasi berdampak pada inovasi organisasi Menurut Schein (1985) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu aturan dalam proses budaya, dengan mendefinisikan budaya sebagai pola anggapan dasar dengan mana organisasi belajar untuk mengatasi problem yang sama dan penyampaian informasi kepada karyawan serta sumber daya perusahaan dengan menggunakan strategi dalam pelaksanaanya. Pembagian pekerjaan dalam suatu organisasi juga mengurangi timbulnya kesalahan, politik dan status pekerjaan yang tidak jelas, yang mana dengan pembagian pekerjaan dapat mengembangkan potensi karyawan untuk melakukan inovasi. Budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia yang tergantung pada kemampuan orang untuk mempelajari dan kemudian menyebarkan pengetahuan kegenerasi-generasi berikutnya.(Deal dan Kennedy, 1982). Oleh karena itu budaya organisasi merupakan asumsiasumsi bersama yang dipelajari oleh sebuah kelompok serta berkaitan dengan masalah penyesuian atau intregrasi kondisi internal dengan eksternal. Sedang Schein (1985) menyatakan setiap perusahaan memiliki budaya perusahaan yang dominant dan didalamnya terdiri dari beberapa sub budaya, seperti budaya manajerial, budaya pekerjaan dan budaya kelompok, masih pendapat Schein (1985) bahwa budaya organisasi dapat berfungsi sebagai perekat (glue) yang membentuk kohesivitas. Kemudian O Relliley (1989) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat berfungsi 87
sebagai social control yang mendorong semua anggota organisasi mempunyai komitmen terhadap kemajuan organisasi. Dimensi budaya organisasi menurut Hofstede (1984) antara lain : 1)Individualiity menunjukkan adanya kerangka sosial yang fleksibel, yaitu bahwa seseorang diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri dan keluarganya. Kebalikan dari budaya kerja individualistic adalah kolektifistik yaitu adanya jaringan social yang ketat, dimana anggota mengharapkan organisasi akan melindungi mereka sebagai imbalan atas kesetiaan mereka . 2)Power distance yaitu menunjukkan seberapa jauh suatu organisasi secara kolektif menerima kenyataan bahwa kekuasaan didalam organisasi secara tidak merata. 3)Uncertainty evoidance, yaitu suatu kondisi dimana anggota organisasi kelompok merasa terancam oleh situasi yang tidak menentu dan berusaha menghindarinya . 4)Masculinity, yaitu suatu keadaan dimana nilai yang dominant pada seseorang adalah ketegasan yang diwujudkan dalam bentuk perhatian yang besar pada perolehan uang dan kurang memperdulikan orang lain, kualitas hidup atau masyarakat. Budaya organisasi dan iklim organisasi akan melengkapi kegiatan perusahaann, karena perusahaan akan sulit berkembang bila perusahaan tidak memberi kesempatan pada orang dengan prestasi yang diraih, tetapi sebaliknya organisasi akan sulit berkembang, jika perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada anggota untuk berkembang serta memberikan kontraprestasi yang layak pada anggota tersebut (Day, 1994; Schein, 1990), dengan demikian adanya hubungan antara budaya orgnisasi dengan iklim organisasi, karena dengan
88
pembelajaran yang baik akan berakibat pada kenaikan kinerja yang lebih baik.
B. Hubungan Kapabilitas Dengan Ketrampilan Dan Pengetahuan Manajerial Yang Diperoleh Dari Orientasi Pembelajaran Menurut Augusty, Kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi, dapat bersifat tangibel dan intangibel yang bersifat khas perusahaan sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang melalui proses interaksi yang rumit dari berbagai sumber daya (Amit &Schoemaker, 1993 dalam Augusty, 2006) Menurut Gonzales et al (2004), menyarankan bahwa diperlukan perspektif yang berorientasi pembelajaran untuk membantu seseorang mengembangkan keterampilan dan kemampuan dalam program-program pemasaran dewasa ini dan mencapai hasil yang diharapkan. Sebagaimana Dailey dan Kim (2001) berpendapat bahwa pengembangan orientasi pembelajaran adalah bermanfaat untuk memperbaiki pemahaman tentang orientasi pemasaran, fokus pelanggan, orientasi persaingan dan pendekatan team. Berbicara mengenai orientasi pembelajaran, berarti organisasi melakukan suatu kegiatan dengan mengawasi kinerja karyawan dan mempelajari management learning melalui pendidikan (training dan seminar) yang dibutuhkan untuk berinovasi, sehingga organisasi memerlukan persetujuan dan sosialisasi bagi karyawan dan management learning bagi organisasi. Salah satu pendekatan untuk mengembangkan suatu orientasi pembelajaran yang baik adalah pembelajaran aktif berbasis team yang berakar dalam prinsip pembelajaran kooperatif. 89
Pembelajaran kooperatif didasarkan pada ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas/ pertanggungjawaban individual, keterampilan sosial, dan pemrosesan team (Johnson, Johnson, dan Smith, 1991). Di samping itu, usaha bisnis memerlukan pembelajaran untuk bersifat generatif dari biaya yang dikeluarkan, dan juga membutuhkan suatu kemampuan pembelajaran yang adaptip, karena bagaimanapun bisnis-bisnis
tidak
hanya
mengembangkan
dalam
ketrampilan
mempelajari pasar tapi juga pengalaman pembelajaran generatif dalam mempelajari keuntungan di dalam pasar-pasar yang kompetitif Keuntungan dengan pembelajaran generatif adalah tidak dibatasi pada ikatan yang kaku dalam keberadaan mental model yang dilakukan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa pembelajaran generatif dapat menunjukkan cara dalam mengadopsi mental model baru dengan menyiapkan jalan/cara bagi terobosan teori yang digunakan.
C. Hubungan Ketrampilan, Inovasi Radical, Adaptabilitas Dengan Kinerja Organisasi mengembangkan
pemasar
dapat
serangkaian
menciptakan
ketrampilan
keunggulan
yang
terkait
untuk dengan
perencanaan, negosiasi, dan orientasi konsumen yang mungkin dapat memberikan keuntungan bagi peningkatan kinerja jangka panjang dan kepuasan karyawan . Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi pembelajaran dengan performansi ketrampilan. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat pengaruh positif antara orientasi pembelajaran generatif berbasis pasar dengan ketrampilan 90
Organisasi pemasar dapat menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan dengan menawarkan insentif bagi tenaga pemasar untuk mengembangkan
serangkaian
ketrampilan
yang
terkait
dengan
perencanaan, negosiasi, dan orientasi konsumen yang mungkin dapat memberikan keuntungan bagi peningkatan kinerja jangka panjang dan kepuasan karyawan . Pendekatan ketrampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri seseorang. (Conny Semiawan dalam Oemar Hamalik, 2003 Kemampuan – kemampuan fisik dan mental tersebut pada dasarnya telah dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar menunjukkan jatidirinya. Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahuan yang lebih baik akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan kemampuan yang lebih tinggi , maka hal ini akan menunjang peningkatan inovasi kinerja Inovasi radikal menghasilkan suatu produk yang banyak menggunakan sejumlah pengetahuan teknis yang baru. Inovasi radikal memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi inkremental. Radical innovation adalah krusial dalam pertumbuhan perusahaan dan ekonomi serta inovasi radikal secara bersamaan menggerakkan pertumbuhan pasar sehingga perusahaan sukses serta tujuan ekonomi tercapai (Landes , 1999), dengan demikian dalam melakukan inovasi radical diperlukan sejumlah pengetahuan teknis dan ketrampilan yang 91
semakin tinggi untuk mengatasi resiko yang mungkin timbul, karena teknologi yang semakin canggih Dengan demikian ada hubungan secara positif antara ketrampilan dengan inovasi radical. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut: Terdapat pengaruh positif antara ketrampilan dengan inovasi radikal Oemar ketrampilan
Hamalik proses
(2003)
diartikan
dengan sebagai
menggunakan pendekatan
pendekatan
dalam
proses
pembelajaran yang menitik beratkan pada aktivitas dan kreativitas seseorang untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang sudah dimiliki ke tingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajarnya, sehingga akan dapat meningkatkan ketrampilan seseorang Inovasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dan berhasil, maka perusahaan memberikan hadiah bagi seseorang yang berhasil melakukan inovasi (Godin, 2002), akan tetapi input dari inovasi tidak secara otomatis menuju pada pengembangan produk-produk baru (Act and Audretsch, 1987) atau perusahaan menjamin nilai keuangan begitu juga pemerintah akan memberi nilai bagi perusahaan yang berhasil melakukan inovasi (Von Hippel, 2005), kunci tantangan dari inovasi adalah mengubah masukan-masukan ke dalam keluaran secara komersial berharga, karena sebagian besar kegiatan belum dapat ditanggulangi oleh perusahaan (Chandy et al, 2006, Hauser, Tellis and Griffin, 2007). Inovasi inkremental sebagai inovasi yang memerlukan sedikit perubahan dalam teknologi (Chandy dan Tellis, 1998), dengan demikian
92
bila
perusahaan
melakukan
inovasi
memerlukan
ketrampilan, karena dalam ketrampilan membutuhkan aktivitas dan kreativitas untuk dapat melakukan inovas i-inovasi baru Dengan demikian ada hubungan secara positif antara ketrampilan dengan inovasi . Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat
hubungan
positif
antara
ketrampilan
dengan
inovasi
incremental Perusahaan melakukan experiment dengan berorientasi pada inovasi, penjelasan ini sebagai tanda bahwa perusahaan memfokuskan pada kegiatan internal (March, 1991). Penjelasan ini mengharapkan perusahaan untuk memperbaiki kegiatan diperlukan dalam aktivitas pembelajaran (Albert, 1989), akan tetapi perusahaan perlu kegiatan untuk beradaptasi, karena adanya perubahan dalam perbaikan kondisi pasar, sedangkan berorientasi pada pengetahuan menunjukkan apresiasi dan keinginan untuk menerima ide-ide baru. aspek budaya organisasi ini telah dikonseptulasikan sebagai langkah awal menuju inovasi. Inovasi yang baik merupakan suatu kombinasi dari inovasi dan manajemen inovasi (Ahmed, 1998; Adam et al, 2006), meskipun munculnya inovasi merupakan kejadian yang membawa perubahan dan mungkin akan berbeda dari perusahaan satu dengan perusahaan yang lain Inovasi merupakan salah satu alat untuk mempertahankan pertumbuhan dan mencapai kinerja bisnis (Cottam et al, 2001). Inovasi juga merupakan elemen penting dalam persaingan dan inovasi menjadi potensial dalam menjamin organisasi dimasa yang akan datang, berdasarkan pernyataan diatasi menjelaskan bahwa inovasi merupakan salah satu alat dalam mempertahankan pelanggan, sehingga memerlukan adaptasi/penyesuaian dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan 93
Dalam literatur menyatakan bahwa perusahan yang berinovasi menunjukkan negara-negara dengan membandingkan input-input dari inovasi seperti bagian penelitian dan pengembangan, pengetahuan karyawan, dan yang memiliki keahlian (Archibugi and Coco, 2005). Sebagian kecil penelitian berpendapat bahwa negara-negara yang melakukan inovasi telah menguji secara formal hasil dari inovasi seperti inovasi yang diperdagangkan dan penghargaan yang berupa keuangan (Godin, 2002) Dengan demikian ada hubungan secara positif antara inovasi dengan adaptabilitas. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara inovasi radikal dengan adaptabilitas. Terdapat
hubungan
positif
antara
inovasi
incremental
dengan
adaptabilitas Perusahaan untuk memperbaiki kegiatan diperlukan dalam aktivitas pembelajaran (Albert, 1989), akan tetapi perusahaan perlu kegiatan untuk beradaptasi, karena adanya perubahan dalam perbaikan kondisi pasar, sedangkan berorientasi pada pengetahuan menunjukkan apresiasi dan keinginan untuk menerima ide-ide baru. aspek budaya organisasi ini telah dikonseptulasikan sebagai langkah awal menuju inovasi. Adaptabilitas menjelaskan bahwa perusahaan yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi perubahan dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai perubahan dengan pengembangan dan penerapan ide-ide inovasi. Perusahaan yang mempunyai tujuan yang flesikbel adalah berdasarkan team/kelompok yang sudah terstruktur (Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang dinamis (Guan dan Ma, 94
2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris, 2002) Penelitian Kotter dan Heskett (1992) mengkonfirmasi sekaligus membuktikan bahwa budaya adaptif merupakan faktor penting dalam upaya melahirkan inovasi suatu perusahaan. Mereka menemukan bahwa budaya perusahaan yang memperhatikan konstituen seperti konsumen, pelanggan, stakeholder, dan karyawan sebagai perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi. Karakteristik lingkungan bisnis yang berubah sangat cepat mensyaratkan perusahaan di kelola dengan profesional dan mengaplikasi nilai dan strategi inovatif agar perusahaan berhasil menciptakan dan menawarkan produk-produk baru (Budihardjo, 2003). Dengan demikian ada hubungan secara positif antara adaptabilitas dengan kinerja Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara adaptabilitas dengan Kinerja Pembelajaran adaptif yang kurang potensial akan terjadi pada seseorang atau organisasi dalam kontek keberadaan mental model (Sinkula, 1994, Slater & Narver, 1995), jika keberadaan mental model kurang baik, maka pembelajaran adaptif tidak dapat menuju pada perbaikan yang optimal, yang pada akhirnya akan menganggu potensial inovasi. Keuntungan adanya pembelajaran adaptif tidak dibatasi dengan ikatan yang kaku dengan keberadaan mental model tersebut. Untuk melaksanakan komunikasi yang baik dalam perusahaan sangatlah perlu adanya jalinan pengertian, maksudnya adalah komunikasi yang disampaikan oleh pihak yang satu dan diterima oleh pihak lain harus jelas dan mudah dimengerti, dengan demikian kejelasan pemberian
95
informasi yang disampaikan akan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkan (George Strause Leonard Sayless, 1990). Sharma dan Patterson (1999) mengungkapkan bahwa komunikasi yang efektif dibangun dari suatu pertukaran informasi yang bermakna dan berkelanjutan, begitu juga Anderson dan Narus, (1990), mengatakan bahwa komunikasi adalah membagi pengertian dan informasi baik secara formal maupun informal kepada pihak lain Dalam
pembelajaran
adaptif
adalah
belajar
untung
mengembangkan saling pengertian antar karyawan, dan berusaha membentuk tim belajar untuk mengatasi kesulitan serta belajar menyesuaikan diri dengan keinginan pasar, ini semua memerlukan komunikasi, sehingga komunikasi yang tercipta dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik antar karyawan, Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi pembelajaran dengan performansi ketrampilan. Oleh karena itu diajukan hipotesis
sebagai
berikut
:
Terdapat
pengaruh
positif
antara
pembelajaran generatif berbasis pasar dengan komunikasi. Terdapat pengaruh positif antara pembelajarn adaptif berbasis pemasaran dengan kepercayaan Menurut pendapat Thurau (2000) yang menyatakan bahwa ketrampilan komunikasi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keberhasilan marketing, oleh karena itu komunikasi sangat diperlukan , karena dengan komunikasi yang berjalan baik akan meningkatkan seseorang untuk bekerja, sehingga akan memberi dampak pada kreativitas dalam melakukan inovasi
96
Menurut Moorman et al (1993) menyatakan bahwa komunikasi memperkuat rasa percaya, dengan membantu menyelesaikan perselisihan dan menyamakan persepsi dan harapan, berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk membangun ide-ide kreativitas dibutuhkan rasa prcaya pada diri seseorang, sehingga orang tersebut akan berpikir tentang kreativitas yang muncul yang pada akhirnya akan mempengaruhi pola pikir untuk melakukan inovasi baik dalam bentuk kreativitas maupun proses kegiatan inovasi tersebut Managemen
inovasi
organisasi
dapat
dikembangkan
dari
pengetahuan yang baik dari sistem managemen, karena pengetahuan tentang sistem managemen yang baik akan memudahkan untuk menangkap informasi baru dan dapat menginterpretasikan kedalam perilaku organisasi (Chanal, 2004) Dengan demikian ada hubungan secara positif antara komunikasi dengan inovasi. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
Terdapat hubungan positif antara komunikasi dengan inovasi radical Terdapat pengaruh positif antara komunikasi dengan inovasi incremental Terdapat pengaruh positif antara kepercayaan dengan inovasi incremental Terdapat pengaruh positif antara kepercayaan dengan inovasi radical Inovasi organisasi adalah penting untuk bersaing secara dinamis dengan lingkungan bisnis yang berkembang (Dooley and Sulivan, 2003), seperti diungkapkan oleh beberapa peneliti bahwa inivosi merupakan salah satu alat untuk mempertahankan pertumbuhan dan mencapai kinerja bisnis (Cottam et al, 2001). Inovasi juga merupakan elemen penting dalam persaingan dan inovasi menjadi potensial dalam menjamin 97
organisasi dimasa yang akan datang Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk mengenalkan pelajaran (gagasan) dari organisasi, dengan pelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja (Performance). Sedangkan Hurber
(1991)
menegaskan
pelajaran
pengorganisasian adalah sebagai pengetahuan yang baru terhadap hal-hal yang potensial, yang dapat mempengaruhi tingkah laku. Keegan dan Turner, (2002) juga menjelaskan bahwa ide-ide inovasi dalam managemen adalah penting dalam setiap kegiatan, karena inovasi akan berpengaruh pada perubahan organisasi yang efektif, sebagai tujuan dari perusahaan/organisasi tersebut Perusahaan yang melakukan inovasi berusaha untuk lebih baik/mempunyai nilai lebih dari pesaing , sehingga merupakan landasan dari keunggulan bersaing, yaitu ditunjukkan dengan kinerja keuangan yang lebih baik (Hunt, 1997). Inovasi radikal adalah crusial kepada pertumbuhan dari perusahaan dan ekonomi, inovasi radikal merupakan penggabungan beberapa pasar, menciptakan produk baru, dan menghancurkan produk yang lama, inovasi radikal dapat menggerakkan orang luar ke dalam suatu posisi kepemimpinan industri serta inovasi radikal dapat membawa kegagalan bagi pemimpin baik dari pemimpin yang tinggi sampai yang terendah dalam melakukan inovasi (Chandy and Tellis, 2000; Srinivasan, Lilien, and Rangaswamy, 2002; Utterback, 1994) Perusahaan yang terkemuka dengan adanya inovasi radikal cenderung untuk mendominasi pasar dunia 98
dan untuk mempromosikan daya saing internasional dari ekonomi rumah tangga mereka, dengan demikian inovasi radikal secara serempak sebagai penggerak pertumbuhan pasar, dalam mencapai sukses perusahaan, dan pertumbuhan ekonomi negara-negara ( Sood and Tellis, 2005) Dengan demikian ada hubungan secara positif antara inovasi dengan keunggulan bersaing. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara inovasi dengan keunggulan bersaing Keunggulan bersaing dapat dipahami dengan memandang perusahaan secara keseluruhan. Keunggulan bersaing bersumber dari aktivitas yang berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendesain,
memproduksi,
memasarkan,
menyerahkan,
dan
mendukung produknya (Porter, 1985) Sumberdaya bisa bertahan dan tumbuh dalam waktu yang panjang untuk mempertahankan keuntungan yang kompetitif, maka elemen penting dari spesifikasi perusahaan atas kemampuannya, berasal dari kegiatan apa saja yang mendukung perusahaan (Lippman & Rumelet 1982) Perusahaan dalam akumulasi dan penyebaran sumberdaya adalah untuk mengejar pertumbuhan, efek waktu, kompetisi dan lingkungan eksternal dalam keefektifan sumberdaya. Kebenaran nilai dari strategi managerial bagi perusahaan yang menyebutkan bukan hanya ketepatan sumberdaya saja tapi juga akuisisi yang dinamis, perlengkapan dan pengembangan serta sumberdaya baru untuk mengembangkan sumber daya dengan keunggulan yang kompetitif (McGrath, McMillan and 99
Venkataraman 1995). Nilai sumberdaya bagi perusahaan adalah sebagai fundamental dalam mengaplikasikan , dan perusahaan menyesuaikan dengan lingkungan eksternal ( Black and Boal 1994) dan produk organisasi menawarkan kompetisi superior melalui kemampuannya untuk mengantisipasi aksi competitor (Slater 1996). Ketahanan keuntungan yang kompetitif adalah kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan yang mempunyai mekanisme untuk sukses dan lebih sukses lagi, apabila perusahaan melakukan kerja lembur yang konsisten (Porter 1985). Perusahaan dengan kemampuan internal dan kerjasamanya
dalam
implementasi
strategi
akan
menghasilkan
kesuksesan produksi (Reed and De Filippi 1990), Menurut Black and Boal (1999) keunggulan perusahaan yang tidak dapat ditiru yang berasal dari sumberdaya, maka merupakan kunci dari keuntungan kompetitif yang bertahan. Dengan demikian ada hubungan secara positif antara keunggulan bersaing. dengan kinerja. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara keunggulan bersaing dengan inovasi Menurut
Kivetz
(2004)
mengatakan
bahwa
bagaimana
mempertahankan pelanggan dievaluasi dalam perdagangan untuk mencapai kemenangan mendapatkan suatu hadiah dalam suatu program mempertahankan pelanggan yang dikeluarkan oleh perusahaan serta memberikan hadiah bagi usaha yang memenuhi persyaratan dalam mempertahankan pelanggan Dengan demikian ada hubungan secara positif antara customer retention dengan kinerja. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai 100
berikut : Terdapat hubungan positif antara customer retention dengan kinrja Belajar
sebagai
sumber
pembelajaran
maka
perusahaan
mempunyai sesuatu dalam keunggulan bersaing atau sebagai sumber keunggulan bersaing yang dilakukan secara terus-menerus, seperti Lukas (1996), menyatakan bahwa adanya pembelajaran organisasi yang dikembangkan dari beberapa peneliti, bahwa organisasi pembelajaran sebagai kunci untuk kesuksesan organisasi dimasa yang akan datang Pembelajaran adalah merupakan aturan yang penting dalam inovasi, karena sejak awal manusia mempunyai kreativitas untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kapabilitas dalam inovasi organisasi akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan pembelajaran yang terusmenerus. Organisasi memerlukan perluasan, pengembangan pengetahuan , dan komunikasi, melalui proses pembelajaran yang terus-menerus , sehingga perusahaan dapat meningkatkan karyawan melalui pelatihan dari pengalaman pembelajaran tersebut. Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi pembelajaran berbasis pasar dengan komunikasi. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara orientasi pembelajaran berbasis pasar dengan komunikasi Menurut
Hawes,
Mass
&
Swan
(1989)
menggolongkan
kepercayaan sebagai kekuatan pengikat yang paling produktif, sedang menurut
Ozanne
(1985)
menemukan
bahwa
dengan
tingginya
kepercayaan telah meningkatkan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan orang lain, sehingga akan dapat mempertahankan pelanggan karyawan mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga karyawan 101
yang mempunyai keahlian dan profesional dalam bidang tertentu akan didapatkan perusahaan, yang pada akhirnya perpaduan dari keahlian dan profesional akan memudahkan perusahaan melakukan inovasi. Suatu penentuan dalam kompetensi yang baru dalam perusahaan adalah dirancang dan dievaluasi dengan suatu kemampuan dari kepercayaan dan konsistensi serta tetap eksis dalam mencapai sasaran /tujuan (Mc Grath, Mc Millan and Venkataraman, 1995) Dengan demikian ada hubungan secara positif antara kepercayaan dengan customer retention. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :Terdapat hubungan positif antara kepercayaan dengan customer retention Menurut Perin and Sampaio, (2003) memberi pendapat bahwa perusahaan dengan tingkat tinggi dalam orientasi pembelajaran akan mencakup karyawan dalam menghadapi tantangan yang permanent pada aturan organisasi dengan demikian perusahaan perlu mengembangkan informasi pasar serta kegiatan organisasi Hawes, Mass dan Swan (1989) menggolongkan kepercayaan sebagai kekuatan pengikat yang paling produktif, kemudian dalam Ozanne (1985) mereka menemukan bahwa dengan tingginya kepercayaan telah meningkatkan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan orang lain Suatu penentuan dalam kompetensi yang baru dalam perusahaan adalah dirancang dan dievaluasi dengan suatu kemampuan dari kepercayaan dan konsistensi serta tetap eksis dalam mencapai sasaran /tujuan (Mc Grath, Mc Millan and Venkataraman, 1995) serta menunjukkan bahwa pembelajaran organisasi merupakan sasaran menuju 102
hasil yang lebih baik, jika perusahaan menggunakan strategic yang tepat sebagai sasaran, maka perusahaan perlu suatu cara yang konsisten yaitu dengan mengembangkan sumber daya yang sesuai dengan kemampuan perusahaan. Dengan demikian kinerja hasil dapat diidentifikasi dengan factor-faktor keberuntungan dalam jangka panjang, sehingga memberikan landasan bagi perusahaan untuk mengelola sumber daya dalam menciptakan keunggulan bersaing ( Hofer and Schendel, 1978 ) Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi pembelajaran berbasis pasar dengan kepercayaan. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara orientasi pembelajaran berbasis pasar Proses
kapabilitas
dimana
dengan kepercayaan kepercayaan
didasarkan
atas
kemampuan seseorang dalam menyampaikan produk atau layanan yang akan berpengaruh pada kredibilitas, sedangkan konsep dan kemajuan organisasi dengan mekanisme yang baik akan mendukung sebagai dasar keberlangsungan inovasi dalam memasuki organisasi yang semakin baik (Tang, 1998; Chanal, 2004), dengan demikian perusahaan yang memberikan kepercayaan pada seseorang akan menimbulkan kekuatan pada diri seseorang untuk dapat mengembangkan kreativitas dalam mengembangkan ide-ide yang dimiliki untuk melakukan inovasi bagi organisasi. Penelitian Pablo Javier Crespell, (2007), menyatakan bahwa adanya kepercayaan pada kreativitas seseorang jangan dibatasi dan berusaha menciptakan lingkungan pekerjaan yang kondusif akan berdampak pada inovasi suatu perusahaan, dengan demikian akan menciptakan iklim organisasi yang baik, sehingga iklim organisasi akan 103
berdampak pada kinerja, yaitu dengan cara-cara bagaimana industri mengelola kegiatan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja dengan memperhatikan kegiatan pekerjaan yang berasal dari tingkatan bawah Dengan demikian ada hubungan secara positif antara kepercayaan dengan inovasi. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara kepercayaan dengan inovasi Pendekatan ketrampilan proses dapat juga diartikan sebagai pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan fisik, mental dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu, Menurut Moh.Uzer Usman, (1993), hal ini bertujuan agar seseorang mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal baru yang bermanfaat yang bermanfaat baik berupa fakta, konsep, maupun penembangan sikap Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahan yang lebih baik akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan kemampuan yang lebih tinggi , sehingga dapat mempertahankan pelanggan, maka hal ini akan menunjang peningkatan kinerja Dengan demikian ada hubungan secara positif antara ketrampilan dengan customer retention. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara ketrampilan dengan customer retention Dalam pasar persaingan memerlukan informasi yang jelas, karena pelanggan menginginkan semua informasi tentang produk yang selengkapnya, sehingga akan dapat diketahui ciri khas/keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut, misalya keunikan dalam bidang harga, 104
pelayanan, manfaat, tampilan, image, dan keunggulan lain yang dimiliki oleh produk tersebut. Selain dari keunggulan ini ada unsur pengalaman terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan, karena pengalaman merupakan salah satu cara /tehnik untuk memutuskan pembelian, sehingga pengalaman yang diterima pelanggan akan memberi kesan menyenangi pada produk tersebut, berdasarkan pernyataan diatas bahwa komunikasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan, karena informasi yang jelas dan lengkap merupakan salah satu faktor dalam mempertahankan pelanggan/customer retention Dengan demikian ada hubungan secara positif antara komunikasi dengan customer retention. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara komunikasi dengan customer retention Mulen and Lyles (1993) juga meyakinkan bahwa kontuinitas yang berorientasi pada pembelajaran organisasi akan memperbaiki kegiatan inovasi secara efisien dan efektif. Perusahaan harus menjamin bahwa tenaga kerja dapat menyerap pengetahuan baru dan memelihara pengetahuan secara internal dalam system manajemen yang lebih baik, dengan demikian pengetahuan sebagai kunci dalam menghubungkan pembelajaran organisasi dan aktivitas inovasi (Drucker, 1993) Hurley and Hult (1998) mengingat kembali bahwa orientasi pembelajaran sebagai langkah awal dalam menjelaskan budaya perusahaan kedalam inovasi Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi pembelajaran berbasis pasar dengan inovasi. Oleh karena itu diajukan
105
hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk mengenalkan pelajaran (gagasan) dari organisasi, dengan pelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja (Performance). Perusahaan yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi perubahan dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai perubahan dengan pengembangan dan penerapan ide-ide inovasi. Perusahaan yang mempunyai tujuan yang flesikbel adalah berdasarkan team/kelompok yang sudah terstruktur (Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang dinamis (Guan dan Ma, 2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris, 2002) Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahan yang lebih baik akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan kemampuan yang lebih tinggi , maka hal ini akan menunjang peningkatan kinerja Heidy, (2002) dalam penelitiannya adanya hubungan antara inovasi dengan kinerja, kemudian Lee and Chang, (2006) mengatakan bahwa ideide
dalam
inovasi
direalisasikan
dalam
organisasi
,
sehingga
meningkatkan pekerjaan. Selanjutnya Pablo Javier Crespell, (2007) adanya hubungan antara inovasi dengan kinerja pada industri kehutanan di Amerika
106
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara inovasi dengan kinerja. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara inovasi dengan kinerja Orientasi pembelajaran merupakan proses akumulasi pengetahuan, mengembangkan
pengetahuan,
pendidikan,
tehnologi
berdasar
pengalaman dan adanya keterbukaan, mengatasi resiko, mengembangkan saling pengertian, meningkatkan ketrampilan, membangun visi, serta penguasaan pribadi yang melandaskan pada kebutuhan dan keinginan pasar. Konstruk yang digunakan untuk membangun variabel orientasi pembelajaran berbasis pasar disajikan sebagai berikut : Tabel
Indikator orientasi pembelajaran berbasis pasar
Variabel Orientasi pembelajaran berbasis pasar
Indikator Sumber Pembelajaran berdasar Victor J GarciaMarales et al, pengalaman (X1) 2007 Mampu mengatasi Tien-Shang Lee, resiko (X2) 2005 Mengembangkan saling pengertian (X3) Meningkatkan ketrampilan (X4) Ketrampilan merupakan kemampuan mengembangkan serangkaian kegiatan yang terkait dengan perencanaan, negosiasi dan orientasi konsumen (Challagala dan Shervani, 1996) Tabel Indikator ketrampilan
Variabel Ketrampilan
Kepercayaan
Indikator Trampil merencanakan (X5) Trampil bernegosiiasi (X6) Trampil memenuhi keinginan pelanggan (X7) Trampil memberikan pilihan yang terbaik bagi pelanggan (X8)
merupakan
keyakinan
salah
satu
Sumber Challagala & Sherani, 1996
pihak
akan 107
terpenuhinya kebutuhan oleh pihak lain dimasa yang akan datang (Anderson dan Weitz, 1989) Tabel Indikator Kepercayaan
Variabel kepercayaan
Indikator Sumber Keyakinan dalam memunuhi Anderson & Weitz, 1989 keinginan pelanggan (X9) Pandangan terhadap Swan & Nelan, kejujuran (X10) 1985 Membantu Doney & memperhitungkan biaya Cannon, 1997 pembelian (X11) Menjaga reputasi perusahaan (X12) Komunikasi merupakan informasi yang dirsampaikan oleh pihak lain harus jelas dimengerti, dengan demikian kejelasan pemberian informasi yang disampaikan akan dapat dilaksanakan sesuai yang diinginkan (George Straese, 1990) Tabel Indikator Komunikasi
Variabel Komunikasi
Indikator Perlunya memberikan informasi yang jelas (X13) Informasi yang diberikan sesuai perintah (X14) Informasi yang diberikan mudah dimengerti (X15) Informasi yang diberikan dapat dilaksanakan (X16)
Sumber George 1990
Straese,
Inovasi merupakan proses kreatif yang melibatkan implementasi gagasan yang ada untuk menciptakan solusi yang terbaik (Nasution, 2005) Tabel Indikator Inovasi
Variabel Inovasi
108
Indikator Ide-ide inovatif (X17) Penerimaan inovasi dalam program (X18) Kemahiran karyawan dalam
Sumber Heidy M.McLaughlin, 2002
mengatasi permasalahan (X19) Menata perusahaan dengan tepat (X20)
Adaptabilitas merupakan sistem-sistem nilai dan keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi dalam menerima, menginterprestasikan, menterjemahkan signal-signal dari lingkungan kedalam perubahanperubahan kognitif, perilaku dan struktur internal sehingga kesempatan perusahaan untuk bertahan hidup, bertumbuh dan berkembang (Denison and Mishra, 1990) Tabel Indikator Adaptabilitas
Variebel Adaptabilitas
Indikator Sumber and Kemampuan untuk Denison Mishra, 1990 memahami kebutuhan pelanggan (X21) Kemampuan menanggapi keluhan pelanggan (X22) Kapasitas beradaptasi dengan lingkungan (X23) Saling mendukung antara karyawan dalam menciptakan ide produk (X24)
109
BAB IV FAKTOR KOMUNIKASI, KEPERCAYAAN, DAN CUSTOMER RETENTION DALAM PEMASARAN Pengertian komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau dalam bahasa Inggrisnya common yang berarti sama, dalam hal ini berarti kita berusaha menyamakan pemikiran / persepsi dengan seseorang dalam berkomunikasi. Pemikiran yang sama akan mengarah kepada pencapaian tujuan yang sama pula, misalnya bersama-sama mempelajari suatu pemberitaan, pendapat seseorang, artinya mengemukakan suatu pendapat atau ide kita kepada seseorang yang kita ajak komunikasi tadi. Jadi pengertian dari komunikasi dapat diartikan sebagai proses hubungan untuk saling memahami pendapat satu sama lainnya (Soewardi Poedjosapoetro, 1986). Untuk melaksanakan komunikasi yang baik dalam perusahaan sangatlah perlu adanya jalinan pengertian, maksudnya adalah komunikasi yang disampaikan oleh pihak yang satu dan diterima oleh pihak lain harus jelas dan mudah dimengerti, dengan demikian kejelasan pemberian informasi yang disampaikan akan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkan (George Strause Leonard Sayless, 1990). Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian informasi (George Strause Leonard Sayless, 1990). Dalam hal ini pengirim bisa teman sejawat atau atasan yang mempunyai sesuatu yang hendak disampaikan kepada orang lain mengenai informasi, instruktur, pandangan atau berupa data.
110
A. Komunikasi Pada prinsipnya proses komunikasi berawal dari sejak pengirim berita menyampaikan pesannya kepada seseorang melalui suatu saluran atau tanpa saluran dan si perima menafsirkan pesan tersebut untuk bertindak sesuai dengan maksud dari pengirim tersebut. Secara teknis dapat dikatakan bahwa proses komunikasi melibatkan antara lain : (Basu Swastha DH, 1989). 1) Komunikator (sumber informasi), 2) Pesan yang hendak dikomunikasikan, 3) Saluran komunikasi 4) Komunikan (penerima informasi). 5) Reaksi (umpan balik). Dalam proses komunikasi terdapat tahap-tahap dimana suatu gagasan atau informasi dikirimkan dari sumber hingga gagasan atau informasi tersebut dijalankan oleh yang menjadi sasaran komunikasi. Tahap-tahap komunikasi tersebut adalah : 1) Tahap Sumber Informasi Merupakan tahap pertama dalam suatu komunikasi yaitu merupakan sumber penciptaan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator. 2) Tahap Pemberian Simbol Dalam tahap ini, informasi disusun dalam serangkaian bentuk symbol atau sandi. Simbol tersebut dapat berbentuk kata-kata (lisan atau tulisan) gambar atau tindakan. 3) Tahap Pengiriman 111
Pengiriman informasi yang telah disimbolkan tersebut melalui saluran atau media komunikasi yang tersedia dalam perusahaan. 4) Tahap Penerimaan Penerimaan
informasi
ini
dapat
melalui
proses
mendengarkan, membaca atau mengamati tergantung dari saluran dan media komunikasi yang digunakan untuk mengirimkannya. 5) Tahap Tindakan Tindakan yang dilakukan komunikasi sebagai respon terhadap pesan-pesan yang diterima. Dari pengertian diatas maka konsep komunikasi adalah memberikan informasi dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan saling memahami pendapat satu sama lainnya,menyangkut kegiatan antara lain : pemberian prosedur kerja, pemberian perintah dan frekuensi pemberian perintah.
B. Kepercayaan Menurut Sherwel, Conin & Bullard (1994) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan aspek paling kritis dalam suatu hubungan. Kepercayaan didefinisikan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Keyakinan salah satu pihak bahwa kebutuhan akan terpenuhi oleh pihak yang lain dimasa yang akan datang (Anderson & Weitz, 1989)
112
2. Harapan salah satu pihak terhadap pihak lain dengan tingginya hasrat
untuk
berkoordinasi,
memenuhi
tanggung
jawab,
menekankan pentingnya suatu hubungan (Dwyer et al, 1987) 3. Keyakinan salah satu pihak akan janji pihak lain dalam suatu hubungan (Schurr & Ozanne, 1985) 4. Kepercayaan muncul ketika salah satu pihak memiliki keyakinan terhadap reliabilitas dan integritas partner hubungan (Morgan & Hult, 1994) Menurut Swan & Nelan (1985) mengatakan bahwa indikator yang dapat berpengaruh dalam membangun suatu kepercayaan antara lain ; 1. kepribadian 2. pengalaman 3. karakter dan perilaku 4. citra perusahaan 5. pandangan terhadap kejujuran Menurut Hawes, Mass & Swan (1989) menggolongkan kepercayaan sebagai kekuatan pengikat yang paling produktif, sedang menurut
Ozanne
(1985)
menemukan
bahwa
dengan
tingginya
kepercayaan telah meningkatkan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan orang lain. Menurut
Doney
&
Cannon
(1997)
menjelaskan
bahwa
kepercayaan dibangun melalui proses-proses sebagai berikut : 1. Proses penghitungan dimana salah satu pihak menghitung biaya dalam mempertahankan hubungan, jika biaya melebihi keuntungan, maka kepercayaan tidak dapat dibangun 113
2. Proses prediksi dimana prediksi didasarkan pada kemampuan untuk rmeramal pihak lain berdasarkan perilaku dimasa lampau 3. Proses kapabilitas dimana kepercayaan didasarkan atas kemampuan penjual dalam menyampaikan produk atau layanan yang akan berpengaruh pada kredibilitas 4. Proses intensionalitas dimana pihak yang bekerja sama mulai menggali motivasi dan tujuan pihak lain, dalam hal ini pertukaran informasi menjadi hal penting 5. Proses transferring dimana mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat membangun kepercayaan pada pihak lain, contoh: reputasi Dari uraian diatas , maka dapat diajukan proposisi 1 sebagai berikut :
Proposisi 1 : tentang orientasi pembelajaran Perusahaan yang beraktivitas dengan baik perlu memfokuskan pada pembelajaran , karena pembelajaran merupakan proses akumulasi pengetahuan, mengembangkan pengetahuan, pendidikan, pengalaman, dan tehnologi, dan terdapatnya unsur komitmen, keterbukaan, mengembangkan visi sehingga akan meningkatkan ketrampilan/skill, komunikasi, kepercayaan dan budaya orientasi pasar dari para pemasar, yang pada akhirnya meningkatkan inovasi, dimana dalam pembelajaran memerlukan kapabilitas sumber daya
C. Customer Retention/Mempertahankan pelanggan Customer retention merupakan ketidakcukupan perusahaan dalam mengalokasi usaha mempertahankan pelanggan akan mempunyai 114
dampak yang lebih besar pada keuntungan jangka panjang, sehingga dapat dibandingkan dengan ketidakcukupan alokasi dalam mengakuisisi usaha. (Reichheld and Sasser, 1990) Tabel Indikator Customer Retention
Variabel Customer retention
Indikator Sumber Tsung-Chi Kepuasaan pelanggan (X29) Liu, 2007 Pengembangan total perusahaan memelihara hubungan dengan pelanggan dalam satu minggu (X30) Perusahaan dalam memelihara hubungan dengan pelanggan dalam satu bulan (X31) Perusahaan dalam memelihara hubungan dengan pelanggan dalam satu tahun (X32) Kepentingan dalam mempertahankan pelanggan dan pekerjaan
yaitu bahwa perusahaan akan kehilangan simpatinya, dalam atikel yang dipublikasikan oleh reichheld and Sasser (1990), yang mengatakan bahwa ketidakcukupan dalam mengalokasi dalam usaha mempertahankan pelanggan akan mempunyai dampak yang lebih besar pada keuntungan jangka panjang, sehingga dapat dibandingkan dengan ketidakcukupan alokasi dalam mengakuisisi usaha. Perusahaan juga akan melihat faktorfaktor kemungkinan dan biaya dalam kekuatan memprediksikan keuntungan dimasa yang akan datang dalam mempertahankan pelanggan dan usaha membangun hubungan (Malthouse and Blattberg, 2005) Salah satu cara untuk mendorong pelanggan dalam pengambilan keputusan jangka panjang dengan pendekatan mengembangkan produk melalui program loyalitas pelanggan, menurut Lewis (2004) dengan 115
menunjukkan suatu program loyalitas pelanggan yang sukses dengan mengembangkan distribusi yang seluas-luasnya dari produk tersebut, sehingga pelanggan akan mudah untuk mendapatkan produk tersebut. Pelanggan yang merespon suatu program loyalitas dari perusahaan akan tergantung pada kemungkinan dan kepentingan pada hadiah yang diberikan oleh perusahaan. Menurut Kivetz (2004) mengatakan bahwa bagaimana pelanggan dievaluasi dalam perdagangan untuk mencapai kemenangan mendapatkan suatu hadiah dalam suatu program loyalitas pelanggan yang keluarkan oleh perusahaan serta memberikan hadiah bagi usaha yang memenuhi persyaratan dalam mempertahankan loyalitas pelanggan bagi karyawan Para peneliti pemasaran mempunyai model dalam hubungan dengan pelanggan, menurut Schmittlein dalam penelitiannya mengatakan bahwa suatu model yang didasarkan pada jumlah dan waktu dari transaksi
terdahulu
pada
pelanggan,
dengan
pendekatan
dalam
menghitung kemungkinan dari pelanggan tertentu yang terkait yang masih aktif. Sedang menurut Bolton (1998) menganalisis panjangnya hubungan pelanggan yang berkaitan dengan pelayanan/service yang terus–menerus dari perusahaan, dan masih menurut Bolton (1998) hasil penelitian menunjukkan bahwa peringkat kepuasan pelanggan mencapai prioritas pada berbagai pengambilan keputusan untuk loyal atau tidak loyal akan memberikan hubungan positif pada lamanya hubungan antara kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan. Dalam pasar persaingan memerlukan informasi yang jelas, karena pelanggan menginginkan semua informasi tentang produk yang selengkapnya, sehingga akan dapat diketahui ciri khas/keunikan yang 116
dimiliki oleh produk tersebut, misalya keunikan dalam bidang harga, pelayanan, manfaat, tampilan, image, dan keunggulan lain yang dimiliki oleh produk tersebut. Selain dari keunggulan ini ada unsur pengalaman terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan, karena pengalaman merupakan salah satu cara /tehnik untuk memutuskan pembelian, sehingga pengalaman yang diterima pelanggan akan memberi kesan menyenangi pada produk tersebut atau konsumen akan melakukan pembelian ulang, yang kemudian dapat dinyatakan dengan konsumen yang loyal pada produk atau jasa tersebut . Dengan mengetahui konsumen yang loyal maka perusahaan harus menggunakan suatu strategi agar dapat mempertahankan konsumen yang loyal tersebut, sehingga kelangsungan perusahaan agar tetap terjaga (Wernerfelt, 1991) Dalam jangka panjang dengan beberapa situasi pemasaran perlunya memperhatikan konsumen yang loyal, karena konsumen loyal lebih penting daripada konsumen yang tidak loyal atau konsumen yang sporadis dalam waktu tertentu saja melakukan pembelian, karena kemungkinan
konsumen
melakukan
pembelian
dengan
barang
lain/barang substitusi (Rrichheld dan Sasser, 1990) Dalam kepentingan lain informasi yang berkaitan dengan hubungan pelanggan yaitu ditunjukkan dengan seringnya menawarkan suatu produk kepada pelanggan dari perusahaan. Menurut Helsen and Schmittein (1993) memberikan suatu model dimana dalam menawarkan produk dengan meperhatikan penggunaan produk dengan harga yang sesuai, promosi potongan harga dan waktu setelah pembelian. Dalam penelitian berikutnya telah memberikan banyaknya sudut pandang dari 117
perilaku loyalitas pelanggan (Narayandas, 1998) dan akan berdampak pada
karakteristik
seseorang
dalam
mempertahankan
pelanggan
(Bhattacharya, 1998; Mittal and Kamakura, 2001) . Sedang peneliti lain menunjukkan bahwa kegiatan yang digunakan untuk masa yang akan datang juga akan berpengaruh pada kegiatan untuk mempertahankan pelanggan (Lemon et al.2002). Sebagian besar penelitian difokuskan pada pertahanan pelanggan/customer retention dan tidak menjelaskan kemungkinan munculnya kembali hubungan dengan berbagai pelanggan. Menurut Reinartz et al, (2004) dengan memberi contoh menjelaskan operasinal dari tanda-tanda hubungan, mempertahankan hubungan/relationship maintenance, tapi juga menjelaskan bagaimana hubungan dapat dikenal lagi/akrab dalam jangka pendek, serta peneliti lain Thomas et al , (2004) menyatakan bahwa sebaiknya pelanggan memberi alamat sehingga akan mudah dicari, dan menurut Rust et al, (2004) menunjukkan model proses mempertahankan pelanggan dan mempengaruhi pelanggan Komitmen berhubungan positif dengan customer retention/ mempertahankan pelanggan, dalam kaitannya dengan penelitian ini dengan menghubungkan komitmen dengan perilaku seseorang seperti menawarkan maksud dari pelanggan, selalu mendapatkan bahwa komitmen berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan
118
BAB V FAKTOR KEUNGGULAN BERSAING, ADAPTABILITAS DAN KINERJA DALAM PEMASARAN A. Keunggulan Bersaing Keunggulan dilakukan
oleh
bersaing perusahaan
merupakan dalam
sumber
mendesain,
aktivitas
yang
memproduksi,
memasarkan, menyerahkan, dan mendukung produknya (Porter, 1985) Dalam teori keunggulan bersaing yang berbasis sumber daya , modal fisik bukanlah merupakan modal fleksibel terhadap dinamisasi pasar dan cenderung rentan terhadap proses peniruan yang dilakukan oleh pesaing, sementara itu modal insani dan modal organisasional merupakan modal yang melekat dalam individu maupun organisasi yang tidak mudah ditiru oleh pesaing dan relatif fleksibel terhadap dinamisasi pasar. Pengembangan kemampuan managemen untuk mengidentifikasi potensi dan arah perubahan pasar, konsumen, atau justru menciptakan perubahan didalam pasar (trend seller) menjadi sebuah kebutuhan pengembangan manajemen untuk dapat menciptakan kemampuan dinamis manajemen yang akan menjadi dasar pengembangan kemampuan perusahaan untuk bersaing. Pada perkembangan teori pengembangan kemampuan bersaing dari organisasi bisnis, implementasi teori keunggulan bersaing berbasis pasar (market deterministic approach) tidak dapat menjelaskan 119
bagaimana organisasi bisnis dapat berkembang dalam pasar yang dinamis, karena basis pasar menggunakan asumsi bahwa pasar adalah kondisi yang homogen. Keseimbangan pasar baru akan tercipta dari kondisi ketidakseimbangan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan yang didalam pasar, artinya pasar tidak memiliki karakteristik yang dinamis dan cenderung mencapai suatu titik keseimbangan baru yang akan tercermin dari harga atau nilai ekonomi yang harus dikorbankan oleh konsumen. Teori keuggulan bersaing berbasis sumber daya kurang dapat menjelaskan dinamisasi pasar yang terjadi, karena kalau menggunakan asumsi pasar yang homogen maka kekuatan bersaing dari sebuah bisnis adalah pada skala produksi yang ekonomis untuk menghasilkan nilai jual yang dapat mengalahkan para pesaing dalam industri, sedangkan dalam pasar yang heterogen kekuatan bersaing yang mendasarkan pada pengetahuan produsen terhadap kebutuhan konsumen yang spesifik dan kemampuan manajemen untuk mengeliminasi potensi peniruan dari pesaing tetap saja tidak cukup untuk menjelaskan sebuah organisasi bisnis tetap bertahan ataupun justru bangkrut walau kedua kemampuan tersebut sudah dimiliki dan dikembangkan oleh perusahaan Keunggulan bersaing dapat dipahami dengan memandang perusahaan secara keseluruhan. Keunggulan bersaing bersumber dari aktivitas yang berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendesain,
memproduksi,
memasarkan,
mendukung produknya (Porter, 1985)
120
menyerahkan,
dan
B. Kinerja Kinerja merupakan pengukuran tingkat kerja meliputi : omzet penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan (Vos and Vos, 2000) Sumber daya dan kapabilitas merupakan sumber utama bagi keuntungan perusahaan. Dalam konsep manajemen fungsional untuk menyatakan bahwa kinerja perusahaan tercermin pada berbagai manajemen fungsional yang berfungsi baik dalam perusahaan (Augusty, 2006), yang secara fungsional kinerja perusahaan akantercermin sebagai berikut: 1. Perusahaan yang berkinerja baik, akan tercermin dari baiknya tingkat kinerja manajemen SDM yang ada, misal tingginya tingkat produktivitas
SDM, tingkat kreativitas dan keinovatifan SDM
dalam perusahaan. 2.
Perusahaan yang berkinerja baik , akan terlihat dari baiknya tingkat kinerja manajemen operasi produksi, misal tingginya tingkat efisiensi proses bisnis
internal, karena tingginya mutu produk
dan mutu pelayanan yang menyertai produk yang dihasilkan, tingginya tingkat kecepatan proses, tingginya tingkat akurasi proses dan sebagain 3.
Perusahaan yang berkinerja baik akan berdampak pada tingginya kinerja manajemen pemasaran , misalnya tingginya volumen penjualan, tingginya market share, serta tingginya keuntungan pemasarn.
4.
Perusahaan yang berkinerja baik akan terlihat pada pada tingginya kinerja keuangan, misal ketersediaan dana, penggunaan dana yang 121
efisien dan efektif, yang nampak dalam berbagai rasio keuangan, misal terdapat dalam berbagai rasio keungan antara lain : rasiorasio lakuiditas, aktivitas, solfabilitas, dan profitabilitas Dengan demikian kinerja pemasaran merupakan konsep yang penting untuk mengetahui prestasi pasar suatu produk. Setiap perusahaan berkepentingan untuk mengetahui prestasi pasar dari produk-produknya, sebagai cermin dari keberhasilan usahanya di dunia persaingan bisnis. Oleh karena itulah strategi perusahaan akan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja pemasaran, seperti : volume penjualan dan tingkat pertumbuhan penjualan, dan juga kinerja keuangan yang baik (Augusty, 2000). Pelham, Alfred M (1997) mengemukakan bahwa kinerja pemasaran dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu efektivitas perusahaan (firm effectiveness), pertumbuhan/porsi (growth/share), dan kemampulabaan (profitability). Sementara itu efektivitas outlet tersebut meliputi tiga hal yaitu ; (1) kualitas dari suatu produk (relative producy quality) (2) kesuksesan dari produk baru (new product success) (3) selalu mempertahankan
pelanggan
(customer
retention).
Sedangkan
pertumbuhan/porsi juga terdiri dari tiga hal, meliputi : (1) kenaikan penjualan (sales level) (2) rata-rata pertumbuhan (growth rate) (3) target porsi pasar (target market share), dan kinerja perusahaan yang terakhir adalah kemampulabaan yang meliputi tiga hal, yaitu ; (1) hasil pengembalian atas equitas (return on equity) (2) keuntungan kotor (gross margin) (3) tingkat pengembalian dalam investasi (return on invesment). Oleh karena kegiatan pemasaran merupakan implementasi dari strategi yang hasilnya juga akan dapat menjelaskan mengenai kualitas 122
strategi itu sendiri, maka ukuran yang sebaiknya digunakan adalah ukuran yang bersifat activity based measure yang dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja pemasaran tersebut (Augusty, 2000). Dengan demikian kinerja yang dicapai dari kegiatan pemasaran dapat diukur secara jelas, dan itu artinya juga akan mampu
menggambarkan
bagaimana
strategi
yang
disusun
dan
dilaksanakan. Heneman (1998) mengukur kinerja dengan tujuh dimensi, yaitu : (1) total sales, (2) total sales/store, (3) new store size, (4) average store size, (5) pre-tax profit growth rate, (6) market share, (7) expense/sales growth ratio. Kinerja pemasaran sebuah organisasi, juga dapat diukur dari volume penjualan, pertumbuhan pelanggan, pertumbuhan penjualan, dan market share, demikian dinyatakan oleh Hopkins & Hopkins (Augusty, 1999). Sementara Johnson (1999), pada penelitiannya mengukur kinerja suatu perusahaan dengan market share, pertumbuhan penjualan, dan pentingnya hubungan antar mitra yang ternyata dimensi-dimensi tersebut juga dapat untuk mengukur kinerja pemasaran. Pada penelitian-penelitian yang lain kinerja pemasaran dapat diukur dari dimensi tersebut di atas dengan ditambahkan kemampualabaan/profitabilitas. Pada umumnya kinerja binsis merupakan suatu multi dimensi konstruk hasil kegiatan (Venkatraman and Ramanujam, 1987 ), Rukert and Walker (1987) juga menjelaskan kerangka kerja yang runtun dan rapi, karena kinerja bisnis berusaha untuk mencapai kegiatan yang efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Efektivitas perusahaan menunjukkan kesuksesan dari strategi bisnis yang berhadapan dengan pesaing dalam melayani permintaan pasar. Pengukuran kinerja 123
dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan, pangsa pasar. Sedang efisiensi menandakan strategi bisnis yang berhasil dari sumber daya yang digunakan dan ditentukan melalui rasio keuangan yaitu ; return on investmen, efisiensi operasi yang merupakan karakteristik dengan lingkungan yang sempit dari kegiatan dan ketertarikan dalam mengawasi pengeluaran biaya melaui prosedur standard operasi (Hambrick, 1983). Kemampuan perusahaan menunjukkan kaitan kinerja organisasi yang sukses untuk menanggapi perubahan external dalam waktu ke waktu. Kesuksesan produk baru dan atau pelayanan terhadap perubahan lingkungan pada pelanggan , maka perusahaan memerlukan kemampuan untuk beradaptasi dalam menghadapi pelayanan yang ditawarkan oleh pesaing . Yang mana pekerjaan dan seterusnya dari kegatan perusahaan dapat dipertanggung jawabkan baik buruknya pekerjaan yang telah dilakukan dari pendekatan yang seimbang untuk mengukur kinerja (Morgan et al, 2002) Kinerja pasar didefinisikan sebagai usaha pengukuran tingkat kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelangan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan. (Voss dan Voss, 2000, p.69). Sedangkan Keats et al, (1988, p.576) menyatakan bahwa kinerja pasar merupakan kemampuan
organisasi
mentransformasi
diri
dalam
menghadapi
tantangan dari lingkungan dengan perspektif jangka panjang. Studi empiris mengenai hubungan antara kreativitas strategi pemasaran dengan organisasi pembelajaran dan kinerja pasar telah dilakukan oleh beberapa peneliti misalnya Andrews, et al, (1996, p.174-187) yang meneliti mengenai imaginasi pemasaran namun difokuskan pada pengaruh faktorfaktor terhadap kreativitas strategi pemasaran bagi produk dewasa 124
mengkaji beberapa dari anteseden kreativitas yang dibagi dalam tiga faktor (Faktor motivasi, situasional dan pemasukan pemecahan masalah). Selanjutnya dikatakan bahwa kreativitas akan mempengaruhi kinerja pasar karena ia memberikan suatu mekanisme untuk diferensiasi. Sedangkan Moorman dan Miner (1997, p.92-93) yang meneliti mengenai pengaruh pengalaman organisasional dalam kinerja produk baru dan kreativitas memberikan gambaran mengenai konsekuensi-konsekuensi kreativitas pemasaran tetapi konsekuensi-konsekuensi tersebut tidak diuji, sedangkan Nagle da Holden (dalam Menon, 1999) yang meneliti mengenai strategi dan harga taktis yang merupakan penelitian pada pengembangan produk baru. Hasil penelitiannya menemukan bahwa daya temu produk berhubungan secara positif dengan kinerja profit. Demikian pula dengan Menon, et al, (1999, p.31) penelitiannya mengenai anteceden dan konsekuensi pembuatan strategi pemasaran dengan mengajukan hipopenelitian bahwa kreativitas strategi pemasaran akan berhubungan secara positif dengan pembelajaran organisai dan kinerja pasar . Kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkat kesuksesan dalam mencapai tujuan perusahaan, karena kinerja perusahaan yang baik akan menunjukkan kesuksesan dan efisiensi perilaku perusahaan. Penelitian-penelitian yang menyangkut kinerja perusahaan dengan menggunakan indikator profitabilitas, sedang Baily (1997) mengukur kinerja perusahaan dengan berdasarkan dimensi busins index, yang terdiri dari pertumbuhan penjualan, nilai aset dan pertumbuhan karyawan. Kemudian Agarwal et al, (2003) yang mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan dua dimensi konstruk, yaitu 125
dimensi pertama adalah kinerja obyektif , yang meliputi kinerja keuangan atau kinerja berdasarkan pemasaran seperti tingkat penggunaan, profitabilitas dan market share, sedangkan dimensi konstruk kedua adalah kinerja subyekif, dimana kinerja subyektif merupakan pengukuran kinerja yang berdasarkan pada pengukuran terhadap pelanggan dan karyawan, seperti kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, dan kepuasan kerja karyawan. Organisasi dalam jangka panjang dalam mengelola bisnisnya harus mengetahui dan membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan pembelinya, dengan menempatkan konsumen sebagai raja dalam organisasi, yang berarti menunjukkan perusahaan ingin memberikan nilai lebih kepada pelanggan dengan harapan memperoleh keunggulan kompetitif jangka panjang, sehingga dapat memberikan keuntungan yang superior (Day, 1994), sedang menurut Kohli dan Jaworski, (1990) menyatakan bahwa karyawan yang puas akan memiliki komitmen terhadap organisasi, kemudian menurut Hesket et al, (1994) mengatakan bahwa profitabilitas dan pertumbuhan pendapatan diperoleh dari adanya loyalitas konsumen, dengan loyalitas konsumen ini akan diciptakan karyawan yang puas, sehingga mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan Kinerja merupakan indikator-indikator keberhasilan kerja atau prestasi kerja yang sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau organisasi karena melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam mengukur kinerja hendaknya tidak hanya menggunakan satu ukuran tunggal seperti sebuah ukuran finansial yang banyak tidak mampu menjelaskan secara nyata efektivitas organisasi secara umum, karena itu sebaiknya untuk 126
menggunakan dimensi ganda seperti dimensi-dimensi dari pertumbuhan, efisiensi Kinerja perusahaan merupakan faktor yang digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan, karena strategi perusahaan selalu mengarahkan untuk menghasilkan kinerja baik kinerja pemasaran (misal: volume penjualan, market share, tingkat pertumbuhan penjualan) maupun kinerja keuangan misal ROA, dari indikator-indikator ini ternyata masih belum dapat menjelaskan hal-hal yang bersifat intangibel dan tidak tepat digunakan dalam menilai faktor keunggulan bersaing (Bharadwaj, dkk, 1993, dalam Augusty, 2006) Sedang
Shapiro and Weitz (1990) menyatakan bahwa kinerja
apat tercapai akan tergantung pada agresifitas seorang pegawai, karena tingkat agresif yang nampak dari bagaimana aktifnya seorang pegawai dapat mengidentifikasi pelanggan potensial, kemudian Churchil, Ford dan Walker, (1990) mengatakan bahwa kinerja merupakan sebuah prestasi yang dihasilkan oleh seorang pegawai, karena adanya interaksi antara kemampuan dan berorientasi pada pasar Penelitian Kotabe (1991) mengemukakan bahwa variable kinerja meliputi : 1. Market share reaktif diukur dengan membandingkan antara volume penjualan dengan volume penjualan pesaing terdekat. 2. Tingkat pertumbuhan penjualan yang diukur dari persentase kenaikan penjualan. 3. Kemampulabaan sebelum pajak, diukur dengan membandingkan antara penghasilan bersih sebelum pajak dengan jumlah investasi yang ditanamkan 127
Dalam pasar persaingan memerlukan informasi yang jelas, karena pelanggan menginginkan semua informasi tentang produk yang selengkapnya, sehingga akan dapat diketahui ciri khas/keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut, misalya keunikan dalam bidang harga, pelayanan, manfaat, tampilan, image, dan keunggulan lain yang dimiliki oleh produk tersebut. Selain dari keunggulan ini ada unsur pengalaman terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan, karena pengalaman merupakan salah satu cara /tehnik untuk memutuskan pembelian, sehingga pengalaman yang diterima pelanggan akan memberi kesan menyenangi pada produk tersebut atau konsumen akan melakukan pembelian ulang, yang kemudian dapat dinyatakan dengan konsumen yang loyal pada produk atau jasa tersebut .
C. Adaptabilitas Konsep adaptabilitas menekankan pada sistem-sistem nilai dan keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi dalam menerima, menginterprestasikan, menterjemahkan signal-signal dari lingkungan kedalam perubahan-perubahan kognitif, perilaku dan struktur internal sehingga kesempatan perusahaan untuk bertahan hidup, bertumbuh dan berkembang (Denison and Mishra, 1990) Ada tiga aspek dalam adaptabilitas yaitu : 1. Kemampuan untuk memahami (perceive) dan menanggapi lingkungan eksternal 2. Kemampuan untuk menanggapi para pelanggan internal 3. Kapasitas untuk merestrukturisasi dan melakukan reinstitusionalisasi sejumlah perangkat perilaku dan proses yang memungkinkan 128
adaptasi organisasi (Denison, 1990) Dalam dimensi ini memiliki asumsi dasar bahwa sistem-sistem terbuka merupakan kebutuhan bagi pengembangan pengetahuan dan perubahan organisasi (Byrd, 1995), juga diyakini bahwa orang-orang menempatkan diri sebagai bagian dari aliran pemakai/pemasok dan saling mendukung dalam penciptaan nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan. Kesesuaian organisasi dengan faktor lingkungan yang dinamis dan merupakan perubahan, karena kemampuan organisasi untuk menyesuikan diri dengan perubahan adalah menunjukkan kesuksesan managemen dalam melakukan inovasi. Sistem adaptabilitas menjelaskan bahwa perusahaan yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi perubahan dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai perubahan dengan pengembangan dan penerapan ide-ide inovasi. Perusahaan yang mempunyai tujuan yang flesikbel adalah berdasarkan team/kelompok yang sudah terstruktur (Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang dinamis (Guan dan Ma, 2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris, 2002). Ada keyakinan bahwa semua unsur dengan sadar maju bersama-sama dalam memajukan masyarakat (Wood, 1995), secara implisit, asumsi ini mengandaikan asumsi lainnya yaitu pengakuan akan ketidakmampuan untuk mengetahui dan mengerjakan sendiri berbagai hal (Byrd, 1995) Menurut
Merril
&
Reid
(1981)
adaptabalitas
merupakan
kemampuan untuk melakukan perubahan internal sebagai respon terhadap lingkungan pemasaran
129
BAB VI FAKTOR LINGKUNGAN DAN KOMITMENT DALAM PEMASARAN A. Lingkungan Doss, Lumpkin dan Covin (1997) menyimpulkan bahwa lingkungan yang kuat dalam perumusan strategi. Sikap yang pasif akan melemahkan kinerja, karena basis keunggulan kompetitive perusahaan, struktur industri, dan standard kinerja produk tidak bisa bertahan lama serta terus bertambah. Singkatnya oreintasi kewiraswastaan sangat berguna untuk menghadapi linkungan-lingkungan usaha yang tidak pasti dan terus berubah Miller & Friesen (1984) mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki orientasi kewiraswastaan lebih banyak mengadakan inovasiinovasi pasar produk, berani menjalankan usaha yang berisiko dan memulai inovasi-inovasi yang proaktif, hal ini juga disampaikan oleh Dess, Lumpkin & Covin (1997) yang menyatakan bahwa interaksi hubungan antara orientasi wirausaha dengan strategi berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis dalam setiap organisasi Lingkungan
persaingan
selalu
dianggap
sebagai
faktor
penghambat tingkat pertumbuhan industri. Meskipun parsa manajer pemasaran tidak dapat mengendalikan faktor-faktor ini, mereka mungkin dapat memilih strategi yang akan menghindari persaingan yang ketat, atau apabila persaingan memang tidak dapat dihindari, mereka dapat merencanakannya dengan baik, elemen lingkungan seharusnya dipelajari 130
secara lebih mendalam kerena kegagalan industri didalam persaingan yang ketat, atau apabila mencapai pertumbuhan penjualan bersumber dari ketidakmampuan pihak manajemen dalam dukungan dan komitmen dari top manajemen sangat diperlukan bagi budaya organisasi (Kohli & Jaworski, 1990) Teori interdependi
menyatakan
bahwa keberhasilan
atau
kegagalan organisasi sangat tergantung kepada kemampuan organisasi untuk menyesuikan dengan kekuatan lingkungan, seperti tingkat persaingan, peraturan-peraturan yang berlaku (Caroll & Hannan, 1989).
Oleh
karena
organisasi
harus
menjalin
hubungan
kerjasama dan juga senantiasa memperhatikan tekanan lingkungan Gates (1989). Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa lingkungan bisnis senantiasa berubah, sehingga perusahaan dituntut untuk senantiasa menyesuaikan kondisi internal dengan lingkungannya. Banyak perusahaan yang gagal disebabkan karena tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungannya. Perusahaan dengan derajat pembelajaran organisasional yang tinggi akan lebih mampu menyesuaikan dengan lingkungannya dengan demikian maka pembelajaran organisasional memiliki pengaruh terhadap adaptabilitas organisasi. Literatur-literatur manajemen menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi banyak jeins lingkungan yang harus disiasati menjadi peluang dan tidak sekedar menjadi ancaman. Telaah terhadap literatur yang ada menunjukkan bahwa lingkungan harus dihadapi dan diredifinisi bagi kepentingan pengembangan strategi (Ferdinand, 2003). Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa keberhasilan 131
organisasi sangat tergantung kepada kemampuan organisasi untuk menyesuiakan dengan lingkungannya sehingga organisasi yang tidak mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungannya akan tergilas oleh perubahan. Pengetahuan tentang lingkungan pemasaran terdiri dari 2 area yang pada umumnya diuji saat membangun analisis situasi dari rencana pemasaran, yaitu lingkungan operasional dan lingkungan makro. Lingkungan operasional terdiri dari penyalur, pesaing dan pelanggan sedangkan lingkungan makro sendiri dari ekonomi, demografi, teknologi, politik dan hukum. Demikian pula dengan Miyake et al, (dalam Andrew et al, 1996 ) mengemukakan bahwa pengetahuan yang lebih besar akan lingkungan pemasaran meningkatkan kemampuan manajer untuk menanyakan pertanyaan yang benar. Keragaman didasarkan atas pengetahuan dan fasilitas yang digunakan sebagai kiasan papan loncatan untuk mencari pemecahan yang kreatif (Tradif dan Stenberg, 1998). Manajer dengan keragaman pendidikan dan atau pengalaman juga dilengkapi lebih baik dengan kerangka permasalahan standard dalam cara yang baru
B. Komitmen Komitmen menurut Young and Denise (1995) menggunakan istilah komitmen
ekonomi
sebagai
pembeda
dalam
komitmen
dalam
berorganisasi. Dalam kontek berorganisasi , komitmen didefinisikan sebagai kekuatan relatif individu dalam melibatkan dirinya dengan organisasi (Mowday dalam Boyle, 132
1997). Lebih lanjut
Boyle
mengungkapkan bahwa komitmen dapat dikarakteristikkan dalam tiga dimensi, yaitu : 1. keyakinan yang kuat akan misi dan tujuan organisasi 2. kemauan untuk berkorban demi tujuan organisasi 3. Memiliki keinginan untuk membina hubungan jangka panjang dengan organisasi Ketiga dimensi tersebut tidak hanya tampak dalam bentuk perilaku yang nyata namun juga perlu tertanam dalam perasaan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan chonko (1986) yang mengemukakan bahwa tiga karakteristik komitmen merupakan dimensi-dimensi perilaku dan sikap. Sementara itu Mowdey dalam Boyle, (1997), mengatakan komimen sejati tidak hanya tampak dalam perilaku nyata, namun hendaknya benar-benar muncul dari kedalaman hati. Model komitmen yang dikembangkan oleh Young dan Denize (1995) terfokus pada hubungan jangka panjang antar partner hubungan, dalam hal ini antara pembeli dan penjual. Dalam praktek pemasaran, komitmen sering diwujudkan dengan derajat loyalitas maupun penjual (Sriram and Mummalaneni, 1990) Dalam pada itu Miller et al, (1996) yang menguji hubungan antara perusahaan
dan
penyalur
dalam lingkungan
industri
komputer,
mengungkapkan bahwa komunikasi memiliki kaitan positip terhadap meningkatnya komitmen penyalur terhadap perusahaan. Kemudian Moorman et al (1992) mengungkapkan bahwa tingginya kualitas interaksi akan berpengaruh positip terhadap tingkat komitmen suatu hubungan
133
Kaitan antara efektivitas komunikasi dan komitmen terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Sharma dan Patterson (1999). Dalam penelitian ditunjukkan bahwa komunikasi yang efektif merupakan hal yang penting dalam suatu hubungan, mengingat dalam suatu interaksi sering timbul resiko dan ketidakpastian. Dengan demikian perlu dibangun suatu komunikasi yang efektif yang mampu meningkatkan kepercayaan dan mengurangi resiko dalam berinteraksi. Orientasi pembelajaran dalam mengatasi resiko dapat tercipta dengan
baik
sehingga
akan
meningkatkan
inovasi,
apabila
perusahaaan mendapat dukungan dari kepercayaan, komunikasi dan ketrampilan dari para karyawan, begitu juga inovasi yang dilakukan perusahaan akan dapat berkembang sehingga meningkatkan kinerja, jika dapat mempertahankan keunggulan bersaing dan berusaha bersikap adaptabilitas dengan adanya perubahan/turbulen, sehingga perusahaan harus
dapat
retention
dukungan
melalui
mempertahankan pelanggan/customer dari
kepercayaan,
komunikasi,
ketrampilan dan komitmen dari para karyawan, pada akhirnya perusahaan akan dapat meningkatkan kinerja
134
BAB VII PENUTUP Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari pemaparan teori di atas, yaitu : Ada hubungan positif antara orientasi pembelajaran dan performansi usaha bisnis, pengaruh dari orientasi pembelajaran terhadap semua pengukuran performansi adalah positif dan signifikan. Selanjutnya adanya hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi pada industri barang dan jasa. Begitu juga hasil penelitian Halit Keskin (2006) terdapat hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi. Kemudian yang dikemukakan oleh Tony Mc Guinnass (2005), mengatakan
hasil
penelitian
adanya
hubungan
antara
orientasi
pembelajaran dengan inovasi, tetapi Heidy (2002) dalam penelitiannya ”Market orientation, Learning orientation, and Innovation capabilitas in SMEs” menyatakan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya penolakan hipotesis hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, sehingga ada kontradiksi atas hubungan tersebut dari hasil hipotesis yang diuji.
Inovasi diartikan sebagai terobosan yang terkait dengan produkproduk baru (Han et al, 1998). Organisasi yang melakukan inovasi perlu dirancang dengan baik, karena organisasi yang telah melakukan perubahan kegiatan pekerjaan lebih baik menjadi masalah yang menarik saat sekarang (Hussher, 1980) . Strategi nilai inovasi bagi organisasi dapat meningkatkann derajat inovasi dalam daya saing organisasi, oleh 135
karena itu perusahaan harus dapat melakukan inovasi, karena inovasi merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh perusahaan baik para pemimpin bisnis, manajemen, media masa dan pemerintah (Getz dan Robinson, 2003). Dari latar belakang inilah variabel inovasi digunakan oleh perusahaan, untuk mengetahui hubungan antar inovasi dengan kinerja. Organisasi
yang
melakukan
inovasi
memerlukan
ide-ide,
kepraktisan, metode atau proses produk, maupun peluang pasar, dengan mana para manejer dalam melakukan pembaharuan /inovasi dari unit kegiatan menuju pada unit kegiatan yang baru (Roger 1995 ; Nahria, and Gulati, 1994 ). Sedang Kanter (1983) menyatakan bahwa organisasi yang berinovasi sebagai proses implementasi pemecahan masalah baru, dengan demikian organisasi yang terlibat dalam berperilaku inovasi, perlu memperkenalkan sumber daya baru dari kepraktisan manajemen, atau suatu perusahaan yang melakukan inovasi memerlukan perubahan yaitu memperlakukan karyawan agar dapat mengembangkan kreativitas dalam melakukan pekerjaan, sehingga memberi keuntungan yang signifikan kepada individu, kelompok maupun organisasi Dengan
adanya
inovasi
memerlukan
kapabilitas//kemampuan
perusahaan, dengan demikian adanya inovasi akan meningkatkan kinerja, oleh karena itu perusahaan mempelajari hal-hal/kegiatan-kegiatan yang baru, dan kegiatan baru ini harus dilakukan oleh semua anggota organisasi agar lebih maju, tetapi tanpa adanya kemampuan, perusahaan akan sulit untuk berkembang, sehingga kedepan perusahaan mempunyai kemampuan yang lebih baik (Liebeskind, 1996), dengan demikian perusahaan akan memberikan nilai lebih baik melalui produk yang 136
dihasilkan dengan memiliki keunggulan bersaing pada produknya , akan tetapi banyak faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan perusahaan yaitu misal perubahan lingkungan, karena perubahan lingkungan akan memicu perusahaan untuk melakukan cara –cara yang tepat dalam melakukan inovasi (Moorman and Miner, 1997)
137
DAFTAR PUSTAKA Aaker, D.A, (1989), Managing assets and skill, The kilt to asustainable competitive Advantage, California Management Review. Achrol, Ravi, (1991), Evolution of the Marketing Organization : New Form for Turbulence Environments, Journal Marketing Act , Zoltan and David Audretsch, 1987, Innovation, Market Sructure, and Firm Size, Review of Economic and Statistics Agarwal, S., Erramilli, K., Dev. (2003). Market Oriented and Performance In Service Firms: Role Of Innovation. Journal Of Services Marketing. Vol 17: NO 1 Aharoni, Yair, (1993), In Search of the Unique: Can Firm-Spesific Advantage Be Evaluated , Journal of Management Studies Akgun, Ali E, Lynn, Gary S, and Byne, John C (2006), Antecedents and Consequences of Unlearning in New Product Development Teams, Journal of Product Innovation Management Aliaga,
O Alfredo,(2005), A Study of Innovative Human Resources Development Practise in Minnesota Companies, PhD Dissertation University of Minnesota,
Alberts, William (1989),”The Experience Curve Doctrine Reconsidered,” Journal of Marketing , 53 (July), 36-49. Alford, B,Silver Laurence, S and Sean Dwiyer, (2006), Learning and Performence Goal Oreintation of Salespeople Revisited : The Role of Performance– Approach& Performance – Advandance Orientation , Journal os Personal & Sales Management Amit, Raphael & Schoemaker, Paul J.H, (1993), Strategic Asset and Organozational Rent, Strategic Management Journal 139
Ana Cristina & Andy D Cosh, 2008, Effect of product Innovation and Organizational Capabilities on Competitive Advantage: Evidence from UK Small and Medium Manufacturing Enterprises, International Journal of Innovation Management Anderson, Erin & Weitz A, 1989, Determinants of continuity in conventional industrial channel dyads, Marketing Science Anderson dan Narus, 1990, A Model Distributor Firm and Manufactur Firm Working Patnership, Journal of Marketing Andrews, Jonlee and Daniel C. Smith 1996, “In Search of the Marketing Imagination Factors Affecting the Creativity of Marketing Programs for Mature Products”, Journal of Marketing Research, 33 (May), 174-87. Andreas Eppink, dalam Soerjono Soekanto, 1982, Sosiologi pengantar, Penyalur tunggal :CV Rajawali Jakarta
Suatu
Angelo Paladino, 2007, Investigating the Driver of Innovation and New Product Succes : A Comparison of Strategic Orientations, Product Development and Management Association Ansoff, (1965), Corporate Strategy, Mc Graw-Hill, New York Appiah-Adu, K, and Singh, S, (1998), Customer orientation and performance a study of SMEs, Management Decision Archibugi and Coco, 2005, Measuring Technological Capabalities at The Country Level: Asurvey and a Menu for Choice, Research Policy Arogan, D.W. Cravens, N.F Piercy & G.S.Low, 2000, The Innovation Challenger of Proactive Cannibalisation and Discontinuous Technology, Europen Business Review Argyris C. & Schon D,(1978), Organizational Learning : A of Action Perspetive Reading MA: Addison Wesley 140
Arrow, K,J, (1962), The Economic Implication of Learning By Doing, Review of Economic Studies Aubert dan Kelsey, (2000), The Illusion of Trust and Performance, Scientific Series of Cirano, 3: 1-13 Augusty T F. (2000), Manajemen Pemasaran : Sebuah Pendekatan Strategik, Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. ___________, (2006), Metode Penelitian Manajemen, Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen Avlonitis, G.J dan Gounaris, S.P (1994). Marketing Orientation And Its Determinant: An Empirical . European Journal Of Marketing 33, 11/12, 1003-37. Badger, I.C, Mangles, T, and Sadler-Smith, E, (2001), Organizational Learning styles competencies and learning system in small, UK, manufacturing firm, International Journal of Operation & Production Management Baker, William E, & Sinkula, James, (1999), The Synergistic Effect of Market Orientation and Learning Orientation of Organizational Performane, Academy of Marketing Science Journal Bates & Khasawneh, 2005, Organization Learning Culture, Learning Transfer Climate and Perceived Innovation Jordanian Organization, International Journal Of Training and Development Basu Swastha DH, 1989, Etika Komunikasi, Liberty, Yogyakarta Breman dan Dalgic, 1998, The Learning Organization and market Orientation : a Study of Export Company in The Nederland , in Ford, J.B. and Honeycutt, ED, Developments in Marketing Science Barnet , D, 2002, Innovative Tecnology Transfer Framework Linked to 141
Trade for
Unido Action UNIDO Report, Vienna
Barney, J.B. (1986) Firm Resources And Sustained Competitive Advantage. Journal of management Barney, JB , (1991), Firm Resource and Sustained Competitive Advantege, Journal of Management. Bell, Whitwel, and Lukas, 2002, School of Thought in Organizational Learning, Journal o the academy of Marketing Science Bedeian, A.G. (1986), Contemporary Chalenggers in the Study Organizations, Journal of Management
of
Bettis ,R, and Prahalad,C.K, (1995), The Dominant logic retrospec and extension, Strategic Management Journal Bharadwaj, Varadarajan dan et al (1993) ,Metode Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Birley, 1989, The Strat-up , dalam Small Business and Entrepreunership ed, P.Burn and J Dewhust, London: Mc Milan Black Janice A, & Boal, Kimberly, (1994), Strategic Resources: Traits, Configurations and Pats to Sustainable and Competitive Advantage, Strategic Managment Blau, P, and Scott, W, (1962), Formal Organizations: A comparative approach, San Fransisco: Chandler Publising Bogner, William C, & Thomas, Howard, (1992), Core Competence and Competitive Advantage : A Model and Illustrative Evidence from the Praharmaceutical Industry, Working paper, Champaign, IllionisUniversity of Illionis-UrbanaChampion, Presented at the Strategic Managment Society, International Workshop in Belgium Boyle,
142
B A, 1997, A Multi-dimensional perspective on salesperson commitment, Journal of Business & Industrial Marketing
Budihardjo, Andreas, 2003, Peranan Budaya Perusahaan: Suatu Pendekatan Sistemtik dalam mengelola perusahaan, Prasetyo Mulyo Management Journal Burgelman, R, (1983), Corporate Entrepreneurship and strategic Management: Insight from Proses Study , Management Science Burns, Tom and G.M. Stalker (1961), The Management of Innovations. London: tavistock Publications. Bryrd, 1995, Managing People to Promote Innovation, Creativity and Innovation Management
Journal
Byrd, Marry. 1995. “Creating a Learning Organization by Accident” dalam Sarita Chawla & John Renesch (eds.), Learning Organizations: Developing Cultures for Tomorrow’s Workplace, hlm. 477-487. Oregon: Productivity Press. Bruce Joyce dan Marsha Weil ,dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990 Cainelli , G,R Coenen and M Savona, 2006, Innovation and Economic performance in Service: A Firm level Analysis , Cambrige , Journal of Economic Calantone, R.J, Cavusgil, S.T, and Zhao, Y, (2002), Learning Orientation, Firm Innovation Capability, and Firm Performance , Industrial Marketing Management Cameron and Quin, (1999), Diagnosing and Changing Organizational Culture, Massachusetts: Addison Wesley Cavaleri, Steven, A, (1994), Soft System Thingking: A Pre-Condition for Organizational Learning , Human System Management Carrol, G dan Hannan, M, 1989, On Using Institutional Theory in Studying Organization Population, America Sociological Review 143
Catherine L. Wang, , 2008, Entrepreuneral Orientation, Learning Orientation, and Firm Performance, Entrepreunership and Practise, Baylor University Cemal Zehir, M Sule Eren, 2007, Field Research on Impact of some Organiational Factors on Corporate Entrepreneurship amd Business Perforrmance in the Turkey Automotive Industry, The Journal of American Academy of Business, Cambrige Chandy et al, 2006, From Invention to Innovation : Conversition Ability of Product Developmant, Journal of Marketing Research Challagalla, Goutama N, dan Tasadduq A Servani, (1996), Dimensions and Types of Supervisory Control : Effect Salesperson Performance and Satisfaction, Journal of Marketing Chandy and Tellis, 2000, Rajesh, et al, 2006, From Invention to Innovation: Conversion Ability in Product Development, Journal of Marketing Chermin dan Nijhof, 2005, “Factors influencing knowledge creation and innovation in an organization, Journal of European Industrial Training; 2005; 29, 2/3; ABI/INFORM Global, pg. 135. Christensen, Clayton and Joseph Bower (1996), “Customer Power Strategic Investments, and the Failure of Leading Firms,” Strategic Management Journal, Chruchil Jr, Gibert A., Neil M. Ford & Orville C. Walker Jr. (1983), “Salesforce Management: Planning, Implementation and Control”, Irwin, Boston. Cohen, Wesley & Levintal, Daniel, 1990, A Disruptive Technology Reconsidered ; A Critique and Research Agenda, Journal of Product Innovation Management Cohen and Bailey, 1997, Absorptive Capacity, A New Perspective on Learning and Innovation, Administrative Science Quartery 144
Collis, David J, 1991, Research –Based Analysis of Global Competience, The Case of The Bearing Industry, Strategic Management Journal Collis, David J, 1994, Research Note, How Valuable are Organizational Capabilities, Strategic Management Journal Colon Gray, 2006, Absorptive capacity, Knowledge Management and Innovation in Entrepreunerial Small Firm, International Journal and Entrepreunerial Behaviour and Research Cyert, Richard M, & March, James G, (1963), A Behavioral Theory of The Firm Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-Hal, Inc Interpretation System, Academy of Management Review Interpretation System, Academy of Management Review D.G Hoopes &Postel, 1999, Shared Knowledge, Glitches, and Product Development Performance, Strategic Manajemen Journal Damanpour, F. (1991). Organizational Innovation: A Meta-Analysis Of Effects Of Determinan And Moderator, Academy Of Management Journal. 34 (3), Danneels, Erwin, 2004, Disruptive Technology Reconsidered ; A Critique and Research Agenda, Journal of Product Innovation Management Day, G.S. (1994). The Capabilities Of Market Driven Organization. Journal Of Marketing, Vol 58, October Day, G. S, and Wensley, R. (1998) Assessing advantage: A framework for diagnosing competitive superiority, Journal of Marketing Debra A. Laverie, et al, 2008, Developing A Learning Orientation : The Role of Team-based Active Learning, Marketing Education Review Decarolis and Deeds, 1999, The Impact of Stock and Flow or Organizational Knowledege on Firm Performance : An Empirical 145
Investigation of the Management Journal
Biotechnologi
Industry,
Strategic
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung. DeGeus, A.P, (1988), Planning as Learning, Harvard Business Review, Vol 66, March-April Denison, Daniel. 1990a. Corporate Culture and Organizational Effectiveness. NewYork: John Wiley & Sons. Desphande, R, Farley, J.U, and Webster, F.E.J, (1993), Corporate Culture, Customer Orientation, and Innovativeness, Journal of Marketing Detert, J, Schroeder,R, Mauriel, J, (2000), A framework for lingking culture and improvement initiatives in organization, The Academy of Management Review Dickson, P,R, (1992), Toward of General, Theory of Competitive Rationaly, Journal of Marketing Dickson, P,R, (1996) , The Static and Dynamic Mechanik of Competition; A Comment on Hunt and Morgan’s Comparative Advantage Theory,, Journal of Marketing Dwyer, F, Robert, Schurr, Paul & Oh, Sejo, 1987, Developing buyerseller relationship , Journal of Marketing Dodgson, Mark, (1993), Organizational Marketing : A Review of Some Literaturs Organizational Studies Doney, Patricia & Cannon, Josep, 1997, An Examination of the nature of trust in buyer-seller relationship, Journal of Marketing Dougherty, D, (1992), A Practise-Centered Model of Organizational Renewal Throught product Innovation, Strategic Management Journal Duncan and Moriarty, 1998, A Communication-based Marketing 146
model for Marketing
Managing
Relationship,
Journal
of
Ellis , (2000), Sodalities and Foreign Market Country, Journal of Intenasional Bussines Studies ,Frans Seda, 1986, El Sawry, Omar A, Gomes, Glenn M, & Gonzales, Manolete, V, (1986), Preserving Institusional Memory : The Management of History as an Organizational Resource, Academy of Management, Best Paper C Proceeding E.C Pearson, 1936, dalam Koentjaraningrat, Teori-teori Akulturasi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Farrel,
M.A, (2000), Developing a market-oreinted Learning Organization, Australian Journal of Marketing
Farrel, Ma, (2002), Are Market Orientation and Learning Orientation Necessary for Superior Organizational Performance, Journal of Market-Focused Management Farrel, Ma, (2008), Market Orientation, Learning Orientation, and Organizational Performance in International Join Venture, Asia Pacifik Journal of Marketing Ferdinand A, (2002), Structural Pembelajaaran Manajemen Semarang.
Equation Modelling dalam Badan Penerbit Diponegoro
____________, 2005, Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Diponegoro Semarang ____________, 2006), Metodologi Penelitian, Universitas Diponegoro Semarang.
Badan Penerbit
Fiol, C.M, and Lyles, M.A, (1985), Organizational Learning, Academi Of Managament Review Fredric Kropp, 2006, Entrepreuneral, Market, Learning Oreintation and Internationa Entrepreneural Business venture Performance in South African Firm, International Marketing Review 147
Fukuyama, (1995), Bigge, M.I. & Shermis, S.S. (1999). Learning Theories for Teachers. 6th Ed. New York: Longman. Gana, Frans. (2003). Inovasi Organisasi Sebagai Basis Daya Saing Bisnis 'Usahawan No. 10 TH XXXII Oktober 2003. LM-FE IU. Galdstein, D,L, (1984), Groups in context: a Model of task group effectiveness, Administrative Science Quartery Gary Aromdhana, 2009, Analisis Strategi Pengembangan usaha roti PD Galuh Sari Bogor Garvin, 1993, Building A Learning Organization, Canada, Harvard Business Review Geoge Strause Leonard Sayless, 1992, Komunikasi, Organisasi, Penerjemah Jakasil, Erlangga, Jakarta Geoege D Kuh and Shouping HU, 2001, Learning Productivity at Research Universities, The Journal of Higher Education Gephart, M.A, Marsick, V.J, Van Buren, M.E, and Spiro, M.S, (1993), Learning Organizations come Alive, Training & Development Get and Robinson, 2003, Measuring Organizational Performance in the Absence of Obyective Measures : The Case of the Privately-held Firm and Conglomerate Business Unit, Strategic Management Journal Geus A.P.D,( 1998), Why Some Companies live to tell about change, The Journal for Quality and Participation Gidden, Anthony, ( 2001), Pustaka Utama
Runway World , Jakarta: Gramedia
Glaser, Rashi, (1991), Marketing in an Information-Intensive Environment: Straregic Implication of Knowledge as an asset, Journal of marketing 148
Goeltom, 2006, Gary Aromdhana, 2009, Analisis Pengembangan usaha roti PD Galuh Sari Bogor
Strategi
Godin, Benoit, 2002, The Rise of Innovation Surveys: Measuring a Fuzzi Concept, Working paper, The Center of Innovation Studies, Edmonton, Canada Goldsmith, et, al, (1997), Innovativeness and Price Sensitivity: Managerial, Theoritical, and Methodological Issues, Journal of Product and Brand Management Goldsmith, R.E, ( 2001), Using the Domain Spesific Innovativeness Scale to Identity Innovative Internet Consumer, Internet Research Electronic Networking Application and Policy Gonzales et al, 2004, Social Capital : Building and Effetive Learning Environment in Marketing Classes, Marketing Education Review Guiltinan, J. P., and Paul, G. W. (1994) Marketing management strategies and programs, (5th ed), New York: Mc.Graw Hill, Inc. Grant F.R.M, 1991 The Resource Co-based Theory of Competitive for Strategy Formulation, California Management Review. Gray, B.V. (1999). Science education in the developing world: Issues and considerations. Jurnal of Research in Science Teaching, 36 Hadjimonalis, 2000, An Investig ion of Innovation Atecendent in Small Firms in the Contex of A Small Developing Country, Journal of R&D Management, Hair Jr et al, 2010, Multivariate Data Analysis, A Global Perspektif , Seven Edition, Boston Colombo San Fransisco New York Halit Keskin, 2006, Market Orientation, Learning Orientation, and Innovation Capabilities in SME, Eoropean Journal of Innovation Management 149
Hamel, Gary dan Prahaland. C.K. (1990). The Core Competence of The Corporation, Harvad Business Review Han, J.K., Kim, N. Dan Srivastava, R. (1998), Market Orientation And Organizational Performance: Is Inivation A Missing Ling?', Journal Of Marketing, Vol 62, October. pp. 30-45 Han et al, 1998. “ Market Orientation, Innovativeness, Product Innovation and Performance in Small Firm”. Journal of Small Bussiness Management Vol 42 NO.2. Program Magister Manajemen . Universitas Diponegoro. Hanny, 2005, Inovasi Organisasi: Konsep Dan Pengukuran. Usahawan No. 09 Th XXXIV. September 2005. Hardley, Fand Mavondo, 2000, The Relation betwen Learning Oreintation, Market Orientation amd Organizational Performance, Paper Presented at The Australian and New Zealand, Marketing Academy Conference, Queensland, Australia Harrison dan Leitch, 2005, Entrepreneurial Learning: Researching the Interface between Learning and The Entrepreneurial Context: Entrepreneurship Theory and Practice Harlow, Harry F, 1948, The Formation of Learning Sets, Midwestern Psychological Association Meeting, St. Paul Minnesota Harrison, 2000, dalam Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. Hartanto (1995), dalam Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi: Konsep Dan Pengukuran. Usahawan No. 09 Th XXXIV. September 2005. Hashim, N.I, dan Wafa, S.A, 2002, Small and Medium Sized Enterprises Hayek, Fredrick A (1978), Competition as a Discovery Procedure, In New Studies Philosopy, Politics, Economic and The History 150
of Ideas,Chicago,III,: University of Chicago Press Hayek, Fredrick A (1935), Collectivist Economic Planning: Criticical Studies on The Possibilities of Socialisme, London; Routledge Heidi M. McLaughlin, 2002, “The Relationship Between Learning Orientation. Market Orientation and Innovation and Their Effect on Organizatonal Performance”. School of Business and Entrepreneurship Nova Southeasern University. Hedberg,Bo, (1981), How Organization Learn and Un Learn, In P,c, Nistrom &W, H, Starbuks (Eds), Handbook of Organizational Design, London: Oxford Uneversity Press Heidjrachman dan Suad Husnan, 1998, Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta Helen Salavou, 2005, Do Customer and Technology Orientation Influence Product Innovation in SMEs ?, Some New Evidence from Greece, Journal of Marketing Management Heneman, 1998, dalam Aryani Matius Maun, 2002, Hubungan Organisasi Learning Informasi Pasar dan Kinerja Pasar, Journal Sains dan Technologi Hesket, 1992, Corporate Culture and Perormance, The Free Press King Hofer, Charles W, & Schendel, (1978) , Strategy Formulation: Anallytical Concept West Publishing Hofstede, Geert, 2001. Culture’s Consequences. Second Edition. London: Sage Pub. Hopkins & Hopkins, 1999, Strategic Planning, Financial Performance Relationship in Bank, Strategic Management Journal Howard J.Klein, Sunhee Lee, 2006, The Effect of Personality on Learning : The Mediating Role of Goak Setting, Human Performance 151
Huber, G.P, 1991, Organizatinal Learning; The Contributing Proces and Lieteratus, Organizational Science Hult, G.T.M, Hurley, R.F, and knight, G.A, (2004), Innovativeness its Antecedent and Impact on business performance, Industrial Marketing Management Hunt, Shelby D, & Morgan M, (1996), The Resource-Advantage, Theory of Competition Dynamic, Path Dependencies and Evolutionary Dimension Journal of Marketing Hunt, Shelby D, & Morgan M, (1997), The Resource-Advantage and Wealth of Nation Deveoping The Socio-Economic Research Tradition, The Journal of Socio-Economic Marketing Hurley and Hult, 1998, Inovation Market and Organizational Learning : An Integration and Empirical Examination, Journal Marketing. Husher, 1994, The Ques for The Competitive Learning Organization, Management Decisin I Gede Raka dan Willy, 1992, Faktor Internal dan Eksternal Organisasi yang Mempengaruhi Tingkat Inovasi Suatu Perusahaan, Forum Komunikasi. J.Bessan &J. Buckingham, 1993, Innovation and Or gani zational learning: The Case of Computer -aided Production Management, British Journal of Management, Jausari, 2006, Joseph Luft dan Harry Ingham (1969), dalam Pannen, P. (2000). Konstruktivisme dalam pembelajaran, seni mengajar di perguruan tinggi. Jakarta: PAU-PPI. Universitas Terbuka. James A Woff and Timothy L.Pett, 2006, Small Firm Performance Modelling the Role of Product and Process Improvement, Journal of Business Management
152
Jaworski, Bernard, & Kohli, (1988), Toward a Theory of Marketing Control : Environmental Contex, Control Type, and Consequences, Journal of Marketing Jaworski, Bernard, & Kohli, (1990), Market Orientation: The Construk Reserach proposition, and Managerial Implication, Journal of Marketing Jaworski, Bernard, & Kohli, (1992), Market Orientation: Anteseden and Consequences Report , Report No. 92-104. Cambrige, MA: Marketing Science Institute Jaworski, Bernard, & Kohli, (1993), Market Orientation: Anteseden and ConsequencesJournal of Marketing Science Institute Jie Yang, 2008, Antecedents and consequences of Knowledge Management Strategy:The case of Chinese high Technology Firm, Production Planning and Control Johnson, Johnson, dan Smith, 1991, Drivers and Outcomes of parent Company Intervention in IJV Management: A Cross-Cultural Comparison, Journal Of Business Research Johson, Chonko dan Roberts 1999, Organizational Comitment in the Sales Force, Journal of Personal Selling and Sales Management Kambil, A, Eselius, ED. And Monteiro, K.A.,( 2000), Fast Fenturing the quick way to strat web businness, Sloan Managment Review Kanter, R.M, ( 1983), The Change Master: Innovation for Productivity in the American Corporation, Simon and Schuster, New Yok, NY Kandampully, Jay, 1998, Service Quality to Service Loyalty : A Relationship Which Gross Beyond Cusomer Service, Journal of Total Quality Management Kaplan, R S and Norton, 1996, Translating Strategy into Action, The Balanced (Harvard Business School Press, Boston, MA)
153
Katu, 1995, dalam Pannen, P. (2000). Konstruktivisme dalam pembelajaran, seni mengajar di perguruan tinggi. Jakarta: PAU-PPI. Universitas Terbuka. Kayhan Tajeddini, 2006, Examinimg the effect of Market orientation on Innovativeness, Journal of Marketing Management Keats, B.W., and Hitt, M.A., 1988, “A Casual Model of Linkages Among Environmental Dimensions Macro Organization Characteristics. Keillor,
Parker dan Pettijohn, 2000, Relationship-Oriented Characteristic and Individual Sales Person Performance, Managers, Journal of Business and Industrial Marketing
Keegan, W. (1995) Manajemen pemasaran global, (terjemahan), edisi revisi, jilid I, Jakarta: PREHALLINDO. Kementrian Koperasi dan UKM, 2009, Peran Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pembangunan Nasional Kim, IS and Arnold, 1993, Operational Manufacturing Strategy-an Exploratory Study of Concept and Linkage, International Journal of Nation Mid Productionand Management Kim, E., dan Tadisina, S., 2003. Customer’s Initial Trust in E-Business: How to Measure Customer’s Initial Trust, Proceedings of Ninth Americas Conference on Information Systems, pp. 35-41. King, 1990, The Modelling the Innovation process: an empirical of approach ,Journal of Organizational & Occupational Psychology Kirzner, Israel M, (1979), Perception, Opportunity, and Profitability, Chicago, III, University of Chicago Press Kittcel, S, (1995), Corporate Culture, evironmental adaptation, an innovation adoption: a Qualitative /Quantitative approach, Journal of the Academy of Marketing Scienceni Knox, S (2002). The Broadroom Agenda: Developing The Innovatif Organisation. Corporate Governance, 2 (1), pp.27-36. 154
Kotha, S dan Nair.A, 1995, Strategy and Environment Determinants of Performance Evidence from The Japanese Machine Tool Industry, Strategic Management Journal Kotter and Hesket, 1992, Corporate Culture and Performance, New York, The Free Press Lado, N, and Maydeo-Olivares, A, (2001), Exploring the link betwen market orientation and innovation in the European and US Insurance Markets, International Marketing Review Lambin dalam Augusty, 2000, Manajemen Pemasaran : Sebuah Pendekatan Strategik, Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Langlois, 1995, Capabilities and Coherence in Firm and Markets, dalam Montgomery, C,A, (ed), Resourced-Based and Evolutionary Theories of the Firm: Toward a Synthesis, Boston: Kluwer Landes, David, 1999, The Wealth and Poverty of Nation: Why Some Are So Rich and Some So Poor, New York Lant, Theresa K., & Mezias, Stephan J. (1990), Managing Discontinuous Change: A Simulation Study of Organizational learning and Entrepreneurship. Strategic Management Journal, 11 147-179 Lawrence S.Silver, Sean Dwyer, and Bruce Alford, 2006, Learning and Performance Goal Orientation of Salespeople Revisited : The Role of Performance and Performance Avoidance oreintation, Journal of Personal Selling and Sales Management Lee, .J. dan D. Miller. 1996. "Strategy. Environment and Performance in TwoTechnological Contexts: Contingency Theory in Korea",Organization Studies, 17 (5) : 729 – 750. Leonard-Barton, D, (1992), Core Capabilitas and Core Rigidities: A Paradok In Managing New Product Development, 155
Strategic Management Journal Levintal, Daniel A, & March, James G (1993), The Myopia of learning Management Strategic Journal Levitt, Barbara, &March, J.G. (1988), Organizational Learning, Annual Review of Sociology LI and Calantone, 1998, Learning Orientation, Firm Innovation Capability, and Firm Performance , Industrial Marketing Management Liebeskond, Julia Porter, (1996), Knowledge, Strategy, and the Theory of TheFirm Strategic Management Jornal, 17 (Winter Special Issue), 93-10 Lippman, S.A. & Rumelt, R.P. (1982), Un certain Inimitability, Bell Journal of Economic, 13, 418-38 Lucas, B.A dan Hutt (1996). The Effect Of Market Orientation On Product Innovation. Journal Of Academy Of Marketing Science, 28 (2).pp. 239-247. Lumpkin dan Lichtenstein BB, 2005, The Role of Organzational Learning in the Opportunity- recognition Process, Entrepreneurship Theory & Practise Luo, Yadong, 1999, Environmental Strategy –Performance Relation in Small Business in China : A Case of Thownship and Village Enterprise in Southern China , Journal of Business Management Luthan S, F, 1995, Organizational Behaviour New York USA Mc GrowHill Inc Mahoney, Yoseph T, (1993), The Management of Resources and Resource of Management, Journal of Business Research 33, 91-101 Martin Radenkers., 2005, “Corporate universities: driving force of knowledge innovation”, Journal of Workplace Learning; 2005; 17, 1/2; ABI/INFORM Global, 156
Mark Antony Farrel, 2002, Are Market Orientation, and Learning Orientation Necessary for Superior Organizationes performance, Journal of MarketFocused Management Mark Antony Farreel, Market Orientation, 2008, Learning Orientation and Organizational Performance in International join Ventures, Asia Pasifik Journal of Marketing Maslow, 1954, dalam Panji A, 2001, Psikologi Kerja, Rineka, Jakarta Malthouse and Blattberg, 2005, dalam William E Baker and James M Sinkula, 2007, Does Market Orientation Facilitate Balanced Innovation Program An Organizational Learning Perpective, Product Development and Management Association Matsuno, Ken, Mentzer, John T, Ozsomer, Aysegul, 2002, The effect of entrepreneurial Proclivity and Market Orientatioan on Business Performance, Journal of Marketing Mascitelli, T.P, and Lyles, M.A, (2000), From Experience harnessing tacit knowledge to achieve breakthrought innovation, Journal of Product Innovation Management Mavondo, (2005), Learning Orientation and orientation, European Journal of Marketing
Market
McAdam, R.G. Armstrong Dan B Kelly (1998). Investigation Of TheBetween Total Quality And Innovation: A Research Study Involving Small Organizations. European Journal Of Innovation Management,13. Mayer, R.C., Davis, J. H., dan Schoorman, F. D., 1995. An Integratif Model of Organizational Trust, Academy of Management Review, 30 (3): 709-734. Mukherjee, A., dan Nath, P., 2003. A Model of Trust in Online Relationship Banking, International Journal of Bank Marketing, 21 (1): 5-15. 157
M.Kreiser, Louisd, Marino, K Mark Weaver, 2002, Assessing t he Psychometrick of the Entrepreunerial Orientation Scale: A Multycountry Analysis, Entrepreunership Theory McClelland, D. C. 1961. Thee Achieving Princeton, NJ: Van Nostrand. McGill, Michael E, & Slocum. John W, (1992), Management Practise In Learning, Organizational Dynamic McCann, J.E., 1991, Pattern of Growth, Competitive Technology, and Financial Strategis young Ventures, Journal of Business Venturing Mc Kee & Conant, 1992, An Organizational Learning Approach to Product Innovation, Journal of Product Innovation Managemet Megginson, W.I. Byrd, M.J, Scott, C.R (fail Megginson, L.C. (1994). Sma -ll Business Management. Burr Ridge, Illinois: Irwin. Merrill & Reid, 1981, Mila Faila Sufa, (2006), Strategi Peningkatan kerja perusahaan sebagai upaya menjamin Kepuasan pelanggan Menon, Anil, Sundar G. Bharadwaj, P Phani Tej Adidam and Steven W. Edison, (1999), Antecedents and Consequences : of Marketing Strategy Making : A Model and a test”, Journal of Marketing, 18 April, 18-40. Miller, Danny. 1991. "Stale in the Saddle: CEO Tenure and the Match between Organization and Frivironment". Management Science 37: 34 - 52. Mila Faila Sufa, (2006), Strategi Peningkatan kerja perusahaan sebagai upay menjamin Kepuasan pelanggan, Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol.5, no 2 UMS
158
Mishra, S. N., K. Sharma and N. Sharma. 1984. Participation and Development, NBO Publisher’s Distributor. New Delhi. Mohamed A.K. Mohamed, 2002 , Assesing determinants of departemental Innovation An exploratory multi-level approach, Assessing Departemantal Innovation Morgan, Robert M & Hunt Shelby D, 1994, The Commitment-trust theory of Relationship Marketing, Journal of Marketing Morgan, R.M. dan Minner (1997). The Commitment-trust theory of Relationship Marketing . Journal of Marketing. Vol. 58. No.3, pp.20-38. Moorman, Christine & Miner, Anne S, (1997), The Impact of Organization Memory on New Product Prformance and Creativity, Journal of Marketing Research Mullen, and Lyles,1993, Toward Improving management devolopment’s contribution to organizational learning, Human Resouces Planning Mulhern, 1995, The SME Sector: A Broad Perspective, Journal of Small Business Management Munandar AS, 2003, Learning Organization dan penerapannya dalam dunia usaha , Makalah seminar Indusri Kolokium di Makasar Murphy, G.B., et al., 1996, Measuring Performance in Entrepreneurship Research, Journal of Business Research Murphy, G. B. dan Blessinger, A. A., 2003. Perceptions of No-name Recognition Business to Consumer E-Commerce Trustworthiness: The Effectiveness of Potential Influence Tactics, Journal of High Technology Management Research Myers dan Marquis, 1969., Succesfull Industrial Innovation, Nation Science Foundation Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi: Konsep Dan 159
Pengukuran.
Usahawan No. 09 Th XXXIV. September 2005.
Narver, J, C, & Slater, S, F, (1990), The Effect of a Market Orientation on Business Profitability, Journal of Marketing Nelson, Richard R, & Winter, Sidney G, (1982), An Evolutionary Theory of Economic Change, Cambrige, Massachusetts; Harvard University Press Nystrom, Harry, (1990), Organization Innovation, In West, Michael A & Far, James L (ed), Innovation and Creativity at Work: Psychological and Organization Strategies, New york Nonaka, Ikujiro, (1994), The knowledge Creation,
Dynamic Theory Organizational Organiational Science
Notoatmodjo S,1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta: PT Rineka Cipta Osterloh, M and Frey B, (2000) , Motivation, Knowldge transfer, and Organizational form, Organ, Sei, Ozanne, 1985, dalam Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi: Konsep Dan Pengukuran. Usahawan No. 09 Th XXXIV. September 2005. Pablo Javier Crespell (2007), Organizational Climate and Innovativeness in the Forest Product Industry, A Dissertation, Oregan State Uneversity Pam Schiller & Tamera Bryant, 2002, dalam Jurnal Pendidikan, Vol.6, No.2, September 2005, Paparoidamis, 2005, dalam Pablo Javier Crespell (2007), Organizational Climate and Innovativeness in the Forest Product Industry, A Dissertation, Oregan State Uneversity Pedler, dkk, dalam Dale M, 2003, Developing Management Skill (terjemahan ) Jakarta, PT Gramedia
160
Pelham, Alfred M , 1997, Mediating Influences of The Relation Betwen Market Orientation and Profitability in Small Industries Firms, Journal of Business Research Penrose, Edith Tilton, (1952), Biological Analogies In The Theory of The Firm, The American Economic Review Penrose, Edith Tilton, (1959), The Theory of the Growth of the Firm, New York: John Wiley & Sons, Inc Pfefer, Jeffry & Salancik, Gerald R, (1978), The External Control of Organizational New Peter, .J. Paul. 1985. thirkelinq Management, Prentice Hall, New York .Peteraf M.A. 1993. lie cornerstones of competitive advantage:resource based view". Strategic Management Journal 14. 179-191 Porter, Michel, (1985), Competitive Adantage; New York: The Free Press Prahald, C, K, & Hamel, G, (1990), The Core Competence of the Corporation, Harvard Business Review Reichheld and Sasser (1990), Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi: Konsep Dan Pengukuran. Usahawan No. 09 Th XXXIV. September 2005. Riegelsberger, J., Sasse, M. A., dan McCarthy, J. D., 2003. The Researcer’s Dilemma: Evaluating Trust in ComputerMediated Communication, International Journal of Human-Computer Studies, 58: 759-781. Revati Subramaniam, 2005, A Multivariat Study of the relationship between Organizational Learning, Organizational innovation and Organizational Climate in the Australian Hotel Industri Rianto, Y,dkk, 2004, Studi Dinamika Proses Teknologi Transfer di Industri Manufaktur, LIPI 161
Ricardo, D, (1817), Principles of Political Economy & Ta.xation, J, Murray, London and Sustainable Competitive Advantage, Academy of Management Review Rijamampianina, R, Abrat, R & February, Y, 2003, A Framework for concentric Diversification Trough Sustainable Competitive Advantage, Management Decision Robert, P,Amit, (2003), The Dynamics of innovative activity and Competitive: The Case of Australian retail banking Rogers, (1985), Diffusion of Innovation, New York : Free Pess Romijin, H, and Albaladejo, M, (2002), Determinant of innovation capabilitas in small electronic and software firm in southest England, Research Policy Rotharmael, Frank T, (2001), Incumbent Advantage Through Exploiting Complementary Asset Via In terfirm Cooperation Strategic, Management Journal Ruekert, R.W, (1992), Developing a market orientation and organizational Strategy perspective, International Journal of Marketing Rumelt, Richard P, & Wensley, Robin, (1981), In Search of The Market Share Effect, Academy of Management Proceedings, K Chung, edSheridan Press, Hanover Rumelt, Richard P, & Wensley, Robin, (1984), Toward a Strategic Theory ofThe Firm, In Competitive strategic Management, Robert Lamb, ed, Prentice Hall, Englewood Cliffs Schein, Edgar H, (1993), How Can Organization Learn Faster ? The Challenge The of Entering the Green Room, Sloan Management Review (Winter), 85-92 Schein (2004), Organizational Culture and Leadership , Jossey Bass Schhendel, D, 1994, Introduction to Competitive Organizational Behaviour, Toward and Organizational Based Theory of 162
Competitive Advantage, Strategic
Management Journal
Schumpeter, JA. 1934, Theory of Econimic Development, Harvard University Press, Cambridge, MA Schumpeter, JA, 1942, Capitalisme, Socialism, and Democrasy, Harper, New York Schurr, Paul & Ozanne, Julich, 1985, Influence on exchange Prosessor: Buyer”s Perception of a Seller”s Trustworthines and Bargaining Toughness, Journal of Consumer Research Scarborough dan Zimmerer, 2000, Effective Small Business Management, An Entrepreneurial Approach, New Jersey, Prentice Hall Scott
and Einstein, 2001, Determinan of Innovatie Behaviour: A Path Model of Individual Innovation in the Workplace
Selnes, Fred, Jaworski, Bernad J, and Kohli, Aay K, 1997, Market Orientation in USA, and Scabdanavian Companies, A CossCultural Study, Cambridge, MA, Marketing Science Institute Report Senge, Peter, 1990, The Leaders New Work, Building Learning Organization, Sloan Management Review Senge, and Carted Goran, 2001, Inovating Our Way to Next Industrial Revolution, Sloan Management Review Selo Soemardjan (1964), dalam Soerjono Soekanto (1982), Sosiologi Suatu Pengantar, , Edisi baru kesatu , penerbit : CV Rajawali Djakarta : Shapiro, Bensonp, 1988, What The Hell is Marketing Orientied, Harvard Busines Review Sharma dan LaPlaca, 2005, The Impact of Communication Effectiveness and Service Quality on Relationship Commitment in Consumer, Proffesional Service, Journal of Service Marketing 163
Shespeiord. David C, Ridnour Rick, E, and Lassk F.G, (2001), An Exploratory Assesment of Sales Culture Variabel : Strategic Implication within The Banking Industry, Journal of Personal & Sales Management Sheth, Jagdish, 1976, Buyer-Seller Interaction : A Conceptual Framework, Advances in Consumer Research Sheth and Parvatiyar (1992), Toward a Theory of Business Alliance Formation, Scandinavian International Business Review Sherwel, Conin & Bullard 1994, Relation Exchange in Service : an Empirical Investigation of on Going Customer Service – Provider Relationship, International Journal of Service Shipton et al. 2005, Organizational Learning- The key to Managemen Inovation, Sloan management review Sinkula, J.M (1994), Market Information Processing and Organizational Learning, Journal of Markeing, 58 35-45 Sinkula, James M, Baker, William & Noordewier D (1997), A Framework for Maket Based Organizational Learning : Linking Values, knowledge and Behavior, Journal of Academy of Marketing Science. 25 (Fall), 305-318 Slater, Stanley F, (1995), Learning to Change, Business Horizons (November/Desember), 13 .79-86 Slater, Stanley F(1996), The Challenge of Sustaining Competitive Advantage, Industrial Marketing Management, 25.79-86 Slater, Stanley CF & Narver, J.C. (1994) Does Competitive Environment Moderate The MarketOrientation-Performance Relationship, Journal of Marketing , 58 (januari ) 46-55 Slater, Stanley F & Naever, J. C (1995), Market Orientation : It’s only a Star, Journal of Marketing (Juli ) 63-74 Slater, S.F.dan Narver, J.C. (1995), Market Orientation And The Learning Organization on Journal Of Marketing, Vol. 59, (July), Pp. 164
63-
74
Slater, Stanley F & Naever, J. C (1995), Market Orientation Isn’t Enough: Build a Learning Organization, Report No, 94-103, Cambridge, MA, Marketing Science Institute Report Sjaifudian, Haryadi, D dan Newspivati, 1995, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha kecil, Bandung, Akatiga Smallbone, David, (1995), The Survival, Grow and Support Need Manufacturing SMEs In Poland and The Baltic States: Developing A Research Agenda, A Paper Presented to a Seminar at University of Lodz Poland Sood and Tellis, 2005, Technological Evolution and Radial Innovation, Journal of Marketing Spiro
dan Weitz, 1990, Measurement and Marketing Research
Adaptive Selling: Conceptualization Nomiligical Validity, Journal of
Srinivasan, Lilien, and Rangaswamy, 2002, Technological Opportunism and Radical Technologi Adoption; An Application to E Business, Journal of Marketing Starbuck, William H, (1976), Organization and Their Enviroment, In Handbook of Industrial and Organizational Psychology, MD, Dunette, ed, New York; Rand McNally Starbuck, William H, & Hedberg, Bo L,T, (1977), Saving An Organizational From a Stagnating Environment. In Strategy and Structure Equal Performance,Hans B, Thorelli, ed, Blooming: Indiana University Press Stata,
1989, dalam Hurley and Hult, 1998, Inovation Market and Organizational Learning : An Integration and Empirical Examination, Journal of Marketing.
Sugiono, 1999, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV Albeta Bandung 165
Soewardi Poedjosapoetro, 1986, Komunikasi Bisnis, Sinar Baru, Bandung Swan, John F E & Nolan, J, 1985, Gaining Customer Trust : a conceptual guide for the salesperson, Journal of Personal Selling and Sales Management Taylor, Paul W, “Introduction What is Morality” dalam Paul W. Taylor (ed) Problems of Moral Philosophy an Introduction to Ethics (California: Dickenson Publishing Company Inc., 1967, dalam Soerjono Soekanto (1982), Sosiologi Suatu Pengantar, , Edisi baru kesatu , penerbit : CV Rajawali Djakarta Teece, David J, Pisano, Gary, & Shuen, Amy, (1997), Dynamic Capabilities Creative Actions in Organizations, Cameron ford and Dennis Gioia, eds. Thousans Oaks, CA: Sage Publications, 77-87. Thomas M. Hult (1998), “Inovation, Market Orientation, and Organizational Learning: An Integration and Empirical Examination,” Journal of Marketing, 62 (July), 42-54. Tien-Shang Lee, (2005), The Effect of business operation mode on the Market Orientation, LearningOrientation and innovativeness, Industrial Management Tippin and Sohi, 2003, It Competency and Firm Performance : Is Organizational Learning a Missing Link, Strategic Management Journal Tjetjep Rohendi, 2002, dalam paparan Kemasan tradisional makanan sunda bahasan dalam perpektif Antropologi Budaya, 2001 Tony Fu-Lay Yu, 2001, Toward a Capabiliti perspective of the Small firm Owner/Manager, International Journal of Management Review Tsai Wenpire, ( 2001) Knowledge Transfer in Organizational Net Work. Effect of Net Work Position and Abserfative Capacity on Business Unit Innovation an Performance , 166
Academy of Management Journal. Tsung-Chi Liu, 2007, Customer Retention and Cross Buying in The Banking Industry An Integration of Service Attribute, Satisfaction and Trust, Journal of Financial Marketing Tushman, M.L, and Anderson, P, (1986), Technological discontinuities and Organizational Environments, Admintration Thurau, 2000 , Introduction: Technologi, Organization & Innovaton, Administrative Science Quarterly Ulrich, D and Eppinger, 2000, A New Mandate for Human Resources , Harvard Business Review Utterback, 1994, Mastering the Dynamics of Innovation, Boston: Harvard Business Press Van Maanen and Schein ( 1979), Toward a Theory of Organizational Socialization, Research on Organizational Behaviour Vanny, 2000, Pilihan Strategi Unggulan Perusahaan Industri Manufaktur Kecil dan Menengah (IMKM) (Studi Kasus : Beberapa Perusahaan IMKM di Jawa Timur), Usahawan, No. 07 TH XXXI Juli Venkatraman and Ramanujan, (1987), Measurement of Busines Performance in Strategy Research, A Comparison of Approaches Academy of Management Review Vesper, 1990, Ned Ventura Strategi, Englewood Cliffs, NJ, Prentice Hall Victor J Garcia-Marales, Antonia Ruis-Moreno & Fransisco Javier Llorens-Montes, 2007 , Effect of Technology Absorptive Capacity and Technology Proacative on Organizational Learning, Innovation, and Performance : An Empirical Examination, Technology Analysis and Strategic Management Vollis, D Cooper, AC, Ginicno-Gaston, P-J dan Woo, C.Y, 1998, Initial Human and Capital Financial Predictor of New Venture Performance, Journal of Busines 167
Von Hippel, Eric, 2005, Democrating Innovation, Cambridge, MA : MIT Press Voss , G.B., and Voss Z.G., 2000, Strategy Orientation and Firm Performance in an Artistic Environment, Jounal of Marketing Vossen, 1998, Relative Strength and Weaknesses of Small Firm in Innovation, International Small Business Journal, Walker, Orville C. and Robert W. Ruekert (1987), “Marketings Role in the Implementation of Business Strategies: A Critical Review and Conceptual Framework, Journal of Marketing Wand ,D,Chin, H.O, and Lee Ahmed, (2003), Determinan of firm innovation of Singapore, Technovation Webster, 1992, The Changing Role of Marketing in the Corporation, Journal of Marketing Weitz, Sujan dan Sujan, 1986, Knowledge, Motivation, and Adaptive Behavior : A Framework Importing Selling Effecttiveness , Journal of Marketing Wernerfelt, Birger, (1984), A Resources-based View of the Firm, Strategic Management Journal West, Michel A and Farr, James L, (1990), Innovation at Work, in West, dalam Michael A and Farr, James L, (ed) Welch, 2001, The Learning Organization : Lossing the Luggage in Transit, Journal of European Industrial Trainning William Baker, James F Sinkula, 1999, Learning Orientation, Market Orientation, and Innovation, : Integrating and Extending models of Organizational Performance, Journal of Market Focused Management William E Baker and James M Sinkula, 2007, Does Market Orientation Facilitate Balanced Innovation Program An Organizational Learning Perpective, Product Development and Management 168
Association Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Prose Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wood, 1995, Orgizational Memory, Academey of Management Review Wu& Wu, 2005, dalam Setiawan Sabana, 2007, Nilai Estetika pada kemasan makanan tradisional Yogyakarta, ITB Yap & Sounder, 1994(Vanny, 2002), Pilihan Strategi Unggulan Perusahaan Industri Manufaktur Kecil dan Menengah (IMKM) (Studi Kasus : Beberapa Perusahaan IMKM di Jawa Timur), Usahawan, No. 07 TH XXXI Juli Zaltman, Gerald, 1973, Knowledge Utilization a Planned Sociall Change, in Knowledgee Sumiye Konoshima, eds. Boulder, CO: The Westview Zahra et al, 2000, dalam Yaqin, Nurul. 2003. Pengaruh Beberapa Variabel Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Petrokimia Gresik, Tesis: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Tidak dipublikasikan.
169
BIODATA Dr. Dra. Sulistiyani, MM, lahir di
Semarang 20-10-1963.
Pendidikan S1 Universitas 17 Agustus 1945 th.1991. Pendidikan S2 di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang th 2000. Kemudian pendidikan doktoral pada Program Doktor ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang th 2012. Menjadi dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 untuk matakuliah:1.
Manajemen Pemasaran; 2 Metodologi
Penelitian;3 Perilaku Pasar; dan 4 Seminar Pemasaran. Penelitian yang sudah dilakukan antara lain : Kemampuan Berinovasi dan kinerja UKM di kota Semarang - 2006; Kreativitas Program Pemasaran dan Kinerja UKM di kota Semarang - 2006; Pengembangan model Penilaian Kerja dosen PTS di kota Semarang 2007; Pengembangan model Kinerja Pemasaran melalui Orientasi Pembelajaran dan Ketrampilan pada usaha mebel di Klaten - 2012. Beberapa tulisan/ Artikel Ilmiah yang sudah dipublikasikan antara lain : Pengembangan model Penilaian Kerja dosen PTS di kota Semarang, 2007 ; Pengaruh Kemampuan Manajerial, Kreatvitas Program Pemasaran dan Kemampuan Berinovasi terhadap Kinerja UKM dikota Semarang, 2010 ;Pengembangan model Kinerja Pemasaran melalui Orientasi Pembelajaran dan Ketrampilan pada usaha mebel di Klaten, 2013; Pengaruh Orientasi Pasar dan Kreativitas Program Pemasaran Terhadap Kinerja UKM di Semarang, 2013
170