Struktur
KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON BERSERAT BAJA DRAMIX DAN FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK (195S) Edy Purwanto1 , Bambang Santosa1 1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS, Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta Email :
[email protected]
ABSTRAK Wilayah Indosensia termasuk dalam jalur ring of fire dari peristiwa gempa tektonik, peristiwa gempa yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa banyak bangunan yang meskipun sudah didesain dengan menerapkan peraturan yang ada masih banyak yang hancur, dari beberapa investigasi yang dilakukan kehancuran itu antara lain terjadi pada sistem hubungan balok dan kolom (HBK) atau pada joint balok dan kolom. Penelitian ini mengkaji kinerja hubungan balok kolom dari struktur bahan beton bertulang. Benda uji terdiri dari silinder dengan ukuran diameter 200 mm dan tinggi 300 mm dan elemen balok kolom. Di mana variasi bahannya adalah beton normal, beton serat, beton fly-ash, dan beton fly-ash dengan serat baja. Masing masing benda uji silinder ada 6 buah, sementara benda uji elemen balok kolom masing masing ada 3 buah. Serat baja yang dipakai mempunyai merk dagang Dramik dengan pemakaian 2% volume beton, sementara fly-ash dipaki sebesar 30 % dari volume semen. Benda uji silinder di uji kuat desak dan kuat tarik belahnya, sementara benda uji elemen balok dan kolom diuji kapasitasnya untuk mengetahu perilakunya, antara lain, beban, pola retak, daktilitas dan kekakuannya. Hasil pengujian benda uji HBK, didapat nilai beban berturut-turut adalah untuk benda uji normal sebesar 10,53 kN, benda uji fly-ash sebesar 6,97 kN, benda uji serat sebesar 11,56 kN, benda uji flyash dan serat sebesar 7,98 kN, sehingga kinerja HBK terhadap peningkatan beban menjadi lebih rendah dikarenakan adanya faktor pemakaian fly-ash. Sedangkan kinerja dari pengamatan pola retak dari pemakaian serat baja dramix dan fly-ash akan lebih kecil dan jumlahnya akan berkurang jika dibandingkan hanya dengan memakai beton normal. Kata kunci : HBK, beton serat, beton fly-ash, pola retak. 1. PENDAHULUAN Indonesia berada pada jalur gempa aktif, yaitu bertemunya lempeng Australia dan Pasifik dengan lempeng Asia, sehingga akibat yang ditimbulkan sudah banyak dirasakan dan memakan korban harta dan jiwa yang sangat besar. Banyak bangunan dan infrastruktur yang hancur akibat peristiwa tersebut. Hancurnya bangunan dan infrastruktur ditengarai dikarenakan pemilihan hirarki keruntuhan pada saat desain dan pelaksanaan yang tidak tepat dan penerapan detailing struktur yang tidak memadai (Imran, I dan Budiyono, B,2010). Kejadian kehancuran bangunan sering dipicu oleh detailing bagian hubungan balok kolom (HBK) yang jelek. Mengingat pentingnya bagian HBK pada suatu bangunan maka diperlukan kajian yang mendalam mengenai material dan pendetailan yang dipakai pada bagian tersebut. Pada penelitian ini untuk memperbaiki kinerja HBK ditempuh dengan jalan memperbaiki material beton dengan menggunakan material beton serat (sebagai micro steel) dan limbah batu bara yang berupa abu terbang ( fly-ash), di mana fly ash ini akan meningkatkan kualitas dan durabilitas beton, karena pemakaian bahan ini dalam jangka panjang akan menghasilkan kualitas beton yang semakin bagus. 2. TINJUAN PUSTAKA Pengaruh serat pada beton Dalam penelitian terdahulu, pemberian serat didalam struktur beton memberi kontribusi positif terhadap kenaikan kekuatan tariknya. Penelitian yang dilakukan oleh Suhendro (1993) yang menggunakan serat bendrat menunjukkan bahwa tambahan 1% serat mampu menaikan kuat tekan beton sekitar 25%, kuat tarik 47% dan modulus elastisitas sekitar 10%. Serat pada campuran beton dapat menunda retaknya beton, membatasi penambahan retak dan juga ketidak mampuan semen portland yang tidak dapat menahan regangan dan benturan menjadi ikatan komposit kuat dan lebih tahan retak. Penelitian ini dipakai serat baja dengan merk dagang Dramik Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 219
Struktur
Pengaruh fly-ash (abu terbang) terhadap beton Tjokrodimulyo, K. 1996, menyatakan bahwa kandungan kimia dalam abu terbang akan mempengaruhi pada saat beton mengalami reaksi hidrasi antara air, semen Portland dan abu terbang. Dalam proses hidrasi, air dalam campuran beton akan mengikat dikalsium silikat (C2S) dan trikalsium silikat (C3S) yang kemudian menjadi kalsium silikat hidrat gel (3CaO.2SiO2.3H2O atau CSH) dan membebaskan kalsium hidroksida (Ca (OH)2). Tambahan abu terbang yang mengandung silica (SiO2) dan bereaksi dengan Ca (OH)2 yang dibebaskan dari proses hidrasi dan akan membentuk Calsium Silikat Hidrat (CSH) kembali, sehingga beton yang dibentuknya akan lebih padat dan kuat atau mutunya bertambah. Reaksi ini sering disebut reaksi sekunder dan rekasi ini berlangsung lambat dan berlaku lebih lama, sehingga mutu beton diatas 28 hari masih dapat meningkat, dengan demikian waktu pengerasan (setting time) beton abu terbang menjadi lebih lama bila dibandingkan dengan beton normal ata beton tanpa abu terbang. Reaksi kimia pasta semen dengan abu terbang dapat ditulis sebagai berikut :
Dengan bertambahnya kalsium silikat hidrat gel (3CaO.2SiO2.3H2O atau CSH) maka kekuatan beton akan meningkat meskipun dibutuhkan waktu yang lebih lama. Hubungan Balok Kolom (HBK) State of the art mengenai pertemuan balok-kolom (Komite 352 ACI-ASCE dalam Chu-Kia Wang) mencantumkan provisi yang terperinci untuk perencanaan dari dua kelas dari pertemuan antara balok dan kolom, yaitu : a) Pertemuan tipe I, terutama untuk pembebanan statis, di mana kekuatan menjadi criteria utama dan tidak diharapkan terjadinya deformasi yang berarti. Di sini hanya dibutuhkan daktilitas yang nominal saja. b) Pertemuan Tipe II, biasanya untuk pembebanan gempa atau ledakan, di mana dibutuhkan kekuatan yang dipertahankan melalui tegangan bertukar ke dalam daerah inelastic. Di sini dibutuhkan daktilitas yang dipersyaratkan dalam peraturan gempa. Hoedayanto D, 2009, pada perencanaan struktur beton bertulang, khususnya untuk HBK pada sitem Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam meninjau hubungan balok kolom antara lain : a) Persyaratan gaya b) Persyaratan geometri c) Persyaratan tulangan transversal Apabila persyaratan tersebut dapat terpenuhi dengan baik maka langkah selanjutnya adalah meninjau kekuatan dari daerah efektif hubungan balok kolom. 3. METODOLOGI Benda Uji Penelitian Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini berupa benda uji silinder dan elemen struktur hubungan balok kolom (HBK). Sebagai acuan kuat tekan beton normal adalah 20 MPa dengan rincian seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Jenis benda uji silinder. Spesifikasi material No
Kode
Jumlah
Ukuran (mm) Jenis beton
Prosentase (%)
1
N1 s/d N6
Ø15 – H30
Beton normal
-
6
2
S1 s/d S6
Ø15 – H30
Beton serat
3
6
1
F1 s/d F6
Ø15 – H30
Beton fly ash
25
6
2
SF 1 s/d SF 6
Ø15 – H30
Beton serat + fly ash
3 dan 25 %
6
Tabel 2. Jenis benda uji elemen hubungan balok kolom. Ukuran No
Spesifikasi material
Kode Balok (mm)
Kolom (mm)
Jenis beton
Jumlah
Prosentase serat (%)
1
HBKN1 s/d HBKN3
150 x 200
200 x 200
Beton normal
-
3
2
HBKS1 s/d HBKS3
150 x 200
200 x 200
Beton serat
3
3
3
HBKF1 s/d HBKF3
150 x 200
200 x 200
Beton fly ash
25
3
4
HBKSF1 s/d HBKSF3
150 x 200
200 x 200
Beton serat +flyash
3 an 25
3
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 220
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Perkuatan beton serat
150 500
150 mm
2000 mm
4Ø10
200 mm
1000 mm
Ø8 6Ø10
200 mm
200 mm
Gambar 1. Spesifikasi benda uji elemen hubungan balok kolom (HBK)
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian elemen HBK Hasil pengujian pembebanan elemen HBK didapat hubungan grafik beban dan lendutan seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2. Grafik Beban – Lendutan (Benda Uji normal – Fly ash)
Gambar 3. Grafik Beban – Lendutan (Benda Uji normal – Serat)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 221
Struktur
Gambar 4. Grafik Beban – Lendutan (Benda Uji normal – Serat+Fly-ash) Dari grafik pada gambar 2 sampai gambar 4 di atas, maka didapatkan nilai-nilai data seperti dalam tabel di bawah : Tabel 3. Hasil Pengujian Beban Elemen HBK Crack
Yield
Peak
Failure
Benda uji P (kN)
Δ (mm)
P (kN)
Δ (mm)
P (kN)
Δ (mm)
P (kN)
Δ (mm)
HBKN1
6.00
10.39
10.00
26.94
10.70
36.10
8.56
49.80
HBKN2
4.00
5.58
10.00
22.31
10.80
31.37
8.64
58.05
HBKN3
4.00
7.92
9.00
21.24
10.10
32.41
8.08
67.33
HBKS1
3.00
8.28
11.00
33.89
12.25
43.70
9.80
73.50
HBKS2
3.00
9.16
10.00
32.36
10.44
43.51
8.35
76.84
HBKS3
2.00
3.15
11.00
28.70
12.00
36.50
9.60
67.03
HBKF1
2.00
3.28
6.00
21.99
6.90
31.83
5.52
56.20
HBKF2
2.00
4.96
6.00
19.37
7.00
29.25
5.6
56.54
HBKF3
3.00
7.57
6.00
21.96
7.01
35.37
5.6
64.71
HBKSF1
2.00
2.71
7.00
23.34
8.00
31516.00
6.40
63.92
HBKSF1
2.00
2.78
7.00
17.23
7.47
22880.00
5.98
69.13
HBKSF1
2.00
3.35
8.00
27.83
8.47
37.56
6.78
79.18
Ppeak rata-
∆failure rata-rata (mm)
Peningkatan beban (%)
10.53
58.39
-
11.56
72.46
9.78
6.97
59.15
-33.81
7.98
70.74
-24.22
rata
(kN)
Pola retak Pengamatan pola retak dilakukan secara kontinyu dari awal sampai dengan akhir pengujian. Benda uji HBK beton normal ke-1 mengalami retak pada siklus pembebanan ke 6 yaitu pada beban 6 kN, benda uji HBK beton normal ke-2 mengalami retak awal pada siklus pembebanan ke 4 yaitu pada beban 4 kN dan benda uji HBK beton normal ke-3 mengalami retak awal pada siklus pembebanan ke 4 yaitu pada beban 4 kN. Pola retak awal untuk benda uji HBK beton normal dimulai dengan retak lentur pada kolom bawah dan retak geser pada joint. Kerusakan cenderung terjadi pada joint sehingga terjadi kegagalan struktur pada joint HBK beton normal seperti terlihat pada Gambar 4.12. sampai Gambar 4.14. Pada benda uji HBK beton normal ke-1 terjadi retak maksimum sebesar 0,6 cm, benda uji HBK ke-2 terjadi retak maksimum sebesar 0,8 cm dan benda uji HBK beton normal ke-3 terjadi retak maksimum sebesar 0,8 cm. Pada benda uji HBK beton normal ke-2 dan ke-3 terjadi spalling. Benda uji HBK beton serat ke-1 mengalami retak pada siklus pembebanan ke 3 yaitu pada beban 3 kN, benda uji HBK beton normal ke-2 mengalami retak awal pada siklus pembebanan ke 3 yaitu pada beban 3 kN dan benda uji HBK beton normal ke-3 mengalami retak awal pada siklus pembebanan ke 2 yaitu pada beban 2 kN. Pola retak awal untuk benda uji HBK beton serat dimulai dengan retak lentur pada kolom bawah, kemudian retak mulai menyerang joint pada benda uji HBK beton serat ke-1 pada siklus pembebanan ke 7 yaitu pada beban 7 kN, benda uji HBK beton serat ke-2 pada siklus pembebanan ke 6 yaitu pada beban 6 kN dan benda uji HBK beton serat ke-3 pada siklus pembebanan ke 5 yaitu pada beban 5 kN.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 222
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Kerusakan cenderung terjadi pada joint sehingga terjadi kegagalan struktur pada joint HBK beton serat seperti terlihat pada Gambar 4.12. sampai Gambar 4.14. Pada benda uji HBK beton normal ke-1 terjadi retak maksimum sebesar 0,5 cm, benda uji HBK ke-2 terjadi retak maksimum sebesar 0,6 cm dan benda uji HBK beton normal ke-3 terjadi retak maksimum sebesar 0,5 cm.
(a)
(c)
(b)
(d)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 223
Struktur
(e)
(f)
Gambar 5.. Pola retak benda uji HBK beton normal 1 (a,c,e) dan HBK beton serat 1 (b,d,f). (a)
(b)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 224
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 6. Pola retak benda uji HBK beton normal 2 (a,c,e) dan HBK beton serat 2 (b,d,f).
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 225
Struktur
(a)
(b)
(c)
(d)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 226
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
(e)
(f)
Gambar 7. Pola retak benda uji HBK beton normal 3 (a,c,e) dan HBK beton serat 3 (b,d,f). Dari pemantauan yang dilakukan terjadi pola retak yang lebih lebar pada benda uji HBK beton normal dan terjadi spalling pada benda uji HBK beton normal. Dari hasil pengamatan pengujian diketahui bahwa dengan penambahan serat membuat perubahan pola retak pada HBK beton serat, yaitu perilaku retak beton serat dimulai dengan retak lentur pada kolom kemudian diikuti retak geser pada joint pada pembebanan berikutnya, sedangkan pada benda uji HBK beton normal retak lentur pada kolom terjadi bersamaan dengan retak geser pada joint. Dari hasil pengujian terjadi keruntuhan geser pada joint benda uji HBK baik beton normal ataupun serat, hal ini dikarenakan detailing yang salah serta kurangnya pengengkangan pada daerah joint akibat kurangnya sengkang pada daerah joint. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa daerah joint sangatlah penting untuk diperhatikan detailing dan pengengkangan yang cukup agar mampu mempertahankan kekuatan dari struktur sehingga tidak mengalami keruntuhan sebelum balok maupun kolom runtuh.
5.
SIMPULAN
Dari pengujian yang dilakukan, maka di dapat kesimpulan sebagai berikut : Pemakaian serat baja jenis dramik dapat meningkatkan kinerja beban elemen HBK, dan mengurangi lebar retak akhir. Pemakaian fly-ash dengan kadar 30% dari volume semen pada umur 28 hari mengakibatkan penurunan kapasitas beban HBK.
DAFTAR PUSTAKA ATC-40. 1996. Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings, Volume I. California. Seismic Safety Commission State of California. Chu-Kia Wang, Salmon C.G, 1993, Disain Beton Bertulang, Edisi ke-4, Jilid I, Erlangga, Jakarta. Hoedayanto D dan Imran I, 2009, Desain dan Perhitungan Struktur Tahan Gempa, Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Jakarta. Imran, I dan Boediono, B. 2010. Mengapa Gedung-Gedung Kita Runtuh Saat Gempa. Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Jakarta. Mediyanto, A., Senot Sangaji, Sudarmoko, Andreas Triwiyono, 2004, Kajian Sifat Mekanik dan Kapasitas Elemen Struktural Beton Ringan Berserat Aluminium, Penelitian Hibah Pekerti, UNS, Surakarta. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 227
Struktur
Munaf D,R dkk, 2003, Concrete Repair and Maintenance, Yayasan John Hi-Tech Idetama, Jakarta Purwono, R, 2005, Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa, itspress, Surabaya. Standar Nasional Indonesia. 2002. Tata Cara Perencanaan Tahan Genpa Untuk Bangunan Gedung, SNI 17262002, Badan Standar Nasional Indonesia, Jakarta Standar Nasional Indonesia. 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 28462002. Badan Standar Nasional Indonesia., Jakarta. Soroushian and Bayasi, Z., 1987, Concept of Fiber Reinforced Concrete, Roceding of The International Seminar on Fiber Reinforced Concrete, Michigan State University, Michigan. Suhendro, B., 1991, Pengaruh Fiber Kawat Lokal pada Sifat-sifat Beton, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian UGM, Yogyakarta. Tjokrodimulyo, K. 1996. Teknologi Beton. Nafitri. Yogyakarta.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 228
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013