KINERJA BAGIAN KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS (Studi Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Oaerah Kabupaten Kudus D•lam proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Oaerah Kabupaten Kudus Tahun 2006)
TESIS Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister
Oteh :
MUCHAMAD SOLEH NIM 0620311057
PROGRAM STUDt MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNGAN DAERAH PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2007
KINERJA BAG IAN KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS (Studi Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006)
TESIS Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister
Oleh:
MUCHAMAD SOLEH NIM 0620311057
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNGAN DAERAH PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2007
KINERJA BAG IAN KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEI~ KUDUS DALAM PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS (Studi Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006)
TESIS Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister
Oleh:
MUCHAMAD SOLEH NIM 0620311057
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007
T E S 1·s KINERJA BAGIAN KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAB KABUPATEN KUDUS .DALAM PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAB KABUPATEN KUDUS ( Studi K.ineija Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 )
oleh :
MUCHAMAD SOLEH Dipertahankan di depan penguji Pada Tanggal 18 Agustus 2007 Dan dinyatakan memenuhi syarat
Komisi Pembimbing,
DRS. RIYANTO, M.Hum
DR. ABDUL YULI ANDI G~NI, MS
Anggota
Ketua
Anggota )
I
Malang, 2 3 AUG /007
essp4
-·
.PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
~
n "\
..,,
..
...
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain. untuk memp9roleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam_n3skah TESIS ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( UU NO.·20 Tahun 2003, Pasal25 ayat 2 dan pasal70)
Malang , 18 Agustus 2007
.... '
.. •. ' •'·
·'• ¥
Mahasiswa,
: t~
I•
t i'l
'I
''
!I' I
Nama :MU.CHAMAD..SOLEH NIM : 0~~.0.~~. 1P.S.7. .......... : I~~~- .~P.~~~-~-~!_~~51 PUBLIK PS
..~1 'l
i i
li
PPSUB
I
I.I,
II 'I
il
I
II
!
!
I
\
l
- ~~~~~~~~~~~~~~~~~~-·.J r.·#
£em6ar (J'ersem6alian
"....... Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (QS. AI Mujadalah (58) : 11) "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri". (QS. Ar- Ra'd (13): 11)
(])engan menye6ut flsma .ft{[ah, rtana 9dah.a (J'enaasili £0fji 9dah.a (J'enyayana 7(flrya I{miah ini 7(upersem6ah.~n 1\/paaa : rtano saya saya111Ji se{uruli a1liJllota ~{ua1lJa 6esar J6u Jlj. .ft,.smali-Siri.n
v
RIWAYAT HIDUP
Muchamad Soleh, Jepara, 8 Mei 1970 anak dari lbu Hj. Asmah dan Bapak Sirin, SD sampai SMA di Kudus, studi llmu Pemerintahan Fakultas llmu Sosial dan llmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta lulus tahun 1995. Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus sejak tahun 1997.
Malang,
Agustus 2007
Penulis
MUCHAMAD SOLEH NIM 0620311057
VI
RINGKASAN MUCHAMAD SOLEH, Program Pascasa~ana Universitas Brawijaya Malang, 2007. Kine~ a Bag ian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan APBD Kabupaten Kudus (Studi Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006); Komisi Pembimbing, Ketua: A. Y. Andi Gani, Anggota: Riyanto. Penyusunan APBD merupakan suatu rencana t~hunan yang merupakan aktualisasi dari pelaksanaan rencana jangka panjang maupun menengah. APBD merupakan salah satu altematif yang dapat merangsang kesinambungan dan konsistensi pembangunan di daerah. Perda Kabupaten Kudus Nom.:>r 4 Tahun 2003 dan Keputusan Bupati Nomor 24 Tahun 2003 mengatur Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus sebagai unit ke~a dengan tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD. Dalam penyusun'3n APE.D Bagian Keuangan terkait dengan tugas pokok dan fungsi BAPPEDA dan DIPENDA. Berdasarkan latar belakang terse but dirumuskan masalah 1) Bagaimana kinerja Bag ian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus; 2) Hal-hal apa saja yang menjadi kendala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan per.yusunan APBD dan kendala yang dihadapi Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan penyusunan APBD. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh dari informan, dokumen, tempat dan peristiwa. Data yang diperlukan berupa data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis dengan pola interaktif sebagaimana yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992) meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan data dan verifikasi Hasil penelitian menunjukkan dalam melaksanakan proses penyusunan APBD Bagian Keuangan mengahdapi kendala dengan bentuk struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi dan keterbatasan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungni. Kesimpulan penelitian : 1) Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006 belum optimal karena keterbatasan struktur organisasi, duplikasi tugas pokok dan fungsi serta sumber daya aparatur dalam pemahaman dan penguasaan terhadap peraturan yang baru sebagai akibat dilaksanakannya otonomi daerah; (2) Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006 berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun 2002 berperanan dalam menentukan besaran alokasi untuk masing-masing jenis belanja; (3) Dalam proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006 belum didasarkan pada standar analisa belanja dan standar pelayanan minimal. (4) Hal-hal yang menjadi kendala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006), yaitu: (1) adanya duplikasi tugas pokok dan fungsi antara Bagian Keuangan dengan BAPPEDA dan DIPENDA; (2) dengan struktur organisasi sebagai Bagian dalam Sekretariat Daerah memiliki kewenangan yang terbatas dan panjangnya jalur birokrasi; (3) minimnya jumlah pegawai yang mengikuti pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Kata Kunci : Kinerja, Anggaran Kinerja, APBO
VII
SUMMARY MUCHAMAD SOLEH. Postgraduate Program of Malang Brawijaya University. 2007. The Performance of Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in the APBD Preparation Process of Kudus Regency (Study on the Performance of Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in the APBD Preparation Process of Kudus Regency on 2006). Supervisor: A.Y. Andi Gani. Co-supervisor: M. Riyanto. APBD preparation becomes one annual plan referring to the actualization of middle- to long-term plan implementation. APBD also remains as one alternative to stimulate the sustainability and consistency of regional development. Local Regulation of Kudus Regency No.4 2003 and Regent Decree No.24 2003 arrange Finance Division of Regional Secretariat of Kudus Regency as working unit with principle duties and functions of APBD preparation. Relating to this preparation, Finance Division handles the principle duties and functions of BAPPEDA and DIPENDA. This background produces several determined problems: (1) The performance of Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in realizing APBD preparation process for Kudus Regency; (2) Obst'1Jctions challenging Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in the process of APBD preparation for Kudus Regency. Research aims at describing, analyzing, and interpreting the performance of Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in the process of APBD preparation and the obstruction challenging FinCJnce Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in tha process of APBD preparation. Research type used will be descriptive study with qualitative approach. Data source develops from informant, document, location and event. Data involve primary and secondary data. Data collection technique considers interview, observation and documentation. Data analysis concerns analysis technique with interactive pattern as developed by Milas and Huberman (1992) covering data reduction, data presentation, data conclusion remark and verification. Results of research indicate that the implementation of APBD preparation held by Finance Division faces with the obstructions such as organization structure, principle duties and functions, and the limit of human resource training and education to support the duties and functions. Research concludes that: (1) The performance of Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in realizing APBD preparation process for •~udus Regency has been less optimum due to organization structure limit, duties and functions' duplication, and apparatus resource's weak understanding and experience to the latest regulation triggered from regional autonomy; (2) The performance of Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in the process of APBD preparation for Kudus Regency on 2006 relies on Internal Minister Decree No.29 2002 to determine the allocation of each expense type; (3) APBD preparation of Kudus Regency on 2006 has not been established on expense analysis standard and minimum service standard; (4) Obstructions challenging Finance Division at Regional Secretariat of Kudus Regency in the process of APBD preparation for Kudus Regency on 2006 include: (1) the duplication of principle duties and functions of Finance Division in BAPPEDA and DIPENDA; (2) organization structure as a division at Regional Secretariat with limited authorities and long bureaucracy path; (3) few number of employees attending to training and education in developing their knowledge and capability of implementing principle duties and functions. Keywords: Performance, Performance Budgt3t, APBD
Vlll
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, atas
limpahan
rahmat,
taufik
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan tulisan draft tesis yang berjudul : "Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabuJJaten Kudus (Studi Kine~a Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006)." Penulisan tesis ini adalah dalam mngka memperoleh Gelar Magister Administrasi Publik Program Pasca Sa~ana Universitas Brawijaya Malang. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menganalisis kinerja dan kendala
yang dihadapi
Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun 2006. Dalam kesempatan ini, penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginyc:J kepada berbagai pihak yang turut membantu dan memperlancar serta memberikan semangat selama masa pendidikan, penelitian dan penulisan yaitu : 1.
Prof. DR. Suhadak M.Ec., selaku Dekan Fakultas llmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang yang telah memberikan ijin dan fasilitas selama proses perkuliahan.
2.
Drs. Andi Fefta Wijaya, MDA, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Penasehat Akademik beserta jajaran, pengelola, dan para dosen yang telah memberikan kesempatan dan menularkan ilmunya selama masa pendidikan.
3.
Dr. A. Juli Andi Gani, M.S., selaku ketua komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan draft tesis ini;
4.
Drs. RIYANTO, M. Hum., selaku anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan mernberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan draft tesis ini;
5.
Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana BAPPENAS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasa~ana di Universitas Brawijaya;
6.
Bupati kudus yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasa~ana
di Universitas Brawijaya Malang;
IX
7.
Kepala Bag ian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus beserta staf (terutama rekan-rekan Subbagian Penyusunan Anggara11) yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan dalam penelitian sehingga proses penelitian dapat terlaksana dengan baik;
8.
Kepala BAPPEDA Kabupaten Kudus dan selurull staf yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuah dalam penelitian sehingga proses penelitian dapat terlaksana dengan baik;
9.
Kepada Keluarga tercinta atas bantuan dan doanya yang selalu mengiringi penulis menuju keberhasilan.
10.
Ternan-ternan
sepe~uangan
Angkatan Ill Program Tailor Made BAPPENAS yang telah
banyak memberikan dukungan moril kepada penulis, serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam memperlancar semua kegiatan dalam upaya menyusun tesis ini. 11.
Terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulisan dan tak bisa disebutkan satu-persatu dalam tulisan ini. Disadari bahwa dengan kekuranJan dan keterbatasan yang dimiliki
penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Malang,
Agustus 2007
Penulis
MUCHAMAD SOLEH NIM 0620311057
X
DAFTAR lSI SAMPUL ..................................................................................................... HALAMAN JUDUL .. .. ..... ... ... .......... ....... ....... .... ...... ... ... ...... ..... ............... ...... HALAMAN PENGESAHAN . .. ................... ....... ............................. ............ .... HALAMAN PERNYATMN ORISINALITAS ................................................. HALAMAN PERSEMBAHAN ... .. ... .... ..... ...................... ... ....... ............... ........ HALAMAN RIWAYAT HIDUP ...................................................................... HAL.AMAN RINGKASAN ...................... ........................................ .............. HALAMAN SUMMARY ........................ ...................................................... .. KATA PENGANTAR .......................... ...... .................................................... DAFTAR lSI ... .. .. .. .. .. ..... . .... ... ... .... ....... .. ......... ... .......... ......... .... ... ................. DAFTAR TABEL .. .. .. .. .... ....... .... ......... ...... ........... .......................................
ii iii iv v vi vii viii ix xi xiii
BAB I. PENDP.HULUAN 1.1 Latar Belakang ............. ........ .......... ....................... ... ..... .... ......... 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ..... ... .... .. .... ... ......... ... .......... ........... .... .. ....... ... .. 1.4 Manfaat Penelitian .. ...... ........ .. ........ .......... ................................ .
1 10 11 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perencanaan Pembangunan Daerah .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ... . .. ... ... ... .. .. . 2.1.1 Pengertian Perencanaan .. .. .. ... ... .. ... .. .. .. ... .. ... .. .. .. .. .. .. ... ... 2.1.2 Pembangunan .. .. .. .. ... .. ...... ... ......................... ................. 2.1.3 Pembangunan Daerah ................. .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .... .. .. .. . 2.1.4 Perencanaan Pembangunan Daerah .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . 2.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2.3.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.......... ..... .. .. .. . 2.3.2 Anggaran Kinerja.............. ...... .. ....... ...... .... ............ ...... .... 2.3.3 Prinsip-prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah .. .. .. .. .. .. .. ... .. .. ...... .. ... .. .. .. .. ..................... .. .. 2.3.4 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ..................... ....................................................... 2.3 Konsistensi antara Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah................................. 2.4 Kinerja Organisasi .. .... .... ............ ................ ... .......... ..... .............. 2.4.1 Pengertian Kine~a .. .. .. .. .. .. ... .. .. .. .. .. .. .. ... .. .. ... .. .. ... .. .. .. ... ... . 2.4.2 Struktur Organisasi............. ... ... ... ... ....... .. ..................... ... 2.4.3 Pengukuran Kinerja ... .. .. .. .. ... ... ... .. .. .. .. .. ... ... .. .. ... .. ... .. .. .. .. 2.5 Penelitian Terdahulu ...... .......... .. ....... ........ .. ...... ..... .. .. .. .. ...... .. ......
32 35 35 38 48 53
BAB Ill. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... .... .... ................................. ... ............ .......... .... 3.2 Fokus Penelitian ... ... .... ......... ............... ...... ... .. ....... ..................... 3.3 Lokasi dan Situs Penelitian .. .. ... .. .. .. ... .. .. .. ... .. .. .. .. .. ... ... .. .. .. .. .. .. ... .. 3.3.1 Lokasi Penelitian.............................................................. 3.3.2 Situs Penelitian................................................................ 3.4 Sumber Data ... ... .... ..... ............ .................. ...... .......................... 3.5 lnstrumen Penelitian .. ... ... .. .. ... .. .. ... .. ... ... .. .. .. .. .. ... .. ... .. ... .. .. .. .. .. .. . 3.6 Teknik Pengumpulan Data .. .. .... .. .. ... ... .. .... .. ... .... .. ... .. .. .. ... .. .. .. ... . 3. 7 Analisis Data .. .. .. .. .. .. .. ... .. .. .. ... ..... .. .. .. .. .. .. ... .. .. .. .. ... ... .. ... ..... .... .. .. 3.8 Keabsahan Data .........................................................................
58 59 60 60 61 62 64 64 67 69
XI
13 13 17 19 20 23 23 25 26 29
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
401
Hasil Pen&litian 00 ooo 00 00 0000000 000000 00000000 00 0000000000000 0000000000000000000 0000000000 72 40101 Gambaran Umum Kabupaten Kudus 000 00 00 000 00 00 00000 000 0000000 72 4010101 Kondisi Geografis 000000000000000000000000000000000000000000000 72 4010102 Pemerintahan Dan Aparatur 0000000000000000000000000000 73 40102 Profil Bagian Keungan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo 80 401.2.1 Visi Dan Misi .000 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 00 00 00 00 80 40102.2 Sumber Daya Manusia 000000000 ooooooooooooooooooooooooooo 81 401.3 Data Fokus Penelitian .. 0...... 00 0.. 00 00 0....... 00 00 00 .... 00 .......... 00 00 85 4010301 Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Bvlanja Daemhoo 00 .. 000 85 401030101 Struktur Organisasi, Tugas Pokok Dan Fungsi 00 OOOOOOOOOOOOooOOOOOOOOOOOOOOooOOOOOOOOOOOO.. . 85 401030102 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ........ 00 00 00 .. 00 00 00 00 00 00 98 401030103 Konsistensi Antara Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Stratejik dan Re11cana Kerja Pemerintah Daerah} Dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo 120 4010302 Kendala-kendala Yang Dihadapi Bagian Keuangan Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah .. 00 .... 0........ 00 0........ 00 .. 00 .......... 128 4.1030201 Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsiooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo 128 401030202Sumber Daya ManL•siao .... OOOOOOOOooOOooooooO 133 4.2 Pembahasan ....... 0... 00... 0.. 00.. 0... 0.. 00.. 00. 000.. 00... 00.. 0... 0.... 00. 0000000..... 00 136 4.2.1 Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan APBD .... 0...... 0............ 136 4.201.1 Struktur Organisasi, Tugas Pokok Dan Fungsi .. 136 4.20102 Proses Penyusunan Angnaran Pendapatan dan Belanja Daerah ....... 00 ........ 00 00 ............ 00 ...... 0...... 0 148 4020103 Konsistensi Antara Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah} Dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006.0 169 40202 Kendala-kendala Yang Dihadapi Bagian Keuangan Dalam Proses Penyusunan Anggamn Pendapatan dan Belanja DaerahooooOOOOOOooOOOoOOOooOOooooooo•ooooooooOOoooOOOOOOOOOOoooOooOOOOOOOoOOOOOoooO .. 175 4020201 Struktur Organisasi, Tugas Pokok Dan Fungsi .... 175 402.202 Sumber Daya Man usia .............................. 0.. o...... 180 403 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu dan Jurnal.oooooo ...... o 186 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...... 0.. 00.......... 00.. 0. 000000....... 000000... 00.... 0. 0. 0000.. 0.... 0... 000.. 0. 191 502 Saran ......... 00.. 0.. 000. 000... 00.. 000000000. 00... 00000000000. 000 00000 0000 000000.. 0000 000 0000.. 192 DAFTAR PUSTAKA
195
XII
DAFTAR TABEL
1.
Matrik Kontribusi Penelitian Terdahulu ................................................
55
2.
Jumlah Jabatan Struktural Menu rut Eselon .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .
78
3.
Jumlah PNS Menu rut Jenjang Pendidikan .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .
79
4.
Pendidikan dan Pelatihan Penjenjangan Pegawai Bag ian Keuangan ..
82
5.
Jenis Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional dan J umlah Pegawai Bag ian Keuangan Setda Yang Mengikuti.. ...... .... .... .... .... .... ...
6.
Komposisi Pegawai
83
Bagian Keuangan Setda Menurut Pangkat/
Golongan .. .. .. ... .. .. . .. ... ... ... ............................ ... ...... ... .................... .......
84
7.
Perkembangan PAD dan Belanja Tahun 2003-2005 ...... .. ........ .... .. .. ..
101
8.
Perkembangan Dana Perimbangan dan Belanja Tahun 2003-2005 .... 102
9.
Perkembangan Total Pendapatan dan Belanja Tahun 2003-2005 ......
102
10.
Perkembangan Belanja Selama Tahun 2003-2005 .. .. .. .. .... .. .. .. .. .. .. .. ..
103
11.
Perkembangan Pembiayaan Tahun 2003-2005 .. .. .. .. .. .. .. .. .. ... ......... ... 104
12.
Persentase Kenaikan Pendapatan Tahun 2003-2005 dan Prediksi Pendapatan Tahun 2005 .... .. .. .. .. ... .. .. .. .. .... .. .. .. .... .. .. .. .. .. ... ... .. ... .. .. .. ... ..
105
13.
Ringkasan APBD Kabupaten Kudus T :~hun Anggaran 2006 .. .. .. .. .. .. .. . 118
14.
Matrik Perbandingan Dengan Hasil Penelitian Terdahulu ....................
XIII
189
'-'
UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:>
Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt: t\ ;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWI JAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV ERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS
BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG ERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYAMALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE RSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVF RSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG RSITA
BRA
IJAYA
A
N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi, telah mengalami berbagai perubahan paket kebijakan bagi
penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Restrukturisasi Pemerintahan Daerah adalah konsekuensi legis dari perubahan mendasar sistem
Pemerintahan
Daerah,
sebagaimana
digariskan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,
e~dalah
dalam rangka
mewujudkan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Adapun tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo (2004:59) adalah untuk meningkatkan pelayanan puhlik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Selanjutnya Riyadi dan Bratakusumah (2004:333) mengungkapkan bahwa, lmplementasi otonomi daerah harus lebih berorientasi pada upaya pemberdayaan daerah, bila dilihat dari konteks kewilayahan, sedangkan bila dilihat dari struktur tata pemerintahan, berupa pemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki dengan tetap berpegang pada prinsip kesatuan bangsa dan negara. Perencanaan pembangunan daerah dalam perspektif otonomi daerah dihar:tpkan mampu mendorong eksistensi suatu daerah dalam menghadapi era global. Otonomi daerah pada akhirnya mempunyai tujuan yang diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan daerah secara optimal. Apabila
pembangunan diartikan sebagai
proses
perubahan untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dan lebih bermakna, maka dalam proses pembangunan aknn meliputi tahap-tahap : perencanaan,
2
pelaksanaan dan evaluasi (Abe:2002, 16). Oleh karen a itu perencanaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama pengelolaan pembangunan. Dengan suatu perencanaan yang baik kita dapat lebih mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya baik sumber daya alam dan sumber daya manu-sia. Melalui perencanaan akan dirumuskan skala prioritas dan kebijakan pembangunan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang sudah dirumuskan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Kuncoro (2004:47) sebagai berikut : Perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan berbagai sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap dan tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan objek perencanaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diintrepretasikan bahwa supaya perencanaan pembangunan daerc.h yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka harus dipilih alternatif-alternatif kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan menggunakan sumber daya yang ada secara optimal.
Selain itu, baik perencanaan maupun tujuan yang
akan dicapai harus realistis dan dapat dicapai. Adanya otonomi daerah, menuntut peran baru eksekutif dan legislatif, dimana aspek penting yang harus menjadi perhatian utama yaitu pengelolaan dan pengaturan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. kemampuan
Bagi aparat pemerintah daerah, dituntut harus memiliki
dan
pengetahuan
yang
memadai dalam
perencanaan
dan
perumusan kebijakan strategis daerah, termasuk proses penyusunan dan pengalokasian APBD agar pelaksanaan berbagai kegiatan pelayanan pemerintah daerah
dapat
berjalan
secara
ekonomis,
efisien
dan
efektif.
Untuk
3
melaksankannya,
paradigma
anggaran
daerah yang
diperlukan
menurut
Mardiasmo (2004:106), ialah: 1. Anggaran Daerah harus bertumpu pada kepentingan publik. 2. Anggaran Daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biya rendah (work better and cost less). 3. Anggaran Daerah harus marnpu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. 4. Anggaran Daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan. 5. Anggaran Daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait. 6. Anggaran Daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money. Penyusunan
anggaran
merupakan
suatu
rencana
tahunan
yang
merupakan aktualisasi dari pelaksanaan rencana jangka panjang maupun menengah. Dalam penyusunan anggaran, rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah perlu diperhatikan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Menurut Mardiasmo (2004: 103), anggaran daerah adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelak.sanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD, menjelaskan komponen pokok dalam penyusunan APBD, dengan pendekatan kinerja adalah penyusunan Kebijakan Umum
APBD,
Penyusunan
Usulan
Program,
Kegiatan,
dan
Anggaran
Satuan/Unit Kerja serta dikembangkannya Standar Analisa Belanja, Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Biaya sebagai alat evaluasi kinerja keuangan. Hal yang
4
sangat panting dari Kepmendagri tersebut dalam proses penyusunan APBD, didasarkan pada standar analisa belanja, tolok ukur kinerja, dan standar biaya. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan APBD yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat. Menurut perencanaan
Tjokroamidjojo pembangunan,
(1994:55) termasuk
salah
satu
didalamnya
kelemahan
dalam
kemampuan
dalam
merencanakan dan mengalokasikan anggaran adalah kurangnya penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan yang memerlukan pengetahuan spesialisasi. Hal ini disebabkan antara lain oleh karena kurangnya tenaga terdidik dalam bidang tersebut. Kekurangan tenaga perencana menjadi problema karena perencanaan
pembangunan
mensyaratkan
pengetahuan
yang
mendalam
tentang proses pembuatannya, juga dibutuhkan wawasan yang tidak terbatas pada teori saja melainkan persepsinya harus menjangkau berbagai kenyataan yang ada di lapangan. Hal tersebut seperti yang diLemukakan oleh Riyadi dan Bratakusumah (2004:25) bahwa setiap perencana pembangunan daerah dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan luas yang jauh ke depan serta harus memiliki kemampuan yang bersifat multidisipliner dan intersektoral. Lemahnya perencanaan anggaran yang diikuti dengan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara berkelanjutan dan diikuti dengan pengeluaran daerah yang terus meningkat secara dinamis jika tidak disertai dengan penentuan skala prioritas dan besarnya plafon anggaran akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit kerja pemerintah daerah. Pentingnya ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas akan semakin diperlukan dengan semakin beratnya beban Bagian Keuangan terutama dalam mengelola keuangan daerah. Fuad (2004:418) mengemukakan bahwa kekuatan sumber daya manusia merupakan kunci sukses dari suatu organisasi.
5
Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 dan Keputusan Bupati Nomor 24 Tahun 2003 mengatur bahwa, unit kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus adalah Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus. Dengan bentuk kelembagaan sebagai salah satu Bagian pada Sekretariat Daerah, Bagian Keuangan dalam melaksanakan proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah menghadapi masalah dengan keterbatasan kewenangan yang dimilikinya dalam proses pengalokasian anggaran. Oleh karena itu kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan dan pengalokasian anggaran memerlukan kemampuan aparat pelaksananya untuk merencanakan dan mengalokasikan anggaran. Kinerja sebagaimana diungkapkan oleh Prawirosentono (1999:2), adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yc:ng bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Sedangkan Mardiasmo (2002:104) mendefinisikan anggaran kinerja atau performance budgeting sebagai sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.
Selanjutnya Mulyono dkk
(2006:53), menyatakan bahwa selama ini baik pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara obyektif. Kesulitan ini discbabkan belum disusunnya suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi pemerintah. Dengan demikian anggaran
6
kine~a
dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan kinerja organisasi publik
dimasa sekarang. Sejak otonomi daerah digulirkan secara empiris formula tentang anggaran kine~a
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nemer 29
Tahun 2002, menjadi populer di Indonesia akan tetapi proses anggaran kinerja masih mengalami banyak kendala. Bagian Keuangan Sekretariat Daerah dengan keterbatasan bentuk struktur organisasi, dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kudus, akan berbenturan dengan tugas pokok dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Pasal 150 ayat (2) Undang- Undang Nemer 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa perencanaan
pembangunan
daerah
dilaksanakan
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah. Selanjutnya Undang-undang Nemer 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 5 ayat (3) mengatur bahwa: RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, priorias pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Dengan demikian dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah ini, Bagian Keuangan sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi perencanaan pembangunan BAPPEDA, terutama dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagai acuan dalam penyusunan APBD. Hal ini juga secara tegas disebutkan dalam Peraturan Daerah Nemer 6 Tahun 2003 dan Keputusan Bupati Nemer 26 Tahun 2003, bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi BAPPEDA adalah pengkoordinasian penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD).
7
Otonomi daerah yang juga memberikan keleluasaan bagi daerah untuk membentuk unit
ke~a
perangkat daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun
2000 yang kemudian digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kebebasan bagi daerah untuk membentul\ perangkat daerah tanpa adanya pola penyeragaman nomenklatur dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Termasuk didalamnya dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, Bagian Keuangan juga berbenturan dengan Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA). Adanya struktur organisasi unit kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang hampir sejenis ini, mengakibatkan lambatnya proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kudus. Sebagai akibat dari keterlambatan dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah akan menyulitkan unit kerja dalam pelaksanaan kegiatannya. Sebagai contoh untuk Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2005 baru ditetapkan tanggal 5 Desember 2005 dan disahkan oleh Gubernur Jawa Tengah tanggal 30 Desember 2005. Dengan
demikian
sejak
dilaksanakannya
otonomi
daerah,
yang
memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan yang menjadi kewenangannya dalam membentuk kelembagaan perangkat daerah masih
terjadi
tumpang
tindih.
Menyikapi
hal
ini
Wijaya
(2007:550)
mengungkapkan : .... urusan-urusan pemerintahan perlu ditata menjadi lebih efisien dan efektif lagi. Ketumpangtindihan tugas pokok organisasi (tupoksi) dan program-program unit-unit kerja akan menyebabkan tumpang tindih kegiatan diantara mereka dan mengakibatkan efisiensi anggaran dan pemanfe3atan sumber daya lainnya. Selain itu pembentukan unit-unit organisasi publik (unit kerja perangkat daerah) yang tidak disertai dengan personalia, peralatan dan penganggaran yang cukup
8
handal, mengakibatkan aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering te~ebak
dalam kegiatan rutin. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh lslamy
(2001 :16): Terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara :ain pendekatan I orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah tambunnya unit-unit organisasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3 P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup handal (viable bureaucratic infrastructure). Aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin. Bagian Keuangan dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, juga akan menghadapi kendala dengan Tim Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Sebagaimana diatur dalam
Kepmendagri 29 Tahun 2002 dalam proses penyusunan APBD dibentuk Tim Anggaran Eksekutif. Akan tetapi berdasarkan Keputusan Bupati Kudus Nomor 900/27/2004 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus merupakan sekretariat Tim Penyusunan APBD. Dengan demikian Bagian Keuangan dapat memiliki peranan penting dalam Tim tersebut. Oleh karena itu kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah akan senantiasa dituntut untuk mampu bekerja lebih efektif dan efrsien. Berhasil atau tidaknya Bagian Keuangan Setda Kabupaten Kudus dalam melaksanakan fungsinya tentu saja akan
sangat tergantung
pula pada
kemampuan aparat yang terlibat secara langsung dalam melaksanakan tugas dan
tanggung
jawab
sesuai
denga,.,
bidangnya
masing-masing,
serta
kemampuan untuk mengkoordinasikan pihak-pihak yang terkait dalam proses penyusunan APBD. Dengan jumlah sumber daya manusia (pegawai) 41 orang
9
yang memiliki tingkat pendidikan bervariatif mulai dari tingkat SLTP sampai dengan jenjang S2, merupakan sumber daya yang potensial bagi Bagian Keuangan untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu sebagai upaya peningkatan kinerja Bagian Keuangan juga diperlukan pegawai yang memiliki kemampuan, pendidikan dan pelatihan, dan pengetahuan dalam proses perencanaan dan pengalokasian anggaran serta penempatan pegawai yang dengan kebutuhan organisasi. Berdasarkan gambaran di atas, makR dalam penelitian ini akan mencoba mengkaji mengenai Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Kudus
(Studi
Kinerja
Bagian
Keuangan
Sekretariat
Daerah
Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006). Adapun alasan dipilihnya penyusunan APBD Tahun 2006 sebagai studi dari penelitian ini yaitu : 1. Pemerintah
Kabupaten Kudus baru pada tahun 2006 melaksanakan
penyusunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, meskipun Keputusan Menteri Dalam Negeri telah ditetapkan sejak tahun 2002, dan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat selalu mengingatkan dalam proses penyusunan APBD agar didasarkan pada Keputusan
Menteri
Dalam
Negeri tersebut dalam
surat pengesahan
Peraturan Daerah tentang APBD. 2. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 21 September 2005 Nomor 903/2429/SJ
perihal Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2006
dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005, menyebutkan bahwa sebelum ditetapkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam
10
rangka sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah dengan materi UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 maka landasan hukum penyusunan APBD, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dalam tahun 2006 secara umum tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Perhitungan APBD. 3. Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002,
selain memperkenalkan konsep
penyusunan arah kebijakan umum dan st.-ategi dan prioritas anggaran APBD juga disusun dengan pendekatan kinerja dimana dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006 diganti dengan istilah prestasi kerja. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Nugroho (2007:622) bahwa secara umum, sebatas dalam hal penganggaran I penyusunan APBD, Permendagri 13 tahun 2006 ini tidak jauh berbeda dengan Kepmendagri No. 29 tahun 2002.
1.2
Rumusan Masalah Pengelolaan keuangan daerah khususnya penyusunan APBD merupakan
salah satu aspek penting dari penyelenggaraan pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 telah memberikan pedoman dalam proses peny,Jsunan APBD. Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan kinerjanya pada proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menghadapi
11
berbagai permasalahan, baik dari struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi maupun dari segi sumber daya manusia. Memperhatikan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus ? 2. Hal-hal apa saja yang menjadi kendala Bagian Keuargan
Sekret~riat
Daerah
Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1.3
KabupG~ten
Kudus?
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
untuk
menaeskripsikan,
menganalisis
dan
menginterpretasikan : 1. Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan APBD. 2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus.
1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan pada tujuan yang telah dikemukakan, maka hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. .A.spek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran/masukan Bagian Keucmgan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan proses penyusunan APBD
12
di masa depan, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan good governance serta mendorong pemerintah untuk dapat menjalankan fungsinya secara lebih baik, yaitu melindungi, mangatur dan melayani masyarakat. 2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wacana ilmiah tentang kinerja unit kerja dalam proses penyusunan anggaran kinerja, dan sebagai bahan informasi yang mungkin akan bermanfaat bagi kepenti:1gan peneliti selanjutnya.
'-'
UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:>
Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt: t\ ;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWI JAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV ERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS
BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG ERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYAMALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE RSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVF RSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG RSITA
BRA
IJAYA
A
N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perencanaan Pembangunan Daerah
2.1.1
Pengertian Perencanaan Perencanaan merupakan suatu kegiatan pendahuluan yang harus
dilakukan, sebelum kegiatan pokok dilaksanakan. Perencanaan diperlukan karena adanya kelangkaan I keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang tersedia sehingga tidak menyulitkan dalam menentukan suatu pilihan kegiatan. Sebagaimana disampaikan oleh Kunarjo (2002:14) bahwa perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Syafie (1999:75) bahwa perencanaan dapat diuraikan sebagai penentuan tindakan untu!< waktu yang akan datang, dan jika perencanaan itu kita perlukan lebih metodis, maka kita dapat menguraikannya dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang akan datang pada waktunya. Nawawi (2003:29) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut "Perencanaan adalah proses pemilihan dan penetapan tujuan, strategi, metode, anggaran, dan standar (tolok ukur) keberhasilan suatu kegiatan". Per.gertian ini menunjukkan bahwa perencanaan merupakan proses atau rangkaian beberapa kegiatan yang saling berhubungan dalam memilih salah satu dari beberapa alternatif tentang tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organi5asi/per ..Jsahaan. Kemudian memilih strategi dan metode serta anggaran untuk mencapai tujuan tersebut. Kaho (2005:259) dengan memperbandingkan definisi perencanaan dari beberapa ahli, mengemukakan pengertian perencanaan merupakan suatu
14
pros£:s yang tidak mengenal akhirnya dan untuk mencapai hasil yang memuaskan, maka perencanaan harus rnempertimbangkan kondisi-kondisi waktu yang Akan datang di mana perencanaan tersebut akan dilaksanakan dan juga kondisi-kondisi pada saat sekarang, saat perencanaan dibuat. Sehingga dapat diperoleh suatu rumusan bahwa perencanaan adalah : 1.
Pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi ;
2.
Penentuan strategi, kebijaksanaan proJek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan guna mencapai tujuan. Tjokroamidjojo (1994: 12) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu
proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, dan cara bagaimana mencapai tujuan tersebut sebaik-baiknya (maximum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Dalam melakukan suatu perencanaan, sebagaimana dikemukakan oleh Syamsi (1986:56) maka perencanaan yang baik dan lengkap haruslah memenuhi enam unsur pokok. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Apa (what), yakni mengenai materi kegiatan apa yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan; 2. Mengapa (wiJy), yaitu alasan mengapa memilih dan menetapkan kegiatan tersebut dan mengapa diprioritaskan; 3. Bagaimana dan berapa (how d:=m how much), yai~u mengenai cara dan teknis pelaksanaan yang bagaimana yang dibutuhkan untuk dilaksanakan, dan dengan dana yang tersedia harus dipertimbangkan; 4. Dimana (where), yakni pemilihan tempat yang strategis untuk pelaksanaan kegiatan (proyek); 5. Kapan (when), yaitu pemilihan waktu/timing yang tepat dalam pelaksanaannya; 6. Siapa (who) menentukan siapa orang yang akan melaksanaan kegiatan tersebut. lni merupakan subyek pelaksana. Kadang-kadang diperlukan juga untuk menentukan siapa yang menjadi obyek pelaksanaan kegiatan. Siapa di sini merupakan Whom.
15
Menurut Riyadi (2004:3), unsur-unsur perencanaan yang baik adalah sebagai berikut : 1. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta. lni berarti bahwa perencanaan hendaknya disusun dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi yang didukung dengan fakta-fakta atau bukti-bukti yang ada. Hal ini menjadi penting karena hasil perencanaan merupakan dasar bagi pelaksanaan suatu kegiatan atau aktifitas. 2. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan. lni berarti bahwa dalam menyusun rencana perlu memperhatikan berbagai alternatif pilihan sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. 3. Adanya tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini perencanaan merupakan suatu alat/sarana untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan kegiatan. 4. Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan. 5. Adanya kebijaksanaan sebagni hasil keputusan yang harus dilaksanakan. Selanjutnya menurut Abe (2002:27), perencanaan yang baik haruslah memuat prinsip yang termuat dalam dokumen perencanaan yaitu : a. b. c. d. e. f.
Apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabnran dari misi dan visi; Bagaimana mencapai hal tersebut; Siapa yang akan melakukan; Lokasi aktifitas; Kapan akan dilakukan, berapa lama; dan Sumberdaya yang dibutuhkan.
Senada dengan pendapat di atas, Silalahi (2003: 166) mengemukakan bahwa di dalam suatu perencanaan haruslah
dirumusk~n
dan jitetapkan jawaban-jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan tentang : a. b. c. d. e. f.
Apa yang harus dikerjakan (what must be done) Mengapa harus dikerjakan (why must be done) Di mana dikerjakan (where will be done) Kapan akan dikerjakan (when will be done) Siapa yang akan mengerjakan (who will do it); dan Bagaimana hal tersebut akan dikerjakan (how will it be done).
Kunarjo (2002:23) mengemukakan pada dasarnya perencanaan pembangunan mempunyai beberapa persyaratan sE:bagai
b~rikut
:
16
1. 2. 3. 4. 5.
Perencanaan harus didasari dengan tujuan pembangunan; Perencanaan harus konsisten dan realistis; Perencanaan harus dibarengi dengan pengawasan yang kontinyu; Perencanaan harus mencakup aspek fisik dan pembiayaan; Para perencana harus memahami berbagai perilaku dan hubungan antarvariabel ekonomi; dan 6. Perencanaan harus mempunyai koordinasi. Masih menu rut
Kuna~o
perencanaan (2002: 17) dapat disusun berdasarkan
beberapa kriteria, antara lain menurut jangka waktu, menurut ruang lingkup atau tingkat keluwesan. Menyangkut jangka waktu, ada rencana jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perencanaan jangka panjang biasanya berkisar 10 sampai 25 tahun.
Perencanaan jangka
panjang,
menu rut
Tjokroamidjojo (1994:69), mempunyai sifat dua macam. Kedua macam tersebut adalah: Pertama, merupakan proyeksi keadaan masa depan dengan jangka waktu yang cL•kup panjang; Kedua, perencanaan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangan dalam masyarakat yang bersifat fundament~! dan struktural. Perencanaan jangka menengah menu rut Kunarjo (2002: 18) biasanya dikaitkan dengan kebutuhan secara politis berdasarkan jangka waktu jabatan para penguasa. Sedangkan perencanaan jangka pendek dapat dikatakan sebagai perencanaan operasional tahunan yang mempunyai kurun waktu satu tahun. Menurut Tjokroamidjojo (1988: 186) perencanaan operasional
tahunan
merupakan penterjemah secara konkret, spesifik dan operasional dari jangka menengah secara tahunan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dikaitkan bahwa perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat menjawab atau memenuhi pertanyaan-pertanyaan.
Selanjutnya apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut
ditelaah lebih lanjut maka yang terkandung dalam perencanaan adalah pertama menentukan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang akan dicapai, dan kedua
17
adalah pendayagunaan sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun materiil dan waktu agar efektifitas pencapaian tujuan dapat tercapai. Selain hal tersebut di atas, perencanaan juga harus konsistP-n dan realistis, disertai pengawasan yang kontinyu, ml3ncakup aspek fisik dan pembiayaan, mempunyai koordinasi dan para perencananya harus memahami permasalahan ekonomi.
2.1.2
Pembangunan Secara etimologik, istilah pembangunan berasal dari kata "bangun" yang
diberi awalan pem- dan akhiran -an untuk menunjukkan perihal pembangunan. Menuru~
Suryono (2004:26) kata bangun setidak-tidaknya mengandung empat
arti: 1) bangun dalam arti sadar atau siuman (aspek fisiologi); 2) bangun dalam arti bangkit atau berdiri (aspek perilaku); 3) bangun dalam arti bentuk (aspek anatomi); dan 4) bangun dalam arti kata ke~a membuat, mendirikan, atau membina (gabungan aspek fisiologi, aspek perilaku dan aspek anatomi). Ginanjar Kartasasmita dalam
Riyadi
dan
Bratakusumah
(2004:4)
memberikan pengertian yang lebih sederhana mengenai pembangunan, yaitu sebagai suatu proses perubahan ke arah yal"g lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara
terencana.
Kemudian
mengemukakan bahwa pembangunan pada
Tjokroamidjojo
poJ~oknya
(1994:43)
adalah suatu usaha
perubahan dan pembangunan dari suatu keadaan dan kondisi masyarakat tertentu kepada suatu kondisi kemasyarakatan yang dianggap lebih baik (lebih diinginkan). Pengertian pembangunan menurut Todaro dalam
Kuna~o
(2002:12)
harus diartikan secara luas dari hanya sekedar pemenuhan kebutuhan materi didalam kehidupan manusia, pembangunan seharusnya merupakan proses
18
multidimensi yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi seluruh sistem sosial dan ekonomi, sehingga pembangunan daerah adalah proses multidimensi pembangunan suatu daerah. Jadi pembangunan menurut Todaro tersebut diatas tidak saja merupakan pembangunan fisik dan bukan hanya satu dimensi saja tetapi bersifat multidimensi yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi. Organisasi disini bisa berupa organisasi publik (pemerintah),
organisasi
masyarakat, dan organisasi privat (swasta). Byant dan White sebagaimana
di~utip
Suryono (2004:35) mengatakan
bahwa ada lima implikasi utama yanq perlu diperhatikan dalam definisi pembangunan, yaitu sebagai berikut : a. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok (capacity); b. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan (equity); c. Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakar dalam bentuk kesepakatan yang sama, kebebasan memilin, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment) d. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability); e. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara satu terhadap negara lain dengan menciptakan hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutua/is) dan saling menghormati (interdepency). Siagian (2000:4) mendefinisikan pembangunan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh cleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bnngsa (nation building). Dari definisi tersebut apabila dicermati terdapat
tuju~
aspek dari pengertian pembangunan menurut Siagian (2000:4-5)
yaitu 1. Merupakan suatu proses, yang berarti pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap kegiatan.
19
2. Merupakan upaya yang secara badar ditetapkan sl9bagai sesuatu untuk dilaksanakan. 3. Dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka sedang, dan jangka pendek. 4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan pen..bahan. 5. Pembangunan mengarah pada modernitas. 6. Bersifat multidimensional. 7. Sebagai usaha pembinaan bangsa. Dari beberapa pengertian pembangunan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut diatas amatlah bervariasi, tetapi pada dasarnya masih terdapat titik temu atau kesepakatan yang terdapat dalam pengertian tersebut, yakni bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitar. dalam rangka pembinaan bangsa.
2.1.3
Pembangunan Daerah Pembangunan daerah mempunyai peranan yang strategis sebagai
bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan demikian kedudukan pembangnunan daerah menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pembangunan nasional. Sebagaimana dikemukakan oleh Anwar dan Hadi dalam Riyadi dan Bratakusumah (2004:42), "Ke2agalan pembangunan di wilayah jelas akan memberikan dampak negatif terhadap pembangunan secara keseluruhan". lni juga berarti bahwa keberhasilan pembangunan di daerah-daerah akan membawa dampak positif terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya pembangunan daerah dalam rangka pembangunan nasional harus mendapat perhatian yang serius. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan
20
paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undangundang yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian disempumakan dengan diterbitkannya Undang-undang
Nomor 32 Tahun
2004 tentang
Pemerintaha'l Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan l<euangan Pusat dan Daerah. Menurut Arsyad (1999:108) masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development)
dengan
menggunakan
potensi
sumber
daya
manusia,
kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan bahwa dalam pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan ke~a
2.1.4
baru dan merangsang peningkatan ekonomi.
Perencanaan Pembangunan Daerah
Pengertian perencanaan pembangunan daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004:7), sebagai berikut : Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah I daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunaj(an berbagai sumb:3rdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh dan lengkap, tapi tetap berpegang pada azas prioritas. Menurut
Kuncoro
(2004:46),
perencanaan
pembangunan
daerah
bukanlah perencanaan dari suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu
21
daerah, di mana daerah melakukan perencanaan berdJsarkan informasi yang detil menyangkut sumberdaya, permasalahan, dan potensi daerah setempat. Sedangkan menurut Affandi Anwar dan Setia Hadi dalam Riyadi dan Bratakusumah (2004:8), perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang
melibatkan interaksi antara sumberdaya
manusia dengan
sumberdaya lain, termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui investasi. Dari definisi-definisi di atas, yang dimaksud dengan perencanaan pembangunan daerah adalah merupakan satu sistem perencanaan yang dipergunakan untuk mengatur alokasi sumberdaya yang terbatas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu perencanaan yang dilakukan untuk tujuan melakukan perubal1an ke arah yang lebih baik terhadap suatu daerah dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Perencanaan
perencanaan
pembangunan
pembangunan
nasional.
daerah
merupakan
l:'agian
dari
Juga merupakan manifestasi
dari
perumusan kepentingan lokal dalam memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri dalam kerangka otonomi daerah. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintah daerah berkewajiban untuk menyusun perencanaan pembangunan daerah melalui tahapan-tahapan: penyusunan RPJP-D (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah),
penyusunan
RPJM-D (Rencana Pembanguan Jangka Menengah Daerah) dengan mengacu pada RPJP-D, penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) yang merupakan penjabaran dari RPJM-D.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) ini menjadi pedoman penyusunan Rancanga Anggaran Pendapatan dan
22 Belanja Daerah (RAPBD). Selanjutnya dalam konteks pembangunan, maka keberhasilan pencapaian tujuan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada, termasuk
pula
Administrasi
dalam
Negara
perencanaan
(LAN)
dalam
pembangunan
Riyadi
dan
daerah.
Bratakusumah
Lembaga (2004: 15)
menyebutkan hal-hal yang dapat mempengaruhi perencanaan pembangunan daerah antara lain meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya Realistis, sesuai dengan kemampuan sumber daya dan dana Koordinasi yang baik Top down dan bottom up planning Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus-menerus Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat
Menurut perencanaan
Tjokroamidjojo pembangunan,
(1994:55) termasuk
salah
satu
didalamnya
kelemahan
dalam
kemampuan
dalam
merencanakan dan mengalokasikan anggaran adalah kurangnya penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan yang memerlukan pengetahuan spesialisasi. Hal ini disebabkan antara lain oleh karena kurangnya tenagC\ terdidik dalam bidang tersebut. Kekurangan tenaga perencana menjadi problema karena perencanaan
pembangunan
mensyaratkan
pengetahuan
yang
mendalam
tentang proses pembuatannya, juga dibutuhkan wawasan yang tidak terbatas pada teori saja melainkan persepsinya harus menjangkau berbagai kenyataan yang ada di lapangan. Riyadi
dan
Bratakusumah
(2004:25)
menyatakan
bahwa
setiap
perencana pembangunan daerah dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan luas yang jauh ke depan serta harus memiliki kemampuan yang bersifat multidisipliner dan intersektoral. Selanjutnya Riyadi dan Bratakusumah (2004:25), menyatakan bahwa :
23
Sebagai motor penggerak perencanaan pembangunan, SDM perencana menjadi sangat pent;ng dan bahkan menjadi kunci bagi berhasil-tidaknya proses perencanaan pembangunan. Kualitas perencanaan yang baik akan lebih memungkinkan tercipta oleh SDM yang tepat dan berkaulitas, sementara itu perencanaan yang baik juga lebih memungkinkan untuk dapat diimplementa~ikan dalam programprogram pembangunan. Dengan demikian kualitas perl3ncanaan yang baik sangat tergantung pada kemampuan, l<eahlial"', dan keluwesan dari para perencananya disamping teknik dan metode yang digunakannya.
2.2
Proses Penyusuan Anggaran Penda!t1atan dan Belanja Daerah
2.2.1
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Secara umum anggaran dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan suatu institusi atau lembaga tertentu untuk suatu periode di masa yang akan datang.
Munandar (2001: 1) mengatakan bahwa
anggaran (budget) adalah "suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang". Dalam pengertian anggaran secara umum, tercakup di dalamnya pengertian anggaran negara, anggaran perusahaan, maupun anggaran institusi atau lembaga lainnya. Menurut Sabeni dan Gozali'(1997:13) anggaran pemerintah atau negara didefinisikan sebagai "pP.doman bagi segala tindakan yang akan dilaksanakan dan didalam anggaran disajikan rencana-rencana penerimaan dan pengeluaran dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasinya secara sistematis". Definisi yang sama juga diberikan oleh Baswir (1999:25-26), anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode di masa yang akan datang.
24 Sedangkan menurut Bastian (2006:39) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Jones dan Pendleburg sebagaimana dikutip oleh Mokoginta (2002:235) anggara:1 merupakan suatu rencana kerja pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk uang (rupiah) selama masa periode tertentu (1 tahun). Pada prinsipnya, anggaran daerah atau yang biasa dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerat: (APBD) tidak jauh dengan anggaran negara, hanya saja cakupan wilayahnya lebih sempit dibandingkan dengan anggaran negara. Menu rut Darise (2006: 141) APBD merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 mendefinisikan .\PBD sebagai suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. Dengan demikian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan gambaran dari kebijakan pemerintah daerah yang dinyatakan dalam ukuran
uang,
yang
meliputi
kebijakan
pengeluaran
maupun
kebijakan
penerimaan pemerintah daerah, serta realisasi anggaran tahun }ang lalu. APBD juga merupakan sarana untuk dapat mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan yang dipilihnya di masa lalu, serta maju mundurnya kebijnkan yang hendak masa yang akan datang.
dila~sanc.kan
oleh pemerintah daerah di
25
2.2.2
Anggaran Kinerja
Anggaran kinerja (performance budget) menurut Mardiasmo (2004: 105) pada dasamya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yana berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. Anggaran dengan prmdekatan kinerja menurut Suharyani (2003:52-53) adalah : Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Dengan pendekatan kinerja, jumlah anggaran (input) suatu unit kerja akan setara dengan jumlah pelayanan yang bisa dilakukan unit tersebut kepada masyarakat. Anggaran kinerja menurut Bastian (2006:52) adalah perencanaan kinerja tahunan secara terintegrasi yang menunjukkan hubungan antara tingkat pendanaan program dan hasil yang diinginkan dari program tersebut. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran kinerja yang efektif lebih dari sebuah objek anggaran program atau organisasi dengan cutcome yang telah diantisipasi. Hal ini akan menjelaskan hubungan biaya denga11 hasi (result). Selanjutnya menurut Nugroho (2007:621) anggaran dengan pendekatan kinerja adalah: Suatu sistem anggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Menurut Bastian (2006:53) ciri-ciri pokok anggaran berbasis kinerja adalah :
1. Secara umum sistem ini mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
26
a. Pengeluaran pemerintah ciklasifikasikan menurut program dan kegiatc.n b. Pengukuran hasil kerja (performance meansurement) c. Pelaporan program (program report) 2. Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran has1l kerja, bukan pada pengawasan. 3. Setiap kegiatan harus dilihat dari sisi efisiensi dan memaksimalkan output.
4. Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan hasil kerja yang dapat digunakan untuk penyus:.man target dan evaluasi pelaksanaan kerja. Dengan demikian anggaran berbasis kinerja adalah perencanaan kinerja tahunan yang berorientasi pada pencapaian ha.;il secara terintegrasi yang menunjukkan hubungan antara tingkat pendanaan program dan hasil yang diinginkan dari program tersebut. Penganggaran bebasis kinerja ini memberikan akuntabilitas publik tersendiri bagi yang menerapkannya, dimana publik bisa mengetahui secara jelas apa tujuan institusi pemerintah yang bersangkutan, bagaimana penggunaan sumber daya, output dan outcome-nya dibandingkan dengan input.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Penyusunan
anggaran
merupakan
suatu
rencana
tahunan
yang
merupakan aktualisasi dari pelaksanaan rencana jangka panjang maupun menengah. Dalam penyusunan anggaran, rencana jangk.a panjang dan rencana jangka menengah perlu diperhatikan. Salah satu fungsi anggaran adalah membantu manajemen pemerintah dalam pengambilan keputusan dan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja unit kerja di bawahnya. Pengeluaran pemerintah daerah pada anggaran pendapatan dan belanja daerah akan membantu pemerintah
daerah
dalam
mengambil
keputusan
dan
perencanaan
27
pembangunan, di samping itu dapat dikembangkan menjadi ukuran-ukuran standar untuk mengevaluasi kinerja semua aktivitas unit kerja. Secara realistis, praktek penyelenggeraan pemerintah daerah selama ini menunjukkan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari program kerja yang ada dalam keuangan daerah cenderung merupakan arahan dari pemerintah puss-'· sehingga besarnya alokasi dana rutin dan pembangunan daerah belum didasarkan pada standard analisa belanja tetapi dengan menggunakan pendekatan tawar menawar inkremental (incremental bargaining approach).
Menurut Mardiasmo (2004:9) perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan
keuangan
daerah
dan
anggaran
daerah
sebagai
upaya
pemberdayaan pemerintah daerah adalah : 1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumbuh pada kepentingan publik (public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi alokasi anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besamya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah. 2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya. 3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti : DPRD, KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya. 4. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan uang daerah berdosarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas.; 5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH, dan PNS-0, baik ratio maupun dasar pertimbangannya. 6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi-tahunan. 7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional. 8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik. 9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi d~n peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah.
28
10. Pengembangan sistem info• masi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi, sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian serta mempermudahkan mendapatkan informasi. Oleh karena itu Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan optimalisasi
belanja
yang
dilakukan
secara
efisien
dan
efektif
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Lemahnya perencanaan anggaran yang diikuti dengan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara berkelanjutan dan diikuti dengan pengeluaran daerah yang terus meningkat secara dinamis jika tidak disertai dengan penentuan skala prioritas dan besamya plafon anggaran akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit ke~a pemerintah daerah. Menurut Rinusu (2003:4-6), dalam penyusunan anggaran ada beberapa prinsip dasar yang harus diakomodir, yaitu : a. b. c. d. e. f.
Transaparan Partisipatif Disiplin Keadilan Efisiensi dan Efektivitas Rasional dan Terukur
Sedangkan menurut Bastian (2006:66-67) didalam pengertian disiplin anggaran, setiap satuan
ke~a
hendaknya menggunakan anggaran secara efisien, tepat
guna, serta tepat waktu dalam mempertanggL1ngjawabkannya. Selanjutnya masih menurut Bastian disiplin anggaran meliputi beberapa prinsip, yaitu : a. Prinsip Kemandirian Mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam mngka rr.engurangi ketergantungan kepada organisasi lain (contohnya ketergantungan pemerintah daerah pad a pemerintah pusat). b. Prinsip Prioritas Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu kepada prioritas utama pembangunan di daerah. c. Prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran
29
Menyediakan pendenaan dan penghematan yang mengarah kepada skala prioritas. Prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan daerah menurut World Bank dalam Mardiasmo (2004:106-107) sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
Komprehensif dan disiplin. Fleksibilitas Terpediksi Kejujuran lnformasi Transparansi dan Akuntabilitas
Dengan demikian dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di era otonomi daerah perlu Jebih memperhatikan prinsip-prinsip transparan dan akuntabilitas, partisipatif, kemandirian, komprehensif dan disiplin, rasional dan terukur, efisiensi dan efektivitas anggaran serta memperhatikan aspek keadilan.
2.2.4 Proses
PenyL~sunan
Anggaran PP.ndapatan dan Belanja Daerah
Menurut Bastian (2006:39) penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Dalam organisasi sektor publik pada umumnya, penganggaran merupakan suatu proses politik. Masih menurut Bastian secara umum, penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Dengan demikian penganggaran merupakan suatu proses menyusun rencana keuangan yaitu pendapatan dan pembelanjaan, dc.n pendapatan tersebut dialokasikan kepada masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai.
Sedangkan menurut Rinusu (2003:25) proses penganggaran untuk
pemerintah daerah terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap perencanaan (penyusunan anggaran), tahap pembahasan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengawasan (kontrol) dan evaluasi.
30
Menurut Henley et al. dalam Bastian (2006: 130), pada dasarnya prinsipprinsip dan mekanisme penganggaran relatit tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik. Siklus anggaran meliputi em pat tahap yang terdiri atas : (1) Tahap persiapan anggaran; (2) Tahap ratifikasi ; (3) Tahap implementasi, dan (4) Tahap pelaporan dan evaluasi. Selanjutnya siklus perencanaan dan penganggaran menurut Bastian dimulai dari : a. Penentuan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum APBD (KUA); h. Pembuatan Rencana Kerja Anggaran-Satuan Kerja Pemerintah Oaerah (RKA-SKPD); c. Rekomendasi RKA-SKPD oleh Musrenbang dan Panitia Anggaran Eksekutif meliputi kegiatan : (1) Pengorganisasian penyelenggaraan Musrenbang Daerah (2) Tahapan Musrenbang tingkat Kabupaten oleh eksekutif (:)) Penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring Asmara) oleh legislatif; d. Penuangan RKA-SKPD dalam dokumen RAPBD; e. Dengar Pendapat RAPBD antara DPRD dan SKPD; f. Pembahasan RAPBD pada Forum Paripurna DPRD; g. Pengesahan RAPBD menjadi APBD; h. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabarnn RAPBD; i. Penetapan Peraturan Daerah tcntang APBD dan Penjabaran APBD; j. Pelaksanaan dan Perubahan APBD. Mardiasmo (2004: 106) menyatakan bahwa dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah paradigma anggaran yang diperlukan adalah : 1. Anggaran Daerah harus bertumpu pada kepentingan publik. 2. Anggaran Daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya randah (work better and cost lees). 3. Anggaran Daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. 4. Anggaran Daerah harus diKelola dengan pendekatan kinerja (perfonnance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan. 5. Anggaran Daerah harus mampu menumbuhkan profesi0nalisme kerja di setiap organisasi yang terkait. 6. Anggaran Daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memaksir.1alkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money.
31
Keputusan Menteri Dalam Negeri
N:~mor
29 Tahun 2002 tentang tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, menjelaskan komponen pokok dalam penyusunan Anggaran pendekatan Usulan
kine~a
Program,
PendaJ:ntan dan Belanja Daerah dengan
adalah Penyusunan Kebijakan Umum APBD, Penyusunan Kegiatan,
dan
Anggaran
Satuan/Unit
Kerja
serta
dikembangkannya Standar Analisa Belanja, Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Biaya sebagai alat evaluasi kinerja keuangan. Melalui pendekatan kinerja, APBD disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tah•Jn anggaran. Setiap unit kerja harus bisa merencanakan anggarannya berdasartan tugas pokok dan fungsi, tujuan dan sasaran tertentu yang disertai dengan indikator yang jelas dan terukur, sehingga setiap jenjang dalam unit kerja akan jelas. Anggaran keluaran,
kine~a
mem~mnyai
tanggung jawab yang
menghubungkan secara jelas kegiatan dengan masukan,
dan hasil yang diharapkan.
Melalui proses anggaran
kine~a
Pemerintah Daerah menetapkan keluaran dan hasil dari tiap program (aktivitas) pelayanan. Oleh karena itu dalam proses penyusunan RAPBD, Pemerintah Daerah perlu menyusun arah dan kebijakan umum APBD yang memuat komponen-komponen pelayanan dan tingkat pencapaian pada setiap bidang kewenanga'l pemerintah daerah yang diharapkan akan dicapai dalam satu tahun anggaran. Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis daerah, karena tingkat pencapaian atau
32
kine~a
pelayanan yang direncanakan dalam satu tahun anggaran pada dasamya
merupakan tahapan dan perkembangan dari kinerja pelayanan yang diharapkan dalam jangka menengah dan jangka panjang.
2.3.
Konsistensi antara Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menu rut Mardiasmo (2001 :5}, ditinjau dari keberhasilan pelaksanaan
anggaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu altematif
yang
pembangunan di
dapat de~erah.
merangsang
kesinambungan
serta
konsistensi
Pendapat berbeda disampaikan oleh Hamdi
(2003: 158) bahwa hub•Jngan antara kebijakan anggaran pemerintah daerah dengan pembangunan ekonomi daerah, khususnya tingkat pengangguran menunjukkan korelasi yang tidak konsisten, besamya jumlah pengeluaran tidak serta merta berarti besamya usulan untuk membangun perekonomian daerah, termasuk usaha untuk menekan tingkat pengangguran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai instrumen anggaran publik menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Rofikoh (2006:52) sebagai berikut : Di era otonomi daerah penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah menjadi urusan strategis pemerintah daerah. Kendati telah melewati reformasi, pengelolaan APBD masih bei•Jm mampu keluar dari persoalan yang sebenamya. Semangat transparansi dan akuntabilitas serta adanya keberpihakan yang dirasakan langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat belum terlihat secara signifikan. Hubungan antara perencanaan pembangunan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Tjokroamidjojo (1994:166) sebagai berikut: Hubungan antara perencanaan dan anggar an belanja negara menjadi timbal balik. Disatu pihak pencerminan dalam anggaran belanja negara menjamin kepastian pembiayaan, di lain pihak perencanaan akan
33 memberikan perhatian terhadap keterbatascm pembiayaan. Kecuali itu juga perencanaan proyek-proyek munjadi lebih berperhatian terhadap masalah ongkos (cost conscious). Lebih lanjut menurut Tjokroamidjojo (1994:168) dalam pelaksanaan pengaitan anggaran dan perencanaan tahunan ini dapat diambil suatu kebijakan anggaran belanja berimbang ataupun apa yang disebut defisit financing. Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBD di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Hal ini setagaimana ditegaskan oleh Tjokroamidjojo
(1994: 102)
cara
pembiayaan
pembangunan
melalui
pembiayaan defisit disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan. Menurut Bastian (2006:75), upaya untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran perlu memperhatikan hal-hal: 1. Sejak awal penyusunan rencana, besaran sumber daya finansial/pagu anggaaran indikatif sudah diketahui sebagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembahasan di Musrenbang desa, kecamatan, forum SKPD, dan Musrenbang kabupaten/kota dan provinsi. 2. Prioritas kegiatan untuk setiap SKPD sudah sama formasinya sejak dari hasil RKPD, Renja SKPD, hingga Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Untuk itu format RKA sudah harus digunakan sebagai lampiran Renja SKPD walaupun isinya mungkin belum lengkap. 3. RKPD dan rancangan Renja SKPD yang disusun berdasarkan hasil Musrenbang kabupaten/kota atau provinsi serta hasil forum SKPD menjadi rujukan utama dalam penyusunan dan pembahasan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon Anggaran SKPD. 4. DPRD maupun pemerintah daerah memahami bahwa pengawalan dan konsistensi prioritas kegiatan hasil perencanaan partisipasi sewaktu melaksanakan kegiatan penganggaran diperlukan; 5. Output setiap tahapan dalam ;>roses penganggaran dapat diakses oleh setiap peserta perencanaan partisipasi. Setiap inkonsistensi materi dengan hasil perencanaan partisipasi wajib disertai dengan penjelasan resmi dari pemerintah dan/atau DPRD (asas transparansi dan akuntabilitas dalam good governance). Selanjutnya menurut Mardiasmo (2004: ~ 82), tahapan penganggaran dalam organisasi sektor pub,ik
(khususnya
Pemda)
merupakan tahapan
yang
34
mempunyai
arti
dan
peranan
penting
dalam
sik1us
perencanaan
dan
pengendalian. Arti penting anggaran Pemda (anggaran daerah) dapat dilihat dari aspekaspek: 1. Anggaran merupakan alat bagi Pemda untuk mengarahkan dan menjamin kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat ; 2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diprlukan karena terbatasan sumber daya (scarity resosurces), pilihan (choice), dan trade offs. Penyusunan
anggaran
merupakan
suatu
rencana
tahunan
yang
merupakan aktualisasi dari pelaksanaan rencana jangka panjang maupun menengah. Dalam penyusunan anggaran, rencana _jangka panjang dan rencana jangka menengah perlu diperhatikan. Salah satu fungsi anggaran adalah membantu manajemen pemerintah dalam pengambilan keputusan dan sebagai alat untuk mengevaluasi
kine~a
unit kerja di bawahnya. Pengeluaran pemerintah
daerah terutama pada anggaran daerah akan membantu pemerintah daerah dalam mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan, di samping itu dapat dikembangkan menjadi ukuran-ukuran standar untuk mengevaluasi kinerja semua aktivitas unit
ke~a.
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan arah dan kebijkan umum APBD sampai dengan disusunnya rancangan APBD terdiri dari be:berapa tahapan proses perencanaan yang saling terkait. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun dan menyepakati Arah dan Kebijakan Umum APBD berpedoman pada Rencana Stratejik Daerah, penjaringan aspirasi masyarakat, Laporan Kinerja Tahun sebelumnya. Mengenai hal ini Nugroho mengemukakan bahwa :
35 Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DKA-SKPD) yang mengacu pada RPJP, RPJMD, RKPD dan KUA serta Program Prioritas, akan menyelaraskan pencapaian tujuan pemerintah daerah dalam mewujudkan Visi, Misi, dan agenda utama yang dicita-citakan seluruh masyarakat di daerah. Dengan demikian perencanaan dan pengangaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan atau kontinum. Penyusunan rencana perlu memperhatikan kapasitas fiskal yang tersedia. Sehingga dalam penerapannya, konsekuensi
atas
integrasi
kegiatan
perencanaan
pembangunan
dan
penganggaran perlu diperhatikan. Perenc2naan dan penganggaran merupakan proses yang paling krusial dalam penyelengaraan pemerintahan, karena berkaitan dengan tujuan dari pemerintah
itu sendiri.
Perencanaan dan
penganggaran merupakan proses yang terintegrasi oelh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran. 2.4
Kinerja Organisasi
2.4.1
Pengertian Kinerja Kinerja
menurut
Prawirosentono
(1999:2)
"merupakan
arti
kata
performance, merupakan kata benda (noun) dimana salah satu "ent,Y' nya
adalah "thing done" (sesuatu hasil yang telah dikerjakan)". Selanjutnya, menurut Prawirosentono (1999:2) yang dimaksud dengan kinerja adalah : Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya menc~pai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Lembaga Administrasi Negara (1992:3) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut, "performance diterjemahkan me11jadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk
36
kerja/penampilan kerja". Dalam kaitannya dengan organisasi, kinerja organisasi merupakan gambaran dari kinerja para pegawainya. Hal itu sebagaimana dikemuk:"3kan oleh Prawirosentono (1999:3) bahwa "bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan juga baik", atau sebaliknya menurut Gibson (1996:13) "kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi". Baiknya kinerja pegawai ini tidak terlepas dari adanya lingkungan kerja yang kondusif seperti, kondisi tempat kerja, peralatan kerja, dan fasilitas lainnya serta adanya sistem pemberian insentif, pemilihan dan penempatan pegawai, desain tugas dan pemberian pendidikan dan pelatihan akan memberikan dampak pada sikap dan perilaku pegawai dan dapat mendorong motivasi pegawai untuk berprestasi
yang
diperlihatkan
melalui
kinerjanya.
Fuad
(2004:418)
mengemukakan bahwa Kekuatan sumber daya manusia merupakan kunci sukses dari suatu organisasi. Suatu organisasi yang berhasil akan selalu menempatkan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga. Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan sejalan dengan meningkatnya kinerja organisasi. Selanjutnya Fuad (2004:419) menegaskan : Jika suatu organisasi mempunyai sumber daya manusia yang bernilai dalam artian mempunyai kapabilitas yang dapat diandalkan, mempunyai kemampuan yang langka sehingga sulit untuk ditiru dan ditambah dengan dukungan struktur organisasi yang kuat maka akan menjadi kunci untuk tercapainya competitive advantage dari organisasi tersebut. Ketersediaan sumber daya manu:lia yang berkualitas akan semakin diperlukan dengan semakin beratnya beban Bagian Keuangan terutama dalam mengelola keuangan daerah di era otonomi daerah. Kualitas sumber daya manusialah yang akan menentukan baik atau buruknya kinerja. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pentingnya pengembangan kemampuan sumber daya manusia baik
37
dengan peningkatan skin melalui training yang ada maupun dengan peningkatan education melalui program pengembangan sumber daya manusia, yang perlu
dilakukan secara berkesinambungan mengingat dalam suatu organisasi yang sehat, kaderisasi merupakan hal yang mutlok diperlukan agar organisasi dapat berjalan dengan baik. Lain halnya dengan Timpe (1992 : ix) dalam t:ukunya yang berjudul "performance"
mengidentifikasi
kedalam
6
(enam)
faktor
yang
turut
mempengaruhi kinerja karyawan atau anggota dalam suatu organisasi, yang dapat disebutkan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lingkungan; Perilaku manejemen; Desain jabatan; Penilaian kinerja; Umpan balik; Administrsi pengupahan.
Hal menarik dari pendapat Timpe itu adalah dimasukkannya kegiatan penilaian kinerja sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai atau karyawan. Hal ini sekaligus menegaskan pentingnya penilaian kinerja dalam organisasi, bukan saja bagi upaya merumuskan kebi1akan pengembangan organisasi dan pengembangan karyawan di masa mendatang, tetapi juga secara langsung mempengaruhi kinerja karyawan. Sehubungan dengan pentingnya penilaian kinerja, baik bersifat internal ataupun eksternal, seperti survey pelanggan, Osborne dan Plastrik (1997:5) mengemukakan bahwa "Ketiadaan penilaian atau pengukuran kinerja atau survey-survey pelanggan merupakan halhal yang ikut menghambat kinerja organisasi, dan juga mempersulit untuk melakukan pembaharuan organisasi. Dari p'3ndapat tersebut, terlihat jelas bahwa hasil kerja dimaksud merupakan suatu produk terbaik (berupa barang atau jasa) yang dicapai dalam
38
beke~a.
dengan menggunakan cara terbaik. Sedangkan standar (standar
peke~aan)
merupakan sejumlah kriteria yang menjadi ukuran dalam penilaian
prestasi kerja,
yang dipergunakan sebagai pembanding cara dan hasil
pelaksanaan tugas-tugas dari suatu
2.4.2
peke~aan.
Struktur Organisasi Perubahan yang
te~adi
pada lingkup organisasi perangkat daerah pada
saat sekarang ini sangatlah berbeda dengan yang terjadi pada mase1 lalu. Pada masa lalu organisasi perangkat daerah cenderung saat
sekarang
cederung
berubah
dicanangkannya otonomi daerah Undang-undang
berj:~lan
mengikuti
stabil, namun pada
perkembangan.
Sejak
pada tahun 2001 dengan diberlakukannya
Nomor 22 Tahun
1999 tentang
Pemerintahan Daerah,
perubahan organisasi perangkat daerah sernakin cepat seiring dengan tuntutan pelaksanaan otonomi daerah maupun peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah 8kan mengubah perilaku pemerintah untuk lebih efisien dan profesional.
Selanjutnya Mardiasmo (2004: 13)
mengemukakan : Pada dasarnya New Publik Management merupnkan konsep manajemen sektor publik yang berfokus pada perbaikan kinerja organisasi. Penerapan konsep tersebut berimplikasi pada perlunya dilakukan perubahan manajerial, terutama menyangkut perubahan personel dan struktur organisasi. Menurut lslamy (2001:13-·15) setidak-tidaknya ada 5 hal dan sekaligus menjadi tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi oleh administrasi negara dalam rangka memberikan pelayanan yang sebaik-baikya kepada masyarakat, yaitu: 1. Derasnya tuntutan agar pemerintah mampu menumbuhkan adanya good governance yaitu suatu sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab dan profesional.
39
2. Semakin tajamnya kritik masyarakat atas semakin rendahnya kualitas pelayanan publik. 3. Semua aparat pemerintah dituntut untuk mempunyai sense of crisis sehingga mereka benar-benar paham bahwa kita sekarang sangat membutuhkan aparat pelayanan yang mampu to do more with less artinya dalam situasi yang penuh dengan krisis ini aparat pelayanan harus beke~a lebih keras dan lebih produktiv dengan serta kelangkaan sumber-sumber. 4. Aparat pemerintah dituntut agar beke~a lebih profesional dengan mengedepankan terpenuhinya public accuntability and responsibility, yaitu dengan menekan sekecil mungkin pemborosan penggunaan sumber-sumber negara dan juga memperkuat peraturan perundangudangan yang berlaku (the body of rules) sebagai fondasi untuk melaksanakan tugas-tugasnya. 5. Masyarakat, sebagai pihak yang harus dipenuhi dan dilindungi kepentingannya (public interest), menuntut agar pemerintah memperhatikan dengan sun£;guh-sungguh aspirasi mereka dan sejauh mungkin bisa memenuhi. Kiranya sangatlah penting dan relevan untuk menekankan bahwa pengembangan organisasi merupakan upaya meningkatkan kemampuan kinerja organisasi berdasarkan jangkauan waktu yang relatif panjang yang mencakup serangkaian pentahapan dengan penekanan pada hubungan antar individu, kelompok dan organisasi sebagai
keseiL~ruhan.
Dengan perkataan lain bahwa
pengembangan organisasi adalah aplikasi pendekatan kesisteman terhadap hubungan fungsional, struktural, teknikal dan personal dalam organisasi, yang semuanya diarahkan pada peningkatan efektivitas organisasi. (Siagian, 1997:20). Pendapat yang agak lain, namun dengan makna yang sama, misalnya Kaho
(2005:63)
menyatakan
bahwa
organisasi
adalan
struktur
yang
menunjukkan susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungan satu sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. The Liang Gie dalam Hasibuan (1994:34) memberikan definisi struktur organisasi adalah kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-huDungan di antara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masing-
40
masing
dalam
kebulatan
kerjasama.
Selanjutnya
Hasibuan
(1994:34)
mengatakan : Struktur organisasi adalah suatu gambaran yang menggambarkan tipe organisasi, pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali, dan sistem pimpinan organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, leb.h lanjut Hasibuan (1994:3435) mengemukakan bahwa struktur organisasi dimaksud akan memberikan informasi tentang : 1. Tipe organisasi artinya struktur orga"lisasi akan memberikan informasi tentang tipe organisasi yang dioergunakan perusahaan, apa line organization, line and staff organization atau functional organization. 2. Departemen organisasi artinya struktur organisasi akan memberikan informasi mengenai dasar pendepartemenan (bagian), apa berdasarkan fungsi-fungsi manajemen, wilayah, produksi, shif dan lain sebagainya. 3. Kedudukan artinya struktur organisasi memberikan informasi rnengenai apa seseorang termasuk kelompok manajerial atau karyawan operasional. 4. Jenis wewenang artinya struktur organisasi memberikan informasi ter.tang wewenang yang dimiliki seseorang, apa line authority, staff at1thority, atau fungtional authority. 5. Rentang kendali artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai jumlah karyawan dalam setiap departemen (bag ian). 6. Manajer dan bawahan artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan. 7. Tingkatan manajer artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang top manajer, middle manajer, dan lower manajer. 8. Bidang pekerjaan artinya setiap kotak dalam struktur organisasi memberikan informasi mengenai tugas-tugas dan pekerjaanpekerjaan serta tanggung jawab yang dilakukan pada bag ian tersebut. 9. Tingkat manajemen artinya sebuah bagan tidak hanya menunjukkan manajer dan bawahan secc.ra perorangan, tetapi juga hirarki manajemen secara keseluruhan. SemJa karyawan yang melapor kepada orang yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal dimana mereka ditempatkan dalam organisasi. 10. Pimpinan organisasi artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang apa pimpinan tunggal atau pimpian kolektif atau presidium. Struktur organisasi
memberikan gambaran
mengenai
keseluruhan
kegiatan serta proses yang terjadi pada suatu organisasi. Menurut Child dalam
41
Lubis {1987:120-121) terdapat 4 (epat) komponen dasar yang merupakan kerangka dalam memberikan definisi dari struktur organisasi, yaitu : 1. Struktur or~anisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagianbagian pada suatu organisasi. 2. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai hubungan pelaporan yang ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi . Tercakup dalam hubungan pelaporan yang resmi ni banyaknya tingkatan hirarki serta besamya rentang kendali dari semua pimpinan di seluruh tingkatan dalam organisasi. 3. Struktur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi bagian dari organisasi dan pengelompokan bagian tersebut menjadi bagian suatu organisasi yang utuh. 4. Struktur organisasi juga menetapkan sistem hubungan dalam organisasi, yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan pengintegrasian segenap kegiatan suatu organisasi baik ke arah vertikal maupun horizontal. Dari keempat komponen dasar kerangka definisi struktur organisasi tersebut, tiga komponen pertama merupakan elemen-elemen yang bersifat statis, yang sesungguhnya tampak pada struktur organi3asi, sedangkan komponen terakhir sulit untuk diimplementasikan karena merupakan elemen yang sifatnya dinamis. Struktur organisasi yang terlalu ketat atau kaku sepeti tingkat sentralisasi yang tinggi, formalisasi dalam pelaksanaan tugas
peke~aan
dengan berorientasi
pada peraturan dan atau birokrasi akan berakibat kekakuan dan ketertutupan dalam iklim semakin
ke~a
organisasi. Sebaliknya semakin tinggi otonomi dalam arti
besar wewenang
yang
dilimp~hkan
kepada
bawahan
secara
proporsional, orientasi manajemen mengarah kepada aktualisasi kerja para bawahan, karena organisasi memberikan keluwesan (flexsibility) kepadanya untuk memberikan suatu hal yang terbaik kE.pada organisasi dimana terlibat dalam setiap kegiatannya. Menurut Siagian (2000: 170) bahwa karena banyaknya fungsi yang harus diselenagarakan oleh pemerintah daerah, salah satu konsekuensi penerapan
42
fungsionalisasi ialah kejelasan dalam pembagian tugas.
Pentingnya prinsip
fungsionalisasi menu rut Siagian (2000: 170) karen a : (a) tidak sedikit tugas yang sangat soesifik memerlukan deskripsi dan spesifikasi tugas yang sejelas mungkin, (b) beban ke~a yang harus dipikul tidak mungkin merata tetapi berbedabeda, (c) kontribusi satuan ke~a pelaksana tugas tertentu ke arah pencapaian tujuan tidak sama, (d) persyaratan pengetahuan dan ketrampilan yang dituntut dari dan harus dipenuhi oleh para pelaksana berbeda-beda pula, dn (e) struktur organisasi harus disesuaikan c1engan tuntutan tugas-tugas terse but. Seiring dengan bertambahnya kewenangan yang dimiliki Pemerintah Daerah, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan diharapkan lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Kecenderungan perilaku aparat pemerintah dalam melaksanakan fungsinya, banyak ditentukan oleh sikap mental yang memberikan pemahaman kepadanya mengenai yang seharusnya
dilakukan.
Setiap
pegawa1
diharapkan
mampu
memberikan
kontribusinya bagi kemajuan organisasi seperti menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai secara cepat, tepat, dengan biaya yang
te~angkau
(ekonomis).
Aktualisasi dari kegiatan pegawai tersebut diwujudkan melalui kinerja. Hal ini dapat dicapai, melalui peningkatan kualitas SDM yang di:niliki melalui pendidikan formal dan informal. Bastian (2006:xxi) mengungkapkan bahwa : Tingkat kemampuan aparat daerah sangat berbeda-beda dalam merespon peningkatan tanggung jawab tersebut. Sebagia besar Pemerintah Daeah masih kebingungan menghadapi perubahan drastis yang terjadi. Hal ini dapat di atasi, melalui peningkatan kualitas SDM yang dimiliki melalui pendidikan formal maupun informal. Otonomi daerah yang memberikan keleluasaan dalam pembentukan unitunit organisasi publik (unit kerja perangkat daerah) yang tidak disertai dengan personalia, peralatan dan penganggaran yang cukup handal, mengakibatkan aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering
te~ebak
dalam kegiatan
43
rutin. Dengan demikian
kine~a
yang diharapkan adanya otonomi daerah yaitu
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat tidak tercapai. Mengenai hal ini lslamy (2001: 16) mengemukakan : Terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan I orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak me mad 3i, dan semakin bertambah tambunnya unit-unit orgamsasi puolik yang tidak difasilitasi dengan 3 P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup handal (viable bureaucratic infrastructure). Aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin. Dalam kaitannya dengan pengimplementasian fungsi akuntabilitas publik di era otonomi daerah, Wijaya (2007:548) mengemukakan bahwa : Urusan-urusan pemerintahan perlu ditata menjadi efisien dan efektif lagi. Ketumpangtindihan tugas pokok organisasi (tupoksi) dan programprogram unit-unit ke~a akan menyebabkan tumpang tindih kegiatan diantara mereka dan mangakibatkan inefisiensi anggaran dan pemnnfaatan sumber daya lainnya. Selanjutnya rnengenai kewenangan Sutarto (1998:41) menyatakan, bahwa pelimpahan
wewenang
adalah
kegiatan
pendelegasian
tugas
dan
tanggungjawab kepada individu atau satuan organisasi untuk melakukan aktivitas bagi tujuan organisasi dengan dukungan otoritas organisasi.
Dengan
pelimpahan wewenang, setiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai paling bawah memiliki wewenang tertentu dalam tugasnya, sehingga tiap-tiap pekerjaan dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat. (Moore dalam Sutarto, 1998:45). Menurut Max Weber dalam Arif (1985:100) dalam organisasi diperlukan dua kewenangan sekaligus, yaitu kewenangan hierarki dan kewenangan teknis. Kewenangan hierarki adalah kewenangan yang didelegasikan oleh pihak atasan kepada bawahannya dengan menunjukkan tugas tertentu untuk dilaksanakan. Sedangkan kewenangan teknis adalah kewenangan yang diperoleh seseorang karena dia mempunyai keahlian dalam suatu bidang pengetahuan khusus.
44 Kedua macam kewenangan tersebut harus dipandang sekaHgus sebagai satu unsur yang mempunyai dua sisi dalam administrasi, yaitu administrasi didasarkan kepada kewenangan hierarki dan administrasi didasarkan kepada kewenangan teknis. Namun demikian, dalam kenyataannya sering te~udi, bahwa di satu pihak bawahan harus patuh menjalankan tugas yang telah digariskan oleh atasannya sesuai dengan pendelegasian yang diberikan, namun di pihak lain bawahan harus melakukan tugas sesuai dengan bidang keahliannya. Pertentangan ini dapat dihindarkan seandainya tiap orang benar-benar memahami hakekat pendelegasian wewenang, yaitu memberi batas tugas yang didelegasikan kepadanya.
Sebagaimana dikatakan oleh Arif (1985: 101 },
bahwa unsur
kepercayaan merupakan kunci utama dalam pendelegasian wewenang yang sempurna kepada bawahannya. Apabila pendelegasian wewenang sempurna, maka pertentangan akan dapat dihindarkan. Oleh karena itu untuk menghindari kera9u-raguan pihak bawahan terhadap wewenang yang diterima, maka pendelegasian wewenang harus tertulis. Pendelegasian wewenang secara tertulis ini harus memiliki batasan umum dan batasan khusus. Batasan urnum yaitu sepanjang undang-undang tidak melarang maka seseorang dapat mela.kukan kewenangan yang diberikan kepadanya. Batasan umum ini berlaku untuk semua pejabat dimana pun dia beke~a.
Sedangkan batasan khusus adalah batasan yang dikeluarkan oleh tiap-
tiap organisasi, yaitu berupa
pera~uran-peraturan
yang berlaku hanya pada
organisasi tersebut. Mengingat demikian pentingnya pendelegasian wewenang sehingga Arif (1985:159} berpendapat, bahwa pendelegasian wewenang merupakan inti
organisasi. Alasan ini diambil karena organisasi belum dapat bergerak kalau
45
belum ada pendelegasian wewenang dari atasan kepada bawahannya. Didalam organisasi, proses pendelegasian wewenang bergerak setingkat demi setingkat dari sumbemya. Faktor manusia juga dapat sebagai penentu struktur organisasi. Dimana orang yang terlibat dalam aktivitas suatu organisasi baik sebagai atasan maupun bawahan dapat mempengaruhi struktur O!"gani:3asi. Fungsi manajer mengambil keputusan yang berhubungan dengan jalur komunikasi dan wewenang serta hubungan antar unit-unit kerja yang berada di bawahnya. Dalam pengambilan keputusan para manajer dipengaruhi oleh kebutuhan sendiri dan lingkungan kerjanya, seperti kemauan dan sikap
ba\l~ahan,
serta motivasi bawahan untuk
bekerja. Di samping itu lingkungan luar organisasi juga mempengaruhi struktur organisasi. Organisasi dalam hal ini harus menyediakan mekanisme bagi interaksi reguler dengan masyarakat
~ang
menggunakan jasa organisasi
terse but. Pemberlakuan otonomi daerah, telah membawa konsekuensi terhadap perubahan
dan
pengembangan
organisasi
pemerintah
daerah
guna
penyesuaian dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Kondisi demikian menuntut adanya pengembangan sistem organisasi menuju kesempurnaan sistem kerja yang relevan dengan tujuan kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Melalui penataan organisasi perangkat daerah restrukturisasi
organisasi pemerintah
daerah dilakukan. Hal ini dilakukan dengar. memperhatikan dan menyesuaikan dukungan kemampuan keuangan daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Besar kecilnya kebutuhan kelembagaan pemerintah daerah ini pada dasarnya terlihat pada struktur orgcmisasi dan dengan
kebutuhan
organisasi
pemerintah
tatake~a
daerah
itu
yang disesuiakan sendiri
dengan
memperhitungkan besarnya kemampuan keuangan daerah yang dimilikinya.
46
Semakin banyak unit organisasi yang dibentuk oleh pemerintah daerah, akan semakin besar pula kebutuhan anggaran atas pembiayaan kegiatan organisasi, terutama untuk pembiayaan rutin seperti gaji pegawai, tunjangan jabatan, insentif, dan lain-lain biaya yang membebaninya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jabatan struktural yang menjadi beban anggaran yang harus dikeluarkan oleh kas daerah bagi tunjangan jabatan tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit unit organisasi yang dibentuk, akan semakin kecil pula anggaran yang dikeluarkan terhadap biaya y&ng ditimbulkannya. Namun yang terpenting adalah buke1n dilihat dari besar kecilnya unit
ke~a
yang dibentuk, melainkan
butuh tidaknya pemerintah daerah terhadap unit organisasi yang dibentuknya. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membawa oanyak perubahan dalam semua aspek manajemen pemerintahan daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus yang merupakan salah satu daerah kabupaten yang melaksanakan otonomi daerah
secara
luas,
nyata
dan
bertangqungjawab
sebagaimana
yang
diharapkan, tentunya perlu untuk melakukan berbagai penataan dan kebijakan dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan daerah sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki.
Sejalan dengan hal itu pula maka peranan dalam
perencanaan dan pengalokasian anggara11 dalam manajemen keuangan daerah akan menjadi sangatlah penting untuk dapat dikelola dengan lebih baik lagi. Menurut Mardiasmo (2004:42-43) terdapat tiga permasalahan utama yang menghambat mengapa good governance masih jauh dari kenyataan, yaitu: 1. Belum adan~a sistem akuntansi pemerintah daerah yang baik yang dapat mendukung pelaksanaan pencatatan dan pelaporan secara handal sehingga hal ini menyebabkan lemahnya p3ngendalian intern (internal control) pemerintah daerah. Jika sistem akuntansinya tidak
47 memadai sudah tentu sistem pencatatan dan pelaporan akuntansinya kurang hadal. 2. Sangat terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang berlatar pendidikan akuntansi. Sehingga kurang begitu peduli terhadap permasalahan ini. Disamping itu sangat sedikit sarjana akuntansi yang qualified untuk tertarik mengembangkan ilmunya karena rendahnya kompensasi yang diberikan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu dengan otonomi daerah maka 1iharapkan pemerintah daerah sendiri berwenang untuk memberikan insentif yang sesuai sehingga kontribusi bagi daerah akan menjadi timbal balik untuk memberikan kompensasi bagi yang lainnya. 3. Belum ada standar akuntansi keuangan sektor publik yang baku, hal ini sangat penting sebagai pEidoman untuk pembuatan laporan keuangan dan sebagai salah satu mekanisme pengendalian. Apabila standar akuntansi tidak memadai maka akan timbul implikasi yang negatif berupa rendahnya reliabilitas informasi keuangan serta menyulitkan dalam pengauditan. Hakikat pelaksanaan otonomi daerah adalah memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Adanya tuntutan masyarakat akan akuntabilitas publik pengelolaan keuangan daerah ya.,g sering diartikulasikan sebagai
good
governance,
pengungkapan
kine~a
Pemerintah
Daerah
merupakan kebutuhan mutlak yang harLlS dipenuhi. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diantaranya dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor
105 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Ne~e:-i Nolllor 29 Tahun 2002 telah mewajibkan pemerintah Daerah untuk menyusun Laporan Pertanggungjawaban
Tahunan
Pemerintah
Daerah
yang
didalamnya
mengandung pengungkapan atau uraian mengenai kinerja Pemerintah Daerah berdas2rkan tolok ukur yang tercantum didalam Rencana Stratejik. Untuk dapat tercapainya suatu tujuan sebagaimana yang diharapkan bukanlah merupakan suatu hal yang bisa
te~adi
secara kebetulan, akan tetapi mengehendaki adanya
suatu perencanaan yang baik dan telah ditata sedemikian rupa. Oleh karenanya Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus tentunya juga perlu
48 membenahi diri di berbagai segi demi tercapainya suatu tujuan organisasi dengan sebaik-ba:knya. Sudah tentu dalam mengembangkan formulasi keuangan dalam kerangka kebijakan akan dihadapkan pada suatu respon positif maupun negatif. Hal ini dapat diartikan sebagai dukungan maupun hambatan. Apabila suatu kebijakan mempunyai prediksi dan proyeksi yang menguntungkan bagi publik, maka hal yang
merupakan
hambatan
dalam
pelaksanaannya
setidaknya
harus
diminimalkan bahkan kalau bisa dihilangkan sama sekali. Sedangkan indikator keberhasilan
anggarc:~n
berbasis
dan kegiatan pada suatu unit
kine~a
ke~a.
ndalah pada tingkat capaian program
Namun pada prinsipnya dapat dikatakan
bahwa anggaran berbasis kinerja lebih berorientasi pada output dengan proses input yang memadai.
2.4.3
Pengukuran Kinerja Definisi yang dibuat oleh sejumlah pakar mengenai pengukuran kinerja
antara lain oleh Hatry dalam Suharyani dkk (2003:37) sebagai berikut : Pengukuran kine~a sebagai hasil (outcome) dan efisiensi jasa atau program berdasarkan basis reguler (tetap, teratur). Pengukuran kemajuan secara teratur menuju outcomes tertentu merupakan komponen vital dalam setiap usaha pengelolaan yang berorientasi pada hasil, suatu proses yang berorientasi pada konsumen yang menfokuskan pada maksimisasi manfaat dan minimisasi konsekuensi negatif bagi konsumen jasa atau program. Selanjutnya Whittaker dalam Suharyani dkk (2003:37) mendefinisikan bahwa : Pengukuran kine~a instansi pemerintah sebagai alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kunlitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program) sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah
49
Pengukuran
kine~a
menurut Civil Service Reform dalam Suharyani dkk
(2003:37) mendefinisikan bahwa : Pengukuran kine~a merupakan penilaian terhadap organisasi yang meliputi: b. produktifltas yang diukur melalui perbandingan output terhadap input ; c. efektivitas yang menentukan hubungan output yang dihasilkan oleh organisasi dengan outcomes ; d. kualitas yang mengukur output atau proses yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut ; e. tepat waktu yang mengevaluasi ketepatan W'3ktu yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Berdasarkan definisi-defi'lisi yang beragam tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan dalam pengukuran
kine~a
bermuara kepada satu kesepakatan
bahwa dengan mengukur kinerja maka proses pertanggungjawaban pengelola atas segala kegiatannya kepada stakeholders dapat menjadi lebih obyektif. Pengukuran
kine~a
diperlukan untuk menentukan keberhasilan suatu unit
kerja. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan (kegagalan) pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Agar tingkat keberhasilan
suatu
instansi pemerintah dapat
ditentukan, maka seluruh aktivitas instansi tersebut harus dapat diukur. Pengukuran capaian aktivitas menurut Suharyani (2003:50) dapat dilakukan pada tataran masukan (input), proses, keluaran (output), hasil (outcomes), manfaat (benefit), dan dampak (impact) dari aktivitas atau program instansi pemerintah bagi kesejahteraan masyarakCJt. Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mengembangkan sistem pengukuran
kine~a
inst:msi pemerintah
yang dituangkan dalam lnpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah. Model pengukuran
kine~a
yang dikembangkan LAN dan
BPKP yang dikenal dengan nama LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja lnstansi
50
Pemerintah) memberikan informasi tentang kesesuaian pelaksanaan program suatu organisasi dengan rencana yang telah ditetapkan. Keberadaan indikator dan standar
kine~a
yang jelas dan terukur serta
metode pengukurannya yang dapat dipertanggungjawabkan sangat penting. Bagi eksekutif, selain untuk memenuhi akuntabilitas terhadap peraturan (accountability for /egallity), pengungkapan
kine~a
diperlukan untuk menunjukkan prestasi
pelayanan masyarakat yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah. Bagi legislatif, indikator yang jelas dan terukur serta metode pengukurannya yang dapat dipertanggungjawabkan
dapat dijadikan
sebagai
pedoman
dalam
melakukan penilaian terhadap laporan pertanggungj:lwaban Pemerintah Daerah. Peraturan
Pemerintah
Nom or
108
Tahun
2000
tentang
Pertanggungjawaban Kepala Daerah menggariskan agar pada setiap akhir tahun anggaran, Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri dari Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca Daerah yang dilengkapi dengan penilaian
kine~a
berdasarkan
tolok ukur rencana strategis (Renstra). Selain itu Undattg-undang Nomor 17 Tahun
2003
mengatur
agar
Kepala
Daerah
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan APBD dalam laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. Pasal 31 ayat (2) Undang-undang tersebut menyatakan bahwa laporan realisasi anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja juga
menjelaska~
prestasi kerja
satuan kerja perangkat daerah. Pasal
~8
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah mengatur agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun dengan pendekatan kinerja.
51
APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja keuangan sebagaimana dimaksud pasal 8 memuat antara lain sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja dan standar pelayanan yang diharapkan. Standar Pelayanan Minimal harus diacu dalam perencanaan Daerah, penganggaran Daerah, pengawasan, pelaporan
dan
merupakan
salah
satu
alat
untuk
menilai
Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah. Standar Pelayanan Minimal dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah Daerah terhadap masyarakat, dan masyarakat dapat menilai sejauhmana Pemerintah Daerah dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan pelayar:an publik melalui Standar Pelayanan Minimal. Selanjutnya untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah, peraturan tersebut mengamanatkan agar dikembangkan Standar Analisa Belanja, Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Biaya. Dalarn penjelasan peraturan pemerintah tersebut disebutkan bahwa uraian tentang sasaran dan standar pelayanan yang dituangkan dalam APBD merupakan indikator yang menjadi acuan laporan pertanggungjawaban tentang kinerja. Standar Analisa Belanja (SAB) adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan C'leh Unit Kerja dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau
~·egiatan.
Tolok ukur kinerja adalah ukuran ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kerja. Tolok ukur kinerja atau indikator keberhasilan untuk setiap jenis pelayanan pada bidang-bidang kewenangan yang diselenggarakan oleh unit
52
organisasi perangkat Daerah ditetapkan dalam bentuk Standar Pelayanan yang ditetapkan masing-masing Daerah. Penetapan standar pelayanan merupakan cara untuk menjamin dan mendukung kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan oleh Pemerintah Daerah dan sekaligus merupakan akuntabilitas Daerah. Selain Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan, setiap Daerah dapat mengembangkan standar pelayanan dan indikator keberhasilan program atau kegiatan yang menjadi tolok ukur kinerja. Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus dikembangkan untuk dasar pengukuran
kine~a
keuangan dalam system anggaran
kine~a.
selain
SAB dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi masing-masing Daerah. Penetapan standar biaya akan membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi Daerah yang bersangkutan. Pengembangan standar biaya harus dilakukan secara terusmenerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku di masing-masing Daerah. Kinerja seringkali diartikan sebagai produktifitas. Produktivitas
ke~a
dalam organisasi pemerintahan lebih ditekankan pada aspek pelayanan ataupun penataan administrasi kantor. Artinya cara pelaksanaan tugas-tugas yang dipeke~akan
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti ketepatan
dalam bekerja, kecepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, ketelitian dan kecermatan. Semua
~.asil ke~a
tersebut memberikan mutu yang baik dan dapat
memuaskan semua pihak. Salah satu terhadap kinerja kelembagaan
acuan dalam melakukan pengukuran
keuangan
di daerah sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Devas, dkk (1989:279) bahwa tujuan utama pengelolaan keuangan pemerintah daerah adalah: (1) tanggung jawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan, (3) kejujuran, (4) hasil guna, (5) pengendalian.
53
2.5
Penelitian Terdahulu
I Gede Siama (2000), hasil penelitiannya tentang pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap efektifitas pencapaian target, bahwa sejalan dengan era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai dengan kebutuhan nyata dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas dalam efektivitas pencapaian target daerah. Riza Pahlawi (2002) meneliti tentang pengaruh koordinasi penyusunan anggaran terhadap efektifitas pelaksanaan anggaran. Hasil penelitianya mendeskripsikan/menggambarkan bahwa variabel penting dari koordinasi dalam penyusuna'l anggaran adalah kewenangan, sasaran,
ke~asama
dan tanggung jawab dalam penyusumm anggaran
yang secara simultan berpengaruh signifikan terhadap realisasi anggaran. Abdul Wahid (2003) meneliti tentang pengaruh partisipasi penyusunan APBD terhadap efektifitasan pencapaian target. Hasilnya rnekanisme pelaksanaan dari proses penyusunan APBD mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. Partisipasi dari perangkat daerah dalam penyusunan APBD sangat maksimal, walaupun masih ditemukan adanya kejanggalan pada saat fase pembahasan. Akibatnya kepentingan perangkat daerah tidak sepenuhnya diperjuangkan dalam pembahasan bersama DPRD. Mokhamad Sidik (2004) pada penelitian mengenai proses penyusunan anggaran
kine~a
dengan hasil bahwa pada proses
54
penyusunan anggaran langkah-langkah yang dilakukan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengan mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitasnya belum optimal, karena keterbatasan sumber daya aparatur dan stakeolders yang tidak berperanan. Zainal Abidin (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh anggaran kinerja terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan slack anggaran, hasilnya dalam proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks. Hal ini karena anggaran
mempunyai
kemungkinan
berdampak fungsional
maupun disfungsional terhadap perilaku anggota organisasi yang berpartisipasi dalam penyusunanannya. Dari berbagai hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan sebagai dampak dilaksanakannya otonomi daerah, belum diikuti dengan kemampuan dan kesiapan daerah dalam menghadapi perubahan mekanisme penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sejalan dengan era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai dengan kebutuhan nyata dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di daerah.
Variabel penting dalam penyusunan
anggaran adalah kewenangan, sasaran, kerjasama dan tanggung jawab dalam penyusunan anggaran. Proses penyusunan anggaran kinerja dengan hasil bahwa pada proses penyusunan anggaran langkah-langkah yang dilakukan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengan mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitasnya belum optimal, karena keterbatasan sumber daya aparatur dan stakeolders yang
tidak
55
berperanan. Adapun penelitian ini memfokuskan pada kine~a Bagian Keuangan
Sekretariat
Daerah
Kabupaten
Kudus
dalam
proses
penyusunan APBD dengan perhatian pada struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi,
proses penyusunan APBD,
konsistensi
antara
dokumen perencanaan pembangunan daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Ke~a Pemerintah Daeran) dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006. Der.gan demikian penelitian ini mele:ngkapi penelitianpenelitian sebelumnya.
Tabel 1. Matriks Kontribusi Penelitian Terdahulu No
Nama
Tahun
Kesimpulan
~~~-~-+~--~~2~-----+--~3~~---------4~ 1.
I Gede Siama
2000
2.
Riza Pahlawi
2002
Perencanaan dan pelaksana an anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai dengan kebutuhan nyata dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas dalam efektivitas pencapaian target daerah. Hasil penelitianya mendeskripsikan I menggambarkan bahwa variabel penting dari koordinasi dalam penyusunan anggaran adalah kewenangan, sasaran, kerjasama dan tanggung jawab dalam penyusunRn anggaran yang secara simultan berpengaruh signifikan terhadap realisac;i anggaran.
Kontribusi TerhadapPenelitian ini
5
Sebagai perband~ngan keterlibatan unit kerja dalam perencanaan dan penyusunan anggaran.
Sebagai perbandingan pelaksanaan koordinasi dalam proses penyusunan APBD.
56
1 3.
2 Abdul Wahid
2003
4.
Mokhamad Sidik
2004
5.
Zainal Abidin
2005
3
4 Partisipasi dari perangkat daerah dalarn penyusun an APBD sangat maksi-mal, walaupun masih ditemukan adanya kejang galan pada saat fase pembahasan. Akibatnya kepentingan perangkat daerah ticlak sepenuhnya dipe~uangkan dalam pembahasan bersama DPRD. Proses penyusunan anggaran langkah-langkah yang dilakukan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengn mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitasnya :Jelum optimal, karena keterba-tasan sumber daya aparatur dan stakeolders yang tidak berperanan. Pengaruh anggaran kine~a terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan slack anggaran, hasilnya dalam proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks. Hal ini karena anggaran mempuny&i kemungkinan berdampak fungsional maupun disfungsional terhadap perilaku anggota organisasi yang berparti:3ipasi dalam penyusunanannya
5 Sebagai perbandingan peranan perangkat daerah dalam proses penyusunan APBD.
Sebagai perbandingan tahapan dalam proses penyusunan APBD.
Sebagai perbandingan dalam partisipasi penyusunan anggaran.
57
Matriks Kerangka Pikir Penelitian
Kinerja : hasil ke~a yg dicapai sesuai dengan wewenang & tanggung jawab (Prawirosentono, 1992:2) Perda 4/2003 Tupoksi Bag. Keuangan menyusun APBD
r Kine~a Bagian Keuangan dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah
.....
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus
l Pengukuran kine~a berdasar l<eberhasilan melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Mulyono,
Proses Penyu~unan APSb
2008:63)
Stn,lktur organisasi menunjukkan ked~dukan, wewenang, rending kehdali dan bidang peke~aan (Hasibuan, 1994:34-35) Struktur organisasi : gambaran pembagian tugas (Child dalam Lubls, 1987:120-121) Penilaian organisasi berdasar kualitas proses yang digunakan untuk menghasilkan output (Civil Service Reform dalam Suharyani, 2003:37)
, 1. 2. 3.
Struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi Proses penyusunan APBD Konsistensi antara dokumen perencanaa11 pembangunan daerah (Rencana 3tratejik dan Rencana Ke~a Pemerintah Daerah) dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006.
14--
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah alat untuk menjamin kesinambungan pembangunan (Mardiasmo, 2004:182)
'-'
UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:>
Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt: t\ ;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWI JAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV ERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS
BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG ERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYAMALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE RSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVF RSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG RSITA
BRA
IJAYA
A
N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BAB Ill METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Adapun jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif, yaitu suatu jenis penelitian yang mengungkapkan permasalahan apa adanya sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sebagai landasan teori dalam memahami pendekatan kualitatif diacu pendapat Bogdan dan Taylor dalam Moleong, (2006:4) yang mengartikan dan memahami metode kudlitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kirk dan Miller masih dalam Mol<3ong, (2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya
maupun
dalam
peristilahannya.
Surachmat
(1987: 131)
mengemukakan bahwa penelitian kualitatif berciri (a) memusatkan perhatian pada permasalahan yang aktual, dan (b) data yang dikumpulkan mula-mula disusun kemudian dianalisis. Makna yang terkandung dalam pendekatan kualitatif ini ditunjukkan melalui implementasi di lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, baik pengamatan langsung melalui informasi maupun dengan mempelajari data-data untuk dapat menjawab pertanyaan. Adapun objek
59
penelitian adalah kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan APBD, sedangkan baha., diperoleh melalui data yang dikumpulkan dan sumber data. Melalui metode penelitian kualitatif ini, peneliti banyak berharap akan mampu mengungkapkan berbagai pertimbangan yang dipakai oleh pengambil keputusan dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dan pada akhimya juga mampu menggambarkan atau mendeskripsikan bagaimana kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006.
3.2
Fokus Penelitian Untuk menghindarkan penelitian dari data yang tidak relevan dengan
masalah dan tujuan penelitian, sekaligus untuk membutasi agar pembahasan masalah tidak melebar, perlu ditentukan fokus penelitian.
Dengan penetapan
fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat mernbuat keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah ataupun mana yang akan dibuang. Moleong (2006 :94) penentuan fokus suatu penelitian memiliki dua tujuan: pertama, penetapan fokus membatasi studi. Jadi dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inkuiri. Kedua, penetapan fokus berfungsi menetapkan kriteria inklusi-eksklusi atau kriteria masuk-keluar suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan. Menu rut Moleong (2006:94) fokus penelitian berfungsi un1.uk memilih data yang relevan, meskipun suatu data menarik tetapi karena tidak relevan, maka tidak perlu dimasukkan dalam data yang dikumpulkan. Fokus penelitian kualitatif
60 masih dapat berkembang sesuai sifatnya yang masih "emergenr (tentative), seiring dengan perkembangan masalah yang ditemukan di lokasi penelitian. Berdasarkan uraian terse but di atas, maka dengan mengacu pad a rumusan masalah, maka fokus penelitian 1ni dapat diperinci sebagai berikut :
1. Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan nggaran Pendapat&n dan Belanja Daerah dilihat dari : a. struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi ; b. proses penyusunan ng9aran Pendapatan dan Belanja Daerah ; c. konsistensi
antara
dokumen
perencanaan
pembangunan
daerah
(Rencana Stratejik dan Rencana K~rja Pemerintah Daerah) dengan Kebijakan Umum, Prioritas nggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006. 2. Kendala-kendala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus dilihat dari : a. struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi ; b. sumber daya manusia.
3.3
Lokasi dan Situs Penelitian
3.3.1
Lokasi Penelitian Untuk menentukan lokasi penelitian perlu dipertimbangkan apakah lokasi
tersebut sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Keterbatasan geografis, dan
61
praktis seperti, waktu, biaya, dan tenaga, perlu pula dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian (Moleong, 2006: 128). Berdasarkan berbagai aspek tersebut maka lokasi penelitian yang ditetapkan adalah Kabupaten Kudus berdasurkan pertimbangan sebagai berikut : 1. Unit kerja yang menangani masalah keuangan daerah di Kabupaten Kudus belum terwadahi dalam satu unit kerja perangkat Daerah dan adanya tugas pokok dan fungsi unit kerja perangkat daerah yang sama dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yaitu antara Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pendapatan Daerah. 2. Sebagai akibat dari duplikasi tugas pokok dan fungsi unit kerja perangkat daerah,
proses
penyusunan
dan
pengajuan
Rancangar
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus selama ini selalu terlambat, sehingga menyulitkan dalam pelaksanaannya. Untuk Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2005 baru ditetapkan tanggal 5 Desember 2005 dan disahkan oleh Gubernur Jawa Tengah tanggal
30 Desember 2005. 3. Pemerintah Kabupaten Kudus baru melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur da:am Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006.
3.3.2 Situs Penelitian Situs disini merupakan suatu tempat yang akan digunakan peneliti untuk melakukan penelitian. Mengingat bahwa pokok bahasan utama penelitian ini adalah mengenai kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
62
Daerah, maka untuk memperoleh data yang relevan ditentukan situs penelitian di Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus. Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dijadikan situs penelitian karena berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 24 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata
Ke~a
Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, merupakan Bagian di
Lingkungan Sekretariat Daerah, khususnya dibawah Asisten Administrasi. Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok menyusun kebijakan, perencanaan, pengkoordinasian, penyelenggaraan dan pelaporan di bidang keuangan, urusan tata usaha serta rumah tangga Bagian.
3.4
Sumber Data Data dalam penelitian ini diperoleh dari informan, dokumen, serta tempat
dan peristiwa.
lnforman adalah orang dalam yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kCindisi latar belakang penelitian. Dan untuk mendapatkan informasi yang akurat tE:rkait fokus penelitian maka informan ditentukan secara purposive pada tahap awal dan dalnm pengembangannya dilakukan snow ban artinya, setelah memasuki lapangan penelitian, peneliti menghubungi informan tertentu untuk meminta keterar.gan padanya, kemudian akan terus berkembang ke informan yang lainnya yang terkait dengan fokus penelitian sampai diperoleh data dan informasi yang lengkap dan menunjukkan tingkat kejenuhan informasi. Hal ini dilakukan agar variasi, kedalaman, dan rincian data atau informasi dapat diperoleh secara
optimal.
dalam penelitian ini adalah Kepala Bagian Keuangan
lnforman utama
Sekret~riat
Daerah
63
Kabupaten Kudus yang dinilai mengetahui, menguasai, dan memahami bahkan menghayati
hal-hal
yang
berkaitan
prose~
dengan
penyusunan
dan
pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berdasarkan
informasi
key
informan,
akan
ditindaklanjuti dengan
menetapkan informan berikutnya dari pejabat Bagian Keuangan Sekretariat Daerah
Kabupaten
Kudus
yang
bertanggung jawab di
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
b•dang
proses
Selain itu, informasi
pendukung dan informasi latar juga dipergunakan. lnformasi pendukung atau latar tersebut difungsikan sebagai alat konfirmasi atau untuk menambah informasi. Dalarn penelitian ini yang dijadikan sebagai informan adalah : 1. Kepala Bagiar. Keuangan Setda Kabupaten Kudus ; 2. Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran Setda Kabupaten Kudus ; 3. Kepala Subbagian Pembukuan dan Verifikasi ; 4. Kepala Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah ; 5. Staf Bagian Keuangan Setda Kabupaten Kudus ; 6. Kep~la BAPPEDA Kabupaten Kudus. lnforman selanjutnya ditentukan berdasarkan atas snowball sampling. lnforman terakhir berdasark~n ;:>ada tingkat kejenuh:m dari informasi, di mana sudah tidak ada variasi yang diberikan oleh informan. Penelitian ini juga menggunakan data pendukung yang bersumber dari dokumen, sebagai sumber data, sifatnya hanya melengkapi data utama, yaitu dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dokumen-dokumen tersebut adalah diantaranya Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 tahun 2000 tentang Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003-2008, Peraturan Bupati Kudus Nomor 22 Tahun 2005 tentar.g Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006, Peraturan Daerah Kabupaten Kudus 4 Tahun
64
2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Keputusan Bupati Kudus Nomor 24 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, dan Dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta dokumen lainnya yang mendukung pelaksananaan tugas Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus.
3.5
lnstrumen Penelitian
Dalam
penelitian
dengan
mempergunakan
pendekatan
kualitatif,
penelitian diarahkan pad a pengumpulan data yan 'J lebih ban yak bergantung kepada peneliti sendiri sebagai pengumpul data. Sedangkan instrumen yang digunakan pedoman wawancara dan pedoman pengamatan. Sebagaimana yang diungkapkan Garna (1999:35) "Peneliti dalam melaksanakan penelitian ini membuat pedoman wawancara dan pedoman pengamatan. Kedua pedoman ini untuk mendapatkan data primer." Sedangkan peneliti berusaha mengumpulkan dokumen dan arsip untuk mendapatkan data sekunder. Hasil penelitian ini dikembanglt:an oleh peneliti sendiri di lapangan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.
3.6
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri yang menjadi instrumen utama yang terjun ke lapangan dan berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan tak berstruktur. Untuk memudahkan pengumpulan data, maka peneliti menggunakan alat bantu berupa catatan lapangan dan pedoman wawancara. Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan data meliputi tiga kegiatan sebagai berikut :
65
(1)
Proses memasuki lokasi penelitian (9etting in). Pada tahap ini peneliti memasuki lokasi dengan membawa ijin penelitian dan
mengadakan
pendekatan
terhadap
subjek
penelitian
untuk
menjelaskan rencana dan maksud kP.datangan peneliti dan berusaha untuk membuat hubungan yang lebih akrab sambil mendengarkan informasi dari mereka sehingga dapat mengurangi jarak sosial antara peneliti dengan sumber data. Peneliti datang ke Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus untuk menemui informan awal, dalam hal ini Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, dari kunjungan tersebut diperoleh informasi tentang unit kerja yang terkait langsung dengan proses penyusunan Anggarar. Pendapatan dan Belanja Daerah. (2)
Ketika berada di lokasi penelitian (getti'1g along). Peneliti menjalin interaksi personal yang lebih mendalam dan harmonis dengan sumber informasi untuk rnemperoleh data-data yang relevan. Kegiatan personal interaktif ini juga untuk lebih menumbuhkan kepercayaan dan kredibilitas terhadap peneliti. Komunikasi interpersonal yang persuasif juga dilakukan terutama untuk memperoleh inforrr.asi yang bersifat sensitif, misalnya penilaian Uudgement) infom1an terhad~p suatu kebijakan atau makna-makna yang tersembunyi.
(3)
Mengumpulkan data (logging the data). Dalam tahap ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan fokus pada terapan teknik wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Melalui wawancara mendalam peneliti dapat memperoleh dan mengungkapkan
informasi
yang
didasarkan pada
pengalaman
dan
pengetahuan informan yang eksplisit maupun implisit, termasuk opininya tarkait dengan masalah penelitian. Untuk memperoleh informasi dan opini
66 yang tajam dan mendalam peneliti menciptakan suasana wawancara yang informal, spontan dan alamiah, dimana informan diposisikan sebagai pemecah masalah. Dalam hal ini wawancara dikondisikan
be~alan
tidak
terstruktur, namun tetap dalam kerangka fokus penelitian dan wawancara ini mernpunyai sifat 'open-ended' atau berujung terbuka, yaitu jawaban tidak terbatas hanya pada satu tanggapan. Dalam hal ini peneliti dapat bertanya pada informan utama tidak hanya tentang suatu peristiwa tetapi juga pendapatnya sendiri tentang peristiwa tersebut. Di samping itu peneliti juga meminta informan untuk mengemukakan pengertiannya sendiri tentang
~uatu
peristiwa yang kemudian dapat dijadikan sebagai batu
loncatan untuk mendapatkan keterangan atau sumber bukti dalam kasus tersebut. Teknik dokumentasi benr.anfaat untuk memperoleh data dalam bentuk dokumen atau catatan yang terkait dengan konsep kebijakan, implementasi, dan dampak yang muncul di lokasi penelitian.
Dalam
melakukan teknik observasi peneliti memperhatikan kenyataan bahwa mengingat peneliti bukan merupakan kelompok yang diamati di Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, maka peranan yang dapat dilakukan peneliti terbatas pada pengamatan atau observasi yang tidak berperan serta. Secara spesifik posisi peneliti adalah seperti yang dikategorikan Buford Junker dalam Moleong (2006: 176-177) yaitu pemeran serta sebagai pengamat. Artinya, peneliti secara langsung mengamati kegiatan dan peristiwa yang berkaitan deng,:n penelitian termasuk memperoleh informasi yang tersirat, guna lebih memahami implementasi dari hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Aktivitas observasi tersebut dilaksanakan tanpa melakukan intervensi atau memberikan stimulus terhadap kegiatan atau peristiwa yang berlangsung.
67
3. 7
Ana lisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehinggc. dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
ke~a
(Moleong, 2006 :248). Dalam penelitian
dengan pendekatan kualitatif, analisis data dilakukan sepenjang penelitian dan dilakukan terus menerus dari awal
~ampai
akhir penelrtian.
Miles dan Huberman (1992 : 15) mengatakan dalam analisis kualitatif, data dapat dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman) dan biasanya "diproses" sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan atau alih tulis), teta;:>i analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas. Dalam penelitian ini digunakan analisis kualitatif yang dikemukakan Miles dan Huberman. bersamaan
Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
yaitu
kesimpulan/verifikasi.
reduksi Adapun
data,
penyajian
data
dan
penarikan
langkah-langkah tersebut diuraikan sebagai
berikut (Miles dan Huberman, 1992: 16) : (1)
Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data "kasar" yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Data yang diperoleh
dalam lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya dan disusun secara sistematis sehingga mudah dikendalikan.
Data yang
direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang pengamatan, juga
68 mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu, hal ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung. (2)
Penyajian Data (Display Data) Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display atau penyajian data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.
Data-data yang diperoleh dan laporan-laporan lapangan,
diusahakan dibuat dalam bentuk matriks, grafik, kerangka kerja (network) dan peta (chart). (3)
Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi Dari permulaan pengumpulan data, kualitatif mulai mencari arti,
menca~at
penganalisis data,
penganalisis
keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebary akibat dan proposisi. Data yang diperoleh sejak awal senantiasa harus dibuat kesimpulan. Kesimpulan awal masih bersifat tentatif, kabur dan diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data dan informasi, melalui proses verifikasi secara terus menerus maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat "grounded'. Jadi kesimpulan harus diverifikasi
sel~ma
penelitian berlangsung. Dalam
hal ini analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.
Masalah reduksi data, penyajian data serta penarikan
kesimpulan dan verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.
69
Sumber: Miles dan Huberman (1992)
3.8
Keabsahan Data
Setiap
penelitian,
de:-ajat kepercayaan
sangat diperlukan.
Dalam
penelitian kualitatif derajat kepercayaan disebut dengan keabsahan data. Menurut Moleong (2002:46) ada empat kriteria yang dianjurkan dalam teknik memeriksa
keabsahan
data.
Keempat
kriteria
tersebut
adalah
derajat
kepercayaan, keteralihan, ketergantungan, kepastian. Pada kriteria derajat kepercayaan dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat kepercayaan, sehingga tingkat kepercaya:m penemuan dapat dicapai. Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan ini, ada beberapa yang dilakukan, yaitu pertama, menggali informasi dari beberapa informan yang telah didapatkan, sampai informasi tersebut saling melengkapi dan memberikan informasi yang sama dalam setiap fokus yang sama. Perlu diketahui pada penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam pene'itian. Keterlibatan dalam pengumpulan data cukup memerlukan waktu lama, sehingga derajat kepercayaan data dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pengumpulan data harus dilakukan sendiri tidak diserahkan kepada pihak lain. Kedua, melakukan diskusi, pembahasan dan mencari
masukan-masukan.
Hal
ini
dilakukan
untuk
memperbaiki
cara
pengumpulan data, karena mengingat adanya keterbatasan yang ada pada
70
peneliti.
Ketiga
menggunakan
lintas
cara
pengumpulan
data,
dengan
mengumpulkan berbagai informasi, sehingga dapat yang dikumpulkan diperoleh berbagai varian data yang dapat menambah informasi
d~lam
penelitian.
Pengujian keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi yaitu check, recheck, dan cross check terhadap data yang diperoleh. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data tersebut. Triangulasi dilakukan dengan sumber data dan peneliti atau pengamat lain. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber (pengamat, wawancara, studi kepustakaan dan arsip). Patton (dalam Moleong, 2006 : 331) mengztakan bahwa "triangulasi dengan sumber membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif'. Triangulasi dioperasionalisasikan dalam bentuk membandingkan data hasil pengamatan penelitian dan data hasil wawancara dengan informan, membandingkan apa yang dikatakan orang cJidepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang saling berkaitan,
yaitu Peraturan DaElrah tentang
Pembentukan Struktur
Organisasi, Keputusan Bupati tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi, dokumen perencanaan (Rencana Stratejik, RKPD) dan dokumen lainnya.
'-'
UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:>
Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt: t\ ;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWI JAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV ERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS
BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG ERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYAMALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE RSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVF RSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG RSITA
BRA
IJAYA
A
N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BAB iV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian.
4.1.1
Gambaran Umum Kabupaten Kudus.
4.1.1.1
Kondisi Geografis. Kabupaten Kudus merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Propinsi
Jawa Tengah, terletak di sebelah timur laut kota Semarang sebagai pusat pemerintahan Propinsi Jawa Tengah. Secara geogr.afis Kabupaten Kudus terletak antara 11 0°36' dan 11 0°50' Bujur Timur dan antara 6°51' dan r16' Lintang Selatan. Kabupaten Kudus mempunyai ketinggian 55 meter dari permukaan laut, dan merupakan daerah yang mempunyai
cu~·ah
hujan paling
rendah 2000 mm/tahun serta mempuny:1i hari hujan 97 hari/tahun. Rata-rata suhu udara antara 20,4°C sampai dengan 27,6°C. Kabupaten Kudus terletak pada jalur Jakarta-Semarang-Surabaya, dan Jepara mempunyai posisi strategis pada jalur utara pulau Jawa, terutama lalu lintas niaga dan transportasi, sehingga memberikan dampak positif dalam pengembangan
wilayah
pembangunan.
Batas
wilayah
yang
melingkupi
Kabupaten Kudus yaitu : 1. Utara berbatasan dengan
Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati;
2. Timur berbatasan dengan
Kabupaten Pati;
3. Selatan berbatasan dengan
Kab•JJ::~aten
4. Barat berbatasan dengan
Kabupaten Demak dan Jepara.
Grobogan dan Pati;
73
Luas Wilayah Kabupaten Kudus 42.516 hektar atau sekitar 1,31 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah. Jarak terjauh dari Barat ke Timur sepanjang 16 km oan dari Utara ke Selatan 22 km. Kondisi geografis KE1bupaten Kudus terdiri dari 21.788 (51,25 %) ha berupa Sawah dan 20.728 ha (48,75 %) Non Sawah. Berdasarkan data Kudus Dalam Angka Tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Kudus tercatat sebanyak 736.239 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 364.074 jiwa atau 49,45% dan penduduk perempuan 372.165 jiwa atau 50,55%. Jumlah kelahiran selama tahun 2005 sebanyak 8.418 bayi, terdiri dari 4.299 bayi laki-laki dan 4.119 bayi perempuan. Sementara itu angka kelahiran kasar sebesar 11 ,467 yang artinya dari 1000 orang penduduk terdapat kelahiran seba'lyak 11 bayi. Jika dibandingkal" tahun 2004 terdapat penurunan dimana angka ke:lahiran kasar pada tahun 2004 sebesar 12,624. Sedangkan jumlah kematian selama tahun 2005 sebanyak 4.497 jiwa terdiri dari 2.272 lakilaki dan 2.225 perempuan.
4.1.1.2 Pemerintahan dan Aparatur. Kabupaten Kudus dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Tengah. Secara
administra~if
Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9
Kecamatan, 123 desa dan 9 Kelurahan, serta 698 Rukun Warga (RW), 3.618 Rukun Tetangga (RT) dan 378 Dukuh/Lingkungan. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, memberi peluang Kabupaten Kudus untuk mengembangkan unit kerja parangkat daerah. Berkenaan dengan
74 hal
tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus melakukan penataan
kembali unit
ke~a
yang ada, dengan m:-netapkan Peraturan Daerah sebagai
berikut: 1. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas
Po~ok,
Fungsi dan Susunan Organisasi
Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus ; 2. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kudus ; 3. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fung·;i dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kudus ; 4. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Kudus ; 5. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 5 Tahun 2005 tentang Perubahan Desa Kajeksan Menjadi Kelurahan Kajeksan Kecamatan Kota Kudus Kabupaten Kudus ; 6. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 6 Tahun 2005 tentang Perubahan Desa Kerjasan Menjadi Kelurahan Kerjasan Kecamatan Kota Kudus Kabupaten Kudus. Selain Peraturan Daerah tersebut diatas, Peraturan Daerah tentang unit kerja perangkat daerah Kabupaten Kudus yang masih mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, sebagai berikut:
75 1. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 20 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tatakerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kudus (Kantor Polisi Pamong Praja). 2. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 22 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tatakerja Kecamatan dan Kelurahan. 3. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2002 tentang Organisasi dan
Tatake~a
Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus.
Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut di atas unit
ke~a
perangkat
daerah Kabupaten Kudus, adalah sebagai berikut : 1. Sekretariat Daerah, terdiri dari : a. Sekretaris Daerah ; b. Asisten Sekretaris Daerah terdiri dari : b.1
Asisten Tata Praja;
b.2
Asisten Ekonomi dan Pembangunan ; dan
b.3
Asisten Administrasi ;
c. Bagian-bagian terdiri dari : c.1
Bagian Pemerintahan ;
c.6
Bagian Pembangunan ;
c.2
Bagian Pertanahan ;
c.7
Bagian Sosial
c.3
Bagian Hukum ;
c.a
Bag ian
Organisasi
Kepegawaian
dan
76
c.4
Bagian Hubungan Masyarakat ;
c.9
Bagian Keuangan ; dan
c.5
Bagian Perekonomian ;
c.1 0 Bag ian Umum.
2. Sekretariat DPRD.
3. Lembaga Teknis Daerah, terdiri dari 4 Bad an dan Kantor yaitu : a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ; b. Bad an Pengawasan Daerah ; c. Bad an Kepegawaian Daerah ; d. Bad an Rumah Sakit Daerah ; e. Kantor Penelitian, Pengembangan, Pengolahan Data, dan Arsip Daerah; f.
Kantor Catatan Sipil dan kependudukan ;
g. Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat ; h. Kantor Keluarga Berencana ; i.
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu ;
j.
Kantor Pengelolaan Pasar; dan
k. Kantor Polisi Pamong Praja. 4. Dinas Daerah, terdiri dari 10 Dinas, yaitu : a. Dinas Pendidikan ; b. Dinas Kesehatan ; c. Dinas Pendapatan Daerah ; d. Dinas Pekerjaan Umum ;
77
e. Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi ;
f.
Dinas Pertanian :
g. Dinas Tenaga
Ke~a
dan Transmigrasi ;
h. Dinas Perhubungan ; i.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan ; dan
j.
Dinas Perindustrian , Perdagangan dan Koperasi ;
5. Kecamatan, terdiri dari : a. Kecamatan Kaliwungu ;
f.
b. Kecamatan Kota Kudus ;
g. Kecamatan Bae
c. Kecamatan Jati ;
h. Kecamatan Gebog ; dan
d. Kecamatan Undaan ;
i.
Kecamatan Dawe.
a. Kelurahan Mlati Kidul ;
f.
Kelurahan Wergu Wetan ;
b. Kelurahan Mlati Norowito ;
g. Kelurahan Wergu Kulon ;
c. Kelurahan Panjunan ;
h. Kelurahan
d. Kelurahan Sunggingan ;
i.
Kecamatan Jekulo ;
e. Kecamatan Mejobo ;
6. Kelurahan, terdiri dari :
Ke~asan
; dan
Kelurahan Kajeksan.
e. Kelurahan Purwosari ; Pembentukan unit ke~a perangkat daerah Kabupaten Kudus tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
78
a. kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh Daerah ; b. karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah ; c. kemampuan keuangan Daerah ; d. ketersediaan sumber daya aparatur ; e. pengembangan pola
ke~asama
Berdasarkan unit
ke~a
antar Dderah dan/atau dengan pihak ketiga.
perangkat daerah tersebut, maka jumlah jabatan
struktural yang ada pada Pemerintah Kabupaten Kudus adalah eseloan II sejumlah 19, esolon Ill sejumlah 87 sejumlah 32. Rincian
e~elon
IV sejumlah 309 dan eslon V
lengkap jumlah jabatan struktural menurut eselon
sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.
Tabel 2. Jumlah Jabatan Struktural Menurut Eselon
Eselon
No.
Jumlah
Keterangan
1.
Eselon II a
1
2.
Eselon II b
18
3.
Eselon Ill a
78
4.
Eselon Ill b
9
5. Eselon IVa
272
6.
Eselon IV b
37
7.
Eselon Va
32
Jumlah
Sumber :
447
Bagian Organisasi dan Kepegawaian Setda Kabupaten Kudus.
Dari Tabel 2 tersebut di atas terlihat bahwa Pemerintah Kabupaten Kudus dalam penataan unit
ke~a
perangkat daerah masih menganut prinsip miskin struktur,
79
karena tidak menggunakan jumlah maksirnal yang diperbolehkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkunuan Pemerintah Kabupaten Kudus keadaan bulan Oesember tahun 2006 adalah 9.314 orang dengan perincian tamat SO sejumlah 465 atau 4,75%, SLTP/sederajat sejumlah 372 atau 4,21%, SLTNsederajat sejumlah 2983 atau 31,86%,
Sa~ana
Muda sejumlah
2887 atau 31,33% dan S1/S2 sejumlah 26C7 atau 27,86%.
Taool 3. Jumlah PNS Menu rut Jenjang Pendidikan Tingkat Pendidikan
No.
Jumlah
Prosentase
1.
SO/sederajat
465
4,75%
2.
SLTP/sederajat
372
4,21%
3.
SLTNsederajat
2983
31,8G%
4.
Sarjana Muda/sederajat
2887
31,33%
5.
S1/S2
2607
27,86%
Jumlah
9314
100%
Sumber :
BKO Kabupaten Kudus.
Oari Tabel 3 tersebut diatas terlihat bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus yang mempunyai pendidikan SLTNsederajat merupakan jumlah yang terbesar 31, 86% diikuti Sarjana Muda/sederajat 31,33%, sedangkan pegawai dengan pendidikan S1/S2 sebesar 27,86%. Untuk pegawai yang mempunyai pendidikan SLTP/sederajat merupakan jumlah yang terkecil karena dalam perekrutan CPNS beberapa tahun terakhir tidak ada formasi ur,tuk pendidikan SO dan SLTP dan karena melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
80
Bagiar~
4.1.2
Profil
4.1.2.1
Visi dan Misi
Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus
Berdasarkan Keputusan Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Nomor 050/1821 tanggal 30 Juli 2005 tentang Rencana Stratejik Bagian Keuangan Sekretariat Daerah
Kabupa~en
Kudus Tahun 2006-
2008, Visi Bagian Keuangan adalah Terwujudnya Pengelolaan Keuangan Daerah yang
Efisien, Efektif, Transparan dan Akuntabel didukung oleh
Aparatur Pengelolaan Keuangan Daerah .vang Profesional. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang akan dicapai Bagian Keuangan adalah : 1. Meningkatkan Administrasi secara sederhana dan
Pelayanan
Pengelolaan Keuangan
Daerah
akurat. Bermakna bahwa dengan peran yang
stratejik, Bagian Keuangan akan mampu memenuhi aspirasi dengan meningkatkan standart pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biayabiaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan untuk masing-masing komponen pendapatan maupun belanja 2. Meningkatkan Sumber Daya Aparatur Pengelolaan Keuangan Daerah. Mengandung makna peningkatan kualitas sumber daya manusianya, agar selalu dapat menjalankan fungsinya sebagai pengelola keuangan daerah. Dengan melalui peningkatan kualitas par a pengelola keuangan daerah yang merupakan sumber daya aparatur dapat diharapkan memberikan perbaikan manajemen terutama manajemen keuangan pemE'rintahan yang pada akhimy~
meningkatkan kinerja.
81
4.1.2.2 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003,
struktur
organisasi dan tata kerja Bagian Keuangan merupakan salah satu Bagian pada Sekretariat Daerah, yang dipimpin oleh seorang Kepala Bagian dengan membawahi 3 Subbagian, dimana masing-masing Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian. Keadaan pegawai pada Bagian Keuangan sampai dengan Maret 2007, berjumlah 42 orang yang terdiri dari : a. Jumlah Pegawai menurut struktur : 1. Kepala Bagian
1 orang;
2. Subbagian Penyusunan Anggarar
9 orang;
3. Subbagian Pembukuan dan Verifikasi
12 orang;
4. Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah
10 orang;
5. Jabatan Fungsional
-orang;
b. Jumlah PNS menurut golongan :
c.
1. Golongan IV
1 orang;
2. Golongan Ill
35 orang;
3. Golongan II
3 orang;
4. Golongan I
-orang;
5. PHD
3 orang;
Jumlah PNS menurut pendidikan : 1. Pasca Sarjana (S2)
2. Sarjana (S 1) 3. Sarjana Muda (0.111)
1 orang; 21 orang; 5 orang;
4. SLTA
14 orang;
5. SLTP
1 orang;
82
Selain pendidikan formal,
beberapa pegawai
Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus juga mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam jabatan. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan ini secara garis besar dapat dibedakan sebagai berikut : Pendidikan dan pelatihan penjenjangan, yaitu pendidikan yang dilakukan
1)
secara khusus sebagai persyaratan untuk menduduki jabatan tertentu baik struktural maupun fungsional, seperti ADUM (Diklatpim IV) dan SEPAMA (Diklatpim Ill). Pendidikan dan pelatihan teknis fungsional, yaitu pendidikan yang
2)
dilaksanakan untuk menambah pengetahuan tekr.is dari tugas pokok instansinya. Seperti diklat bendahara, diklat manajemen keuangan daerah dan sebagainya. Untuk pendidikan dan pelatihan penjenjangan, sampai tahun 2006 pegawai di aagian Keuangan Sekretciriat Daerah Kabupaten Kudus sudah 14 orang (40%) yang mengikuti baik ADUM (Diklatpim IV}, dan 1 (2,56%) orang SEPAMA (Diklatpim Ill). Selengkapnya dapat dilihat pada t~bel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Pendidikan dan Pelatihan Penjenjangan Pegawai Bagian Keuangan Setda No.
Diklat Penjenjangan
Jumlah (orang)
Prosentase (%)
1
2
3
4
1.
ADUM (Diklatpim IV)
9
23,08
2.
SEPAMA (Diklatpim Ill)
1
2,56
Sumber : BKD Kabupaten Kudus.
83
Sedangkan untuk pendidikan dan pelatihan teknis fungsional baru 21 (duapuluh satu) orang pegawai Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus yang mengikutinya. Adapun jenis pendidikan dan pelatihan teknis fungsional dan jumlah pegawai Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus sebagaimana tercantum dalam Tabel 5, sebagai berikut :
Tabel 5. Jenis Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional dan Jumlah Pegawai Bagian Keuangan Setda Yang Mengikuti
No.
Jenis Diklat Teknis Fungsional
1
2
Jumlah Pegawai Yang Mengikut (orang)
Prosentase
3
4
(%)
1.
Manajemen Keuangan Daerah
7
17,95
2.
Manajemen Pendapatan Daerah
1
2,56
3.
Penghitungan APBD
1
2,56
4.
Manajemen Proyek
3
7,69
5.
Bendaharawan
9
23,08
Sumber : BKD Kabupaten Kudus.
Berdasarkan Tabel 5 tersebut di atas terlihat bahwa jenis pendidikan dan pelatihan teknis fungsional yang bertujuan menambah pengetahuan teknis dari tugas pokok dan jumlah pegawai yang pernah mengikutinya masih sangat sedikit. Diklat Manajemen Keuangan Daerah dimiliki oleh 7 orang pegawai (17,95%), Dildat Manajemen Pendapatan Daerah dan Diklaat Penghitungan APBD masing-masing hanya dimiliki oleh 1 orang
pegawai (2, 56%), Diklat
Manajemen Proyek dan Diklat Bendaharawan masingmasing dimiliki oleh 3 orang pegawai (7,69%) dan 9 orang pegawai (23,08%).
84
Apabila dilihat dari segi kepangkatan dan golongan/ruang, sebagian besar pegawai pada Bagian Keuangan sudah menduduki golongcm Ill dan hanya 3 orang yang masih golongan II, adapun secara terperinci dapat dilihat dari Tabel 6 sebagai berikut :
Tabel 6.
No.
Komposisi Pegawai Pangkat/Golongan
Pangkat/Golongan Ruang
Bagian
keuangan
Jumlah (orang)
Setda
Menurut
Prosentase (%)
1.
Pembina Tk I (IV/b)
1
2,56
2.
Pembina (IV/a)
-
-
3.
Penata Tk I (Ill/d)
1
2,56
4.
Penata (Ill/c)
4
10,26
5.
Penata Muda Tk I (Ill/b)
9
23,08
6.
Penata Muda (Ill/a)
21
53,85
7.
Pengatur Tk I (11/d)
2
5,13
8.
Pengatur (11/c)
1
2,56
Jumlah
39
100,00
Sumber : Bagian Organisasi dan Kepegawaian. Dari tabel 6 terlihat bahwa hanya 3 orang (7,69%) pegawai yang masih menduduki golongan II, sedangkan yang paling banyak adalah golongan Ill yaitu 35
orang
(89,74%).
Kondisi
demikian
dilihat
secara
piramida
te~adi
pembengkakan di tengah, sehingga dirasa kurang proposional/seimbang dalam penyebarannya. Dengan banyaknya pegav1ai dengan kepangkatan golongan Ill, Bagian Keuangan seharusnya merupakan unit ke~a yang memiliki pegawai dalam kapasitas sebagai pemikir dan tidak hanya sebagai pelaksana.
85
4.1.3
Data Fokus Penelitian
4.1.3.1
Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4.1.3.1.1 Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi. Pemberlakuan otonomi daerah, telah membawa konsekuensi terhadap perubahan dan pengembangan unit kerja perangkat daerah guna penyesuaian dengan kebutuh£in daerah itu sendiri. Konoisi demikian menuntut adanya pengembangan sistem organisasi menu.iu kesempurnaan sistem kerja yang relevan dengan tujuan kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Melalui penataan unit
ke~a
dilakukan.
perangkat daerah restrukturisasi
organisasi pemerintah daerah
Hal ini dilakukan dengan memperhatikan dan menyesuaikan
dukungan kemampuan keuangan daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Besar kecilnya kebutuhan kelembagaan pemerintah daerah ini pada dasarnya terlihat pada struktur organisasi dan tatakerja yang disesuaikan dengan
kebutuhan
organisasi
pemerintah
daerah
itu
sendiri
dengan
memperhitungkan besarnya kemampuan keuangan daerah yang dimilikinya. Semakin banyak unit organisasi yang dibentuk oleh akan semakin besar pula kebutuhan anggaran
ata~
pemerin~ah
pembiay~an
daerah,
kegiatan
organisasi, terutama untuk pembiayaan rutin seperti gaji pegawai, tunjangan jabatan, insentif, dan lain-lain biaya yang membebaninya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jabatan struktural yang menjadi beban anggaran yang harus dikeluarkan oleh kas daerah bagi tunjangan jabatan tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit unit organisasi yang dibentul<, akan semakin kecil pula anggaran yang dikeluarkan terhadap biaya yang ditimbulkannya. Namun yang terpenting adalah bukan dilihat dari besar kecilnya unit kerja yang dibentuk, melainkan butuh tidaknya pemerintah daerah terhadap unit organisasi yang dibentuknya.
86
Undang-undang Nom or 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, memberi keleluasaan bagi daerah untuk membentuk unit kerja perangkat daerahnya. Untuk Pemerintah Kabupaten Kudus unit kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam penyusunan APBD,
yaitu
Bagian
Keuangan
Sekreariat
Daerah
Kabupaten
Kudus.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus,
Ba~ian
Keuangan merupakan salah satu
Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah, dibawah Asisten Administrasi. Bagian Keuangan adalah unsur staf Sekretariat Daerah yang berada di bawah dan bertanggung
jawab
kepada
Asisten
Administrasi.
Hal
ini
sebagaimana
diungkapkan oleh Kepala Bagian Keuangan sebagai berikut : "Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabup;:3ten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang PembentL•kan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan merupakan salah satu Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah yang diserahi tugas pokok dan fungsi dalam perumusan kebijakan penyusunan anggaran." (wawancara tanggal 25 Pebruari 2007) Sekretariat Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 merupakan unsur pembantu Pimpinan Pemerintah Kabupaten
yang
mempunyai
tugas
pokok
membantu
Bupati
dalam
melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tatalaksana serta memberikan
pel~yanan
administratif kepada seluruh
Perangkat Daerah. Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, terdiri dari 3 Subbagian yaitu :
87
a. Subbagian Penyusunan Anggaran ; b. Subbagian Pembukuan dan Verifikasi ; c. Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Sut"lbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah: "Sebagaimana telah ditetapkan dalam Perda Nomor 4 tahun 2003 yang penyusunannya didasarkan kepada PP Nomor 8 Tahun 2003 jumlah maksimal subbagian pada Sekretariat Daerah yaitu 3 (tiga) subbagian. Untuk Kabupaten Kudus subbagiannya terdiri dari Subbagian Penyusunan Anggaran, Subbagian Pembukuan dan Verifikasi dan Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah." (wawancara tanggal 25 Pebruari 2007) Berdasarkan Keputusan Bupati Kudus Nomor 24 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas
Po~ok
dan Fungsi sP-rta Tata Kerja Sekretariat Daerah
Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok menyusun kebijakan, perencanaan, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pelaporan di bidang keuangan serta pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Bagian.
Untuk melaksanakan tugas
pokok tersebut,
Bagian
Keuangan
menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah; b. penyusunan program, rencana kerja dan kegiatan serta rencana anggaran satuan
ke~a
c. penyusunan
Bagian Keuangan, Asisten Administrasi dan Sekretaris Daerah; pedoman
dan
petunjuk
teknis
penyusunan
anggaran,
pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah; d. penyusunan rumusan penentuan target dan pendapatan pemerintah daerah; e. pelaksanaan pembinaan penyelenggaman dan administrasi penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah;
88
f.
pengkoordinasian penyelenggaraan penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah ;
g. pelayanan penunjang kegiatan, administrasi dan fasilitasi penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi,
per~endaharaan
dan kas daerah;
h. pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas Bagian Keuangan; i.
pengelolaan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga Bagian Keuangan. Uraian mengenai tugas pokok dan fungsi masing-masing subbagian
pada Bagian Keuangan sebagai berikut : I. Subbagian Penyusunan Anggaran. Subbagian Penyusunan Anggaran mempunyai tugas pokok menyusun bahan perumusan kebijakan, pedoman dan petunjuk di bidang penyusunan anggaran serta pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Bagian. Untuk
melaksanakan
tugas
pokok tersebut,
Subbagian
Penyusunan
Anggaran menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan penyusunan anggaran ; b. penyusunan program, rencana ke~a dan kegiatan serta rencana anggaran satuan
ke~a
Bagian dan Subbagian Penyusunan Anggaran ;
c. penyusunan pedoman dan petunjuk teknis penyusunan anggaran; d. penyusunan rumusan penyusunan anggaran ; e. pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan dan administrasi penyusunan anggaran; f.
pengkoordinasian penyelenggaraan penyusunan anggaran ;
g. pelayanan per.unjang kegiatan, administrasi dan fasilitasi penyusunan anggaran;
89 h. pengelolaan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga bc-gian; i.
penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Bagian Keuangan;
j.
pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas Subbagian Penyusunan Anggaran.
2. Subbagian Pembukuan dan Verifikasi. Subbagian Pembukuan dan Verifikasi mempunyai tugas pokok menyusun bahan perumusan kebijakan, pedoman dan petunjuk di bidang pembukuan dan verifikasi. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Subbagian Pembukuan dan Verifikasi menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan penyusunan di bidang pembukuan dan verifikasi; b. penyusunan program, rencana kerja da11 kegiatan serta rencana anggaran satuan kerja Subbagian Pembukuan dan Verifikasi; c. penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembukuan dan verifikasi anggaran; d. penyusunan rumusan pembukuan dan verifikasi anggaran ; e. pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan dan administrasi pembukuan dan verifikasi anggaran ; f.
pengkoordinasian penyelenggaraan pembukuan dan verifikasi anggaran ;
g. pelayanan penyelenggaraan kegiatan, administrasi dan fasilitasi di bidang pembukuan dan verifikasi anggaran ; h. pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas Subbagian Pembukuan dan Veritikasi.
90
3. Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah. Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah mempunyai tugas pokok menyusun bahan perumusan kebijakan, pedoman dan petunjuk di bidang perbendaharaan dan kas Daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan di bidang perbendaharaan dan kas daerah; b. penyusunan program,
rencana kerja dan kegiatan serta rencana
anggaran satuan kerja Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah; c. penyusunan pedoman dan petunjuk teknis perbendaharaan dan kas daerah; d. penyusunan rumusan bidang perbendaharaan dan kas OClerah; e. pelaksanaan
pembinaan
penyelenggaraan
d;m
administrasi
perbendaharaan dan kas daerah ; f.
pengkoordinasian penyelenggaraan perbendaharaan dan kas daerah ;
g. pelayanan penyelenggaraan kegiatan, administrasi dan fasilitasi di bidang perbendaharaan dan kas daerah; h. pelaksanaan monitoring, evaluasi. dan pelaporan pelaksanaan tugas Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Bagian maupun Subbagian pada Bagian Keuangan tersebut di atas
terliha~
bahwa Bagian Keuangan merupakan
unit kerja yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Kudus dengan tanggung jawab pada proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus. Hal ini tercermin pada tugas penyusunan pedoman dan petunjuk teknis penyusunan anggaran dart penyusunan rumusan penentuan target dan pendapatan pemerintah daerah.
91
Tugas pokok tersebut dalam pelaksanaannya masih belum optimal dikarenakan
te~adinya
tumpang tindih (overlapping) pekerjaar..
Hal ini
disebabkan adanya dua kemungkinan yaitu pertama ketidak jelasan job description sehingga salah dalam
mente~emahkan
dalam tupoksi (tugas pokok
dan fungsi), kedua disebabkan adanya kepentingan politik tertentu. Selain itu juga dalam pelaksanaan tugas pokok Bagian Keuangan masih mengacu pada peraturan lama sehingga tidak relevan dengan dinamika yang terjadi di masyarakat daerah
s~~hingga
berdasarkan
diperlukan adanya sinkronisasi kelembagaan perangkat Undang-undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maupun dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Duplikasi tugas pokok dan fungsi Bagian Keuangan terlihat pada tugas pokok dan fungsi dari BAPPEDA dan DIPENDA. Sobagaimana tercantum dalam Peraturan
Daerah
Kabupaten
Kudus
Nomor
6
Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
Tahun
2003
tentang
dan Susunan Organisasi
Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 20 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kudus. Badan Perencanaan ?embangunan Daerah Kabupaten Kudus mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas tertentu di bidang
perencanaan pembangunan Daerah.
Salah sat•J fungsi yang
diselenggarakan BAPPEDA yang berkaitan dengan proses penyusunan APBD yaitu pengkoordinasian penyusunan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD).
Mengenai
tugas
pokok
dan
fungsi
penyusunan APBD Kepala BAPPEDA mengungkapkan :
pengkoodinasian
92
"Pelaksanaan fungsi pengkoordinasian penyusunan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang dimaksudkan disini terkait dengan tugas BAPPEDA dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dimana dalam RKPD tei·sebut sudah mencantumkan rencana pendanaannya." (wawancara tanggal 10 Maret 2007) Adapun tugas pokok dan fungs! BAPPEDA berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 6 Tehun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 20 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fu11gsi serta Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten
Kudus,
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
Kabupaten Kudus mempunyai tugas pokok melaksa,lakan tugas tertentu di bidang perencanaan pembangunan Daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menyelenggarakan fungsi : a. penyusunan
kebijakan
perencanaan
pembangunan
Daerah,
Program
Pembangunan Daerah, Rencana Stratejik Lima Tahunan, dan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah; b. perumusan kebijakan teknis dibidang perencanaan pembangunan Daerah sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati; c. penyelenggaraan koordinasi perencanaan pembangunan dari bawah; d. pengumpulan dan analisis data dibidang perencanaan pembangunan Daerah
e. pengkoordinasian penyusunan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) ; f.
penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang wilayah dan jabarannya serta kawasan;
93
g. penyelenggaman
evaluasi
dan
~nalis;s
pelaksanaan
perencanaan
pembangunan Daerah dari aspek manfaat dan dampak program ; h. pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan dibidang perencanaan pembangunan Daerah ;
i.
penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan pembangunan antar Daerah ;
j.
pengkoordinasian penyusunan pertaggungjawaban Bupati ;
k. pengelolaan urusan i<epegawaian, keuangan, hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan tatalaksana, umum dan barang Daerah. Selain itu, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tuge1s Pokok, Fungsi
dan
Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 26 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata
Ke~a
Kabupaten
Dinas Daerah Kabupaten Kudus, Dinas Pendapatan Daerah Kudus
mempunyai
tugas
pokok melaksanakan
kewenangan
desentralisasi di bidang pendapatan. Salah satu fungsi yang dilaksanakan oleh DIPENDA yaitu pengkoordinasian di bidang pendapatan Daerah. Fungsi DIPENDA dalam pengkoordinasian di bidang pendapntan Daerah ini akan berbenturan dengan fungsi Bagian Keuangan dalam melaksanakan penyusunan rumusan penentuan target dan pendapatan pemerintah daerah. Mengenai tugas pokok dan fungsi yang dapat dikatakan sama ini Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan : "Dengan adanya otonomi daerah ini, dalam membentuk unit kerja perangkat daerah menjadi kewenangan sepenuhnya pemerintah daerah. Hal ini berbeda dengan s'9belum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana dalam membentuk kelembagaannya
94
diperlakukan dengan pola penyeragamanan oleh pemerintah pusat." (wawancara tanggal 26 Pebruari 2007) Adapun tugas pokok dan fungsi DIPENDA berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
dan Susunan Organisasi Dinas Daerah
Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 20 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kudus, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kudus mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang pendapatan. melaksanakan
tugas
pokok
tersebut
Dinas
Pendapatan
Untuk Daerah
menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan daerah sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati ; b. pelaksanaan penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi, pelaporan, dan pengembangan di bidang
penda~atan
Daerah ;
c. pengkoordinasian di bidang pendapatan Daerah ; d. penyelenggaraan,
pengawasan,
pengendalian
dan
pengaturan
teknis
pungutan Daerah ; e. pelaksanaan pembinaan, peningkatan dan fasilitasi pungutan pendapatan Daerah; f.
pemberian
perizinan
dan
pelaksanaan
pelayanan
umum
di
bidang
pendapatan Daerah ; g. pelaksanaan pengelolaan sistem informasi manajemen pendapatan Daerah ;
95 h. pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan tatalaksana, umum dan barang Daerah. Dengan demikian Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 sebagai pedoman bagi daerah dalam membentuk struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi unit kerja perangkat daerah juga tidak memberikan pedoman secara tegas bentuk dan besaran dari unit
ke~a
perangkat daerah, meskipun te!ah memberikan "rambu-
rambu" mengenai jumlah dan besaran yang unit kerja yang dibentuk oleh suatu daerah. Oleh karena itu dalam prakteknya masih dijumpai adanya unit
ke~a
yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi yang sejf nis. Hal ini sebagaimana ditegaskan lagi oleh Kepala Subbbagian Penyusunan Anggaran sebagai berikut : "Sebagai akibat dari masih terpisahnya satuan kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang be:·kaitan dengan pengelolaan keuangan, ya adanya tupoksi yang sejenis deng.ln unit kerja lainnya. Oleh karena itu Bagian Keuangan telah mengusulkan kepada Bupati untuk mengintegrasikan satuan kerja pengelola keuangan daerah."(Wawancara tanggal 26 Pebruari 2007) Berdasarkan data hasil penelitian tersebut di atas terlihat bahwa meskipun Pemerintah Kabupaten Kudus dalam membentuk unit
ke~a
perangkat
daerah menganut prinsip "miskin struktur kaya fungsi", akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat unit kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang sejenis. Hal ini akan semakin membebani kemampuan keL:angan daerah karena banyakya tunjangan jabatan struktural yang harus diberikan. Dapat dicontohkan disini bahwa Dinas Pendapatan Daerah, sebenarnya fungsi yang dijalankan adalah koordinator pendapatar. daerah, karena fungsi pemungutan retribusi daerah telah dilaksanakan oleh unit kerja lain. Dengan bentuk sebagai Dinas yang merupakan jabatan struktural eselon ll.b struktur dibawahnya terdiri dari Bidang-bidang dan Bagian Tata Usaha yang merupakan jabatan struktural
96 eselon Ill yang masing-masing membawahkan jabatan struktural eselon IV. Dengan bentuk sebagai Dinas tidak seimbang dengan fungsi yang dijalankan. Sedangkan Bagian Keuangan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi utama dalam pengelolaan keuangan daerah dengan bentuk sebagai salah satu Bagian di Sekretariat Daerah tidak sebanding dengan beban tugasnya. Berdasarkan uraian di atas dapat diinterpretasikan bahwa Bagian Keuangan dalam pelaksanaan penyusunan APBD terkait dengan tugas pokok dan fungsi
perencanaan
pembangunan daerah yang
dilaksanakan oleh
BAPPEDA, sebagaimana diamanatkan dale-1m Undang-undang
~omor
32 Tahun
2004 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Selain itu juga dengan DIPENDA dalam penentuan rumusan dan target pendapatan daerah. Tugas pokok dan fungsi Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD tersebut juga akan berbenturan dengan tugas dari Tim Penyusunan Anggaran. Berdasarkan Keputusan Bupat1 l
90012712004 tentang Pembentukan Tim Per.yusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus, Tim Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus mempunyai tugas : a. menghimpun usulan RAPBD dari unit-unit kerja I perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, stakeholder I masyarakat ; b. menelaah dan menilai usulan RAPBD dari unit-unit
ke~a
I perangkat daerah
di lingkungan Pemerintah Kabupaten KLAdus, stakeholder I masyarakat ; c. menyusun RAPBD Kabupaten Kudus dengan memperhatikan Propeda, Repetada, dan Renstra serta disesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, potensi dan kemampuan keuangan daerah ;
97
d. menyelenggarakan rapat-rapat pematangan RAPBD dengan pihak-pihak terkait. Tim
Penyusunan
Anggaran
PP-ndapatan
dan
Belanja
Daerah
Kabupaten Kudus yang diketuai oleh Sekretaris Daerah, Kepala Bagian Keuangan berkedudukan sebagai Sekretaris I yang dibantu oleh 8 (delapan) orang Staf Bagian Keuangan sebagai staf administrasi. Dengan demikian dalam Tim Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan mempunyai posisi yang strategis, karena berkedudukan sebagai Sekretariat dari Tim Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus. Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan : "Dengan kedudukan sebagai Sekretaris dan Tim Penyusunan APBD, Bagian Keuangan sebenarnya peranan dalam menyusun konsep awal dalam merumuskan kebijakan dan besaran APBD, meskipun nanti keputusan terakhir ada pada Tim untuk dilaporkan kepada bapak Bupati." (wawancara tanggal 6 Maret 2007) Hal ini ditegaskan lagi oleh Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran dalam wawancara tanggal 6 Maret 2007 sebagai berikut : "Sudah menjadi kewajiban dari Sekretariat untuk menyiapkan bahanbahan yang dibutuhkan oleh Tim Penyusunan APBD, demi kelancaran pelaksanaan tugas. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban Bagian Keuangan untuk menyiapkan draf konsep awal kebijakan dalam penyusunan APBD." Dengan demikian Bagian Keuangan dalam pelaksanaan penyusunan APBD, dengan struktur organisasi sebagai salah l:.atu Bagian pada Sekretariat Daerah memegang peranan penting dalam Tim Penyusunan APBD. Dengan kedudukan Kepala Bagian Keuangan sebagai Sekretaris Tim Penyusunan APBD, dapat mengambil peranan penting dalam menyusun konsep perumusan kebijakan dalam penyusunan APBD.
98
4.1.3.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Oaerah. Hal-hal pokok yang diperlukan untuk proses awal penyusunan anggaran yang baik adalah kemampuan manajemen dalam menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran. Visi dan misi merupakan arahan yang harus dipertimbangkan dalam rangka menyusun anggaran agar sesuai dan seiring dengan apa yang menjadi harapan sebagian besar masyarakat. Tujuan dan sasaran merupakan pernyataan tentang posisi target yang ingin dicapai oleh unit kerja di pemerintahan daerah atau petunjuk tentang variable-variabel penting yang seharusnya digunakan dalam menentukan arah unit Proses penyusunan Anggaran Kabupaten
Kudus
sesuai
dengan
ke~a
dimasa datang.
Pendapatan dan
ketentuan
Belanja Daerah
sebagaimana
d~atur
dalam
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, melalui 4 (empat) tahapan Penyusunan APBD, yaitu : (1) Penyusunan Arah, Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas APBD, (2) Penyusunan Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran, (3) Penyusunan Dokumen Peraturan Daerah tentang APBD, dan (4) Penetapan APBD. Siklus APBD Tahunan diawali dengan Pengajuan Nota Keuangan RAPBD yang dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2006. Penyusunan RAPBD 2006 mengacu kepada Kebijakan Umum APBD 2006 yang telah disepakati
bersama
DPRD
dalam
Nota
Kesepakatan
Bersama
antara
Pemerintah Kabupaten Kudus dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten
Kudus
Nomor
903/6446/03/2005
dan
nomor
903/1600/02/2005 tanggal 13 Desember 2005, tentang Kebijakan Umum, Prioritas dan Plafon Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006. Mengenai proses penyusunan APBD Kepala Bagian Keuangan menyatakan :
99
"Proses penyusunan APBD Katupaten Kudus tahun 2006, mengacu Kepmendagri 29/2002. Sebagaimana diatur dalam Kepmendagri tersebut dalam proses penyusunannya melalui 4 (empat) tahapan, yaitu (1) Penyusunan Arah, Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas APBD, (2) Penyusunan Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran, (3) Penyusunan Dokumen Peraturan Daerah tentang APBD, dan (4) Penetapan APBD." (wawancara tanggal 6 Maret 2007) Teknis penyusunan APBD Tahun 2006 didasa,·kan pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 21 September 2005 Nomor 903/2429/SJ perihal Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005. Surat edaran tersebut antara lain menyebutkan
bahwa dengan belum ditetapkannya peraturan pemerintah
sebagai pelaksanaan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam rangka sinkronisasi pengelolaan
keuang~n
daerah dengan materi Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 maka landasan hukum penyusunan APBD, penatausahaan, pelaporan dan pertahggungjawaban keuangan daerah dalam tahun 2006 secara umum tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 200?.. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten Kudus sebagai berii
kebijakan
umum
APBD
dengan
mempertimbangkan
kondisi
dan
100
kemampuan daerah.
Sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam
pasal 157 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdiri atas : a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-laian Pendapatan Asli Daerah yang sah b. Dana Perimbangan yaitu : 1. Dana bagi hasil dari PBB, BPHTB, PPh Pasal 21, pasal 25, pasal 29 dan sumber daya alam 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus c. Lain-lain pendapat.ln yang sah Sedangkan pembiayaan bersumber dari : 1. Sisa Lebih dari Perhitungan Anggaran Oaerah 2. Penerimaan pinjaman daerah atau penerbitan obligasi daerah 3. Dana cadangan daerah dan 4. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Adapun kontribusi kemampuan pendapatan asli daerah untuk membiayai belanja daerah Kabupaten Kudus selama k•Jrun waktu tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 sebagaimana terlihat pada Tabel 7.
101
Tabel 7. Perkembangan PAD dan Belanja Tahun 2003- 2005 No
Tahun
Pendapatan Asli Daerah
Pertumbun an(%)
BeiRnja (Rp)
Proporsi
1.
2003
38.842.598.426,00
-
329.560.865.239,00
11,78
2.
2004
41.617.403.498,00
7,14
347.304.211.130,00
11,98
3.
2005
47.181.083.964,00
13,4
463.389.515.041,00
10,18
Rata-rata per thn
6,85
Sumber
11,31
RKPD Kabupaten Kudus Tahun 2006.
Selama kurun waktu tahun 2003 - 2005 realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus mengalami perkembangan baik, karena mampu memperkecil tingkat ketergantungan terhadap sumber pembiayaan pusat, yaitu untuk penganggaran tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup tajam karena te~adi
pertumbuhan 13,4 %, namun
padc:~
sisi lain terdapat penurunan belanja,
sehingga proporsi Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja turun dari 11,98 % menjadi 10,18 %. Penyebab naiknya Pendapatan Asli Daerah tahun 2005 tersebut adalah
te~adinya
kenaikan penerimaan di luar hasil pajak dan retribusi
daerah yang dapat dihasilkan dalam tahun 2005. Pada penganggaran tahun 2005,
seiring
menurunnya kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja pemerintah telah
te~adi
pula pada pos
dana perimbangan yang mengalami penurunan (lihat Tabel 8). Kondisi ini mengindikasikan bahwa kemampuan pembiayaan pemerintah Kabupaten Kudus semakin menu run (lihat T abel 9)
102
Tabel 8 Perkembangan Dana Perimbangan dan Belanja Tahun 2003- 2005
No.
Thn
Dana Perimbangan (Rp.)
Pertumbuh an(%)
Belanja (Rp.)
Proper si (%)
1
2003
254.587.178.910,00
-
329.560.865.239,00
77,25
2
2004
289.389.044.131,00
13,67
347.304.211.130,00
83,32
3
2005
304.936.219.408,00
5,37
463.389.515.041,00
65,81
Rata-rato pertahun
6,35
Sumber :
75,46
RKPD Kabupaten Kudus Tahun 2006.
Tabel 9. Perkembangan Total Pendapatan dan Belanja Tahun 2003 -2005
No.
Thn
Pendapatan (Rp.)
Pertumbuh an(%)
Belanja (Rp.)
Proper si (%)
1
2003
307.387.396.047,00
-
329.560.865.239' 00
94,27
2
2004
333.387.045.629,00
8,46
347.304.211.130,00
95,99
3
2005
388.421.303.372,00
16,51
463.389.515.041,00
83,82
Rata-rata pertahun
8,32
Sumber :
91,03
RKPD Kabupaten Kudus Tahun 2006.
Total pendapatan kabupaten kudus selama tiga tahun, rata-rata per tahun sebesar 8,32 % dan kontribusi terhadap belanja rata-rata per tahun sebesar 91 ,03 %. Pada posisi tahun 2005 APBD Kabupaten Kudus mengalami defisit 16,18 % atau sebesar 74.968.211.669,00 dan untuk menutup defisit tersebut telah dilakukan penetapan sumber-sumber pembiayaan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku yaitu penerimaan pinjaman. Mekanisme
penyusunan
anggaran
alokasi
belanja
selama
ini
diklasifikasikan menurut kelompok, bagian dan jenis belanja sesuai prioritas rencana dalam satu tahun anggaran. Berikut gambaran perkembangan belanja
103
Pemerintah Kabupaten Kudus selama 3 (tiga) tahun (2003-2005) sebagaimana telihat pada Tabel10. Tabel 10. Perkembangan Belanja selama Tahun 2003- 2005 (dalam ribuan rupiah)
Pertb/ th
Propor si rata2 /th
2005
%
66,94
268.954.566
58,04
63,26
43.654.675
12,57
61.704.526
13,32
15,22
8,35
47.786.470
13,76
106.629.n5
23,01
15,04
22.8n.484
6,94
23.327.574
6,71
25.900.646
5,59
6,41
B Tdk TSK
409.307
0,13
40.454
0,02
200.000
0,04
0,06
JML BLJ
329.560.865
100
347.304.211
100
463.389.515
100
No
Belanja
2003
%
2004
1.
B Adm Umum
213.568.705
64,80
232.495.038
2.
B Opr& Pmlhr
65.193.328
19,78
3.
B Modal
27.512.041
4.
B Transfer
5.
Sumber
%
19,40
100
RKPD Kabupaten Kudus Tahun 2006. Berdasarkan data tabel tersebut diatas perkembangan belanja selama 3
(tiga) tahun (2003-2005) pertumbuhannya rata-rata pertahun secara total sebesar 19,40 % dan rata-rata proporsi pertahun masing-masing untuk Belanja Administrasi Umum sebesar 63, 26%, Belanja Operasi dan Pemeliharaan 15, 22%, Belanja Modal Aparatur dan Publik sebesar 15,04%, Belanja Transfer (Bantuan Keuangan dan Dana Perimbangan) sebesar 6,41 %, dan Belanja Tidak tersangka sebesar 0,06%. Sedangkan pembiayaan pertumbuhananya rata-rata pertahun mengalami kenaikan sebesar 151,14%. Karena pembiayaan pada dasarnya merupakan transaksi keuangan dimaksudkan untuk menutup selisih antara
pendapatan
dan
belanja
daerah.
Dengan
adanya
pertumbuhan
104
pembiayaan yang sangat besar merupakan sinyal bagi pengambil kebijakan untuk dapat menerapkan prisip kehati-hatian dalam merumuskan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun berikutnya. Untuk mengetahui perkembangan pembiayaan tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel11. Perkembangan Pembiayaan Tahun 2003-2005
No
Tahun
Penerimaan (Rp)
Pembiayaan (Rp)
Pengeluaran(Rp)
Pertumbuhan
(%) 1.
2003
37.566.707.263,00
15.393.238.0"12,00
22.173.469.191,00
-
2.
2004
33.845.433.345,00
16.088.826.073,00
17.756.607.272,00
(19,92)
3.
2005
87.224.211.669,00
12.256.000.000,00
74.968.211.669,00
322,2
Rata-rata
151,14
Sumber
RKPD Kabupaten Kudus Tahun 2006. Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah dan
DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan-ketentuan
umum
yang
disepakati
sebagai
pedoman
dalam
penyusunan APBD. Kebijakan anggaran yang dimuat dalam arah dan kebijakan umum APBD, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja keuangan Daerah selama satu tahun anggaran. Berkaitan dengan penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan bahwa : "Karena adanya duplikasi dalam tugas pokok dan fungsi dalam penyu3unan APBD, maka dalam penyusunan arah kebijakan umum APBD dilakukan oleh BAPPEDA, dan merupakan dokumen perencanaan pembangunan sebagai satu kesatuan dokumen APBD." (wawancara tanggal 15 Maret 2007) Penyusunan
Arah
dan
Kebijakan
Umum
APBD
umumnya
menggunakan sejumlah asumsi dan untuk mencapainya sering dijumpai
105
berbagai permasalahan, kendala dan tantangan karena keterbatasan sumber daya.
Dalam hal ini, diperlukan strategi atau cara tertentu yang diharapkan
dapat memperlancar atau mempercepat pencapaian arah dan kebijakan umum APBD. Prioritas diperlukan karena adanya keterbatasan sumberdaya untuk mencapai arah dan kebijakan umum APBD. Mengenai hal ini Kepala BAPPEDA Kabupaten Kudus mengungkapkan bahwa : "Arah dan Kebijakan Umum APBD memuat komponen-komponen pelayanan dan tingkat pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang kewenangan Pemerintah Daerah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran. Komponen dan kine~a pelayanan yang diharapkan masyarakat dengan berdasarkan aspirasi tersebut disusun mempertimbangkan kondisi dan l\'9mampuan Daerah, termasuk kine~a pelayanan yang telah dicap~i dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya." (wawancara tanggal 10 Maret 2007) Kebijakan Umum APBD Tahun 2006 Kabupaten Kudus dibidang pendapatan dengan mendasarkan pada t.:>tal pendapatan Kabupaten Kudus selama 3 (tiga) tahun rata-rata pertahun mengalami kenair.an sebesar 9,08% dan kalkulasi prediksi kemampuan kenaikan sebesar 6,85% serta estimasi kenaikan dana perimbangan serta lain-lain pendapatan yang sah, maka direncanakan pendapatan untuk tahun anggaran 2006 sebesar Rp. 420.737.955.812,00. Hal ini sebagaimana terlihat pada tabel 12 berikut : Tabel 12. Prosentase Kenaikan Pendapatan Tahun 2003 -2005 dan Prediksi Pendapatan Tahun 2006 No.
Tahun
1 2 3 4
2003 2004 2005 2006
Pendapatan (Rp.)
Kenaikan _{_o/~
307.387.396.047,00 333.387.045.629,00 388.421.303.372,00 420.737.955.812,00
-
·-
8,46 9,70 8,32
Sumber: Arah dan Kebijakan Umum APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006
106
Pada aspek pendapatan diarahken untuk peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi serta dana perimbangan yang pada hakekatnya dapat meningkatkan kontribusi terhadap pembelanjaan.Sedangkan untuk pembiayaan, secara umum penyusunan APBD dimaksudkan agar mampu menjadi jangka dalam menjaga stabilitas ekonomi makro serta memberikan secara
stimulasi
terbatas
sesuai
kemampuan
keuangan
daerah
untuk
mendukung akselerasi pertumouhan ekonomi daerah dalam upaya mengatasi masalah pengangguran dan kemiskina:1 serta upaya meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Penyusunan APBD diarahkan pula untuk dapat mewujudkan kesinambungan
fiskal
melalui
langkah-langkah
yang
strategis
dengan
menurunkan defisit anggaran dan melakukan rr.enajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien dan efektif. Penurunan defisit anggaran dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan yang berasal dari hutang dapat dikurangi, sehingga secara bertahap rasio hutang pemerintah daerah terhadap PDB menjadi semakin berkurang. Strategi pada prinsipnya dapat dipandang sebagai suatu pendekatan, metode atau teknik pemanfaatan sumberdaya manusia, dana dan teknologi untuk mencapai suatu target kinerja melalui hubungan yang efektif antara sumberdaya manusia, teknologi dan lingkungannya. Strategi berkaitan dengan suatu tujuan, kebijakan, program, kegiatan, dan alokasi sumberdaya yang menyatakan sesuatu yang akan
dike~akan
dan mengapa hal tersebut harus
dike~akan.
Perumusan
strategi
diarahkan
pada
upaya
pencapaian
target
berdasarkan kemampuan sumberdaya (manusia, dana dan teknologi) yang tersedia serta kondisi lingkungan. Strategi mengintegrasikan semua sumber daya yang tersedia untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi
107
kelemahan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu juga diarahkan untuk perencanaan program dan kegiatan yang efektif dan efisien serta mencari dukungan untuk keberhasilan.
Adapun pi'ioritas merupakan suatu upaya
mendahulukan atau mengutamakan sesuatu dari pada yang lain. Prioritas adalah suatu proses dinamis dalam pembuatan keputusan atau tindakan yang pada saat tertentu dinilai paling penting dengan dukungan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut. Penetapan prioritas tidak hany:::. mencakup keputusan apa yang penting untuk dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat program atau kegiatan yang harus dilakukan lebih dahulu dibandingkan program atau kegiatan yang lain. Memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang baik nasional, regional maupun lokal, maka kebijakan dan strategi pembangunan daerah Kabupaten Kudus diarahkan untuk penanganan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengembangkan
dunia
usaha,
kualitas
sumberdaya
manusia
dan
pemberdayaan masyarakat. 2. Meningkatkan
dan
mengembangkan
kerjasamc'l
dalam
pemenuhan
kebutuhan sarana prasarana investasi, distribusi barang/jasa dan promosi. 3. Meningkatkan pendapatan dan tarat hidup masyarakcU. 4. Meningkatkan daya saing produk ekspor, c.mdalan dan unggulan. 5. Meningkatkan pemanfaatan teknologi. 6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringa., transportasi. 7. Meningkatkan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan prinsip 5E, yaitu ekonomis, efisiensi, efektivitas, equility (keadilan), equality (keseteraan). 8. Meningkatkan akuntabilitas kinerja dan disiplin aparatur terhadap masyarakat dalam rangka mewujudkan clean government dan good governance. 9. Meningkatkan peran supra dan infrastruktur politik dan supremasi hukum
108
10. Meningkatkan koordnasi dan
ke~asama
dengan stakehoders.
Prioritas pembangunan daerah tahun 2006 dikelompokkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003 ·· 2008 terbagi dalam 5 bidang dan 19 subbidang, yaitu : 1. Bidang Ekonomi, terdiri dari : a. Subbidang Pertanian b. Subbidang lndustri c. Subbidang Perdagangan d. Subbidang Koperasi e. Subbidang Pariwisata
f.
Subbidang Penanaman Modal
g. Subbidang Tenaga Kerja
2. Bidang Pemerintahan, terdiri dari : a. Subbidang Pemerintahan b. Subbidang Hukum c. Subbidang Ketentraman dan Ketertiban 3. Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, terdiri dari: a. Subbidang Tata Ruang b. Subbidang Pertanahan c. Subbidang Lingkungan Hidup 4. Bidang Prasarana dan Sarana, terdiri dari : a. Subbidang Perhubungan b. Subbidang Pekerjaan Umum 5. Bidang Sosial terdiri dari : a. Subbidang Agama
109
b. Subbidang Kesejahteraan Sosial c. Subbidang Kesehatan d. Subbrdang Pendidikan dan Kebudayaan 8erdasarkan Kebijakan Umum AP8D Tahun 2006 yang te:lah disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD Kabupaten Kudus dan sejalan dengan penyusunan prioritas pembangunan perlu dirumuskan pula plafon anggaran sementara untuk dapat dijadikan acuan bagi setiap satuan kerja perangkat daerah dalam menyusun rencana kerja dan anggaran tahun berikutnya.
Adapun Rekapitulasi Plafon Anggaran Sementara Rencana
Anggaran Pendapatan dan 8elanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 sebagai berikut : A. Pendapatan
1.
Pendapatan Asli Daerah
Rp. 47.181.083.964,00
2.
Dana Perimbangan
Rp.461.549.265.462,00
3.
Lain-lain pendapatan yang sah
Rp. Rp. 508.730.349.426,00
Jumlah A
a.
Pembelanjaan Rp.
294.569.009.710,00
Pemeliharaan
Rp.
100.596.350.932,00
3.
8elanja Modal
Rp.
80.641.442.500,00
4.
8elanja Transfer
Rp.
20.868.185.550,00
5.
8elanja tidak tersangka
Rp.
200.000.000,00
1.
8elanja Administrasi Umum
2.
8elanja Operasi dan
Jumlah 8
Rp. 496.874.988.692,00
Surplus Anggaran ( A - 8 )
Rp. 11.855.360.734,00
110
C. Pembiayaan
1. Pengeluaran a. Pembayaran utang pokok
Rp. 65.434.719.000,00
b. Pembayaran bunga dan administrasi pinjaman
Rp.
9.970.645.000,00
Rp.
300.000.000,00
c. Pembayaran utang pokok dan bunga ke pemerintah pusat Jumlah ( C )
Rp.
75.705.364.000,00
Defisit Anggaran Murni (A- 8 +C)
Rp.
63.850.003.266,00
2. Penerimaan Rp.
Rencana Pinjaman I utang
63.850.003.266,00
Berdasarkan data tersebut di atas terlihat bahwa dalam penyusunan Arah, Kebij;:)kan Umum, Strategi dan Prioritas APBD Tahun 2006 Pemerintah Kabupaten j(,udus belum merumuskan secara tegas arah kebijakan umum APBD Tahun 2006. Selain itu dalam penyusunan strategi dan prioritas APBD Tahun 2006 masih bersifat global dan belum menunjukkan besaran anggaran untuk masing-masing unit kine~a
ke~a.
Dengan demikian akan ada kesulitan untuk mengukur
anggaran masing-masing unit
ke~a.
Plafon Anggaran Sementara RAPBD
Kabupaten Kudus Tahun 2006 baru membatasi pagu/plafon komponen APBD, yaitu pendapat&n, pembelanjaan dan pembiayaaan. Dalam rangka konsistesi penyusunan anggaran masing-masing unit kerja perlu memahami tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun Anggaran 2006 sebagaimana diutarakan oleh Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten Kudus di bawah ini :
111
"Proses penyusunan APBD dimulai setelah RKPD yang dikoordinasikan dan disusun oleh BAPPEDA jadi. RKPD tersebut yang akan dijadikan pedoman oleh masing-masing satuan kerja untuk mengusulkan kegiatan dalam APBD Tahun Anggaran 2006." (wawancara tanggal 22 Maret 2007) Masukan dan usulan dari satuan kerja yang telah sesuai dengan RKPD kemudian dimasukkan ke dalam form untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pada tahap ini Bagian Keuangan tidak mempunyai kewenangan untuk tidak menyetujui/menolak masukan dan usulan kegiatan dari satuan kerja. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran sebagai berikut : "Bahwa merekalah yang lebih paham mengenai kewenangan, tugas pokok dan fungsi unit kerja masing-masing. Oleh karena itu usulan kegiatan dari tidak bisa kita coret begitu saja, hal yang dapat dilakukan oleh Bagian Keuangan menyetujui besaran usulan kegiatan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah." (wawancara tanggal 15 Maret 2007) Masukan dan usulan kegiatan dalam APBD Tahun 2006 dari satuan kerja belum didasarkan standar analisa belanja. Oleh karena keterbatasan kemampuan keuangan daerah, maka dalam penyusunan RAPBD khususnya anggaran belanja akan diperlakukan skala prioritas yang sepenuhnya diserahkan kepada satuan kerja.
Kegiatan atau program pembangunan yang sangat
mendesak dan penting akan didahulukan untuk mendapatkan pembiayaan, sedangkan yang lainnya untuk sementara ditunda dulu. Pemberlakukan skala prioritas sehubungan dengan keterbatasan kemampuan keuangan daerah ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Bagian Keuangan berikut ini : "Kita harus melihat prioritas, mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditunda dulu. Usulan-usulan yang tEiah kita rekap jumlah total belanja kemudian kita sesuEtikan dengan prediksi kemampuan keuangan daerah sedangkan sumber pendapatan kita kan terbatas, maka disini akan berlaku skala prioritas. Yang penting dan mendesak akan kami prioritaskan, sementara yang bisa ditunda akan ditunda atau akan dimasukkan pada APBD tahun berikutnya. Mekanisme penentuan
112
prioritas mana yang didahulukan kita serahkan sepenuhnya kepada masing-masing satuan kerja". (Wawancara tanggal 22 Maret 2007). Pendapat senada juga disampaikan
ole~.
Kepala Subbagian Penyusunan
Anggaran berikut ini : "Dilema dari Bagian Keuangan dalam penyusunan APBD adalah ketika kita harus mengurangi jumlah dana yang diusulkan oleh satuan kerja. Kadang-kadang satuan ke~a dalam mengusulkan kegiatan mereka menaikan jumlah dananya sehingga kita yang dibuat pusing untuk memangkas mana pos yang b:sa kita kurangi. Oleh karena itu plot-plot anggaran yang telah kita susun kami serahkan kembali kepada masingmasing satuan ke~a untuk menjabarkannya". (Wawancara tanggal 22 Maret 2007). Masukan dan usulan dari satuan kerja yang telah sesuai dengan RKPD kemudian dimasukkan ke dalam form untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Masukan dan usulan dari masing-masing satuan
ke~a
tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD dan penentuan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. Hal yang menarik dalam penentuan besaran dana dari setiap programlkegiatan yang belum di dasarkan kepada standar analisa belanja, Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran mengungkapkan : "Dalam menentukan besaran anggaran untuk masing-masing kegiatan dalam belanJa administrasi umum yaitu kami melihat siapa yang mengusulkan. Apabila yang mengusulkan kita kenai dengan baik, maka biasanya kita masih bisa menyetujui usulan mereka, jadi belum didasarkan pada beban kerja ataupun analisa standar belanja." (wawancara tanggal 15 Maret 2007) Sependapat dengan hal tersebut Kepala BAPPEDA mengungkapkan : "Pemerintah Kabupaten Kudus belum menggunakan standar analisa belanja dalam menentukan alokasi anggaran. Selain karena belum ada pedomannya juga belum ada kesiapan daerah. Kami di BAPPEDA dalam mengalokasikan anggaran didasarkan pada p3rtimbangan besaran anggaran tahun sebelumnya dan satuan kerja mana yang mengusulkan." (wawancara tang~ aI 10 Maret 2007)
113
Lebih lanjut Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan : "Secara umum kami dalam menyusun konsep besaran anggaran didalam APBD dengan melihat kesesuaian tupoksi masing-masing unit kerja dengan angka-angka yang diusulkan dan dengan standarisasi indeks harga yang telah ditetapke:m." (wawancara tanggal 15 Maret 2007) Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa baik Bagian Keuangan maupun BAPPEDA dalam menyusun anggaran biaya kegiat :m yang diusulkan oleh unit ke~a
belum didasarkan pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002. Dalam menyetujui usulan kegiatan dari unit kerja didasarkan pada kedekatan dengan pengusul kegiatan yang telah mereka kenai. Secara umum penyusunan APBD, baik penerimaan dan pembelanjaan serta pengalokasian masing-masing belanja dilakukan oleh Bagian Keuangan. Yang pertama kali disusun dan dialokasikan anggarannya adalah anggaran belanja administrasi umum. Setelah 1tu baru kemudian disusun anggaran belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal, belanja transfer dan belanja tidak tersangka.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh
Kepala
Bagian
Keuangan berikut ini : "Dalam menyusun APBD yang pertama-tama dilakukan adalah menjumlah semua belanja dari masing-masing satuan kerja. Setelah itu baru kita konsep rencana per:
114
masing-masing jenis belanja. Un~uk perencanaan masing-masing jenis pendapatan merupakan tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah. Untuk besaran belanja disusun setelah jumlah besaran Belanja Administrasi Umum terpenuhi baru dialokasikan untuk Belanja Modal, Belanja Operasi dan Pemeliharaan Publik serta Belanja Trasfer dan Belanja Tidak Tersangka."(wawancara dengan Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran tanggal 15 Maret 2007) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur pendapatan, belanja dan pembiayaan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada
di
lembaga yang
berbeda.
Proses
peny11sunan APBD
secara
keseluruhan berada di tangan Sekretraris Daerah yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. Sedangkan proses penyusunan Belanja Administrasi Umum, Belanja Transfer dan Belanja Tidak Tersangka disusun oleh Bagian Keuangan, proses penyusunan Belanja Operasi dan Pemeliharaan dan Belanja Modal disusun oleh Bappeda dan proses penyusunan pendapatan dilakukan oleh Din8s Pendapatan Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
p~da
dasarnya memuat
rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya untuk penyelenggaraan pelayanan umum dalam satu tahun anggaran. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang digunakan dalam penyusunan APBD, setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau ha.sil yang diharapkan dapat dicapai. Kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan APBD. Standar Analisa Belanja merupakan :lalah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja. Meskipun Standar Analisa Belanja pada dasarnya merupakan standar belanja yang dialokasikan untuk melaksanakan
115
suatu program atau kegiatan pada tingkat pencapaian (target kinerjanya) yang diinginkan. ualam penyusunan usulan Program, Kegiatan dan Anggaran dalam APBD Tahun Anggaran 2006 Pemerintah Kabupaten Kudus belum mendasarkan pada Standar Analisa Belanja. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bagian Keuangan sebagai berikut : "Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Kudus telah mengadakan lokakarya mengenai Kepmendagri l'lomor 29 Tahun 2002 pada tahun 2004. Akan tetapi karena belum siapnya satuan ke~a untuk melaksanakan ketentuan tersebut dan tidak adanya keketegasan mengenai pelaksanaan Kepmendagri tersebut pada akhirnya Pemerintah Kabupaten Kudus hanya melaksanakan sebagian saja ketentuan yang dapat dilakukan." (wawancara tanggal15 Maret 2007) Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran bahwa: "Permasalahan dalam pelaksanaan Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 tidak sepenuhnya ada pada Pemerintah Daerah saja akan tetapi juga karena Pemerintah kurang memberikan sosialisasi kepada Pemda sehingga kami yang didaerah tid:lk cukup punya waktu persiapan yang matang dan saya rasa semua Pemda juga mengalami hal yang sam a." (wawancara tanggal 15 Maret 2007) Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa kesulitan daerah dalam pelaksanaan penyusunan APBD berdasarkan Kepmendagri 29 Tahun 2002 selain karena kekurangsiapan daerah dalam mengantisipasi perubahan paradigma dalam penyusuan anggaran di era otonomi daerah, juga adanya sikap kurang tegas dari pemerintah pusat selaku pembuat regulasi dalam menegakkan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Tolok
ukur kinerja
merupakan
komponen
lainnya
yang
harus
dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran
kine~a.
Tolok ukur kinerja atau indikator keberhasilan untuk setiap
jenis pelayanan pada bidang-bidang kewenangan yang diselenggarakan oleh unit organisasi perangkat Daerah ditetapkan dalam bentuk Standar Pelayanan
116
yang ditetapkan
masi~g-masing
Daerah. Standar Pelayanan Minimal yang telah
ditetapkan di Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut : 1. Keputusan Bupati Kudus Nomor 32 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus. 2. Keputusan Bupati Kudus Nomor 33 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. 3. Keputusan Bupati Kudus Nomor 34 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Dinas Perhubungan Kabupaten Kudus. 4. Keputusan Bupati Kudus Nomor 35 Tah•Jn 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Kudus. 5. Keputusan Bupati Kudus Nomor 36
T~hun
2004 tentang Standar Pelayanan
Minimal pada Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus. 6. Peraturan Bupati Kudus Nomor 30 Tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus. 7. Peraturan Bupati Kudus Nomor 31 Tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten. 8. Peraturan Bupati Kudus Nomor 32 Tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten Kudus. 9. Peraturan Bupati Kudus Nomor 6 Tahun 2006 tentang Standar Pelayanan Minimal pada Kecamatan se Kabupaten Kudus tanggal 31 Desember 2005. Usulan kegiatan dalam APBD Tahun Anggaran 2006 didasarkan pada Surat 8upati Kudus tanggal 7 Oktober 2005 Nomor 900/1634 perihal Usulan Rancangan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006. Meskipun Pemerintah Kabupaten Kudus telah memiliki SPM sesuai dengan dengan tugas pokok dan fungsi unit
ke~a.
dalam penyusunan Program dan Kegiatan dalam APBD, belum
117
didasarkan Standar Pelayanan Minimal. Usulan dari masing-masing satuan kerja di rekap oleh Bagian Keuangan sebagai dasar bagi Tim Pvnyusunan APBD dalam menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar Analisa Belanja dan tolok ukur kinerja. Penetapan standar biaya akan membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi Daerah yang bersangkutan. Pengembangan standar biaya harus dilakukan secara terus-menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku di masingmasing Daerah. Dalam menyusun standar biaya Pemerintah Kabupaten Kudus didasarkan pada masukan dari masing-masing unit kerja yang kemudian ditindaklanjuti dengan survey oleh Tim Penyusunan Standar Biaya Kabupaten Kudus. Penyusunan
APBD
tahun
anggaran
2006
didasarkan
pada
Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Kudus yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati : 1. Peraturan Bupati Kudus Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Stand~rdisasi
Biaya
Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal14 Oktober 2005. 2. Peraturan Bupati Kudus Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Bupati Kudus Nomor 23 Tahun 2005 tentang Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga
118
Pengadaan Barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal 2 Januari 2006. Berkaitan dengan standar biaya, Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan bahwa APBD adalah plafon tertinggi setiap kegiatan rli APBD. Namun ketika pelaksanaan kegiatan belum tentu terserap semua, sehingga perlu dilihat kembali pada laporan realisasi anggaran.(wawancara tanggal 22 Maret 2007) Tahap disampaikan
selanjutnya oleh
Rancangan
kepala
Daerah
poraturar1
kepada
Daerah
DPRD
tentang
untuk
APBD
mendapatkan
persetujuan. RAPBD Kabupaten Kudus Tahun 2006 disampaikan kepada kepada DPRD dengan surat Bupati Kudus tanggal 26 Desember 2005 Nomor 903/6889/01 perihal Rancangan APBD Kabupaten Kudus tahun 200€. Sebelum
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dibahas, DPRD mensosialisasikan kepad8 masyarakat untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang APBD pada tanggal 8 Februari 2006. Tabel berikut Ringkasan APBD Kabupaten Kudus Tahun Anggaran 2006. Tabel13. Ringkasan APBD Kabupaten Kudus Tahun Anggaran 2006 NO.
3.
URAl AN PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah d. Lain-lain PAD Yang Sah Pendapatan Dana Perimbangan a. Bagi Hasil Pajak b. Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam c. Dana Alokasi Umum d. Dana Alokasi Khusus e. Dana Darurat f. Dana Perimbangan dari Propinsi Lain-lain Pendapatan Yang Sah
1.
BELANJA Belanja Admlnistrasi Umum
I
1.
2.
II.
--
JUMLAH
513,386,175,567.00 47,658,155,867.00 12,977,800,000.00 32,419,804,140.00 1,363,608,727.00 896,943,000.00 465,643,315,000.00 39,958,916,000.00 692,724,000.00 359,184,000,000.00 22,610,000,000.00
43,197,675,000.00 84,704,700.00 515,507,142,057.48 303,861 ,559,657.48
119
NO.
URAIAN A. Belanja Administrasi Umum Pemda a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Pemeliharaan d. Belanja Pe~l D;nas e. Belanja Lain-lain B. Belanja Administrasi Umum DPRD & Setwan a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Pemeliharaan d. Belanja Peril. Dinas. e. Belanja Lain-lain
2.
3.
4. 5.
Ill
Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik A. Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik Pemda A. Belanja Operasi B. Belanja Pemeliharaan Sarana & Prasar&r,a Publik B. Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik DPRD dan Setwan A. Belanja Operasi B. Belanja Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik Belanja Modal a. Belanja Modal Aparatur - Belanja Modal Aparatur Pemda - Belanja Modal Aparatur DPRD & Setwan b. Belanja Modal Publik Belanja Transfer a. Bantuan Keuangan b. Dana Perimbangan Belanja Tidak Tersangka
JUMLAH
292,051,709,911.48 260,69?.,075,693.00 22,932,039,069.48 6,294,061,999.00 2, 133,533,150.00
11,809,849,746.00 7,384,753,846.00 1,720,897,000.00 759,138,900.00 1,945,060,000.00
105,382,175,700.00 103,277,777,100.00 44,156,404,900.00 59,121,372,200.00 2,104,398,600.00 2,104,398,600.00
78,011,769,500.00 6,438,356,000.00 5,242,001,000.00 1'196,355,000.00 71,573,413,500.00 25,703,137,200.00 18,580,301,200.00 7,122,836,000.00 2,548,500,000.00
SURPLUSIDEFISIT ANGGARAN (I • II)
(2,120,966,490.48)
PEMBIAYAAN 1. PENERIMAAN DAERAH Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Transfer dari Dana Cadangan Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Hasil Penjualan Asset Daerah Yang Dipisahkan 2. PENGELUARAN DAERAH Transfer Ke Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Utang Pokok ke Lembaga Keuangan Pembayaran Bunga dan Administrasi Pinjaman ~e Lembaga Keuangan Pembayaran Utang Pokok dan Bunga ke Pemerintah Pusat Pembayaran Utang kepada Pihak Ketiga Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
2,120,966,490.48 86,104,523,671.48 10,000,000,000.00
Sumber
76,104,523,671.48
-
83,983,557,181.00
2,387,543,067.00 65,434,719,000.00
161,795,114.00 15,999,500,000.00
Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 1 Tahun 2006.
-
120
Berdasarkan data tabel tersebut diatas terlihat bahwa komposisi untuk masing-masing belanja sebagai berikut : 1. Belanja Administrasi Umum
Rp. 303,861,559,657.48 {58,94%)
2. Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik Rp. 105,382,175, 700.00(20,44%)
3. Belanja Modal
Rp.
78,011 ,769,500.00(15, 14%)
4. Belanja Transfer
Rp.
25,703,137,200.00(4,99%)
5. Belanja Tidak tersangka
Rp.
2,548,500,000.00(0,49%)
4.1.3.1.3 Konsistensi Antara Dokumen fJarencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah) Dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006. Penyusunan anggaran merupakan suatu rencana tahunan yang merupakan aktualisasi dari pelaksanaan rencana jangka panjang maupun menengah. Dalam penyusunan anggaran, rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah perlu diperhatikan. Salah satu fungsi anggaran adalah membantu manajemen pemerintah dalam pengambilan keputusan dan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja unit kerja d; bawahnya. Pengeluaran pemerintah daerah terutama pada anggaran daerah akan membantu pemerintah daerah dalam mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan, disamping itu dapat dikembangkan menjadi ukuran-ukuran standar untuk mengevaluasi kinerja semua aktivitas unit kerja. Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
merupakan
wujud
pengelolaan Keuangan Daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daemh yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. APBD tersebut disusun berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam
121
rangka mewujudkan tercapainya tujuan Pemerintah Daerah. Rencana Kerja Pemerintah
Daerah
(RKPD)
disusun
berdasarkan
hasil
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang prosesnya diselenggarakan pada bulan Juni-Juli sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 26
a1at (2) Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana
Ke~a
Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2006 ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Kudus Nomor 22 Tahun 2005 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal 27 September 2005. Rencana
Ke~a
Pemerintah Daerah, yang kemudian
dite~emahkan
kedalam
renccma kerja perangkat daerah. Mengenai konsistensi antara dokumen perencanaan dengan APBD, Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan bahwa : "Untuk pengusulan kegiatan dalam APBD Tahun Anggaran 2006 dida~arkan pada Surat Bupati Kudus tanggal 7 Oktober 2005 Nomor 90011634 perihal Usulan Rancangan APBD Kabupaten Kudus Tahun 2006. Dengan demikian dapat tercapai konsistensi dengan dokumen perencanaan pembangunan tahunan, karena RKPD telah ditetapkan tanggal 27 September 20005." (wawancara tanggal22 Maret 2007) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupalt:an salah satu altematif
yang
dapat
pembangunan di daerah.
merangsang
kesinambungan
serta
konsistensi
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan
yang mencakup penyusunan arah dan kebijakan umum APBD sampai dengan disusunnya rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan yang saling terkait. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun dan menyepakati Arah dan Kebijakan Umum APBD berpedoman pada Rencana Stratejik Daerah, penjaringan aspirasi masyarakat, Laporan Kinerja Tahun sebelumnya. Dalam menyusun rencana kegiatan kerja di masing-masing unit kerja yang dimulai dari Musyawarah
122
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), harus betul-betul sesuai dengan aspirasi masyarakat dengan memperhatikan skala prioritas. "Kegiatan Musrenbang adalah salah satu upaya Pemerintah Daerah untuk menjaring aspirasi masyarakat, yang kemudian dituangkan dalam bentuk RKPD yang selanjutnya dijadikan pedoman bagi unit kerja dalam menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah." (wawancara dengan Kepala BAPPEDA tanggal 10 Maret 2007)
Lebih lanjut Kepala BAPPEDA mengungkapkan bahwa : "Dalam menyusun arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis daerah. Tingkat pencapaian atau kinerja pelayanan yang dimncanakan dalam satu tahun anggaran pada dasarnya merupakan tahapan dan perkembangan dari kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka menengah. (Wawancara tanggal 10 Maret 2007) Berdasarkan pendekatan kinerja, penyusunan rancangan APBD harus berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) selanjutnya dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah diwajibkan menyampaikan Kebijakan Umum APBD. "Dalam penyusunan RAPBD Tahun 2006 kita mengacu kepada kebijakan umum APBD yang telah disepakati bersama dalam Nota kesepakatan Bersama dengan DPRD yang dengan mengacu Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)." (wawancara dengan Kepala Bagian Keuangan tangal 22 Maret 2007) Kebijakan Umum APBD Kabupaten Kudus fahun 2006 telah disepakati bersama
DPRD dalam
Nota
Kesepakatan
Bersama
antara
Pemerintah
Kabupaten Kudus dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus Nomor 903/6446/03/2005 dan Nomor 903/1600/02/2005 tc:mggal 13 Desember 2005, tentang Kebijakan Umum, Prioritas dan Plafon Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006.
123
Sesuai Pasal 8 PP Nomor 105 Tahun 2005 ditegaskan bahwa APBD disusun berdasarkan pendekatan kinerja, oleh karena itu maka setiap dana yang telah
dianggarkan dalam APBD
merupakan input biaya dalam
rangka
menghasilkan output yang telah ditetapkan. Keberadaan indikator dan standar kine~a
yang jelas dan terukur serta metode pengukurannya yang dapat
dipertanggungjawabkan sangat penting. Bagi eksekutif, selain untuk memenuhi akuntabilitas terhadap peraturan (accountabiPty for legallity), pengungkapan kine~a
diperlukan untuk menunjukkan prestasi pelayanan masyarakat yang telah
disediakan oleh Pemerintah Daerah. Bagi legislatif, indikator yang jelas dan terukur serta metode pengukurannya yang dapat dipertanggung-jawabkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam me 1akukan penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah. Peraturan
Pemerintah
Nomor
108
Tahun
2000
tentang
Pertanggungjawaban Kepala Daerah menggariskan agar pada setiap akhir tahun anggaran, Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri dari Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca Daerah yang dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur rencana strategis (Renstra). "Dalam penyusunan usulan kegiatan dalam APBD dari masing-masing unit ke~a selalu kami tekankan agar mengacu kepada Renstra Bupati karena pada dasarnya kami dalam melaksanakan tugas adalah membantu Bupati dalam melaks~makan visi dan misi yang disampaikan didepan DPRD." (wawancara dengan Kepala BAPPEDA tanggal 10 Maret 2007) Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa konsistensi antara APBD dengan Rencana Stratejik Daerah (merupakan Renstra Bupati yang disampaikan didepan DPRD pada saat proses pencalonan sebagai Bupati) tercapai karena adanya kebijakan yang mengarahkan dalam penyusunan
124
porgram/kegiatan mengacu kepada pencapaia kinerja Bupati sebagaimana tercantum dalam Rencana Stratejik Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003-2008. Adap:.m Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran dalam Rencana Stratejik (Renstra) Kabupaten Kudus Tahun 2003 - 2008 sebagai berikut : a. Visi: "Terwujudnya masyarakat sejahtera yang religius, berkeadilan dan mandiri dalam hubungan yang kondusif, didukung industri, perdagangan dan pertanian yang berwawasan lingkungan. n b. Misi: Misi yang akan dilaksanakan dalam
rC~ngka
mewujudkan visi Kabupaten
Kudus di atas adalah : 1. Meningkatkan kehidupan masyarakat yang religius dan solidaritas sosial. 2. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. 3. Meningkatkan pelayanan publik dengan manajemen modern. 4. Mewujudkan masyarakat yang
cerda~
dan berbudi luhur, trampil serta
berkeahlian di segala aspek dalam rangka persaingan di era global. 5. Membentuk sistem hukum yang menghormati HAM, menuju kesetaraan dan kemandirian. 6. Meningkatkan disiplin, ketertiban umum dan .,tabilitas keamanan. 7. Mewujudkan hubungan kerjasama (network) antar institusi di dalam dan luar negeri bagi pembangunan di semua aspek. 8. Meningkatkan kemandirian ekonomi dengan memberi peluang yang lebih besar dan proporsional kepada pihak swasta.
125
9. Mengupayakan kemudahan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. 10. Mewujudkan tatanan kawasan modern yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan konservasi alam dan pelestarian lingkungan hidup. Mengacu pada Visi dan Misi tersebut di atas, tujuan yang akan dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun (2003-2008) adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan kerukunan sosial. 2. Meningkatkan kualitas kesehatan dan produktivitas.
3. Mewujudkan pelayanan prima dengan mcmajemen modern. 4. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan masyarakat. 5. Mewujudkan supremasi hukum dan penegakan HAM. 6. Meningkatkan ketentraman, ketertiban dan keamanan. 7. Membangun jaringan kerja sam a stakeholder. 8. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peran swasta. 9. Meningkatkan produksi pertanian dalam arti luas. 10. Mewujudkan
penataan
ruang
dan
pembangunan
berkelanjutan
yang
berwawasan lingkungan serta pelestarian lingkungan hidup. Sasaran yang ingin dicapai secara nyata berdasarkan tujuan di atas adalah sebagai berikut : 1. a. b.
Meningkatnya kualitas kehidupan beragama. Meningkatnya pembinaan terhadap organisasi pel3yanan sosial.
2. Meningl
3. a.
TerNujudnya pelayanan berorientasi pada kepuasan masyarakat.
b.
Meningkatnya profesionalismemasyarakat.
c.
Terwujudnya sarana I prasarana dan teknologi maju.
126
d.
Terwujudnya penelitian dan pengembangn potensi daerah.
e.
Tersediannya data, informasi dan komunikasi yang valid.
4. a.
Meningkatnya kualitas hasil pendidikan.
b.
Meningkatnya ketrampilan masyarakat.
5. a. b.
Meningkatnya produk-produk hukum. Meningkatnya pemahaman hukum dan HAM serta terselesaikannya perkara Pemda.
6. a. b.
Menurunnya gangguan ketentrarr.an dan ketertiban. Terbinanya kerukunan hidup dalam suasana kekeluargaan.
7. Terwujudnya 8. a.
ke~asama
dan kemitraan antar pelaku pembangunan.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah.
b.
Meningkatnya peran swasta dalam menggerakkan ekonomi daerah.
c.
Meningkatnya perluasan kesempatan kerja dan berusaha.
d.
Meningkatnyc:1 perlindungan kerJa, kesejahteraan tenaga
ke~a
dan
Hubungan Industrial Pancasila (HIP). 9. Meningkatnyaproduktivitas
tananman
pangan,
peternakan,
perikanan,
perkebunan dan kehutanan. 10. a. b.
Terwujudnya rencana tata ruang yang lengkap. Terwujudnya pemanfaatan ruang dan pengendaliannya sesuai dengan ketentuan.
c.
Terpeliharanya lingkungan hidup.
d.
Meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana daerah. Kebijakan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan ketentuan
yang telah ditetapkan untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan I pelaksanaan
program,
kegiatan guna kelancaran
dan
keterpaduan dalam pencapaian sasaran, tujuan, serta visi dan misi instansi
127
pemerintah. Sedangkan program pembangunan daerah merupakan kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu yang akan dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah
~taupun
dalam rangka kerjasama dengan
masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu. Hal ini sebagimana diungkapkan oleh Kepala BAPPEDA sebagai berikut : "Pada dasamya kebijakan, program pada strategi Renstra Daerah dilaksanakan oleh unit kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Kegiatan pembangunan di Kabupaten Kudus dalam Renstra dikelompokan kedalam 5 (lima) bidang, yaitu bidang ekonomi, pemerintaha tata ruang dan lingkungan hidup, bidang prasarana daerah dan bidang sosial.." (wawancara tanggal 10 Maret 2007)
Kebijakan Umum
APB~
Tahun 2006 yang telah disepakati bersama
antara Pemerintah Daerah dengan DPRD Kabupaten Kudus dan sejalan dengan penyusunan
prioritas
pembangunan
dirumuskan
pula
plafon
anggaran
sementara untuk dapat dijadikan acuun bagi setiap satuan kerja perangkat daerah dalam menyusun rencana kerja dan anggaran.
Konsistensi antara
dokurhen perencanaan pembangunan daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah) dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006 terjadi kareha dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dimulai dari usulan unit kerja yang dalam penyusunannya ditekankan pada ~~nstra
Daerah. Dengan demikian sejak proses penyusunan RKPD telah sesuai
dengan Renstra Daerah. Selanjutnya RKPD tersebut dijadikan pedoman dalam menyusun Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006. Dari uraian tersebut di atas, terlihat bahwa dalam proses penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah baik Rencana Stratejik Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah maupun dalam proses penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD, Bagian Keuanyan tidak begitu berperanan. Dengan
128
demlkian dapat dimaklumi apabila dalam proses penyusunan APBD, Bagian Keuangan sangat tergantung dari dmi terselesaikanya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari BAPPEDA.
4.1.3.2 Kendala-kendala Yang Dihadapi Oleh Bagian Keu.mgan Dalam Proses Penyusunan Anggarc.n Pendapata Dan Belanja Daerah
4.1.3.2.1 Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Perencanaan pembangunan daerah dalam perspektif otonomi daerah diharapkan mampu mendorong eksistensi suatu daerah dalam menghadapi era global. Otonomi daerah mempunyai tujuan yang diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan daerah secara optimal. Otonomi daerah membawa konsekuensi terhadap perubahan dan pengembangan kebutuhan
unit kerja
daerah
itu
perangkat daerah guna penyesuaian dengan
sendiri.
Besar kecilnya
kebutuhan
kelembagaan
pemerintah daerah ini pada dasarnya terlihat pada struktur organisasi dan tatakerja yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi pemerintah daerah itu sendiri dengan memper;1itungkan besarnya kemampuan keuangan daerah yang dimilikinya. Struktur organisasi memberikaa1 gambaran mengenai keseluruhan kegiatan serta proses yang terjadi pada suatu orgcmisasi. PP-ngembangan organisasi merupakan upaya meningkatkan kemampuan kinerja organisasi berdasarkan jangkauan waktu yang relatif panjang yang mencakup serangkaian pentahapan dengan penekanan pada hubungan antar individu, kelompok dan organisasi sebagai keseluruhan.
129
Aspek penting dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah adanya kejelasan mengenai struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi.
Dengan adanya kejela:3an struktur organisasi, tugas pokok
dan fungsi diharapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun secara ekonomis, .afisien, efektif, transparan dan akuntabel. "Apabila ditanyakan unit kerja mana yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam proses penyusunan APBD di Kabupaten Kudus agak susah untuk menjelaskannya, karena kami di Bagian Keuangan dalam salah satu fungsinya merumuskan kebijakan penyusunan anggaran, tetapi di BAPPEDA juga ada fungsi pengkoordinasian APBD dan di DIPENDA fungsi pengkoordinasi~n pendapatan" (wawancara dengan Kepala Bagian Keuangan tanggal 26 Pebruari 2007) Lebih lanjut Kepala Bagian Keuangan mengungkapkan : "Salah satu Y.endala dari Bagian Keuangan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi penyusunan anggaran yaitu adanya tugas pokok dan fungsi yang bisa dikatakan hampir sama dengan tugas pokok dan fungsi BAPPEDA dan DIPENDA, sehingga hal ini menjadi satu permasalahan tersendiri bagi Bagian Keuangan dalam melaksanakan tugas". (Wawancara dengan Kepala Bagian Keuangan tanggal 26 Pebruari 2007) Selanjutnya Kepala Bagian Keuangan mengemukakan : "Sebagai akibat dari masih terpisahnya satuan kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan, ya adanya tupoksi yang sejenis dengan satuan kerja lainnya. Oleh karena itu Bagian Keuangan telah mengusulkan kepada Bupati untuk mengintegrasikan satuan kerja pengelola keuangan daerah. Dengan struktur organisasi hanya sebagai salah satu Bagian pada Sekretariat Daerah, Bagian Keuangan Keuangan kurang memiliki kemandirian karena panjangnya jalur birokrnsi yang harus dilewati dalam pengambilan keputusan". (Wawancara tanggal 26 Pebruari 2007) Struktur
organisasi
merupakan
gambaran
tipe
organisasi,
pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali, dan sistem pimpinan organisasi. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
130
Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan,
K~dudukan,
Tugas Pokok,
Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan merupakan salah satu Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah, dibawah Asisten Administrasi. Bagian Keuangan alialah unsur staf Sekretariat Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Asisten Administrasi. Mengenai bentuk kelembagaan
yan~
hanya merupakan salah satu
Bagian dalam Sekretariat Daerah Kepala Subbagian Pembukuan dan Verifikasi mengugkapkan : "Bahwa tugas-tugas di Bagian Keuangan merupakan tugas yang lingkupnya meliputi pelayanan kepada seluruh perangkat daerah, sebenarnya agak merepotkan apabila adanya rapat dalam waktu yang ber3amaan, karena dalam bentuk bagian hanya boleh terdiri dari 3 (tiga) Subbagian saja." (wawancara tanggal 5 Maret 2007) Kinerja Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD yang terhambat akibat adanya duplikasi tugas pokok dan fungsi masih dtambah lagi panjangnya
garis
pengambilan
keputusan.
Hal
tersebut
sebagaimana
diungkapkan oleh Kepala Bagian Keuangan sebagai berikut : "Denge:m struktur organisasi sebagai Bagian semakin menambah jalur birokrasi yang mesti dilewati oleh Bagian Keuangan, karena tidak mungkin mengambil kebijakan dalam proses peyusunan APBD maupun kebijakan lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas tanpa melaporkan terlebih dahulu kepada Asisten Administrasi selaku atasan langsung." (wawancara tanggal 5 Maret 200i') Adanya struktur organisasi unit kerja yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang hampir sama ini, mengakibatkan lambannya proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kudus. Adapun tugas pokok dan fungsi yang dapat dikatakan sama sebaga1 berikut :
131
1. Bagian Keuangan : a. perumusan kebijakan penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah; b. penyusunan pedoman dan petunjuk teknis penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah; c. penyusunan rumusan penentuan target dan pendapatan pemerintah daerah; d. pengkoordinasian penyelenggaraan penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah. 2. BAPPEDA: Pengkoordinasian penyusunan rencana Anggaran
P~ndapatan
dan Belanja
Daerah (RAPBD). 3. DIPENDA: a. perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan daerah sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati; b. pelaksanaan penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi, pelaporan, dan pengembangan di bidang pendapatan Daerah; c. pengkoordinasian di bidang pendapatan Daerah. Berdasarkan
data tersebut di
atas terlihat bahwa
Pemerintah
Kabupaten Kudus dalam membentuk unit kerja perangkat daerahnya terutama yang berkaitan dengan proses penyusunan APBD, belum mendistribusikan tugas dan kewenangan dalam satu unit kerja. Sebagai akibat dari hal tersebut unit kerja yang dibentuk mengalami kesulitan mana yang menjadi batas kewenangan mereka. Selain itu dengan bentuk struktur organisasi sebagai bagian dari
132
Sekretariat Daerah, Bagian Keuangan
~engalami
kendala dalam proses
penyusunan APBD karena wewenang yang dimiliki terbatas. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 24 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja
Sekretariat
Daerah
Kabupaten
Kudus
proses
penyusunan
APBD
merupakan tugas pokok dan fungsi Subbagian Penyusunan Anggaran. Dalam praktek pelaksanaan penyusunan APBD tahun 2006 yang lebih berperanan adalah Subbagian Pembukuan dan Verifikasi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh salah satu staf Bagian Keuangan sebagai berikut : "Dalam proses penyusunan APBD tahun 2006 ini, yang lebih berperanan adalah Kasubbag Pembukuan dan Verifikasi. Hal ini karena yang bersangkutan lebih berpengalaman, juga karena yang selama ini mengikuti pelatihan penyusunan anggaran berdasarkan Kepmendagri 29/2002. Selain itu juga karena Kasubbag Penyusunan Anggaran merupakan orang baru di Bagian Keuangan." (wawancara tanggal 22 Maret 2007) Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Bagian Keuangan sebagai berikut : "Untuk pengisian jabatan merupakan kewenangan bapak Bupati dan Tim Baperjakat, oleh karena itu kita tidak bisa untuk menolak pejabat yang dilantik. Sebenarnya yang bersangkutan sebenarnya memiliki potensi, akan tetapi karena tidak memiliki kemauan untuk belajar ya kita daya gunakan staf yang lain demi kelancaran pelaksanaan tugas di Bagian Keuangan." (wawancara tanggal 22 Maret 2007) Berdasarkan
data
tersebut
di
atas,
dalam
pelaksanaan
tugas
penyusunan APBD selain adanya duplikasi tugas pokok dan fungsi dengan BAPPEDA dan DIPENDA, di Bagian Keuangan pelaksanaanya dilakukan oleh Subbagian Pembukaan dan Verifikasi yang tidak memiliki tugas pokok dan fungsi dalam penyusunan APBD. Hal ini dalam pelaksaaan pertanggungjawaban
133
kine~anya
yang seharusnya merupakan tanggung jawab Subbagian Penyusunan
Anggaran bergeser kepada Subbagian Pembukuan dan Verifikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di Bagian Keuangan terjadi inkonsistensi dalam pendelegasian wewenang sebagaimana diatur dalam Perda tentang SOT maupun Keputusan Bupati tentang penjabaran tupoksi.
4.1.3.2.2Sumber Daya Manusia
Dengan dilaksanakannya otonorni daerah, aparat pemerintah daerah, dituntut harus memiliki kemampuan dan p'9ngetahuan yang memadai dalam perencanaan dan perumusan kebijakan strategis daerah, termasuk proses penyusunan dan pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah agar pelaksanaan berbagai kegiatan palayanan oleh pemerintah daerah dapat berjalan se(';ara ekonomis, perencanaan
efi~ien
pemb~ngunan,
dan efektif.
termasuk
Salah satu kendala dalam
didalamnya
kemampuan
dalam
merencanakan dan mengalokasikan anggaran adalah berkurangnya penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan yang memerlukan pengetahuan spesialisasi. Kekurangan
tenaga
perencana
pembangunan mensyaratkan
menjadi
pengetahu~n
problema
karena
perencanaan
yang mendalam tentang proses
pembuatannya, juga dibutuhkan wawasan yang tidak terbatas pada teori saja melainkan persepsinya harus menjangkau berbagai kenyataan yang ada di lapangan. Hal tersebut seperti yang dikemukakan o1eh Kepala Bagian Keuangan dalam wawancara tanggal 6 Maret 2007 sebagai berikut : "Dari jumlah 42 pegawai yang mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis fungsional masih rendah. Untuk kursus manajemen keuangan daerah baru diikuti 7 orang pegawai, sehingga masih dirasakan kurang untuk penguasaan terhadap perubahan peratran dalam pengelolaan keuangan daerah."
134
Adapun jenis pendidikan dan pelatihan (diklat) teknis fungsional yang pernah diikuti oleh sumber daya manusia pegawai Bagian Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Diklat Manajemen Keuangan Daerah 2. Diklat Manajemen Pendapatan Daerah 3. Diklat Penghitungan APBD 4. Diklat Manajemen Proyek 5. Diklat Bendaharawan. Dari hasil penelitian sebagaimana tercantum pada Tabel 5, diperoleh data bahwa dari 7 (tujuh) orang pegawai di Bagian Keuangan yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan manajemen keuangan daerah 3 (tiga) orang merupakan pejabat struktural. Dengan struktur organisasi yang merupakan bagian dari Sekretariat Daerah, Bagian Keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah hanya memiliki maksimal 3 (tiga) jabatan struktural dibawahnya. Oleh karena itu dalam pendidikan
dan
pen~mpatan
pelatihan
pegawai harus memperhatikan kemampuan dan yang
dimiliki.
Kepala
Bagian
Keuangan
mengungkapkan bahwa : "Sebenarnya pegawai di Bagian Keuangan dituntut untuk mampu memahami mengenai perencanaan penganggaran secara menyeluruh, akan tetapi kewenangan yang dimiliki sangat terbatas, oleh karena itu koordinasi dengan satuan kerja sangat dibutuhkan" (Wawancara tanggal 6 Maret 2007) Lebih lanjut Kepala Bagian Keuangan
men~ungkapkan
:
"Sebenarnya kita terus mengusulkan kepada BKD untuk memberikan tambahan pegawai dengan kualifikasi yang kita butuhknn. Selain itu kita juga mengusulkan dalam penempatan pegawai terutama pejabat struktural didasarkan pada kompetensi yang dimiliki, akan tetapi belum teralisasi secara sepenuhnya. Selain itu kita juga mengusulkan
135
penambahan diklat dibidang keuangan."(wawancara tanggal 6 Maret 2007) Dengan keterbatasan bentuk kelembagaan dan sedikitnya pegawai yang memiliki pendidikan dan pelatihan dalam bidang pengelolaan keuangan daerah khususnya dalam penyusunan APBD, dalam melaksanakan proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah,
Bagian Keuangan
mengupayakan semaksimal mungkin untuk diselesaikan tepat waktu.
Hal ini
disebabkan karena di Subbagian Penyusunan Anggaran hanya terdiri dari 8 (lima) orang stat dan 1 (satu) orang Kepala Subbagian menangani anggaran yang diajukan oleh masing-masing satuan kerja dan membutuhkan kecermatan dalam menganalisa program atau kegiatan yang diajukan dengan jumlah dana yang ada, sehingga dibutuhkan pendidikan dan pelatihan keahlian khusus dalam rangka menunjang pelaksanakan tugas. Oleh karena itu stat Subbagian Penyusunan Anggaran dituntut untuk dapat menguasai pekf!rjaannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran sebagai berikut : "Beban kerja yang ada di Bagian Keuangan, terlebih Subbagian Penyusunan Anggaran sangat berat. Kami harus mengurusi semua anggaran seluruh satuan kerja perangkat daerah. Dengan hanya 8 (delapan) orang yang menanganinyC', mereka dituntut untuk segera memahami tugasnya masing-masing. (wawancara tanggal 7 Maret 2007) Oleh karena itu sangat diperlukcm ketelitian dan kecermatan pegawai pada Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD. Di Bagian Keuangan, kemampuan pegawai dalam melakukan kegiatan perencanaan penganggaran sangat diperlukan, seperti diungkapkan oleh Kepala Bagian Keuangan sebagai bahwa : "sebenarnya pegawai di Bagian Keuangan dituntut untuk mampu memahami mengenai perencanaan penganggaran secara menyeluruh, oleh
136
karena itu koordinasi dengan satuan kerja sangat dibutuhkan" (Wawancara tanggal 6 Maret 2007) Pendapat diatns didukung oleh Kepala Subbagian Penyusunan Anggaran yang mengatakan bahwa : "kemampuan perencanaan penganggaran bagi pegawai di Bagian Keuangan sangat dibutuhkan, dengan demikian mereka dapat memberikan masukan kepada atasannya secara lebih cermat." (wawancara tangal 6 Maret 2007) Sumber daya manusia pegawai Bagian Keuangan apabila dilihat dari segi pendidikan formal yang dimiliki sebenarnya cukup memadai. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data dari 42 orang pegawai 27 orang memiliki pendidikan Sarjana Muda/Diploma Ill ke atas. Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada halaman 86. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kendala Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD dari aspek sumber daya manusia bukan pada tingkatan pendidikan formal yang dimiliki, akan tetapi lebih dikarenakan terbatasnya jumlah pendidikan dan pelatihan yang diikuti dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas ookok dan fungsinya dalam proses penyusunan APBD. Selain itu juga dikarenakan dalam penempatan pegawai baik staf
maupun
jabatan
strukutral
kurang
memperhatikan
kemampuan/kompetensi yang dimiliki oleh pP-gawai
dari
aspek
ters~but.
4.2
Pembahasan
4.2.1
Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anygaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4.2.1.1
Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi. Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak 1 Januari 2001,
berimplikasi
kepada
perubahan
yang
menyeluruh
dalam
praktek
penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Paradigma otonomi daerah dimaknai sebegai peluang bagi daerah untuk mengatur dan mengurus daerah dan masyarakatnya
sesuai
kebutuha1
dan
kemampuannya
masing-masing.
137
Termasuk dalam konteks ini adalah kewenangan dalam mengatur dan membentuk unit
ke~a
kelembagaan pemerintahan daerah menurut kebutuhan
dan kemampuan daerah.
Aspek-aspek perubahan dari pelaksanaan otonomi
daerah yang membawa perubahan yang mendasar yaitu dalam pengelolaan keuangan daerah dan penataan unit kerja organisasi perangkat daerah yang di awal pelaksanaannya diberikan keleluasaan bagi daerah untuk membentuk organisasi perangkat daerah tanpa ada pembatasan jumlah kelembagaannya maupun besaran struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Kondisi demikian menuntut adanya pengembangan sistem organisasi menuju kesempurnaan sistem kerja yang relevan dengan tujuan kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 kemudiG»n digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, dimana dalam Peraturan Pemerintah tersebut mengatur secara tegas mengenai jumlah maupun besaran struktur organisasi unit kerja perangkat daerah.
Penataan
memperhatikan
dan
organisasi
perangkat
menyesuaikan
potensi
daerah dan
dilakukan
dukungan
dengan
kemampuan
keuangan daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2004: 13) bahwa : Penerapan konsep manajemen sektor publik pada New Publik Management yang berfokus pada perbaikan kinerja organisasi berimplikasi pada perlunya dilakukan perubahan manajerial, terutama menyangkut perubahan personel dan struktur organisasi. Salah satu fungsi anggaran adalah membantu manajemen pemerintah dalam pengambilan keputusan dan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja unit kerja di bawahnya. Sebagaimana pendapat Bastian (2006:52) anggaran dengan
138
pendekatan
kine~a
adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Melalui pendekatan kinerja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. Setiap unit kerja harus bisa merencanakan anggarannya berdasarkan tugas pokok dan fungsi, tujuan dan sasaran tertentu yang disertai dengan indikator yang jelas dan terukur, sehingga setiap jenjang dalam unit kerja akan mempunyai tanggung jawab yang jelas. Oleh karena itu dalam membentuk unit kerja perangkat daerah perlu ada ke.:jelasan mengenai struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi. Sebagaimana dikemukakan oleh Hasibuan (1994:34) bahwa: Struktur organisasi adalah suatu gambaran yang menggambarkan tipe organisasi, pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali, dan sistem pimpinan organisasi. Kaitannya dengan perencanaan pembangunan dan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah salah satu hal yang mempengaruhi perencanaan yang baik yaitu mengenai pelaksana dari perencanaan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Abe (2005:31), perencanaan yang baik haruslah memuat prinsip yang termuat dalam dokumen perencanaan yaitu : siapa yang akan melakukan. Hal ini ditegaskan lagi oleh Silalahi (2003: 166) bahwa perencanaan yang baik harus ada ketegasan mengenai siapa yang akan menge~akan
(who will do it).
Selanjutnya Syamsi (1986:56) mengemukakan
bahwa perencanaan yang baik dan lengkap haruslah memenuhi enam unsur pokok dan salah satunya adalah : "Siapa (who) menentukan siapa orang yang akan melaksanaan kegiatan tersebut.
139
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam proses perenanaan dan penganggaran di Kabupaten Kudus unit kerja perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam penyusunan APBD yaitu : 1. Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan merupakan salah satu Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah, dibawah Asisten Administrasi. Bagian Keuangan adalah unsur stat Sekretariat Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Asisten Administrasi. Bagian Keuangan terdiri dari 3 (tiga) Subbagian, yaitu : a. Subbagian Penyusunan Anggaran ; b. Subbagian Pembukuan dan Verifikasi ; c. Subbagian Perbendaharaan dan Kas Daerah. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Bupati Kudus Nomor 24 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dcm Fungsi serta Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok menyusun kebijakan, perencanaan, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pelaporan di bidang keuangan serta pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Bagian. Adapun
fungsi
yang
diselenggarakan
oleh
Bagian
Keuangan
yang
berhubungan dengan proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, yaitu : a.
perumusan kebijakan penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah;
140
b.
penyusunan pedoman dan petunjuk teknis penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah;
c.
penyusunan rumusan penentuan target dan pendapatan pemerintah daerah;
d.
pengkoordinasian penyelenggaraan penyusunan anggaran, pembukuan dan verifikasi, perbendaharaan dan kas daerah.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),
berdasarkan
Peraturan D8erah Kabupaten Kudus Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 20 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kudus, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah
Kabupaten
Kudus
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan tugas tertentu di bidang perencanaan pembangunan Daerah. Fungsi yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
yang
ber hubungan
dengan
proses
penyusunan
anggaran
pendapatan dan belanja daerah, yaitu : pengkoordinasian penyusunan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) ; 3. Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA), berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten
Kudus dan Keputusan Bupati
Kudu~
Nomor 26 Tahun 2003 tentang
Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kudus, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kudus mempunyai tugas
pokok
pendapatan.
melaksanakan
kewenangan
desentralisasi
di
bidang
141
Adapun fungsi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendapatan Daerah yang berhubungan dengan proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, yaitu : a. perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan daerah sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati ; b. pengkoordinasian di bidang pendapatan Daerah. Sejak dilaksanakanya otonomi daerah sebenarnya fungsi yang dijalankan oleh DIPENDA sudah banyak berkurang. Dengan adanya keleluasaan bagi daerah untuk
membentuk
unit
kerja
perangkat
daerah
be;dasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, fungsi-fungsi yang dulu dilaksanakan oleh DIPENDA, dilaksanakan oleh unit kerja yang baru. Untuk Kabupaten Kudus fun9si pemungutan retribusi pendapatan daerah diserahkan kepada masingmasing unit kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dan bidang kewenangannya. Fungsi pengelolaan pasar yang dahulu ditangani DIPENDA juga bergeser kepada Kantor Pengelolaan Pasar. Dengan demikian fungsi yang dijalankan oleh DIPENDA saat ini ad alah pengelolaan pajak daerah dan koordinator pendapatan daerah, karena fungsi kas daerah dijalankan oleh Bagian Keuangan. Oleh karena itu perlu ditata kembali unit kerja perngkat daerah yang terkait langsung dengan pengelolaan keuangan sehingga dapat dihindari
pembentukan
organisasi
yang
dapat
membebani
kemampuan
keuangan daerah karena banyaknya tunjangan jabatan strukutural. Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
dan Susunan Organisasi, dan Keputusan Bupati Kudus tentang
Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja suatu unit kerja perangkat daerah telah menetapkan mengenai tugas pokok dan fungsi, tanggung jawab
142
dan kewenangan yang dimiliki oleh suatu unit kerja. Dengan adanya kejelasan mengenai struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi suatu unit kerja akan mempertegas mengenai tangggung jawGib yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan daerah sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Stratejik Daerah. Apabila dikaitkan secara langsung dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana Pasal 150 ayat (2) menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Selanjutnya
Undang-undang
Nomor
25
Tahun
2004
tP.ntang
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 5 ayat (3) mengatur bahwa : RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, pnonas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang diternpuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya duplikasi dalam tugas pokok dan fungsi unit kerja sangat dimungkinkan, dikarenakan adanya peraturan perundang-undang yang mendasari. Dengan demikian sejak dilaksanakannya otonomi
daerah,
yang
memberikan
1\eleluasaan
bagi
daerah
untuk
menyelenggarakan urusan yang menjadi Kewenangannya dalam membentuk kelembagaan perangkat daerah, di Kabupaten Kudus masih terdapat kesamaan tugas pokok dan fungsi. Menyikapi hal ini Wijaya (2007:550) mengungkapkan perlunya ditata ulang : .... urusan-urusan pemerintahan perlu ditata menjadi lebih efisien dan efektif lagi. Ketumpangtindihan tugas pokok organisasi (tupoksi) dan program-program unit-unit kerj~ akan menyebabkan tumpang tindih kegiatan diantara mereka dan mengakiba1·kan efisiensi anggaran dan pemanfaatan sumber daya lainn~ a.
143
Selanjutnya lslamy (2001: 16) menyatakan bahwa dengan semakin bertambah tambunnya unit-unit organisas1 publik yang tidak difasilitasi dengan 3 P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup handal (viable bureaucratic infrastrukture), aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering
terjebak ke dalam kegiatan rutin. Demikian halnya yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Kudus. Adanya kesamaan tugas pokok dan fungsi tersebut mengakibatkan keterlambatan dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus dan juga ketidakjelasan dalam mengukur kine~a
instansi antara Bagian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah dan Dinas Pendapatan Daerah dalam rangka pelaksanaan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Kinerja yang seringkali diartikan sebagai produktifitas, dalam organisasi pemerintahan lebih ditekankan pada aspek
pelayanan
ataupun
penataan
administrasi
kantor.
Artinya
cara
pelaksanaan tugas-tugas yang dipekerjakan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti ketepatan dalam bekerja, kecepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, ketelitian dan kecermatan. Whittaker dalam Suharyani dkk (2003:37) mengemukakan bahwa: Pengukuran kinerja instansi pemerintah sebagai alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program) sesuai dengan sasamn dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan
un~uk
menilai keberhasilan (kegagalan)
pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah.
Hasil
akhirnya
adalah
terwujudnya
visi
dan
misi
daerah
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3
144
Tahun 2003 tentang Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003-2008. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
DaerC~h
di Kabupaten Kudus
merupakan kegiatan/program pada Bagian Keungan Sekretariat Daerah. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa Pemerintah Kabupaten Kudus dalam membentuk unit kerja perangkat daerah belum mengintegrasikan unit kerja pengelola keuangan daerah dan dalam penyusunan tugas pokok dan fungsi masih terjadi duplikasi antar unit kerja. Sebagai implikasi dari hal tersebut struktur organisasi yang disusun belum menunjukkan kejelasan tugas pokok dan fungsi serta hubungan satu sama lain.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
Kaho (2005:63) yang menyatakan bahwa organisasi adalah struktur yang menunjukkan susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungan satu sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. Pelimpahan wewenang pada dasarnya adalah kegiatan pendelegasian tugas dan tanggungjawab kepada individu atau satuan organisasi untuk melakukan organisasi.
aktivitas bagi tujuan
organisasi
dengan
dukungan
otoritas
Dengan pelimpahan wewenang, setiap pejabat dari pucuk
pimpinan sampai paling bawah memiliki wewenang tertentu dalam tugasnya, sehingga tiap-tiap pekerjaan dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat. Didalam praktek penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2006 yang lebih berperanan adalah Subbagian Pembukuan dan Verifikasi. Sebagaimana telah dipaparkan pada hasil penelitian tersebut di atas bahwa proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan tugas dari Subbagian Penyusunan Anggaran.
145
Menurut Max Weber dalarn Arif (1985:100) dalam organisasi diperlukan dua kewenangan sekaligus, yaitu kewenangan hierarki dan kewenangan teknis. Kewenangan hierarki 3dalah kevvenangan yang didelegasikan oleh pihak atasan kepada bawahannya dengan menu:1jukkan tugas tertentu untuk dilaksanakan. Sedangkan kewenangan teknis adalah kewenar.gan yang diperoleh seseorang karena dia mempunyai keahlian dalam suatu bidang pengetahuan khusus. Kedua macam kewenangan tersebut harus dipandang sekaligus sebagai satu unsur yang
mempunyai
dua
sisi
dalam
administrasi,
yaitu
administrasi
didasarkan kepada kewenangan hierarki dan administrasi didasarkan kepada kewenangan teknis. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sering kali terjadi, bahwa di satu pihak bawahan harus patuh menjalankan tugas yang telah digariskan oleh atasannya sesuai dengan pendelegasian yang diberikan, namun di pihak lain bawahan harus melakukan tugas sesuai dengan bidang keahliannya. Pertentangan ini dapat dihindarkan
seandainya
tiap
orang
benar-benar
memahami
hakekat
pendelegasian wewenang, yaitu membe1i batas tugas yang didelegasikan kepadanya. Sutarto (1998:41) menyatakan, bahvv'a pelimpahan wewenang adalah kegiatan pendelegasian tugas dan tanggungjawab kepada individu atau satuan organisasi untuk melakukan aktivitas bagi tujuan organisasi dengan dukungan otoritas organisasi. Selajutnya Arif (1985: 101 ), menyatakan bahwa unsur kepercayaan merupakan kunci utama dalam pendelegasian wewenang yang
sempurna
kepada
bawahannya.
Apabila
pendelegasian wewenang
sempurna, maka pertentangan akan dapat dihindarkan. Dari pembahasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa dalam pelaksanaar. proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah di
146
Bagian Keuangan Sekretariat Daerah sendiri terdapat inkonsistensi dalam pelakanaan tugas-tugas antara para pejabat dibawahnya. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari informan, hal ini terjadi karena pejabat yang bersangkutan tidak mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses pengangkatan seorang pejabat merupakan
k~wenangan
Bupati berdasarkan pertimbangan dari Baperjakat,
bukan dari usulan unit kerja yang bersangkutan. Kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan secara tidak langsung mengakibatkan keterlambatan dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, karena pelaksana dari tugas tersebut bukan merupakan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya. Selanjutnya struktur organisasi pada dasarnya adalah kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan ci antara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masingmasing dalam kebulatan kerjasama. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan merupakan salah satu Bagicm di lingkungan Sekretariat Daerah, dibawah Asisten Administrasi. Bagian Keuangan adalah unsur staf Sekretariat Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Asisten Administrasi. Hal ini berimplikasi dalam pengambilan suatu kebijakan akan melalui jenjang struktural yang lebih tinggi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Child dalam Lubis (1987: 120:121) bahwa komponen dasar yang merupakan kerangka struktur organisasi, yaitu : 1. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupu bagianbagian pad a suatu organisasi.
147
2. Struktur organisasi memberikan gambaran men~enai hubungan pelaporan yang ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi. Tercakup dalam hubungan pelaporan yang resmi ni banyaknya tingkatan hirarki serta besarnya rentang kendali dari semua pimpinan di seluruh tingkatan dalam organisasi. 3. Struktur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi bagian dari organisasi dan pengelompokan bagian tersebut menjadi bagian suatu organisasi yang utuh. Dengan kapasitas sebagai Bagian pada Sekretariat Daerah, Bagian Keuangan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi penyueunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tidak dalam kapasitas selaku unit kerja perangkat daerah, karena sebagi unit kerja perangkat daerahnya adalah Sekretariat Daerah. Dengan demikian Bagian Keuangan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah hanya bersifat sebagai bahan masukan bagi Asisten Administrasi selaku atasan langsung dan Sekretaris Daerah selaku pimpinan unit kerja perangkat daerah. Dengan kedudukan sebagai Bagian pada Sekretariat Daerah sebagai jabatan eselon lll.a Bagian Keuangan juga dengan
seluruh
unit
kerja
kesulit~n
perangkat
dalam melaksanakan koordinasi daerah
khususnya
dalam
mengkoordinasikan unit kerja dengan eselon lebih tinggi (eselon ll.b). Hal ini secara tidak langsung berimplikasi pada keterlambatan dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daemh, karena dengan kedudukan yang lebih rendah sebagaimana kita ketahui juga berimplikasi pada kepangkatan Kepala Bagian Keuangan yang juga lebih rendah dibandingkan pimpinan unit kerja yang dikoordinasikan. Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat dinterpretasikan Bagian Keuangan dengan bentuk struktur organisasi sebagai salah satu Bagian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam melaksanakan kinerjanya dalam tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD memiliki keterbatasan
148
kewenangan. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyusunan anggaran di Bagian Keuangan terjadi penyimpcmgan dalam pelaksanaan pelimbahan kewenangan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dan Keputusan Bupati Kudus Nomor 24 Tahun 2003 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Sekretariat Daerah KabJpaten Kudus, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD merupakan kewenangan hierarki dari Subbagian
Penyusunan
Anggaran.
Didalam
prakteknya
dilaksanakan
kewenangan teknis yaitu kewenangan yang diperoleh seseorang karena dia mempunyai keahlian dalam suatu bidang pengetahuan khusus. Dalam hal ini Kepala Subbagian Pembukuan dan Verifikasi dipandang lebih mampu dan menguasai serta memiliki pengetahuan dalam proses penyusunan APBD.
4.2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebabkan perubahan dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah. Dalam pcnyusunan anggaran harus memenuhi mekanisme pembahasan dan sesuai dengan format baru yaitu format anggaran terpadu
yang
meniadakan
pengelompokan
antara
anggaran
rutin
dan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Secara umum anggaran dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan suatu institusi ata·J lembaga tertentu untuk
149
suatu periode di masa yang akan datang. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diarahkan untuk dapat mewujudkan kesinambungan fiskal melalui langkah-langkah yang strategis dan melakukan manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien dan efektif. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah padn dasarnya merupakan program pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk angka-angka. Dengan mempelajari dan membaca angka-angka tersebut sec:ara mudah akan dapat diketahui program-program yang akan dilaksanakan
oleh
pemerintah
daerah
yang
bersangkutan.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan program tahunan dari pemerintah daerah yang bersangkutan, karena anggaran adalah
merupakan
pelaksanaan
dari
program
tahunan
(Rencana
Kerja
Pemerintah Daerah/RKPD) yang digambarkan dalam bentuk angka-angka rupiah.
Program tahunan adalah rencana kerja yang disusun oleh pemerintah
daeraha berupa kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun yang bersangkutan. Agar program tahunan tersebut dapat dilaksanakan tepat pada waktunya sesuai dengan tahap-tahap yang telah ditentukan, harus didukung dengan perencanaan pembiayaan yang mantap yang tersusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (2001: 1) dan Baswir (1999:25-26), yang mengatakan bahwa anggaran (budget)
adalah suatu
rencanc:~
yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh
kegiatan yang dinyatakan unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode di masa yang akan datang. Siklus penganggaran yang dimulai dengan pe:1yusunan (perencanaan dan pembahasan), dilanjutkan dengan pelaksanaan dan diakhiri dengan perhitungan anggaran merupakan suatu kegiatan yang berkelanjutan dan satu
150
tahapan kegiatan akan mempengaruhi tahapan berikutnya. Agar suatu program pembangunan pemerintah bisa berjalan tepat waktu dan tepat sasaran, maka perlu didukung suatu penyusunan anggaran yang matang dan baik.
Dalam
penyusunan anggaran yang baik perlu memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang harus diakomodir sebagaimana dikemukakan oleh Rinusu (2003:4-6), yaitu: a. b. c. d. e. f.
Transaparan Partisipatif Disiplin Keadilan Efisiensi dan Efektivitas Rasional dan Terukur
Selanjutnya menurut Bastian (2006:66-67) didalam pengertian disiplin anggaran, setiap satuan kerja hendaknya menggunc.~kan anggaran secara efisien, tepat guna, serta tepat waktu dalam memperta11ggungjawabkannya, meliputi beberapa prinsip, yaitu : a. Prinsip Kemandirian Mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi ketergantungan kepada organisasi lain (contohnya ketergantungan pemerintah daerah pad a pemerintah pusat). b. Prinsip Prioritas Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu kepada prioritas utama pembangunan di daerah. c. Prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran Menyediakan pendanaan dan penghematan yang mengarah kepada skala prioritas. Pemerintah Kabupaten Kudus dalam rangka membiayai pelaksanaan program pemerintaha:-t, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat setiap tahunnya menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pemerintah Kabupaten Kudus berupaya menerapkan prinsip-prinsip penyusunan anggaran yang baik. Proses penganggaran pemerintah daerah menurut Rinusu (2003:25) terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap perencanaan (penyusunan anggaran), tahap
151
pembahasan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengawasan (kontrol) dan evaluasi. Apabila dilihat secara normatif, proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupaten Kudus, telah sesuai dengan Keputusan Meteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 Tahun 2002, melalui 4 (empat) tahapan Penyusunan APBD, yaitu: (1) Penyusunan Arah, Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas APBD, (2) Penyusunan Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran, (3) Penyusunan Dokumen Peraturan Daerah tentang APBD, dan (4) Penetapan APBD. Secara teknis penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006 didasarkan pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 21 September 2005 Nomor 903/2429/SJ
perihal Pedoman Penyt.:sunan APBD
Tahun Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005. Surat edaran tersebut antara lain menyebutkan bahwa dengan belum ditetapkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam rangka sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah dengan materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 maka landasan hukum penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dalam tahun 2006 secara umum tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nom or 105 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Dalam rangka menyiapkan Rancangan Aangaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pemerintah Daerah dan DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memuat petunjuk dan
152
ketentuan-ketentuan
umum
yang
disepakati
sebagai
pedoman
dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kebijakan anggaran yang dimuat dalam arah dan kebijakan umum Anggaran Pendalo)atan dan Belanja Daerah, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja keuangan Daera~
selama satu tahun anggaran. Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
memuat
komponen-komponen
pelayanan
dan
tingkat
pencapaian
yang
diharapkan pada setiap bidang kewenangan Pemerintah Daerah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran. Komponen dan kine1ja pelayanan yang diharapkan tersebut disusun berdasarkan aspirasi masyarakat dengan mempertimbangkan
kondisi
dan
kemampuan
Daerah,
termasuk
kinerja
pelayanan yang telah dicapai dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya. Adapun kriteria penyusunan Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didasarkan pada: 1. Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang ditetapkan
dalam Rencana Strategis Daerah dan dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan oleh Daerah 2. Sesuai
dengan
aspirasi
masyarakat
yang
berkembang
dan
mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah 3. Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan strategi dan prioritas APBD serta penyusunan rancangan APBD
dal~m
satu tahun anggaran
4. Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah 5. Memberikan fleksibilitas untuk dijabarkan lebih lanjut dan memberikan peluang untuk pengembangan kreativitas
pelaksanan~'a
153
Berdasarkan
Berita Acara
Penandatanganan
Kesepakatan
Nota
Bersama Pemerintah Kabupaten Kudus dengan DPRD Kabupaten Kudus tentang Kebijakan Umum, Prioritas dan Plafon Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Nomor 903/6446/03/2005 dan Nomor 903/1600/02/2005 tanggal
13 Desember 2005,
Kebijakan
Umum APBD
dimaksudkan sebagai formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran yang lebih menekankan pada alokasi sumber daya. Sedangkan tujuan Kebijakan Umum APBD adalah : 1. Memberikan pedoman bagi seluruh satuan kerja perangkat daerah untuk menyusun anggaran dengan pendekatan sistem anggaran berbasis
kine~a.
2. Sebagai penjabaran rencana tahunan dari Rencana Stratejik (Renstra) dengan mempertimbangkan kondisi yang berkembang dan kebutuhan serta aspirasi masyarakat. Komponen pelayanan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik disusun berdasarkan klasifikasi bidang kewenangan pemerintahan Pemerintah Daerah yang berpedoman pada ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Daerah Otonom. Penyusunan Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
umumnya
menggunakan
sejumlah
asumsi
dan
untuk
mencapainya sering dijumpai berbagai permasalahan, kendala dan tantangan karena keterbatasan sumber daya. Dalam hal ini, diperlukan strategi atau cara tertentu yang diharapkan dapat memperlancar atau mempercepat pencapaian arah dan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Prioritas
154
diperlukan karena adanya keterbatasan sumbNdaya untuk mencapai arah dan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Arah kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada prinsipnya adalah pedoman perencanaan tahunan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Dae:-ah. Dengan demikian hal ini sesuai dengan pendapat Kaho (2005:259) yang mengemukakan bahwa : Perencanaan merupakan suatu proses yang tidak mengenal akhirnya dan untuk mencapai hasil yang memuaskan, maka perencanaan harus mempertimbc.ngkan kondisi-kondisi waktu yang akan datang di mana perencanaan tersebut akan dilaksanakan dan juga kondisi-kondisi pada saat sekarang, saat perencanaan dibuat. Sehingga dapat diperoleh suatu rumusan bahwa perencanaan adalah : 1. Pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi ; 2. Penentuan strategi, kebijaksanaan proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan guna mencapai tujuan. Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006 Kabupaten Kudus dibidang pendapatan
diarah~:an
untuk peningkatan
pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi serta dana perimbangan yang pada hakekatnya dapat meningkatkan kontribusi terhadap pembelanjaan. Sedangkan
untuk
pembiayaan,
secara
umum
penyusunan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dimaksudkan agar mampu menjadi jangka dalam menjaga stabilitas ekonomi makro serta memberikan stimulasi secara terbatas sesuai kemampuan keuangan daerah untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah dalam upaya mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan serta upaya meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diarahkan pula untuk dapat mewujudkan kesinambungan fiskal mnlalui langkah-langkah yang strategis dengan menurunkan defisit anggaran dan melakukan menajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien dan efektif. Penurunan defisit
155
anggaran dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan yang berasal dari hutang dapat dikurangi, sehingga secara bertahap rasio hutang pemerintah daerah terhadap Produk Domestik Brute. Sebagaimana dikemukakan oleh Tjokroamidjojo (1994:168): Dalam pelaksanaan pengaitan anggaran dan perencanaan tahunan ini dapat diambil suatu kebijakan anggaran belanja berimbang ataupun apa yang disebut defisit financing. Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBD di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah plafon tertinggi setiap kegiatan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Namun ketika pelaksanaan kegiatan belum tentu terserap semua, sehingga perlu dilihat kembali
pada
laporan
realisasi
anggaran.
Mengenai
struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, pada dasarr·ya surplus atau defisit diperoleh dari selisih antara pendapatan dengan belanja. Jika pendapatan lebih besar, berarti surplus, jika sebaliknya, berarti defisit. Surplus maupun defisit masih diperhitungkan dengan penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah umumnya menggunakan sejumlah asumsi dan untuk mencapainya sering dijumpai berbagai permasalahan, kendala dan tantangan karena keterbatasan sumber daya. Oleh !<arena itu, diperlukan strategi atau cara tertentu yang diharapkan dapat memperlancar atau rr.empercepat pencapaian arah dan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Frioritas diperlukan karena adanya keterbatasan sumberdaya untuk mencapai arah dan kebijakan umum. Strategi pada prinsipnya dapat dipandang sebagai suatu pendekatan, metode atau teknik pemanfaatan sumberdaya manusia, dana dan teknologi untuk mencapai suatu target kinerja rnelalui hubungan yang efektif antara
156
sumberdaya manusia, teknologi dan lingkungannya. Strategi berkaitan dengan suatu tujuan, kebijakan, program, kegiatan, dan alokasi sumberdaya yang menyatakan sesuatu yang akan dikerjaka11 dan mengapa hal tersebut harus dike~akan.
Arah dan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kemungkinan dapat dicapai melalui satu
a~au
lebih strategi. Perumusan strategi
secara umum perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Keterkaitan dengan pencapaian tingkat pelayanan yang diharapkan dalam arah dan kebijakan umum APBD 2. Kelebihan dan kelemahan daerah saat i'li 3. Peluang dan tantangan daerah pada masa yang akan datang 4. Aspek risiko dan pemanfaatan dalam implementasinya. Perumusan
strategi
diarahkan
pada
upaya
pencapaian
target
berdasarkan kemampuan sumberdaya (manusia, dana dan teknologi) yang tersedia serta kondisi lingkungan. Strategi mengintegrasikan semua sumber daya yang tersedia untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu juga diarahkan untuk perencanaan program dan kegiatan yang efektif dan efisien serta mencari dukungan u11tuk keberhasilan. Adapun
prioritas
merupakan
suatu
upaya
mendahulukan
atau
mengutamakan sesuatu dari pada yang lain. Prioritas adalah suatu proses dinamis dalam pembuatan keputusan atau tindakan yang pada saat tertentu dinilai
paling
penting
dengan
dukungan komitmen
untuk melaksanakan
keputusan tersebut. Penetapan prioritas tidak hanya mencakup keputusan apa yang penting untuk dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat
157
program atau kegiatan yang harus dilakukan lebih dahulu dibandingkan program atau kegiatan yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Riyadi dan Bratakusumah (2005:7), sebagai berikut: Perencanaan pembangunan rlaerah adalah suatu perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkunganny:i dalam wilayah I daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh dan lengkap, tapi tetap berpegang pada azas prioritas. Memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang baik nasional, regional maupun lokal, maka kebijakan dan strategi pembangunan daerah Kabupaten Kudus diarahkan untuk penanganan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengembangkan
dunia
usaha,
kualitas
sumberdaya
manusia
dan
pemberdayaan masyarakat. 2. Meningkatkan
dan
mengembangkan
kerjasama
dalam
pemenuhan
kebutuhan sarana prasarana investasi, distribusi barang/jasa dan promosi. 3. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. 4. Meningkatkan daya saing produk ekspor, andalan dan unggulan. 5. Meningkatkan pemanfaatan teknologi. 6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan transportasi. 7. Meningkatkan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan prinsip 5E, yaitu ekonomis, efisiensi, efektivitas, equility (keadilan), equality (keseteraan). 8. Meningkatkan akuntabilitas kinerja dan disiplin aJ.,Jaratur terhadap masyarakat dalam rangka mewujudkan clean government dan good governance. 9. Meningkatkan peran supra dan infrastruktur politik dan supremasi hukum 10. Meningkatkan koordnasi dan kerjasama dengan stakehoders.
158
Prioritas pembangunan daerah tahun 2006 dikelompokkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003- 2008 terbagi dalam 5 bidang dan 19 subbidang, yaitu : 1. Bidang Ekonomi, terdiri dari : a. Subbidang Pertanian b. Subbidang lndustri c. Subbidang Perdagangan d. Subbidang Koperasi e. Subbidang Pariwisata f.
Subbidang Penanaman Modal
g. Subbidang Tenaga Kerja 2. Bidang Pemerintahan, terdiri dari : a. Subbidang Pemerintahan b. Subbidang Hukum c. Subbidang Ketentraman dan Ketertiban 3. Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, terdiri dari : a. Subbidang Tata Ruang b. Subbidang Pertanahan c. Subbidang Lingkungan Hidup 4. Bidang Prasarana dan Sarana, terdiri dari : a. Subbidang Perhubungan b. Subbidang Pekerjaan Umum 5. Bidang Sosial terdiri dari : a. Subbidang Agama b. Subbidang Kesejahteraan Sosial
159
c. Subbidang Kesehatan d. Subbidang Pendidikan dan Kebudayaan Berdasarkan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006 yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD Kabupaten Kudus dan sejalan dengan penyusunan prioritas pembangunan perlu dirumuskan pula plafon anggaran sementara untuk dapat dijadikan acuan bagi setiap satuan kerja perangkat daerah dalam menyusun rencana kerja dan anggaran tahun berikutnya. APBD sebagai instrumen anggaran kapabilitas
publik menduduki dan
efektifitas
posisi
sentral dalam
pemerintah
daerah
upaya pengembangan dalam
melaksanakan
pembangunan. Di era otonomi daerah penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah menjadi urusan strategis pemE·rintah daerah. Kendati telah melewati reformasi, pengelolaan APBD masih belum mampu keluar dari persoalan yang sebenarnya. Semangat transparansi dan akuntabilitas serta adanya keberpihakan yang dirasakan langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat belum terlihat secara signifikan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Rofikoh (2006:52) sebagai berikut : Di era otonomi daerah penyusunan Anggaran Pe'ldapatan dan Belanja Daerah telah menjadi urusan strategis pemerintah daerah. Kendati telah melewati reformasi, pengelolaan APBD masih belum mampu keluar dari persoalan yang sebenarnya. Semangat transparansi dan akuntabilitas serta adanya keberpihakan yang dirasakan langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat belum terlihat secara signifikan. Kinerja Bagian Keuangan dalam tahap penyusunan Kebijakan Umum dan Plafon Anggaran Sementara Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006, yaitu dalam mener.tukan besaran masing-masing jenis biaya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun di Kabupaten Kudus terjadi duplikasi
antara tugas Bagian
Keuangan
dengan
Badan
160
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pendapatan Daerah serta belum terintegrasinya unit kerja pengelola keuangan daerah, tetapi terdapat semacam kesepakatan diantara mereka dalam pembagian tugas dibidang penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus, yaitu dalam menentukan
besaran
masing-masing
jenis
biaya
dan
besaran
belanja
administrasi umum merupakan tugas dari Bagian Keuangan, sedangkan alokasi untuk belanja modal dan belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik menjadi tanggung jawab BAPPEDA serta DIPENDA untuk penentuan besaran jenis pendapatan daerah. Tahap selanjutnya yaitu penyusunan usulan program, kegiatan dan anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada dasarnya memuat rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya untuk penyelenggaraan pelayanan umum dalam satu tahun anggaran. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
~etiap
alokasi
biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan Anggaran Pondapatan dan Belanja Daerah. Standar Analisa Belanja merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan pendekatan kinerja. Standar Analisa Belanja adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Standar Analisa Belanja digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksa11akan oleh Unit Kerja dalam satu tahun
161
anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. Meskipun Standar Analisa Belanja pada dasarnya merupakan standar belanja yang dialokasikan untuk melaksanakan suatu program atau kegiatan pada tingkat pencapaian (target kinerjanya) yang diinginkan. Dalam penyusunan usulan Program, Kegiatan dan Arggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Dae.rah Tahun Anggaran 2006 Pemerintah Kabupaten Kudus belum mendasarkan pada Standar Analisa Belanja. Dalam pelaksanaannya penentuan besaran anggaran untuk masing-masing kegiatan ditentukan oleh pertimbangan "kedekatan", belum pada aspek kinerjcmya. Hal ini tidak sesuai dengan definisi anggaran Mardiasmo
kinerja
(performance
(2004: 105)
budget)
pad a dasarnya
sebagaimana adalah
sistem
dikemukakan
oleh
penyusunan
dan
pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. Tolok
ukur
kinerja
merupakan
dikembangkan untuk dasar pengukuran
komponen
lainnya
kinerja keuangan
yang
harus
dalam sistem
anggaran kinerja. Tolok ukur kinerja adalah ukuran ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kerja. Tolok ukur kinerja atau indikator keberhasilan untuk
setiap
jenis
pelayanan
pada
bidang-bidang
kewenangan
yang
diselehggarakan oleh unit organisasi perangkat Daerah ditetapkan dalam bentuk Standar Pelayanan yang ditetapkan pra.kteknya Standar Pelayanan
masin~-masing
Daerah. Akan tetapi dalam
Minimal yang telah disusun belum dijadikan
sebagai dasar dalam penyusunan usulan program, kegiatan dan anggaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nawawi (2003:29) bahwa perencanaan adalah proses pemilihan dan penetapan tujuan, strategi, metode,
162
anggaran, dan standar (tolok ukur) keberhasilan suatu kegiatan dar Suharyani (2003:52-53) yang menyatakan bahwa anggaran den:3an pendekatan kinerja adalah: Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Dengan pendekatan kinerja, jumlah anggaran (input) suatu unit kerja akan setara dengan jumlah pelayanan yang bisa dilakukan unit tersebut kepada masyarakat. Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar Analisa Belanja dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi masing-masing Daerah. Penetapan standar biaya akan membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi Daerah yang bersangkutan. Pengembangan standar biaya harus dilakukan secara terus-menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku di masing-masing Daerah.
Penyusunan APBD tahun anggaran 2006 didasarkan
pada Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Kudus yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati : 1. Peraturan Bupati Kudus Nemer 23 Tahun 2005 tentang Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal 14 Oktober 2005. 2. Peraturan Bupati Kudus Nemer 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Bupati Kudus Nemer 23 Tahun 2005 tentang Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan PemerintCth Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal 2 Januari 2006.
163
Penyusunan Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Kudus dilakukan oleh Tim Penyusunan Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, Biaya Pemeliharaan dan Standardisasi Harga Pengadaan Barang Kebutuhan
Pemerintah
Kabupaten
Kudus
dikoordinasikan
oleh
Bagian
Organisasi dan Kepegawaian Sekretariat Daerah, sedangkan Bagian Keuangan hanya berkedudukan sebagai anggota
dal~m
Tim tersebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur pendapatan, belanja dan pembiayaan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang berbeda. Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara keseluruhan berada di tangan Sekretraris Daerah yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sedangk<m proses penyusunan belanja administrasi umum, belanja transfer dan belanja tidak tersangka disusun oleh Bagian Keuangan, proses penyusunan belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal disusun oleh Bappeda dan proses penyusunan pendapatan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Tahap selanjutnya yaitu penyusunan Dokumen Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana Anggaran Satuan Kerja merupakan dokumen yang memuat rancangan anggaran unit kerja sebagi dasar penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berdasarkan RASK yang disampaikan olell setiap unit kerja, T;m Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mengevaluasi dan menganalisis (1) kesesuaian antara racangan anggaran unit kerja dengan program dan kegiatan yang direncanakan unit kerja, (2) kesesuaian program dan kegiatan berdasarkan
164
tugas pokok dan fungsi unit kerja, (3) kewajaran antara anggaran dengan target kinerja. Dalam prakteknya untuk
Rencan::~
Anggaran Satuan Kerja Belanja
Administrasi Umum dilakukan oleh Bagian Keuangan sedangkan Belanja Modal, Belanja Operasi, dan Pemeliharaan Publik oleh BAPPEDA. Usulan kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2006 didasarkan pada Surat Bupati Kudus tanggal 7 Oktober 2005 Nomor 900/1634 perihal Usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006, yang selanjutnya usulan dari masing-masing satuan kerja di rekap oleh Bagian Keuangan sebagai dasar bagi Tim Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam menyusun Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. Masukan dan usulan dari satuan kerja yang telah sesuai dengan RKPD kemudian dimasukkan ke dalam form untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Sehubungan dengan
masukan dan usulan dari satuan kerja belum didasarkan standar analisa belanja, sedangkan kemampuan keuangan daerah terbatas, maka dalam penyusunan RAPBD khususnya anggaran belanja akan diperlakukan skala prioritas yang sepenuhnya diserahkan kepada satuan kerja. Masukan dan usulan dari satuan kerja yang telah sesuai dengan RKPD kemudian dimasukkan ke dalam form untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daeral1.
Masukan dan
usulan dari masing-masing satuan kerja tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan penentuan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. Secara umum penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baik penerimaan dan pembelanjaan serta pengalokasian masing-masing belanja dilakukan oleh Bagian Keuangan. Proses pelaksaraannya yang dilakukan oleh
165
Bagian Keuangan, yaitu menyusun dan mengalokasikan anggaran belanja administrasi
umum,
kemudian
disusun
anggaran
belanja
operasi
dan
pemeliharaan, belanja modal, belanja transfer dan belanja tidak tersangka. Hal ini
berbeda
dengan
Mardiasmo
(2004: 106)
menyatakan
bahwa
dalam
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah paradigma anggaran yang diperlukan adalah :
1. Anggaran Daerah harus bertumpu pada kepentingan publik. 2. Anggaran Daerah harus dikelola dengan hasil ya.1g baik dan biaya randah (work better and cost lees). 3. Anggaran Daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. 4. Anggaran Daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan. 5. Anggaran Daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait. 6. Anggaran Daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memak~imalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money. Tahap terakhir dari proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah yaitu penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Penyusunan Rancangan peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disampaikan oleh kepala Daerah kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus disampaikan dengan surat Bupati tanggal 26 Desember 2005 Nomor 903/6889/01 perihal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus tahun 2006. Sebelum Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dibahas, seharusnya DPRD mensosialisasikan kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan. Akibat keterlambatan dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah,
DPRD Kabupaten
Kudus tidak disosialisasikan kepada
masyarakat, karena masa reses dilakukan pada tanggal 6 dan 7 Desember
166
2005.
Dalam masa reses tersebut yang
Rancangan Arah dan Kebijakan Umum
dapat disosialisasikan
adalah
(AKU) Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Kudus dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Kudus Tahun 2006.(Risalah Rapat DPRD). Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Dae1·ah menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berdasarkan pembahasan mengenai proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa kinerja Bagian Keuangan dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupten Kudus, masih sangat rendah apabila dikaitkan dengan pelaksanaan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam lnpres Nomor 7 Tahun 1099 tentang Akuntabilitas Kinerja lnstansi
Pemerintah.
Bagian
Keuangan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tidak dapat memenuhi sasaran yang hendak dicapai sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen anggaran satuan kerja (DASK). Sebagaimana dikemukakan oleh Bastian (2006:39) bahwa : "Penganggaran merupakan suatu proses menyusun rencana keuangan yaitu pendapatan dan pembelanjaan, dan pendapatan tersebut dialokasikan kepada masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai ". Hal ini disebabkan adanya duplikasi tugas pokok dan fungsi antara Bagian Keuangan SekretariCJt Daerah Kabupaten Kudus dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pendapatan Daerah, serta bentuk struktur organisasi yang hanya merupakan salah satu bagian pada Sekretariat Daerah sehingga kewenangannya menjadi terbatas.
167
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006, berdasarkan Keputusan menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menggunakan pendekatan enggaran berbasis kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja menurut Suharyani (2003:52-53) adalah : suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Dengan pendekatan kinerja, jumlal1 anggaran (input) suatu unit kerja akan setara dengan jumlah pelayanan yang bisa dilakukan unit tersebut kepada masyarakat. Hal-hal pokok yang diperlukan untuk proses awal penyusunan anggaran yang baik adalah kemampuan manajemen dalam menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran. Visi dan misi merupakan arahan yang harus dipertimbangkan dalam rangka menyusun anggaran agar sesuai dan seiring dengan apa yang menjadi harapan sebagian
besar masyarakat dan daerah. Tujuan dan sasaran
merupakan pernyataan tentang posisi target yang ingin dicapai oleh unit kerja di pemerintahan daerah atau petunjuk tentang variable-variabel penting yang seharusnya digunakan dalam menentukan arah unit kerja dimasa datang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada dasarnya memuat rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya untuk penyelenggaraan pelayanan umum dalam satu tahun anggaran. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang digunakan dalam penyusunan APBD, setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Stand8r Analisa Belanja merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dangan pendekatan kinerja. Meskipun Standar Analisa Belanja pada dasarnya merupakan standar belanja yang dialokasikan untuk melaksanakan suatu program atau kegiatan pada
168
tingkat pencapaian (target kinerjanya) yang diinginkan. Dalam penyusunan usulan Program, Kegiatan dan Anggaran datam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2006 Pemerintah Kabupaten Kudus belum mendasarkan pada standar analisa belanja. Tidak digunakannya standar analisa belanja dan standar pelayanan minimal sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka dalam prakteknya banyak unit kerja dalam menyusun anggarannya tidak didasarkan pada pinsip efisien dan cenderung terjadi pemborosan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pe:·encanaan anggaran tidak didasarkan pada persyaratan sebagaimana dikemukakan oleh Kunarjo (2002:23) sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Perencanaan harus didasari dengan tujuan pembangunan; Perencanaan harus konsisten dan realistis; Perencanaan harus dibarengi dengan pengawasan yang kontinyu; Perencanaan harus mencakup aspek fisik dan pembiayaan; Para perencana harus memahami berbagai perilaku dan hubungan antarvariabel ekonomi; dan 6. Perencanaan harus mempunyai koordinasi. Selain itu juga bertentangan dengan beberapa prinsip disiplin anggaran
sebagaimana dikemukakan oleh menurut Bastian (2006:66-67), yaitu : a. Prinsip Kemandirian Mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi ketergantungan kepada organisasi lain (contohnya ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat). b. Prinsip Prioritas Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu kepada prioritas utama pembangunan di daerah. c. Prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran Menyediakan pendanaan dan penghematan yang mengarah kepada skala prioritas. Dengan demikian dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupten Kudus dapat diinterpretasikan telah melalui proses tahapan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri Dalam
169
Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Pelaksanaan dari Kepmendagri tersebut di Kabupaten Kudus belum sepenuhnya dilaksanakan karena belum siapnya daerah dalam menerapkan perubahan dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah. Proses per.entuan besaran alokasi untuk masing-masing kegiatan sebagaimana diatur dalam Kepmendagri tersebut didasarkan pada analisa standar belanja, akan tetapi dalam prakteknya belum dilaksanakan. Penentuan besaran C:tlokasi anggaran masih didasarkan pada anggaran tahun sebelumnya dan tingkat "kedekatan".
4.2.1.3 Konsistensi Antara Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah) Dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006. Penyusunan arah dan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada dasamya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis daerah, karena tingkat pencapaian atau
kine~a
pelayanan yang direncanakan dalam satu
tahun anggaran pada dasamya merupakan tahapan dan perkembangan dari kinerja pelayanan yang diharapkan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Berdasarkan pendekatan kinerja, penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja DC!erah harus berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) selanjutnya dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah diwajibkan menyampaikan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2005 ditegaskan bahwa APBD disusun berdasarkan pendekatan kinerja, oleh karena itu maka setiap dana yang telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan input biaya dalam rangka menghasilkan output yang telah ditetapkan. Peraturan
170
Pemerintah Nom or 108 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah menggariskan agar pada setiap akhir tahun menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
an~garan,
yang
terdiri
Ker:>ala Daerah dari
Laporan
Perhitungan Anggaran Pendapatan dan 3elanja Daerah, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca Daerah yang dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur rencana strategis (Renstra). Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan suatu rencana tahunan yang merupakan aktualisasi dari pelaksanaan rencana jangka panjang maupun menengah. Anggamn Pendapntan dan Belanja Daerah merupakan wujud pengelolaan Keuangan Daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah. Sebagaimana pend apat yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2001 :5), ditinjau dari keberhasilan pelaksanaan anggaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun berpedoman pada Rencana
Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dalam
rangka mewujudkan
tercapainya tujuan Pemerintah Daerah. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sebagai wujud pelaksanaan ketentuan pasal 26 ayat (2) Undangundang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Hal ini sesuai
dengan pernyataan Jones dan Pendleburg
sebagaimana dikutip oleh Mokoginta (2002:235) anggaran merupakan suatu
171
rencana kerja pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk uang (rupiah) selama masa periode tertentu (1 tahun). Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Kudus Tahun 2006 ditetapkan dengan Peraturan Bupati Kudus Nomor 22 Tahun 2005 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal 27 September 2005. Dalam menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah, Pemerintah Daerah bersama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD yang memuat petL1njuk dan ketentuan-ketentuan umum yang disepakati sebagai
pedoman dalam
penyusunan APBD.
Kebijakan
anggaran yang dimuat dalam arah dan kebijakan umum APBD, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja keuangan Daerah selama satu tahun anggaran. Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan arah dan kebijkan umum APBD sampai dengan disusunnya rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan yang saling terkait. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun dan menyepakati Arah dan Kebijakan Umum APBD berpedoman pada Rencana Stratejik Daerah, penjaringan aspirasi masyarakat, Laporan Kinerja Tahun sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Nugroho yang mengemukakan bahwa: Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dan Dokumen Pelaksanaan 1\nggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DKA-SKPD) yang mengacu pada RPJP, RPJMD, RKPD dan KUA serta Program Prioritas, akan menyelaraskan pencapaian tujuan pemerintah daerah dalam mewujudkan Visi, Misi, dan agenda utama yang dicita-citakan seluruh masyarakat di daerah.
Hubungan
antara
perencanaan
pembangunan
dan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dikemukakan Tjokroamidjojo (1994:166) sebagai berikut:
172
Hubungan antara perencanaan dan anggaran belanja negara menjadi timbal batik. Disatu pihak pencerminan dalam anggaran belanja negara menjamin kepastian pembiayaan, di lain pihak perencanaan akan memberikan perhatian terhadap keterbatasan pembiayaan. Kecuali itu juga perencanaan proyek-proyek menjadi lebih berperhatian terhadap masalah ongkos (cost conscious).
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan arah dan kebijkan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai dengan disusunnya rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari beberapa tahapan proses pemncanaan yang sating terkait. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sarna DPRD menyusun dan menyepakati Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berpedoman pada Rencana Stratejik Daerah, penjaringan aspirasi masyarakat, Laporan Kinerja Tahun sebelumnya. Dalam menyusun rencana kegiatan kerja di masing-masing unit kerja yang dimulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), harus betul-betul sesuai dengan aspirasi
masy~rakat
dengan memperhatikan skala
prioritas. Berdasarkan data hasil penelitian, bahwa dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kudus, Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 telah disepakati
bersama
DPRD
dalam
Nota
Kesepakatan
Bersama
antara
Pemerintah Kabupaten Kudus dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten
Kudus
Nomor
903/6446/03/2005
dan
Nomor
903/1600/02/2005 tanggal 13 Desember 2005, tentan9 Kebijakan Umum,
Prioritas dan Plafon Sementara Angganm Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006, sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah
173
Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati
Kudu~
Nomor 22 Tahun 2005
tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 tanggal 27 September 2005 sebagai hasil dari pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Sasaran, kebijakan dan program dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus mengacu kepada Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003-208 yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2003. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Bastian (2006:75) bahwa upaya untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran, perlu memperhatikan hal-hal :
1. Sejak
2.
3.
4.
5.
awal penyusunan rencana, besaran sumber daya finansial/pagu anggaaran indikatif sudah diketahui sebagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam p·~mbahasan di Musrenbang desa, kecamatan, forum SK?D, dan Musrenbang kabupaten/kota dan provinsi. Prioritas kegiatan untuk setiap SKPD sudah sama formasinya sejak dari hasil RKPD, Renja SKPD, hingga Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Untuk itu format RKA sudah harus digunakan sebagai lampiran Renja SKPD walaupun isinya mungkin belum lengkap. RKPD dan rancangan Renja SKPD yang disusun berdasarkan hasil Musrenbang kabupaten/kota ntau provinsi serta hasil forum SKPD menjadi rujukan utama dalam penyusunan dan pembahasan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan platen Anggaran SKPD. DPRD maupun pemerintah daerah memahami bahwa pengawalan dan konsistensi prioritas kegiatan hasil pe1·encanaan partisipasi sewaktu melaksanakan kegiatan penganggaran diperlukan; Output setiap tahapan dalam proses penganggaran dapat diakses oleh setiap peserta perencanaan partisipasi. Setiap inkonsistensi materi dengan hasil perencanaan partisipasi wajib disertai dengan penjelasan resmi dari pemerintah dan/atau DPRD (asas transparansi dan akuntabilitas dalam good governance).
Selanjutnya ditegaskan oleh Mardiasmo (2004: 182), arti penting anggaran Pemda (anggaran daerah) dilihat dari aspek-aspek : 1. Anggaran merupakan alat bagi Pemda untuk mengarahkan dan
menjamin kesinambungan ku~litas hidup masyarakat ;
pembangunan,
serta
meningkatkan
174
2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbata.s dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diprlukan karena teroatasan sumber daya (scarity resosurces), pilihan (choice), dan trade offs. Dengan demikian dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupten Kudus dapat diinterpretasikan telah melalui proses tahapan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yaitu menetapkan Kebijakan Umum, Prioritas dan Plafon Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2006 serta mengaitkan dengan dokumen perencanaan, yang meliputi Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Rencana Stratejik Kabupaten Kudus Tahun 2003-2008 yang ditujukan untuk menjamin
kesinambun~an
pembangunan.
Berdasarkan pembahasan tentang struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, proses penyusunan APBD dan
ko~sistensi
antara dokumen perencanaan
pembangunan daerah (Rencana Stratejik dan Renc:ana Kerja Pemerintah Daerah) dengan Kebijakan Umum, Prioritas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006, di atas dapat dirumuskan proposisi sebagai berikut : "Kinerja
Bagian
Keuangan
Sekretariat Daerah
dilihat dari struktur
organisasi belum optimal karena keterbCJtasan kewenangan yang dimiliki, selain itu juga disebabkan adanya duplikasi tugas pokok dan fungsi dengan BAPPEDA dan DIPNEDA, diliha' dari proses penyusunan APBD telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, dilihat dari konsistensi antara dokumen perencanaan pembangunan daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah) dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006 BAPPEDA lebih berperanan".
175
4.2.2
Kendala-kendala Yang Dihadapi Oleh Bagian Keuangan Dalam Proses Penyusunan Anggaran F'endapatan Dan Belanja Daerah
4.2.2.1
Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
memerlukan kemampuan penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan. Lemahnya perencanaan anggaran yang pemerintah
daerah
dalam
diikuti dengan ketidakmampuan
meningkatkan
penerimaan
daerah
secara
berkelanjutan dan diikuti dengan pengeluaran daerah yang terus meningkat secara dinamis jika tidak disertai dengan penentuan skala prioritas dan besarnya plafon anggaran akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit kerja pemerintah daerah. Adanya otonomi daerah membawa konsekuensi terhadap perubahan dan pengembangan unit kerja perangkat daerah guna penyesuaian dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Besar kecilnya kebutuhan kelembagaan pemerintah daerah ini pada dasarnya terlihat pada struktur organisasi dan tatakerja yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi pemerintah daerah itu sendiri dengan memperhitungkan besarnya kemampuan keuangan daerah yang dimilikinya. Pada dasarnya struktur organisasi memberikan gambaran mengenai keseluruhan kegiatan serta proses yang terjadi pada suatu organisasi. Pengembangan organisasi merupakan upaya meningkatkan kemampuan kinerja organisasi berdasarkan jangkauan waktu yang relatif panjang yang mencakup serangkaian pentahapan dengan penekanan pada hubungan antar individu, kelompok dan organisasi sebagai keseluruhan. Aspek penting dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah adanya kejelasan mengenai struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi.
Dengan
adanya kejelasan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi diharapkan
176
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Adanya
struktur
organisasi
unit
kerja
perangkat
daerah
yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi yang dapat dikatakan sama dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, menjadi salah satu kendala bagi kinerja Bagian Keuangan Setda Kabupaten Kudus dalam melaksanakan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 telah mengatur bahwa dalam pembentukan organisasi perangkat daerah didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai dimil~ki
b<~rikut
:
a.
kewenangan pemerintahan yang
oleh Daerah ;
b.
karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah ;
c.
kemampuan keuangan Daerah ;
d.
ketersediaan sumber daya aparatur ;
e.
pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga.
Dengan pertimbangan tersebut diharapkan dalam pembentukan unit kerja perangkat daerah akan ada kejelasan mengenai kewenangan daerah yang akan dilaksanakan sebagai tugas pokok dan fungsi unit kerja, serta kejelasan struktur organisasi dan tatakerjanya. Struktur organisasi yang terlalu ketat atau kaku sepeti tingkat sentralisasi yang tinggi, formalisasi dalam pelaksanaan tugas
~ekerjaan
dengan
berorientasi pada peraturan dan atau birokrasi akan berakibat kekakuan dan ketertutupan dalam iklim kerja organisasi. Sebaliknya semakin tinggi otonomi dalam arti semakin besar wewenang yang dilimpahkan kepada bawahan secara
177
proporsional, orientasi manajemen mengarah kepada aktualisasi kerja para bawahan, karena organisasi memberika;1 ke.uwesan (flexsibility) kepadanya untuk memberikan suatu hal yang terbaik kepada organisasi dimana terlibat dalam setiap kegiatannya. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah. Oleh karena itu dalam pembentukan struktur organisasi kelembagaan perangkat daerah dengan banyaknya fungsi yang harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah, salah satu konsekuensinya penerapan fungsionalisasi dan kejelasan dalam pembagian tugas. Pentingnya prinsip fungsionalisasi menurut Siagian (2000: 170) karen a : a. tidak sedikit tugas yang sangat spesifik memerlukan deskripsi dan spesifikasi tugas yang sejelas mungkin, b. beban kerja yang harus dipikul tidak mungkin merata tetapi berbeda-beda, c. kontribusi satuan kerja pelaksana tugas tertP.ntu ke arah pencapaian tujuan tidak sama, d. persyaratan pengetahuan dan ketrampilan yang dituntut dari dan harus dipenuhi oleh para pelaksana berbeda-beda pula, dan e. struktur organisasi harus disesuaikan dengan tuntutan tugas-tugas terse but. Tugas pokok dan fungsi Bagian Keuangan Sekretariat Daerah yang sama
dengan
tugas
pokok
dan
fungsi
dengan
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Dinas Pend'3patan Daerah, menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kudus dalam membentuk unit kerja perangkat daerahnya tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Child dalam Lubis (1987:120:121), yaitu: 1. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian
tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagianbagian pada suatu organisasi. 2. Struktur organisasi juga menetapkan sistem hubungan dalam organisasi, yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan pengintegrasian segenap kegiatan suatu organisasi baik ke arah vertikal maupun horizontal.
178
Dalam kaitannya dengan pengimplementasian fungsi
akuntabilitas
publik
ketumpangtindihan tugas pokok organisasi (tupoksi) menyebabkan tumpang tindih kegiatan diantara mereka dan mengakibatkan inefisiensi anggaran dan pemanfaatan sumber daya lainnya.
Hal ini sesuni dengan pendapat Wijaya
(2007:548) bahwa : Ketumpangtindihan tugas pokok organisasi (tupoksi) dan programprogram unit-unit kerja akan menyebabkan tumpang tindih kegiatan diantara mereka dan mengakibatkan inefisiensi anggaran dan pemanfaatan sumber daya lainnya. Selain itu dengan bentuk struktur organisasi Bagian Keuangan sebagai salah
satu
Bagian
di
lingkungan
Sekretariat
Daerah
dibawah
Asisten
Administrasi merupakan kendala dnlam kewenangan pengambilan keputusan. Bagian Keuangan adalah unsur staf Sekretariat Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Asisten Administrasi. Dengan demikian dalam memberikan laporan pelaksanaan tugas Bagian Keuangan sebelum sampai kepada Sekretaris Daerah harus melalui Asisten Administrasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hasibuan (1994:34-35) bahwa struktur organisasi akan memberikan informasi tentang: 1. Tipe organisasi artinya struktur organisasi akan memberikan informasi tentang tipe organisasi yang dipergunakan perusahaan, apa line organization, line and staff organization atau functional organization. 2. Kedudukan artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai apa seseorang ~ermasuk kelompok manajerial atau karyawan operasional. 3. Jenis wewenang artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang wewenang yang dimiliki seseorang, apa line authority, staff authority, atau fungtional authority. 4. Rentang kendali artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai jumlah karyawan dalam setiap departemen (bagian). 5. Manajer dan bawahan artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan. 6. Tingkatan manajer artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang top manajer, middle manajer, dan lower manajer.
179
7. Bidang pekerjaan artinya setiap kotak d:1lam struktur organisasi memberikan informasi mengenai tugas-tugas dan pekerjaanpekerjaan serta tanggung jawab yang dilakukan pada bagian terse but. Bagian Keuangan sesuai dengan Peratura 1 Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus, Bagian Keuangan merupakan salah satu Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah, dibawah Asisten Administrasi tentu saja memiliki keterbatasan kewenangan karena berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Asisten Administrasi. Berdasarkan struktur organisasi tersebut menggambarkan kedudukan dan kewenan£an yang dimiliki oleh Bagian Keuangan serta panjangnya garis pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan pendapat The Liang Gie dalam Hasibuan (1994:34) bahwa struktur organisasi merupakan kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan di antara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjuKkan kedudukan dan peranan masingmasing dalam kebulatan kerjasama. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diinterpretasikan, bahwa dalam melaksanakan kinerjanya dalam proses penyusunan APBD Bagian Keuangan SekretRriat Daerah Kabupaten Kudus menghadapi kendala berkaitan dengan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi. Adapun kendala dari aspek struktur organisasi, dengan bentuk kelembagaan sebagai salah satu Bagian pada Sekretariat Daerah, menunjukkan bahwa Bagian Keuangan bukan merupakan satu unit kerja perangkat daerah. Dengan struktur organisasi demikian tentu saja Bagian Keuangan memiliki keterbatasan kewenangan dalam penjabaran kedalam tugas pokok dan fungsiya. Hal ini berimplikasi dalam
180
pelaksanaan
proses
penyusunan
APBD,
Bagian
Keuangan
memiliki
keterbatasan kewenangan dan panjangnya jalur birokrasi yang harus dilalui.
4.2.2.2
Sumber Daya Manusia
Berdasarkan hasil penelitian dari 42 orang pegawai Bagian Keuangan 21 orang berpendidikan sarjana, dan yang :.Jerpendidikan SLTA ke bawah hanya berjumlah 35,71%. Dengan demikian sebenarnya sumber daya manusia pada Bagian
Keuangan
cukup
memadai.
Otonomi
daerah
yang
memberikan
keleluasaan dalam pembentukan unit kerja perangkat yang tidak disertai dengan personalia, peralatan dan penganggaran yang cukup handal, mengakibatkan aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering terjebak dalam kegiatan rutin. Dengan demikian kinerja yang diharapkan adanya otonomi daerah yaitu mendekatkan pelayanan kepada masyarakat tidak tercapai. Pembentukan unit kerja yang tidak disertai dengan penempatan pegawai yang sesuai dengan kompetensinya akan berakibat pada kinerja unit kerja. Demikian juga halnya yag terjadi di Bagian Keuangan dalam penempatan pejabat struktural yang merupakan kewenangan Bupati dan Tim Baperjakat selama ini kurang tepat dengan kompetensi yang dimiliki. Sebagrli akibatnya kinerja Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD menjadi lamban.
Hal ini sebagaimana
dikemukakan lslamy (2001: 16) : Terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan I orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah tambunnya unit-unit organisasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3 P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup handal (viable bureaucratic infrastructure). Aparat organisasi publik menjadi lamban dan sering terjetak ke dalam kegiatan rutin.
181
Bagian
Keuangan
Sekretariat Daerah
Kabupaten
Kudus
dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tentu saja akan sangat tergantung pula
pada
kemampuan
aparat
yang
terlibat
secara
langsung
dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan bidangnya masingmasing, serta kemampuan untuk mengkoordinasikan pihak-pihak yang terkait dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan demikian,
SDM
kemampuan
dan
pegawai
pada
pengetahuan
Bagian yang
Keuangan,
memadai
diharapkan
dalam
memiliki
perencanaan dan
perumusan kebijakan strategis daerah, termasuk proses penyusunan dan pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah agar pelaksanaan berbagai kegiatan pelayanan oleh pemerintah daerah dapat berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif.
Dalam kaitannya dengan organisasi, kinerja
organisasi merupakan gambaran dari kinerja para pegawainya.
Hal itu
sebagaimana dikemukakan oleh Gibson ( 1996: 13) "kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi". Baiknya kinerja pegawai ini tidak terlepas dari adanya lingkungan kerja yang kondusif seperti, kondisi tempat kerja, peralatan kerja, pemilihan dan penempatan pegawai, desain tugas dan pemberian pendidikan dan pelatihan akan memberikan dampak pada sikap dan perilaku pegawai dan dapat mendorong motivasi pegawai untuk berprestasi yang diperlihatkan melalui kinerjanya. Hal ini sebagaimana dikemukakanFuad (2004:419) : Jika suatu organisasi mempunyai sumber daya manusia yang bernilai dalam artian mempunyai kapabilitas yang dapat diandalkan, mempunyai kemampuan yang langka sehingga sulit untuk ditiru dan ditambah dengan dukungan struktur organisasi yang kuat maka akan menjadi kunci untuk tercapainya competitive advantage dari organisasi terse but. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas akan semakin diperlukan dengan semakin beratnya beban Bagian Keuangan terutama dalam
182
mengelola keuangan daerah di era otonomi daerah. Kualitas sumber daya manusialah yang akan menentukan baik atau buruknya kinerja. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pentingnya pengembangan kemampuan sumber daya manusia baik dengan peningkatan skin melalui training yang ada maupun dengan peningkatan education melalui program pengembangan sumber daya manusia, yang perlu
dilakukan secara berkesinambungan mengingat dalam suatu organisasi yang sehat, kaderisasi merupakan hal yang mutlak diperlukan agar organisasi dapat berjalan dengan baik. Salah satu kendala dalam perencanaan pembangunan, termasuk didalamnya kemampuan dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran adalah berkurangnya penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan yang memerlukan pengetahuan spesialisasi. Kekurangan tenaga perencana menjadi problema karena perencanaan pembangunan mensyaratkan pengetahuan yang mendalam tentang proses pembuatannya, juga dibutuhkan wawasan yang tidak terbatas pada teori saja melainkan persepsinya harus menjangkau berbagai kenyataan yang ada di lapangan. Berdasarkan hasil penilitian diperoleh data bahwa dari 7 (tujuh) orang pegawai di Bagian Keuangan yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan manajemen keuangan daerah 3 (tiga) orang merupakan pejabat struktural. Dengan struktur organisasi yang merupakan bagian dari Sekretariat Daerah, Bagian Keuangan berdasarkan Peraturan Pemenntah Nemer 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah hanya memiliki maksimal 3 (tiga) jabatan struktural dibawahnya. Oleh karena itu dalam penempatan pegawai harus memperhatikan kemampuan dan pe'ldidikan dan pelatihan yang dimiliki.
183
Dengan keterbatasan bentuk kelembagaan, dalam melaksanakan proses penyusunan ar1ggaran pendapatan dan belanja daerah,
Bagian
Keuangan mengupayakan semaksimal mungkin untuk diselesaikan tepat waktu. Hal ini disebabkan karena di Subbagian Penyusunan Anggaran hanya terdiri dari 8 (lima) orang staf dan 1 (satu) orang Kepala Subbagian menangani anggaran yang diajukan oleh masing-masing satuan kerja dan membutuhkan kecermatan dalam menganalisa program atau kegiatan yang diajukan dengan JUmlah dana yang ada, sehingga dibutuhkan pendidikan dan pelatihan keahlian khusus dalam rangka menunjang pelaksanakan tugas. Oleh karena itu staf Subbagian Penyusunan Anggaran dituntut untuk dapat menguasai pekerjaa11nya. Seiring dengan bertambahnya kewenangan yang dimiliki Pemerintah Daerah, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan diharapkan lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Kecenderungan perilaku aparat pemerintah dalam melaksauakan fungsinya, banyak ditentukan oleh sikap mental yang memberikan pemahaman kepadanya mengenai yang seharusnya
dilakukan.
Setiap
pegawai
diharapkan
mampu
memberikan
kontribusinya bagi kemajuan organisasi seperti r.tenghasilkan sesuatu yang memiliki nilai secara cepat, tepat, dengan biaya yang terjangkau (ekonomis). peningkatan kualitas SDM yang dimiliki dapat dicapai, melalui melalui pendidikan formal dan informal. Hal ini sebagaimana diu.,gkapkan oleh Bastian (2006:xxi) bahwa: Tingkat kemampuan aparat daerah sangat berbeda-beda dalam merespon peningkatan tanggung jawab tersebut. Sebagia besar Pemerintah Daeah masih kebingungan menghaoapi perubahan drastis yang terjadi. Hal ini dapat di atasi, melalui peningkatan kualitas SDM yang dimiliki melalui pendidikan formal maupun informal.
184
Salah satu faktor yang menyebabkan Kabupaten Kudus menghadapi kesulitan dalam mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja sesuai dengan Keputusan
Menteri
Dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002,
diantaranya
pelatihanan tentang Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 belum dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kudus. Hal ini ditambah lagi dengan minimnya jumlah pegawai yang dikirim untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis fungsional dalam pengelole1an keuangan daerah. Oleh karena itu daerah tidak mampu untuk melatih stafnya secara cepat. Akibatnya anggaran sistem lama dilaksanakan dengan hanya mengganti istilah saja. Kemampuan
stat di bagian keuangan terbatas untuk segera mengadaptasi sistem baru yang cukup berbeda dengan sistem an_ggaran yang lama. Sehingga diperlukan banyak pelatihanan dan komitmen yang tinggi untuk mengimplementasikan anggaran kinerja secara benar.
Data tersebut di atas semakin memperkuat pernyataan
dari Tjokroamidjojo (1994:55) bahwa : Salah satu kelemahan dalam perencanaan pembangunan, termasuk didalamnya lcemampuan dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran adalah berkurangnya penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan yang memerlukan pengetahuan spesialisasi. Kekurangan tenaga perencana menjadi problema karena perencanaan pembangunan mensyaratkan pengetahuan yang mendalam tentang proses pembuatannya, juga dibutuhkan wawasan yang tidak terbatas pada teori saja melainkan persepsinya harus menjangkau berbagai kenyataan yang ada di lapangan. Struktur organisasi Bagian Keuangan yang merupakan bagian dari Sekretariat Daerah, dengan hanya memiliki maksimal 3 (tiga) jabatan struktural dibawahnya merupakan kendala
lainnye~
Oleh karena itu dalam penemapatan
pegawai harus memperhatikan kemampuan dan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki,
termasuk
didalamnya
kemampuan
dalam
merencanakan
dan
mengalokasikan anggaran adalah berkurangnya penguasaan terhadap teknik-
185
teknik perencanaan yang memerlukan pengetahuan spesialisasi. Kekurangan tenaga perencana menjadi problema karena perencanaan pembangunan mensyaratkan pengetahuan yang mendal~m tentang proses pembuatannya, juga dibutuhkan wawasan yang tidak terbatas pada teori saja melainkan persepsinya harus menjangkau berbagai kenyataal'l yang ada di lapangan. Hal ini memperkuat pernyataan yang dikemukakan oleh Riyadi dan Bratakusumah (2004:25) bahwa setiap perencana pembangunan daerah dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan luas yang jauh ke depan serta harus memiliki kemampuan yang bersifat multidisipliner dan intersektoral. Dari hasil penilitian diperoleh data bahwa dari 7 (tujuh) orang pegawai di Bagian Keuangan yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan manajemen keuangan daerah dan 3 (tiga) orang diantaranya merupakan pejabat struktural. Dengan sed1kitnya pendidikan dan pelatihan teknis yang diikuti oleh pegawai pada Bagian Keuangan berimplikasi pada terbatasnya kemampuan staf bagian keuangan terbatas untuk mengadaptasi sistem baru yang cukup berbeda dengan sistem anggaran yang lama. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diinterpretasikan, bahwa dalam melaksanakan kinerjanya dalam proses penyusunan APBD Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus menghadapi kendala berkaitan sumber daya man usia. Kendala dari aspek sumber daya manusia meliputi masih sedikitnya pegawai di Bagian Keuangan yang memiliki pendidikan dan pelatihan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi khususnya dalam proses penyusunan APBD. Selain itu juga penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi. Berdasarkan pembahasan tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD dari aspek struktur
186
organisasi, tugas pokok dan sumber daya manusia, di atas dapat dirumuskan proposisi sebagai berikut : "Kendala-kendala yang dihadapi oleh
Bagian Keuangan dalam proses
penyusunan Anggarcm Pendapatan dan Belanja Daerah dilihat dari struktur organisasi
sebagai
Bagian
memiliki
panjangnya jalur pengambilan
keterbatasan
kewenangan
dan
keputusan, dilihat dari sumber daya
manusia, jumlah pendidikan dan pelatihan yang dimiliki untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD masih terbatas dan penempatan pegawai yang tidak sesuai kompetensi."
4.3
Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu
Melengkapi pembahasan dalam penelitian ini, berikut disampaikan perbandingan penelitian terdahulu dengan hasil penelitian ini.
I Gede Siama
(2000) dan Abdul Wahid (2003), dalam penelitiannya tentang pengaruh
partisipasi penyusunan anggaran terhadap efektifitas pencapaian target, bahwa sejalan dengan era reformasi dan
pele~ksanaan
0tonomi daerah dalam
perencanaan dan pelaksanaan anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai
dengan
kebutuhan
nyata
dan
disesuaikan
dengan
kondisi
dan
permasalahan di daerah. Hasil penelitiannya mf·nunjukkan bahwa variabel keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas dalam efektivitas pencapaian target daerah. Fokus penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan sub fokus proses pcnyusunan APBD dalam penelitian ini dengan hasil bahwa dalam pelaksanaannnya sesuai dengan mekanisme sebagaiman diatur dalam Kepmendagri 29 tahun 2002, yang dimulai dari
187
pengusulan satuan kerja. Dengan demikian penelitian ini bersifat melengkapi penelitian tersebut. Apabila dibandingkan dengan penelitian Riza Pahlawi (2002) meneliti tentang
pengaruh
koordinasi
penyusunan
anggaran
terhadap
efektifitas
pelaksanaan anggaran. Hasil penelitiannya mendeskripsikan/menggambarkan bahwa variabel penting dari koordinasi calam penyusunan anggaran adalah kewenangan, sasaran, kerjasama dan tanggung jawab dalam penyusunan anggaran yang .3ecara simultan berpengaruh signifikan terhadap realisasi anggaran. Dalam penelitian ini yang memfokuskan pada kinerja Bagian Keuangan mendeskripsikan kewenangan dan tanggungjawab Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD. Dengan demikian penelitian ini juga bersifat melengkapi penelitian tersebut. Mokhamad Sidik (2004) pada penelitian mengenai proses penyusunan anggaran kinerja dengan hasil bahwa pada proses penyusunan anggaran langkah-langkah yang dilakukan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengan mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitasnya belum optimal, karena keterbatasan sumber daya aparatur dan stakeolders yang tidak berperanan. Penelitian ini juga memfokuskan pada proses penyusunan anggaran kinerja berdasarkan Kepmendagri 29 tahun 2002 dengan hasil dalam pelaksanaannya penyusunannya telah melalui tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam Kepmendagri tersebut, akan tetapi dalam penentuan besaran masing-masing anggaran belum didasarkan pada analisa standar belanja. Zainal Abidin (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh anggaran kinerja terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan slack anggaran, hasilnya dalam proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks. Hal ini karena anggaran mempunyai
188
kemungkinan berdampak fungsional maupun disfungsional terhadap perilaku anggota organisasi yang berpartisipasi dalam penyusunanannya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut tetapi bersifat melengkapi. Dari berbagai hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan sebagai dampak dilaksanakannya otonomi daerah, belum diikuti dengan kemampuan dan kesiapan daerah dalam menghadapi perubahan mekanisme penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sejala.1 dengan era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai dengan kebutuhan nyata dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di daerah. dalam penyusunan anggaran adalah kewenangan, sasaran,
Variabel penting kerje~sama
dan
tanggung jawab dalam penyusunan anggaran. Proses penyusunan anggaran kinerja dengan hasil bahwa pada proses penyusunan angyaran langkah-langkah yang dilakL..kan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengan mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitasnya belum optimal, karena keterbatasan sumber daya aparatur dan stakeolders yang tidak berperanan. Adapun penelitian ini memfokuskan pada kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan APBD dengan perhatian pada struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, proses penyusunan APBD, konsistensi antara dokumen perencanaan pembangL•nan daerah (Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah) dengan Kebijakan Umum, Prioritas APBD Tahun 2006. Dengan demikian penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.
189
label 7. Matriks Perbandingan dengan hasil penelitian terdahulu No.
1. 1.
Peneliti
2. I Gede Siama,
2000
2.
Riza
Pahlawi,
2002
3.
Abdul
2003
Wahid,
Hasil Penelitian terdahulu 3. Perencanaan dan pelaksanaan anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai dengan kebutuhan nyata dan disesuaikan dengan dan kondisi permasalahan di daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas dalam efektivitas pencapaian target daerah. Variabel penting dari koordinasi dalam penyusunan anggaran adalah kewenangan, sasaran, kerjasama dan tanggung jawab dalam penyusun an anggaran yang secara simultan berpeng aruh signifikan terhadap realisasi anggaran. Partisipasi dari perangkat daerah dalam penyusun an APBD sangat maksimal, walaupun masih ditemukan adanya kejanggalan pada saat fase pembahaEan. Akibatnya kepentingan perangkat daerah tidak sepenuhnya diperjuangkan dalam pembahasan bersama DPRD.
Hasil Penelitian sekarang_ 4. Proses perencanaan dan penyusunan anggaran didasarkan dari usulan dari unit kerja, sesuai dengan kebutuhan nyata dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalah an di daerah.
Dalam proses penyusunan anggaran hal yang sangat penting adalah kejelasan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi dalam rangka pelaksanaan kinerja akuntabilitas Bagie?n Keuangan. Peranykat daerah berperanan dalam penyusunan APBD terutama dalam penentuan prioritas dan usulan kegitan.
Perbandingan 5.
Melengkapi
Mendukung
Mendukung
190
2.
3.
4.
Mokhamad Sidik,
Proses penyusunan anggaran langkahlangkah yang dilaku-kan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengn mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitc.snya belum optimal, karena keterbatasan sumber daya aparatur dan stakeolders yang tidak berperanan. Pengaruh anggaran kinerja terhadap an tara hubungan penyusunan partisipasi anggaran dengan slack anggaran, hasilnya proses dalam penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks. Hal ini karena anggaran mempunyai kemungkinan berdampak fungsional maupun disfungsional terhadap perilaku anggota yang organisasi berpartisipasi dalam penyusunanannya
Proses penyusunan anggaran langkahlangkah yang dilaku-kan dalam setiap tahapan sudah sesuai dengn mekanisme yang diamanatkan, akan tetapi kualitasnya belum optimal, karen a keterbatasan sumber daya aparatur.
Mendukung
Kinerja Bagian ~<euangan belum optimal karen a kete rbatasa n struktur organisasi dn adanya duplikasi tug as pokok dan fungsi serta masih minimnya jumlah pegawai yang memiliki cliklat bidang keuangan khususnya diklat yang mendukung dalam proses penyusunan APBD.
Berbeda dan melengkapi
1.
4.
2004
5.
Zainal Abidin,
2005
5.
'-'
UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:>
Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt: t\ ;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWI JAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV ERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS
BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG ERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYAMALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE RSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVF RSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG RSITA
BRA
IJAYA
A
N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BABV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang disajikan pada Bab IV
terhadap penelitian tentang "Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten
Kudus"
(Studi
Kinerja
Bagian
Keuangan
Sekretariat Daerah
Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006) dapat disimpulkan seba9ai berikut: 1. Kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006 belum optimal karena keterbatasan struktur organisasi, duplikasi tugas pokok dan fungsi serta sumber daya aparatur dalam pemahaman dan penguasaan terhadap peraturan yang baru sebagai akibat
dila~sanakannya
otonomi daerah. 2. Kinerja Bagian Keuangan Sekretariai Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006 dengan berdasarkan
Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun
2002 berperanan dalam menentukan besaran alokasi untuk masing-masing jenis belanja. 3. Dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006 meskipun telah melalui tahapan sebagaimana diatur dalam Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun 2002 ake:m tetapi dalam
192
pelaksanaan penyusunan usulan program, kegiatan dan anggaran belum didasarkan pada standar analisa belanja dan standar pelayanan minimal. Hal ini berakibat unit kerja dalam menyusun anggar<m berdasarkan pada besaran alokasi belanja tahun sebelumnya dan cenderung ada peningkatan, sehingga tidak mencerminkan adanya efisiensi anggaran. 4. Hal-hal yang menjadi kendala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Dalam Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006), yaitu: (1) adanya duplikasi tugas ~okok
dan fungsi
antara Bagian Keuangan dengan BAPPEDA dan
DIPENDA; (2) struktur organisasi yang berbentuk Bagian dalam Sekretariat Daerah berimplikasi pada 1\ewenangan yang terbatas dan panjangnya jalur birokrasi; (3) masih sedikitnya jumlah pegawai Bagian Keuangan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melaksanakan tugas.
5.2
Saran Berdasarkan kajian terhadap permasalahan dan kendala-kendala yang
dihadapi Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006 serta
dengan
dikemukakan
mencermati bahwa
kinerja
hasil dari
penelitian Bagian
yang
telah
Keuangan
dilakukan
Sekretariat
dapat Daerah
Kabupaten Kudus dalam proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kudus Tahun 2006 masih belum optimal. Oleh karena itu beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kudus sebagai langkCJh perbaikan, peneliti berupaya memberikan saran sebagai berikut:
193
1. Peningkatan kinerja Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja, upaya yang dapat ditempuh salah satunya dengan cara : a. Mengevaluasi dan melakukan reorientasi tugas berdasarkan kinerja instansi masing-masing, sehingga APBD Kabupaten yang merupakan bentuk rencana kerja daerah akan benar-benc:;r mencerminkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas kepada seluruh unit kerja perangkat daerah, utamany unit kerja yang melaksanakan tugas pokok dan fungsi perencanaan dan penganggaran; b. Mengintegrasikan dalam satu satuan kerja unit kerja pengelola keuangan daerah
sebagai
upaya
peningkCJtan
akuntabilitas
kinerja
instansi
pemerintah; c.
Menyelenggarakan atau mengirim peserta pendidikan dan pelatihan teknis
fungsional
dibidang
pengelolaan
keuangan
daerah
untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan !Jegawai sebagai langkah antisipasi
perubahan
perundang-undangan
dibidang
pengelolaan
keuangan daerah sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah yang cepat berubah. 2. Menerapkan sistem pengelolaan keuangan dan APBD dengan menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) yang meliputi keterbukaan (transparansi), bertanggung jawab (akuntabilitas), keterlibatan (partisipasi) masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, dan tanggap (responsif) terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Penempatan staf pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus perlu memperhatikan integritas dan kualitas yang baik, penempatan
194
pegawa1 sesuai dengan kualitas dan kemampuannya, sehingga istilah orang yang tepat ditempat yang tepat, tidak hanya menjadi slogan saja dan dapat diterapkan di dalam Pemerintah Kabupaten Kudus. 4. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah khususnya mempersiapkan sumber daya manusia, disarankan agar terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan jalan pendidikan lanjutan dan latihan-latihan. Di samping itu, perlu lebih mematangkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran
melalui
berbagai
kegiatan
peningkatan kualitas SDM daerah.
pendidikan
dan
pelatihan
bagi
'-'
UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:>
Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt: t\ ;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWI JAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV ERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS
BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG ERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYAMALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE RSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVF RSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MA LANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MA LANG UNIVERS ITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG RSITA
BRA
IJAYA
A
N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
DAFTAR PUSTAKA
Abe, Alexander. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif, Pondok, Edukasi, Solo. Abidin, Zainal. 2005. Pengaruh Anggaran Kinerja Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penyusunan Anggaran Dengan Slack Anggaran, Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Arif, Mirrian S, 1985, Buku Materi Pokok Organisasi dan Manajemen, (Modul 1-5) Penerbit Karunika, Jakarta Universitas Terbuka. Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE-UGM, Yogyakarta. Baswir, Revrisond. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta. Bastian, lndra. 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia, Penerbit Salemba Em pat, Jakarta. ------------------. 2006. Epilog : Runtuhnya Sistem Manajemen Keuangan Daerah : Suatu Paradoks, dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, 2006, Runtuhnya Sistem Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit BPFE, Yogjakarta. Darise, Nurlan. 2006. Pengelolaan Keuangan Daerah, PT lndeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Devas, Nick, et al. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia, (te~emahan oleh Masri Maris), Ul --Press, Jakarta. Fuad, Noor. 2004. "Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusai di Bidang Keuangan Negara" dalam Heru Subiyanto, dan Singgih Riphat (eds). Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Kon.t:)ep, dan lmplementasi Penerbit Buku Kompas, 2004, Jakarta. Garna, Judistira K. 1999. Metoda Penelitian : Pendekatan Kualitatif, Primaco Akademika, Bandung. Gibson, James L., John M. lvancevich dan James H. Donnely Jr. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. (Terjemahan) Edisi Delapan, Binarupa Aksara, Jakarta. Hamdi, Muchlis. 2003 "Laporan Hasil Penelitian tentang Kebijakan Anggaran Daerah dan Pembangunan Ekonomi Daerah (Studi Kasus pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Rau, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan)" dalam Jumal 1/mu Pemerintahan Widyapraja Vol. XXIX No.2 Tahun 2003 hal. 141-158.
196
Hasibuan, Malayu, 1996, Manajemen : Dasar Pengertian dan Masalah, Haji Masagung, Jakarta. Hidayat, Syarif (ed). 2004. Kegamangan Otonomi Daerah ?, Pustaka Quantum, Jakarta. lslamy, Muh lrfan. 2001 "Agenda Kebijak~anaan Reformasi Administrasi Negara", dalam Jumal Administrasi Negara Vol. II No. 1 September 2001, hal 1330. Kaho, J.R. 2005. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia: ldentifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kunarjo.
2002. Perencanaan dan Pengendalian Pl=!nerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Program Pembangunan,
Kuncoro, Mudrajat.2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara. 1992. Performance lmprovem&nt Planning, Suatu Pendekatan Perencanaan Peningkatan Kinerja (Presta.si Kerja), LAN, Jakarta. Lubis, Hari, dan Huseini, Martani, 1987, TP-ori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro), PAUIS-Ui, Jakarta. Mardiasmo, 2004. Otonomi & Manajemon Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta. Miles, Matthew B dan A Michael Huberman. 1992. Ana/isis Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh Tjejep Rohendi Rohidi, UIP, Jakarta. Mokoginta, Abdullah. 2002. "Penyusunan Anggaran Tahunan" dalam Abdul Halim, (ed). Bunga Rampai Keuangan Daerah, AMP YKPN Yogyakarta. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyono, Imam, dkk. 2006. "Pengukuran Kinerja Yang Tidak Mempunyai Standar Ukur'', dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, Runtuhnya Sistem Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit BPFE, Yogjakarta. Munandar, M. 1997. Budgeting, Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta. Musgrave, Richard A. and Peggy B. Musgrave, 1991. Keuangen Negara dalam Teori dan Pmktek, Penerjemah: Alfonsus Sirait, Penerbit Erlangga, Jakarta.
197
Nawawi, H. 2003. Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nugroho, Trilaksono. 2007. "Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah", dalam Jurnal 1/miah Administrasi Publik Vol. VIII No.2 Maret-Agustus 2007, hal620-638 Osborne, David & Peter Plastrick, 1997, Memangkas Birokrasi , Terjemahan, Penerbit PT. Pustaka Binaman, Pressindo, Jakarta . Pahlawi, Riza. 2002. Pengaruh Koordinasi Penyusunan Anggaran Terhadap Efektifitas Peaksanaan Anggaran (Studi Pada Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan). Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Prawirosentono, Suyadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE, Yogyakarta. Rinusu dan Sri Mastutui. 2003. Panduan Praktis Mengontrol APBD, Civic Education and Budget Transperency Advocation (C:Ba) & Friedrich Ebert Stiftung (FES), Jakarta. Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rofikoh,
Nurul. 2006. "Mewujudkan Good Local Governance, Melalui Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Publik", dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Vol. 10 No. 1 Mei 2006, hal 51-64
Sabeni, Arifin - Imam Ghozali. 1995. Fokok-Pokok Akuntansi Pemerintahan, Edisi 3, BPFE- Yogyakarta. Saraswati, Dhani. 2007. "Good Governance : Memahami Konsep Akuntabilitas", dalam Jurnal 1/miah Administrasi Publik Vol. VII I No.2 Maret-Agustus 2007, hal 574-589 Siagian, P. Sondang. 1997. Teori Pengembangan Organisasi; Bumi Aksara, JaKarta. Siagian, Sondang P, 2000, Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi dan Strateginya, PT Burni Aksara, Jakarta. Siama, I. Gede. 2000. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Efektivitas Pencapaian Target, Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Sidik, Mokhamad. 2004. Proses Penyusunan Anggaran Kinerja, Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.
198
Silalahi, Ulbert. 2003. Studi Tentang 1/mu Administrasi. Konsep, Teori dan Dimensi, Sinar Baru Algenshindo, Bandung. Suharyani. 2003. "Model Pengukuran Kinerja Satuan Kerja Pemda Yang Bero:-ientasi Pad a Pembaruan Sektor Publik", dalam Prosiding Seminar Nasional Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah, penyunting M. Safar Nasir, dkk. UAD Press, Yogyakarta. Surachmat, Winarno. 1987. Dasar dan Tehnik Research: Pengantar Metode 1/miah, Tarsito, Bandung. Suryono, Agus. 2004. Pengantar Teori Pembangunan. UM Press, Malang. Sutarto. 1998, Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta.
Gajah
Mada
University
Press,
Syafie, lnu Kencana. 1999. 1/mu Administrasi Publik,: PT Rineka Cipta, Jakarta. Syamsi, lbnu. 1986. Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional, Penerbit CV. Rajawali, Yakarta. Timpe, A.Dale. 2002. l
Undang-undang Nomor 25 tahun Pembangunan Nasional.
2004
tentang
Sistem
Perencanaan
PEDOMAN WAWANCARA I.
Bagian Keuangan Setda : 1. Tugas pokok dan fungsi, serta struktur organi~asi Bagian Keuangan. 2. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Bagi~n Keuangan serta pembagian tugas antar subbagian dan staf. 3. Kendala-kendala yang dihadapi Bagian Keuangan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD. 4. Kewenangan yang dimiliki oleh Bagian Keuangan dalam proses penyusunan APBD. 5. Alasan pembentukan kelembagaan sebaga; Bagian dari Setda. 6. Unit kerja-unit ke~a yang terlibat dalam proses penyusunan APBD Kabupaten Kudus tahun 2006. 7. Pelaksanaa11 pembagian tugas antar unit kerja yang terkait dalam proses penyusunan APBD. 8. Pelaksanaan koordinasi antar unit kerja yang terkait dalam proses penyusunan APBD. 9. Kedudukan dan peranan Bagian Keuangan dalam Tim Anggaran £~ksekutif dalam proses penyusunan APBD. 10. Tugas-tugas Bagian Keuangan dalam Tim Anggaran eksekutif dalam proses penyusunan APBD. 11. Alasan penyusunan APBD tahun 2006 dengan mendasarkan pada Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. 12. Peranan Bagian Keuangan dalam setiap t:~hapan penyusunan APBD : a. Peranan Bagian Keuangan dalam penyusunan RKPD b. Peranan Bagian Keuangan dalam penyusunan arah kebijakan umum APBD c. Peranan Bagian Keuangan dalam penyusunan prioritas dan strategi APBD 13. Landasan hukllm dan kriteria penentl'an t.esaran alokasi anggaran dalam RKPD, AKU dan prioritas dan strategi APBD. 14. Upaya yang dilakukan untuk konsistensi antara penyusunan APBD dengan dokumen-dokumen perencanaan. 15. Kendala yang dihadapi oleh Bagian Keuangan dalam setiap tahapan proses penyusunan APBD. 16. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bagian Keuangan dalam penyusunan APBD berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. 17. Kondisi kepegawaian Bagian Keuangan untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD . 18. Komposisi dan distribusi pegawai Bagian Keuangan dan kerjasama dalam pelaksanaan proses penyusunan APBD. 19. Jenis pendidikan dan pelatihan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyusunan APBD dan pemanfaatannya 20. Upaya yang dilakuk~n untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam proses penyusunan APBD.
II. BAPPEDA: 1. Tugas pokok dan fungsi, serta struktur organisasi BAPPEDA. 2. Kewenangan yang dimiliki oleh BAPPEDA dalam proses penyusunan APBD. 3. Pelaksanaan pembagian tugas antar unit kerja yang terkait dc:lam proses penyusunan APBD. 4. Pelaksanaan koordinasi antar unit kerja yang terkait dalam proses penyusunan APBD. 5. Peranan BAPPEDA dalam setiap tahapan penyusunan APBD : a. Peranan Bagian Keuangan dalam penyusunan RKPD b. Peranan Bagian Keuangan dalam penyusunan arah kebijakan umum APBD c. Peranan Bagian Keuangan dalam penyusunan prioritas dan strategi APBD 6. Landasan hukum dan kriteria penentuan besaran alokasi anggaran dalam RKPD, AKU dan prioritas dan strategi APBD. 7. Upaya yang dilakukan untuk konsistens; antara penyusunan APBD dengan dokumen-dokumen perencanaan.