KIMIA BAHAN ALAM LAUT
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
Dr. Musri Musman, M.Sc.
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS BANDA ACEH 2013
Judul Buku KIMIA BAHAN ALAM LAUT Penulis Dr. Musri Musman, M.Sc. Setting layout Dr. Musri Musman, M.Sc. Cover designer Dr. Musri Musman, M.Sc. Penerbit Syiah Kuala University Press Kampus Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Chik Pante Kulu Telp. (0651) 7552440, 7551835 Fax. 7551835 Darussalam, Banda Aceh 23111 Cetakan pertama: 2013 ISBN 978-979-8278-93-8 Dicetak oleh Syiah Kuala University Press
PRAKATA
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT, buku ajar kimia bahan alam laut ini telah dapat dirampungkan penulisannya. Tujuan penulisan buku ajar ini adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang berdampak pada peningkatan kualitas lulusan. Buku ajar ini menyajikan pembahasan konsepsi dasar mengenai metabolit kedua yang dihasilkan dari organisma laut. Hingga saat ini, buku ajar kimia bahan alam laut dirasakan sangat terbatas ketersediaannya, sementara tuntutan akademik terhadap penguasaan dan pemahaman tentang materi ajar dimaksud sangat tinggi. Ketersediaan bahan ajar kimia bahan alam laut baik di perpustakaan maupun di pasaran sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengembangkan penulisan buku ajar kimia bahan alam laut ini sebagai salah satu upaya meminimalkan kesulitan mahasiswa untuk memperoleh rujukan perkuliahan. Buku ajar ini disusun untuk mahasiswa strata sarjana berdasarkan silabus matakuliah Kimia Bahan Alam Laut di Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala. Penyajiannya ditekankan pada aspek golongan bahan alam melalui fitur-fitur struktur molekul kelompoknya. Mahasiswa diharapkan mampu mencermati keunikan fitur struktur molekul suatu kelompok senyawa, dan selanjutnya mengenal pasti kelas dan golongan dari senyawa tersebut. Pola penyajian bahan ajar dirancang berdasarkan pada pendekatan lineritas golongan, kelas, kelompok, dan contoh-contoh metabolit keduanya yang berasal dari organisma laut. Oleh karena itu, bahasan materi ajar dipetakan dalam sistem tabel sehingga memudahkan mahasiswa mencermati, menemukan fitur struktur molekulnya, sumber organisma laut darimana metabolit kedua itu diperoleh, dan aktifitas bioaktif yang dimiliki oleh metabolit kedua tersebut. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
v
Buku ajar ini diawali dengan metabolisma yang disajikan dalam Bab 1. Bab 2 menyajikan materi koleksi sampel, yang diikuti prosedur ekstraksi simplisia pada Bab 3, dan prosedur-prosedur penapisan fitokimia terhadap ekstrak dipaparkan pada Bab 4. Bahasan golongan isoprenoida diutarakan pada Bab 5, diikuti oleh bahasan golongan alkaloid pada Bab 6. Bab 7 menyajikan materi ajar golongan fenolat, dan materi ajar golongan glikosida diberikan pada Bab 8. Selanjutnya, pada Bab 9 diungkapkan materi ajar golongan peptida, dan bahasan buku ajar ini diakhiri dengan materi ajar golongan poliketida pada Bab 10. Penulis menyadari bahwa penulisan buku ajar ini masih terdapat kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat perbaikan sangat diharapkan untuk mendapatkan penyajian yang lebih konprenhensif di masa mendatang. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada kedua orang tua penulis yang telah banyak mendoakan dan memberi dorongan, serta istri tercinta yang selalu menunjukkan dukungan dan pengertiannya, sehingga buku ajar ini terwujud adanya.
Musri Musman Banda Aceh, 2 Agustus 2013
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
vi
Isi v vii
Prakata Isi
1 METABOLISMA 1 3 8
1. Metabolit Pertama 2. Metabolit Kedua Rujukan
2 KOLEKSI SAMPEL 9 10 12 13
1. Voucher Sampel 2. Koleksi Simplisia 3. Persiapan Simplisia Rujukan
3 EKSTRAKSI SIMPLISIA 14 14 16 19
1. Prasyarat Ekstraksi 2. Pemilihan Pelarut 3. Metoda Ekstraksi Rujukan
4 21 25 26
PENAPISAN FITOKIMIA
1. Metoda Penapisan 2. Pembuatan Pereaksi Rujukan KIMIA BAHAN ALAM LAUT
vii
5 GOLONGAN ISOPRENOIDA 28 30 33 45
1. Kelas Isoprenoida 2. Kelompok Isoprenoida 3. Senyawaan Isoprenoida berdasarkan Fitur Struktur Rujukan
6 47 48 52 73
GOLONGAN ALKALOIDA
1. Kelas Alkaloida 2. Prekursor dan Kelas Alkaloida 3. Kelompok Alkaloida berdasarkan Kelasnya Rujukan
7 GOLONGAN FENOLAT 77 81 86
1. Kelas Fenolat 2. Kelompok Fenolat berdasarkan Kelasnya Rujukan
8 GOLONGAN GLIKOSIDA 87 90 93
1. Kelas Glikosida 2. Kelompok Glikosida berdasarkan Kelasnya Rujukan
9 GOLONGAN PEPTIDA 95 96 105
1. Kategori Peptida 2. Kelas dan Kelompok Peptida Rujukan KIMIA BAHAN ALAM LAUT
viii
10 GOLONGAN POLIKETIDA 107 112 120
1. Fitur Struktur Molekul Poliketida 2. Kelompok Poliketida Rujukan
GLOSARIUM 128 PENJURUS 122
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
ix
1 METABOLISMA
Setiap waktu, makhluk hidup selalu terlibat dalam suatu proses yang terus menerus dan berulang-ulang dalam sel tubuhnya. Proses itu adalah metabolisma. Metabolisma adalah aktifitas kimia dalam sel-sel organisma hidup. Aktifitas itu memungkinkan organisma untuk tumbuh, berkembang, dan bereproduksi. 1. Metabolit Pertama Aktifitas kimia yang terjadi dalam sel organisma diperlukan dalam rangka berlangsungnya hidup melalui pemecahan zat untuk menghasilkan energi disaat zat lain yang membutuhkan energi dibentuk. Metabolisma dirujuk atas dua jalur, yaitu katabolisma, dan anabolisma. Katabolisma adalah serangkaian proses metabolisma yang memecah molekul besar. Tujuan dari reaksi katabolis adalah untuk menyediakan energi dan spesi zat yang dibutuhkan oleh reaksi anabolis. Mekanisma reaksi katabolis berbeda dari satu organisma dengan organisma lainnya. Perbedaan ini ditentukan oleh sumber energi yang diperoleh organisma dimaksud. Organisma organotrof yang menggunakann molekul organik sebagai sumber energinya berbeda mekanisma reaksi katabolisnya dengan organisma litotrof yang menggunakan substrat anorganik sebagai sumber energinya, dan kedua organisma tersebut berbeda mekanisma reaksi katabolisnya dengan organisma fototrof yang menangkap sinar matahari sebagai sumber energi kimianya. Secara ringkas dapat dipahami bahwa katabolisma memecah bahan organik untuk menyediakan energi dalam aktifitas sel. Anabolisma adalah serangkaian proses metabolisma untuk membentuk molekul besar dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh katabolisma. Anabolisma menggunakan energi untuk membangun komponen sel dari asam amino, monosakarida, asam lemak dan nukleotida
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
1
menjadi molekul kompleks protein, polisakarida, lipid dan asam nukleat. Pemahaman katabolisma dan anabolisma diilustrasikan pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Metabolisma zat dalam sel Molekul
Struktur polimer
Jalur
Monomer
Nama
O
Protein
H2N
Ph H N
O H2N
N H
Ph
O N H
O
CO2H Ph
katabolisma
CO2H
H2N
Val
Phe
CO2H
anabolisma
O
Leu
H2N
CO2H
Polisakarida
Val-Phe-Leu-Phe
O
O CH2OH
CH2OH
OH
OH OH
O CH2OH
OH
OH
OH
O
katabolisma
O OH OH
anabolisma
Glk1-4)All(1-4)Glk(1-4)
HOH2C HO HO
O
HOH2C HO HO
O OH
HOH2C HO
Lipid
C
OH OH
O
R'
O HC
O
H2C
O
katabolisma
C
R''
anabolisma
O C
α-All
O
OH
O
O
H3C
C
R'
O H3C
O
C
gliserol OH
OH
OH
asam fosfat
OH O
Asam nukleat
N N O H H O
O P
asam lemak
R''
R''
triester
HO
β-Glk
OH
O H2C
α-Glk
OH OH
O
P OH
NH N
HO
NH2
H
katabolisma
H OH
anabolisma
OH
OH
OH
O H H
H
OH O
N
H OH
NH
guanin
OH fosfat-ribosa-guanin
N H
N
ribosa
NH2
Zat yang dihasilkan dari suatu metabolisma baik produk antara maupun produk akhir disebut metabolit, sedangkan istilah substrat dirujuk terhadap zat yang dihasilkan dari jalur anabolisma, dan prekursor dirujuk KIMIA BAHAN ALAM LAUT
2
terhadap zat yang dihasilkan dari jalur katabolisma. Banyaknya substrat atau prekursor yang diperlukan tergantung pada kebutuhan sel dan ketersediaan substrat atau prekursor. Fluktuasi kuantitas metabolit berdampak pada performa substrat atau prekursor yang dapat mempengaruhi metabolisma jalur tertentu. Metabolit yang sama dari suatu metabolisma dalam organisma berbeda memberikan sifat yang berbeda, yaitu sifat nutrisi atau toksin. Sebagai contoh, beberapa prokariota menggunakan hidrogen sulfida sebagai nutrisi, namun gas ini beracun bagi hewan. Aktifitas dalam sel makhluk hidup terus menerus berlangsung baik melalui jalur katabolis maupun jalur anabolis dimungkinkan karena bantuan katalis enzim. Enzim mendorong reaksi berlangsung dengan cepat dan efisien, dan menanggapi perubahan lingkungan sel atau sinyal dari sel lain. Sebahagian besar struktur yang membentuk hewan, tumbuhan dan mikroba dibangun dari empat kelompok dasar molekul, yaitu asam amino, monosakarida, asam lemak, dan nukleotida yang masing-masing dengan bantuan enzim membentuk protein, karbohidrat, lipid, dan asam nukleat. Oleh karena itu, protein, karbohidrat, lipid, dan asam nukleat disebut juga sebagai produk dasar atau produk utama atau metabolit pertama. Metabolit pertama terdapat pada semua makhluk hidup karena zat itu terlibat langsung dalam pertumbuhan normal, perkembangan, dan reproduksi. Bahasan terhadap protein, karbohidrat, lipid, dan asam nukleat diluar cakupan buku ini karena telah diutarakan dalam buku-buku kimia dasar. 2. Metabolit Kedua Senyawaan yang dihasilkan oleh suatu organisma selain metabolit pertama dirujuk sebagai metabolit kedua. Metabolit kedua adalah senyawa organik yang tidak secara langsung terlibat dalam pertumbuhan normal, perkembangan, atau reproduksi suatu organisma. Ada atau tidak adanya metabolit kedua dalam suatu organisma tidak mengganggu pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisma tersebut. Kehadiran metabolit kedua dalam suatu organisma berperan penting dalam rangka pertahanan diri organisma terhadap predator atau hama. Metabolit kedua suatu KIMIA BAHAN ALAM LAUT
3
organisma memperlihatkan aktifitas menghambat, meracuni, mengobati, atau merangsang fisik organisma lain. Tidak semua organisma memiliki metabolit kedua. Kehadiran metabolit kedua terbatas hanya pada beberapa organisma tertentu. Keberadaan metabolit kedua tidak berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan organisma, tapi dapat berfungsi untuk pertahanan diri, berkomunikasi, dan menanggapi perubahan kondisi lingkungan. Pada umumnya, metabolit kedua terdapat pada mikroba, bakteri, lumut, jamur, tumbuhan, dan hewan. Dari organisma-organisma tersebut, beragam senyawaan kimia dengan berbagai struktur molekul diisolasi. Oleh karena metabolit itu berasal dari alam, materi dimaksud dinyatakan sebagai produk alami atau bahan alam. Bahan alam meliputi: (1) seluruh organisma yang belum mengalami pengolahan atau perlakuan selain proses pengawetan yang sederhana (contohnya pengeringan), (2) bagian dari suatu organisma (daun atau bunga tanaman, organ hewan), (3) ekstrak dari suatu organisma atau bagian dari organisma, dan eksudat, atau (4) senyawa murni (contohnya alkaloida, flavonoid, glikosida, steroid, terpenoid) yang diisolasi dari tanaman, hewan, atau mikroorganisma. Meskipun metabolit pertama juga berasal dari organisma, para pakar menyepakati untuk merujuk metabolit kedua sebagai bahan alam berdasarkan fungsinya. Itu berarti, metabolit kedua merupakan bahan alam atau sebaliknya, bahan alam adalah metabolit kedua. Manusia memanfaatkan bahan alam sebagai bahan obat-obatan, kosmetika, dan antibiotika dalam rangka melayani kebutuhan hidupnya. Bahan alam dihasilkan dari jalur biosintesis atau biogenesis tertentu. Jalur biosintesis atau biogenesis adalah pemerian mekanisma reaksi kimia yang terjadi ketika sel dalam organisma hidup menciptakan substrat bermolekul kompleks yang baru dari prekursor bermolekul sederhana yang lebih kecil. Proses biosintesis terdiri atas beberapa langkah enzimatik dimana produk prekursor dari satu langkah digunakan sebagai substrat pada langkah berikutnya. Biosintesis memegang otoritas utama dalam sel, baik sel tumbuhan (Gambar 1) maupun sel hewan (Gambar 2), yang melibatkan organel ribosom, kloroplas, retikulum endoplasma halus, retikulum endoplasma kasar, plastida, dan badan golgi melalui salah satu KIMIA BAHAN ALAM LAUT
4
jalur berikut: (1) jalur mevalonat yang menghasilkan substrat terpena dan terpenoid, sterol dan steroid, (2) jalur asam shikimat yang menghasilkan substrat alkaloida, dan fenolat, (3) jalur malonil-CoA yang menghasilkan substrat poliketida, atau (4) jalur pentosa fosfat yang menghasilkan substrat glikosida. Pakar bahan alam telah berusaha menggolongkan metabolit kedua dalam rangka memudahkan pembahasan dan pemahaman atas senyawa dimaksud. Ada usulan penggolongan berdasarkan fitur struktur molekul, komposisi unsur pembentuk molekul, kelarutan dalam berbagai pelarut, atau jalur biosintesisnya. Dari sejumlah usulan tersebut, penggolongan berdasarkan fitur struktur molekul banyak disepakati karena kemudahan penerapannya. Berdasarkan fitur struktur molekul (Tabel 2), suatu metabolit kedua dapat digolongkan atas: (1) isoprenoida (mencakup terpenoid, dan steroid), (2) alkaloida, (3) fenolat (mencakup flavonoid, tanin, dan lignin), (4) glikosida, (5) peptida, dan (6) poliketida.
Gambar 1. Diagram sel tumbuhan KIMIA BAHAN ALAM LAUT
5
Gambar 2. Diagram sel hewan
Tabel 2. Klasifikasi metabolit kedua berdasarkan fitur struktur molekul Klas
Substrat
Prekursor
Nama prekursor
Klas
Substrat
Nama prekursor
Prekursor
C OH
isoprena
O C
O
gonana
asam nikotinat
N
Alkaloida
terpenoid steroid
Isoprenoida
O
OH
N H2N
H
asam ibotenat
HO
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
6
O C
OH
H2N H2N
OH
Alkaloida
O C
asam antranilat
NH2
arginina
ornitina
H
O
O
C
C
HO
OH NH2
HO
triptofan
O C
flavonoid
HO
prolina
asam glutamat
OH
asam mevalonat
O
flavan
tirosina
Fenilalanina
tanin
O HO
C
asam galat OH
HO
lignin
lisina
Fenolat
Alkaloida
HO
asam sinamat
Glikosida
senyawa gula dan senyawa tan gula
gula tan gula
Peptida
asam amino
asam amino
O O
C OH
asam oktanoat
asetil
Poliketida O
propionil
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
7
Rujukan Bhakuni DS, Rawat DS, 2005 Bioactive Marine Natural Products. Springer-Anamaya Publisher, New Delhi. Caporale LH, 1995 Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 92:75. Coffee CJ, 1999 Metabolism, Fence Creek Pub, California: 194 hlm. Fusetani N, Kem W, 2009 Marine Toxins as Research Tools, in Marine Molecular Biotechnology (Muller WEG, Ed.), Spinger-Verlag, Berlin. Kinghorn AD, 2001 J. Pharm. Pharmacol., 53:135. Lamer J, 1971 Intermediary metabolism and its regulation, Prentice-Hall, Michigan: 308 hlm. Quinn RJ, 1988 Chemistry of Aqueous Marine Extracts: Isolation Techniques, in Bioorganic Marine Chemistry 2 (Scheuer PJ, Ed.), Springer-Verlag, Berlin. Torssell K, 1983 Natural Product Chemistry: a mechanistic and biosynthetic approach to secondary metabolism, Wiley, Michigan: 401 hlm. Zhu YZ, Tan BKH, Bay BH, Liu CH, (Eds.) 2007 Natural Products: Essential Resources for Human Survival. World Scientific Publising, Singapore.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
8
2 KOLEKSI SAMPEL
Untuk mengkaji bahan alam, ketersedian organ organisma atau simplisia mutlak diperlukan. Ketersediaan simplisia dimaksud harus diiringi dengan sejumlah informasi yang berhubungan dengan simplisia dimaksud. Kegiatan untuk memperoleh simplisia yang akan dikaji disebut dengan koleksi sampel. Koleksi sampel membutuhkan sejumlah ketrampilan dan pengetahuan agar sampel yang diperoleh memenuhi syarat perlakuan dan informasi. Persiapan simplisia sangat penting dalam memperoleh data yang akurat dan interpretasi yang dapat diandalkan. Prosedur tankontaminasi, pengeringan, dan penyimpanan simplisia perlu diperhatikan dengan cermat. Masing-masing prosedur persiapan simplisia memberikan peluang untuk meningkatkan akurasi dan keandalan hasil analisis. 1. Voucher Sampel Voucher sampel atau penyimpanan simplisia sampel atau herbarium sangat penting untuk pemahaman kita tentang organisma dimaksud. Voucher sampel berfungsi sebagai: media referensi untuk identifikasi organisma; sumber data untuk penelitian tentang taksonomi dan distribusi organisma; catatan sejarah lokasi organisma, dan kontribusi kolektor ke ilmu pengetahuan terkait; repositori data terkait laporan ilmiah yang diterbitkan; sumberdaya pendidikan untuk belajar mengenali spesies simplisia dari daerah; dokumentasi yang akurat dan permanen tentang informasi organisma sehingga menambah kredibilitas data yang dikumpulkan dalam survei terkait. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
9
2. Koleksi Simplisia Koleksi sampel bahan alam melibatkan dua kegiatan, yaitu mengumpulkan simplisia dan merekam informasi yang berhubungan dengan organisma tersebut. Pengetahuan tentang simplisia yang akan dikoleksi akan sangat membantu untuk mengenal pasti organisma yang akan dikoleksi. Koleksi yang dilakukan memberi kontribusi terhadap pengetahuan tentang taksonomi organisma atau sejarah alam. Hal ini juga dapat menunjukkan kemungkinan variasi dalam kondisi habitat yang berbeda. Rekam informasi habitat dengan akurat dan konsisten, terlebih bila koleksi sampel di daerah tertentu yang jauh dan sulit dijangkau, ketika mengumpulkan simplisia. a. Peralatan pengumpul Peralatan yang diperlukan untuk memperoleh simplisia sangat tergantung pada jenis organisma yang akan dikumpulkan. Peralatan dasar notebook lapangan untuk merekam habitat dan informasi lokasi. pulpen dan spidol permanen. Topografi peta dan informasi lokasi (GPS). altimeter untuk mengukur ketinggian. sarung tangan kebun mengambil simplisia. kantong plastik untuk menyimpan simplisia label tahan air untuk menandai simplisia. sekop untuk menggali umbi atau akar atau infauna. gunting bunga untuk memotong bagian simplisia . pisau untuk memotong simplisia. jaring kantong untuk wadah memasukkan simplisia. peralatan snorkeling atau scuba-diving· b. Teknik pengumpulan Di lapangan, berhati-hati ketika memilih organisma untuk koleksi. Jangan mengumpulkan spesies yang langka atau terancam punah. Ambil KIMIA BAHAN ALAM LAUT
10
beberapa foto close-up (dengan penggaris atau benda lain untuk skala) menunjukkan organ organisma dan komponen yang diperlukan untuk identifikasi. Tentukan banyaknya bahan organisma yang dibutuhkan, pilih varietas individu organisma untuk koleksi. Koleksi simplisia dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut: pilih simplisia dalam kondisi baik, bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh serangga dan/atau penyakit. pilih simplisia sesuai dengan keperluan. mengumpulkan simplisia yang cukup kuantitasnya. perlu penanganan khusus terhadap beberapa karakteristik yang berguna untuk identifikasi. pelajari karakteristik ini dan catat informasi dengan segera. segel plastik wadah dengan benar untuk mencegah kebocoran atau kehilangan simplisia atau bagian simplisia dalam perjalanan. tempatkan semua simplisia spesies tunggal dari satu tempat menjadi satu tas koleksi. tulis nomor koleksi pada tas koleksi. c. Penanganan di lapangan Simplisia yang telah dikumpulkan harus sesegera mungkin ditangani untuk menghindari kerusakan jaringan organisma atau terjadi reaksi enzimatik yang akan mempengaruhi hasil akhirnya. Penanganan yang umum dilakukan adalah menempatkan simplisia dalam kantung plastik bersegel, lalu mengeluarkan udara dari kantung plastik tersebut dan segel. Kantung-kantung plastik tersebut ditempatkan di tempat dingin. d. Rekaman data Koleksi sampel tanpa data yang menyertainya tidak ada gunanya untuk ilmu pengetahuan. Catatan data dan observasi lapangan dalam sebuah notebook lapangan direkam dengan format yang konsisten, jelas, dan dapat dibaca. Jenis data yang direkam akan tergantung pada koleksi. Biasanya termasuk nomor koleksi, tanggal, nama kolektor, lokasi (lintang dan bujur) dan habitat informasi (elevasi, kelembaban tanah, kedalaman KIMIA BAHAN ALAM LAUT
11
air, vegetasi terkait). Pengamatan tentang keunikan masing-masing organisma yang dikumpulkan harus dicatat. 3. Persiapan Simplisia Persiapan sampel sangat penting dalam memperoleh data analisis yang akurat dan dapat dipercaya. Prinsip dasar yang harus dipegang adalah bahan simplisia harus bersih dan bebas dari zat-zat asing, dan menghindari simplisia dari kerusakan yang disebabkan oleh enzim. Homogenasi atau dekontaminasi dan pengeringan simplisia sering dilakukan untuk menangani persoalan dimaksud. a. Penyimpanan Penyimpanan simplisia harus meminimalkan kerusakan dan menjaga keutuhan simplisia untuk tindak lanjut kegiatan analisis. Simplisia biasanya disimpan dalam wadah penyimpanan plastik kedap air, atau ditempatkan dalam kondisi didinginkan (4ᵒC) sampai analisis dilakukan. Penyimpanan sampel dalam cairan dapat dengan cara fiksasi atau pengawetan. Fiksasi menggunakan larutan formalin, sedangkan pengawetan menggunkan larutan alkohol 70%. Sampel yang telah difiksasi dapat diawetkan dengan cara mengganti larutan formalin dengan larutan alkohol 70%. b. Pentahapan simplisia Ada sejumlah tahapan dijalankan untuk mendapatkan senyawa biologis aktif, yaitu: ekstraksi, pemurnian kromatografi, dereplikasi, elusidasi struktur dan pengujian bioassay. Simplisia yang telah dikoleksi diambil dan dipotong kecil-kecil. Kemudian, simplisia diekstrak dengan berbagai cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan keperluan. Tahap berikutnya, isolasi dijalankan untuk memperoleh senyawa baru menggunakan berbagai teknik kromatografi baku. Isolasi ini biasanya dipandu oleh bioassay untuk aktifitas antikanker, antimikroba, antivirus, atau anti-inflamasi dalam upaya memperoleh senyawa baru KIMIA BAHAN ALAM LAUT
12
berbioaktif tertentu. Elusidasi struktur molekul senyawa dimaksud dilakukan dengan bantuan UV-vis, IR, MS, dan NMR.
Rujukan Angel MV, 1993 Conservation Biology 7:760. Baker JT, 1984 Modern drug research: The potential and the problems of marine natural products. Dalam: Natural Products and Drug Development, (Eds.) Krogsgaard-Larsen PK, Brogger CS, Kofod H, Munksgaard, Copenhagen: hlm 145-163. Bowles JM, 1986 The Plant Press, 4: 74. Geraci JR, Lounbury VJ,Yates N, 2005 Marine Mammals Ashore: A Field Guide for Stranding (2nd ed.), National Aquarium Baltimore, Baltimore: 382 hlm. Goswami SC, 2004. Zooplankton methodology, collection & identification – a field manual, National Institute of Oceanography, Goa: 16 hlm. Gray JS, 1997 Biodiversity and Conservation, 6:153. Harris RP, Wiebe PH, Lanz J, Skjoldal HR, Huntley M (Eds.), 2000 Zooplankton methodology manual. Academic Press, London: 684 hlm. Holme NA, Mcintyre AD (Eds.), 1984 Methods for the study of marine benthos (2nd ed.). Blackwell Scientific Publications, London: 387 hlm. Suthers IM, Rissik D (Eds.), 2009 Plankton. A guide to their ecology and monitoring for water quality. CSIRO Publishing, Sydney: 232 hlm. U.S. EPA., 2002 Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Receiving Waters to Freshwater and Marine Organisms. Document No. EPA-821-R-02-012. Washington, DC.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
13
3 EKSTRAKSI SIMPLISIA
Ekstraksi adalah mengeluarkan metabolit pertama dan kedua dari sel jaringan organisma dengan menggunakan pelarut. Selama ekstraksi, pelarut berdifusi ke dalam sel jaringan simplisia dan melarutkan senyawaan dengan polaritas yang sama. Produk yang diperoleh dari ekstraksi berupa campuran metabolit dalam keadaan cair atau setengah padat atau dalam bentuk bubuk kering.
1. Prasyarat Ekstraksi Teknik-teknik umum ekstraksi simplisia meliputi maserasi, infus, perkolasi, pencernaan, rebusan, soxhletasi, ekstraksi berfermentasi, ekstraksi arus terbalik, ekstraksi gelombang mikro, ekstraksi sonikasi. Saat ini telah dikembangkan sejumlah teknik ekstraksi yang sifatnya khusus untuk menarik senyawa tertentu saja dari sel jaringan simplisia. Untuk memperoleh ekstrak yang maksimal, aspek kualitas dan kuantitas perlu diindahkan dalam penanganannya , yaitu: (1) aspek kualitas; aspek ini meliputi bagian jaringan simplisia yang digunakan sebagai bahan awal, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, kadar air, luas permukaan simplisia, dan prosedur ekstraksi. (2) aspek kuantitas; aspek ini mencakup jenis ekstraksi, waktu ekstraksi, suhu, sifat pelarut, pH pelarut, konsentrasi pelarut, rasio pelarut terhadap sampel, dan polaritas pelarut.
2. Pemilihan Pelarut Keberhasilan mendapatkan senyawa bioaktif dari simplisia sebagian besar ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi. Sifat pelarut yang perlu mendapat perhatian dalam ekstraksi KIMIA BAHAN ALAM LAUT
14
adalah toksisitas rendah, kemudahan penguapan pada suhu rendah, efek pengawetan, dan kemampuan pelarut untuk memisahkan metabolit. Faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah fitokimia yang akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang akan diekstraksi, kemudahan penanganan ekstrak, toksisitas pelarut dalam proses bioassay, potensi bahaya kesehatan dari ekstrak. Pelarut-pelarut yang umum digunakan dalam prosedur ekstraksi adalah: a. Air Air digunakan untuk mengekstrak simplisia dengan aktivitas antimikroba. Namun, ekstrak simplisia dari pelarut organik memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air. b. Aseton Aseton melarutkan banyak komponen hidrofilik dan lipofilik. Aseton dapat bercampur dengan air, dan memiliki toksisitas rendah terhadap bioassay. Aseton umum digunakan untuk studi antimikroba dimana keberadaan senyawa fenolik diperlukan. Senyawaan fenolik, tannin dan saponin yang menunjukkan bioaktif antimikroba banyak diperoleh dari ekstrak yang diekstrak dari pelarut aseton. c. Etanol. Etanol (umum lebih mengenalnya dengan nama alkohol) lebih banyak melarutkan polifenol (fenolat) dibandingkan dengan pelarut air. Ini berarti etanol lebih efisien menjebol dinding sel yang bersifat tankutub dan menyebabkan polifenol keluar dari sel. Kuantitas senyawa flavonoid lebih banyak diperoleh bila diekstraksi dengan pelarut etanol 70% dibandingkan pelarut etanol murni. Hal ini disebabkan penambahan air 30% menyebabkan polaritas etanol meningkat, dan menyebabkan etanol lebih mudah menembus membran sel untuk mengekstrak bahan intraseluler. Metanol lebih polar dari etanol. Namun, metanol memiliki sifat sitotoksik sehingga tidak cocok KIMIA BAHAN ALAM LAUT
15
dipakai untuk ekstraksi jenis metabolit tertentu karena dapat menyebabkan hasil yang salah. d. Kloroform Senyawaan tannin dan terpenoid banyak diperoleh dari ekstrak yang diekstraksi dengan pelarut kloroform, baik secara tunggal maupun secara berurutan dengan pelarut heksana, kloroform dan methanol. Senyawaan tannin dan terpenoid terkonsentrasi pada fraksi kloroform. e. Eter Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam lemak. f. Diklorometana Ekstrantan ini digunakan untuk ekstraksi selektif terpenoid.
3. Metoda Ekstraksi Beberapa metoda ekstraksi simplisia yang umum digunakan dalam bahan alam untuk memperoleh zat yang diinginkan dipaparkan berikut ini. a. Homogenisasi simplisia Homogenisasi simplisia dalam pelarut merupakan metoda ekstraksi yang umum digunakan. Simplisia, baik kering maupun basah, digiling dalam blender untuk memperoleh ukuran yang lebih kecil. Simplisia yang telah halus tersebut ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian tuangkan pelarut ke dalam wadah dimaksud, dan biarkan selama 24 jam, lalu campuran disaring. Filtrat yang diperoleh dikeringkan dengan pengawa putar. Residu yang diperoleh disimpan dalam botol untuk perlakuan selanjutnya.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
16
b. Ekstraksi berseri Metoda ini melibatkan penggunaan pelarut berturut-turut dengan polaritas yang semakin meningkat dalam ekstraksi. Mula-mula menggunakan pelarut tankutub, lalu pelarut semikutub, dan terakhir dengan pelarut kutub untuk mengambil senyawa dalam simplisia. Metoda ini juga digunakan untuk mengambil metabolit dalam simplisia berdasarkan meningkatnya konstanta dielektrika pelarut sebagaimana tertera pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Konstanta dielektrika beberapa pelarut Pelarut Pentana Heksana Sikloheksana Benzenaa
Konstanta dielektrika (20°C) 1,8 1,9 2,0 2,3
Pelarut Etil asetata Asam asetat Diklorometana Piridina
Toluena 2,4 Asetona Dietil eter 4,3 Metanol Dimetil 4,7 Asetonitril sulfoksida Kloroform 4,8 Air a Konstanta dielektrika diukur pada 25°C Sumber: Sanker et al., 2006
Konstanta dielektrika (20°C) 6,0 6,2 9,1 12,3 20,7 32,6 37,5 78,5
c. Soxhletasi Soxhletasi digunakan untuk mengambil senyawa tertentu saja yang kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut tanpa melarutkan senyawa yang tidak diinginkan dari dalam simplisia. Jika senyawa yang diinginkan memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut, filtrasi sederhana dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang diinginkan tersebut dari zat yang tidak larut. Keuntungan dari metoda KIMIA BAHAN ALAM LAUT
17
ini adalah pelarut yang digunakan didaur ulang dalam sistem tanpa penambahan kuantitasnya. Metoda ini tidak dapat digunakan untuk senyawa tidak tahan panas karena dapat menyebabkan degradasi. d. Maserasi Metoda ini dilakukan dengan menempatkan bubuk atau pulp simplisia dalam suatu wadah, lalu pelarut ditambahkan ke dalam wadah tersebut. Campuran diaduk-aduk hingga waktu tertentu. Metode ini paling cocok digunakan dalam kasus senyawa tidak tahan panas. e. Rebusan Metode ini digunakan untuk ekstraksi metabolit yang tahan panas. Metoda ini dilakukan dengan cara merebus simplisia dalam air selama 15 menit, lalu didinginkan, dan disaring. Filtrat yang diperoleh selanjutnya ditangani dengan pemisahan berdasarkan polaritas pelarut. f. Infus Metoda ini merupakan modifikasi metoda maserasi dimana waktu yang digunakan untuk kontak antara simplisia dengan pelarut air lebih pendek dan pelarutnya boleh air panas atau air dingin. g. Pencernaan Metoda ini juga merupakan modifikasi metoda maserasi dimana sedikit panas diberikan selama proses ekstraksi. h. Perkolasi Metoda ini membutukan wadah yang bahagian samping bawahnya ada keran buka tutup (wadah ini disebut perkulator). Simplisia dibungkus dengan kertas saring, dan ikat longgar bungkusan tersebut. Sisakan benang untuk menggantung bungkusan nantinya. Bungkusan simplisia dibasahi dengan pelarut secukupnya, dan ditempatkan dalam wadah perkulator. Usahakan ujung benang yang bebas berada di luar perkulator melalui tutupnya. Biarkan simplisia yang telah dibasahi KIMIA BAHAN ALAM LAUT
18
pelarut selama 4 jam. Setelah waktu tercapai, bungkusan simplisia digantung dalam wadah perkulator dengan cara menarik ujung benang yang bebas ke atas. Pelarut dituang hingga beberapa sentimeter di atas permukaan bungkusan, lalu tutup dan biarkan selama 24 jam. Setelah batas waktu tercapai, filtrat dikeluarkan dari perkulator dengan perlahan-lahan melalui keran buka tutup hingga tersisa sepertiga volume sebelumnya. Pelarut ditambahkan lagi ke dalam perkulator hingga beberapa sentimeter di atas permukaan bungkusan simplisia, dan biarkan selama 24 jam. Perlakuan seperti ini diulangi hingga tiga kali. Filtrat yang diperoleh dari setiap kali perkulasi digabung, dan dievaporasi dengan pengawa putar. i. Sonikasi Metoda ini menggunakan perangkat ultrasonik dengan frekuensi mulai dari 20 kHz sampai 2000 kHz. Pada frekuensi tersebut, kemampuan menembus dinding sel oleh pelarut meningkat dan menghasilkan lubang sehingga isi sel keluar. Metoda ini dilaporkan memberikan efek merusak dari energi ultrasound (lebih dari 20 kHz) pada konstituen aktif simplisia melalui pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan perubahan dalam molekul dimaksud..
Rujukan Cannell RJP, 1998 How to approach the isolation of a natural product, dalam Natural Products Isolation, 1st ed. (Cannell RJP, ed.), Humana Press, New Jersey. Das K, Tiwari RKS, Shrivastava DK, 2010 J. Med. Plants Res., 4: 104. Eloff JN, 1998 J. Ethnopharmacology, 60:1. Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD, 2008 Trieste, 21-25. Kaufman PB, Cseke LJ, Warber S, Duje JA, Brielman HL, 1999 Natural Products From Plants. CRC Press, Boca Raton. Lapornik B, Prosek M, Wondra, AG, 2005 J. Food Eng., 71:214. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
19
Sarker SD, Latif Z, Gray AI, 2006 Natural Product Isolation, 2nd ed. Humana Press, New Jersey. Zanolari B, Guilet D, Marston A, Queiroz EF, Paulo MQ, Hostettmann K, 2003 J. Nat. Prod., 66:497.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
20
4 PENAPISAN FITOKIMIA
Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang memproduksi makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Produksi makanan ini diolah oleh klorofil dalam kloroflas dengan bantuan sinar matahari. Tumbuhan adalah sumber makanan baik manusia maupun hewan. Bahan makanan itu ada yang berupa metabolit pertama dan ada yang berupa metabolit kedua. Metabolit pertama berfungsi untuk kelangsungan hidup, dan metabolit kedua berfungsi untuk pertahanan diri. Untuk mempertahankan diri dari organisma pengganggu, tumbuhan memproduksi zat racun. Zat racun ini digunakan oleh manusia sebagai bahan obat-obatan. Untuk mengetahui kandungan senyawa yang ada dalam metabolit kedua itu, penapisan kimianya perlu dilakukan. Pada mulanya, penapisan kandungan kimia dilakukan pada ekstrak yang berasal dari tumbuhan. Oleh karena itu, metoda ini disebut penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidak adanya tanin, flavonoid, saponin, alkaloida, steroid, fenolat dan glikosida dalam suatu ekstrak tumbuhan. 1. Metoda Penapisan Penapisan fitokimia untuk semua ekstrak dilakukan berdasarkan metoda baku yang telah disepakati oleh pakar bahan alam. 1. Deteksi isoprenoida a) Uji Cu asetat. Ekstrak dilarutkan dalam air, lalu ditambahkan dengan 3-4 tetes larutan tembaga asetat 0,1M. Pembentukan warna hijau zamrud menunjukkan adanya diterpenoida. b) Uji Salkowski. Ekstrak dilarutkan dengan kloroform, dan disaring. Filtrat ditetesi dengan beberapa tetes larutan asam sulfat KIMIA BAHAN ALAM LAUT
21
pekat, lalu goyang-goyang, dan diamkan. Adanya triterpenoida ditandai dengan munculnya warna kuning keemasan. c) Uji Liebermann-Burchard. Ekstrak dilarutkan dengan kloroform, dan disaring. Filtrat ditetesi dengan beberapa tetes asam asetat anhidrat, lalu rebus, dan dinginkan. Larutan asam sulfat ditambahkan pada larutan yang telah dingin tersebut. Adanya fitosterol ditandai dengan pembentukan cincin cokelat diantara dua lapisan. d) Uji Trim-Hill. Ekstrak dilarutkan dengan larutan HCl 1%, dan saring. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Trim-Hill. Pembentukan larutan berwarna merah menunjukkan adanya terpenoida. 2. Deteksi alkaloida Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam asam klorida encer dan disaring. Filtrat digunakan untuk uji berikut: a) Uji Mayer. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Mayer. Pembentukan endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloida. b) Uji Wagner. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Wagner. Pembentukan endapan yang berwarna coklat atau kemerahmerahan menunjukkan adanya alkaloida. c) Uji Dragendroff. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Dragendroff. Pembentukan endapan merah menunjukkan adanya alkaloida. d) Uji Hager. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Hager. Pembentukan endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloida. 3. Deteksi flavonoida a) Uji pereaksi basa. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes larutan NaOH 0,1M. Pembentukan warna kuning cerah, yang menjadi pudar dengan penambahan asam encer, menunjukkan adanya flavonoida. b) Uji Pb asetat. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes larutan timbal asetat 0,1M. Pembentukan endapan berwarna kuning menunjukkan adanya flavonoida. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
22
c) Uji Shinoda. Ekstrak dilarutkan dalam etanol, dan saring. Filtrat ditambahkan dengan 3 potong kecil pita Mg dan beberapa tetes larutan HCl pekat. Pemunculan warna dari merah muda atau merah menunjukkan adanya flavonoida. Warna yang muncul mengindikasikan kelompok flavonoida, yaitu warna jingga hingga merah menunjukkan adanya flavon, warna merah hingga merah tua menunjukkan adanya flavonoid, merah tua hingga merah ungu menunjukkan adanya flavonon. 4. Deteksi fenol Uji Besi(III) klorida. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes larutan besi(III) klorida 0,1M. Pembentukan warna hitam kebiruan menunjukkan adanya fenol. 5. Deteksi tanin Uji Gelatin. Larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl ditambahkan ke dalam ekstrak. Pembentukan endapan berwarna putih menunjukkan adanya tanin. 6. Deteksi glikosida Ekstrak dihidrolisis dengan larutan HCl encer. Larutan tersebut digunakan untuk uji berikut: a) Uji Modifikasi Borntrager. Ekstrak ditetesi dengan larutan FeCl3 0,1M, lalu direndam dalam air mendidih selama 5 menit. Campuran didinginkan dan diekstraksi dengan pelarut benzena. Perlu diperhatikan, penambahan volume pelarut benzena setara dengan volume campuran. Lapisan benzena dipisahkan dan ditambahkan larutan amonia. Pembentukan warna merah jambu muda di lapisan amonia menunjukkan adanya glikosida anthranol. b) Uji Legal. Ekstrak ditetesi dengan larutan natrium nitroprusid dalam piridin dan natrium hidroksida. Pembentukan warna merah muda hingga warna merah darah menunjukkan adanya glikosida jantung. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
23
c) Uji Keller-Kiliani. 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 2 mL kloroform, lalu tambahkan larutan H2SO4 1M hingga membentuk lapisan. Pembentukan cincin berwarna coklat antara dua lapisan menunjukkan adanya gula deoksi dalam glikosida jantung. 7. Deteksi saponin a) Uji buih. Ekstrak diencerkan dengan 20 mL air suling dalam gelas kimia bervolume 50 mL. Gelas kimia tersebut digoyanggoyang selama 15 menit. Pembentukan 1 cm lapisan busa menunjukkan adanya saponin. b) Uji busa. 0,5 gram ekstrak digoyang-goyang dengan 2 mL air. Adanya saponin ditandai dengan bertahannya busa yang dihasilkan selama sepuluh menit. 8. Deteksi protein dan asam amino a) Uji protein. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes asam nitrat pekat. Pembentukan warna kuning menunjukkan adanya protein. b) Uji Cu sulfat. Ekstrak dilarutkan dengan larutan NaOH 10%, lalu tambahkan larutan CuSO4 0,1%. Pembentukan warna ungu atau pink menunjukkan adanya protein. c) Uji Ninhidrin. Ekstrak dilarutkan dengan larutan ninhidrin yang baru disiapkan, lalu direbus beberapa menit, dan dibiarkan dingin. Pembentukan warna ungu menunjukkan adanya protein. d) Uji Ninhidrin. Ekstrak dilarutkan dengan 0,25% perekasi ninhidrin, lalu direbus selama beberapa menit. Pembentukan warna biru menunjukkan adanya asam amino. 9. Deteksi karbohidrat Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air suling dan disaring. Filtrat digunakan untuk uji berikut: a) Uji Molisch. Filtrat ditetesi dengan 2 tetes larutan α-naftol ( yang dilarutkan dalam etanol) dalam tabung reaksi. Pembentukan
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
24
cincin ungu pada pertemuan dua lapisan menunjukkan adanya karbohidrat. b) Uji Benedict. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Benedict, dan dipanaskan sesaat. Pembentukan endapan berwarna merah orange menunjukkan adanya gula pereduksi. c) Uji Fehling. Filtrat dihidrolisis dengan larutan HCl encer. Kemudian, larutan tersebut dinetralkan dengan penambahan larutan basa NaOH, dan dipanaskan dengan pereaksi Fehling A dan B. Pembentukan endapan berwarna merah menunjukkan adanya gula pereduksi. d) Uji Barfoed. Ekstrak dilarutkan dalam air, lalu saring. Beberapa mL pereaksi Barfoed ditambahkan ke filtrat, lalu panaskan. Pembentukan endapan berwarna kemerah-merahan menunjukkan adanya monosakarida. 10. Deteksi resin a) Uji kekeruhan. 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 10 mL air, lalu dikocok selama 5 menit. Pembentukan kekeruhan menunjukkan adanya resin. b) Uji asetat anhidrat. Ekstrak dilarutkan dalam methanol. 5-10 mL asetat anhidrat 0,1M ditambahkan ke dalam filtrat, lalu dipanaskan, dan didiamkan. 0,5 mL asam sulfat ditambahkan ke dalam larutan yang telah dingin tersebut. Pembentukan warna ungu terang yang berubah menjadi warna merah menunjukkan adanya resin. 2.
Pembuatan Pereaksi Beberapa pereaksi fitokimia dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: a) pereaksi Liebermann-Burchard. 1 mL asam sulfat pekat dicampurkan dengan 20 mL asetat anhidrat. Larutan diaduk hingga merata.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
25
b) pereaksi Trim-Hill. 10 mL asam asetat ditambahkan dengan 1 mL CuSO4 anhidrat 10% dalam air dan 0,5 mL HCl pekat. Larutan diaduk hingga merata. c) pereaksi Dragendroff. Dua macam larutan disiapkan. Pertama, 0,6 gram Bi(NO3)2 dilarutkan dalam 10 mL air suling, lalu tambahkan 2 mL HCl pekat, dan aduk. Kedua, 6 gram KI dilarutkan dalam 10 mL air suling, dan aduk. Larutan pertama dan kedua dicampur dengan 7 mL HCl pekat dan 15 mL air suling. Larutan diaduk hingga merata. d) pereaksi Mayer. 1,35 gram HgCl2 dan 5 gram KI dilarutkan dalam 30 mL air suling, lalu aduk. Air suling ditambahkan lagi hingga volume 100 mL. e) pereaksi Wagner. 1,27 gram I2 dan 2 gram KI dilarutkan dalam 30 mL air suling, lalu aduk. Air suling ditambahkan lagi hingga volume 100 mL.
Rujukan Bhakuni DS, Dhar ML, Dhar MM, Dhawan BN, Gupta B, Srimal RC, 1971 Indian J. Exp. Biol., 9:91. Bruneton J, 1995 Pharmacognosy, Phytochemistry, Medicinal Plants. Springer-Verlag, Berlin. Dhawan BN, Patnaik GK, Rastogi RP, Singh KK, Tandon JS, 1977 Indian J. Exp. Biol., 15:208. Edeoga HO, Okwu DE, Mbaebie BO, 2005 Afr. J. Biotechnol., 4:685. Evans WC, 2002 Thease and Evan’s Pharmacognosy, 15th ed. Cambridge University Press, London. Farnsworth NR, 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants. John Wiley and Sons, England. Obasi NL, Egbuonu ACC, Ukoha PO, Ejikeme PM, 2010 Afr. J. Pure and Appl. Chem., 4:206.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
26
5 GOLONGAN ISOPRENOIDA
Isoprenoida adalah sekelompok molekul yang strukturnya didasarkan atas unit isoprena (Gambar 1a). Secara normal, unit-unit isoprena bergabung membentuk molekul isoprenoid melalui pola interaksi ekor—kepala (Gambar 1b). Bila ada penggabungan antar unit isoprena yang tidak mengikuti pola ekor—kepala, penggabungan tersebut dinyatakan sebagai interaksi penataan ulang. ekor a. kepala ekor
ekor
b. kepala
kepala
Gambar 1. a. Unit isoprena. b. Pola penggabungan normal antar unit isoprena.
Golongan bahan alam yang memperlihatkan beragam bangun molekulnya ini diproduksi oleh berbagai tumbuhan dan hewan. Fungsi utama produksi isoprenoida tersebut adalah dalam rangka pertahanan diri terhadap pemangsa atau pengganggu melalui senjata kimia. Bahan alam yang dihasilkan tersebut merupakan konstituen utama dari minyak atsiri yang dapat dimanfaatkan sebagai aditif makanan, sebagai pengharum. Sejumlah senyawaan golongan ini telah diketahui menunjukkan sifat-sifat bioaktifnya. Oleh karenanya, metabolit keduanya dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
27
1. Kelas Isoprenoida Para pakar bahan alam telah umum mengkategorikan golongan ini berdasarkan unit isoprena yang terdapat dalam molekulnya. Tabel 1 mengungkapkan peta belajar untuk memahami karakteristik kelas isoprenoid.
ΣUnit isoprena
ΣC
DMAPP
1
5
GPP
2
10
FPP
3
15
Sesquiterpena
GGPP
4
20
Diterpena
Tabel 1. Pengkategorian isoprenoid berdasarkan unit isoprena
OPP
Hemiterpena
OPP
Kelas
Monoterpena
Nama prekursor
Prekursor
OPP
OPP
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
28
25
FFPP
6
30
FFPP
8
40
Karotena
FFPP
>100
>500
Karet
Triterpena
GFPP
5
2
OPP
Sesterterpena
OPP
2
2. Kelompok Isoprenoida Kelas isoprenoida menunjukkan keunikan yang mencirikan kuantitas unit isoprena yang terlibat dalam molekulnya. Setiap kelas, bila KIMIA BAHAN ALAM LAUT
29
diamati lebih seksama, menampilkan fitur-fitur struktur yang unik pada molekulnya. Berdasarkan fitur-fitur dimaksud, kelas-kelas isoprenoida dikategori atas kelompok-kelompok isoprenoida seperti yang tertera pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Kelompok isoprenoida berdasarkan fitur inti molekul Fitur inti molekul
Nama fitur
Mirsena
Kelompok
Limonen Sabinen
Monosiklik Asiklik
-Farnesen
Bisikik
Monoterpena Sesquiterpena
Asiklik
Kelas
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
30
Squalena
Asiklik/Siklik
Siklik
Androstan
Triterpena
Steroid
GFPP
Asiklik/Siklik
Sesterterpena
GGPP
Siklik
Diterpena
2
OPP
3
OPP
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
31
Zingeberen
Siklik
β-Karoten O
Poliisoprena
Karet
Rodoksantin
Karoten Ksantin
Tetraterpena Politerpena
O
* n
*
3. Senyawaan Isoprenoid berdasarkan Fitur Struktur Mencermati kelompok isoprenoida yang beragam fitur strukturnya, materi ajar yang diutarakan pada bahasan ini tidak mencakup keseluruhan kelompok dimaksud. Tabel 3 merupakan materi ajar yang dipilih berdasarkan fitur struktur yang mewakili kelompoknya. Tabel 3. Senyawaan isoprenoida berdasarkan fitur struktur molekul Kelas
Fitur struktur
Deskripsi contoh metabolit kedua
Y
Ochtodana
Monoterpena
X
O 1, X = Br, Y =Br 2, X = Cl, Y = Br 3, X = Cl, Y = Cl
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
32
Ochtodana Drimana, Siklofarnesa, Farnesana
Monoterpena
Sesquiterpena
Ketiga senyawa yang memiliki fitur sikloheksadienon ini diisolasi dari alga merah Portieria hornemanni. Senyawaan tersebut menunjukkan sitotoksik terhadap P-388, A549, dan HCT-8 dengan IC50 5 µg/mL. P-388 merupakan kode untuk menyatakan lini sel tumor leukemia, A-549 merupakan kode lini sel kanker paru-paru manusia, dan HCT-8 merupakan kode untuk lini sel kanker perut besar (Kuniyoshi et al. 2003).
NCCl2
4 Cl NCCl2 Cl
5 NCCl2
Cl
H
6
Senyawa 4, 5, dan 6 diisolasi dari bunga karang Stylotella aurantium. Senyawaan yang memiliki gugus fungsi karbonimida klorida (NCCl2) ini memperlihatkan bioaktif sitotoksik terhadap beberapa lini sel tumor dengan IC50 0,1-1 µg/mL (Musman et al. 2001).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
33
H H H OCOCH3
O
O H
7
Euplotin C (7) diisolasi dari siliata laut Euplotes crassus. Senyawa ini memperlihatkan aktifitas antimikroba terhadap protozoa Leishmania major dan Leishmani infantum dengan LD50 4,6 µg/mL (Savoia et al. 2004). Br
Chamigrana
OH
8
Laurecomin B (8) diisolasi dari alga merah Laurencia composite yang dikoleksi dari Pulau Pingtan, Cina. Senyawa ini menunjukkan bioaktif terhadap juvenile udang air asin, dan jamur Colletotrichum lagenarium (Li et al. 2012).
Cembrena
Diterpena
OH
HO
HO H
H
O
H
9
O
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
34
OH
HO O
O
H H
O
10
Cembrena
Diterpena
O O
H
O OH
OH
11
Senyawa fleksibilin A (9), fleksibilin B (10), dan fleksibilin C (11) diisolasi dari karang lunak Sinularia flexibilis yang berasal dari perairan laut Taiwan. Senyawa fleksibilin B memperlihatkan aktifitas penghambatan pelepasan neutrofil manusia (Hu et al. 2013).
Oxobicyclo[2.2.1]heptana
Diterpena
OH
O 12
Laurenditerpenol (12) diisolasi dari alga merah Jamaika Laurencia intricata. Senyawa ini menunjukkan potensi bioaktifnya sebagai penghambat HIF-1 yang diaktifkan oleh hypoxia (IC50 0,4 µM) yang mereduksi pertumbuhan sel tumor T47D (Mohammad et al. 2004). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
35
O
R'
O
R" O
Formaktin
Diterpena
O
13, R' = R" = CH2 14, R' = H, R" = CH3
Fomaktin K (13) dan fomaktin L (14) diisolasi dari jamur yang tidak teridentifikasi. Jamur itu dikoleksi dari permukaan alga coklat laut Ishige okamurae. Senyawaan ini berpotensi sebagai bahan baku utama pada produk obat-obatan yang berasal dari fomaktin (Ishino et al. 2012).
O OAc
O
Briarana
Diterpena
OAc
O
AcO O
OCH3
OCH3 OH
OH
O
AcO
15
O
O
AcO
16
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
O
36
OAc
O
AcO
OH OH
Cl
O O
AcO
Briarana
Diterpena
17
Frajunolida P (15), frajunolida Q (16), dan frajunolida R (17) diisolasi dari gorgonia Taiwan Junceella fragilis. Senyawaan yang berfitur briarana ini memperlihatkan aktifitas anti inflamasi dengan pelepasan elastase pada 10 µg/mL. Pada cincin sepuluhnya, senyawa 15 memiliki gugus yang tidak umum, yaitu gugus pivaloiloksi (COC(CH3)3). Demikian pula, adanya atom klor di karbon olefin pada cincin sepuluh senyawa 17 mengisyaratkan kelangkaan senyawa tersebut (Liaw et al. 2013).
NHCHO
Dekalin
H
Diterpena
O
NHCHO
H
H
H
H
H
18
19
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
37
NHCHO
H
H
H H
H
O
Dekalin
20
Diterpena
NHCHO
H
21
Kavernena A (18), kavernena B (19), kavernena C (20), dan kavernena D (21) diisolasi dari bunga karang Laut Cina Selatan Acanthella cavernosa. Keempat senyawaan bergugus formamida (NHCHO) dimaksud memiliki bioaktif sitotoksik terhadap beberapa lini sel kanker manusia dengan IC50 berkisar 6-18 µM (Xu et al. 2012). HO
O O O 22
Eunisin (22) diisolasi dari gorgonia Eunicea mammosa Lomouroux. Metabolit kedua ini menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap Clostridium feseri dan spesies Staphylococcus (Gopichand et al. 1984).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
38
HO X
NaO3SO
OH
merosesterterpena
Sesterterpena
H
23, X = H 24, X = OH
Senyawa hipposulfat A (23) dan hipposulfat B (24) diisolasi dari bunga karang Hippospongia cf. metachromia yang dikoleksi dari perairan Okinawa. Senyawaan merosesterterpene yang langka ini merupakan yang pertama sekali dilaporkan dari organisma laut. Senyawa 23 menunjukkan aktifitas sitotoksik terhadap lini sel P-388, A549, HT-29, dan MEL-28 dengan IC50 2 µg/mL. HT-29 merupakan kode untuk lini sel kanker perut besar manusia, dan MEL-28 adalah kode untuk lini sel kanker eritroleukemia pada tikus (Musman et al. 2001).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
39
O O
OH
H
H
H
O
25
O
Skalarana
OH
H
H
H
26
Sesterterpena
Fillofolakton B (25) dan fillofolakton M (26) diisolasi dari bunga karang Phyllospongia foliascens. Bunga karang ini umumnya memproduksi metabolit kedua yang memperlihatkan aktifitas sitotoksik, antimikroba, anti-inflamasi, dan anti-HIV (Zhang et al. 2010).
H X
Asiklik manoalina
27, X = OH 28, X = OCH3
O H O
O N H
Hippolida A (27) dan hippolida B (28) diisolasi dari bunga karang Laut Cina Selatan Hippospongia lachne. Senyawa 27 menunjukkan bioaktif sitotoksik terhadap lini sel A-549 dengan IC50 5,22 x 10-2 µM, dan senyawa 28 memperlihatkan sitotoksik terhadap lini sel HCT-116 dengan IC50 35,13 µM (Piao et al. 2011). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
40
HO
O
O
29
O HO OH
O O
Monoalina
Sesterterpena
HO CHO
30
Manoalida (29) dan sekomanoalida (30) merupakan metabolit kedua dari bunga karang Luffariella variabilis. Senyawaan dimaksud mempunyai aktifitas antibiotik terhadap Streptomyces pyogenes dan Staphylococcus aureus, dan potensi penghambatan fosfolipase A2 (PLA2) yang menyebabkan inflamasi. Keberadaan system cincin trimetilsikloheksenil pada senyawaan tersebut ternyata meningkatkan potensi dimaksud (Ebada et al. 2010). O O
O
OH
Skalarana
Sesterterpena
H
H H
H
31
Fillofolaktor A (31) yang diisolasi dari bunga karang Phyllospongia foliascens menunjukkan sitotoksik terhadap lini sel P-388 dengan IC50 5 µg/mL (Liu et al. 2004). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
41
O
O
Malabarikana
Triterpena
O
HO
32, 33,
HO
=Z =E
Stelletin A (32) dan stelletin B (33) diisolasi dari bunga karang Jaspis stellifera. Stelletin A menunjukkan sitotoksik yang sangat signifikan terhadap lini sel leukemia P-388 dengan IC50 2.1 nM. Senyawa 33 memiliki bioaktif sitotoksik terhadap lini sel tumor HTC-116 dengan IC50 0,043 µM (Ebada et al. 2010). H O
OH
O
Triterpena
O H Br
HO H
34
O
HO
Thyrsiferol (34) diisolasi dari alga merah Laurencia thyrsifera Hook. Senyawa ini memperlihatkan bioaktif yang sangat kuat terhadap lini sel P-388 dengan ED50 0,01 µg/mL (Blunt et al. 1978).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
42
AcO H
H3CO
H
H3CO
H
H
35
AcO
Pregnana
H
H
H
O H
36
Steroid
Sklerosteroid J (35) dan sklerosteroid K (36) diisolasi dari karang lunak Scleronephthya gracillimum. Kedua senyawaan ini menunjukkan penghambatan yang signifikan pada akumulasi protein COX-2 sel makrofag yang berpotensi sebagai anti-inflamasi (Fang et al. 2013). OH HO
HO OH
Kolana
HO
H O
OH
37
Kallinekdison (37) diisolasi dari kepiting betina laut Callinectes sapidus. Hormon ini digunakan oleh kepiting itu untuk ganti kerakas. Senyawa 37 merupakan contoh zat yang pertama dilaporkan bahwa hormon aktif pada hewan ini asalnya dari tumbuhan (Faux et al. 1969). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
43
Ksantofil
Tetraterpena
O O OH OH
38
Karoten
Tetraterpena
Astaksantin (38) merupakan karotenoid utama yang terdapat dalam bunga karang Axinella cristagalli. Senyawa pigmen ini menunjukkan aktifitas antikanker (Karrer & Solmssen 1935).
39
β-karotena (39) diisolasi dari bunga karang kuning Verongia aerophoba. Senyawa 39 memperlihatkan aktifitas antikanker, dan fotoproteksi (Czeczuga 1971).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
44
Tetraterpena
40
Renieratena (40) diisolasi dari bunga karang Reniera japonica. Senyawa ini merupakan kelompok karotena baru yang memiliki gugus benzena, dan memperlihatkan aktifitas fotoproteksi (Yamaguchi 1957).
Rujukan Blunt JW, Hartshorn MP, McLennan TJ, Munro MHG, Robinson WT, Yorke SC, 1978 Tetrahedron Lett., 69. Czeczuga B, 1971 Mar. Biol., 10:254. Ebada SS, Lin WH, Proksch P, 2010 Mar. Drugs, 8:313. Fang HY, Hsu CH, Chao CH, Wen ZH, Wu YC, Dai CF, Sheu JH, 2013 Mar. Drugs, 11:1853. Faux A, Horn DHS, Middleton EJ, Fales HM, Lowe ME, 1969 Chem. Commun., 175. Gopichand Y, Ciereszko LS, Schmitz FZ, Switzner D, Rahman A, Hossain MB, van der Helm D, 1984 J. Nat. Prod., 47:607.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
45
Harborne JB, 1998 Phytochemical Methods A Guide To Modern Techniques of Plant Analysis (3rd ed.), Springer, London: 320 hlm. Hu LC, Su JH, Chiang MYN, Lu MC, Hwang TL, Chen YH, Hu WP, Lin NC, Wang WH, Fang LS, Kuo YH, Sung PJ, 2013 Mar. Drugs, 11:1999. Ishino M, Kinoshita K, Takahashi K, Sugita T, Shiro M, Hasegawa K, Koyama K, 2012 Tetrahedron, 68:8572. Karrer P, Solmssen U, 1935 Helv. Chim. Acta, 18:915. Kuniyoshi M, Oshiro N, Miono T, Higa T, 2003 J. Chin. Chem. Soc., 50:167. Li XD, Miao FP, Yin XL, Liu JL, Ji NY, 2012 Fitoterapia, 83:1191. Liaw CC, Lin YC, Lin YS, Chen CH, Hwang TL, Shen YC, 2013 Mar. Drugs, 11:2042. Liu H, Namikoshi M, Meguro S, Nagai H, Kobayashi H, Yao X, 2004 J. Nat. Prod., 67:472. Mohammad KA, Hossain CF, Zang L, Bruick RK, Zhou YD, Nagle DG, 2004 J. Nat. Prod., 67:2002. Musman M, Ohtani II, Nagaoka D, Tanaka J, Higa T, 2001 J. Nat. Prod., 64:350. Musman M, Tanaka J, Higa T, 2001 J. Nat. Prod., 64:111. Piao SJ, Zhang HJ, Lu HY, Yang F, Jiao WH, Yi YH, Chen WS, Lin HW, 2011 J. Nat. Prod., 74:1248. Savoia D, Avanzini C, Allice T, Callone E, Guella G, Dini F, 2004 Antimicrob. Agents Chemother., 48:3828. Scheuer PJ (Ed.), 1983 Marine Natural Product: Chemical and Biological Perspectives, Academic Press, New York. Xu Y, Lang JH, Jiao WH, Wang RP, Peng Y, Song SJ, Zhang BH, Lin HW, 2012 Mar. Drugs, 10:1445. Yamaguchi M, 1957 Bull. Chem. Soc. Jpn., 30:111. Zhang HJ, Yi YH, Yang F, Chen WS, Lin HW, 2010 Molecules, 15:834.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
46
6 GOLONGAN ALKALOIDA
Laut tidak hanya sebagai media transportasi atau lumbung bahan pangan tetapi juga sebagai sumbernya bahan obat-obatan. Satu dari sejumlah metabolit kedua yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obatobatan adalah alkaloida. Alkaloida adalah senyawa yang mengandung nitrogen dan diproduksi oleh berbagai macam organisma, termasuk jamur, tanaman, hewan, dan bakteri. Banyak alkaloida memiliki efek farmakologis pada manusia dan hewan. 1. Kelas Alkaloida Pakar bahan alam telah berusaha untuk mengkategorikan alkaloida berdasarkan kriteria tertentu, contohnya berdasarkan prekursornya, jalur metabolismanya, atau fitur struktur molekulnya. Namun, upaya pengkategorian dimaksud masih memerlukan diskusi dan waktu untuk disepakati oleh semua pihak yang terlibat. Saat ini, pengkategorian alkaloida didasarkan atas fitur struktur dasar molekulnya. Berdasarkan itu, alkaloida dikategorikan atas kelas: 1. alkaloida sejati, yaitu alkaloida yang mengandung nitrogen dalam heterosikliknya dan berasal dari asam amino. 2. alkaloida gabungan, yaitu alkaloida yang mengandung nitrogen diluar sikliknya dan berasal dari asam amino. 3. alkaloida poliamina, yaitu alkaloida turunan dari putresina, spermidina, dan spermina. 4. alkaloida peptida, yaitu alkaloida yang mengandung ikatan peptida dalam molekulnya. 5. alkaloida semu, yaitu alkaloida yang tidak berasal dari asam amino. Pada buku ini, bahasan golongan alkaloida tidak mencakup kelas alkaloida peptida karena topik ini akan dibahas pada golongan bahan alam peptida. Dalam upaya menfokuskan perhatian belajar terhadap suatu KIMIA BAHAN ALAM LAUT
47
bahasan, pengungkapan materi yang dibahas dipolakan dalam bentuk tabel. Dengan maksud memudahkan pemahaman tentang golongan alkaloida, pembahasan materi ini dipetakan atas asal prekursor dan fitur inti molekul alkaloida yang dipaparkan pada tabel 1. Bahasan masingmasing kelompok alkaloida yang diutarakan pada tabel 2 dicirikan dengan contoh molekul, sumber organisma darimana bahan alam tersebut diisolasi, dan aktifitas bioaktifnya. Pada tabel 1 dan 2, kelas alkaloida sejati disimbolkan dengan A, alkaloida gabungan disimbolkan dengan B, alkaloida poliamina disimbolkan dengan C, dan alkaloida semu disimbolkan dengan D karena alasan kepraktisan penulisan dalam tabel. 2. Prekursor dan Kelas Alkaloida
arginina, ornitina
Pirolidina
lisina, asam oktanoat
Piperidina Quinolizidina
OH
lisina
C
Kelompok
arginina O
Pelibatan prekursor
asam oktanoat
Preskursor
Nama prekursor
lisina
Tabel 1. Prekursor, kelas dan fitur inti molekul alkaloida
A
N H
A N H
A N
OH
Tropana
H
arginina, ornitina
H2N
ornitina
C
Kelas
H3CN
O H2N
Fitur inti molekul
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
A
48
O
C OH
Oxazola
Imadazola
Isoxazola
HO
histidina
H
Piridina
H2N OH
Pirimidina
N C
asam ibotenat
O
histidina
N
fenilalanina
O
asam ibotenat
NH2
asam nikotinat
HN
fenilalanina
OH
asam nikotinat
N
Pirola
A
N H
O
NH A
N H
N A
O
N A
O
A
N
N
A
N
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
49
O C OH NH2
Isoquinolina
Quinolina
OH
triptofan
Indola
xantosin
Purina
NH
triptofan
O
xantosin
O O
Akridina
H N H
triptofan, asam antranilat
HO
tirosina, fenilalanina
N
asam antranilat
N
asam antranilat
Pirazina
N
OH
A
N
A
N H
N N
N A
N H
A
N
A
N
A
N
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
50
OH
NH2
Putressina
C
Spermidina
HO
ornitin
O
C
tirosina, fenilalanina
Feniletilamina
asam glutamat
Muskarina
asam glutamat
O
Guanidina
Zoantamina
A
N
O
NH A
H2N NH2
NH2 B
N B
H2N
NH2
H N
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
C
NH2
C
NH2
51
C
HO
OH
N H
H2N
C
N H
Terpena
O
C
asam mevalonat
O
asam mevalonat
Spermina
H2N
D
3. Kelompok Alkaloida berdasarkan Kelasnya Merujuk pada fitur-fitur struktur molekul dari kelas alkaloida, bahasan materi ajar diupayakan menampilkan keunikan fitur dimaksud. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan memperoleh gambaran yang komprehensif tentang golongan alkaloida ini. Tabel 2. Kelompok alkaloida dan deskripsi contoh metabolit keduanya Kelas
Kelompok
Deskripsi contoh metabolit kedua OH
O
O
H N
A
Pirolidina
H3CHN
N O
O
1
Janolusimida (1) diisolasi dari nudibranch Janolus cristatus. Senyawa ini memperlihatkan aktifitas penolak makan dan racun terhadap predator (Sodano & Spinella 1986).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
52
COOH
CH2COOH
A
Pirolidina
2
COOH
N H
Asam domoat (2) diisolasi dari alga Chondria armata. Senyawa ini menunjukkan bioaktif anthelmintik (anticacing kremi). Asam ini dilaporkan juga dihasilkan oleh diatom Nitzchia pungens, Fusarium multiseries, dan Pseudonitzchia australis yang menyebabkan keracunan makanan setelah mengkonsumsi shellfish. Racun ini disebut amnesic-shellfish poisoning (ASP) (Maeda et al. 1987).
A
Pirolidina
COOH
N H
COOH
3
Asam α-kainat (3) diisolasi dari alga merah Digenia simplex dan Corallina officialis. Senyawa ini menunjukkan bioaktif anticacing kremi (Mulakami et al. 1953).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
53
NH
4 O
Lepadiformina (4) diisolasi dari tunicate laut Clavelina lepadiformis dan C. moluccensis. Senyawa ini menunjukkan bioaktif sitotoksik terhadap berbagai lini sel tumor. Saat ini senyawa lepadiformina sangat aktif digunakan in vitro dan in vivo pada sistem cardiovascular (Biard et al. 1994). OH NH2
N H
5
OH
A
Piperidina
NH2
6
N H
Senyawa pseudodistomin A (5) dan pseudodistomin B (6) diisolasi dari tunicate Okinawa Pseudodistoma kanoko yang menunjukkan anti neoplastik. Senyawa ini merupakan fitur piperidina yang pertama diisolasi dari organisma laut (Ishibashi et al. 1987). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
54
N
O
A
Quinolizidina
H
H O
N
7
Xestospongin A (7) diisolasi dari bunga karang Australia Xestospongia exigua. Senyawa ini menyebabkan relaksasi pembuluh darah pada in vivo (Iwagawa et al. 2000).
A
Tropana
H N
R
8, R = COCH3 9, R = COCH2CH3
Anatoksin-a (8) dan homoanatoksin-a (9) diisolasi dari sianobakteria genus Anabaena, Oscillatoria, Cylindrosperum dan Aphanizomenon. Senyawaan ini memperlihatkan bioaktif racun syaraf (van Apeldoorn et al. 2007).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
55
OCH3
R
N H
N
OCH3
Pirola
R
A
N H
NH2
10, R = H 11, R = Br
N HN
12, R = H 13, R = Br
Tambjamina A (10), tambjamina B (11), tambjamina C (12), dan tambjamina D (13) diisolasi dari nudibranch Tambja abdere dan Tambja diora, dan sumber makanannya yaitu bryozoa Sessibugula translucens. Senyawaan tambjamina tersebut memperlihatkan bioaktif penolak makan (Carté & Faulkner 1983). Cl NO2 Cl
A
Pirola
N H
14
Pirolnitrin (14) diisolasi dari bakteri perairan dangkal Pseudomonas pyrrocinia. Senyawa ini menunjukkan bioaktif fungisida terhadap jamur dermatofita (Imanaka et al. 1965). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
56
Br
Br
Pirola
A
COOH
N H
15
Bunga karang Agelas oroides memiliki metabolit kedua asam 4,5-dibromopirol-2-karboksilat (15) yang memperlihatkan bioaktif antibiotik (Forenza et al. 1971). Br
A
Pirola
Br
Br
N H
Br
16
Tetrabromo pirol (16) diisolasi dari bakteri berwarna ungu genera Alteromonas. Senyawa tersebut menunjukkan bioaktif antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Candida albicans (Anderson et al. 1974).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
57
N
NH
HN
A
Pirola
N
H HOOC
17
HOOC
Pigmen hijau bonellin (17) merupakan racun yang diproduksi oleh cacing laut Bonellia viridis. Zat racun ini mempertunjukkan aktifitas pemecahan sel pada telur bulu babi yang dibuahi, dan agen antitumor (Pelter et al. 1976). H2N O
A
Imadazola
NH
N
18
Oseanapamina (18) memperlihatkan bioaktif antimikroba. Senyawa tersebut diperoleh dari bunga karang Filipina Oceanapia sp. (Boyd et al. 1995).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
58
OCH3 Br
HO
Br
O
Isoxazola
A
Br
H N
N
OH
O
O
N
H N
Br
19
N
O
NH2 NH
Purealin (19) yang diisolasi dari bunga karang Okinawa Psammaplysilla purea memperlihatkan bioaktif penghambatan pada enzim ATP Na⁺ dan K⁺ (Wu et al. 1986). O
O N
N
OH
O
O N
O
A
Oxazola
O
O
H
OCH3
H3CO OAc O
20
Telur nudibranch Hawai Hexabranchus sanguineus menjadi sumber bahan alam laut ulapualida A (20) yang memperlihatkan bioaktif antibakteri terhadap Candida albicans, antimikroba, dan sitotoksik terhadap sel L1210 (Roesener & Scheuer 1986). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
59
O
O N
N H3CO
O
C NH2
OH O
HO
O N
O OCH3
A
Oxazola
O
O
H3CO OCH3 O
H
21
Kabiramida A (21) diisolasi dari telur nudibranch Hexabranchus sanguineus yang dikoleksi di Teluk Kabira, Okinawa. Senyawa dimaksud memperlihatkan bioaktif antijamur, dan menghambat perkembangan embrio echinodermata (Matsunaga et al. 1986). N X CCl3 HN
O
CCl3
A
Thiazola
N S
22
Bunga karang Dysidea herbacea menghasilkan isodisiden (22). Metabolit kedua ini menunjukkan aktifitas toksik terhadap ikan hias air tawar (guppy atau rainbow fish) Lebistes reticulatus (Kazlauskas et al. 1978).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
60
OH S
N
O
O
A
Thiazola
O
O
O
O
N
Cl
Cl
O S
23
Hektoklorin (23) yang diisolasi dari sianobakteria Lyngbya majuscula memperlihatkan peningkatan polimerisasi benang aktin dalam sel sehingga mempengaruhi proses-proses biologi (Marquez et al. 2002). O
N
24
A
Piridina
N
O
25
Navanona A (24) yang diisolasi dari nudibranch Navanax inermis (Sleeper et al. 1977), dan pulo’upona (25) (Coval & Scheuer 1985) yang diisolasi dari nudibranch Philinopsis speciosa memperlihatkan bioaktif penolak makan.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
61
N
A
Piridina
Cl
Cl
N
26
Siklostellettamina A (26), diisolasi dari bunga karang Stelletta maxima, menunjukkan antagonis terhadap reseptor asetilkholin otot (Fusetani et al. 1994).
A
Piridina
N
N
27
Anabaseina (27) diisolasi dari cacing laut Paranemertes peregrine. Senyawa ini memperlihatkan stimulus syaraf otot dan reseptor α7 pada otak yang menyebabkan peningkatan belajar dan daya ingat (Kem 1971). OH
O
A
Pirimidina
OH HN
O
N H
N H
28
O
Rigidin (28) yang diisolasi dari tunicate Eudistoma cf. rigida memperlihatkan aktifitas agresif (Kobayashi et al. 1990). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
62
OH OH
H
Pirazina
A
O
O
O
OH
H
H H
OH O
H
N
O
N
H
29
OH
Cefalostatin I (29) memperlihatkan bioaktif menghambat pertumbuhan lini sel kanker ovari manusia. Senyawa ini diisolasi dari cacing laut Cephalodiscus gilchristi yang dikoleksi dari Lautan Hindia (Pettit et al. 1988).
N
A
Indola
HO
Br
N H
NH
30
Tunicate Eudistoma olivaceum memproduksi senyawaan eudistomin. Satu diantaranya adalah eudistomin A (30) yang memperlihatkan aktifitas antivirus terhadap HSV-1 (Rinehart et al. 1984).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
63
S
A
Indola
H 2N N H
Br
31
Senyawa sitorellamina (31) yang diisolasi dari tunicate Polycitorella mariae mempertunjukkan aktifitas sitotoksik terhadap sel L1210 (ED50 3,6 µg/mL) dan antimikroba (Roll & Ireland 1985). O
A
Indola
H3CO
H N
N H
OCH3 O
32
Alga laut Caulerpa lamourouxii memproduksi senyawa caulerpin (32) yang memperlihatkan aksi bius bila diletakkan dalam mulut. Bioaktif ini menyebabkan lidah dan bibir mengalami kebas (Santos & Doty 1971).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
64
NR
N N O
A
Indola
N H
33, R = H 34, R = CH3
Aplisinopsin (33) (Kazlauskas et al. 1977) yang diisolasi dari bunga karang Fascaplysinopsis reticulata memiliki sifat antitumor. Sedangkan turunannya, senyawa metilaplisinopsin (34), yang diisolasi dari bunga karang Aplysinopsis reticulata memperlihatkan aktifitas penghambatan enzim monoamin oksidase (Taylor et al. 1981). OH HO
OH H N
HO
O
H N
O
HO NH
A
Indola
O
N O O
Br
N H
OH
35
Surugatoksin (35) diisolasi dari gastropoda Babylonia japonica. Senyawa ini memperlihatkan kondisi gontai, rasa dahaga, kebas bibir dan gangguan berbicara pada orang yang memakannya (Kosuge et al. 1972).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
65
H N H3CN
OH O
A
Indola
N H
36
Lyngbyatoksin A (36) memperlihatkan aktifitas gatal-gatal pada kulit bagi perenang di laut, suatu jamur kulit yang memicu kanker dan sangat terkenal di Hawai. Senyawa ini diisolasi dari sianobakteria Lyngbya majuscula (Ito et al. 2002). HN
O N
N
OH N
HN
NO2 N
N H
N
A
Purina
37
O
N
N
38
Senyawa 1-iminometil-3-metil-6-aminometil-9Hpurin (37) yang diisolasi dari sea anemone Sagartia troglodytes memiliki bioaktif menghambat pertumbuhan virus tumor (De Rosa et al. 1987). Sementara senyawa desmetilfidolopin (38), yang diisolasi dari bryozoa Phidolopora pacifica, menunjukkan aktifitas antimikroba (Tischler et al. 1986). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
66
H
A
Purina
HO
N N
N
N
N
39
Senyawa asmarina A (39) diisolasi dari bunga karang Laut Merah Raspailia sp. Senyawa ini menunjukkan bioaktif sitotoksik terhadap lini sel kanker pada manusia (Yosief et al. 2000). O
O
N H3CO
N H3CO
CHO O
O
O
A
Isoquinolina
O
40
O
41
O
Senyawa renierona (40) yang menunjukkan sifat antimikroba diisolasi dari bunga karang biru cerah Reniera sp. Sementara senyawa N-formil1,2-dihidrorenierona (41) menunjukkan sifat menghambat pembelahan sel pada uji pembuahan telur bulu babi (sea urchin) (Jacobs et al. 1981).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
67
OCH3 H3CO
A
Quinolina
HN
N
42
Senyawa aaptamina (42) diisolasi dari bunga karang Aaptos aaptos. Senyawa aromatik ini menunjukkan bioaktif pemblokiran αadrenoseptor (Nakamura et al. 1982).
N
A
Akridina
O
N N
43
O
Amfimedina (43) yang dapat berfungsi sebagai indikator pH larutan diisolasi dari bunga karang padat berwarna kuning cerah Amphimedon sp. Senyawa ini menunjukkan bioaktif agen sitotoksik (Schmitz et al. 1983).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
68
H N N O
N
A
Akridina
44
O
Warna-warna cerah yang ditampilkan oleh ascidia tropis disebabkan oleh pigmen warna dari kelas akridin. Senyawa sitoditin A (44) yang diisolasi dari ascidia berwarna kuning Cystodytes dellechiajei menunjukkan bioaktif sitotoksik terhadap sel leukemia murine L1210. Senyawa itu bila berada dalam larutan basa akan berwarna jingga atau merah, dan jika berada dalam larutan asam akan berwarna biru hijau hingga ungu. Perubahan warna tersebut sangat ditentukan oleh konsentrasi masing-masing larutan (Kobayashi et al. 1988).
N H N
N
A
Akridina
O
N R
45, R = H 46, R = CH3
Dari bunga karang Plakortis sp., senyawaan plakinidina A (45) dan plakinidina B (46) diisolasi. Kedua senyawa ini menunjukkan bioaktif antiparasit terhadap Nippostrongylus brasiliensis (50 pg/mL pada in vitro) (Inman et al. 1990). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
69
O
O H
Zoantamina
O
O O
O N O
O
48
47
Zoantamina (47) (Rao et al. 1984), dan zoantenamina (48) (Rao et al. 1985) merupakan senyawaan yang diisolasi dari zoantia genera Zoanthus. Senyawaan tersebut menunjukkan bioktif inflamasi dengan gejala panas disertai rasa sakit, selanjutnya kulit memerah, dan berakhir pada pembengkakan. NH HN H
Guanidina
OH
H
N
A
O
H
H
A
H
O H
NH NH
HN
H H
H
49
NH H
H
50
Bunga karang Karibia Ptilocaulis aff. P. spiculifer memiliki senyawa ptilocaulin (49) dan isomernya isoptilocaulin (50). Kedua-dua zat ini menunjukkan aktifitas antimikroba dan menghambat partumbuhan sel leukemia L1210 (Habour et al. 1981).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
70
H2N
O H H O HN
H N NH2
H2N
N H
N HO
A
Guanidina
OH
51
Gonyaulax catenella merupakan satu diantara plankton laut yang menyebabkan pasang merah. Ikan-ikan mengalami kematian dengan peristiwa pasang merah itu, tapi kerang Californian mussel menyimpan zat racun saksitoksin (51) yang dihasilkan plankton tersebut. Bila manusia mengkonsumsi kerang dimaksud, keracunan akan terjadi yang ditandai dengan kehilangan kekuatan pada otot dan gagalnya pernafasan, dan berakhir dengan kematian (Daly 2004). OH OH O
H O
OH N H
Guanidina
HO
A
NH2
HO OH
N H
52
Tetrodotoksin (52) diisolasi dari gurita bercincin biru Hapalochlaena maculosa. Zat racun ini digunakan oleh gurita untuk membunuh mangsanya dalam waktu yang singkat. Penyelam yang mendekati gurita ini akan diserang dengan senjata kimia tersebut (Shimizu et al. 1984). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
71
HO
B
Fenetilamina
NH2 H3CO
53
Senyawa 3-hidroksi-4-metoksifenetilamina (53) diisolasi dari karang lunak Nephthea sp. Senyawa ini menunjukkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah yang diujikan in vitro pada tikus (Bach et al. 1978). NH2
B
Muskarina
N
COOH
54
Laminina (54) yang diisolasi dari alga laut Laminaria angustata dan Chondria armata memperlihatkan efek depresi dan pengerutan otot-otot halus pada manusia yang mengkonsumsinya (Girard et al. 1988). OCOCH3 12
B
Muskarina
N
O O
55
Pahutoksin (55) diisolasi dari boxfish Hawai Ostracion lentiginosus. Zat ini memiliki bioaktif penolak (repellent) atau ichthyotoxicity. Adanya senyawa pahutoksin menyebabkan ikan ini dijauhi oleh predator (Fusetani & Hashimoto 1987). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
72
O N
Spermina
9
C
H N
N 3
Cl
Cl
N H
3
3N
3N
9
56
O
Penaramida (56) diisolasi dari bunga karang Penares aff. incrustans. Zat ini menghambat pelekatan ω-konotoksin GVIA ke saluran Ca2+ tipe N sehingga menyebabkan penderitaan yang sangat hebat di otot (Ushio-Sata et al. 1996).
D
Terpena
N Br
N H
H
57
Flustramina E (57) memperlihatkan antijamur terhadap Botrytis cinerea dan Rhizotonia solani. Senyawa ini diisolasi dari bryozoa Flustra foliacea (Holst et al. 1994).
Rujukan Anderson RJ, Wolf MS, Faulkner DJ, 1974 J. Mar. Biol., 24:281. Bach B, Gregson RP, Holland GS, Quinn RJ, Reichelt JF, 1978 Experientia, 34:688. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
73
Biard JF, Guyot S, Roussakis C, Verbist JF, Vercauteren J, Weber JF, Boukef K, 1994 Tetrahedron Lett., 35:2691. Boyd KG, Harpes MK, Faulkner DJ, 1995 J. Nat. Prod., 58:302. Carté B, Faulkner DJ, 1983 J. Org. Chem., 48:2314. Coval SJ, Scheuer PJ, 1985 J. Am. Chem. Soc., 50:3024. Daly JW, 2004 J. Nat. Prod., 67:1211. De Rosa S, De Stefano S, Puliti R, Matlia CA, Mazzarella L, 1987 J. Nat. Prod., 50:876. Forenza S, Minale L, Riccio R, Fattorusso E, 1971 Chem. Commun.,1129. Fusetani N, Asai N, Matsunaga S, 1994 Tetrahedron Lett., 35:3967. Fusetani N, Hashimoto K, 1987 Toxicon, 25:459. Girard JP, Marion C, Liutkus M, Boucard M, Rechencq E, Vidal JP, Rossi JC, 1988 Planta Med., 54:193. Habour GC, Tymiak AA, Rinehart Jr KL, Shaw PD, Hughes Jr RG, Mizak SA, Coats JH, Zurenko GE, Li LH, Kuentzel SL, 1981 J. Am. Chem. Soc., 103:5604. Holst PB, Anthoni U, Christophersen C, Nielsen PH, 1994 J. Nat. Prod., 57:997. Imanaka H, Kousaka M, Tamula G, Arima K, 1965 J. Antibiotics, 18:207. Inman WD, O’Neill, Johnson M, Crews P, 1990 J. Am. Chem. Soc., 112:1. Ishibashi M, Ohirzum Y, Sasaki T, Nakamura H, Hirata Y, Kobayashi J, 1987 J. Org. Chem., 52:450. Ito E, Satake M, Yasumoto T, 2002 Toxicon, 40:551. Iwagawa T, Kaneko M, Okamura H, Nakatani M, van Soest RW, Shiro M, 2000 J. Nat. Prod., 63:1310. Jacobs RS, White S, Wilson L, 1981 Feb. Proc. Fed. Am. Soc. Exp. Biol., 40:26. Kazlauskas R, Murphy PT, Quinn RJ, Wells RJ, 1977 Tetrahedron Lett., 18:61. Kazlauskas R, Murphy PT, Wells RJ, 1978 Tetrahedron Lett., 19:4945. Kem WR, 1971 Toxicon, 9:23. Kobayashi J, Cheng J, Walchi MR, Nakamura H, Hirata Y, Sasaki T, Ohizumi Y, 1988 J. Org. Chem., 53:1800. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
74
Kobayashi J, Cheng JF, Kikuchi Y, Ishibashi M, Yamamura S, Ohizumi Y, Ohta T, Nozoe S, 1990 Tetrahedron, 31:4617. Kosuge T, Zenda H, Ochiai A, Masaki N, Noguchi M, Kimura S, Narita HL, 1972 Tetrahedron Lett., 2545. Maeda M, Kodama T, Tanaka T, Yoshizumi H, Takemoto T, Nomoto K, Fujita T, 1987 Tetrahedron Lett., 28:633. Marquez BL, Watts KS, Yokochi A, Roberts MA, Verdier-Pinard P, Jimenez JI, Hamel E, Scheuer PJ, Gerwick WH, 2002 J. Nat. Prod., 65:866. Matsunaga S, Fusetani N, Hashimoto K, Koseki K, Noma M, 1986 J. Am. Chem. Soc., 108:847. Mulakami S, Takemoto T, Shimizu Z, Daigo K, 1953 Jpn. J. Pharm. Chem., 25:571. Nakamura H, Kobayashi J, Ohizumi Y, Hirata Y, 1982 Tetrahedron Lett., 23:5555. Pelter A, Ballantine JA, Ferrito V, Jaccarini V, Psaila AF, Schembri PJ, 1976 J. Chem. Soc. Chem. Commun., 999. Pettit GR, Inoue M, Kamano Y, Harard DL, Arm C, Dufresne C, Christie ND, Schmidt JM, Doubek DL, Krupa TS, 1988 J. Am. Chem. Soc., 110:2006. Rao CB, Anjaneyulu ASR, Sarma NS, Venkateswarlu Y, Rosser RM, Faulkner DJ, Chem MHM, Clardy J, 1984 J. Am. Chem. Soc., 106:7983. Rao CB, Anjaneyulu ASR, Sarma NS, Venkateswarlu Y, Rosser RM, Faulkner DJ, 1985 J. Org. Chem., 50:3757. Rinehart Jr KL, Kobayashi J, Harbour GC, Hughes Je RG, Mizsak SA, Scahill TA, 1984 J. Am. Chem. Soc., 106:1524. Roesener JA, Scheuer PJ, 1986 J. Am. Chem. Soc., 108:846. Roll DM, Ireland CM, 1985 Tetrahedron Lett., 26:4303. Santos AG, Doty MS, 1971 Lloydia, 34:88. Schmitz FJ, Agarwal SK, Gunasekera SP, Schmidt PG, Shoolery JN, 1983 J. Am. Chem. Soc., 105:4835.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
75
Shimizu Y, Norte M, Hori A, Genenah A, Kobayashi M, 1984 J. Am. Chem. Soc., 106:6433. Sleeper HL, Paul VJ, Fenical W, 1977 J. Am. Chem. Soc., 99:2367. Sodano G, Spinella A, 1986 Tetrahedron Lett., 27:2505. Taylor KM, Baird-Lambert JA, Davis PA, Spence I, 1981 Feb. Proc. Fed. Am. Soc. Exp. Biol., 40:15. Tischler M, Ayer SW, Andersen RJ, 1986 Comp. Biochem. Physiol. B., 84:43. Ushio-Sata N, Matsunaga S, Fusetani N, Honda K, Yasumuro K, 1996 Tetrahedron Lett., 37:225. van Apeldoorn ME, van Egmond HP, Speijers GJA, Bakker GJI, 2007 Mol. Nutr. Food Res., 51:7. Wu H, Nakamaura H, Kobayashi J, Ohizumi Y, Hirata Y, 1986 Experientia, 42:855. Yosief T, Rudi A, Kashman Y, 2000 J. Nat. Prod., 63:299.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
76
7 GOLONGAN FENOLAT
Fenolat adalah golongan senyawa yang mengandung cincin benzena dimana gugus hidroksi (-OH) terikat. Senyawa fenolat disintesis oleh tumbuhan dan mikroorganisma. Tumbuhan dan mikroorganisma melakukan penyesuaian-penyesuaian faal dengan lingkungannya. Penyesuaian itu memunculkan keunikan-keunikan pada organisma tersebut. Keunikan-keunikan dimaksud ada yang dapat diamati secara langsung bentuk fisiknya. Namun, banyak keunikan organisma itu hanya dapat dideteksi melalui kandungan metabolit keduanya. Metabolit kedua yang dihasilkan organisma itu sebagai bentuk tanggapan terhadap dinamika lingkungannya, dan bervariasi fungsinya. Ada yang berfungsi menangkal atau mengusir organisma pengganggu, menarik organisma penyerbuk, pigmentasi bunga, filtrasi UV, kesuburan, pertahanan diri, atau simbiosis fiksasi nitrogen. Manusia memanfaatkan metabolit kedua dimaksud untuk kebutuhan hidupnya, misalnya sebagai zat antioksidan, desinfektan, antikanker, atau bahan obat-obatan. 1. Kelas Fenolat Bahasan golongan senyawa fenolat ini diupayakan pemetaan konsepnya melalui alur pengelompokkan, prekursor, fitur inti molekul dan kelas seperti yang diungkapkan pada tabel 1. Upaya ini diharapkan lebih memusatkan pemahaman belajar terhadap suatu materi ajar. Pada tabel 2, bahasan terhadap contoh-contoh senyawa berdasarkan kelas lebih dititikberatkan pada sumber organisma darimana senyawa diperoleh, dan aktifitas yang dimiliki oleh senyawa dimaksud. Oleh karena golongan fenolat lebih banyak disintesis oleh tumbuhan dan mikroorganisma, publikasi berkenaan dengan golongan ini yang sumber organisma dari laut belum banyak diperoleh. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
77
3-hidroksi-2,3dihidro-2-fenilkromen-4-on
O
Flavanon
3-hidroksi-2-fenilkromen-4-on
4
Flavon
2
O
OH
O
OH
Flavonol
2-fenilkromen-4-on
O
Flavanonol
2,3-dihidro-2-fenilkromen-4-on
Bioflavonoid
Tabel 1. Kelas, kelompok dan fitur inti molekul fenolat Kelas Prekursor Fitur inti molekul Kelompok
O
O
O
O
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
78
O
OH
Flavan-4-ol
Neoflavonoid
O
O
OH
O
OH
Flavan-3-ol
4-fenilkoumarina
3-fenilkromen-4-on
Bioflavonoid
Isoflavonoid
O
Flavan-3,4-diol
2-fenil-3,4-dihidro-2H-kromen
Flavonoid
O
O
OH
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
79
Floroglusinol
COOH
HO
HO OH
OH
O
OH
OH
Sianidin
OH
Tanin terhidrolisa
2-fenilkromenilium (flavilium)
O
Tanin terkondesasi
Asam galat
Antosianidin
HO
Florotanin
Flavan-3-ol
Tanin
Antosianidin
OH OH
OH
OH
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
80
OH
OCH3
Lignin graminasius
OH
OH
Sinapil alkohol
OH
Koniferil alkohol
OCH3
p-Koumaril alkohol
Lignin angiosperma
3HCO
Lignin gimnosperma
Lignin
OH
OH
2. Kelompok Fenolat berdasarkan Kelasnya Sangat terbatas data tentang kelompok flavonoid yang sumber organismanya dari lingkungan laut dipublikasi. Ada sejumlah kajian tentang flavonoid yang sumber organismanya dari lingkungan laut tapi hanya kandungan total flavonoidnya, bukan terhadap struktur molekulnya. Bahasan kelompok flavonoid, dengan berbagai variasi fitur molekulnya, yang sumber organismanya diluar lingkungan laut telah diungkapkan oleh para pakar. Oleh karena sumber organismanya bukan dari lingkungan laut, bahasan tentang itu diluar cakupan buku ini.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
81
Tabel 2. Kelompok fenolat dan deskripsi contoh metabolit keduanya Kelas
Kelompok
Deskripsi contoh metabolit kedua O O
HO
Flavon
Bioflavonoid
HO
OH
O
1
Senyawa skutellarein 4’-metil eter (1) diisolasi dari alga merah Osmundea pinnatifida. Zat yang dikoleksi dari pantai Karachi, Pakistan, ini memperlihatkan bioaktif antialergi, antikanker, dan antisitotoksik (Sabina & Aliya 2009). OH
HO
OH HO
O
O HO
O
Tanin terhidrolisa
O
Tanin
OH
O OH
O O
HO
OH
HO O
OH O
HO
OH
O O
HO
2
OH
Senyawa 2 diisolasi dari daun mangrove Rhizophora mangle. Klas senyawa ini dibangun terutama oleh asam galat atau turunannya yang sering diesterifikasi menjadi poliol seperti glukosa. Tanin terhidrolisa ini umumnya memiliki kemampuan untuk mengikat protein selama proses tanning (Hernes et al. 2001).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
82
Prekursor-prekursor pada tanin terkondenasi selalu berinteraksi dengan pola yang tetap. Ikatan kovalen pada posisi β di cincin C dan posisi α di cincin F sangat menentukan pola perulangan antar prekursor OH HO
Unit ekstensi
B
O
A
OH
C OH
OH
OH O
HO OH
Tanin terkondensasi
Tanin
OH HO OH
HO HO
O
OH OH
6
OH
OH
O
OH OH
8
4
OH OHHO
OH
OH
OH
O
OH
OH
OH
OH OH
E
O
HO
D
n
OH
F OH
Unit terminal
OH
OH O
HO
OH OH OH
OH OH HO
OH
OH HO
O
OH OH
HO
OH
OH OH
O
O
OH HO
OH
OH OH
OH
3
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
83
Tanin
Senyawa 3 ini diisolasi dari daun mangrove Rhizophora mangle (Hernes et al. 2001). Ikatan kovalen antar prekursor flavan-3-ol pada molekul tidak dapat dihidrolisa dengan asam kuat. Senyawa ini banyak digunakan untuk pewarnaan. HO
OH OH
OH
O HO
Florotanin
Tanin
O
HO
OH OH
OH
4
OH
Fukodifloretol G (4) diisolasi dari alga coklat Ecklonia cava yang dikoleksi di kepulauan Jeju, Korea. Senyawa ini memperlihatkan efek yang kuat terhadap penghancuran radikal (IC50 0,60 μM) pada uji DPPH (Ham et al. 2007). OH
HO O HO
OH O HO
Florotanin
Tanin
O
O
OH
OH HO
5
O OH
Senyawa florofukofuroekol A (5) diisolasi dari alga coklat Ecklonia kurome Okamura. Senyawa ini memperlihatkan aktifitas antiplasmin dalam darah yang menyebabkan tidak terjadi pendarahan yang parah pada kasus luka (Fukuyama et al. 1990).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
84
Y
HO X
HO HO
Y OH O
Y X
O
HO
OH
HO
X
X
HO
O
HO
HO
HO
X
O HO X Y
Y
O
X O
OH
HO
OH
Lignin
Y
OH Y
O
Y O
X
HO
OH
HO
O
HO X
HO
X OH
OH X
O Y
O
6, Angiosperma, X =Y = OMe. 7, Gimnosperma, X = OMe, Y =H. 8, Gramina, X = Y = H.
Y
O HO
X
Y OH
Lignin banyak ditemukan pada tumbuhan baik tumbuhan berkayu keras (6, angiosperma), berkayu lunak (7, gimnosperma) maupun rumput-rumputan (8, gramina). Lignin yang terdapat pada tumbuhan dimaksud dapat dibedakan berdasarkan spesi materi yang terikat pada posisi X dan Y (Adler 1977). Mangrove memiliki kandungan lignin yang potensinya belum sepenuhnya dimanfaatkan.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
85
Rujukan Adler E, 1977 Wood Sci. Tech., 11:169. Fukuyama Y, Kodama M, Miura I, Kinzyo Z, Mori H, Nakayama Y, Takahashi M, 1990 Chem. Pharm. Bull., 38:133. Ham YM, Baik JS, Hyun JW, Lee NH, 2007 Bull. Korean Chem. Soc., 28:1595. Harborne JB, 1998 Phytochemical Methods A Guide To Modern Techniques of Plant Analysis (3rd ed.), Springer, London: 320 hlm.
Hernes PJ, Benner R, Cowie GL, Goni MA, Bergamaschi BA, Hedges JI, 2001 Geochim. Cosmochim. Acta, 65:3109. Sabina H, Aliya R, 2009 Pak. J. Bot., 41:1927. Scheuer PJ (Ed.), 1978 Marine Natural Products: Chemical and Biological Perspectives. Academic Press, New York.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
86
8 GOLONGAN GLIKOSIDA
Glikosida adalah suatu molekul di mana gula terikat pada tan gula melalui ikatan glikosida. Glikosida memegang peranan penting dalam organisma hidup. Banyak tumbuhan menyimpan bahan kimia dalam bentuk glikosida tidak aktif. Bahan ini dapat diaktifkan melalui hidrolisis dengan bantuan enzim. Pada proses tersebut, bagian gula lepas dari bagian tan gula. Dengan cara itu, bahan kimia yang telah terpisah tersebut dapat digunakan. Banyak glikosida tumbuhan digunakan sebagai bahan obatobatan. Namun pada manusia dan hewan, racun sering terikat glikosida sebagai cara membuangnya dari tubuh. 1. Kelas Glikosida Senyawa glikosida dibentuk dari bahagian gula dan bahagian tan gula melalui ikatan glikosida. Cincin molekul gula memiliki atom C anomer hemiasetal seperti yang diilustrasikan pada gambar 1. Ikatan glikosida hanya dapat terjadi pada atom C anomer hemiasetal ini. Penggambaran molekul gula dalam proyeksi Haworth memiliki konsekuensi stereokimia terhadap posisi –OH pada C anomer. α anomer terbentuk bila gugus –OH berorientasi aksial, dan β anomer terjadi bila gugus –OH berorientasi ekuatorial. Ikatan glikosida yang terjadi antara gula dan tan gula mengikuti orientasi gugus –OH dimaksud seperti yang diilustrasikan pada gambar 2 dan 3. Setiap glikosida mengandung dua spesi molekul yaitu bahagian gula dan bahagian tan gula. Bahagian gula disebut glikon, dan bahagian tan gula disebut aglikon seperti yang diilustrasikan pada gambar 4. Glikon dapat terdiri atas kelompok gula tunggal (monosakarida) atau beberapa kelompok gula (oligosakarida). Berbagai pendekatan digunakan para pakar bahan alam untuk mengelompokkan glikosida. Ada pengkategorian berdasarkan glikon, aglikon, atau berdasarkan atom dari bahagian tan gula KIMIA BAHAN ALAM LAUT
87
yang berikatan glikosida dengan bahagian gula. Berdasarkan atom dari tan gula yang berikatan glikosida dengan gula (disebut juga jenis ikatan glikosida), glikosida dikelaskan atas ikatan O-glikosida, N-glikosida (glikosilamin), S-glikosida (thioglikosida), atau C-glikosida. H OH H
C anomer hemiasetal
O
HO HO
OH
H
OH
H
H
(a)
H OH H
C anomer asetal
O
HO HO
OR
H
OH
H
R=H
H
(b)
Gambar 1. Ilustrasi C anomer hemiasetal (a) dan asetal (b)
H OH H
C anomer
O
HO HO
H
H
OH
H
+
tangula
HO
OH posisi a
H OH H
O
HO HO
H H
H
+
OH O
HOH
tangula
ikatan glikosida
Gambar 2. Ilustrasi ikatan -O-glikosida
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
88
H OH C anomer
H O HO HO
OH
H
OH
H
H
tangula
HO
+
posisi
H OH H O
ikatan glikosida
HO O
HO
H
tangula
+
HOH
OH H
H
Gambar 3. Ilustrasi ikatan -O-glikosida
OH O
aglikon
OH O
OH OH
tan gula
glikon
Gambar 4. Bahagian glikon dan aglikon dalam suatu glikosida
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
89
2. Kelompok Glikosida berdasarkan Kelasnya Tabel 2. Kelompok glikosida dan deskripsi contoh metabolit keduanya Kelas Kelompok Deskripsi contoh metabolit keduanya X
O
H
Angusiklin
C-glikosida
O O HO
N H
1, X = H 2, X = Cl
Senyawa marmisin A (1) dan marmisin B (2) diisolasi dari aktinomiseta laut genus Streptomyces. Senyawa 1 menunjukkan aktifitas sitotoksik sel tumor (Martin et al. 2007) O
O O
HO
O-glikosida
O
HO
3
OH
Asam R-3-hidroksiundekanoat metilester-3-Oα-L-rhamnopiranosida (3) diisolasi dari jamur yang berasal dari mangrove Scyphiphora hydrophyllacea. Senyawa glikosida asam lemak ini menunjukkan aktifitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus (Zeng et al. 2012).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
90
OH OH HO O
HO HO
O
O
O-glikosida
OSO3-
OH
O
4
Senyawa luteolin 7-O-b-d-glukopiranosil-2”sulfat (4) diisolasi dari rumput laut Thalassia testudinum. Senyawa ini menunjukkan bioaktif terhadap mikroorganisma jamur zoospora (Jensen et al. 1998).
O H
H O
Saponin
O-glikosida
HO HO HO
OH
H
OH
O H
O-Glk
5
Senyawa pandarosida A (5) yang diisolasi dari bunga karang Pandaros acanthifolium memperlihatkan aktivitas antitumor terhadap tiga lini sel tumor manusia (A-549 sel kanker paru-paru, sel-sel kanker perut besar HT-29, dan MDAMB-231 sel kanker payudara) pada konsentrasi ≥ 10 µg/mL (Cachet et al. 2009).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
91
O
O
HN
HO
HN
O
N
O
HO
O O
OH
S-glikosida
Nuklesisa
N-glikosida
OH
6
N OH
OH
7
Spongotimidina (6) diisolasi dari bunga karang Cryptotethia crypta. Senyawa ini (dikenal juga sebagai Ara-T) menunjukkan aktifitas antivirus terhadap Herpes simplex virus (HSV), dan Varicella zoster virus (VSV) dengan ID50 0,250,50 µg/mL (Bergmann & Feeney 1951). Senyawa spongouridina atau Ara-U (7) diisolasi dari gorgonia Eunicella cavolini. Ara-U memperlihatkan aktifitas antivirus terhadap HSV (Utagawa et al. 1980). Senyawaan metabolit kedua yang sumber organismanya berasal dari laut telah banyak diungkapkan. Satu diantaranya adalah metabolit kedua yang mengandung belerang dalam molekulnya. Namun, molekul yang memiliki fitur S-glikosida sangat jarang diungkapkan. Penelusuran kepustakaan menunjukkan bahwa bahasan senyawaan S-glikosida didominasi dalan cakupan sintesis baik sebagai produk antara atau sebagai produk akhir. Banyak senyawaan S-glikosida berasal dari organisma daratan. Oleh karena cakupan buku ini hanya pada bahan alam laut, materi dimaksud tidak dibicarakan. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
92
Rujukan Bergmann W, Feeney R, 1951 J. Org. Chem., 16:981. Brito-Arias M, 2007 Synthesis and Characterization of Glycosides, Springer, New York: 364 hlm. Cachet N, Regalado EL, Genta-Jouve G, Mehiri M, Amade P, Thomas OP, 2009 Steroids, 74:746. Dewick PM, 2002 Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach, John Wiley & Sons, United Kingdom: 487 hlm. Fenical W, 1982 Science, 215:923. Jensen PR, Jenkins KM, Porter D, Fenical W, 1998 Appl. Environ. Microbiol., 64:1490. Martin GDA, Tan LT, Jensen PR, Dimayuga RE, Fairchild CR, RaventosSuarez C, Fenical W, 2007 J. Nat. Prod., 70:1406. Utagawa T, Morisawa H, Miyoshi T, Yoshinaga F, Yamazaki A, Mitsugi K, 1980 FEBS Letters, 109:261. Zeng YB, Wang H, Zuo WJ, Zeng B, Yang T, Dai HF, Mei WL, 2012 Mar. Drugs, 10:598.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
93
9 GOLONGAN PEPTIDA
Peptida adalah molekul yang terbentuk dari monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan amida (disebut juga ikatan peptida). Ikatan amida terjadi antara gugus –OH dari gugus asam suatu monomer asam amino dengan –H dari gugus basa monomer asam amino yang lain seperti diilustrasikan pada gambar 1. gugus asam
gugus basa
H
R'
H H N
OH
H2N
ikatan amida O -H2O
+
O
asam amino
H
R"
OH
R'
H
H2N
O
H N
O H
R"
OH
asam amino Gambar 1. Ilustrasi pembentukan ikatan amida
Asam amino-asam amino dalam peptida disebut residu asam amino. Kecuali pada peptida siklik, semua peptida memiliki residu terminal N (atau terminus N, atau terminus amina) dan terminal C (atau terminus C, atau terminus karboksil), seperti diilustrasikan pada gambar 2. Konvensi untuk menulis urutan peptida adalah menempatkan terminal C di sebelah kanan dan menulis urutan residu asam amino dari terminal N ke terminal C seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 berikut. Peptida siklik adalah rantai polipeptida dimana terminus amina dan terminus karboksil berikatan amida sehingga membentuk rantai melingkar. Proses dimana peptida siklik terbentuk dalam sel belum sepenuhnya dipahami. Satu dari beberapa sifat yang menarik pada peptida siklik adalah kecenderungannya resisten terhadap proses pencernaan. Sifat KIMIA BAHAN ALAM LAUT
94
bawaan ini digunakan sebagai perancah obat yang akan disalurkan ke sasarannya.
O
ikatan amida H
R'
terminal C
H N
OH H R"
H2N O
terminal N residu asam amino
residu asam amino
Gambar 2. Ilustrasi terminal N dan terminal C pada peptida
O HOH C 2
H
H
H N
OH
H 2N
N H O
Alanin
H
H
O
Glisin
Serin
Tripeptida Ala-Gly-Ser Gambar 3. Ilustrasi tata urut residu asam amino dalam peptida
1. Kategori Peptida Sejumlah monomer asam amino bergabung melalui ikatan amida membentuk polimer peptida dan protein. Peptida dibedakan dari protein berdasarkan kuantitas residu asam amino dalam molekulnya. Oligopeptida adalah peptida yang merangkai 2 hingga 20 residu asam amino. Polipeptida adalah peptida yang merangkai 21 hingga 50 residu asam amino. Protein adalah polipeptida yang mengandung lebih dari 50 residu asam amino, seperti yang dipaparkan pada tabel 1. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
95
Dalam upaya mengelompokkan peptida, para pakar ada yang mengusulkan atas dasar fungsinya, jumlah asam aminonya, panjang rantainya, asiklik atau siklik rantainya, atau asal aktifitas hormon pembentuk peptidanya. Dalam buku ini, pendekatan terbuka atau tertutupnya rantai dalam molekul peptida dirujuk sebagai dasar pengelompokkan seperti yang diungkapkan pada tabel 1.
Oligopeptida
Tabel 1. Kategori peptida berdasarkan jumlah residu asam aminonya Σ residu Σ ikatan Sebutan Kategori asam amino amida 2 1 dipeptida 3 2 tripeptida tetrapeptida 4 3 5 4 pentapeptida 6 5 heksapeptida 7 6 heptapentida 8 7 oktapeptida 9 8 nonapeptida 10 9 dekapeptida 20 19 ikosapeptida 30 20 trikontapeptida 40 39 tetrakontapeptida Polipeptida 50 49 pentakontana >50 >49 protein Protein
2. Kelas dan Kelompok Peptida Pemahaman terhadap peptida sangat ditentukan oleh pengertian terhadap batasan-batasan yang melingkupi terminologi berikut: Ikatan eupeptida adalah ikatan amida yang terbentuk antar residu asam aminonya secara normal (antara gugus α-karboksil dengan gugus αamina). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
96
Ikatan isopeptida adalah ikatan amida yang terbentuk antar residu asam aminonya dimana salah satu ikatan amidanya terjadi bukan pada αkarbon dari gugus karboksil Peptida asiklik adalah peptida yang residu asam aminonya tidak membentuk siklik dalam molekulnya. Peptida siklik adalah peptida yang residu asam aminonya membentuk siklik, minimal satu siklik, dalam molekulnya. Homodeta yaitu peptida terbentuk melalui ikatan eupeptida. Heterodeta yaitu peptida terbentuk baik dengan ikatan eupeptida maupun ikatan isopeptida. Depsipeptida adalah peptida di mana satu atau lebih dari ikatan amida (CONHR) digantikan oleh ikatan ester (COOR). Lipopeptida adalah molekul yang terdiri atas lipid terhubung ke peptida. Analogpeptida adalah peptida di mana gugus -CONH- dari residu asam amino digantikan oleh gugus lain. Merujuk pada pengkategorian atas dasar siklisasi, bahasan golongan ini dipetakan dalam tabel 2 berikut. Tabel 2. Kelompok peptida dan deskripsi contoh metabolit keduanya Kelas Kelompok Deskripsi contoh metabolit keduanya NH2
HN
NH
Homodeta
Asiklik
OH
O
O H N
N N H O
OH
OH N H
O
O
1
Senyawa nazumamida A (1) diisolasi dari bunga karang Theonella sp. Senyawa 1 memperlihatkan aktifitas penghambatan thrombin (Fusetani et al. 1991). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
97
HN N O H N
H N
O
N H O
OH H2N
Homodeta
Asiklik
Br
N H
HO
2
OH
Senyawa halosiamina A (2) diisolasi dari ascidia Halocynthia oretz. Senyawa ini mempertunjukkan aktifitas antivirus terhadap virus RNA ikan pada sel RTG2 (Azumi et al. 1990). O O O
O
N NH
N
N
O
O O
Heterodeta
Asiklik
O N X OH
3, X = OH 4, X = H
Mikrokolin A (3) dan mikrokolin B (4) diisolasi dari alga hijau biru Venezuela Lyngbya majuscula. Senyawaan tersebut memperlihatkan aktifitas penghambatan lini sel leukemia P-388 pada in vitro (Koehn et al. 1992).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
98
H N
H N O
O
O
O
O
HN O
NH
H 2N O
Heterodeta
Asiklik
O
HN
HN
O
HN
N O
O
5
Senyawa mitsoamida (5) diisolasi dari sianobakteri laut Geitlerinema sp. Zat ini memperlihatkan sitotoksik yang sangat kuat terhadap lini sel kanker paru-paru manusia (H-460) dengan IC50 460 nM (Andrianasolo et al. 2007).
O H N
N
N
N
O
O O
Depsipeptida
Asikik
O
O N
6
N
O O
O
Senyawa dolastatin 15 (6) yang diisolasi dari sea hare Dolabella auricularia mempertunjukkan aktifitas penghambatan polimerisasi tubulin dengan IC50 23 µM (Petit et al. 1989). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
99
OH
O
OH
O
Lipopeptida
Asiklik
N
N
N H
N
Cl
O
O
NH2
HO
O
7
Senyawa mikroginin (7) diisolasi dari alga hijau biru Microcystis aeruginosa. Senyawa ini memiliki aktifitas menghambat enzim pengubah angiotensin pada IC50 7 µg/mL (Okino et al. 1993).
O H N N
N N
O
O
O
Analogpeptida
Asiklik
O
8
O
NH S N
Senyawa dolastatin 10 (8) diisolasi dari sea hare Dolabella auricularia. Senyawa ini memperlihatkan penghambatan polimerisasi tubulin dengan IC50 1,2 µM (Petit et al. 1987).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
100
NH
O H N
OH N
Homodeta
Asiklik
O
O
N
9
Senyawa hemiasterlin (9) diisolasi dari bunga karang Hemiasterella minor. Zat ini memiliki aktifitas sitotoksik terhadap lini sel tumor (Talpir et al. 1994). NH2
HN
HN
NH O O
H N
NH O
Homodeta
Siklik
HN
N
O N
O O
N
O
HN
10
Senyawa himenamida A (10) diisolasi dari bunga karang Hymeniacidon sp. Senyawa 10 memperlihatkan aktifitas antijamur terhadap Candida albicans (MIC 33 µg/mL) dan Cryptococcus neoformans (MIC < 133 µg/mL) (Kobayashi et al. 1993). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
101
O
H N
N
O
N H
O O
NH
Heterodeta
Siklik
N S
CONH2
N
H N
S O
11
Senyawa dolastatin 3 (11) diisolasi dari sea hare Dolabella auricularia. Dolastatin 3 memiliki aktifitas menghambat pertumbuhan lini sel leukemia P-388 (Petit et al. 1987) O O N H
N
Heterodeta
Siklik
S
O N
HN
N
O
O
HN
O
N
12
Senyawa leukamida A (12) diisolasi dari bunga karang Leucetta microraphis. Senyawa heptapeptida siklik ini mempertunjukkan moderat sitotoksik terhadap beberapa lini sel tumor (Kehraus et al. 2002).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
102
OH O N N H O
NH
O
N H
O
N
O
H N
Depsipeptida
Siklik
O
H N
O
O
O
CO2H
13 OH
Senyawa mikropeptin SD944 (13) yang diisolasi dari alga hijau biru Microcystis aeruginosa mempertontonkan aktifitas penghambatan terhadap tripsin dengan IC50 8 µg/mL (Okino et al. 1993).
O
H N N
N
CO2H O
Depsipeptida
O
Siklik
O
O
O
N O
O
NH O
H N
N
O NH2
14
Bunga karang Discodermia kiiensis mensintesa senyawa diskokiolida A (14). Senyawa ini memiliki sifat sitotoksik terhadap lini sel tumor P-388 (IC50 2,6 µg/mL), dan HT-29 (IC50 1,2 µg/mL) (Kim et al. 1996). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
103
O HN O
NH O
Lipopeptida
Siklik
NH
OH H N
HO
O
O
15
O
Anabaenolisin A (15) diisolasi dari sianobakteri bentik genus Anabaena. Senyawa ini menunjukkan aktifitas sitotoksik terhadap beberapa lini sel mammalia, dan menghemolisis sel darah merah pada 0,25 µM (Jokela et al. 2012).
OH
H N
Analogpeptida
Siklik
O
O N H
H N
O
H N
N O
O
O
O
N
O
O
H N
N H
HO
NH
O
16
N H
Br
Senyawa keramamida B (16) yang diekstrak dari bunga karang Theonella sp. ini memperlihatkan aktifitas penghambatan pembentukan anion super oksida pada neutrofil manusia (Kobayashi et al. 1991).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
104
O S
N H
O N
N O
NH
HN
O
Heterodeta
Siklik
N S
N H N
O
O 17
Patellamida E (17) diekstrak dari ascidia Lissoclium patella yang dikoleksi di Pulau Salu, Singapura. Senyawa ini menunjukkan aktifitas sitotoksik terhadap lini sel tumor usus besar manusia (IC50 125 µg/mL) pada in vitro (McDonald & Ireland 1992).
Rujukan Andrianasolo EH, Goeger D, Gerwick WH, 2007 Pure Appl. Chem., 79:593. Azumi K, Yokosawa H, Ishii S, 1990 Biochemistry, 29:159. Fusetani N, Nakao Y, Matsunaga S, 1991 Tetrahedron Lett., 32:7073. Jokela J, Oftedal L, Herfindal L, Permi P, Wahlsten M, Doskeland SO, Sivonen K, 2012 PLos One, 7:e41222. Kehraus S, Konig GM, Wright AD, Woerheide G, 2002 J. Org. Chem., 67:4989. Kim H, Kim HS, Lee J, 1996 J. Kor. Chem. Soc., 40:692. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
105
Kobayashi J, Hagaki F, Shigemori H, Ishibashi M, Takahashi K, Ogura M, Nagasawa S, Nakamura T, Hirot H, Ohta T, Nozoe S, 1991 J. Am. Chem. Soc., 113:7812. Kobayashi J, Tsuda M, Nakamura T, Mikami Y, Shigemori H, 1993 Tetrahedron, 49:2391. Koehn FE, Longley RE, Reed JK, 1992 J. Nat. Prod., 55:613. McDonald LA, Ireland CM, 1992 J. Nat. Prod., 55:376. Okino T, Matsuda H, Mukarami M, Yamaguchi K, 1993 Tetrahedron Lett., 34:501. Okino T, Murakami M, Haraguchi R, Manekata H, Matasuda H, Yamaguchi K, 1993 Tetrahedron Lett., 34:8131. Petit GR, Kamano Y, Dufresne C, Cerny RL, Herald CL, Schmidt JM, 1989 J. Org. Chem., 54:6005. Petit GR, Kamano Y, Herald CL, Tuinman AA, Boettner FE, Kizu H, Schmidt JM, Baczynskyj L, Tomer KB, Bontems RJ, 1987 J. Am. Chem. Soc., 109:6883. Petit GR, Kasmano Y, Holzapfel W, Van Zyl WJ, Tuinman AA, Herald CL, Baczynskyl L, Schmidt JM, 1987 J. Am. Chem. Soc., 109:7581. Talpir R, Benayahu Y, Kashman Y, Pannel L, Schleyer M, 1994 Tetrahedron Lett., 35:4453.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
106
10 GOLONGAN POLIKETIDA
Poliketida adalah senyawa polimer yang dibentuk dari monomer asetil (CH3CO−) dan propionil (CH3CH2CO−) dalam struktur molekulnya. Poliketida dikategorikan atas tiga tipe berdasarkan modul poliketida sintase (PKS) dari bakteri streptomiseta. Menurut konsep ini, poliketida dihasilkan dari kondensasi prekursor asil-CoA yang dikatalis oleh poliketida sintase (PKS). Karbon berkerangka poliketida selanjutnya dimodifikasi berdasarkan pemograman yang dikodekan oleh modul PKS (ketoreduktase, dehidratase, atau enoilreduktase). Kategorisasi ini masih diperdebatkan oleh para pakar bahan alam. Merujuk pada kategorisasi tersebut, poliketida dibedakan atas: (a) tipe I (PKS bakteri) yang menghasilkan senyawaan makrolida dan ketolida, (b) tipe II (PKS bakteri) yang menghasilkan molekul bersistem siklik aromatik dalam molekulnya, dan (c) tipe III (PKS tumbuhan) yang menghasilkan molekul bersifat aromatik dalam molekulnya. Oleh karena masih terjadi kesimpangsiuran informasi berkenaan dengan kategori ini, bahasan poliketida difokuskan pada kelompoknya.
1. Fitur Struktur Molekul Poliketida Golongan poliketida telah disepakati oleh pakar bahan alam pengelompokkannya berdasarkan fitur struktur molekul. Berbagai rangka bangun molekul yang dipertontonkan oleh golongan ini didesain terutama oleh bakteri, jamur, dan tumbuhan, bahkan oleh protista. Bahasan golongan poliketida lebih mudah dimengerti pemahamannya melalui kekhasan fitur struktur molekul kelompoknya, seperti yang dipaparkan pada tabel 1 berikut.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
107
Tabel 1. Deskripsi fitur struktur molekul poliketida Kelompok
Deskripsi kelompok molekul
O
O OH O
H HN S
Makrolida
O
Latrunkulin A
H
HO
O
H
O
O
O
O OH
Amfidinin B
Makrolida adalah senyawa lakton yang dibangun dari prekursor poliketida. Fitur makrolida ditunjukkan pada contoh senyawa latrunkulin A (Kashman et al. 1982), dan amfidinin B (Kubota et al. 2006).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
108
O
O
HN
O
O
O
Ketolida
H
HO
OH
Lankasidin C
Ketolida adalah makrolida yang mengandung gugus keto pada siklik laktonnya. Contoh senyawa ketolida diwakili oleh lankasidin C (Harada 1975). O O
Ansamisin
O
O
Krispaton O
Ansamisin adalah poliketida yang pada rantai utamanya terdapat gugus aromatik dijembatani oleh rantai alifatik. Perbedaan utama antara berbagai turunan dari ansamisin adalah bagian aromatik (dapat naftalena, naphthoquinon, benzena, atau benzoquinon). Contoh fitur ansamisin diwakili oleh senyawa krispaton (Ksebati & Schmitz 1985).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
109
OH
O
OH
OH
OH
HOOC
HO
O
O
OH
OH Amfoterisin B
NH2
Poliena
OH
OH
HO O
OH
Poliena adalah senyawa organik yang mengandung ikatan karbon-karbon ganda dan tunggal berselang seling (—C=C—C=C—) atau ikatan konjugasi. Senyawa organik dengan dua ikatan rangkap karbonkarbon disebut diena; dengan tiga ikatan rangkap karbon-karbon disebut triena; dengan empat ikatan rangkap karbon-karbon disebut tetraenes, dan seterusnya disesuaikan dengan banyaknya ikatan rangkap duanya. Contoh fitur poliena diwakili oleh senyawa amfoterisin B (Baginski & Czub 2009). OH H H
O
H O
Polieter
O H
O H
CHO
H
OH Hemibrevetoksin B
Polieter umumnya mengacu pada polimer yang mengandung gugus fungsional eter dalam rantai utamanya. Eter umum terdapat dalam karbohidrat dan lignin. Senyawa hemibrevetoksin B (Prasad & Shimizu 1989) merupakan contoh fitur kelompok ini.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
110
O
OH OH
Tetrasiklin
OH
OH
O OH OH Komodokuinon B
Tetrasiklin adalah poliketida yang memiliki empat siklik yang sama dalam rantai utamanya. Contoh fitur senyawaan ini adalah komodokuinon B (Itoh et al. 2003).
O
Asetogenin
O
O
Asam 5-(10-metildodekanil)-3,5dimetil-1,2-dioksolan-3-asetat
OH
Asetogenin adalah poliketida yang dicirikan oleh rantai karbon lurus yang mengandung gugus fungsional oksigen (contohnya: hidroksil, keton, lakton, epoksida, tetrahidrofuran, atau tetrahidropiran, atau butenolida). Contoh fitur asetogenin direpresentasikan oleh asam 5(10-metildodekanil)-3,5-dimetil-1,2-dioksolan-3-asetat (Munro et al. 1987).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
111
OH OH
OH
O
O
H N
O
Beragam fitur
O O
O
O
Mikalamida A
Banyak senyawaan yang telah ditemukan belum dapat dikategorikan ke dalam salah satu golongan tertentu yang telah umum diketahui dan disepakati penggolongannya. Senyawaan yang demikian dimasukkan dalam golongan poliketida kelompok beragam fitur struktur molekulnya. Contoh fitur kelompok ini adalah senyawa mikalamida A (Jimenez et al. 2010).
2. Kelompok Poliketida Merujuk pada fitur struktur molekul poliketida dalam kelompoknya, kajian terhadap contoh-contoh metabolit kedua yang tercakup dalam golongan ini disajikan dalam tabel 2 berikut. Perlu diperhatikan, keunikan fitur struktur molekul dalam berbagai perspektif kadang kala sukar teramati. Cermati keseluruhan rantai utamanya untuk mendapati fitur dimaksud. Bahasan materi ajar dibangun dengan pendekatan struktur molekul, nama senyawa, sumber organisma laut darimana senyawa itu diperoleh, dan sifat bioaktif senyawa tersebut. Pendekatan tersebut diharapkan mampu menggambarkan figur suatu senyawa dalam tataran kelompok dan golongan metabolit kedua.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
112
Tabel 2. Kelompok poliketida dan deskripsi contoh metabolit keduanya Kelompok
Deskripsi contoh metabolit keduanya
O O
O
H
O
O
H N CHO
N H HO
Makrolida
1
Senyawa iejimalida A (1) diekstraksi dari tunicate Eudistoma cf. rigida dan Cystodytes sp. Iejimalida A mempertunjukkan aktifitas antitumor dan antiostioporosis via penghambatan V-ATPase (Kobayashi 2009). O O O
OH
O
O
O O
O
OH
O
O
2
Senyawa loboforolida (2) diekstraksi dari rumput laut Lobophora variegata. Loboforlida memiliki aktifitas antijamur terhadap jamur laut Dendryphiella salina (IC50 0,034 µg/mL) dan Lindra thalassiae (IC50 0,135 µg/mL) (Kubanek et al. 2003)
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
113
O N O
N H O
O
O O
O
O
HN N
N H
O
Ketolida
3
Senyawa pitipeptolida A (3) diisolasi dari sianobakteri laut Lyngbya majuscula yang dikoleksi dari lubang bom Piti, Guam. Pitipeptolida A memperlihatkan aktifitas penolak makan sea urchin Echinometra mathaei, kepiting Menaethiusmonoceros sp. dan Cymadusa imbroglio. Zat ini memperlihatkan sifat tidak penolak makan terhadap sea hare Stylocheilus striatus yang khusus memakan sianobakteri (Tan & Goh 2009).
N
O O N O
O N
O O
H N
O O 4
Senyawa hantupeptin C (4) diekstraksi dari sianobakteri laut Lyngbya majuscula yang dikoleksi dari laguna barat Pulau Hantu, Singapora. Senyawa ini memiliki aktifitas antimenetap terhadap cyprid Amphibalanus Amphitrite dengan EC50 10,6 µg/mL (Tan & Goh 2009). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
114
OH
O O
OH
O
O O
O
5
Ansamisin
R
O
O O
O
O
6, R = CH3 7, R = CH2CHOHCH3
Senyawaan faeokromisin F (5), faeokromisin G (6), dan faeokromisin H (7) diisolasi dari aktinomiseta laut genera Streptomyces sp. strain DSS-18. Mikroorganisma itu dikoleksi dari sedimen laut dalam di Pasifik Barat. Ketiga senyawaan ini memiliki keaktifan sitotoksik terhadap lini sel HeLa dengan kecepatan penghambatan sebesar 9,4% (5), 1,0% (6), dan 46,0% (7) pada konsentrasi 10 µg/mL (Li et al. 2008). O
OH
Poliena
O
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
8
Senyawa bahamanolida A (8) diekstraksi dari aktinomeseta laut Streptomyces sp. Senyawa poliena poliol ini memperlihatkan penghambatan yang sangat signifikan terhadap Candida albicans dan juga antijamur terhadap berbagai jamur patogen (Kim et al. 2012).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
115
HO H O H
Polieter
O
O
H
H
O H
O
O
H
H HO
O
H
H
O
H
O O H
O H H
O
H
10
Senyawa brevetoksin B (10) diisolasi dari dinoflagellata laut Gymnodinium breve. Dinoflagellata ini merupakan salah satu mikroalga yang menyebabkan pasang merah. Brevetoksin B atau disebut juga dengan BTX-B menunjukkan racun sangat kuat terhadap ikan Zebra air tawar Brachydano reria dengan LC50 16 ng/mL. BTX-B juga mempertunjukkan aktifitas sitotoksiknya (Nakanishi 1985). OH
O O
O
HO OH
O OH
O
O O 11
O OH
Senyawa asam okadaik (11) diisolasi dari bunga karang hitam Halichondria okadoi yang umum ditemukan di wilayah Jepang sepanjang pantai Pasifik. Senyawa ini menyebabkan orang menderita diare setelah mengkonsumsi kerang yang telah dijangkiti dinoflagellata genera Dinophysis. Diarrheic shellfish poisoning (DSP) disebabkan oleh zat ini (Gehringer 2004).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
116
O
Tetrasiklin
OH
HO
O
OH
O
12
HN
OH
Senyawa mayamisin (12) diisolasi dari Streptomyces sp. strain HB202 yang berasal dari bunga karang laut Halichondria panacea. Mayamisin memperlihatkan bioaktif terhadap lini sel kanker manusia, yaitu sel karsinoma hepatoselular (IC50 0,2 µM), sel adenokarsinoma kolon (IC50 0,3 µM), sel kanker perut (IC50 0,2 µM), sel kanker paru-paru (IC50 0,16 µM), sel kanker kelenjar susu (IC50 0,29 µM), sel kanker melanoma (IC50 0,13 µM), sel kanker pankreas (IC50 0,15 µM), dan sel kanker ginjal (IC50 0,33 µM) (Schneemann et al. 2010). O
OH
OH
O O OH
O OH
OH
OH
13
N
Senyawa komodokuinon A (13) diekstrak dari bakteri laut Streptomyces sp. strain KS3 yang dikoleksi dari sedimen laut. Senyawa ini memiliki bioaktif antitumor (Itoh et al. 2003). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
117
OH HO OH
OH O
OH
H
OH
OH
OH
O
OH
HO OH
OH OH
OH
HO OH
OH
OH
OH
OH
OH
Asetogenin
14
Senyawa amfidinol 3 (14) diekstrak dari dinoflagellata Amphidinium klebsii. Senyawa ini memiliki aktifitas antijamur Aspergillus niger dan hemolisa yang kekuatannya 120 kali dibandingkan dengan saponin yang dijadikan rujukan (Houdai et al. 2004).
O O O Br 15
Senyawa desepilaurallena (15) diisolasi dari alga merah laut Laurencia okamurai yang dikoleksi dari pantai Rongceng, Cina. Senyawa C12 asetogenin ini menunjukkankan aktifitas moderat antibakteri (Li et al. 2012).
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
118
O
O O
16
O
O
O
OH
O O
Berbagai fitur
17
Senyawa plakortenon (16) dan plakortida P (17) diekstrak dari bunga karang laut Plakortis angulospiculatus yang dikoleksi dari Brazil. Senyawaan ini menunjukkan sifat antiparasit terhadap Leishmania chagasi dan Trypanosona cruzi, serta aktifitas antiinflamasi (Kossuga et al. 2008).
O
O N O
OH
O
O
O N H
N OH
HO
18
O
Senyawa lajollamisin (18) diisolasi dari aktinomeseta laut Streptomyces nodosus strain NPS007994 yang dikoleksi dari sedimen laut Scripps Canyon, La Jolla, California. Senyawa ini menghambat pertumbuhan lini sel melanoma tikus dengan EC50 9,6 µM (Manan et al. 2005). KIMIA BAHAN ALAM LAUT
119
Rujukan Austin M, Noel J, 2003 Nat. Prod. Rep., 20:79. Austin MB, 2005 Structural and mechanistic determinations of biosynthetic functional diversity in the type III polyketide synthase superfamily, University of California Publiser, San Diego: 536 hlm. Baginski M, Czub J, 2009 Curr. Drug Metabol., 10: 459. Gehringer MM, 2004 FEBS Lett., 557:1. Harada S, 1975 Chem. Pharm. Bull., 23:2201. Houdai T, Matsuoka S, Matsumori N, Murata M, 2004 Biochim. Biophys. Acta, 91:1667. Itoh, T, Kinoshita M, Wei H, Kobayashi M, 2003 Chem. Pharm. Bull., 51:1402. Jimenez JT, Sturdikova M, Sturdik E, 2010 Acta Chim. Slovaca, 3:103. Kashman Y, Groweiss A, Carmely S, Kinamoni Z, Czarkie D,Rotem M, 1982 Pure Appl. Chem., 54:1995. Kim DG, Moon K, Kim SH, Park SH, Park S, Lee SK, Oh KB, Shin J, Oh DC, 2012 J. Nat. Prod., 75:959. Kobayashi J, 2009 Pure Appl. Chem., 81:1009. Kobayashi J, Shimbo K, Kubota T, Tsuda M, 2003 Pure Appl. Chem., 75:337. Kossuga MH, Nascimento AM, Reimao JQ, Tempone AG, Taniwaki NN, Veloso K, Ferreira AG, Cavalcanti BC, Pessoa C, Moraes MO, Mayer AMS, Hajdu E, Berlinck RGS, 2008 J. Nat. Prod., 71:334. Ksebati MB, Schmitz FJ, 1985 J. Org. Chem., 50:5637. Kubanek J, Jensen PR, Keifer PA, Sullards MC, Collins DO, Fenical W, 2003 PNAS, 100:6916. Kubota T, Endo T, Takahashi Y, Tsuda M, Kobayashi J, 2006 J. Antibiot., 59:512. Li J, Lu CH, Zhao BB, Zheng ZH, Shen YM, 2008 Beilstein J. Org. Chem., 4.46. Li XD, Miao FP, Ji NY, 2012 Fitoterapia, 83:518. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
120
Manan RR, Teisan S, White DJ, Nicholson B, Grodgerg J, Neuteboom ST, Lam KS, Mosca DA, Lloyd GK, Potts BC, 2005 J. Nat. Prod., 68:240. Muller R, 2004 Chemistry & Biology, 11:4. Munro MHG, Luibrand RT, Blunt JW, 1987 The Search for Antivirial and Anticancer Compounds from Marine Organisms, dalam Scheuer PJ (Ed.) Bioorganic Marine Chemistry 1, Springer, Berlin, hlm.141. Nakanishi K, 1985 Toxicon, 23:475. Prasad A, Shimizu Y, 1989 J. Am. Chem. Soc., 111:6476. Rimando AM, Baerson SR (Eds.), 2007 Polyketides: Biosynthesis, biological activity, and genetic engineering, American Chemical Society Publisher, Michigan: 282 hlm. Schneemann I, Kajahn I, Ohlendorf B, Zinecker H, Erhard A, Nagel K, Wiese J, Imhoff JF, 2010 J. Nat. Prod., 73:1309. Tan LT, Goh BPL, 2009 J. Coast. Dev., 13:1.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
121
GLOSARIUM Alkaloida
Anabolisma Asiklik
Bioassay
Biosintesis
Dehidratase
Dereplikasi
DMAPP Ekstrak Ekstraksi
: beragam bahan alam organik yang mengandung atom nitrogen dalam struktur molekulnya. : serangkaian jalur metabolisma yang membentuk molekul dari unit yang lebih kecil. : suatu senyawa kimia yang atom-atomnya tidak berada dalam rantai tertutup atau berada dalam rantai terbuka. : metode penentuan aktivitas biologi atau potensi zat, dengan menguji pengaruhnya terhadap pertumbuhan organisma. : proses katalisa enzim dalam sel organisma hidup dimana substrat diubah menjadi produk yang lebih kompleks. Proses ini jugadisebut biogenesis. Pembentukan senyawa kimia oleh enzim, baik dalam organisma (in vivo) atau dengan fragmen atau ekstrak sel (in vitro). : enzim yang mengkatalisis pemindahan oksigen dan hidrogen dari senyawa organik dalam bentuk air dalam rangka menghasilkan ikatan ganda α atau β. : proses penyarian atau pengecekan terhadap sampel sehingga tidak terambil sampel yang sudah dipelajari. : dimetilalil pirofosfat, prekursor isoprenoida : bahan padat, kental, atau cair yang diekstraksi dari simplisia. : pemisahan zat dari matriks dengan bantuan pelarut cair.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
122
Elusidasi Enoilreduktase Fenolat
FFPP Fiksasi
Filtrat Fitur struktur
FPP GFPP GGPP Glikosida
GPP Hidrofilik In vitro In vivo Isoprena
: penjelasan atau penafsiran sesuatu berdasarkan interpretasi data pendukung yang terkait. : domain yang mereduksi ikatan ganda α atau β menjadi ikatan tunggal. : beragam bahan alam organik yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil (OH) terikat pada cincin aromatik. : farnesilfarnesil pirofosfat, prekursor triterpenoid. : proses kimia dimana jaringan biologi yang diawetkan dari kerusakan, sehingga mencegah autolisis dan pembusukan. : cairan yang telah melewati penyaring. : rangkabangun molekul yang menunjukkan pola posisi atom dalam ruang dan ikatan antar atom-atom. : farnesil pirofosfat, prekursor sesquiterpenoid : geranilfarnesil pirofosfat, prekursor sesterterpenoid. : geranilgeranil pirofosfat, prekursor diterpenoid. : beragam bahan alam organik dimana gula terikat pada gugus fungsional lain melalui ikatan glikosida. : geranil pirofosfat, prekursor monoterpenoid : molekul atau entitas molekul lain yang cenderung larut dalam pelarut air. : media berlangsungnya kegiatan berada di luar. : media berlangsungnya kegiatan berada dalam sel. : senyawa organik dengan rumus molekul C5H8 dengan struktur CH2=C (CH3)CH=CH2. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
123
Isoprenoida Katabolisma
Ketoreduktase Kromatografi
Lipofilik Maserasi
Metabolisma
Metabolit kedua
: beragam bahan alam organik yang prekursornya berasal dari unit isoprena. : serangkaian jalur metabolisma yang memecah molekul menjadi unit-unit yang lebih kecil untuk melepaskan energi. (Contohnya: polisakarida dipecah menjadi monosakarida, lipid dipecah menjadi asam lemak, asam nukleat dipecah menjadi nukleosida, protein dipecah menjadi asam amino). : enzim yang mengkatalisis reaksi reduksi βketo menjadi β-hidroksi. : teknik pemisahan komponen dari campuran bahan kimia dengan menggerakkan campuran bersama bahan stasioner sebagai fasa diam. Komponen yang berbeda dari campuran dipisahkan oleh fasa diam pada tingkat yang berbeda dan membentuk pita terisolasi yang kemudian dapat dianalisis. : molekul atau entitas molekul lain yang cenderung larut dalam lipid. : metoda atau proses pemisahan suatu komponen dalam suatu simplisia padat dengan cara merendam atau menyeduh dengan pelarut tertentu. : serangkaian perubahan kimiawi dalam sel-sel organisma hidup, yang mencakup serapan zat, distribusi dan ekskresi, dalam rangka mendukung kehidupan. : senyawa organik (alkaloida, isoprenoida, glikosida, fenolat, poliketida, peptida) yang tidak secara langsung terlibat dalam
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
124
Metabolit pertama
:
Monomer
:
Organisma fototrof
:
Organisma litotrof
:
Organisma organotrof
:
Organisma
:
Penapisan fitokimia
:
Pengawetan
:
Peptida
:
Pereaksi
:
pertumbuhan normal, perkembangan, atau reproduksi organisma. senyawa organik (karbohidrat, asam amino, asam nukleat, asam organic, poliol, vitamin) yang terlibat langsung dalam pertumbuhan normal, perkembangan, dan reproduksi. molekul kecil yang dapat mengikat secara kimia dengan moleku kecil lainyan untuk membentuk polimer. organisma yang sumber energinya berasal dari sinar matahari atau cahaya. organisma yang memperoleh energinya dari substrat anorganik. organisma yang memperoleh energinya dari substrat organik. setiap sistem kehidupan yang mampu menanggapi rangsangan, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan (seperti hewan, jamur, mikroorganisma, atau tanaman). metoda untuk melacak keberadaan metabolit dalam suatu ekstrak simplisia tumbuhan. proses pencegahan dekomposisi sampel oleh pertumbuhan mikroba atau perubahan kimia yang tidak diinginkan. beragam bahan alam organik yang terbentuk dari dua atau lebih asam amino melalui ikatan amida. zat yang ditambahkan ke sistem dalam rangka mendeteksi keberadaan gugus fungsi tertentu atau untuk melihat jika reaksi terjadi.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
125
Perkolasi
PKS Poliketida
Polimer
Prekursor
Sampel Siklik
Simplisia
Sitotoksik Sonikasi
Soxhletasi
: metoda atau proses pemisahan suatu komponen dalam suatu simplisia padat dengan cara penyaringan cairan melalui media berpori. : poliketida synthases, enzim yang menghasilkan poliketida. : beragam bahan alam organik yang prekursornya berasal dari subunit asetil dan propionil. : molekul besar yang terdiri atas sejumlah molekul kecil sebagai subunit berulang. Subunit yang berulang dimaksud disebut monomer. : suatu senyawa yang menjadi materi pembentukan senyawa lain. Biasanya pembentukan dimaksud berlangsung dalam reaksi kimia. : sebahagian, potongan, atau segmen yang mewakili keseluruhan organisma. : suatu senyawa kimia yang atom-atomnya berada dalam struktur cincin atau rantai tertutup. : bahagian tertentu dari sampel yang belum mengalami pengolahan apa pun juga kecuali pengeringan. : tindakan merusak pada sel tertentu. : metoda atau proses pemisahan suatu komponen dalam suatu simplisia padat dengan cara menggunakan energi gelombang suara. : metoda atau proses pemisahan suatu komponen dalam suatu simplisia padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan pelarut tertentu. KIMIA BAHAN ALAM LAUT
126
Substrat Toksisitas
: reaktan yang digunakan selama reaksi yang ditindaklanjuti oleh enzim. : kemampuan suatu zat untuk merusak organisma yang mengakibatkan gangguan biologis hingga ke kematian.
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
127
PENJURUS
A A-549, 33, 39, 40, 91 Aaptamina, 68 Aaptos aaptos, 68 Acanthella cavernosa, 38 Adenokarsinoma, 117 Agelas oroides, 57 Aglikon, 87 Akridina, 50, 68, 69 Aktin, 61 Aktinomiseta, 90 Alga coklat, 36, 84 Alga hijau biru, 73, 98, 100, 103 Alga merah, 33, 34, 35, 42, 53, 82, 118 Alkaloida, 4, 5, 6, 7, 21, 22, 47, 48, 52 Alkaloida gabungan, 47, 48 Alkaloida poliamina, 47, 48 Alkaloida sejati, 47, 48 Alkaloida semu, 47, 48 Alteromonas, 57 Amfidinin B, 108 Amfidinol 3, 118 Amfimedina, 68 Amfoterisin B, 110 Amphibalanus Amphitrite, 114 Amphidinium klebsii, 118 Amphimedon sp., 68 Anabaena, 55, 104
Anabaenolisin A, 104 Anabaseina, 62 Anabolisma, 1, 2 Analogpeptida, 97, 100, 104 Anatoksin-a, 55 Androstan, 31 Angiosperma, 85 Angiotensin, 100 Angusiklin, 90 Ansamisin, 109, 115 Antagonis, 62 Antialergi, 82 Antibakteri, 38, 59, 118 Antibiotik, 41, 57 Anticacing kremi, 53 Anti-HIV, 40 Antiinflamasi, 12, 40, 43, 119 Antijamur, 60, 73, 101, 113, 115, 118 Antikanker, 12, 44, 77, 82 Antimenetap, 114 Antimikroba, 12, 15, 34, 40, 57, 59, 64, 66, 67, 70, 90 Antineoplastik, 54 Antioksidan, 77 Antiostioporosis, 113 Antiparasit, 69, 119 Antiplasmin, 84 Antisitotoksik, 82 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
128
Antitumor, 58, 65, 91, 113, 117 Antivirus, 12, 63, 92, 98 Antosianidin, 80 Aphanizomenon, 55 Aplisinopsin, 65 Aplysinopsis reticulata, 65 Ara-T, 92 Ara-U, 92 Arginina, 7, 48 Asam 4,5-dibromopirol-2karboksilat, 57 Asam amino, 1, 3, 7, 24, 47, 94, 95, 96, 97 Asam antranilat, 7, 50 Asam asetat, 17 Asam domoat, 53 Asam galat, 7, 80, 82 Asam glutamat, 7, 51 Asam ibotenat, 6, 49 Asam lemak, 1, 2, 3, 16, 90 Asam mevalonat, 7, 52 Asam nikotinat, 6, 49 Asam nukleat, 2, 3 Asam okadaik, 116 Asam oktanoat, 7, 48 Asam sinamat, 8 Asam α-kainat, 53 Ascidia, 69, 98, 105 Asetil, 7, 107 Asetogenin, 118 Asmarina A, 67 ASP, 53
Aspergillus niger, 118 Astaksantin, 44 ATP K⁺, 59 ATP Na⁺, 59 Axinella cristagalli, 44
B Babylonia japonica, 65 Badan golgi, 4 Bahamanolida A, 115 Bakteri, 117 Bakteri, 4 Bioassay, 12, 15 Bioflavonoid, 78, 79, 82 Biosintesis, 4, 5 Bonellia viridis, 58 Bonellin, 58 Botrytis cinerea, 73 Boxfish, 72 Brachydano reria, 116 Brevetoksin B, 116 Bryozoa, 56, 66 BTX-B, 116 Bulu babi, 58, 67
C Cacing laut, 62, 63 Californian mussel, 71 Callinectes sapidus, 43 Candida albicans, 101, 115 Candida albicans, 57, 59 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
129
Caulerpa lamourouxii, 64 Caulerpin, 64 Cefalostatin I, 63 Cembrena, 34, 35 Cephalodiscus gilchristi, 63 C-glikosida, 88, 90 Chondria armata, 53, 72 Clavelina lepadiformis, 54 Clostridium feseri, 38 Colletotrichum lagenarium, 34 Corallina officialis, 53 Cryptococcus neoformans, 101 Cryptotethia crypta, 92 Cylindrosperum, 55 Cymadusa imbroglio., 114 Cystodytes dellechiajei, 69 Cystodytes sp., 113
D Dendryphiella salina, 113 Depsipeptida, 97, 99, 103 Desepilaurallena, 118 Desinfektan, 77 Desmetilfidolopin, 66 Diarrheic shellfish poisoning (DSP), 116 Digenia simplex, 53 Dinoflagellata, 116, 118 Dinophysis., 116 Dioksolan, 111 Discodermia kiiensis, 103 Diskokiolida A, 103
Diterpena, 28, 31, 34, 35, 36, 37, 38, 73 DMAPP, 28 Dolabella auricularia, 99, 100, 102 Dolastatin 10, 100 Dolastatin 15, 99 Dolastatin 3, 102 Dysidea herbacea, 60
E Echinometra mathaei, 114 Ecklonia cava, 84 Ecklonia kurome, 84 ED50, 42, 64 Efek depresi, 72 Ekstraksi arus terbalik, 14 Ekstraksi berfermentasi, 14 Ekstraksi berseri, 17 Ekstraksi gelombang mikro, 14 Ekstraksi sonikasi, 14 Ekstraksi, 14, 16, 17, 18 Escherichia coli, 57 Eudistoma cf. rigida, 113 Eudistoma cf. rigida, 62 Eudistoma olivaceum, 63 Eudistomin A, 63 Eunicea mammosa, 38 Eunicella cavolini, 92 Eunisin, 38 Euplotes crassus, 34 Euplotin C, 34 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
130
F Faeokromisin F, 115 Faeokromisin G, 115 Faeokromisin H, 115
Farnesen, 30 Fascaplysinopsis reticulata, 65 Fenetilamina, 51, 72 Fenilalanina, 7, 49, 50, 51 Fenolat, 5, 7, 15, 21, 77, 78, 81, 82 FFPP, 29 Fiksasi, 77, 12 Fillofolakton B, 40 Fillofolakton M, 40 Fillofolaktor A, 41 Fitokimia, 21, 25 Fitosterol, 22 Fitur, 5, 6, 30, 32, 33, 47, 48, 52, 54, 77, 78, 81, 92, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 119 Flavan, 5, 7 Flavan-3,4-diol, 79 Flavan-3-ol, 79, 80, 84 Flavan-4-ol, 79 Flavanon, 78 Flavanonol, 78 Flavon, 78, 82 Flavonoid, 4, 5, 7, 15, 22, 23, 79, 81 Flavonol, 78 Flavonon, 23
Fleksibilin A, 35 Florofukofuroekol A, 84 Floroglusinol, 80 Florotanin, 81, 84 Flustra foliacea, 73 Flustramina E, 73 Fomaktin K, 36 Fotoproteksi, 44, 45 Fototrof, 1 FPP, 28 Frajunolida P, 37 Frajunolida Q, 37 Frajunolida R, 37
Fukodifloretol G, 84 Fungisida, 56 Fusarium multiseries, 53
G Gastropoda, 65 Gatal-gatal, 66, 73 Geitlerinema sp., 99 GFPP, 29, 31 GGPP, 28, 31 Gimnosperma, 85 Glikon, 87 Glikosida, 4, 5, 7, 22, 23, 87, 88, 90, 91, 92 Glikosilamin, 88 Gonana, 6 Gonyaulax catenella, 71 Gorgonia, 37, 38, 92 GPP, 28 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
131
Gramina, 85 Guanidina, 51, 70, 71 Gurita, 71 Gymnodinium breve, 116
H H-460, 99 Halichondria okadoi, 116 Halichondria panacea, 117 Halocynthia oretz., 98 Halosiamina A, 98 Hantupeptin C, 114 Hapalochlaena maculosa, 71 HCT-116, 40 HCT-8, 33 Hektoklorin, 61 Hemiasetal, 87 Hemiasterella minor, 101 Hemiasterlin, 101 Hemibrevetoksin B, 110 Hemiterpena, 28 Hemolisa, 104, 118 Herpes simplex virus, 92 Heterodeta, 97, 98, 99, 102, 105 Hexabranchus sanguineus, 59, 60 Himenamida A, 101 Hippolida A, 40 Hippolida B, 40 Hippospongia cf. metachromia, 39 Hippospongia lachne, 40
Hipposulfat A, 39 Hipposulfat B, 39 Homoanatoksin-a, 55 Homodeta, 97, 98, 101 Homogenisasi, 16 HSV, 92 HSV-1, 63 HT-29, 39, 91, 103 Hymeniacidon sp., 101
I IC50, 84, 99, 100, 103, 105, 113, 117 Ichthyotoxicity, 72 ID50, 92 Iejimalida A, 113 Ikatan amida, 94, 95, 96, 97 Ikatan eupeptida, 96, 97 Ikatan glikosida, 87, 88 Ikatan isopeptida, 97 Ikatan peptida, 47 Imadazola, 49, 58 In vitro, 54, 55, 69, 72, 98, 105 Indola, 50, 63, 64, 65, 66 Inflamasi, 40, 43, 70 Infus, 18 Ishige okamurae, 36 Isoflavonoid, 79 Isoprena, 27, 28, 29 Isoprenoida, 5, 6, 21, 27,28,29, 30, 31 Isoquinolina, 50, 67 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
132
Isoxazola, 59
J Jalur malonil-CoA, 5 Jalur mevalonat, 5 Jalur pentosa fosfat, 5 Jalur shikimat, 5 Jamur, 90, 91, 107, 113, 115 Janolus cristatus, 52 Janolusimida, 52 Jaspis stellifera, 42 Junceella fragilis., 37
K Kabiramida A, 60 Kallinekdison, 43 Kanker ginjal, 117 Kanker kelenjar susu, 117 Kanker melanoma, 117 Kanker ovari, 63 Kanker pankreas, 117 Kanker paru-paru, 33, 91, 99, 117 Kanker payudara, 91 Kanker perut, 33, 39, 91, 117 Karbohidrat, 3, 24, 25, 110 Karboksilat, 57 Karbonimida klorida, 33 Karet, 29, 32 Karoten, 32, 44 Karsinoma hepatoselular, 117
Katabolisma, 1, 2, 3 Kavernena A, 38 Kavernena B, 38 Kavernena C, 38 Kavernena D, 38 Kebas, 64, 65 Keramamida B, 104 Ketolida, 107, 109, 114 Kloroplas, 4 Kolana, 43 Komodokuinon A, 117 Komodokuinon B, 111 Koniferil alkohol, 81 Konstanta dielektrika, 17 Krispaton, 109 Kromen, 79, 80 Ksantin, 32 Ksantofil, 44
L L1210, 59, 64, 69, 70 Lajollamisin, 119 Laminaria angustata, 72 Laminina, 72 Lankasidin C, 109 Latrunkulin A, 108 Laurecomin B, 34 Laurencia composite, 34 Laurencia intricata, 35 Laurencia okamurai, 118 Laurencia thyrsifera, 42 Laurenditerpenol, 35 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
133
LC50, 116 Lebistes reticulatus, 60 Leishmani infantum, 34 Leishmania chagasi, 119 Leishmania major, 34 Lepadiformina, 54 Leucetta microraphis, 102 Leukamida A, 102 Lignin, 5, 7, 81, 85, 110 Limonen, 30 Lindra thalassiae, 113 Lipid, 2, 3, 97 Lipopeptida, 97, 100, 104 Lisina, 7, 48 Lissoclium patella, 105 Litotrof, 1 Loboforolida, 113 Lobophora variegata, 113 Luffariella variabilis, 41 Luteolin, 91 Lyngbya majuscula, 61, 66, 73, 98, 114 Lyngbyatoksin A, 66
M Makrolida, 107, 108, 109, 113 Malabarikana, 42 Mangrove, 82, 84, 85, 90 Manoalida, 41 Manoalina, 41 Marmisin A, 90 Marmisin B, 90
Maserasi, 18 Mayamisin, 117 MDA-MB-231, 91 MEL-28, 39 Menaethiusmonoceros sp., 114 Merosesterterpena, 39 Metabolisma, 1, 2, 3 Metabolit kedua, 21, 40, 41, 47, 52, 57, 60, 77, 82, 92, 112, 113 Metabolit pertama, 21 Metabolit, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 14, 15, 16, 17, 18, 97 Metilaplisinopsin, 65 MIC, 101 Microcystis aeruginosa, 103 Mikalamida A, 112 Mikroba, 3, 4 Mikroginin, 100 Mikrokolin A, 98 Mikrokolin B, 98 Mikroorganisma, 4, 77, 91 Mikropeptin, 103 Mirsena, 30 Mitsoamida, 99 Monosakarida, 1, 3, 25, 87 Monoterpena, 28, 30, 32, 33 Muskarina, 72
N Navanax inermis, 61 Navanona A, 61 Nazumamida A, 97 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
134
Neoflavonoid, 79 Nephthea sp., 72 Neutrofil, 35, 104 N-glikosida, 88 Nippostrongylus brasiliensis, 69 Nitzchia pungens, 53 Nudibranch, 52, 56, 59, 60, 61 Nukleotida, 1, 3 Nuklesisa, 92
O Oceanapia sp., 58 Ochtodana, 32, 33 O-glikosida, 88, 90, 91 Oligopeptida, 95, 96 Oligosakarida, 87 Organotrof, 1 Orientasi aksial, 87 Orientasi ekuatorial, 87 Ornitina, 7, 48 Oscillatoria, 55 Oseanapamina, 58 Osmundea pinnatifida, 82 Ostracion lentiginosus, 72 Oxazola, 49, 59, 60
P P-388, 33, 39, 41, 42, 98, 102, 103 Pahutoksin, 72 Pandaros acanthifolium, 91
Pandarosida A, 91 Paranemertes peregrine., 62 Pasang merah, 71, 116 Patellamida E, 105 Penaramida, 73 Penares aff. incrustans, 73 Penolak makan, 52, 56, 61, 114 Peptida, 7, 47, 94, 95, 96, 97 Pereaksi Dragendroff, 26 Pereaksi Liebermann-Burchard, 25 Pereaksi Mayer, 26 Pereaksi Trim-Hill, 26 Pereaksi Wagner, 26 Perkolasi, 18 Phidolopora pacifica, 66 Philinopsis speciosa, 61 Phyllospongia foliascens, 40, 41 Piperidina, 48, 54 Pirazina, 50, 63 Piridina, 49, 61, 62 Pirimidina, 62 Pirola, 49, 56, 57, 58 Pirolidina, 48, 52, 53 Pirolnitrin, 56 Pitipeptolida A, 114 p-Koumaril alkohol, 81 PKS, 107 Plakinidina A, 69 Plakinidina B, 69 Plakortenon, 119 Plakortida P, 119 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
135
Plakortis angulospiculatus, 119 Plakortis sp., 69 Plankton, 71 Plastida, 4 Poliena, 110, 115 Polieter, 110, 116 Poliisoprena, 32 Poliketida sintase, 107 Poliketida, 5, 7, 107, 108, 109, 111, 112, 113 Polipeptida, 94, 95, 96 Polisakarida, 2 Polycitorella mariae, 64 Portieria hornemanni, 33 Predator, 3 Pregnana, 43 Prekursor, 2, 3, 4, 6, 28, 47, 48, 77, 78, 83, 84, 107, 108 Prolina, 7 Propionil, 7, 107 Protein, 2, 3, 24, 43, 82, 95, 96 Psammaplysilla purea, 59 Pseudodistoma kanoko, 54 Pseudodistomin A, 54 Pseudodistomin B, 54 Pseudomonas aeruginosa, 57 Pseudomonas pyrrocinia, 56 Pseudonitzchia australis, 53 Ptilocaulin, 70 Ptilocaulis aff. P. spiculifer, 70 Pulo’upona, 61 Purealin, 59
Purin, 66 Purina, 50, 66, 67 Putressina, 51
Q Quinolina, 50, 68 Quinolizidina, 48, 55
R Racun syaraf, 55 Raspailia sp., 67 Rebusan, 18 Reniera japonica, 45 Reniera sp., 67 Renieratena, 45 Renierona, 67 Repellent, 72 Resin, 25 Retikulum, 4 Rhamnopiranosida, 90 Rhizophora mangle, 82, 84 Rhizotonia solani, 73 Ribosom, 4 Rigidin, 62 Rodoksantin, 32 Rumput laut, 91, 113
S Sabinen, 30 Sagartia troglodytes, 66 Sampel, 9, 10, 11, 12, 14 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
136
Saponin, 15, 21, 24, 91, 118 Scleronephthya gracillimum, 43 Scyphiphora hydrophyllacea, 90 Sea anemone, 66 Sea hare, 99, 100, 102, 114 Sea urchin, 67 Sekomanoalida, 41 Sesquiterpena, 28, 30, 33 Sessibugula translucens, 56 Sesterterpena, 29, 31, 39, 40, 41 S-glikosida, 88, 92 Sianidin, 80 Sianobakteria, 55, 61, 66, 104, 114 Siklostellettamina A, 62 Simplisia, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19 Sinapil alkohol, 81 Sinularia flexibilis, 35 Sitorellamina, 64 Sitotoksik, 15, 33, 38, 39, 40, 41, 42, 54, 59, 64, 67, 68, 69, 90, 104, 105, 115, 116 Skalarana, 430, 41 Sklerosteroid J, 43 Sklerosteroid K, 43 Skutellarein 4’-metil eter, 82 Soxhletasi, 17 Spermidina, 47, 51 Spermina, 47, 52, 73 Spesies, 9, 10, 11, 38 Spongotimidina, 92
Spongouridina, 92 Squalena, 31 Staphylococcus aureus, 41, 57, 90 Stelletin A, 42 Stelletin B, 42 Stelletta maxima, 62 Steroid, 4, 5, 6, 21, 32, 49 Streptomyces nodosus, 119 Streptomyces pyogenes, 41 Streptomyces sp, 115, 117 Streptomyces, 90 Stylocheilus striatus, 114 Stylotella aurantium, 33 Substrat, 5, 6 Surugatoksin, 65
T Tambja abdere, 56 Tambja diora, 56 Tambjamina B, 56 Tambjamina C, 56 Tambjamina D, 56 Tambjamina A, 56 Tanin terhidrolisa, 80, 82 Tanin terkondesasi, 83 Tanin, 5, 7, 21, 23, 80, 82, 83, 84 Terminal C, 94 Terminal N, 94 Terminus amina, 94 Terminus karboksil, 94 Terpenoid, 5, 6, 16 KIMIA BAHAN ALAM LAUT
137
Tetrabromo pirol, 57 Tetrasiklin, 117 Tetraterpena, 44, 45 Tetrodotoksin, 71 Thalassia testudinum, 91 Theonella sp., 97, 104 Thiazola, 60, 61 Thioglikosida, 88 Thrombin, 97 Thyrsiferol, 42 Tirosina, 7, 50, 51 Tripsin, 103 Triptofan, 7, 50 Triterpena, 29, 31, 42 Tropana, 55 Trypanosona cruzi, 119 Tubulin, 99, 100 Tumor, 33, 35, 42, 90, 91, 101, 102, 103, 105 Tunicate, 54, 62, 63, 64, 113
U Uji asetat anhidrat, 22, 25 Uji Barfoed, 25 Uji Benedict, 25 Uji Besi(III) klorida, 23 Uji buih, 24 Uji busa, 24 Uji Cu asetat, 21 Uji Cu sulfat, 24 Uji DPPH, 84 Uji Dragendroff, 22
Uji Fehling, 25 Uji Gelatin, 23 Uji Hager, 22 Uji kekeruhan, 25 Uji Keller-Kiliani, 24 Uji Legal, 23 Uji Liebermann-Burchard, 22 Uji Mayer, 22 Uji Modifikasi Borntrager, 23 Uji Molisch, 24 Uji Ninhidrin, 24 Uji Pb asetat, 22 Uji pereaksi basa, 22 Uji Salkowski, 21 Uji Shinoda, 23 Uji Trim-Hill, 22 Uji Wagner, 22 Ulapualida A, 59
V Varicella zoster virus (VSV), 92 V-ATPase, 113 Verongia aerophoba, 44 Virus RNA, 98
X Ksantosin, 50 Xestospongia exigua, 55 Xestospongin A, 55
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
138
Z Zingeberen, 31 Zoantamina, 70 Zoantenamina, 70 Zoanthus., 70 Zoantia, 70
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
139